hubungan warga negara(mustina 2)

46
Home Tentang Register Login Kabar UPI Berita Seputar Kampus UPI Tentang Memaknai Hubungan Warga dan Partai Politik Bagi Pembentukan Karakter Bangsa Written by:humas Written on:July 13, 2011 Comments Add One 0

Upload: operator-warnet-vast-raha

Post on 25-Jun-2015

352 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Hubungan warga negara(mustina 2)

Home Tentang

Register Login

Kabar UPIBerita Seputar Kampus UPI

Tentang

Memaknai Hubungan Warga dan Partai Politik Bagi Pembentukan Karakter Bangsa

Written by:humasWritten on:July 13, 2011 CommentsAdd One0

Oleh KARIM SURYADI

Page 2: Hubungan warga negara(mustina 2)

(Makalah Disampaikan dalam Konvensi Nasional Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (Konaspipsi) ke-1 di Auditorium Fakultas Pendidikan IPS Kampus UPI Jln. Setiabudhi No. 229

Bandung, Rabu, 13 Juli 2011)

Abstrak

Peningkatan civic literacy makin mendesak terkait perubahan politik yang kian menuntut warga bertindak secara otonom. Namun perluasan kesempatan bagi warga untuk terlibat dalam urusan politik belum disertai peningkatan civic literacy secara signifikan. Banyak tindakan warga yang diklaim demokratis, padahal sejatinya membunuh nilai-nilai demokrasi (democide) dari dalam. Inovasi nilainilai komunikasi politik direkomendasikan sebagai plasenta sekaligus nutrisi bagi peningkatan kualitas hubungan warga negara dan partai politik bagi penguatan nilai-nilai demokrasi dan karakter bangsa.

Kata kunci: komunikasi politik, partai politik, civic literacy, inovasi nilai, demokrasi dan karakter bangsa.

Pendahuluan

Peradaban bangsa menjadi narasi besar pendidikan IPS sepanjang zaman. Banyak variabel menentukan kualitas peradaban bangsa. Tanpa bermaksud menafikan variabel lain, makalah ini akan memfokuskan pada dimensi komunikasi politik karena beberapa alasan berikut. Kesatu, dalam beberapa dekade kemunculan aktor politik tampak lebih menonjol dibanding aktor social lain di dalam ruang-ruang publik meskipun afluensi aktor, simbol, dan peristiwa politik belum diikuti perbaikan kualitas kecerdasan sosial masyarakat.

Kedua, partai politik dan pemilihan umum menjadi media sosial penting yang memungkinkan terjadinya hubungan komunikatif antarwarga dan antara warga dan negara meskipun efikasi politik warga masih lemah. Lemahnya efikasi politik dapat memancing sinisme dan menggerus kepercayaan publik terhadap partai politik, bahkan sistem politik itu sendiri. Dua kecenderungan di atas menuntut penyikapan dari para akademisi dan peneliti Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (PIPS) dengan memperkuat empati dan nilai-nilai sosial. Uraian berikut akan memajukan ikhtiar pemaknaan hubungan warga dan partai politik bagi penguatan demokrasi dan karakter bangsa dari perspektif komunikasi politik.

Bukan Panacea

Demokrasi bersandar pada sejarah panjang komitmen dan karakter warga dalam menunaikan kewajiban dan kebajikan kewargaan serta kemauan untuk berpartisipasi dalam menyelesaikan masalah-masalah sosial kemasyarakatan. Dengan bersandar pada ajaran civic republican-nya Rousseau, Piattoeva (2010: 129) menegaskan bahwa republik hanya bisa tegak melalui dukungan demokratis dari warganya. Di dalam perkembangannya, hubungan komunikatif antara warga dan negaranya amat ditentukan oleh kualitas partai politik dan pemilihan umum terkait beberapa pergeseran di dalam politik kepartaian sebagai berikut (Davis, 2010: 36).

Page 3: Hubungan warga negara(mustina 2)

Pertama, pengakuan terhadap signifikansi partai dan pemilihan makin luas sejalan dengan makin banyaknya negara yang mempraktikan demokrasi. Partai politik dan pemilihan dipandang sebagai elemen kunci sistem politik demokratis. Partai politik menyediakan cara-cara dimana warga negara terhubung secara komunikatif dengan aparatur dan pejabat publik yang mewakili mereka. Partai politik bukan hanya menjamin terbukanya saluran organisasional bagi keterwakilan kepentingan, tetapi juga terbukanya saluran komunikasi antara warga dan pejabat yang mewakili mereka. Sementara pemilihan menyediakan ruang bagi warga untuk memilih kebijakan yang akan dijalankan oleh pemerintah yang mereka inginkan.

Kedua, di pihak lain telah terjadi pergeseran di dalam pola hubungan komunikatif antara warga dan partai yang mewakili mereka. Pergeseran ini terkait dengan perubahan bentuk pemilihan, menguatnya partai massa yang merangkul semua, dan melemahnya doktrin ideologis partai. Pembangunan ekonomi, tingginya mobilitas orang, barang, dan jasa serta perubahan dalam ikatan ideologis, agama, dan etnis telah mengikis ikatan ideologis tradisional, sentimen geografis dan etnik. Meningkatnya jumlah buruh migran mengaburkan ikatan kedaerahan mereka. Tengok kasus di daerah-daerah Indonesia, makin banyak calon legislatif yang lolos pemilihan umum di daerah pemilihannya meski ia tidak memiliki ikatan geneologis dengan daerah itu.

Faktor ini pula yang kerap dituding menjadi penyebab banyak anggota parlemen yang tidak dikenal di daerah pemilihannya. Jumlah partai yang merangkul semua (atau partai yang mengandalkan massa ketimbang kualitas kader) makin banyak. Bersekutu dengan perkembangan media massa, kehadiran partai massa selain telah mengubah pola organisasi kampanye, juga menata ulang wajah politik. Politik mengalami reka-bentuk. Selain dituntut bersahabat dengan pasar, para politisi berlomba menjadi sahabat media. Itulah sebabnya, alih-alih mendengarkan tuntutan konstituen, banyak politisi lebih mendengar dan menuruti kehendak media demi mendapat liputan yang menguntungkan.

Dominasi orientasi partai pada kekuasaan mendorong partai untuk meluaskan basis pemilih yang luas. Orientasi ini diikuti oleh melemahnya kadar ideologis yang melandasi hubungan partai dan pemilih, menguatnya politik transaksional, dan merebaknya aktivitas pencitraan untuk mendongkrak elektabilitas partai dan politikus.

Dominasi orientasi kekuasaan pada satu sisi dan melemahnya ikatan ideologis di sisi lain, mendorong hubungan partai dan konstituen lebih personal. Artinya, plasenta yang

Page 4: Hubungan warga negara(mustina 2)

menghubungkan partai dengan pemilih bukan ideologi, kebijakan, atau program, melainkan tokoh yang dinisbatkan sebagai ikon partai. Ini berarti, hanya partai yang digerakkan oleh tokoh yang dikenal publik yang akan hidup. Konsekuensinya, kejayaan partai pun bergantung kepada “bintang” sang tokoh. Banyak partai redup, bahkan hampir mati suri sejalan dengan lewatnya masa kejayaan sang tokoh.

Kecenderungan personalisasi hubungan partai-konstituen menjadikan daya tawar sang tokoh makin mahal, sekaligus ruh yang menghidupi partai. Itulah sebabnya, selain dapat menghitam-putihkan nasib partainya, tokoh demikian pun menjadi incaran partai lain. Bila kecintaannya pada partai yang dibesarkannya pupus, ia akan mudah berganti baju, lompat pagar, atau membentuk partai baru.

Mereka percaya, kemana pun pemilih akan pergi bila tokoh yang popular (bermassa) bernaung. Inilah jalan terbuka menuju personifikasi kekuasaan, sekaligus lahan subur bagi munculnya pemimpin yang tidak bisa dipersalahkan. Partai politik yang secara inheren berfungsi melakukan pendidikan politik belum menjalankan fungsinya secara maksimal. Belum ada desain khusus pendidikan politik yang dijalankan partai hingga membuatnya tersambung secara ideologis dengan pemilih. Akibatnya, kebersamaan di dalam makna antara politisi dan konstituen sulit diwujudkan.

Fenomena di atas mencuatkan tiga pertanyaan berikut. Mengapa intensitas penyebaran pesan politik tidak diikuti peningkatan civic literacy, yakni pengetahuan dan kemampuan warga dalam mengatasi masalah sosialkewargaan dan politik-kenegaraan. Mengapa komunikasi yang digalang aktivis partai gagal membangun partisanship. Bagaimana tatanan komunikasi politik harus dibangun sehingga mempercepat transformasi budaya politik demokratis di Indonesia. Ketiga pertanyaan tersebut penting dianalisis guna mengurai hubungan yang ganjil antara warga negara, partai politik, dan sistem politik. Komunikasi politik diyakini mampu memperbaiki hubungan tersebut karena bila sistem politik dipandang sebagai tubuh, maka komunikasi politik adalah cairan di dalamnya. Kesehatan dan keseimbangan tubuh bergantung kepada sirkulasi cairan tubuh dan zat-zat (materi) yang dikandungnya.

Seperti halnya tubuh kekurangan air, sistem politik akan mengalami entropi (gangguan) apabila kurang mendapatkan pasokan informasi yang memadai. Keseimbangan sistem politik akan terganggu bila arus pesan tidak lancar, atau bila hanya disuplai informasi yang mengandung polutan. Karena itu, layaknya tubuh, sistem politik membutuhkan pesan yang sehat lagi menyehatkan.

 

Mencari Spiritualitas Komunikasi Politik

Politik kepartaian pasca Orde Baru ditandai oleh dua hal penting. Pertama, tumbangnya Orde Baru menjadi awal kebangkitan pluralisme politik. Terdapat banyak partai yang memiliki filogeni (sejarah kekerabatan), baik berlatar agama maupun klaim ideologi tertentu. Kedua, munculnya kembali nama dan lambing partai politik yang pernah hidup pada dekade 1945-1965,

Page 5: Hubungan warga negara(mustina 2)

seakan-akan telah terjadi reinkarnasi politik. Namun partai-partai ini gagal dalam Pemilu 1999, pemilu pertama pada era reformasi.

Dikaji dari perspektif komunikasi politik, terdapat dua masalah utama politik kepartaian pasca Orde Baru. Pertama, kaburnya nilai dasar yang melandasi citacita partai (political platform), dan kedua, pola kepemimpinan yang tidak kondusif bagi tumbuhnya demokrasi internal partai. Partai politik didirikan di atas nilai dasar yang melandasi cita-cita mewujudkan masyarakat terbaik (khoerul bariyyah). Nilai dasar yang melandasi cita-cita partai itulah yang lazim disebut platform politik (political platform).

Bila partai politik diibaratkan tubuh, maka platform adalah jiwanya. Partai politik adalah “raga”, tempat di mana platform mengambil bentuk dalam wujud pemikiran dan tindakan politik. Sejumlah penelitian menegaskan signifikansi nilai sebagai variabel penting yang menentukan corak hubungan warga dan partai politik. Nilai membentuk dasar yang kuat bagi identitas politik warga negara, sekaligus rujukan ketika mereka harus memilih kandidat, atau menyikapi kebijakan yang dikeluarkan pemerintah {Nelson & Garst, 2005). Lebih dari itu, nilai-nilai politik pun dipandang sebagai mata air yang penting bagi tumbuh suburnya sikap politik (Feldman, 1988; Feldman & Zailer, 1992). Hasil penelitian penulis pun mengkonfirmasi nilai dan orientasi beroleh berkah (“tabaruk politik”) ketika pemilih “manut” pada kiai sebagai jalan keluar dari kebingungan dalam menentukan pilihan politiknya (Suryadi, 2006).

Platform politik adalah pembeda partai yang satu dengan lainnya. Keberbedaan nilai-nilai yang dianut dan preferensi tentang masyarakat dan negara yang dicita-citakan menjadi rujukan bagi warga ketika ia harus mengidentifikasi kepartaiannya. Identifikasi kepartaian merupakan variabel penting yang akan menentukan mekanisme sistem politik yang sehat. Identifikasi kepartaian akan mempengaruhi bagaimana cara orang mendefinisikan isu dan menanggapi kehadiran seorang kandidat pejabat publik. Dalam jangka panjang, identifikasi kepartaian memupuk partisanship, yakni ikatan emosional warga terhadap partai politik.

Identifikasi kepartaian tak akan terbentuk, dan karenanya tak ada alas an untuk berharap terbangunnya partisanship bila politisi dan partai politik tidak menunjukkan keberpihakan pada nilai-nilai tertentu. Bahkan warga akan semakin tidak peduli terhadap keberadaan sebuah partai, bila politisi dengan mudah berpindah-pindah partai layaknya kutu loncat.

Kemampuan partai politik dalam menawarkan alternatif kebijakan bagi pemilihnya telah menjadi moral politik yang penting bagi masyarakat demokratis yang sehat. Kejelasan sikap partai politik berkontribusi besar dalam menumbuhkan preferensi politik masyarakat, yang pada gilirannya mendorong tumbuhnya partisipasi yang otonom (autonomous participation).

Selain kaburnya platform politik, kepemimpinan dan manajemen komunikasi politik masih menjadi masalah pelik. Kepemimpinan partai dan manajemen komunikasi diidentifikasi sebagai faktor penting dalam proses komunikasi tentang platform dan kebijakan partai. Untuk kasus partai politik di Indonesia, signifikansi faktor kepemimpinan tampak dalam agresivitas partaipartai kecil pada masa demokrasi parlementer.

Page 6: Hubungan warga negara(mustina 2)

Studi tentang kepemimpinan di Indonesia mengungkapkan bahwa kekuatan politik pada masa revolusi berada di tangan pemimpin terkemuka (primus interpares). Mereka umumnya adalah tokoh-tokoh yang ikut berjuang merebut kemerdekaan. Namun analisis Feith (1962: 100) mengungkapkan tidak semua pemimpin terkemuka berpengaruh pada periode 1949-1957.

Elit, publik dan massa adalah dimensi-dimensi vertikal politik Indonesia. Sedangkan “administrators” dan”solidarity makers” adalah dimensi horizontal politik Indonesia. Konflik antara “administrator” dan “solidarity makers” antara lain terjadi akibat perbedaan klaim tentang siapa yang layak memimpin. Pemimpin bertipe “administrator” mengusung klaim bahwa kepemimpinan dalam birokrasi dan partai politik layak mereka dapatkan karena kelompok terdidik memiliki hak untuk memimpin. Di sisi lain, “solidarity makers” bersaing untuk jabatan-jabatan politis atas dasar kemampuan mengorganisir massa dan status yang mereka peroleh. Mereka merasa berhak memimpin atas klaim dekat dengan rakyat dan memahami keinginan mereka.

Studi empiris tentang elit politik Indonesia dilakukan pula oleh Emmerson (1976). Dalam studinya Emmerson (1976: 24) mengungkapkan, selain menampilkan beberapa tokoh, sistem politik Indonesia digerakkan oleh para elit yang lahir karena status keluarga, etnisitas, agama, sekolah, asosiasi, pekerjaan, keterlibatan dalam revolusi, dan status kelembagaan. Kelompok inilah yang kemudian melahirkan budaya elit politik (elite political culture). Sulit dipungkiri, primordialisme masih menjadi basis modernisasi politik di tanah air. Proses politik yang didasarkan atas asal-usul, silsilah, dan faktor-faktor yang dibawa sejak lahir masih kuat hingga memunculkan tudingan seakan-akan telah terbangun “dinasti politik”.

Sebagian partai tampak kesulitan memainkan perannya sebagai representasi kepentingan pengikut, dan hanya mengukuhkan dominasi kaukus yang dibentuk tokoh-tokoh senior partai (gerontocracy). Kecenderungan ini mengukuhkan keberlakuan hukum besi oligarkhi, dimana aristokrat tradisional berperan sebagai oligoi-oligoi yang mengendalikan partai. Inilah “tirai kebisuan” yang berbahaya, melindungi kebodohan dengan dalih politisi hadir untuk memberi apa yang diminta publik.

Komunikasi Politik dan Penguatan Civic Literacy

Tali-temali komunikasi politik dan penguatan civic literacy begitu kuat. Komunikasi politik yang baik akan mendongkrak kualitas civic literacy. Demikian pula sebaliknya, masyarakat yang

Page 7: Hubungan warga negara(mustina 2)

melek politik akan menempatkan komunikasi politik sebagai instrumen transformasi demokratis melalui perbaikan kompetensi partisipatif.

Pertumbuhan asosiasi sukarela dan saling percaya antarwarga diakui sebagai elemen penting social capital. Di sisi lain, civic literacy dihubungkan dengan partisipasi politik dan pengetahuan politik. Namun demikian keduanya saling berkaitan. Civic literacy tidak lain adalah the knowledge and ability capacity of citizens to make sense of their political world (Milner, 2002). Dalam khasanah ilmu kewarganegaraan, civic literacy ditempatkan sebagai elemen dasar kebajikan politik warga negara (political virtue of citizenship). Di dalam civic literacy tersirat penguasaan bentuk pengetahuan politik. Sedangkan di dalam civic virtue terkandung kemauan mempengaruhi keadaan sebagai manifestasi bentuk partisipasi politik.

Melalui partisipasi politik setiap warga memastikan bahwa kepentingan mereka dipertimbangkan dalam proses pembuatan kebijakan publik. Dengan keterampilan dan informasi yang menjadi landasan partisipasinya, warga mengawasi pelaksanaan kebijakan bagi perbaikan masyarakatnya. Melalui cara ini, ide pemerintahan dari, oleh, dan untuk rakyat akan mendekati kenyataan. Sayangnya partisipasi politik di Indonesia masih terbatas pada proses pemberian suara. Dalam pemilukada misalnya, rakyat hanya menjadi objek yang dimobilisasi. Meski hubungan kandidat dan pemilih dekat secara geografis, namun jauh secara psikologis. Meeting in mind, tidak terjadi. Kandidat tetap asing bagi pemilih, sehingga mereka menjatuhkan pilihan bukan atas dasar pertimbangan yang dibentuk melalui komunikasi politik yang intens. Kemunculan kandidat yang tidak menarik, kinerja partai politik dan kualitas keterwakilan yang rendah serta afluensi simbol politik yang diikuti kelangkaan barang dan jasa menjadi penyebab meningkatnya pemilih yang tidak datang ke tempat pemungutan suara.

Pengetahuan dan kemampuan warga dalam mengatasi masalah-masalah sosial, politik dan kenegaraan (civic literacy) menjadi faktor penting bagi peningkatan kualitas keterwakilan dan demokrasi itu sendiri. Sejumlah aksi untuk mendorong peningkatan civic literacy dapat dilakukan pemerintah dan partai politik. Perluasan kesempatan bagi publik untuk mendapatkan koran, atau penyebaran informasi yang dilakukan partai politik adalah dua dari sekian langkah penting penguatan civic literacy. Pemanfaatan lembaga penyiaran untuk kepentingan civic literacy pun dapat dilakukan antara lain melalui penguatan penyiaran publik, atau pendidikan demokrasi berbasis televisi (teledemokracy).

Civic literacy penting bagi peningkatan kualitas partisipasi politik untuk memastikan bahwa keterlibatan rakyat dalam proses politik didasari oleh pengetahuan yang memadai. Dengan begitu, corak budaya politik pun akan mengalami perubahan. Bila selama ini budaya politik masih didominasi orientasi parokhialistik, dengan pengetahuan politik yang memadai rakyat akan merasa mampu mengubah keadaan dan bertindak menurut cara-cara yang rasionalkalkulatif.

Partisipasi warga negara yang dilandasi pengetahuan yang memadai diyakini akan menambah efikasinya. Dengan begitu masyarakat bukan saja memperoleh kepuasan atas keterlibatannya, tetapi juga makin membuka akses warga kepada sumber-sumber pendapatan sosial dan ekonomi. Keterbukaan semacam ini akan mendorong warga negara mengikuti informasi tentang pemerintah dan berbagai keputusan yang diambilnya. Kebutuhan semacam inilah yang

Page 8: Hubungan warga negara(mustina 2)

memungkinkan warga memiliki ikatan emosional untuk turut memikirkan apa yang dipertimbangkan pemerintah bagi perwujudan kebaikan bersama.

Sayangnya, pendidikan politik (sebagai bagian dari upaya membangun civic literacy) menjadi proses penting yang dilupakan partai politik di Indonesia. Tidak ada desain khusus pendidikan politik yang dijalankan partai hingga membuatnya tersambung secara ideologis dengan pemilih. Preferensi pemilih tidak dibangun di atas kesadaran tentang pentingnya platform dan program kerja partai politik dan kandidat, melainkan lebih karena transformasi loyalitas primordial ke dalam wilayah politik.

Kandidat menempuh jalan pintas menuju populer, memilih menjadi ”bintang iklan” ketimbang memulai karier dalam asosiasi sukarela. Penyederhanaan komunikasi politik sebagai pemasaran politik menyebabkan pola hubungan kandidat dan calon pemilih tidak menyentuh aspek substantif. Civic literacy sebagai alat sekaligus tujuan dapat diperkuat oleh pilihan kebijakan. Kebijakan untuk mendorong perluasan akses membaca koran dapat secara langsung memperkuat civic literacy. Di sisi lain, kontak warga dengan berbagai lembaga politik yang disepakati secara langsung dapat meningkatkan kualitas civic literacy.

Civic literacy bukan hanya dampak, ia juga penyebab. Tingkat civic literacy yang tinggi amat kondusif bagi pilihan kebijakan yang efisien. Data menunjukkan terdapat hubungan nyata antara pilihan kebijakan, lembaga politik, dan hasil yang dicapai sistem politik (Sartori, 2001). Di Amerika, pendidikan menyumbang 40% perbedaan dalam tingkat partisipasi memilih pada level individual, meskipun terdapat beberapa negara memiliki rata-rata turnout lebih tinggi dengan rata-rata tingkat pendidikan lebih rendah (Franklin, 1996: 218-219). Selain pendidikan, tingkat konsumsi media adalah variabel lain yang berpengaruh terhadap peningkatan partisipasi politik warga, sebagaimana ditunjukkan oleh tingginya angka turnout di kalangan warga pembaca koran (Milner, 2002).

Terkait dengan disparitas orientasi yang dapat mengikis orientasi kebangsaan di tengah-tengah kuatnya arus globalisme yang dihadirkan media massa di satu sisi dan ancaman primordialisme di sisi lain, hal-hal berikut perlu mendapat perhatian semua pihak. Usaha dimaksud bukan hanya

Page 9: Hubungan warga negara(mustina 2)

perang syaraf melawan pengaruh buruk media global, tetapi usaha nyata penguatan civic literacy untuk mendorong transformasi budaya politik (political culture) dan perbaikan performance sistem politik.

Pertama, pembentukan kompetensi partisipatif sebagai dasar keterlibatan individu dalam perumusan agenda dan pembuatan kebijakan publik. Kompetensi tersebut meliputi hal-hal sebagai berikut: (1) kemampuan melihat masalah global dari perspektif dan kepentingan nasional; (2) mengembangkan sikap kooperatif dan tanggung jawab; (3) toleran terhadap keragaman budaya; (4) berpikir kritis, (5) menyelesaikan konflik secara damai; (6) hidup hemat dan efisien dalam memanfaatkan lingkungan; (7) menunjukkan komitmen terhadap penegakkan hukum dan hak asasi manusia; serta (8) kemampuan memahami mekanisme sistem politik, dan menguasai keterampilan politik.

Kedua, terdapat tiga agenda mendesak penataan kepartaian untuk mengoptimalkan fungsi komunikasi partai politik dalam meningkatkan kualitas civic literacy. Ketiga agenda tersebut adalah perampingan dan penguatan system kepartaian, pelembagaan perwakilan politik, dan regenerasi kepemimpinan dan penguatan kelompok-kelompok pro demokrasi. Penataan sistem kepartaian menjadi keharusan karena partai politik masih menjadi titik lemah transformasi sistem politik Indonesia yang demokratis.

Sekolah dan keluarga adalah lembaga yang secara konvensional ditugasi menanamkan nilai-nilai kebaikan dalam masyarakatnya. Partai politik diyakini dapat mendongkrak kualitas civic literacy melalui rancang bangun pendidikan politik demokratis dan perbaikan pola-pola hubungan dengan konstituennya. Membuka saluran komunikasi dengan konstituen menjadi dasar tegaknya asas pemerintahan perwakilan. Komunikasi politik adalah tali penyambung rakyat dan partai politik, sekaligus sumber imaji tempat di mana harapan dipancarkan.

Keberhasilan dan kegagalan seorang politisi bergantung kepada perilaku komunikasinya. Perbaikan kualitas komunikasi antara partai dan konstituen serta aktor politik lain dipercaya akan meningkatkan kualitas civic literacy, sebagai faktor determinan pembentukan warga negara otonom dan fungsional.

Inovasi Nilai-nilai Komunikasi Politik

Bertolak dari senarai penelitian yang telah dilakukan, saya merekomendasikan inovasi nilai dan penguatan fungsi komunikasi partai politik bagi penguatan demokrasi dan karakter bangsa sebagai berikut. Pertama, menegaskan kebijakan negara yang fundamental sebagai common platform partai, sedangkan political platform sebagai pesan utama sakaligus rujukan dalam menentukan posisi atas sebuah isu, kandidat, dan kebijakan. Preferensi yang ditunjukkan partai politik akan membentuk dasar yang kuat bagi identitas politik warga.

Kedua, menempatkan kejujuran (kebenaran, kejelasan, dan keberadaan maksud) sebagai nilai dasar komunikasi politik; kepekaan dalam memaknai konteks komunikasi sebagai nilai instrumental; dan kesantunan dalam menampilkan diri sebagai nilai operasional.

Page 10: Hubungan warga negara(mustina 2)

Ketiga, memajukan “politik tahu diri”. Komunikator yang tahu diri hanya berbicara menyangkut bidang yang menjadi kewenangan dan atau kepakarannya. Sebuah pesan hanya akan memiliki efek persuasi apabila didukung argumen yang kuat dan penguasaan menyeluruh atas persoalan yang dibahas.

Keempat, memelihara hubungan dyadic antarwarga sebagai unsur utama modal sosial (social capital) sekaligus bauran penting dalam pembentukan kapasitas kewargaan (civic capacity). Ekspansi media tidak dapat menggantikan hubungan sosial antarwarga. Terdapat fakta bahwa alur informasi di antara para pemilih terjadi melalui hubungan yang dilandasi kepercayaan politis. Seseorang akan mencari orang yang ahli dalam politik untuk menafsirkan pesan media meskipun secara politis tidak akan selalu setuju dengannya.

Kelima, demi kesehatan dan vitalitas politik demokratis diperlukan transformasi komunikasi sosial dari cara-cara yang penuh intimidasi menuju cara-cara yang menyenangkan dan bermanfaat bagi kedua pihak (recreational discussion) sebagai nutrisi bagi tumbuhnya karakter warga yang terus belajar (learning citizen). Informasi yang dikomunikasikan secara sosial amat penting karena pesan akan lebih personal dengan bias yang dapat dikenali.

Daftar Pustaka

Davis, Aeron, 2010, Political Communication and Social Theory, New York: Routledge.

Diamond. Larry & Richard Gunther, 2000, Political Parties and Democracy, Baltimore and London: The Johns Hopkins University Press.

Emmerson, Donald K., 1976, Indonesia’s Elite: Political Culture and Cultural Politics, Cornell University Press.

Fagan, Madeline, 2009, “The Inseparability of Ethics and Politics: Rethinking the third in Emmanuel Levinas”, in Contemporary Political Theory, 8, 1, 5-22, Palgrave Macmillan.

Feith, Herbert & Lance Castles, 1970, Indonesian Political Thinking 1945-1965, USA: Cornell University.

Feldman, S., 1988, “Structure and Consistency in Public Opinion: The Role of Core Belief and Values”, American Journal of Political Science, 26, 446-466.

Franklin, Mark N., 1996, “Electoral Participation”, dalam Leduc Lawrence, Richard Niemi & Pippa Norris, eds., Comparing Democracies: Elections and Voting in Global Perspective, Thousand Oaks: Sage.

Friedland, Lewis, Shah, Dhavan V, Ledd, Nam-Jim, 2007, “Capital, Consumption, Communication, and Citizenship: The Social Positioning of Taste and Civic Culture in the United States”, in The ANNALS of the American Academy of Political and Social Science, ANNALS, AAPSS, May, 2007.

Page 11: Hubungan warga negara(mustina 2)

Kamminga, Menno, 2008, “The Ethic of Climate Politics: Four Modes of Moral Discourse”, in Environmental Politics, 17, (4), August 2007, 673-692.

Milner, Henry, 2002, Civic Literacy: How Informed Citizens Make Democracy Work, Tufts University: University Press of New England.

Nelson, T.E. & Garst, J., 2005, ”Values-based Political Messages and Persuasion Relationship among Speaker, Recipient, and Evoked Values”, Political  Psychology, 26, (4), 489-515.

Paulson, Darryl, 2000, “Political Platforms”, dalam Magill, Frank N, 2000, International Encyclopedia of Government and Politics, 2, Ram Nagar, New Delhi: S. Chand&Company Ltd.

Piattoeva, Nelli, 2010, “Perceptions of the Past and Education of Future Citizens in Contemporary Russia” in Alan Reid, Judith Gill, and Alan Sears, 2010, Globalization, the Nation-State and the Citizen, New York: Routledge.

Sartori, Giovanni, 2001, “The Party Effects of Electoral Systems”, dalam Diamond, Larry & Richard Gunther, 2001, Political Parties and Democracy, Baltimore and London: The Johns Hopkins University Press.

Suryadi, Karim dan Meita P. Agustin, 2010, ”Pemanfaatan Internet dan Tantangan Karakter Bangsa” Jurnal Komunikasi dan Media (terakreditasi Dikti), 4, (1), Jakarta, Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika, 2010.

Suryadi, Karim, 2009, ”Membangun Wawasan Kebangsaan Partai Politik: Perspektif Komunikasi Politik”, Jurnal Sekretariat Negara RI NEGARAWAN, No. 14, Jakarta, Sekretariat Negara, November 2009.

_______________, 2007, ”Media Massa dan “Political Literacy”: Pemanfaatan Berita Politik di Kalangan Remaja Kota Bandung”. Mediator Jurnal Komunikasi, 8, (1), Juni 2007, Akreditasi No. 56/DIKTI/Kep/2007, hal: 139-

____________, 2006, Kedudukan Platform, Komunikasi Politik Kiai, dan Identifikasi Kepartaian, disertasi, Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran, tidak diterbitkan.

van Zoonen, Liesbet, 2005, Entertaining The Citizen: When Politics and Popular Culture Converge, New York: Rowman & Littlefield Publishers, Inc.

In category: Lain-Lain

Page 12: Hubungan warga negara(mustina 2)

االقتصادية اإلدارة

sofyarosa

ARABIC DEMOCRATIC UNION PARTY

Lihat profil lengkapku

Selasa, 20 Maret 2012

RANGKUMAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

BAB I

Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan

Page 13: Hubungan warga negara(mustina 2)

Materi pokok Pendidikan Kewarganegaraan adalah tentang hubungan antara warga negara dan

negara serta Pendidikan Pendahuluan Bela Negara (PPBN).

Menurut Azra, pendidikan kewarganegaraan adalah pendidikan yang cakupannya lebih luas dari

pendidikan demokrasi dan pendidikan HAM. Sementara itu, Zamroni berpendapat bahwa Pendidikan

Kewarganegaraan adalah pendidikan demokrasi yang bertujuan untuk mempersiapkan warga

masyarakat berpikir kritis dan bertindak demokratis, melalui aktivitas menanamkan kesadaran kepada

generasi baru bahwa demokrasi adalah bentuk kehidupan masyarakat yang paling menjamin hak-hak

warga masyarakat.

Pengertian lain didefinisikan oleh Merphin Panjaitan, bahwa Pendidikan Kewarganegaraan

adalah pendidikan demokrasi yang bertujuan untuk mendidik generasi muda menjadi warga negara

yang demokratis dan partisipatif melalui suatu pendidikan yang diagonal. Sementara Soedijarto

mengartikan Pendidikan Kewarganegaraan sebagai pendidikan politik yang bertujuan untuk membantu

peserta didik untuk menjadi warga negara yang secara politik dewasa dan ikut serta membangun sistem

politik yang demokratis.

Dari definisi tersebut, semakin mempertegas pengertian civic education (Pendidikan

Kewarganegaraan) karena bahannya meliputi pengaruh positif dari pendidikan di sekolah, pendidikan di

rumah, dan pendidikan di luar sekolah. Unsur-unsur ini harus dipertimbangkan dalam menyusun

program Civic Education yang diharapkan akan menolong para peserta didik (mahasiswa) untuk:

a) Mengetahui, memahami dan mengapresiasi cita-cita nasional.

b) Dapat membuat keputusan-keputusan yang cerdas dan bertanggung jawab dalam berbagai macam

masalah seperti masalah pribadi, masyarakat dan negara.

Jadi, pendidikan kewarganegaraan (civic education) adalah program pendidikan yang memuat

bahasan tentang masalah kebangsaan, kewarganegaraan dalam hubungannya dengan negara,

demokrasi, HAM dan masyarakat madani (civil society) yang dalam implementasinya menerapkan

prinsip-prinsip pendidikan demokratis dan humanis.

Latar Belakang Pendidikan Kewarganegaraan

Perkembangan globalisasi yang ditandai dengan kuatnya pengaruh lembaga-lembaga

kemasyarakatan internasional, negara-negara maju yang ikut mengatur pecaturan perpolitikan,

Page 14: Hubungan warga negara(mustina 2)

perekonomia, sosial budaya dan pertahanan serta keamanan global. Kondisi ini akan menumbuhkan

berbagai konflik kepentingan, baik antar negara maju dengan negara-negara berkembang, maupun

antar sesama negara-negara berkembang sendiri serta lembaga-lembaga Internasional. Kecuali itu

adanya isu-isu global yang meliputi demokratisasi, hak asasi manusia dan lingkungan hidup, turut pula

mempengaruhi keadaan nasional.

Globalisasi ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,

khususnya di bidang informasi komunikasi dan transportasi sehingga dunia menjadi semakin

transparan, seolah-olah menjadi seperti kampung dunia tanpa mengenal batas negara (Edy Pramono,

2004: 1-2), suatu peristiwa yang terjadi di salah satu kawasan, seketika itu juga dapat diketahui dan

diikuti oleh mereka yang berada di kawasan lain. Cotoh: peristiwa pembunuhan terhadap 3 orang

personil UNHCR dikamp pengungsi Timor Timur di Atambua tanggal 6 September 2000 langsung tersiar

di seluruh dunia, dan mendorong Dewan Keamanan PBB mengeluarkan Resolusi Nomor 1319, tanggal 9

September 2000, dan Amerika Serikat mengenakan embargo militer terhadap Indonesia. Ini berarti era

globalisasi itu dapat berdampak besar, baik yang bersifat positif maupun yang negatif. Dampak positif

adalah seperti dapat meningkatkan ksejahteraan, memberi peluang-peluang baru, sedang yang negatif

adalah seperti dapat mengganggu keamanan, memperburuk ekonomi, marginalisasi

sosial dan meningkatnya kemiskinan. Di era globalisasi juga akan berkembangnya suatu

standarisasi yang sama dalam berbagai bidang kehidupan. Negara atau pemerintah dimanapun, terlepas

dari sistem ideologi atau sistem sosial yang dimiliki, dipertanyakan apakah hak-hak asasi dihormati,

apakah demokrasi dikembangkan, apakah kebebasan dan keadilan dimiliki oleh setiap warganya,

bagaimana lingkungan hidup dikelola. Implikasi globalisasi menjadi semakin kompleks karena

masyarakat hidup dalam standar ganda. Di satu pihak orang ingin mempertahankan budaya lama yang

diimprovisasikan untuk melayani perkembangan baru, yang disebut dengan budaya sandingan (sub-

culture). Di pihak lain muncul tindakan-tindakan melawan terhadap perubahan-perubahan yang

dirasakan sebagai ”nestapa” dari mereka yang dipinggirkan, tergeser dan tergusur, tidak terlayani oleh

masyarakatnya, yang disebut sebagai budaya tandingan (counter- culture). Ini berarti globalisasi juga

akan menciptakan struktur baru, yaitu struktur global. Kondisi ini akan mempengaruhi struktur dalam

kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta akan mempengaruhi juga dalam pola pikir,

sikap dan tindakan masyarakat di Indonesia sehingga akan mempengaruhi kondisi mental spiritual

bangsa Indonesia.

Page 15: Hubungan warga negara(mustina 2)

Perjalanan panjang sejarah bangsa Indonesia yang dimulai sejak era sebelum dan selama

penjajahan, kemudian dilanjutkan dengan era perebutan dan mempertahankan kemerdekaan sampai

denganera pengisian kemerdekaan, menimbulkan kondisi dan tuntutan yang berbeda sesuai dengan

zamannya. Kondisi dan tuntutan yang berbeda tersebut ditanggapi oleh bangsa Indonesia berdasarkan

kesamaan nilai-nilai perjuangan bangsa yang senantiasa tumbuh dan berkembang. Kesamaan nilai-nilai

ini dilandasi oleh jiwa, tekad, dan semangat kebangsaan. Kesemuanya tumbuh menjadi kekuatan yang

mampu mendorong proses terwujudnya Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam wadah Nusantara.

Semangat perjuangan bangsa yang tak kenal menyerah telah terbukti pada perang kemerdekaan

17 Agustus 1945. Semangat perjuangan bangsa tersebut dilandasi oleh keimanan serta ketaqwaan

kepada Tuhan Yang Maha Esa dan keihklasan untuk berkorban. Landasan perjuangan tersebut

merupakan nilai-nilai perjuangan bangsa Indonesia, yang telah melahirkan kekuatan yang luar biasa

pada masa perjuangan fisik. Sedang dalam menghadapi globalisasi dan menatap masa depan untuk

mengisi kemerdekaan, kita memerlukan perjuangan non fisik sesuai dengan bidang profesi masing-

masing. Perjuangan ini pun perlu dilandasi oleh nilai-nilai perjuangan bangsa Indonesia juga, sehingga

kita tetap memiliki wawasan dan kesadaran bernegara, sikap dan perilaku yang cinta tanah air, dan

mengutamakan persatuan serta kesatuan negara dalam rangka bela negara demi tetap utuh dan

tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Perjuangan secara fisik yang sesuai bidang masing-masing tersebut memerlukan sarana

kegiatan pendidikan bagi setiap warga negara Indonesia pada umumnya dan mahasiswa sebagai calon

cendekiawan pada khususnya, yaitu melalui Pendidikan Kewarganegaraan. Sebab Pendidikan

Kewarganegaraan adalah merupakan usaha untuk membekali peserta didik dengan kemampuan dan

pengetahuan dasar berkenaan dengan hubungan antara warga negara dengan negara serta Pendidikan

Pendahuluan Bela Negara (PPBN) agar dapat menjadi warga negara yang dapat diandalkan oleh bangsa

dan negaranya. Jadi tujuan Pendidikan Kewarganegaraan adalah untuk membekali peserta didik dengan

kemampuan dan pengetahuan dasar berkenaan dengan hubungan antara warga negara dengan negara.

Oleh karena itu dalam pengajarannya perlu dijelaskan bagaimana bentuk hubungan antara warga

negara yang sehat, positif, dan dapat diandalkan.

Tujuan pendidikan kewarganegaraan

Berdasarkan Keputusan Dirjen Dikti No.267/Dikti/2000, tujuan Pendidikan Kewarganegaraan adalah:

Page 16: Hubungan warga negara(mustina 2)

a. Tujuan umum

Memberikan pengetahuan dan kemampuan dasara kepada mahasiswa mengenai hubungan antara

warga negara dengan negara serta Pendidikan Pendahuluan Bela Negara agar dapat menjadi warga

negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan negara.

b. Tujuan khusus

1. Agar mahasiswa dapat memahami dan melaksanakan hak dan kewajiban secara santun, jujur dan

demokratis serta ikhlas sebagai warga negara Republik Indonesia yang terdidik dan bertanggungjawab.

2. Agar mahasiswa menguasai dan memahami berbagai masalah dasar dalam kehidupan bermasyarakat,

berbangsa dan bernegara serta dapat mengatasinya dengan pemikiran kritis dan bertanggungjawab

yang berlandaskan Pancasila, wawasan nusantara dan ketahanan nasional.

3. Agar mahasiswa memiliki sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai kejuangan, cinta tanah air

serta rela berkorban bagi nusa dan bangsa.

Landasan hukum

a. Undang-Undang Dasar 1945

1. Pembukaan UUD 1945 alenia ke dua tentang cita-cita mengisi kemerdekaan, dan alinea ke empat

khususnya tentang tujuan negara.

2. Pasal 30 ayat (1), Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta alam usaha pembelaan negara.

3. Pasal 31 ayat (1), Tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran.

b. Undang-Undang Nomor 20 tahun 1982

Undang-Undang No.20/1982 adalah tentang ketentuan-ketentuan pokok Pertahanan Kemanan

Negara Republik Indonesia.

1. Pasal 18 Hak dan kewajiban warga negara yang diwujudkan dengan keikutsertaan dalam upaya bela

negara diselenggarakan melalui Pendidikan Pendahuluan Bela Negara sebagai bagian tidak terpisahkan

dalam sistem pendidikan nasional.

Page 17: Hubungan warga negara(mustina 2)

2. Pasal 19, ayat (2) Pendidikan Pendahuluan Bela Negara wajib diikuti oleh setiap warga negara dan

dilaksanakan secara bertahap, yaitu:

a. Tahap awal pada pendidikan tingkat dasar sampai menengah dan dalam gerakan pramuka.

b. Sikap lanjutan dalam bentuk Pendidikan Kewiraan pada tingkat Pendidikan Tinggi.

c. Undang-Undang Nomor 2 tahun 1989

Undang-Undang No.2/1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, menjelaskan bahwa:

”Pendidikan Kewarganegaraan merupakan usaha untuk membekali peserta didik dengan pengetahuan

dan kemampuan dasar berkenaan dengan hubungan antara warga negara dan negara serta Pendidikan

Pendahuluan Bela Negara (PPBN) agar menjadi warga negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan

Negara Kesatuan Republik Indonesia”.

Pengertian dan pemahaman tentang Bangsa dan Negara

Pengertian Bangsa dan Negara

Bangsa (nation) menurut Hans Kohn (Kaelan, 2002: 212-213) bahwa bangsa terbentuk oleh persamaan

bahasa, ras, agama, peradaban, wilayah, negara dan kewarganegaraan. Sedangkan Ernest Renan

menyatakan bahwa bangsa (nation) adalah suatu solidaritas, suatu jiwa, suatu asas spiritual, suatu

solidaritas yang dapat tercipta oleh perasaan pengorbanan yang telah lampau dan bersedia dibuat di

masa yang akan datang. Meskipun dikalangan pakar kenegaraan belum terdapat persamaan pengertian

bangsa, namun faktor objektif yang terpenting dari suatu Bangsa adalah kehendak atau kemauan

bersama yang lebih dikenal dengan nasionalisme.

Fredrich Hertz dalam bukunya “Nationality in History and Politics” mengemukakan bahwa setiap bangsa

mempunyai 4 (empat) unsur aspirasi sebagai berikut:

1. Keinginan untuk mencapai kesatuan nasional yang terdiri atas kesatuan sosial, ekonomi, politik,

agama, kebudayaan, komunikasi, dan solidaritas.

2. Keinginan untuk mencapai kemerdekaan dan kebebasan nasional sepenuhnya, yaitu bebas dari

dominasi dan campur tangan bangsa asing terhadap urusan dalam negerinya.

Page 18: Hubungan warga negara(mustina 2)

3. Keinginan dalam kemandirian, keunggulan, individualisme, keaslian, atau kekhasan.

4. Keinginan untuk menonjol (unggul) diantara bangsa-bangsa dalam mengejar kehormatan, pengaruh,

dan prestise.

Setelah manusia membangsa, mereka menuntut suatu wilayah untuk tempat tinggalnya yang

kemudian diklaim sebagai negara. Selanjutnya pengertian negara menjadi lebih luas, negara tidak hanya

diartikan wilayah tetapi juga meliputi pemerintah, kedaulatan, penduduk, dan beberapa syarat lainnya.

Negara adalah suatu organisasi kekuasaan dari sekelompok manusia yang bersama-sama

mendiami satu wilayah tertentu dan mengakui adanya satu pemerintahan yang mengurus tata tertib

serta keselamatan sekelompok manusia tersebut.

Kansil menyatakan bahwa negara adalah suatu organisasi kekuasaan dari pada manusia-manusia

(masyarakat) dan merupakan alat yang akan dipergunakan untk mencapai tujuan bersama.

Kranenburg menyatakan bahwa suatu organisasi yang timbul karena kehendak dari suatu

golongan atau bangsanya sendiri.

Sementara George Jellinek menyatakab bahwa Negara ialah organisasi kekuasaan dari sekelompok

manusia yang telah berkediaman di wilayah tertentu.

Hak dan Kewajiban Warga Negara

Pasal-pasal dalam UUD 1945 yang menetapkan hak dan kewajiban sebagai warga negara mencakup

pasal-pasal 27, 28, 29, 30, 31, 33 dan 34.

Hak-hak warga negara yang substansial pada prinsipnya antara lain meliputi:

1. Hak untuk memilih/memberikan suara

2. hak kebebasan berbicara

3. Hak kebebasan pers

4. hak kebebasan beragama

5. Hak kebebasan bergerak

6. Hak kebebasan berkumpul

7. hak kebebasan dari perlakuan sewenang-wenang oleh sistem politik dan atau hukum

Sedangkan CCE (Center for Civic Education) mengajukan hak-hak individu yang perlu dilindungi oleh

negara, meliputi: hak pribadi (personal rights), hak politik (political rights), hak ekonomi (economic

rights).

Page 19: Hubungan warga negara(mustina 2)

Kewajiban warga negara merupakan aspek dari tanggung jawab warga negara (citizen

responsibility/civic responsibilities) (CCE, 1994: 37).Contoh yang termasuk tanggung jawab warga negara

antara lain:

1) melaksanakan aturan hukum

2) menghargai orang lain

3) memiliki informasi dan perhatian terhadap kebutuhan-kebutuhan masyarakatnya

4) melakukan kontrol terhadap para pemimpin yang dipilihnya dalam melakukan tugas-tugasnya

5) melakukan komunikasi dengan para wakil di sekolah, pemerintah lokal, pemerintah nasional

6) memberikan suara dalam suatu pemilihan

7) membayar pajakmenjadi saksi di pengadilan

9) bersedia untuk mengikuti wajib militer,

BAB II

Pengertian Demokrasi

Demokrasi menjadi pembicaraan yang sedang aktual di akhir abad ke-20 ini. bukan hanya di

kalangan akademisi dan praktisi politik saja, tetapi pers pun ikut membangun konsep demokrasi di

Indonesia. Itulah sebabnya mengapa demokrasi menjadi kajian yang menarik baik di kampus, seminar

diskusi maupun di kantor-kantor. Hal tersebut dapat mendorong tumbuhnya kesadaran tentang

demokrasi secara bersamaan di kalangan masyarakat, atau dapat dikatakan bahwa telah terjadi

kesadaran secara kolektif tentang demokratisasi.

Secara etimotogi demokrasi berasal dari kata demos yang berarti rakyat dan kratos atau kratein

yang berarti kekuasaan. Jadi demokrasi adalah ‘kekuasaan rakyat”. Sukarna mengutip pendapat

Abraham Lincoln yang menegaskan bahwa Democracy is government from the people by the people and

for the people. Dengan demikian dalam sistem demokrasi ini rakyatlah yang memegang kekuasaan

sebab pemerintahan berasal dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.

Page 20: Hubungan warga negara(mustina 2)

Hal tersebut sejalan dengan pendapat Kartini Kantono yang mengemukakan bahwa “Demokrasi

adalah kekuasaan rakyat yang berbentuk pemerintahan dengan semua tingkatan rakyat ikut mengambil

alih bagian dalam pemerintahan”. Demokrasi sebagai suatu gejala masyarakat yang berhubungan erat

dengan perkembangan negara, mempunyai sifat yang berjenis-jenis. Masing-masing seperti terlihat dari

sudut kemasyarakatan yang ditinjaunya.

Kemudian Sukarna juga mengemukakan pendapatnya dalam buku Demokrasi Versus

Kediktatoran sebagai berikut “Demociacy is a form government in which the will of the governed

executed (put into practice) without causing any harm to human rights” Bila diterjemahkan demokrasi

adalah bentuk pemerintahan yang akan menjalankan pemerintahannya tanpa menyebabkan

pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia. Pendapat di atas menunjukkan bahwa dalam negara

demokrasi dikenal adanya pengakuan terhadap hak asasi manusia.

Demokrasi memberikan kebebasan sepenuhnya kepada setiap individu untuk merealisasikan diri

dan mengaktualkan setiap gengsi dan bakatnya menjadi manusia utuh yang menyadari jati dirinya.

Demokrasi memberikan kebebasan penuh untuk berkarya dan berpartisipasi dalam bidang sosial politik

di tengah lingkungan sendiri sesuai dengan fungsi dan misi hidup setiap orang. Oleh karena itu

demokrasi merupakan bentuk pemerintahan yang memungkinkan individu untuk hidup bebas dan

bertanggung jawab.

Konsep demokrasi

Kita mengenal bermacam-macam istilah demokrasi. Ada yang dinamakan semokrasi

konstitusional, demokrasi parlementer, demokrasi terpimpin, demokrasi pancasila, demokrasi rakyat,

demokrasi soviet, demokrasi nasional, dsb.

Semua konsep ini memakai istilah demokrasi, yang menurut asal kata berarti “Rakyat Berkuasa”

atau “goverment or rule by the people”. (Kaya Yunani Demos berarti, kratos/kratein berarti

kekerasan/kekuasaan).

Tetapi diantara sekian banyak aliran pikiran yang dinamakan demokrasi ada dua kelompok aliran

yang paling penting, yaitu demokrasi konstitional dan satu kelompok aliran yang menamakan dirinya

“demokrasi”, tetapi pada hakekatnya mendasarkan dirinya atas komunisme.

Page 21: Hubungan warga negara(mustina 2)

Kedua kelompok aliran demokrasi mula-mula berasal dari eropa, tetapi sesudah perang dunia II

nampaknya juga di dukung oleh beberapa Negara baru di asia. India, pakistan, Filiphina, dan Indonesia

mencita-citakan demokrasi konstitional, sekalipun terdapat bemacam-macam bentuk pemerintahan

maupun gaya hidup dalam negara-negara tersebut. Dilain pihak ada negara-negara baru di asia yang

mendasarkan diri atas azas-azas komunisme, yaitu RRC, Korea utara, dsb.

Demokrasi yang dianut di indonesia, yaitu demokrasi berdasarkan pancila, masih dalam taraf

perkembangan dan mengenai sifat-sifat dan ciri-cirinya terdapat berbagai tafsiran serta pandangan

undang-undang dasar kita menyebut sercara ekspisit dua prinsip yang menjiwai naskah itu, dan yang

dicantumkan dalam penjelasan mengenai sistem pemerintahan negara yaitu :

1. Indonesia ialah negara yang berdasarkan atas hukum. Negara indonesia berdasarkan atas hukum, tidak

berdasarkan atas hukum. tidak berdasarkan kekuasaan belaka.

2. Sistem Konstitional.

3. Pemerintahan berdasarkan atas sistem konstitusi(hukum dasar), tidak bersifat absolutisme (kekuasaan

yang tidak terbatas). Berdasarkan dua istilah tersebut, maka jelaslah bahwa demokrasi yang menjadi

dasar dari undung-undang dasar 1945, ialah demokrasi indonesia, yaitu “Kerakyatan yang dipimpin oleh

hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan”, dimuat dalam pembukaan Undang-Undang

Dasar.

Ciri Khas dari demokrasi konstitusional adalah gagasan bahwa pemerintah yang demokrasi adalah

pemerintah yang terbatas kekuasaanya dan tidak dibenarkan bertindak sewenang-wenang terhadap

warga negara negaranya. Pembatasan-pembatasan atas kekuasaan pemerintah tercantum dalam

konstitusi; maka dari itu sering disebut “Pemerintah bedasarkan Konstitusi”.

Pada waktu demokrasi konstituasional muncul sebagai suatu program dan sistem politik yang

kongkrit, yaitu pada akhir abad ke-19, di anggap bahwa pembatasan atas kekuasaan Negara sebaiknya

diselenggarakan dengan suatu konstitusi tertulis, yang dengan menjamin hak-hak azasi warga negara.

Bentuk demokrasi

Secara umum terdapat dua bentuk demokrasi yaitu : Demokrasi langsung dan Demokrasi

perwakilan.

Page 22: Hubungan warga negara(mustina 2)

Demokrasi langsung, merupakan suatu bentuk demokrasi dimana setiap rakyat memberikan

suara atau pendapat dalam menentukan suatu keputusan.Dalam sistem ini, setiap rakyat mewakili

dirinya sendiri dalam memilih suatu kebijakan sehingga mereka memiliki pengaruh langsung terhadap

keadaan politik yang terjadi. Sistem demokrasi langsung digunakan pada masa awal terbentuknya

demokrasi di Athena dimana ketika terdapat suatu permasalahan yang harus diselesaikan, seluruh

rakyat berkumpul untuk membahasnya. Di era modern sistem ini menjadi tidak praktis karena umumnya

populasi suatu negara cukup besar dan mengumpulkan seluruh rakyat dalam satu forum merupakan hal

yang sulit. Selain itu, sistem ini menuntut partisipasi yang tinggi dari rakyat sedangkan rakyat modern

cenderung tidak memiliki waktu untuk mempelajari semua permasalahan politik negara.

Demokrasi perwakilan

Dalam demokrasi perwakilan, seluruh rakyat memilih perwakilan melalui

"Pemilihan_umum" untuk menyampaikan pendapat dan mengambil keputusan bagi

mereka.

Pengertian Pendidikan Pendahuluan Bela Negara (PPBN)

Pembelaan negara atau bela negara adalah tekad, sikap dan tindakan warga negara yang

teratur, menyeluruh, terpadu dan berlanjut yang dilandasi oleh kecintaan pada tanah air serta

kesadaran hidup berbangsa dan bernegara.

Bagi warga negara Indonesia, usaha pembelaan negara dilandasi oleh kecintaan pada

tanah air (wilayah Nusantara) dan kesadaran berbangsa dan bernegara Indonesia dengan keyakinan

pada Pancasila sebagai dasar negara serta berpijak pada UUD 1945 sebagai konstitusi negara.

Wujud dari usaha bela negara adalah kesiapan dan kerelaan setiap warganegara untuk

berkorban demi mempertahankan kemerdekaan kedaulatan negara, persatuan dan kesatuan bangsa

Indonesia, keutuhan wilayah Nusantara dan yuridiksi nasional serta nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945.

Perkembangan Pendidikan Pendahuluan Bela Negara

Situasi NKRI Terbagi dalam Periode-periode :

Page 23: Hubungan warga negara(mustina 2)

a) Tahun 1945 sejak NKRI diproklamasikan sampai tahun 1965 disebut periode lama atau Orde Lama

b) Tahun 1965 sampai tahun 1998 disebut periode baru atau Orde Baru.

c) Tahun 1998 sampai sekarang disebut periode Reformasi.

Perbedaan periode tersebut terletak pada hakikat yang dihadapi. Pada periode lama bentuk yang

dihadapi adalah “ancaman fisik” berupa pemberontakan dari dalam maupun ancaman fisik dari luar oleh

tentara sekutu, tentara kolonial Belanda, dan tentara Dai Nippon. Sedang periode baru dan periode

reformasi bentuk yang dihadapi adalah “tantangan” yang sering berubah sesuai dengan perkembangan

kemajuan zaman. Perkembangan kemajuan zaman ini, mempengaruhi perilaku bangsa dengan tuntutan-

tuntutan hak yang lebih banyak. Pada situasi ini yang dihadapi adalah tantangan nonfisik, yaitu

tantangan pengaruh global dan gejolak sosial.

Pada Periode Lama Bentuk Ancaman yang Dihadapi adalah Ancaman Fisik

Contoh : adanya PPPR (Pendidikan Pendahuluan Perlawanan Rakyat), OPR (Organisasi Perlawanan

Rakyat), OKD (Organisasi Keamanan Desa), OKS (Organisasi Keamanan Sekolah). Dilihat dari

kepentingannya, tentunya pola pendidikan yang diselenggarakan akan terarah pada fisik, teknik, taktik

dan strategi kemiliteran.

Periode Orde Baru dan Periode Reformasi

Ancaman yang dihadapi dalam periode-periode ini berupa tantangan nonfisik dan gejolak sosial. Untuk

mewujudkan bela negara dalam berbagai aspek kehidupan, pertama-tama perlu dibuat rumusan tujuan

bela negara.

Page 24: Hubungan warga negara(mustina 2)

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

Beranda

Jumat, 27 Mei 2011

Hubungan Internasional

A. Pengertian Hubungan Internasional

Salah satu faktor penyebab terjadinya hubungan internasional adalah kekayaan alam dan perkembangan industri yang tidak merata. Hal tersebut mendorong kerjasamaantar negara dan antar individu yang tunduk pada hukum yang dianut negaranya masing-masing.

Hubungan internasional merupakan hubungan antar negara atau antarindividu dari negara yang berbeda-beda, baik berupa hubungan politis, budaya, ekonomi, ataupun hankam. Hubungan internasional menurut buku Rencana Strategi Pelaksanaan Politik Luar Negeri RI (RENSTRA) adalah hubungan antar bangsa dalam segala aspeknya yang dilakukan oleh suatu negara tersebut.

Hubungan internasional dapat dipandang sebagai fenomena sosial maupun sebagai disiplin ilmu atau bidang studi. Sebagai fenomena sosial, hubungan internasional mencakup aspek yang sangat luas, yaitu kehidupan sosial umat manusia yang bersifat internasional dan kompleks. Seperti yang dikatakan oleh John Houston (1972), bahwa fenomena hubungan internasional dapat menyangkut konferensi-konferensi internasional, kedatangan dan kepergian para diplomat, penandatanganan perjanjian-perjanjian, pengembangan kekuatan militer, dan arus perdagangan internasional.

Menurut Coulumbis dan Wolfe (1981), fenomena-fenomena yang merupakan ruang lingkup hubungan internasional diantaranya perang, konferensi internasional, diplomasi, spionase, olimpiade, perdagangan, bantuan luar negeri, imigrasi, pariwisata, pembajakan, penyakit menular, revolusi kekerasan. Sebagai fenomena sosial, ruang lingkup hubungan internasional sangat jamak, alias tidak

Page 25: Hubungan warga negara(mustina 2)

berurusan dengan masalah-masalah politik saja. Namun seiring perkembangan zaman ruang lingkup hubungan internasional juga berkembang yaitu menyangkut masalah-masalah lingkungan hidup, hak asasi manusia, alih teknologi, kebudayaan, kerja sama keamanan dan kejahatan internasional.

Hubungan internasional sebagai disiplin ilmu atau bidang studi, diantaranya meliputi berbagai spesialisasi seperti politik internasional, politik luar negeri, ekonomi internasional, ekonomi politik internasional, organisasi internasional, hukum internasional, komunikasi internasional, administrasi internasional, kriminologi internasional, sejarah diplomasi, studi wilayah, military science, manajemen internasional, kebudayaan antar bangsa, dan lain sebagainya.

Beberapa pakar memberikan makna terhadap hubungan internasional sebagai berikut :

1. Mohtar Mas’oed (1990), hubungan internasional sangat kompleks karena didalamnya terlibat bangsa-bangsa yang masing-masing berdaulat sehingga memerlukan mekanisme yang lebih rumit daripada hubungan antarkelompok manusia di dalam suatu negara. Ia juga sangat kompleks karena setiap hubungan itu melibatkan berbagai segi lain yang koordinasinya tidak sederhana.

2. J. C. Johari, hubungan internasional adalah suatu studi tentang interaksi yang berlangsung diantara negara-negara berdaulat, di samping itu juga studi tentang pelaku-pelaku nonnegara (non-state actors) yang perilakunya memiliki impak terhadap tugas-tugas negara bangsa.

3. Robert Strausz-Hupe dan Stefan T. Possony, studi hubungan internasional mempelajari hubungan timbal balik antarnegara, serta mengkaji tindakan anggota suatu masyarakat yang berhubungan dengan, atau ditujukan kepada masyarakat negara lain.

4. Charles McClelland, hubungan internasional didefinisikan sebagai sebuah studi mengenai semua bentuk pertukaran, transaksi, hubungan, arus informasi, serta berbagai respon perilaku yang muncul di antara dan antarmasyarakat yang terorganisir secara terpisah, termasuk komponen-komponennya.

5. Sprout & Sprout (1962), studi hubungan internasional membahas mengenai aktor-aktor (negara, pemerintah, pemimpin, diplomat, masyarakat) yang bertujuan mencapai maksud-maksud tertentu (sasaran, tujuan, harapan) dengan menggunakan sarana-sarana (seperti diplomasi, pemaksanaan, persuasi) yang dikaitkan dengan power atau kapabilitasnya.

6. Trygue Mathisen, dalam bukunya Methodology in the Study of International Relations, seperti yang dikutip oleh Suwardi Wiriaatmaja (1971) mencatat bahwa istilah hubungan internasional mempunyai beberapa arti, yaitu sebagi berikut:

a. Suatu bidang spesialisasi yang meliputi aspek-aspek internasional dari beberapa cabang ilmu pengetahuan.

b. Sejarah baru dari politik internasional.c. Semua aspek internasional dari kehidupan sosial umat manusia, dalam arti semua tingkah laku

manusia yang terjadi atau berasal dari suatu negara dapat mempengaruhi tingkah laku manusia negara lain.

d. Suatu cabang ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri (district disipline), atau dengan kata lain bukan merupakan cabang ilmu pengetahuan tertentu.

1. John Houston (1972), hubungan internasional merupakan sebuah studi yang membahas tentang interaksi diantara anggota-anggota dalam komunitas internasional atau mengenai tingkah laku aktor-aktor yang beroperasi dalam sistem politik internasional.

Page 26: Hubungan warga negara(mustina 2)

B. Pentingnya Hubungan Internasional Bagi Suatu NegaraSecara kodrati, manusia adalah sebagai makhluk individu, sosial, dan ciptaan Tuhan. Manusia sebagai makhluk sosial selalu memerlukan dan membentuk berbagai persekutuan hidup untuk menjaga kelangsungan hidupnya. Sifat alamiah manusia adalah hidup berkelompok, saling menghormati, bergantung, dan saling bekerja sama. Seperti halnya dalam hubungan antarbangsa, suatu bangsa satu dengan lainnya wajib saling menghormati, bekerja sama secara adil dan damai untuk mewujudkan kerukunan hidup antarbangsa. Hubungan antarbangsa di sini disebut sebagai hubungan internasional.

Bangsa Indonesia dalam membina hubungan internasional menerapkan prinsip-prinsip politik luar negeri yang bebas dan aktif yang diabdikan bagi kepentingan nasional, terutama untuk kepentingan pembangunan di segala bidang serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Prinsip bebas artinya Indonesia bebas menentukan sikap dan pandangannya terhadap masalah-masalah internasional dan terlepas dari ikatan kekuatan-kekuatan raksasa dunia yang secara ideologis bertentangan (Timur dengan komunisnya dan Barat dengan liberalnya). Adapun prinsip aktif berarti Indonesia aktif memperjuangkan kebebasan dan kemerdekaan, aktif memperjuangkan ketertiban dunia dan aktif ikut serta menciptakan keadilan sosial dunia.

Dalam membina hubungan internasional indonesia mempunyai tujuan untuk meningkatkan persahabatan, dan kerjasama bilateral, regional, dan multilateral melalui berbagai macam forum sesuai dengan kepentingan dan kemampuan nasional. Untuk menciptakan perdamaian dunia yang abadi, adil, dan sejahtera, negara kita harus tetap melaksanakan politik luar negeri yang bebas dan aktif.

Adapun landasan hukum hubungan internasional adalah sebagai berikut:

1. Landasan Idiil

Pancasila sila kedua, yaitu kemanusiaan yang adil dan beradab, yang mengandung unsur bahwa bangsa Indonesia merupakan dirinya bagian dari umat manusia di dunia. Oleh karena itu, dikembangkan sikap hormat menghormati dan bekerja sama dengan bangsa lain.

2. Landasan Konstitusional / Struktural

UUD 1945, terutama dalam pembukaan (Alinea I dan IV) dan batang tubuh (pasal 11 dan 13).

3. Landasan Operasional

a. Ketetapan MPR, yaitu GBHN dalam bidang hubungan luar negeri

b. Kebijaksanaan presiden, yang dituangkan dalam Keppres.

c. Kebijaksanaan/peraturan yang dikeluarkan oleh Menteri luar negeri.

Page 27: Hubungan warga negara(mustina 2)

Hubungan internasional ditandai dengan dimulainya pembukaan utusan (konsuler atau diplomatik) yang bersifat bilateral. Hubungan internasional diselenggarakan oleh korps diplomatik sebagai unsur Departemen Luar Negeri yang harus mampu menjabarkan aspirasi nasional luar negeri. Sebagai negara yang menganut politik luar negeri bebas aktif, Indonesia memiliki kebijakan tersendiri yang mengatur hubungan internasional, yaitu hubungan Indonesia dengan bangsa-bangsa lain.Pentingnya hubungan internasional bagi suatu bangsa berkaitan dengan manfaat yang diperoleh dalam menjalin hubungan internasional tersebut. Hubungan internasional dilaksanakan atas dasar untuk mencapai tujuan tertentu, karena adanya tujuan-tujuan yang hendak dicapai tersebut, maka seringkali yang menjadikan mengapa suatu hubungan internasional dianggap penting bagi kehidupan suatu bangsa. Negara yang tidak mau melakukan hubungan Internasional biasanya akan terkucil dari pergaulan internasional. Karena hubungan internasional ini sangat penting yaitu untuk saling memenuhi kebutuhan hidup bangsa-bangsa atau masyarakat di negara-negara yang bersangkutan. Pelaksanaan hubungan internasional oleh suatu bangsa, sangat penting dalam rangka untuk hal berikut:

1. Membina dan menegakkan perdamaian dan ketertiban dunia2. Menumbuhkan saling pengertian antarbangsa / negara.3. Memenuhi kebutuhan setiap negara atau pihak yang berhubungan4. Mempererat hubungan, rasa persahabatan dan persaudaraan5. Memenuhi keadilan dan kesejahteraan rakyatnya.

Berkaitan dengan pentingnya hubungan internasional dalam hubungan antarbangsa / antarnegara maka dalam piagam PBB dinyatakan tentang makna hubungan internasional tersebut, yaitu bahwa piagam PBB merupakan kristalisasi semangat atau tekad bangsa-bangsa di dunia untuk menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sebagai sifat kodrati pemberian Tuhan untuk saling menghormati, bekerja sama secara adil dan damai untuk mewujudkan kerukunan hidup antarbangsa.Dalam piagam PBB tersebut dapat diambil maknanya berkaitan dengan hubungan antarbangsa atau hubungan internasional sebagai berikut.

1. Bangsa-bangsa diharapkan saling menghormati dan bekerja sama atas dasar persamaan dan kekeluargaan.

2. Bangsa-bangsa wajib menghormati kedaulatan negara lainnya3. Bangsa-bangsa tidak boleh mencampuri urusan dalam negeri negara lain4. Bangsa-bangsa diharapkan hidup berdampingan secara damai5. Bangsa yang satu tidak boleh memaksakan kehendaknya kepada orang lain.

C. Sarana-sarana Hubungan InternasionalHubungan internasional disebut juga hubungan antarbangsa atau antarnegara. Namun hubungan internasional tidak hanya terbatas antara dua negara atau antarnegara-negara saja, melainkan dapat terjadi pula antara negara dengan pihak lain yang berada di luar wilayah teritorialnya dimana kedudukan pihak lain tersebut sederajat dengan negara pada umumnya. Dalam hubungan internasional terdapat aktor yang melakukan hubungan internasional, aktor pelaku hubungan internasional disebut sebagai subjek hukum internasional. Subjek hukum internasional adalah orang atau badan/lembaga yang dianggap mampu melakukan perbuatan atau tindakan hukum yang diatur dalam hukum internasional

Page 28: Hubungan warga negara(mustina 2)

dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum internasional atas perbuatannya tersebut. Hukum internasional pada dasarnya dijalankan oleh subjek hukum internasional. Dalam hal ini bukan hanya aktor tetapi juga non negara.

Berikut ini dijelaskan tentang beberapa subjek hukum internasional.

1. Negara

Negara merupakan subjek utama dala hukum internasional, yaitu bahwa negara menjadi pelaku penting dalam hubungan internasional.2. Organisasi Internasional

Organisasi internasional merupakan subjek hukum internasional karena dapat melakukan hubungan dengan organisasi atau negara lain. Organisasi internasional misalnya organisasi-organisasi antar pemerintah atau IGO (Inter-Governmental Organizations) diantaranya PBB, OPEC, ASEAN, GNB, OKI, dan sebagainya. Organisasi non pemerintah atau NGO (Non Governmental Organizations) seperti kelompok pecinta lingkungan Green Peace, Transparency International.

3. Pihak yang Bersengketa

Pihak yang bersengketa dalam suatu negara disebut sebagai subjek hukum internasional karena dianggap mewakili pihak dalam hubungan internasional. Misalnya adalah gerakan pembebasan seperti PLO.

4. Perusahaan Internasional

Perusahaan yang bersifat transnasional atau multinasional diperhitungkan sebagai aktor hubungan internasional yang cukup strategis karena aset atau kekayaannya yang sangat besar. Perusahaan-perusahaan besar yang memiliki jaringan usaha di seluruh dunia seperti ini, dapat melakukan hubungan internasional. Misalnya perushaaan tambang Freeport, Mac Donald, perusahaan minyak Exxon.

5. Tahta Suci

Pengakuan Tahta Suci di Roma, Italia sebagai subjek hukum internasional karena warisan sejarah. Hal ini disebabkan karena Paus dianggap sebagai kepala negara Vatikan dan kepala Gereja Roma Katolik. Vatikan juga memiliki perwakilan-perwakilan diplomatik di negara lain.

6. Individu

Individu yang dapat menjadi subjek hukum Internasional adalah individu yang bisa mengadakan hubungan dengan suatu negara. Meskipun eksistensi individu sebagai aktor masih belum tegas mewakili misi siapa, namun harus diakui bahwa dalam hubungan internasional kontemporer individu dapat menjadi aktor yang bisa menentukan perubahan-perubahan kebijakan internasional.

Misalnya saja, George Soros merupakan individu yang diperhitungkan dlaam hubungan internasional dewasa ini.

Page 29: Hubungan warga negara(mustina 2)

Dalam melaksanakan hubungan internasional presiden sebagai kepala pemerintahan maupun sebagai kepala negara membentuk Departemen Luar Negeri serta mengangkat duta dan konsul.

1. Departemen Luar Negeri

Presiden selaku kepala pemerintahan maupun sebagai kepala negara membentuk Departemen Luar Negeri melalui Keppres No. 44 Tahun 1974 untuk melaksanakan hubungan internasional. Departemen Luar Negeri sebagai bagian dari pemerintahan negara idpimpin oleh seorang menteri dan bertanggung jawab kepada presiden. Tugas pokok Departemen Luar Negeri adalah menyelenggarakan sebagian tugas umum pemerintah dan pembangunan di bidang politik dan hubungan dengan luar negeri.

Susunan organisasi departemen luar negeri adalah sebagai berikut.

a. Pimpinan : Menteri Luar Negerib. Pembantu : Sekretaris Jenderalc. Pengawasan : Inspektoral Jenderald. Pelaksana :

1. Direktorat Jenderal Politik

2. Direktorat Jenderal Hubungan Ekonomi Luar Negeri

3. Direktorat Jenderal Hubungan Sosial Budaya dan Penerangan Luar Negeri

4. Direktorat Jenderal Protokol dan Konsuler

5. Badan Penelitian dan Pengembangan Usaha Luar Negeri

6. Sekeretariat Nasional ASEAN

7. Pusat-pusat, seperti pusat pendidikan dan latihan pegawai.

Peranan Departemen Luar Negeri sebagai sarana dalam hubungan internasional, berkaitan dengan upaya dalam mewujudkan cita-cita nasional bangsa Indonesia yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945, yaitu alinea IV yang berbunyi: “… ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial…”. Selanjutnya ditetapkan juga kebijakan-kebijakan yang harus diambil dengan berpedoman pada GBHN sebagai landasan operasionalnya. Indonesia menempatkan perwakilannya di luar negeri secara kelembagaan berada dibawah koordinasi Departemen Luar Negeri dalam usahanya membina hubungan kerjasama dengan negara lain.2. Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri

Dalam menjalin hubungan internasional, baik dalam arti politis maupun non politis, perwakilan RI di luar negeri menjadi wakil pemerintan RI. Dalam arti politis semua tindakan atau kebijakan yang diambil oleh KBRI, harus berdasarkan pada politik luar negeri bebas aktif yang diarahkan pada kepentingan nasional

Page 30: Hubungan warga negara(mustina 2)

terutama untuk kepentingan pembangunan di segala bidang, sedangkan arti non politis peranan perwakilan RI juga harus proaktif membuka jalur komunikasi dengan negara lain, mereka bertugas untuk memberikan informasi tentang negara Indonesia.

Perwakilan dalam arti politik adalah sebagai berikut:

a. Diadakan pembukaan perwakilan diplomatik antardua negara dengan ketentuan internasional.b. Diadakan pengangkatan diplomatik dengan memberikan surat kepercayaan (letre de creance).

Adapun klasifikasi perwakilan diplomatik dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Menurut kongres Wina 1815 Kepala Perwakilan Diplomatik ada tiga tingkatan, yaitu Duta Besar (Ambassador), Duta (Gerzant), dan kuasa usaha (Charge d’affair)

Perwakilan nonpolitik terdiri dari perwakilan dan korps konsuler. Perwakilan ini dilaksanakan oleh perangkap korp konsuler yang bertugas di bidang ekonomi, budaya, ilmu pengetahuan, tukar-menukar pelajar/mahasiswa. Adapun korps konsuler ini terdiri dari Konsul Jenderal, Konsul, Wakil Konsul, dan Agen Konsul.Kekebalan dan keistimewaan diplomatik sebagai berikut.

a. Kekebalan pribadi dan keluarganya, yaitu hak seseorang diplomatik untuk mendapatkan perlindungan terhaap pribadinya dan keluarganya

b. Kekebalan kantor dan halaman diplomatik, yaitu perlindungan dari kantor diplomatik dan halamannya, tidak semua orang boleh memasuki halaman dan kantor perwakilan diplomatik

c. Kekebalan surat menyurat diplomatik, yaitu seorang diplomatik bebas tidak diperiksa terhadap kantong-kantong atau tas milik diplomatik di tempat-tempat tertentu, misalnya di pelabuhan.

d. Kekebalan terhadap kantong diplomatik, yaitu seorang diplomatik bebas tidak diperiksa terhadap kantong-kantong atau tas milik diplomatik di tempat-tempat tertentu, misalnya di pelabuhan.

e. Kekebalan terhadap diplomatik sebagai saksi, yaitu seorang perwakilan diplomatik tidak boleh dijadikan saksi dalam perkara pengadilan.

Contoh :

HUBUNGAN BILATERAL INDONESIA DAN JERMAN

Antara orang Jerman dan Indonesia terjalin sejarah yang panjang, sudah dimulai sejak abad ke-16

ketika para pedagang Jerman yang menumpang kapal-kapal Belanda maupun Portugis mendatangi

wilayah yang dahulu dikenal dengan sebutan Hindia Timur. Selama masa penjajahan Belanda ribuan orang

Page 31: Hubungan warga negara(mustina 2)

Jerman datang ke Indonesia, baik sebagai pegawai bagian administrasi di bawah Koloni Belanda, maupun

sebagai insinyur, tenaga teknis serta tidak ketinggalan sebagai peneliti dan ilmuwan.Industri Jerman telah

ada sejak pertengahan abad ke-19 di Indonesia. Setelah tahun 1945 para pengusaha Jerman, tenaga ahli

Jerman di bidang kerja sama pembangunan maupun bidang pendidikan dan penelitian, serta pertukaran

akademis yang intensif melanjutkan hubungan Jerman dan Indonesia yang selama ini baik.

A. Hubungan bilateral antar kebudayaan

Perubahan situasi politik yang terjadi sejak tahun 1998, telah membawa Indonesia pada suatu

perkembangan kebudayaan yang dinamis. Dalam hal mana Goethe-Institut Jakarta (yang memiliki cabang

di kota pelajar Bandung) mempunyai peranan penting. Goethe Institut mengorganisir berbagai kegiatan

dalam hampir segala bidang kebudayaan, apakah itu musik, film, pameran, tari ataupun teater. Proyek-

proyek tersebut tidak terbatas hanya sebagai perantara kebudayaan Jerman, tetapi dengan ikut sertanya

seniman dan seniwati Indonesia pada lokakarya dan semacamnya, terjalinlah suatu dialog yang hidup

antar dua kebudayaan. Dalam lingkup yang lebih kecil Kedutaan Besar Jerman juga menyelenggarakan

berbagai konser dan pameran.Beberapa perkumpulan kebudayaan Jerman-Indonesia juga

menyelenggarakan pameran dan proyek lainnya di Jerman dan di Indonesia. Cukup banyak seniman dan

seniwati Jerman, yang terinspirasi oleh pesona Indonesia dan kemudian dituangkan dalam karya mereka.

Mereka juga memiliki sanggar dan bengkel seni di sini. Mengikuti tradisi pelukis dan pemusik Walter Spies

(1895 – 1942) banyak di antara para seniman Jerman yang menetap di Bali.

Satu unsur penting hubungan kebudaayan selanjutnya adalah kerja sama di bidang perguruan tinggi. Sejak tahun 1945 kira-kira 20.000 pelajar Indonesia melanjutkan studi mereka di Jerman. Antara banyak universitas Jerman dan Indonesia telah terjalin suatu kerja sama yang erat dalam bidang penelitian dan pengajaran. Pemerintah Republik Federal Jerman sangat berkeinginan, agar mahasiswa yang berkualifikasi dapat melanjutkan studi mereka di Jerman. Meskipun mendapat persaingan ketat dari universitas di kawasan Anglo-Saxon (negara berbahasa Inggris), sejak beberapa waktu yang lalu di Indonesia telah berhasil dicapai suatu perkembangan yang patut diperhatikan. Berkat usaha DAAD dan Kedutaan Besar Jerman jumlah orang Indonesia yang melanjutkan studi mereka di perguruan tinggi Jerman yang berjumlah 2.000 orang.

Page 33: Hubungan warga negara(mustina 2)

About Me

indah_rahmawati59

Assalamualiakum Wr. Wb. Perkenalkan nama saya Indah Rahmawati. Saya adalah seorang guru di SMA Negeri 1 Kota Probolinggo, saya mengajar bidang studi Pkn. Saya lahir di Probolinggo pada tanggal 22 November 1973. Pendidikan terakhir saya adalah S1 Ikip Malang / UM. Alamat saya di JL. Citarum Gang 8 Kota Probolinggo. Hobi saya segala sesuatu yang menyenangkan dan motto hidup saya,Hidup itu jangan sampai membuat masalah. Kesan saya selama mengajar di SMA Negeri 1 Probolinggo, anak-anak disini sangat menyenangkan karena nilai-nilai akademik maupun non akademiknya tinggi sehingga dalam menyampaikan materi pelajaran cepat dimengerti dan anak-anaknya mudah diatur. Pesan saya,agar untuk kedepannya SMA Negeri 1 Probolinggo agar lebih baik, tingkatkan prestasiakademik maupun nonakademik sampai tingkat nasional.

Lihat profil lengkapku

Copyright (c) 2011 PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN and Powered by Blogger. Edited by : ich 3rR0r