i. pendahuluan a. latar belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82528/potongan/s3-2015... ·...

105
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahan gambut tropika mencakup 27,1 juta ha di Asia Tenggara, yang terdistribusi di dataran rendah Indonesia (56,2%) khususnya di Kalimantan dan Sumatera, Malaysia (6,4%), Papua New Guinea, Thailand, Filipina,Vietnam dan Brunei (37,4%). Hutan rawa gambut tropika merupakan salah satu tipe lahan basah yang paling terancam keberadaan- nya di Indonesia karena mendapat tekanan dari berbagai aktivitas manusia. Pembukaan lahan di Kubu Raya dan sekitarnya, Propinsi Kalimantan Barat, dimu- lai sejak Pemerintah Indonesia melaksanakan program transmigrasi yang berasal dari Pulau Jawa periode 1969-1984. Alih fungsi hutan rawa gambut secara besar-besaran un- tuk perkebunan kelapa sawit tersebut sejak tahun 1996, telah mengubah ekosistem alami gambut tersebut. Puncaknya pada tahun 2000-an, dengan membuat saluran drainase dalam yang dapat menambah resiko terjadinya kebakaran pada setiap musim kemarau (Cifor, 2004). Alih fungsi hutan rawa gambut menjadi lahan pertanian telah menyebabkan keru- sakan lahan. Kegiatan pertanian tersebut mencakup pembukaan lahan (agriculture landclearing), berupa penebangan pohon (deforestation), penebasan semak dan pemba- karan sisa-sisa vegetasi. Pembuatan saluran drainase dan pemadatan tanah untuk penyiap- an lahan pertanian dan pembuatan guludan (Radjagukguk, 2000; Rieley dan Page, 2008; Page et al., 2009; Wösten et al., 2008; Hooijer et al., 2010). Hutan rawa gambut tropika merupakan ekosistem penyerap (sequester) efisien dan pemendam (sink) karbon (C) penting (Rieley dan Page, 2008; Limpens et al., 2008). Akan tetapi alih fungsi lahan dapat dengan cepat mengubahnya menjadi sumber (source) emisi CO 2 di atmosfer (Vasander dan Jauhiainen, 2008). Peningkatan tersebut antara 0,87 2,57 Gt C sebagai hasil dari terbakarnya hutan dan lahan gambut pada tahun 1997 (Page

Upload: nguyenhanh

Post on 12-Mar-2019

231 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82528/potongan/S3-2015... · gambut tropika merupakan salah satu tipe lahan basah yang paling terancam keberadaan-

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Lahan gambut tropika mencakup 27,1 juta ha di Asia Tenggara, yang terdistribusi di

dataran rendah Indonesia (56,2%) khususnya di Kalimantan dan Sumatera, Malaysia

(6,4%), Papua New Guinea, Thailand, Filipina,Vietnam dan Brunei (37,4%). Hutan rawa

gambut tropika merupakan salah satu tipe lahan basah yang paling terancam keberadaan-

nya di Indonesia karena mendapat tekanan dari berbagai aktivitas manusia.

Pembukaan lahan di Kubu Raya dan sekitarnya, Propinsi Kalimantan Barat, dimu-

lai sejak Pemerintah Indonesia melaksanakan program transmigrasi yang berasal dari

Pulau Jawa periode 1969-1984. Alih fungsi hutan rawa gambut secara besar-besaran un-

tuk perkebunan kelapa sawit tersebut sejak tahun 1996, telah mengubah ekosistem alami

gambut tersebut. Puncaknya pada tahun 2000-an, dengan membuat saluran drainase

dalam yang dapat menambah resiko terjadinya kebakaran pada setiap musim kemarau

(Cifor, 2004).

Alih fungsi hutan rawa gambut menjadi lahan pertanian telah menyebabkan keru-

sakan lahan. Kegiatan pertanian tersebut mencakup pembukaan lahan (agriculture

landclearing), berupa penebangan pohon (deforestation), penebasan semak dan pemba-

karan sisa-sisa vegetasi. Pembuatan saluran drainase dan pemadatan tanah untuk penyiap-

an lahan pertanian dan pembuatan guludan (Radjagukguk, 2000; Rieley dan Page, 2008;

Page et al., 2009; Wösten et al., 2008; Hooijer et al., 2010).

Hutan rawa gambut tropika merupakan ekosistem penyerap (sequester) efisien

dan pemendam (sink) karbon (C) penting (Rieley dan Page, 2008; Limpens et al., 2008).

Akan tetapi alih fungsi lahan dapat dengan cepat mengubahnya menjadi sumber (source)

emisi CO2 di atmosfer (Vasander dan Jauhiainen, 2008). Peningkatan tersebut antara 0,87

– 2,57 Gt C sebagai hasil dari terbakarnya hutan dan lahan gambut pada tahun 1997 (Page

Page 2: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82528/potongan/S3-2015... · gambut tropika merupakan salah satu tipe lahan basah yang paling terancam keberadaan-

et al., 1999). Emisi tersebut sebanding dengan 3-10 Gt CO2. Peningkatan konsentrasi CO2

dalam atmosfer menyebabkan peningkatan suhu sebesar 1-3,5oC di permukaan dunia

(IPCC, 2007). Shimada et al. (2001) menduga jumlah total serapan C di gambut Indone-

sia sebesar 15,93 – 19,29 Gt. Kerusakan tersebut dapat menurunkan C-organik tanah

sekitar 20-50% (Lal, 2005; Rhoades et al., 2000).

Ekosistem rawa dikendalikan oleh jeluk muka air tanah (water-table depth), sedang-

kan jeluk muka air tanah mengendalikan lapisan sediment-water interface (Mitsch &

Gosselink, 2000). Segala aktivitas pengusikan terhadap unit hidrologi dan tanah di ekosis-

tem tersebut berupa pengeringan dan pengolahan tanah dapat menyebabkan perubahan

kondisi fisik lahan.

Drainase dalam dan lebar dan pembakaran menyebabkan jeluk muka air tanah gam-

but turun atau bertambah dalam. Akibatnya kondisi tanah gambut berubah dari anaerobik

menjadi aerobik dimana terjadi percepatan oksidasi dan mineralisasi bahan organik

(Nieveen et al., 2005; Schothorst, 1977; Hooijer et al., 2010). Akibat dari perubahan ter-

sebut adalah pengeringan yang berlebihan pada musim kemarau dengan gejala kering tak

balik (irreversible drying) sehingga tidak mampu menyerap nutrien dan menahan air, pe-

madatan (compaction) tanah gambut dan penurunan muka tanah (subsidence) (Jauhiainen

et al., 2001; Handayani dan van Noordwijk, 2007; Hooijer et al., 2010; Agus et al., 2007;

Radjagukguk, 2000; Andreisse, 1988; Farmer et al., 2011; Berglund dan Berglund, 2011).

Gambut terbentuk dari bahan organik vegetasi yang terdekomposisi secara anaerob.

Laju akumulasi bahan organik lebih cepat daripada laju dekomposisinya. Di dataran ren-

dah dan daerah pantai, proses akumulasi bahan organik menghasilkan pembentukan gam-

but ombrogen di atas gambut topogen yang hamparannya berbentuk kubah (dome) gam-

but. Berdasarkan tingkat dekomposisinya tanah gambut dibedakan menjadi kematangan

fibik, hemik, saprik (Notohadiprawiro, 1985; Radjagukguk 2000).

Page 3: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82528/potongan/S3-2015... · gambut tropika merupakan salah satu tipe lahan basah yang paling terancam keberadaan-

Dalam ekosistem hutan, kembalinya bahan organik dan nutrien dari vegetasi ke ta-

nah dapat terjadi melalui seresah gugur (litterfall) merupakan proses utama perpindahan

bahan organik dan akumulasi nutrien dalam produksi primer dari biomasa vegetasi atas

permukaan masuk ke dalam tanah. Produksi dan kualitas seresah dan biomasa merupakan

bagian yang penting dalam transfer bahan organik dan nutrien seperti nitrogen (N), posfor

(P), kalsium (Ca), magnesium (Mg) dan karbon organik (C-organik) dari kanopi vegetasi

ke dalam tanah (Regina dan Tarazona, 2001).

Konversi dari ekosistem alami menjadi agroekosistem mempunyai potensi meru-

bah keseimbangan C global, dinamika dan stabilisasi bahan organik tanah. Perubahan

tersebut menyebabkan perubahan fungsi lahan gambut baik fungsi hidrologis, pemendam

dan penyerap C dengan besarnya cadangan C-organik tanah. Untuk memperoleh pema-

haman tentang dinamika dan potensi penyimpanan dan pemendaman C tanah setelah alih

fungsi lahan diperlukan teknik-teknik pengukuran setiap tipe lahan, baik dari karakteristik

fisik lahan, nutrien seresah dan biomasa, nutrien, kandungan C dan kajian isotop stabil

13C tanah gambut serta emisi CO2 tanah ke atmosfer.

B. Permasalahan dan Pertanyaan Penelitian

1. Permasalahan

Hutan rawa gambut sebagai suatu ekosistem alami merupakan komponen lingkung-

an lokal, regional bahkan global (Notohadiprawiro 1997; Wösten et al. 2008). Perubahan

fungsi ekosistem hutan rawa gambut tidak hanya berpengaruh secara lokal namun global,

karena sebagian besar kegiatan perubahan penggunaan lahan tidak didasarkan pada pema-

haman ekosistem lahan gaambut secara menyeluruh.

Kehilangan C akibat alih fungsi lahan gambut tropika menjadi perhatian dunia ka-

rena degradasi hutan rawa gambut tropika saat ini sebagai salah satu menyumbang peru-

Page 4: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82528/potongan/S3-2015... · gambut tropika merupakan salah satu tipe lahan basah yang paling terancam keberadaan-

bahan iklim dunia. Hergoualc’h dan Verchot (2011) menyatakan untuk menilai dampak

kehilangan kandungan C tanah gambut yaitu dengan mengetahui bagaimana perubahan

vegetasi penutup merubah masukan C seresah dan keluaran CO2 (respirasi heterotrof).

Kerapatan dan perkembangan vegetasi dapat mempengaruhi simpanan karbon pada vege-

tasi tersebut. Struktur vegetasi dapat mempengaruhi dinamika C tanah sedangkan peru-

bahan kerapatan tegakan dan bentuk kanopi dapat menyebabkan terjadinya perubahan

simpanan C tersebut (Carnevale dan Lewis, 2001). Hilangnya kanopi hutan menyebab-

kan hilangnya input seresah sehingga akan mengurangi sumber C labil. Kanopi yang

terdiri dari komposisi beberapa jenis pohon mempengaruhi kualitas seresah dan keterse-

diaan nutrien tanah.

Kajian kuantitatif yang detail dari dinamika C di tanah gambut tropika khususnya

berdasarkan lapisan kematangan gambut sangat terbatas. Masih terdapat kekurangan

informasi dan data mengenai bagaimana alih fungsi hutan gambut primer menjadi hutan

gambut sekunder, lahan pertanian intensif dan semak bekas pembalakan hutan (logging)

dapat mengendalikan karakteristik fisik lahan gambut tropika seperti penurunan jeluk

muka air tanah, jeluk tanah, ketebalan dan profil kematangan gambut dan tebal seresah

permukaan tanah gambut dan bagaimana perubahan vegetasi penutup merubah masukan

C seresah, kandungan C dan nutrien tanah, isotop stabil (δ13C) dan pelepasan CO2.

Kebanyakan kajian-kajian tersebut telah banyak dilakukan pada tanah mineral dan

beberapa kajian di tanah gambut temperate. Oleh sebab itu, penelitian ini menyajikan

kajian peru-bahan karakteristik fisik lahan gambut, nutrien dan kandungan C lapisan olah

tanah gam-but, kandungan C tanah, C-asam humat dan asam fulvat tanah dan isotop C

stabil (δ13

C) tanah berdasarkan kematangan gambut, nutrien seresah dan biomasa dan

emisi CO2 tanah akibat alih fungsi lahan, dari kawasan hutan rawa gambut primer

Page 5: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82528/potongan/S3-2015... · gambut tropika merupakan salah satu tipe lahan basah yang paling terancam keberadaan-

menjadi hutan gambut sekunder, semak bekas pembalakan hutan (logging), kebun sawit

dan kebun jagung.

2. Pertanyaan penelitian

Berdasarkan permasalahan tersebut maka dalam penelitian ini dipertanyakan:

a. Bagaimana perubahan karakteristik fisik lahan gambut yang meliputi jeluk muka air

tanah gambut, jeluk tanah gambut, ketebalan tiap tingkat kematangan tanah dan profil

tanah gambut dan tebal seresah permukaan tanah,

b. Bagaimana kontribusi nutrien seresah dan biomasa di berbagai tipe lahan,

c. Bagaimana perubahan kandungan C tanah, C-asam humat dan asam fulvat tanah dan

isotop C stabil (δ13

C) tanah berdasarkan kematangan gambut,

d. Bagaimana perubahan nutrien dan kandungan C tanah gambut akibat alih fungsi lahan,

e. Bagaimana emisi CO2 tanah di berbagai tipe hutan; hutan gambut primer, hutan sekun-

der, semak bekas pembalakan, dan lahan pertanian; kebun sawit dan kebun jagung.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengungkapkan perubahan penyerapan dan

pemendaman C-organik dan pelepasan CO2, dan kesuburan (nutrien) tanah akibat alih

fungsi hutan rawa gambut Kalimantan Barat. Secara spesifik penelitian ini adalah untuk

menganalisis perubahan-perubahan:

a. Karakteristik fisik lahan gambut pada lokasi kajian, meliputi jeluk muka air tanah

gambut, jeluk dan sebaran serta profil kematangan gambut, tebal seresah permukaan

tanah (detritus) dan suhu tanah gambut,

b. Nutrien dan kandungan C tanah gambut akibat alih fungsi lahan, meliputi: NO3-, NH4

+,

N-total, posfor tersedia (P2O5 tersedia), kalium dapat dipertukarkan (K-dd), pH, kapa-

sitas pertukaran kation (KPK), kadar C-organik, rasio C/N, kandungan C-tanah,

Page 6: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82528/potongan/S3-2015... · gambut tropika merupakan salah satu tipe lahan basah yang paling terancam keberadaan-

c. Kandungan C tanah, C-asam humat dan asam fulvat tanah dan isotop C stabil (δ13

C)

tanah berdasarkan kematangan gambut,

d. Nutrien dan kandungan C seresah dan biomasa,

e. Emisi CO2 tanah diberbagai tipe hutan; hutan gambut primer, hutan sekunder, semak

bekas pembalakan, dan lahan pertanian; kebun sawit dan kebun jagung.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang perubahan ekosistem

hutan rawa gambut yang telah diubah menjadi kawasan budidaya dengan harapan agar

dapat diketahui upaya-upaya dalam meminimalkan degradasi lahan dan emisi CO2 akibat

alih fungsi lahan gambut tersebut. Disamping itu, diharapkan dapat dijadikan dasar oleh

pengambil keputusan dalam kegiatan konservasi lahan gambut tropika sehing-ga dapat

mewujudkan fungsi lahan gambut sebagai penyerap dan pemendam C dalam rangka

mengurangi emisi CO2. Serta sebagai model perubahan penggunaan lahan dalam jangka

pendek dan panjang.

Pengukuran dan monitoring cadangan C pada lahan gambut menjadi sangat penting.

Data hasil monitoring dapat digunakan sebagai tolak ukur untuk mengetahui keberlanjut-

an suatu sistem pengelolaan lahan gambut. Selain itu data hasil monitoring dan perhitung-

an neraca C penting dalam menghadapi sistem baru perdagangan C pasca Kyoto Protocol

yang disebut dengan mekansime REDD (Reducing Emissions form Degradation and

Deforestation).

E. Keaslian Penelitian

Penelitian-penelitian yang mengungkapkan tentang kandungan atau pemendaman

C-organik dan kehilangan C atau emisi CO2 bukan hal yang baru. Akan tetapi fokus

Page 7: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82528/potongan/S3-2015... · gambut tropika merupakan salah satu tipe lahan basah yang paling terancam keberadaan-

penelitian di lahan gambut tropika di berbagai tipe lahan akibat alih fungsi hutan rawa

gambut dengan variasi karakteristik fisik lahan, C-organik biomasa dan seresah, C-orga-

nik tanah, nutrien dan emisi CO2 tanah merupakan kebaharuan dalam penelitian ini.

Penelitian yang banyak dilakukan sebagian besar pada gambut temperate atau

beriklim sedang dan gambut beriklim dingin atau disebut Bog. Keadaan pada gambut

tersebut baik dari aspek proses pembentukan, sifat fisik dan kimia, dan tipe lahan sangat

berbeda dengan gambut tropika. Adapun beberapa penelitian di hutan rawa gambut tropi-

ka, khususnya di Indonesia, mengenai dampak alih fungsi hutan rawa gambut belum di-

ungkapkan secara lengkap, hanya pada aspek tertentu seperti besarnya emisi C yang

dilepas oleh lahan gambut terbakar (Page et al., 2002; Rumbang et al., 2013; Ueda et al.,

2005), hubungan antara jeluk muka air tanah dan pH gambut terhadap pelepasan CO2

atmosfir (Rumbang et al., 2009), pemendaman C tanah dalam hutan sekunder dan hutan

telah ditebang (Nuri et al., 2011).

Gambaran perbedaan penelitian ini dengan hasil penelitian sebelumnya, berdasarkan

dua kelompok di atas, yaitu kandungan atau pemendaman C-organik (Del Galdo et al.,

2003; Vågen et al., 2006; Nuri et al., 2011; Qiming et al., 2003) dan kehilangan C atau

emisi CO2 (Balesdent et al., 1998; Rhoades et al., 2000; Page et al., 2002; Ueda et al.,

2005; Rumbang et al., 2009). Sejauh ini penelitian yang pernah dilakukan dapat dilihat

pada Tabel 1.

Page 8: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82528/potongan/S3-2015... · gambut tropika merupakan salah satu tipe lahan basah yang paling terancam keberadaan-

T

abel

1.

Beb

erap

a h

asil

pen

elit

ian

pem

endam

an C

dan

em

isi

CO

2 y

ang t

elah

dil

aksa

nak

an o

leh p

enel

iti-

pen

elit

i la

in

TH

N

PE

NU

LIS

;

JU

RN

AL

LO

KA

SI

TU

JU

AN

M

ET

OD

E

HA

SIL

19

98

J. B

ales

den

t, E

.

Bes

nar

d,

D.

Arr

ouays,

C.

Chen

u;

Pla

nt

an

d

soil

20

1:4

9-5

1.

So

uth

wes

t

Fra

nce

M

eng

ukur

keh

ilan

gan C

ata

s

pem

bukaa

n d

an p

engo

lahan

dar

i fr

aksi

uk

ura

n t

anah y

an

g

ber

bed

a.

M

eng

ukur

keh

ilan

gan C

turu

nan h

uta

n d

alam

fra

ksi

-

frak

si d

an m

engid

enti

fikasi

po

ol

terl

ind

un

gi

dan

sta

bil

M

em

ban

din

gkan d

inam

ika

dar

i C

turu

nan

tanam

an

pen

utu

p

Sam

pel

tanah

dik

um

pu

lkan d

ari

wil

ayah k

ajia

n;

(i)

huta

n,

lahan

per

tania

n d

engan t

anam

an j

agun

g (

ii)

7 t

ahu

n d

an (

iii)

35

tah

un.

Fra

ksi

nas

i

uk

ura

n p

arti

kel

bah

an o

rgan

ik d

ibag

i

men

jad

i u

kura

n 2

00

0,

20

0 d

an 5

0

μm

, m

asin

g-m

asi

ng d

ibag

i m

enja

di

frak

si m

iner

al r

ingan

dan

ber

at.

Var

iab

el y

an

g d

ianal

isis

: p

H,

CE

C,

kat

ion,

C t

ota

l, C

/N,

δ13C

Kan

du

ngan

C t

anah p

ada

lanta

i huta

n 5

2,6

mg

C/g

, 3

0,9

dan

17

,8 m

g C

/g u

ntu

k p

engo

lahan

sete

lah 7

dan

35

tah

un.

Sem

ua f

raksi

men

yu

mb

an

g p

ada

keh

ilan

gan

C t

ota

l d

engan

pen

go

lahan

δ13C

SO

M

huta

n -

27

‰,

menin

gkat

sec

ara

nyat

a d

engan w

aktu

pengo

lah

an j

agu

ng,

-

26

,0‰

dan

-2

2,6

‰ s

etel

ah 7

dan

35

tah

un.

Di

huta

n,

δ13C

men

ing

kat

den

gan

rend

ah

den

gan m

en

uru

nn

ya

uk

ura

n p

arti

kel

.

20

00

C.C

. R

ho

ades

,

G.E

. E

cker

t, D

.C.

Co

lem

an;

Eco

log

ica

l

Ap

pli

cati

on

s

10

:49

7-5

05

.

No

rth-

Wes

tern

Ecu

ado

r

M

end

uga

kehil

an

gan

C t

anah

turu

nan h

uta

n d

an a

ku

mu

lasi

C d

ari

veg

etasi

teb

u d

an

rum

put

men

gg

unak

an t

ekn

ik

iso

top

C

M

eng

ukur

per

bed

aan d

alam

bag

ian t

uru

nan C

dar

i

tanam

an C

3 d

an C

4 s

epan

jan

g

pen

ggu

naa

n l

ahan d

ari

lahan

per

tania

n d

an h

uta

n t

idak

terg

ang

gu.

Men

gu

mp

ulk

an s

am

pel

tan

ah

(ked

alam

an 0

-15

; 1

5-3

0;

30

-10

0 c

m),

dan

ser

asah

dar

i en

am

tip

e veget

asi

:

huta

n t

idak t

ergang

gu,

huta

n

sek

und

er,

teb

u,

pad

ang r

um

pu

t

Set

ari

a s

p,

pad

ang r

um

pu

t ca

mp

ura

n,

sem

ak p

ada

2 t

emp

at.

Sam

pel

-sam

pel

ters

ebut

dia

nal

isis

pH

, B

D d

an

kan

dun

gan C

(ta

nah),

c-

org

anik

/bah

an o

rgan

ik (

sera

sah

-akar

tanam

an),

dan

δ13C

tanah

(0

-30

cm

)

C

tan

ah t

ota

l keb

un t

ebu (

50

tah

un)

men

uru

n

24

% d

iban

din

gkan

hu

tan a

lam

i.

C t

anah t

ota

l p

adan

g r

um

put

(15

tah

un)

men

uru

n 1

2%

H

uta

n s

eku

nd

er t

erja

di

pen

ing

kat

an 1

,9

Mg/h

a/th

(p

enin

gkat

an 3

Mg/h

a d

alam

C3

-C

dan

keh

ilan

gan C

4-C

1,1

Mg/h

a)

20

02

Pag

e, S

. E

., F

.

Sle

ger

t, J

.O.

Rie

ley,

H.V

.

Bo

ehm

, A

. Ja

ya,

and

S

. L

imin

;

Na

ture

42

0:6

1-6

5

P

eat

swa

mp

fore

st

Kal

ten

g,

Ind

ones

ia

M

enyed

iakan i

nfo

rmasi

akura

t p

ada

lokas

i d

an l

uasa

n

keb

akar

an

M

em

ban

din

gkan l

uas

ker

usa

kan k

ebakar

an a

nta

ra

lahan

gam

but

asl

i d

an

terd

egra

das

i

M

end

uga

skal

a em

isi

C y

ang

tim

bu

l d

ari

keb

akar

an

M

eng

gunakan c

itra

sat

elit

Lan

dsa

t

TM

dan

men

inte

rpre

tasi

kann

ya

anta

ra l

ahan s

ebel

um

keb

akar

an

den

gan s

etel

ah k

ebakar

an (

19

97

)

pad

a se

bel

as t

ipe

pen

gg

unaa

n l

ahan

S

urv

ei

lap

angan

dan

peng

ukura

n

has

il

T

ota

l huta

n a

lam

i (P

SF

/pea

t sw

am

p f

ore

st)1

,3

juta

ha

bukan h

uta

n 0

,9 j

uta

ha

T

ota

l C

ter

sim

pan d

alam

luas

an l

ahan 2

,5 j

uta

ha

adal

ah 0

,19

-0,2

3 G

t C

C

gam

but

yang d

ilep

askan

ke

atm

osf

er s

ekit

ar

0,1

2-0

,15

Gt

C.

Page 9: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82528/potongan/S3-2015... · gambut tropika merupakan salah satu tipe lahan basah yang paling terancam keberadaan-

2

00

3

Del

Gal

do

, J.

Six

,

A.

Per

esso

tti§

,

M.F

. C

otr

ufo

;

Glo

ba

l C

ha

ng

e

Bio

log

y 9

:12

04

-

12

13

No

rth-

Eas

tern

Ita

ly

Men

ilai

pen

gar

uh d

ari

pen

go

lahan j

agu

ng j

ang

ka

pan

jang a

tas

kan

dun

gan C

org

anik

dan

ag

gre

gasi

bah

an

org

anik

tan

ah d

iban

din

gkan

pad

a ek

osi

stem

pad

a ru

mp

ut

(gra

ss l

an

d)

per

manen d

an

men

ghit

un

g s

erap

an C

tanah

dal

am

20

tah

un t

anah

dih

uta

nkan

seb

elu

m p

engo

lah

an

jagun

g.

Sam

pel

ta

nah d

iku

mp

ulk

an d

ari

huta

n (

A),

pad

ang r

um

pu

t (G

) d

an

sist

em

per

tania

n (

C)

yan

g t

erb

agi

atas

frak

sinasi

fis

ik t

anah

(uk

ura

n),

yai

tu

mak

roaggre

gat

, m

ikro

aggre

gat

dan

liat

ber

deb

u.

Sem

ua

frak

si i

ni

dia

nal

isis

kand

un

gan

C d

an t

anah

iso

top

13C

)

Pen

gg

unaa

n l

ahan p

erta

nia

n j

ang

ka

pan

jan

g

men

uru

nkan s

ecar

a n

yat

a kan

dun

gan

C t

anah

(-4

8%

) p

ada

ked

alam

an 1

0 c

m,

tap

i ti

dak

pad

a ag

gre

gat

SO

M,

dib

and

ingkan d

engan

pad

ang r

um

put

per

manen.

Set

elah

20

tah

un,

afo

rest

asi

men

ing

kat

kan

jum

lah C

tanah

23

% d

an 6

% p

ada

ked

alam

an

0-1

0 c

m d

an 1

0-3

0 c

m

20

03

L.

Qim

ing,

W.

Shij

ie,

P.

Hec

hun,

Q.

Ziy

uan;

Ch

ines

e Jo

urn

al

of

Geo

chem

istr

y

22

:83

-87

.

Guiz

ho

u

Pro

vin

ce,

Chin

a

Untu

k m

en

yel

idik

i p

engar

uh

lahan

ola

han

pad

a je

jak a

tau

bek

as b

ahan o

rgan

ik t

anah

den

gan i

soto

p C

sta

bil

.

Sam

pel

tanah

dik

um

pu

lkan d

ari

huta

n

alam

i (C

3)

dan

lahan o

lahan (

C4)

pad

a

ked

alam

an 0

-70

cm

un

tuk l

ah

an

ola

han

dan

0-5

0 c

m u

ntu

k h

uta

n

alam

ai.

Sem

ua

sam

pel

dia

nal

isis

kan

dun

gan C

-org

anik

tanah d

an δ

13C

.

Kan

du

ngan

C-o

rganik

(h

uta

n a

lam

i :

1,8

0%

-

16

,00

%;

lahan

ola

han

: 0

,43

% -

2,2

2%

) d

an

nil

ai δ

13C

(h

uta

n a

lam

i :

-23

‰ -

-2

7,1

2‰

;

lahan

ola

han

: -

19

,6‰

- -

23

,26

‰).

Has

il m

enu

nju

kkan

bah

wa

def

ore

stas

i te

lah

mem

per

cep

at p

rose

s d

eko

mp

osi

si b

ahan

org

anik

tan

ah d

an m

enuru

nkan p

rop

ors

i

ko

mo

nen

akti

f d

alam

bah

an C

-org

anik

dan

kes

ub

ura

nn

ya.

20

05

S.U

eda,

C.U

. G

o,

S.

Ishiz

uka,

H.

Tsu

ruta

, A

.

Isw

and

i an

d D

.

Murd

iyar

so;

Nu

trie

nt

Cyc

lin

g

in

Ag

roec

osy

stem

s

71

: 1

09

-11

6

Pro

pin

si

Jam

bi,

Ind

ones

ia

Untu

k m

enje

lask

an h

ub

un

gan

anta

ra r

asio

iso

top

C d

an

N,

bah

an o

rganik

tanah (

SO

M)

dan

em

isi

CO

2.

Lim

a ti

pe

pen

utu

pan l

ahan (

hu

tan

pri

mer

, P

1;

huta

n t

erb

akar

, L

2;

huta

n

dit

eban

g,

L1

; ar

eal

terb

uka

sete

lah

dib

akar

dan

dit

eban

g,

OP

; keb

un

kar

et,

Rb

). S

am

pel

tanah

, se

rasa

h d

an

dau

n t

anam

an d

iku

mp

ulk

an u

ntu

k

dia

nal

isis

C/N

ras

io,

δ13C

dan

δ15N

,

gula

tanah (

hekso

sa d

an

pen

tosa

),

dan

kec

epat

an r

esp

iras

i C

O2.

Nil

ai δ

13C

dan

δ15N

SO

M m

en

ing

kat

pad

a

ked

alam

an 0

-30

cm

dal

am

huta

n t

erja

ga.

C/N

-SO

M i

nd

ikato

r untu

k d

eko

mp

osi

si S

OM

kar

ena

tin

ggin

ya

kand

un

gan

gula

dal

am

pen

ingkata

n S

OM

(kec

ual

i p

ada

P1).

Pad

a lo

kas

i p

enutu

pan

lahan

kel

apa

saw

it

pro

duksi

CO

2 m

elal

ui

dek

om

po

sisi

SO

M

men

guas

ai 7

0%

dar

i var

iasi

dala

m e

mis

i

sem

ua

lokasi

kar

ena

dek

om

po

sisi

SO

M m

ati

sep

erti

res

pir

asi

akar

ad

alah

su

mb

er d

om

inan

untu

k e

mis

is C

O2.

20

06

T.G

.Våg

en,

M.G

.

Wal

sh,

K.D

.

Shep

her

d;

Geo

der

ma

13

5:1

33

-13

9

Fia

nra

nts

oa

Pro

vin

ce,

Mad

agas

car

Untu

k m

enil

ai k

ecen

der

un

gan

SO

C a

tas

per

mu

kaa

n d

an

ber

bal

ikn

ya

seb

agai

dam

pak

def

ore

stas

i d

an v

aria

si

pen

ggu

naa

n l

ahan (

per

alih

an

veg

etasi

C3 m

enja

di

C4)

den

gan

Sam

pel

tanah

dik

um

pu

lkan s

ep

anja

ng

tran

sek 2

6 k

m m

enutu

p l

uasa

n a

nta

ra

tanam

an t

ransi

si d

an p

eng

gu

naa

n

lahan

(b

entu

k C

3 k

e C

4;

C3 k

e

cam

pura

n;

C4 k

e ca

mp

ura

n;

C4 k

e C

4).

Par

amet

er;

kand

un

gan

C,

N,

Ko

nver

si d

ari

ben

tuk s

iste

m C

4 (

14

,8 g

C/k

g)

mem

pu

nyai

kand

ungan S

OC

leb

ih r

end

ah

dar

ipad

a b

entu

k s

iste

m C

3 (

37

,3 g

C/k

g).

Ben

tuk s

iste

m C

3 d

iko

nver

si m

enja

di

ola

han

mem

per

lihat

kan k

and

ungan S

OC

leb

ih t

ingg

i

dib

and

ing k

etik

a b

entu

k s

iste

m C

4.

Page 10: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82528/potongan/S3-2015... · gambut tropika merupakan salah satu tipe lahan basah yang paling terancam keberadaan-

men

ggu

nakan

iso

top

C s

tab

il

(δ13C

), d

inam

ika

SO

C d

an

kual

itas

(kesu

bura

n)

tanah

(SF

I).

kel

imp

ahan 1

3C

ala

mi

(δ13C

), d

an

ind

eks

kesu

bura

n t

anah

(p

H,

SO

C,

TN

, P

-ter

sed

ia,

Ca,

Mg,K

ter

tukar

,

CE

C d

an k

and

un

gan l

iat

dan

deb

u).

SF

I m

em

per

lihat

kan p

enin

gkata

n d

engan

men

ing

kat

nya

SO

C,

SF

I ti

ngg

i p

ada

sist

em

C3-c

am

pura

n d

arip

ada

ko

nver

si C

4

20

09

Ru

mb

ang,

N.,

B.

Rad

jaguk

guk,

D.

Pra

jitn

o;

Jurn

al

Ilm

u T

an

ah d

an

Lin

gku

ng

an

2:

95

-

10

2

L

ahan

gam

but

Kal

ten

g,

Ind

ones

ia

M

eng

ukur

bes

arn

ya

em

isi

CO

2 y

an

g d

ilep

as o

leh l

ahan

gam

but

den

gan

beb

erap

a ti

pe

pen

ggu

naa

n l

ahan

M

em

ban

din

gkan b

esar

nya

em

isi

CO

2 d

ari

lahan t

anam

an

tahu

nan d

an t

anam

an

sem

usi

m

M

engeta

hui

hub

un

gan a

nta

ra

tin

ggi

per

mu

kaa

n a

ir t

anah

dan

pH

gam

but

terh

adap

pel

epas

an C

O2

Pen

elit

ian d

ilaku

kan d

il a

han g

am

but

Kal

imanta

n B

arat

dan

Kal

imanta

n

Ten

gah

den

gan

tip

e p

eng

gu

naan

lahan

: la

han j

agu

ng,

lid

ah b

uaya,

kel

apa

saw

it d

an k

aret

. A

nal

isis

em

isi

den

gan m

en

gg

unak

an a

nali

sis

gas

infr

ared

Sam

pel

tanah

gam

but

dia

nali

sisp

H,

ber

at v

olu

me

tanah d

an t

ing

gi

per

mu

kaa

n a

ir t

anah

.

Rat

a-ra

ta e

mis

i C

O2 d

i la

han

gam

but

Kal

bar

anta

ra 0

,35

-1,1

9 C

O2/m

2/j

am

, se

dan

gak

n d

i

Kal

ten

g 0

,35

-0,6

7 C

O2/m

2/j

am

Em

isi

CO

2 y

ang d

ilep

as o

leh l

ahan

tanam

an

tahu

nan l

ebih

tin

gg

i d

iban

din

gkn d

engan

lahan

tanam

an s

em

usi

m

Sem

akin

menin

gkat

pH

gam

but

maka

em

isi

CO

2 j

uga

men

ing

kat

.

20

11

Nuri

, A

.S.M

., S

.

Gan

das

eca,

O.H

.

Ah

med

, N

. M

.A.

Maj

id;

Am

eric

an

Jou

rna

l o

f

Ag

ricu

ltu

re a

nd

Bio

log

ica

l

Sci

ence

s 6

:80

-83

P

eat

swa

mp

fore

st

Sar

aw

ak,

Mal

aysi

a

M

enganal

isis

pen

yim

panan

kar

bo

n d

alam

huta

n s

eku

nd

er

(HS

) d

engan h

uta

n y

ang t

elah

dit

eban

g d

an d

iber

sihan (

HG

)

untu

k p

engg

unaa

n l

ahan l

ain

Sam

pel

tanah

dia

mb

il s

ecar

a aca

k

pad

a ked

alam

an 0

-15

cm

. S

am

pel

tanah

dik

erin

gang

inkan d

an d

iayak

,

dia

nal

isis

BD

, to

tal

C,

tota

l N

, S

OM

,

C s

tab

il,

asam

hu

mat

.

Ter

dap

at p

erb

edaa

n n

yat

a an

tara

dua

tip

e

lahan

gam

but

(HS

dan H

G)

dal

am

par

am

eter

pH

, S

OM

, T

C,

asam

hu

mat

.

Ter

dap

at p

erb

edaa

n t

idak

nyat

a d

alam

par

amet

er B

D,

TN

, C

/N.

Page 11: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82528/potongan/S3-2015... · gambut tropika merupakan salah satu tipe lahan basah yang paling terancam keberadaan-

11

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Proses Pembentukan Lahan Gambut

Lahan gambut merupakan suatu ekosistem lahan basah (wetland) yang dibentuk

oleh adanya penimbunan atau akumulasi bahan organik di lantai hutan yang berasal dari

reruntuhan vegetasi di atasnya dalam kurun waktu yang lama (ribuan tahun) (Parish et al.,

2008). Akumulasi ini terjadi karena lambatnya laju dekomposisi dibandingkan dengan

laju penimbunan bahan organik di lantai hutan yang tergenang (Sabiham, 2007; Radja-

gukguk, 2000). Hardjowigeno (1986) menambahkan bahwa timbunan terus bertambah

karena proses dekomposisi terhambat oleh kondisi anaerobik dan atau kondisi lingkungan

lainnya yang menyebabkan rendahnya tingkat perkembangan biota pengurai (Gambar 1).

Gambar tersebut mencirikan pembentukan gambut khususnya di kawasan Asia Tenggara,

dengan ciri-ciri yaitu mempunyai kubah (dome), permukaan cembung, sumber air dan

nutrien berasal dari curah hujan (ombrogen), senyawa organik berasal dari sisa-sisa

tanaman miskin nutrien (Radjagukguk, 2000; Hardowigeno, 1986).

Mitsch dan Gosselink (2000) menyatakan bahwa terdapat dua proses utama dalam

perkembangan gambut, yaitu keseimbangan air positif (positive water balance) dan

akumulasi gambut (peat accumulation). Keseimbangan air positif ini berarti bahwa presi-

pitasi atau curah hujan lebih besar daripada evapotranspirasi sehingga terjadi genangan

atau lahan jenuh air untuk perkembangan dan kelangsungan hidup lahan gambut.

Persyaratan kedua adalah kelebihan produksi gambut di atas proses dekomposisi atau

akumulasi lebih besar daripada proses dekomposisi.

Beberapa ahli mendefinisikan gambut berbeda-beda. Beberapa definisi yang se-

ring digunakan sebagai acuan antara lain gambut adalah tanah yang memiliki kandungan

bahan organik lebih dari 65% (berat kering) dan ketebalan gambut lebih dari 0,5 meter

(Andriesse, 1988) dan gambut adalah tanah yang tersusun dari bahan organik dengan

Page 12: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82528/potongan/S3-2015... · gambut tropika merupakan salah satu tipe lahan basah yang paling terancam keberadaan-

12

Gambar 1. Proses pembentukan gambut di daerah cekungan lahan basah, pengisian danau

dangkal oleh vegetasi lahan basah (a); pembentukan gambut topogen (b); pembentukan

gambut ombrogen di atas gambut topogen (c) (Driessen dan Dudal, 1989).

ketebalan lebih dari 40 cm atau 60 cm, tergantung dari bobot isi (Bulk density-BD) dan

tingkat dekomposisi bahan organiknya (Notohadiprawiro, 1988).

Sebagai suatu ekosistem lahan basah, gambut memiliki sifat yang komplek diban-

dingkan dengan ekosistem lainnya. Salah satu sifat gambut tesebut dapat dilihat dari sifat

fisik dan kimianya. Sifat kimia gambut dengan kondisi kesuburan yang rendah. Hal ini

ditandai dengan tanah yang masam (pH rendah), kandungan nutrien atau hara makro (K,

Ca, Mg dan P) dan mikro (Cu, Zn, Mn, dan Bo) rendah, mengandung asam-asam organik

tinggi, serta memiliki kapasitas pertukaran kation (cation exchange capacity-CEC) yang

tinggi tapi kejenuhan basa (base saturation) rendah (Notohadiprawiro, 1988; Sabiham,

2007).

Nisbah C/N relatif tinggi dalam kisaran 20-45 dan cenderung meningkat bersama

jeluk. Kadar abu gambut umumnya rendah (<2 – 5%) (Radjagukguk, 1993). Sifat fisik

gambut, yaitu tingkat kematangan yang bervariasi mulai dari fibrik (mentah), hemik

Page 13: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82528/potongan/S3-2015... · gambut tropika merupakan salah satu tipe lahan basah yang paling terancam keberadaan-

13

(setengah matang) hingga saprik (matang), tergantung bahan pembentuk, kondisi ling-

kungan dan waktu pembentukannya. Berat jenis atau BD gambut rendah, daya dukung

atau daya tumpu yang rendah karena ruang pori besar sehingga kerapatan tanah rendah

ringan (Notohadiprawiro, 1988 dan 1997; Sabiham, 2007).

B. Perubahan Ekosistem Hutan Rawa Gambut

Pemanfaatan hutan rawa gambut dapat mengakibatkan perubahan ekosistem alami-

nya. Alih fungsi melalui konversi lahan mencakup pembuatan drainase, penggundulan

dan penebangan vegetasi hutan, kebakaran hutan dan semak, penyiapan lahan dapat

berdampak pada sifat fisik dan kimia tanah gambut (Andriesse, 1988; Radjagukguk,

2000; Limpens et al., 2008; Rieley, 2008; Page et al., 2009; Baldock, 2007).

Kerusakan lahan gambut terbesar terjadi melalui drainase dalam dan pembakaran

tak terkendali (Andreisse, 1988). Drainase dalam dapat menyebabkan menurunnya muka

air tanah. Keadaan ini dapat mengakibatkan (i) perubahan lapisan anoxic menjadi lapisan

oxic, akibatnya oksidasi biologis atau mineralisasi bahan organik dipercepat; (ii) terjadi

pengeringan yang berlebihan pada musim kemarau dengan gejala kering tak balik

(irreversible drying) sehingga bahan gambut tidak mampu menahan air dan menyebabkan

nutrien lepas; (iii) pemadatan (compaction) tanah gambut; (iv) terjadinya penurunan

muka tanah (subsidence) (Jauhiainen et al., 2001; Handayani dan van Noordwijk, 2007;

Hooijer et al., 2010; Agus et al., 2007; Radjagukguk, 2000; Andreisse, 1988).

Pembakaran lahan sebagai suatu bentuk oksidasi yang dipercepat dapat mengakibat-

kan hilangnya bahan organik tanah gambut, pelindian (leaching) nutrien tanah karena

meningkatnya dekomposisi gambut, peningkatan emisi CO2 tanah ke atmosfir (Andriesse,

1988; Radjagukguk, 2000). Perubahan-perubahan sifat fisik, kimia dan biologi tanah

gambut akibat drainase dan pembakaran tak terkendali disajikan pada Gambar 2.

Page 14: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82528/potongan/S3-2015... · gambut tropika merupakan salah satu tipe lahan basah yang paling terancam keberadaan-

14

Gambar 2. Transformasi karbon dan sumber emisi CO2 pada lahan basah (gambut) yang menga-

kibatkan oksidasi, pemadatan gambut, subsiden serta kebakaran (dimodifikasi dari Mitsch dan

Gooselink, 2000; Maltby dan Immirzi, 1993). POC = partikel karbon organik; DOC karbon

organik terlarut

Alih fungsi hutan gambut dapat merubah simpanan C tanah, dimana perubahan

tersebut menurunkan cadangan C-organik tanah sekitar 20-50% (Powers dan Veldkamp,

2005; Lal, 2005; Rhoades et al., 2000). Pendapat lain menyatakan bahwa ada penurunan

C tanah berawal dari hutan tak terganggu menjadi padang rumput ilalang di Asia Tengga-

ra karena aktivitas manusia sebesar 50% (dari 120 menjadi 60 Mg/ha) (van Noordwijk et

al., 1997). Menurut Smith (2008), tanah kehilangan 40-90 Pg C secara global melalui

pengolahan. Kehilangan C-organik tanah terbesar terjadi ketika tanah-tanah organik

(seperti gambut) didrainase dan diolah, yang dapat menyebabkan proses oksidasi dan

subsiden sebesar berturut-turut 0,8 t C/ha/th dan 8,3 t C/ha/th (Lohila et al., 2004).

Page 15: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82528/potongan/S3-2015... · gambut tropika merupakan salah satu tipe lahan basah yang paling terancam keberadaan-

15

Selain kehilangan C-organik tanah, perubahan penggunaan lahan dari hutan alami

menjadi penggunaan lain, dapat pula menyebabkan penurunan potensi produktivitas tanah

untuk pertumbuhan tanaman dan kesuburan, peningkatan kerentanan erosi (Oelbermann

et al., 2006; Balesdent et al., 1998; Farmer et al., 2011) dan penurunan indeks kesuburan

tanah (soil fertility index-SFI) sebagai hubungan dengan dinamika C-organik (Vagen et

al., 2006). Pembukaan lahan gambut untuk pertanian telah meningkatkan kemasaman

tanah dan pelindian basa-basa dari larutan tanah (Adji et al., 2005; Anda et al., 2009;

Kurnain, 2005; Koretsky et al. 2007), pelindian nutrien, kemasaman tanah dan mempen-

garuhi kapasitas pertukaran kation (KPK) (Ussiri dan Johnson, 2001). Niedermeier dan

Robinson (2007) menambahkan bahwa fluktuasi tingkat air tanah tidak hanya mengatur

ketersediaan oksigen (O2) tapi juga ketersediaan dan mobilitas nutrien esensial. Shan et

al. (2010) menambahkan bahwa pengelolaan tanah dapat merubah kondisi fisik tanah

(seperti kelembaban, aerasi dan porositas) dan penyusutan fisik tanah gambut yang diikuti

dengan pemadatan secara mekanis dan kemerosotan struktur tanah (Farmer et al., 2011)

(Tabel 2 dan 3). Illustrasi lahan gambut terdrainase disajikan pada Gambar 3.

C. Jasa Ekosistem Hutan Rawa Gambut

Potensi lahan gambut yang ditunjukkan sebagai nilai total ekonomi ekosistem

tersebut dibagi menjadi tiga, yaitu nilai kegunaan atau manfaat, nilai pilihan, nilai kehi-

dupan. Nilai manfaat ini dibagi menjadi nilai manfaat langsung yaitu untuk menghitung

produk yang dipanen, misalnya kayu dan makanan seperti ikan dan daging hewan, dan

nilai manfaat tidak langsung, antara lain mengendalikan banjir dan memasok air sebagai

fungsi hidrologi karena dapat mengatur imbuhan (recharge) dan pelepasan (discharge)

air tanah, pemendam (sink) karbon dalam berbagai bentuk senyawa organik, penjaga

Page 16: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82528/potongan/S3-2015... · gambut tropika merupakan salah satu tipe lahan basah yang paling terancam keberadaan-

16

Tabel 2. Dampak reklamasi dan praktek budidaya terhadap sifat-sifat fisik tanah gambut

serta konsekuensinya (dimodifikasi dari Radjagukguk, 2000)

Sifat bawaan

(inherent)

Dampak reklamasi Konsekuensi

Permukaan tanah

relatif tinggi

Permukaan tanah menurun

(subsidence), diperparah oleh

pembakaran

Permukaan bergelombang,

tunggl pohon tersingkap

Berat volume rendah Berat volume meningkat Persinggungan akar dengan

tanah meningkat

Daya tumpuh

(bearing capacity)

rendah

Daya tumpuh meningkat Ketegakan tanaman meningkat

Porositas total tinggi

(70-90%)

Porositas total menurun Kemungkinan tidak ada

pengaruh nyata

Air tersedia relatif

tinggi pada kapasitas

lapang

Air tersedia pada kapasitas lapang

menurun

Kemungkinan tidak ada

pengaruh nyata

Daya hantar air

vertikal relatif tinggi

Daya hantar air vertikal menurun Resiko erosi meningkat

Kadar lengas kondisi

asli relatif tinggi

(300-800%)

Lapis atau tanah mengering dan

risiko hidrofobik

Pelembaban kembali terhambat,

meningkatnya risiko erosi,

gambut terbakar tinggi,

meningkatnya dekomposisi

Temperatur tanah

relatif rendah

Temperatur lapis atas tanah

meningkat tajam dan terdapat

variasi temperatur yang besar di

permukaan tanah

Perkembangan akar terhambat

Muka air tanah (water

table) dangkal

Muka air tanah dalam Risiko intrusi air salin,

pembentukan kerak (crusting)

Tabel 3. Dampak reklamasi dan praktek budidaya terhadap sifat-sifat kimia tanah gambut

serta konsekuensinya (dimodifikasi dari Radjagukguk 2000)

Sifat bawaan

(inherent)

Dampak reklamasi Konsekuensi

pH rendah Kemungkinn tidak berubah Penurunan pH menghambat

pertumbuhan akar

Ketersediaan

N,P,K,Ca, Cu,Zn

rendah

Peningkatan ketersediaan

apabila didukung pemberian

kapur

Peningkatan pasokan hara

kecuali mikro

Nisbah C/N tinggi Nisbah C/N menurun Kemungkinan tidak ada

pengaruh nyata

KPK tinggi atas dasar

berat volume

Sedikit peningkatan KPK

karena dekomposisi

Kemungkinan tidak ada

pengaruh nyata

Kandungan asam-

asam organik tinggi

Kandungan asam-asam organik

menurun karena pelindiannya

Toksisitas menurun

Kandungan abu

rendah

Kandungan abu meningkat

karena laju dekomposisi

meningkat dan pemberian abu

Gambut matang

Potensial redoks

rendah

Potensial redoks lebih tinggi Pembentukan NO3- dan

pelindiannya, Mn2+ dan Fe2

+

Page 17: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82528/potongan/S3-2015... · gambut tropika merupakan salah satu tipe lahan basah yang paling terancam keberadaan-

17

Situasi alami :

- Muka air tanah dekat permukaan

- Akumulasi gambut dari vegetasi di atas ratusan

tahun

Drainase :

- Muka air tanah rendah

- Subsiden permukaan gambut dan emisi CO2

dimulai

Drainasi berlanjut :

- Dekomposisi gambut kering : emisi CO2

- Resiko pembakaran tinggi pada gambut kering :

emisi CO2

- Subsiden permukaan gambut menyebabkan

dekomposisi dan pemadatan

Tahapan akhir :

- Kebanyakan C gambut atas drainase dilepaskan

ke atmosfer, kecuali kalau penguluran

konservasi/mitigasi dilakukan

Gambar 3. Ilustrasi skematis perkembangan subsiden permukaan gambut di lahan gambut

terdrainase, menyebabkan dekomposisi dan menghasilkan emisi CO2 maupun pemadatan

(Hooijer et al., 2010)

iklim global, transportasi, rekreasi dan wisata pendidikan (Primack, 2004; Notohadipra-

wiro, 1997; Daryono, 2009; Anon, 2006 ).

Nilai pilihan merupakan prospek yang mungkin ada di masa mendatang bagi ma-

nusia, misalnya obat-obatan, sumber daya genetik, suplai bangunan, suplai air dan ekstrak

gambut digunakan sebagai humus dan pupuk organik pertanian, energi pembangkit, pen-

yaring dan bahan penyerap. Nilai kehidupan atau eksistensi merupakan jenis lainnya yang

dapat digunakan untuk menilai keanekaragaman hayati, seperti perlindungan hayati flora,

antara lain ramin (Gonystylus bancanus ), meranti (Shorea sp), jelutung (Dyera

costulata), pulai (Alstonia pneumathopora) dan fauna ikan air tawar (seperti gabus, to-

man, tapah, jelawat); memelihara budaya penduduk lokal dan melanjutkan proses evolusi

dan ekologi (Notohadiprawiro, 1997; Sabiham, 2007; Daryono, 2009; Anon, 2006;

Joosten dan Clarke, 2002; Indrawan et al., 2007).

Page 18: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82528/potongan/S3-2015... · gambut tropika merupakan salah satu tipe lahan basah yang paling terancam keberadaan-

18

D. Bahan organik tanah (soil organic matter) dan fraksinasinya

Bahan organik tanah dibedakan menjadi bahan terhumifikasi dan tak terhumifikasi

(Stevenson, 1994). Bahan-bahan tak terhumifikasi adalah senyawa-senyawa dalam ta-

naman dan organisme lain dengan ciri khas tertentu misalnya karbohidrat, asam amino,

protein, lipid dan asam nukleat. Senyawa-senyawa terhumifikasi dapat mengalami reaksi-

reaksi dalam proses dekomposisi (Tan, 1998) (Gambar 4), yang biasanya disebut fraksi-

nasi senyawa humat bahan organik tanah. Senyawa humat diartikan sebagai zat amorf,

koloidal berwarna kuning hingga coklat kehitaman dan memiliki berat molekul besar.

Senyawa humat mempunyai struktur yang lebih rumit dan sifat yang lebih stabil dari ba-

han asalnya. Kebalikannya, senyawa non-humat akan lebih cepat terombak oleh mikroor-

ganisme, sehingga sifatnya kurang stabil (Tan, 1998). Senyawa humat dapat sebagai pe-

mendaman C dalam tanah (Post dan Kwon, 2000), juga merupakan aspek penting dari

kesuburan tanah selama senyawa humat tersebut dalam stabilitas aggregat tanah dan

ikatan logam (Prentice dan Webb 2010).

Secara umum, fraksinasi adalah salah satu pendekatan efektif untuk mempelajari ba-

han-bahan komplek (Kumada, 1987). Pengetahuan tentang fraksinasi penting untuk

mengelola sifat-sifat kimia dan fisik terhadap sistem pertanian berkelanjutan, terutama

dalam mengevaluasi kandungan bahan organik dan sebaran senyawa humat dan rasionya

dengan beberapa sifat tanah (Valladares, et al. 2007) serta untuk evaluasi perubahan da-

lam C tanah (Kalbitz et al., 1999).

Fraksinasi fisik dan kimia telah digunakan oleh beberapa peneliti, dimana keduanya

berguna untuk analisis proses dekomposisi dan humifikasi bahan organik tanah (Kumada,

1987). Fraksinasi fisik berdasarkan fraksi aggregat, fraksi ukuran partikel dan fraksi

kerapatan (Christensen, 1992; von Lűtzow et al., 2007; Schroth et al., 2003). Fraksinasi

kimia berdasarkan ekstraksi bahan organik tanah dalam larutan air, bahan pelarut organik

Page 19: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82528/potongan/S3-2015... · gambut tropika merupakan salah satu tipe lahan basah yang paling terancam keberadaan-

19

BAHAN ORGANIK TANAH

dengan alkali

SENYAWA

HUMAT

(larut)

HUMIN DAN

SENYAWA NON

HUMAT

( tidak larut)

dengan asam

ASAM FULVAT

(larut)

ASAM HUMAT

(tidak larut)

Pada pH 4,8 dengan alkohol

ASAM FULVAT

(larut)

HUMUS β

(tidak larut)ASAM HUMAT (

tidak larut)

ASAM

HIMATOMELANAT

(larut)

dengan garam netral

HUMAT COKLAT

(larut)

HUMAT KELABU

(tidak larut)

HUMIN

(tidak larut)

alkali

Gambar 4. Ilustrasi pembagian bahan organik tanah (soil organic matter) menjadi

senyawa humat (dimodofikasi dari Kononova, 1996; Tan, 1998)

dan larutan asam-basa (Hood et al., 2005; Prentice dan Webb, 2010; von Lűtzow et al.,

2007; Kalbitz et al., 1999). Berdasarkan fraksinasi kimia, senyawa humat dapat digo-

longkan menjadi: (i) humin, fraksi yang tidak larut dalam larutan asam maupun basa, (ii)

asam humat, fraksi yang larut dalam larutan basa dan mengendap dengan pengasaman,

(iii) asam fulvat, fraksi yang larut dalam larutan asam mupun basa (Stevenson, 1994; Tan,

1998).

Asam humat biasanya kaya akan C berkisar antara 41% hingga 57%. Kisaran yang

lebih rendah ditunjukkan oleh asam humat dan asam fulvat pada tanah tropis. Kadar O

asam fulvat adalah 44% hingga 46% sedangkan pada asam humat sekitar 33% hingga

46%. Kadar N dalam asam fulvat sekitar 0,7 hingga 2,6%, sedangkan asam humat sekitar

2% sampai 5% (Tan, 1992). Konsentrasi asam humat tanah secara signifikan lebih besar

Page 20: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82528/potongan/S3-2015... · gambut tropika merupakan salah satu tipe lahan basah yang paling terancam keberadaan-

20

daripada asam fulvat, selain itu asam humat merupakan komponen melimpah dan penting

dalam lingkungan alami (Chen et al. 1977).

Senyawa humat terlarut merupakan faktor utama dalam identifikasi dampak peru-

bahan sekarang dan akan datang dalam penggunaan lahan (Kalbitz et al.,1999). Hal ini

dikarenakan adanya perbedaan jangka panjang dalam penggunaan lahan menghasilkan

perbedaan dalam kuantitas dan komposisi bahan organik tanah serta kesuburan tanah

(Prentice dan Webb, 2010). Hasil penelitian Kalbitz et al. (1999) menunjukkan bahwa

asam fulvat terlarut, pada permukaan atas tanah dan air tanah dari lahan gambut terdegra-

dasi, adalah tinggi. Hal ini disebabkan karena penggunaan lahan jangka panjang dengan

banyak input menghasilkan, antara lain banyaknya struktur alifatik yang stabilitasnya

rendah, humifikasi yang lebih cepat dari asam fulvat terlarut dan proses dekomposisi

lanjut dibandingkan dengan lahan alami.

E. Isotop C stabil (Stable C isotope-13

C/12

C-δ13C) dan fraksinasinya

Isotop adalah atom-atom dengan nomor yang sama untuk proton dan elektron tapi

berbeda untuk netron (Gambar 5), yang menentukan massanya (Sulzman, 2007). Nomor

elektron dalam kulit atom terluar mengatur reaksi-reaksi kimia atom dalam, sehingga

perilaku kimia dua isotop adalah sama secara kualitatif atau sama dalam reaksi-reaksi

kimia. Massa atom menentukan energi vibrasi atau getaran inti, sehingga berbeda massa

atom karena berbeda dalam ukuran dan berat atom menyebabkan perbedaan kecepatan

reaksi dan kekuatan ikatan (Sulzman, 2007; Vagen et al., 2006).

Isotop alam dapat bersifat stabil dan tidak stabil atau radioaktif. Kestabilan inti

suatu atom ditentukan oleh perbandingan netron dan proton di dalam inti atom tersebut.

Secara umum suatu atom dikatakan stabil (12

C dan 13

C) jika perbandingan netron dan

proton di dalam intinya adalah sama atau hampir sama, dan bersifat radioaktif (14

C) jika

Page 21: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82528/potongan/S3-2015... · gambut tropika merupakan salah satu tipe lahan basah yang paling terancam keberadaan-

21

Gambar 5. Struktur ideal dua isotop C stabil, 12

C (kiri) dan 13

C (kanan). Keterangan :

Simbol plus menggambarkan proton (positif) dan lingkaran kecil menggambarkan netron (netral), dan elips

menggambarkan garis edar enam elektron negatif (tidak diperlihatkan) sebagai orbit nukleus, penyeimbang

isi proton (Sulzman, 2007).

perbedaan itu adalah besar. Rasio isotop C diperlihatkan relatif pada standar Vienna-Pee

Dee Belemnite (VPDB). Hasil-hasil diperhitungkan sebagai nilai delta 13C (δ13

C ) pada

satuan per mil (bagian per seribu, ‰). Simbol δ13

C menjadi tanda konsentrasi isotop 13

C

dalam sampel, hidup atau fosil. Persamaannya sebagai berikut:

δ13

C (‰) = (13

C/12

C) sampel - (13

C/12

C) standar

x1000 (1)

(13

C/12

C) standar

Keterangan : (

13C/

12C) standar adalah karbon yang terkandung dalam karbonat kerang dari fosil laut spesifik

dari South Carolina, yang telah ditentukan olah International Atomic Energy Agency dinamakan

Vienna-Pee Dee Belemnite (VPDB) adalah 0,0112372 (Vagen et al., 2006; Schroth et al., 2003).

Suatu bahan dengan rasio 13

C/12

C lebih besar dari 0,0112372 mempunyai nilai δ13

C

positif sedangkan dengan rasio 13

C/12

C lebih kecil dari 0,0112372 mempunyai nilai δ13

C

negatif pada vegetasi dan tanah (Bowling et al., 2008). Sebuah δ (delta) positif menunjuk-

kan bahwa sampel mempunyai lebih banyak isotop berat daripada standar sedangkan

kebalikannya pada nilai δ negatif menunjukkan sampel mempunyai lebih sedikit isotop

berat daripada standar (Sulzman, 2007). Kandungan isotop suatu senyawa berubah bila

terjadi proses evaporasi, kondensasi, pembekuan, pencairan, reaksi kimia atau biologi

yang umum dikenal dengan istilah fraksinasi isotop. Pendapat ini diperjelas oleh Sulzman

Page 22: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82528/potongan/S3-2015... · gambut tropika merupakan salah satu tipe lahan basah yang paling terancam keberadaan-

22

(2007) bahwa fraksinasi isotop yang terjadi akibat proses penguapan menyebabkan

pemisahan atom menjadi bagian-bagian yang mempunyai sifat yang berbeda.

Teknik fraksinasi isotop dapat membantu mendeteksi fraksi C yang sensitif pada

perubahan regim pengelolaan tanah (Shan et al., 2010). Dalam sejumlah metode, teknik

isotop C didasarkan pada perbedaan dalam rasio komposisi isotop C stabil (δ13

C) antara C

tanah lama dan masukan C baru akibat alih fungsi lahan. Ketika suatu tipe vegetasi digan-

ti dengan vegetasi lainnya, nilai δ13

C dapat digunakan untuk mengenali turunan bahan

organik tanah dari sisa-sisa vegetasi asli dan dari vegetasi baru serta untuk kajian dinami-

ka C tanah atas skala waktu dari beberapa tahun hingga ratusan tahun yang relevan untuk

memahami akibat perubahan penggunaan lahan oleh kegiatan manusia (Bernoux et al.,

1998).

Kecenderungan dalam C-organik tanah dicerminkan dengan δ13

C untuk variasi alih

fungsi lahan, memperlihatkan pentingnya δ13

C sebagai indikator perubahan dalam kuali-

tas tanah. Tipe penggunaan lahan dengan dominasi tanaman C3, senyawa awal terbentuk

berkarbon 3 (fosfogliserat), memiliki δ13

C nilai negatif terbesar sedangkan kandungan C-

organik tanah terbesar dibandingkan dengan tipe lainnya, seperti tanaman C3 menjadi tipe

campuran, tanaman C3 menjadi tanaman C4, senyawa awal terbentuk senyawa 4-C asam

oksaloasetat (OAA), tanaman C4 menjadi tipe campuran, dominan tanaman C4 (Vagen et

al., 2006) (Gambar 6).

F. Nutrien tanah gambut

Perubahan penggunaan lahan gambut dari ekosistem alami telah menurunkan kan-

dungan nutrien tanah. Kondisi ini terutama disebabkan karena perubahan muka air tanah

yang mempengaruhi kondisi aerob-anaerob dan proses dekomposisi atau penguraian

bahan organik, input bahan organik dari vegetasi atas permukaan tanah, iklim (suhu dan

Page 23: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82528/potongan/S3-2015... · gambut tropika merupakan salah satu tipe lahan basah yang paling terancam keberadaan-

23

Gambar 6. C-organik tanah dan δ13

C sebagai akibat dari perubahan penggunaan lahan

(Vagen et al., 2006).

kelembaban tanah), pembakaran lahan dan tambahan dari pengapuran dan pemupukan

(Yule, 2010).

Pembukaan lahan gambut untuk pertanian telah meningkatkan kemasaman tanah

dan pelindian basa- basa dari larutan tanah (Adji et al., 2005; Anda et al., 2009; Kurnain,

2005; Koretsky et al., 2007), dan mempengaruhi kapasitas pertukaran kation (KPK)

(Ussiri dan Johnson, 2001). Niedermeier dan Robin-son (2007) menambahkan bahwa

fluktuasi tingkat air tanah tidak hanya mengatur keterse-diaan oksigen (O2) tapi juga

ketersediaan dan mobilitas nutrien esensial.

Gambut sebagai deposit N bagi tanah gambut, semakin tebal gambut depositnya

juga semakin besar. Fluktuasi muka air tanah yang mempengaruhi kondisi anaerobik dan

aerobik tanah gambut dapat memacu mineralisasi gambut dan peningkatan kehilangan N

dari lahan gambut. Muka air tanah yang dalam menyebabkan kondisi yang lebih aerob

sehingga meningkatkan laju dekomposisi dan meningkatkan kehilangan N (hilang melalui

proses pencucian) dan akibat bergerak bersama air tanah. Dekomposisi lebih cepat di

Page 24: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82528/potongan/S3-2015... · gambut tropika merupakan salah satu tipe lahan basah yang paling terancam keberadaan-

24

lahan gambut terdrainase, di bawah kondisi tersebut kualitas bahan organik terdegradasi.

Hasil penelitian Grover dan Baldock (2010); Maftu’ah (2012) menunjukkan bahwa

kehilangan bahan gambut terbesar pada fluktuasi air tanah dalam dan pada gambut saprik.

Struktur vegetasi dapat mempengaruhi dinamika C dan N tanah disebabkan oleh

terjadinya perubahan dalam ukuran simpanan unsur tersebut. Xing et al. (2011) menyata-

kan bahwa biomasa gambut adalah cadangan N terbesar di lahan gambut. Lapisan permu-

kaan gambut yang selalu mendapatkan masukan bahan organik dari sisa-sisa organisme di

atasnya menyebabkan kandungan N-total tanah secara konsisten lebih tinggi pada lapisan

permukaan dibandingkan lapisan di bawahnya. Ketersediaan nutrien dimodifikasi oleh

pergeseran vegetasi melalui perubahan kualitas dan kuantitas seresah, yang juga mengen-

dalikan kehilangan NO3- (Prescott et al., 2002).

Hilangnya kanopi hutan menyebabkan hilangnya input seresah sehingga akan

mengurangi sumber C labil. Hal ini akan mengakibatkan biomasa mikroba C menjadi

terbatas daripada biomasa mikroba N dan akhirnya akan mereduksi asimilasi NO3-. Reich

et al. (1997) menjelaskan adanya korelasi positif antara kandungan N seresah dengan

kandungan N di lantai hutan. Jadi perubahan vegetasi pada lahan tidak hanya berdampak

pada jumlah dan sifat kimiawi seresah tapi juga kecepatan dekomposisi dan siklus nutrien

dan C (Carrera et al., 2008; Maftu’ah, 2012; Regina, 1998). Selain itu konsentrasi N

berfluktuasi tergantung kuat pada kondisi redoks pada permukaan tanah gambut yang

mempengaruhi kecepatan mineralisasi N, dimana pada kondisi kering (kedalaman acro-

telm) akan meningkatkan kecepatan dekomposisi dan mineralisasi N. Keadaan ini berpo-

tensi meningkatkan kehilangan N melalui pelindian lateral NO3- (acrotelm-catotelm),

volatilisasi N2O, gas N dan NH4+.

Hal ini mengindikasikan pengaruh keberadaan lapisan gambut yang selalu meneri-

ma bahan organik baru dari vegetasi yang ada di atasnya, sebagai sumber utama P pada

Page 25: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82528/potongan/S3-2015... · gambut tropika merupakan salah satu tipe lahan basah yang paling terancam keberadaan-

25

tanah gambut. Waldron et al. (2009) menjelaskan terdapat hubungan yang nyata antara

kehilangan P dan jumlah C terlarut yang hilang dari tanah gambut. P adalah unsur yang

mudah bergerak dan akan mengalami pelindian jika konsentrasi tinggi dalam larutan

tanah (Sapek et al., 2009) dan menurut Kurnain (2005) tanah gambut tidak memiliki

tapak yang cukup kuat mengikat P sehingga mudah terlindi. Ketersediaan P akan mening-

kat dalam tanah gambut yang mengalami pembasahan kembali setelah kering (Jordan et

al., 2007), dan penggenangan cenderung meningkatkan konsentrasi P, Ca, K, NH4+, CO2,

Fe2+, ionic strength, pH, daya hantar listrik (DHL) dan kapasitas pertukaran kation (KPK)

(Reddy dan DeLaune, 2008), sebaliknya ketika tanah dalam kondisi relatif kering maka

ionic strength, pH, DHL dan KPK dan konsentrasi unsur-unsur tersebut cenderung

menurun (Johnson et al., 1991).

Kalium adalah unsur yang relatif mudah bergerak sehingga mudah mengalami

pelindian (Bohn et al., 2001; Andriesse, 1988). Gorham dan Janssens (2005) menambah-

kan bahwa K adalah unsur yang dapat dengan mudah bergerak secara horisontal bersama-

an dengan air tanah ataupun terlindi ke lapisan bawah sehingga menyebabkan tingginya

konsentrasi K di lapisan bawah.

Komponen tanah yang melakukan pertukaran kation adalah mineral dan bahan

organik dari tanah. Tanah bertindak sebagai suatu penyangga (buffer) dan menahan

perubahan pH. Tingginya nilai KPK berasal dari gugus fungsional senyawa organik. Hal

ini berhubungan dengan peningkatan pH tanah yang mendorong disosiasi gugus-gugus

fungsional dari senyawa organik. Gugus COOH dari bahan humus akan terdisosiasi pada

pH 3,0 dan peningkatan 1 unit pH di atas nilai pKa bahan humus menyebabkan gugus

COOH mengalami disosiasi sebesar 90% (Tan, 2003). Gambut merupakan sumber utama

KPK yang nilainya bersifat tergantung pH, di sisi lain diketahui bahwa nilai pH tanah

gambut sangat sensitif terhadap fluktuasi muka air tanah. Sehingga untuk memperbaiki

Page 26: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82528/potongan/S3-2015... · gambut tropika merupakan salah satu tipe lahan basah yang paling terancam keberadaan-

26

kualitas tanah gambut yang harus diperhatikan adalah fluktuasi muka air tanah dan

ketebalan tanah gambut agar tidak terjadi penurunan pH secara drastis yang dapat

berakibat pada penurunan KPK tanah.

Nilai pH tanah dipengaruhi oleh fluktuasi muka air tanah. Hasil penelitian Kur-

nain (2005) dan McLaughlin dan Webster (2010) melaporkan bahwa penyebab turunnya

pH tanah adalah penurunan muka air tanah karena pada kondisi tersebut terjadi pening-

katan intensitas dekomposisi gambut. Kondisi tanah yang terus menerus terjenuhi air

menyebabkan tanah menjadi relatif lebih reduktif akibatnya kemasaman tanah menjadi

lebih tinggi. Kondisi tanah yang jenuh juga menyebabkan pelarutan dan pelindian asam-

asam organik serta faktor penyebab kemasaman lainnya, selain itu tidak adanya periode

kering yang lama menyebabkan lapisan tanah yang berada di atas muka air tanah

(acrotelm) tidak mengalami oksidasi secara intensif sehingga dampak oksidasi tersebut

tidak sebesar pada musim kemarau. Osher et al. (2003) menyatakan bahwa perubahan pH

tanah mungkin juga merubah kemampuan tanah untuk menahan C dan nutrien tanah.

Penyumbang asidifikasi (acidification) setelah drainase meningkatkan serapan nutrien

dan perubahan vegetasi dan kualitas seresah (Laine et al., 1995a).

G. Seresah (litterfall)

Seresah gugur (litterfall) adalah proses utama perpindahan bahan organik dan aku-

mulasi nutrien dalam produksi primer dari biomasa vegetasi atas permukaan masuk ke

dalam tanah. Produksi seresah merupakan bagian yang penting dalam transfer bahan

organik dan nutrien seperti nitrogen (N), posfor (P), kalsium (Ca), magnesium (Mg) dan

karbon organik (C-organik) dari kanopi vegetasi ke dalam tanah (Regina dan Tarazona,

2001).

Kualitas seresah adalah kunci untuk menentukan kualitas senyawa sebagai sumber

energi dan nutrien bagi mikrobia dekomposer dan tanah. Kualitas seresah dapat secara

Page 27: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82528/potongan/S3-2015... · gambut tropika merupakan salah satu tipe lahan basah yang paling terancam keberadaan-

27

singkat dide-finisikan sebagai kemudahan atau kesulitan relatif dekomposisi seresah oleh

mikrobia (Hobbie, 1996; Cornwell et al., 2008) karena populasi mikrobia (fungi dan

bakteri) meng-akumulasi nutrien seperti N, P, atau K selama tahapan awal dekomposisi.

Perbedaan spesies vegetasi dapat mempengaruhi kecepatan dekomposisi baik secara

langsung melalui kualitas dan berat seresah (Berendse, 1990) atau tidak langsung melalui

iklim mikro atau komunitas dekomposer (Haraguchi et al., 2002).

Kualitas seresah yang diimplikasikan oleh kadar nutrien dapat menggambarkan

proses dekomposisi oleh mikrobia yang ditunjukkan dengan rasio C/N dan/ atau rasio C/P

seresah. Suatu spesies dengan nutrien rendah, umumnya memiliki rasio C/N dan C/P dan

konsentrasi senyawa resisten terurai (seperti lignin) lebih tinggi daripada spesies kaya

nutrien (Pastor et al., 1984; Moore et al., 2004; Thormann et al., 2000). Semakin baik

kualitas seresah, semakin cepat proses dekomposisi yang terjadi, maka pelepasan nutrien

oleh mikrobia ke tanah semakin mudah.

Hergoualc’h dan Verchot (2011) berpendapat bahwa untuk menilai kehilangan C

tanah gambut yaitu dengan mengetahui bagaimana perubahan vegetasi penutup merubah

masukan C seresah dan keluaran CO2 (respirasi heterotrof). Perubahan dalam C tanah

berarti mempengaruhi dinamika bahan organik tanah (Schroth et al., 2003) dan

keseimbangan C global (Cheng et al., 2006) (Gambar 7).

H. Emisi CO2 tanah

Emisi CO2 dalam suatu ekosistem merupakan akumulasi dari respirasi tanaman dan

respirasi tanah. Respirasi tanah dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang menghasil-

kan CO2 oleh organisme dan bagian tanaman dalam tanah (Luo dan Zhou, 2006). Respi-

rasi tanaman ditentukan oleh jenis vegetasi dan penggunaan lahan, sedangkan respirasi

tanah sangat ditentukan oleh sumber karbohidrat yang tersedia berasal dari respirasi akar

Page 28: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82528/potongan/S3-2015... · gambut tropika merupakan salah satu tipe lahan basah yang paling terancam keberadaan-

28

Gambar 7. Keseimbangan C tanah yang dipengaruhi oleh masukan bahan organik

(litterfall) dan keluaran C (respirasi CO2) (dimodifikasi dari www.helsinki.fi)

dan respirasi mikrobia pada rizosfer, dekomposisi seresah, dan oksidasi bahan organik

tanah (Luo dan Zhou, 2006).

Laju respirasi tanah biasanya diukur pada permukaan tanah dengan menghitung

jumlah CO2 yang keluar dari permukaan tanah ke atmosfer. Laju aliran CO2 yang keluar

dari permukaan tanah tidak hanya ditentukan oleh laju respirasi tetapi juga oleh proses

pengangkutan CO2 sepanjang profil tanah dan pada permukaan tanah. Kekuatan peng-

angkutan CO2 tergantung pada perbedaan konsentrasi tanah dan atmosfer, porositas tanah,

kecepatan angin (Luo dan Zhou, 2006). Komulainen et al. (1999); Hirano et al. (2007);

Farmer et al. (2011); Nieveen et al. (2005); Gažovič et al. (2013) menambahkan bahwa

kondisi lahan gambut terdrainase juga mempengaruhi emisi CO2 tanah karena peningkat-

an aerasi permukaan dan oksidasi bahan organik tanah. Kondisi drainase di lahan gambut

tersebut mempengaruhi dinamika jeluk muka air tanah atau hidrologi lahan (Mӓkiranta et

al., 2010; Danevčič et al., 2010; Klove et al., 2010; Rowson et al., 2013; Ojanen et al.,

2013).

Page 29: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82528/potongan/S3-2015... · gambut tropika merupakan salah satu tipe lahan basah yang paling terancam keberadaan-

29

Muka air tanah bukan hanya sebagai faktor utama yang mempengaruhi kecepatan

dekomposisi dan respirasi tanah gambut dalam hubungannya dengan emisi CO2 tanah

gambut, faktor lainnya adalah: suhu tanah gambut dan udara-iklim (Rowson et al., 2013;

Kertonegoro, 2001), konsentrasi nutrien tanah gambut (Komulainen et al.,1999; Berglund

dan Berglund, 2011) dan kesuburan tanah gambut (Ojanen et al., 2013). Selain itu

ketersediaan dan kualitas bahan organik (Kertonegoro, 2001; Berglund dan Berglund,

2011; Danevčič et al., 2010), kadar lengas tanah (Kechavarzi et al., 2010; Grover dan

Baldock, 2010), aliran panas tanah stabil (Parmentier et al., 2009) dan kelembaban tanah

(Klove et al., 2010). Faktor-faktor tersebut dapat mengontrol dan mempercepat kecepatan

penguraian bahan organik oleh mikrobia dan emisi CO2 berikutnya.

Lahan pertanian selalu diikuti oleh pengelolaan lahan intensif, meliputi pembuatan

drainase, pembakaran vegetasi atas permukaan, pengolahan tanah dan pemupukan. Bila

dibandingkan dengan ekosistem alami, lahan pertanian melepaskan CO2 relatif lebih

tinggi. Hal ini disebabkan karena dengan pengolahan intensif agregat tanah menjadi

rusak dan bahan organik yang terlindung agregat menjadi terbuka, aerasi dan kelembaban

tanah yang tinggi karena suhu meningkat, menyebabkan dekomposisi bahan organik

tanah oleh mikrobia meningkat pula dan ini akan memacu kenaikan respirasi tanah

(Widjaja, 2002; Hergoualc’h dan Verchot, 2011; Hooijer et al., 2010).

Selain itu, ketika hutan alami dibuka untuk penggunaan lahan tertentu maka akan

terjadi perubahan yang drastis pada ekosistem, selain hilangnya biomasa tanaman (Far-

mer et al., 2011), juga sinar matahari yang secara langsung mengenai tanah dapat mem-

pengaruhi suhu dan lengas sehingga respirasi heterotrof tanah semakin tinggi. Illustrasi

lahan gambut terdrainase disajikan pada Gambar 3.

Faktor-faktor kunci yang mempengaruhi emisi gas rumah kaca (GRK) dari lahan

gambut antara lain hidrologi-muka air tanah, suhu, kualitas seresah, struktur komunitas

Page 30: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82528/potongan/S3-2015... · gambut tropika merupakan salah satu tipe lahan basah yang paling terancam keberadaan-

30

mikrobia dan dampak gangguan (Farmer et al., 2011). Faktor muka air tanah dalam dan

dampak gangguan yang disebabkan drainase intensif mengakibatkan teroksidasinya bahan

organik tanah gambut.

Suhu tanah, bersama dengan kondisi hidrologi dan tanaman penutup merupakan

faktor penting sebagai pengatur dan penentu dalam siklus C tanah gambut. Dimana

peningkatan suhu menghasilkan tingginya kecepatan dekomposisi dan dihubungkan

dengan emisi CO2 (Grover dan Baldock, 2010; Hirano et al., 2007; Danevčič et al., 2010;

Klove et al., 2010). Peningkatan suhu tersebut nyata dengan perubahan penggunaan

lahan, sehingga perubahan hutan rawa gambut menjadi penggunaan lahan lainnya akan

mempunyai dampak kehilangan C tanah gambut (Hergoualc’h dan Verchot, 2011).

I. Landasan teori

Aktivitas dalam perubahan penggunaan lahan (land use change) atau alih fungsi

lahan berupa penggundulan hutan (deforestation), pengolahan tanah, pembuatan drainase

dan pembakaran lahan. Keadaan ini dapat mengakibatkan (1) perubahan ekosistem alami

dari kondisi anaerobik menjadi aerobik; (2) terjadi pengeringan yang berlebihan pada

musim kemarau dengan gejala kering tak balik (irreversible drying) sehingga tidak mam-

pu menyerap nutrien dan menahan air; (3) pemadatan (compaction) tanah gambut; (4)

terjadinya penurunan muka tanah (subsidence). Kesemuanya ini dapat merubah C tanah

tersimpan dengan menurunkan kandungan C-organik tanah (soil organic carbon). Hutan

rawa gambut tropika merupakan ekosistem penyerap (sequester) C yang efisien dan

penyimpan (store) C penting, tetapi perubahan penggunaan lahan dapat dengan cepat

mengubahnya dari pemendam (sink) menjadi sumber (source) emisi CO2.

Dampak dari alih fungsi hutan rawa gambut dari aspek ekologi atau lingkungan

dapat mempengaruhi antara lain penyimpanan atau pemendaman C tanah yang dapat ber-

hubungan dengan keseimbangan C global, stabilitas tanah setelah ada perbedaan masukan

Page 31: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82528/potongan/S3-2015... · gambut tropika merupakan salah satu tipe lahan basah yang paling terancam keberadaan-

31

bahan organik (organic matter input) sebagai litterfall dan kecepatan dekomposisinya,

mengubah biomasa atas permukaan, sifat fisik, kimia dan biologi tanah gambut, seperti

kandungan bahan organik dan status nutrien, apabila terjadi perubahan dari vegetasi asli-

nya, vegetasi C4 menjadi C3 atau sebaliknya dan emisi CO2 tanah.

Tanah adalah penampung utama C dalam ekosistem daratan, sekitar dua pertiga

dari total di ekosistem, dan memegang peranan penting dalam siklus C global. Kemampu-

an tanah untuk menyimpan C tergantung pada tipe lahan, jenis tanah dan tingkat pengelo-

laannya. Perbedaan kandungan C tanah antara tipe lahan dan pengelolaan lahan disebab-

kan perbedaan dalam masukan organik, berupa seresah, perbedaan kecepatan proses

dekomposisi dan proses stabilisasi dalam tanah, serta proses keluaran CO2 berupa respira-

si heterotrof. Perubahan dalam kandungan C tanah gambut berarti mempengaruhi keseim-

bangan C global.

Untuk memperoleh pemahaman lebih lanjut tentang dinamika kandungan C sete-

lah alih fungsi lahan diperlukan teknik-teknik pengukuran yang dapat membedakan antara

potensi pemendaman dan penyimpanan C tanah. Teknik pengukuran tersebut berupa ka-

rakteristik fisik lahan, meliputi jeluk muka air tanah, jeluk tanah gambut; profil kema-

tangan tanah pada setiap tipe lahan; nutrien dan kandungan C tanah; nutrien seresah dan

biomasa; kandungan C-organik tanah, meliputi δ13

C dan asam humat-asam fulvat, kan-

dungan C tanah dan emisi CO2 tanah pada setiap tipe lahan. Secara keseluruhan proses

tersebut dapat dilihat pada Gambar 8 dan 9.

J. Hipotesis penelitian

Hipotesis yang dikonstruksi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Drainase mempengaruhi fluktuasi jeluk muka air tanah gambut dimana mengendalikan

karakteristik fisik lahan gambut. Jeluk muka air tanah lahan gambut pertanian lebih

dalam dibandingkan pada kawasan hutan. Hal ini karena drainase meniadakan air

Page 32: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82528/potongan/S3-2015... · gambut tropika merupakan salah satu tipe lahan basah yang paling terancam keberadaan-

32

permukaan (water level) dan air tanah semakin menurun yang menyebabkan perubahan

kondisi anaerobik menjadi aerobik selanjutnya mempercepat dekomposisi bahan

organik tanah gambut. Keadaan ini akan memicu jeluk tanah gambut dan tebal seresah

permukaan gambut berkurang dan menipis pada lahan pertanian. Profil lapisan

kematangan gambut saprik lebih tebal namun fibrik lebih tipis pada lahan pertanian

dan semak namun kebalikannya pada hutan rawa gambut karena jeluk muka air tanah

dalam.

2. C-organik tanah berhubungan dengan nutrien tanah. Kadar nutrien dan C-organik

serta kandungan C tanah di lahan pertanian lebih tinggi dibanding kawasan hutan.

Pengolahan lahan dan pemupukan dapat meningkatkan kadar nutrien pada lahan

pertanian selain peningkatan mineralisasi bahan organik tanah.

3. Kandungan C tanah dan C-asam humat dan asam fulvat di hutan rawa gambut primer

dan hutan sekunder lebih besar dibanding dengan semak belukar, kebun sawit dan

kebun jagung. Demikian pula untuk δ 13

C (nilai minus kecil). Kandungan C tanah

tersebut merespon kondisi aerobik-anaerobik dan ketebalan jeluk tanah gambut.

4. Nutrien seresah dan biomasa di berbagai tipe lahan dipengaruhi oleh proses dekompo-

sisi bahan organiknya yang salah satunya dikendalikan oleh jeluk muka air tanah

gambut. Pada kawasan hutan relatif memiliki jeluk muka air dangkal sehingga laju

dekomposisi lebih lambat menyebabkan mineralisasi nutrien rendah dengan rasio C/N

dan C/P lebih tinggi. Sebaliknya pada lahan pertanian dan semak dengan jeluk muka

air tanah dalam memiliki nutrien relatif lebih tinggi.

5. Jeluk muka air tanah mengendalikan emisi CO2 tanah gambut. Jeluk muka air tanah di

lahan pertanian lebih dalam sehingga emisi CO2 tanah lebih tinggi dibandingkan pada

kawasan hutan.

Page 33: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82528/potongan/S3-2015... · gambut tropika merupakan salah satu tipe lahan basah yang paling terancam keberadaan-

33

Gambar 8. Landasan teori penelitian diferensiasi karbon organik tanah dan seresah, emisi

CO2 dan nutrien tanah akibat alih fungsi hutan rawa gambut Kalimantan Barat

Tipe lahan

1. Hutan rawa gambut primer (HP)

2. Hutan gambut sekunder (HS)

3. Semak bekas pembalakan

hutan (logging) (SB)

4. Kebun sawit (KS)

5. Kebun jagung (KJ)

Kematangan gambut

Fibrik

Hemik

Saprik

Jeluk muka air tanah (water-table

depth)

Bahan organik – C-organik tanah

gambut Nutrien dan kandungan C seresah dan

biomasa

Nutrien dan kandungan C tanah gambut

Senyawa humat – C asam humat dan C asam fulvat

Isotop karbon

stabil (δ13

C)

Emisi CO2 tanah gambut

Perubahan karakteristik lahan gambut sebagai

penyerap dan pemendam karbon tanah, dan

penambat air

Page 34: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82528/potongan/S3-2015... · gambut tropika merupakan salah satu tipe lahan basah yang paling terancam keberadaan-

III. METODE PENELITIAN

A. Deskripsi lokasi

Lokasi kajian dibedakan atas tipe hutan gambut, meliputi hutan rawa gambut primer

(HP), hutan gambut sekunder (HS), semak bekas pembalakan hutan (logging) (SB), dan

lahan pertanian, meliputi kebun sawit (KS), dan kebun jagung (KJ) di Kabupaten Kubu

Raya-Kalimantan Barat (Gambar 10, 11 dan Tabel 4). Pada survei lokasi kajian, bulan

Februari 2011, lahan HP masih dalam kondisi alami dan diharapkan sebagai kontrol.

Namun saat penelitian, bulan Juni 2012, di lokasi tersebut telah dibangun jalan tembus

dengan membuat saluran panjang, lebar dan dalam. Kondisi lahan di lokasi kajian yang

tidak terdrainase hanya pada lahan HS dan SB.

B. Bahan dan Alat

Bahan dan alat yang dipergunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 5.

C. Cara kerja

Secara umum, kegiatan-kegiatannya meliputi pengamatan dan pengukuran di la-

pangan, pengambilan sampel di lapangan, analisis sampel di laboratorium, analisis data

dan pengambilan data sekunder berupa curah hujan dan wawancara langsung dengan

petani dan pihak perusahaan perkebunan sawit (Tabel 6). Cara kerja baik di lapangan

maupun di laboratorium diuraikan berdasarkan tujuan penelitian. Ilustrasi pengambilan

sampel dan tahapan penelitian disajikan pada Gambar 18 dan 19.

Pelaksanaan penelitian dilakukan pada awal bulan Juni hingga akhir bulan Desem-

ber 2012. Pengukuran dan pengambilan sampel tanah gambut dilaksanakan pada awal

bulan Juni, bersamaan pengukuran emisi CO2 tanah dan seresah dan biomasa pertama.

Pengukuran emisi CO2 tanah kedua dilaksanakan pada akhir bulan Desember 2014. Peng-

Page 35: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82528/potongan/S3-2015... · gambut tropika merupakan salah satu tipe lahan basah yang paling terancam keberadaan-

Gambar 11. Lokasi kajian pada hutan rawa gambut primer (HP) dengan vegetasi dominan ubah, tanjan, mahang dan rengas (a), hutan gambut sekunder (HS) dengan vegetasi

dominan tanjan, rengas, resak (b), semak (SB) dengan vegetasi dominan pakis, pandan

hutan dan cengkodok (c), kebun sawit (KS) (d) dan kebun jagung (KJ) (e)

Page 36: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82528/potongan/S3-2015... · gambut tropika merupakan salah satu tipe lahan basah yang paling terancam keberadaan-

Tabel 4. Deskripsi lokasi kajian hutan gambut primer, hutan gambut sekunder, semak

bekas pembalakan hutan (logging), kebun sawit dan kebun jagung Tipe lahan Lokasi Kondisi lahan

Hutan primer (HP)

Kecamatan Sungai Raya, Kabupaten Kubu Raya (16.649 m

2)

S = 00o11.29’

E = 109o49.46’

Saat survey lokasi, Februari 2011, kondisi HP dalam keadaan alami dengan permukaan tanah gambut becek dan air permukaan (water level) sekitar 1-2 cm dan sebagai hutan alam gambut yang belum banyak mengalami gangguan dan memiliki tajuk pohon yang masih rapat. Saat penelitian, terdapat jalan dan saluran drainase yang memotong Hutan Lindung Gambut Desa di HP. Panjang dan lebar jalan sekitar 5 km dan 4 m sedangkan lebar dan jeluk saluran drainase sekitar 3,5 m dan 1,5 m dengan jeluk air saluran 1 m. saluran drainase sekitar/sepanjang jalan menuju HP dengan L = 310 cm, tinggi muka air saluran = 100 cm. Vegetasi dominan pada lokasi yaitu Ubah (Syzygium spp.), Tanjan (Dialium spp.), Mahang (Macaranga pruinosa), Rengas (Drmycarpus spp.), Kayu malam (Diospyros borneensis), Kempas (Koompasia mala), Resak (Cotylelobium spp)

Hutan sekunder (HS)

Kecamatan Kubu-Kabupaten Kubu Raya (16.333 m

2)

S = 00o21.70’

E = 109o21.81’

Kondisi HS sebagai hutan bekas tebangan yang telah mengalami gangguan lebih lanjut sehingga potensinya menurun dengan vegetasi berbeda dengan jenis alaminya sebelumnya, berusia ± 30 tahun. Terdapat saluran drainase (sebagai pembatas hutan lindung) dengan lebar dan jeluk sekitar 1,8 m dan 1 m dengan jeluk air saluran 0,7 m. Vegetasi dominan pada lokasi yaitu Tanjan (Dialium spp.), Rengas (Drmycarpus spp.), Resak (Cotylelobium spp.), Bintagor (Calophyllum spp.), Ilas (Nephelium cuspidatum), Tanang (Calophyllum spp.)

Semak bekas pembalakan hutan (logging)

(SB)

Kecamatan Kubu-Kabupaten Kubu Raya (27.414 m

2)

S = 00o21.42’

E = 109o21.51’

Kondisi SB sebagai hutan sekunder yang telah mengalami gangguan lebih lanjut sehingga potensinya sangat sedikit dan hanya berupa semak belukar dan tumbuhan bawah. Pada SB kondisi lahan tidak seragam. Pada titik sampling 3 dan 4 terdapat hamparan batang-batang pohon bekas tebangan dan terbakar. Titik sampling lainnya berupa semak belukar. Terdapat saluran darinase dekat titik 1 dan 3 yang berbatasan dengan HS.Pada lokasi terdapat vegetasi dominan pakis (Diplazium esculentum), pandan hutan (Pandanus tectorius) dan cengkodok (Melastoma malabathricum)

Kebun sawit (KS)

Kecamatan Kubu-Kabupaten Kubu Raya (26.299 m

2)

S = 00o23.87’

E = 109o22.65’

Pada KS terdapat saluran drainase yang mengelilingi blok. Lebar dan jeluk saluran drainase utama sekitar 2,8 m dan 1,5 m dengan jeluk air saluran 1 m. Lebar dan jeluk saluran kanan blok sekitar 1,5 m dan 1 m dengan jeluk air saluran 0,3 m; saluran kiri blok sekitar 2,5 m dan 1,2 m dengan jeluk air saluran 0,4 m. Pada lokasi terdapat pakis-pakisan sebagai tanaman penutup (cover crop).

Kebun jagung (KJ)

Kecamatan Rasau Jaya- Kabupaten Kubu Raya (26.680 m

2)

S = 00o12.76’

E = 109o23.55’

Lahan KJ termasuk kawasan kubah gambut. Terdapat saluran drainase dengan lebar dan jeluk saluran utama sekitar 3,8 m dan 2 m. Lebar dan jeluk saluran tersier sekitar 0,5 m dan 0,5 m dengan jeluk air saluran 0,4 m. Pemupukan NP dan pupuk kandang (kotoran ayam) rutin diberikan sebelum tanam.

Page 37: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82528/potongan/S3-2015... · gambut tropika merupakan salah satu tipe lahan basah yang paling terancam keberadaan-

Tabel 5. Alat dan bahan penelitian

Kegiatan analisis Alat Bahan

Di Lapangan

1. Pengukuran jeluk

dan tebal lapisan

kematangan, seresah

permukaan, tinggi

muka air tanah dan

pengambilan sampel

tanah gambut

Bor gambut, meteran,

tongkat kayu, seperangkat

alat tebas, tabung PVC Ø

0,5 inci, cangkul atau sekop,

pisau tipis tajam

Seperangkat alat tulis,

plastik sampel,

aluminium foil, karung

plastik

2. Pengambilan sampel

seresah dan biomasa

Kuadrat plot, litterfall trap, Plastik sampel, karung

plastik, label, tali plastik,

seperangkat alat tulis

3. Pengambilan sampel

emisi CO2 tanah Kitagawa, tabung PVC Ø 5

inci, termometer digital,

Tube

Di laboratorium

4. Analisis sifat fisik

tanah

5. Analisis sifat fisik

seresah dan biomasa

Oven, tanur, pinggan plastik

dan aluminium, seperangkat

alat pengabuan kering (LoI),

timbangan analitik, neraca

analitik, desikator, tangkai

capitan, cawan porselen,

eksikator, neraca,

piknometer.

Seperangkat alat tulis

6. Analisis sifat kimia

tanah

Pipet 5, 10 dan 25 ml, gelas

piala 100 dan 250 cc,

termometer 1000C, corong

kecil untuk kertas saring

diameter 9 cm, pembakar

bunsen, botol semprot, labu

takar 25 -100 ml, botol

kocok, mesin pengocok, pH-

meter, tabung perkolasi,

spektrofotometer UV-Vis,

AAS, seperangkat alat

nitrogen total (%).

Seperangkat bahan kimia

penetapan asam humat

dan asam fulvat; larutan

buffer pH 7,0 dan pH

4,0; KPK dengan

metode ekstrak NH4OAc,

pH 7,0; nitrat (NO3-)

dengan metode Brucine

Sulfat; amonium (NH4+)

Metode Nessler, nitrogen

total (%); P -tersedia

Metode Bray II; K

dengan ekstrak HCl 25%.

7. Analisis sifat kimia

seresah dan biomasa

Neraca analitik, oven,

tanur, eksikator, tangkai

capitan, pinggan aluminium,

cawan porselen.

Seperangkat alat tulis

Page 38: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82528/potongan/S3-2015... · gambut tropika merupakan salah satu tipe lahan basah yang paling terancam keberadaan-

ambilan sampel seresah pada lahan HP dan HS dengan periode 2 minggu selama 6 bulan

sehingga total sampel seresah sebanyak 12 untuk HP dan HS.

1. Karakterisitik fisik lahan gambut

Pada setiap lokasi kajian dicuplik 5 titik sampling sebagai ulangan. Penentuan titik

sampel sebagai ulangan pada setiap tipe lahan secara acak distratifikasi (stratified random

sampling). Sebaran titik sampel tersebut pada pusat distribusi, yang berada pada tengah-

tengah kawasan lokasi kajian. Jumlah sampel pada lima tipe penggunaan lahan sebanyak

25 sampel. Pada setiap titik sampling, sampel dicuplik lagi secara horizon untuk pengu-

kuran jeluk muka air tanah (water-table depth), seresah permukaan tanah dan suhu tanah

gambut. Secara vertikal berdasarkan lapisan kematangan gambut untuk pengukuran dan

pengamatan jeluk tanah gambut, ketebalan lapisan kematangan dan profil tanah gambut

(Gambar 12 dan 13).

1.a. Jeluk muka air tanah gambut, tebal seresah permukaan dan suhu tanah gambut

Pada setiap titik sampling pengambilan data jeluk muka air tanah gambut diukur

berdasarkan jarak jeluk muka air tanah terhadap permukaan tanah. Pada setiap titik samp-

ling pengambilan data tebal seresah permukaan diukur berdasarkan jarak seresah permu-

kaan terhadap permukaan tanah gambut. Pada setiap titik sampling pengambilan data

suhu tanah diukur menggunakan termometer digital yang ditancapkan ke dalam tanah

gambut.

1.b. Jeluk dan ketebalan lapisan kematangan tanah

Pada setiap titik sampling pengambilan data jeluk dan ketebalan lapisan kematangan

dengan menggunakan bor gambut (Eijkelkamp) dan diukur berdasarkan lapisan kema-

tangan gambut hingga mencapai lapisan tanah mineral, warna tanah putih keabu-abuan

(Murdiyarso et al., 2004). Lapisan kematangan gambut yang telah dibor tersebut diketa-

hui dengan metode peras dan skala von Post, caranya yaitu dengan mengambil segeng-

Page 39: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82528/potongan/S3-2015... · gambut tropika merupakan salah satu tipe lahan basah yang paling terancam keberadaan-

Gambar 12. Pengamatan dan pengukuran di lokasi kajian; pengeborn tanah gambut pada lahan KS

(a) dan KJ (d); pengukuran tebal seresah lahan HP (b) dan HS (e); kematangan fibrik (c) dan

profil tanah gambut lahan SB (f)

Page 40: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82528/potongan/S3-2015... · gambut tropika merupakan salah satu tipe lahan basah yang paling terancam keberadaan-

Gambar 13. Titik sampling vertikal berdasarkan lapisan kematangan gambut. Lahan se-

mak bekas pembalakan hutan (logging), kebun sawit dan kebun jagung (a); lahan hutan

primer dan hutan sekunder (b) dengan lima ulangan

gam tanah, kemudian diperas dengan telapak tangan secara perlahan-lahan. Apabila sisa-

sisa serat yang tertinggal, terbagi atas tiga bagian: (1) sisa serat yang tertinggal tiga per-

empat bagian atau lebih (≥ 3/4), maka tanah gambut tersebut digolongkan ke dalam jenis

fibrik (F) dengan kandungan serat >66% (H1-H3); (b) sisa serat yang tertinggal kurang

dari tiga perempat sampai seperempat bagian (> ¼ dan < 3/4), maka tanah gambut terse-

but digolongkan ke dalam jenis hemik (H) dengan kandungan serat 33 – 66% (H4-H6);

(c) sisa serat yang tertinggal kurang seperempat bagian (< 1/4), maka tanah gambut ter-

sebut digolongkan ke dalam jenis saprik (S) dengan kandungan serat <33% (H7-H10)

(Notohadiprawiro 1985).

2. Seresah dan biomasa vegetasi

Tahapan pada penelitian ini meliputi pengambilan sampel seresah dan biomasa ve-

getasi di lokasi kajian, analisis sampel berupa berat basah, berat kering, kadar air, kadar

abu dan kadar C-organik seresah dan biomasa di laboratorium dan perhitungan kandung-

an C-organik pada seresah dan biomasa dan analisis data.

2.a. Pengambilan sampel seresah dan biomasa vegetasi

Pada tipe penutupan hutan (HP dan HS) seresah dicuplik dengan menggunakan

perangkap seresah (litterfall-trap), berukuran 1m x 1m dan tinggi ± 0,5 m, dengan lima

Page 41: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82528/potongan/S3-2015... · gambut tropika merupakan salah satu tipe lahan basah yang paling terancam keberadaan-

ulangan. Perangkap seresah diletakkan di bawah kanopi pohon. Seresah dikumpulkan

secara teratur dengan interval dua mingguan, dilakukan tiap tengah bulan dan akhir bulan

selama satu musim (6 bulan). Hal ini bertujuan untuk meminimumkan dekomposisi di

dalam perangkap terutama pada musim hujan. Pada tipe lahan SB, vegetasi permukaan

(above growth biomass) dikumpulkan dan dipotong, baik hidup maupun telah mati, di

dalam kuadran plot ukuran 1 m x 1 m dengan ulangan lima kali. Pada tipe lahan KS

berdasarkan pendekatan produksi biomasa yaitu dengan cara menjumlahkan pangkasan

pelepah dan daun kelapa sawit dengan ulangan lima kali. Sampel pada kebun dengan

umur tanaman 3 tahun karena pada umur tanaman tersebut merupakan fase produktif

untuk menghasilkan tandan pertama. Pada tipe lahan KJ berdasarkan metode pemanenan

pada luasan 1 m x 1m, meliputi keseluruhan tegakan tanaman atas permukaan hingga

bawah permukaan, kecuali buah dan biji jagung, dengan ulangan lima kali (Gambar 14).

Seluruh sampel berjumlah 25 sampel dalam lima tipe penggunaan lahan.

2.b. Analisis sampel biomasa dan seresah

Analisis seresah dan biomasa vegetasi sebagai parameter penunjang meliputi berat

basah, berat kering, kadar air dan kadar abu, parameter utama meliputi N-total, P-total

dan C-organik. Untuk sampel seresah hutan, seluruh seresah dalam perangkap merupakan

sampel seresah. Untuk sampel biomasa pelepah kelapa sawit dengan menggunakan sub

sampel (10%) dari seluruh sampel. Untuk sampel biomasa dan seresah semak, seluruh

seresah dalam kuadran plot merupakan sampel seresah. Sedangkan untuk sampel biomasa

tegakan jagung dengan menggunakan sub sampel (25%) dari seluruh sampel. Biomasa

dan seresah yang telah dikumpulkan dari setiap tipe lahan, dimasukkan dalam kantong

kertas dan dikeringkan selama 48 jam dengan suhu 700C, hingga berat kering konstan

(Gambar 15).

Page 42: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82528/potongan/S3-2015... · gambut tropika merupakan salah satu tipe lahan basah yang paling terancam keberadaan-

Gambar 14. Sampel semak kuadran plot pada lahan SB (a), sampel biomasa jagung pada

lahan KJ (b dan f), sampel pelepah sawit pada lahan KS (c), sampel seresah dalam

litterfall-trap pada lahan HP (d) dan HS (e).

Analisis kadar air seresah dan biomasa diukur berdasarkan selisih timbangan berat

seresah awal dan setelah pengeringan. Analisis kadar abu dan C-organik berdasarkan

metode pengabuan kering (loss on ignition-LoI) yaitu dengan cara membakar sekitar 2

gram sampel seresah dan biomasa yang telah kering oven dan dihaluskan dalam oven

Page 43: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82528/potongan/S3-2015... · gambut tropika merupakan salah satu tipe lahan basah yang paling terancam keberadaan-

tanur pada suhu 5500C selama 6 jam (Agus et al. 2011).

Penentuan kadar C pada seresah dan biomasa vegetasi ini berdasarkan metode LoI,

dimana berat sampel yang hilang selama proses pembakaran adalah jumlah bahan organik

yang terkandung dalam masing-masing biomasa sedangkan berat sampel yang dihitung

adalah kadar abunya.

Berat sampel yang hilang selama proses pembakaran merupakan jumlah bahan or-

ganik yang terkandung dalam material biomasa, dapat dihitung dengan persamaan (Agus

et al. 2011):

%BO = B1050 – B550

0 x 100% (2)

B1050

%BO = persentase bahan organik gambut (LoI)

B1050 = berat material gambut pada suhu 105

0C

B5500 = berat material gambut tersisa pada suhu 550

0C

Sedangkan persentase C yang terkandung dalam material biomasa dapat dihitung dengan

persamaan (Agus et al., 2011; Maswar 2011, Farmer et al., 2013) :

% C = 1 x % LoI (3)

1,922

% C = kadar C-organik bahan gambut

% LoI = persentase bahan organik yang hilang pada proses LoI

1,922 = konstanta untuk mengkonversi nilai persen bahan organik (%BO)

menjadi % C-organik

3. Kandungan C, C-AH dan C-AF dan Isotop C stabil (δ13C) berdasarkan

kematangan gambut

Tahapan penelitian ini meliputi pengamatan dan pengukuran di lapangan berupa

jeluk tanah gambut, luasan lokasi kajian, pengambilan sampel di lapangan, analisis sam-

pel di laboratorium dan analisis data penelitian.

3.a. Pengambilan sampel di lapangan

Pengambilan cuplikan dari satu titik ke titik lainnya pada tipe penutupan hutan seca-

ra acak pada pusat distribusi, sedangkan pada tipe lahan lainnya mengikuti pola pergerak-

an zig zag (Gambar 12). Pengambilan sampel dengan mencuplik secara acak distratifikasi

Page 44: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82528/potongan/S3-2015... · gambut tropika merupakan salah satu tipe lahan basah yang paling terancam keberadaan-

(stratified random sampling), yaitu pemilihan sampel dengan cara membagi populasi ke

dalam kelompok yang relatif homogen berdasarkan kematangan gambut atau dekomposi-

si gambut (fibrik, hemik, saprik), kemudian sampel diambil secara acak dari tiap strata

tersebut, sebanyak lima ulangan. Lapisan kematangan gambut yang telah dibor tersebut

diketahui dengan metode peras dan skala von Post, caranya yaitu dengan mengambil se-

genggam tanah, kemudian diperas dengan telapak tangan secara perlahan-lahan, yaitu

metode dari The Soil Survey of England and Wales (Kechavarzi et al., 2010; Wüst et al.,

2003). Jumlah sampel sebanyak 68 sampel.

3.b. Analisis sampel di laboratorium

Analisis sampel tanah gambut berdasarkan kematangan gambut, meliputi parameter

utama yaitu kandungan C tanah, C-asam humat-asam fulvat, δ13

C, dan parameter pendu-

kung yaitu berat isi (bulk density-BD), C-organik, pH, porositas, potensial redoks (Eh),

kadar lengas dan kadar abu. Sampel tanah dalam PVC dikering-anginkan selama lebih

kurang satu hingga dua hari. Kemudian tanah dipisahkan dari akar-akar tanaman, kerikil

dan kotoran lainnya. Sampel tersebut ditimbang untuk mengetahui kadar lengas tanah.

Setelah itu, menyiapkan sampel tanah dengan ukuran < 2mm dan < 0,5 mm dengan cara

ditumbuk dan diayak sehingga sampel tanah siap untuk dianalisis (Gambar 15). Untuk

mengetahui kandungan C tanah memerlukan data hasil perhitungan dari analisis kadar C-

organik, BD, luasan lahan dan jeluk tanah gambut (Murdiyarso et al., 2004; Page et al.,

2011). Analisis untuk mengetahui kadar C-asam humat-asam fulvat dengan metode

ekstraksi natrium oksida. Analisis δ13

C diperoleh dengan penggunaan spektrometer masa

SIRA-9. Analisis kadar abu dan C-organik dengan metode pengabuan kering (loss on

ignition-LoI) yaitu dengan cara membakar sekitar 2 gram sampel tanah gambuut yang

telah kering oven dan dihaluskan dalam oven tanur pada suhu 5500C selama 6 jam (Agus

et al., 2011). Berat

Page 45: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82528/potongan/S3-2015... · gambut tropika merupakan salah satu tipe lahan basah yang paling terancam keberadaan-

Gambar 15. Sampel seresah-biomasa dan tanah gambut di laboratorium; biomasa pelepah

sawit (a), pelepah sawit setelah kering-oven (b), seresah HS setelah kering-angin (c),

tanah gambut lapisan olah (d), tanah gambut berdasarkan kematangan gambut (e), tanah

gambut halus untuk dianalisis.

sampel yang hilang selama proses pembakaran merupakan jumlah bahan organik yang

terkandung dalam material biomasa, dapat dihitung dengan persamaan 2 dan 3.

Page 46: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82528/potongan/S3-2015... · gambut tropika merupakan salah satu tipe lahan basah yang paling terancam keberadaan-

4. Nutrien dan kandungan C pada lapisan olah tanah gambut

Tahapan penelitian ini meliputi pengamatan dan pengukuran di lapangan berupa je-

luk tanah gambut, luasan lokasi kajian, pengambilan sampel di lapangan, analisis sampel

di laboratorium dan analisis data penelitian.

4.a. Pengambilan sampel tanah gambut pada lapisan olah

Pengambilan sampel dengan mencuplik secara acak distratifikasi (stratified random

sampling). Sampel dari tiap strata tersebut, diambil sebanyak lima ulangan pada lapisan

olah (0 – 20 cm). Sebaran titik sampel tersebut pada pusat distribusi, yang berada pada

tengah-tengah kawasan lokasi kajian. Pengambilan cuplikan dari satu titik ke titik lainnya

pada tipe penutupan hutan secara acak pada pusat distribusi, sedangkan pada tipe lahan

lainnya mengikuti pola pergerakan zig zag. Jumlah sampel sebanyak 25 sampel

4.b. Analisis sampel di laboratorium

Sampel tanah dalam kantong sampel dikering-anginkan selama lebih kurang satu

hingga dua hari. Kemudian tanah dipisahkan dari akar-akar tanaman, kerikil dan kotoran

lainnya. Sampel tersebut ditimbang untuk mengetahui kadar lengas tanah. Setelah itu,

menyi-apkan sampel tanah dengan ukuran < 2mm dan < 0,5 mm dengan cara ditumbuk

dan dia-yak sehingga sampel tanah siap untuk dianalisis. Analisis sampel tanah pada

lapisan oleh meliputi paramater utama, yaitu: pH, kapasitas pertukaran kation (KPK), P-

tersedia, K-dd, nitrat (NO3-), amoniak (NH4

+), N-total, C-organik, rasio C/N dan

kandungan C tanah, dan parameter pendukung yaitu luasan lahan, jeluk tanah gambut,

berat isi (bulk density-BD), kadar lengas dan kadar abu. Untuk mengetahui kandungan C

tanah memerlukan data hasil perhitungan dari analisis kadar C-organik, BD, luasan lahan

dan jeluk tanah gambut. Analisis kadar abu dan C-organik dengan metode pengabuan

kering (loss on ignition-LoI) yaitu dengan cara membakar sekitar 2 gram sampel tanah

gambut yang telah kering oven dan dihaluskan dalam oven tanur pada suhu 5500C selama

Page 47: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82528/potongan/S3-2015... · gambut tropika merupakan salah satu tipe lahan basah yang paling terancam keberadaan-

6 jam (Agus et al., 2011). Be-rat sampel yang hilang selama proses pembakaran

merupakan jumlah bahan organik yang terkandung dalam material biomasa, dapat

dihitung dengan rumus persamaan 2 dan 3.

5. Emisi CO2 tanah gambut

Pengambilan sampel secara acak distratifikasi (stratified random sampling). Sam-

pel dari tiap strata tersebut, diambil sebanyak lima ulangan. Sebaran titik sampel tersebut

pada pusat distribusi, yang berada pada tengah-tengah kawasan lokasi kajian. Pengambil-

an cuplikan dari satu titik ke titik lainnya pada tipe penutupan hutan secara acak pada

pusat distribusi, sedangkan pada tipe lahan lainnya mengikuti pola pergerakan zig zag.

Jumlah sampel sebanyak 25 sampel.

Alat chamber yang digunakan untuk pengambilan sampel ini terbuat dari tabung

PVC dengan ukuran 5 inci, diameter 10,5 cm dan tinggi 22 cm, ditancapkan ke dalam

tanah sedalam 3 cm. Pada tipe lahan hutan (HP dan HS), chamber diletakkan di antara

vegetasi pohon dengan menyingkirkan detritus permukaan tanah agar chamber dapat ter-

tancap ke dalam tanah. Pada tipe lahan SB, chamber diletakkan pada permukaan kosong

di sekitar semak dengan menyingkirkan detritus permukaan tanah agar chamber dapat

tertancap ke dalam tanah. Pada tipe lahan KS dan KJ, chamber diletakkan diantara baris

tanaman.

Penempatan chamber ini berhubungan dengan pembatasan penelitian yaitu emisi

CO2 dari hasil oksidasi bahan organik atau dekomposisi bahan organik tanah gambut.

Chamber tersebut dihubungkan dengan selang sebagai media keluar masuknya gas dari

tabung ke alat Kitagawa. Saat pengukuran emisi CO2 tanah gambut dilakukan pengukur-

an suhu tanah dan jeluk muka air tanah. Pengukuran suhu tanah gambut dengan menggu-

nakan termometer tancap digital yang diletakkan di samping tabung pada kedalaman 0 –

10 cm (Gambar 16). Pengukuran jeluk muka air tanah gambut diukur berdasarkan jarak

Page 48: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82528/potongan/S3-2015... · gambut tropika merupakan salah satu tipe lahan basah yang paling terancam keberadaan-

Gambar 16. Pengambilan sampel emisi CO2 tanah pada lahan HS (a), SB (b), dan KJ (c)

dan nilai CO2 yang tertera pada tube (d).

muka air tanah terhadap permukaan tanah. Waktu pengukuran sampel di lapangan dilak-

sanakan dalam dua kali pengukuran yaitu awal musim kemarau (15-25 Juni 2012) dan

akhir musim hujan (20-29 Desember 2012). Data curah hujan dan hari hujan selama 1

tahun (Gambar 17). Ilustrasi pengambilan sampel tanah, seresah dan biomasa vegetasi

dan emisi CO2 tanah pada tipe lahan hutan gambut primer, hutan gambut sekunder, semak

Page 49: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82528/potongan/S3-2015... · gambut tropika merupakan salah satu tipe lahan basah yang paling terancam keberadaan-

bekas pembalakan hutan (logging), kebun jagung dan kebun kelapa sawit disajikan pada

Gambar 18.

Gambar 17. Curah hujan dan hari hujan tahun 2012

D. Analisis dan Perhitungan Data

1. Karakteristik fisik lahan

Data dalam penelitian ini meliputi karakterisik fisik lahan yang meliputi jeluk muka

air tanah, jeluk tanah, ketebalan dan profil lapisan kematangan, tebal seresah permukaan

dan suhu tanah gambut. Perhitungan rerata profil lapisan kematangan gambut dan kema-

tangan gambut tiap tipe penggunaan lahan menggunakan rata-rata imbang. Rata-rata

imbang tersebut merupakan perhitungan dari faktor pengali dari nilai tengah kadar serat

gosok dengan faktor pembagi jeluk tanah gambut. Faktor pengali fibrik = 83% (>66%),

hemik = 49% (33–66%) dan saprik = 16% (<33%) (Notohadiprawiro 1985). Semua data

ditabulasi dan disajikan dalam bentuk grafik. Data tersebut dianalisis secara deskriptif

berdasarkan kecenderungan peningkatan dan penurunan setiap nilai parameter penelitian.

Perhitungan rerata profil lapisan kematangan gambut dan kematangan gambut tiap

tipe penggunaan lahan, sebagai berikut :

0

5

10

15

20

25

30

35

0

100

200

300

400

500

600

Ha

ri h

uja

n (

ha

ri)

Cu

rah

hu

jan

(m

m)

Tahun 2012

CH

HH

Page 50: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82528/potongan/S3-2015... · gambut tropika merupakan salah satu tipe lahan basah yang paling terancam keberadaan-

∑ Tebal lapisan kematangan x fp

PKG = ----------------------------------------- (4)

Total tebal kematangan

∑ Tebal lapisan kematangan x fp

KG = -------------------------------------- (5)

Jeluk tanah gambut

PKG = profil lapisan kematangan gambut

Fp = faktor pengali (fibrik = 83%; hemik = 49%; saprik = 16%)

KG = kematangan gambut

2. Seresah dan biomasa vegetasi

Perhitungan kandungan C seresah dan biomasa pada SB dan KJ dengan persamaan

berikut (Hairiah dan Rahayu, 2007):

KC = BK x C (6)

KC = kandungan C seresah dan biomasa (ton ha-1

)

BK = berat kering seresah dan biomasa (kg ha-1

)

C = kadar C-organik

Untuk lahan HP dan HS menggunakan persamaan alometrik pada vegetasi hutan

berdasarkan Buku Panduan Petunjuk Lapangan Pendugaaan Cadangan C pada lahan

(Murdiyarso et al., 2004):

W = BJ 0,19 D 2,37

(7)

W = biomasa pohon (kg)

BJ = berat jenis antara 0,53-0,71 g/cc, apabila vegetasi tidak memiliki data BJ, maka

asumsi nilai BJ sama dengan satu.

D = dimeter pohon setinggi dada (cm)

Untuk lahan KS menggunakan rekomendasi dari Henson et al. (1997), berat kering

sawit umur 3 tahun di Malaysia adalah 14,4 ton ha-1

. Selanjutnya, cadangan C diduga

dengan mengalikan biomasa dengan kadar C (Murdiyarso et al,. 2004):

KC = C W (8)

KC = kandungan C (ton ha-1)

W = biomasa kering (kg ha-1)

C = kadar C (%)

Page 51: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82528/potongan/S3-2015... · gambut tropika merupakan salah satu tipe lahan basah yang paling terancam keberadaan-

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah berat basah, berat kering, kadar

air, kadar abu, N-total, P-total, C-organik dan kandungan C seresah dan biomasa. Semua

data ditabulasi dan disajikan dalam bentuk grafik dengan standar deviasi (SD). Data terse-

but dianalisis secara deskriptif berdasarkan kecenderungan peningkatan dan penurunan

setiap parameter penelitian.

3. Kandungan C, C-AH dan C-AF dan Isotop C stabil (δ13C) berdasarkan

kematangan gambut

Perhitungan kandungan C tanah gambut, dihitung dengan persamaan berikut

(Murdiyarso et al., 2004; Page et al., 2011) :

KC = L x J x C x BD (9)

L = luasan lahan (ha)

J = jeluk tanah gambut (m)

C = kadar C-organik tanah (%)

BD = bulk density (g cm-3

)

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif yang meliputi

jeluk tanah gambut, ketebalan tingkat kematangan tanah, luasan lahan, BD, kadar C-

organik, kadar abu, kadar lengas, derajat kemasaman (pH), porositas, potensial redoks

(Eh), kandungan C tanah, C-asam humat- asam fulvat, δ13

C. Semua data ditabulasi dan

disaji-kan dalam bentuk grafik dengan standar deviasi (SD). Data tersebut dianalisis

secara deskriptif berdasarkan kecenderungan peningkatan dan penurunan setiap nilai

parameter penelitian.

4. Nutrien dan kandungan C pada lapisan olah tanah gambut

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif, meliputi pH,

kapasitas pertukaran kation (KPK), P-tersedia, K-dd, nitrat (NO3-) amoniak (NH4

+), N-

total, C-organik, rasio C/N dan kandungan C tanah (persamaan 6); luasan lahan, jeluk

tanah gambut, berat isi (bulk density-BD), kadar lengas dan kadar abu. Semua data

ditabulasi dan disajikan dalam bentuk grafik dengan standar deviasi (SD). Data tersebut

Page 52: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82528/potongan/S3-2015... · gambut tropika merupakan salah satu tipe lahan basah yang paling terancam keberadaan-

dianalisis secara deskriptif berdasarkan kecenderungan peningkatan dan penurunan

setiap nilai parameter penelitian.

5. Emisi CO2 tanah gambut

Perhitungan fluks CO2 tanah gambut pada tiap tipe lahan menggunakan persamaan

yang diadopsi dari IAEA (1993):

Respirasi tanah (lb CO2-C/acre/hari) =

PF x TF x (% CO2 – 0,035) x 22.91 x H (10)

Konversi emisi CO2 dari satuan lb CO2-C/acre/hari menjadi ton ha-1 tahun

-1 dengan

persamaan:

Respirasi tanah (ton ha-1 tahun

-1) =

(((Respirasi tanah x 0,454) x 0,405)/1000 x 365 (11)

PF = faktor tekanan = 1

TF = faktor suhu = (suhu tanah dalam celsius + 273) : 273

H = tinggi chamber = 22 cm

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif parameter

utama, yaitu emisi CO2 musim kemarau dan musim hujan; dan pendukung yaitu suhu

tanah pada dua kondisi tersebut. Untuk mengetahui hubungan faktor tipe lahan dan waktu

pengukuran terhadap emisi CO2 tanah gambut dilakukan pengujian sidik ragam atau ana-

lisis varian (Anova). Jika terdapat pengaruh yang nyata antara satu dengan lainnya dalam

suatu parameter maka dilakukan uji Beda Nyata Jujur (honesty significant difference-

HSD). Uji ini dilakukan pada taraf α = 0,05 dan P = 0,05. Pengolahan untuk Anova dan

uji Beda Nyata Jujur (BNJ) menggunakan program Minitab versi 17. Semua data ditabu-

lasi dan disajikan dalam bentuk grafik dengan standar deviasi (SD). Data tersebut dianali-

sis secara deskriptif berdasarkan kecenderungan peningkatan dan penurunan setiap nilai

parameter penelitian.

Data sekunder merupakan hasil wawancara dengan petani, pengelola dan petugas

lapangan kebun sawit PT. Mitra Agro Pratama dan kajian literatur yang berkenaan den-

Page 53: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82528/potongan/S3-2015... · gambut tropika merupakan salah satu tipe lahan basah yang paling terancam keberadaan-

gan pemupukan jagung dan sawit. Lokasi tanaman jagung yang digunakan untuk lokasi

kajian ini berada di Rasau Jaya Umum. Lahan tersebut sudah dibuka selama kurang lebih

30 tahun. Penggunaan pupuk organik dan pupuk kandang kotoran ayam cukup tinggi.

Takaran pemupukan disajikan pada Tabel 6. Lokasi kebun kelapa sawit berada di

Kampung Baru-Pinang Dalam sudah dibuka tahun 2000, namun lokasi kajian mulai dita-

nam tahun 2008/2009. Pemupukan menggunakan pupuk organik yang diberikan secara

berkala setiap 6 bulan sekali dan pengapuran diberikan per tahun. Takaran pemupukan

disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Jenis, takaran dan waktu pemberian pupuk pada kebun jagung (KJ) dan kebun

sawit (KS) Tipe Waktu Takaran Pemupukan

lahan pemberian Urea (kg ha-1)

SP (kg ha-1)

KCl (kg ha-1)

Kotoran

ayam (kg ha-1) Dolomit (ton ha-1)

KJ Sebelum tanam - - - 20 - Saat tanam 50 50 50 - - Tanaman umur 20 HST 50 50 50 - - Tanaman umur 45 HST 50 - - - - KS Pupuk organik per 6 bulan,

dolomit per tahun 54 72 143 - 143

Page 54: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82528/potongan/S3-2015... · gambut tropika merupakan salah satu tipe lahan basah yang paling terancam keberadaan-

Gambar 18. Ilustrasi pengambilan sampel seresah dan biomasa, tanah gambut, dan emisi

CO2 tanah, pada lahan hutan rawa gambut primer (a), hutan sekunder (b), semak bekas

pembalakan hutan (logging) (c), kebun sawit (d) dan kebun jagung (e).

Page 55: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82528/potongan/S3-2015... · gambut tropika merupakan salah satu tipe lahan basah yang paling terancam keberadaan-

Gambar 19. Kerangka tahapan penelitian deferensiasi karbon organik tanah dan seresah,

emisi CO2 dan nutrien tanah akibat alih fungsi hutan rawa gambut Kalimantan Barat

Page 56: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82528/potongan/S3-2015... · gambut tropika merupakan salah satu tipe lahan basah yang paling terancam keberadaan-

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian ini dipilah dalam lima sub topik yaitu perubahan karakterisitik fisik

lahan, perubahan nutrien dan kandungan C tanah gambut lapisan olah, perubahan kan-

dungan C, C-AH dan C-AF dan isotop C stabil (δ13C) kematangan gambut, perubahan

nutrien seresah dan biomasa, dan perubahan emisi CO2 tanah gambut. Masing-masing sub

topik tersebut dibahas dan disimpulkan. Setelah itu dibahas secara keseluruhan (over all

discussions).

A. Perubahan Karakteristik Fisik Lahan

Perubahan karakterisitik fisik lahan dalam penelitian ini meliputi jeluk muka air ta-

nah (water-table depth), jeluk tanah, ketebalan dan profil lapisan kematangan gambut,

tebal seresah permukaan dan suhu tanah gambut. Secara umum perubahan penggunaan

lahan gambut dari hutan gambut alami menjadi lahan pertanian dengan pembuatan drai-

nase panjang, lebar dan dalam menyebabkan penurunan jeluk muka air tanah, tebal sere-

sah permukaan dan jeluk tanah gambut, dan peningkatan suhu tanah gambut serta peru-

bahan ketebalan lapisan kematangan yang variatif dan tipis menjadi kurang variatif dan

relatif tebal.

Jeluk muka air tanah pada lokasi kajian mengalami penurunan kurang lebih sebesar

42,9% antara kawasan hutan dengan lahan pertanian (Tabel 7 dan Gambar 20a). Kawas-

an hutan memiliki jeluk muka air tanah lebih dangkal, sebaliknya pada lahan KJ lebih da-

lam. Kondisi ini menunjukkan bahwa ekosistem gambut alami telah berubah. Hutan rawa

gambut alami yang telah diubah menjadi lahan pertanian dan semak melalui proses pene-

bangan, penebasan dan pembakaran vegetasi, pembuatan drainase dan penyiapan lahan

menyebabkan jeluk muka air tanah cenderung menurun. Hal ini sesuai dengan hasil pe-

nelitian Soewandita (2008) di Siak, Propinsi Riau, namun penurunan jeluk muka air tanah

Page 57: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82528/potongan/S3-2015... · gambut tropika merupakan salah satu tipe lahan basah yang paling terancam keberadaan-

Gambar 20. Jeluk muka air tanah (a), jeluk tanah gambut (b), kematangan gambut (c),

tebal seresah permukaan (d), suhu tanah gambut (e) pada hutan primer (HP), hutan

sekunder (HS), semak bekas pembalakan hutan (logging) (SB), kebun sawit (KS), kebun

jagung (KJ) dan curah dan hari hujan (f).

Tabel 7. Perubahan karakteristik fisik lahan gambut pada hutan primer (HP), hutan

sekunder (HS), semak bekas pembalakan hutan (logging) (SB), kebun sawit (KS) dan

kebun jagung (KJ)

Tipe

lahan

Jeluk muka air

tanah (cm)

Jeluk tanah

gambut (cm)

Kema-

tangan

Tebal seresah

permukaan

Suhu tanah

gambut (0C)

I II gambut (cm) I II

HP 47,2 42,9 507,2 ± 64,02 Hemik 14,2 ± 7,34 22,78 26,56

HS 32,1 31,9 311,2 ± 158,77 Hemik 9,4 ± 3,65 26,56 26,64

SB 44,1 42,0 394,0 ± 50,55 Fibrik 6,2 ± 3,42 27,78 27,96

KS 50,8 54,3 441,0 ± 22,67 Hemik 0 26,44 29,08

KJ 56,2 54,0 475,6 ± 14,65 Fibrik 0 27,22 28,06 I = pengukuran pada awal musim kemarau (15-25 Juni 2012)

II = pengkuran pada musim hujan (20-29 Desember 2012).

pada kubah gambut lebih besar, mencapai 60%. Penurunan tersebut disebabkan oleh fak-

tor jeluk tanah gambut, vegetasi sebagai pembentuk bahan gambut, posisi pada kubah

gambut dan aktivitas pengolahan lahan.

Perbedaan jeluk muka air tanah karena keberadaan drainase pada lahan pertanian,

khususnya pada KS dengan saluran panjang, dalam dan lebar yang mengelilingi blok da-

pat menyebabkan air tanah mengalir secara lateral menuju saluran tersebut (Gambar 21).

Page 58: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82528/potongan/S3-2015... · gambut tropika merupakan salah satu tipe lahan basah yang paling terancam keberadaan-

Kondisi tersebut dapat menyebabkan jeluk muka air tanah semakin dalam. Hal ini

menunjukkan bahwa lahan KJ dan KS mempunyai jeluk muka air tanah lebih dalam di-

bandingkan HP, HS dan SB.

Pada lahan HP dan HS memiliki jeluk muka air tanah berbeda meskipun pada penu-

tupan lahan hampir sama. Kondisi tersebut ditunjang oleh jeluk tanah gambut dimana tipe

lahan HP memiliki jeluk tanah lebih dalam (507,2 cm) sebaliknya HS dangkal (311,2

cm). Pada gambut relatif tipis atau dangkal memiliki kemampuan menahan air lebih kecil

dibandingkan gambut dalam. Sesuai dengan penelitian Soewandita (2008) di Siak-Riau,

bahwa jeluk tanah gambut 1 m memiliki jeluk muka air tanah 0,1 m sedangkan pada jeluk

tanah 2 m memiliki jeluk muka air tanah 0,2 m. Pada lahan SB, jeluk muka air relatif da-

lam, meskipun tidak terdapat saluran dalam kawasan semak. Jeluk muka air tanah mem-

punyai hubungan dengan suhu tanah yang tinggi (27,8oC). Suhu tanah tinggi dapat me-

ningkatkan respirasi akar dan evaporasi tanah.

Secara umum jeluk muka air tanah I pada lokasi kajian cenderung dalam namun

pada pengukuran II lebih dangkal. Hal tersebut dipengaruhi oleh tingkat curah hujan dan

hari hujan. Pengukuran I memiliki curah hujan dan hari hujan rendah yaitu 93,6 mm dan

6 hari hujan. Pengukuran II memiliki curah hujan dan hari hujan tinggi yaitu 502 mm dan

26 hari hujan dari rata-rata tahunan 381,2 mm dan 18 hari hujan. Kondisi tersebut mem-

pengaruhi fluktuasi jeluk muka air di lokasi kajian (Gambar 20f dan Lampiran 15). Pola

tersebut berbeda untuk lahan KS, dimana jeluk muka air tanah menurun pada pengukuran

II (6,5%). Kondisi ini dipengaruhi oleh suhu lebih tinggi (29,8oC) dan keberadaan draina-

se di sekeliling kebun (drainase utama, blok kanan dan kiri).

Suhu tanah pada pengukuran I lebih rendah daripada II, berarti suhu tanah gambut

lebih tinggi pada musim hujan (Tabel 7). Ketidaklaziman ini dapat disebabkan pengaruh

Page 59: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82528/potongan/S3-2015... · gambut tropika merupakan salah satu tipe lahan basah yang paling terancam keberadaan-

Gam

bar

21. S

alura

n d

rain

ase

pad

a huta

n p

rim

er (

HP

), h

uta

n s

ekunder

(H

S),

sem

ak b

ekas

pem

bal

akan

huta

n (

loggin

g)

(SB

), m

elip

uti

keb

un

saw

it (

KS

) dan

keb

un j

agung (

KJ)

. D

rain

ase

blo

k k

iri

KS

(a)

, dra

inas

e blo

k k

anan

KS

(b),

dra

inas

e te

rsie

r K

J (c

)

Page 60: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82528/potongan/S3-2015... · gambut tropika merupakan salah satu tipe lahan basah yang paling terancam keberadaan-

curah hujan sebelum pengukuran suhu tanah di lokasi kajian. Sebelum pengukuran I

dilakukan, hujan turun sepanjang pagi hari (± 3,5 jam) sedangkan pengukuran suhu

dilakukan tepat pukul 11.30 WIB. Kondisi sebaliknya pada pengukuran II, hujan tidak

turun selama 3 hari.

Jeluk tanah gambut pada lahan HP paling dalam, sedangkan pada lahan HS paling

dangkal (Tabel 7, Gambar 20b dan 22). Lahan gambut cenderung memiliki perbedaan

jeluk tanah gambut dalam suatu kawasan. Perbedaan tersebut disebabkan oleh perbedaan

jarak dari sungai atau laut. Jarak lokasi kajian dari sungai disajikan pada Tabel 8. Sema-

kin jauh dari sungai maka gambut cenderung semakin tebal membentuk kubah. Kubah

gambut (peat dome) biasanya terdapat di bagian tengah dan cenderung semakin tebal.

Lahan HP, di Kecamatan Sungai Raya, dan KJ, di Kecamatan Rasau Jaya, kemungkinan

berada disekitar kubah gambut (Sagiman, 2007). Keduanya memiliki jeluk tanah gambut

dalam dibanding dengan tipe lahan lainnya. Jeluk tanah gambut di lokasi kajian lebih

dangkal dibanding dengan hasil penelitian Soewandita (2008) di kubah gambut Siak,

Riau. Di kubah gambut Zambrud, jeluk tanah gambut dapat mencapai 17 m. Perbedaan

tersebut dapat disebabkan oleh umur gambut, vegetasi bahan pembentuk gambut dan

faktor iklim serta bentang lahan.

Tabel 8. Jarak tipe hutan rawa gambut (HP), hutan sekunder (HS), semak (SB), kebun

sawit (KS) dan kebun jagung (KJ) dari sungai

Tipe lahan Jarak dari sungai (km)

Hutan primer (HP) Sungai Limbung = 3,11; Sungai Kapuas = 7,45

Hutan sekunder (HS) Sungai Punggur = 6,97; Sungai Ambawang = 11,1

Semak (SB) Sungai Punggur = 6,86; Sungai Ambawang = 11,7

Kebun sawit (KS) Sungai Punggur = 8,15; Sungai Ambawang = 7,12

Kebun jagung (KJ) Sungai Punggur = 7.51; Sungai Kapuas = 8,14

Lahan HP dan KJ berada pada kawasan kubah gambut sehingga cenderung memi-

liki jeluk tanah dalam, sedangkan lahan HS berada pada kawasan yang berdekatan dengan

lahan SB dan KS, bukan terletak tepat pada kubah gambut sehingga memiliki jeluk tanah

Page 61: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82528/potongan/S3-2015... · gambut tropika merupakan salah satu tipe lahan basah yang paling terancam keberadaan-

relatif lebih dangkal. Tipe HS, SB dan KS berada pada kawasan yang sama dan jaraknya

relatif berdekatan, di Kecamatan Kubu, namun cenderung memiliki jeluk tanah gambut

berbeda. Berdasarkan data Tabel 8, jarak lahan KS dari sungai besar (Sungai Punggur)

lebih jauh dibandingkan lahan HS dan SB. Kondisi inilah yang mengakibatkan lahan KS

memiliki jeluk tanah lebih dalam.

Kondisi tersebut sesuai dengan pengamatan Sabiham (1988) di dataran rendah

Jambi dan Kalimantan Selatan. Secara geomorfologi, suatu kawasan walaupun berada

pada hamparan gambut sama, seringkali relief dasar gambut tidak datar melainkan cem-

bung dan bergelombang. Jaenicka et al. (2008) menegaskan pula bahwa permukaan ku-

bah gambut, di Kalimantan Tengah, tidak membentuk cembung sempurna namun berge-

lombang hingga berlekuk-lekuk.

Perbedaan jeluk tanah diperkirakan adanya penurunan permukaan tanah gambut

atau kubah gambut (collapsed peat dome), seperti yang terjadi di lahan gambut Kaliman-

tan Tengah (Kool et al., 2006). Penurunan permukaan gambut tersebut dikendalikan oleh

pembuatan saluran primer dan sekunder disepanjang sungai alami yang meningkatkan

proses oksidasi atau perombakan bahan organik tanah dan pemadatan gambut. Penurunan

lapisan gambut seolah-olah menyebabkan jeluk tanah dangkal. Wösten et al. (2002) mela-

porkan bahwa penurunan tanah gambut di Sarawak-Malaysia, 5 cm tahun-1

, setelah dua

tahun pertama meningkat menjadi 50 cm tahun-1

yang akhirnya menyebabkan penyatuan

(consolidation). Pada lahan gambut di Kalteng, Jauhiainen et al. (2001) memperkirakan

laju penurunan lapisan gambut akibat perombakan bahan organik berkisar antara 0,9-1,8

cm tahun-1

.

Lapisan kematangan gambut pada lokasi kajian ditunjukkan dalam bentuk profil

tanah dengan ketebalannya dan rerata kematangan gambut (Gambar 20c dan 22, Tabel 7,

Lampiran 16). Hasil penelitian menunjukkan pada lahan HP dan KS memiliki lapisan

Page 62: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82528/potongan/S3-2015... · gambut tropika merupakan salah satu tipe lahan basah yang paling terancam keberadaan-

kematangan gambut variatif (11 lapisan gambut), sebaliknya pada lahan HS kurang va-

riatif (5 lapisan gambut). Selain variasi lapisan gambut, ketebalan lapisan kematangan

gambut menunjukkan perbedaan di setiap lahan gambut. Lahan HP memiliki ketebalan

lapisan relatif tipis (27,6 sampai 120 cm), sedangkan sebaliknya pada lahan HS dan KS

(25,0 sampai 220,4 cm; 21,0 sampai 211 cm).

Rerata kematangan gambut pada lahan HP, HS dan KS adalah hemik, sedangkan

lahan SB dan KJ adalah fibrik. Terdapat pertentangan terutama antara kawasan hutan (HP

dan HS) dengan lahan pertanian yang secara rutin diolah dan berdrainase (KJ). Perbeda-

an tingkat kematangan gambut pada lokasi kajian disebabkan kondisi saluran drainase.

Lahan KS dan HP memiliki drainase dengan jeluk dan air saluran drainase dalam dan

lebar, sedangkan lahan SB tidak memiliki drainase (Gambar 21). Semakin dalam jeluk

saluran dan air saluran drainase menyebabkan kondisi aerobik dapat mempercepat proses

dekomposisi dan pematangan gambut. Meskipun lahan KJ memiliki drainase, namun

kematangan gambutnya fibrik. Hal ini dihubungkan dengan keberadaan KJ pada daerah

kubah gambut yang dalam sehingga kematangan fibrik mendominasi lapisan kematangan

gambut terutama pada lapisan tanah paling dalam (Lampiran 2).

Perbedaan lapisan kematangan gambut di lokasi kajian disebabkan perbedaan bahan

penyusun gambut akibat perubahan vegetasi pada setiap lapisan kematangan gambut

(Gambar 22). Perbedaan bahan penyusun gambut kemudian mempengaruhi pula kompo-

sisi kimiawi bahan organik gambut dan laju dekomposisi bahan organik tanah. Perbedaan

vegetasi tersebut juga diungkapkan oleh Sabiham (1988) di Kumpeh dan Tanjung, Pro-

pinsi Jambi.

Ketiadaan kematangan saprik pada lahan HS dan SB (Gambar 22), kemungkinan

disebabkan oleh terhentinya masukan biomasa segar dalam kurun waktu tertentu yang

dalam hal ini dapat disebabkan oleh pembakaran atau deforestasi. Perbedaan vegetasi

Page 63: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82528/potongan/S3-2015... · gambut tropika merupakan salah satu tipe lahan basah yang paling terancam keberadaan-

Gambar 22. Profil dan tebal lapisan kematangan gambut pada tipe hutan, meliputi hutan

primer (HP), hutan sekunder (HS), semak bekas pembalakan hutan (logging) (SB), dan

lahan pertanian, meliputi kebun sawit (KS) dan kebun jagung (KJ). Tipe lahan HS dan SB

tidak memiliki kematangan saprik pada permukaan tanah

tersebut menghasilkan bahan penyusun gambut yang berbeda kemudian menentukan

perbedaan laju dekomposisi bahan organik tanah. Apabila terjadi pemusnahan vegetasi

maka secara langsung dapat menurunkan endapan bahkan menghentikan pembentukan

gambut.

Hal tersebut dapat menjelaskan mengapa pada lahan HP mempunyai lapisan kema-

tangan gambut bervariasi dengan ketebalan relatif tipis. Kondisi tersebut menunjukkan

bahwa proses pembentukkan tanah gambut di lahan HP sangat dinamis. Sebaliknya pada

lahan HS, SB, KS dan KJ, proses pembentukan tanah gambut relatif stabil di tiap profil

kematangan (Gambar 22).

Kestabilan bahan organik ditentukan juga oleh proses-proses biogeokimia

(Kechavarzi et al., 2010), yang dalam hal ini dipengaruhi oleh faktor ketersediaan O2

Page 64: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82528/potongan/S3-2015... · gambut tropika merupakan salah satu tipe lahan basah yang paling terancam keberadaan-

yang dihubungkan dengan kondisi aerobik tanah gambut akibat pengeringan lahan. Selain

itu dipengaruhi juga suhu tanah. Penebangan dan pembakaran vegetasi serta pengolahan

lahan gambut di lokasi kajian terutama pembuatan drainase lebar dan dalam merupakan

penyebab peningkatan proses oksidasi dan suhu tanah. Kondisi ini menyebabkan peru-

bahan drastis pada ekosistem gambut alami. Perubahan ekosistem yang drastis inilah

dapat dipastikan sebagai penyebab tidak dijumpai dan tipisnya lapisan-lapisan kematang-

an saprik di lahan HS, SB, KS dan KJ. Karakteristik tersebut ditemukan pula oleh

Dommain et al. (2011) di pantai Kalimantan-Malaysia.

Lapisan kematangan saprik HP lebih tebal dibandingkan KS dan KJ. Hutan gambut

dengan keberadaan vegetasi permukaan dan seresah tanah tebal membentuk bahan-bahan

oksidatif dan akumulasi gambut tebal. Sebaliknya pada lahan pertanian tidak terjadi aku-

mulasi gambut dari vegetasi permukaan dan seresah tanah. Pengolahan lahan intensif dan

drainase lebar dan dalam menyebabkan dekomposisi aerobik dan transportasi atau pencu-

cian bahan-bahan oksidatif (berupa dissolved organic carbon-DOC dan particulate orga-

nic carbon-POC) ke saluran meningkat, seperti yang dikemukakan oleh Couwenberg et

al. (2010). Hal tersebut dibuktikan oleh tingginya DOC dan POC di Sungai Sebangau di

Kalimantan Tengah seperti yang dikemukan oleh Moore et al. (2011) dan di Peninsular-

Malaysia oleh Yule dan Gomez (2009).

Seresah permukaan tanah hanya terdapat pada lahan HP, HS dan SB, sebaliknya

pada KS dan KJ tidak ditemukan. Seresah di lahan HP lebih tebal, sedangkan di lahan SB

terendah dengan perbedaan sebesar 56,3% (Tabel 7 dan Gambar 20d). Hasil tersebut

menunjukkan bahwa perbedaan kerapatan dan jenis vegetasi pada HP, HS dan SB mem-

pengaruhi tebal seresah permukaan. Sebaliknya pada lahan pertanian yang selalu diolah

dan tidak terdapat tegakan vegetasi alami tidak memiliki seresah permukaan.

Page 65: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82528/potongan/S3-2015... · gambut tropika merupakan salah satu tipe lahan basah yang paling terancam keberadaan-

Kondisi tersebut dipengaruhi oleh laju dekomposisi dan akumulasi seresah permu-

kaan. Semakin lambat dekomposisi bahan organik maka semakin tebal akumulasi seresah

permukaan. Laju dekomposisi dapat digambarkan dengan rasio C/N seresah dan biomasa.

Lahan HS memiliki rasio C/N tinggi sehingga seresah permukaan lebih tebal, sebaliknya

lahan SB dengan rasio C/N 32,46 (Tabel 11). Laju dekomposisi seresah dipengaruhi seca-

ra tidak langsung oleh jeluk muka air tanah. Hubungan tersebut melalui proses dekompo-

sisi bahan organik biomasa, penurunan muka air tanah meningkatkan dekomposisi atau

penguraian. Hal ini jelas terlihat pada lahan HP, HS dan SB terjadi peningkatan timbunan

seresah dan biomasa karena jeluk muka air tanah lebih dangkal daripada KS dan KJ. Se-

suai dengan Sulistiyanto et al. (2005) bahwa di hutan Kalimantan Tengah, dimana pada

low pole forest dengan jeluk muka air dangkal atau tergenang sepanjang tahun memiliki

laju dekomposisi seresah lebih rendah, sebaliknya pada mixed swamp forest. Selain itu,

laju akumulasi dipengaruhi juga oleh keberadaan saluran drainase. Laju akumulasi sere-

sah permukaan pada lahan tidak terdrainase lebih tinggi dibanding pada lahan terdrainase.

Perbedaan tersebut diungkapkan oleh Pitkӓ nen et al. (2012) di Finland.

Perbedaan tebal seresah permukaan tanah HP, HS dan SB disebabkan kondisi

kanopi atau kerapatan vegetasi. Lahan HP memiliki kerapatan vegetasi atau kanopi paling

rapat dibanding HS dan SB, seperti yang ditemukan oleh Carnevale dan Lewis (2001) di

hutan hujan tropika Argentina bahwa pada hutan dengan kanopi tertutup litterfall-nya

lebih banyak dibandingkan kanopi terbuka.

Temuan yang diperoleh dalam sub topik ini adalah bahwa perubahan fungsi hutan

rawa gambut menjadi lahan pertanian dengan keberadaan drainase mempengaruhi karak-

teristik fisik lahan, khususnya profil dan ketebalan lapisan kematangan gambut. Secara

detail penelitian ini menemukan bahwa perubahan fungsi lahan menyebabkan perubahan

lapisan kematangan variatif dan tipis tiap lapisan di lahan HP menjadi kurang variatif dan

Page 66: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82528/potongan/S3-2015... · gambut tropika merupakan salah satu tipe lahan basah yang paling terancam keberadaan-

relatif tebal di lahan HS dan SB, dan kematangan saprik pada lahan HP lebih tebal daripa-

da KS dan KJ. Parameter lainnya adalah jeluk muka air tanah dengan penurunan sebesar

42,9% antara lahan HS dan KJ, namun Soewandita (2008) mengungkapkan bahwa penu-

runannya dapat mencapai 60% antara hutan primer dan hutan tanaman industri dan lahan

terbuka di kubah gambut Siak, Propinsi Riau.

Kesimpulan dalam sub topik ini yaitu pada tipe lahan HP, HS dan SB memiliki

jeluk muka air tanah lebih dangkal daripada KS dan KJ. Kajian ini mengindikasikan

bahwa jeluk muka air tanah dapat mengendalikan jeluk tanah gambut dan tebal seresah

permukaan tanah. Keberadaan saluran drainase mempengaruhi fluktuasi jeluk muka air

tanah yang menyebabkan perubahan kondisi anaerobik menjadi aerobik yang mempenga-

ruhi proses dekomposisi dan akumulasi bahan organik tanah gambut. Hal ini menunjuk-

kan bahwa hipotesis terbukti.

Tipe lahan HP relatif memiliki lapisan kematangan variatif dengan ketebalan tiap

lapisan kematangan relatif tipis dan kematangan saprik lebih tebal. Sebaliknya pada la-

han HS, SB, KS dan KJ. Kondisi ini tidak sesuai dengan hipotesis bahwa profil kema-

tangan saprik lebih tebal dan fibrik lebih tipis pada lahan SB, KS dan KJ dibandingkan

hutan rawa gambut. Ketidaksesuaian tersebut disebabkan pada hutan gambut dengan

vegetasi permukaan dan seresah tanah tebal membentuk akumulasi gambut tebal. Seba-

liknya pada lahan pertanian tidak terjadi akumulasi gambut dari vegetasi permukaan dan

seresah tanah.

B. Perubahan Nutrien dan Kandungan C Tanah Gambut

Hasil penelitian meliputi parameter nutrien (P-total, P2O5 tersedia, K-dd, nitrat

(NO3-), amonium (NH4

+), N-total dan C-organik) dan kandungan C tanah gambut, kadar

abu, pH, kapasitas pertukaran kation (KPK), rasio C/N. Alih fungsi hutan gambut alami

Page 67: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82528/potongan/S3-2015... · gambut tropika merupakan salah satu tipe lahan basah yang paling terancam keberadaan-

menjadi lahan pertanian menyebabkan perubahan-perubahan berupa penurunan kadar

nutrien dan kandungan C tanah gambut dan peningkatan pH, kadar abu dan rasio C/N

tanah gambut.

1. Kandungan nutrien tanah gambut

Kandungan N (NO3-, NH4

+, N-total) tanah gambut tertinggi pada kawasan hutan,

sebaliknya terendah di lahan pertanian (KJ). Berbeda untuk kadar NO3-

terendah pada

lahan HS. P-tersedia tertinggi pada lahan HP dan terendah pada SB. Sebaiknya untuk P-

total, tertinggi pada lahan KJ dan terendah pada KS (Tabel 9 dan Gambar 23). Uji Dun-

can menunjukkan N-total terendah pada KJ dan berbeda nyata dengan SB dan HS, NH4+

terendah pada KJ dan berbeda nyata dengan HS, SB dan HP, demikian pula untuk NO3-

terendah pada SB dan berbeda nyata dengan HP (Lampiran 18). Kandungan nutrien tanah

gambut menunjukkan kecenderungan lebih tinggi pada kawasan hutan dan menurun pada

lahan pertanian dan semak.

Penurunan nutrien pada lahan pertanian dan semak karena tingginya pelepasan dan

pelindian nutrien dalam larutan tanah dan saluran drainase pada lahan KJ dan KS. Pen-

jelasan tersebut dapat ditunjukkan dari perbedaan nutrien (C-organik, N dan P-total)

antara masukan dari seresah-biomasa dan di dalam tanah gambut (Tabel 10). Penyebab

lainnya karena penyerapan nutrien yang cukup besar ke jaringan tanaman pada pertum-

buhan awal (vegetatif) serta proses pemanenan yang dapat membawa sebagian nutrien

keluar dari tanah.

Masukan N-total tertinggi dari biomasa jagung pada lahan KJ (2,50%) sedangkan

kadar N-total tanah terendah (1,91%) dengan persentase 130,1%. Hal serupa terjadi pada

P-total, persentase masukan P-total tertinggi pada lahan KS (171,4%), meskipun masukan

nutrien P-total tertinggi pada lahan KJ (0,38%) (Tabel 10). Hal ini menunjukkan bahwa

Page 68: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82528/potongan/S3-2015... · gambut tropika merupakan salah satu tipe lahan basah yang paling terancam keberadaan-

perubahan dari hutan gambut menjadi lahan pertanian menurunkan kadar nutrien tanah

gambut. Kondisi ini mengungkapkan bahwa kegiatan pengelolaan tanah dan keberadaan

drainase sebagai penyebab pelindian nutrien tinggi dalam larutan tanah gambut dan

terjerap dalam koloid tanah.

P-tersedia, K-dd dan C-organik tertinggi pada lahan HP, sedangkan terendah berbe-

da-beda dengan urutan lahan SB untuk P-tersedia, lahan KS untuk K-dd dan lahan KJ

untuk C-organik dengan besar penurunan berturut-turut 53,7%, 80,5%, 4,4%. Sama seper-

ti kadar N, penurunan ini juga menunjukkan bahwa drainase dan pengolahan lahan men-

jadi lahan pertanian menyebabkan penurunan kandungan P-tersedia, K-dd dan C-organik.

Bertolak belakang untuk P-total, tertinggi pada lahan KJ dan terendah pada KS (Gambar

23a-g). Uji Duncan menunjukkan bahwa P-total tertinggi pada KJ dan berbeda nyata

dengan KS dan HP (Lampiran 18). Sesuai dengan temuan Khotimah et al. (2013) bahwa

perubahan lahan dari hutan alami menjadi hutan tanaman industri (HTI) meningkatkan P-

total, kondisi ini karena pemupukan dan penambahan ameliorasi pada HTI. Nelvia et al.

(2012) mengemukakan bahwa penambahan fosfat alam pada tanah gambut meningkatkan

proporsi P-organik tidak labil pada bahan tanah gambut sebesar 36,9% - 96,4%. Kondisi

ini kemungkinan disebabkan karena terbentuknya garam kompleks sukar larut atau sen-

yawa kompleks organo-logam lebih stabil yang mengikat anion fosfat.

Hal ini sesuai dengan temuan Westman & Laiho (2003) bahwa nutrien tanah cen-

derung menurun, berturut-turut dari tipe kaya tanaman (Herb-rich type- HrT), tipe

Vaccinium myrtillus 1 dan 2 (MT1 dan MT2), tipe Vaccinium vitis-idaea 1 dan 2 (VT1

dan VT2) dan tipe semak (Dwarf-shrub type-DsT). Satrio et al. (2009) mengemukakan

bahwa terjadi penurunan N-total, P-total dan C-organik pada hutan rawa gambut tidak

terganggu (undisturbed tropical peat swamp forest) menjadi hutan gundul (logged forest)

Page 69: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82528/potongan/S3-2015... · gambut tropika merupakan salah satu tipe lahan basah yang paling terancam keberadaan-

T

abel

9. P

erubah

an k

arak

teri

stik

nutr

ien d

an k

andungan

C t

anah

gam

but

pad

a h

uta

n p

rim

er (

HS

), h

uta

n s

ekunder

(H

S),

sem

ak b

ekas

pem

bal

akan

huta

n (

loggin

g)

(SB

), k

ebun s

awit

(K

S)

dan

keb

un j

agun

g (

KJ)

Tip

e

lahan

N

pH

K

adar

abu

(%)

Kap

asit

as P

ertu

-

kar

an K

atio

n

(cm

ol

kg

-1)

N-t

ota

l (%

) N

O3

- (p

pm

) N

H4

+ (

pp

m)

P-t

ota

l (%

)

HP

5

3

,60

±

0,1

7

1,0

±

0

,70

99,1

2 ±

7,9

5

2,4

2 ±

0,2

0

295,7

3 ±

15

1,3

5

35

9,7

4 ±

16

1,3

2

0,0

9 ±

0,0

1

HS

5

3

,53

±

0,1

7

2,2

±

0,4

5

96,2

1 ±

8,2

2

2,7

5 ±

0,4

0

126,8

5 ±

4

7,1

2

25

6,8

9 ±

17

7,4

9

0,1

3 ±

0,0

1

SB

5

3

,55

±

0,1

6

2,2

±

0

,84

92,6

6 ±

12,5

8

2,5

1

± 0

,50

238,3

5 ±

5

1,0

7

26

7,9

8 ±

6

4,3

6

0,1

1 ±

0,0

1

KS

5

3

,37

±

0,1

1

2,4

±

1

,14

93,3

3 ±

27,1

3

2,0

4 ±

0,1

8

172,9

9 ±

7

9,2

2

19

5,9

0 ±

8

9,2

2

0,0

7 ±

0,0

0

KJ

5

3,9

3 ±

0,4

0

5,4

±

3

,85

79,1

8 ±

18,3

0

1,9

0 ±

0,4

2

243,5

0 ±

7

6,6

6

6

5,8

3 ±

1

7,8

8

0,2

4 ±

0,1

1

lanju

tan

Tip

e

lahan

P-t

erse

dia

(p

pm

) K

-dap

at d

iper

-

tukar

(c

mol

kg

-1)

C-o

rgan

ik (

%)

Kan

dun

gan

C (

ton

ha-1

)

Ras

io C

/N

HP

408,5

0 ±

168,0

6

2,1

6 ±

1,0

9

57,4

2 ±

0,4

1

10.0

37,6

0 ±

0,5

6

27,8

5 ±

1

,68

HS

349,8

1 ±

186,8

3

1,6

3 ±

0,7

3

56,7

2 ±

0,2

6

10.0

36,7

2 ±

0,1

9

20,9

4 ±

2

,87

SB

189,0

7 ±

73,9

4

0,6

4 ±

0,4

3

56,7

2 ±

0,4

9

10.0

22,1

7 ±

0,1

4

23,1

9 ±

3

,80

KS

385,6

0 ±

74,1

1

0,4

2 ±

0,1

4

56,6

1 ±

0,6

6

10.0

23,2

4 ±

1,4

3

27,8

5 ±

2

,64

KJ

257,0

9 ±

44,3

7

0,6

3 ±

0,1

1

54,8

7 ±

2,2

3

10.0

22,3

9 ±

0,3

9

29,9

4 ±

6

,61

Page 70: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82528/potongan/S3-2015... · gambut tropika merupakan salah satu tipe lahan basah yang paling terancam keberadaan-

Tabel 10. Masukan atau input nutrien seresah-biomasa pada tanah gambut pada hutan

primer (HP), hutan sekunder (HS), semak bekas pembalakan hutan (logging) (SB), kebun

sawit (KS) dan kebun jagung (KJ)

Tipe

Lahan

C-organik (%) N-total (%) P-total (%) Seresah Tanah % Seresah Tanah % Seresah Tanah %

HP 56,26 57,42 98,0 1,71 2,42 65,3 0,05 0,09 55,5

HS 54,81 56,72 96,6 1,58 2,75 70,7 0,08 0,13 61,5

SB 55,68 56,72 98,2 1,71 2,51 68,1 0,17 0,11 154,5

KS 56,03 56,61 99,0 1,51 2,04 74,0 0,12 0,07 171,4

KJ 54,06 54,87 98,5 2,50 1,91 130,1 0,38 0,24 158,3

di Sarawak-Malaysia. Hasil yang sama ditunjukkan oleh Sugirahayu dan Rusdiana (2011)

di Paser, Propinsi Kalimantan Timur, bahwa kadar P dan K, rasio C/N dan KPK tertinggi

pada hutan rawa dan hutan alami dan terendah pada lahan agroforestri.

Ketersediaan dan keberadaan nutrien pada suatu tempat dipengaruhi oleh KPK

tanah. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa KPK tertinggi pada lahan HP dan terendah

pada lahan KJ namun uji Duncan menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan semua tipe

lahan (Gambar 22j). Tanah dengan KPK tinggi mampu menyerap dan menyediakan unsur

hara lebih baik daripada tanah dengan KPK rendah. Pada KPK tinggi unsur-unsur nutrien

terdapat dalam kompleks jerapan koloid sehingga tidak mudah hilang terlindi oleh air.

Untuk parameter pH tanah, nilai tertinggi pada lahan KJ (3,9), dapat pula mempengaruhi

reaksi-reaksi suatu unsur dalam larutan tanah walaupun nilai tersebut termasuk kategori

sangat rendah (Gambar 22i).

Lahan KJ memiliki rasio C/N tertinggi dibandingkan kawasan hutan (Gambar 22l).

Uji Duncan menunjukkan bahwa rasio C/N terendah pada lahan HS dan berbeda nyata

dengan KS dan KJ (Lampiran 18). Rasio C/N tinggi mengindikasikan laju dekomposisi

bahan organik rendah yang dihubungkan dengan kadar C-organik tinggi dan nutrien tanah

rendah. Kondisi ini bertolak belakang dengan kadar dan kandungan C yang rendah pada

lahan KJ, meskipun indikasi kandungan nutrien rendah. Hal ini menunjukkan bahwa

Page 71: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82528/potongan/S3-2015... · gambut tropika merupakan salah satu tipe lahan basah yang paling terancam keberadaan-

Gambar 23. NO3- (a), NH4

+ (b), N-total (c), P-tersedia (d), P-total (e), K-dd (f), C-organik

(g), kadar abu (h), pH (i), KPK (j), kandungan C tanah (k) dan rasio C/N (l) tanah gambut

lapisan olah pada pada hutan primer (HP), hutan sekunder (HS), semak bekas pembalakan

hutan (logging) (SB), kebun sawit (KS), kebun jagung (KJ).

kegiatan pengelolaan tanah dan keberadaan drainase kemungkinan sebagai penyebab

pelepasan atau pelindian nutrien tinggi dalam larutan tanah gambut dan terjerap dalam

Page 72: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82528/potongan/S3-2015... · gambut tropika merupakan salah satu tipe lahan basah yang paling terancam keberadaan-

koloid tanah. Kondisi ini ditandai dengan kadar abu pada lahan pertanian tinggi namun

rentan mengalami pelepasan masuk dalam saluran drainase atau air tanah.

Perubahan vegetasi karena alih fungsi lahan menimbulkan adanya celah antara tajuk

vegetasi. Kondisi ini akan meningkatkan proses pelindian nutrien karena air hujan tidak

dapat ditahan oleh tajuk. Kanal-kanal drainase dapat menyebabkan terjadinya pemadatan

tanah yang digambarkan oleh peningkatan BD tanah gambut. Pada lokasi penelitian,

peningkatan BD mencapai 9,4% (HP dan SB) (Tabel 11).

Bertolak belakang dari penelitian ini, temuan Li et al. (2006) pada lahan kontrol dan

perlakuan pemupukan menunjukkan peningkatan unsur N -total dan K sebesar 51,7% dan

55,9%. Pendapat yang sama dikemukakan oleh Anshari et al. (2010) bahwa terjadi pe-

ningkatan N-total pada kebun sawit (15-20 tahun) dibanding hutan gambut pantai (coastal

peat forest) sebesar 53,9%.

2. Kandungan C tanah gambut

Kandungan C pada lahan HP tertinggi dan terendah pada lahan KJ dan SB (Gambar

22k). Nilai kandungan C tanah gambut dipengaruhi oleh kadar C, jeluk tanah, bobot isi

(bulk density-BD) dan luasan lahan gambut. Tipe HP memiliki kandungan C lebih tinggi

tinggi karena jeluk tanah dalam, kadar C tinggi dan BD rendah walaupun luasan lahan

lebih rendah dibandingkan tipe lahan lainnya (Tabel 7).

Kawasan hutan memiliki kadar C-organik dan kandungan C tanah gambut lebih

tinggi dibandingkan kawasan semak dan pertanian, dengan perbedaan berturut-turut se-

besar 4,4% dan 0,15%. Hasil penelitian yang sama ditunjukkan oleh Satrio et al. (2009),

Salimin et al. (2010) dan Firdaus & Gandaseca (2010) bahwa penurunan C-organik tanah

dari hutan tidak terganggu (undisturbed forest) menjadi penggunaan lahan lain di lahan

gambut Sarawak-Malaysia, berturut-turut 4,66%, 1,13% dan 1%. Penurunan C tanah

lebih tinggi dilaporkan oleh Hergoualc’h & Verchot (2011), bahwa perubahan lahan dari

Page 73: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82528/potongan/S3-2015... · gambut tropika merupakan salah satu tipe lahan basah yang paling terancam keberadaan-

hutan rawa gambut asli menjadi lahan pertanian Asia Tenggara antara 53,2 hingga 97,8%,

sedangkan pendapat Qiming et al. (2003) penurunannya sebesar 87% di propinsi

Guizhou, China.

Faktor lingkungan seperti penyinaran matahari, suhu dan muka air tanah pada kawa-

san hutan, menyebabkan laju dekomposisi bahan organik berlangsung alami, sebaliknya

pada lahan pertanian proses dekomposisi dipercepat karena adanya pengelolaan lahan.

Proses pengolahan lahan cenderung merusak aggregat tanah menyebabkan tanah padat

yang ditunjukkan dengan peningkatan BD dan penurunan porositas dan kadar air.

Pada lokasi kajian peningkatan BD dari lahan HP menjadi lahan SB sebesar 10,8%

(Tabel 11). Sesuai dengan hasil penelitian Satrio et al. (2009), Anshari et al, (2010);

Firdaus & Gandaseca, (2010) peningkatannya sebesar 11,8%, 25%, 33,3%. Penurunan

porositas, pada lokasi kajian dari lahan HP menjadi KS sebesar 10,8% (Tabel 11). Sama

seperti yang dilaporkan oleh Firdaus & Gandaseca, (2010) sebesar 5,5%. Penurunan

kadar air tanah pada lokasi kajian dari lahan HP menjadi KJ sebesar 64,5%, sedangkan

penurunan lebih kecil dilaporkan oleh Anshari et al, (2010) sebesar 4,9%. Perbedaan

penurunan kadar air tanah gambut tersebut diperkirakan karena kondisi jeluk muka air

tanah di lokasi kajian lebih dangkal sehingga mempengaruhi kebasahan tanah gambut

(tanah lebih becek).

Faktor kehilangan sebagian bahan organik akibat terbawa aliran permukaan dapat

menjelaskan penurunan kandungan C tanah pada lahan pertanian. Kehilangan C-organik

akibat pelindian dan terbawa aliran permukaan seperti diungkapkan oleh Monde et al.

(2008) pada kebun jagung lebih tinggi dibandingkan pada hutan. Pengamatan yang sama

juga dilakukan oleh Laskar et al. (2012) di Bakrihawar dan Chandipur, India, penurunan-

nya hingga mencapai 50%.

Page 74: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82528/potongan/S3-2015... · gambut tropika merupakan salah satu tipe lahan basah yang paling terancam keberadaan-

Hal ini menggambarkan bahwa alih fungsi hutan rawa gambut primer yang disertai

pembuatan saluran drainase dan pengolahan lahan intensif berarti merubah ekosistem

alaminya yang bersifat anaerobik menjadi aerobik. Hasil penelitian di lokasi kajian, mem-

perlihatkan perubahan muka air tanah dangkal pada kawasan hutan (Tabel 7), menjadi

muka air tanah dalam pada SB, KS dan KJ (Gambar 20a). Kondisi lahan gambut terdrai-

nase dan teraerasi baik menyebabkan laju dekomposisi material gambut meningkat. Hal

ini mengakibatkan perubahan sifat fisik tanah yaitu BD tinggi dan porositas tanah rendah,

dan pemadatan tanah tinggi; sifat kimia yaitu kadar C-organik rendah sedangkan kadar

abu (mineral) meningkat.

Temuan yang diperoleh dalam sub topik ini adalah bahwa alih fungsi hutan gambut

menjadi lahan pertanian menyebabkan penurunan nutrien tanah gambut lapisan olah, te-

rutama C-organik, NO3-, NH4

+, N-total, P-tersedia, dan K-dd, kecuali untuk P-total terjadi

peningkatan. Kecenderungan penurunan tersebut lebih tinggi dibanding hasil penelitian

Satrio et al. (2009), di tipe lahan hutan alami dan hutan gundul dengan unsur N-total, P-

total dan C-organik. Hasil temuan tersebut bertolak belakang dengan hasil penelitian dari

Li et al. (2006), bahwa terjadi peningkatan C, N-total, P-total dan K akibat pemupukan di

hutan basah tropika Puerto Rico. Demikian pula dengan Anshari et al. (2010) bahwa

terjadi peningkatan N-total akibat drainase pada lahan gambut di Kalbar.

Kesimpulan dalam sub topik ini yaitu perubahan hutan rawa gambut menjadi lahan

pertanian terutama dengan drainase, pembakaran, pemupukan dan pengapuran dapat

merubah karakteristik gambut alami. Kawasan hutan (HP dan HS) cenderung memiliki

kadar nutrien dan kandungan C tanah lebih tinggi daripada lahan pertanian (KS dan KJ)

dan semak (SB). Sebaliknya pH, kadar abu dan C/N rasio di lahan pertanian cenderung

lebih tinggi daripada kawasan hutan.

Page 75: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82528/potongan/S3-2015... · gambut tropika merupakan salah satu tipe lahan basah yang paling terancam keberadaan-

Alih fungsi hutan rawa gambut menjadi lahan pertanian menurunkan nutrien dan

kandungan C tanah gambut yang berkaitan dengan aktivitas deforestasi, drainase, peng-

olahan lahan. Perubahan penggunaan lahan berarti tanah gambut terbuka dan merubah

kondisi anaerobik menjadi aerobik sehingga mempercepat proses dekomposisi atau

penguraian bahan organik, kehilangan air tanah dan jeluk muka air tanah semakin dalam

pada tanah gambut. Keadaan ini mengakibatkan hilangnya bahan organik tanah gambut

dan pelindian nutrien tanah karena meningkatnya dekomposisi gambut. Hal ini

menunjukkan bahwa hipotesis tidak terbukti.

C. Perubahan Kandungan C, C-AH dan C-AF dan Isotop C stabil (δ13C)

Kematangan Gambut

Data penelitian meliputi parameter kandungan C, C-AH dan C-AF, δ13

C tanah

gambut dan berat isi (bulk density-BD), kadar lengas, porositas, potensial redoks (Eh),

pH, kadar abu, dan C-organik. Perubahan penggunaan lahan dari hutan rawa gambut

menjadi lahan pertanian dan semak menyebabkan kecenderungan penurunan C-organik

tanah dan kandungan C tanah, C-AH dan C-AF, δ13C dan kadar lengas untuk tipe lahan

maupun pada kematangan gambut; dan peningkatan porositas, BD, Eh, pH dan kadar abu

(Tabel 11 dan Gambar 24).

Berdasarkan kematangan gambut, kandungan C tanah pada kematangan fibrik ter-

tinggi dan saprik terendah. Berdasarkan tipe lahan, kandungan C tertinggi pada lahan HP

dan terendah pada lahan SB (Tabel 11 dan Gambar 24a). Pola yang sama ditunjukkan

pula pada kadar C-organik. C-organik tanah pada kematangan fibrik tertinggi dan saprik

terendah dengan besar penurunan 1,4%. Berdasarkan tipe lahan, C-organik tertinggi pada

lahan HP dan terendah pada lahan KJ dengan besar penurunan 38% (Tabel 11 dan Gam-

bar 24b). Pola sebaliknya ditunjukkan pada kadar abu, pH dan Eh (Tabel 11 dan Gambar

Page 76: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82528/potongan/S3-2015... · gambut tropika merupakan salah satu tipe lahan basah yang paling terancam keberadaan-

24c, d, e). Kadar abu dan pH pada saprik menunjukkan kecenderungan lebih tinggi dari-

pada hemik dan fibrik serta pada lahan KJ tertinggi dan terendah pada lahan HP. Poten-

sial redoks (Eh) tertinggi pada lahan SB dan terendah pada lahan HP, sedangkan pH ber-

variasi dengan kecenderungan KS tertinggi dan terendah pada KJ (Tabel 11 dan Gambar

24f dan h).

Kadar C-organik dan kandungan C menunjukkan pola berlawanan dengan kadar abu

tanah gambut dimana pada lahan pertanian intensif dan gambut matang memperlihatkan

C-organik rendah sedangkan kadar abu lebih tinggi. Kawasan hutan memiliki kandungan

C tanah gambut lebih tinggi dibandingkan lahan pertanian dan semak (SB, KS dan KJ).

Alih fungsi lahan jangka panjang menghasilkan perbedaan dalam kuantitas dan komposisi

bahan organik tanah. Selain itu dipengaruhi oleh kondisi vegetasi, seperti jumlah dan

kerapatan vegetasi, jenis, ukuran dan umur pohon. Faktor jumlah dan kerapatan vegetasi

hutan menyebabkan suplai bahan organik yang terus menerus sehingga terjadi

penumpukan bahan organik tanah.

Kondisi faktor lingkungan seperti penyinaran matahari, suhu dan jeluk muka air

tanah pada kawasan hutan, menyebabkan laju dekomposisi bahan organik berlangsung

alami. Sebaliknya pada lahan pertanian terjadi percepatan laju dekomposisi karena ada-

nya pengolahan lahan. Proses pengolahan cenderung merusak aggregat tanah

menyebabkan tanah padat yang ditunjukkan dengan peningkatan BD dan penurunan

porositas dan kadar air tanah.

Faktor kehilangan sebagian bahan organik akibat terbawa erosi dan aliran permu-

kaan dapat pula menjelaskan penurunan kandungan C tanah pada lahan pertanian. Hasil

ini sama dengan penelitian Monde et al. (2008) di Donggala, Sulawesi Tengah, bahwa

kehilangan C-organik akibat erosi dan aliran permukaan pada kebun kakao dan jagung

Page 77: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82528/potongan/S3-2015... · gambut tropika merupakan salah satu tipe lahan basah yang paling terancam keberadaan-

T

abel

11. P

erubah

an k

arak

teri

stik

C-o

rgan

ik p

ada

kem

atan

gan

gam

but

pad

a huta

n p

rim

er (

HP

), h

uta

n s

ekunder

(H

S),

sem

ak b

ekas

pem

bal

akan

huta

n (

loggin

g)

(SB

), k

ebun s

awit

(K

S)

dan

keb

un j

agun

g (

KJ)

Tip

e

lahan

Kem

atan

gan

N

K

andun

gan

C (

ton

ha-1

)

C-a

sam

hum

at (

%)

C-a

sam

fulv

at (

%)

δ1

3C

B

ulk

den

sity

(g

cm-3

)

Kad

ar l

engas

(%)

HP

S

apri

k

15

10.0

37,8

2

±

0,6

6

1,7

0 ±

0,1

0

3,4

5 ±

0,0

1

-27,0

5 ±

0,4

6

0,1

4 ±

0,0

2

80,3

6 ±

22,3

6

H

emik

10.0

37,9

5

±

0,3

8

1,8

9 ±

0,0

1

3,5

8 ±

0,0

0

-24,9

7 ±

0,5

1

0,1

2 ±

0,0

1

28,1

3 ±

28,1

3

F

ibri

k

10.0

37,9

4

±

0,3

8

1,5

4 ±

0,0

2

3,9

4 ±

0,0

1

-18,9

4 ±

0,2

7

0,0

9 ±

0,0

0

130,6

4 ±

31,6

2

HS

S

apri

k

12

10.0

36,7

0

±

0,5

6

1,3

5 ±

0,1

5

1,4

8 ±

0,4

0

-25,2

6 ±

4,8

6

0,1

1 ±

0,6

4

96,1

2 ±

23,2

2

H

emik

10.0

37,0

0

±

0,6

5

0,6

3 ±

0,0

1

0,7

1 ±

0,0

1

-25,7

8 ±

0,4

8

0,1

3 ±

0,4

2

137,3

2 ±

17,5

9

F

ibri

k

10.0

37,1

5

±

0,3

5

1,5

1 ±

0,0

1

1,9

7 ±

0,0

1

-19,3

9 ±

0,0

8

0,1

3 ±

0,0

8

187,5

9 ±

38,6

3

SB

S

apri

k

11

10.0

22,2

0

± 0,0

0

1,5

0 ±

0,0

0

2,5

4 ±

0,0

0

-29,8

1 ±

0,0

0

0,1

5 ±

0,0

0

80,3

4 ±

25,5

4

H

emik

10.0

22,2

2

±

0,1

2

0,6

6 ±

0,0

2

1,1

6 ±

0,0

2

-27,1

9 ±

1,9

0

0,1

4 ±

1,1

0

107,2

7 ±

29,8

2

F

ibri

k

10.0

22,4

2

±

0,1

7

1,9

1 ±

0,0

1

0,4

8 ±

0,0

0

-22,5

0 ±

3,5

2

0,1

0 ±

1,3

5

159,9

5 ±

47,3

4

KS

S

apri

k

15

10.0

23,0

3

±

0,6

0

1,3

4 ±

0,0

2

1,6

5 ±

0,0

5

-26,6

5 ±

0,5

5

0,1

3 ±

0,4

9

79,6

6 ±

5

,93

H

emik

10.0

23,2

5

±

0,1

6

0,9

0 ±

0,0

5

0,8

3 ±

0,0

1

-24,0

0 ±

0,4

6

0,1

2 ±

0,5

7

94,9

8 ±

27,6

2

F

ibri

k

10.0

23,2

3

±

0,5

1

1,5

4 ±

0,0

2

4,4

1 ±

0,0

1

-18,9

5 ±

0,8

0

0,0

9 ±

0,6

8

119,1

0 ±

53,1

1

KJ

Sap

rik

15

10.0

22,3

6

±

0,8

3

2,1

4 ±

0,0

2

3,9

9 ±

0,0

1

-28,2

4 ±

0,3

6

0,1

6 ±

0,2

9

82,9

3 ±

45,1

1

H

emik

10.0

22,9

4

±

0,6

6

0,6

3 ±

0,0

1

0,7

0 ±

0,0

2

-26,4

9 ±

0,4

6

0,1

2 ±

0,5

7

106,6

3 ±

31,0

0

F

ibri

k

10.0

23,0

7

±

0,6

5

1,2

8 ±

0,0

2

3,4

7 ±

0,0

1

-18,9

5 ±

0,7

8

0,0

8 ±

0,5

2

134,4

3 ±

54,4

9

Page 78: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82528/potongan/S3-2015... · gambut tropika merupakan salah satu tipe lahan basah yang paling terancam keberadaan-

la

nju

tan

Tip

e

lahan

Kem

atan

gan

N

P

oro

sita

s (%

) P

ote

nsi

al

redoks

(mV

)

pH

K

adar

abu

(%)

C-o

rgan

ik (

%)

Ras

io C

/N

HP

S

apri

k

15

74,1

3 ±

18,2

7

534,3

3 ±

1

,16

3,2

3 ±

0,1

1

0,4

0 ±

0,8

9

57,7

7 ±

0,5

2

23,8

5

H

emik

82,5

7 ±

8,3

9

541,0

0 ±

10,0

0

3,1

0 ±

0,4

7

0,0

0 ±

0,0

0

58,0

0 ±

0,0

0

23,9

4

F

ibri

k

86,8

1 ±

6,5

4

576,0

0 ±

1

,00

3,4

0 ±

0,1

9

0,0

0 ±

0,0

0

58,0

0 ±

0,0

0

23,9

4

HS

S

apri

k

12

90,3

8 ±

1,0

6

579,6

7 ±

5

,51

3,1

3 ±

0,1

6

2,3

3 ±

1,5

3

56,6

5 ±

0,8

9

20,5

8

H

emik

89,6

6 ±

2,6

3

576,6

7 ±

0

,58

3,2

1 ±

0,1

4

1,4

0 ±

1,6

7

57,1

9 ±

0,9

7

20,7

7

F

ibri

k

90,2

1 ±

0,5

8

588,5

0 ±

0

,71

3,1

3 ±

0,3

0

1,0

0 ±

0,8

2

57,4

2 ±

0,4

74

20,8

6

SB

S

apri

k

11

86,9

8 ±

0,0

0

580,0

0 ±

0

,00

3,3

7 ±

0,0

0

2,0

0 ±

0,0

0

56,8

4 ±

0,0

0

22,6

4

H

emik

89,4

2 ±

7,2

8

585,0

0 ±

1,0

0

3,4

4 ±

0,3

8

2,0

1 ±

0,7

1

56,8

4 ±

0,4

1

22,6

4

F

ibri

k

92,9

9 ±

2,3

9

584,6

7 ±

2

,08

2,9

9 ±

0,1

8

1,0

0 ±

0,7

1

57,4

2 ±

0,4

1

22,8

7

KS

S

apri

k

15

90,5

0 ±

1,5

4

584,0

1,0

0

3,3

6 ±

0,7

5

3,6

0 ±

1,9

5

56,0

3 ±

1,2

7

27,3

8

H

emik

90,8

8 ±

2,4

0

580,0

0 ±

0

,00

3,2

3 ±

0,2

9

2,4

0 ±

0,8

9

56,6

1 ±

0,5

2

27,6

6

F

ibri

k

91,6

8 ±

1,8

4

572,0

0 ±

2

,00

3,6

1 ±

0,5

7

1,4

0 ±

0,5

5

56,6

1 ±

1,5

1

27,6

6

KJ

Sap

rik

15

88,8

2 ±

3,6

8

577,3

3 ±

1

,53

3,0

9 ±

0,2

2

5,6

0 ±

1,1

4

54,7

5 ±

0,6

6

28,7

4

H

emik

90,8

8 ±

2,4

0

570,0

0 ±

0

,00

3,2

3 ±

0,2

9

2,4

0 ±

0,8

9

56,6

1 ±

0,5

2

29,7

1

F

ibri

k

91,2

3 ±

2,6

1

572,0

0 ±

2

,00

2,9

1 ±

0,1

7

2,2

0 ±

0,8

4

56,7

2 ±

0,4

9

29,7

7

Page 79: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82528/potongan/S3-2015... · gambut tropika merupakan salah satu tipe lahan basah yang paling terancam keberadaan-

Gambar 24. Kandungan C (a), C-organik (b), kadar abu (c), pH (d), potensial redoks (e),

C-AH dan C-AF (f), kadar lengas (g), porositas (h), δ13C (i), C/N (j) kematangan gambut

pada tipe lahan gambut hutan primer (HP), hutan sekunder (HS), semak bekas pembalakan

hutan (logging) (SB), kebun sawit (KS), kebun jagung (KJ).

Page 80: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82528/potongan/S3-2015... · gambut tropika merupakan salah satu tipe lahan basah yang paling terancam keberadaan-

lebih tinggi dibanding pada hutan. Pengamatan yang sama dilakukan oleh Laskar et al.

(2012) bahwa dampak aktivitas pertanian terhadap kandungan C, lapisan 2-50 cm mem-

punyai kandungan C lebih rendah dibanding lapisan >50 cm, penurunannya hingga men-

capai 50%.

Berdasarkan kematangan gambut, fibrik memiliki kandungan C lebih tinggi diban-

dingkan hemik dan saprik. Perbedaan ini disebabkan faktor kadar serat, saprik memiliki

kadar serat lebih halus karena telah terdekomposisi dan terhumifikasi lebih lanjut dengan

kategori von Post berkisar antara H7-H10 sedangkan fibrik termasuk kategori sangat kasar

(mentah) dan berkisar antara H1-H3. Laju dekomposisi bahan penyusun gambut tersebut

dipengaruhi oleh kejenuhan air tanah dan kondisi anaerobik-aerobik. Kondisi aerobik

lapisan gambut meningkatkan laju dekomposisi bahan organik tanah berarti me-

ningkatkan kematangan gambut (kadar serat halus).

Kandungan C tanah pada lokasi kajian lebih tinggi dibanding hasil penelitian lain-

nya, contoh di tipe lahan HP dapat mencapai 10.037,9 ton ha-1

. Perbedaan nilai tersebut

diperkirakan dipengaruhi oleh bahan vegetasi pembentuk gambut, karakterisitik fisik dan

kimia tanah dan jeluk tanah serta iklim. Bahan gambut tersebut adalah seresah-seresah

vegetasi yang belum terdekomposisi maupun sudah terdekomposisi. Bahan organik tanah

gambut tersebut sudah terbentuk ribuan tahun lalu dan didukung oleh kondisi jenuh air.

Faktor-faktor tersebut dapat menyebabkan variasi kandungan C tanah yang dihubungkan

dengan C-organik tinggi (57,92%), BD rendah (0,1157 g cm-3

) dan jeluk tanah gambut

dalam (5,07 m) pada HP.

C-AH pada kematangan gambut menunjukkan kecenderungan pada saprik tertinggi

dan hemik terendah, sedangkan pada tipe lahan menunjukkan kecenderungan C-AH ter-

tinggi pada lahan HP dan terendah pada lahan HS. C-AF pada kematangan gambut mem-

punyai kecenderungan C-AF tertinggi pada fibrik dan terendah pada hemik, sedangkan C-

Page 81: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82528/potongan/S3-2015... · gambut tropika merupakan salah satu tipe lahan basah yang paling terancam keberadaan-

AF pada HP tertinggi dan terendah pada lahan HS. Secara keseluruhan menunjukkan bah-

wa tanah gambut memiliki C-AF lebih tinggi daripada C-AH (Tabel 11 dan Gambar 24f).

Sesuai dengan hasil penelitian Ussiri dan Johnson (2001) bahwa AH menurun

dengan meningkatnya kedalaman sebaliknya untuk AF. Terdapat hubungan antara AH

dengan kadar abu, Stevenson (1982) menyatakan bahwa kadar abu pada AH lebih tinggi

daripada AF. Penjelasan di atas dapat menerangkan bahwa pada saprik dengan laju

dekomposisi intensif dan kadar abu tanah tinggi mempunyai kadar C-AH lebih tinggi

dibanding pada fibrik.

Pada tipe lahan menunjukkan pola C-AH dan C-AF hampir sama yaitu tertinggi

pada lahan HP (16,1%) dan terendah pada lahan HS (7,65%). Hal ini disebabkan karena

penggunaan lahan jangka panjang dengan banyak input menyebabkan proses dekomposisi

lanjut dan humifikasi yang lebih cepat dibandingkan dengan lahan alami dan pelepasan

senyawa humat dari larutan tanah sebagai C-organik terlarut (dissolved organic carbon-

DOC). Faktor lainnya adalah pembakaran lahan pertanian yang mempunyai dampak

langsung terhadap kuantitas senyawa humat (khususnya C-AH pada permukaan) yang

mendorong pada penurunan nyata jumlahnya. Kondisi ini ditandai juga dengan penurunan

bahan organik tanah dan C-organik. Keadaan ini sesuai, dimana tipe HP memiliki kadar C-

organik dan bahan organik lebih tinggi. Sesuai dengan temuan Satrio et al. (2009) yang

menyatakan bahwa pada hutan tidak terganggu (undisturbed) memiliki AH lebih tinggi

daripada hutan ditebang (logged).

Isotop C stabil (δ13

C) tanah pada kematangan gambut menunjukkan pola bervariasi

dengan kecenderungan fibrik tertinggi (nilai minus rendah), dan saprik terendah (nilai

minus tinggi), sedangkan pada lahan HS dan HP lebih tinggi dan terendah pada lahan SB

(Tabel 11 dan Gambar 24i). Semakin minus berarti 13

C semakin sedikit dibanding 12

C

Page 82: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82528/potongan/S3-2015... · gambut tropika merupakan salah satu tipe lahan basah yang paling terancam keberadaan-

karena 13

C hilang dari sistem berarti δ13

C semakin ringan pada kematangan saprik dan tipe

lahan SB.

Terdapat kecenderungan sama antara kandungan C tanah dengan δ13

C pada kema-

tangan gambut dan tipe lahan. Fibrik memiliki kandungan C dan δ13

C tinggi, sebaliknya

saprik. Demikian pula pada lahan HS memiliki kandungan C dan δ13

C tinggi, sebaliknya

pada SB. Kondisi ini bertolak belakang pada tanah mineral, hubungan antara kandungan

C dengan δ13

C berlawanan.

Saprik memiliki δ13

C lebih rendah daripada hemik dan fibrik. Peningkatan δ13

C

(nilai minus rendah) tersebut berturut-turut sebesar 1,73‰ dan 7,66‰. Hingga saat ini

belum ada penelitian tentang δ13

C berdasarkan kematangan gambut, sehingga bahasan

penelitian ini menggunakan pendekatan data δ13

C pada lapisan atas dan bawah tanah.

Billings dan Richter (2006) mengungkapkan bahwa terjadi peningkatan δ13

C sebesar 2,3‰

antara permukaan tanah (0-7,5 cm) ke bawah (7,5-15 cm) di Carolina Selatan, Amerika

Serikat. Sesuai pula oleh penelitian Beach et al. (2011) bahwa tanah-tanah atas di Maya

Lowland, Guetemala, memperlihatkan pengkayaan δ13

C hingga 8,56‰ dengan

meningkatnya kedalaman tanah, sedangkan Bernoux et al. (1998) mengungkapkan bahwa

di daerah tropis peningkatan hingga 2-4‰. Bertolak belakang dari temuan Akagi et al.

(2004) di gambut bog (peat bog) di Jepang bahwa terjadi penurunan 4,1‰ dari kedalam-

an 0,5 m hingga 4,5 m.

Kawasan hutan gambut memiliki δ13

C lebih tinggi dengan peningkatan sebesar 3,3‰

antara SB dan HS. Sebaliknya, Balesdent et al. (1998) mengungkapkan bahwa terjadi

penurunan δ13

C sebesar 1‰ hingga 3,4‰, berturut-turut dari kebun jagung 7 dan 35 tahun

terhadap hutan di Prancis Selatan Barat. Kondisi yang sama dikemukakan oleh Rhoades et

al. (2000) bahwa terjadi penurunan δ13

C sebesar 4,6‰ dan 3,9‰, berturut-turut dari

Page 83: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82528/potongan/S3-2015... · gambut tropika merupakan salah satu tipe lahan basah yang paling terancam keberadaan-

kebun tebu (sugar cane) dan padang campuran (mixed-species pasture) terhadap hutan tua

(old-growth forest) di Ekuador.

Pada penelitian ini, penyebab peningkatan δ13

C pada kedalaman tanah gambut atau

lapisan kematangan gambut dan tipe lahan belum diketahui. Variasi nilai δ13

C dapat dihu-

bungkan pada beberapa pendekatan, sebagai berikut: pertama, alih fungsi lahan yang

menyebabkan perbedaan masukan vegetasi dalam tanah dari tumbuhan C3 menjadi C4.

Lane et al. (2004); Bernoux et al. (1998); Cheng et al., (2006) mengemukakan bahwa

peningkatan δ13

C disebabkan besarnya kelimpahan relatif tumbuhan C4 yang memiliki

nilai antara -19‰ sampai -9‰. Perbedaan masukan vegetasi tersebut mempengaruhi pula

bahan penyusun gambut pada tiap lapisan kematangan gambut.

Kedua, pembakaran selama pengolahan lahan gambut. Billings dan Richter (2000)

mengungkapkan bahwa pembakaran bahan bakar fosil dapat menurunkan 13

C dan meni-

piskan δ13

C CO2 atmosfer sekitar 1,3‰. Umumnya sebuah tanda penurunan 13

C di per-

mukaan tanah, sedangkan peningkatan 13

C lebih banyak pada profil lebih dalam.

Ketiga, Stuiver dan Braziunas, (1987) mengungkapkan faktor kanopi dan perbedaan

dalam kelompok vegetasi (contoh vegetasi selalu berdaun hijau-evergreen plants) menye-

babkan pengkayaan 13

C lebih ~ 1‰. Keempat, pengaruh peningkatan umur bahan organik

tanah. Sesuai dengan temuan oleh Trumbore (2000) bahwa umur bahan organik tanah

meningkat sebagai fungsi kedalaman tanah dan seringkali diasumsikan meningkatkan pula

nilai δ13

C dengan kedalaman tanah. Sejalan pula dengan Tissen et al. (1984); Billings et

al. (2006) bahwa fraksi bahan organik yang terkandung pada bahan organik tua

diasosiasikan dengan tanda isotop yang meningkat.

Parameter lain yang mempengaruhi perubahan C tanah akibat alih fungsi lahan

sebagai parameter penunjang meliputi BD, kadar lengas, porositas, Eh, pH dan kadar abu

tanah gambut. Parameter BD pada kematangan fibrik menunjukkan kecenderungan

Page 84: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82528/potongan/S3-2015... · gambut tropika merupakan salah satu tipe lahan basah yang paling terancam keberadaan-

terendah dan tertinggi pada saprik. Hasil tersebut menunjukkan bahwa semakin matang

gambut nilai BD lebih tinggi. Berdasarkan tipe lahan, nilai BD pada lahan SB tertinggi

dan pada KS terendah. Ketidaklaziman terdapat pada lahan terdrainase dalam (KS dan KJ)

yang memiliki nilai BD lebih rendah, seharusnya pada lahan olahan intensif tersebut

memiliki nilai BD tinggi dibanding kawasan hutan. Standar deviasi BD sangat tinggi un-

tuk kedua faktor tipe lahan dan kematangan gambut. Hal ini menunjukkan bahwa penye-

baran data BD tidak normal karena mempunyai simpangan baku cukup besar (Tabel 11).

BD tanah gambut bertolak belakang dengan kadar lengas dan porositas tanah gambut

pada kematangan gambut. Kadar lengas dan porositas pada fibrik tertinggi dan saprik

terendah, sedangkan BD pada fibrik terendah dan saprik tertinggi. Pola tersebut menunjuk-

kan bahwa semakin matang gambut maka semakin menurun kadar lengas dan porositas

dengan BD meningkat. Pola tersebut tidak berlaku pada tipe lahan dimana semakin inten-

sif pengolahan suatu lahan maka semakin rendah porositas sedangkan BD semakin tinggi.

Seperti dijelaskan oleh Nusantara dan Alhadad (2007) bahwa lahan gambut yang sering

dikelola dan dibakar dapat menyebabkan kadar lengas dan porositas tanah menurun

sedangkan BD meningkat karena adanya pemadatan tanah akibat pengolahan dan pemba-

karan lahan.

Secara umum, porositas fibrik pada semua tipe lahan di lokasi kajian lebih besar

daripada saprik. Hal ini ada kaitannya dengan proses dekomposisi bahan organik tanah,

dimana gambut terdekomposisi menjadi butiran-butiran lebih halus sehingga membentuk

ruang pori dengan porositas total lebih rendah. Kapasitas gambut menahan air berkaitan

erat dengan jumlah pori tersedia, semakin tinggi jumlah pori semakin tinggi kemampuan

menahan air dari gambut itu.

Potensial redoks (Eh) tanah gambut pada lokasi kajian relatif tinggi. Kondisi ini

menunjukkan kondisi oksidatif, walaupun di lapangan memperlihatkan tanah jenuh air

Page 85: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82528/potongan/S3-2015... · gambut tropika merupakan salah satu tipe lahan basah yang paling terancam keberadaan-

terutama pada lapisan bawah (HP dan HS). Nilai redoks yang tinggi pada tanah gambut

berasal dari kandungan senyawa oksida bahan organik tanah gambut dan ion O2 dalam

molekul H2O yang dapat berperan sebagai cadangan akseptor elektron. Kondisi keduanya

di atas permukaan tanah memberikan sumber elektron sehingga diduga dapat menekan

turunnya potensial redoks. Seperti dijelaskan oleh Reddy dan DeLaune (2008), pada

kondisi lingkungan yang kaya O2 nilai Eh dapat mencapai +700 mV. Hal ini membukti-

kan bahwa lapisan tanah yang tergenang dapat saja dalam kondisi oksidatif.

Derajat kemasaman (pH) dan kadar abu tanah gambut pada saprik lebih tinggi dari-

pada hemik dan fibrik. Kondisi ini memperlihatkan bahwa semakin matang gambut kare-

na laju dekomposisi tinggi akan memiliki kadar abu dan pH tanah tinggi pula. Kadar abu

tertinggi pada lahan KJ dan terendah pada HP (Tabel 11 dan Gambar 24c-d). Nilai pH

bervariasi namun menunjukkan pola kecenderungan KS tertinggi dan KJ terendah. Seca-

ra keseluruhan pada lahan pertanian intensif (KS dan KJ) dengan jeluk muka air tanah

dalam dan suhu tinggi (Tabel 7 dan Gambar 20a) kecenderungannya mempunyai pH dan

kadar abu lebih tinggi daripada hutan rawa gambut alami.

Temuan yang diperoleh dalam sub topik ini adalah alih fungsi hutan rawa gambut

menjadi lahan pertanian menyebabkan fraksinasi δ13

C atau perubahan 13

C terhadap 12

C,

bersamaan dengan proses dekomposisi dan oksidasi bahan organik tanah. Hal ini berarti

pada semak logging dan lahan pertanian, dan tanah gambut yang semakin matang memi-

liki nilai δ13

C lebih rendah (nilai minus besar) atau semakin ringan karena 13

C hilang dari

sistem fraksi organik tanah gambut pada lahan-lahan tersebut. Proses-proses tersebut dapat

menyebabkan emisi CO2 atau pelindian dengan keberadaan drainase. Kondisi ini bertolak

belakang pada tanah mineral dan gambut temperate. Seperti pada temuan Rhoades et al.

(2000); Qiming et al. (2003); Vagen et al. (2006) bahwa terjadi peningkatan δ13

C, dimana

lahan HP memiliki nilai rendah dan sebaliknya pada lahan pertanian. Kondisi ini sama

Page 86: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82528/potongan/S3-2015... · gambut tropika merupakan salah satu tipe lahan basah yang paling terancam keberadaan-

seperti pada gambut bog di Jepang (Akagi et al., 2004). Parameter ini belum terungkap

oleh peneliti-peneliti sebelumnya yang banyak mengung-kapkan fraksinasi δ13

C pada

kedalaman tanah mineral.

Kesimpulan dalam sub topik ini adalah bahwa alih fungsi hutan rawa gambut

menjadi lahan pertanian cenderung menurunkan kandungan C, C-AH dan C-AF dan δ13

C

tanah gambut. Kecenderungan penurunan tersebut disebabkan keberadaan drainase pada

lahan pertanian yang dapat mengontrol fluktuasi jeluk muka air tanah dan mempengaruhi

perubahan kondisi anaerobik menjadi aerobik. Kondisi ini menyebabkan percepatan laju

dekomposisi dan mineralisasi bahan organik tanah gambut. Keadaan sebaliknya terjadi

pada kawasan hutan yang memiliki kandungan C tanah, C-asam humat dan C-asam fulvat

dan δ13

C (nilai minus kecil) lebih tinggi; dan kematangan fibrik memiliki kandungan C

tanah lebih besar dari saprik dan hemik. Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis terbukti.

D. Perubahan Nutrien Seresah dan Biomasa Vegetasi

Data hasil penelitian meliputi parameter nutiren (C, N-total dan P-total), rasio C/N

dan C/P dan kandungan C seresah dan biomasa, dan parameter berat basah, berat kering,

dan kadar abu seresah dan biomasa. Perubahan penggunaan lahan dari hutan gambut alami

menjadi lahan pertanian menyebabkan perubahan kandungan nutrien seresah dan biomasa.

Perubahan tersebut berupa penurunan C-organik, rasio C/P, rasio C/N (khusus pada lahan

KJ) dan peningkatan N, P dan kadar abu, rasio C/N (khusus pada lahan KS). Kadar abu

dapat menggambarkan kadar N dan P-total seresah dan biomasa dan memiliki kecende-

rungan sama, untuk lahan yang memiliki kadar abu tinggi maka cenderung menunjukkan

kadar N dan P-total tinggi pula.

Lahan HP memiliki kandungan C tertinggi dan terendah pada KJ (Tabel 12). Ka-

wasan hutan memiliki vegetasi tegakan yang relatif lebih banyak secara kuantitatif mau-

Page 87: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82528/potongan/S3-2015... · gambut tropika merupakan salah satu tipe lahan basah yang paling terancam keberadaan-

pun kualitatif dibandingkan tipe lahan lainnya, terutama KJ. Perbedaan berat basah dan

berat kering vegetasi pada setiap tipe lahan dihubungkan dengan jenis, ukuran dan berat-

nya (Tabel 12 dan Gambar 25a-e).

1. Nutrien seresah dan biomasa

Alih fungsi hutan rawa gambut menjadi lahan pertanian menunjukkan penurunan

kadar C-organik seresah dan biomasa, vegetasi hutan alami memiliki kadar bahan organik

lebih tinggi. Kadar C-organik seresah dan biomasa bertolak belakang dengan kadar abu.

Kondisi ini ditunjukkan pada KJ dan HP, dimana kadar C-organik pada HP lebih tinggi

dan kadar abu lebih rendah, sebaliknya pada KJ. Kadar C-organik seresah dan biomasa

menentukan rasio C/N dan C/P sebagai indikator laju dekomposisi bahan organik seresah

dan biomasa pada permukaan tanah. Kondisi ini berarti mempengaruhi ketersediaan unsur

N dan P.

Besarnya rasio C/N dan C/P dihubungkan secara relatif dengan lemahnya simpanan

N dan P oleh seresah dan tingginya konsentrasi recalcitrant seperti lignin dan selulosa

pada jaringan seresah yang sangat resisten terhadap dekomposisi. Sebaliknya, Thormann

dan Bayley (2007) menemukan bahwa pada seresah dengan rasio C/N lebih rendah dan

konsentrasi jaringan N-total lebih tinggi mempunyai kecepatan dekomposisi tinggi. Kan-

dungan senyawa sulit terurai tersebut menggambarkan rendahnya laju penguraian bahan

organik menjadi anorganik yang ditunjukkan dengan tingginya nilai rasio C/N dan C/P

seresah.

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian pada lokasi kajian, dimana rasio C/N dan C/P

pada HP lebih tinggi daripada KJ namun kadar N dan P lebih rendah (Gambar 25a, 25b,

25i, 25j). Serupa dengan temuan Moore et al. (2004), dimana rasio C/N antara 36-58

Page 88: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82528/potongan/S3-2015... · gambut tropika merupakan salah satu tipe lahan basah yang paling terancam keberadaan-

Gambar 25. N-total (a), P-total (b), kadar C-organik (c), C/N (d), C/P (e) dan kadar abu (f)

seresah dan biomasa pada tipe lahan gambut hutan primer (HP), hutan sekunder (HS),

semak bekas pembalakan hutan (logging) (SB), kebun sawit (KS), kebun jagung (KJ)

dengan kadar N antara 0,53-1,05% sedangkan rasio C/P lebih kecil antara 413-658 dengan

kadar P sebesar 0,06-0,11%. Nilai rasio C/N tersebut lebih tinggi dan kadar N lebih rendah

dibanding pada lokasi kajian namun rasio C/P dan kadar P hampir sama. Perbedaan ini

diperkirakan kadar C-organik dan konsentrasi senyawa resisten pada seresah dan biomasa

pada kedua lokasi tersebut berbeda.

Hubungan kandungan senyawa resisten pada vegetasi terhadap proses dekomposisi

ditunjukkan dengan tebal seresah permukaan (detritus). Di lokasi kajian pada lahan HP,

HS dan SB terdapat detritus berturut-turut 14,2, 9,4 dan 6,2 cm sedangkan pada KS dan

KJ tidak terdapat (Tabel 7 dan Gambar 20c).

Alih fungsi hutan gambut yang disertai langkah-langkah pengolahan lahan seperti

pembakaran vegetasi (pohon dan semak), pembuatan drainase dan pemupukan mem-

pengaruhi kandungan N-total dan P-total seresah dan biomasa pada tegakan vegetasi.

Page 89: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82528/potongan/S3-2015... · gambut tropika merupakan salah satu tipe lahan basah yang paling terancam keberadaan-

T

abel

12. P

erubah

an n

utr

ien

ser

esah

dan

bio

mas

a veg

etas

i pad

a huta

n p

rim

er (

HS

), h

uta

n s

ekund

er (

HS

), s

emak

bek

as p

embal

akan

huta

n (

loggin

g)

(SB

), k

ebun s

awit

(K

S)

dan

keb

un j

agun

g (

KJ)

Tip

e

lahan

N

N-t

ota

l (%

) P

-tota

l (%

) C

-org

anik

(%

) R

asio

C/N

Ras

io

C/P

Kad

ar a

bu

(%)

Ber

at k

erin

g

(kg h

a-1)

Kan

dun

gan

C (

ton h

a-1)

HP

5

1,7

1 ±

0,2

1

0,0

5 ±

0,0

2

56,2

6 ±

0,2

6

32,9

1

1125,2

2,8

7 ±

0,2

5

604.1

66,7

338,3

3

HS

5

1,5

8 ±

0,0

0

0,0

8 ±

0,0

3

54,8

1 ±

0,6

0

34,6

9

685,1

5,5

2 ±

1,0

2

134.0

33,3

72,3

8

SB

5

1,7

1 ±

0,1

2

0,1

7 ±

0,0

6

55,6

8 ±

0,7

9

32,5

6

327,5

4,0

0 ±

1,3

7

34.3

37,6

19,1

4

KS

5

1,5

1 ±

0,2

3

0,1

2 ±

0,0

1

56,0

3 ±

0,6

6

37,1

0

466,9

3,4

0 ±

1,1

4

14.4

00,0

8,0

6

KJ

5

2,5

0 ±

0,1

2

0,3

8 ±

0,0

7

54,0

6 ±

1,1

9

21,6

2

142,3

6,8

0 ±

2,0

5

9.5

00,0

5,1

1

Page 90: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82528/potongan/S3-2015... · gambut tropika merupakan salah satu tipe lahan basah yang paling terancam keberadaan-

Pemupukan dan penambahan bahan amelioran dapat meningkatkan reaksi-reaksi kimia

dalam tanah gambut sehingga mempengaruhi kadar nutrien seresah (Tabel 6). Penambah-

an tersebut secara nyata meningkatkan produksi seresah atas permukaan dan konsentrasi

nutrien seresah daun dan mendorong dekomposisi seresah. Li et al. (2006); Finér (1996)

mengemukakan bahwa pemberian pupuk N dan P dapat meningkatkan konsentrasi N dan

P seresah berurutan sebesar 15%-20% dan 32%-46%; 24,7% dan 32,1%. Nilai tersebut

lebih rendah dibandingkan pada lokasi kajian yaitu 37% dan 87%. Perbedaan tersebut

disebabkan karena jumlah pupuk dan bahan ameliron yang diberikan serta waktu berlang-

sungnya pengolahan lahan (Tabel 6).

Faktor lainnya yang mempengaruhi dekomposisi seresah dan kualitas seresah adalah

tingkat air permukaan (water level). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh muka

air tanah untuk parameter N, P, rasio C/N dan C/P bervariasi. Pada lahan HP dan KJ

dengan jeluk muka air tanah semakin dalam 16%, menyebabkan peningkatan N dan P,

berturut-turut 31,6% dan 86,8%, dan penurunan rasio C/N dan C/P, berturut 34,3% dan

87,4%. Hasil yang hampir sama dilaporkan oleh Strakovà et al. (2010) bahwa pengaruh

drainase pada parameter kualitas tunggal seresah bervariasi antara 27% dan 45%. Impli-

kasi pengaruh jeluk muka air tanah, seperti diungkapkan oleh Thormann et al. (2001)

bahwa jeluk muka air tanah semakin dalam berhubungan dengan rendahnya kandungan

C-organik tanah disebabkan laju dekomposisi pada kondisi aerobik.

Indikator kadar nutrien dapat pula ditunjukkan oleh kadar abu. Semakin tinggi kadar

abu menunjukkan tingginya kadar nutrien suatu bahan. Pada tipe lahan KJ dengan kadar

abu dan nutrien tinggi, N dan P-total (6,8, 2,5% dan 0,38%) dapat dihubungkan dengan

kegiatan pemupukan yang secara rutin dilaksanakan sebelum tanam (Tabel 6). Hal yang

sama dijelaskan oleh Li et al. (2006) bahwa penambahan nutrien dalam tanah melalui

Page 91: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82528/potongan/S3-2015... · gambut tropika merupakan salah satu tipe lahan basah yang paling terancam keberadaan-

pemupukan selain dapat meningkatkan total produktivitas namun secara nyata meningkat-

kan pula nutrien biomasa.

Masukan nutrien seresah dan biomasa pada tanah gambut disajikan pada Tabel 10.

Hasil menunjukkan bahwa untuk masukan N dan P terendah pada lahan HP, sedangkan N

tertinggi pada KJ dan P tertinggi pada KS . Masukan C-organik terendah pada lahan HS

dan tertinggi pada KS. Nilai tersebut lebih besar dibandingkan dengan perkiraan masukan

nutrien pada tanah gambut, seperti yang dikemukakan oleh Post dan Kwon (2000);

Taneva et al. (2006) bahwa C sekitar 30-35%, dan oleh Finér (1991) bahwa N sebesar

73% dan P sebesar 63%. Perbedaan ini mungkin disebabkan oleh pemupukan pada lahan

KS dan KJ (Tabel 6) dan jenis dan karakteristik vegetasi yang mempengaruhi kandungan

nutriennya.

2. Kandungan C seresah dan biomasa

Tipe lahan HP dengan berat basah dan berat kering lebih tinggi menghasilkan kan-

dungan C tinggi pula, sebaliknya pada tipe lahan KJ yang merupakan lahan pertanian

tanaman monokultur (jagung). Sesuai dengan kajian Istomo et al. (2007) di lahan gambut

Jambi dan Kalimantan Tengah bahwa untuk kawasan hutan baik primer maupun sekunder

memiliki cadangan C paling tinggi, sedangkan pada semak memiliki cadangan C berturut

lebih rendah. Imiliyana et al. (2002) berpendapat bahwa persentase cadangan C mening-

kat sejalan dengan peningkatan berat atau bobot biomasa atau dapat dikatakan bahwa

cadangan C berbanding lurus dengan kandungan biomasanya. Kandungan C seresah dan

biomasa di kawasan hutan pada lokasi kajian lebih kecil namun di semak lebih tinggi

dibanding dengan temuan Istomo et al. (2007). Perbedaan ini diperkirakan dipengaruhi

bobot biomasa seresah dan biomasa pada masing-masing lahan, serta karakterisistik fisik

dan kimia tanah gambut sebagai media tanam.

Page 92: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82528/potongan/S3-2015... · gambut tropika merupakan salah satu tipe lahan basah yang paling terancam keberadaan-

Kesimpulan dalam sub topik ini adalah bahwa kadar nutrien (N dan P) dan kadar

abu seresah dan biomasa vegetasi pada KJ lebih tinggi namun kadar C-organik dan kan-

dungan C seresah lebih rendah daripada tipe lahan lainnya. Alih fungsi lahan dari hutan

rawa gambut menjadi penggunaan lahan lainnya disertai upaya-upaya seperti drainase dan

pemupukan mempengaruhi nutrien dan karbon seresah biomasa. Drainase sebagai penye-

bab jeluk muka air tanah dalam dapat menyebabkan perbedaan dalam proses dekomposisi

yang ditunjukkan oleh penurunan rasio C/N dan C/P. Kondisi tersebut berarti tingginya

kadar nutrien seresah biomasa. Demikian pula dengan pemupukan dapat meningkatkan

produksi seresah atas permukaan dan nutrien seresah daun dan mendorong dekomposisi

seresah. Pemupukan mempunyai pengaruh jangka panjang terhadap kandungan nutrien

seresah. Pada lahan KJ, penjelasan tersebut dapat membuktikan bahwa hipotesis terbukti.

Sebaliknya untuk KS, dimana rasio C/N tertinggi. Hal ini disebabkan karena N-total pada

pelepah sawit terendah dengan kadar C relatif tinggi.

E. Perubahan Emisi CO2 Tanah Gambut

Hasil penelitian meliputi parameter emisi CO2 pada pengukuran pertama dan kedua

atau musim kemarau dan hujan serta suhu tanah gambut. Perubahan penggunaan lahan

dari hutan gambut alami menjadi lahan pertanian menyebabkan peningkatan emisi CO2

musim kemarau dan hujan. Peningkatan emisi CO2 tanah tersebut dikendalikan oleh jeluk

muka air tanah gambut dan suhu tanah serta secara simultan dipengaruhi oleh faktor sifat

tanah seperti ketersediaan C-organik, pH tanah dan kematangan gambut.

1. Emisi CO2 tanah gambut

Alih fungsi hutan menyebabkan perubahan emisi CO2 tanah gambut. Emisi CO2

tanah gambut pada pengukuran pertama atau musim kemarau tertinggi pada lahan KJ dan

Page 93: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82528/potongan/S3-2015... · gambut tropika merupakan salah satu tipe lahan basah yang paling terancam keberadaan-

terendah pada lahan SB. Emisi CO2 tanah gambut pada pengukuran kedua atau musim

hujan tertinggi pada lahan KS dan terendah pada lahan SB (Tabel 13, 14 dan Gambar 25).

Hasil analisis interaksi antara tipe lahan dan waktu pengukuran menunjukkan bahwa

lahan SB memiliki emisi CO2 terendah saat pengukuran musim kemarau (I) dan berbeda

nyata dengan HS dan KJ namun tidak berbeda dengan KS dan HP. Demikian pula saat

pengukuran musim hujan (II), SB terendah dan berbeda dengan KS namun tidak berbeda

dengan HP, KJ dan HS (Tabel 13). Hasil analisis tipe lahan menunjukkan bahwa lahan

SB memiliki emisi CO2 terendah dan berbeda dengan HS, KS dan KJ namun tidak ber-

beda dengan HP (Tabel 14). Pada kondisi waktu pengukuran atau musim menunjukkan

bahwa pada musim kemarau terendah dan berbeda nyata dengan musim kemarau (Tabel

14. Uji Anova tersebut memperkuat hipotesis penelitian yang mengatakan bahwa lahan

pertanian (KS dan KJ) dengan jeluk muka air tanah lebih dalam mempunyai emisi CO2

tanah lebih tinggi dibandingkan pada kawasan hutan dan jeluk muka air tanah dapat

mengendalikan emisi CO2 tanah gambut.

Tabel 13. Analisis varian (ANOVA) dan uji Duncan emisi CO2 pada musim (kemarau-I

dan hujan-II) dan tipe lahan (hutan primer (HP), hutan sekunder (HS), semak bekas

pembalakan hutan (logging) (SB), kebun sawit (KS) dan kebun jagung (KJ))

Emisi CO2 tanah I Sumber

keragaman Jumlah

kuadrat

Df Rerata

kuadrat F Sig. Tipe

lahan

N Subset

1 2 3

Tipe lahan 60,32 4 15,08 7,04 0,001 SB 5 1,68

Error 42,86 20 2,14 KS 5 3,38 3,38

Total 464,78 25 HP 5 3,63 3,63

HS 5 3,82

KJ 5 6,51

Emisi CO2 tanah II

Tipe lahan 43,55 4 10,89 4,05 0,015 SB 5 3,17

Error 53,81 20 2,70 HP 5 3,38

Total 632,96 25 KJ 5 4,44 4,44

HS 5 5,46 5,46

KS 5 6,70 I = pengukuran pada 15-25 Juni 2012 (kemarau)

II = pengukuran pada 20-29 Desember 2012 (hujan)

Page 94: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82528/potongan/S3-2015... · gambut tropika merupakan salah satu tipe lahan basah yang paling terancam keberadaan-

Gambar 26. Emisi CO2 tanah pada hutan primer (HP), hutan sekunder (HS), semak bekas

pembalakan hutan (logging) (SB), kebun sawit (KS) dan kebun jagung (KJ) pada

pengukuran pertama (kemarau-polos) dan pengukuran kedua (hujan-arsir).

Tabel 14. Analisis varian (ANOVA) dan uji beda nyata jujur (HSD) emisi CO2 interaksi

antar tipe lahan dan musim/waktu pengukuran Sumber

keragaman Jumlah

kuadrat

Df Rerata

kuadrat Fhit F0,05 Tipe

lahan-

musim

N Subset

1 2 3 4

Musim 8,52 1 8,52 5,58 4,15 SB 5 2,42 Ulangan

dlm musim 11,90 8 1,49 HP 5 3,50 3,50

Tipe lahan 61,64 4 15,41 9,91 2,68 HS 5 4,64 4,64 Tipe lahan

x musim 138,91 4 34,73 22,34 2,68 KS 5 5,04 5,04

Error 49,74 32 1,55 KJ 5 5,48

Total 209,07 49

I 2 3,80

II 2 4,63

I = pengukuran pada 15-25 Juni 2012 (kemarau)

II = pengukuran pada 20-29 Desember 2012 (hujan)

Hasil pengukuran emisi CO2 tanah dalam penelitian ini hampir sama dengan pene-

litian Rumbang et al. (2009 dan 2013) di lahan gambut Kalbar pada tahun 2006, antara

3,1-12,0 ton CO2 ha-1

th-1

, namun lebih rendah dari penelitian Hooijer et al. (2006) sekitar

54 ton CO2 ha-1

th-1

yang merupakan emisi CO2 tanah gambut secara keseluruhan. Seperti

yang dikemukakan oleh Moyano et al. (2010) bahwa kontribusi dari respirasi akar menca-

Page 95: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82528/potongan/S3-2015... · gambut tropika merupakan salah satu tipe lahan basah yang paling terancam keberadaan-

pai 52% dari total respirasi, sejalan pula dengan Crow dan Wieder (2005) yang menyata-

kan bahwa akar tanaman menyumbang emisi CO2 sebesar 35-57%.

Emisi CO2 tanah pada pengukuran pertama dan kedua memperlihatkan perbedaan

nyata (Tabel 14). Perbedaan tersebut kemungkinan disebabkan kondisi kelembaban tanah

dan udara yang berbeda pada saat pengukuran sampel, namun kelembaban tersebut tidak

diukur pada lokasi kajian. Pengukuran kedua pada saat musim hujan berarti kadar lengas

tanah lebih tinggi dibanding saat musim kemarau. Sesuai dengan penelitian Kimura et al.

(2012) di Sibu-Sarawak, Malaysia, bahwa emisi CO2 tanah lebih tinggi pada kelembaban

70%. Kadar lengas tanah pada kelembaban kurang dari 70% (30%) berarti terlalu kering

untuk aktivitas mikrobia tanah. Curah hujan yang tinggi menyebabkan kelembaban yang

cukup tinggi bagi mikrobia dan reaksi metabolik vegetasi untuk menghasilkan CO2 secara

maksimal. Perbedaan ini juga disebabkan peralihan dari musim kemarau ke musim peng-

hujan. Kondisi ini didukung oleh rata-rata suhu tanah lebih tinggi, sebesar 4,5% (Tabel

13) dan ditambah dengan curah hujan cukup tinggi (Gambar 17). Sesuai dengan temuan

Antony dan Nurdiansyah (2012) di Tanjung Jabung Timur, Propinsi Jambi, bahwa pe-

ningkatan emisi CO2 antara musim hujan dan kemarau sebesar 39,1% didukung oleh

peningkatan suhu tanah sebesar 1,4%.

2. Pengaruh suhu dan jeluk muka air tanah terhadap emisi CO2 tanah

Alih fungsi hutan rawa gambut primer (HP) menjadi lahan pertanian seperti lahan

SB, KS dan KJ menyebabkan peningkatan suhu dan jeluk muka air tanah semakin dalam

(Tabel 7, Gambar 20a). Suhu tanah gambut awal musim kemarau tertinggi pada lahan SB

dan terendah pada lahan HP. Uji beda suhu tanah menunjukkan bahwa lahan SB tidak

berbeda nyata dengan KJ namun berbeda nyata dengan lahan lainnya, demikian pula

dengan HP berbeda nyata dengan lahan lainnya. KJ tidak berbeda dengan KS dan HS.

Pada musim hujan, suhu tertinggi pada lahan KS dan terendah pada lahan HP. Uji beda

Page 96: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82528/potongan/S3-2015... · gambut tropika merupakan salah satu tipe lahan basah yang paling terancam keberadaan-

suhu tanah menunjukkan bahwa lahan KS berbeda nyata dengan lahan lainnya. Suhu KJ

tidak berbeda dengan SB namun berbeda nyata dengan HS dan HP sedangkan HS tidak

berbeda dengan HP.

Alih fungsi hutan gambut alami (HP) menjadi lahan pertanian (KJ dan KS) dan

semak (SB) menyebabkan peningkatan suhu tanah. Kondisi ini berdampak pula pada

peningkatan emisi CO2 tanah gambut. Peningkatan suhu dan emisi CO2 tanah tersebut

berturut-turut pada awal musim kemarau adalah 2,9% dan 44,3% dari lahan HP menjadi

KJ, sedangkan pada awal musim hujan adalah 2,5% dan 49,6% dari lahan HP menjadi

KS. Peningkatan suhu dan penurunan jeluk muka air tanah pada lahan pertanian, agaknya

disebabkan pengaruhnya pada proses-proses mikrobia (seperti respirasi dan dekomposisi)

dan oksidasi.

Penggundulan lahan gambut tropis dan alih fungsinya dapat meningkatkan suhu

tanah bersamaan dengan perubahan kondisi hidrologi dan vegetasi penutup. Kondisi

tersebut sebagai faktor penentu sikus C dalam tanah gambut. Peningkatan suhu tanah

tersebut mengakibatkan agregat tanah menjadi rusak dan bahan organik yang terlindung

agregat menjadi terbuka, aerasi dan kelembaban tanah. Kondisi tersebut menyebabkan

dekomposisi bahan organik tanah oleh mikrobia meningkat pula dan akan memacu

kenaikan respirasi tanah. Emisi CO2 utamanya disebabkan oleh kehilangan vegetasi atas

permukaan karena penebangan vegetasi dan mineralisasi bahan organik tanah.

Sejalan dengan penelitian Hirano et al. (2009) di Sebangau, Kalimantan Tengah,

bahwa aliran CO2 tanah meningkat secara eksponensial dengan peningkatan suhu 4-50C.

Hasil yang sama dilaporkan oleh Antony dan Nurdiansyah (2012) bahwa terdapat perbe-

daan suhu tanah pada tipe lahan hutan sekunder dan lahan pertanian dan transmigrasi di

Jambi sebesar 8,8% maka peningkatan emisi CO2 mencapai 45,5%.

Page 97: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82528/potongan/S3-2015... · gambut tropika merupakan salah satu tipe lahan basah yang paling terancam keberadaan-

Interaksi antara tipe lahan dan waktu pengukuran suhu menunjukkan bahwa emisi

CO2 pada lahan KS antara musim kemarau dan hujan berbeda nyata, sedangkan tipe lahan

lainnya tidak berbeda nyata (Gambar 24). Perbedaan nyata tersebut dipengaruhi oleh

peningkatan suhu paling tinggi (26,44oC dan 29,08

oC) antara dua musim dan penurunan

jeluk muka air tanah di musim hujan pada lahan KS, sedangkan lahan lainnya mengalami

peningkatan jeluk muka air tanah (lebih dangkal dibanding lahan KS) (Tabel 14).

Sebaliknya pada lahan SB, emisi CO2 tanah lebih rendah pada kedua waktu pengu-

kuran walaupun memiliki suhu tanah cenderung tinggi (Tabel 14). Kondisi tersebut dise-

babkan tidak terdapat drainase di lahan SB sehingga jeluk muka air tanah relatif dangkal.

Sejalan dengan penelitian Tono et al. (2014) di Rokan Hilir-Riau, suhu tanah pada lahan

kosong dan bera lebih tinggi (29,2oC) dibanding hutan primer dan lahan bekas tebangan

namun mempunyai emisi CO2 tanah paling rendah (10,62 ton ha-1

th-1

). Sabiham et al.

(2012) menambahkan bahwa tanaman bawah, yang didominasi oleh paku-pakuan

(Nephrolepis sp.) mampu menyerap CO2 sekitar 9,75 ton ha-1

th-1

. Uraian tersebut di atas

dapat menjelaskan mengapa lahanSB memiliki emisi lebih rendah dibanding lahan lain-

nya. Berdasarkan kondisi tersebut, maka penanaman paku-pakuan sebagai tanaman

penutup (cover crop) sangat dianjurkan pada kawasan perkebunan sawit.

Selain suhu tanah, kehilangan CO2 dari lahan gambut juga dipengaruhi oleh jeluk

drainase yang mempengaruhi jeluk muka air tanah dan kadar lengas tanah. Peningkatan

emisi CO2 tanah dari lahan HP menjadi lahan KJ dan KS sebesar 44,3% dan 49,6%,

bersamaan dengan kondisi jeluk drainase pada lahan (Gambar 21). Keberadaan drainase

tersebut dapat meningkatkan jeluk muka air tanah pada lahan KJ dan KS sebesar 16,0%

dan 7,1% (Tabel 7). Hasil yang sama ditunjukkan oleh Rumbang et al. (2009 dan 2013)

bahwa peningkatan emisi CO2 sebesar 74,2% dengan perubahan jeluk muka air sebear

72,4% di Kalbar tahun 2006. Sejalan pula oleh temuan Antony dan Nurdiansyah (2012),

Page 98: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82528/potongan/S3-2015... · gambut tropika merupakan salah satu tipe lahan basah yang paling terancam keberadaan-

bahwa peningkatan emisi CO2 sebesar 45,4% dengan perbedaan jeluk muka air tanah

pada lahan hutan sekunder dan lahan pertanian dan transmigrasi di Jambi sebesar 81,7%.

Terdapat perbedaan persentase antara penurunan jeluk muka air tanah dan peningkatan

emisi CO2, pada lokasi kajian memiliki nilai lebih kecil dibanding dua temuan tersebut di

atas. Hal ini berarti terjadi peningkatan cukup besar emisi CO2 tanah dengan jeluk muka

iar tanah semakin dalam akibat alih fungsi hutan rawa gambut menjadi lahan KJ dan KS.

Emisi CO2 dari lahan gambut meningkat dengan jeluk drainase dalam yang menye-

babkan penurunan muka air tanah. Drainase pada lahan gambut olahan menyebabkan

perubahan anaerobik menjadi aerobik (Gambar 21). Lapisan gambut teraerasi baik dan

tero-ksidasi bahan gambut menyebabkan peningkatan dekomposisi gambut oksidatif dan

kondisi yang baik untuk aktivitas mikrobia. Kondisi tersebut menyebabkan peningkatan

emisi CO2 tanah gambut. Hal ini sesuai dengan kondisi lokasi kajian pada tipe lahan KJ

dan KS yang mempunyai nilai emisi CO2 tertinggi dibandingkan lahan lain, terutama

lahan SB yang memiliki emisi CO2 terendah.

Pelepasan CO2 tanah dipengaruhi pula oleh kadar lengas tanah. Hasil penelitian

pada lokasi kajian menunjukkan bahwa peningkatan emisi CO2 tanah dari lahan HP

menjadi lahan KJ dan KS sebesar 44,3% dan 49,6%, bersamaan dengan penurunan kadar

lengas tanah sebesar 64,8% dan 33,9% (Tabel 11). Kadar air tanah rendah berarti terjadi

pengeringan yang menyebabkan rendahnya konsentrasi gugus fungsional–COOH dan

fenolat-OH. Kedua gugus tersebut merupakan gugus fungsional yang bersifat hidrofilik

dan polar. Pada keadaan ini derivat asam fenolat meningkat menyebabkan kehilangan C-

organik karena asam fenolat mudah mengalami oksidasi sehingga terjadi pelepasan CO2-

CH4 (Azri, 1999).

Page 99: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82528/potongan/S3-2015... · gambut tropika merupakan salah satu tipe lahan basah yang paling terancam keberadaan-

3. Perubahan sifat tanah gambut terhadap emisi CO2 tanah

Kegiatan pengolahan lahan berupa pembuatan drainase, persiapan tanam, pemupuk-

an dapat menyebabkan perubahan sifat fisik dan kimia tanah gambut dan mendorong

peningkatan emisi CO2 tanah. Sifat-sifat tersebut adalah ketersediaan C-organik, pH,

kadar abu tanah dan kematangan gambut. Hasil penelitian pada lokasi kajian menunjuk-

kan bahwa kadar C-organik dan BD tanah gambut pada KS dan KJ memiliki nilai lebih

rendah dibandingkan kawasan hutan (Tabel 12, Gambar 23f dan Gambar 24j). Hal ini

berarti bahwa serapan air tanah (soil water holding) dan kelembaban tanah lebih rendah

pada KS dan KJ sebagai faktor utama dalam proses penguraian bahan organik dan emisi

CO2 tanah gambut. Keduanya sebagai faktor pembatas aktivitas mikrobia.

Emisi CO2 mempunyai kecenderungan bertolak belakang dengan kadar C-organik

tanah gambut di lokasi kajian. Kadar C-organik yang tinggi mengindikasikan proses

dekomposisi lambat, artinya emisi CO2 tanah gambut rendah. Sebaliknya kadar abu

mempunyai kecenderungan sama dengan emisi CO2 tanah. Proses dekomposisi bahan

organik lanjut meningkatkan kadar abu dan pelepasan CO2 ke atmosfer.

Emisi CO2 mempunyai kecenderungan yang sama dengan pH tanah gambut. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa peningkatan pH gambut diikuti dengan emisi CO2 tanah

gambut pada tipe lahan KJ. Luo dan Zhou (2006) menyatakan bahwa pH tanah mengatur

reaksi kimia dan enzim pada mikrobia. Di dalam matrik tanah, absorpsi enzim ke dalam

humus terjadi secara optimal pada pH yang tinggi. Kenaikan pH secara nyata meningkat-

kan emisi CO2 karena pH tanah akan mempengaruhi aktivitas mikrobia tanah. Sesuai

dengan penelitian Rumbang et al. (2009) di lahan gambut Kalbar tahun 2006 bahwa

terjadi peningkatan emisi CO2 dengan kenaikan pH tanah gambut pada lahan kebun lidah

buaya, kebun karet, kebun sawit dan kebun jagung.

Page 100: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82528/potongan/S3-2015... · gambut tropika merupakan salah satu tipe lahan basah yang paling terancam keberadaan-

Umumnya permukaan tanah gambut memiliki tingkat kematangan saprik. Data

hasil penelitian di lokasi kajian menunjukkan bahwa pada lahan KS dan KJ memiliki

kematangan saprik (Gambar 21 dan Lampiran 2). Pada lahan tersebut ditandai pula emisi

CO2 yang lebih tinggi dibanding tipe lahan lainnya. Sesuai dengan penelitian Agrianita

(2012) bahwa rata-rata fluks CO2 tertinggi pada Kebun Tanjung Pirang dengan tingkat

kematangan saprik. Berglund dan Berglund (2011) menyatakan bahwa tingkat dekompo-

sisi lanjut pada permukaan tanah mengindikasikan lebih banyak bahan organik hancur

yang mungkin terdekomposisi lebih mudah. Hal ini dapat menerangkan bahwa perubahan

ekosistem alami hutan rawa gambut menjadi lahan pertanian selain menyebabkan peru-

bahan sifat fisik dan kimia tanah bahkan dapat mendorong peningkatan emisi CO2 tanah

gambut.

Temuan dalam sub topik ini adalah bahwa alih fungsi hutan rawa gambut menjadi

semak logging (SB) tidak berdampak pada peningkatan emisi CO2 tanah walaupun suhu

tanah cenderung tinggi. Lahan SB mempunyai emisi CO2 paling rendah baik pada saat

pengukuran I maupun II dibanding tipe lahan lain. Kondisi ini disebabkan karena tidak

terdapat drainase di lahan SB. Hal ini menunjukkan bahwa drainase sebagai faktor

pengontrol dalam penurunan jeluk muka air tanah yang secara simultan mempengaruhi

peningkatan emisi CO2 tanah gambut. Bertolak belakang dengan lahan HP yang memiliki

suhu terendah pada kedua pengukuran, emisi CO2 tanah lebih besar daripada SB. Hal ini

tidak terlepas dari keberadaan saluran drainase saat pembukaan lahan HP.

Kesimpulan dalam sub topik ini adalah peningkatan emisi CO2 tanah gambut terjadi

karena alih fungsi hutan rawa gambut menjadi lahan pertanian (KJ dan KS). Pengolahan

intensif menyebabkan agregat tanah menjadi rusak dan bahan organik yang terlindung

agregat menjadi terbuka, aerasi dan kelembaban tanah yang tinggi karena suhu mening-

kat. Drainase menyebabkan perubahan kondisi anaerobik menjadi aerobik. Lapisan

Page 101: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82528/potongan/S3-2015... · gambut tropika merupakan salah satu tipe lahan basah yang paling terancam keberadaan-

gambut teraerasi baik dan meningkatkan oksidasi bahan gambut sehingga terjadi pening-

katan dekomposisi gambut oksidatif dan kondisi yang baik untuk aktivitas mikrobia

tanah. Kondisi tersebut menyebabkan peningkatan emisi CO2 tanah gambut. Perubahan

ekosistem alami hutan rawa gambut menjadi lahan pertanian selain itu dapat menyebab-

kan perubahan sifat fisik dan kimia tanah yang secara simultan memungkinkan pening-

katan aktivitas mikrobia tanah dalam dekomposisi bahan gambut yang secara simultan

meningkatkan pelepasan CO2 ke atmosfer. Hal ini dapat menunjukkan bahwa hipotesis

terbukti.

F. Pembahasan Umum

Lahan gambut dalam kondisi alami berada dalam keadaan jenuh air. Serapan dan

pelepasan C pada lahan gambut berjalan hampir seimbang, bahkan pemendaman C

berjalan cepat dibanding pelepasan. Begitu campur tangan manusia, keseimbangan ini

mulai terganggu bahkan emisi CO2 menjadi dominan. Usikan pada hutan rawa gambut

alami menjadi lahan pertanian menyebabkan perubahan-perubahan pada aspek ekosistem

gambut atau lingkungan dan kesuburan tanah (Gambar 27 dan 28).

Kajian ini mengindikasikan bahwa alih fungsi hutan rawa gambut menjadi lahan

pertanian dengan keberadaan drainase panjang, dalam dan lebar dapat mengendalikan

jeluk muka air tanah yang menyebabkan perubahan kondisi anaerobik menjadi aerobik

dan secara simultan memungkinkan peningkatan aktivitas mikrobia tanah dalam

percepatan dekomposisi bahan gambut dan mineralisasi bahan organik tanah gambut.

Kondisi tersebut menyebabkan peningkatan emisi CO2 tanah gambut. Selain drainase,

pengolahan intensif pada lahan pertanian menyebabkan agregat tanah menjadi rusak dan

bahan organik yang terlindung agregat menjadi terbuka, aerasi dan kelembaban tanah

yang tinggi karena suhu meningkat.

Page 102: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82528/potongan/S3-2015... · gambut tropika merupakan salah satu tipe lahan basah yang paling terancam keberadaan-

Alih fungsi hutan rawa gambut diawali dengan pembuatan drainase menyebabkan

jeluk muka air tanah dalam. Kegiatan lainnya berupa penebangan dan pembakaran vege-

tasi, pengolahan lahan dan pemupukan tanah. Variabel tersebut baik secara tunggal mau-

pun bersama variabel lainnya menyebabkan perubahan-perubahan dalam aspek kesuburan

(nutrien) tanah dan ekosistem gambut (lingkungan).

Kondisi jeluk muka air tanah dalam, suhu tanah meningkat dan musnahnya vegetasi

alami memberikan dampak negatif (buruk) lebih besar pada ekosistem gambut. Dampak

tersebut berupa (1) penurunan kadar lengas tanah yang dapat menyebabkan perubahan

fungsi lahan gambut sebagai penambat air; (2) peningkatan emisi CO2 tanah; (3)

penurunan kandungan C tanah dan seresah yang dapat menyebabkan perubahan fungsi

lahan gambut sebagai penambat dan pemendam C tanah; (4) penurunan jeluk tanah

gambut karena ke-matangan gambut yang dipercepat. Pada aspek kesuburan tanah,

dampak negatif yang timbul berupa penurunan kadar nutrien tanah dan seresah. Selain itu,

pengolahan lahan dan pemupukan tanah berdampak positif untuk peningkatan pH dan

kematangan gambut serta nutrien seresah terutama pada lahan KJ.

Alih fungsi hutan rawa gambut menjadi lahan pertanian, khususnya menjadi perke-

bunan sawit telah diatur sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor

14 Tahun 2009 tentang Pedoman Pemanfaatan Lahan Gambut Untuk Budidaya Kelapa

Sawit. Dalam Permentan tersebut dijelaskan tentang kriteria ketebalan lapisan gambut

yang sesuai yaitu kurang dari 3 (tiga) meter dengan tingkat kematangan gambut hemik

dan saprik dan tingkat kesuburan eutropik serta pengaturan drainase terutama saluran

tersier pada lebar 1,0 sampai 1,2 meter dan kedalaman antara 0,9 sampai 1,0 meter. Ber-

dasarkan kriteria tersebut menunjukkan bahwa kondisi lahan gambut di lokasi kajian

sebagian besar tidak sesuai untuk pengembangan perkebunan kelapa sawit. Ketidaksesu-

ain tersebut pada kriteria ketebalan lapisan gambut, di lokasi kajian semua jeluk gambut

Page 103: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82528/potongan/S3-2015... · gambut tropika merupakan salah satu tipe lahan basah yang paling terancam keberadaan-

Gambar 27. Bagan alir dampak alih fungsi hutan rawa gambut terhadap kesuburan tanah

dan ekosistem gambut (lingkungan) Keterangan :

dampak negatif (buruk)

dampak positif (baik)

garis hubungan

Alih fungsi hutan rawa gambut penggunaan lahan lain (semak

belukar-SB, kebun sawit-KS dan kebun jagung-KJ)

JELUK MUKA AIR

TANAH DALAM

VEGETASI

ALAMI MUSNAH

DAN BERGANTI

SUHU TANAH

MENINGKAT

Nitrogen (N-total, NO3-, NH4

+)

Fospor (P-total, P-tersedia)

Kalium (K-dd)

pH

Kematangan

gambut

C-organik tanah

& seresah

Seresah

permukaan

Emisi CO2

tanah

Kandungan C

tanah & seresah-

pemendam C

Jeluk tanah

gambut

Kadar lengas gambut-

penambat air dan pencegah

banjir

DRAINASE

PENEBANGAN

VEGETASI

PEMBAKARAN

VEGETASI

PENGOLAHAN

LAHAN

PEMUPUKAN

TANAH

K

E

S

U

B

U

R

A

N

T

A

N

A

H

E

K

O

S

I

S

T

E

M

G

A

M

B

U

T

Page 104: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82528/potongan/S3-2015... · gambut tropika merupakan salah satu tipe lahan basah yang paling terancam keberadaan-

Gambar 28. Perubahan kondisi ekosistem gambut (a) dan kesuburan tanah (b) akibat alih

fungsi hutan rawa gambut. Jeluk muka air tanah (JMAT); jeluk tanah (JTG); hutan primer

(HP); hutan sekunder (HS); semak bekas pembalakan hutan (logging) (SB); kebun sawit

(KS); kebun jagung (KJ)

Page 105: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82528/potongan/S3-2015... · gambut tropika merupakan salah satu tipe lahan basah yang paling terancam keberadaan-

lebih dari 3 m hingga mencapai 6,5 m (Lampiran 2), tingkat kesuburan dikategorikan

mesotropik-oligotropik (Lampiran 20) dengan rata-rata tingkat kematangan antara fibrik

dan hemik (Lampiran 16), serta kondisi saluran drainase terutama pada KS dengan lebar

antara 1,5-2,5 m dan kedalaman saluran 1,2-1,5 m (Gambar 21).

Alih fungsi hutan rawa gambut menjadi lahan pertanian terutama menyebabkan

perubahan kualitas dan kuantitas karakteristik gambut sehingga mempengaruhi fungsi

hutan rawa gambut sebagai penyerap dan pemendam C tanah, penambat air dan pencegah

banjir dan menyebabkan degradasi lahan-lahan pertanian karena rutinitas pengolahan

lahan dalam jangka waktu lama dan terus-menerus. Hal ini dapat mempengaruhi stabilitas

dan keseimbangan C global.