i. tinjauan pustaka a. jamur -...
TRANSCRIPT
I. TINJAUAN PUSTAKA
A. Jamur
Jamur atau bisa juga disebut cendawan merupakan fungi berfilamen yang
dikelompokkan dengan Ascomycetes dan Basidiomycetes. Tidak semua jamur
dapat dimakan, ada pula yang tidak dapat dimakan karena mengandung racun.
Jamur yang telah ditemukan di alam liar telah lama dikonsumsi selama berabad-
abad dan dianggap sebagai makanan lezat yang harganya mahal. Jamur umumnya
hanya sebagai pelengkap hidangan makanan karena aroma dan teksturnya yang
disukai. Jamur dapat menjadi sumber gizi apabila dikonsumsi dengan jumlah dan
frekuensi tertentu. Jamur dibudidayakan dan dikonsumsi per kapita dalam jumlah
yang cukup besar di beberapa negara. Nilai gizi jamur berkisar dari sedang hingga
baik, jamur mengandung ergosterol yang dapat diubah menjadi vitamin D. Selain
itu, kandungan vitamin B dan sejumlah asam amino juga terkandung cukup besar.
Keunggulan jamur adalah karena rendah kalori, rendah lemak, namun kandungan
serat dan mineralnya tinggi. Beberapa jamur diangap berkhasiat menurunkan
kolesterol dan tekanan darah (Rubatzky, 1999).
B. Jamur Kuping
Jamur kuping merupakan salah satu dari jenis jamur kayu. Dinamakan
jamur kayu karena biasanya ditemukan dipermukaan kayu yang berdaun lebar dan
telah melapuk. Jamur kuping merupakan tanaman yang kaya akan manfaat antara
lain dapat meningkatkan kekebalan tubuh, menetralkan senyawa racun dalam
Gambar 1. Jamur kuping
Sumber : (Anonim, 2017)
tubuh menurunkan kadar kolesterol dan melancarkan sirkulasi darah. Jamur
kuping atau Auricularia auricula memiliki diameter 2-15 cm dan bertekstur
kenyal. Jamur kuping memiliki warna dan ukuran yang bervariasi tergantung dari
jenisnya. Jamur kuping yang berwarna hitam kemerahan dan berukuran relatif
lebar, jamur kuping putih berukuran relatif kecil dan jamur kuping berwarna
merah (Muad, 2011). Kenampakan fisik jamur kuping dapat dilihat pada Gambar
1 berikut ini.
Jamur kuping merupakan jenis jamur kayu yang sangat mudah ditemukan di
Indonesia, secara agroklimatologi jamur dapat tumbuh dengan baik di ketinggian
500-1.300 mdpl. Miselium jamur akan tumbuh optimal pada suhu 25 °C dan
kelembaban udara sekitar 85 - 95% (Muad, 2011). China merupakan negara yang
menjadikan jamur kuping sebagai makanan dan obat tradisional, karena jamur
kuping memiliki banyak kandungan karbohidrat, protein dan mineral dibanding
dengan jenis jamur lainnya.
Jamur kuping banyak digunakan sebagai makanan dan obat karena
mengandung banyak gizi termasuk karbohidrat, protein lemak, serat, vitamin dan
mineral. Kandungan antioksidan dan antikoagulan pada jamur kuping menjadikan
jamur kuping bisa dijadikan sebagai pangan fungsional. Kandungan protein
dalam jamur kuping didominasi oleh asam amino lisin dan leusin (Liu, 2009).
Kandungan gizi jamur kuping sebagaimana yang tercantum pada Tabel 1
dibawah ini.
Tabel 1. Kandungan gizi per 100 g jamur kuping kering
Kandungan Gizi Jumlah
Air 14,80 g
Kalori 284 kkal
Protein 9,25 g
Lemak total 0,73 g
Karbohidrat 73,01 g
Serat 70,1 g
Kalsium 159 mg
Besi 5,88 mg
Magnesium 83 mg
Fosfor 184 mg
Potasium 754 mg
Sodium 35 mg
Seng 1,32 mg
Thiamin 0,015 mg
Riboflavin 0,844 mg
Niasin 6,267 mg
Vitamin B6 0,112 mg
Folat 38 µg
Sumber : Anonim, 2016
C. Nori
Nori merupakan makanan tradisional jepang yang terbuat dari alga merah
Porphyra (Riyanto, 2014). Nori adalah sediaan berupa rumput laut yang dikeringkan
berbahan baku rumput laut merah jenis Porphyra yang dapat ditambahkan bumbu
didalamnya seperti ajitsuke nori. Nori atau biasa disebut laver adalah lembaran
rumput laut yang dapat dimakan dan terbuat dari alga jenis Porphyra.
Proses pembuatannya yaitu dengan melumatkan rumput laut lalu diletakkan di
lembaran tipis untuk dikeringkan. Setelah kering, lembaran rumput laut dipotong
persegi secara seragam dan dikemas untuk didistribusikan secara komersial.
Karena meningkatnya permintaan terhadap nori serta karena banyaknya polusi
disekitar perairan pesisir maka Jepang mengimpor nori dari Korea. Umumnya
nori digunakan untuk membungkus sushi dan onigiri serta untuk topping sup, mie
serta nasi (Heiter, 2007). Lembaran nori dapat dilihat pada Gambar 2 dibawah ini.
Gambar 2. Nori
Sumber : (Teddy, 2009)
Masyarakat Jepang telah mengkonsumsi nori sejak abad ke-8. Selain di
Jepang, nori juga dikonsumsi di daerah Asia lainnya seperti Korea dan China. nori
dikenal dengan sebutan hattai di China, di Korea nori dikenal dengan sebutan kim
atau gim, selain itu nori juga memiliki istilah lain yaitu edible seaweed atau dried
laver (Teddy, 2009). Konsumsi nori di jepang mencapai 80% dari total
keseluruhannya. Menurut (Winarno, 1996). Nori memiliki kandungan antioksidan
yang tinggi seperti fenolik, flavonoid, klorofil dan karotenoid (Puligundla et al,
2015). Menurut (Tanaka et al, 2016) Nori mengandung banyak protein, serat
pangan, dan pigmen seperti klorofil, karotenoid dan fikobilin (phycobilins).
Nori tidak hanya dikonsumsi di negara-negara Asia, tapi juga di Eropa dan
Amerika. Orang-orang Jepang menilai nori komersial tidak dari kandungan atau
komponen kimianya, tetapi berdasarkan penilaian organoleptik oleh panelis
profesional. Panelis menilai nori menurut warna, bentuk, aroma, rasa, tekstur yang
meleleh ketika dimulut (melting texture in the mouth) dan informasi yang terkait
dengan pertumbuhan serta budidayanya seperti temperatur air laut dan musim
panen. Nori juga diklasifikasikan menurut kelas harga, yang tertinggi dari 137-
270 yen/lembar. Sedangkan yang terendah dari 5-8 yen/lembar, penilaian para
panelis terlatih yang menentukan harga nori. Warna nori yang lebih disukai di
Jepang ialah yang berwarna hitam (Tanaka, 2016)
Nori bermutu tinggi berwarna merah, sedangkan yang rendah mutunya
berwarna hijau. Dalam bentuk produk akhir nori akan berwarna hitam, berbentuk
lembaran setipis kertas dan dijual dalam bentuk kemasan. Nori mengandung asam
glutamate, glisin, alanine dan zat-zat yang mudah menguap (Winarno, 1996).
Menurut Teddy (2009) Warna tidak dapat dijadikan pegangan kualitas nori,
namun lembaran nori berkualitas tinggi umumnya berwarna hitam kehijauan,
sedangkan nori berkualitas lebih rendah berwarna hijau hingga hijau muda.
Menurut Amano dan Noda (1993) pada umumnya nori akan berwarna kehijauan
ketika dipanggang, hal ini karena adanya kandungan klorofil a, karotenoid,
fikoeritrin (phycoerythrin) atau pigmen biloprotein yang memberikan warna
merah pada ganggang dan fikosianin (phycocianin) kelompok zat warna yang
terdiri atas warna merah dan biru.
Warna tidak dapat dijadikan pegangan kualitas, namun lembaran nori
berkualitas tinggi umumnya berwarna hitam kehijauan, sedangkan nori berkualitas
lebih rendah berwarna hijau hingga hijau muda. Satu lembar nori kering memiliki
berat 2,5 sampai 3 g (Korringa 1976 dalam Teddy, 2009). Sedangkan ukuran nori
komersial di Korea yaitu 18 cm x 20 cm dengan ketebalan 0,35 mm (Puligundla et
al, 2015). Syarat agar – agar kertas dapat dilihat pada Tabel 2 berikut ini.
Tabel 2. Syarat agar-agar kertas SNI 01-4105-1996
Jenis uji Satuan Persyaratan mutu
a. Organoleptik -
- nilai, minimum - 7
- kapang - Tidak tampak
b. kimia -
- kadar air maksimum %bobot/bobot 15
- kadar abu maksimum %bobot/bobot 0,5
c. fisika -
- bobot bersih - Sesuai label
- gel strength minimum g/cm 150
Sumber : (Anonim, 1996)
Pembuatan nori bayam dengan penambahan karagenan yang digunakan
yaitu 1%, 1,5%, 2%, dan untuk semua konsentrasi karagenan tersebut
menggunakan bayam 100 g. Hasil terbaik yang diperoleh yaitu dengan
penambahan karagenan 2% dengan waktu pengeringan terbaik selama kurang dari
4 jam dan suhu pengeringannya 70°C. Pembuatan nori bayam berdasarkan
penelitian yang telah dilakukan Pritanova (2013) yaitu dengan menggunakan
formulasi bayam 100 g, air 400 ml, karagenan 8 g, garam 1,65 g, gula 0,3 g, dan
MSG 0,6 g. Hasil penelitian menunjukan bahwa uji kuat tarik sebesar 12,78%,
kadar air 8,40%, berat kasar 4,5 g, ketebalan 0,1 mm dan ukuran nori 22 x 27 cm2.
D. Bahan Tambahan Pangan
1. Karagenan
Karagenan merupakan getah rumput laut yang diekstraksi dengan air
atau larutan alkali dari spesises tertentu dari kelas Rhodophyceae (Alga
merah). Karagenan merupakan senyawa hidrokoloid yang terdiri dari ester
kalium, natrium, magnesium dan kalsium sulfat, dengan galaktosa dengan
3,6 anhyrogalakto copolymer. Sumber karagenan dari daerah tropis adalah
spesies Eucheuma cottonii yang menghasilkan kappa karagenan,
Eucheuma spinosium yang menghasilkan iota karagenan. Kedua jenis
Eucheuma tersebut banyak terdapat di sepanjang pantai Filipina dan
Indonesia. Sebagian besar karagenan sebenarnya diproduksi dari jenis
Chondrus crispus yang berwarna merah tua. Karagenan dapat diperoleh
dari hasil pengendapan dengan alkohol, pengeringan dengan alat drum
drying dan pembekuan (Winarno, 1996).
Karagenan merupakan polisakarida yang linier atau lurus, dan
merupakan molekul galaktan dengan unit-unit utamanya adalah galaktosa.
Karagenan merupakan molekul besar yang terdiri lebih dari 1.000 residu
galaktosa (Winarno, 1996). Menurut Cahyadi (2006) karagenan larut
dalam air, tetapi sedikit larut dalam pelarut lainnya, umumnya perlu
pemanasan agar larut semuanya. Biasanya pemanasan dilakukan sampai
suhu 50 – 80 °C, tergantung adanya kation yang dapat mendorong
pembentukan gel seperti ion kalium atau faktor lainnya. Kemampuan
karagenan dalam membentuk gel dengan ion-ion, reaktivitasnya dengan
beberapa jenis protein merupakan dasar penggunannya dalam pangan.
Karagenan berperan sebagai pengatur keseimbangan (stabilisator),
bahan pengentalan (thickener), pembentuk gel, pengemulsi dan lain-lain.
Karagenan banyak dimanfaatkan dalam industri makanan, obat-obtan,
kosmetik, tekstil, cat, pasta gigi dan industri lainnya. Penggunaan
karagenan dalam indsutri pangan sekitar 80% yang digunakan pada
pembuatan es krim (sebagai stabilisator), pada susu coklat untuk
mencegah pengendapan coklat dan pemisahan krim serta mampu
meningkatkan kekentalan lemak dan pengendapan kalsium. Dalam
pembuatan kue dan roti juga menggunakan karagenan untuk meningkatkan
mutu adonan. Karagenan dibagi atas tiga, yaitu kappa, iota dan lambda
karagenan (Winarno, 1996).
Gambar 3. Struktur kimia kappa karagenan
Sumber : (Forestin, 2011)
a. Kappa Karagenan
Kappa karagenan tersusun dari α (1≥3) D galaktosa 4 sulfat dan
β (1≥4) 3,6 anhydro D galaktosa. Sifat kappa karagenan akan stabil
pada pH netral, terhidrolisa bila dipanaskan dan stabil dalam keadaan
gel. Jika dipanaskan dengan air panas maka akan larut pada suhu
60°C. Kappa karagenan tidak dapat digunakan pada makanan yang
mengandung 60% gula selain itu juga tidak dapat larut dalam larutan
garam pekat. Struktur kimia kappa karagenan sebagaimana pada
Gambar 3 dibawah ini.
b. Iota Karagenan
Iota karagenan ditandai adanya 4-sulfat ester pada setiap residu
D-glukosa dan gugusan 2-sulfat ester pada setiap gugusan 3,6 anhydro
D-galaktosa. Gugus 2 sulfat ester tidak dapat dhilangkan oleh proses
pemberian alkali seperti kappa karagenan. Iota karagenan akan stabil
pada pH netral, larut dalam air panas yang bersuhu 60 °C, sedangkan
pada air dingin kandungan garam Na larut dan kandungan garam Ca
memberi dispersi thixotropic. Iota karagenan sulit larut dalam larutan
gula pekat dan larut pada larutan garam pekat yang panas.
Gambar 4. Struktur kimia iota karagenan
Sumber : (Forestin, 2011)
Iota karagenan merupakan pengikat air yang sangat baik pada konsentrasi
serendah 0,2% dan hasilnya akan menjadi lebih baik jika dicampur dengan kappa
karagenan. Struktur kimia iota karagenan dapat dilihat pada Gambar 4 dibawah
ini.
c. Lambda Karagenan
Berbeda dengan kappa dan iota karagenan, lambda karagenan
memiliki residu disulphated α (1≥4) D-galaktosa. Selain itu, lambda
karagenan tidak memiliki gugus 4-phospat ester yang selalu dimiliki
kappa dan iota karagenan. Lambda karagenan stabil pada pH netral,
larut dalam air panas dan air dingin serta pada larutan gula pekat.
Sedangkan dalam garam pekat lambda karagenan akan larut jika
larutannya panas. Lambda karagenan tidak mampu membentuk double
heliks sebagaimana kappa dan iota karagenan. Struktur kimia lambda
karagenan dapat dilihat pada Gambar 5 berikut ini.
Gambar 6. Mekanisme gelasi pada iota dan kappa karagenan
Sumber : (Winarno, 1996)
Gambar 5. Struktur kimia lambda karagenan
Sumber : (Forestin, 2011)
Mekanisme gelasi pada karagenan yaitu karagenan dapat melakukan
interaksi dengan makromolekul yang bermuatan, misalnya protein
sehingga mampu menghasilkan berbagai jenis pengaruh seperti
peningkatan viskositas, pembentukan gel, pengendapan dan penyaringan
stabilisasi. Hasil interaksi karagenan dan protein sangat tergantung pada
pH larutan serta pH isolestrik dari protein. Struktur kappa dan iota
karagenan memungkinkan bagian dari dua molekul masing-masing
membentuk double heliks yang mengikat rantai molekul menjadi bentuk
jaringan 3 dimensi atau gel. Mekanisme pembentukan gelasi pada iota dan
kappa karagenan sebagaimana Gambar 6 berikut ini.
Karagenan sering digunakan sebagai bahan pengikat dalam
pembuatan selai lembaran (fruit leather). Karagenan juga dapat digunakan
sebagai bahan pengikat fruit leather mangga (Fransiska et al, 2015).
Karagenan juga diaplikasikan dalam pembutan nori bayam pada penelitian
Pritanova (2013). Karagenan sebagai banhan pengenyal lebih aman
digunakan sebagai pengganti formalin dan boraks (Saparinto, 2006)
2. Bumbu
Fungsi penggunaan bumbu adalah untuk memperbaiki, membuat
makanan lebih bernilai atau diterima dan lebih menarik. Tujuan
pengunaannya adalah untuk mengubah aroma hasil olahan dengan
penambahan aroma tertentu misalnya keju. Selain itu juga untuk
memodifikasi, pelengkap dan untuk menguatkan aroma pada makanan.
Menutupi atau menyembunyikan aroma bahan pangan yang tidak disukai
seperti bau langu. Membentuk aroma baru atau menetralisir bila
bergabung dengan komponen dalam bahan pangan. Bumbu merupakan
bahan yang dapat bersifat pungent dan dalam jumlah sedikit sudah efektif
sebagai penyedap (Cahyadi, 2006).
Bumbu yang digunakan dalam pembuatan nori imitasi adalah garam,
gula, kecap, daun suji, mirin dan pewarna makanan (Hasanah, 2007).
Sedangkan dalam penilitian (Pritanova, 2013) bahan yang digunakan
dalam pembuatan nori bayam yaitu bayam, air, karagenan, garam, gula
dan MSG.
E. Hipotesis
Penambahan karagenan diduga dapat mempengaruhi sifat kimia, fisik dan tingkat
kesukaan nori jamur kuping.