hukum perburuhan

20

Click here to load reader

Upload: sitifauziahmaharani

Post on 16-Jun-2015

3.076 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: hukum perburuhan

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Prof. Iman Soepomo dalam bukunya “Pengantar Hukum Perburuhan” membagi

hukum perburuhan menjadi lima bidang sebagai berikut:

a. Bidang pengerahan dan penempatan tenaga kerja.

b. Bidang hubungan kerja.

c. Bidang kesehatan kerja.

d. Bidang keselamatan/keamanan kerja.

e. Bidang jaminan sosial.

Kelima bidang yang dikenal sebagai sistematika pancawarna tersebut didasarkan pada

pembagian materi perundang-undangan yang mengatur mengenai perburuhan.1

Bidang keselamatan kerja dapat dikatakan sebagai salah satu bidang yang menjadi

awal munculnya hukum perburuhan. Hal ini disebabkan oleh tujuan bidang tersebut, yaitu

untuk melindungi buruh sebagai pihak ekonomi lemah dari eksploitasi yang cenderung

dilakukan oleh majikan sebagai pihak pemilik modal. Perlindungan pada bidang inilah yang

pertama kali diberikan oleh negara dalam bentuk regulasi bagi para buruh.

Bidang keselamatan kerja, dahulu lebih ditujukan untuk menyelamatkan kepentingan

ekonomis perusahaan karena kecelakaan, untuk selanjutnya menyelamatkan para pekerja di

tempat kerja. Prof. Iman Soepomo berpendapat bahwa istilah keamanan kerja lebih tepat

daripada keselamatan kerja karena tujuannya kini adalah mencegah terjadinya kecelakaan

dengan menciptakan keamanan di tempat kerja, bukan lagi sekadar menyelamatkan.

Namun dewasa ini, masyarakat masih hidup dalam struktur kapitalis yang

eksplolaitatif sehingga penghargaan terhadap hak-hak kaum buruh masih sangatlah terbatas.

Dan seiring dengan berkembangnya dunia industri, dunia kerja selalu dihadapkan pada

tantangan-tantangan baru yang harus bisa segera diatasi bila perusahaan tersebut ingin tetap

eksis. Berbagai macam tantangan baru muncul seiring dengan perkembangan jaman. Namun

masalah yang selalu berkaitan dan melekat dengan dunia kerja sejak awal dunia industri

dimulai adalah timbulnya kecelakaan kerja.

Terjadinya kecelakaan kerja tentu saja menjadikan masalah yang besar bagi

kelangsungan sebuah perusahaan. Kerugian yang diderita tidak hanya berupa kerugian materi

1 Helena Poerwanto dan Syaifullah, Hukum Perburuhan Bidang Kesehatan dan Keselamatan Kerja, (Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005), hal. 18.

1

Page 2: hukum perburuhan

yang cukup besar namun lebih dari itu adalah timbulnya korban jiwa yang tidak sedikit

jumlahnya. Kehilangan sumber daya manusia ini merupakan kerugian yang sangat besar

karena manusia adalah satu-satunya sumber daya yang tidak dapat digantikan oleh teknologi

apapun.

Kerugian yang langsung yang nampak dari timbulnya kecelakaan kerja adalah biaya

pengobatan dan kompensasi kecelakaan. Sedangkan biaya tak langsung yang tidak nampak

ialah kerusakan alat-alat produksi, penataan manajemen keselamatan yang lebih baik,

penghentian alat produksi, dan hilangnya waktu kerja.

Jumlah kerugian materi yang timbul akibat kecelakaan kerja sangat besar. Sebagai

ilustrasi bisa dilihat catatan National Safety Council (NSC) tentang kecelakaan kerja yang

terjadi di Amerika Serikat. Di Amerika pada tahun 1980 kecelakaan kerja telah membuat

kerugian bagi negara sebesar 51,1 milyar dollar. Kerugian ini setiap tahun terus bertambah

seiiring dengan berkembangnya dunia industri di Amerika.

Pada tahun 1995 jumlah kerugian yang diderita oleh pemerintah Amerika sudah

mencapai angka 119 milyar dollar. Pertumbuhan kerugian sebesar 67,9 milyar dollar selama

15 tahun merupakan angka yang sulit dibayangkan besarnya. Kerugian ini belum termasuk

hilangnya korban jiwa yaitu setiap tahun 1 dari 10 pekerja tewas atau terluka dalam

kecelakaan kerja.

Di Indonesia sendiri sangat sulit menentukan jumlah angka kerugian materi yang

muncul akibat dari kecelakaan kerja. Hal ini karena setiap kejadian kecelakaan kerja

perusahaan bersangkutan tidak berkenan menyampaikan kerugian materi yang mereka derita.

Namun menurut catatan dari Departemen Tenaga Kerja (Depnaker) pada tahun 1999 terjadi

27.297 kasus kecelakaan kerja, dengan jumlah korban mencapai 60.975 pekerja. Dari

sejumlah korban tersebut terdiri dari 1.125 pekerja tewas, 5.290 cacat seumur hidup dan

54.103 pekerja sementara tidak bisa bekerja.

Melihat angka-angka tersebut tentu saja bukan suatu hal yang membanggakan.

Keadaan ini sangat mengganggu keberadaan perusahaan-perusahaan tersebut. Tentu saja

perusahaan-perusahaan tersebut tidak tinggal diam dalam menghadapi angka kecelakaan

yang begitu besar. Perusahaan-perusahaan banyak mengeluarkan dana setiap tahun untuk

meningkatkan keselamatan di lingkungan perusahaan agar angka kecelakaan kerja yang

tinggi bisa diatasi. Dana yang besar tersebut digunakan terutama untuk menambah alat-alat

keselamatan kerja (alat pemadam kebakaran, rambu-rambu, dll), memperbaiki proses

produksi agar lebih aman dan meningkatkan sistem manajemen keselamatan kerja secara

2

Page 3: hukum perburuhan

keseluruhan. Dalam beberapa tahun terakhir memang upaya tersebut bisa mengurangi angka

kecelakaan kerja. Namun masih jauh untuk mencapai angka kecelakaan kerja yang minimal.

Kenyataan bahwa ternyata perbaikan yang telah dilakukan oleh perusahaan tersebut

belum bisa menurunkan angka kecelakaan kerja seminimal mungkin. Lantas keamanan kerja

menjadi sesuatu yang serius, negara dan pemerintah pun bersikap skeptis terhadap tanggung

jawabnya untuk menyelamatkan nyawa kaum buruh yang berjumlah puluhan juta jiwa ini. Di

mata pemerintah, kenyamanan kaum pemodal untuk memupuk keuntungan jauh lebih penting

ketimbang berusaha melindungi kaum buruh dari keamanan kerja.

Hak kaum buruh atas keamanan kerja kemudian berpulang kembali kepada kesadaran

mereka untuk memperjuangkannya, persis seperti bagaimana kaum buruh harus

memperjuangkan hak-haknya yang lain.

Oleh karena itu, karena banyaknya kasus keamanan kerja yang sering diabaikan

menjadi masalah terhadap perlindungan buruh.

B. Pokok Permasalahan

Bagaimanakah perlindungan terhadap buruh atas keamanan kerja khususnya

mengenai kecelakaan kerja?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian makalah ini adalah untuk dapat menjelaskan, serta

menunjukkan, mengenai regulasi dan perlindungan terhadap buruh atas keamanan kerja

khususnya mengenai kecelakaan kerja.

D. Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual dalam makalah ini memuat tentang pengertian dari beberapa

istilah yang dipergunakan dalam makalah ini yaitu:

1. Tenaga Kerja

setiap orang yang mampu melakukanpekerjaan baik di dalam maupun di luar

hubungan kerja, guna menghasilkan jasa atau barang untuk memenuhi kebutuhan

masyarakat.2

2. Pekerja/buruh

2 Indonesia, Undang Undang Tentang Ketenagakerjaan, UU No. 13 Tahun 2003, psl 1 ayat (2).

3

Page 4: hukum perburuhan

setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk

lain.3

3. Kecelakaan kerja

kecelakaan yang terjadi berhubungan dengan hubungan kerja, termasuk penyakit

yang timbul karena hubungan kerja, demikian pula kecelakaan yang terjadi dalam

perjalanan berangkat dari rumah menuju tempat kerja dan pulang ke rumah

melalui jalan yang biasa atau wajar dilalui.4

E. Metode Penulisan

Dalam pembuatan makalah ini, penulis menggunakan metode normatif yang

berdasarkan atas studi pustaka. Penulis dalam mengerjakan dan menyelesaikan atas studi

pustaka. Penulis dalam mengerjakan dan menyelesaikan makalah ini menggunkan data

sekunder.

Dalam penelitian normatif, data sekunder mencakup:

a. Bahan hukum primer yang berupa dasar yang meliputi antara lain:

1. Undang-undang RI No. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan yang digunakan

sebagai dasar dari berlakunya salah satu ketentuan mengenai keamanan kerja;

2. Undang-undang No. 1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja;

3. Undang-undang No. 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja dengan

Peraturan Pemerintah No. 14 tahun 1993;

4. Keputusan Presiden No. 22 tahun 1993.

b. Bahan hukum sekunder yang meliputi segala buku referensi yang penulis gunakan, yaitu

antara lain dengan mencari bahan dari berbagai sumber yang meliputi perpustakaan-

perpustakaan. Serta sebagai bahan pembuatan makalah yang penulis tulis, penulis dapat

dari internet. Semua literatur yang berhubungan dengan masalah hukum perlindungan

perburuhan khususnya mengenai keamanan kerja.

c. Bahan hukum tersier adalah bahan yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum

primer dan sekunder, di antaranya adalah kamus dan literatur tentang metode penulisan

dan teknik penulisan.

F. Sistematika penulisan

3 Ibid., psl 1 ayat (3)4Indonesia, Undang Undang Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, UU No. 3 Tahun 1992, psl 1 ayat

(6).

4

Page 5: hukum perburuhan

Untuk mendapatkan gambaran dari apa yang diuraikan dalam penulisan skripsi ini,

maka materi dibagi dalam beberapa bab, yaitu:

BAB I: Sebagai bab pendahuluan, di dalamnya diuraikan tentang latar belakang

masalah yang diteliti, pokok permasalahanyang menjadi objek penulisan,

tujuan dari diadakannya penulisan, kerangka konseptual yang memuat

beberapa pengertian yang dipergunakan dalam penulisan makalah, metode

penulisan yang menggunakan inventarisasi data normatif dan sistematika

penulisan.

BAB II: Bab ini berisi tentang pembahasan mengenai landasan teori dari hukum

perlindungan perburuhan khususnya mengenai keamanan kerja serta

mencakup sedikit mengenai kasus yang terjadi di lapangan.

BAB III: Sebagai bab penutup, maka dalam penulisan makalah ini akan berisi tentang

kesimpulan dan saran.

BAB II

5

Page 6: hukum perburuhan

LANDASAN TEORI KEAMANAN KERJA

Merupakan hal yang sangat penting bagi setiap orang yang bekerja dalam lingkungan

perusahaan, terutama yang secara khusus bergerak di bidang produksi, untuk dapat

memahami arti pentingnya keselamatan kerja dalam bekerja kesehariannya. Hal ini memiliki

urgensi yang besar, baik untuk kepentingan diri sendiri maupun karena aturan perusahaan

yang meminta untuk menjaga hal-hal tersebut dalam rangka meningkatkan kinerja dan

mencegah potensi kerugian bagi perusahaan.

Azas pokok tentang keamanan kerja dicetuskan dalam Kitab Undang-undang Hukum

Perdata (Pasal 1602 w) dengan ketentuan yang mewajibkan majikan untuk mengatur dan

memelihara ruangan, alat dan perkakas, di tempat ia menyuruh melakukan pekerjaan

sedemikian rupa – demikian pula mengenai petunjuk-petunjuk sedemikian rupa – sehingga

buruh terlindung dari bahaya yang mengancam badan, kehormatan dan hartabendanya,

sepanjang mengingat sifat pekerjaan selayaknya diperlukan.5

Dalam Pasal 86 ayat 1 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 disebutkan bahwa setiap

pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas:

a. keselamatan dan kesehatan kerja;

b. moral dan kesusialaan; dan

c. perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama.6

Untuk mewujudkan perlindungan keselamatan kerja, maka pemerintah telah

melakukan upaya pembinaan norma di bidang ketenagakerjaan. Dalam arti pembinaan norma

ini sudah mencakup pengertian pembentukan, penerapan dan pengawasan norma itu sendiri.

Atas dasar tersebut maka telah dikeluarkanlah Undang-undang No.1 Tahun 1970

tentang Keselamatan Kerja yang telah ada sebelumnya yaitu Veilegheids Reglement Stbl. No

406 Tahun 1910, yang dinilai sudah tidak sesuai lagi dengan kemajuan dan perkembangan

masalah ketenagakerjaan.

Undang-undang ini berlaku terhadap semua tempat kerja, baik di darat, di dalam

tanah, di permukaan air, di dalam air, maupun di udara yang berada di wilayah kekuasaan

hukum Indonesia, di mana:

a. dibuat, dicoba, dipakai atau dipergunakan mesin, pesawat, alat, perkakas, peralatan atau

instalasi yang berbahaya atau dapat menimbulkan kecelakaan atau peledakan;

5 Prof. Iman Soepomo, S.H. Pengantar Hukum Perburuhan. (Jakarta: Djambatan, 2003), hal. 167.6 Lalu Husni, S.H., M. Hum. Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia. (Jakarta: PT RajaGrafindo

Persada, 2006), hal 137.

6

Page 7: hukum perburuhan

b. dibuat, diolah, dipakai, dipergunakan, diperdagangkan, diangkut, atau disimpan atau

bahan yang dapat meledak, mudah terbakar, menggigit, beracun, menimbulkan infeksi,

bersuhu tinggi;

c. dikerjakan pembangunan, perbaikan, perawatan, pembersihan atau pembongkaran rumah,

gedung atau bangunan lainnya termasuk bangunan perairan, saluran atau terowongan di

bawah tanah dan sebagainya atau dimana dilakukan pekerjaan persiapan.

d. dilakukan usaha: pertanian, perkebunan, pembukaan hutan, pengerjaan hutan, pengolahan

kayu atau hasil hutan lainnya, peternakan, perikanan dan lapangan kesehatan;

e. dilakukan usaha pertambangan dan pengolahan : emas, perak, logam atau bijih logam

lainnya, batu-batuan, gas, minyak atau minieral lainnya, baik di permukaan atau di dalam

bumi, maupun di dasar perairan;

f. dilakukan pengangkutan barang, binatang atau manusia, baik di darat, melalui

terowongan, dipermukaan air, dalam air maupun di udara;

g. dikerjakan bongkar muat barang muatan di kapal, perahu, dermaga, dok, stasiun atau

gudang;

h. dilakukan penyelamatan, pengambilan benda dan pekerjaan lain di dalam air;

i. dilakukan pekerjaan dalam ketinggian diatas permukaan tanah atau perairan;

j. dilakukan pekerjaan di bawah tekanan udara atau suhu yang tinggi atau rendah;

k. dilakukan pekerjaan yang mengandung bahaya tertimbun tanah, kejatuhan, terkena

pelantingan benda, terjatuh atau terperosok, hanyut atau terpelanting;

l. dilakukan pekerjaan dalam tangki, sumur atau lobang;

m. terdapat atau menyebar suhu, kelembaban, suhu, kotoran, api, asap, uap, gas, hembusan

angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara atau getaran;

n. dilakukan pembuangan atau pemusnahan sampah atau limbah;

o. dilakukan pemancaran, penyinaran atau penerimaan radio, radar, televisi, atau telepon;

p. dilakukan pendidikan, pembinaan, percobaan, penyelidikan atau riset (penelitian) yang

menggunakan alat teknis;

q. dibangkitkan, dirobah, dikumpulkan, disimpan, dibagi-bagikan atau disalurkan listrik,

gas, minyak atau air;

r. diputar film, pertunjukan sandiwara atau diselenggarakan reaksi lainnya yang memakai

peralatan, instalasi listrik atau mekanik.7

Syarat-syarat keselamatan kerja menurut pasal 3 ayat 1 UU No.1 Tahun 1970 yaitu:

7 Prof. Iman Soepomo, S.H., op., cit. Hlm. 168-169.

7

Page 8: hukum perburuhan

a. mencegah dan mengurangi kecelakaan;

b. mencegah, mengurangi, dan memadamkan kebakaran;

c. mencegah dan mengurangi bahaya peledakan;

d. memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau kejadian-

kejadian lain yang berbahaya;

e. memberikan pertolongan pada kecelakaan;

f. memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja;

g. mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebarluaskan suhu, kelembaban, debu,

kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara dan getaran;

h. mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja, baik fisik maupun psikis,

peracunan, infeksi dan penularan;

i. memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai;

j. menyelenggarakan suhu dan kelembaban udara yang baik;

k. menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup;

l. memelihara kebersihan, kesehatan, dan ketertiban;

m. memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan proses

kerjanya;

n. mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman atau barang;

o. mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan;

p. mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat,

q. perlakuan dan penyimpanan barang;

r. mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya;

s. menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang berbahaya

kecelakaannya menjadi bertambah tinggi.

Dari tujuan pemerintah tersebut terlihat bahwa esensi dibuatnya aturan

penyelenggaraan tersebut pada hakekatnya adalah pembuatan syarat-syarat keselamatan kerja

dalam perencanaan, pembuatan, pengangkutan, peredaran, perdagangan, pemasangan,

pemakaian, penggunaan, pemeliharaan peralatan dalam bekerja, serta pengaturan dalam

penyimpanan bahan, barang, produk tehnis dan aparat produksi yang mengandung dan dapat

menimbulkan bahaya kecelakaan. Dengan adanya aturan tersebut, potensi bahaya kecelakaan

kerja dapat di eliminasi atau setidaknya direduksi.

8

Page 9: hukum perburuhan

Yang bertugas mengawasi atas pelaksanaan dari peraturan perundang-undangan di

bidang keselamatan kerja adalah:

1. Pegawai pengawas keselamatan dan kesehatan kerja yaitu pegawai teknis berkeahlian

khusus dari Departemen Tenaga Kerja yang ditunjuk oleh Mentri Tenaga Kerja.

2. Ahli keselamatan dan kesehatan kerja yaitu tenaga teknis berkeahlian khusus dari luar

Departemen Tenaga Kerja yang ditunjuk oleh Mentri Tenaga Kerja.

Kewajiban dan hak tenaga kerja terhadap keselamatan kerja. Dengan peraturan

perundangan diatur kewajiban dan atau hak tenaga kerja untuk:

a. Memberikan keterangan yang benar bila diminta oleh pegawai pengawas dan atau ahli

keselamatan kerja;

b. Memakai alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan;

c. Memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang

diwajibkan;

d. Meminta para pengurus agar dilaksanakan semua syarat-syarat keselamatan dan

kesehatan kerja diwajibkan.;

e. Menyatakan keberatan kerja pada pekerjaan di mana syarat keselamatan dan kesehatan

kerja serta alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan diragukan olehnya kecuali dalam

hal-hal khusus ditentukan lain oleh pegawai pengawas dalam batas-batas yang masih

dapat dipertanggungjawabkan.

Keselamatan kerja bertalian dengan kecelakaan kerja yaitu kecelakaan yang terjadi di

tempat kerja atau dikenal dengan istilah kecelakaan industri. Kecelakaan industri ini secara

umum dapat diartikan :”sesuatu kejadian yang tidak diduga semula dan tidak dikehendaki

yang mengacaukan proses yang telah diatur dari suatu aktivitas”. Suatu kejadian atau

peristiwa tertentu adalah sebab musababnya demikian pula kecelakaan industri/kecelakaan

kerja ini, di mana ada 4 faktor penyebabnya yaitu:

1. Faktor manusianya

2. Faktor materialnya/bahannya/peralatannya

3. Faktor bahaya/sumber bahaya,ada dua sebab:

a. Perbuatan berbahaya

b. Kondisi/keadaan berbahaya

4. Faktor yang dihadapi

9

Page 10: hukum perburuhan

Disamping ada sebabnya maka suatu kejadian juga akan membawa akibat. Akibat dari

kecelakaan industri ini dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:

1. Kerugian yang bersifat ekonomis, antara lain:

a. Kerusakan/kehancuran mesin, peralatan, bahan dan bangunan;

b. Biaya pengobatan dan perawatan korban;

c. Tunjangan kecelakaan;

d. Hilangnya waktu kerja;

e. Menurunnya jumlah maupun mutu produksi.

2. Kerugian yang bersifat non ekonomis

Pada umumnya berupa penderitaan manusi yaitu tenaga kerja yang bersangkutan, baik itu

merupakan kematian, luka/cedera berat maupun luka ringan.

Menurut International Labour Organization (ILO) ada beberapa cara atau langkah

yang perlu diambil untuk menaggulangi kecelakaan yang terjadi di tempat kerja, yaitu

melalui:

1. Peraturan perundang-undangan

2. Standarisasi

3. Inspeksi

4. Riset teknis

5. Riset medis

6. Riset psikologis

7. Riset statistik

8. Pendidikan

9. Latihan

10. Persuasi

11. Asusransi

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Peraturan mengenai keselamatan kerja atau keamanan kerja diharapkan dapat menjadi

upaya preventif terhadap timbulnya kecelakaan kerja akibat hubungan kerja dalam

10

Page 11: hukum perburuhan

lingkungan kerja. Pelaksanaan pengaturan tersebut diawali dengan cara mengenali hal-hal

yang berpotensi menimbulkan kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja, dan

tindakan antisipatif bila terjadi hal demikian. Tujuan lebih jauh dari dibuatnya pengaturan ini

adalah untuk mengurangi biaya perusahaan apabila timbul kecelakaan kerja dan penyakit

akibat hubungan kerja.

Dasar hukum terhadap perlindungan perburuhan khususnya atas keamanan kerja:

1. Undang-undang RI No. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan yang digunakan sebagai

dasar dari berlakunya salah satu ketentuan mengenai keamanan kerja;

2. Undang-undang No. 1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja;

3. Undang-undang No. 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja dengan Peraturan

Pemerintah No. 14 tahun 1993;

4. Keputusan Presiden No. 22 tahun 1993.

Pada pelaksanaannya pengaturan ini berjalan sebagaimana mestinya. Hal ini dapat

dilihat dari masih banyaknya tuntutan dan protes yang datang dari berbagai elemen

masyarakat, mulai dari serikat pekerja, lembaga swadaya masyarakat (LSM), hingga anggota

lembaga legislatif, yang dialamatkan kepada pengusaha,maupun instansi pemerintah di

bidang ketenagakerjaan.

B. Saran

Berkaitan dengan pembahasan pada bab-bab terdahulu, penulis mencoba memberikan saran-

saran sebagai berikut yang diharapkan dapat terwujud.

a. Perusahaan dan pekerja yang belum mengetahui dengan benar mengenai regulasi

mengenai perburuhan khususnya dalam keamanan kerja untuk mengetahi lebih banyak

dikarenakan untuk kebaikan buruh itu sendiri agar terhindar dari kecelakaan kerja.

b. pelaksanaan atas pengaturan ini hendaknya diawasi oleh instansi Pemerintah di bidang

ketenagakerjaan agar dapat berjalan dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

Indonesia. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.

Indonesia. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja.

Indonesia. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

11

Page 12: hukum perburuhan

Indonesia. Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 1993.

Husni, S.H., M. Hum., Lalu. Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia. Jakarta: PT

RajaGrafindo Persada, 2006.

Soepomo, S.H., Iman, Pengantar Hukum Perburuhan. Jakarta: Djambatan, 2003.

www.google.com

www.yahoo.com

12

Page 13: hukum perburuhan

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI................................................................................................... i

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ................................................................... 1

B. Pokok Permasalahan .......................................................... 3

C. Tujuan Penulisan ............................................................... 3

D. Kerangka Konseptual ......................................................... 3

E. Metode Penelitian .............................................................. 4

F. Sistematika Penulisan ........................................................ 5

BAB II LANDASAN TEORI KEAMANAN KERJA

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ........................................................................ 11

B. Saran .................................................................................. 11

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

13i