documenti

Upload: lowis-yanmaniar

Post on 19-Oct-2015

110 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

ARTIKEL

TRANSCRIPT

I. Pengertian Biopharmaceutical Excipients (BCS)BCS atau Biopharmaceutical Classification System merupakan hasil dari usaha berkelanjutan dalam analisis matematika berkaitan dengan proses kinetika dan dinamika obat dalam saluran pencernaan untuk memebuhi NDA dan ANDA. Systemini mengurangi tahapan dalam proses pengembangan obat baru, secara langsung maupun tidak langsung, mengurangi uji klinik yang sebenarnya tidak diperlukan, mendukung penggantian uji bioekuivalen dengan uji disolusi secara in vitro.

BCS merupakan panduan umum untuk memprediksi absorpsi obat dalam usus yang dibuat oleh FDA US. Ide untu membuat BCS diungkapkan olehGordonAmidon, yang mendapat hadiah Distinguished Science Award pada Agustus 2006 pada Kongres International Pharmaceutical Federation di Salvador Brazil.

Batasan untuk Prediksi dengan BCS adalah Kelarutan dan permeabilitas intestinal.Klasifikasi kelarutan didasarkan pada USP, sedangkan Permeabilitas intestinal didasarkan pada perbandingan terhadap injeksi intravena. Semua factor factor tersebut sangatlah penting karena 85 % jumlah obat yang terjual di US dan Eropa terdaftar sebagai obat yang digunakan secara oral.

II. Alasan dan Tujuan Pembuatan BCSAlasan Panduan BCS:-Memperbanyak pengaturan pemakaian dari BCS dan menyarankan metode metode untukmengklasifikasikan obat-Menjelaskan ketika waiver diminta hasil studi bioavailibilitas dan bioekuivalen berdasarkan pendekatan BCS.Tujuan dari Panduan BCS:-Meningkatkan efisiensi dalam pengembangan obat dan meninjau ulang proses dengan cara yang disarankan untuk identifikasi uji klinik bioekuivalensi yang tidak perlu dilakukan-Menentukan kelas dari sediaan padat oral yang cepat lepas yang kemudian bioekuivalensi dinilai berdasarkan uji disolusi in vitro-Memberikan metode untuk mengklasifikasikan bentuk sediaan berdasarkan disolusi berkaitan dengan sifat kelarutan dan permeabilitas zat aktif.III. Parameter dan Batasannya dalam BCSSuatu obat diklasifikasikan berdasarkan BCS atas dasarparameter:1. Kelarutan2. Permeabilitas3. Disolusi

3.Batasan batasan setiap parameter:-Batasan kelarutan. Didasarkan padakelarutan produk dengan dosis maksimum. Suatu zat aktif dikatakan sangat mudah larut bila dengan dosis maksimum, obatdapat larut di dalam 250 mL atau kurangair dengan rentang pH 1-7,5. Volume sebanyak 250 mL ditentukan dari protocol studi bioekuivalen pada umumnya yang mengatur bahwa penggunaan produk obat hanya dengan segelas air pada sukarelawan dengan kondisi puasa.-Batasan Permeabilitas. Secara tidak langsung didasarkan pada banyaknya obat yang diabsorpsi dalam tubuh manusia dan secara langsung pada pengukuran kecepatan transfer massa yang melewati membrane usus manusia. Sistem lain yang tidak menggunakan manusia yang dapat memprediksi absorpsi obat dalam tubuh manusia boleh digunakan ( seperti metode kultur in vitro) . suatu zat aktif dikatakan sangat permeable bila jumlah obat yang terabsorbsi di dalam tubuh yang diketahui > 90% atau lebih dosis yang digunakan, berdasarkan keseimbangan massa atau dalam perbandingan dengan dosis intravena.-Batasan Disolusi. Suatu produk obat yang lepas segera dianggap cepat terdisolusi bila > 85 % jumlah obat yang tertera dapat terdisolusi dalam waktu 15 menit menggunakan Aparatus I Disolusi USP pada 100 RPM atau Aparatus II pada 50 RPM dalam larutan media sebanyak 900 mL atau kurang. Larutan media terdiri dari 0,1N HCl atau cairan lambung buatan atau larutan dapar pH 4,5 dan dapar pH 6,8 atau cairan usus buatan.IV. Macam-Macam Kelas dalam BCSDalam BCS, zat aktif obat diklasifikasikan menjadi 4 kelas:-Kelas 1: Permeabilitas tinggi, Kelarutan tinggiContoh: Metoprolol. Sangat mudah diabsorbsi dan kecepatan absorbs nya lebih besar dari keceparan ekskresinya.-Kelas II: Permeabilitas tinggi Kelarutan RendahContoh: GlibenclamidaBioavailibilitasnya dibatasi oleh kecepatan solvasinya. Ada hubungan antara bioavailibilitas secara in vivo dan in vitro.-Kelas III: Permeabilitas Rendah Kelarutan tinggiContoh: simetidin. Absorbsinya dibatasi oleh kecepatan permeasinya tetapi obat tersebut dapat tersolvasi dengan cepat. Jika formulasi tidak mengubah permeabilitas atau durasi di dalam gastrointestinal, maka kriteria kelasi I bisa digunakan.-Kelas IV: Permeabilitas Rendah Kelarutan RendahContoh: HCT. Senyawa ini mempunyai bioavailibilitas yang rendah sekali. Biasanya tidak diabsorbsi dengan baik di sepanjang mucosa intestinal dan variabilitasnya tinggi.V. Penentuan KelarutanPenentuan Kelarutan:-Menggunakan Profil pH-Kelarutan dari obat uji dalam media dengan pH antara 1-7,5-Menggunakan Metode pengocokan dalam botol atau metode titrasi-Menggunakan Analisis dengan pengujian yang menunjukkan stabilitas yang sudah divalidasi4.VI. Penentuan PermeabilitasPenentuan permeabilitasA. Jumlah obat yang diabsorpsi dalam tubuh-Studi farmakokinetik-Studi bioavailibilitas absolutB. Metode permeabilitas intestinal:-Penelitian perfusi intestinal pada manusia secara in vivo-Penelitian perfusi intestinal pada hewan coba secara in vivo atau in situ-Percobaan permeasi secara in vitro dengan jaringan usus manusia atau hewan-Percobaan permeasi melewati sel epitel monolayer secara in vitroVII. Penentuan DisolusiPenentuan Disolusi-Menggunakan Aparatus I USP pada 100 rpm atau apparatus II USP pada 50 rpm-Media disolusi sebanyak 900 mL: 0,1N HCl atau cairan lambung buatan , pH 4,5 dan pH dapar 6,8 atau cairan intestinal buatan-Bandingkan profil disolusi dari hasil uji dengan profil baku pembanding menggunakan factor kesetaraan (f2)VIII. Syarat untuk BCS BiowaiverSyarat untuk BCS Biowaiver-Disolusi yang sama dan cepat-Permeabilitas yang tinggi-Kelarutan yang besar-Jendela/index terapi yang lebar-Bahan tambahan yang digunakan dalam sediaan adalah bahan yang sebelumnya sudah disetujui FDA untuk digunakan untuk bentuk sediaan padat cepat lepasIX. Data Pendukung yang diperlukanA. Data pendukung disolusi yang sama dan cepat-Penjelasan yang jelas tentang produk yang digunakan untuk uji disolusi-Data disolusi diperoleh dari 12 produk uji dan produl banding pada setiap interval uji yang spesifik untuk setiap dosis. Representasi rata rata dari profil disolusi produk uji dan produk pembanding dalam 3 media.B. Data pendukung Permeabilitas yang tinggi:-Untuk studi farmakokinetik, informasi dalam design penelitian dan metode yang digunakan bersama dengan data farmakokinetik-Untuk metode permeabilitas langsung, informasi kesesuaian metode pendukung dengan penjelasan setiap metode studi, kriteria manusia yang menjadi subjek penelitian, binatang, atau sel epitel, konsentrasi obat, penjelasan dari metode analisis, metode untuk menghitung jumlah obat yang diabsorpsi atau permeabilitas dan informasi potensi eliminasi obat tersebut (jika diperlukan).5.-Menghitung jumlah yang diabsorpsi atau permeabilitasnya-Sebuah daftar dari obat uji terpilih bersama dengan data tentang jumlah absorpsi dalam tubuh manusia digunakan untuk menentukan kesesuaian metode, nilai permeabilitas dan kelas untuk setiap obat uji, dan kurva dari banyaknya obat yang diabsorpsi sebagai fungsi permeabilitas dengan identifikasi batasan tinggi rendahnya permeabilitas dan standard internal yang dipilih.-Data permeabilitas pada zat aktif obat, standard internal, informasi stabilitas dan mekanisme transport pasif pendukung yang sesuai dan metode yang digunakan untuk mengembangkan permeabilitas yang tinggi atas zat aktif obat yang diujiC. Data yang mendukung Kelarutan yang Besar:- Penjelasan Metode Uji (Metode analitik, komposisi buffer)- Informasi struktur kimia, bobot molekul, tetapan disosiasi, dan sifat bahan obat- Hasil uji dirangkum dalam sebuah table yang berisi informasi tentang pH larutan, kelarutan obat, volume yang diperlukan untuk melarutkan obat dengan dosis maksimum.- Representasikan rata rata profil pH-Kelarutan dalam bentuk grafikX. Contoh Aplikasi BCS untuk Ranitidin HydrochlorideContoh yang dapat digunakan untuk menggabarkan aplkasi BCS adalah penelitian yang dilakukan oleh D.M.Barrends, dkk. Tentang peninjauan ulang kelas BCS untuk Ranitidin Hydrochlride yang diterbitkan di Wiley Inter Science (www.interscience.wiley.com).Data eksperimental dan literature yang berkaitan dengan keputusan yang mengijinkan seorang waiver tidak perlu melakukan uji bioekuivalen untuk perijinan bentuk sediaan yang mengandung Ranitidin HCl akan ditinjau ulang. Berdasarkan BCS terbaru, Ranitidin diklasifikasikan sebagai kelas III, akan tetapi berdasarkan index terapi, data dan sifat farmakokinetiknya serta data mengenai kemungkinan interaksi dengan eksipien, seorang biowaiver sebenarnya bisa disarankan bentuk sediaan yang cepat terdisolusi dan mengandung eksipien yang dilaporkan dalam penelitian tersebut.Dalam penelitian tersebut, dikatakan bahwa sifat alami dari Ranitidin HCl adalah sangat mudah larut dan kurang permeable.Dikatakan sangat mudah larut karena kelarutan Ranitidin dalam air adalah 660 mg/mL. Bahkan Kelarutan Ranitidin pada rentang pH 1-7,4 adalah 550 mg/mL Karena dosis maksimumnya adalah 300 mg, maka kelarutannya akan kurang dari 0,55 mL, sangat jauh dibawah batas volume kelarutan 250 mL. Data ini didapat pada suhu kamar sedangkan kriteria sangat mudah larut dari FDA harus ditentukan pada suhu 37, akan tetapi karena peningkatan suhu sebanding dengan peningkatan kelarutan maka bila pada suhu kamar bersifat sangat mudah larut maka pada suhu 37 juga bersifat sangat mudah larut. Ranitidin dikatakan kurang permeable karena ranitidine adalah substrat protein P-gp, yaitu protein yang akan mengeliminasi Ranitidin sehingga ketika ranitidine cepat terdisolusi dari bentuk sediaan, maka akan terjadi penjenuhan protein P-gp.Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah Ranitidin HCl dapat diklasifikasikan menjadi kelas III BCS API. Peraturan yang sekarang menggambarkan bahwa Ranitidin HCL sebagai kelas I BCS API jika produk hanya mengandung zat aktif Ranitidin HCl saja. Sementara itu,

6.persyaratan yang sekarang mempunyai aspek berbeda yang menjadi perhatian. Data yang dievalusi dan didiskusikan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa keamanan yang beralasan untuk memberikan seorang biowaiver untukbentuk sediaan padat oral ini jika diformulasikan menggunakan eksipien yang ada dalam table 2 dalam jumlah yang umum digunakan dan hasil uji produk tersebut adalah cepat terdisolusi.

Daftar Pustaka1.http://www.dissolutiontech.com/DTresour/201103Articles/DT201103_A05.pdf2.http://en.wikipedia.org/wiki/Biopharmaceutics_Classification_System3.http://www.fda.gov/AboutFDA/CentersOffices/OfficeofMedicalProductsandTobacco/CDER/ucm128219.htmPengantarUntuk dapat memberikan efek, suatu obat harus berada di tempat aksinya dan darah adalah satu satunya alat transpotasi yang dapat menghantarkan obat ke tempat aksinya tersebut. Maka adalah hal yang logis jikaprofilobat di dalam darah akan sangat mempengaruhi profil intensitas efek obat. Sedangkan untuk utuk mencapai peredaran darah, suatu obat harus mengalami serangkaian proses absorbsi yang umumnya terdiri atas disintegrasi, disolusi dan permeasi. Oleh karenanya, studi tentang absorbsi obat sangat penting untuk dapat memprediksi profil intensitas efeknya.Setiap proses absorbsi memiliki suatu rate limitingstepatau fase yang paling dominan. Rate limiting step ini bisa berupa fase disintegrasi, disolusi, permeasi maupun gabungan dari fase fase tersebut tergantung fase mana yang memakan waktu paling lama. Rate limiting step ini ditentukan oleh dua faktor utama; yaitu sifat fisiko kimia suatu obat dan faktor formulasi.Sifat fisikokimia yang dimaksud adalah yang terkait dengan klasifikasi obat tersebut dalam BCS (BiopharmaceuticalClassification System). Obat oobat yang termasuk dalam BCS kelas I (high solubility dan high permeation) seperti metoprolol, antipirin, dan L DOPA rate limiting step-nya ditentukan oleh kecepatan pengosongan lambung. Sedangkan kecepatan pengosongan lambung sendiri dipengaruhi oleh Janis makanan, ukuran molekul obat, posisi tubuh, dan lain sebagainya. Adapun obat obat yang terkategori dalam BCS kelas II (high permeability tetapi low solubility) seperti naproxen, carbamazepin, dan sebagian besar obat lainnya, rate limiting step ditentukan oleh proses disolusi. Biasanya masalah yang timbul dalam obat obat BCS Kelas II ini dapat diatasi dengan pemberian kosolven dalam formulasinya untuk mempercepat proses disolusi. Obat obat yang terkategori dalam BCS kelas III (low permeabilitytetapi high solubility) seperti atenolol, terbutaline, dan enalaprilat, maka rate limitng stepnya merupakan fase permeasi. Masalah yang timbul pada obat obat BCS Kelas III dapat diminimalisasi dengan penambahan enhancer dalam formulasinya untuk membantu proses permeasi ke sirkulasi sistemik. Sedangkan obat obat yang terkategori dalam BCS Kelas IV (low permeability dan low solubility) seperti furosemide dan hydrochlortiazide rate limiting step-nya berbeda pada tiap kasus sehingga solusinya pun berbeda kasus per kasus.Suatu obat dapat diformulasikan dalam bentuk sediaan konvensional (rapid release) maupun dalam sediaan lepas terkontrol (sistem matriks, pelepasan tertunda, maupun pelepasan tertarget). Faktor formulasi ini dapat mempengaruhi proses disolusi maupun proses permeasi yang pada gilirannya akan mempengaruhi keseluruhan proses absorbsi, bahkan mempengaruhi profil bioavailabilitasnya dalam darah maupun tempat aksinya.Metode Studi AbsorbsiStudi absorbsi dapat dilakukan baik dengan uji invivo,in vitro, maupun in situ tergantung pada kondisi mana yang mungkin dilakukan dan paling menggambarkan proses absorbsi sebenarnya ketika obat dikonsumsi oleh pasien.Uji In Vivo biasa dilakukan dengan uji farmakokinetika dan uji intubasi in vivo. Dalam uji farmakokinetika dilakukan penentuan kadar obat dalamplasma/ serum / whole blood setelah pemberian sediaan obat pada dosis tertentu sesuai dengan rute pemberian yang sama seperti rute pemberian pada pasien sebenarnya. Pengukuran ini akan menghasilkan profil kadar obat dalam plasma / serum / whole blood yang dapat digunakan untuk memprediksi kinetika / orde proses absorbsi, kecepatan absorbsi, klirens, kecepatan eliminasi, serta volume distribusi. Salah satu yang perlu diperhatikan adalah terkait jumlah dan waktu sampling. Sampling pertama harus dilakukan sebum t obat terlewati serta dilakukan minimal 3 kali sampling pada tiap fase (absorbsi, distribusi, dan eliminasi). Subjek uji untuk uji farmakokinetika ini dapat berupa hewan uji (mencit, tikus, kelinci, marmut dll tergantung pada kimripan fungsi fisiologisnya dengan manusia) atau manusia sehat maupun pasien. Namun penggunaan hewan uji lebih sering digunakan daripada manusia. Kalau pun terpaksa menggunakan manusia, biasanya lebih dipilih manusia sehat daripada pasien dengan pertimbangan kemanusiaan, etik, dsb. Uji farmakokinetika ini umumnya dilakukan pada kondisi puasa dengan tujuan untuk meminimalisasi adanya pengaruh makanan terhadap proses absorbsi dan proses farmakokinetika. Data dari uji farmakokinetika ini dapat dianalisis dengan metode residual, metode Wagner Nelson (berdasarkan persen obat tak terabsorbsi versus waktu), Metode Loo Riegelman (untuk absorbsi obat dengan 2 kompartemen), Modelling and Curve Fitting, serta Metode data urine.Metode Uji In Vitro merupakan metode uji absorbsi obat yang dilakukan di luar tubuh makhlik hidup, dapat menggunakan organ terisolasi maupun lainnya. Uji in vitro ini terdiri atas beberapa jenis: uji permeasi (uji difusi, metode usus terbalik, maupun caco -2 cell monolayer), uji disolusi, maupun uji disintegrasi.Metode Uji Ins Situ merupakan suatu metode uji yang dilakukan dalam organ target tertentu yang masih berada dalam sistem organisme hidup. Bedanya dengan uji in vivo adalah karena pada uji in situ organ target tersebut diusahakan tidak dipengaruhi oleh organ lain sehingga profil obat yang diamati hanya berdasarkan pada proses yang terjadi pada organ tersebut tanpa dipengaruhi oleh proses yang terjadi pada organ lainnya. Sedangkan bedanya dengan uji in vitro adalah organ pada uji in situ masih menyatu dengan sistem organisme hidup, masih mendapat supply darah, dan supply oksigen.Keuntungan dan Kerugian Beberapa Metode Uji AbsorbsiUji Permeasi dengan Usus TerisolasiSyaratnya membrane tetap terjaga viabilitasnya selama proses uji sehingga dapat diperoleh reprodusibilitas dan validitas eksperimen yang baik.Keuntungan: Dapat digunakan sebagai prediksi transport in vivo Mengurangi kebutuhan studi in vivo dengan hewan dan manusia Bekerja langsung pada organ utuh tempat fungsi sel sel fisiologis beradaKerugian: Harus dilakukan dengan cepat karena viabulitas organ hanya bertahan beberapa jam saja Jumlah obat terabsorbsi yang terkur jauh lebih kecil dari pada jumlah obat terabsorbsi yang sesungguhnya jika dikonsumsi pasien karena ketebalan usus jauh lebih besar daripada ketebalan membrane in vivoUji Permeasi Usus TerbalikBiasanya menggunakan usus halus tikus untuk emnentukan parameter kinetic transport secara reliable dan reprodusibel. Metode ini mutlak memerlukan oksigenasi jaringan usus untuk menjaga viabilitas jaringan yang hanya bertahan maksimal selama 2 jam. Awalnya, studi ini hanya digunakan untuk mempelajari transport makro molekul dan liposom namun sekarang telah dikembangkan unyim studi transport paraseluler obat obat yang bersifat hidrifil serta mempelajari pengaruhenhancerdalam absorbsi obat.Keuntungan metode ini adalah karena dapat digunakan untuk menentukan transport pada berbagai segmen usus halus, sebagai studi pendahuluan obat untuk transport pada kolon, dan untuk mengestimasi level first pass metabolism obat pada sel epithelial usus. Sedangkan kerugiannya adalah karena keberadaan muscularis mucosa menyebabkan obat bergerak dari lumen ke lamina propria dan menembus muscularis mucosa sehingga menyebabkan obat obat tertentu dapat terikat dengannya dan menyebabkan transport yang terukur lebih rendah dari yang seharusnya.Uji dengan Caco-2 MonolayerCaco-2 monolayer merupakan selapis sel yang diperoleh dari kultur sel human colon carcinoma yang mempunyai karakteristik sangat mirip dengan sel absorbtif pada epitel usus sehingga merupakan metode uji permeasi in vitro yang paling ideal. Belakangan ini, uji caco-2 monolayer menjadi sangat penting dalam proses skrining terhadap potensi obat untuk penghantaran per oral.Kerugian: mahalYogyakarta, 6 Safar 1432 HMonday, January 10, 20118.55 a.m.Haafizhah KurniasihDiadaptasi dari materi kuliah Biofarmasetika dari Dr. Akhmad Kharis Nugroho., Apt. (sebuah persiapan menghadapi UAS hari ini).Sistem BCS (Biopharmaceutical Classification System)

Sistem BCS (Biopharmaceutical Classification System)1.Definisi BCS (Biopharmaceutical Classification System)BCS (Biopharmaceutical Classification System) atau sistem klasifikasi biofarmasetika adalah suatu model eksperimental yang mengukur permeabilitas dan kelarutan suatu zat dalam kondisi tertentu. Sistem ini dibuatuntuk pemberian obat secara oral. Untuk melewati studi bioekivalen secara in vivo, suatu obat harus memenuhi persyaratan kelarutan dan permeabilitas yang tinggi (Bethlehem, 2011).Bioavaibilitas obat merupakan salah satu parameter yang dapat digunakan untuk menilai efektifitas suatu sediaan farmasi. Kecepatan disolusi dan waktu tinggal obat dalam saluran cerna merupakan faktor yang dapat mempengaruhi bioavaibilitas. Sistem dispersi padat dan sistem penghantaran obat mukoadhesif merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan kecepatan disolusi dan waktu tinggal obat dalam saluran cerna (Sutriyo dkk., 2007).

2.Tujuan dan Konsep BCSTujuan dari BCS adalah (Reddy dkk., 2011) :1.Untuk meningkatkan efisiensi pengembangan obat dan proses peninjauan dengan merekomendasikan strategi untuk mengidentifikasi uji bioekivalensi.2.Untuk merekomendasikan kelas pelepasan cepatdaribentuk sediaan padat oral yang secara bioekivalensi dapat dinilai berdasarkan uji disolusi in vitro.3.Untuk merekomendasikan suatu metode untuk klasifikasi yang sesuai dengan disolusi bentuk sediaan dengan karakteristik kelarutan dan permeabilitas produk obat.

3.Klasifikasi BCSBCS (Biopharmaceutical Classification System) atau sistem klasifikasi biofarmasetika diklasifikasikan menjadi empat kelas, diantaranya adalah :1.Kelas I (Permeabilitas tinggi, Kelarutan tinggi)Misalnya Metoprolol, Diltiazem, Verapamil, Propranolol. Obat kelas I menunjukkan penyerapan yang tinggi dan disolusi yang tinggi. Senyawa ini umumnya sangat baik diserap. Senyawa Kelas I diformulasikan sebagai produk dengan pelepasan segera, laju disolusi umumnya melebihi pengosongan lambung.Oleh karena itu, hampir 100% penyerapan dapat diharapkan jika setidaknya 85% dari produk larut dalam 30 menit dalam pengujian disolusi in vitro dalam berbagai nilai pH, oleh karena itu data bioekivalensi in vivo tidak diperlukan untuk menjamin perbandingan produk (Wagh dkk., 2010).2.Kelas II (Permeabilitas tinggi, Kelarutan rendah)Misalnya Fenitoin, Danazol, Ketokonazol, asam mefenamat, Nifedipine. Obat kelas II memiliki daya serap yang tinggi tetapi laju disolusi rendah.Dalam disolusi obat secara in vivo maka tingkat penyerapan terbatas kecuali dalam jumlahdosis yang sangat tinggi. Penyerapan obat untuk kelas II biasanya lebih lambat daripada kelas I dan terjadi selama jangka waktu yang lama. Korelasi in vitro-in vivo (IVIVC) biasanya diterima untuk obat kelas I dan kelas II.Bioavailabilitas produk ini dibatasi oleh tingkat pelarutnya. Oleh karena itu, korelasi antara bioavailabilitas in vivo dan in vitro dalam solvasi dapat diamati (Reddy dkk., 2011).3.Kelas III (Permeabilitas rendah, Kelarutan tinggi)Misalnya Simetidin, Acyclovir, Neomycin B, Captopril.Permeabilitas obat berpengaruh pada tingkat penyerapan obat, namun obat ini mempunyai laju disolusi sangat cepat. Obat ini menunjukkan variasi yang tinggi dalam tingkat penyerapan obat. Karena pelarutan yang cepat, variasi ini disebabkan perubahan permeabilitas membran fisiologi dan bukan faktor bentuk sediaan tersebut. Jika formulasi tidak mengubah permeabilitas atau waktu durasi pencernaan, makakriteria kelas I dapat diterapkan (Reddy dkk., 2011).4.Kelas IV (Permeabilitas rendah, Kelarutan rendah)Misalnya taxol, hydroclorthiaziade, furosemid. Senyawa inimemiliki bioavailabilitas yang buruk. Biasanya mereka tidak diserap dengan baik dalam mukosa usus. Senyawa ini tidak hanya sulit untuk terdisolusi tetapi sekali didisolusi, sering menunjukkan permeabilitas yang terbatas di mukosa GI. Obat ini cenderung sangat sulit untuk diformulasikan (Wagh dkk., 2010).

4.Kelas yang Digunakan dalam BCSBatas kelas yang digunakan dalam BCS diantaranya adalah (Dash dkk., 2011) :1.Suatu obat dianggap sangat larut ketika kekuatan dosis tertinggi yang larut dalam 250 ml air pada rentang pH 1 sampai 7,5.2.Suatu obat dianggap sangat permeabel ketika tingkat penyerapan pada manusia 90% dari dosis yang diberikan, berdasarkan pada keseimbangan massa atau dibandingkan dengan dosis pembanding intravena.3.Suatu produk obat dianggap cepat melarut ketika 85% dari jumlah berlabel bahan obat larut dalam waktu 30 menit menggunakan alat disolusi I atau II dalam volume 900 ml larutan buffer.

5.Faktor-faktor yang MempengaruhiBiopharmaceutical Classification System(BCS)

Faktor-faktor yang mempengaruhi BCS diantaranya adalah :1.Laju disolusiDalam pedoman ini, suatu produk obat dikatakan cepat melarut jika tidak kurang dari 85% dari jumlah berlabel bahan obat larut dalam waktu 30 menit, menurut US Pharmacopeia (USP) alat disolusi I pada 100 rpm (atau alat disolusi II pada 50 rpm) dalam volume 900 ml atau kurang di setiap media seperti HCl 0,1 N atau cairan lambung buatan tanpa enzim, larutan buffer pH 4,5, larutan buffer pH 6,8 atau cairan usus buatan tanpa enzim (Wagh dkk., 2010).2.KelarutanTujuan dari pendekatan BCS adalah untuk menentukan kesetimbangan kelarutan suatu obatdalam kondisi pH fisiologis. Profil kelarutan terhadap pH suatu obat uji harus ditentukan pada 37 1oC dalam media air dengan rentang pH 1-7,5. Kondisi pH untuk penentuan kelarutan dapat didasarkan pada karakteristik ionisasi obat uji. Misalnya, ketika pKa obat beradadi kisaran 3-5, kelarutan harus ditentukan pada pH = pKa, pH = pKa +1, pH = pKa-1, dan pada pH = 1 dan 7,5. Minimal dilakukan tiga kali percobaan. Larutan buffer standar yang dijelaskan dalam USP dapat digunakan dalam studi kelarutan. Jika buffer ini tidak cocok untuk alasan fisik atau kimia, larutan penyangga lainnya dapat digunakan. PH larutan harus diverifikasi setelah penambahan obat untuk buffer(Wagh dkk., 2010).3.PermeabilitasPermeabilitas didasarkan langsung pada tingkat penyerapan usus suatu obat pada manusia atau tidak langsung pada pengukuran laju perpindahan massa melintasi membran usus manusia.Suatu obat dikatakan sangat permeabel ketika tingkat penyerapan pada manusia adalah 90% atau lebih dari dosis yang diberikan, berdasarkan pada keseimbangan massa atau dibandingkan dengan dosis pembanding intravena(Reddy dkk., 2011).

DAFTAR PUSTAKA

Bethlehem. (2011). Biopharmaceutical Classification System and Formulation Development.Technical Brief 2011Volume 9.

Sutriyo., Rachmat, Hasan., & Rosalina, Mita. (2007).Pengembangan Sediaan dengan Pelepasan Dimodifikasi Mengandung Furosemid sebagai Model zat aktif Menggunakan Sistem Mukoadhesif.Majalah Ilmu Kefarmasian, 5(1), 1-8.

Reddy, Kumar., & Karunakar. (2011).Biopharmaceutics Classification System: A Regulatory Approach.DissolutionTechnologies,31-37.

Wagh P., Millind., & Patel, Jatis. (2010).Biopharmaceutical Classification System: Scientific Basis for Biowaiver Extensions.International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical sciences, 2(1), 12-19.

Dash, Vikash., & Kesari, Asha. (2011).Role of Biopharmaceutical Classification System In Drug Development Program.Journal of Current Pharmaceutical,5 (1), 28-31.ABSTRAKSistem klasifikasi biologi(BCS)diperkenalkan olehAmidonetallpada tahun 1995 sebagaisebuah metodeuntuk mengidentifikasisituasi yang memungkinkandalam uji disolusiin vitroyangdigunakan untuk memastikanbioekivalensidalamketidakhadiranstudibioekivalensiaktualklinisoralproduksegera dibebaskandengan tindakansistematik.Pendekatan inidimaksudkan untukmengurangiyang tidak perludalam studivivobioekivalensi.Namun,dibatasi untuknon-kritiszatnarkobadalam halkelarutan,permeabilitas,dan sekitar terapi,dan untuknon-kritisbentukfarmasi.Meskipunsering dibahas,biowaiversberbasismasihjarang digunakanmungkindikaitkan denganketidakpastianpada kedua,perusahaanfarmasi danpihakyangberwenang.Perbedaan besar dari berkas(dokumen)biowaiver dan penilaian masing-masingmemberikontribusi kesan bahwa pemahaman bersama yang kurang pada keberhasilan penggunaan konsep BCS untuk dukunganbiowaiver.Kata kunci :Sistem klasifikasi biologi(BCS),Bioekivalensi,Kelarutan,Permeabilitas,Biowaivver.

PENDAHULUANSistem klasifikasi biofarmasetik(BCS)memperbolehkanmembatasiprediksimenggunakanparameterkelarutandanpermeabilitasusus(1).Prinsip-prinsipbiofarmasi,kelarutan danpermeabilitas,sangatlahpentingdalam penemuan obatbaru danoptimasi memimpinkarena ketergantunganpenyerapanobat danfarmakokinetikpada duasifat.Klasifikasikelarutandidasarkan padacelahPharmacopeiaAmerika Serikat (USP) (2).Klasifikasipermeabilitasususdidasarkanpada perbandingandenganinjeksi intravena.Semuafaktor-faktor tersebutsangatpenting, karena85%dariobatoralyangpaling banyak terjualdi Amerika Serikatdan Eropa.Tujuanakhir dariilmuwanpenemu obatdalammengoptimalisasikanfarmakokinetikadalahuntuk menyesuaikanmolekulsehingga merekamenunjukkanfiturBCSkelas Itanpa mengorbankanfarmakodinamik.BCSadalah suatukerangkakerjailmiah untukmengklasifikasikanzatobat berdasarkanpada kelarutanairdanpermeabilitas usus(3).Ketika dikombinasikandenganpelarutan produk obat,BCSmemperhitungkantigafaktor utamayang mengaturlajudan tingkatpenyerapan obatdariimmediate-release(IR) untukbentuk padatsediaan oralyaitupelarutan,kelarutan,dan permeabilitasusus(4).Sistem klasifikasi biologi telah mengembangkanterutamadalam kontekssegera bebasnya(IR)bentuk padatsediaan oral.Ini pertama kalidiperkenalkan keregulasiproses pengambilan keputusandalam dokumenpedomansegeramembentukDosis PadatOralyaitu yang berskaladanmengumumkanpersetujuanperubahan.Yang pertamabiowaivershanya diterapkan padaskalayang meningkatdanpersetujuanperubahan(SUPAC),tetapi kemudianprinsipbiowaiverdiperpanjangdenganpersetujuanproduk baruobat umum.hasilnya,eksperimen manusiayang tidak perludapat dihindaridan biayapengembanganprodukumumdapatsecara signifikanmenurun.MenurutpedomandariFDA untukindustriwaiverinvivobioavailabilitasdan studibioekivalensiuntuk dosisnyasegera dibebaskanbentuk padat-oralberdasarkansystem klasifikasi biofarmasi(Agustus 2000).biowaiversuatusaathanya dapat memintauntukyangpadat,produkoralsegera dibebaskan(pembebasan85%dalam 30menit),yang mengandungobatdengan kelarutan yang tinggiselama rentangpH1-7,5(dosistertinggidi media250 ml)danpermeabilitasyang tinggi(fraksimenyerap90%).Selain itu,hanyabahan pembantuyang tidak mempengaruhilajuatautingkatpenyerapanyangdapat digunakan.Pembatasan lebih lanjutyaitubahwaobatdengansekitar terapiyang sempitdan produkobat yang dirancang untukdiserapdalamrongga muluttidakdapat dipertimbangkan untukbiowaiverlainnya.Kelarutanklasifikasiobat AdiBCSadalah fungsinyadaridosis manusiayangdimaksudkanialahObatyanglarutdalam kondisiyang tepatmelebihikekuatandosis tertinggidilarutkan dalam250mldiklasifikasikan sebagai"larutan",yaituKelas IatauIIIsesuai denganskemaBCS.Obatyang tidak memenuhikriteria inidiklasifikasikansebagai KelasIIIatauIV.KelasIdanKelasII ialahobat memilikipermeabilitastinggi dalamsistemujipermeabilitasyang tepattelahdivalidasidengansenyawayang dikenaldalam penyerapanpecahanvivomanusia setelahpemberian oral.Obatyang tidak memenuhikriteria iniadalah kelasIII,jika mereka memilikikelarutan tinggi,atau kelasIV,jikakelarutannyarendah(5).TujuandariBimbinganBCSMemperluaspenerapanperaturan dariBCSdan merekomendasikanmetodeuntuk mengklasifikasikanobat.Menjelaskanketikaadanyapengabaiandalamvivobioavailabilitasdan studibioekivalensidapat dimintaberdasarkanpendekatandariBCS(6).Untukmeningkatkan efisiensipengembangan obat danprosespertimbanganyaitumerekomendasikanstrategi untukmengidentifikasiujidikorbankannyaklinikbioekivalensi.Untukmerekomendasikanimmediate release(IR)kelasbentuk padatsediaan oraluntukyangbioekivalensidapat dinilaiberdasarkandalamujidisolusi in vitro(7).Untukmerekomendasikanmetodeyangklasifikasinyasesuai denganpelarutanbentuk sediaan,bersama dengankarakteristikkelarutan danpermeabilitasbahanobat.Beberapa Definisi Penting1.Jumlah absobsi(A)Iniadalah rasiopermeabilitas(P)dan jari-jariusus(R)kaliwaktu tinggal(T)dalamusus kecil,yangdapat ditulissebagai rasiowaktu tinggaldan waktuserap(t).2.PermeabilitasIniadalahrasiolajupengangkutanobat dalamkompartemenpenerima(dm/dt)dengan produk daridaerahmembran(A)dan ruangkonsentrasi obatapikal(C).3.Jumlah senyawa terlarut(D)Iniadalah rasiowaktutinggal rata-rata(T)dengan waktudisolusi(t),yang meliputikelarutan,difusivitas,kepadatan danradius awal partikel.4.Bioavailabilitas:Tingkatdansejauh manabahan aktifataubagianyangaktifdiserap dariprodukobat danmenjaditersedia pada bagian yang akan di beri efek (sasaran).5.Bioekivalensi: Tidak adanya perbedaan yang signifikan dalam tingkat dan sejauh mana bahan aktif atau bagianyangaktif dalam farmasi atau setara alternatif farmasi menjadi tersedianyadilokasikerja obat bila diberikan pada dosis molar yang sama di bawah kondisi yang sama dalam studidesainnya tepat.6.Biowaiver (pelepasan secara biologi)adalahpengecualianyang diberikan olehFDAAmerika serikatdarimelakukan studibioekivalensipadamanusia ketikabahan aktif(s)memenuhikelarutandan kriteria tertentupermeabilitasin vitrodan ketikaprofil disolusidari bentukdosismemenuhipersyaratan untuksuatu bentukdosis"langsung".7.ProdukComparator:Produkyang mengandungjumlah yang samadaribahan pengisi yangsama denganuji produk,kesamaanmetodeproduksi dan kualitasdariuji produk.Perbedaankandungan obatatau potensiantara tesdan produkpembandingharus kurang dari5%.8.Sangatcepatmelarutkanproduk:Setidaknya85%dari jumlahberlabeldilepaskandalam waktu 15menitatau kurangdariuji danprodukpembanding.Dalamhal iniperbandingantidak diperlukan.9.Cepatmelarutkanproduk:Setidaknya85%dari jumlahberlabeldilepaskandalam waktu 30menitatau kurangdariuji danprodukpembanding.Profiluji perbandingan dan produk pembanding.

KriteriauntukbiowaiwerberbasisBCSBiowaiverdidasarkan padaklasifikasiBiofarmasi(BCS)daribahan aktif.BCSkelas Idan beberapa senyawakelasIIImemilikisyarat untukbiowaiver yaitu :senyawaobatharus sangatlarut dansangat permeableSediaan obatharuscepatlepas.Obat ini tidakbolehsebagaiindeksobatterapi yang kecil.Eksipienyang digunakandalam bentukdosis harustelah digunakansebelumnya diFDAIRbentuk sediaanpadatdisetujui.Untukkeringananstudibioavailabilitas in vivorelatif,pelarutanharus lebih besar dari85%dalam 30menitditiga mediadisolusi yangdirekomendasikan(media asam, seperti0,1NHClatauCairanSimulatedlambungtanpaenzim, penyanggapH4,5, danpH6,8penyanggaatauCairanSimulasiusustanpaenzim. Untuk keringanan daridalamvivo biokivalensi, pengujian dan produk referensi harus menunjukkanproses pelarutanyang sama di bawah kondisi ujipelarutanyang ditetapkan untuk cepat melarutkan Duaproses pelarutanproduk dapat dianggap sama bila dibandingkan dengan menggunakan metrik f2 (f2> 50). Ketika kedua tes dan produk referensi melarutkan 85% atau lebih dari jumlah label di 85%dari jumlahpemberianbahan obatdalam waktu 30menitmenggunakanUSPperalatanI atau IIdalamvolume