hygiene hypothesis

6
Sistem Imun: Hygiene Hypothesis Pertama kali dikemukakan oleh Strachan. Hygiene hypothesis menyatakan bahwa infeksi dan kontak dengan lingkungan yang tak higienis dapat melindungi diri dari perkembangan alergi. Mekanisme: Sistem imun pada bayi didominasi oleh sitokin T helper (Th 2 ). Perkembangan sekresi Th 2 memerlukan IL-4. Sitokin ini dihasilkan oleh plasenta untuk mencegah penolakan imunologis janin. Menetapnya Th 2 plasenta berhubungan dengan perubahan nutrisi sehingga tidak terbentuk Th 1 . Setelah lahir pengaruh lingkungan akan mengaktifkan respons Th 1 sehingga akan terjadi keseimbangan Th 1 /Th 2 . Sel Th 1 dan Th 2 menghambat perkembangan satu sama lain. Sel Th 2 akan meningkatkan sintesis IL-4 dan IL-13 yang pada akhirnya akan menaikkan produksi IgE. Sedangkan sel Th 1 yang menghasilkan interferon gama (IFNγ) akan menghambat sel B untuk menghasilkan IgE. Bukti: insidensi asma menurun akibat infeksi tertentu (M. tuberculosis, measless atau hepatitis A) dan penurunan penggunaan antibiotik. Ketiadaan kejadian tersebut menyebabkan keberadaan Th2 menetap. Sehingga keseimbangan akan bergeser kearah Th2, merangsang produksi antibodi IgE untuk melawan antigen lingkungan seperti debu rumah dan bulu kucing.

Upload: dear-farah-sielma

Post on 18-Feb-2015

11 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Hygiene Hipotesis dan kaitannya dengan alergi

TRANSCRIPT

Page 1: Hygiene Hypothesis

Sistem Imun: Hygiene Hypothesis

Pertama kali dikemukakan oleh Strachan. Hygiene hypothesis menyatakan bahwa infeksi dan kontak dengan lingkungan yang tak

higienis dapat melindungi diri dari perkembangan alergi. Mekanisme: Sistem imun pada bayi didominasi oleh sitokin T helper (Th2). Perkembangan

sekresi Th2 memerlukan IL-4. Sitokin ini dihasilkan oleh plasenta untuk mencegah penolakan imunologis janin. Menetapnya Th2 plasenta berhubungan dengan perubahan nutrisi sehingga tidak terbentuk Th1. Setelah lahir pengaruh lingkungan akan mengaktifkan respons Th1

sehingga akan terjadi keseimbangan Th1/Th2. Sel Th1 dan Th2 menghambat perkembangan satu sama lain. Sel Th2 akan meningkatkan

sintesis IL-4 dan IL-13 yang pada akhirnya akan menaikkan produksi IgE. Sedangkan sel Th1

yang menghasilkan interferon gama (IFNγ) akan menghambat sel B untuk menghasilkan IgE. Bukti: insidensi asma menurun akibat infeksi tertentu (M. tuberculosis, measless atau

hepatitis A) dan penurunan penggunaan antibiotik. Ketiadaan kejadian tersebut menyebabkan keberadaan Th2 menetap. Sehingga keseimbangan akan bergeser kearah Th2, merangsang produksi antibodi IgE untuk melawan antigen lingkungan seperti debu rumah dan bulu kucing.

Faktor lain: turunnya infeksi berat pada bayi dan interaksi antara alergen dan polusi udara yang cenderung untuk terjadi sensitisasi. Infeksi akan menyebabkan peningkatan respons Th1

dan akan menurunkan kecenderungan perkembangan penyakit yang berhubungan dengan Th2.

Page 2: Hygiene Hypothesis

Faktor dari lingkungan yang mempengaruhi keseimbangan bergeser ke TH2 (non-allergic)a) Negara –negara berkembang (developing countries)b) Lingkup keluarga yang besarc) Lingkungan pedesaan, peternakan d) Microflora usus yang transient (berpindah)e) Penggunaan antibiotik yang rendahf) Infeksi cacing yang beratg) Sanitasi buruk, transmisi penyakit fecal-oral yang tinggi

Faktor dari lingkungan yang mempengaruhi keseimbangan bergeser ke TH1 (allergic)a) Negara-negara majub) Lingkup keluarga yang kecilc) Lingkungan perkotaan, berkecukupand) Microflora usus yang tidak berpindah (stabil)e) Penggunaan antibiotic yang tinggif) Infeksi cacing yang ringan/tidak adag) Sanitasi baik, transmisi penyakit fecal-oral yang rendah

Tambahan Proses Inflamasi

Mekanisme Bronchial Inflammation

Page 3: Hygiene Hypothesis

Keterangan.

Eosinofilik Eosinofil tinggi, menandakan inflamasi kronikNeutrofilik Neutrofil tinggi, menandakan inflamasi akutOcc. Asthma Occupational Asthma (penyakit asma akibat kerja)BHR Bronco Hyper ResponsiveAirway remodelling proses penyembuhan dari inflamasi, yang melibatkan regenerasi atau perbaikan jarang yang rusak/ injury dengan jenis sel parenkim yang sama dan pergantian jaringan yang rusak / injury dengan jaringan penyambung yang menghasilkan scar. Airway remodelling merupakan fenomena sekunder dari inflamasi atau merupakan akibat inflamasi yang terus menerus. Konsekuensi klinis: hipereaktivitas jalan nafas, distenbility / regangan jalan nafas, dan obstruksi jalan nafas.

Mekanisme Airway Remodelling

a) Epitel Denudasi (Mengelupas)Kerusakan dan pengelupasan epitel permukaan saluran nafas sdidapatkan pada pemeriksaan histologis. Terdapat sekelompok rontokan sel epitel (dikenal sebagai creola bodies) dalam sputum, serta peningkatan jumlah sel epitel dalam cairan bronchoalveolar lavage (BAL), dan hilangnya permukaan epitel pada spesimen biopsi saluran nafas.

b) Hiperplasia Kelenjar Submukosa dan Sel GobletSel-sel goblet dan kelenjar submukosa mensekresi mukus, dan proporsi sel goblet yang tinggi serta pembesaran kelenjar submukosa berhubungan dengan hipersekresi mukus, yang bisa menyebabkan penyempitan lumen saluran nafas, dan memperberat obstruksi.

Page 4: Hygiene Hypothesis

c) Penebalan Membran Basal dan Fibrosis SubepitelialSecara histologis, penebalan membran basal retikuler dari epitel saluran nafas merupakan ciri khas asma, yang tidak didapatkan pada PPOK, termasuk bronkitis kronis. Penebalan membran basal berhubungan dengan deposisi matriks ekstraseluler pada ruang subepitel yang bisa diamati dengan mikroskop elektron, dan disebut sebagai fibrosis subepitelial. 

d) Peningkatan Massa Otot-Polos Saluran NafasOtot polos saluran nafas merupakan sel efektor penting yang mengatur fungsi saluran nafas. Sel-sel otot-polos berperan aktif pada proses inflamasi dan remodeling melalui pelepasan sitokin, kemokin, dan protein-protein matriks ekstraseluler.

e) Hilangnya Integritas Tulang RawanDegradasi tulang rawan bisa menyebabkan obstruksi kronik serta memungkinkan terjadinya bronkokonstriksi yang lebih hebat.

f) AngiogenesisAngiogenesis yaitu pembentukan pembuluh darah baru dari yang sudah ada dan merupakan suatu proses yang diregulasi ketat, diperantarai oleh keseimbangan antara faktor proangiogenik dan antiangiogenik. Faktor pro-angiogenik meliputi endothelial cell-restricted tyrosine kinase receptor ligands, termasuk vascular endothelial growth factor (VEGF), dan angiopoietins yang bekerja bersama dengan growth factors seperti fibroblast growth factor (FGF)-2, angiogenin, sitokin dan kemokin seperti Interleukin-6 dan Interleukin-8 (IL-6 dan IL-8). Jaringan yang sakit atau mengalami injuri akan memproduksi dan melepaskan faktor-faktor tersebut ke jaringan yang berdekatan, untuk mengikatnya ke reseptor-reseptor permukaan yang asalnya sama pada sel-sel endotelial dari pembuluh darah yang telah ada sebelumnya.