hukum kepolisian luthfi
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Permasalahan
Bagi masyarakat DKI Jakarta, nama Kampung Ambon sudah tidak asing
lagi untuk didengar. Kampung yang berada di kawasan Cengkareng, Jakarta
Barat ini, terkenal dengan dunia narkotika. Jika dilihat dari sejarahnya, maka
Kampung Ambon yang masih merupakan satu wilayah dengan Kelurahan
Kedaung ini terbentuk sejak tahun 1970, yang awalnya dijaga ketat oleh
sejumlah preman. Kampung ini awalnya bernama asli Komplek Permata,
disebabkan adanya penggunaan nama jalan berasal dari nama jenis permata,
seperti Zamrud dan Saphir. Selanjutnya pada tahun 1973, Pemerintah DKI
Jakarta memindahkan orang-orang Ambon yang berasal dari wilayah Senen,
Jakarta Pusat ke Jakarta Barat. Alasannya pada tahun tersebut sering terjadi
perkelahian antar penduduk, sehingga meresahkan masyarakat. Seiring
dengan perkembangan waktu maka hingga tahun 2012 saja sudah terdapat
sekitar 2.000 orang penduduk yang tinggal di Kampung Ambon, dan meliputi
RT 1 sampai dengan RT VII.1
Namun sekarang ini Kampung Ambon justru tidak lagi menjadi tempat
persinggahan atau perpindahan warga, melainkan sarang peredaran dan
penyalahgunaan Narkotika, mulai dari jenis pil ekstasi, ganja, sabu, putaw
hingga heroin. Bahkan pasar Narkotika di kampung ini sudah mulai terjadi sejak
tahun 1990-an, walaupun saat itu yang dijual barulah sebatas ganja saja.
Selanjutnya sejak tahun 2002 jenis-jenis Narkotika lainnya pun dipasarkan.
Kondisi ini tentunya sangatlah meresahkan masyarakat, mengingat Narkotika
yang dijual tidak mengenal batasan usia. Akibatnya anak-anak muda sebagai
generasi bangsa pun akhirnya terjerumus, untuk mengkonsumsi Narkotika di
Kampung Ambon.
Salah satu “keunggulan” Kampung Ambon sehingga banyak didatangi
oleh para pemakai Narkotika adalah, karena aman dari razia oleh aparat
Kepolisian. Umumnya para pengguna lebih memilih mengkonsumsi barang 1 www.detik.com, Kampung Ambon, Kampung Mafia Narkoba Di Ibukota, Jakarta: 9
Desember 2012.
1
terlarang tersebut di dalam Kampung Ambon, karena jarang sekali polisi masuk
dan langsung merazia. Hal ini didasarkan atas keterangan dari salah seorang
pemakai, Toto, warga Bekasi, yang dikutip penulis pada harian Kompas,
dimana disebutkan bahwa:
Para pemakai sangatlah nyaman berada di dalam kampung, karena aman dari razia polisi. Setiap kali ada penggerebekan, penjual dan pengedar langsung memberi tahu para pasien (pengguna) agar kabur. Oleh karena itulah polisi tidak bisa menjangkau para pasien saat asik mengkonsumsi Narkotika. Wajar saja jika banyak para artis dan pejabat yang lebih aman untuk “bermain” di dalam kampung, daripada beli Narkotika dan membawanya keluar. Bahkan di Kampung Ambon ada sekitar 30 lapak Narkotika. Keuntungan bersih satu lapak kecil narkoba bisa mencapai Rp 30 juta per harinya. Lapak-lapak tersebut berada di dalam rumah yang tersebar di RT 01 hingga 07 di Perumahan Permata, yang hampir semuanya dihuni warga Ambon. Seperti biasa, pasti polisi juga yang membocorkan operasi itu.2
Maraknya penyalahgunaan dan peredaran Narkotika di Kampung
Ambon, Cengkareng, Jakarta Barat pun menjadi kondisi yang sangat
meresahkan warga ibukota. Atas dasar inilah maka dibutuhkan upaya
penanganan salah satunya dengan mengedepankan Polri, sebagai institusi
penegak hukum di masyarakat. Dalam menghadapi semakin tingginya
peredaran Narkotika di Kampung Ambon, maka Polri memiliki tugas dan
tanggung jawab sebagaimana yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar
(UUD) 1945, dimana disebutkan bahwa, “Polri sebagai alat negara yang
menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi,
mengayomi dan melayani masyarakat serta menengakkan hukum”. Selain itu
dalam Pasal 13 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Tugas
Kepolisian Negara Republik Indonesia juga disebutkan bahwa tugas pokok
Polri adalah, “Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakan
hukum dan memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada
masyarakat”.
Diharapkan dengan adanya peran dari Polri itulah, maka peredaran dan
penyalahgunaan Narkotika di Kampung Ambon, Cengkareng Jakarta Barat,
dapat dicegah dan ditindak seoptimal mungkin, sehingga terwujud situasi dan
kondisi yang diharapkan masyarakatnya. Upaya ini tentunya dapat dilakukan
2 www.tempointeraktif.com, Tangan God Father Narkoba Di Kampung Ambon, Jakarta: 7 Mei 2012.
2
dengan pre-emtif, preventif dan represif, agar permasalahan Narkotika di
Kampung Ambon dapat hilang sehingga tercipta keamanan dan ketertiban yang
diharapkan bersama.
B. Permasalahan
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah di atas, maka
permasalahan dalam makalah ini adalah:
“Bagaimanakah penanganan kasus peredaran dan penyalahgunaan
Narkotika di Kampung Ambon, Cengkareng Jakarta Barat berdasarkan
tugas pokok Polri?”
BAB II
3
LANDASAN HUKUM KEPOLISIAN
A. Teori Faktor Penegakan Hukum
Menurut Soerjono Soekanto terdapat 5 (lima) faktor yang bersifat netral
dan mempengaruhi di dalam penegakkan hukum, yaitu:
1. Faktor hukumnya sendiriSemakin baik suatu peraturan hukum akan semakin memungkinkan penegakannya, demikian pula sebaliknya. Suatu peraturan hukum dikatakan baik, bila peraturan tersebut berlaku baik secara yuridis, sosiologis maupun filosofis. Suatu peraturan hukum disebut baik secara sosiologis, apabila peraturan hukum tersebut diakui atau diterima oleh masyarakat dan kepada siapa peraturan hukum tersebut ditujukan atau diberlakukan.
2. Faktor penegak hukumPenegak hukum merupakan salah satu faktor yang menentukan proses penegak hukum, dalam mewujudkan keamanan dan ketertiban bagi masyarakat. Penegak hukum tersebut merupakan pihak-pihak yang menerapkan hukum, dimana dalam hal ini adalah Kepolisian, Kejaksaan, Kehakiman, pengacara dan petugas pemasyarakatan.
3. Faktor sarana atau fasilitasFaktor tersebut mendukung dilakukannya penegakkan hukum di masyarakat, dimana tanpa adanya sarana atau fasilitas maka proses penegakkan hukum dalam mewujudkan keamanan dan ketertiban masyarakat tidak akan berjalan secara maksimal.
4. Faktor masyarakatFokus terpenting dari masyarakat yang menentukan penegakkan hukum adalah adanya kesadaran hukum dari masyarakat, untuk mentaati segala aturan-aturan hukum yang berlaku dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Disini semakin tinggi kesadaran hukum masyarakat, maka akan semakin memungkinkan terjadinya penegakkan hukum yang baik dan diharapkan oleh masyarakat.
5. Faktor budayaKebudayaan pada dasarnya merupakan hasil karya, cipta, dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup. Di dalam suatu budaya terdapat adanya nilai-nilai yang harus ditaati oleh semua masyarakatnya. Nilai-nilai tersebut merupakan konsepsi-konsepsi abstrak, mengenai hal-hal yang dianggap baik maupun buruk.3
B. Konsep Subyek Hukum Kepolisian
3 Soekanto, Soerjono. 1993. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Jakarta: Grafindo Persada, hal. 3.
4
Subyek hukum adalah segala sesuatu yang dapat memperoleh,
mempunyai atau menyandang hak dan kewajiban. Di sini yang memiliki hak
serta kewajiban terhadap kewenangan hukum adalah, manusia atau orang dan
badan hukum. Dengan pengertian subyek hukum tersebut, maka yang
dimaksud dengan subyek hukum Kepolisian adalah, “Manusia atau orang dan
badan mempunyai hak dan kewajiban serta diberikan kewenangan hukum
Kepolisian, yang dimaksud badan hukum dapat berupa lembaga atau institusi,
kelompok-kelompok masyarakat baik sebagai suprastruktur maupun
infrastruktur”.4
C. Konsep Obyek Hukum Kepolisian
Obyek hukum Kepolisian adalah semua obyek yang merupakan sumber
ancaman potensiil, faktor-faktor kriminogen, police hazard, dan ancaman
faktual yang dapat menimbulkan terjadinya kriminalitas atau kejahatan yang
menjadi obyek dari subyek hukum Kepolisian, untuk mencapai tujuan hukum
Kepolisian sesuai dengan Pasal 4 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
2 Tahun 2002 tentang Polri. Ketentuan tersebut menjelaskan perwujudan
keamanan dalam negeri memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat,
tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman dan
pelayanan masyarakat serta terbinanya ketentraman masyarakat dengan
menjunjung tinggi hak manusia.5
BAB III
4 H.R. Abdussalam, Hukum Kepolisian Sebagai Hukum Positif Dalam Disiplin Hukum, Jakarta:PTIK, 2011, hal. 95.
5 Ibid.
5
PEMBAHASAN
Keberadaan Kampung Ambon di kawasan Cengkareng, Jakarta Barat,
sebagai tempat peredaran dan penyalahgunaan berbagai jenis Narkotika,
sangatlah meresahkan masyarakat. Atas kondisi itulah maka dibutuhkan upaya
agar kasus tersebut dapat dicegah dan pelakunya ditindak guna mewujudkan
keamanan dan ketertiban masyarakat. Kegiatan penanganan dilakukan dengan
mengedepankan Polri sesuai dengan tugas pokoknya dalam Pasal 13 Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Tugas Kepolisian Negara Republik
Indonesia, dimana tugas tersebut mencakup “Memelihara keamanan dan
ketertiban masyarakat, menegakan hukum dan memberikan perlindungan,
pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat”.
Keberadaan Polri sebagai institusi yang melakukan upaya pencegahan
dan penindakan kasus penyalahgunaan Narkotika di Kampung Ambon, adalah
merupakan subyek hukum Kepolisian. Sebagai subyek hukum itulah maka
polisi memiliki kewenangan, guna melakukan tugasnya baik secara pre-emtif,
preventif maupun represif. Terkait dengan penulisan makalah ini, maka penulis
bertindak sebagai seorang perwira Polri yang diibaratkan menjabat Kapolsek di
wilayah hukum Kampung Ambon, Cengkareng Jakarta Barat. Adapun obyek
hukumnya adalah peristiwa yang dapat menimbulkan ancaman dan keresahan
bagi masyarakat, dimana dalam hal ini peredaran serta penyalahgunaan
Narkotika yang marak terjadi di Kampung Ambon, Cengkareng Jakarta Barat.
Adanya tindak pidana tersebut justru dapat menimbulkan dampak negatif,
seperti kerusakan fisik dan moral bagi para penggunanya, kematian, dan
timbulnya kejahatan sebagai dampak dari Narkotika. Misalkan mencuri atau
merampok untuk mendapatkan uang agar mampu membeli barang terlarang
tersebut, atau bertindak anarkis hingga mencelakai orang lain sebagai akibat
pengaruh mengkonsumsi Narkotika.
Hubungan antara subyek dan obyek hukum Kepolisian saling
mempengaruhi, artinya tanpa adanya kehadiran polisi dengan kewenangan
yang dimilikinya maka peredaran dan penyalahgunaan Narkotika akan terus
terjadi hingga meresahkan masyarakat. Sebaliknya optimalnya tugas-tugas
6
Polri tentunya akan memudahkan diberantasnya Narkotika, sehingga
memberikan rasa aman pada masyarakat. Adapun tugas pokok yang dilakukan
penulis sebagai subyek hukum adalah sebagai berikut:
1. Kegiatan Pre-emtif
Tindakan ini penulis lakukan sebagai bentuk kegiatan edukatif untuk
menghilangkan faktor peluang dan pendorong terjadinya penyalahgunaan
dan peredaran Narkotika di Kampung Ambon, Cengkareng Jakarta Barat.
Upaya yang dilakukan adalah dengan mengoptimalkan peran dari
Babinkamtibmas Polsek “X”, agar melakukan pendekatan dan sambang
terhadap masyarakat yang selama ini tinggal di Kampung Ambon.
Tujuannya untuk menjalankan tugas pokok Polri, khususnya dalam
melindungi masyarakat dari keberadaan Narkotika dengan cara
menumbuhkan kesadarannya agar bersama-sama memerangi barang
terlarang tersebut. Selain itu sebagai seorang Kapolsek maka penulis juga
secara rutin akan memberikan pencerahan kepada masyarakat di Kampung
Ambon, bahwa menggunakan, membeli bahkan sampai memperjualbelikan
Narkotika adalah perbuatan melanggar norma hukum dan norma agama.
Dengan adanya kesadaran tersebut maka akan mencerminkan bentuk
perlindungan yang diberikan Polri kepada masyarakat, sehingga tidak
menggunakan atau mengedarkan barang terlarang tersebut.
Selain itu penulis sebagai Kapolsek juga membuka layanan edukasi
atau rehabilitasi, bagi warga di Kampung Ambon, Cengkareng Jakarta Barat
yang selama ini menjadi pecandu dan sulit terbebas dari barang haram itu.
Cara yang dilakukan adalah dengan memberikan kesempatan kepada para
pemakai, untuk mendatangi Polsek dan mendapatkan kesempatan
pengobatan agar nantinya tidak lagi tergantung pada Narkotika. Kegiatan
tersebut merupakan salah satu bentuk dari tugas pokok Polri, dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat salah satunya dengan
memfasilitasi pengobatan atau rehabilitas bagi pemakai Narkotika.
2. Kegiatan Preventif
Dalam kegiatan preventif ini maka penulis sebagai Kapolsek akan
melakukan tugas pokok Polri sesuai dengan Pasal 13 Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Tugas Kepolisian Negara Republik
Indonesia, salah satunuya memelihara keamanan dan ketertiban
7
masyarakat dengan cara memutus jalur peredaran dan penyalahgunaan
Narkotika di Kampung Ambon, Cengkareng Jakarta Barat. Upaya ini dapat
dilakukan dengan melakukan razia atau operasi Kepolisian di seputar jalur-
jalur yang menghubungkan daerah tersebut, sehingga mencegah pihak-
pihak yang ingin membeli atau menggunakan Narkotika di Kampung
Ambon. Kegiatan preventif tersebut dilakukan secara rutin misalkan setiap
hari Jumat dan Sabtu malam, dengan mengedepankan subyek hukum
berupa fungsi Samapta dan Lalu Lintas. Adanya upaya tersebut tentunya
dapat memberikan shock theraphy bagi para pengguna atau bandar,
sehingga lambat laun mengurungkan niatnya untuk menyalahgunakan
maupun mengedarkan Narkotika.
Selain itu penulis juga akan mendirikan pos gabungan yang tentunya
melibatkan sejumlah pihak, dalam mencegah peredaran Narkotika di
Kampung Ambon Cengkareng Jakarta Barat. Pihak yang dilibatkan mulai
dari Polri, Badan Narkotika Nasional, dan Badan Narkotika Propinsi.
Dengan adanya keberadaan pos tersebut, maka diharapkan distribusi
Narkotika yang selama ini masuk ke Kampung Ambon dapat dicegah
seoptimal mungkin. Selain itu pos juga dapat berfungsi untuk memudahkan
petugas melakukan pengawasan, sehingga sewaktu-waktu dapat
mengambil tindakan kepada bandar atau pengguna yang membawa
Narkotika. Adanya kegiatan ini merupakan bagian dari tugas pokok Polri
dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, sehingga
peredaran Narkotika yang selama ini menimbulkan kematian bagi para
korbannya dapat tercegah dan terwujud situasi kondusif yang diharapkan
semua pihak.
3. Kegiatan Represif
Upaya represif berupa upaya penindakan / penegakan hukum
terhadap penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika, yang penulis
lakukan dengan upaya penyelidikan dan penyidikan secara profesional oleh
fungsi Reskrim / Satuan Narkoba Polri. Di sini penulis akan mengoptimalkan
peran dari penyidik agar mampu mengungkap kasus Narkotika yang sedang
ditangani, agar dapat menelusuri bandar besarnya yang selama ini menjadi
“dalang” dibalik kasus peredaran dan penyalahgunana Narkotika di
Kampung Ambon, Cengkareng Jakarta Barat. Target utama dalam proses
8
penegakan hukum adalah bandar besar, bukanlah pengedar kecil yang
justru tidak mencerminkan efektifitas penyelidikan dan penyidikan kasus
Narkotika di kampung tersebut. Adanya upaya ini merupakan pencerminan
dari tugas pokok Polri sesuai Pasal 13 Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2002, yang salah satunya melakukan penegakan hukum di masyarakat.
Penyidikan terhadap kasus Narkotika jika dianalisis dengan Teori
Faktor Penegakan Hukum menurut Soerjono Soekanto dipengaruhi oleh
faktor sebagai berikut:
1. Faktor hukumnya sendiri
Keberadaan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35
Tahun 2009 tentang Narkotika dirasakan telah memberikan efek jera
bagi para pengguna maupun pengedar, karena sanksi hukumnya lebih
berat dibandingkan ketentuan hukum sebelumnya. Secara sosiologis
ketentuan hukum yang terdapat dalam proses penyidikan ini dapat
dikatakan baik, karena keberadaannya diakui atau diterima oleh
masyarakat dan kepada siapa peraturan hukum tersebut ditujukan atau
diberlakukan. Artinya peraturan yang terdapat pada Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dapat
melindungi warga dari bahaya Narkotika yang sewaktu-waktu bisa
menimbulkan gangguan kesehatan hingga kematian.
2. Faktor penegak hukum
Penyidik harus memiliki kemampuan yang baik dalam
mengungkap kasus penyalahgunaan dan peredaran Narkotika di
Kampung Ambon, mencakup saat melakukan penyamaran atau
undercover buy, menyelidiki, memeriksa tersangka dan menelusuri aliran
Narkotika hingga berhasil menangkap bandar besarnya. Kemampuan
tersebut haruslah didukung dengan latar belakang pendidikan yang
memadai, sehingga penyidik yang terlibat bisa diikutsertakan dalam
pendidikan kejuruan mengenai penanganan Narkotika serta pelatihan
oleh sejumlah instansi, baik di dalam maupun luar negeri. Selain itu
faktor penegak hukum juga dipengaruhi oleh jumlah penyidiknya,
sehingga dapat mengoptimalkan fungsi penegakan hukum di
masyarakat.
3. Faktor sarana atau fasilitas
9
Dalam melakukan penegakan hukum terhadap kasus
penyalahgunaan dan peredaran Narkotika di Kampung Ambon,
Cengkareng Jakarta Barat, maka harus didukung dengan sarana atau
fasilitas yang memadai. Misalkan alat-alat untuk melakukan penyamaran
seperti handycam, kamera tersembunyi, kamera foto, dan lain
sebagainya. Di sini penulis sebagai Kapolres harus mampu
menyediakan secara baik, agar tugas pokok Polri dalam melakukan
penegakan hukum dapat berjalan optimal dan sesuai prosedur.
4. Faktor masyarakat
Penyidik dalam menjalankan tugas penegakan hukumnya
hendaknya mampu mmeberikan efek jera atau shock theraphy bagi para
pelaku, agar tidak mengulangi lagi perbuatannya. Hal ini dapat dilakukan
dengan memproses setiap kasus yang ditangani hingga ke pengadilan,
dan tersangka mendapatkan vonis hukuman dari hakim. Adanya kondisi
tersebut tentunya akan memberikan kesadaran bagi masyarakat, agar
mematuhi aturan hukum yang berlaku salah satunya dengan tidak
mengkonsumsi atau mengedarkan Narkotika. Timbulnya kepatuhan dari
warga tentunya akan berpengaruh terhadap upaya penanganan
Narkotika di Kampung Ambon, Cengkareng Jakarta Barat.
5. Faktor Budaya
Penulis sebagai Kapolsek harus mampu merubah budaya yang
berlaku di Kampung Ambon, dimana Narkotika sudah menjadi tradisi dan
mata pencaharian masyarakatnya. Hal ini dapat dilakukan dengan
memberikan kesadaran bahwa Narkotika merupakan barang terlarang,
yang apabila digunakan atau dimiliki dapat melanggar hukum dan
dikenakan sanksi penjara. Selain itu Kapolsek juga harus mampu
berkoordinasi dengan Pemprov DKI Jakarta, untuk menciptakan
lapangan pekerjaan sebagai pengganti bagi warga di Kampung Ambon
yang selama ini menggantungkan hidupnya dari Narkotika.
BAB IV
10
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam menjalankan tugas pokoknya sesuai Pasal 13 Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2002, maka Polri berkewajiban untuk memelihara
keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakan hukum dan memberikan
perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, khususnya
dari peredaran serta penyalahgunaan Narkotika di Kampung Ambon,
Jakarta Barat. Upaya ini dapat dilakukan dengan pre-emtif (melakukan
pendekatan dan sambang muka terhadap tokoh masyarakat di Kampung
Ambon), preventif (memutus jalur distribusi Narkotika dengan razia dan
pembangunan pos gabungan), dan represif (melalui penyelidikan serta
penyidikan). Namun penanganan kasus Narkotika di Kampung Ambon tidak
bisa dilakukan seorang diri oleh Polri saja, akan tetapi melibatkan pihak lain.
Atas dasar inilah sebagai seorang perwira Polri, maka Kapolsek harus
mampu meningkatkan koordinasi dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta,
BNN, BNP dan TNI.
B. Saran
Saran dalam penulisan makalah ini:
1. Polri hendaknya mempercepat pembangunan pos gabungan,
agar memudahkan dilakukannya pengawasan terhadap penyalahgunaan
dan peredaran Narkotika di Kampung Ambon, Jakarta Barat. Cara ini
sangatlah efektif dalam memutus distribusi Narkotika ke kampung tersebut.
2. Polri hendaknya meningkatkan kegiatan bersifat keagamaan yang
berlangsung di dalam Kampung Ambon, sehingga dapat menumbuh
kesadaran kepada warganya untuk tidak menggunakan Narkotika sebagai
barang yang dilarang oleh hukum.
3. Polri hendaknya meningkatkan kegiatan razia di dalam Kampung
Ambon, yang dilakukan secara dadakan agar tidak menimbulkan kebocoran
informasi, yang mungkin bisa berasal dari oknum polisi sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
11
1. Soekanto, Soerjono. 1993. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Jakarta: Grafindo Persada.
2. H.R. Abdussalam, Hukum Kepolisian Sebagai Hukum Positif Dalam Disiplin Hukum, Jakarta:PTIK, 2011.
3. www.detik.com, Kampung Ambon, Kampung Mafia Narkoba Di Ibukota, Jakarta: 9 Desember 2012.
4. www.tempointeraktif.com, Tangan God Father Narkoba Di Kampung Ambon, Jakarta: 7 Mei 2012.
12