hubunganasupan zat besi (fe) dengan kejadian … · 2018-02-11 · hubunganasupan zat besi (fe)...

14
HUBUNGANASUPAN ZAT BESI (Fe) DENGAN KEJADIAN STUNTING PADA ANAK SEKOLAH DASAR DI MADRASAH IBTIDAIYAH MUHAMMADIYAH KARTASURA 2017 HALAMA N JUDUL Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta Oleh : Delvi Okvitatimur Islami J500140096 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2018

Upload: truongminh

Post on 20-Mar-2019

239 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

HUBUNGANASUPAN ZAT BESI (Fe) DENGAN KEJADIAN STUNTING

PADA ANAK SEKOLAH DASAR DI MADRASAH IBTIDAIYAH

MUHAMMADIYAH KARTASURA 2017

HALAMA N JUDUL

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada

Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta

Oleh :

Delvi Okvitatimur Islami

J500140096

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2018

i

HALAMAN PERSETUJUAN

ii

HALAMAN PENGESAHAN

iii

PERNYATAAN

PERNYATAAN

1

HUBUNGAN ASUPAN ZAT BESI (Fe) DENGAN KEJADIAN STUNTING

PADA ANAK SEKOLAH DASAR DI MADRASAH IBTIDAIYAH

MUHAMMADIYAH KARTASURA 2017

Abstrak

Prevalensi stunting di Indonesia pada tahun 2013 adalah 37,2%, yang berarti

terjadi peningkatan dibandingkan tahun 2010 dan 2007. Sedangkan , Prevalensi

kasus stunting di Jawa Tengah didapatkan 37%. Hal tersebut menunjukan bahwa

prevalensi stunting di Jawa Tengah masih cukup tinggi. Stunting disebabkan

karena asupan makanan yang tidak seimbang salah satunya asupan zat besi (Fe).

Di Posyandu Gonilan asupan zat besi (Fe) masih kurang pada anak usia 2-5 tahun

sebesar 26,64%, dan anak SD di Pabelan Kartasura didapatkan 89,8%.Tingginya

angka kejadian stunting dan rendahnya konsumsi asupan zat besi merupakan

fenomena yang diteliti dalam penelitian ini. Mengetahui hubungan asupan zat

besi (Fe) dengan kejadian stunting pada anak sekolah dasar di Madrasah

Ibtidaiyah Muhammadiyah Kartasura. Jenis penelitian ini adalah observasional

analitik dengan pendekatan cross sectional dengan teknik sampling

menggunakan purposive sampling. Jumlah sampel sebanyak 86 anak dengan 39

anak mengalami stunting dan 47 anak tidak mengalami stunting yang memenuhi

syarat kriteria restriksi. Pengukuran pola asupan zat besi menggunakan metode

Semi Quantitative Food Frequency, sedangkan pengukuran tinggi badan

menggunakan microtoise dan diklasifikasikan menggunakan diagram tinggi

badan menurut umur (TB/U) WHO-NCHS. Untuk pendidikan ibu didapatkan

dari data sekolah. Data yang telah didapatkan kemudian dianalisis dengan uji

komparasi Chi Square. Berdasarkan uji komparasi Chi Square antara asupan zat

besi dan kejadian stunting didapatkan nilai p = <0,001 dan pendidikan ibu

dengan kejadian stunting didapatkan nilai p = 0,442. Dari penelitian yang telah

dilakukan, dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara asupan zat besi

dengan kejadian stunting namun pada pendidikan ibu tidak terdapat hubungan

yang bermakna terhadap kejadian stunting.

Kata kunci: stunting, zat besi, anak, pendidikan

Abstract

The prevalence of stunting in Indonesia, in 2013 was 37.2%, which is means it’s

increase compared to the data from 2010 and 2007. While prevalence of stunting

in Central Java still faily high enough. Stunting caused to intake of unbalanced

foods of which iron intake. In posyandu Gonilan, iron intake still less in children

aged 2-5 years 26,64%, and primary school children in Pabelan Kartasura

obtained 89,8%. The high incidence of stuntingand low consumption of iron is a

2

phenomenon that examined in this study. Aim to determine correlation of iron

intake with the incidence of stunting of children in primary shcool in Madrasah

Ibtidaiyah Muhammadiyah Kartasura.The type of this research is an analytic

observational with case control approach and to sampling using purposive

sampling technique. The total sample 86 child of 39 child experience stunting

and 47 child don’t experience stunting that qualified the retriction criteria.

Measurements of protein intake patterns using Semi Quantitative Food

Frequency, whereas the height measurement using microtoise and classified

using a diagram of height for age (TB/U) WHO-NCHS. For the education of

mothers derived from school data. The data obtained then analyzed by Chi

Square comparative test. Based on the comparison test Chi Square between iron

intake and the incidence of stunting p value = < 0.001 and maternal education

with the occurrence of stunting obtained p value = 0.442. From the research that

has been done, it can be concluded that there is a correlation between iron intake

with the incidence of stunting but in maternal education there’s no significant

correlation to the incidence of stunting.

Keywords : stunting , iron, children, education

1. PENDAHULUAN

Usia anak adalah usia emas yang nantinya akan menjadi bibit untuk menentukan

masa depan suatu bangsa. Anak merupakan bibit bagi bangsa yang artinya,

kualitas suatu SDM generasi muda harus mulai diperhatikan sejak usia anak-

anak. Dewasa ini telah banyak masalah yang muncul pada anak usia Sekolah

Dasar (SD), yaitu terhambatnya pertumbuhan, menurunnya kecerdasan,

menurunnya daya tahan tubuh (Almatsier, 2010). Kesehatan seorang anak yang

mencakup kesehatan badan, rohani dan sosial, bukan hanya berkaitan dengan

penyakit dan kelemahan, tetapi juga berkaitan dengan perkembangan fisik,

intelektual dan emosional (Adriani & Wirjatmadi, 2012)

Prevalensi stunting di Indonesia berdasarkan Riset Kesehatan Dasar 2013

mencatat prevalensi stunting nasional mencapai 37,2 persen, meningkat dari

tahun 2010 (35,6%) dan 2007 (36,8%). Artinya, pertumbuhan tak maksimal

diderita oleh sekitar 8,9 juta anak Indonesia, atau satu dari tiga anak Indonesia.

Prevalensi kasus stunting di JawaTengah berdasarkan Riskesdas 2010 yaitu

sebanyak 33,9% dan mengalami peningkatan di tahun 2013 yaitusebesar 37%.

3

Asupan makanan yang tidak seimbang, berkaitan dengan kandungan zat

gizi dalam makanan yaitu karbohidrat, protein, lemak, mineral, vitamin, dan air

merupakan salah satu faktor yang dikaitkan dengan terjadinya stunting (UNICEF,

2007). Asupan makanan anak yang perlu diperhatikan pada kejadian stunting ini

salah satunya adalah asupan zat besi (Fe). Asupan zat besi (Fe) untuk anak usia

2-5 tahun di Posyandu Gonilan sebesar 26,64%, anak SD di Pabelan Kartasura

didapatkan 89,8%, asupan zat besi (Fe) untuk remaja di Sukoharjo 33,8% (Dewi,

2015; Dwiati, 2016; Rismiati, 2016).

2. METODE PENELITIAN

Desain penelitian ini menggunakan observasional analitik dengan pendekatan

cross sectional, dilaksanakan di Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah Gonilan.

Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling. Sampel penelitian

ini adalah anak usia sekolah kelas IV dan V dan tidak dalam keadaan sakit. Besar

sampel yang digunakan adalah 86 sampel. Teknik dan cara dalam pengumpulan

data dalam penelitian ini dengan mengukur tinggi badan anak menggunakan

microtoise yang dilakukan sendiri oleh peneliti, selanjutnya dilakukan

wawancara untuk mengetahui asupan yang dikonsumsi oleh responden

menggunakan kuesioner FFQ Semi Quantitatif (SQ-FFQ) oleh peneliti.

Responden diminta untuk memberi informasi mengenai frekuensi dan ukuran

porsi makanan yang dikonsumsi sesuai yang terdapat pada daftar makanan pada

kuesioner. Asupan yang didapatkan, diolah menggunakan nutrisurvey untuk

mengetahui total asupan yang dikonsumsi oleh responden.

Pada penelitian ini untuk mengetahui karakteristik responden akan

dilakukan uji analisis deskriptif univariat. Setelah itu dilakukan uji analisis

bivariat untuk mengetahui hubungan dari masing-masing variabel menggunakan

uji chi square dengan program SPSS (Statistic Package for Social Science) for

windows versi 23.0. Apabila pada analisis bivariat kedua variabel bebas

mempunyai nilai p < 0,25 maka dilanjutkan analisis multivariat, namun apabila

4

tidak memenuhi kriteria tersebut maka tidak dapat dilanjutkan dengan

menggunakan analisis multivariat.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3. 1 HASIL PENELITIAN

Tabel 1 Karakteristik Sampel Menurut Jenis Kelamin

Karakteristik Frekuensi (n) Presentase (%)

Jenis Kelamin

Laki-laki

Perempuan

Total

53

33

86

61,6

38,4

100%

(Sumber : Data Primer diolah, Desember 2017)

Berdasarkan data karakteristik anak pada tabel 1 terlihat bahwa jenis kelamin

laki-laki di tempat penelitian sebanyak 53 anak (61,6%) dan peremuan 33 anak

(38,4%).

Tabel 2 Karakteristik Asupan Zat Besi (Fe)

Karakteristik Frekuensi (n) Presentase (%)

Asupan Zat Besi

Baik/Cukup

Kurang

Total

42

44

86

48,8

51,2

100,0

(Sumber : Data Primer diolah, Desember 2017)

Dari sampel 86 anak yang didapatkan pada tabel 2, diketahui yang memiliki

asupan zat besi (Fe) baik/cukup 42 anak (48,8%), sedangkan yang memiliki

asupan kurang sebanyak 44 anak (51,2%).

Tabel 3 Karakteristik Pendidikan Ibu

Karakteristik Frekuensi (n) Presentase (%)

Pendidikan Ibu

Tinggi

Rendah

Total

23

63

86

26,7

73,3

100,0

(Sumber : Data Primer diolah, Desember 2017)

Dari tabel 3, diketahui yang ibu yang memiliki pendidikan tinggi yaitu 23 orang

(26,7%) ,sedangkan yang memiliki tingkat pendidikan rendag sebanyak 63 orang

(73,3%).

5

Tabel 4 Karakteristik Data Stunting

Karakteristik Frekuensi (n) Presentase (%)

Stunting/tidak stunting

Stunting

Tidak stunting

Total

39

47

86

45,3

54,7

100,0

(Sumber : Data Primer diolah, Desember 2017)

Pada tabel 4 diketahui yang mengalami stunting 39 anak (45,3%) , sedangkan

yang tidak mengalami stunting sebanyak 47 anak (54,7%).

Tabel 5 Analisis Hubungan Asupan Zat Besi (Fe) dengan kejadian stunting

Asupan Zat Besi

(Fe) Total

(%) Nilai P

Cukup (%) Kurang (%)

Stunting/

tidak

Stunting 7

17,9 %

32

82,1 %

39

100 %

<0,001 Tidak

Stunting 35

74,5 %

12

25,5 %

47

100 %

Total 42

48,8 %

44

51,2 %

86

100 % (Sumber : Data Primer diolah, Desember 2017)

Pada tabel 5 anak yang mengalami stunting sebanyak 39 anak terdapat 7 anak

(17,9%) memiliki asupan zat besi yang cukup dan terdapat 32 anak (82,1%)

memiliki asupan zat besi yang kurang. Sedangkan untuk 47 anak yang tidak

mengalami stunting, terdapat sebanyak 35 anak (74,5%) memiliki asupan zat besi

yang cukup dan 12 anak (25,5%) memiliki asupan zat besi yang kurang. Pola

asupan zat besi yang kurang pada penelitian ini lebih banyak dimiliki oleh anak

yang mengalami stunting dibandingkan dengan anak yang tidak mengalami

stunting dengan nilai p = <0,001 dengan koefisiensi kontingensi sebesar 0,491

(keeratan hubungan sedang).

6

Tabel 6 Analisis Hubungan Pendidikan Ibu dengan kejadian stunting

Pendidikan Ibu Total

(%) Nilai P

Tinggi (%) Rendah (%)

Stunting/

tidak

Stunting 12

30,8 %

27

69,2 %

39

100 %

0.442 Tidak

Stunting

11

23,4 %

36

76,6 %

47

100 %

Total 23

26,7 %

63

73,3 %

86

100 %

(Sumber : Data Primer diolah, Desember 2017)

Berdasarkan tabel 6, diketahui pendidikan ibu yang rendah dan tidak mengalami

stunting terdapat 76,6% dibanding pendidikan ibu rendah dengan stunting yaitu

69,2%. Dari hasil uji chi square diperoleh nilai p=0,442 karena 0,442 > 0,05

maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermaksa antara

pendidikan ibu dengan kejadian stunting.

3. 2 PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan asupan zat besi (Fe) dengan

kejadian stunting serta pendidikan ibu terhadap kejadian stunting dengan

menggunakan instrumen data siswa serta pendidikan ibu dari pihak sekolah dan

kuesioner FFQ Semi Quantitatif (SQ-FFQ) sebagai alat ukur dan dilakukan uji

Chi Square. Penelitian ini dilakukan di Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah

Kartasura yang diikuti oleh 86 anak kelas IV dan V.

Keadaan stunting merupakan salah satu kondisi kegagalan mencapai

perkembangan fisik yang diukur berdasarkan tinggi badan menurut umur (WHO,

2013). Asupan makanan yang tidak seimbang akan berkaitan dengan zat gizi

yang terkandung dalam makanan yaitu karbohidrat, protein, lemak, mineral,

vitamin serta mikronutrien yang merupakan salah satu faktor resiko yang

dikaitkan dengan terjadinya stunting (UNICEF, 2007).

Zat besi merupakan salah satu mikronutrien esensial bagi tubuh manusia

yang merupakan mineral mikro paling banyak yaitu 3-5 gram. Terdapat beberapa

pendapat oleh ahli mengenai peran dari zat besi (Fe) yaitu sebagai komponen

7

enzim serta komponen sitokrom yang berpengaruh terhadap pertumbuhan. Salah

satunya yaitu sebagai komponen enzim ribonukleotida reduktase yang mampu

berperan serta dalam sintesis DNA yang bekerja secara tidak langsung pada

pertumbuhan jaringan yang dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan (Harmatz,

Butensky, & Lubin, 2003). Selain itu, besi sebagai komponen sitokrom yang

dapat berperan serta dalam produksi Adenosine Triphosphate (ATP) serta sintesis

protein yang dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan jaringan (Andrew, 1999).

Berdasarkan uji hubungan pada tabel 6, didapatkan hasil dari 63 anak

dengan ibu tingkat pendidikan rendah terdapat 27 anak (76,6%) mengalami

stunting dan 36 anak (69,2%) tidak mengalami stunting. Banyaknya ibu dengan

tingkat pendidikan rendah lebih banyak dimiliki oleh anak yang tidak mengalami

stunting dengan nilai p = 0,442, sehingga dapat disimpulkan bahwa pendidikan

ibu yang rendah tidak berhubungan dengan kejadian stunting dikarenakan nilai p

= > 0,05.

Menurut UU No. 20 Tahun 2003, mengenai sistem pendidikan nasional,

pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar

dan proses pembelajaran agar peserta didiknya secara aktif mampu

mengembangkan potensi pada dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta

ketrampilan yang diperlukan untuk dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara

(Depdiknas, 2003).

Pendidikan ibu sendiri merupakan hal dasar yang dapat membantu

tercapainya gizi anak yang baik. Apabila tingkat pendidikan ibu tinggi, maka

akan lebih mudah untuk menerima informasi dibandingkan dengan ibu yang

tingkat pendidikannya rendah. Dalam penelitian ini, ibu yang memiliki tingkat

pendidikan rendah tidak selalu mengalami anak dengan masalah stunting.

Tingkat pendidikan terhadap kejadian stunting dapat terjadi secara tidak langsung

diantaranya dengan perilaku ibu dalam mengasuh anaknya. Pola asuh ibu

merupakan perilaku ibu dalam mengasuh anak mereka. Perilaku sendiri

8

berdasarkan Notoatmodjo (2005) dipengaruhi oleh sikap dan pengetahuan.

Pengetahuan yang baik akan menciptakan sikap yang baik dan apabila sikap

tersebut dinilai sesuai, maka akan muncul perilaku yang baik pula. Pengetahuan

sendiri didapatkan dari informasi baik yang didapatkan dari pendidikan formal

maupun dari media (non formal). Apabila ibu memiliki pola asuh yang baik akan

cenderung memiliki anak dengan status gizi yang baik pula, sebaliknya apabila

ibu dengan pola asuh kurang cenderung memiliki anak dengan status gizi yang

kurang (Virdani, 2012).

Secara umum, tidak ada hubungan antara pendidikan ibu degan masalah

stunting pada anak sekolah dasar. Ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi

terjadinya masalah stunting diluar faktor tersebut, diantaranya adalah status gizi

ibu ketika mengandung. Ibu hamil yang mengalami kekurangan gizi akan

mengakibatkan janin yang dikandung juga mengalami kekurangan zat gizi.

Kekurangan zat gizi pada kehamilan terus menerus akan melahirkan anak yang

mengalami kurang gizi. Kondisi ini apabila terjadi dalam kurun waktu yang lama

akan dapat mengakibatkan anak mengalami kegagalan dalam pertumbuhan

(stunting). Selain itu ibu yang pendek juga berisiko melahirkan anak yang

pendek juga.

4. PENUTUP

Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat

hubungan antara asupan zat besi (Fe) dengan kejadian stunting dan tidak terdapat

hubungan antara pendidikan ibu yang rendah dengan kejadian stunting.

Sehingga bagi orang tua siswa agar lebih meningkatkan pengetahuan ,

kesadaran dan memperhatikan asupan makanan yang bergizi terutama zat besi

(Fe) serta perkembangan anak.

Bagi instansi terkait untuk lebih memperhatikan mengenai status gizi

pada siswa dengan meningkatkan dan memberikan edukasi mengenai makanan

sehat serta bergizi bagi anak.

9

Bagi peneliti selanjutnya yang akan melakukan penelitian serupa atau

melakukan penelitian lebih lanjut perlu variabel yang lebih kompleks serta

jumlah sampel yang lebih banyak untuk mengetahui perkembangan status gizi

pada anak

PERSANTUNAN

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada responden yang telah bersedia

untuk dilakukan penelitian, kepada Prof. Dr. dr. EM Sutrisna, M.Kes selaku

dekan Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta, dr. Yusuf

Alam Romadhon, M.Kes., dr. Tri Agustina, M.Kes., selaku penguji dan teman-

teman.

DAFTAR PUSTAKA

Adriani, M., & Wirjatmadi, B. (2012). Peranan Gizi dalam Siklus Kehidupan. Jakarta:

Kencana Prenada Media Group.

Almatsier. (2010). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia.

Andrew, N. (1999). Disorder of Metabolism. England.

Dewi, D. C. (2015). Hubungan Kecukupan Zat Gizi Mikro dengan Status Gizi Anak di

SD Negeri Pabelan 1 Kartasura. Surakarta: Universitas Muhammadiyah

Surakarta.

Dwiati, A. P. (2016). Hubungan Asupan Zat Besi dan Kadar Hemoglobin dengan

Kesegaran Jasmani pada Remaja Putri di SMA N 1 Polokarto Kabupaten

Sukoharjo. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Harmatz, P., Butensky, E., & Lubin, B. (2003). Nutrion in pediatrics basic science and

clinical application. London.

Indonesia., D. K. (2013). Tabel Angka Kecukupan Gizi. .

Kemenkes, R. (2013). Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar(RISKESDAS) Indonesia

tahun 2013. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemenkes

RI.

Manampiring, A. E. (2011). Prevalensi Anemia dan Tingkat Kecukupan Zat Besi Pada

Anak sekolah. Manado: Universitas Sam Ratulangi.

Masrizal. (2007, September). ANEMIA DEFISIENSI BESI. Jurnal Kesehatan

Masyarakat, 2.

10

Millennium Challenga Account. (2014). Stunting dan Masa Depan Indonesia. Dipetik

Agustus 16, 2017, dari www.mca-indonesia.go.id

Narendra, M., Sularyo, T., & Soetjiningsih. (2002). Tumbuh Kembang Anak dan Remaja

Buku Ajar I. Jakarta: Sagung Seto.

Ngaisyah, R. (2015). Hubungan Sosial Ekonomi DenganKejadian Stunting Pada Balita

di Desa Kanigoro, Saptosari, Guning Kidul. Jurnal Medika Respati ISSN : 1907-

3887 Vol X Nomor 4 Oktober.

Ni'mah, C., & Muniroh, L. (2015). Hubungan Tingkat Pendidikan, Tingkat Pengetahuan

dan Pola Asuh Ibu dengan Wasting dan Stunting pada Balita Keluarga Miskin.

10(2015), 84-90.

Notoatmodjo. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Publika.

Pradanti, C. M., Wulandari, M., & Sulistya, H. (2015, April). Hubungan Asupan Zat

Besi (Fe) dan Vitamin C dengan Kadar Hemoglobin pada Siswi Kelas. Gizi

Universitas Muhammadiyah Semarang, 4, 24-29.

Riskesdas. (2013). Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian RI

tahun 2013. Dipetik Juli 2017, 18, dari http://www.depkes.go.id/resources/

download/general/Hasil%20Riskesdas%20

Rismiati. (2016). Hubungan Asupan Mikronutrien dan Status Gizi Anak Usia 2-5

Tahubn di Wilayah Posyandu Gonilan. Surakarta: Universitas Muhammadiyah

Surakarta.

Supariasa, I. (2014). Penilaian Status Gizi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Susilowati. (2008). Pengukuran Stats Gizi dengan Antropometri Gizi. Jakarta: CV Trans

Info Media.

UNICEF. (2007). Progress For Children : Stunting, Wasting,and Overweight.

http://www.unicef.org/progressforchildren/2007n6/index_41505.htm .

Virdani. (2012). Hubungan Pola Asuh Terhadap Status Gizi Balita Usia 12-59 Bulan di

Wilayah Kerja Puskesmas Kalirungkut Kelurahan Kalirungkut Kota Surabaya.

Universitas Airlangga.

WHO. (2013). Child growth indicators and their interpretation. Dipetik Juli 18, 2017,

dari http://www.who.int/nutgrowhtdb/about/introduction/en/indexs.html

WHO. (2013). World Health Organizaton. Geneva: WHO Press.