hubungan tingkat pengetahuan dan konsumsi serat …
TRANSCRIPT
SKRIPSI
DESEMBER 2017
HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN KONSUMSI SERAT
TERHADAP POLA DEFEKASI DAN INDEKS MASSA TUBUH (IMT)
MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
Diusulkan oleh:
MAHARANI AVE MARIA PURBA
C11114114
Pembimbing :
dr. Agussalim Bukhari, M.Clin.Med, Ph.D, Sp.GK (K)
Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat menyelesaikan strata satu program studi
PendidikanDokter
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
ii
iii
iv
v
vi
vii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis masih dapat bernafas dan diberi
kesempatan untuk menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul “Hubungan Tingkat
Pengetahuan dan Konsumsi Serat terhadap Pola Defekasi dan Indeks Massa
Tubuh (IMT) Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin” ini.
Dalam penulisan karya tulis ilmiah ini tentu terdapat banyak kesulitan, namun
berkat bimbingan dan bantuan yang tidak henti-hentinya diberikan kepada tim penulis
dari berbagai pihak, akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan. Oleh sebab itu, penulis
ingin menyampaikan rasa syukur dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Tuhan Yesus Kristus, yang memberikan kekuatan kepadapenulis.
2. Bapak, Ibu, dan Nenek penulis, yang selalu memberikan doanya.
3. Ayahanda Prof. dr. A. Asadul Islam, Sp.BS selaku Dekan Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin atas dukungan dannasihatnya.
4. Ayahanda dr. Agussalim Bukhari, M.Clin.Med, Ph.D, Sp.GK (K) selaku
pembimbing akademik dan pembimbing skripsi penulis yang senantiasa
memberikan arahan, bimbingan, masukan dan bantuan kepada penulis.
5. Para surveilor dan rekanpeneliti.
6. Dan semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak
langsung yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kelemahan dan kekurangan
serta masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, saran dan kritik pembaca
senantiasa penulis harapkan.
viii
Akhir kata, penulis berharap semoga hasil tulisan ini dapat memberi manfaat
bagi semua pihak.
Makassar, 28 November 2017
Penulis
ix
HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN KONSUMSI SERAT
TERHADAP POLA DEFEKASI DAN INDEKS MASSA TUBUH (IMT)
MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
Maharani Ave Maria Purba, Agussalim Bukhari, Suryani As’ad, Haerani Rasyid
Tugas Akhir Skripsi, Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar 2017
ABSTRAK
Latar Belakang: Konsumsi buah dan sayur yang merupakan sumber utama serat
semakin dikesampingkan dalam menu makanan sehari-hari. Berdasarkan data
RISKESDAS 2013, proporsi rerata nasional perilaku konsumsi kurang sayur dan atau
buah 93,5%. Gangguan pola defekasi seperti konstipasi telah memengaruhi hampir
20% populasi dunia termasuk Indonesia. Prevalensi penduduk Indonesia yang
mengalami obesitas dan overweight pada kelompok umur dewasa adalah sebesar
28,9%. Salah satu faktor yang menyebabkan seseorang kekurangan asupan serat ialah
pengetahuan yang kurang, sehingga mempengaruhi seseorang dalam konsumsi serat
makanan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara tingkat
pengetahuan dan konsumsi serat terhadap pola defekasi dan Indeks Massa Tubuh (IMT)
mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.
Metode Penelitian: Penelitian ini menggunakan metode analitik. Sampel diambil
dengan menggunakan teknik purposive sampling dengan jumlah 200 orang yang terdiri
dari 100 mahasiswa semester 1 dan 100 mahasiswa semester 7.
Hasil Penelitian: Penelitian menunjukkan bahwa 63% subjek memiliki tingkat
pengetahuan kurang dan sebanyak 89,5% subjek memiliki konsumsi serat kurang.
Mahasiswa yang mengalami konstipasi 49% dan overweight 34,8%. Berdasarkan hasil
analisis hubungan dengan uji Chi Square didapatkan tingkat pengetahuan terhadap
konsumsi serat p=0,777, tingkat pengetahuan terhadap pola defekasi didapatkan nilai
p=0,003, hasil analisis bivariat konsumsi serat terhadap pola defekasi didapatkan nilai
p=0,552 dan hasil analisis bivariat konsumsi serat terhadap indeks massa tubuh (IMT)
didapatkan nilai p=0,004.
Kesimpulan: Tidak ada hubungan antara konsumsi serat dengan tingkat pengetahuan
dengan pola defekasi. Ada hubungan antara tingkat pengetahuan serat dengan pola
defekasi serta hubungan konsumsi serat dengan Indeks Massa Tubuh (IMT).
Kata Kunci: Tingkat Pengetahuan, Konsumsi Serat, Pola Defekasi, Konstipasi,
IMT
x
ASSOCIATION OF LEVEL KNOWLEDGE AND CONSUMPTION OF FIBERS
TO THE PATTERNS OF DEFECATION AND BODY MASS INDEX (BMI) IN
STUDENTS FACULTY OF MEDICINE UNIVERSITY HASANUDDIN
Maharani Ave Maria Purba, Agussalim Bukhari, Suryani As’ad, Haerani Rasyid
Essay, Faculty of Medicine Hasannuddin University Makassar 2017
ABSTRACT
Background: Consumption of fruits and vegetables that are the main source of fiber is
increasingly ruled out in the daily diet. Based on RISKESDAS 2013 data, the proportion
of national average consumption behavior of less vegetable and fruit are 93.5%.
Disorders of defecation patterns such as constipation have affected nearly 20% of the
world's population, including Indonesia. The prevalence of overweight and overweight
Indonesians in the adult age group is 28.9%. One of the factors that cause a person to
lack of fiber intake is the lack of knowledge, thus affecting a person in the consumption
of dietary fiber. This study aims to determine the relationship between the level of
knowledge and fiber consumption to the pattern of defecation and Body Mass Index
(IMT) students of the Faculty of Medicine, University of Hasanuddin.
Research Method: This research use analytical method. Samples were taken by using
purposive sampling technique with the number of 200 people consisting of 100 first
semester students and 100 seventh semester students.
Results: The study showed that 63% of subjects had less knowledge and 89.5% of
subjects had less fiber consumption. 49% of the subjects have constipation and 34.8%
are overweight. Based on the results of the relationship analysis with Chi Square test
obtained the level of knowledge on fiber consumption p = 0.777, the level of knowledge
on the pattern of defecation obtained p value = 0.003, bivariate analysis results of fiber
consumption of defect pattern obtained p value = 0.552 and bivariate analysis results of
fiber consumption to index body mass (BMI) obtained p value = 0.004.
Conclusion: There is no association between fiber consumption with knowledge level
with defect pattern. There is an association between fiber knowledge level with
defecation pattern and fiber consumption with Body Mass Index (BMI).
Keywords: Level of Knowledge, Fiber Consumption, Pattern of Defecation,
Constipation, BMI.
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................. i
LEMBAR PERSETUJUAN UJIAN ................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................... iii
LEMBAR PERNYATAAN ANTI-PLAGIARISME ........................ vi
KATA PENGANTAR ........................................................................... vii
ABSTRAK ............................................................................................ ix
DAFTAR ISI ......................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ............................................................................ xv
DAFTAR TABEL ................................................................................. xvi
BAB 1 PENDAHULUAN .................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ................................................................................ 1
1.2.Rumusan Masalah ............................................................................. 5
1.3. Tujuan Penelitian ............................................................................ 5
1.3.1 Tujuan Penelitian Umum ........................................................ 5
1.3.2 Tujuan Penelitian Khusus ....................................................... 6
1.4. Manfaat Penelitian .......................................................................... 6
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .......................................................... 7
2.1. Definisi Defekasi .............................................................................. 7
2.2. Anatomi dan Fisiologi Defekasi....................................................... 8
2.3. Konstipasi ......................................................................................... 9
2.3.1 Defenisi Konstipasi .............................................................. 9
2.3.2 Epidemiologi Konstipasi ...................................................... 10
2.3.3 Etiologi Konstipasi ...................................................................... 10
2.3.4 Patofisiologi Konstipasi ....................................................... 11
2.3.5 Gejala dan Tanda Klinis Konstipasi ..................................... 12
2.3.6 Diagnosis Konstipasi .................................................................... 12
2.3.7 Faktor-Faktor Resiko Konstipasi ......................................... 13
2.3.8 Penatalaksanaan Konstipasi ................................................. 13
2.3.9 Komplikasi Konstipasi .................................................................. 14
xii
2.4 Konsumsi Serat ................................................................................ 15
2.4.1 Defenisi Serat ......................................................................... 15
2.4.2 Penggolongan Serat Pangan ................................................ 16
2.4.3 Komposisi Kimia Serat Pangan ........................................... 17
2.4.4 Manfaat Seat dalam Makanan .............................................. 18
2.4.5 Anjuran Kebutuhan Serat ..................................................... 20
2.5. Indeks Massa Tubuh (IMT) ............................................................. 21
2.5.1 Pengertian Indeks Massa Tubuh (IMT) .............................. 21
2.5.2 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Indeks Massa
Tubuh (IMT) ....................................................................... 22
2.6. Hubungan antara Konsumsi Serat dengan Pola Defekasi ............... 24
2.7. Hubungan antara Konsumsi Serat dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) 24
BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL & HIPOTESIS PENELITIAN 25
3.1 Kerangka Teori ................................................................................. 25
3.2 Kerangka Konsep .............................................................................. 26
3.3 Definisi Operasional.......................................................................... 26
3.3.1 Pengetahuan ........................................................................... 26
3.3.2 Konsumsi Serat ....................................................................... 27
3.3.3 Pola Defekasi .......................................................................... 27
3.3.4 Indeks Massa Tubuh (IMT) ................................................... 28
3.4 Hipotesis ........................................................................................... 28
3.4.1 Hipotesis Null ........................................................................ 28
3.4.2 Hipotesis Alternatif ................................................................ 29
BAB 4 METODE PENELITIAN ........................................................ 30
4.1 Tipe dan Desain Penelitian .............................................................. 30
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian .......................................................... 30
4.3 Populasi dan Sampel ........................................................................ 30
4.3.1 Populasi .................................................................................. 30
4.3.2 Sampel .................................................................................... 30
4.4 Kriteria Seleksi ................................................................................ 31
4.4.1 Kriteria Inklusi ........................................................................ 31
xiii
4.4.2 Kriteria Eksklusi ..................................................................... 31
4.4.2 Kriteria Drop Out ................................................................... 31
4.5 Teknik Pengambilan dan Besar Sampel ........................................... 31
4.6 Analisis Data ................................................................................... 31
4.6.1 Analisis Univariat .................................................................. 31
4.6.2 Analisis Bivariat .................................................................... 32
4.7 Manajemen Penelitian ...................................................................... 33
4.7.1 Tahap Persiapan ..................................................................... 33
4.7.2 Tahap Pelaksanaan ................................................................ 33
4.7.3 Pengumpulan Data ................................................................ 33
4.7.4 Pengolahan Data ................................................................... 34
4.7.5 Penyajian Data ...................................................................... 34
4.9 Etika Penelitian ................................................................................ 34
4.10 Alur Penelitian ............................................................................... 35
4.11 Anggaran Biaya dan Jadwal Kegiatan ........................................... 35
BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS HASIL PENELITIAN 39
5.1 Analisis Univariat ............................................................................ 39
5.1.1 Gambaran Pola Defekasi ......................................................... 40
5.1.2 Distribusi Tingkat Pengetahuan Serat ..................................... 41
5.1.3 Distribusi Konsumsi Serat ....................................................... 41
5.1.4 Distribusi Indeks Massa Tubuh (IMT) .................................... 42
5.2 Analisis Bivariat .............................................................................. 43
5.2.1 Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Konsumsi Serat ...... 43
5.2.2 Hubungan Tingkat Pengetahuan Serat dengan Pola Defekasi 44
5.2.3 Hubungan Konsumsi Serat dengan Pola Defekasi .................. 45
5.2.4 Hubungan Konsumsi Serat dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) 46
BAB 6 PEMBAHASAN ...................................................................... 47
6.1 Hubungan antara Tingkat Pengetahuan Serat dengan Konsumsi Serat 47
6.2 Hubungan antara Tingkat Pengetahuan Serat dengan Pola Defekasi 48
6.3 Hubungan antara Konsumsi Serat dengan Pola Defekasi ................ 49
6.4 Hubungan Antara Konsumsi Serat dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) 50
xiv
BAB 7 RINGKASAN, KESIMPULAN DAN SARAN ..................... 52
7.1 Ringkasan ........................................................................................ 52
7.2 Kesimpulan ...................................................................................... 52
7.2 Saran ................................................................................................ 53
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 54
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................ xvii
Lampiran I Rekomendasi Persetujuan Etik ............................................. xvii
Lampiran II Surat Izin Penelitian ............................................................ xix
Lampiran III Lembar Penjelasan dan Persetujuan Subjek Penelitian ..... xx
Lampiran IV Kuesioner Penelitian.......................................................... xxi
Lampiran V Rekap Skor Pengetahuan, Konsumsi Serat, IMT, Kejadian
Konstipasi ........................................................................... xxv
Lampiran VI Rekap Gambaran Pola Defekasi ........................................ xxxi
Lampiran VII Hasil Pengolahan Data dengan SPSS .............................. xxxii
Lampiran VIII Biodata Peneliti ............................................................... xxxvi
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.2 Anatomi Saluran Cerna Bawah dan Anorektal ...................... 8
Gambar 2.5.1 Rumus Indeks Massa Tubuh (IMT) ....................................... 23
Gambar 3.1 Kerangka Teori Pola Defekasi dan Indeks Massa Tubuh)
(IMT) ..................................................................................... 25
Gambar 3.1 Kerangka Teori Pola Defekasi dan Indeks Massa Tubuh)
(IMT) ..................................................................................... 25
Gambar 3.2 Kerangka Konsep dan Variabel ............................................ 26
Gambar 4.6.2 Rumus Chi-Square ................................................................ 32
Gambar 4.10 Alur Penelitian ..................................................................... 35
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.5.1 Klasifikasi Indeks Massa Tubuh (IMT) .................................. 22
Tabel 3.3.4 Klasifikasi Indeks Massa Tubuh (IMT) .................................. 28
Tabel 4.11.1 Anggaran Biaya Penelitian....................................................... 36
Tabel 4.11.2 Jadwal Penelitian ..................................................................... 37
Tabel 5.1.1.1Tabel Angka Kejadian Konstipasi pada Mahasiswa Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin ...................................... 39
Tabel 5.1.1.2 Tabel Distribusi Gambaran Pola Defekasi pada Mahasiswa
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin ........................ 40
Tabel 5.1.2 Tabel Distribusi Tingkat Pengetahuan Serat pada Mahasiswa
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin ........................ 41
Tabel 5.1.3 Tabel DistribusiKonsumsi Seratpada Mahasiswa Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin ...................................... 41
Tabel 5.1.4 Tabel Distribusi Indeks Massa Tubuh (IMT)pada Mahasiswa
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin ........................ 42
Tabel 5.2.1 Tabel Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Konsumsi
Serat Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin ............................................................................. 43
Tabel 5.2.2 Tabel Hubungan Tingkat Pengetahuan Serat dengan Pola
Defekasi Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin ............................................................................. 44
Tabel 5.2.3 Tabel Hubungan Konsumsi Serat dengan Pola Defekasi
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin ..... 45
Tabel 5.2.4 Tabel Hubungan Konsumsi Serat dengan Indeks Massa
Tubuh (IMT) Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin ............................................................................. 46
xvii
Lampiran I
REKOMENDASI PERSETUJUAN ETIK
xviii
Lampiran II
SURAT IZIN PENELITIAN
xix
Lampiran III
LEMBAR PENJELASAN DAN PERSETUJUAN
SUBJEK PENELITIAN
Dengan hormat,
Saya, Maharani Ave Maria Purba, mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar, dengan NIM C11114114
sedangmengadakan penelitian dengan judul “Hubungan Tingkat Pengetahuan dan
Konsumsi Serat terhadap Pola Defekasi dan Indeks Massa Tubuh (IMT) Mahasiswa
Kedokteran Universitas Hasanuddin”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat
pengetahuan, konsumsi serat, pola defekasi, IMT mahasiswa kedokteran dan
hubungannya. Saya meminta kesediaan Saudara untuk mengisi beberapa pertanyaan
terkait penelitian ini. Partisipasi Saudara dalam penelitian ini bersifat sukarela. Identitas
pribadi yang Saudara berikan akan dijaga kerahasiaannya dan tidak akan dipublikasikan.
Saya mengucapkan terima kasih atas kesediaan Saudara untuk mengisikuesioner
ini.
Makassar, 2017
Peneliti Peserta Penelitian
( ) ( )
xx
Lampiran IV
KUESIONER PENELITIAN
TINGKAT PENGETAHUAN DAN KONSUMSI SERAT
Nama (Inisial) :
Semester :
Jenis Kelamin :
Umur :
TB/BB : cm/ kg
PENGETAHUAN SERAT
1. Apakah yang dimaksud dengan serat?
a. bahan makanan yang tahan terhadap proses hidrolisis enzim pencernaan
manusia
b. bahan makanan yang tidak tahan terhadap proses hidrolisi enzim pencernaan
manusia
c. bahan makanan yang habis setelah bertutut-turut diekstraksi oleh enzim
pencernaan
d. bahan makanan yang tidak habis sampai pada pencernaan di usus halus
manusia
2. Serat makanan secara umum dapat digolongkan menjadi:
a. serat makanan dan serat kasar
b. serat tidak larut air dan serat larut air
c. serat tidak larut enzim dan serat larut enzim
d. serat nabati dan hewani
3. Yang termasuk di dalam soluble fiber antara lain:
a. selulosa, hemiselulosa, lignin
b. selulosa, hemiselulosa, pektin
c. pektin, gum, mueilages
d. lignin, gum, mueilages
4. Soluble fibre banyak ditemukan pada … tanaman, sedangkan insoluble fibre
banyak ditemukan pada… tanaman.
a. pulp, daging
b. pulp, kulit
c. biji, kulit
d. biji, daging
No:
xxi
5. Sumber makanan yang tinggi serat antara lain:
a. sereal, biji-bijian, sayur-sayuran
b. sereal, buah-buahan, kentang
c. buah-buahan, sayur-sayuran, kentang
d. kentang, biji-bijian, sayur-sayuran
6. Manfaat soluble fibre antara lain:
a. memperlambat waktu pengosongan lambung
b. mempercepat waktu transit di usus besar
c. mempercepat penyerapan nutrisi di usus halus
d. menarik air bersama feses di usus besar
7. Manfaat insoluble fibre antara lain:
a. memperlambat waktu pengosongan lambung
b. mempercepat waktu transit di usus besar
c. mempercepat penyerapan nutrisi di usus halus
d. menarik air bersama feses di usus besar
8. Serat bersifat menahan air sehingga menghasilkan tinja yang lebih banyak dan
berair sehingga dapat:
a. memperlambat waktu transit di usus besar
b. merangsang absorbs makanan selanjutnya
c. menstimulasi gerakan peristaltik
d. menurunkan tekanan dalam usus besar
9. Serat dapat membantu mengurangi resiko obesitas dengan cara:
a. mengontrol gangguan pada sistem pencernaan
b. meningkatkan frekuensi defekasi
c. mengontrol kadar gula darah post prandial
d. mengurangi pengikatan garam empedu
10. Serat dapat mengurangi tingkat kolesterol dengan cara:
a. serat mengikat lemak dalam hati dan dikeluarkan bersama-sama
b. serat mengikat garam empedu dan dikeluarkan bersama-sama
c. serat meningkatkan absorbsi lemak dalam usus halus
d. serat meningkatkan absorbsi lemak dan mengikat lemak dalam hati
11. Yang merupakan sumber serat yang potensial:
a. wortel dan tomat
b. gandum dan kentang
c. gandum dan beras merah
d. tomat dan wortel
xxii
12. Anjuran kebutuhan serat manusia adalah:
a. 5-10 gram/hari
b. 15-20 gram/hari
c. 25-30 gram/hari
d. 35-40 gram/hari
13. Konsumsi sayur dan/atau buah dikategorikan cukup apabila:
a. 5 porsi/hari selama 7 hari/seminggu
b. 4 porsi/hari selama 7 hari/seminggu
c. 3 porsi/hari selama 7 hari/seminggu
d. 2 porsi/hari selama 7 hari/seminggu
14. Serat makanan dapat membantu mencegah terjadinya:
a. hemoroid, konstipasi, kanker kolon
b. hemoroid, kanker kolon, ileus obstruktif
c. konstipasi, kanker kolon, ileus obstruktif
d. ileus obstruktif, konstipasi, hemoroid
15. Yang merupakan dampak konsumsi serat yang berlebihan:
a. mempengaruhi aktivitas enzim
b. mengganggu saluran cerna
c. flatus berkurang
d. tidak ada
16. Apakah yang menjadi alasan Anda kurang mengonsumsi makanan berserat
seperti sayur dan buah?
Jawaban: …………………………………………………………………………..
POLA DEFEKASI
Berilah tanda (√) pada tabel di bawah ini!
Kriteria Ya Tidak Keterangan
Frekuensi defekasi <
3 kali per minggu
Mengejan
Tinja menggumpal
atau keras
Perasaan tidak selesai
setelah defekasi
Sensasi obstruksi atau
tersumbat pada
anorektal
Pengeluaran tinja
secara manual
xxiii
KONSUMSI SERAT (FOOD RECORD)
Sebutkanlah menu makanan Anda selama 3 hari dalam satuan (cth: 1 piring nasi, 1
potong ayam, dll)
Menu Makanan Hari I (Hari Kerja) Hari II (Hari
Kerja)
Hari III (Hari
Libur)
Pagi
Jenis
Makanan
Jumlah Jenis
Makanan
Jumlah Jenis
Makanan
Jumlah
Siang
Malam
xxiv
Lampiran V
REKAP SKOR PENGETAHUAN, KONSUMSI SERAT, IMT DAN KEJADIAN
KONSTIPASI
No Nama Skor Serat/hari IMT Konstipasi
1 AAS 40.00 6.43 33.20 YA
2 CRS 46.67 7.20 23.73 TIDAK
3 ANP 33.33 2.13 21.08 TIDAK
4 AAY 40.00 2.80 21.50 TIDAK
5 NNN 40.00 11.30 22.22 TIDAK
6 FAH 33.33 1.47 24.24 TIDAK
7 NNO 46.67 4.53 22.06 TIDAK
8 RKA 46.67 6.20 22.01 YA
9 EMA 26.67 8.73 20.93 TIDAK
10 NFF 33.33 3.67 22.51 TIDAK
11 MAM 26.67 2.40 21.48 YA
12 NUR 60.00 3.37 31.22 TIDAK
13 RAA 20.00 4.53 18.03 TIDAK
14 AAA 26.67 7.27 16.32 TIDAK
15 ASA 40.00 4.97 24.56 YA
16 ZPA 33.33 11.20 20.03 YA
17 FAA 40.00 4.30 21.79 TIDAK
18 MIA 33.33 4.87 19.91 TIDAK
19 NAA 20.00 3.97 21.08 TIDAK
20 AMA 20.00 8.33 19.15 TIDAK
21 FAB 33.33 2.87 20.09 YA
22 CAA 46.67 8.17 19.91 TIDAK
23 NQA 40.00 14.60 21.64 TIDAK
24 NAB 26.67 1.43 20.66 YA
25 AAB 26.67 5.46 21.50 YA
26 HAA 40.00 8.80 20.27 YA
27 PYA 40.00 4.10 23.80 TIDAK
28 RMA 53.33 2.93 23.31 YA
29 DJA 40.00 2.30 19.96 YA
30 AIS 33.33 9.16 22.07 TIDAK
31 NMA 46.67 3.37 22.21 YA
32 AAC 53.33 7.83 25.88 TIDAK
33 RAB 46.67 21.80 18.13 TIDAK
34 SAA 40.00 2.23 22.66 YA
xxv
35 SFA 40.00 6.17 19.84 TIDAK
36 JJJ 46.67 3.70 20.34 TIDAK
37 API 40.00 7.27 25.00 YA
38 NPA 33.33 3.73 23.37 TIDAK
39 RIA 66.67 22.40 17.75 TIDAK
40 GAA 20.00 5.57 20.06 YA
41 DHA 53.33 5.87 23.12 TIDAK
42 NES 33.33 8.97 23.50 YA
43 IYB 46.67 21.90 18.55 TIDAK
44 AFA 60.00 2.77 31.23 YA
45 IVA 60.00 10.70 19.07 TIDAK
46 ARA 60.00 13.70 18.97 YA
47 NFA 26.67 18.00 23.94 YA
48 LAA 26.67 4.43 18.73 YA
49 SAA 26.67 4.43 16.89 YA
50 JTA 53.33 4.93 18.08 TIDAK
51 YXA 13.33 2.27 24.90 YA
52 YTL 46.67 4.50 26.84 TIDAK
53 EAA 40.00 6.40 27.25 TIDAK
54 HRA 60.00 7.60 23.72 TIDAK
55 AMA 20.00 4.47 28.40 TIDAK
56 AMB 46.67 19.33 20.31 YA
57 JGW 33.33 3.10 23.03 YA
58 ARA 40.00 4.93 23.83 TIDAK
59 MZZ 46.67 7.83 22.76 TIDAK
60 SAA 33.33 5.63 24.22 YA
61 ASD 66.67 4.70 29.02 TIDAK
62 IAA 40.00 16.07 22.15 YA
63 ADM 20.00 3.97 23.03 YA
64 SDW 26.67 4.63 16.33 YA
65 ANA 40.00 6.53 27.29 TIDAK
66 MFH 46.67 5.87 18.14 TIDAK
67 HWS 73.33 1.53 16.04 TIDAK
68 RNP 20.00 6.93 23.14 TIDAK
69 MFA 40.00 3.00 21.80 YA
70 VTA 33.33 5.70 27.47 YA
71 MAA 40.00 8.00 20.32 TIDAK
72 SAA 40.00 5.23 19.15 YA
73 APA 20.00 5.77 26.03 YA
74 FJA 6.67 3.60 25.18 TIDAK
75 LAA 33.33 4.70 37.65 YA
xxvi
76 FAA 20.00 3.73 24.16 YA
77 AQI 26.67 7.03 19.98 YA
78 AAA 40.00 4.93 24.54 TIDAK
79 FEP 20.00 6.07 30.42 TIDAK
80 VAA 46.67 5.50 17.04 TIDAK
81 FRA 53.33 3.30 21.71 TIDAK
82 EAA 46.67 4.70 20.20 TIDAK
83 AAB 20.00 3.60 19.49 YA
84 KAA 6.67 3.50 26.81 YA
85 WRA 40.00 7.40 20.20 YA
86 IUA 53.33 5.57 20.05 TIDAK
87 AMC 33.33 26.40 21.45 TIDAK
88 MFA 26.67 19.10 22.72 TIDAK
89 JAA 40.00 7.07 18.69 TIDAK
90 MIA 60.00 5.33 20.83 TIDAK
91 IFA 26.67 5.03 23.60 YA
92 AAC 26.67 6.77 22.86 YA
93 MAB 26.67 7.77 19.03 TIDAK
94 LAB 40.00 5.23 35.86 YA
95 KCL 6.67 3.77 26.81 YA
96 AAE 26.67 1.80 20.07 YA
97 IHA 13.33 8.73 24.17 YA
98 MFA 13.33 7.53 26.62 TIDAK
99 SJA 13.33 6.00 24.30 TIDAK
100 RNR 46.67 4.97 22.86 TIDAK
101 NAA 33.33 8.57 21.36 YA
102 NIB 26.67 8.30 19.47 YA
103 NIC 46.67 7.37 18.34 TIDAK
104 VHA 33.33 2.53 31.22 YA
105 DNJ 20.00 7.50 16.18 TIDAK
106 MUA 6.67 6.87 22.75 YA
107 ABA 40.00 3.67 21.33 TIDAK
108 SMM 20.00 16.77 23.23 TIDAK
109 NSA 33.33 3.90 22.89 YA
110 DSA 0.00 13.80 21.08 YA
111 IAA 26.67 11.13 16.66 TIDAK
112 AMA 26.67 6.17 22.55 TIDAK
113 RTS 33.33 4.70 24.77 TIDAK
114 VGA 26.67 9.90 17.15 YA
115 TNZ 20.00 5.43 28.91 YA
116 FZA 26.67 6.43 26.91 YA
xxvii
117 CJS 26.67 4.10 23.44 YA
118 YKI 40.00 9.43 21.71 TIDAK
119 WWA 40.00 2.93 22.86 TIDAK
120 RDA 13.33 2.00 17.58 YA
121 NMA 46.67 5.93 20.32 TIDAK
122 ANR 40.00 2.30 27.77 TIDAK
123 PAA 40.00 1.70 20.27 TIDAK
124 NFK 33.33 12.50 19.91 YA
125 ASA 40.00 1.47 23.92 TIDAK
126 NAM 20.00 3.60 17.19 TIDAK
127 MAA 6.67 3.90 19.07 YA
128 VLS 33.33 3.53 21.78 TIDAK
129 YBP 26.67 1.73 23.51 TIDAK
130 VAA 20.00 2.13 16.53 TIDAK
131 AJP 20.00 1.67 25.32 TIDAK
132 RAA 13.33 7.77 17.36 TIDAK
133 AAA 26.67 3.60 25.64 TIDAK
134 ASN 26.67 3.17 25.68 YA
135 RHF 13.33 6.83 22.03 YA
136 SAZ 33.33 1.40 19.53 YA
137 KSH 26.67 3.97 22.21 YA
138 FSA 26.67 6.63 14.42 YA
139 RIA 20.00 2.93 22.03 YA
140 ACV 33.33 3.17 20.89 TIDAK
141 DLA 20.00 4.93 20.44 YA
142 NNM 26.67 7.33 23.42 TIDAK
143 FAD 0.00 5.07 21.93 YA
144 ANG 20.00 4.57 18.36 YA
145 ETN 20.00 19.10 21.83 YA
146 FMA 0.00 2.83 20.45 YA
147 JAA 26.67 3.53 21.22 YA
148 RRA 33.33 13.40 21.23 YA
149 AMB 26.67 4.07 23.73 TIDAK
150 AAC 26.67 3.83 17.60 YA
151 MIA 40.00 6.57 22.15 TIDAK
152 IFA 6.67 2.10 28.34 TIDAK
153 MRB 33.33 6.27 26.93 YA
154 YAA 20.00 4.20 20.07 YA
155 MAM 20.00 2.63 20.55 YA
156 GAA 33.33 6.00 27.01 YA
157 AZA 40.00 5.77 23.73 TIDAK
xxviii
158 KAP 46.67 3.60 19.84 YA
159 WAA 46.67 4.00 22.58 YA
160 MFA 40.00 8.90 27.73 TIDAK
161 MZA 26.67 1.80 20.07 YA
162 AAA 46.67 4.73 17.04 YA
163 MFN 20.00 3.93 18.93 YA
164 RRA 40.00 3.87 21.64 TIDAK
165 DAA 26.67 3.60 32.66 TIDAK
166 FAA 26.67 5.47 24.49 YA
167 NAA 20.00 7.33 22.23 TIDAK
168 AAB 20.00 3.50 25.39 YA
169 FAB 40.00 3.37 23.94 YA
170 NNA 26.67 1.50 23.18 YA
171 FAC 40.00 4.37 19.59 YA
172 MAB 46.67 4.33 27.64 YA
173 AAC 13.33 3.73 20.76 TIDAK
174 EAA 46.67 4.40 24.09 YA
175 MIB 40.00 5.10 19.44 TIDAK
176 MBA 33.33 5.20 18.01 YA
177 NFS 33.33 6.27 21.51 TIDAK
178 RPA 13.33 3.80 28.69 YA
179 GWA 20.00 8.80 16.53 TIDAK
180 ESA 20.00 3.63 19.38 TIDAK
181 IAA 33.33 7.10 17.90 TIDAK
182 APA 40.00 4.33 23.34 YA
183 MWG 6.67 6.10 20.76 TIDAK
184 MHK 33.33 5.43 25.40 TIDAK
185 MFB 0.00 2.00 29.30 YA
186 MDJ 20.00 12.83 18.75 TIDAK
187 AAD 46.67 5.20 19.81 TIDAK
188 RWA 40.00 4.50 19.96 YA
189 MAN 26.67 6.40 25.84 YA
190 AMY 33.33 4.30 22.47 TIDAK
191 JYF 26.67 3.20 33.41 YA
192 MRB 33.33 8.03 24.09 TIDAK
193 RSA 26.67 4.60 20.20 YA
194 FCS 13.33 22.17 20.96 TIDAK
195 AUA 26.67 4.17 25.95 TIDAK
196 MMA 33.33 8.10 17.99 TIDAK
197 IAB 40.00 4.80 24.74 YA
198 AMR 26.67 7.63 24.90 YA
xxix
199 ROH 26.67 7.10 22.99 YA
200 AAD 33.33 3.10 23.03 YA
JUMLAH 6446.67 1232.36 4481.94 YA= 98
RATA-RATA 32.23 6.16 22.41 TIDAK=102
xxx
LAMPIRAN VI
REKAP GAMBARAN POLA DEFEKASI
KELUHAN FREKUENSI
MAHASISWA
KONSTIPASI
MAHASISWA
TIDAK
KONSTIPASI
Frekuensi defekasi <3x per minggu 39 5
Mengejan saat defekasi 58 22
Tinja menggumpal atau keras 55 4
Perasaan tidak selesai setelah defekasi 45 5
Sensasi obstruksi atau tersumbat pada
anorektal
27 0
Pengeluaran tinja secara manual 48 13
xxxi
Lampiran VII
TINGKAT PENGETAHUAN TERHADAP KONSUMSI SERAT
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Tingkat Pengetahuan *
Konsumsi Serat 200 100.0% 0 0.0% 200 100.0%
Tingkat Pengetahuan * Konsumsi Serat Crosstabulation
Konsumsi Serat
Total Kurang Cukup
Tingkat Pengetahuan Kurang Count 114 12 126
Expected Count 112.8 13.2 126.0
Sedang Count 64 9 73
Expected Count 65.3 7.7 73.0
Baik Count 1 0 1
Expected Count .9 .1 1.0
Total Count 179 21 200
Expected Count 179.0 21.0 200.0
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Pearson Chi-Square .505a 2 .777
Likelihood Ratio .601 2 .741
Linear-by-Linear Association .274 1 .601
N of Valid Cases 200
a. 2 cells (33.3%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is .11.
xxxii
TINGKAT PENGETAHUAN TERHADAP POLA DEFEKASI
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Tingkat Pengetahuan * Pola
Defekasi 200 100.0% 0 0.0% 200 100.0%
Tingkat Pengetahuan * Pola Defekasi Crosstabulation
Pola Defekasi
Total Normal Konstipasi
Tingkat Pengetahuan Kurang Count 53 73 126
Expected Count 64.3 61.7 126.0
Sedang Count 48 25 73
Expected Count 37.2 35.8 73.0
Baik Count 1 0 1
Expected Count .5 .5 1.0
Total Count 102 98 200
Expected Count 102.0 98.0 200.0
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Pearson Chi-Square 11.346a 2 .003
Likelihood Ratio 11.866 2 .003
Linear-by-Linear Association 11.247 1 .001
N of Valid Cases 200
a. 2 cells (33.3%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is .49.
xxxiii
KONSUMSI SERAT TERHADAP POLA DEFEKASI
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Konsumsi Serat * Pola
Defekasi 200 100.0% 0 0.0% 200 100.0%
Konsumsi Serat * Pola Defekasi Crosstabulation
Pola Defekasi
Total Normal Konstipasi
Konsumsi Serat Kurang dari rata-rata Count 90 89 179
Expected Count 91.3 87.7 179.0
Diatas rata-rata Count 12 9 21
Expected Count 10.7 10.3 21.0
Total Count 102 98 200
Expected Count 102.0 98.0 200.0
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square .354a 1 .552
Continuity Correctionb .133 1 .715
Likelihood Ratio .356 1 .551
Fisher's Exact Test .647 .359
Linear-by-Linear Association .353 1 .553
N of Valid Cases 200
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10.29.
b. Computed only for a 2x2 table
xxxiv
KONSUMSI SERAT TERHADAP INDEKS MASSA TUBUH
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Konsumsi Serat * Indeks
Massa Tubuh 200 100.0% 0 0.0% 200 100.0%
Konsumsi Serat * Indeks Massa Tubuh Crosstabulation
Indeks Massa Tubuh
Total
Tidak
Overweight Overweight
Konsumsi Serat Kurang dari rata-rata Count 104 75 179
Expected Count 110.1 68.9 179.0
Diatas rata-rata Count 19 2 21
Expected Count 12.9 8.1 21.0
Total Count 123 77 200
Expected Count 123.0 77.0 200.0
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 8.320a 1 .004
Continuity Correctionb 7.009 1 .008
Likelihood Ratio 9.947 1 .002
Fisher's Exact Test .004 .002
Linear-by-Linear Association 8.279 1 .004
N of Valid Cases 200
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8.09.
b. Computed only for a 2x2 table
xxxv
Lampiran VIII
BIODATA PENULIS
Nama/ Name : MAHARANI AVE MARIA PURBA
Alamat/Address : Jl. Sahabat No. 34 Kecamatan Tamalanrea,
Makassar, Sulawesi Selatan
Kode Post /PostalCode : 90245
Nomor Telepon/Phone : (+62)82393390823
Email : [email protected]
Jenis Kelamin/Gender : Perempuan
Tanggal Kelahiran / Date of Birth : Kabanjahe, 20Oktober 1996
Status Marital /MaritalStatus : Belum menikah
Warga Negara/Nationality : Indonesia
Agama/ Religion : Kristen Protestan
Kegemaran/hobby : Membaca, bermain musik, naik gunung
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia sebagai makhluk hidup memerlukan makanan sebagai
kebutuhan dasar yang harus dipenuhi untuk pertumbuhan dan untuk perbaikan
jaringan tubuh sehingga dapat melaksanakan berbagai kegiatan dalam
kehidupannya. Selain menjadi sumber energi dan zat pembangun, salah satu
fungsi zat makanan adalah sebagai zat pengatur, yaitu mineral dan vitamin
yang terdapat dalam sayur dan buah. Sayur-sayuran dan buah-buahan
merupakan sumber serat pangan yang mudah ditemukan dalam bahan pangan
dan hampir selalu terdapat pada hidangan sehari-hari masyarakat Indonesia,
baik dalam keadaan mentahatau setelah diolah menjadi berbagai macam
bentuk masakan.
Namun akhir-akhir ini terjadi perubahan pola konsumsi pangan yang
menyebabkan menurunnya konsumsi serat hampir di seluruh provinsi di
Indonesia. Konsumsi buah dan sayur yang merupakan sumber utama serat
semakin dikesampingkan dalam menu makanan sehari-hari. Berdasarkan data
RISKESDAS 2013, proporsi rerata nasional perilaku konsumsi kurang sayur
dan atau buah 93,5%. Selain itu, Sulawesi Selatan menempati urutan kelima
terendah konsumsi serat di seluruh provinsi Indonesia dimana kecenderungan
proporsi penduduk ≥10 tahun kurang makan sayur dan buah menurut provinsi
tahun 2013 Sulawesi Selatan sebesar 96,5 % (Riskesdas, 2013).Rata-rata
konsumsi serat penduduk Indonesia secara umum yaitu 10.5 g/hari (Depkes
RI, 2008). Nilai ini hanya mencapai setengah dari kecukupan serat yang
2
dianjurkan. Kebutuhan serat yang dianjurkan berdasarkan Angka Kecukupan
Gizi untuk orang de-wasa usia 19—29 tahun adalah 38 g/hari untuk laki-laki
dan 32 g/hari untuk perempuan (Ambarita, 2014).
Serat merupakan komponen dalam tanaman yang tidak dapat dicerna
oleh enzim pencernaan, secara alami terdapat dalam tanaman (sayuran, buah-
buahan, bijibijian dan kacang-kacangan). Makanan tinggi serat umumnya
memerlukan waktu lebih banyak untuk mengunyah dan mencerna. Makanan
yang mengandung serta tidak larut tidak dicerna dan menambah volume
makanan, sehingga mengurangi risiko konsumsi yang berlebihan. Sedangkan
serat larut air akan berubah menjadi substansi menyerupai gel selama proses
pencernaan dan memperlambat makanan melewati usus sehingga membuat
tubuh kenyang lebih lama. Konsumsi serat yang cukup dapat menurunkan
resiko obesitas.(AFIC, 2010).
Prevalensi IMT lebih, khususnya obesitas meningkat di seluruh dunia
hampir pada setiap negara dan pada semua kelompok usia. Data dari
Riskesdas Depkes RI tahun 2013, menunjukkan bahwa prevalensi obesitas
pada kelompok umur dewasa sebesar 15.4 % dan overweight sebesar 13.5 %.
Jika prevalensi obesitas dan overweight digabungkan, maka prevalensi
penduduk Indonesia yang mengalami kelebihan berat badan sebesar 28.9 %
Ini adalah jumlah yang cukup besar karena lebih dari seperempat atau hampir
sepertiga penduduk Indonesia pada kelompok umur dewasa mengalami
kelebihan berat badan. Prevalensi penduduk laki-laki dewasa obesitas pada
tahun 2013 sebanyak 19,7 persen, sedangkan prevalensi obesitas perempuan
dewasa (>18 tahun) 32,9 persen (Riskesdas, 2013). Faktor utama penyebab
overweight dan obesitas adalah aktivitas fisik yang kurang, perubahan
3
gayahidup, serta pola makan yang salah diantaranya pola makan tinggi lemak
dan rendah serat (Makaryani, 2013).
Serat juga memegang peranan penting dalam pemeliharaan fungsi
tubuh. Salah satu gangguan yang dapat terjadi dalam tubuh akibat rendahnya
konsumsi serat adalah gangguan pola defekasi. Kita mengetahui bahwa
defekasi yang teratur dari sisa-sisa produksi usus penting untuk
keberlangsungan fungsi tubuh yang normal. Perubahan pada pola defekasi
dapat menyebabkan masalah pada gastrointestinal dan bagian tubuh yang lain.
Gangguan pola defekasi yang paling umum adalah konstipasi.
Studi prevalensi konstipasi yang dilakukan sampai saat ini melaporkan
prevalensi populasi konstipasi di Amerika berkisar antara 2% sampai 28%
dimana dalam konteks ini, sebagian besar survei didasarkan hanya pada
laporan sendiri dari konstipasi atau tidak. Konstipasi adalah salah satu
gangguan gastrointestinal yang paling sering di Amerika Serikat (Basson,
2017).Sekitar 4,5 juta penduduk Amerika mengalami masalah konstipasi,
yakni sebesar 5,9% pada usia dibawah 40 tahun, sebesar 4-6% pada individu
yang berusia 70 tahun dan konstipasi persisten pada usia yang sudah lanjut
(Setyani, 2012). Berdasarkan data International US Census Bereau pada tahun
2003 seperti yang dikutip oleh Sari (2009), terdapat sebanyak 3.857.327 jiwa
yang mengalami konstipasi di Indonesia. Prevalensi konstipasi pada wanita
lebih tinggi dibandingkan pada pria, meskipun tidak terpaut jauh (Sari, 2009).
Salah satu faktor yang menyebabkan seseorang kekurangan asupan
serat ialah pengetahuan yang kurang, serupa dengan hasil penelitian Rachmi
(2007), pengetahuan sangat mempengaruhi seseorang dalam konsumsi serat
4
makanan. Tingkat pengetahuan yang rendah akan dapat mempengaruhi pola
makan yang salah sehingga menyebabkan kurangnya konsumsi serat yang
akhirnya mengakibatkan gangguan pola defekasi seperti konstipasi.
Mahasiswa kedokteran yang menuntut ilmu di dunia kesehatan dianggap
mempunyai tingkat pengetahuan gizi yang baik dan memahami pentingnya
konsumsi makanan yang dapat membuatnya terhindar dari gangguan
kesehatan, seperti konstipasi. Namun kenyataannya angka kejadian konstipasi
pada mahasiswa kedokteran di Indonesia cukup tinggi, dapat dilihat dari
presentase hasil penelitian terhadap mahasiswa kedokteran yang mengalami
konstipasi Universitas Islam Bandung 2016 (85,87%), Universitas Sumatera
Utara (75,8%) dan resiko mengalami konstipasi Universitas Andalas 2012
(92,98%).
Berdasarkan pemaparan di atas, penulis akan melakukan penelitian
tentang Hubungan antara Tingkat Pengetahuan dan Konsumsi Serat terhadap
Pola Defekasi dan Indeks Massa Tubuh (IMT) Mahasiswa Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin.
5
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah ―Bagaimanakah hubungan antara tingkat pengetahuan
dan konsumsi serat dengan pola defekasi dan Indeks Massa Tubuh (IMT)
mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin?‖
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 TujuanPenelitian Umum
Untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan konsumsi serat terhadap
pola defekasi dan Indeks Massa tubuh (IMT) mahasiswa Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin.
1.3.2 Tujuan Penelitian Khusus
a. Untuk mengetahui gambaran pola defekasi pada mahasiswa
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.
b. Untuk mengetahui distribusi tingkat pengetahuan serat pada
mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.
c. Untuk mengetahui distribusi konsumsi serat mahasiswa Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin.
d. Untuk mengetahui distribusi Indeks Massa Tubuh (IMT)
mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.
e. Untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan serat terhadap
konsumsi serat mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin.
6
f. Untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan serat terhadap
pola defekasi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin.
g. Untuk mengetahui hubungan konsumsi serat terhadap pola defekasi
mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.
h. Untuk mengetahui hubungan konsumsi serat terhadap Indeks
Massa Tubuh (IMT) mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat:
1. Sebagai masukan dan informasi bagi fakultas maupun mahasiswa
kedokteran untuk usaha perbaikan dan intervensi gangguan pola defekasi.
2. Sebagai bahan bacaan atau data pembanding untuk penelitian selanjutnya
di masa yang akan datang.
3. Sebagai pengalaman berharga bagi peneliti dalam menambah wawasan
dan pengembangan diri khususnya di bidang penelitian.
7
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Defenisi Defekasi
Defekasi adalah proses pembuangan atau pengeluaran sisa
metabolisme berupa feses dan flatus yang berasal dari saluran pencernaan
melalui anus. Terdapat dua pusat yang menguasai refleks untuk defekasi, yaitu
terletak di medula dan sumsum tulang belakang. Apabila terjadi rangsangan
parasimpatis, sfingter anus bagian dalam akan mengendur dan usus besar
menguncup. Refleks defekasi dirangsang untuk buang air besar, kemudian
sfingter anus bagian luar diawasi oleh sistem saraf parasimpatis, setiap waktu
menguncup atau mengendur. Selama defekasi, berbagai otot lain membantu
proses tersebut, seperti otot-otot dinding perut, diafragma, dan otot-otot dasar
pelvis (Hidayat, 2006).
Rata-rata orang defekasi satu kali sehari, namun frekuensi yang normal
tidak sama pada setiap orang. Pada umumnya frekuensi normal defekasi
adalah berkisar tiga kali sehari sampai tiga kali dalam seminggu. Seseorang
dengan frekuensi defekasi kurang dari tiga kali dalam seminggu dikatakan
mengalami konstipasi dan lebih dari tiga kali sehari dengan konsistensi feses
yang cair dikatakan mengalami diare (Tresca, 2009).
8
2.2 Anatomi dan Fisiologi Defekasi
Gambar 2.2 Anatomi Saluran Cerna Bawah dan Anorektal
Reflex defekasi dipicu oleh gerakan massa di kolon yang mendorong
tinja ke dalam rektum, peregangan yang terjadi di rektum merangsang reseptor
regang di dinding rektum. Refleks ini menyebabkan sfingter ani internus
(yaitu otot polos) melemas dan rektum dan kolon sigmoid berkontraksi lebih
kuat.Jika sfingter ani eksternus (yaitu otot rangka) juga melemas maka terjadi
defekasi.Peregangan awal dinding rektum disertai oleh timbulnya rasa ingin
buang air besar.Jika keadaan tidak memungkinkan defekasi maka
pengencangan sfingter ani eksternus secara sengaja dapat mencegah defekasi
meskipun refleks defekasi telah aktif. Jika defekasi ditunda maka dinding
rektum yang semula teregang secara perlahan melemas, dan keinginan untuk
buang air besar mereda sampai gerakan massa berikutnya mendorong lebih
banyak tinja ke dalam rektum dan kembali meregangkan rektum sema memicu
refleks defekasi. Selama periode inaktivitas, kedua sfingter tetap berkontraksi
9
untuk menjamin kontinensia tinja. Jika defekasi terjadi maka biasanya dibantu
oleh gerakan mengejan volunter yang melibatkan kontraksi otot abdomen dan
ekspirasi paksa dengan glotis tertutup secara bersamaan. Tindakan ini sangat
meningkatkan tekanan intraabdomen, yang membantu mendorong tinja
(Sherwood, 2014).
2.3 Konstipasi
2.3.1 Defenisi Konstipasi
Konstipasi adalah kesulitan buang air besar dengan konsistensi
feses yang padat dengan frekuensi buang air besar lebih atau sama
dengan 3 hari sekali. Menurut World Gastroenterology Organization
(WGO) konstipasi adalah defekasi keras (52%), tinja seperti pil/ butir
obat (44%), ketidakmampuan defekasi saat diinginkan (34%), atau
defekasi yang jarang (33%) (Rajindrajith dkk, 2009).
Menurut North American Society of Gastroenterology and
Nutrition, konstipasi adalah kesulitan atau lamanya defekasi, timbul
selama 2 minggu atau lebih, dan menyebabkan ketidaknyamanan pada
pasien. Sedangkan menurut Paris Consensus on Childhood
Constipation Terminology menjelaskan definisi konstipasi sebagai
defekasi yang terganggu selama 8 minggu dengan mengikuti minimal
2 gejala sebagai berikut: defekasi kurang dari 3 kali per minggu,
inkontinensia frekuensi tinja lebih besar dari satu kali per minggu,
masa tinja yang keras, masa tinja teraba di abdomen, perilaku menahan
defekasi, nyeri saat defekasi (Van Den Berg dkk, 2007).
10
2.3.2 Epidemiologi Konstipasi
Konstipasi merupakan salah satu gangguan gastrointestinal
yang paling sering di Amerika Serikat (Basson, 2017), yaitu berkisar
antara 2-15% (Kliegman, 2007).Studi prevalensi konstipasi yang
dilakukan sampai saat ini melaporkan prevalensi populasi konstipasi
berkisar antara 2% sampai 28% dimana dalam konteks ini, sebagian
besar survei didasarkan hanya pada laporan sendiri dari konstipasi atau
tidak. Berdasarkan data International US Census Bereau pada tahun
2003 seperti yang dikutip oleh Sari (2009), terdapat sebanyak
3.857.327 jiwa yang mengalami konstipasi di Indonesia. Prevalensi
konstipasi pada wanita lebih tinggi dibandingkan pada pria, meskipun
tidak terpaut jauh.Perbandingan prevalensi konstipasi pada wanita dan
pria di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) yaitu sekitar
60:40, di RSCM dari sebanyak 2397 pasien dengan gangguan saluran
cerna, terdapat 216 orang yang mengalami konstipasi, 87 di antaranya
adalah pria, dan 129 wanita.Jika dikonversikan 7,2% pria mengalami
konstipasi, sementara pada wanita yaitu 10,8%.
2.3.3 Etiologi Konstipasi
Kemungkinan penyebab tertundanya defeksi yang dapat
menimbulkan konstipasi mencakup (Sherwood, 2014):
a. Mengabaikan keinginan untuk buang air besar
b. Berkurangnya motilitas kolon karena usia, emosi, atau diet
rendah serat
11
c. Obstruksi gerakan feses di usus besar oleh tumor lokal atau
spasme kolon
d. Gangguan reflex defekasi, misalnya karena cedera jalur-
jalur saraf yang terlibat
2.3.4 Patofisiologi Konstipasi
Reflex defekasi dipicu oleh gerakan massa di kolon yang
mendorong tinja ke dalam rektum, peregangan yang terjadi di rektum
merangsang reseptor regang di dinding rektum. Refleks ini
menyebabkan sfingter ani internus (yaitu otot polos) melemas dan
rektum dan kolon sigmoid berkontraksi lebih kuat. Sfingter anal
eksterna kemudian menjadi relaksasi dan feses dikeluarkan mengikuti
peristaltik kolon melalui anus. Relaksasi sfingter tidak cukup kuat,
maka sfingter ani eksterna dibantu otot puborektal akan berkontraksi
secara refleks dan refleks sfingter interna akan menghilang, sehingga
keinginan defekasi juga menghilang. Proses defekasi yang tidak lancar
akan menyebabkan feses menumpuk hingga menjadi lebih banyak dari
biasanya dan dapat menyebabkan feses mengeras yang kemudian dapat
berakibat pada spasme sfingter ani. Feses yang terkumpul di rektum
dalam waktu lebih dari satu bulan menyebabkan dilatasi rektum yang
mengakibatkan kurangnya aktivitas peristaltik yang mendorong feses
keluar sehingga menyebabkan retensi feses yang semakin banyak.
Peningkatan volume feses pada rektum menyebabkan kemampuan
sensorik rektum berkurang sehingga retensi feses makin mudah terjadi
(Van Den Berg dkk, 2007).
12
2.3.5 Gejala dan Tanda Klinis Konstipasi
Gejala-gejala ini mencakup rasa tidak nyaman di abdomen,
nyeri kepala tumpul, hilangnya nafsu makan yang kadang disertai
mual, dan depresi mental.Berbeda dari anggapan umum, gejala gejala
ini tidak disebabkan oleh toksin yang diserap dari bahan tinja yang
tertahan. Meskipun me tabolisme bakteri menghasilkan bahan- bahn
yang mungkin toksik di kolon namun bahan-bahan ini normalnya
mengalir melalui sistem porta dan disingkirkan oleh hati sebelum dapat
mencapai sirkulasi sistemik. Gejala-gejala yang berkaitan dengan
konstipasi disebabkan oleh distensi berkepanjangan usus besar,
terutama rektum; gejala segera hilang setelah peregangan mereda
(Sherwood, 2014).
2.3.6 Diagnosis Konstipasi
Diagnosis konstipasi dapat ditegakkan bila memenuhi kriteria
Rome III.Kriteria diagnosis tersebut terdiri dari kriteria general dan
kriteria spesifik (Lindberg dkk, 2010).
Kriteria general:
a. Adanya paling sedikit 3 bulan selama satu periode 6 bulan
b. Terdapat kriteria spesifik setidaknya satu dari empat kali
defekasi
c. Tidak cukupnya kriteria untuk inflammatory bowel syndrome
(IBS)
d. Tidak ada tinja atau jarangnya pengeluaran tinja
Kriteria spesifik, terdapat dua atau lebih gejala:
13
a. Mengejan
b. Tinja yang menggumpal atau keras
c. Perasaan tidak selesai setelah defekasi
d. Sensasi obstruksi atau tersumbat pada anorektal
e. Mengaplikasikan maneuver digital atau pengeluaran secara
manual untuk memfasilitasi defekasi
f. Frekuensi defekasi <3 kali per minggu.
2.3.7 Faktor-Faktor Resiko Konstipasi
Faktor-faktor yang meningkatkan resiko konstipasi antara
lain(Lindberg, 2010)
a. Kurangnya asupan serat
b. Kurangnya latihan fisik dan tidak aktif
c. Penuaan
d. Stress, gangguan emosional/psikologi, depresi
e. Asupan kalori rendah
f. Jumlah obat yang diminum
2.3.8 Penatalaksanaan Konstipasi
Kebanyakan kasusdapat dikelola secara memadai dengan
pendekatan simtomatik:
a. Pendekatan pengobatan yang bergradasi didasarkan pada
rekomendasi perubahan gaya hidup dan diet, menghentikan
atau mengurangi obat yang menyebabkan sembelit, dan
pemberian suplemen serat atau agen pembentuk curah lainnya.
14
Secara bertahap peningkatan serat (baik sebagai suplemen
standar atau tergabung dalam makanan) dan asupan cairan
umumnya dianjurkan.
b. Langkah kedua dalam pendekatan bergradasi adalah
menambahkan obat pencahar osmotik. Terbukti untuk
penggunaan polietilen glikol, tapi ada juga bukti bagus untuk
itu laktulosa. Obat baru lubiprostone dan linaclotide berperan
dengan merangsang sekresi ileum dan dengan demikian
meningkatkan air tinja.
c. Langkah ketiga mencakup obat pencahar stimulan, enema, dan
obat prokinetik. Obat pencahar stimulan dapat diberikan secara
oral atau rektal untuk merangsang aktivitas motor kolorektal.
Obat prokinetik juga dimaksudkan untuk meningkatkan
aktivitas pendorong usus besar namun berbeda dengan obat
pencahar stimulan, yang seharusnya hanya diambil terkadang,
mereka dirancang untuk dikonsumsi setiap hari (Lindberg,
2010)
2.3.9 Komplikasi Konstipasi
Rektum akan relaksasi dan hasrat untuk defekasi hilang apabila
defekasi tidak sempurna. Air tetap terus diabsorbsi dari massa feses
yang menyebabkan feses menjadi keras, sehingga defekasi selanjutnya
lebih sukar. Tekanan feses berlebihan menyebabkan kongesi vena
hemoroidalis interna dan eksterna, dan merupakan salah satu penyebab
hemoroid (vena varikosa rectum). Mengejan terlalu sering dapat
15
menimbulkan kerusakan saraf ekstrinsik apabila telah mengenai lantai
pelvis (Reynolds, 2012). Kanker kolon dan rectum merupakan kanker
saluran cerna yang paling sering terjadi pada penderita konstipasi.
Komplikasi lain yang dapat terjadi adalah hipertensi arterial, impaksi
fekal, fisura, serta megakolon (Setyani, 2012).
2.4 Konsumsi Serat
2.4.1 Defenisi Serat
Definisi fisiologis serat pangan (dietary fiber) adalah sisa sel
tanaman setelah dihidrolisis enzim pencernaan manusia. Serat
makanan adalah komponen bahan makanan nabati yang penting yang
tahan terhadap proses hidrolisis oleh enzim-enzim pada sistem
pencernaan manusia. Komponen yang terbanyak dari serat makanan
ditemukan pada dinding sel tanaman. Komponen ini termasuk senyawa
structural seperti selulosa, hemiselulosa, pectin dan ligin.
Pengertian serat pangan tidak sama dengan serat kasar (crude
fiber). Yang dimaksud dengan serat kasar adalah zat sisa asal tanaman
yang biasa dimakan yang masih tertinggal setelah bertutut-turut
diekstraksi dengan zat pelarut, asam encer dan alkali. Dengan
demikian nilai zat serat kasar selalu lebih rendah dari serat pangan,
kurang lebih hanya seperlima dari seluruh nilai serat pangan (Beck,
2011).
16
2.4.2 Penggolongan Serat Pangan
Serat pangan dapat digolongkan menjadi serat tidak larut dan
serat larut, yaitu : (Lestiani dkk, 2011).
a. Serat tidak larut (tidak larut air)
Serat tidak larut air diartikan sebagai serat pangan yang tidak
larut dalarn air panas rnaupun dingin. Sebagian besar serat
dalam bahan pangan merupakan serat yang tidak dapat larut.
Serat tidak larut terdiri dari karbohidrat yang mengandung tiga
macam polisakarida selulosa, hemiselulosa dan non karbohidrat
yang mengandung lignin. Sumber-sumber selulosa adalah kulit
padi, kacang polong, kubis, apel sedangkan hemiselulosa
adalah kulit padi dan gandum. Sumber-sumber lignin adalah
wortel, gandum dan arbei.
b. Serat larut (larut dalam air)
Serat larut air diartikan sebagai serat pangan yang dapat larut
dalarn air hangat atau panas serta dapat terendapkan oleh air
yang telah dicarnpur dengan ernpat bagian etanol.Serat yang
larut dalam air bersifat mudah dicerna. Serat larut air terdiri
dari pektin, gum, B-glukan dan psylium seed husk (PSH).
Bahan makanan yang kaya akan pektin adalah apel, arbei dan
jeruk. Gum banyak terdapat pada oatmeal dan kacang-
kacangan. Bekatul (oat) banyak mengandung B-glukan.PSH
adalah serat larut yang banyak terdapat pada tanaman plantago
ovate.
17
2.4.3 Komposisi Kimia Serat Pangan
Dengan metode analisis kimia yang modern, serat makanan
dapat dibagi menjadi tiga kelompok utama: (Beck, 2011)
a. Selulosa
Selulosa adalah polisakarida yang merupakan tipe serat yang paling
umum dijumpai. Benang-benang serat yang panjang dan ulet
memberikan bentuk serat kekakuan pada tanaman, dan akan
menyelip diantara gigi-geligi manusia. Sayuran merupakan sumber
makanan yang kaya akan selulosa
b. Pektin
Pektin dan musilago. Bahan-bahan serat ini memiliki komposisi
yang serupa. Bahan tersebut semuanya merupakan polisakarida
non/selulosa tetapi dengan fungsi yang berbeda-beda di dalam
tanaman. Pektin bergabung dengan air membentuk gel. Keberadaan
pektin dalam buah memungkinkan dipertahankannya air di dalam
buah tersebut, misalnya sebutir jeruk mengandung air sebanyak 85
persen.Musilago ditemukan bercampur dengan endosperm dalam
biji sebagai tanaman.Bahan ini dapat mengikat air sehingga
mencegah keringnya biji dalam keadaan tak aktif. Biji pada buncis,
kacang polong, kacang kapri merupakan sumber yang kaya akan
serat musilago.
c. Lignin
Lignin merupakan serat yang memberikan bentuk struktur dan
kekuatan yang khas bagi kayu tanaman. Jumlah lignin dalam
18
sebatang pohon bervariasi antara 10 hingga 50 persen dan jumlah
ini tergantung spesies dan maturitas pohon tersebut.
2.4.4 Manfaat Serat dalam Makanan
Fungsi dari serat sangat bervariasi tergantung dari sifat fisik
jenis serat yang dikonsumsi (Tala, 2009)
a. Serat larut akan memperlambat waktu pengosongan lambung,
meningkatkan waktu transit, mengurangi penyerapan beberapa zat
gizi. Sebaliknya serat tak larut akan memperpendek waktu transit
dan akan memperbesar massa feses
b. Kemampuan menahan air ini serat akan membentuk cairan kental
yang memiliki beberapa pengaruh terhadap saluran cerna, yaitu :
c. Waktu pengosongan lambung lebih lama. Cairan kental (gel)
tersebut menyebabkan kimus yang berasal dari lambung berjalan
lebih lama ke usus. Hal ini menyebabkan makanan lebih lama
dilambung sehingga rasa kenyang menjadi lebih panjang. Keadaan
ini juga memperlambat proses pencernaan karena karbohidrat dan
lemak yang tertahan dilambung belum dapat dicerna sebelum
masuk ke usus
d. Mengurangi bercampurnya isi saluran cerna dan enzim pencernaan.
Cairan kental yang terbentuk membuat adanya penghambat yang
mempengaruhi kemampuan makanan untuk bercampur dengan
enzim pencernaan
e. Menghambat fungsi enzim. Cairan kental yang terbentuk
mempengaruhi proses hidrolisis enzimatik didalam saluran cerna
19
misalnya gum dapat menghambat peptidase usus yang dibutuhkan
untuk pemecahan peptida menjadi asam amino. Aktivasi lipase
pankreas juga berkurang sehingga menghambat pencernaan lemak.
f. Mengurangi kecepatan penyerapan nutrisi
g. Mempengaruhi waktu transit di usus
Beberapa jenis serat seperti lignin, pektin, dan hemiselulosa
dapat berikatan dengan enzim atau nutrisi didalam saluran cerna yang
memiliki efek fisiologis seperti:
a. Mengurangi absorbsi lemak sehingga akan terus ke usus besar
untuk diekskresi
b. Mengikat garam empedu sehingga micelle tidak dapat direabsorbsi
dan diresirkulasi melalui siklus enterohepatik
c. Menurunkan kadar kolesterol serum dengan meningkatnya ekskresi
garam empedu dan kolesterol serta berdegradasi dengan serat di
kolon sehingga menghambat sintesis asam lemak
d. Mempengaruhi keseimbangan mineral dengan berikatan dengan
kation seperti kalsium, seng, dan zat besi.
Metabolit utama yang terbentuk dari fermentasi serat adalah
asam lemak rantai pendek yang kemudian akan berperan dalam
meningkatkan absorbsi air, merangsang proliferasi sel, sebagai sumber
energi dan akan menimbulkan lingkungan asam di usus. Jenis serat
yang tidak larut atau yang lambat difermentasi berperan dalam
merangsang proliferasi bakteri yang bermanfaat untuk detoksifikasi
dan meningkatkan volume usus.
20
2.4.5 Anjuran Kebutuhan Serat
Menurut Depkes Republik Indonesia, rata-rata konsumsi serat
penduduk Indonesia secara umum yaitu 10.5 g/hari(Depkes RI,
2008).Nilai ini hanya mencapai setengah dari kecukupan serat yang
dianjurkan.Anjuran kebutuhan serat yang ditetapkan bertujuan untuk
mencegah terjadinya penyakit-penyakit degeneratif. United State Food
Dietary Analysis menyatakan anjuran untuk total dietary fiber adalah
25g 2000kalori atau 30g 2500kalori. American Diabetic Assosiation
menetapkan kebutuhan serat 25- 50g/hari untuk pencegahan penyakit
diabetes. Pada sensus nasional pengelolaan diabetes di Indonesia
menyarankan konsumsi serat sebanyak 25g/hari walaupun sudah ada
ketetapan tersebut tetapi harus diperhtikan kebiasaan makan, penyakit
yang diderita dan keluhan-keluhan lainnya (Lestiani dkk, 2011).
Orang dewasa mestinya mengonsumsi serat 20-35g per hari
atau 10-133 per 1.000 kkal menu. Bagi masyarakat AS dianjurkan
mengkonsumi serat makanan 25 g per 2.000 hkal menu atau 30 g per
2.500 kkal menu sehari. Kenyataannya asupan serat makanan pada
masyarakat AS lebih rendah dari anjuran, umumnya 10-15 g per
hari.Asupan serat 20-35 g setara 9 - 13 buah apel atau 12-16 potong
roti gandum per hari. Untuk anak di atas usia dua tahun, cukup 5 g
serat makanan per hari, dan ditingkatkan seirama dengan
bertambahnya usia (Williams CL, 1995), hingga mencapai asupan 25 •
35 g per hari setelah berusia 20 tahun.
Serat diperoleh dari makanan nabati, seperti buah, sayuran, biji-
bijian, dan kacang-kacangan. Serat makanan dalam sayuran yang
21
dimasak meningkat dibandingkan dengan sayuran mentah. Sayuran
rebus memiliki kadar serat paling tinggi (6,40%), disusul sayuran
kukus (6,24%) sayuran dimasak santan (5,98%), dan sayuran mentah
5,97%.
Terkhusus pada sayur dan buah, berdasarkan Pedoman Gizi
Seimbang (PGS) tahun 2014 yang diterbitkan oleh Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia, orang Indonesia dianjurkan konsumsi
sayuran dan buah-buahan 300-400 gram/orang/hari untuk anak balita
dan anak usia sekolah, dan 400-600 gram/orang/hari untuk remaja dan
dewasa. Sekitar 2/3 dari jumlah sayuran dan buah-buahan tersebut
adalah porsi sayur (Kemenkes RI, 2013).
2.5 Indeks Massa Tubuh (IMT)
2.5.1 Pengertian Indeks Massa Tubuh (IMT)
Indeks Massa Tubuh (IMT) dihitung sebagai berat badan dalam
kilogram (kg) dibagi tinggi badan dalam meter dikuadratkan (m2) dan
tidak terikat pada jenis kelamin. IMT secara signifikan berhubungan
dengan kadar lemak tubuh total sehingga dapat dengan mudah
mewakili kadar lemak tubuh. Penggunaan IMT hanya berlaku untuk
orang dewasa yang berusia 18 tahun ke atas, IMT tidak diterapkan
pada bayi, anak, remaja, ibu hamil, dan olahragawan.
Disamping itu pula IMT tidak dapat diterapkan dalam keadaan
khusus (penyakit) lainnya seperti edema, asites dan hepatomegali.
22
Menurut rumus metrik: (CDC,2009)
Berat Badan (Kg)
IMT= ------------------------
[ Tinggi badan (m) ]2
Gambar 2.5.1 Rumus Indeks Massa Tubuh (IMT)
Atau menurut rumus Inggris:
IMT= Berat badan (lb)/ [Tinggi badan (in)]2 x 703
Tabel 2.5.1KlasifikasiIMT (WHO, Western Asia Pasifik)
Secara umum, IMT 25 ke atas membawa arti pada obesitas.
Standar baru untuk IMT telah dipublikasikan pada tahun 1998
mengklasifikasikan BMI di bawah 18,5 sebagai sangat kurus atau
underwegiht, IMT melebihi 23 sebagai berat badan lebih atau
overweight, dan IMT melebihi 25 sebagai obesitas. IMT yang ideal
bagi orang dewasa adalah diantara 18,5 sehingga 22,9. Obesitas
dikategorikan pada tiga tingkat: tingkat I (25-29,9), tingkat II (>30).
2.5.2 Faktor-faktor yang berhubungan dengan Indeks Massa Tubuh
(IMT)
Ada beberapa faktor yang bisa mempengaruhi IMT, yaitu (Asil
dkk, 2014)
23
a. Usia
Prevalensi obesitas meningkat secara terus menerus dari usia 20-60
tahun. Setelah usia 60 tahun, angka obesitas mulai menurun
b. Jenis Kelamin
Pria lebih banyak mengalami overweight dibandingkan wanita.
Distribusi lemak tubuh juga berbeda pada pria dan wanita, pria
cenderung mengalami obesitas visceral dibandingkan wanita.
c. Genetik
Beberapa studi membuktikan bahwa faktor genetik dapat
memengaruhi berat badan seseorang. Penelitian menunjukkan
bahwa orangtua obesitas menghasilkan proporsi tertinggi anak-
anak obesitas.
d. Pola Makan
Pola makan yang dapat diamati meliputi frekuensi makan, waktu
makan dan tingkat konsumsi. Tingkat konsumsi termasuk asupan
zat gizi makro, asupan serat, asupan sarapan pagi, pola konsumsi
fast food, pola konsumsi makanan/minuman manis.
e. Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik mencermikan gerakan tubuh yang disebabkan oleh
kontraksi otot menghasilkan energy ekspenditur. Bermain bola,
berjalan kaki,naik-turun tangga merupakan aktvitas fisik yang baik
untuk dilakukan. Aktivitas fisik yang berdasarkan gaya hidup
cenderung lebih berhasil menurunkan berat badan dalam jangka
panjang dibandingkan dengan program latihan yang terstruktur
(Sugondo, 2010).
24
2.6. Hubungan antara Konsumsi Serat dengan Pola Defekasi
Konsumsi serat yang adekuat dapat menurunkan resiko konstipasi dengan cara
memperlambat meningkatkan waktu transit dan memperbesar massa feses
sehingga proses defekasi dapat berjalan lancar. Peningkatan konsumsi
makanan berserat meurunkan waktu transit materi feses melalui kolon,
meningkatkan frekuensi defekasi, pola defekasi menjadi teratur, dan
mengurangi kerasnya feses. Serat tidak larut air yang lewat melalui saluran
pencernaan dapat membuat feses lebih lunak dan banyak. Utamanya pada
serat yang ditemukan pada produk biji-bijian utuh sangat membantu
menyembuhkan dan mencegah konstipasi (Clifford et al, 2015).
2.7. Hubungan antara Konsumsi Serat dengan Indeks Massa Tubuh (IMT)
Serat dapat menurunkan resiko overweight dengan cara memperlambat
pengosongan lambung sehingga rasa kenyang menjadi lebih panjang (Beck,
2011) serta menurunkan kadar kolesterol serum dengan cara meningkatkan
ekskresi garam empedu dan kolesterol serta menghambat sintesis asam
lemak.Serat kental dapat menurunkan tingkat kolesterol darah terutama
kolesterol LDL (Slavin & Jacobs, 2010). Telah dilaporkan bahwa efek
peningkatan asupan serat lebih mengesankan pada individu obesitas.Pada
kelompok ini disimpulkan bahwa peningkatan rata-rata asupan serat dari 15
gram/hari menjadi 25-30 gram/hari membantu mengurangi prevalensi obesitas
(Slavin J, 2005).
25
BAB 3
KERANGKA KONSEPTUAL &HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Teori
Berdasarkan teori yang dikemukakan di atas, maka disusunlah pola variabel
sebagai berikut.
Gambar 3.1 Kerangka Teori Pola Defekasi dan Indeks Massa Tubuh (IMT)
POLA DEFEKASI
TERGANGGU
(KONSTIPASI)
Umur
Stres
Kurangnya
asupan serat
Kurangnya
aktivitas fisik
Asupan kalori
rendah
Konsumsi
obat-obatan
Kehamilan Hiperkalsemia
Idiopatik
Kurang asupan
cairan
Hipertiroidisme
Jenis kelamin
Kelainan
saluran cerna
Tingkat
pengetahuan
serat
IMT LEBIH
(OVERWEIGHT)
Genetik
Pola Makan
26
3.2 Kerangka Konsep
Berdasarkan konsep pemikiran yang dikemukakan, maka disusunlah
pola variabel sebagai berikut.
Variabel independen
Variabel dependen
Gambar 3.2 Kerangka Konsep dan Variabel
3.3 Definisi Operasional
3.3.1 Pengetahuan
Defenisi :Kemampuan responden dalam menjawab pertanyaan
mengenai serat yaitu: jenis serat, sumber serat, angka
kecukupan serat per hari, manfaat serat, dan dampak
kurang serat.
Alat ukur : Kuesioner
Cara ukur : Dengan mengolah data yang telah diisi mahasiswa.
Hasil ukur : - Kurang, apabila skor tingkat pengetahuan responden
<40% dari jawaban yang benar.
- Sedang, apabila skor tingkat pengetahuan
responden 40-70% dari jawaban yang benar.
- Baik, apabila skor tingkat pengetahuan responden
>70% dari jawaban yang benar.
Konsumsi Serat
Pengetahuan Serat Pola Defekasi
IMT
27
Skala : Ordinal
3.3.2 Konsumsi Serat
Defenisi : Rata-rata jumlah serat yang dikonsumsi dalam sehari
oleh individu dalam satuan gram.
Alat ukur : Food record yang dibagikan kepada mahasiswa.
Cara ukur : Dengan mengolah data yang telah diisi mahasiswa.
Hasil ukur : - Kurang dari rata-rata nasional, apabila konsumsi
serat <10,5 gram/hari.
- Di atas rata-rata nasional, apabila konsumsi serat
>10,5 gram/hari
Skala : Ordinal
3.3.3 Pola Defekasi
Defenisi : Pola defekasi dikatakan terganggu atau konstipasi
apabila terdapat dua atau lebih kriteria: (1) frekuensi
defekasi <3 kali per minggu; (2) mengejan; (3) tinja
yang menggumpal atau keras; (4) perasaan tidak selesai
setelah defekasi; (5) sensasi obstruksi atau tersumbat
pada anorektal, dan (6) pengeluaran secara manual
untuk memfasilitasi defekasi.
Alat ukur : Kuesioner
Cara ukur : Dengan mengolah data yang telah diisi mahasiswa.
Hasil ukur : - Konstipasi, apabila memenuhi 2 atau lebih kriteria
28
- Tidak konstipasi, apabila memenuhi kurang dari 2
kriteria
Skala : Ordinal
3.3.4 Indeks Massa Tubuh (IMT)
Defenisi : Indeks massa tubuh (IMT) adalah nilai yang diambil
dari perhitungan antara berat badan (BB) dan tinggi
badan (TB) seseorang.
Alat ukur : Tabel Klasifikasi IMT
Tabel 3.3.4 Klasifikasi Indeks Massa Tubuh (IMT)
Cara ukur : Dengan mengolah data yang telah diisi mahasiswa.
Hasil ukur :- Overweight apabila IMT >23
- Tidak overweight apabila IMT <23
3.4 Hipotesis Penelitian
3.4.1 Hipotesis Null
a. Tidak terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan serat
dengan konsumsi serat.
29
b. Tidak terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan serat
dengan pola defekasi.
c. Tidak terdapat hubungan antara konsumsi serat dengan pola
defekasi.
d. Tidak terdapat hubungan antara konsumsi serat dengan
Indeks Massa Tubuh (IMT).
3.4.2 Hipotesis Alternatif
a. Terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan serat dengan
konsumsi serat.
b. Terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan serat dengan
pola defekasi.
c. Terdapat hubungan antara konsumsi serat dengan pola
defekasi.
d. Terdapat hubungan antara konsumsi serat dengan Indeks
Massa Tubuh (IMT).
30
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1 Tipe dan Desain Penelitian
Tipe penelitian yang digunakan adalah analitik, dan desain penelitian yang
digunakan adalah cross sectional, yaitu peneliti mencari asosiasi antara
variabel pengaruh terhadap variabel efek, dengan menggunakan data primer
yang diperoleh dengan menggunakan lembar isian. Studi cross sectional
mencakup semua jenis penelitian yang pengukuran variabel-variabelnya
dilakukan hanya satu kali.
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
pada bulan Novemer 2017.
4.3 Populasi dan Sampel
4.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin.
4.3.2 Sampel
Sampel diambil dengan menggunakan teknikpurposive sampling
dengan jumlah 200 orang yang terdiri dari 100 mahasiswa semester 1
dan 100 mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
semester 7 yang memenuhi kriteria seleksi dan terpilih sebagai subjek
penelitian.
31
4.4 Kriteria Seleksi
4.4.1 Kriteria Inklusi
Sampel dalam penelitian ini adalah mahasiswa semester 1 dan 7
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin yang bersedia
berpartisipasi dalam penelitian.
4.4.2 Kriteria Eksklusi
Mahasiswa yang memiliki faktor resiko lain selain konsumsi serat.
4.4.3 Kriteria Drop Out
Mahasiswa yang tidak mengisi kuesioner secara lengkap dan yang
mengundurkan dari dari penelitian ini.
4.5 Teknik Pengambilan dan Besar Sampel
Metode pengambilan sampel dilakukan secara proportionate stratified random
sampling, dimana semua subjek yang datang berurutan dan memenuhi kriteria
pemilihan dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah subjek yang
diperlukan terpenuhi.
Sampel yang digunakan sebanyak 200 orang yang terdiri dari 100 orang
mahasiswa semester I dan 100 orang mahasiswa semester 7.Dari 100 orang
tersebut, terdiri dari 50 mahasiswa laki-laki dan 50 mahasiswa perempuan.
4.6 Analisis Data
4.6.1 Analisis Univariat
Analisis univariat digunakan untuk mengetahui angka kejadian
konstipasi responden.
Rumus persentase:
x 100%
32
4.6.2 Analisis Bivariat
Analisis bivariat bertujuan untuk melihat hubungan dari variabel
bebas yaitu konsumsi serat dan frekuensi olahraga dengan kejadian
konstipasi mahasiswa yang masing-masing skala kategorik dengan
menggunakan uji Chi Square untuk meneliti hipotesis.
Gambar 4.6.2 Rumus Chi-Square
∑( )
Keterangan:
O: frekuensi yang didapatkan dari pengamatan.
E: frekuensi yang diharapkan.
Dasar pengambilan keputusan adanya hubungan tersebut
berdasarkan tingkat kesalahan (α) = 0,05, dengan penafsiran signifikansi
(nilai p) yaitu: a. Jika nilai p > 0,05 maka tidak ada hubungan. b. Jika nilai
p < 0,05 maka ada hubungan. Kemudian untuk memperoleh kejelasan
tentang dinamika hubungan antara faktor risiko dan faktor efek dilihat
melalui nilai odd ratio (OR).
Prinsip uji Chi-Square:
a. Merupakan analisis data kategorik.
b. Data dalam bentuk frekuensi (bukan proporsi/persentase).
c. Menghitung besar perbedaan antara nilai pengamatan (observed
frequencies) dengan nilai harapan (expected frequencies).
d. Syarat: besar sampel cukup. Expected frequencies< 1 dan banyaknya sel
dengan expected frequency< 5 tidak lebih dari 20% dari banyak sel
seluruhnya.
33
Bila syarat uji Chi Square tidak terpenuhi, maka akan digunakan uji
Fisher’s Exact Test.
4.7 Manajemen Penelitian
4.7.1 Tahap Persiapan
Pada tahap persiapan penelitian, tim peneliti akan memenuhi
administrasi untuk melakukan penelitian di Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin.
4.7.2 Tahap Pelaksanaan
Pelaksanaan penelitian ini dilakukan dengan langkah sebagai berikut:
1. Peneliti membagikan kuisioner sesuai dengan batasan yang
diinginkan di Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin yang
mana kriterianya antara lain mahasiswa Semester I dan VII yang
bersedia berpartisipasi dalam penelitian.
2. Peneliti melakukan pengolahan dan penyajian data hasil
penelitian.
3. Penarikan kesimpulan dari penelitian.
4.7.3 Pengumpulan Data
Data dari penelitian ini diperoleh dengan pengumpulan data primer
yaitu dengan membagikan kuesioner untuk diisi oleh mahasiswa
kedokteran FK Unhas dan diseleksi sesuai kriteria.Kemudian
melakukan pengamatan terhadap data kuisioner yang telah
dikumpulkan dan mengolah data.
34
4.7.4 Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program Microsoft
Excel dan aplikasi SPSS.
4.7.5 Penyajian Data
Data yang telah diolah akan disajikan dalam bentuk tabel yang
dilengkapi dengan penjelasan serta disusun dan dikelompokkan sesuai
dengan tujuan penelitian.
4.9 Etika Penelitian
Dalam melakukan penelitian, peneliti menggunakan permohonan izin kepada
institusi tempat pengambilan sampel. Kemudian peneliti melakukan penelitian
dengan menekankan masalah etik yaitu:
Tanpa nama (Anomity) yaitu untuk menjaga kerahasian, peneliti tidak akan
mencantumkan nama pasien. Berusaha menjaga kerahasiaan identitas subjek
yang terdapat pada penelitian, sehingga diharapkan tidak ada pihak yang
merasa dirugikan atas penelitian yang dilakukan.
35
4.10 Alur Penelitian
Gambar 4.10 Alur Penelitian
Rumusan
Masalah
Landasan
Teori
Rumusan
Hipotesis
Populasi
Pengembangan
Instrumen
Pengujian
Instrumen
Sampel
Pengumpulan
Data Analisis Data
Simpulan dan
Saran
Kriteria Inklusi
dan Eksklusi
36
4.11 Anggaran Biaya dan Jadwal Kegiatan
Anggaran Biaya:
Tabel 4.11.1 Anggaran Biaya Penelitian
Jenis Pengeluaran
Jumlah
(satuan)
Harga
Jumlah
Biaya
Pembuatan proposal dan
penelusuran pustaka
a. Fotokopi proposal
b. Kelengkapan berkas lainnya
3
1
Rp 7.000,-
Rp 50.000,-
Rp 21.000,-
Rp 50.000,-
Pengurusan izin penelitian
a. Fotokopi kelengkapan izin
untuk komisi etik
b. Biaya pengurusan etik
penelitian
5
1
Rp 4.400,-
Rp 75.000,-
Rp 22.000,-
Rp 75.000,-
Pelaksanaaan kegiatan
a. Alat tulis
b. Kuesioner
1
200
Rp 10.000,-
Rp 200.000,-
Rp 10.000,-
Rp 200.000,-
Pengolahan data dan
pembuatan laporan
a. Fotokopi hasil penelitian
b. Fotokopi skripsi
c. Jilid skripsi
3
3
3
Rp 7.000,-
Rp 21.000,-
Rp 20.000,-
Rp 21.000,-
Rp 63.000,-
Rp 60.000,-
Lain-Lain
Biaya tidak terduga
Rp 300.000,-
37
Total Rp 822.000,-
Jadwal Kegiatan:
Tabel 4.11.2 Jadwal Kegiatan Penelitian
NO NAMA KEGIATAN OKTOBER NOVEMBER DESEMBER
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 TAHAP
PERSIAPAN
Pembuatan dan
pengajuan
permohonan
bimbingan
Diskusi dengan
dosen pembimbing
Pembuatan dan
pengesahan proposal
penelitian
Pengajuan proposal
penelitian
Pembuatan
kelengkapan
perizinan
2 TAHAP
PELAKSANAAN
Pembagian kuesioner
Diskusi dengan
pembimbing
Analisis data
3 TAHAP
PELAPORAN
Penyusunan
rancangan (draft)
laporan penelitian
38
Diskusi dengan
pembimbing
Pencetakan,
pengesahan dan
penggandaan
laporan hasil
Penelitian
Penyetoran laporan
hasil penelitian
Presentasi dan
Publikasi laporan
hasil penelitian
39
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS HASIL PENELITIAN
5.1. Analisis Univariat
1. Gambaran Pola Defekasi
Tabel Angka Kejadian Konstipasi pada Mahasiswa Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin
Tabel 5.1.1.1 Sumber: Data Primer, 2017
Pola Defekasi n %
Konstipasi 98 49
Tidak Konstipasi 102 51
Total 200 100
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa dari 200 mahasiswa,
yang termasuk kategori konstipasi sebanyak 98 mahasiswa (49%) dan
yang termasuk kategori tidak konstipasi sebanyak 102 mahasiswa (51 %).
40
Tabel Gambaran Pola Defekasi pada Mahasiswa Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin
Tabel 5.1.1.2 Sumber: Data Primer, 2017
Kriteria Konstipasi Tidak
Konstipasi
Total %
Frekuensi defekasi <3x
seminggu 39 5 44 13,7
Mengejan saat defekasi 58 22 80 24,9
Tinja menggumpal atau
keras 55 4 59 18,4
Perasaan tidak selesai
setelah defekasi 45 5 50 15,6
Sensasi obstruksi atau
tersumbat pada
anorektal 27 0 27 8,4
Pengeluaran tinja secara
manual 48 13 61 19
Total Keluhan 272 49 321 100
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa dari 200 mahasiswa,
terdapat 321 kasus gangguan pola defekasi baik yang mengalami
konstipasi maupun tidak mengalami konstipasi. Sebanyak 44 mahasiswa
(13,7%) mempunyai frekuensi defekasi kurang dari 3 kali seminggu, 80
mahasiswa (24,9%) melakukan usaha mengejan saat defekasi, 59
mahasiswa (18,4%) mempunyai tinja menggumpal atau keras saat
defekasi, 50 mahasiswa (15,6%) merasa tidak selesai setelah defekasi, 27
mahasiswa (8,4%) mengalami sensasi obstruksi atau sumbatan pada
anorektal dan 61 mahasiswa (19%) melakukan pengeluaran tinja secara
manual saat defekasi.
Dari 102 mahasiswa yang tidak mengalami konstipasi, sebanyak 49
mahasiswa (48%) yang mengalami gangguan defekasi, memenuhi 1 dari
41
kriteria dan 53 mahasiswa (62%) yang mempunyai pola defekasi normal.
2. Distribusi Tingkat Pengetahuan Serat
Tabel Distribusi Tingkat Pengetahuan Serat pada Mahasiswa
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
Tabel 5.1.2 Sumber: Data Primer, 2017
Tingkat Pengetahuan Serat n %
Kurang 126 63
Sedang 73 36,5
Baik 1 0,5
Total 200 100
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa dari 200 mahasiswa, yang
memiliki tingkat pengetahuan serat yang kurang 126 mahasiswa
(63%),tingkat pengetahuan sedang 73 mahasiswa (36,5%), dan tingkat
pengetahuan baik sebanyak 1 mahasiswa (0,5 %).
3. Distribusi Konsumsi Serat
Tabel Distribusi Konsumsi Serat pada Mahasiswa Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin
Tabel 5.1.3 Sumber: Data Primer, 2017
Konsumsi Serat n %
Kurang dari rata-rata 179 89,5
Diatas rata-rata 21 10,5
Total 200 100
42
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa dari 200 mahasiswa,
yang termasuk kategori konsumsi makanan berserat kurang sebanyak 179
mahasiswa (89,5%)dan yang termasuk kategori pola makanan berserat
cukup sebanyak 21 mahasiswa (10,5%).
4. Distribusi Indeks Massa Tubuh (IMT)
Tabel Distribusi Indeks Massa Tubuh (IMT) pada Mahasiswa
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
Tabel 5.1.4 Sumber: Data Primer, 2017
Indeks Massa Tubuh (IMT) n %
Overweight 77 38.5
Tidak Overweight 123 61.5
Total 200 100
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa dari 200 mahasiswa,
yang termasuk kategori overweight sebanyak 77 mahasiswa (38,5%) dan
yang termasuk kategori tidak overweight sebanyak 123 mahasiswa
(61,5%).
43
5.2. Analisis Bivariat
1.Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Konsumsi Serat
Tabel Hubungan Tingkat Pengetahuandengan Konsumsi Serat
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
Tabel 5.2.1 Sumber: Data Primer, 2017
Tingkat
Pengetahuan
Serat
Konsumsi Serat
Total p-value Kurang
dari rata-
rata
Diatas
rata-rata
Kurang 114 12 126
0,777
90,5% 9,5% 100%
Sedang 64 9 73
87,7% 12,3% 100%
Baik 1 0 1
100% 0% 100%
Total 179 21 200
89,5% 10,5% 100%
Berdasarkan tabel 5.2.1 menunjukkan bahwa dari 126 mahasiswa
dengan tingkat pengetahuan serat kurang, sebanyak 114 mahasiswa
(90,5%) mempunyai konsumsi serat kurang dari rata-rata dan 12
mahasiswa (9,5%) mempunyai konsumsi serat diatas rata-rata. Sedangkan
dari 73 mahasiswa dengan tingat pengetahuan serat sedang, sebanyak 64
mahasiswa (87,7%) mempunyai konsumsi serat kurangdari rata-rata dan 9
mahasiswa (12,3%) mempunyai konsumsi serat diatas rata-rata. Dan hanya
ada satu mahasiswa yang memiliki tingkat pengetahuan serat baik dan
memiliki konsumsi serat kurang dari rata-rata.
Hasil analisa statistic Fisher’s Exact Testmenunjukkan tidak terdapat
hubungan antara tingkat pengetahuan dengan konsumsi serat pada
mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, dimana p-
value>0,05 yaitu 0,777.
44
2.Hubungan Tingkat Pengetahuan Serat dengan Pola Defekasi
Tabel Hubungan Tingkat Pengetahuan Serat dengan Pola Defekasi
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
Tabel 5.2.2Sumber: Data Primer, 2017
Tingkat
Pengetahuan
Serat
Pola Defekasi
Total p-value Tidak
Konstipasi Konstipasi
Kurang 53 73 126
0,003
42,1% 57,9% 100%
Sedang 48 25 73
65,7% 34,3% 100%
Baik 1 0 1
100% 0% 100%
Total 102 98 200
51% 49% 100%
Berdasarkan tabel 5.2.2 menunjukkan bahwa dari 126 mahasiswa
dengan tingkat pengetahuan serat kurang, sebanyak 73 mahasiswa (57,9%)
menderita konstipasi dan 53 mahasiswa (42,1%) tidak menderita
konstipasi. Sedangkan dari 73 mahasiswa dengan tingat pengetahuan serat
sedang, sebanyak 25 mahasiswa (34,3%) yang menderita konstipasi dan 48
mahasiswa (65,7%) yang tidak menderita konstipasi. Dan hanya ada satu
mahasiswa yang memiliki tingkat pengetahuan serat baik dan tidak
menderita konstipasi.
Hasil analisa statistic Fisher’s Exact Testmenunjukkan terdapat
hubungan antara tingkat pengetahuan serat dengan gangguan pola defekasi
konstipasi pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin,
dimana p-value <0,05 yaitu 0,003.
45
3. Hubungan Konsumsi Serat dengan Pola Defekasi
Tabel Hubungan Konsumsi Serat dengan Pola Defekasi Mahasiswa
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
Tabel 5.2.3Sumber: Data Primer, 2017
Konsumsi Serat
Pola Defekasi
Total p-value Tidak
Konstipasi Konstipasi
Kurang 90 89 179
0,552
50,3% 49,7% 100%
Cukup 12 9 21
57,1% 42,9% 100%
Total 102 98 200
51% 49% 100%
Berdasarkan tabel 5.2.2 menunjukkan bahwa dari 179 mahasiswa
dengan konsumsi makanan berserat kurang, sebanyak 89 mahasiswa
(49,7%) menderita konstipasi dan 90 mahasiswa (50,3%) tidak menderita
konstipasi. Sedangkan dari 21 mahasiswa dengan konsumsi makanan
berserat cukup, sebanyak 9 mahasiswa (42,9%) yang menderita konstipasi
dan 12 mahasiswa (57,1%) yang tidak menderita konstipasi.
Hasil analisa statistic Fisher’s Exact Test menunjukkan tidak terdapat
hubungan antara tingkat pengetahuan serat dengan gangguan pola defekasi
konstipasi pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin,
dimana p-value >0,05 yaitu 0,552.
46
4. Hubungan Konsumsi Serat dengan Indeks Massa Tubuh (IMT)
Tabel Hubungan Konsumsi Serat dengan Indeks Massa Tubuh
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
Tabel 5.2.4Sumber: Data Primer, 2017
Konsumsi Serat
IMT
Total p-value Tidak
Overweight Overweight
Kurang 104 75 179
0,004
58,1% 41,9% 100%
Cukup 19 2 21
90,5% 0,5% 100%
Total 123 77 200
61,5% 38,5% 100%
Berdasarkan tabel 5.2.3 menunjukkan bahwa dari 179 mahasiswa
dengan pola makanan berserat kurang, sebanyak 75 mahasiswa (41,9%)
menderita konstipasi dan 104 mahasiswa (58,1%) tidak menderita
konstipasi. Sedangkan dari 21 mahasiswa dengan pola makanan berserat
cukup, sebanyak 2 mahasiswa (0,5%) yang menderita konstipasi dan 19
mahasiswa (90,5%) yang tidak menderita konstipasi.
Hasil analisa statistic Fisher’s Exact Test menunjukkan terdapat
hubungankonsumsi serat dengan gangguan pola defekasi konstipasi pada
mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, dimana p-
value<0.05 yaitu 0,004.
47
BAB 6
PEMBAHASAN
6.1 Hubungan antara Tingkat Pengetahuan Serat dengan Konsumsi Serat
Pada penelitian ini, tidak terdapat hubungan bermakna antara tingkat
pengetahuan serat dan konsumsi serat dimana hasil ini berbeda dengan hasil
penelitian Rachmi (2007) dimana salah satu faktor yang menyebabkan
seseorang kekurangan asupan serat ialah pengetahuan yang kurang. Tingkat
pengetahuan yang rendah akan dapat mempengaruhi pola makan sehingga
menyebabkan kurangnya konsumsi serat, sehingga seseorang dengan tingkat
pengetahuan gizi yang baik akan menerapkan pola konsumsi makan yang
sehat sehingga dapat menghindarkannya dari kurang asupan serat.
Pada peneletian ini, peneliti mendapatkan bahwa tingkat pengetahuan
mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin sebagian besar masih
kurang (63%), sedang (36,5%) dan baik (0,5%). Apabila dirata-ratakan maka
pengetahuan rata-rata hanya 32,2%, dimana skor mahasiswa semester I adalah
27,8% dan semester 7 adalah 36,67%. Sebanyak 89,5% mahasiswa
mempunyai konsumsi serat dibawah rata-rata nasional dan 100% mahasiswa
mempunyai konsumsi serat dibawah AKG dengan rata-rata konsumsi serat
6,16 g/hari.
Hal ini menunjukkan bahwa meski mempunyai tingkat pengetahuan
yang baik ataupun sedang, ternyata mahasiswa Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin masih belum menerapkannya dan mempunyai tingkat
konsumsi serat yang rendah. Beberapa faktor yang menyebabkan kurangnya
konsumsi serat mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
antara lain kurangnya minat atau selera terhadap makanan berserat tinggi
48
seperti sayur dan buah, tidak ada waktu untuk mengolah makanan tersebut
atau tidak mengingat, sulit mendapatkan, dan harga sayur atau buah yang
mahal.
6.2 Hubungan antara Tingkat Pengetahuan Serat dengan Pola Defekasi
Pada penelitian ini terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan serat
dan pola defekasi. Mahasiswa kedokteran dianggap mempunyai tingkat
pengetahuan gizi yang baik dan memahami pentingnya konsumsi makanan
yang dapat membuatnya terhindar dari gangguan kesehatan, seperti konstipasi.
Namun kenyataannya angka kejadian konstipasi pada mahasiswa kedokteran
di Indonesia cukup tinggi, dapat dilihat dari presentase hasil penelitian
terhadap mahasiswa kedokteran yang mengalami konstipasi Universitas Islam
Bandung 2016 (85,87%), Universitas Sumatera Utara (75,8%) dan resiko
mengalami konstipasi Universitas Andalas 2012 (92,98%).
Pada peneletian ini, peneliti mendapatkan bahwa tingkat pengetahuan
mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin sebagian besar masih
kurang (dimana skor tingkat pengetahuan rata-rata hanya 32,2%, dimana skor
tingkat pengetahuan rata-rata mahasiswa semester I adalah 27,8% dan
semester 7 adalah 36,67%. Hubungan ini merupakan hubungan yang negatif
dimana semakin rendah tingkat pengetahuan mahasiswa, semakin tinggi
keluhan pola defekasi yang dialami seperti konstipasi. Angka kejadian
konstipasi adalah 49% dan dari mahasiswa yang tidak mengalami konstipasi
tetapi masih mempunyai gangguan pola defekasi sebanyak 24,5% dan hanya
sebesar 26,5% mahasiswa yang memiliki pola defekasi normal.
49
6.3 Hubungan antara Konsumsi Serat dengan Pola Defekasi
Pada penelitian ini tidak didapatkan hubungan antara konsumsi serat
dengan pola defekasi. Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan
oleh Indah Paradifa Sari, dimana hasil analisis bivariat menunjukkan tidak
adanya hubungan yang bermakna antara konsumsi serat terhadap pola defekasi
pada mahasiswi Fakultas Kedokteran Unand Angkatan 2012 (Sari I. P., 2016).
Namun berbeda dengan penelitian Sari (2011) dan Oktaviana (2013) dimana
konsumsi serat rendah berpengaruh terhadap pola defekasi yaitu konstipasi.
Hal ini dapat terjadi karena perbedaan cara pengolahan makanan yang menjadi
sumber serat.
Menurut Uliyah dan Ahmad (2008), makanan yang memiliki
kandungan serat tinggi dapat membantu percepatan defekasi namun jumlah
serat dan jenis serat juga sangat berperan dimana erat dapat mencegah dan
mengurangi konstipasi karena dapat menyerap air ketika melewati saluran
pencernaan sehingga meningkatkan ukuran feses, namun jika asupan air
kurang, konstipasi dapat terjadi.
Anjuran kebutuhan serat yang ditetapkan bertujuan untuk mencegah
terjadinya penyakit-penyakit degeneratif. United State Food Dietary Analysis
menyatakan anjuran untuk total dietary fiber adalah 25g 2000kalori atau 30g
2500kalori. Menurut Depkes Republik Indonesia, rata-rata konsumsi serat
penduduk Indonesia secara umum yaitu 10.5 g/hari (Depkes RI, 2008). Nilai
ini hanya mencapai setengah dari kecukupan serat yang dianjurkan.
Sedangkan pada penelitian ini didapatkan rata-rata konsumsi serat pada
mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin yaitu 6,16 g/hari
dengan presentase sebanyak 89,5% mahasiswa mempunyai konsumsi serat
50
dibawah rata-rata nasional. Angka kejadian konstipasi adalah 49% dan dari
mahasiswa yang tidak mengalami konstipasi tetapi masih mempunyai
gangguan pola defekasi sebanyak 24,5% dan hanya sebesar 26,5% mahasiswa
yang memiliki pola defekasi normal. Hal ini menunjukkan meskipun konsumsi
serat rendah, terdapat mahasiswa tidak mengalami konstipasi namun memiliki
resiko untuk mengalami gangguan defekasi.
6.4 Hubungan Antara Konsumsi Serat dengan Indeks Massa Tubuh (IMT)
Pada penelitian ini tidak terdapat hubungan bermakna antara tingkat
pengetahuan serat dan konsumsi serat dimana hasil ini berbeda dengan hasil
penelitian Baiti (2015) dimana asupan serat tidak memiliki hubungan yang
bermakna terhadap status gizi seseorang, dan juga penelitian Rusmiyati (2013)
menunjukkan tidak ada hubungan antara konsumsi serat terhadap kejadian
obesitas.
Salah satu faktor utama penyebab overweight dan obesitas selain usia,
jenis kelamin, genetik, aktivitas fisik, dan perubahan gaya hidup adalah pola
makan (Makaryani, 2013). Pola makan yang dapat diamati meliputi frekuensi
makan, waktu makan dan tingkat konsumsi asupan zat gizi makro dan asupan
serat. Serat dapat menurunkan resiko overweight dengan cara memperlambat
pengosongan lambung sehingga rasa kenyang menjadi lebih panjang dan
menurunkan kadar kolesterol serum dengan cara meningkatkan ekskresi garam
empedu dan kolesterol serta menghambat sintesis asam lemak.
Pada penelitian ini, peneliti mendapatkan bahwa angka penderita
overweight dan obesitas pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin adalah 77 orang atau sekitar 38,5% dari 200 mahasiswa. Angka
51
ini cukup tinggi dan harus menjadi peringatan dimana rerata umur mahasiswa
tersebut masih berkisar 18-21 tahun. Dari 77 mahassiwa tersebut, sebanyak 75
mahasiswa (97,4%) mempunyai konsumsi serat yang kurang.
52
BAB 7
RINGKASAN, KESIMPULAN, DAN SARAN
7.1 Ringkasan
7.1.1 Pola defekasi pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin yangterganggu atau mengalami konstipasi sebanyak 98
mahasiswa (49%).
7.1.2 Distribusi tingkat pengetahuan serat pada mahasiswa Pendidikan
Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin sebagian besar
termasuk pada kategori kurang yaitu sebanyak 126 orang (63%).
7.1.3 Distribusi konsumsi serat pada mahasiswa Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin sebagian besar termasuk pada kategori kurang
yaitu sebanyak 179 mahasiswa (89,5 %).
7.1.4 Distribusi Indeks Massa Tubuh (IMT) pada mahasiswa Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin termasuk kategori overweight
sebanyak 77 mahasiswa (38,5%).
7.2 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari penelitian ini adalah:
7.2.1 Tingkat pengetahuan serat tidak berpengaruh terhadap konsumsi serat
mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin. Hal ini dapat
terjadi karena pengaruh kurangnya penerapan pola konsumsi serat
yang baik tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
7.2.2 Tingkat pengetahuan serat berpengaruh terhadap pola defekasi
mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin dimana
53
semakin baik tingkat pengetahuannya maka pola defekasinya akan
semakin baik.
7.2.3 Konsumsi serat tidak berpengaruh terhadap pola defekasi mahasiswa
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin. Hal ini dapat terjadi
karena faktor resiko lain seperti kebiasaan mahasiswa untuk menahan
keinginan atau menunda buang air besar.
7.2.4 Konsumsi serat berpengaruh terhadap Indeks Massa Tubuh (IMT)
mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin dimana
semakin baik konsumsi seratnya maka IMT-nya normal.
7.3 Saran
7.3.1 Bagi Mahasiswa
Dalam penelitian ini tidak didapatkan mahasiswa yang tercukupi
asupan serat per hari menurut AKG maka disarankan bagi mahasiswa
untuk lebih memperhatikan pola dan jenis makanan yang dikonsumsi
setiap harinya dengan memperbanyak konsumsi buah, sayuran dan
makanan lain yang mengandung banyak serat serta melakukan
aktivitas fisik yang cukup untuk menghindari resiko overweight. Selain
itu, mahasiswa harus lebih memperhatikan pola defekasinya dengan
baik dan menghindari kebiasaan-kebiasaan seperti menahan keinginan
atau menunda buang air besar.
7.3.2 Bagi Peneliti
Peneliti selanjutnya disarankan untuk meneliti dan mempelajari lebih
dalam tentang faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pola defekasi
54
untuk meningkatkan kualitas penelitian ini. Selain itu, sebaiknya
peneliti melakukan validasi terhadap kuesioner dengan mengujikannya
terlebih dahulu tingkat kesulitannya sebelum diberikan kepada sampel
yang akan diteliti.
55
DAFTAR PUSTAKA
Ambarita, E. M. 2014. Hubungan Asupan Serat Makanan dan Air dengan Pola
Defekasi Anak Sekolah Dasar di Kota Bogor. Jurnal Gizi dan Pangan 9(1): 7-
14.
Asil, E et al. 2014. Factors That Affect Body Mass Index of Adults. Pakistan
Journal of Nutrition 13 (5): 255-260
Asian Food Information Centre. Dietary Fiber – An essential Ally in Weight
Management. [Dikutip 15 Desember 2010]. Diunduh dari
http://www.afic.org/WMWS/dietary_fiber.shtml
Baiti, Alfi Nur. 2015. Hubungan Pengetahuan dan Tingkat Konsumsi Serat
dengan Status Gizi Remaja Putri di SMK Batik 2 Surakata. Naskah Publikasi
Ilmu Gizi.
Basson, M. D. 2017. Constipation. Diakses pada Minggu 28 Mei 2017 dari
Medscape: http://emedicine.medscape.com/article/184704-overview.
Beck, Mary E. 2011.Ilmu Gizi Dan Diet Hubungannya Dengan Penyakitpenyakit
untuk Perawat dan Dokter. Yogyakarta: Yayasan Essentia Medica (YEM).
Clifford, J. et al. 2015. Dietary Fiber. Colorado State University Extention.
Hidayat, Alimul, Aziz A. 2006. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi
Konsep dan Proses Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.
Kemenkes RI. Pedoman Gizi Seimbang (Pedoman Teknis bagi Petugas
dalamMemberikan Penyuluhan Gizi Seimbang).Direktorat Jenderal Bina Gizi
dan KIA KKR. Jakarta: Kemenkes RI; 2013.
Kliegman, R. M. 2007. Nelson Textbook of Pediatric 18th Ed. Philadelphia:
Elsevier.
56
Lestiany, L. dan Aisyah.2011. Peran Serat dan Penatalaksanaan Kasus Masalah
Berat Badan. Jakarta: Bagian Ilmu Gizi. Fakultas Kedokteran. Universitas
Indonesia.
Lindberg G, Hamid S, Malfertheiner P, et al. 2010. Constipation: a global
perspective. World Gastrienterology Organization Global Guidelines.
Makaryani, Rina Y. 2013. Hubungan Konsumsi Serat dengan Kejadian
Overweight Pada Remaja Putri SMA Batik 1 Surakarta. Universitas
Muhammadiyah Surakarta : Jawa Tengah.
Rajindrajith S. Devanarayana NM. Mettananda S. Perera P. Jasmin S.
Karunarathna U. 2009. Constipation and functional faecal retention in a group
of school children in a district in Sri Lanka.Srilanka Journal Children Health.
38(2):60-4
Reynolds, J. 2012. Chronic Constipation. In William, & Snape, Pathogenesis of
Functional Bowel Disease: Mechanisms and Management of Chronic
Constipation. US: Springer, hh. 199-221.
Riskesdas. 2013. Laporan hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas). Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI: Jakarta.
Santoso A, Ranti L. 2009. Kesehatan dan Gizi. Jakarta: Rineka Cipta.
Sarah M. Camhi1, George A. Bray1, Claude Bouchard1, Frank L. Greenway1,
William D. Johnson1, et al. 2011. The Relationship of Waist Circumference
and BMI to Visceral, Subcutaneous, and Total Body Fat: Sex and Race
Differences, Obesity.
Sari, SK. 2009.Tingkat Pengetahuan Mahasiswa Fakultas Kedokteran
Universtitas Sumatera Utara tentang Pentingnya Serat Untuk Mencegah
Konstipasi Tahun 2009. Medan: Universitas Sumatera Utara.
57
Setyani, FAR.2012. Dampak Minuman Probiotik dalam Upaya Pencegahan
Konstipasi pada Pasien Infark Miokard di RSPAD Gatot Seobroto Jakarta.
Jakarta: Universitas Indonesia.
Sherwood, L. 2014. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta: EGC.
Slavin J. 2005.Dietary Fiber and Body Weight. Nutrition 21: 411-418.
Slavin, J. and D. R. Jacobs. 2010. Dietary Fiber: All Fibers Are Not Alike. In T.
Wilson, Nutrition and Health: Nutrition Guide for Physician. New York City:
Humana Press: hh. 13-24.
Snell, Richard S. et al. 2012. Anatomi Klinis Berdasarkan Sistem. Jakarta: EGC.
Sugondo, S. 2010. Obesitas dan Diabetes. In: Sudoyo, A. W., Setiyohadi, B.,
Alwi, I.
Tresca, A.J. 2009. Normal Bowel Movement. Available from:
http://ibdcrohns.about.com/od/dailylife/a/normalbm.htm [Accesed 19 April
2010].
Uliyah, M. dan Ahmad, H. 2008. Keterampilan Dasar Praktik Klinik untuk
Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika.
Van Den Berg MM, Benninga MA, Di Lorenzo C. 2007. Epidemiology of
childhood constipation: a systematic review.
Witasari dkk. 2009. Hubungan Tingkat Pengetahuan, Asupan Karbohidrat dan
Serat Dengan Pengendalian Kadar Glukosa Darah Pada Penderita Diabetes
Melitus Tipe 2. Jurnal Penelitian Sains dan Teknologi Vol. 10 No.2.