hubungan riwayat atopik dan masa kerja dengan …/hubung… · hasil penelitian: hasil analisis...
TRANSCRIPT
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
HUBUNGAN RIWAYAT ATOPIK DAN MASA KERJA DENGAN
KEJADIAN DERMATITIS KONTAK IRITAN PADA PEKERJA CUCI
MOTOR DI KECAMATAN JEBRES SURAKARTA
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
Nur Ismi Mustika Febriani
G0009155
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user iii
PERNYATAAN
Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan penulis tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka. Surakarta, 6 Oktober 2012 Nur Ismi Mustika Febriani NIM. G.0009155
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user iv
ABSTRAK
Nur Ismi Mustika Febriani, G0009155, 2012. Hubungan Riwayat Atopik dan Masa Kerja dengan Kejadian Dermatitis Kontak Iritan pada Pekerja Cuci Motor di Kecamatan Jebres Surakarta. Skripsi, Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Latar Belakang: Dermatitis kontak iritan merupakan 80% bentuk dermatosis akibat kerja.Riwayat atopik dan masa kerja merupakan faktor risiko terjadinya dermatitis kontak iritan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan riwayat atopik dan masa kerja dengan kejadian dermatitis kontak iritan pada pekerja cuci motor di Kecamatan Jebres Surakarta. Metode Penelitian: Penelitian ini bersifat observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Subjek penelitian adalah pekerja cuci motor yang berjenis kelamin laki-laki di Kecamatan Jebres Surakarta. Sampel yang digunakan sebanyak 60 orang. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode fixed disesase purposive sampling. Teknik pengumpulan data dengan kuesioner dan foto kasus. Data dianalisis dengan analisis regresi logistik ganda menggunakan program SPSS 17.0 for Windows. Hasil Penelitian: Hasil analisis riwayat atopik menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara riwayat atopik dengan kejadian dermatitis kontak iritan. Pekerja cuci motor yang memiliki riwayat atopik berisiko 8,44 kali lebih besar untuk mengalami dermatitis kontak iritan daripada pekerja cuci motor tanpa riwayat atopik (OR = 8,44; CI 95% 2,203 s/d 32,341). Hasil analisis masa kerja juga menunjukkan hubungan yang signifikan dengan terjadinya dermatitis kontak iritan. Pekerja cuci motor dengan masa kerja 3 tahun memiliki risiko 4,91 kali untuk mengalami dermatitis kontak iritan daripada pekerja yang telah bekerja < 3 tahun (OR = 4,91; CI 95% 1,365 s/d 17,675). Simpulan Penelitian: Terdapat hubungan yang positif antara riwayat atopik dan masa kerja dengan kejadian dermatitis kontak iritan di Kecamatan Jebres Surakarta. Pekerja cuci motor dengan riwayat atopik dan masa kerja 3 tahun akan meningkatkan risiko terjadinya dermatitis kontak iritan. Kata kunci: riwayat atopik, masa kerja, dermatitis kontak iritan, pekerja cuci
motor
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user v
ABSTRACT
Nur Ismi Mustika Febriani, G0009155, 2012. The Relation of Atopic History and Work Period with the Incidence of Irritant Contact Dermatitis on Motorcycle Wash Workers at District of Jebres in Surakarta. Mini thesis, Medical Faculty of Sebelas Maret University, Surakarta. Background: Irritant contact dermatitis is the most common form of occupational skin disease, accounting for up to 80% of all occupational skin disorders. Atopic history and work period are risk factors for irritant contact dermatitis. This study aimed to analyze the relation of atopic history and work period with the incidence of irritant contact dermatitis on motorcycle wash workers at District of Jebres in Surakarta. Method: This study was observational analytics with cross sectional approach. Subjects were male who worked in motorcycle wash at District of Jebres in Surakarta. Samples were 60 workers. This samples were taken by fixed disease purposive sampling. Data were collected by questionaire and digital autograph, then analyzed by multiple logistic regression analysis using SPSS 17.0 for windows. Result : The results of atopic history analysis showed that there was a positive relationship between atopic history and the incidence of irritant contact dermatitis. Motorcycle wash workers who had atopic history would increase the risk to get irritant contact dermatitis 8,44 times than atopic history (OR = 8,44; CI 95% 2,203 s/d 32.341). The results from analysis variable of work period showed significant relationship between work period and the incidence of irritant contact dermatitis. The worker who a greater risk 4,91 times than workers who had worked < 3 years (OR = 4,91; CI 95% 1,365 s/d 17,675). Conclusion : There was a positive relationship between atopic history and work period with the incidence of irritant contact dermatitis on motorcycle wash workers at District of Jebres in Surakarta. The motorcycle wash workers who had atopic histor increase the risk of irritant contact dermatitis. Keywords : irritant contact dermatitis, atopic history, work period, motorcycle
wash workers
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user vi
PRAKATA pujisyukur penulis panjatkan kehadirat
Allah SWT, karena atas rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul Hubungan Riwayat Atopik dan Masa Kerja dengan Kejadian Dermatitis Kontak Iritan pada Pekerja Cuci Motor di Kecamatan Jebres Surakarta. Penelitian ini merupakan salah satu persyaratan dalam menyelesaikan Program Sarjana Pendidikan Dokter di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penulis menyadari bahwa penelitian tugas karya akhir ini tidak akan berhasil tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp.PD-KR-FINASIM selaku Dekan
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Nurrachmat Mulianto, dr., Sp.KK, M.Sc. selaku Pembimbing Utama yang
telah berkenan meluangkan waktu memberikan bimbingan, saran, serta motivasi bagi penulis.
3. Hardjono, Drs., M.Si. selaku Pembimbing Pendamping yang telah menyediakan waktu untuk membimbing hingga terselesainya skripsi ini.
4. M. Eko Irawanto, dr., Sp.KK selaku Penguji Utama yang telah memberikan banyak kritik dan saran dalam penyusunan skripsi ini.
5. Andi Yok Siswosaputro, drg., M.Kes. selaku Penguji Pendamping yang telah memberikan banyak kritik dan saran dalam penyusunan skripsi ini.
6. Annang Giri Moelyo, dr., Sp.A, M.Kes. dan Ibu Muthmainah, dr., M.Kes.selaku Tim Skripsi FK UNS, atas perhatian yang sangat besar sehingga terselesaikannya skripsi ini.
7. Prof. Bhisma Murti, dr. MPH., M.Sc., Ph.D., yang telah berkenan memberikan bimbingan tambahan.
8. Tim Skripsi Perpustakaan FK UNS yang banyak membantu dalam penyelesaian skripsi.
9. Kedua orang tua saya tercinta, Suhardjo, dr. dan Machyurina Tanamas, SE yang senantiasa mendoakan, memberikan dukungan dan nasihat yang menenangkan hingga terselesaikannya skripsi ini.
10. Kakak dan adik-adikku tersayang yang memberikan semangat hingga penelitian ini terselesaikan.
11. Sahabat dekat tersayang, Cindy, Anita, Dhita, Dian, Humaira, serta pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, yang turut membantu terselesaikannya skripsi ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini. Kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan selanjutnya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca.
Surakarta, Oktober 2012
Nur Ismi Mustika Febriani
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user vii
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ......................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL ................................................................................................. ix
DAFTAR BAGAN............................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1
1. Latar Belakang Masalah ................................................................... 1
2. Perumusan Masalah ......................................................................... 3
3. Tujuan Penelitian ............................................................................. 3
4. Manfaat Penelitian .......................................................................... 4
BAB II LANDASAN TEORI ............................................................................ 5
A. Tinjauan Pustaka .............................................................................. 5
1. Dermatitis Kontak Iritan .............................................................. 5
2. Riwayat Atopik ............................................................................ 10
3. Dermatitis Kontak Iritan pada Pekerja Cuci Motor...................... 17
4. Hubungan Riwayat Atopik dan Masa Kerja dengan Dermatitis
Kontak Iritan pada Pekerja Cuci Motor...................................... 18
B. Kerangka Pemikiran......................................................................... 21
C. Hipotesis ......................................................................................... 22
BAB III METODE PENELITIAN....................................................................... 23
A. Jenis Penelitian................................................................................. 23
B. Lokasi Penelitian.............................................................................. 23
C. Subyek Penelitian ............................................................................. 23
D. Besar Sampel .................................................................................... 23
E. Teknik Pengambilan Sampel............................................................ 24
F. Rancangan Penelitian ....................................................................... 25
G. Identifikasi Variabel Penelitian ........................................................ 26
H. Definisi Operasional Variabel Penelitian ......................................... 26
I. Instrumen Penelitian......................................................................... 28
J. Cara Kerja ....................................................................................... 28
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user viii
K. Teknik Analisis Data ..................................................................... 29
BAB IV HASIL PENELITIAN ........................................................................... 30
A. Karakteristik Subyek Penelitian ....................................................... 30
B. Analisis Regresi Logistik Ganda ...................................................... 32
BAB V PEMBAHASAN ................................................................................... 34
A. Dermatitis Kontak Iritan pada Pekerja Cuci Motor......................... 34
B. Hubungan Riwayat Atopik dengan Kejadian Dermatitis Kontak
Iritan................................................................................................. 35
C. Hubungan Masa Kerja dengan Kejadian Dermatitis Kontak
Iritan................................................................................................. 37
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 39
A. Simpulan .......................................................................................... 39
B. Saran ................................................................................................. 39
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 40
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user ix
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1. Distribusi Sampel Berdasarkan Umur........................................... 30
Tabel 4.2. Distribusi Sampel Berdasarkan Masa Kerja.................................. 31
Tabel 4.3. Distribusi Sampel Berdasarkan Riwayat Atopik ........................... 32
Tabel 4.4. Hasil Analisis Regresi Logistik Ganda .......................................... 33
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user x
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 Skema Kerangka Pemikiran 21
Bagan 3.1 Skema Rancangan Penelitian 25
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.Surat Ijin Penelitian dari Fakultas Kedokteran
Lampiran 2. Identitas Sampel dan Informed Consent
Lampiran 3. Kuesioner Penelitian
Lampiran 4. Data Responden Penelitian
Lampiran 5. Hasil Analisis Data Penelitian
Lampiran 6. Foto Kasus
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dermatitis kontak adalah kondisi peradangan pada kulit yang
disebabkan oleh faktor eksternal berupa substansi yang berinteraksi dengan
kulit (National Occupational Health and Safety Commision, 2006). Dermatitis
kontak berdasarkan penyebabnya dapat diklasifikasikan menjadi dermatitis
kontak iritan (DKI) dan dermatitis kontak alergi (DKA). Dermatitis kontak
iritan terjadi akibat terpajan bahan kimia serta faktor mekanik seperti gesekan,
trauma, dan tekanan, sedangkan DKA merupakan respon hipersensitivitas
terhadap alergen sehingga menimbulkan peradangan pada kulit. Dermatitis
kontak iritan merupakan 80% bentuk dermatosis akibat kerja (Wolff et al.,
2008). Prevalensi DKI akibat kerja di Australia mencapai 44% (Cahill et al.,
2012). Sedangkan di Surabaya, prevalensi DKI sebesar 67,7% (Savitri dan hari,
2001). Sebuah penelitian pada pabrik pengolahan aki bekas di Semarang
menyebutkan bahwa sebesar 75% pekerja menderita DKI (Octovanni, 2009).
Salah satu faktor risiko terjadinya DKI adalah pekerjaan basah karena
kulit sering kontak dengan air, deterjen, dan sabun sehingga kulit menjadi
kering (Visser et al., 2011). Kuantitas paparan zat iritan pada kulit berpengaruh
terhadap timbulnya DKI. Semakin sering kulit kontak dengan zat-zat iritan,
semakin besar risiko menderita DKI. Pada pekerjaan basah, durasi paparan
lebih dari 3 jam per hari menjadi faktor risiko utama terjadinya DKI. Sebanyak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
10% pekerja yang kontak terlalu lama dengan air kulitnya menjadi kering dan
mudah teriritasi (Sood dan Taylor, 2006). Sebuah penelitian padapetugas
kebersihan di Denmark, hasilnya 43% pekerja menderita DKI setelah 1 tahun
bekerja dan risiko timbulnya DKI berkembang lebih tinggi pada pekerja yang
telah bekerja lebih dari 2 tahun (Nielsen, 2006). Penelitian lain mengenai DKI
di Lhoksumawe, sebanyak 61,5% pekerja yang menderita DKI telah bekerja
selama 6-9 tahun, sedangkan pekerja dengan masa kerja 1-5 tahun hanya
18,1% yang menderita DKI (Erliana, 2008).
Atopik merupakan suatu reaksi yang tidak biasanya, berlebihan
(hipersensitivitas) dan disebabkan oleh paparan benda asing yang terdapat di
dalam lingkungan kehidupan manusia. Atopik merupakan istilah yang dipakai
untuk sekelompok penyakit pada individu yang cenderung diturunkan atau
bersifat familial. Sindroma atopik disini meliputi dermatitis atopik (DA), rinitis
alergi, dan asma bronkial (Sularsito dan Djuanda, 2007). Individu yang
memiliki riwayat atopik berisiko tinggi terkena DKI daripada orang normal,
risiko terjadinya DKI meningkat dua kali lipat pada individu dengan riwayat
atopik (Nixon, 2005).
Riwayat atopik ditemukan pada 32% penderita DKI, hal ini disebabkan
adanya gangguan fungsi sawar kulit pada penderita atopik (Garcon et al.,
2010). Pekerja cuci motor berisiko tinggi menderita DKI. Dalam proses
pencucian, pekerja akan terpapar air dan sabunsecara -menerus sehingga dapat
mengganggu fungsi sawar kulit. Kondisi lingkungan kerja yang lembab, basah,
dan kurangnya kesadaran pekerja dalam menggunakan alat pelindung diri
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
semakin meningkatkan risiko terjadi DKI. Melihat banyaknya pengguna
kendaraan bermotor di kalangan mahasiswa, maka lingkungan sekitar kampus
merupakan salah satu lokasi yang berpotensi cukup baik untuk
mengembangkan usaha ini. Menurut hasil survei peneliti, jumlah tempat cuci
motor di Kecamatan Jebres Surakarta kurang lebih sebanyak 29 tempat dengan
pekerja 2-4 orang pada setiap tempat cuci motor.
Berdasarkan alasan tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti hubungan
riwayat atopik dan masa kerja dengan kejadian DKI pada pekerja cuci motor di
Kecamatan Jebres Surakarta.
B. Rumusan Masalah
Apakah terdapat hubungan riwayat atopik dan masa kerja dengan
kejadian DKI pada pekerja cuci motor di Kecamatan Jebres Surakarta?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan riwayat atopik
dan masa kerja dengan kejadian DKI pada pekerja cuci motor di Kecamatan
Jebres Surakarta.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Diharapkan dapat memperkaya konsep atau teori yang menyokong
perkembangan ilmu kedokteran dan penelitian selanjutnya mengenai DKI.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
2. Manfaat Praktis
Diharapkan dapat memberi masukan kepada masyarakat mengenai
pentingnya dilakukan upaya pencegahan maupun penatalaksanaan yang
tepat untuk kasus DKI.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Dermatitis Kontak Iritan (DKI)
a. Definisi
Dermatitis kontak iritan merupakan reaksi inflamasi akibat
paparan bahan-bahan yang bersifat toksik (James et al., 2006).
Dermatitis kontak iritan dibedakan menjadi:
1) Dermatitis kontak iritan akut
Dermatitis kontak iritan akut merupakan suatu bentuk
DKI yang sering diakibatkan oleh paparan tunggal bahan iritan,
terutama disebabkan oleh bahan-bahan iritan yang bersifat asam
kuat maupun basa kuat. Penyakit ini onsetnya cepat dan
manifestasi klinis dapat timbul dalam beberapa menit setelah
terpapar bahan toksik (Turkington dan Dover, 2007).
Manifestasi klinis yang timbul pada DKI akut adalah
kulit terasa pedih atau panas, eritema, vesikel, bula, dan bisa
menjadi nekrosis. Luas kelainannya sebatas daerah yang terkena
dan lesinya berbatas tegas (Wolff et al., 2008). Secara klasik,
DKI akut biasanya sembuh segera setelah pajanan tanpa adanya
pajanan ulang, hal ini disebut sebagai decrescendo phenomenon
(Chew dan Maibach, 2006).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
2) Dermatitis kontak iritan kronis
Dermatitis kontak iritan kronis sering terjadi setelah
terpapar oleh bahan-bahan iritan ringan secara berulang seperti
air, sabun, dan deterjen. Dermatitis ini disebut juga sebagai DKI
kumulatif. Gejala klinis yang muncul berupa kulit kering,
eritema, skuama, dan lambat laun akan menjadi hiperkeratosis
serta terbentuk fisura jika kontak berlangsung. Distribusi DKI
kumulatif biasanya dimulai dari sela-sela jari kemudian
menyebar ke bagian dorsal dan telapak tangan. Pada ibu rumah
tangga, biasanya lesi dimulai dari ujung jari (Wolff et al., 2008).
b. Patogenesis
Kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel oleh paparan
bahan iritan yang bersifat kimiawi maupun fisis. Bahan iritan dapat
merusak stratum korneum, mendenaturasi keratin, menipiskan
lapisan lemak pada stratum korneum, dan mengubah daya ikat air
pada kulit. Kebanyakan bahan iritan (toksin) merusak membran
lemak pada keratinosit tetapi sebagian dapat menembus membran
sel dan merusak lisosom, mitokondria atau komplemen inti (Streit,
2001).
Kerusakan membran akan mengaktifkan fosfolipase dan
melepaskan asam arakidonat (AA), diasilgliserida (DAG), platelet
activating factor (PAF), dan inositida (IP3). AA dirubah menjadi
prostaglandin (PG) dan leukotrien (LT). PG dan LT menginduksi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
vasodilatasi, dan meningkatkan permeabilitas vaskuler sehingga
mempermudah transudasi komplemen dan kinin. PG dan LT juga
bertindak sebagai kemotraktan kuat untuk limfosit dan neutrofil,
serta mengaktifasi sel mast melepaskan histamin, LT dan PG lain,
serta PAF, sehingga memperkuat perubahan vaskuler. DAG dan
second messenger lain menstimulasi ekspresi gen dan sintesis
protein, misalnya interleukin-1 (IL-1) dan granulocyte
macrophage-colony stimulating factor (GM-CSF). IL-1
mengaktifkan sel T-helper untuk mengeluarkan IL-2 dan
mengekspresi reseptor IL-2 yang menimbulkan stimulasi autokrin
dan proliferasi sel tersebut. Keratinosit juga mengekspresikan
molekul permukaan HLA-DR dan molekul adhesi intersel (ICAM-
1). Saat kontak dengan bahan iritan, keratinosit juga melepaskan
TNF- yang dapat mengaktifasi sel T,
makrofag dan granulosit. TNF- menginduksi ekspresi
molekul adhesi sel dan pelepasan sitokin. Rentetan kejadian
tersebut menimbulkan gejala peradangan klasik di tempat
terjadinya kontak pada kulit (Beltrani et al., 2006).
c. Faktor-faktor predisposisi
1) Faktor endogen
a) Jenis kelamin
Dermatitis kontak iritan mayoritas terjadi pada wanita
dan mengenai daerah tangan. Hal ini disebabkan karena
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
wanita lebih sering terpapar oleh bahan iritan dan air bukan
disebabkan oleh perbedaan struktur maupun kerentanan pada
kulit.
b) Riwayat atopik
Penderita atopik kulitnya sangat rentan terhadap bahan
iritan karena ambang batas iritasinya rendah, terganggunya
fungsi barier kulit, dan proses penyembuhan yang lambat
(Wolff et al., 2008).
c) Usia
Kulit anak-anak usia kurang dari 8 tahun sangat rentan
terhadap absorbsi perkutan oleh bahan kimia sehingga mudah
terjadi DKI. Pengaruh proses penuaan terhadap kulit sampai
saat ini masih diperdebatkan. Data epidemiologi
menunjukkan adanya penurunan kejadian DKI pada orang tua
karena terjadi penurunan respon inflamasi. Namun, hasil
studi eksperimen menunjukkan adanya penurunan fungsi
barier kulit serta penipisan kulit pada orang tua yang dapat
meningkatkan risiko terjadinya iritasi (Wilhelm, 2006).
d) Genetik
Studi terbaru meneliti tentang keterlibatan gen-gen
polimorfisme pada fungsi barier kulit, yaitu: gen filaggrin
(FLG) dan gen late cornified envelope (LCE). Kedua gen ini
terletak di dalam kompleks diferensiasi epidermal yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
berperan dalam diferensiasi epidermal dan pembentukan
stratum korneum. Filaggrin merupakan suatu gen yang
berperan dalam agregasi filamen-filamen keratin. Pembawa
mutasi gen FLG pada stratum korneumnya terdapat
penurunan jumlah Natural Moisturizing Factor (NMF) dan
gangguan fungsi barier kulit (Kezic et al., 2009).
2) Faktor eksogen
a) Kandungan bahan iritan
Kandungan bahan iritan di sini meliputi pH,
konsenterasi, ukuran molekul, kelarutan, dan ionisasi dari
bahan iritan.
b) Karakteristik paparan
Karakteristik paparan bahan iritan di antaranya yaitu:
jumlah bahan iritan yang mengenai kulit, lama paparan, dan
paparan bahan iritan secara terus-menerus dan berulang.
c) Lingkungan
Tempat kerja yang panas dan lembab maupun suhu
udara yang dingin dapat menurunkan kadar air pada stratum
korneum sehingga kulit rentan terhadap bahan iritan (Wolff,
et al., 2008).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
2. Riwayat Atopik
yang dipakai oleh sekelompok penyakit pada individu yang
mempunyai riwayat keadaan kepekaan dalam keluarganya, misal DA,
rinitis alergi, dan asma bronkial (Sularsito dan Djuanda, 2007).
a. Dermatitis atopik (DA)
1) Definisi
Dermatitis atopik adalah penyakit kulit inflamasi kronis
yang berhubungan dengan gejala atopik lainnya seperti, rinitis
alergi, asma bronkial, dan konjungtivitis alergi. Dermatitis
atopik biasanya muncul sebelum usia 2 tahun. Pasien dengan
riwayat DA berisiko tinggi terserang gejala atopik lainnya di
kemudian hari (Remitz dan Reitamo, 2008).
2) Patogenesis
Patogenesis DA belum diketahui secara pasti. Gangguan
tersebut muncul akibat interaksi yang kompleks dari gangguan
fungsi sawar kulit, kelainan sistem imun, faktor lingkungan, dan
agen infeksi. Gangguan pada fungsi sawar kulit menyebabkan
peningkatan trans-epidermal water loss (TEWL) serta penetrasi
alergen dan mikroba ke dalam kulit. Kolonisasi Staphylococcus
aureus ditemukan pada 90% penderita DA (Watson dan Kapur,
2011). Imunopatogenesis DA dimulai dengan paparan alergen
dari luar yang mencapai kulit, baik melalui sirkulasi atau kontak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
langsung dengan kulit. Pada paparan pertama terjadi sensitisasi,
dimana alergen akan ditangkap oleh sel penyaji antigen untuk
diproses dan disajikan kepada limfosit T dengan bantuan MHC
class II, sehingga sel T menjadi aktif dan mengenali alergen
tersebut melalui reseptor sel T (Novak, 2008).
Setelah paparan, sel T akan berdiferensiasi menjadi
subpopulasi sel Th2 karena mensekresi IL-4, sitokin ini akan
merangsang aktifitas sel B untuk menjadi sel plasma dan
memproduksi IgE (yang spesifik terhadap alergen). Setelah IgE
ada di dalam sirkulasi, maka IgE berikatan dengan sel mast dan
basofil. Pada paparan alergen berikutnya, IgE telah tersedia pada
permukaan sel mast, sehingga terjadi ikatan antara alergen
dengan IgE. Ikatan ini akan memicu pengeluaran mediator-
mediator inflamasi seperti leukotrien C4, prostaglandin D2, dan
lain sebagainya. Sindroma atopik ditandai dengan respon imun
Th2 yang dominan serta didapatkan produksi sitokin Th2 yang
berlebihan, oleh karena itu disebut Th2 disease (Novak, 2008).
3) Manifestasi Klinis
a) Tipe Bayi (0-1tahun)
Dermatitis atopik tipe ini mulai muncul pada usia 3
bulan. Lesi berupa bercak eritema disertai rasa gatal dan
dapat timbul krusta yang sering disebabkan karena infeksi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
sekunder. Predileksi tipe ini pada daerah kulit kepala dan
pipi.
b) Tipe anak (1-4 tahun)
Gejala klinis yang ditemukan berupa lesi kering,
simetris eritematosa, likenifikasi, karena garukan terlihat
pula ekskoriasi memanjang dan krusta. Predileksi tipe ini
pada daerah lipat siku, lipat lutut, leher, dan tangan.
c) Tipe remaja ( 4-16 tahun )
Gejala klinis berupa eksim dan biasanya simetris.
Predileksi tipe ini pada daerah fleksor tangan dan kaki.
d) Tipe Dewasa (di atas 16 tahun)
Pada tipe dewasa, eksim umumnya ditemukan di
daerah muka, tubuh bagian atas, area fleksor, dan tangan.
Stres dan faktor lingkungan menjadi faktor pemicu utama
timbulnya DA pada orang dewasa (Remitz dan Reitamo,
2008).
4) Kriteria Diagnosis
ditegakkan bila dijumpai lebih dari 3 kriteria mayor dan lebih
dari 3 kriteria minor.
Kriteria mayor dermatitis atopik adalah: a) pruritus; b)
dermatitis di muka atau ekstensor pada bayi/anak dan di fleksura
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
pada dewasa; c) dermatitis kronis atau residif; d) riwayat atopik
pada penderita atau keluarganya.
Kriteria minor dermatitis atopik adalah: a) xerosis; b)
infeksi kulit (khususnya oleh S.aureus dan virus herpes
simplek); c) dermatitis nonspesifik pada tangan atau kaki; d)
iktiosis/hiperlinear palmaris/keratosis pilaris; e) ptiriasis alba; f)
dermatitis di papila mamae; g) keilitis; h) lipatan infra orbital
Dennie-Morgan; i) konjungtivitis berulang; j) keratokonus; k)
katarak subkapsular anterior; l) orbita menjadi gelap; m) muka
pucat atau eritem; n) gatal bila berkeringat; o) intoleran terhadap
wol atau pelarut lemak; p) aksentuasi perifolikuler; q)
hipersensitif terhadap makanan; r) perjalanan penyakit
dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan atau emosi; s) tes kulit
alergi tipe dadakan dan atau emosi; t) kadar IgE di dalam serum
meningkat; u) awitan pada usia dini (Friedmann dan Holden,
2004).
b. Asma bronkial
1) Definisi
Asma merupakan gangguan inflamasi kronis jalan nafas
yang melibatkan berbagai sel inflamasi. Dasar penyakit ini
adalah hiperaktivitas bronkus yang mengakibatkan obstruksi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
jalan nafas sehingga menimbulkan gejala sesak (Mansjoer et al.,
2001).
2) Patofisiologi
Sama halnya dengan kondisi atopik lainnya, asma selalu
dikaitkan dengan peningkatan sel Th2. Peningkatan sel Th2
memicu pelepasan sitokin spesifik seperti IL-4, IL-5, IL-9, dan
IL-13 yang menyebabkan peradangan eosinofilik dan memicu
produksi IgE oleh sel mast. Produksi IgE ini dapat memicu
pelepasan mediator-mediator inflamasi seperti histamin dan
leukotrien yang menyebabkan spasme bronkus, edema, dan
peningkatan sekresi mukus, sehingga timbul gejala asma (Kim
dan Mazza, 2011). Mediator inflamasi dan sitokin yang
dilepaskan pada fase awal merupakan respon imun terhadap
paparan alergen yang memicu respon inflamasi lebih lanjut
sehingga terjadi peradangan pada saluran nafas dan
hiperreaktivitas bronkus (Rengganis, 2008).
3) Diagnosis
Diagnosis asma dapat ditegakkan melalui anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang fungsi paru yang
digunakan untuk diagnosis pasti. Pada anamnesis didapatkan
gejala batuk dan sesak nafas yang rekuren serta ditemukan
riwayat atopik pada keluarga (Kim dan Mazza, 2011). Pada
pemeriksaan fisik ditemukan suara wheezing, polip hidung, dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
nafas cepat. Pemeriksaan penunjang yang biasa dilakukan untuk
memastikan diagnosis asma adalah pemeriksaan spirometri.
Pemeriksaan spirometri ini dilihat dari respon pengobatan
dengan bronkodilator. Pemeriksaan dilakukan sebelum dan
sesudah pemberian bronkodilator hirup golongan beta
adrenergik. Peningkatan Volume Ekspirasi Paksa (VEP) atau
Kapasitas Vital Paksa (KVP) sebanyak 20% menegakkan
diagnosis asma (Juhn et al., 2011).
c. Rinitis alergi
1) Definisi
Rinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan
oleh reaksi alergi pada pasien atopik yang sebelumnya sudah
tersensitasi dengan alergen yang sama serta dilepaskannya suatu
mediator inflamasi ketika terjadi paparan berulang dengan
alergen spesifik tersebut (Irawati, 2007).
2) Patofisiologi
Ketika pasien rinitis alergi terpapar alergen, reaksi alergi
berkembang sesuai dengan urutan waktu. Reaksi pertama
disebut reaksi awal, dimana terdapat peningkatan sel-sel
inflamasi seperti sel mast, CD4+, sel T, sel B, makrofag, dan
eosinofil yang menginfiltrasi lapisan hidung. Sel-sel inflamasi
ini didominasi oleh sel Th2 dan mampu mengeluarkan sitokin-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
sitokin misalnya, IL-3, IL-4, IL-5, dan IL-13 yang memicu sel
plasma memproduksi IgE. Produksi IgE ini dapat memicu
pelepasan mediator inflamasi seperti histamin dan leukotrien
yang bertanggung jawab atas dilatasi arteriol, peningkatan
permeabilitas kapiler, gatal-gatal, pilek, sekresi mukosa, dan
kontraksi otot polos (Small dan Kim, 2011). Sedangkan pada
reaksi akhir yang berperan adalah kemotaksis eosinofil.
Beberapa sel-sel inflamasi seperti eosinofil, sel mast, dan sel T
migrasi ke mukosa hidung dan memecah jaringan hidung
normal sehingga menyebabkan obstruksi pada hidung (Gi min,
2010).
3) Diagnosis
Diagnosis rinitis alergi ditegakkan melalui anamnesis
dan pemeriksaan fisik. Pada anamnesis, ditemukan gejala
hidung tersumbat, hidung gatal, bersin, mata merah, dan
terkadang ditemukan sesak nafas. Sebanyak 78% penderita asma
menderita rinitis alergi. Riwayat keluarga juga penting
ditanyakan terkait penyakit yang berhubungan dengan alergi
(Angier et al., 2010). Pada pemeriksaan rinoskopi anterior
tampak mukosa edema, basah, berwarna pucat atau livid disertai
sekret yang encer dan banyak. Bila gejala persisten, mukosa
inferior tampak hipertrofi (Irawati, 2007). Pemeriksaan
penunjang juga diperlukan untuk mengetahui alergen penyebab
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
rinitis ini. Skin Prick Test dianggap sebagai metode utama untuk
mengidentifikasi alergen spesifik yang memicu timbulnya rinitis
alergi (Small dan Kim, 2011).
3. Dermatitis Kontak Iritan pada Pekerja Cuci Motor
Jenis surfaktan yang sering digunakan pada tempat cuci
mobil atau cuci motor yaitu Sodium lauryl ether sulfate. Surfaktan
jenis ini dapat menghasilkan busa banyak dan daya bersihnya baik.
Setelah surfaktan, kandungan lain yang penting adalah penguat
(builder), zat ini mampu meningkatkan efisiensi surfaktan. Builder
berfungsi menciptakan kondisi keasaman yang tepat agar proses
pembersihan dapat berlangsung lebih baik serta membantu
mendispersikan dan mensuspensikan kotoran yang telah lepas.
Bahan kimia yang sering digunakan sebagai builder adalah Ethylene
Diamine Tetra Acetat/EDTA. Filter adalah bahan tambahan yang
berfungsi menambah kuantitas, pada umumnya digunakan Natrium
Sulfat (Na2SO4). Foam Booster untuk menambah jumlah busa.
Dimethyl Poly Siloxane, berfungsi untuk mengkilapkan dan
melicinkan permukaan cat mobil. Aditif adalah bahan tambahan
untuk membuat produk menjadi lebih menarik, misalnya pewangi,
pemutih, dan pewarna (Perkowski, 2005).
Surfaktan adalah suatu senyawa organik yang bersifat
amphifilik. Penggunaan surfaktan terbagi atas tiga golongan, yaitu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
sebagai bahan pembasah, bahan pengemulsi, dan bahan pelarut.
Penggunaan surfaktan ini bertujuan untuk meningkatkan kestabilan
emulsi dengan cara menurunkan tegangan permukaan cairan
(Setiarso dan Purwanti, 2006). Surfaktan mampu mendenaturasi
protein sehingga mengakibatkan kerusakan membran sel keratinosit.
Sabun dengan pH alkali juga dapat merusak lapisan lemak pada
stratum korneum sehingga menyebabkan kulit kering
(Mukhopadhyay, 2011).
4. Hubungan Riwayat Atopik dan Masa Kerja dengan Dermatitis
Kontak Iritan pada Pekerja Cuci Motor
Barier permeabilitas kulit terutama berada di bawah stratum
korneum, terdiri dari korneosit dan lipid interseluler. Di
dalam korneosit terdapat NMF yang mampu mengikat air dan
berfungsi mencegah dehidrasi pada epidermis. Natural Moisturizing
Factor merupakan senyawa kimia yang sangat larut dalam air dan
mudah keluar dari sel bila kontak dengan air. Elastisitas kulit sangat
bergantung pada kandungan air dalam kulit. Kulit yang sehat
mempunyai kandungan air yang tinggi. Oleh karena itu, kontak
dengan air berulang dapat membuat kulit menjadi kering (Baumann,
2002). Lipid ekstraseluler di stratum korneum merupakan faktor
penting dalam mempertahankan kadar air. Lemak tersebut terdiri dari
40% ceramid, sekitar 25% asam lemak dan 20% kolesterol.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
Perubahan struktur pada ketiga komponen lemak tersebut serta
perubahan pada struktur korneosit dapat menyebabkan gangguan
fungsi sawar kulit. Pada penderita atopik terjadi penurunan kadar
ceramid yang nyata sehingga menyebabkan kulit menjadi kering.
Selain itu, kulit penderita atopik memiliki pH yang lebih tinggi dari
orang normal sehingga menghambat proses pemulihan akibat lesi
pada kulit (Breuer dan John, 2011).
Kulit kering merupakan salah satu gejala DA yang disebabkan
oleh penurunan kandungan air di lapisan stratum korneum. Hal ini
terjadi diduga akibat kadar lipid epidermis menurun, TEWL
meningkat, dan skin capacitance (kemampuan stratum korneum
mengikat air) menurun. Kulit yang kering mengakibatkan ambang
rangsang gatal menurun dan menimbulkan sensasi menggaruk.
Garukan ini menyebabkan kerusakan sawar kulit sehingga
memudahkan mikroorganisme maupun bahan iritan masuk (Odom et
al., 2000).
Pekerja yang telah lama bekerja memiliki risiko lebih besar
terkena DKI karena lebih banyak terpajan bahan kimia (Sularsito dan
Djuanda, 2007). Zat kimia dapat melarutkan lemak di permukaan
kulit dan merusak stratum korneum sehingga fungsi barier kulit
menurun. Setiap zat kimia memiliki kemampuan yang berbeda untuk
menimbulkan reaksi iritan. Iritan yang lemah butuh waktu cukup
lama untuk dapat penetrasi melalui pori-pori kulit. Namun, apabila
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
konsenterasi zat kimia ini tinggi, maka tidak menutup kemungkinan
terjadi reaksi iritasi yang lebih cepat (Taylor et al., 2008). Surfaktan
yang terdapat pada sabun cuci motor dapat mengakibatkan kulit
kering atau xerosis. Kulit kering ini menggambarkan hilangnya atau
berkurangnya kadar kelembaban stratum korneum, yang merupakan
barier hidrasi yang sangat penting dalam mempertahankan
kelembaban kulit (Wuthrich et al., 2007).
Akibat defek tersebut, kulit menjadi lebih rentan terhadap
bahan iritan, karena penetrasi antigen lebih mudah masuk. Pajanan
ulang dengan bahan iritan akan menyebabkan toleransi sehingga
terjadi peningkatan reaksi inflamasi. Semakin sering pekerja terpajan
dengan bahan iritan,maka akan semakin besar risikonya menderita
dermatitis kontak (Wutrich et al., 2007).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
B. Kerangka Pemikiran
Bagan 2.1 Kerangka Pemikiran
Riwayat Atopik
Perubahan struktur korneosit dan lapisan lemak ekstraseluler (ceramid, asam lemak, dan
kolesterol
Dermatitis Kontak Iritan (DKI)
T
Kulit kering (xerosis)
Pajanan ulang bahan iritan
Masa kerja
Faktor eksogen: 1. Kandungan bahan iritan 2. Lingkungan
Faktor endogen: 1.Usia 2.Jenis kelamin
Pekerja cuci motor
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
Keterangan:
: diteliti
: : tidak diteliti
C. Hipotesis
Terdapat hubungan antara riwayat atopik dan masa kerja dengan
kejadian DKI pada pekerja cuci motor. Pekerja yang memiliki riwayat atopik
dan masa kerja lebih lama memiliki risiko lebih besar untuk menderita DKI.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini observasional analitik dengan pendekatan cross
sectional.
B. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Jebres Surakarta.
C. Subyek penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah pekerja cuci motor yang memenuhi
kriteria inklusi dan eksklusi, sebagai berikut.
1. Kriteria inklusi:
a. Laki-laki usia 20-50 tahun.
b. Terpapar air dan sabun cuci motor.
c. Bersedia menandatangani lembar persetujuan keikutsertaan dalam
penelitian.
2. Kriteria eksklusi:
Pekerja yang menggunakan alat pelindung diri berupa sarung tangan,
krim pelindung, maupun sepatu boots.
D. Besar Sampel
Rasio yang dianjurkan antara ukuran sampel dan jumlah variabel
independen adalah (Murti, 2010) :
n= 15 hingga 20 subjek per variabel independen
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
Penelitian ini menggunakan dua variabel independen yaitu riwayat
atopik dan masa kerja. Dengan demikian sampel yang dibutuhkan untuk
penelitian ini sebesar 30 subyek.
E. Teknik Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel dilakukan secara non probability sampling, yaitu
purposive sampling, setiap subjek yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi
dimasukkan dalam sampel penelitian sampai kurun waktu yang ditetapkan.
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah fixed disease
sampling, yaitu pemilihan subjek berdasarkan status penyakit subjek. Fixed
disease sampling memastikan jumlah subjek penelitian yang cukup dalam
kelompok-kelompok berpenyakit (kasus) dan tidak berpenyakit (kontrol)
(Murti, 2010).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
F. Rancangan Penelitian
Bagan 3.1 Rancangan Penelitian
Pekerja cuci motor
Kriteria inklusi dan eksklusi
Sampel
Pemeriksaan fisik
Fixed disease sampling
Analisis statistik
Dermatitis kontak iritan
Masa kerja < 3 tahun
Masa
3 tahun
Riwayat Atopik (-)
Masa kerja < 3 tahun
Masa
3 tahun
Riwayat Atopik (+)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
G. Identifikasi Variabel Penelitian
1. Variabel Bebas : Riwayat atopik dan masa kerja
2. Variabel Terikat : Dermatitis kontak iritan (DKI)
3. Variabel luar :
a. Terkendali:
1) Usia
2) Jenis kelamin
b. Tidak terkendali:
1) Kandungan bahan iritan
2) Status imunologi
H. Definisi Operasional Variabel Penelitian
1. Variabel bebas :
a. Riwayat atopik
1) Definisi: riwayat atopik dalam penelitian ini meliputi DA, rinitis
alergi, dan asma bronkial. Riwayat atopik dapat diketahui melalui
kuesioner, apabila pasien pernah ataupun sedang menderita salah
satu penyakit diatas.
2)Alat ukur: kuesioner
3)Skala pengukuran: nominal
b. Masa kerja
1) Definisi: masa kerja adalah lamanya subyek menekuni bidang
pekerjaan cuci mo
tahun.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
2) Alat ukur: kuesioner
3) Skala pengukuran: ordinal
2. Variabel terikat :Dermatitis kontak iritan (DKI)
a. Definisi : dermatitis kontak iritan merupakan reaksi inflamasi pada kulit
akibat paparan bahan toksik (James et al., 2006). Pada penelitian ini,
DKI terjadi akibat paparan air dan bahan kimia pada sabun cuci motor.
Gejala klinis yang didapat berupa kulit kering, terasa gatal dan panas,
seperti: terbakar, eritema, nyeri karena kulit retak/fisura, vesikel, dan
sebagainya.
b. Alat ukur:kuesioner dan pemeriksaan fisik. Penegakan diagnosis DKI
didapat dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik. Anamnesis
dilakukan dengan mengisi kuesioner dan pemeriksaan fisik
dilakukandengan mengambil gambar (foto) yang kemudian divalidasi
oleh dokter spesialis kulit.
c. Skala pengukuran : nominal
3. Variabel luar:
a. Terkendali
1) Usia : pada penelitian ini rentang usia yang digunakan adalah 20-50
tahun.
2) Jenis kelamin: penelitian ini menggunakan jenis kelamin laki-laki,
karena mayoritas pekerja cuci motor adalah laki-laki.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
b. Tidak terkendali
1) Status imunologi : status imunologi pada penelitian ini adalah
keadaan imunitas subyek, hal ini sulit untuk dikendalikan karena
perlu pemeriksaan tambahan.
2) Kandungan bahan iritan : campuran dan kadar bahan kimia yang
digunakan sebagai sabun cuci motor berbeda-beda disamping
bahan standar. Bahan campuran ini merupakan ciri khas tiap-tiap
tempat cuci motor, sehingga sulit untuk dikendalikan.
I. Instrumen Penelitian
Penelitian ini menggunakan instrumen:
1. Lembar persetujuan keikutsertaan dalam penelitian.
2. Kuesioner riwayat atopik, masa kerja, dan kejadian DKI.
3. Kamera digital Nikon Coolpix S570 12Mp.
4. Software SPSS 17.0 for Windows.
J. Cara Kerja
Cara kerja dalam penelitian ini adalah:
1. Peneliti menentukan sampel pasien DKI.
2. Subjek penelitian mengisi biodata.
3. Subjek penelitian mengisi kuesioner riwayat atopik, masa kerja, dan
kejadian DKI.
4. Peneliti melakukan pemeriksaan untuk mendiagnosis DKI dengan
anamnesis dan pemeriksaan fisik, kemudian mengkonsultasikan gambar
(foto) kasus kepada dokter spesialis kulit.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
5. Pengumpulan data didapat dari hasil pengisian kuesioner. Data yang
terkumpul kemudian dianalisis dengan program SPSS versi 17.0 for
Windows.
K. Teknik Analisis Data
Penelitian ini menggunakan analisis multivariat yaitu uji regresi
logistik ganda dengan program Statistical Package for Social Sciences (SPSS)
17.0 for Windows.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Penelitian dilakukan pada bulan Juli 2012. Dari 26 tempat cuci motor di
Kecamatan Jebres Surakarta didapatkan jumlah subjek keseluruhan sebanyak 60
orang, dengan distribusi: 30 subjek merupakan kelompok menderita DKI dan 30
subjek merupakan kelompok yang tidak menderita DKI.
A. Karakteristik Subjek Penelitian
1. Distribusi Sampel Berdasarkan Umur
Dalam penelitian ini didapatkan bahwa subjek penelitian terbanyak
merupakan pekerja cuci motor dengan rentang usia 20-29 tahun, yaitu
sebanyak 31 pekerja atau 51,67% dari jumlah seluruh subjek. Adapun
pekerja dengan rentang usia 30-39 tahun sebanyak 25 orang atau 41,67%
dari jumlah seluruh subjek, dan untuk pekerja dengan rentang usia 40-50
tahun sebanyak 4 orang atau 6,67% dari jumlah seluruh subjek. Pekerja
dengan rentang umur 30-39 tahun paling banyak menderita DKI, yaitu
sebanyak 15 orang atau 50% dari seluruh pekerja yang menderita DKI
(Tabel 4.1).
Tabel 4.1. Distribusi Sampel Berdasarkan Umur
Usia DKI (+) DKI (-) Jumlah N % N % N %
20-29 tahun
11
36,67%
20
66,67%
31
51,67%
30-39 tahun 15 50% 10 33,33% 25 41,67% 40-50 tahun 4 13,33% 0 0 4 6,67%
Jumlah 30 100% 30 100% 60 100%
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
2. Distribusi Sampel Berdasarkan Masa Kerja
Berdasarkan masa kerja, diperoleh data sebanyak 35 (58,3%) pekerja
telah bekerja < 3 tahun dan 25 (41,
Masa kerja dengan kejadian DKI terbanyak adalah masa kerja
yaitu sebanyak 17 (56,7%) pekerja. Sedangkan untuk masa kerja < 3 tahun
sebanyak 13 (43,3%) pekerja yang positif DKI (Tabel 4.2).
Tabel 4.2. Distribusi Sampel Berdasarkan Masa Kerja
3. Distribusi Sampel Berdasarkan Riwayat Atopik
Berdasarkan riwayat atopik, pekerja yang tidak memiliki riwayat
atopik lebih sedikit yaitu 22 (36,7%) orang daripada pekerja yang
memiliki riwayat atopik, yaitu sebanyak 38 (63,3%) orang. Subjek
terbanyak yang menderita DKI adalah pekerja cuci motor yang memiliki
riwayat atopik, yaitu sebanyak 25 (83,3%) pekerja. Sedangkan subjek yang
tidak memiliki riwayat atopik terdapat 5 (16,7%) pekerja yang positif DKI
(Tabel 4.3)
Masa Kerja Total
< 3 tahun tahun DKI DKI
Negatif 22 8 30 Persentase 73,3% 26,7% 100%
Positif 13 17 30 Persentase 43,3% 56,7% 100%
Total Persentase
35 25 60 58,3% 41,7% 100%
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
Tabel 4.3. Distribusi Sampel Berdasarkan Riwayat Atopik
B. Analisis Regresi Logistik Ganda
Analisis multivariat yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
regresi logistik ganda. Berdasarkan hasil analisis statistik regresi logistik
ganda, terdapat hubungan yang signifikan antara kejadian DKI dengan riwayat
atopik (p = 0,002) dan masa kerja (p = 0,015). Hasil ini didasarkan pada nilai
signifikansi kedua variabel (p < 0,05). Untuk kesesuaian analisis regresi
logistik ganda, diperoleh nilai R2 = 33,8 %. Hal ini berarti riwayat atopik dan
masa kerja akan mempengaruhi terjadinya DKI sebesar 33,8 %, adapun sisanya
(100%-33,8% = 66,2%) disebabkan oleh hal lain yang tidak diteliti. Kekuatan
hubungan atau pengaruh dapat dilihat dari nilai OR (Exp [B]). Pekerja cuci
motor yang memiliki riwayat atopik berisiko untuk mengalami DKI sebesar
8,44 kali lebih besar daripada pekerja yang nonatopik, adapun pekerja dengan
3 tahun berisiko untuk mengalami DKI sebesar 4,91 kali daripada
pekerja yang telah bekerja < 3 tahun (Tabel 4.4).
Riwayat Atopik
Total
Negatif Positif DKI
DKI
Negatif Persentase
17 13 30
56,7% 43,3% 100% Positif Persentase
5 25 30 16,7% 83,3% 100%
Total Persentase
22 38 60
36,7% 63,3% 100%
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
Tabel 4.4. Hasil Analisis Regresi Logistik Ganda
Sig. Exp(B) 95% C.I.for EXP(B)
Lower Upper
Riwayat Atopik 0,002 8,44 2,203 32,341
Masa Kerja 0,015 4,91 1,365 17,675
Konstanta 0,002 0,13
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
BAB V
PEMBAHASAN
Dermatitis kontak iritan adalah reaksi inflamasi pada kulit akibat kontak
dengan bahan-bahan kimia atau agen biologis. Dermatitis kontak iritan kumulatif
merupakan bentuk DKI yang paling umum terjadi di masyarakat. Penyakit ini
berkembang lambat dan timbul akibat terpapar bahan iritan sedang seperti sabun,
air, deterjen, bahan pembersih, dan lain-lain (Taylor et al., 2008).
Salah satu faktor risiko terjadinya DKI adalah pekerjaan basah akibat kulit
sering kontak dengan air, bahan kimia, dan terkena gesekan seperti pada petugas
kebersihan. Sama halnya seperti petugas kebersihan, pekerja cuci motor juga
berisiko tinggi terkena DKI daripada populasi normal karena sering terpapar air
dan sabun secara berulang dan dalam jangka waktu yang lama. Dari semua
penyakit kulit akibat kerja, 70-80% diakibatkan oleh rangsang primer yang dapat
menimbulkan DKI. Berat ringannya iritasi kulit bergantung pada konsentrasi
bahan kimia, sifat bahan iritan, dan penggunaan alat pelindung diri (Doutre,
2005).
A. Dermatitis Kontak Iritan pada Pekerja Cuci Motor
Pada hasil penelitian ini, didapatkan bahwa 50% atau 30 orang dari 60
pekerja cuci motor mengalami DKI. Dari 30 orang pekerja cuci motor yang
menderita DKI, 50% atau 15 orang penderita berusia 30-39 tahun, 11 orang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
atau 36,67% berusia 20-29 tahun, dan 4 orang atau 13,33% berusia 40-50
tahun (Tabel 4.1).
Pekerjaan basah merupakan salah satu faktor risiko terjadinya DKI.
Pekerja cuci motor berisiko lebih besar menderita DKI daripada populasi
normal akibat paparan bahan iritan secara berulang. Tingginya intensitas
paparan terhadap bahan-bahan iritan, seperti air dan deterjen, faktor
lingkungan yang basah dan lembab, serta minimnya pengetahuan mengenai
penggunaan alat pelindung diri menjadi penyebab utama terjadinya DKI pada
pekerja cuci motor (Kiec et al., 2010).
B. Hubungan Riwayat Atopik dengan Kejadian Dermatitis Kontak Iritan
Berdasarkan riwayat atopik, subjek terbanyak yang menderita DKI
adalah pekerja yang memiliki riwayat atopik, yaitu sebanyak 25 (83,3%)
pekerja (Tabel 4.3). Hasil ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang
menyebutkan bahwa risiko terjadinya DKI meningkat pada orang dengan
riwayat atopik. Dari 24 kelompok pekerjaan menunjukkan bahwa riwayat
atopik ditemukan pada 21% kasus DKI (Nixon, 2005).
Hasil analisis regresi logistik ganda menunjukkan hubungan yang
signifikan (p = 0,002) bahwa pekerja dengan riwayat atopik memiliki
hubungan dengan terjadinya DKI. Dari hasil penelitian juga didapatkan
bahwa pekerja dengan riwayat atopik berisiko mengalami DKI sekitar 8,44
kali daripada pekerja nonatopik (Tabel 4.4). Sebuah penelitian lain
menyebutkan, individu dengan riwayat atopik berisiko sekitar 2,98 kali lebih
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
besar menderita DKI daripada individu yang nonatopik (Thyssen et al.,
2010). Studi lain juga menjelaskan hasil yang semakna, pekerja dengan
riwayat atopik berisiko sekitar 13,5 kali lebih besar untuk berkembang
menjadi DKI daripada pasien nonatopik (Perry dan Trafelli, 2009).
Dermatitis kontak iritan merupakan suatu penyakit yang bersifat
multifaktorial, karena faktor endogen dan faktor eksogen sama-sama berperan
dalam menimbulkan kelainan ini. Riwayat atopik merupakan salah satu
faktor endogen yang berperan penting dalam proses terjadinya DKI (Sehgal et
al., 2010). Individu atopik pada umumnya memiliki kecenderungan
menderita DA, rinitis alergi, dan asma bronkial (Sularsito dan Djuanda,
2007).
Sebuah penelitian mengenai DKI menunjukkan bahwa 32% pasien
penderita DKI memiliki riwayat atopik. Seseorang yang memiliki riwayat
atopik terdapat gangguan fungsi sawar kulit, hal ini dapat dibuktikan dengan
ditemukannya peningkatan TEWL, penurunan hidrasi pada stratum korneum,
serta meningkatnya penetrasi bahan iritan, seperti Sodium Lauryl Sulfate,
sehingga terjadi reaksi inflamasi pada kulit (Garcon et al., 2010).
Dalam studi lain disebutkan bahwa mutasi gen fillagrin berhubungan
dengan terjadinya dermatitis kontak iritan kronis. Mutasi gen fillagrin juga
ditemukan pada 20% penderita DA di negara-negara Eropa (Breuer dan John,
2011). Mutasi gen fillagrin merupakan faktor predisposisi utama terjadinya
DA, asma, rinitis alergi, dan alergi makanan. Filaggrin merupakan protein
kunci yang mengatur diferensiasi akhir dari epidermis dan berfungsi dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
mengatur sistem barier kulit pada stratum korneum. Adanya mutasi gen
filaggrin menyebabkan defek pada fungsi barier kulit, seperti perubahan
struktur korneosit dan gangguan moisturisasi yang berkaitan dengan kadar
NMF di dalam korneosit (Kubo et al., 2012).
C. Hubungan Masa Kerja dengan Kejadian Dermatitis Kontak Iritan
Pada penelitian ini, didapatkan bahwa pekerja cuci motor yang positif
DKI sebanyak 13 (43,3%) orang telah bekerja < 3 tahun, sedangkan 17
(56,7%) orang (Tabel 4.2). Pada hasil analisis regresi
logistik ganda didapatkan hubungan yang signifikan (p = 0,015) dengan
kekuatan hubungan (OR) sekitar 4,91. Hal ini menunjukkan bahwa pekerja
berisiko sekitar 4,91 kali lebih besar mengalami
DKI dibandingkan dengan pekerja yang telah bekerja < 3 tahun (Tabel 4.4).
Hasil ini sesuai dengan sebuah studi yang menyatakan bahwa pekerja yang
bekerja lebih dari 3 tahun memiliki risiko sebesar 4,8 kali untuk berkembang
menjadi DKI (Loffler et al., 2006).
Pekerja yang lebih lama bekerja akan berisiko lebih besar terkena
dermatitis karena lebih sering terpajan zat kimia (Sularsito dan Djuanda, 2007).
Semakin lama pekerja bekerja di tempat cuci motor, maka pekerja akan makin
sering terpapar oleh air dan bahan kimia dari sabun cuci motor yang dalam
jangka waktu lama dapat menimbulkan iritasi pada kulit. Kulit merupakan
barier yang paling sering terpapar oleh zat-zat kimia. Zat kimia yang dapat
menembus kulit toksisitasnya bergantung pada derajat absorbsinya. Paparan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
ulang zat kimia pada kulit akan merusak struktur stratum korneum sehingga
terjadi penurunan fungsi barier kulit (Jungbauer et al., 2004).
Bahan iritan seperti deterjen mampu mengemulsi lapisan lemak dan
meningkatkan kadar pH pada kulit. Selain mengakibatkan disfungsi barier
kulit, paparan deterjen juga dapat menyebabkan kerusakan sel dan
menginduksi mediator-mediator pro-inflamasi sehingga timbul manifestasi
klinis berupa kulit kemerahan, kering, dan terbentuk fisura (Breuer dan John,
2011).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan
yang signifikan antara riwayat atopik dan masa kerja dengan kejadian DKI
pada pekerja cuci motor. Pekerja cuci motor dengan riwayat atopik dan masa
kerja 3 tahun akan meningkatkan risiko terjadinya DKI
B. Saran
1. Setiap pekerja cuci motor menggunakan alat pelindung diri berupa sepatu
boots dan sarung tangan ketika bekerja agar lebih aman dan menghindari
terjadinya DKI.
2. Diadakan penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor lain yang diduga
dapat mempengaruhi terjadinya DKI, seperti: faktor genetik, kandungan
bahan iritan, lingkungan, dan lain-lain dengan jumlah sampel yang lebih
banyak sehingga lebih valid.