identifikasi gulma dan potensinya untuk pakan ternak …pur-plso.unsri.ac.id/userfiles/49_hal 478...
TRANSCRIPT
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2016, Palembang 20-21 Oktober 2016
ISBN .........................
478
Identifikasi Gulma Dan Potensinya Untuk Pakan Ternak Pada Lahan
Kering Dataran Tinggi Di Kabupaten Kepahiang Provinsi Bengkulu
Harwi Kusnadi1)*
, Aulia Evi2)
dan Zul Efendi1)
1Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bengkulu
Jl. Irian Km 6,5 Bengkulu 38119 Telp. (0736) 23030, Fax. (0736) 345568 2Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sumatra Selatan
Jl. Kol. H. Barlian Km 6 No. 83 Palembang, Sumatera Selatan
*Coressponding author : [email protected]/HP:087839790131
ABSTRACT
Weeds are plants growing among the staple crop has the potential to livestock feed. In the
highlands of the tendency of increase in species diversity, while the number of individuals
are usually not too big. This study aims to identify the weeds type and dominance of weeds
in upland plateau in Kepahiang District Bengkulu Province. The research was conducted in
April 2016 in the village of Mekar Sari subdistrict Kabawetan Kepahiang District
Bengkulu province. The study was conducted on dry land with a height of ± 800 meters
above sea level (m asl) in the area of ± 0.25 ha. Land use is an area that has always
cultivated horticultural commodities in each season. The data collection is done by taking
the weeds on the plots randomly contok as many as 10 points. Sampling was conducted
using the method of weed squares measuring 1 m x 1 m. The data collected is the name of
the type and amount of each individual weed species found in sample plots. Data were
obtained based on the decision of weeds used to determine relative density, relative
frequency and summed Dominance Ratio (SDR). Based on the results obtained as many as
31 types of identification with the dominant weed species in Kepahiang District Ageratum
conyzoides (SDR 13.95%). Potential weeds to feed on dry land plateau reached 10.32
tonnes / ha / 3 months which can be used for cattle feed as many as four.
Key words: identification, weeds, livestock feed potential, the plateau
ABSTRAK
Gulma merupakan tanaman yang tumbuh di antara tanaman pokok yang berpotensi untuk
pakan ternak. Pada dataran tinggi cenderung bertambah keanekaragaman jenis, sedangkan
jumlah individu biasanya tidak terlalu besar. Penelitian ini bertujuan untuk
mengidentifikasi jenis gulma dan potensinya untuk pakan ternak pada lahan kering dataran
tinggi di Kabupaten Kepahiang Provinsi Bengkulu. Waktu penelitian dilaksanakan pada
Maret-April 2016 di Desa Mekar Sari Kecamatan Kabawetan Kabupaten kepahiang
Provinsi Bengkulu. Penelitian dilakukan pada lahan kering dengan ketinggian ± 800 meter
di atas permukaan laut (m dpl) pada lahan seluas ± 0,25 ha. Lahan yang digunakan
merupakan lahan yang selalu ditanami komoditas hortikultura pada setiap musimnya.
Pengumpulan data dilakukan dengan mengambil gulma pada petak contoh secara acak
sebanyak 10 titik. Pengambilan sampel gulma dilakukan dengan menggunakan metode
kuadrat yang berukuran 1 m x 1 m. Data yang dikumpulkan adalah nama jenis, jumlah
individu dan berat gulma yang terdapat pada petak contoh. Data yang diperoleh
berdasarkan hasil pengambilan gulma digunakan untuk mengetahui kerapatan relatif,
frekuensi relatif serta Summed Dominance Ratio (SDR). Berdasarkan hasil identifikasi
diperoleh sebanyak 31 jenis yang tersebar pada 15 famili yang merupakan jenis gulma
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2016, Palembang 20-21 Oktober 2016
ISBN .........................
479
berdaun lebar (20 jenis), gulma berdaun sempit (8 jenis), teki (2 jenis) dan paku (1 jenis).
Jenis gulma dominan pada lahan kering dataran tinggi di Kabupaten Kepahiang adalah
Ageratum conyzoides (SDR 13,95%). Potensi gulma untuk pakan ternak pada lahan kering
dataran tinggi mencapai 10,32 ton/ha/3 bulan yang dapat dimanfaatkan untuk pakan ternak
sapi sebanyak empat ekor.
Kata kunci : identifikasi, gulma, potensi pakan ternak, dataran tinggi
PENDAHULUAN
Gulma merupakan salah satu unsur pengganggu tanaman yang tumbuhnya tidak
dikehendaki pada setiap pengusahaan tanaman. Dalam usaha pengembangan sistem
usahatani ekologis terpadu di lahan kering, masalah gulma masih menjadi kendala yang
sulit diatasi. Hampir sepertiga bagian dari total biaya produksi untuk pengusahaan setiap
tanaman dipergunakan untuk mengendalikan gulma (Wangiyana dan Ngawit, 2010).
Gulma merupakan salah satu OPT yang mampu beradaptasi, tumbuh, dan berkembang
pada semua agroekosistem dan dalam kondisi iklim yang telah berubah. Sebagai organisme
pengganggu tanaman, gulma dapat mengakibatkan berkurangnya tingkat produktivitas
tanaman budidaya. Hal ini terjadi karena gulma yang tumbuh pada lahan pertanian dapat
mengakibatkan terjadinya kompetisi atau persaingan dengan tanaman budidaya dalam
proses penyerapan unsur-unsur hara, penangkapan cahaya dan penyerapan air, gulma juga
dapat menjadi tempat persembunyian hama (Kastanja, 2015).
Kecamatan Kabawetan Kabupaten kepahiang Provinsi Bengkulu merupakan lahan
kering dengan ketinggian ± 800 meter di atas permukaan laut (m dpl). Pemanfaatan lahan
oleh petani dengan ditanami komoditas perkebunan dan hortikultura pada setiap
musimnya. Dataran tinggi merupakan agroekosistem yang berada pada ketinggian > 700
meter di atas permukaan laut (m dpl). Wilayah ini memiliki bentukan topografi atau
terraian yang berbukit sampai bergunung dan sangat dipengaruhi oleh proses vulkanik,
lipatan, pahatan atau angkatan, tergantung pada formasi geologi dan litologinya
(Djaenudin, 2009). Keberadaan gulma pada dataran tinggi relatif berbeda dibandingkan
dengan gulma yang berada pada dataran rendah. Pada dataran tinggi adanya
kecenderungan bertambahnya keanekaragaman jenis, sedangkan jumlah individu biasanya
tidak terlalu besar.
Di samping bercocok tanam sayuran dan berkebun petani juga memelihara sapi dan
kambing. Kedua aktivitas petani ini berjalan saling mendukung dengan memanfaatkan
gulma di lahan pertanian sebagai pakan pakan ternak dan memanfaatkan kotoran ternak
untuk memupuk tanaman. Pemanfaatan gulma sebagai hijauan pakan ternak perlu diatur
manajemen pemotongan sehingga dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk pakan ternak
tanpa mengganggu pertanaman. Asih (2004) menyatakan bahwa petani/peternak kecil yang
memelihara sapi Bali mengutamakan pakannya dari gulma jenis rumput-rumputan, limbah
pertanian dan produk hijauan lainnya (forage) secara turun temurun.
Inventarisasi jenis-jenis gulma yang dominan di areal budidaya tanaman
hortikultura perlu dilakukan untuk memperoleh data yang lengkap dan dapat
memanfaatkannya secara maksimal untuk pakan ternak. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengidentifikasi jenis gulma dan potensinya untuk pakan ternak pada lahan kering dataran
tinggi di Kabupaten Kepahiang Provinsi Bengkulu.
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2016, Palembang 20-21 Oktober 2016
ISBN .........................
480
BAHAN DAN METODE
Kajian dilaksanakan di Desa Mekar Sari Kecamatan Kabawetan Kabupaten
Kepahiang Provinsi Bengkulu pada Maret-April 2016. Lokasi kajian merupakan lahan
kering yang berada pada ketinggian ± 800 meter di atas permukaan laut (m dpl) dengan
luas areal 0,25 ha.
Pengamatan dilakukan pada tanaman budidaya sayuran labu siam yang telah
menghasilkan. Pengambilan sampel gulma dilakukan dengan mengambil gulma secara
langsung pada petak-petak contoh dengan metode kuadrat yang berukuran 1 x 1 m. Titik
pengambilan sampel gulma dilakukan sebanyak 10 kali yang diambil secara acak. Data
yang dikumpulkan meliputi nama jenis, jumlah individu dan kelindungan masing-masing
jenis. Data berat gulma dihitung untuk mengetahui potensinya sebagai pakan ternak.
Data dianalisis untuk mengetahui jenis dan dominansi gulma pada areal tersebut.
Data berat gulma dianalisis dengan analisis deskriptif. Analisi jenis gulma dilakukan secara
desk study berdasarkan buku indentifikasi Barnes dan Chandapillai (1972) serta Moody et
al. (1984). Sedangkan untuk mengetahui jenis gulma dominan dianalisi dicari nilai
Summed Dominance Ratio (SDR). Dimana nilai SDR tersebut diperoleh dari perhitungan
nilai Kerapatan Nisbi Suatu Spesies (KNSS), Dominansi Nisbi Suatu Spesies (DNSS),
Frekuensi Nisbi Suatu Spesies (FNSS) serta Nilai Penting (NP). Perhitungan nilai-nilai
tersebut menggunakan persamaan menurut (Tjitrosoedirdjo et al., 1984) sebagai berikut :
1. Kerapatan nisbi suatu spesies
KNSS (%) = Kerapatan mutlak jenis itu
x 100% Jumlah kerapatan mutlak semua jenis
Dimana kerapatan mutlak suatu jenis sama dengan jumlah individu jenis itu dalam
petak contoh.
2. Dominansi nisbi suatu spesies
DNSS (%) = Nilai dominansi mutlak suatu jenis
x 100% Jumlah semua petak contoh yang diambil
Dominansi mutlak suatu jenis adalah jumlah dari nilai kelindungan atau nilai luas
basal atau nilai biomassa atau volume dari jenis itu. Kelindungan dihitung dengan
rumus :
Kelindungan = d1 x d2
x 2/π 4
Dimana d1 dan d2 adalah diameter proyeksi tajuk suatu jenis.
3. Frekuensi nisbi suatu spesies
FNSS (%) = Nilai frekuensi mutlak suatu jenis
x 100% Jumlah nilai frekuensi mutlak semua jenis
Dimana frekuenis mutlak (FM) suatu jenis diperoleh dari persamaan sebagai
berikut :
FM = Jumlah petak contoh yang berisi jenis itu
Jumlah semua petak contoh yang diambil
4. Nilai Penting (NP)
NP = Kerapatan Nisbi + Dominansi nisbi + frekuensi nisbi
5. SDR = NP/3
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2016, Palembang 20-21 Oktober 2016
ISBN .........................
481
HASIL
Identifikasi Gulma
Gulma yang diidentifikasi adalah gulma yang terdapat di lahan kering yang berada
pada ketinggian ± 800 meter di atas permukaan laut (m dpl) dengan luas areal 0,25 ha yang
merupakan kebun sayuran labu siam yang telah menghasilkan. Gulma yang teridentifikasi
disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Identifikasi jenis gulma pada lahan kering dataran tinggi di Kabupaten Kepahiang
tahun 2016.
No Nama Jenis Famili Jumlah
Individu Pengolongan
1 Altenantera sesilis Amaranthaceae 42 Berdaun lebar
2 Centella asiatica Apiaceae 3 Berdaun lebar
3 Alocasia macrorrhiza Araceae 3 Berdaun lebar
4 Ageratum conyzoides Asteraceae 322 Berdaun lebar
5 Synedrella nodiflora Asteraceae 56 Berdaun lebar
6 Bidens pilosa Asteraceae 42 Berdaun lebar
7 Erectithes valerianifolia Asteraceae 4 Berdaun lebar
8 Galinsoga palmivora Asteraceae 34 Berdaun lebar
9 Drymaria cordata Caryophyllaceae 177 Berdaun lebar
10 Commelina diffusa Commelinaceae 15 Berdaun lebar
11 Mikania micrantha Compositae 2 Berdaun lebar
12 Cyperus killingia Cyperaceae 36 Teki
13 Cyperus rotundus Cyperaceae 2 Teki
14 Neprolepis biserata Dennsteadtiaceae 1 Pakis
15 Digitaria adscendens Gramineae 9 Berdaun sempit
16 Echinochloa colona Gramineae 161 Berdaun sempit
17 Setaria plicata Gramineae 75 Berdaun sempit
18 Eleusine indica Gramineae 14 Berdaun sempit
19 Imperata cylindrica Gramineae 1 Berdaun sempit
20 Cyrtococum adscendens Gramineae 1 Berdaun sempit
21 Brachiaria paspaloides Gramineae 3 Berdaun sempit
22 Paspalum conjugatum Gramineae 1 Berdaun sempit
23 Hyptis capitata Lamiaceae 20 Berdaun lebar
24 Centrosema pubescens Leguminosae 1 Berdaun lebar
25 Plantago major Plantaginaceae 1 Berdaun lebar
26 Rumex acetosella L. Polygonaceae 3 Berdaun lebar
27 Polygenum chenense Polygonaceae 2 Berdaun lebar
28 Borreria alata Rubiaceae 109 Berdaun lebar
29 Borreria latifolia Rubiaceae 84 Berdaun lebar
30 Borreria leavicaulis Rubiaceae 7 Berdaun lebar
31 Altenantera dichotama Rubiaceae 1 Berdaun lebar
Sumber : Data primer, 2016
Dominansi Gulma
Dominansi dinyatakan dengan istilah kelindungan (coverage) atau luas basal atau
biomassa atau volume. Struktur dan komposisi gulma disajikan pada Tabel 2.
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2016, Palembang 20-21 Oktober 2016
ISBN .........................
482
Tabel 2. Struktur dan komposisi gulma pada lahan kering dataran tinggi di Kabupaten
Kepahiang Provinsi Bengkulu tahun 2016.
No. Nama jenis KNSS FNSS DNSS NP SDR
1 Ageratum conyzoides 26,14 9,71 6,00 41,84 13,95
2 Echinochloa colona 13,07 7,77 7,93 28,77 9,59
3 Drymaria cordata 14,37 8,74 2,95 26,06 8,69
4 Borreria alata 8,85 6,80 5,10 20,74 6,91
5 Setaria plicata 6,09 3,88 10,43 20,40 6,80
6 Cyperus killingia 2,92 7,77 7,22 17,91 5,97
7 Commelina diffusa 1,22 5,83 9,05 16,09 5,36
8 Borreria latifolia 6,82 3,88 4,66 15,36 5,12
9 Synedrella nodiflora 4,55 4,85 2,15 11,55 3,85
10 Hyptis capitata 1,62 3,88 5,66 11,17 3,72
11 Bidens pilosa 3,41 4,85 1,70 9,96 3,32
12 Borreria leavicaulis 0,57 0,97 7,66 9,20 3,07
13 Altenantera sesilis 3,41 3,88 1,87 9,16 3,05
14 Eleusine indica 1,14 1,94 4,57 7,65 2,55
15 Digitaria adscendens 0,73 3,88 2,36 6,97 2,32
16 Mikania micrantha 0,16 1,94 3,61 5,71 1,90
17 Altenantera dichotama 0,08 0,97 3,57 4,62 1,54
18 Imperata cylindrica 0,08 0,97 3,47 4,52 1,51
19 Galinsoga palmivora 2,76 0,97 0,42 4,15 1,38
20 Alocasia macrorrhiza Schott. 0,24 1,94 1,37 3,55 1,18
21 Polygenum chenense 0,16 1,94 1,21 3,31 1,10
22 Erectithes valerianifolia 0,32 1,94 0,59 2,85 0,95
23 Centella asiatica 0,24 1,94 0,44 2,63 0,88
24 Rumex acetosella L. 0,24 1,94 0,40 2,58 0,86
25 Cyrtococum adscendens 0,08 0,97 1,34 2,39 0,80
26 Paspalum conjugatum 0,08 0,97 1,32 2,38 0,79
27 Cyperus rotundus 0,16 0,97 1,21 2,34 0,78
28 Brachiaria paspaloides 0,24 0,97 0,49 1,71 0,57
29 Neprolepis biserata 0,08 0,97 0,60 1,65 0,55
30 Centrosema pubescens 0,08 0,97 0,57 1,62 0,54
31 Plantago major 0,08 0,97 0,09 1,14 0,38
Sumber : Data primer, 2016
Potensi Gulma Sebagai Pakan Ternak
Petani di Kecamatan Kabawetan, Kabupaten Kepahiang selain bertani aktivitas
lainnya sebagai pendamping adalah beternak, diantaranya beternak sapi. Gulma dibiarkan
tumbuh dan berkembang di lahan. Pengendalian gulma tidak dilakukan dengan
menyemprot racun atau membersihkan dengan cangkul tetapi dengan cara dipotong dengan
sabit dengan tujuan dimanfaatkan untuk pakan ternak. Hampir setiap hari petani mengolah
kebun dan menyabit gulma untuk dibawa pulang sehingga waktunya cukup efisien.
Pengaturan pemotongan gulma dengan membagi beberapa petak sehingga petani bisa
membawa gulma setiap hari untuk pakan ternak. Hasil pengamatan di lapangan potensi
gulma sebagai pakan ternak pada setiap petak contoh disajikan pada Tabel 3.
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2016, Palembang 20-21 Oktober 2016
ISBN .........................
483
Tabel 3. Potensi gulma sebagai pakan ternak. Petak (m
2) Rata-rata
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Berat (kg) 1,10 1,60 0,79 0,79 0,97 1,62 0,35 0,57 0,99 1,55 1,03
Sumber : Data primer (2016)
PEMBAHASAN
Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui gulma yang teridentifikasi sebanyak 31
spesies yang tersebar pada 15 famili. Secara umum, jenis gulma yang teridentifikasi
merupakan gulma golongan berdaun lebar (20 jenis), berdaun sempit (8 jenis), teki (2
jenis) dan pakis (1 jenis). Jenis gulma yang teridentifikasi secara umum merupakan
golongan gulma berdaun lebar. Gulma berdaun lebar merupakan berbagai jenis gulma dari
ordo Dicotyleneae. Gulma ini tumbuh dengan habitus yang besar, sehingga kompetisi yang
terjadi dengan tanaman terutama dalam hal mendapatkan cahaya (Harsono, 2011). Hal ini
mengindikasikan bahwa gulma ini berkembang pada tempat yang ternaungi, karena pada
stadium tanaman sudah menghasilkan ini mempunyai tajuk tanaman cukup lebat. Tajuk
tanaman yang cukup lebat, cahaya yang diteruskan ke permukaan tanah tidak banyak,
maka fotosintesis berlangsung kurang baik sehingga berpengaruh terhadap berkembangnya
gulma berdaun lebar.
Jumlah jenis terbanyak dari gulma berdaun lebar adalah famili Asteraceae, yaitu
sebanyak 5 jenis. Tjitrosoepomo et al.(1987) mengemukakan bahwa famili Asteraceae
termasuk golongan gulma berdaun lebar dan semusim yang menyukai tanah sedikit lembab
serta mampu menghasilkan biji sebanyak 40.000 pertanaman setiap tahunnya. Famili
Asteraceae merupakan gulma tahunan yang banyak tersebar dan termasuk ke dalam gulma
ganas karena seringkali populasinya lebih dominan dibandingkan dengan tanaman liar
lainnya di dalam suatu lahn (Sukamto, 2007). Pribadi dan Anggraeni (2011) melaporkan
hasil penelitian di lahan gambut bahwa pada kelompok gulma berdaun lebar, spesies
tertinggi didominasi oleh jenis M. Micrantha dan M. Malabatrichum.
Selain gulma berdaun lebar, golongan gulma yang banyak ditemukan adalah gulma
berdaun sempit atau famili Gramineae. Secara umum, famili Gramineae merupakan gulma
berdaun sempit, mempunyai akar rimpang (rhizoma) yang membentuk jaringan rumit di
dalam tanah dan sulit diatasi secara mekanik (Harsono, 2011). Hasil penelitian pada areal
pertanaman terung menunjukkan bahwa gulma yang ditemukan Cyperus rotundus (L)
Cyperus kyllingia (L) Eleusine indica (L) Drymaria cordata (L) Mimosa pudica (L)
Amarantus spinosus (L) (Ulluputi, 2014).
Hasil identifikasi gulma sebanyak 31 jenis pada lahan sayuran merupakan sumber
hijauan pakan ternak ruminansia. Ternak ruminansia merupakan ternak yang dapat
mengkonsumsi hijauan walaupun dengan kualitas rendah terutama sapi Bali. Kebutuhan
hijauan pakan untuk ternak ruminansia merupakan kebutuhan utama. Kandungan nutrisi
hijauan berpengaruh terhadap produktivitas ternak. Hijauan tunggal atau satu jenis tidak
dianjurkan karena nutrisi yang terkandung didalamnya terbatas. Pemberian hijauan
sebaiknya dari beberapa jenis sehingga kandungan nutrisi yang terkandung di dalamnya
lebih lengkap karena masing-masing hijauan dengan kandungan nutrisi yang berbeda-beda
akan saling melengkapi. Dengan teridentifikasi gulma sebanyak 31 jenis, maka kesempatan
peternak dalam merumput akan didapatkan beberapa jenis hijauan dengan kandungan
nutrisi saling melangkapi.
Dominansi dilihat berdasarkan besarnya nilai SDR suatu jenis gulma, dimana nilai
SDR tersebut diperoleh dari nilai kerapatan nisbi, dominansi nisbi, frekuensi nisbi dan nilai
penting (Tjitrosoedirdjo et al., 1984). Dominansi merupakan kemampuan suatu jenis
gulma untuk dapat bersaing dengan jenis gulma lainnya dan bertahan hidup dalam suatu
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2016, Palembang 20-21 Oktober 2016
ISBN .........................
484
agroekosistem tertentu. Kondisi ini ditunjukkan dengan beberapa gulma yang lebih banyak
jumlahnya dibandingkan dengan beberapa gulma lainnya. Berdasarkan nilai SDR, gulma
Ageratum conyzoides merupakan jenis yang dominan pada lahan kering dataran tinggi di
Kabupaten Kepahiang. Tingginya nilai SDR pada jenis A. conyzoides diiringi dengan
tingginya nilai kerapatan nisbi, frekuensi nisbi, dan dominansi nisbi. Tingginya nilai
kerapatan, frekuensi dan dominansi nisbi hal ini menunjukkan bahwa jumlah individu A.
conyzoides yang ditemukan banyak, ditemukan pada seluruh petak contoh serta luas
permukaan tanah yang ditutupi jenis tersebut lebih banyak jika dibandingkan dengan jenis
gulma lain. Kastanja (2015) melaporkan bahwa hasil pengamatan dan analisis jenis gulma
dominan pada 3 lahan tanaman sayuran kangkung, sawi dan bayam secara berurutan
adalah Galinsoga parviflora, Ipomea triloba L dan Mimosa invisa L. Sedangkan pada
pertanaman kubis terdapat 23 jenis gulma, terdiri dari 7 jenis gulma golongan rumput , 3
jenis gulma golongan teki, dan 13 jenis gulma dari golongan berdaun lebar (Yuliadhi dkk,
2013).
Intensitas cahaya sangat mempengaruhi tumbuhnya gulma. Intensitas cahaya pada
hamparan tanah di lahan sayuran labu siam tergolong rendah karena terhalang oleh
tanaman labu siam yang merambat di atasnya. Keadaan ini mempengaruhi komposisi
tanaman yang tumbuh di bawahnya. Tanaman yang tumbuh di bawahnya didominasi
gulma berdaun lebar dan sebagian kecil dari jenis gulma rumput-rumputan. Hal ini karena
rumput-rumputan lebih toleran daerah terbuka dengan intensitas cahaya penuh, sedangkan
gulma berdaun lebar lebih toleran terhadap lingkungan yang lebih tertutup.
Gulma A. conyzoides merupakan salah satu jenis gulma dari famili Asteracea.
Gulma Ageratum conyzoides termasuk golongan tumbuhan semusim yang banyak tumbuh
di lahan pertanian, perkebunan karet, palawija, kopi, tembakau, cengkeh dan kelapa sawit.
Dapat ditemukan hingga ketinggian 3.000 mdpl, menyukai intensitas cahaya tinggi dan
ternaungi. Ageratum conyzoides memiliki tekstur biji ringan dengan jumlah biji yang
banyak, dapat tersebar dengan bantuan angin dan cukup mengganggu perkebunan.
Tumbuhan ini memiliki daya saing yang tinggi, sehingga dengan mudah tumbuh dimana-
mana dan sering menjadi gulma yang merugikan para petani (Okunade, 2002).
Potensi gulma di lahan sayuran labu siam sebagai pakan ternak cukup besar.
Tanaman labu siam tumbuh subur di Kabupaten Kepahiang. Hampir setiap pekarangan
kosong ditanami labu siam. Tanaman labu siam merupakan tanaman sayuran yang lama
produktifnya sampai 3 - 4 tahun. Hal ini menjadikan gulma yang tumbuh dapat menjadi
sumber hijauan pakan ternak sepanjang tahun. Populasi sapi di Kabupaten Kepahiang
2.946 ekor sapi potong. Lebih dari 50% dari populasi sapi di Kabupaten Kepahiang
merupakan sapi Bali. Salah satu keistimewaan sapi Bali adalah toleran terhadap pakan
berkualias rendah termasuk gulma sebagai pakan ternak. Pemanfaatan gulma sebagai
hijauan pakan ternak telah lama dilakukan.
Dari Tabel 3 dapat diketahui bahwa dari setiap m2 dapat diperoleh gulma rata-rata
sebanyak 1,03 kg. Dalam satu ha potensi gulma yang dapat diperoleh sebanyak 10,3 ton.
Sejumlah potensi gulma tersebut dapat diperoleh rata-rata setiap tiga bulan karena
pertumbuhan gulma dibiarkan selama itu dan pemotongan dilakukan secara bergiliran.
Potensi ini sangat dukungan ketersediaan hijauan pakan sepanjang tahun baik kuantitas
maupun kulaitas. Hijauan pakan secara umum merupakan porsi terbesar untuk pakan
ternak sapi. Prawiradiputra (2011) mengemukakan bahwa salah satu faktor yang
menentukan baik buruknya pertumbuhan ternak sapi adalah pakan. Hermawan dan Utomo
(2013) menyatakan bahwa 62% peternak sapi menyatakan bahwa penyediaan hijauan
pakan merupakan faktor pembatas usahatani ternak sapi. Kebutuhan pakan hijauan setiap
hari secara umum sebanyak 10% dari berat badan sesuai dengan Reksohadiprodjo (1985)
yang menyatakan bahwa pengukuran kapasitas tampung sapi dengan dasar kebutuhan
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2016, Palembang 20-21 Oktober 2016
ISBN .........................
485
pakan untuk ternak sapi dewasa per hari adalah 3,1 kg bahan kering atau 10% dari berat
badannya. Sapi dengan berat badan 285 kg membutuhkan hijauan sebanyak 28,5 kg setiap
hari. Dengan demikian potensi gulma sebanyak 10300 kg dapat mencukupi kebutuhan
hijauan pakan sapi sebanyak 4 ekor. Petani yang memiliki lahan 1 ha mempunyai potensi
untuk memelihara sapi sebanyak 4 ekor yang kebutuhan hijauannya dapat dipenuhi dari
gulma dari kebunnya.
KESIMPULAN
Gulma yang teridentifikasi sebanyak 31 jenis yang tersebar pada 15 famili yang
merupakan jenis gulma berdaun lebar (20 jenis), gulma berdaun sempit (8 jenis), teki (2
jenis) dan paku (1 jenis).Jenis gulma dominan pada lahan kering dataran tinggi di
Kabupaten Kepahiang Ageratum conyzoides (SDR 13,95%). Potensi gulma sebagai pakan
ternak dalam 1 ha sebanyak 10300 kg dapat mencukupi kebutuhan hijauan pakan sapi
sebanyak 4 ekor.
UCAPAN TERIMA KASIH
Terima kasih kami sampaikan kepada Robiyanto, Parijo dan teman-teman yang ikut
membantu dalam pelaksanaan penelitian baik pada waktu pengambilan data, identifikasi
dan pengolahan data.
DAFTAR PUSTAKA
Asih ARS. 2004. Manajemen Pemeliharaan Ternak. Fakultas Peternakan, Universitas
Mataram. Mataram.
Barnes DE and MM Chandapillai. 1972. Common Malaysian weeds and their control.
Kualalumpur.
Djaenudin UD. 2009. Prospek pengkajian potensi sumberdaya lahan di wilayah Indonesia.
Pengembangan Inovasi Pertanian 2 (4). Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Sumberdaya Lahan Pertanian. Kementerian Pertanian. Jakarta. hal. 243-257.
Harsono A. 2011. Implementasi pengendalian gulma terpadu pada kedelai. Balai Penelitian
Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. 11 halaman.
Hermawan A dan B Utomo. 2013. Peran Ternak Ruminansia Dalam pengembangan Sistem
Usaha Tani Konservasi di Lahan Kering DAS Bagian Hulu. Prosiding. Seminar
Nasional Peternakan Berkelanjutan. Inovasi Agribisnis Peternakan Untuk
Ketahanan Pangan. Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, Bandung. p:112-
117.
Kastanja AY. 2015. Analisis Komposisi Gulma Pada Lahan Tanaman Sayuran. Jurnal
Agroforestri X Nomor 2 Juni 2015.
Moody K, CE Munroe, RT Lubigan, and E C Paller. 1984. Major weeds of the Philipines.
Weed Science Society of the Philipines, University of the Philipines at Los Banos.
College, Laguna, Philipines.
Okunade AL. 2002. Ageratum conyzoides L. Asteraceae. Fitoterapia 73: 1-16.
rawiradiputra, B. 2011. Pasang Surut Penelitian dan Pengembangan hijauan Pakan
Ternak di Indonesia. Balai Penelitian Ternak, Bogor
Pribadi A dan I Anggraeni, 2011. Jenis Dan Stuktur Gulma Padategakan Di Lahan Gambut
(Studi Kasus Pada Hphti Pt Araraabadi, Riau). Tekno Hutan Tanaman Vol.4 No.1,
April 2011, 33 – 40.
Reksohadiprodjo. 1985. Produksi Hijauan Makanan Ternak. BPFE. Yogyakarta
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2016, Palembang 20-21 Oktober 2016
ISBN .........................
486
Sukamto. 2007. Babadotan (Ageratum conyzoides) Tanaman Multi Fungsi Yang Menjadi
Inang Potensial Virus Tanaman. Warta Puslitbangbun13 (3) : 2.
Tjitrosoedirdjo S, IH Utomo, J Wiroatmodjo. 1984. Pengelolaan gulma di perkebunan.
Gramedia. Jakarta.
Tjitrosoepomo G, Soerjani M, dan Kostermans. 1987. Weeds of Rice in Indonesia. Balai
Pustaka. Jakarta.
Uluputty MR. 2014. Gulma Utama Pada Tanaman Terung Di Desa Wanakarta Kecamatan
Waeapo Kabupaten Buru. Agrologia, Vol. 3, No. 1, April 2014, Hal. 37-43.
Wangiyana W dan I K.Ngawit. 2010. Pengelolaan lahan kering berbasis penerapan model
rancang bangun usahatani ekologis terpadu guna meningkatkan kesejahteraan
masyarakat di kawasan pengembangan lahan kering Lombok Utara. Makalah
Seminar Penerapan Ipteks pada Masyarakat. DP3M, Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi, Jakarta.
Yuliadhi KA, TA Phabiola, M Sritami. 2013. Pengaruh Kehadiran Gulma terhadap Jumlah
Populasi Hama Utama Kubis pada Pertanaman Kubis. Agrotrop, 3(1): 99-103
(2013).