iceu dimas kulsum konversi sputum bta mikroskopik pada pasien...

12
Konversi Sputum BTA Mikroskopik pada Pasien Tuberkulosis Paru dengan Diabetes Mellitus VOL. 37, No. 2, April 2017

Upload: dinhdung

Post on 18-Mar-2019

238 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Iceu Dimas Kulsum Konversi Sputum BTA Mikroskopik pada Pasien ...arsip.jurnalrespirologi.org/wp-content/uploads/2017/10/JRI-Apr... · Alur penelitian HASIL Pasien TB paru BTA positif

J Respir Indo Vol. 37 No. 2 April 2017 109

Iceu Dimas Kulsum: Konversi Sputum BTA Mikroskopik pada Pasien Tuberkulosis Paru dengan Diabetes Mellitus

Konversi Sputum BTA Mikroskopik pada Pasien Tuberkulosis Paru dengan Diabetes Mellitus

VOL. 37, No. 2, April 2017

Page 2: Iceu Dimas Kulsum Konversi Sputum BTA Mikroskopik pada Pasien ...arsip.jurnalrespirologi.org/wp-content/uploads/2017/10/JRI-Apr... · Alur penelitian HASIL Pasien TB paru BTA positif

J Respir Indo Vol. 37 No. 2 April 2017108

Iceu Dimas Kulsum: Konversi Sputum BTA Mikroskopik pada Pasien Tuberkulosis Paru dengan Diabetes Mellitus

Page 3: Iceu Dimas Kulsum Konversi Sputum BTA Mikroskopik pada Pasien ...arsip.jurnalrespirologi.org/wp-content/uploads/2017/10/JRI-Apr... · Alur penelitian HASIL Pasien TB paru BTA positif

J Respir Indo Vol. 37 No. 2 April 2017 109

Iceu Dimas Kulsum: Konversi Sputum BTA Mikroskopik pada Pasien Tuberkulosis Paru dengan Diabetes Mellitus

Korespondensi: Iceu Dimas KulsumEmail: [email protected]; Hp: 087823427161

Faktor yang Mempengaruhi Konversi Sputum BTA Mikroskopik pada Pasien Tuberkulosis Paru Kasus Baru dengan Diabetes Mellitus

Iceu Dimas Kulsum,1 Erlina Burhan,1 Rochismandoko2

1Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, RSUP Persahabatan, Jakarta

2Departemen Ilmu Penyakit Dalam, RSUP Persahabatan, Jakarta

AbstrakLatar belakang: Prevalens diabetes mellitus (DM) terus meningkat di negara berkembang yang juga merupakan negara endemis tuberkulosis (TB). Kondisi imunokompromais akibat DM dapat meningkatkan risiko infeksi TB dan kegagalan konversi sputum. Penelitian ini bertujuan mengetahui proporsi kegagalan konversi sputum basil tahan asam (BTA) mikroskopik dan faktor yang mempengaruhinya pada pasien TB paru kasus baru dengan DM. Metode: Penelitian kohort retrospektif ini dilaksanakan di RSUP Persahabatan mulai bulan Maret sampai September 2015 pada pasien TB paru BTA positif kasus baru dengan DM. Konversi sputum BTA mikroskopik dievaluasi pada akhir bulan kedua pengobatan TB dan faktor-faktor yang mempengaruhinya dianalisis dengan analisis bivariat dan multivariat. Hasil: Proporsi kegagalan konversi sputum pada pasien TB dengan DM adalah 43,04% vs 22,75% pada tanpa DM (p<0,001, IK95% 0,11-0,30) dengan risiko relatif kegagalan 1,89 kali lebih tinggi pada DM. Faktor risiko untuk kegagalan konversi adalah tingkat kepositifan BTA dalam sputum sebelum terapi (p=0,021), HbA1c (p=0,014), GDP (p=0,047), GD 2jam PP (p=0,030), albumin serum (p=0,013) dan kavitas pada foto toraks (p=0,033). Analisis multivariat mendapatkan faktor risiko gagal konversi adalah kadar albumin serum yang rendah (p=0,046, aOR 0,464, IK95% 0,218-0,986), tingkat kepositifan sputum BTA mikroskopik sebelum terapi yang tinggi (p=0,009, aOR 2,313, IK95% 1,230-4,349) dan kadar HbA1c yang tinggi (p=0,018, aOR 1,298, IK 95% 1,047-1,610).Kesimpulan: Diabetes mellitus meningkatkan risiko kegagalan konversi sputum BTA mikroskopik, dipengaruhi oleh jumlah kuman dalam sputum yang tinggi, DM yang tidak terkontrol, terdapat kavitas pada foto toraks dan kadar albumin serum yang rendah. (J Respir Indo. 2017; 37: 109-18)Kata kunci: konversi sputum, BTA, TB, DM

Factors Affecting Sputum Conversion in New Cases of Pulmonary Tuberculosis PatientsNew Cases with Diabetes Mellitus

AbstractBackground: The prevalence of diabetes mellitus (DM) continues to increase in developing countries where TB is endemic. Immunocompromised due to DM increases the risk of TB infection and delayed sputum smear conversion. This study would like to evaluate the proportion of sputum smear conversion failure and analyze factors that influence it.Methods: This retrospective cohort study was conducted at Perahabatan hospital from March until September 2015, all new cases TB with DM patients were included. Sputum smear conversion evaluated at the end of second month of TB treatment and influencing factors analyzed by bivariate and multivariate.Results: The proportion of sputum conversion failures in TB-DM patients was 43.04% vs. 22.75% in without DM (p <0.001, CI95% 0.11 to 0.30). Relative risk of conversion failure was 1.89 times higher in DM patients. The risk factors for conversion failure are positivity rate of sputum AFB before treatment (p = 0.021), HbA1c (p = 0.014), Pre Prandial Blood Glucose(p = 0.047), Post Prandial Blood Glucose (p = 0.030), serum albumin (p = 0.013) and cavity on chest x-ray (p = 0.033). Risk factors of sputum smear conversion failure by multivariate analysis are low serum albumin levels (p = 0.046, 0.464 aOR, CI95% from 0.218 to 0.986), high positivity rate of sputum smear before treatment (p = 0.009, 2.313 aOR, CI95% 1.230 to 4.349) and higher HbA1c levels (p = 0.018, 1.298 aOR,CI 95% from 1.047 to 1.610). Conclusion: Diabetes mellitus increases the risk of sputum smear conversion failure, was influenced by higher positivity rate of sputum smear before treatment, uncontrolled diabetes, cavity cessionand low serum albumin levels. (J Respir Indo. 2017; 37: 109-18) Keywords: Sputum smear conversion, AFB, TB, DM

Page 4: Iceu Dimas Kulsum Konversi Sputum BTA Mikroskopik pada Pasien ...arsip.jurnalrespirologi.org/wp-content/uploads/2017/10/JRI-Apr... · Alur penelitian HASIL Pasien TB paru BTA positif

J Respir Indo Vol. 37 No. 2 April 2017110

Iceu Dimas Kulsum: Konversi Sputum BTA Mikroskopik pada Pasien Tuberkulosis Paru dengan Diabetes Mellitus

PENDAHULUAN

Tuberkulosis (TB) dan diabetes mellitus (DM) masih menjadi masalah kesehatan global sampai saat ini. Prevalens DM terutama DM tipe 2 terus meningkat terutama di negara-negara berkembang yang merupakan negara endemis TB seperti Indonesia.1,2 Diabetes mellitus diketahui dapat meningkatkan risiko infeksi termasuk infeksi TB. Penelitian di beberapa negara melaporkan risiko relatif infeksi TB aktif pada pasien DM meningkat 2,44-8,33 kali.3 Penelitian Wijayanto5 di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Persahabatan diketahui prevalens TB pada pasien DM tipe 2 sebesar 28,2%.5 Alisjahbana dkk6 melakukan penelitian sebaliknya yaitu menilai prevalens DM pada pasien TB dan mendapatkan hasil sebesar 17,1% (di Jakarta) dan 11,6% (di Bandung).6

Hubungan DM dengan waktu konversi sputum dilaporkan oleh Alisjahbana dkk6 yang mendapatkan kegagalan konversi sputum akhir bulan kedua pengo-batan TB pada pasien TB dengan DM sebesar 18,1% sedangkan pada pasien TB tanpa DM sebesar 10% dari penelitiannya di Bandung dan Jakarta,, tetapi penelitian ini tidak mengevaluasi faktor-faktor yang mempengaruhi konversi sputum tersebut.6 Diabetes mellitus dilaporkan oleh beberapa penelitian sebagai faktor utama yang menghambat konversi sputum pada akhir bulan kedua pengobatan TB. Penelitian di Malaysia oleh Nissapatorn dkk12 melaporkan faktor-faktor yang berhubungan kuat dengan hambatan konversi sputum basil tahan asam (BTA) yang lebih lama adalah usia >45 tahun (P=0,01), laki-laki (P=0,02), tingkat kepositifan mikroskopis yang tinggi sebelum terapi (P<0,01), keterlibatan paru bilateral (P=0,02) dan keterlibatan >2 zona paru pada foto toraks (P<0,01).12

Konversi sputum pada pasien TB dengan DM sudah dilaporkan oleh beberapa penelitian di Indonesia tetapi belum mengevaluasi faktor-faktor yang mempengaruhinya. Penelitian ini akan mengevaluasiproporsi kegagalan konversi sputum BTA mikroskopik pada akhir bulan kedua pengobatan TB dan faktor-faktor yang mempengaruhinya pada pasien TB dengan DM di RSUP Persahabatan.

METODE

Desain penelitian ini adalah kohortretrospektif.Penelitian dilaksanakan di Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi serta Departemen Penyakit Dalam RSUP Persahabatan mulai bulan Maretsampai dengan September 2015. Subjek penelitian adalah semua pasien dengan diagnosis TB paru BTA positif kasus baru dan DM yang berobat di RSUP Persahabatan. Pasien dengan diagnosis TB paru BTA positif kasus baru dan DM yang berobat di klinik rawat jalan dan ruang rawat inap Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi dan Departemen Penyakit Dalam RSUP Persahabatan yang tercatat pada registrasi poli Directly Observe Treatment Short-Course(DOTS) RSUP Persahabatan periode Juli 2012 sampai dengan Juni 2015yaitu 181 pasien. Proporsi pasien TB paru BTA positif kasus baru dengan DM ber-dasarkan data ini adalah 15,2%.

Populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak termasuk dalam kriteria eksklusi. Seratus lima puluh empat pasien TB paru BTA positif kasus baru dengan DM dilakukan pemeriksaan ulang sputum BTA mikroskopik pada akhir bulan kedua pengobatan TB tetapi 79 pasien tidak dapat dianalisis lebih lanjut karena data tidak lengkap sehingga tersisa 84 pasien yang memenuhi kriteria untuk menjadi subjek penelitian ini. Kriteria inklusi meliputi pasien dengan diagnosis TB paru BTA positif kasus baru dan DM periode Juli 2012 sampai dengan Juni 2015, usia ≥ 17 tahun sedangkan kriteria eksklusi yaitu data tidak lengkap. Analisis data dilakukan menggunakan software Statistical Package for Social Science(SPSS) 20.0. Uji beda 2 proporsi dihitung dengan menggunakan uji Chi-Square, perbedaan rerata dihitung dengan uji T tidak berpasangan dan perbedaan median dihitung dengan uji Mann-Withney U. Faktor-faktor yang mempengaruhi konversi sputum juga dianalisis dalam analisis multivariat regresi logistik untuk mengkontrol faktor perancu (confounder) dan mendapatkan persamaan probalilitas konversi.

Page 5: Iceu Dimas Kulsum Konversi Sputum BTA Mikroskopik pada Pasien ...arsip.jurnalrespirologi.org/wp-content/uploads/2017/10/JRI-Apr... · Alur penelitian HASIL Pasien TB paru BTA positif

J Respir Indo Vol. 37 No. 2 April 2017 111

Iceu Dimas Kulsum: Konversi Sputum BTA Mikroskopik pada Pasien Tuberkulosis Paru dengan Diabetes Mellitus

Gambar 1. Alur penelitian

HASIL

Pasien TB paru BTA positif kasus baru yang tercatat di Poli DOTS RSUP Persahabatan sejak Juli 2012 sampai dengan Juni 2015 terdapat 1192 pasien, terdiri dari 1011 pasien tanpa DM dan 181 pasien dengan DM. Proporsi pasien TB paru BTA positif kasus baru dengan DM berdasarkan data ini adalah 15,2%. Seratus lima puluh empat pasien TB paru BTA positif kasus baru dengan DM dilakukan pemeriksaan ulang sputum BTA mikroskopik pada akhir bulan kedua pengobatan TB tetapi 79 pasien tidak dapat dianalisis lebih lanjut karena data tidak lengkap sehingga tersisa 84 pasien yang memenuhi kriteria untuk menjadi subjek penelitian ini. Karakteristik subjek penelitian dapat dilihat pada Tabel 1.

Proporsi konversi sputum BTA mikroskopik pada pasien TB paru kasus baru dengan DM dibandingkan tanpa DM

Hasil penelitian ini mendapatkan proporsi kegagalan konversi sputum BTA mikroskopik pada akhir bulan kedua pengobatan TB pada pasien TB paru kasus baru dengan DM adalah 43,04% lebih tinggi dibandingkan dengan pasien tanpa DM (22,75%). Penelitian ini juga mendapatkan risiko relatif kegagalan konversi sputum BTA mikroskopik pada pasien TB paru kasus baru dengan DM 1,89 kali lebih tinggi dibandingkan dengan pada pasien TB paru kasus baru tanpa DM (Tabel 2).

Tabel 1. Karakteristik pasien TB paru BTA positif kasus baru dengan DM

Variabel

Konversi (N = 48)

Tidak konversi (N = 36)

n Rerata, median atau %

n Rerata, median atau %

Jenis kelamin (%)Laki-laki 31 (64,58) 23 (63,89)Perempuan 17 (35,42) 13 (36,11)

Usia (tahun) (rerata, SB)

48 53,50 (10,45)

36 54,00 (8,86)

Riwayat merokok (%)Tidak merokok 21 (43,75) 14 (38,89)IB ringan 7 (14,58) 7 (19,44)IB sedang 16 (33,33) 13 (36,11)IB berat 4 (8,33) 2 (5,56)Lama menderita DM (tahun) (median)

48 1.0 (0;18) 36 2,0 (0;10)

Jenis terapi DM (%)OAD 15 (31,25) 25 (69,44)Insulin 13 (27,08) 11 (30,56)OAD+insulin 20 (41,67) 0 0Komorbiditas (%)Tanpa komorbid 19 (39,58) 7 (19,44)1 komorbid 16 (33,33) 13 (36,11)2 komorbid 10 (20,,83) 8 (22,22)3 komorbid 1 (2,08) 3 (8,33)4 komorbid 2 (4,17) 2 (5,56)5 komorbid 0 0 3 (8,33)

Tabel 2. Proporsi konversi sputum BTA mikroskopik dan risiko relatif kegagalan konversi sputum BTA mikroskopik pada akhir bulan kedua pengobatan TB pada pasien TB paru BTA positif kasus baru dengan DM dibandingkan dengan pasien tanpa DM.

Konversin (%)

Tidak konversin (%)

Nilai p(IK 95%)

Risiko relatif

Pasien dengan DM(N=158)

90(56,96)

68(43,04)

< 0,001(0,11-0,30)

1,89

Pasien tanpa DM(N=668)

516(77,25)

152(22,75)

di klinik rawat jalan dan ruang rawat inap Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi

dan Departemen Penyakit Dalam RSUP Persahabatan yang tercatat pada registrasi poli DOTS

RSUP Persahabatan, periode Juli 2012 sampai dengan Juni 2015, yaitu 181 pasien. Proporsi

pasien TB paru BTA positif kasus baru dengan DM berdasarkan data ini adalah 15,2%.

Populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak termasuk dalam kriteria

eksklusi. Seratus lima puluh empat pasien TB paru BTA positif kasus baru dengan DM

dilakukan pemeriksaan ulang sputum BTA mikroskopik pada akhir bulan kedua pengobatan

TB tetapi 79 pasien tidak dapat dianalisis lebih lanjut karena data tidak lengkap, sehingga

tersisa 84 pasien yang memenuhi kriteria untuk menjadi subjek penelitian ini. Kriteria inklusi

meliputi pasien dengan diagnosis TB paru BTA positif kasus baru dan DM, periode Juli 2012

sampai dengan Juni 2015, usia ≥ 17 tahun. Sedangkan kriteria eksklusi yaitu data tidak lengkap.

Analisis data dilakukan menggunakan software SPSS 20.0. Uji beda 2 proporsi dihitung

dengan menggunakan uji chi-square, perbedaan rerata dihitung dengan uji t tidak berpasangan

dan perbedaan median dihitung dengan uji Mann-Withney U. Faktor-faktor yang

mempengaruhi konversi sputum juga dianalisis dalam analisis multivariat regresi logistik untuk

mengkontrol faktor perancu (confounder) dan mendapatkan persamaan probalilitas konversi.

Gambar 1. Alur penelitian

Kriteria Inklusi

- Usia, jenis kelamin, riwayat merokok - Lama menderita DM, jenis terapi DM - Hasil pemeriksaan sputum BTA mikroskopik sebelum

terapi TB dan setelah 2 bulan terapi TB, hasil tes resistensi MTB

- Hasil laboratorium (GDP, GD 2 jam PP, HbA1c, hemoglobin, limfosit, leukosit, trombosit, ureum, kreatinin, albumin)

- Gambaran kavitas pada foto toraks - Penyakit komorbid

Kriteria Eksklusi

Rekam medis pasien DM dan TB paru BTA

positif kasus baru

Pengolahan Data

Analisis Data

Penyajian

Analisis bivariat faktor-faktor yang mem-pengaruhi konversi sputum BTA mikroskopik pada pasien TB paru kasus baru dengan DM

Faktor-faktor risiko yang meningkat bermakna (p<0,05) pada kelompok tidak konversi adalah tingkat kepositifan sputum BTA mikroskopik sebelum terapi (p=0,021), kadar hemoglobin terglikasi (HbA1c) (p=0,014), Gula Darah Puasa (GDP) (p=0,047), Gula Darah (GD) 2 jam PP (p=0,030) dan kavitas pada foto toraks (p=0,033) sedangkan kadar albumin darah lebih rendah bermakna (p=0,013) dibandingkan dengan kelompok konversi.

Page 6: Iceu Dimas Kulsum Konversi Sputum BTA Mikroskopik pada Pasien ...arsip.jurnalrespirologi.org/wp-content/uploads/2017/10/JRI-Apr... · Alur penelitian HASIL Pasien TB paru BTA positif

J Respir Indo Vol. 37 No. 2 April 2017112

Iceu Dimas Kulsum: Konversi Sputum BTA Mikroskopik pada Pasien Tuberkulosis Paru dengan Diabetes Mellitus

Analisis multivariat faktor-faktor yang mem-pengaruhi konversi sputum BTA mikroskopik

Hasil analisis multivariat mendapatkan adjusted Odds Ratio (aOR) untuk albumin adalah 0,464 (<1) yang berarti kadar albumin sebagai faktor penjaga (protective) atau peningkatan albumin akan menurunkan kegagalan konversi sputum sedangkan peningkatan tingkat kepositifan sputum BTA mikroskopik sebelum terapi meningkatkan kemungkinan kegagalan konversi 1,298 kali lebih tinggi dan peningkatan kadar HbA1c meningkatkan kemungkinan kegagalan konversi spu tum BTA mikroskopik 2,313 kali lebih tinggi pada pasien TB paru kasus baru dengan DM.

Dengan memasukkan hasil perhitungan pada Tabel 4 menghasilkan angka peluang untuk konversi sputum BTA mikroskopik untuk setiap pasien TB paru BTA positif kasus baru dengan DM adalah:

Keterangan:P (konversi): peluang konversi sputum BTA mikroskopikAlb: kadar albumin darah (gr/dl)BTA: tingkat kepositifansputum BTA mikroskopik sebelum terapi HbA1c : kadar HbA1c (%)

Persamaan ini menunjukkan peningkatan kadar albumin serum akan meningkatkan peluang konversi sedangkan peningkatan tingkat kepositifan sputum BTA mikroskopik sebelum terapi dan kadar HbA1c akan menurunkan peluang konversi. Pening-katan kadar albumin 1 poin menyebabkan logit peluang konversi naik 0,768 poin. Peningkatan kepositifan sputum BTA sebelum terapi 1 poin menye babkan logit peluang konversi turun 0,839 poin. Peningkatan kadar HbA1c 1 poin menyebabkan penurunan logit peluang konversi 0,261 poin.

PEMBAHASAN

Proporsi konversi sputum BTA mikroskopik pada akhir pengobatan TB bulan kedua pada pasien TB paru kasus baru dengan DM

Penelitian ini mendapatkan proporsi kega-galan konversi sputum BTA mikroskopik pada akhir pengobatan TB bulan kedua pada pasien TB paru kasus baru dengan DM didapatkan lebih tinggi yaitu 43,04% dibandingkan 22,75% pada pasien tanpa DM (p<0,001, IK95% 0,11-0,30). Risiko relatif kegagalan konversi sputum BTA mikroskopik pada akhir bulan kedua pengobatan TB 1,89 kali lebih tinggi pada pasien TB paru kasus baru dengan DM dibandingkan dengan pasien tanpa DM.

Proporsi pasien TB paru dengan DM pada penelitian ini lebih rendah dari hasil penelitian Wijayanto pada tahun 2013. Wijayanto5 melaporkan prevalens TB pada pasien DM tipe 2 sebesar 28,2%.5 Hasil yang lebih rendah pada penelitian ini disebabkan karena perbedaan kriteria subjek penelitian. Penelitian ini hanya menghitung proporsi pada pasien TB BTA positif kasus baru sedangkan

Tabel 3. Analisis bivariat faktor-faktor yang mempengaruhi konversi sputum BTA mikroskopik pada akhir bulan kedua pengobatan TB pada pasien TB paru kasus baru dengan DM.

Variabel bebas Nilai pJenis kelamin 0,948Usia 0,875Riwayat merokok 0,823Lama menderita DM 0,395Sputum BTA mikroskopik awal 0,021*

HbA1c 0,014*

GDP 0,047*

GD 2 jam PP 0,030*

Hb 0,975Leukosit 0,825Trombosit 0,335Jumlah limfosit total 0,825Ureum 0,298Kreatinin 0,957Albumin 0,013*

Kavitas pada foto toraks 0,033*

Jenis terapi DM 0,728Jumlah komorbiditas 0,167Pola resistensi 0,231

*nilai p<0,05

Jenis terapi DM 0,728 Jumlah komorbiditas 0,167

Pola resistensi 0,231 *nilai p<0,05

Analisis multivariat faktor-faktor yang mempengaruhi konversi sputum BTA mikroskopik

Hasil analisis multivariat mendapatkan adjusted Odds Ratio (aOR) untuk albumin

adalah 0,464 (<1) yang berarti kadar albumin sebagai faktor penjaga (protective) atau

peningkatan albumin akan menurunkan kegagalan konversi sputum, sedangkan peningkatan

tingkat kepositifan sputum BTA mikroskopik sebelum terapi meningkatkan kemungkinan

kegagalan konversi 1,298 kali lebih tinggi dan peningkatan kadar HbA1c meningkatkan

kemungkinan kegagalan konversi sputum BTA mikroskopik 2,313 kali lebih tinggi pada pasien

TB paru kasus baru dengan DM.

Table 4. Analisis multivariat faktor-faktor yang mempengaruhi konversi sputum BTA mikroskopik pada akhir bulan kedua pengobatan TB pada pasien TB paru kasus baru dengan DM.

Nilai Estimasi

Nilai p

aOR IK 95%

Konstanta (K)

1,972 0,275 0,139

Albumin 0,768 0,046 0,464 0,218-0,986

BTA sebelum terapi

-0,839 0,009 1,298 1,230-4,349

HbA1c -0,261 0,018 2,313 1,047-1,610

Dengan memasukkan hasil perhitungan pada Tabel 4 menghasilkan angka peluang untuk konversi sputum BTA mikroskopik untuk setiap pasien TB paru BTA positif kasus baru dengan DM adalah:

Log ( P(Konversi)1 − P(Konversi)) = 1,972 + (0,768 (Alb)) − (0,839 (BTA)) − (0,261 (HbA1c))

Keterangan:

P (konversi): peluang konversi sputum BTA mikroskopik

Alb: kadar albumin darah (gr/dl)

BTA: tingkat kepositifan sputum BTA mikroskopik sebelum terapi

HbA1c : kadar HbA1c (%)

Persamaan ini menunjukkan peningkatan kadar albumin serum akan meningkatkan

peluang konversi, sedangkan peningkatan tingkat kepositifan sputum BTA mikroskopik

sebelum terapi dan kadar HbA1c akan menurunkan peluang konversi. Peningkatan kadar

Table 4. Analisis multivariat faktor-faktor yang mempengaruhi konversi sputum BTA mikroskopik pada akhir bulan kedua pengobatan TB pada pasien TB paru kasus baru dengan DM.

Nilai Estimasi Nilai p aOR IK 95%Konstanta (K) 1,972 0,275 0,139Albumin 0,768 0,046 0,464 0,218-0,986BTA sebelum terapi

-0,839 0,009 1,298 1,230-4,349

HbA1c -0,261 0,018 2,313 1,047-1,610

Page 7: Iceu Dimas Kulsum Konversi Sputum BTA Mikroskopik pada Pasien ...arsip.jurnalrespirologi.org/wp-content/uploads/2017/10/JRI-Apr... · Alur penelitian HASIL Pasien TB paru BTA positif

J Respir Indo Vol. 37 No. 2 April 2017 113

Iceu Dimas Kulsum: Konversi Sputum BTA Mikroskopik pada Pasien Tuberkulosis Paru dengan Diabetes Mellitus

Wijayanto5 meneliti semua jenis kasus TB pada pasien DM. Perbedaan lainnya adalah desain penelitian yang digunakan, penelitian ini menggunakan desain penelitian kohort retrospektif sedangkan Wijayanto5 menggunakan desain potong lintang.5

Proporsi kegagalan konversi sputum pada pasien TB dengan DM pada penelitian ini lebih tinggi dari hasil penelitian Alisjahbana dkk6 yang melaporkan kegagalan konversi sputum akhir bulan kedua pengobatan TB pada pasien TB dengan DM adalah 18,1% sedangkan pada tanpa DM 10%. Alisjahbana dkk6 melakukan penelitian di Bandung dan Jakarta dengan metode kohort prospektif terhadap 634 pasien yang telah didiagnosis TB dan kemudian dievaluasi terhadap kemungkinan diagnosis tambahan DM dengan memeriksa kadar GDP. Sembilan puluh empat pasien TB (14,8%) kemudian didiagnosis tambahan DM.6 Seluruh subjek penelitian Alisjahbana dkk6 baru didiagnosis DM setelah diagnosis TB ditegakkan sedangkan penelitian ini mengambil pasien yang sudah didiagnosis DM kemudian mendapat diagnosis tambahan TB, hal ini yang menyebabkan angka proporsi kegagalan konversi sputum pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan hasil penelitian Alisjahbana dkk6. Penelitian Sital dkk10 di India dengan metode kohort prospektif terhadap pasien TB dengan DM dan tanpa DM juga melaporkan proporsi keberhasilan konversi sputum yang lebih rendah pada pasien TB dengan DM yaitu 76,53% dibandingkan dengan pasien tanpa DM yang mencapai 92,70% (p<0,003).10

Faktor-Faktor yang mempengaruhi konversi sputum BTA mikroskopik pada akhir bulan kedua pengobatan TB pada pasien TB paru dengan DM

Data demografi (jenis kelamin dan usia)

Hasil penelitian ini mendapatkan pasien TB paru kasus baru dengan DM lebih banyak terjadi pada laki-laki yaitu: 64,58% pada kelompok konversi dan 63,89% pada kelompok tidak konversi. Distribusi jenis kelamin tidak berbeda bermakna antara kelompok konversi dan tidak konversi (p=0,948). Penelitian sebelumnya oleh Wijayanto5 di RSUP Persahabatan

melaporkan hasil yang berbeda yaitu lebih banyak terjadi pada perempuan (59,2%) dibandingkanlaki-laki 40,8%, perbedaan ini disebabkan karena desain penelitian yang berbeda.5 Penelitian lain di Indonesia oleh Alisjahbana dkk6 dengan desain penelitian kohort prospektif melaporkan hasil yang sama bahwa proporsi pasien laki-laki lebih tinggi (52%) dibandingkan perempuan.26 Penelitian Rekha dkk27 di India, yang melakukan analisis retrospektif terhadap

3 uji klinis terkontrol terandomisasi, juga melaporkan

78% pasien TB dengan DM adalah laki-laki.27

Median usia subjek penelitian ini adalah 53,71

tahun dengan median usia pada setiap kelompok

adalah 53,5 tahun pada kelompok konversi dan 54 tahun pada kelompok tidak konversi (p=0,948). Penelitian sebelumnya oleh Wijayanto5 di RSUP Persahabatan mendapatkan rerata usia pasien TB dengan DM yang hampir sama yaitu 58,6 tahun.5 Penelitian di Malaysia juga melaporkan rerata usia yang lebih tua (51,5 tahun) pada pasien TB dengan DM dibandingkan pasien tanpa DM (37,5 tahun).12 Penelitian Alisjahbana dkk26 di Bandung melaporkan median usia pasien TB dengan DM adalah 45 tahun sedangkan median usia pasien TB tanpa DM adalah 27 tahun.26 Penelitian Rekha dkk27 di India mendapatkan median usia pasien TB dengan DM

adalah 48 tahun.27

Penelitian ini mendapatkan median usia antara

kelompok konversi dan tidak konversi tidak berbeda

bermakna dan tidak terdapat hubungan yang kuat antara usia pasien dengan kegagalan konversi sputum, pada analisis bivariat dan multivariat. Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Rekha dkk27 di India yang melaporkan kegagalan konversi sputum berhubungan dengan pasien yang berusia >45 tahun pada analisis multivariat regresi logistik (p=0,03) bersamaan dengan variabel lain yaitu gambaran foto toraks dan tingkat kepositifan BTA sebelum terapi yang tinggi. Rekha dkk27 menganalisis kemungkinan penurunan kemampuan bersihan saluran nafas akibat penurunan imunitas pada pasien usia tua tetapi tidak menunjukkan data atau hasil penelitian lain yang mendukung analisis ini.27

Page 8: Iceu Dimas Kulsum Konversi Sputum BTA Mikroskopik pada Pasien ...arsip.jurnalrespirologi.org/wp-content/uploads/2017/10/JRI-Apr... · Alur penelitian HASIL Pasien TB paru BTA positif

J Respir Indo Vol. 37 No. 2 April 2017114

Iceu Dimas Kulsum: Konversi Sputum BTA Mikroskopik pada Pasien Tuberkulosis Paru dengan Diabetes Mellitus

Riwayat merokok

Riwayat merokok pasien pada penelitian ini tidak berbeda bermakna antara kelompok pasien konversi dengan yang tidak konversi (p=0,823). Penelitian di Kuwait oleh Abal dkk28 dengan subjek penelitian terdiri dari penduduk asli (Kuwaitis) dan pendatang (expatriate) melaporkan frekuensi konversi pada perokok dan bukan perokok tidak berbeda bermakna (p=0,065) juga tidak berbeda bermakna antara perokok berat dengan bukan perokok berat (p=0,901) tetapi pada analisis multi-variat regresi logistik subjek pendatang yang perokok (p=0,039) bersama-sama dengan kelainan pada foto toraks yang luas (p<0,038) dan tingkat kepositifan sputum BTA mikroskopik sebelum terapi yang tinggi (3+) (p=0,011) menjadi faktor-faktor yang berhubungan kuat dengan kegagalan konversi sputum BTA mikroskopik pada akhir bulan kedua pengobatan TB.28

Lama menderita DM

Median lama menderita DM saat pasien di-diagnosis TB berdasarkan data dari penelitian ini adalah 1,0 tahun dan tidak terdapat perbedaan bermakna antara median lama DM pada kelompok konversi (1,0 tahun) dibandingkan dengan 2,0 tahun pada kelompok tidak konversi (p=0,395). Penelitian Wijayanto5 melaporkan lama menderita DM memiliki hubungan yang kuat dengan terjadinya infeksi TB pada pasien DM (aOR 23,136; IK 95% 4,6-11) tetapi tidak meneliti hubungan lama menderita DM ini dengan konversi sputum.5 Hasil penelitian ini juga berbeda dengan hasil penelitian Magee dkk29 di Peru yang melaporkan median lama menderita DM saat didiagnosis TB pada pasien TB dengan DM adalah 5 tahun.29 Magee dkk29 melakukan penelitian kohort prospektif sedangkan penelitian ini merupakan penelitian kohort retrospektif dengan menganalisis data dari rekam medis pasien, meskipun bias saat anamnesis (recall bias) dapat terjadi pada kedua metode penelitian ini tetapi pada metode kohort prospektif dapat mengurangi bias ini dengan melakukan anamnesis yang lebih teliti atau

heteroanamnesis kepada keluarga pasien dan hal ini tidak dapat dilakukan pada penelitian ini yang menggunakan metode kohort retrospektif.

Penelitian Jiyani dkk30 di India melaporkan rerata lama DM saat pasien didiagnosis tambahan TB paru adalah 7,142 tahun dan 42% pasien sudah menderita DM selama >5 tahun.30 Tiga puluh dari 84 pasien (35,71%) pada penelitian ini baru diketahui DM saat didiagnosis TB sehingga lama DM dihitung sebagai 0 tahun dan hal ini juga menyebabkan rerata dan median lama DM yang didapat pada penelitian ini menjadi lebih rendah. Penelitian Magee dkk29 dan Jiyani dkk30 juga tidak menganalisis hubungan antara lama DM dengan konversi sputum BTA mikroskopik.29,30

Tingkat kepositifan sputum BTA mikroskopik sebelum terapi

Hasil penelitian ini mendapatkan tingkat kepo sitifan sputum BTA mikroskopik sebelum tera pi pada kelompok tidak konversi lebih tinggi bermakna dibandingkan dengan kelompok konversi (p=0,021). Tingkat kepositifan BTA sebelum terapi juga berhubungan kuat dengan konversi sputum BTA mikroskopik pada analisis multivariat (p=0,009, aOR 2,331, KI 95% 1,230-4,349). Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian di Malaysia oleh Nissapatorn dkk12 yang melaporkan tingkat kepositifan mikros-kopis sebelum terapi yang tinggi berhubungan kuat dengan waktu konversi sputum yang lebih lama (p<0,01). Metode penelitian Nissapatorn dkk12 sama dengan penelitian ini yaitu kohort retrospektif dalam periode 2 tahun dan memasukkan subjek penelitian yang lebih besar (241 pasien), hal ini kemungkinan yang menyebabkan hasil penelitian yang sama, meskipun 6,8% pasien pada penelitian Nissapatorn adalah pasien dengan riwayat terapi TB sebelumnya (bukan kasus baru).12 Penelitian di India oleh Rekhajuga melaporkan kadar sputum BTA mikroskopik sebelum terapi berhubungan dengan kegagalan konversi sputum BTA mikroskopik pada akhir bulan kedua pengobatan TB (p<0,001) berdasarkan hasil analisis regresi logistik.27

Page 9: Iceu Dimas Kulsum Konversi Sputum BTA Mikroskopik pada Pasien ...arsip.jurnalrespirologi.org/wp-content/uploads/2017/10/JRI-Apr... · Alur penelitian HASIL Pasien TB paru BTA positif

J Respir Indo Vol. 37 No. 2 April 2017 115

Iceu Dimas Kulsum: Konversi Sputum BTA Mikroskopik pada Pasien Tuberkulosis Paru dengan Diabetes Mellitus

Kadar HbA1c

Penelitian ini mendapatkan median kadar HbA1c pada kelompok tidak konversi 10% lebih tinggi bermakna dibandingkan kadar HbA1c pada kelompok konversi (8,5%) (p=0,014). Analisis multivariat pada penelitian ini juga mendapatkan kadar HbA1c yang tinggi berhubungan dengan peningkatan kegagalan konversi sputum setelah memperhitungkan faktor albumin dan tingkat kepositifan BTA sebelum terapi (p=0,018, aOR 1,298, KI 95% 1,047-1,610). Penelitian Jiyani dkk30 melaporkan 50% pasien yang memiliki tingkat kepositifan sputum BTA mikroskopik sebelum terapi 3+ adalah pasien TB-DM dengan kadar HbA1c > 8% (p=0,018) tetapi tidak menganalisis hubungan antara kadar HbA1c dengan konversi sputum BTA mikroskopik.30

Beberapa penelitian melaporkan kadar HbA1c yang tinggi berhubungan dengan peningkatan risiko infeksi TB tetapi tidak menganalisis hubungannya dengan konversi sputum. Wijayanto5 melaporkan kadar HbA1c >8 memiliki hubungan dengan kejadian infeksi TB paru pada pasien DM (aOR 17,475; IK 95% 3,428-89,094).5 Systematic review terhadap 13 penelitian observasional yang dilakukan oleh Jeon dkk24 melaporkan kontrol gula darah yang buruk (dinilai dari kadar HbA1c) meningkatkan risiko infeksi TB secara bermakna dengan hazard ratio 1.39 per unit kenaikan kadar HbA1c (IK 95% 1,18-1,63).24

Kadar Gula Darah Puasa (GDP) dan Gula Darah 2 jam Post Prandial (GD 2 jam PP)

Penelitian ini mendapatkan median GDP pada kelompok tidak konversi adalah 199,5 lebih tinggi bermakna dibandingkan pada kelompok konversi (145) (p=0,047). Penelitian Magee dkk29 di Peru melaporkan median kadar GDP pada pasien TB dengan DM adalah 197,5 mg/dl tetapi tidak mengevaluasi perbedaan pada kelompok konversi dan tidak konversi. Hasil penelitian ini juga mendapatkan rerata kadar GD 2 jam PP lebih tinggi bermakna pada kelompok tidak konversi dibandingkan dengan kelompok konversi (289,5vs250, p=0,030).29 Penelitian-penelitian yang menganalisis hubungan antara status kontrol DM

dengan manifestasi TB lebih banyak menggunakan kadar HbA1c dan jarang yang menggunakan kadar GDP dan GD 2 jam PP sebagai parameter penilaian, hal ini disebabkan kadar HbA1c lebih menggam-barkan kadar glukosa darah dalam 2-3 bulan terakhir dan tidak mudah dipengaruhi penggunaan obat diabetik atau makanan yang baru dilakukan menjelang pemeriksaan.

Jumlah limfosit total

Hasil penelitian ini mendapatkan jumlah lim-fosit total tidak berbeda bermakna antara pasien TB-DM yang konversi dengan yang tidak konversi (p=0,825). Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Wang dkk20 yang mengemukakan DM tidak mempengaruhi jumlah limfosit T. Jumlah limfosit T tidak berbeda bermakna antara pasien TB dengan DM dan pasien TB tanpa DM. Diabetes mellitus sudah diketahui dapat mempengaruhi fungsi dan proliferasi limfosit T serta kemampuan limfosit T untuk menghasilkan Interferon-γ (IFN-γ) yang berfungsi meningkatkan daya bunuh intraseluler dari makrofag. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengevaluasi hubungan limfosit T dengan infeksi TB pada DM, apakah hanya terjadi penurunan fungsi tanpa perubahan jumlah atau tidak. Penelitian lebih lanjut juga diperlukan untuk mengetahui hubungan limfosit T dengan konversi sputum BTA pada pasien TB dengan DM.

Gambaran kavitas pada foto toraks

Proporsi pasien dengan gambaran kavitas pada foto toraks lebih tinggi bermakna pada kelompok tidak konversi dibandingkan dengan kelompok konversi (p=0,02). Penelitian kohort prospektif yang dilakukan Sital dkk10 di India melaporkan gambaran kavitas pada foto toraks pada 55/141 pasien TB dengan DM (39%) dibandingkan 49/173 (28,32%) pada pasien TB tanpa DM (p<0,0001). Sital dkk10

menghubungkan proporsi kavitas yang lebih tinggi ini dengan tingkat kepositifan BTA yang lebih tinggi pada pasien TB dengan DM tetapi tidak menganalisis hubungan antara kavitas dengan konversi sputum BTA mikroskopik.10

Page 10: Iceu Dimas Kulsum Konversi Sputum BTA Mikroskopik pada Pasien ...arsip.jurnalrespirologi.org/wp-content/uploads/2017/10/JRI-Apr... · Alur penelitian HASIL Pasien TB paru BTA positif

J Respir Indo Vol. 37 No. 2 April 2017116

Iceu Dimas Kulsum: Konversi Sputum BTA Mikroskopik pada Pasien Tuberkulosis Paru dengan Diabetes Mellitus

Jiyani dkk30 melaporkan 34% pasien TB-DM

terdapat gambaran kavitas pada foto toraks dan

frekuensi kavitas pada pasien TB-DM lebih tinggi

bermakna dibandingkan pada pasien tanpa DM

(p=0,004).30 Rekha dkk27 melakukan penelitian yang

diantaranya mengevaluasi hubungan kavitas pada

foto toraks dengan konversi sputum dan melaporkan

tidak terdapat hubungan antara kavitas pada foto

toraks dengan kegagalan konversi sputum BTA

mikroskopis ataupun biakan, tetapi subjek pada

penelitian Rekha dkk27 ini menggabungkan pasien

TB-DM, TB-HIV dan TB paru tanpa komorbid.27

Rekha dkk27 tidak melakukan analisis pada setiap

kelompok subjek khususnya pada pasien TB-DM

yang dilaporkan oleh beberapa penelitian memiliki

frekuensi kavitas lebih tinggi dibandingkan pasien

TB tanpa DM atau TB-HIV.

Jenis terapi DM

Jenis terapi DM pada penelitian ini tidak berbeda

bermakna antara kelompok konversi dan tidak konversi

(p=0,728). Penelitian ini juga mendapatkan pasien TB

dengan DM yang mendapat terapi insulin (dengan

atau tanpa disertai obat diabetes oral) adalah 44/84

(52,4%) pasien, dan 47,6% pasien mendapat terapi

DM konvensional. Penelitian Jiyani dkk30 di India

melaporkan 66% pasien TB dengan DM mendapat

terapi insulin dan hanya 34% pasien mendapat terapi

konvensional tetapi tidak menganalisis hubungan

antara jenis terapi DM dengan konversi sputum

BTA mikroskopik.30 Proporsi pasien TB-DM yang

mendapat terapi insulin pada penelitian ini lebih rendah

dibandingkan hasil penelitian Jiyani dkk30, kete rangan

yang tercatat pada data rekam medis adalah beberapa

pasien menolak untuk mendapat terapi insulin.

Rasionalisasi rekomendasi terapi insulin dibandingkan

obat diabetik oral pada pasien TB adalah: kondisi

infeksi akan mempengaruhi dosis dan bioavailabilitas

obat diabetik oral, terjadi interaksi obat TB dengan obat

diabetik oral dan terjadi penurunan fungsi dan jaringan pankreas akibat kalsifikasi atau TB pankreas.30

Jumlah komorbiditas

Hasil penelitian ini mendapatkan tidak terdapat perbedaan bermakna antara jumlah komorbiditas pada kelompok konversi dan tidak konversi pada pasien TB dengan DM (p=0,167). Komorbiditas yang dianalisis dalam penelitian ini adalah komorbiditas yang terkait dengan DM atau komplikasi DM (seperti gagal ginjal kronik, penyakit jantung koro-ner) terkait dengan TB atau terapi TB (efusi pleura, hidropneumotoraks, hepatitis imbas obat) atau komorbid tersendiri (dislipidemi, tumor paru, hipertensi, batu ginjal, hiperurisemi, HIV dll). Pasien TB-DM dengan komorbiditas HIV tidak dikeluarkan dari penelitian ini karena hanya 1 pasien dan berhasil mengalami konversi sputum pada akhir bulan kedua pengobatan TB, sehingga tidak menjadi confounder dan tidak mempengaruhi hasil akhir dari penelitian ini.

Pola resistensi

Hasil penelitian ini mendapatkan 2 pasien resisten pada kelompok konversi dan 5 pasien resisten pada kelompok tidak konversi (p=0,231). Hasil tes resistensi ini baru ada setelah pasien mendapat pengobatan TB lebih dari bulan. Dua pasien pada kelompok konversi yang kemudian diketahui mengalami poliresisten dan multi drug resistance (MDR) dapat terjadi karena hasil negatif palsu (false negative) pada pemeriksaan sputum BTA mikroskopik akibat nilai diagnostik yang lebih rendah atau kualitas sputum yang berbeda (antara sputum untuk pemeriksaan BTA mikroskopik dengan untuk biakan). Pemeriksaan BTA mikroskopik sudah diketahui memiliki nilai diagnostik yang lebih rendah dari biakan MTB. Seluruh pasien yang kemudian diketahui mengalami resistensi obat kemudian beralih ke pengobatan yang sesuai. Penelitian Sital dkk10 di India melaporkan 2,8% pasien TB dengan DM pada penelitiannya kemudian didiagnosis TB MDR berdasarkan hasil biakan dan tes resistensi tetapi Sital dkk10 tidak menuliskan jenis kasus pasien ini (kasus baru atau dengan riwayat terapi TB sebelumnya) karena 6% pasien pada penelitian Sital dkk10 adalah pasien dengan riwayat terapi TB.10 Hasil resistensi

Page 11: Iceu Dimas Kulsum Konversi Sputum BTA Mikroskopik pada Pasien ...arsip.jurnalrespirologi.org/wp-content/uploads/2017/10/JRI-Apr... · Alur penelitian HASIL Pasien TB paru BTA positif

J Respir Indo Vol. 37 No. 2 April 2017 117

Iceu Dimas Kulsum: Konversi Sputum BTA Mikroskopik pada Pasien Tuberkulosis Paru dengan Diabetes Mellitus

pada penelitian ini memberikan sedikit gambaran terjadinya resistensi pada pasien TB paru kasus baru dengan DM untuk dilakukan penelitian lebih lanjut.

KESIMPULAN

Proporsi kegagalan konversi sputum BTA mikroskopik pada akhir bulan kedua pengobatan TB pada pasien TB paru kasus baru dengan DM di RSUP Persahabatan adalah 43,04% sedangkan pada pasien tanpa DM adalah 22,75%. Faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan kegagalan konversi sputum BTA mikroskopik pada pasien TB paru kasus baru dengan DM adalah tingkat kepositifan sputum BTA mikroskopik sebelum terapi yang tinggi, kadar HbA1c yang tinggi, kadar GDP yang tinggi, kadar GD 2 jam PP yang tinggi, kadar albumin darah yang rendah dan terdapat gambaran kavitas pada foto toraks. Kadar albumin darah yang tinggi berperan sebagai faktor protective yang akan menurunkan kegagalan konversi spu-tum BTA sedangkan tingkat kepositifan sputum BTA mikroskopik sebelum terapi yang tinggi akan meningkatkan kemungkinan kegagalan konversi 1,298 kali lebih tinggi dan peningkatan kadar HbA1c meningkatkan kemungkinan kegagalan konversi sputum BTA mikroskopik 2,313 kali lebih tinggi pada pasien TB paru kasus baru dengan DM.

DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization: Global Tuberculosis Report. [Online]. 2013 [Cited 2014 July 23]. Available from: http://www.who.int/tb/publications/global_report/en/.

2. International Diabetes Federation. IDF diabetes atlas. 6th edition. [Online]. 2014 [Cited 2015 Januari 21]. Available from: http://www.idf.org/diabetesatlas.

3. Baghaei P, Marjani M, Javanmard P, Tabarsi P, Masjedi RM. Diabetes mellitus and tuberculosis: facts and controversies. JDiabetes Metab Disord. 2013;12:1-8.

4. Dooley KE, Chaisson RE. Tuberculosis and diabetes mellitus: convergence of two epidemics. Lancet Infect Dis. 2009;9:737-46.

5. Wijayanto A. Faktor yang berhubungan dengan terjadinya tuberculosis paru pada pasien diabetes mellitus tipe 2 di RSUP Persahabatan Tesis Departemen Pulmonologi dan Kedokteran FKUI. Jakarta; 2013.

6. Alisjahbana B, Sahiratmadja E, Nelwan EJ, Purwa AM, Ahmad Y, Ottenhoff TH. The effect of type 2 diabetes mellitus on the presentation and treatment response of pulmonary tuberculosis. Clin Infect Dis. 2007;45:428–35.

7. Sidibe EH. Main complications of diabetes mellitus in Africa. Ann Med Intern. 2000;151:624–28.

8. Tatar D, Senol G, Alptekin S, Karakurum C, Aydin M, Coskunol I. Tuberculosis in diabetics: features in an endemic area. Jpn J Infect Dis. 2009;62:423–7.

9. Viswanathan V, Vigneswari A, Selvan K, Satyavani K, Rajeswari R, Kapur A. Effect of diabetes on treatment outcome of smear-positive pulmonary tuberculosis – a report from South India. J Diabetes Complications. 2014;28:162-5.

10. Sital P, Anil J, Sanjay M, Mukund P. Tuberculosis with diabetes mellitus: clinical-radiological overlap and delayed sputum conversion needs cautious evaluation-prospective cohort study in tertiary care hospital, India. J Pulm Respir Med. 2014;4:1-5.

11. Blanca I. Restrepo, Fisher-Hoch SP, Smith B, Jeon S, Rahbar MH. Short report: Mycobacterial clearance from sputum is delayed during the first phase of treatment in patients with diabetes. Am J Trop Med Hyg. 2008;79:541–4.

12. Nissapatorn V, Kuppusamy I, Jamaiah I, Fong MY, Rohela M, Anuar AK. Tuberculosis in diabetic patients: a clinical perspective. Southeast Asian J Trop Med Public Health. 2005;36:213-20.

13. Bennet PH, Knowler WC. Definition, diagnosis and classification of diabetes mellitus and glucose homeostasis. In: Kahr CR, Weir GC, King GL, Moses AC, Smith RJ, Jacobson AM, editors. Joslin’s diabetes mellitus. 4th edition. Toronto: Lippincot William and Wilkins; 2006.p.331-529.

14. Perhimpunan Endokrinologi Indonesia: Konsen-

sus pengelolaan dan pencegahan diabetes mellitus di Indonesia. [Online]. 2011 [Cited 2014 Agustus 2].Available from: http://perkeni.org/download/Konsensus DM 2011.zip.

Page 12: Iceu Dimas Kulsum Konversi Sputum BTA Mikroskopik pada Pasien ...arsip.jurnalrespirologi.org/wp-content/uploads/2017/10/JRI-Apr... · Alur penelitian HASIL Pasien TB paru BTA positif

J Respir Indo Vol. 37 No. 2 April 2017118

Iceu Dimas Kulsum: Konversi Sputum BTA Mikroskopik pada Pasien Tuberkulosis Paru dengan Diabetes Mellitus

15. Jeon CY, Harries AD, Baker MA, Hart JE, Kapur A, Lonnroth K. Bi-directional screening for tuberculosis and diabetes: a systematic review. Trop Med Int Health. 2010;15:1300–14.

16. Wang CH, Yu CT, Lin HC, Liu CY, Kuo HP. Hypodense alveolar macrophages in patients with diabetes mellitus and active pulmonary tuberculosis. Tuber Lung Dis. 1999;79:235–42.

17. Cahyadi A, Venti. Tuberkulosis paru pada diabetes mellitus. J Indon Med Assoc. 2011;61:173-8.

18. Martens GW, Arikan MC, Lee J, Ren F, Greiner D, Kornfeld H. Tuberculosis susceptibility of diabetic mice. Am J Respir Cell Mol Biol. 2007;37:518–24.

19. Yamashiro S, Kawakami K, Uezu K. Lower expression of Th1-related cytokines and inducible nitric oxide synthase in mice with streptozotocin-induced diabetes mellitus infected with Myco-bacterium tuberculosis. Clin Exp Immunol. 2005; 139:57–64.

20. Wang CS, Yang CJ, Chen HC, Chuang SH, Chong IW, Hwang JJ. Impact of type 2 diabetes on manifestations and treatment outcome of pulmonary tuberculosis. Epidemiol Infect. 2009;137:203-10.

21. Stalenhoef JE, Alisjahbana B, Nelwan EJ, van der Ven-Jongekrijg, Ottenhoff THM, van der Meer JWM. The role of interferon gamma in the increased tuberculosis risk in type 2 diabetes mellitus. Eur J Clin Microbiol Infect Dis. 2008;27:97-103.

22. Moutschen MP, Scheen AJ, Lefebvre PJ. Impaired immune responses in diabetes mellitus: analysis of the factors and mechanisms involved. Relevance to the increased susceptibility of diabetic patients to specific infections. Diabetes Metab. 1992;18:187–201.

23. Mortaz E, Varahram M, Farnia P, Bahadori M, Masjedi MR. New aspects in immunopathology of Mycobacterium tuberculosis. ISRN Immunology. 2012;10:1-11.

24. Jeon CY, Murray MB. Diabetes mellitus increases the risk of active tuberculosis: a systematic review of 13 observational studies. PLoS Med. 2008;5:1091-101.

25. Niazi AK, Kalra S. Diabetes and tuberculosis: a review of the role of optimal glycemic control. J DiabetesMetab Disord. 2012;11:1-4.

26. Alisjahbana B, Crevel RV, Sahiratmadja E, Heijer MD, Maya A, Istriana E. Diabetes mellitus is strongly associated with tuberculosis in Indonesia. Int J Tuberc Lung Dis. 2006;10:696–700.

27. Rekha VB, Balasubramanian R, Swaminathan S, Ramachandran R, Rahman F, Sundaram V. Sputum conversion at the end of intensive phase of Category-1 regimen in the treatment of pulmonary tuberculosis patients with diabetes mellitus or HIV infection: An analysis of risk factors. Indian J Med Res. 2007;126:452-58.

28. Abal AT, Jayakrishnan B, Parwer S, Shamy AE, Abahussain E, Sharma PN. Effect of cigarette smoking on sputum smear conversion in adults with active pulmonary tuberculosis. Respir Med. 2005;99:415–20.

29. Magee MJ, Bloss E, Shin SS, Contreras C, Huaman HA, Ticona JC. Clinical characteristics, drug resistance, and treatment outcomes among tuberculosis patients with diabetes in Peru. Int J Infect Dis. 2013;17:e404-12.

30. Jiyani MR, Vadgama PK, Pandey AS, Modh DA. Clinical profile and outcome of tuberculosis in patients with diabetes. Int J Res Med. 2015;4:36-40.