i. pendahuluanforpro.org/data_content/attachment/atlas_rotan.pdf · 2020-02-19 · kadar air dan...
TRANSCRIPT
1
I. PENDAHULUAN
Dalam dunia botani, tumbuhan
rotan termasuk dalam famili palmae.
Famili atau suku palmae ini adalah
salah satu kelompok tumbuhan
berbunga dari sekitar ratusan famili
tumbuhan berbunga lainnya yang ada
di muka bumi. Nama yang sering
digunakan untuk famili ini ialah suku
pinang-pinangan, Palmae, atau
Arecaceae. Tumbuhan rotan ini
sebagian besar merambat, batangnya
memiliki ruas yang jelas seperti halnya
bambu, namun bedanya pada rotan
ruas dalamnya berisi jaringan
pembuluh sedangkan pada bambu ruas
dalamnya kosong. Bentuk, ukuran,
kualitas batang serta ruas rotan
bervariasi tergantung jenisnya.
Diameter batang yang terkecil hanya 3
mm (Calamus ciliaris Bl. sensu Ridley),
sedangkan yang terbesar dapat
mencapai 10 cm (Plectocomia elongata
Bl.). Daun tumbuhan rotan mulai dari
pelepah, tangkai, tulang daun, dan
sulur umumnya berduri. Sebagian
besar tumbuhan rotan juga memiliki
cemeti yang berduri. Terutama melalui
duri-duri di cemeti, sulur, dan tulang
inilah tumbuhan rotan ini merambat
pada batang atau cabang pohon kayu
lainnya. Tumbuhan rotan mudah
dibedakan dari tumbuhan lainnya,
selain karena ciri-ciri yang dijelaskan di
atas, ciri lain yang sangat signifikan
ialah permukaan buahnya selalu
bersisik mirip dengan buah tumbuhan
sagu. Tumbuhan sagu ini juga masih
termasuk dalam famili palmae dan
sangat berkerabat dekat dengan
tumbuhan rotan.
Rotan merupakan hasil hutan
yang memiliki nilai ekonomi kedua
setelah kayu. Dalam perdagangan
internasional, Indonesia merupakan
penghasil rotan terbesar dengan
memasok sekitar 80% konsumsi dunia
(Hartono, 1998). Selain itu, Indonesia
adalah pusat pertumbuhan rotan dunia
karena 8 dari 13 genera dan hampir 40
% jenis rotan yang tumbuh di muka
bumi terdapat di Indonesia. Kekayaan
sumberdaya alam ini harus terus
dikembangkan baik dari sisi teknis
praktis untuk komersial maupun sisi
teknis ilmiah untuk mendukung
kebutuhan komersial secara
berkelanjutan.
Dari sisi teknis ilmiah penelitian
mengenai rotan telah dilakukan oleh
banyak lembaga penelitian, perguruan
2
tinggi dan beberapa industri di
Indonesia maupun manca negara.
Penelitian tersebut meliputi botani,
silvikultur, struktur anatomi, kekuatan,
sifat kimia, sifat keawetan dan
pengolahan, bahkan aspek ekonomi
perdagangan. Namun demikian,
informasi hasil penelitian tersebut
masih belum seimbang, letaknya ter-
pencar dan belum dapat digunakan
sebagai acuan pengelolaan rotan. Oleh
sebab itu disusunlah atlas rotan yang
berisi informasi yang komprehensif
tentang jenis rotan, sifat dan
penggunaannya sehingga dapat
digunakan oleh pemerintah, investor,
industri, dan masyarakat sebagai dasar
ilmiah pengelolaan rotan.
II. PENJELASAN ISI RISALAH
Pemilihan jenis rotan yang
dimuat dalam Buku Atlas Rotan
Indonesia ini didasarkan pada jenis
rotan yang batangnya telah digunakan
di Indonesia, baik yang
diperjualbelikan dalam skala besar
untuk keperluan industri maupun yang
digunakan secara lokal oleh para
pengrajin di rumah. Kesepuluh jenis
tersebut berikut nama dagang atau
nama lokalnya adalah: 1. Calamus
manan Miq. - Rotan manau; 2.
Calamus inops Becc. - Rotan tohiti; 3.
Calamus zollingeri Becc. - Rotan
batang; 4. Calamus scipionum
Loureiro. - Rotan semambu; 5.
Calamus ornatus BL. - Rotan seuti; 6.
Calamus burckianus Becc. - Howe
balubuk; 7. Korthalsia jughunii Bl. -
Howe sampang; 8. Plectocomia
elongata Bl. – Bubuai; 9. Calamus
tumidus Furtado. - Rotan manau
tikus; dan 10. Daemonorop robusta
Warb. - Rotan susu.
Risalah rotan yang disajikan
dalam BAB III memuat uraian
mengenai botani dan kualitas
rotannya, sejauh pengetahuan yang
telah diperoleh oleh tim penyusun.
Penjelasan tersebut meliputi data
mengenai nama botani serta
sinonimnya jika ada, nama lokal
terseleksi dan nama dagangnya jika
ada, sifat dan ciri-cirinya, tempat
tumbuh dan daerah persebaran,
perbanyakan dan penanaman,
pemanfaatan, dan catatan-catatan
yang berhubungan dengan
pemanfaatan lain. Pertelaan ringkas
dalam botani terutama memuat
3
karakter morfologi yang dapat
mencirikan identitas jenis. Karena itu,
dalam pertelaan tersebut istilah teknis
yang digunakan dalam morfologi
tumbuhan tidak dapat dihindari,
namun akan diusahakan seminimal
mungkin. Untuk dapat memahami arti
istilah-istilah tersebut, maka dalam
buku ini disediakan glosari yang
terdapat dalam bagian akhir buku ini
dimana batasan-batasan mengenai
istilah yang digunakan akan dijelaskan.
Untuk dapat lebih memahami jenis-
jenis rotan yang ditulis dalam buku ini,
pada setiap jenis dilengkapi dengan
foto batang, foto anatomis batang, dan
gambar bagian dari tumbuhan rotan
tersebut.
Sebagian besar risalah dalam
buku ini informasinya diperoleh dari
buku PROSEA Plant Resources of South
East Asia 6: Rattans, dan sebagian
besar lagi dari tulisan-tulisan yang
dimuat dalam Pustaka Acuan, dan
laporan-laporan terkini yang tidak
dipublikasikan.
Data yang digunakan untuk
menyusun risalah ini terutama berasal
dari hasil penelitian yang telah
dilakukan oleh Pusat Litbang Hasil
Hutan dan Pusat Litbang Hutan dan
Konservasi Alam, LIPI, serta beberapa
Perguruan Tinggi. Data berasal dari
material yang telah diterbitkan dalam
berbagai media publikasi dan yang
masih dalam bentuk arsip. Daftar
pustaka yang dipakai sebagai bahan
acuan dapat dilihat pada bagian akhir
buku ini.
Nama rotan
Nama yang ditampilkan meliputi
nama botani, sinonim, nama
perdagangan, nama daerah dan nama
lain yang mungkin berlaku di daerah
atau negara lain. Penetapan nama
botani, sinonimnya, dan nama
lokal/perdagangan mengacu pada
Dransfield (1974, 1979, dan 1984);
Dransfield dan Manokaran (1994);
Mogea (1996) dalam Dransfield dan
Manokaran (1996); dan Hadikusumo
(1994).
A. Nama botani
Jenis rotan yang terdiri atas satu
jenis botanis dalam risalah ini langsung
dituliskan nama botanisnya berikut
nama authornya. Misalkan untuk rotan
manau ditulis sebagai berikut :
Calamus manan Miq.
Nama famili tidak dicantumkan
karena semua jenis rotan yang tumbuh
termasuk dalam satu famili yaitu
4
Palmae yang berasal dari Ordo
Palmales, kelas Monocotyledons, sub
divisi Angiospermae. Nama sinonim
bila ada juga disertakan.
B. Nama perdagangan/nama
daerah
Nama perdagangan merupakan
nama yang sudah lazim dipakai dalam
perdagangan. Dalam hal ini perlu
dibedakan antara nama perdagangan
dan nama botani, karena nama
perdagangan yang sama dari beberapa
jenis rotan bisa jadi memiliki nama
botani yang berbeda.
Karena di Indonesia terdapat
banyak bahasa daerah dengan
berbagai dialek, dapat dimengerti jika
suatu jenis rotan seringkali mempunyai
berbagai nama daerah yang kadang-
kadang mencapai lebih dari sepuluh
nama. Untuk itu, jika memungkinkan
seluruh nama daerah akan
dicantumkan, namun jika tidak, maka
sedapat mungkin dari tiap pulau atau
kepulauan utama sekurang-kurangnya
dicantumkan satu nama yang banyak
digunakan di daerah tersebut.
C. Nama di negara lain
Yang dimaksud dengan nama di
negara lain dalam risalah ini adalah
nama jenis rotan yang yang berlaku di
luar Indonesia, baik negara produsen
yang menghasilkan jenis rotan
tersebut, maupun di negara konsumen
yang tidak menghasilkan jenis rotan
tersebut, tetapi sudah memakainya
atau setidak-tidaknya sudah
mengenalnya dalam perdagangan.
D. Daerah penyebaran
Daerah penyebaran rotan dalam
risalah ini disusun menurut nama pulau
dimana jenis tersebut tumbuh. Daerah
penyebaran di luar Indonesia tidak
dicantumkan meskipun diketahui
banyak jenis rotan yang secara alami
terdapat di negara tersebut. Informasi
mengenai daerah penyebaran ini
mengacu pada Dransfield (1974, 1979,
dan 1984); Dransfield dan Manokaran
(1994); dan Hadikusumo (1994).
E. Silvikultur
Uraian mengenai silvikultur
dalam risalah ini meliputi tempat
tumbuh, perbanyakan dan penanaman.
Faktor yang mempengaruhi tempat
tumbuh diuraikan secara singkat,
terutama ketinggian dari permukaan
laut. Uraian mengenai permudaan
meliputi permudaan alam dan
5
permudaan buatan. Pada beberapa
jenis diuraikan mengenai
persemaiannya. Informasi mengenai
silvikutur ini terutama didapat dari
Dransfield (1979 dan 1984) serta
Dransfield dan Manokaran (1994).
F. Botani
Rotan yang masih hidup perlu
juga diketahui ciri-cirinya untuk dapat
digunakan dalam pengenalan dan
untuk membedakannya dengan jenis
rotan lain. Ciri-ciri penting yang
dicantumkan dalam risalah ini meliputi
perawakan, batang, daun, organ
panjat, perbungaan dan bunga, buah
dan semai. Informasi mengenai botani
ini terutama mengacu kepada
Dransfield (1974, 1979 dan 1984);
Alrasyid (1989); Dransfield dan
Manokaran (1994); dan Kalima (1996).
G. Anatomi
Ciri anatomi dipisahkan dalam
dua ciri, yaitu ciri umum dan ciri
anatomi. Ciri umum adalah risalah
rotan secara umum dan ditetapkan
berdasarkan hasil pengamatan secara
makroskopis yang meliputi warna,
diameter tanpa pelepah, panjang ruas
dan tinggi buku. Kemudian ciri anatomi
ditetapkan berdasarkan hasil
pengamatan dan pengukuran secara
mikroskopis yang meliputi dimensi
ikatan pembuluh, ikatan serabut,
serabut, pembuluh metaxylem dan
protoxylem serta phloem. Cara
penyajian mengenai ciri anatomi dapat
berbeda tergantung data yang
didapatkan. Informasi mengenai ciri
anatomi ini banyak mengacu pada
Siripatanadilok (1974); Weiner and
Liese (1990 dan 1993); Bhat and
Thulasidas (1993); Rachman (1996);
dan RSNI3 mengenai Jenis, sifat dan
kegunaan rotan.
H. Kimia
Komponen kimia yang disajikan
dalam buku ini meliputi kadar
holoselulosa, α-selulosa, lignin dan
kadar pati. Diduga, semakin tinggi
kadar holoselulosa yang terdapat
dalam rotan maka keteguhan lenturnya
juga makin tinggi. α-selulosa terdapat
dalam holoselulosa, dan memiliki
fungsi yang sama dengan selulosa.
Penentuan kadar holoselulosa
mengikuti prosedur SII. 1657-85,
sedangkan penetapan kadar α-selulosa
mengikuti prosedur SII. 0443-81.
Lignin merupakan polimer
organik berbentuk amorf yang
berfungsi sebagai bahan perekat serat.
6
Penetapannya dilakukan dengan
metode Standar ASTM D 1106-56 dan
SII. 0528-81. Informasi kandungan
lignin diduga dapat menentukan
kekuatan pada batang dimana semakin
tinggi kadar lignin dalam rotan maka
rotan makin kuat karena ikatan antara
serat juga makin kuat.
Kadar pati merupakan cadangan
karbohidrat utama pada tumbuhan
tingkat tingg. Pati merupakan makanan
utama serangga bubuk rotan perusak
rotan kering. Makin tinggi kandungan
pati dalam rotan maka makin rentan
serangan bubuk rotan kering, informasi
ini penting untuk mengetahui
ketahanan atau keawetan rotan.
Penetapannya kadar pati dilakukan
dengan metode Standar SII. 070-1979.
Pada beberapa jenis
dicantumkan juga kandungan silika
dalam batang rotan. Penentuan kadar
silika ini mengikuti prosedur SII. 1292-
85.
Informasi mengenai kandungan
kimia ini banyak mengacu pada
Hadikusumo (1994); Rachman (1996);
dan Jasni (1996).
I. Fisis Mekanis
Sifat fisis rotan yang
dicantumkan dalam risalah adalah
kadar air dan berat jenis.
Sifat mekanis rotan merupakan
salah satu sifat penting yang dapat
dipakai untuk menduga kegunaan
suatu jenis rotan. Dalam risalah ini
disajikan nilai rata-rata keteguhan
rotan dalam kondisi kering udara. Nilai
keteguhan diperoleh dari hasil
pengujian contoh uji ukuran kecil yang
bebas cacat. Nilai sifat mekanis yang
disajikan meliputi Modulus of Rupture
(MOR) dan Modulus of Elasticity
(MOE). Informasi mengenai sifat fisis
mekanis ini banyak mengacu pada
Nasa (1989); Hadikusumo (1994);
Rachman (1996); dan RSNI3 (2003)
mengenai Jenis, sifat dan kegunaan
rotan.
J. Pelengkungan
Sifat pelengkungan rotan sangat
dibutuhkan untuk membuat bentuk
lengkung. Pada dasarnya rotan dapat
dilengkungkan dengan mudah, namun
untuk menghindari pecah dan rusak
akibat pelengkungan, maka rotan perlu
mendapatkan perlakuan pendahuluan.
Perlakuan pendahuluan yang berlaku
saat ini berupa pengukusan. Informasi
7
yang disajikan dalam buku ini meliputi
radius pelengkungan dan waktu
pengukusan yang dianjurkan. Data
mengenai pelengkungan banyak
mengacu pada Hadikusumo (1994)
dan Rachman, dkk. (2006).
K. Keawetan
Data keawetan rotan yang
disajikan merupakan hasil pengujian di
laboratorium. Pengujian keawetan
rotan dilakukan terhadap bubuk
perusak rotan (Dinoderus minutus
Farb.).
Daya tahan rotan terhadap
bubuk diuji secara laboratoris dengan
menggunakan contoh uji kering udara
yang berukuran panjang 2,5 cm untuk
rotan berdiameter besar dan 5 cm
untuk rotan berdiameter kecil. Untuk
pengujian rotan besar, salah satu sisi
terlebar dipasang semprong kaca dan
ke dalamnya dimasukkan 10 ekor
bubuk dewasa. Untuk masing-masing
jenis rotan disediakan 10 buah contoh
uji.
Jumlah bubuk yang masih hidup
dan pengurangan berat contoh uji
rotan setelah uji (mg) akibat serangan
bubuk setelah 5 minggu dipakai
sebagai ukuran untuk menetapkan
daya tahan rotan terhadap bubuk
tersebut. Disamping itu diamati juga
secara okuler derajat serangan bubuk
pada masing-masing contoh uji.
Klasifikasi daya tahan rotan
terhadap bubuk adalah sebagai
berikut:
Kelas I : < 42 mg
Kelas II : 43 – 62 mg
Kelas III : 63 – 82 mg
Kelas IV : 83 – 102 mg
Kelas V : > 102 mg
Informasi mengenai sifat
keawetan banyak mengacu pada Jasni
dan Supriana (1999).
L. Pemanfaatan
Data mengenai pemanfaatan
rotan banyak mengacu dari Dransfield
dan Manokaran (1994 dan 1996);
Rachman dan Jasni (2006); serta
RSNI3 (2003) mengenai Jenis, sifat
dan kegunaan rotan, di samping data
yang langsung diperoleh dari penelitian
di lapangan.
8
III. RISALAH ROTAN
Calamus manan Miq.
Sinonim: Calamus giganteus Becc.
(1893)
Nama perdagangan/nama daerah:
Rotan manau (umum di seluruh
kawasan dan dalam perdagangan)
Nama di negara lain: Rotan manau
telur (Semenanjung Malaysa)
Daerah persebaran: Sumatra dan
Kalimantan
Silvikultur
Tempat tumbuh
Calamus manan merupakan spesies
hutan dipterokarpa dataran rendah
terutama dekat lereng yang curam
dengan kisaran ketinggian antara 500-
1000 m di atas permukaan laut, paling
melimpah pada ketinggian 50-600 m di
atas permukaan laut. Rotan ini
menghendaki lahan kering tanah
bersolum dalam, lembab dan tanah
berstruktur liat dan iklim basah. Semai
ditemukan melimpah di hutan
perbukitan.
Perbanyakan dan penanaman
Perbanyakan dilakukan menggunakan
biji, dengan prosedur perbanyakan
sebagai berikut: dinding buah yang
berdaging dibersihkan dan dijaga agar
tetap lengas karena kondisi yang
kering akan menyebabkan embrio
mati. Biji ditanam dalam bedeng yang
dinaungi dan dipindahkan dalam
kantung politena ketika daun pertama
muncul. Semai ditempatkan di bawah
naungan dan diberi banyak
kelengasan, namun tetap dijaga agar
tidak ada genangan air. Semai siap
ditanam setelah kurang lebih berusia
9-12 bulan. Saat penanaman, semai
membutuhkan pohon penopang
dengan intensitas pencahayaan kurang
lebih 50 %. Pada skala komersil, jenis
rotan ini telah ditanam oleh penduduk
atau masyarakat pedesaan di
Kalimantan.
Botani
Jenis rotan ini tumbuh tunggal
(Soliter), memanjat, panjang mencapai
100 m. Diameter batang dengan
pelepah daun 66-80 mm. Pelepah
daun hijau tua, dilengkapi dengan duri
yang sangat rapat. Duri pipih segitiga
dan tersusun dalam kelompok-
kelompok yang tersebar acak. Di
9
antara duri terdapat lapisan lilin tipis
yang berlimpah. Lutut sangat jelas
berduri tunggal tersebar, panjang lutut
sampai 8 cm, okrea tidak jelas. Daun
bersirus sampai sekitar 8,54 m
panjangnya termasuk sirus 3 m
ditumbuhi duri-duri menyerupai
jangkar. Tangkai daun panjangnya
sampai sekitar 12 cm dan lebarnya 5
cm pada tumbuhan dewasa. Rakis
dilengkapi duri segitiga pendek, lebat,
baik permukaan atas maupun bawah,
dengan indumentum kelabu yang
tersebar di antaranya. Anak daun
berjumlah 47 di kanan dan kiri rakis,
berbentuk lanset, tersusun secara
teratur. Ukuran anak daun 43-53 cm x
1-7,4 cm. Perbungaan masif, bunga
jantan bercabang lebih halus dari
bunga betina, panjang sampai 2,5 m
dengan perbungaan parsial sampai 9
pasang yang panjangnya mencapai 70
cm. Buah masak bulat sampai bulat
telur, berukuran 28 x 20 mm, berparuh
pendek, dan ditutupi dengan 15
barisan vertikal sisik kekuningan
dengan pinggiran coklat kehitaman. Biji
bulat telur, sampai 18 x 12 mm,
dengan permukaan berbintik-bintik
halus; endosperma rapat dan dalam.
Daun semai dengan 2 anak daun yang
menudung divergen dengan kuncup
kelabu-biru berlilin pada permukaan
hijau kusam yang pucat.
Anatomi
Calamus manan dengan ciri umum:
Diameter tanpa pelepah 30 – 80 mm
Panjang ruas rata-rata 18-35 cm
Tinggi buku rata-rata 2,12 mm
Warna kekuningan.
Ciri anatomi:
Ø ikatan pembuluh 404,8 μm
Ø metaxylem 228,2 μm
Ø protoxylem 37,5 μm
Ø phloem 40,2 μm
Panjang sel serabut 1586,7 μm
Tebal dinding sel serabut 5,4 μm
KIP (Kerapatan iikatan pembuluh) 3,1
buah/mm2
Kimia
Holoselulosa 71,45%
α-selulosa 39,05%
Lignin 22,22%
Pati 18,50%
Fisis Mekanis
Kadar Air 13,77%
Berat Jenis 0,55
MOE 19.827 kg/cm2
MOR 734 kg/cm2
10
Pelengkungan
Rotan manau sangat mudah
dilengkungkan. Dengan pengukusan
selama kurang lebih 10 menit, jenis
rotan ini mampu dilengkungkan
dengan radius < 10 cm.
Kelas awet
Kelas I
Pemanfaatan
Batang Calamus manan memiliki
diameter besar dan berkualitas sangat
baik, sehingga banyak dicari. Jenis
rotan ini merupakan bahan baku yang
baik untuk membuat kerangka mebel
baik dalam bentuk alami (tanpa poles)
maupun dipoles.
11
`
Struktur anatomi batang Calamus manan Miq. - a. Metaxylem; b. Phloem; c. Protoxylem; d. Parenkim aksial; e. Jaringan parenkim dasar;
f. Berkas serabut
Sumber : Indrawati (1992)
d
e
f
Bentuk batang rotan manau
Foto oleh Jasni, Rachman dan Damayanti (2007)
12
Specimen Calamus manan Miq.
Keterangan : 1. Bagian pangkal daun; 2. Bagian atas daun dengan kucir; 3. Bagian kucir; 4. Dua anak daun; 5. Pelepah daun; 6. Bagian perbuahan; 7. Buah
Sumber : Aminudin bin Muhammad dalam Dransfield dan Manokaran (1996)
13
Calamus inops Becc.
Nama perdagangan/nama daerah:
Rotan tohiti, sambutan (Sulawesi,
Maluku)
Nama di negara lain: -
Daerah persebaran: Sulawesi
(merupakan spesies yang endemik)
Silvikultur
Tempat tumbuh
Calamus inops dijumpai di dataran
rendah, lahan kering dan lereng
gunung pada hutan Agathis, pada
ketinggian 10-1500 m di atas
permukaan laut. Tumbuh di tanah
yang berstruktur liat dan beriklim
basah.
Perbanyakan dan penanaman
Perbanyakan dilakukan dengan biji;
prosedur perbanyakan, persemaian
dan teknik penanaman di lapangan
serupa dengan jenis Calamus manan.
Botani
Jenis rotan ini tumbuh berumpun,
memanjat, panjang dapat mencapai
200 m. Diameter batang dengan
pelepah daun antara 66-80 mm. Daun
termasuk sirus dan tangkai panjangnya
mencapai 423 cm. Pelepah daun hijau
tua, dilengkapi dengan duri segitiga
pipih yang panjangnya mencapai 5-15
mm, sangat rapat. Warna duri hitam,
tersusun seperti sisir melingkar, mulut
pelepah daun berduri. Lutut sangat
jelas, kadang berduri, kadang tidak.
Panjang tangkai daun antara 50-300
mm, dengan duri-duri yang bervariasi
di seluruh permukaannya. Rakis
berduri tunggal berwarna kekuningan;
panjang sirus 122-180 cm dilengkapi
dengan kelompok duri 1-6 dan
melengkung. Anak daun berjumlah 54
pasang, tersusun teratur, bentuk anak
daun pita, berukuran 14-42 cm x 0,8-
2,2 cm; permukaan anak daun bagian
atas dan bawah hijau, tulang daun
pertama pada bagian bawahnya
berambut.
Anatomi
Calamus inops dengan ciri umum:
Diameter tanpa pelepah 10 – 40 mm
Panjang ruas 30 – 60 cm
Tinggi buku rata-rata 1,06 mm
Warna kekuningan kebiruan, kuning
gading.
14
Ciri anatomi:
Ikatan pembuluh 31%
Sklerenkim 34%
Parenkim 34%
Panjang sel serabut 1210 μ
Tebal dinding sel serabut 5,7 μm
KIP (Kerapatan ikatan pembuluh) 5,7
buah/mm2.
Kimia
Holoselulosa 74,42%
α-selulosa 43,28%
Lignin 21,34%
Pati 18,57%
Fisis Mekanis
Kadar Air 12,55%
Berat Jenis 0,56
MOE 54.000 kg/cm2
MOR 456 kg/cm2
Pelengkungan
Radius terkecil pelengkungan tanpa
pengukusan mencapai 17,5-28,4 cm,
dengan pengukusan 5,3-12,0 cm.
Keawetan
Kelas awet I
Pemanfaatan
Batang Calamus inops umumnya
digunakan dalam bentuk bulat poles
atau tanpa poles sebagai rangka
mebel. Selainnya diolah menjadi kulit,
hati (cor) dan filtrit untuk bahan
anyaman.
15
Struktur anatomi batang Calamus inops Becc. - a. Metaxylem; b. Phloem; c. Protoxylem; d. Parenkim aksial; e. Jaringan parenkim
dasar; f. berkas serabut Sumber : Jasni (1996)
b a
c
d
e f
Bentuk batang rotan tohiti
Foto oleh Jasni, Rachman, dan Damayanti (2007)
16
Specimen Calamus inops Miq.
Sumber : Jasni, dkk (2006)
17
Calamus zollingeri Becc.
Nama perdagangan/nama daerah:
Rotan batang, batang putih, umul
(sulawesi), rotan air, halawaku malibat
(Maluku)
Nama di negara lain: -
Daerah persebaran: Sulawesi dan
Maluku
Silvikultur
Tempat tumbuh
Calamus zollingeri terdapat di hutan
primer dataran rendah sampai
ketinggian 800 m, biasanya dekat
sungai kecil. Tumbuh pada tanah yang
berstruktur liat dan iklim basah.
Perbanyakan dan penanaman
Perbanyakan dengan biji dan mungkin
juga dengan menggunakan taruk
tunas. Batang dipotong pada bagian
pangkalnya dan ditarik keluar, setelah
pelepah daun tua dibersihkan, rotan
dipotong berukuran 4 m. Penanganan
selanjutnya serupa dengan Calamus
manan.
Botani
Jenis rotan ini berumpun, panjang
batang sampai 40 m. Daun berkucir
panjang sampai 7 m. Pelepah daun
dengan panjang 40 cm, warna hijau
kusam, ditumbuhi duri yang lebat
beragam bentuk segitiga yang liat,
coklat kusam sampai hitam, panjang
5,5 cm, pangkal 8-12 duri. Yang
berdampingan sering menyatu
membentuk kerah yang panjangnya
2,5 cm. Buah masak membulat.
Diameter 5 mm, coklat tua, buah muda
hijau, berubah menjadi putih dalam
specimen herbarium yang kering.
Anatomi
Calamus zollingeri dengan ciri umum:
Diameter tanpa pelepah 20 - 40 mm
Panjang ruas 35-50 cm
Tinggi buku rata-rata 2,74 mm
Warna abu-abu mengkilap.
Ciri anatomi:
Ø ikatan pembuluh 346,6 μm
Ø metaxylem 206,3 μm
Ø protoxylem 33,6 μm
Ø phloem 39,3 μm
Panjang sel serabut 1555 μm
Tebal dinding sel serabut 5,83 μm
KIP (Kerapatan iikatan pembuluh) 4,7
buah/mm2
18
Pelengkungan
Radius terkecil pelengkungan tanpa
pengukusan 12,5-26,9 cm; dengan
pengukusan 7,2-21,7 cm.
Keawetan
Kelas awet II
Pemanfaatan
Calamus zollingeri menghasilkan rotan
batang yang sangat bagus. Batang
rotan ini digunakan dalam bentuk bulat
umumnya dipoles sebagai kerangka
mebel atau discraped (kikis buku).
19
Struktur anatomi batang Calamus zollingerii Becc. Keterangan : a. Metaxylem; b. Phloem; c. Protoxylem;
d. Parenkim aksial; e. Berkas serabut; f. Jaringan parenkim dasar Sumber : Indrawati (1992)
f
Bentuk batang rotan batang
Foto oleh Jasni, Rachman, dan Damayanti (2007)
20
Specimen Calamus zollingeri Becc.
Keterangan : 1. Batang berpelepah dan daun; 2. Pelepah-daun; 3. Bagian pangkal daun; 3. Bagian pangkal daun; 4. Bagian atas daun; 5. Kucir; 6. Rincian kucir; 7. Bagian perbuahan; 8. Rincian perbuahan; 9. Buah
Sumber : Mogea dalam Dransfield dan Manokaran (1996)
21
Calamus scipionum Loureiro
Nama perdagangan/nama daerah:
Rotah semambu (Jawa, Sumatera);
(Kalimantan)
Nama di negara lain: Semambu
(Malaya Peninsula), Waai maithao
(Thailand)
Daerah persebaran: Sumatra,
Kalimantan, dan Jawa.
Silvikultur
Tempat tumbuh
Calamus scipionum hidup berumpun,
merupakan spesies dataran rendah
sampai pegunungan, yang tersebar
luas sampai pada ketinggian lebih dari
200 m di atas permukaan laut.
Umumnya dijumpai dalam belukar atau
hutan basah. Jenis ini menyukai tanah
aluvial dan sering terdapat di hutan
sekunder (Dransfield, 1979).
Perbanyakan dan Penanaman
Penanaman menggunakan tunas akar,
namun budidaya yang lebih efisien
menggunakan semai yang
ditumbuhkan dari biji. Prosedur
persemaian dan teknik penanaman di
lapangan serupa dengan Calamus
manan.
Botani
Spesies rotan ini tumbuh berumpun,
memanjat sampai mencapai panjang
100 m bahkan lebih. Diameter batang
dengan pelepah daun 50 mm. Pelepah
daun hijau dengan duri besar
berbentuk segi tiga pipih, duri
kekuningan dengan bagian pangkal
hitam, berukuran 5x1,5 cm.
Indumentum berwarna kelabu ketika
masih muda. Lutut jelas, okrea
pendek. Panjang flagela 7 m dilengkapi
dengan duri hitam. Panjang daun
sampai 2 m. Tangkai daun berukuran
sekitar 25-30 cm. Anak daun berjumlah
25 di kiri dan kanan rakis, tersusun
menyirip teratur. Ukuran anak daun
bagian bawah sekitar 40x3 cm, bagian
tengah sekitar 55x6 cm, bagian atas
sekitar 20x3 cm; hanya bagian ujung
anak daun yang berambut hitam.
Perbungaan jantan dan betina hampir
sama, panjangnya mencapai 6 m atau
lebih. Buah masak berbentuk bulat
telur, berukuran 14x9 mm dan ditutupi
dengan 14-15 sisik vertikal ke bawah.
Warna sisik hijau. Biji bulat telur
berukuran 9x5 mm. Semai dengan 4
anak daun seperti kipas.
22
Anatomi
Calamus scipionum dengan ciri umum:
Diameter tanpa pelepah 25 - 35 mm
Panjang ruas 30 - 80 cm
Tinggi buku rata-rata 2,06 mm
Warna coklat muda atau coklat muda
sampai coklat tua kehitaman.
Ciri anatomi:
Panjang sel serabut 1476 μm
Tebal dinding sel serabut 3,75 μm
Kimia
Holoselulosa 70,07 %
α-selulosa 37,36%
Lignin 22,19%
Pati 21,35%
Fisis Mekanis
Kadar Air 13,54%
Berat Jenis 0,44
MOE 20.500 kg/cm2
MOR 611,0 kg/cm2
Pelengkungan
Radius pelengkungan dengan
pengukusan selama sepuluh menit
4,52 cm.
Keawetan
Kelas awet III
Pemanfaatan
Batang Calamus scipionum umumnya
dalam bentuk poles digunakan untuk
membuat perabot dengan kualitas
sedang. Batang dengan jarak antar
buku-buku yang panjang baik untuk
membuat tongkat, tangkai payung, tas,
serta tangkai saringan minyak goreng.
Umbutnya dapat dimakan dan untuk
obat demam.
23
Struktur anatomi batang Calamus scipionum Loureiro Keterangan : a. Metaxylem; b. Phloem; c. Protoxylem;
d. Parenkim aksial; e. Berkas serabut; f. Jaringan parenkim dasar Sumber : Rachman (1996)
a
b
c d
e
f
Bentuk batang rotan semambu
Foto oleh Jasni, Rachman, dan Damayanti (2007)
24
Specimen Calamus scipionum Loureiro
Keterangan : 1. Bagian batang dengan pelepah-daun; 2. Bagian atas tangkai daun; 3. Bagian atas daun; 4. Bagian perbungaan betina; 5. Buah
Sumber : Manokaran (1996) dalam Dransfield dan Manokaran (1996)
25
Calamus ornatus BL.
Nama perdagangan/nama daerah:
Rotan seuti (Jawa), rotan kesur (Jawa
Barat), rotan kesup (Bengkulu), rotan
lambang (Sulawesi Tengah), rotan
buku dalam (Sulawesi Utara), Minong
atau munau (Kalimantan).
Nama di negara lain: Rotan dok, sek
batang, we maliang (Malaysa);
limuran, rimoran, borongan (Filipina);
waai chaang (Thailand)
Daerah persebaran: Sumatera,
Jawa, Kalimantan
Silvikultur
Tempat tumbuh
Calamus ornatus merupakan spesies
dataran rendah, lereng bukit, yang
tersebar luas sampai pada ketinggian
50-1150 m di atas permukaan laut.
Hidup pada tanah berstruktur liat dan
iklim basah.
Perbanyakan dan penanaman
Perbanyakan dilakukan dengan biji.
Jika semai telah mapan hanya
diperlukan sedikit perawatan di
samping penyiangan kadang-kadang.
Botani
Spesies ini tumbuh berumpun,
memanjat hingga mencapai panjang
50 m bahkan lebih. Diameter batang
dengan pelepah mencapai 7 cm.
Pelepah daun hijau dengan duri besar
berbentuk segitiga pipih. Duri
berwarna hitam dan bagian pangkal
duri berwarna kekuningan, berukuran
4x1 cm. Pelepah daun yang muda
kadang tidak berduri atau berduri
sangat jarang. Lutut jelas, okrea
pendek. Panjang flagela sekitar 8-10
m, hijau tua dengan duri pendek hitam
dan pangkal kekuningan. Panjang daun
sekitar 3,2-4 m, 7-10 m dengan
tangkai daun. Anak daun berjumlah
20-30 di kanan kiri rakis, berwarna
hijau muda tersusun menyirip teratur.
Bentuk anak daun jorong berukuran
68-80 cm x 8-9 cm, di ujung 4x0,5 cm.
Perbungaan termasuk flagela mencapai
8 m, terdiri atas 4-6 bagian bunga.
Buah masak berukuran 30x20 mm
berbentuk bulat panjang, ditutupi 15
sisik vertikal ke bawah berwarna coklat
sampai hitam. Buah masak berbiji satu,
bulat telur berukuran 15 x10 cm
ditutupi sisik hijau tua berkeluk balik,
rapi, kecil, di tengah bersaluran yang
dalam dengan pinggiran yang bewarna
samar-samar coklat jingga, berubah
menjadi hijau kuning pucat bila masak.
26
Biji berukuran sekitar 11,5 cm x 7,5
cm.
Anatomi
Calamus ornathus dengan ciri umum:
Diameter tanpa pelepah 30 - 40 mm
Panjang ruas 20 - 30 cm
Tinggi buku rata-rata 2,42 mm
Warna putih kekuningan.
Ciri anatomi:
Ø ikatan pembuluh 815,28 μm
Ø metaxylem 362,8 μm
Ø protoxylem 57,64 μm
Ø phloem 44,20 μ
Panjang sel serabut 1298 μm
Tebal dinding sel serabut 3,91μm
KIP (Kerapatan ikatan pembuluh) 2,9
buah/mm2
Kimia
Holoselulosa 72,69 %
α-selulosa 34,14%
Lignin 13,35%
Pati 21,82%
Fisis Mekanis
Kadar Air 13,76%
Berat Jenis 0,51
MOE 17.090 kg/cm2
MOR 441,96 kg/cm2 ;
Pelengkungan
Radius terkecil pelengkungan tanpa
pengukusan 23,0 cm; dengan
pengukusan 6,5 cm.
Keawetan
Kelas awet III
Pemanfaatan
Batan rotan umumnya digunakan
dalam bentuk poles untuk mebel dan
tangkai payung. Selain itu digunakan
juga dalam bentuk alami untuk tangkai
sapu, tangkai parang dan tangkai
kampak.
27
Struktur anatomi batang Calamus ornatus Blume Keterangan : 1. Metaxylem; 2. Protoxylem; 3. Phloem;
4. Parenkim aksial; 5. Berkas serabut; 6. Jaringan parenkim dasar Sumber : Jasni (1996)
1
2
4
5
6
Bentuk batang rotan seuti
Foto oleh Jasni, Rachman, dan Damayanti (2007)
28
Specimen Calamus ornatus Bl. tumbuhan tua Keterangan : 1. Daun; 2. Bagian pucuk daun; 3. Pelepah daun; 4.
Bagian perbuahan dengan flagela rembang (pucuk); 5. Bagian perbuahan; 6. Buah
Sumber : Mogea (1996) dalam Dransfield dan Manokaran (1996)
29
Calamus burckianus Becc.
Nama daerah: Howe balubuk
(Sunda), rotan sepet, penjalin bakul
(Jawa).
Nama di negara lain: -
Daerah persebaran: Jawa Barat,
Jawa Tengah, Jawa Timur
Silvikultur
Tempat tumbuh
Calamus burckianus merupakan
spesies dataran rendah sampai
pegunungan, dekat sungai, yang
tersebar luas sampai pada ketinggian
2-1500 m di atas permukaan laut.
Perbanyakan dan penanaman
-
Botani
Spesies ini tumbuh berumpun,
memanjat hingga mencapai panjang
20 - 40 m bahkan lebih. Diameter
dengan pelepah daun mencapai 3 cm.
Pelepah daun hijau dengan duri
tersusun rapat berwarna hitam. Lutut
jelas. Okrea jelas. Panjang daun sekitar
3-6 m termasuk sirus 1 m dan tangkai
daun 19-22 cm. Anak daun berjumlah
60-75 di kanan kiri rakis, berwarna
hijau muda tersusun menyirip teratur
berukuran 40x2,5 cm. Perbungaan
jantan dan betina hampir sama, terdiri
atas 5-10 bagian bunga.
Anatomi
Calamus burckianus dengan ciri umum:
Diameter tanpa pelepah berkisar 25
mm
Panjang ruas 20 - 22 cm
Tinggi buku rata-rata 2,64 mm
Warna putih kecoklatan.
Ciri anatomi:
Ø metaxylem 397 μm
Ø protoxylem 50 μm
Ø phloem 29 μm
Prosentase pori 18,93 %
Panjang sel serabut 1186 μm
Tebal dinding sel serabut 4,41 μm
KIP (Kerapatan ikatan pembuluh) 3,3
buah/mm2
Kimia
Holoselulosa 73,34 %
α-selulosa 42,35%
Lignin 24,03%
Pati 20,85%
Fisis Mekanis
Kadar Air 13,87%
Berat Jenis 0,50
30
MOE 18.270 kg/cm2
MOR 510,0 kg/cm2
Pelengkungan
Radius pelengkungan dengan
pengukusan selama 10 menit adalah
4,68 cm.
Keawetan
Kelas awet II
Pemanfaatan
Batang umumnya digunakan dalam
bentuk poles untuk mebel. Selain itu
diolah menjadi rotan belah yang
dihasilkan kulit, hati dan filtrit sebagai
bahan anyaman. Sedangkan yang
alami digunakan untuk tangkai sapu
dan parut kelapa tradisional.
31
Struktur anatomi batang Calamus burckianus Becc. Keterangan : M. Metaxylem; Ph. Phloem; Pr. Protoxylem; Is.
Berkas serabut; Pd. Jaringan parenkim dasar
Sumber : Jasni (1996)
Bentuk batang rotan balubuk
Foto oleh Jasni, Rachman, dan Damayanti (2007)
32
Specimen Calamus burckianus Becc. Keterangan : A. Bagian tumbuhan memuat pelepah; B. Helaian daun;
C. Ujung daun dengan sirus; D. Perbuahan. Sumber : Dransfield, J (1994) dalam Kalima (1996)
33
Korthalsia jughunii Blume
Nama daerah: Howe sampang, owe
menceng
Nama di negara lain: -
Daerah persebaran : Jawa dan
Sumatera
Silvikultur
Tempat tumbuh
Khortalsia jughunii dijumpai tumbuh di
dataran rendah, lereng bukit,
pegunungan, mulai pada ketinggian
400-1100 m di atas permukaan laut.
Perbanyakan dan penanaman
Selama ini budidayanya belum pernah
dilakukan.
Botani
Spesies ini tumbuh berumpun dengan
lebat dan sering bercabang tinggi
dalam tajuk hutan sehingga
mengakibatkan belitan besar. Batang
mencapai panjang 8 m. Batangnya
ramping, memanjat tinggi, hapasantik,
dan hermaprodit. Diameter dengan
pelepah mencapai diameter 2,1 cm.
Daun bersirus panjangnya sampai 140
cm, termasuk tangkai dan sirus;
panjang sirus sampai 70 cm; panjang
tangkai daun sampai 13 cm dilengkapi
duri tunggal tersebar, warna duri hijau
kekuningan. Pelepah daun hijau
dengan duri tersebar warna hijau
kekuningan, panjangnya sampai 1 cm.
Pelepah daun tidak berlutut dan selalu
berakhir dalam suatu okrea. Pelepah
daun dan okrea ditumbuhi duri yang
beragam, jarang sampai lebat. Okrea
menyerupai jala. Anak daun berjumlah
13 pasang, berbentuk rhomboid,
berukuran 20-26 x 5-12 cm. Spesimen
steril.
Anatomi
Khortalsia jughunii dengan ciri umum:
Diameter tanpa pelepah berkisar 16
mm
Panjang ruas rata-rata 32-40 cm
Tinggi buku rata-rata 4,9 mm
Warna coklat kusam.
Ciri anatomi:
ikatan pembuluh 808,40 μm
metaxylem 382,48 μm
protoxylem 44,28 μm
phloem 41,68 μm
Panjang sel serabut 1940 μm
Tebal dinding sel serabut 4,89 μm
34
Kimia
Holoselulosa 71,49%
α-selulosa 42,89%
Lignin 24, 41%
Pati 19,62 %
Fisis mekanis
Kadar Air 18,19 %
Berat Jenis 0,58
MOE 22.000 kg/cm2
MOR 834 kg/cm2 ;
Keawetan
Kelas awet III
Pelengkungan
Radius pelengkungan dengan
pengukusan selama 10 menit adalah
4,7 cm.
Pemanfaatan
Batang Khortalsia junghunii umumnya
digunakan dalam bentuk poles untuk
rangka mebel. Selain diolah menjadi
kulit, cor dan filtrit digunakan pula
sebagai bahan anyaman, tali-temali
serta untuk cambuk.
35
Struktur anatomi Korthalsia junghuhnii Miquel. Keterangan : 1. Metaxylem; 2. Protoxylem; 3. Phloem;
4. Parenkim aksial; 5. Berkas serabut; 6. Jaringan parenkim dasar Sumber : Jasni (1996)
1
2
3
4
5
1
Bentuk batang rotan sampang Foto oleh Jasni, Rachman, dan Damayanti (2007)
36
Specimen Korthalsia jughunii Miquel. Keterangan : A. Bagian tumbuhan memuat pelepah; B. Helaian daun.
Sumber : Kalima (1996)
37
Plectocomia elongata Bl.
Nama daerah: bubuai, howe bubuai,
menjalin warak (Sunda)
Nama di negara lain : Rotan
mantang (Malay Peninsula)
Daerah persebaran : Jawa, Sumatra
dan Kalimantan
Silvikultur
Tempat tumbuh
Plectocomia elongata Bl. merupakan
spesies dataran rendah yang tersebar
luas sampai pada ketinggian 1120 m di
atas permukaan laut.
Perbanyakan dan penanaman
Perbanyakan dapat menggunakan
tunas yang tumbuh pada ruas
batangnya, jumlah tunas pada ruas
batang sekitar 4-10. Nampaknya
budidaya melalui tunas yang tumbuh
pada ruas batang lebih cepat
dibandingkan dengan pembiakan
melalui biji. Cara perbanyakan seperti
ini sangat menarik untuk diketahui dan
dilakukan penelitian agar dapat
diterapkan pada spesies-spesies rotan
lainnya.
Botani
Spesies ini tumbuh berumpun dan ada
juga tunggal atau soliter, memanjat
sampai mencapai tinggi 30-50 m.
Diameter dengan pelepah mencapai
25-100 mm. Pelepah daun hijau,
ditutupi oleh duri horizontal atau
berbentuk sisir miring (roset). Warna
duri coklat keemasan atau coklat
kemerahan, panjang 3-4 cm dengan
indumentum berwarna putih atau
kuning tua. Lutut tidak ada. Daun
sangat besar, panjang 6-7 m termasuk
sirus 3 m dan tangkai daun 20-30 cm.
Anak daun 50-60 di kanan kiri rakis,
berbentuk pita jorong, tersusun tidak
teratur atau berkelompok 2-3.
Permukaan atas anak daun hijau dan
bagian bawah keputihan. Perbungaan
muncul dari ujung berjumlah sekitar 7-
10 bongkol yang panjangnya mencapai
80 cm. Buah masak sekitar 8 tanpa
braktea, sangat banyak. Diameter
buah 1,5 cm ditutupi oleh 50 sisik
vertikal ke bawah berwarna coklat
kemerahan. Biji berdiameter sekitar 1
cm. Semai berdaun lanset.
Anatomi
Plectocomia elongata dengan ciri
umum:
Diameter tanpa pelepah berkisar 20 -
90 mm
38
Panjang ruas 30-40 cm
Tinggi buku rata-rata 3,5 mm
Warna coklat dan coklat kemerahan.
Ciri anatomi:
ikatan pembuluh 982,24 μm
metaxylem 365,76 μm
protoxylem 73,70 μm
phloem 38,92 μm
Panjang sel serabut 2259,0 μm
Tebal dinding sel serabut 3,49 μm.
Kimia
Holoselulosa 73,84%
α-selulosa 40,60%
Lignin 16,85%
Pati 23,57 %
Fisis mekanis
MOE 38,.098 kg/cm2
Keteguhan belah 69.3 kg/cm2
Kekerasan 305 kg/cm2
Pelengkungan
Radius pelengkungan dengan
pengukusan selama 10 menit adalah
4,68 cm.
Keawetan
Kelas awet V
Pemanfaatan
Plectocomia elongata sudah mulai
digunakan dalam bentuk poles untuk
kerangka mebel. Selain itu hati dan
filtrit belum digunakan sebagai
anyaman, karena terlalu lunak.
Sedangkan kulit kemungkinan dapat
digunakan untuk anyaman.
39
Struktur anatomi Plectocomia elongata Mart. ex Blume Keterangan : 1. Metaxylem; 2. Protoxylem; 3. Phloem;
4. Parenkim aksial; 5. Berkas serabut; 6. Jaringan parenkim dasar Sumber : Jasni (1996)
1
2
3
4
5
6
Bentuk batang rotan bubuay
Foto oleh Jasni, Rachman, dan Damayanti (2007)
40
Specimen Plectocomia elongata Mart. ex Blume Keterangan : A. Bagian tumbuhan memuat pelepah; B. Daun;
C. Ujung daun dengan sirus. Sumber : Kalima (1996)
41
Calamus tumidus Furtado.
Nama daerah: Rotan manau tikus
Nama di negara lain : Rotan manau
buku hitam (Semenanjung Malaya
bagian Utara)
Daerah persebaran : Sumatra
Silvikultur
Tempat tumbuh
-
Perbanyakan dan penanaman
-
Botani
Batang mencapai panjang 60 m.
Panjang daun sampai 4 m termasuk
pelepah; pelepah daun ditumbuhi duri
besar dan indumentum berlutut.
Tangkai daun panjangnya sekitar 30
cm berwarna coklat kemerahan sampai
merah padam. Buah masak ellipsoid,
sekitar 22 x 18 mm, berparuh pendek,
tertutup dengan sisik coklat
kekuningan cembung dalam 15
barisan.
Anatomi
Plectocomia elongata dengan ciri
umum:
Diameter tanpa pelepah berkisar 12 -
25 mm
Panjang ruas –
Tinggi buku rata-rata –
Warna putih kekuningan.
Ciri anatomi:
ikatan pembuluh 316,7 μm
metaxylem 194,1 μm
protoxylem 32,2 μm
phloem 33,2 μm
Panjang sel serabut 1233,30 μm
Tebal dinding sel serabut 3,50 μm
Kimia
Holoselulosa -
Selulosa 56,62%
Lignin 21,79%
Silika 2,25 %
Fisis mekanis
Kadar Air -
Berat Jenis 0,45
Keteguhan tarik sejajar bagian luar 538
kg/cm2
Keteguhan tarik sejajar bagian dalam
631 kg/cm2
42
Keawetan
-
Pelengkungan
-
Pemanfaatan
Sama dengan rotan manau yaitu untuk
pembuatan kerangka mebel.
Struktur anatomi Calamus tumidus Furtado
Keterangan : a. Metaxylem; b. Phloem; c. Protoxylem; d. Parenkim aksial; e. Berkas serabut; f. Jaringan parenkim dasar
Sumber : Indrawati (1992)
f
43
Specimen Calamus tumidus Furtado Keterangan : 1. Daun; 2. Bagian batang dengan pelepah daun; 3.
Bagian perbungaan betina; 4. Buah muda
Sumber : Aminudin bin Muhammad dalam Dransfield dan Manokaran (1996)
44
Daemonorop robusta Warb.
Nama daerah: Rotan susu (Sulawesi
Utara), batang merah (Sulawesi
Tengah) rotan bulu rusa (Seram
Ambon), noko (Sulawesi Tenggara)
Nama di negara lain : -
Daerah persebaran : Sulawesi,
Maluku
Silvikultur
Tempat tumbuh
Daemonorop robusta Warb.
merupakan spesies hidup berumpun,
tumbuh luas 10 - 900 m diatas
permukaan laut dan tanah sarang
sampai berbatu-batu dan berpasir.
Perbanyakan dan penanaman
-
Botani
Batang mencapai panjang 20 m.
Diameter batang dengan pelepah 40
mm. Panjang daun sampai 5,5 m,
pelepah daun bewarna kuning sampai
pucat, lebat ditumbuhi indumentum
hitam. Duri biasanya lunak, ramping,
coklat keputih-putihan sampai hitam,
panjang duri sampai 7 cm. Buah masak
agak membulat, panjang 17 mm dan
diameter 20 mm, dengan sisik putih,
dan berwarna coklat cemerlang bila
dikeringkan.
Anatomi
Daemonorop robusta dengan ciri
umum:
Diameter tanpa pelepah 23 mm
Panjang ruas rata-rata 20-25 cm
Tinggi buku rata-rata 3,7 mm
Warna hijau keabu–abuan dan kuning
kehitaman.
Ciri anatomi:
ikatan pembuluh 316,3 μm
metaxylem 198,0 μm
protoxylem 33 μm
phloem 34,9 μm
Panjang sel serabut 1180 μm
Tebal dinding sel serabut 3,10 μm.
Kimia
Holoselulosa -
Selulosa 50,86%
Lignin 22,39%
Silika 1,59 %
Fisis mekanis
Kadar Air -
Berat Jenis 0,42
MOR 647 kg/cm2
MOE 33.774 kg/cm2
45
Keawetan
-
Pelengkungan
Radius terkecil pelengkungan tanpa
pengukusan 18,5 cm; dengan
pengukusan 6,5 cm.
Pemanfaatan
Pembuatan kerangka mebel dengan
kualitas sedang.
46
Struktur anatomi Daemonorops robusta Warb. Keterangan : a. Metaxylem; b. Phloem; c. Protoxylem;
d. Parenkim aksial; e. Berkas serabut; f. Jaringan parenkim dasar Sumber : Indrawati (1992)
f
Bentuk batang rotan batang susu
Foto oleh Jasni, Rachman, dan Damayanti (2007)
47
Specimen Daemonorops robusta Warb. Keterangan : 1. Batang berlepepah dan bagian pangkal daun; 2. Bagian
atas daun bersama kucir; 3. Pelepah daun; 4. Tiga pinak daun; 5. Rincian rakis bersama pinak daun; 6. Bagian perbuahan; 7. Rincian
perbuahan; 8. Buah. Sumber : Mogea (1996) dalam Dransfield dan Manokaran (1996)
48
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1979. Standar Industri Indonesia. Mutu dan cara uji tepung gaplek.
Departemen Perindustrian Republik Indonesia. SII-70-1979.
______. 1981. Standar Industri Indonesia. Cara uji kadar selulosa alpha, betha
dan gamma dalam pulp. Departemen Perindustrian Republik Indonesia.
SII-0443-1981.
______. 1981. Standar Industri Indonesia. Cara uji kadar lignin kayu dan pulp.
Departemen Perindustrian Republik Indonesia. SII-0528-1981.
______. 2005. RSNI3. Jenis, Sifat dan Kegunaan Rotan. Badan Standarisasi
Nasional. Jakarta. Belum diterbitkan.
Al Rasyid, H. 1989. Teknik penanaman rotan. Pusat Penelitian dan Pengembagan
Hutan dan Konservasi Alama. Badan Penelitian dan Pengembangan
Kehutanan, Bogor. Tidak diterbitkan.
Dransfield, J. 1974. A Short guide to rattan Biotrop/TF/74/128 Bogor, Indonesia 69 pp.
______. 1979. A manual of the rattan of Malay Peninsula. Malayan Forest Record
No. 29. FRIM, Malaysa.
______. 1984. The Rattan of Sabah. Sabah Forest Record. No 13. Forest
Departement Sabah.
Dransfield, J. and N. Manokaran. 1994. PROSEA Plant Resources of South East
Asia 6: Rattans .
______. 1996. Sumberdaya Nabati Asia Tenggara 6: Rotan. Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta dan PROSEA Bogor.
Hadikusumo, S. A. 1994. Exploration of physical and mechanical properties of
precently unused Rattan. Buletin Fakultas Kehutanan No.25:1-19.
Fahutan UGM. Yokyakarta.
49
Hartono. 1998. Prospek industri rotan dan saran yang diperlukan. Makalh pada
workshop tentang deregulasi rotan. Asmindo. Jakarta.
Indrawati, L. 1992. Struktur Anatomi Beberapa Jenis Rotan. Skripsi S1. Jurusan
Teknologi Hasil Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.
Bogor. Tidak diterbitkan.
Jasni. 1996. Struktur Anatomi Batang dan Kandungan Kimia Rotan Serta
Pencegahan Serangan Bubuk Dinoderus Minutus Fabr. pada Beberapa
Jenis Rotan. Tesis S2. Program Studi Biologi. Program Pascasarjana.
Universitas Indonesia. Depok.
_____, dan N. Supriana, 1999. The resisten of eight rattan species against the
powder post beetle Dinoderus minutus Farb. Proceeding of the Fourth
Internasional Conference of Wood Science, Wood Technology and
Forestry. Missenden Abbey. 14th-16th Juli. Forest Products Research
Centre. Bungkinghamshire Chilters University College High Wycome,
England. pp : 157 –162.
_______, O. Rachman, Krisdianto, T. Kalima, N. Hadjib, Suhariyanto, J. Mogea.
2006. Kosep Atlas Rotan. Pusiltbang Hasil Hutan. Laporan Proyek. Tidak
diterbitkan.
Kalima, T., 1996. Flora rotan di Pulau Jawa serta kerapatan dan persebaran
populasi rotan di tiga wilayah kawasan Taman Nasional Gunung
Halimun Jawa Barat. Thesis S2 Program Studi Biologi Program Pasca
Sarjana. Universitas Indonesia. Depok. Tidak diterbitkan.
Nasa. I. M. 1989. Studi Perbandingan Beberapa Sifat Fisik, Mekanik dan Kimia
antara Rotan Bubuay (Plectpcomia eongata BL.) dengan Rotan Manau
(Calamus manan Miq.). Skripsi S1. Jurusan Teknologi Hasil Hutan.
Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.
Rachman, O. 1996. Peranan sifat anatomi, kimia dan fisis terhadap mutu rekayasa
rotan. Disertasi Doktor. Program Pasca sarjana IPB. Bogor.
______, dan Jasni. 2006. Rotan Sumberdaya, Sifat dan Pemanfaatannya. Badan
Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. 132 hal.
50
______, Jasni, dan Krisdianto. 2006. Teknologi Pelengkungan dan Peningkatan
Kemampuan Radius Lengkung untuk Efisiensi Industri Pengolahan
Rotan. Sub judul : Peningkatan kemampuan radius lengkung rotan
sebagai bahan baku mebel. Laporan Hasil Penelitian. Pusat Penelitian
dan Pengembangan Hasil Hutan. Badan Penelitian dan Pengembangan
Kehutanan. Bogor. Tidak diterbitkan.
Siripatanadilok, S. 1974. Anatomical investigation of Javanese Rattan cane as a
quide to their identification. Biotrop Tropical Forest Research. Bogor.
Wiener, G. and W. Liese. 1990. Rattan stem anatomy and taxonomic implications.
IAWA Bulletin : 11 (1):61-70.
_____, 1993. Generic Identification Key to Rattan Palms Based and Stain
Anatomical Characters. IAWA. Journal. 14(1): 55-61.
51
GLOSARI
Anyaman rotan: hasil anyaman dengan bahan baku kulit atau hati rotan yang
dapat dibentuk lebih lanjut untuk meningkatkan manfaat dan nilai tambah.
Bahan baku mebel rotan: bahan baku mebel yang terdiri dari rotan WS, rotan
bulat pendek, rotan kikis buku, rotan bulat kupasan, rotan belahan hati, kulit
rotan dan anyaman rotan.
Biji: unit pembiakan yang dibentuk dari bakal biji yang telah dibuahi, tersusun
atas embrio dan kulit, dan dalam beberapa hal juga memiliki endosperma.
Buah: bakal buah yang masak dengan bagian-bagian yang menggala.
Buku: suatu titik di batang atau cabang tempat munculnya daun atau cabang.
Duri: struktur keras berujung runcing-lurus kaku pendek.
Flagelum: organ panjat pada rotan yang dikembangkan dari suatu perbungaan
yang termodifikasi, tumbuh pada suatu pelepah daun, hanya terdapat pada
marga Calamus.
Holoselulosa merupakan selulosa yang mempunyai molekul gula linear berantai
panjang dan berfungsi memberikan kekuatan tarik pada batang yang
disebabkan karena adanya ikatan kovalen yang kuat dalam cincin piranosa
dan antar unit gula penyusun selulosa.
Ikatan pembuluh: sel-sel metaxylem, phloem, protoxylem dan sel-sel serabut
yang membentuk suatu ikatan yang terletak menyebar diantara jaringan
parenkim dasar.
Kadar air (%) merupakan hasil pengukuran kadar air rotan dalam kondisi kering
udara. Berat jenis merupakan perbandingan berat dan volume kayu dalam
keadaan kering udara dengan kadar air rotan rata-rata sekitar 15%.
Keranjang: hasil anyaman jalinan bahan baku rotan bulat WS, rotan bulat
pendek, rotan kikis buku, rotan bulat kupas, kulit rotan atau hati rotan yang
ditandai dengan aneka bentuk kerajinan bermotif kembang.
52
Kucir: organ panjat dari rotan yang dikembangkan dari perpanjangan ujung
daun.
Lignin: Polimer kompleks dari unit fenilpropana dengan berat molekul tinggi yang
berfungsi memberikan kekakuan pada batang rotan.
Lutut: suatu pembengkakan pelepah daun pada pangkal tangkai.
Mebel: hasil pengerjaan dari beberapa bentuk bahan baku yang sudah dirakit
menjadi suatu produk barang jadi.
Metaxylem: xylem yang berdiameter besar sebagai elemen anatomi yang
berfungsi sebagai saluran air dan zat hara dari akar ke daun.
Modulus elastisitas/Modulus of Elasticity/MOE: perbandingan antara
tegangan dan regangan yang berlaku sepanjang garis elastis.
Modulus patah/Keteguhan lentur statis maksimum/Modulus of
Rupture/MOR: tegangan pada batas maksimum.
Okrea: perpanjangan pelepah daun yang melampaui pangkal tangkai.
Pinak daun (leaflet) : lembar daun majemuk.
Phloem: elemen anatomi yang berfungsi sebagai saluran hasil fotosintesis dari
tajuk ke bagian-bagian lain dari tanaman.
Protoxylem: xylem berdiameter kecil yang berbentuk spiral sebagai saluran air
dan zat hara dari akar ke daun.
Sel serabut : sel-sel jaringan dalam komponen struktural yang memberikan
kekuatan pada rotan, dimana tebal dinding sel serabut merupakan
parameter anatomi yang paling penting dalam menentukan kekuatan rotan
dan dinding yang lebih tebal membuat rotan menjadi lebih keras dan lebih
berat.
Selulosa: molekul gula linier berantai panjang dalam golongan holoselulosa yang
berfungsi untuk memberikan kekuatan tarik dan lentur batang. Kemurnian
selulosa alami ditunjukkan oleh prosentase α-selulosa.
53
Sifat anatomi: sifat yang terdapat pada suatu jenis rotan yang diidentifikasi
secara anatomi.
Sifat fisis mekanis: sifat suatu jenis rotan yang ditentukan berdasarkan
penampakan fisik dan keteguhannya.
Sifat kimia: sifat yang didasarkan atas kandungan kimia yang terdapat pada
suatu jenis rotan yang dianalisa secara kimia.
Silika: zat kaca yang sangat keras yang dapat menumpulkan pisau pengolahan
dan diperoleh setelah rotan diabukan.
Rakis: dalam selembar daun, sumbu tempat pinak-pinak daun tumbuh; dalam
suatu perbungaan, sumbu yang ditumbuhi cabang-cabang tingkat pertama.
Rotan: palem memanjat yang termasuk anak suku Calamoideae.
Ruas: antar buku-bagian dari batang antara dua buku.
Tumbuh berumpun (cluster): rotan tumbuh lebih dari satu batang pada satu
rumpun.
Tumbuh tunggal (soliter): rotan tumbuh tunggal, tidak mempunyai tunas-
tunas pada batang.
Tunas: cabang atau ranting tumbuh yang muda.
54
INDEKS NAMA ROTAN
Batang merah – 44 Batang putih – 17 Borongan - 25 Bubuai - 37 Calamus burckianus Becc. - 29 Calamus giganteus Becc. (1893) - 8 Calamus inops Becc. - 13 Calamus manan Miq. - 8 Calamus ornatus BL. - 25 Calamus scipionum Loureiro - 21 Calamus tumidus Furtado. - 41 Calamus zolingeri Becc. - 17 Daemonorop robusta Warb. - 44 Halawaku malibat – 17 Howe balubuk - 29 Howe bubuai - 37 Howe sampang - 33 Korthalsia jughunii Bl. - 33 Limuran – 25 Menjalin warak - 37 Minong – 25 Munou – 25 Noko – 44 Owe menceng - 33 Penjalin bakul - 29 Plectocomia elongata Bl. – 37
Rimoran - 25 Rotan air – 17 Rotan batang - 17 Rotan buku dalam - 25 Rotan bulu rusa - 44 Rotan dok – 25 Rotan kesup – 25 Rotan kesur – 25 Rotan lambang - 25 Rotan manau - 8 Rotan manau tikus - 41 Rotan manau telur - 8 Rotan manau buku hitam - 41 Rotan mantang – 37 Rotan semambu - 21 Rotan sepet – 29 Rotan seuti - 25 Rotan susu - 44 Rotan tohiti – 13 Sambutan – 13 Sek batang – 25 Tu’u - 21 Umul - 17 Waai chang – 25 Waai maithao – 21 We maliang - 25