hukum kepolisian luthfi

17
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Bagi masyarakat DKI Jakarta, nama Kampung Ambon sudah tidak asing lagi untuk didengar. Kampung yang berada di kawasan Cengkareng, Jakarta Barat ini, terkenal dengan dunia narkotika. Jika dilihat dari sejarahnya, maka Kampung Ambon yang masih merupakan satu wilayah dengan Kelurahan Kedaung ini terbentuk sejak tahun 1970, yang awalnya dijaga ketat oleh sejumlah preman. Kampung ini awalnya bernama asli Komplek Permata, disebabkan adanya penggunaan nama jalan berasal dari nama jenis permata, seperti Zamrud dan Saphir. Selanjutnya pada tahun 1973, Pemerintah DKI Jakarta memindahkan orang-orang Ambon yang berasal dari wilayah Senen, Jakarta Pusat ke Jakarta Barat. Alasannya pada tahun tersebut sering terjadi perkelahian antar penduduk, sehingga meresahkan masyarakat. Seiring dengan perkembangan waktu maka hingga tahun 2012 saja sudah terdapat sekitar 2.000 orang penduduk yang tinggal di Kampung Ambon, dan meliputi RT 1 sampai dengan RT VII. 1 Namun sekarang ini Kampung Ambon justru tidak lagi menjadi tempat persinggahan atau perpindahan warga, melainkan sarang peredaran dan penyalahgunaan Narkotika, 1 www.detik.com, Kampung Ambon, Kampung Mafia Narkoba Di Ibukota, Jakarta: 9 Desember 2012. 1

Upload: luthfi-armanza

Post on 05-Aug-2015

60 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: Hukum Kepolisian Luthfi

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Permasalahan

Bagi masyarakat DKI Jakarta, nama Kampung Ambon sudah tidak asing

lagi untuk didengar. Kampung yang berada di kawasan Cengkareng, Jakarta

Barat ini, terkenal dengan dunia narkotika. Jika dilihat dari sejarahnya, maka

Kampung Ambon yang masih merupakan satu wilayah dengan Kelurahan

Kedaung ini terbentuk sejak tahun 1970, yang awalnya dijaga ketat oleh

sejumlah preman. Kampung ini awalnya bernama asli Komplek Permata,

disebabkan adanya penggunaan nama jalan berasal dari nama jenis permata,

seperti Zamrud dan Saphir. Selanjutnya pada tahun 1973, Pemerintah DKI

Jakarta memindahkan orang-orang Ambon yang berasal dari wilayah Senen,

Jakarta Pusat ke Jakarta Barat. Alasannya pada tahun tersebut sering terjadi

perkelahian antar penduduk, sehingga meresahkan masyarakat. Seiring

dengan perkembangan waktu maka hingga tahun 2012 saja sudah terdapat

sekitar 2.000 orang penduduk yang tinggal di Kampung Ambon, dan meliputi

RT 1 sampai dengan RT VII.1

Namun sekarang ini Kampung Ambon justru tidak lagi menjadi tempat

persinggahan atau perpindahan warga, melainkan sarang peredaran dan

penyalahgunaan Narkotika, mulai dari jenis pil ekstasi, ganja, sabu, putaw

hingga heroin. Bahkan pasar Narkotika di kampung ini sudah mulai terjadi sejak

tahun 1990-an, walaupun saat itu yang dijual barulah sebatas ganja saja.

Selanjutnya sejak tahun 2002 jenis-jenis Narkotika lainnya pun dipasarkan.

Kondisi ini tentunya sangatlah meresahkan masyarakat, mengingat Narkotika

yang dijual tidak mengenal batasan usia. Akibatnya anak-anak muda sebagai

generasi bangsa pun akhirnya terjerumus, untuk mengkonsumsi Narkotika di

Kampung Ambon.

Salah satu “keunggulan” Kampung Ambon sehingga banyak didatangi

oleh para pemakai Narkotika adalah, karena aman dari razia oleh aparat

Kepolisian. Umumnya para pengguna lebih memilih mengkonsumsi barang 1 www.detik.com, Kampung Ambon, Kampung Mafia Narkoba Di Ibukota, Jakarta: 9

Desember 2012.

1

Page 2: Hukum Kepolisian Luthfi

terlarang tersebut di dalam Kampung Ambon, karena jarang sekali polisi masuk

dan langsung merazia. Hal ini didasarkan atas keterangan dari salah seorang

pemakai, Toto, warga Bekasi, yang dikutip penulis pada harian Kompas,

dimana disebutkan bahwa:

Para pemakai sangatlah nyaman berada di dalam kampung, karena aman dari razia polisi. Setiap kali ada penggerebekan, penjual dan pengedar langsung memberi tahu para pasien (pengguna) agar kabur. Oleh karena itulah polisi tidak bisa menjangkau para pasien saat asik mengkonsumsi Narkotika. Wajar saja jika banyak para artis dan pejabat yang lebih aman untuk “bermain” di dalam kampung, daripada beli Narkotika dan membawanya keluar. Bahkan di Kampung Ambon ada sekitar 30 lapak Narkotika. Keuntungan bersih satu lapak kecil narkoba bisa mencapai Rp 30 juta per harinya. Lapak-lapak tersebut berada di dalam rumah yang tersebar di RT 01 hingga 07 di Perumahan Permata, yang hampir semuanya dihuni warga Ambon. Seperti biasa, pasti polisi juga yang membocorkan operasi itu.2

Maraknya penyalahgunaan dan peredaran Narkotika di Kampung

Ambon, Cengkareng, Jakarta Barat pun menjadi kondisi yang sangat

meresahkan warga ibukota. Atas dasar inilah maka dibutuhkan upaya

penanganan salah satunya dengan mengedepankan Polri, sebagai institusi

penegak hukum di masyarakat. Dalam menghadapi semakin tingginya

peredaran Narkotika di Kampung Ambon, maka Polri memiliki tugas dan

tanggung jawab sebagaimana yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar

(UUD) 1945, dimana disebutkan bahwa, “Polri sebagai alat negara yang

menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi,

mengayomi dan melayani masyarakat serta menengakkan hukum”. Selain itu

dalam Pasal 13 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Tugas

Kepolisian Negara Republik Indonesia juga disebutkan bahwa tugas pokok

Polri adalah, “Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakan

hukum dan memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada

masyarakat”.

Diharapkan dengan adanya peran dari Polri itulah, maka peredaran dan

penyalahgunaan Narkotika di Kampung Ambon, Cengkareng Jakarta Barat,

dapat dicegah dan ditindak seoptimal mungkin, sehingga terwujud situasi dan

kondisi yang diharapkan masyarakatnya. Upaya ini tentunya dapat dilakukan

2 www.tempointeraktif.com, Tangan God Father Narkoba Di Kampung Ambon, Jakarta: 7 Mei 2012.

2

Page 3: Hukum Kepolisian Luthfi

dengan pre-emtif, preventif dan represif, agar permasalahan Narkotika di

Kampung Ambon dapat hilang sehingga tercipta keamanan dan ketertiban yang

diharapkan bersama.

B. Permasalahan

Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah di atas, maka

permasalahan dalam makalah ini adalah:

“Bagaimanakah penanganan kasus peredaran dan penyalahgunaan

Narkotika di Kampung Ambon, Cengkareng Jakarta Barat berdasarkan

tugas pokok Polri?”

BAB II

3

Page 4: Hukum Kepolisian Luthfi

LANDASAN HUKUM KEPOLISIAN

A. Teori Faktor Penegakan Hukum

Menurut Soerjono Soekanto terdapat 5 (lima) faktor yang bersifat netral

dan mempengaruhi di dalam penegakkan hukum, yaitu:

1. Faktor hukumnya sendiriSemakin baik suatu peraturan hukum akan semakin memungkinkan penegakannya, demikian pula sebaliknya. Suatu peraturan hukum dikatakan baik, bila peraturan tersebut berlaku baik secara yuridis, sosiologis maupun filosofis. Suatu peraturan hukum disebut baik secara sosiologis, apabila peraturan hukum tersebut diakui atau diterima oleh masyarakat dan kepada siapa peraturan hukum tersebut ditujukan atau diberlakukan.

2. Faktor penegak hukumPenegak hukum merupakan salah satu faktor yang menentukan proses penegak hukum, dalam mewujudkan keamanan dan ketertiban bagi masyarakat. Penegak hukum tersebut merupakan pihak-pihak yang menerapkan hukum, dimana dalam hal ini adalah Kepolisian, Kejaksaan, Kehakiman, pengacara dan petugas pemasyarakatan.

3. Faktor sarana atau fasilitasFaktor tersebut mendukung dilakukannya penegakkan hukum di masyarakat, dimana tanpa adanya sarana atau fasilitas maka proses penegakkan hukum dalam mewujudkan keamanan dan ketertiban masyarakat tidak akan berjalan secara maksimal.

4. Faktor masyarakatFokus terpenting dari masyarakat yang menentukan penegakkan hukum adalah adanya kesadaran hukum dari masyarakat, untuk mentaati segala aturan-aturan hukum yang berlaku dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Disini semakin tinggi kesadaran hukum masyarakat, maka akan semakin memungkinkan terjadinya penegakkan hukum yang baik dan diharapkan oleh masyarakat.

5. Faktor budayaKebudayaan pada dasarnya merupakan hasil karya, cipta, dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup. Di dalam suatu budaya terdapat adanya nilai-nilai yang harus ditaati oleh semua masyarakatnya. Nilai-nilai tersebut merupakan konsepsi-konsepsi abstrak, mengenai hal-hal yang dianggap baik maupun buruk.3

B. Konsep Subyek Hukum Kepolisian

3 Soekanto, Soerjono. 1993. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Jakarta: Grafindo Persada, hal. 3.

4

Page 5: Hukum Kepolisian Luthfi

Subyek hukum adalah segala sesuatu yang dapat memperoleh,

mempunyai atau menyandang hak dan kewajiban. Di sini yang memiliki hak

serta kewajiban terhadap kewenangan hukum adalah, manusia atau orang dan

badan hukum. Dengan pengertian subyek hukum tersebut, maka yang

dimaksud dengan subyek hukum Kepolisian adalah, “Manusia atau orang dan

badan mempunyai hak dan kewajiban serta diberikan kewenangan hukum

Kepolisian, yang dimaksud badan hukum dapat berupa lembaga atau institusi,

kelompok-kelompok masyarakat baik sebagai suprastruktur maupun

infrastruktur”.4

C. Konsep Obyek Hukum Kepolisian

Obyek hukum Kepolisian adalah semua obyek yang merupakan sumber

ancaman potensiil, faktor-faktor kriminogen, police hazard, dan ancaman

faktual yang dapat menimbulkan terjadinya kriminalitas atau kejahatan yang

menjadi obyek dari subyek hukum Kepolisian, untuk mencapai tujuan hukum

Kepolisian sesuai dengan Pasal 4 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor

2 Tahun 2002 tentang Polri. Ketentuan tersebut menjelaskan perwujudan

keamanan dalam negeri memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat,

tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman dan

pelayanan masyarakat serta terbinanya ketentraman masyarakat dengan

menjunjung tinggi hak manusia.5

BAB III

4 H.R. Abdussalam, Hukum Kepolisian Sebagai Hukum Positif Dalam Disiplin Hukum, Jakarta:PTIK, 2011, hal. 95.

5 Ibid.

5

Page 6: Hukum Kepolisian Luthfi

PEMBAHASAN

Keberadaan Kampung Ambon di kawasan Cengkareng, Jakarta Barat,

sebagai tempat peredaran dan penyalahgunaan berbagai jenis Narkotika,

sangatlah meresahkan masyarakat. Atas kondisi itulah maka dibutuhkan upaya

agar kasus tersebut dapat dicegah dan pelakunya ditindak guna mewujudkan

keamanan dan ketertiban masyarakat. Kegiatan penanganan dilakukan dengan

mengedepankan Polri sesuai dengan tugas pokoknya dalam Pasal 13 Undang-

Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Tugas Kepolisian Negara Republik

Indonesia, dimana tugas tersebut mencakup “Memelihara keamanan dan

ketertiban masyarakat, menegakan hukum dan memberikan perlindungan,

pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat”.

Keberadaan Polri sebagai institusi yang melakukan upaya pencegahan

dan penindakan kasus penyalahgunaan Narkotika di Kampung Ambon, adalah

merupakan subyek hukum Kepolisian. Sebagai subyek hukum itulah maka

polisi memiliki kewenangan, guna melakukan tugasnya baik secara pre-emtif,

preventif maupun represif. Terkait dengan penulisan makalah ini, maka penulis

bertindak sebagai seorang perwira Polri yang diibaratkan menjabat Kapolsek di

wilayah hukum Kampung Ambon, Cengkareng Jakarta Barat. Adapun obyek

hukumnya adalah peristiwa yang dapat menimbulkan ancaman dan keresahan

bagi masyarakat, dimana dalam hal ini peredaran serta penyalahgunaan

Narkotika yang marak terjadi di Kampung Ambon, Cengkareng Jakarta Barat.

Adanya tindak pidana tersebut justru dapat menimbulkan dampak negatif,

seperti kerusakan fisik dan moral bagi para penggunanya, kematian, dan

timbulnya kejahatan sebagai dampak dari Narkotika. Misalkan mencuri atau

merampok untuk mendapatkan uang agar mampu membeli barang terlarang

tersebut, atau bertindak anarkis hingga mencelakai orang lain sebagai akibat

pengaruh mengkonsumsi Narkotika.

Hubungan antara subyek dan obyek hukum Kepolisian saling

mempengaruhi, artinya tanpa adanya kehadiran polisi dengan kewenangan

yang dimilikinya maka peredaran dan penyalahgunaan Narkotika akan terus

terjadi hingga meresahkan masyarakat. Sebaliknya optimalnya tugas-tugas

6

Page 7: Hukum Kepolisian Luthfi

Polri tentunya akan memudahkan diberantasnya Narkotika, sehingga

memberikan rasa aman pada masyarakat. Adapun tugas pokok yang dilakukan

penulis sebagai subyek hukum adalah sebagai berikut:

1. Kegiatan Pre-emtif

Tindakan ini penulis lakukan sebagai bentuk kegiatan edukatif untuk

menghilangkan faktor peluang dan pendorong terjadinya penyalahgunaan

dan peredaran Narkotika di Kampung Ambon, Cengkareng Jakarta Barat.

Upaya yang dilakukan adalah dengan mengoptimalkan peran dari

Babinkamtibmas Polsek “X”, agar melakukan pendekatan dan sambang

terhadap masyarakat yang selama ini tinggal di Kampung Ambon.

Tujuannya untuk menjalankan tugas pokok Polri, khususnya dalam

melindungi masyarakat dari keberadaan Narkotika dengan cara

menumbuhkan kesadarannya agar bersama-sama memerangi barang

terlarang tersebut. Selain itu sebagai seorang Kapolsek maka penulis juga

secara rutin akan memberikan pencerahan kepada masyarakat di Kampung

Ambon, bahwa menggunakan, membeli bahkan sampai memperjualbelikan

Narkotika adalah perbuatan melanggar norma hukum dan norma agama.

Dengan adanya kesadaran tersebut maka akan mencerminkan bentuk

perlindungan yang diberikan Polri kepada masyarakat, sehingga tidak

menggunakan atau mengedarkan barang terlarang tersebut.

Selain itu penulis sebagai Kapolsek juga membuka layanan edukasi

atau rehabilitasi, bagi warga di Kampung Ambon, Cengkareng Jakarta Barat

yang selama ini menjadi pecandu dan sulit terbebas dari barang haram itu.

Cara yang dilakukan adalah dengan memberikan kesempatan kepada para

pemakai, untuk mendatangi Polsek dan mendapatkan kesempatan

pengobatan agar nantinya tidak lagi tergantung pada Narkotika. Kegiatan

tersebut merupakan salah satu bentuk dari tugas pokok Polri, dalam

memberikan pelayanan kepada masyarakat salah satunya dengan

memfasilitasi pengobatan atau rehabilitas bagi pemakai Narkotika.

2. Kegiatan Preventif

Dalam kegiatan preventif ini maka penulis sebagai Kapolsek akan

melakukan tugas pokok Polri sesuai dengan Pasal 13 Undang-Undang

Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Tugas Kepolisian Negara Republik

Indonesia, salah satunuya memelihara keamanan dan ketertiban

7

Page 8: Hukum Kepolisian Luthfi

masyarakat dengan cara memutus jalur peredaran dan penyalahgunaan

Narkotika di Kampung Ambon, Cengkareng Jakarta Barat. Upaya ini dapat

dilakukan dengan melakukan razia atau operasi Kepolisian di seputar jalur-

jalur yang menghubungkan daerah tersebut, sehingga mencegah pihak-

pihak yang ingin membeli atau menggunakan Narkotika di Kampung

Ambon. Kegiatan preventif tersebut dilakukan secara rutin misalkan setiap

hari Jumat dan Sabtu malam, dengan mengedepankan subyek hukum

berupa fungsi Samapta dan Lalu Lintas. Adanya upaya tersebut tentunya

dapat memberikan shock theraphy bagi para pengguna atau bandar,

sehingga lambat laun mengurungkan niatnya untuk menyalahgunakan

maupun mengedarkan Narkotika.

Selain itu penulis juga akan mendirikan pos gabungan yang tentunya

melibatkan sejumlah pihak, dalam mencegah peredaran Narkotika di

Kampung Ambon Cengkareng Jakarta Barat. Pihak yang dilibatkan mulai

dari Polri, Badan Narkotika Nasional, dan Badan Narkotika Propinsi.

Dengan adanya keberadaan pos tersebut, maka diharapkan distribusi

Narkotika yang selama ini masuk ke Kampung Ambon dapat dicegah

seoptimal mungkin. Selain itu pos juga dapat berfungsi untuk memudahkan

petugas melakukan pengawasan, sehingga sewaktu-waktu dapat

mengambil tindakan kepada bandar atau pengguna yang membawa

Narkotika. Adanya kegiatan ini merupakan bagian dari tugas pokok Polri

dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, sehingga

peredaran Narkotika yang selama ini menimbulkan kematian bagi para

korbannya dapat tercegah dan terwujud situasi kondusif yang diharapkan

semua pihak.

3. Kegiatan Represif

Upaya represif berupa upaya penindakan / penegakan hukum

terhadap penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika, yang penulis

lakukan dengan upaya penyelidikan dan penyidikan secara profesional oleh

fungsi Reskrim / Satuan Narkoba Polri. Di sini penulis akan mengoptimalkan

peran dari penyidik agar mampu mengungkap kasus Narkotika yang sedang

ditangani, agar dapat menelusuri bandar besarnya yang selama ini menjadi

“dalang” dibalik kasus peredaran dan penyalahgunana Narkotika di

Kampung Ambon, Cengkareng Jakarta Barat. Target utama dalam proses

8

Page 9: Hukum Kepolisian Luthfi

penegakan hukum adalah bandar besar, bukanlah pengedar kecil yang

justru tidak mencerminkan efektifitas penyelidikan dan penyidikan kasus

Narkotika di kampung tersebut. Adanya upaya ini merupakan pencerminan

dari tugas pokok Polri sesuai Pasal 13 Undang-Undang Nomor 2 Tahun

2002, yang salah satunya melakukan penegakan hukum di masyarakat.

Penyidikan terhadap kasus Narkotika jika dianalisis dengan Teori

Faktor Penegakan Hukum menurut Soerjono Soekanto dipengaruhi oleh

faktor sebagai berikut:

1. Faktor hukumnya sendiri

Keberadaan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35

Tahun 2009 tentang Narkotika dirasakan telah memberikan efek jera

bagi para pengguna maupun pengedar, karena sanksi hukumnya lebih

berat dibandingkan ketentuan hukum sebelumnya. Secara sosiologis

ketentuan hukum yang terdapat dalam proses penyidikan ini dapat

dikatakan baik, karena keberadaannya diakui atau diterima oleh

masyarakat dan kepada siapa peraturan hukum tersebut ditujukan atau

diberlakukan. Artinya peraturan yang terdapat pada Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dapat

melindungi warga dari bahaya Narkotika yang sewaktu-waktu bisa

menimbulkan gangguan kesehatan hingga kematian.

2. Faktor penegak hukum

Penyidik harus memiliki kemampuan yang baik dalam

mengungkap kasus penyalahgunaan dan peredaran Narkotika di

Kampung Ambon, mencakup saat melakukan penyamaran atau

undercover buy, menyelidiki, memeriksa tersangka dan menelusuri aliran

Narkotika hingga berhasil menangkap bandar besarnya. Kemampuan

tersebut haruslah didukung dengan latar belakang pendidikan yang

memadai, sehingga penyidik yang terlibat bisa diikutsertakan dalam

pendidikan kejuruan mengenai penanganan Narkotika serta pelatihan

oleh sejumlah instansi, baik di dalam maupun luar negeri. Selain itu

faktor penegak hukum juga dipengaruhi oleh jumlah penyidiknya,

sehingga dapat mengoptimalkan fungsi penegakan hukum di

masyarakat.

3. Faktor sarana atau fasilitas

9

Page 10: Hukum Kepolisian Luthfi

Dalam melakukan penegakan hukum terhadap kasus

penyalahgunaan dan peredaran Narkotika di Kampung Ambon,

Cengkareng Jakarta Barat, maka harus didukung dengan sarana atau

fasilitas yang memadai. Misalkan alat-alat untuk melakukan penyamaran

seperti handycam, kamera tersembunyi, kamera foto, dan lain

sebagainya. Di sini penulis sebagai Kapolres harus mampu

menyediakan secara baik, agar tugas pokok Polri dalam melakukan

penegakan hukum dapat berjalan optimal dan sesuai prosedur.

4. Faktor masyarakat

Penyidik dalam menjalankan tugas penegakan hukumnya

hendaknya mampu mmeberikan efek jera atau shock theraphy bagi para

pelaku, agar tidak mengulangi lagi perbuatannya. Hal ini dapat dilakukan

dengan memproses setiap kasus yang ditangani hingga ke pengadilan,

dan tersangka mendapatkan vonis hukuman dari hakim. Adanya kondisi

tersebut tentunya akan memberikan kesadaran bagi masyarakat, agar

mematuhi aturan hukum yang berlaku salah satunya dengan tidak

mengkonsumsi atau mengedarkan Narkotika. Timbulnya kepatuhan dari

warga tentunya akan berpengaruh terhadap upaya penanganan

Narkotika di Kampung Ambon, Cengkareng Jakarta Barat.

5. Faktor Budaya

Penulis sebagai Kapolsek harus mampu merubah budaya yang

berlaku di Kampung Ambon, dimana Narkotika sudah menjadi tradisi dan

mata pencaharian masyarakatnya. Hal ini dapat dilakukan dengan

memberikan kesadaran bahwa Narkotika merupakan barang terlarang,

yang apabila digunakan atau dimiliki dapat melanggar hukum dan

dikenakan sanksi penjara. Selain itu Kapolsek juga harus mampu

berkoordinasi dengan Pemprov DKI Jakarta, untuk menciptakan

lapangan pekerjaan sebagai pengganti bagi warga di Kampung Ambon

yang selama ini menggantungkan hidupnya dari Narkotika.

BAB IV

10

Page 11: Hukum Kepolisian Luthfi

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dalam menjalankan tugas pokoknya sesuai Pasal 13 Undang-

Undang Nomor 2 Tahun 2002, maka Polri berkewajiban untuk memelihara

keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakan hukum dan memberikan

perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, khususnya

dari peredaran serta penyalahgunaan Narkotika di Kampung Ambon,

Jakarta Barat. Upaya ini dapat dilakukan dengan pre-emtif (melakukan

pendekatan dan sambang muka terhadap tokoh masyarakat di Kampung

Ambon), preventif (memutus jalur distribusi Narkotika dengan razia dan

pembangunan pos gabungan), dan represif (melalui penyelidikan serta

penyidikan). Namun penanganan kasus Narkotika di Kampung Ambon tidak

bisa dilakukan seorang diri oleh Polri saja, akan tetapi melibatkan pihak lain.

Atas dasar inilah sebagai seorang perwira Polri, maka Kapolsek harus

mampu meningkatkan koordinasi dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta,

BNN, BNP dan TNI.

B. Saran

Saran dalam penulisan makalah ini:

1. Polri hendaknya mempercepat pembangunan pos gabungan,

agar memudahkan dilakukannya pengawasan terhadap penyalahgunaan

dan peredaran Narkotika di Kampung Ambon, Jakarta Barat. Cara ini

sangatlah efektif dalam memutus distribusi Narkotika ke kampung tersebut.

2. Polri hendaknya meningkatkan kegiatan bersifat keagamaan yang

berlangsung di dalam Kampung Ambon, sehingga dapat menumbuh

kesadaran kepada warganya untuk tidak menggunakan Narkotika sebagai

barang yang dilarang oleh hukum.

3. Polri hendaknya meningkatkan kegiatan razia di dalam Kampung

Ambon, yang dilakukan secara dadakan agar tidak menimbulkan kebocoran

informasi, yang mungkin bisa berasal dari oknum polisi sendiri.

DAFTAR PUSTAKA

11

Page 12: Hukum Kepolisian Luthfi

1. Soekanto, Soerjono. 1993. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Jakarta: Grafindo Persada.

2. H.R. Abdussalam, Hukum Kepolisian Sebagai Hukum Positif Dalam Disiplin Hukum, Jakarta:PTIK, 2011.

3. www.detik.com, Kampung Ambon, Kampung Mafia Narkoba Di Ibukota, Jakarta: 9 Desember 2012.

4. www.tempointeraktif.com, Tangan God Father Narkoba Di Kampung Ambon, Jakarta: 7 Mei 2012.

12