hubungan pengetahuan dan sikap lanjut usia...
TRANSCRIPT
HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP LANJUT USIA TENTANG
KONSUMSI OBAT YANG AMAN TERHADAP PERILAKU MINUM
OBAT DI POSBINDU CEMPAKA RW 06 KELURAHAN CEMPAKA
PUTIH CIPUTAT
Skripsi Diajukan Sebagai Tugas Akhir Strata-1 (S-1) pada
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)
Oleh :
WENSIL OKTA PROMALIA
108104000017
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1434 H / 2013 M
ii
iii
iv
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Proposal skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk
memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata I di Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan asli karya saya atau
merupakan jiplakan dari orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi
yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 1 Februari 2013
WENSIL OKTA PROMALIA
v
RIWAYAT HIDUP
Nama : WENSIL OKTA PROMALIA
Tempat, Tanggal Lahir : Liwa, 13 Oktober 1990
Agama : Islam
Status : Belum Menikah
Alamat : Jl. Mawar no.90 RT/RW 001/003 Pasar Liwa,
Balik Bukit, Lampung Barat, Lampung
Anak ke : 3 dari 4 bersaudara
Telepon : 085768432853
E-mail : [email protected]
Riwayat Pendidikan :
1. SD Negeri 3 Liwa tahun 1996-2002
2. SMP Negeri 25 Bandar Lampung tahun 2002-2005
3. SMA Negeri 1 Bandar Lampung tahun 2005-2008
4. S1 Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2008-2013
Pengalaman Organisasi :
1. Anggota Rohis SMP Negeri 25 Bandar Lampung tahun 2002-2005
2. Seketaris Bidang Seni OSIS SMA Negeri 1Bandar Lampung tahun 2006-
2007
3. Anggota Modern Dance SMA Negeri 1 Bandar Lampung tahun 2005-2008
4. Anggota Seni Tari Tradisional SMA Negeri 1 Bandar Lampung tahun
2005-2008
5. Anggota KIR SMA Negeri 1 Bandar Lampung tahun 2005-2008
6. Staf Ahli Divisi Kesenian Olahraga dan Sosial BEMF Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan tahun 2008-2010.
7. Staf Ahli Divisi Kesenian dan Olahraga BEMF Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan tahun 2010-2012.
8. Anggota Saman FKIK tahun 2008-2012.
vi
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Skripsi, Februari 2013
Wensil Okta Promalia, NIM: 108104000017
Hubungan Pengetahuan dan Sikap Lansia Tentang Konsumsi Obat yang
Aman Terhadap Perilaku Minum Obat di Posbindu Cempaka, RW 06,
Kelurahan Cempaka Putih Ciputat
xvii + 93 halaman +11 tabel+ 2 gambar+ 6 lampiran
ABSTRAK
Seiring dengan bertambahnya jumlah lansia yaitu sekitar 12% dari
populasi dan banyaknya keluhan lansia terkait kesehatan seperti penyakit-
penyakit kronik serta gejala yang sering diderita menyebabkan kelompok usia ini
menggunakan sekitar 25% dari semua obat-obatan. Lansia mengalami perubahan
fisiologis, sehingga mudah mengalami reaksi dan interaksi yang merugikan.
Kejadian efek samping pada lansia 3 sampai 7 kali lebih banyak daripada orang
dewasa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan
dan sikap lansia tentang konsumsi obat yang aman terhadap perilaku minum obat
di Posbindu Cempaka, RW 06, Kelurahan Cempaka Putih Ciputat Penelitian ini
merupakan jenis penelitian kuantitatif dengan metode cross sectional. Sampel
yang digunakan pada penelitian ini sebesar 72, teknik purposive sampling.
Pengumpulan data menggunakan kuesioner, data dianalisis menggunakan uji chi
square dengan SPSS versi 20. Hasil penelitian menunjukkan pengetahuan lansia
tentang konsumsi obat yang aman adalah berpengetahuan baik (87,5%), sikap
lansia terhadap konsumsi obat yang aman adalah bersikap baik (58,3%), perilaku
lansia dalam minum obat adalah berperilaku baik (55,6%), serta ada hubungan
antara pengetahuan lansia tentang konsumsi obat yang aman dengan perilaku
minum obat (p=0,021) dan tidak ada hubungan antara sikap lansia terhadap
konsumsi obat yang aman dengan perilaku minum obat (p=0,128). Dari hasil
penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi untuk memberikan penyuluhan
kepada lansia agar pengetahuan dan sikap lansia tentang konsumsi obat yang
aman serta perilaku minum obat bisa lebih baik lagi, penyuluhan ini bisa
dilakukan oleh para kader Posbindu dan petugas kesehatan.
Kata kunci : lansia, minum obat, perilaku, pengetahuan, sikap
Daftar bacaan : 46 (1996-2012)
vii
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE
NURSING SCIENCE STUDY PROGRAM
ISLAMIC STATE UNIVERSITY SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Undergraduate Thesis, February 2013
Wensil Okta Promalia, NIM: 108104000017
The Relationship between knowledge and attitudes about the elderly safe
drug consumption toward medication behavior in Posbindu Cempaka, RW
06, Kelurahan Cempaka Putih, Ciputat
xvii + 93 pages + 11 tables + 2 pictures + 6 attachments
ABSTRACT
Along with the increasing number of elderly is about 12% of the
population and many complaints related to health status of elderly such as chronic
diseases with the symptoms that often affects to this age group using about 25%
of all drugs. Elderly having physiological changes, so prone to adverse reactions
and interactions. The incidence of adverse effects in elderly 3 to 7 times as many
than in adults. The aim of this research to determine the relationship between
knowledge and attitudes of the elderly in drug consumption safety toward
medication behavior in Posbindu Cempaka, RW 06, Kelurahan Cempaka Putih,
Ciputat. This research is quantitative research with cross sectional. The number of
samples in this research was 72, with the technique of purposive sampling. The
collection of data using questionnaires, then the data were analyzed using chi
square test with SPSS version 20. The results showed that the elderly’s knowledge
about a safe drug consumption is good (87.5%), attitudes of the elderly in safe
drug consumption is good (58.3%), the behavior of the elderly in taking
medication is good (55.6%), and there is a relationship between knowledge and
behavior of the elderly related to safe drug consumption (p = 0.021) and no
relationship between attitudes and behavior of the elderly related to safe drug
consumption (p=0,128). From the results of this research can be used as a
reference to provide counseling to the elderly so that their knowledge and attitude
of elderly about a safe drug consumption and medication behavior could be better.
This counseling could be done by volunteers of Posbindu and healthcare workers.
Keywords: elderly, taking medication, behaviors, knowledge, attitudes
Reference : 42 (1996-2012)
viii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum wr.wb
Alhamdulillahi rabbil’alamin, segala puji bagi Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Hubungan pengetahuan dan sikap lanjut usia tentang
konsumsi obat yang aman terhadap perilaku minum obat di Posbindu Cempaka,
RW 06, Kelurahan Cempaka Putih Ciputat”.
Shalawat serta salam penulis sampaikan kepada junjungan besar Nabi
Muhammad SAW yang telah menjadi suri tauladan sehingga penulis tetap
semangat dalam menyelesaikan skripsi ini. Dalam penyelesaian skipsi, penulis
sadar bahwa skripsi ini tidak akan selesai tanpa adanya bantuan dari berbagai
pihak. Untuk itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Prof. DR (hc). dr. Muhammad Kamil Tadjuddin, Sp. And, selaku Dekan
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Djauhari, selaku Pembantu Dekan Bidang Akademik Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Dr. H. Arif Sumantri, SKM, M.Kes, selaku Pembantu Dekan Bidang
Administrasi Umum Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Dra. Farida Hamid, Mpd, selaku Pembantu Dekan Bidang Kemahasiswaan
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
ix
5. Bapak Ns.Waras Budi Utomo, S.Kep, MKM, selaku Ketua Program Studi
Ilmu Keperawatan (PSIK) FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan
pembimbing akademik penulis selama kuliah..
6. Ibu Tien Gartinah, MN, selaku pembimbing I dan Ibu Ns. Uswatun khasanah,
S.Kep, MNS, selaku pembimbing II yang telah meluangkan waktu dan
mencurahkan pikirannya untuk memberikan masukan, nasihat, petunjuk dan
arahan serta motivasi kepada penulis dalam menyusun skripsi ini..
7. Bapak dan ibu dosen Program Studi Ilmu Keperawatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah mengajarkan dan membimbing penulis, serta
staff akademik (Bapak azib Rosyidi S. Psi dan Ibu Syamsiah) atas bantuannya
yang telah memudahkan penulis dalam proses belajar di PSIK UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
8. Segenap jajaran staf dan karyawan Perpustakaan Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan UIN yang telah banyak membantu dalam menyediakan
referensi-referensi sebagai bahan rujukan skripsi.
9. Orang tua tercinta (Bapak Akim, S. Pd dan Ibu Rita Erpenda, S. Pd SD) yang
telah memberikan kasih sayang tulus dan selalu mendoakan serta memberikan
motivasi tiada hentinya kepada penulis.
10. Kakak – kakak dan adik tersayang (Sefri Martika, S. Pd, Nevi Tensilia, S.T.P
dan Lisa Merlinta) yang selalu memberikan dukungan baik moril maupun
materiil serta doa yang tiada henti.
11. Teman-teman seluruh angkatan 2008 yang telah bersama-sama dengan penulis
melewati hari-hari baik suka maupun duka dalam menyelesaikan kuliah di
PSIK UIN Jakarta.
x
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangannya. Untuk
itu, kritik dan saran sangat penulis harapkan demi perbaikan di masa mendatang.
Wassalamu’alaikum wr.wb
Ciputat , 1 Februari 2013
Penulis
xii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................................ i
LEMBAR PERSETUJUAN .................................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................... iii
LEMBAR PERNYATAAN ...................................................................... v
RIWAYAT HIDUP .................................................................................. vi
ABSTRAK ................................................................................................. vii
ABSTRACK .............................................................................................. viii
KATA PENGANTAR .............................................................................. ix
DAFTAR ISI ............................................................................................. xii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xvii
DAFTAR TABEL ..................................................................................... xviii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. xix
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................... 8
C. Pertanyaan Penelitian ..................................................................... 9
D. Tujuan Penelitian ........................................................................... 9
1. Tujuan Umum .......................................................................... 9
2. Tujuan Khusus ......................................................................... 9
E. Manfaat Penelitian ......................................................................... 10
xiii
1. Bagi Institusi Tempat Penelitian .............................................. 10
2. Bagi Pendidikan Keperawatan ................................................. 10
3. Bagi Peneliti ............................................................................. 11
4. Bagi Peneliti Selanjutnya ......................................................... 11
F. Ruang Lingkup ............................................................................... 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................. 12
A. Lansia ............................................................................................. 12
1. Definisi lansia ........................................................................... 12
2. Karakteristik lansia ................................................................... 12
3. Konsep menua .......................................................................... 13
4. Perubahan fisiologis pada lansia ............................................... 14
B. Masalah Obat Pada Lansia ............................................................. 16
1. Pengertian Obat ........................................................................ 16
2. Obat Yang Sering Diminum Lansia ......................................... 17
3. Masalah Peresepan Obat Pada Lansia ...................................... 21
4. Interaksi Obat Pada Lansia ....................................................... 22
5. Polifarmasi Pada Lansia ........................................................... 24
6. Dampak Masalah Polifarmasi Pada Lansia .............................. 25
7. Reaksi Obat Yang Tidak Diharapkan ...................................... 28
8. Fisiologis Dan Penimbunan Obat Pada Lansia ........................ 30
C. Prinsip-Prinsip Umum Penggunaan Obat Pada Lansia .................. 33
D. Pengetahuan ................................................................................... 37
E. Sikap ............................................................................................... 42
F. Perilaku .......................................................................................... 47
xiv
G. Kerangka Teori ............................................................................... 52
BAB III KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS, DAN DEFINISI
OPERASIONAL ...................................................................................... 53
A. Kerangka Konsep ........................................................................... 53
B. Hipotesis ......................................................................................... 54
C. Definisi Operasional ....................................................................... 55
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN .............................................. 57
A. Desain Penelitian ............................................................................ 57
B. Lokasi Dan Waktu Penelitian ........................................................ 57
C. Populasi Dan Sampel ..................................................................... 57
1. Populasi .................................................................................... 57
2. Sampel ...................................................................................... 57
3. Besar Sampel ............................................................................ 58
D. Pengumpulan Data ......................................................................... 59
1. Metode Dan Instrumen ............................................................. 59
2. Instrumen Penelitian ................................................................. 59
3. Uji Instrumen ........................................................................... 64
E. Pengolahan Data.............................................................................. 65
F. Analisis Data .................................................................................. 67
1. Analisis Univariat ..................................................................... 67
2. Analisis Bivariat ....................................................................... 67
G. Etika Penelitian .............................................................................. 68
BAB V HASIL PENELITIAN ................................................................. 70
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ............................................... 70
xv
B. Keadaan Lansia di Posbindu Cempaka RW 06 kelurahan Cempaka
Putih Ciputat ................................................................................... 71
1. Keluhan yang sering dirasakan ................................................. 71
2. Penyakit yang sedang diderita .................................................. 71
3. Jenis obat yang sering dikonsumsi ............................................ 71
4. Cara mendapatkan obat ............................................................. 72
C. Gambaran Demografi Responden ................................................... 72
1. Usia .......................................................................................... 72
2. Jenis kelamin ............................................................................. 73
3. Pendidikan ................................................................................. 74
4. Pekerjaan ................................................................................... 74
D. Analisis Univariat............................................................................ 75
1. Gambaran pengetahuan lansia tentang konsumsi obat yang
aman ......................................................................................... 75
2. Gambaran sikap lansia terhadap konsumsi obat yang
aman .......................................................................................... 75
3. Gambaran perilaku lansia dalam minum obat ......................... . 76
E. Analisis Bivariat ............................................................................ 76
1. Hubungan pengetahuan lansia tentang konsumsi obat yang
aman dengan perilaku minum obat ......................................... 76
2. Hubungan sikap lansia terhadap konsumsi obat yang aman
dengan perilaku minum obat .................................................. 78
BAB VI PEMBAHASAN ....................................................................... 80
A. Gambaran Karakteristik Responden ............................................. 80
xvi
1. Usia ........................................................................................ 80
2. Jenis kelamin ........................................................................... 81
3. Pendidikan ............................................................................... 82
4. Pekerjaan ................................................................................ 83
B. Hasil Analisis Univariat ................................................................ 83
1. Gambaran pengetahuan lansia tentang konsumsi obat yang
aman ...................................................................................... 83
2. Gambaran sikap lansia terhadap konsumsi obat yang
aman ........................................................................................ 85
3. Gambaran perilaku lansia dalam minum obat ......................... 86
C. Hasil Analisis Bivariat .................................................................. 88
1. Hubungan pengetahuan lansia tentang konsumsi obat yang
aman dengan perilaku minum obat ......................................... 88
2. Hubungan sikap lansia terhadap konsumsi obat yang aman
dengan perilaku minum obat ......................................................... 90
D. Keterbatasan Penelitian ................................................................. 93
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ............................................... 94
A. Kesimpulan ................................................................................... 94
B. Saran ............................................................................................. 95
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................
LAMPIRAN ..............................................................................................
xvii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Teori Penelitian ………………………………………. 52
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian ……………………………………. 53
xviii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Definisi Operasional......................................................................... 54
Tabel 4.1 Kuesioner Pengetahuan .................................................................... 61
Tabel 4.2 Kuesioner Sikap .............................................................................. 62
Tabel 4.3 Kuesioner Perilaku .......................................................................... 63
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia ......................... 71
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia ......................... 71
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin .......... 72
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan .............. 73
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Status Pekerjaan ...... 74
Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan
Responden Tentang Konsumsi Obat yang Aman ........................... 74
Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Sikap Responden
Terhadap Konsumsi Obat yang Aman ............................................. 75
Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Perilaku Responden
dalam Minum Obat .......................................................................... 75
Tabel 5.9 Hubungan pengetahuan lansia tentang konsumsi obat yang aman
dengan perilaku minum obat ............................................................ 76
Tabel 5.10 Hubungan Sikap Lansia Terhadap Konsumsi Obat yang Aman
dengan Perilaku Minum Obat .......................................................... 77
xix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Permohonan Izin Uji validitas di RW 06, Kelurahan Cempaka
Putih, Ciputat
Lampiran 2 Surat Izin Pengambilan Data di Posbindu Cempaka, RW 06,
Kelurahan Cempaka Putih, Ciputat
Lampiran 3 Lembar persetujuan menjadi responden penelitian (Informed
consent)
Lampiran 4 Kuesioner penelitian
Lampiran 5 Hasil Uji validitas
Lampiran 6 Hasil pengolahan data responden
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lanjut usia (lansia) adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari
60 tahun menurut pasal 1 ayat (2) UU No. 13 Tahun 1998. Penuaan adalah proses
alami yang tidak dapat dihindari, berjalan secara terus-menerus, dan
berkesinambungan, sehingga menyebabkan perubahan anatomis, fisiologis, dan
biokimia pada tubuh. Perubahan tersebut mempengaruhi fungsi dan kemampuan
tubuh secara keseluruhan menyebabkan lansia memiliki beberapa penyakit atau
dalam keadaan sakit meningkat (Depkes 1998; Santrock, 2002).
Perkembangan lansia Indonesia dari tahun ke tahun jumlahnya cenderung
meningkat dengan semakin meningginya usia harapan hidup. Data Badan Pusat
Statistik menunjukkan bahwa penduduk lansia di Indonesia pada tahun 2000
sebanyak 14.439.967 jiwa (7,18 persen dari jumlah keseluruhan penduduk
Indonesia), selanjutnya pada tahun 2010 meningkat menjadi 23.992.553 jiwa
(9,77 persen dari jumlah keseluruhan penduduk Indonesia). Pada tahun 2020
diprediksikan jumlah lansia mencapai 28.822.879 jiwa (11,34 persen dari jumlah
keseluruhan penduduk Indonesia). Indonesia memiliki jumlah penduduk terbesar
keempat di dunia, selain itu Indonesia juga merupakan negara keempat dengan
jumlah lansia terbanyak, setelah China, Amerika dan India (Badan Pusat Statisik
Indonesia, 2011).
Seiring dengan bertambahnya jumlah lansia yaitu sekitar 12% dari
populasi dan banyaknya keluhan lansia terkait kesehatan menyebabkan kelompok
2
usia ini menggunakan sekitar 25% dari semua obat-obatan. Lansia menggunakan
banyak obat karena penyakit-penyakit kronik dan banyaknya penyakit serta gejala
yang sering diderita. Lansia mengalami perubahan fisiologis, sehingga mudah
mengalami reaksi dan interaksi yang merugikan. Lansia dapat memberikan
respons yang berbeda dari orang dewasa muda, dengan sering terjadi efek
samping atau efek toksik obat. Reaksi yang merugikan dan interaksi obat yang
terjadi pada lansia adalah 3 sampai 7 kali lebih banyak daripada orang dewasa
(Joyce & Evelyn, 1996).
Lansia di Amerika yang berusia di atas 65 tahun masuk bagian gawat
darurat akibat reaksi obat yang tidak diinginkan, jumlahnya lebih dari 175.000
pasien dalam setahun (Andri, 2009). Peneliti dari University of North Carolina di
Chapel Hill telah membuat daftar peresepan obat yang meningkatkan resiko jatuh
pada pasien berusia di atas 65 tahun. Mereka adalah kelompok usia yang biasa
menggunakan empat macam obat atau lebih. Studi di rumah sakit di New Castle,
NSW, Australia menunjukkan bahwa 30% dari lansia menerima 6-10 jenis obat,
dan 13% menerima lebih dari 10 jenis setiap harinya. Perawatan gawat darurat
untuk lansia dilaporkan hingga 22% disebabkan karena masalah kesalahan obat
(Hasriyanto, 2008). Kejadian merugikan akibat obat yang menyebabkan penderita
lansia harus dirawat inap sebanyak satu dari setiap tujuh penghuni panti jompo.
Obat yang paling banyak sebagai penyebab lansia harus dirawat inap adalah obat
anti-inflamasi non-steroid (AINS), psikotropika, kardiotonika digoxin dan
antidiabetika insulin (Cooper ,1999).
Pemakaian obat pada lansia memerlukan perhatian dan pertimbangan
khusus. Jika dosis yang biasa diberikan pada orang dewasa muda juga diberikan
3
kepada lansia, sering timbul respons yang berlebihan atau efek toksik serta
berbagai efek samping. Masalah tambahan yang juga mengakibatkan reaksi yang
merugikan dari obat-obat adalah pengobatan diri sendiri dengan obat-obat bebas,
memakai obat yang diresepkan untuk masalah kesehatan yang lain, menggunakan
obat yang diberikan oleh beberapa dokter, dosis yang berlebihan jika gejala-gejala
tidak mereda, menggunakan obat yang diresepkan untuk orang lain, dan tentunya,
proses penuaan fisiologis yang terus berjalan. Lansia mengonsumsi lebih banyak
obat dibandingkan dengan kelompok umur yang lain. Hampir sepertiga dari
semua obat dengan resep dokter yang digunakan di Amerika Serikat digunakan
oleh orang yang berusia lebih dari 65 tahun, dan hampir dua pertiga dari semua
lansia menggunakan suatu produk obat yang dijual bebas secara teratur (Joyce &
Evelyn, 1996).
Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional Indonesia menunjukkan dalam
pengobatan sendiri ada kecenderungan penggunaan obat menurun, tetapi
penggunaan obat tradisional dan cara tradisional meningkat dari tahun 1998 ke
tahun 2001 (Supardi, 2005). Golongan obat yang digunakan dalam pengobatan
sendiri adalah obat bebas sebesar 90,17% dan obat resep 9,83% (Ditjen POM,
1993).
Usia bertambah akan terjadi perubahan-perubahan fisiologis yang
berkaitan dengan proses penuaan yang mempunyai efek utama dalam terapi obat.
Beberapa perubahan fisiologis yang bisa berefek terhadap terapi obat pada lansia
adalah: pada mukosa rongga mulut elastisitas hilang, sehingga menjadi kering dan
pecah-pecah; sensitif terhadap obat yang membuat mulut kering; rentan terhadap
penyakit pada gusi dan gigi berlubang. Bersihan esofagus lambat karena kontraksi
4
melemah dan sfingter esofagus bawah tidak bisa relaksasi; sulit menelan tablet
atau kapsul yang besar. Penurunan keasaman lambung dan peristaltik;
meningkatnya efek pengiritasi obat yang sangat asam (misal aspirin), perubahan
larut obat tertentu. Tonus otot kolon menurun, refleks defekasi hilang,
menggunakan laksatif secara berlebihan; aliran darah pada usus menurun; ekskresi
obat melambat; absorpsi obat melambat. Jantung dan sirkulasi, terjadi penurunan
curah jantung, dan penurunan aliran darah. Hati, mengalami penurunan fungsi
enzim; waktu biotransformasi lebih panjang; durasi kerja obat lebih lama dari
normal; resiko sensitivitas dan toksisitas obat lebih besar. Ginjal, mengalami
penurunan aliran darah, penurunan fungsi nefron (sel-sel ginjal), dan penurunan
laju filtrasi glomerulus; risiko akumulasi obat dan toksisitas (Joyce & Evelyn,
1996; Potter & Perry, 2005).
Terapi obat merupakan suatu cara hemat biaya untuk penatalaksanaan
masalah kesehatan yang berkaitan dengan umur. Respons obat pada lansia
kadang-kadang tidak dapat diramalkan karena variasi dalam sensitivitas terhadap
efek obat terapeutik dan efek toksiknya. Banyak obat yang mempunyai indikasi
terapeutik yang sempit, sehingga perawat harus secara konstan waspada terhadap
efek yang tidak dikehendaki. Obat memainkan suatu peran integral dalam
keseluruhan penatalaksanaan berbagai permasalahan kesehatan yang dihubungkan
dengan penuaan (Stanley & Beare, 2006).
Penggunaan banyak obat lebih sering terjadi pada pasien yang sudah lansia
dengan menderita lebih dari satu penyakit. Satu atau lebih diantaranya bersifat
kronis, sementara penyakit yang lain bersifat akut, jika tidak ditangani dengan
baik dapat memperburuk kondisi. Penyakit-penyakit yang seringkali
5
menyebabkan lansia mengkonsumsi banyak obat diantaranya adalah hipertensi,
gagal jantung dan infark serta gangguan ritme jantung, diabetes mellitus,
gangguan fungsi ginjal dan hati. Juga terdapat berbagai keadaan yang khas dan
sering mengganggu lansia seperti gangguan fungsi kognitif, keseimbangan badan,
penglihatan dan pendengaran (Darmansjah, 1994; Corsonello et al, 2007).
Hasil penelitian menunjukkan 78% lansia menderita tidak kurang dari 4
macam penyakit, 38% menderita lebih dari 6 macam penyakit, dan 13%
menderita lebih dari 8 macam penyakit. Banyaknya penyakit yang diderita ini
sering menyulitkan seorang dokter membuat diagnosis yang tepat dan memberi
pengobatan yang rasional. Sehingga sering dijumpai, dokter meresepkan obat
secara berlebihan (over prescribing) atau memberikan obat tidak tepat (incorrect
prescribing) pada penderita lansia (Mustofa,1995) .
Perawat berada pada posisi yang ideal untuk memantau respons klien
terhadap pengobatan, memberikan pendidikan untuk klien dan keluarga tentang
program pengobatan dan menginformasikan kepada dokter efektifitas atau
ketidakefektifan obat serta obat yang tidak dibutuhkan lagi. Perawat harus
memantau apakah seorang klien menerima obat pada waktunya dan mengkaji
kemampuan klien untuk menggunakan obat secara mandiri. Perawat yang berada
di dalam masyarakat dapat memberikan konseling mengenai penggunaan obat
yang aman bagi lansia, memberikan penyuluhan dan pendidikan terkait konsumsi
obat yang aman bagi lansia. Perawat juga dapat melakukan kunjungan rumah
terhadap klien lansia yang mempunyai penyakit kronik yang setiap hari
mengkonsumsi obat, perawat dapat membuat catatatan berupa catatan pengobatan
(medication record) (Potter & Perry 2005).
6
Fungsi dan peran perawat dalam pemberian obat bagi pasien meliputi
peran perawat sebagai tenaga pengelola obat, peran perawat dalam mengobservasi
reaksi dan efek samping obat, fungsi perawat dalam pelaksanaan kolaborasi
dengan dokter dan apoteker, serta fungsi perawat dalam pemberian obat yang
telah tersedia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peran perawat sebagai tenaga
pengelola obat (81,67%), peran perawat dalam mengobservasi reaksi dan efek
samping obat (87,50%), fungsi perawat dalam pelaksanaan kolaborasi dengan
dokter dan apoteker (98,33%), fungsi perawat dalam pemberian obat yang telah
tersedia (84,50%) (Muntasir, 2007).
Pengelolaan obat sangat penting dalam mempertahankan dan
meningkatkan kesehatan yang baik bagi lansia. Perawat dapat bekerja secara
kolaboratif dengan klien untuk memastikan penggunaan semua obat dengan aman
dan tepat. Klien harus diajarkan nama obat-obatan yang digunakan, kapan dan
bagaimana menggunakannya, dan efek obat yang diharapkan serta yang tidak
diharapkan. Perawat juga mengajarkan bagaimana menghindari efek merugikan
atau interaksi obat dan bagaimana membentuk dan mengikuti pola pemberian obat
secara mandiri dengan tepat (Potter & Perry, 2005).
Perawat harus merencanakan strategi dengan lansia dan keluarga serta
teman mereka untuk mengurangi masalah-masalah yang mungkin terjadi. Dengan
hanya memberikan perintah pengobatan tidak menjamin klien dapat meminum
obat atau memakai obat dengan benar contohnya, obat seperti ibuprofen dapat
mengiritasi saluran gastrointestinal, sehingga seringkali membuat lansia tidak
akan memakai obat tersebut, untuk itu dapat diberikan magnesium hidroksida
7
sebelum pemberian ibuprofen untuk mengurangi efek samping (Joyce & Evelyn,
1996).
Obat-obat yang sering dikonsumsi oleh lansia, seperti obat analgesik
(terutama aspirin, asetaminofen, dan ibuprofen) digunakan oleh 30 sampai 40 %
lansia, banyak yang menggunakan lebih dari satu butir analgesik secara bersama-
sama. Vitamin dan pelengkap makanan digunakan oleh 1 dari tiap 3 orang yang
berusia 65 tahun. Lansia sering juga memakai obat laksatif. Hampir 10% orang
yang berusia lebih dari 65 tahun mengakui menggunakan laksatif secara teratur,
dan menjadi ketergantungan, penggunaannya meningkat seiring dengan
peningkatan usia (Stanley & Beare, 2006).
Kriteria penggunaan obat rasional adalah tepat diagnosis, tepat indikasi
penyakit, tepat pemilihan obat, tepat dosis (dosis, jumlah, cara, waktu dan lama
pemberian obat harus tepat), waspada terhadap efek samping. Dengan penggunaan
obat yang rasional membuat konsumsi obat menjadi aman (Direktorat bina
penggunaan obat rasional, 2008).
Terbentuknya suatu perilaku baru dimulai pada domain kognitif.
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam
membentuk tindakan seseorang. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan
lebih lama daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Penerimaan
perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses pengetahuan, kesadaran dan
sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat lama (long lasting).
Pengetahuan akan menimbulkan respons batin dalam bentuk sikap dan akan
menimbulkan respons yang lebih jauh lagi yaitu berupa perilaku. perilaku yang
8
diekspresikan dalam bentuk tindakan, yang merupakan bentuk nyata dari
pengetahuan dan sikap yang telah dimiliki (Notoatmodjo, 2003).
Hasil studi pendahuluan pada tanggal 12 Juni 2012, lansia yang berada di
Posbindu Cempaka mendapatkan obat dari warung, Posbindu Cempaka,
Puskesmas, Rumah sakit, dan apotik. Lansia mencari obat bila ada keluhan yang
dirasakan, bila keluhan ringan seperti flu, pilek, batuk dan demam membeli obat
yang ada di warung, bila keluhan sudah mulai berat maka lansia datang ke
puskesmas atau ke Rumah sakit. Konsumsi obat sesuai dengan yang telah
diresepkan oleh dokter dan meminum obat tersebut sampai habis, bila keluhan
masih terasa atau keluhan datang lagi lansia membeli obat ke apotik dengan resep
ataupun tanpa resep dari dokter. Menurut kader lansia biasanya diberikan obat
paling sedikit 3 macam obat. Lansia mengaku jenuh dengan banyaknya obat yang
diminum dan harus teratur, sehingga terkadang mereka tidak patuh minum obat.
Dilihat dari dampak yang ditimbulkan akibat pemakaian obat yang tidak
aman dikonsumsi pada lansia dan atas dasar teori diatas, maka peneliti tertarik
untuk meneliti hubungan pengetahuan dan sikap lansia tentang konsumsi obat
yang aman terhadap perilaku minum obat di Posbindu Cempaka, RW 06,
Kelurahan Cempaka Putih Ciputat.
B. Rumusan Masalah
Dilihat dari latar belakang di atas dengan semakin banyaknya jumlah
lansia, dan makin banyak lansia yang mengkonsumsi obat, maka peneliti
merumuskan masalah penelitian ini yakni “Hubungan pengetahuan dan sikap
9
lansia tentang konsumsi obat yang aman terhadap perilaku minum obat di
Posbindu Cempaka, RW 06, Kelurahan Cempaka Putih Ciputat?”.
C. Pertayaan Penelitian
1. Bagaimana gambaran pengetahuan lansia tentang konsumsi obat yang
aman di Posbindu Cempaka Kelurahan Cempaka Ciputat?
2. Bagaimana gambaran sikap lansia terhadap konsumsi obat yang aman di
Posbindu Cempaka Kelurahan Cempaka Ciputat?
3. Bagaimana perilaku minum obat lansia di Posbindu Cempaka Kelurahan
Cempaka Ciputat?
4. Adakah hubungan pengetahuan lansia tentang konsumsi obat yang aman
dengan perilaku minum obat di Posbindu Cempaka Kelurahan Cempaka
Ciputat?
5. Adakah hubungan sikap lansia terhadap konsumsi obat yang aman dengan
perilaku minum obat di Posbindu Cempaka Kelurahan Cempaka Ciputat?
D. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan sikap lansia terhadap
perilaku minum obat di Posbindu Cempaka Kelurahan Cempaka, Ciputat.
2. Tujuan khusus
a. Melihat gambaran pengetahuan lansia tentang konsumsi obat yang
aman di Posbindu Cempaka Kelurahan Cempaka Ciputat.
10
b. Melihat gambaran sikap lansia terhadap konsumsi obat yang aman di
Posbindu Cempaka Kelurahan Cempaka Ciputat
c. Melihat gambaran perilaku minum obat lansia di Posbindu Cempaka
Kelurahan Cempaka Ciputat
d. Mengetahui hubungan pengetahuan lansia tentang konsumsi obat
yang aman dengan perilaku minum obat di Posbindu Cempaka
Kelurahan Cempaka Ciputat.
e. Mengetahui hubungan sikap lansia terhadap konsumsi obat yang
aman dengan perilaku minum obat di Posbindu Cempaka Kelurahan
Cempaka Ciputat.
E. Manfaat Penelitian
1. Bagi institusi tempat penelitian
Hasil penelitian ini dapat menjadi referensi dalam melaksanakan program
yang bersifat perilaku minum obat di lansia. Sebagai program promosi
konsumsi obat yang aman bagi lansia.
2. Bagi pendidikan keperawatan
Diharapkan dapat memperluas bahasan yang berkaitan dengan lingkup
keperawatan gerontik (lansia). Dalam hal ini dikhususkan pada
pengetahuan dan sikap lansia tentang konsumsi obat yang aman bagi
lansia terhadap perilaku minum obat yang hingga pada saat ini masih
sedikit bahasannya.
11
3. Bagi peneliti
Merupakan hal yang sangat menarik bagi peneliti, karena yang dihadapi
yaitu lansia yang memerlukan perawatan yang komprehensif dan dapat
menambah wawasan tentang pengetahuan dan sikap lansia tentang
konsumsi obat yang aman bagi lansia terhadap perilaku minum obat.
4. Bagi peneliti selajutnya
Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi tentang pengetahuan dan
sikap lansia tentang konsumsi obat yang aman bagi lansia terhadap
perilaku minum obat untuk dapat mengembangkan penelitian-penelitian
selanjutnya.
F. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif-korelasional,
dengan menggunakan metodologi penelitian cross sectional. Data dikumpulkan
dengan cara penyebaran kuesioner terkait pengetahuan dan sikap lansia tentang
konsumsi obat yang aman bagi lansia terhadap perilaku minum obat. Populasi
dalam penelitian ini yakni lansia yang tercatat di Posbindu Cempaka, RW 06,
Kelurahan Cempaka Putih, Ciputat dengan teknik sampling yakni purposive
sampling dimana obyek datang dan memenuhi ktiteria pemilihan dimasukkan
dalam penelitian sampai jumlah yang diperlukan terpenuhi.
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Lansia
1. Definisi
Lansia adalah seseorang yang telah mencapai umur 60 tahun keatas
karena adanya proses penuaan berakibat menimbulkan berbagai masalah
kesejahteraan dihari tua (Mangoenprasodjo, 2005). Ada dua pandangan
tentang definisi lansia, yaitu pandangan orang barat yang tergolong lansia
adalah orang yang sudah berumur 65 tahun keatas, dimana usia ini akan
membedakan seseorang masih dewasa atau sudah lanjut, sedangkan
pandangan orang Indonesia, lansia adalah orang yang berumur lebih dari 60
tahun karena dipakai sebagai usia maksimal kerja dan mulai tampaknya ciri-
ciri ketuaan (Santrock, 2002).
2. Karakteristik Lansia
Menurut Keliat dalam Maryam (2008), lansia memiliki karakteristik sebagai
berikut:
a. Berusia lebih dari 60 tahun (sesuai dengan pasal 1 ayat (2) UU No.13
tentang kesehatan).
b. Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai
sakit, dari kebutuhan biopsikososial sampai spritual, serta dari kondisi
adaptif hingga kondisi maladaptif.
c. Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi.
13
3. Konsep Menua
Proses menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-
lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti dan
mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap
infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Nugroho, 2000).
Perubahan menjadi tua adalah perubahan alami yang akan dilalui
oleh setiap orang saat memasuki lansia. Selama proses ini akan terjadi
penurunan sejumlah sel-sel tubuh baik bentuk maupun jumlahnya, yang
tentunya berpengaruh pada fungsi organ-organ tubuh lainnya. Perubahan juga
terjadi dalam aspek sosial berupa kehilangan pekerjaan, pensiun, kehilangan
pasangan dan terpisah dengan anak. Selain itu juga terjadi perubahan kejiwaan
berupa daya ingat yang menurun, cepat lupa, mudah sedih, mudah
tersinggung, mudah frustasi, merasa kesepian, dan takut kemandirian hilang
(Nugroho dalam Maryam, 2008).
Menua adalah proses yang mengubah seorang dewasa sehat
menjadi seorang yang frail dengan berkurangnya sebagian besar cadangan
sistem fisiologis dan meningkatnya kerentanan terhadap berbagai penyakit dan
kematian (Setiati, Harimurti & Roosheroe, 2006).
Terdapat dua jenis penuaan, antara lain penuaan primer,
merupakan proses kemunduran tubuh gradual tak terhindarkan yang dimulai
pada masa awal kehidupan dan terus berlangsung selama bertahun-tahun,
terlepas dari apa yang orang-orang lakukan untuk menundanya, sedangkan
penuaan sekunder merupakan hasil penyakit, kesalahan dan penyalahgunaan
faktor-faktor yang sebenarnya dapat dihindari dan berada dalam kontrol
14
seseorang (Busse,1987; J.C Horn & Meer,1987 dalam Papalia, Olds &
Feldman, 2005). Banyak perubahan yang dikaitkan dengan proses menua
merupakan akibat dari kehilangan yang bersifat bertahap (gradual loss).
Watson (2003) mengungkapkan bahwa lansia mengalami perubahan-
perubahan fisik diantaranya perubahan sel, sistem persarafan, sistem
pendengaran, sistem penglihatan, sistem kardiovaskuler, sistem pengaturan
suhu tubuh, sistem respirasi, sistem gastrointestinal, sistem genitourinari,
sistem endokrin, sistem muskuloskeletal, disertai juga dengan perubahan-
perubahan mental menyangkut perubahan ingatan (memori). Berdasarkan
perbandingan yang diamati secara potong lintang antar kelompok usia yang
berbeda, sebagian besar organ tampaknya mengalami kehilangan fungsi
sekitar 1 persen per tahun, dimulai pada usia sekitar 30 tahun (Setiati,
Harimurti & Roosheroe, 2006).
4. Perubahan Fisiologis Pada Lansia
Perubahan fisiologis bervariasi pada setiap lansia yang umumnya
diantisipasi oleh lansia. Perubahan ini bukan proses patologis, perubahan ini
terjadi pada semua orang tetapi pada kecepatan yang berbeda dan tergantung
pada kehidupan. Perubahan-perubahan fisiologis tersebut mempunyai efek
utama dalam terapi obat, seperti: pada gastrointestinal, akan terjadi
peningkatan Ph (asam) lambung, penurunan peristaltik yang menyebabkan
terhambatnya waktu pengosongan usus halus. Sistem vaskuler akan terjadi
penurunan curah jantung dan penurunan aliran darah. Hati akan terjadi
penurunan fungsi enzim dan penurunan aliran darah. Ginjal akan terjadi
15
penurunan aliran darah, penurunan nefron-nefron yang berfungsi (sel-sel
ginjal), dan penurunan laju filtrasi glomerulus. Pada lansia, obat-obat yang
bersifat asam kurang diserap karena sekresi lambung yang basa, dan obat-obat
lebih lama berada di dalam saluran gastrointestinal karena berkurangnya
motilitas lambung. Lansia mengalami penurunan curah jantung dan penurunan
aliran darah, sehingga mempengaruhi aliran darah kehati dan ginjal,
menyebabkan setelah usia 65 tahun, fungsi nefron berkurang sampai 35%, dan
setelah usia 70 tahun, aliran darah ke ginjal berkurang sampai 50%. Disfungsi
hati dapat dialami oleh lansia akibat menurunnya fungsi enzim, dan juga
menurunnya kemampuan hati untuk memetabolisir dan mendetoksikasi obat-
obat, sehingga meningkatkan risiko toksisitas obat (Joyce & Evelyn, 1996).
Dengan adanya disfungsi hati dan ginjal, efektivitas dari suatu
dosis obat biasanya berkurang. Pemakaian obat yang banyak dapat
meningkatkan efek obat dan ekskresi obat pada orang lansia. Hati dan ginjal
adalah 2 organ utama yang bertanggung jawab untuk klirens (bersihan) obat
dari tubuh. Jika efisiensi kedua sistem tubuh ini berkurang, maka waktu paruh
obat diperpanjang dan toksisitas obat mungkin terjadi. Perawat perlu menilai
fungsi ginjal dan memantau keluaran urin dan nilai-nilai laboratorium dari
nitrogen urea darah (BUN=Blood Urea Nitrogen)dan kreatinin serum (Cr).
Untuk menilai fungsi hati, enzim-enzim hati perlu diperiksa. Kadar yang
meningkat menunjukkan adanya kemungkinan disfungsi hati. Faktor-faktor
yang menunjang terjadinya reaksi yang merugikan pada orang lansia adalah
berkurangnya tempat pengikatan pada protein, yang meningkatkan jumlah
obat bebas yang bersirkulasi, berkurangnya metabolisme dalam hati, dan
16
waktu paruh obat yang memanjang akibat menurunnya fungsi hati dan ginjal.
Interval waktu antara dosis suatu obat mungkin perlu ditambah untuk klien
lansia. Penilaian untuk efek-efek yang merugikan merupakan proses yang
terus-menerus dalam merawat orang lansia (Joyce & Evelyn, 1996).
B. Masalah Obat Pada Lansia
1. Pengertian Obat
Menurut Ansel (1985), obat adalah zat yang digunakan untuk
mengurangi rasa sakit, serta mengobati atau mencegah penyakit pada manusia
atau hewan. Obat merupakan sediaan atau paduan bahan-bahan yang siap
untuk digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau
keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan,
penyembuhan, pemulihan, peningkatan, kesehatan dan kontrasepsi (Kebijakan
Obat Nasional, Departemen Kesehatan RI, 2005).
Obat merupakan salah satu komponen yang tidak dapat tergantikan
dalam pelayanan kesehatan. Obat berbeda dengan komoditas perdagangan,
karena selain merupakan komoditas perdagangan, obat juga memiliki fungsi
sosial. Obat berperan sangat penting dalam pelayanan kesehatan karena
penanganan dan pencegahan berbagai penyakit tidak dapat dilepaskan dari
tindakan terapi dengan obat atau farmakoterapi, peran obat secara umum
adalah sebagai berikut dalam Sanjoyo (2005):
a. Untuk pencegahan penyakit
b. Menyembuhkan penyakit
c. Memulihkan (rehabilitasi) kesehatan
17
d. Peningkatan kesehatan
e. Mengurangi rasa sakit
2. Obat yang Sering Diminum Lansia
Menurut Stanley & Beare (2006) produk obat yang paling sering digunakan
oleh lansia adalah :
a. Analgesic (aspirin, asetaminofen dan ibuprofen )
b. Mineral dan Vitamin
c. Laksatif
d. Preparat obat batuk dan Flu
Obat yang sering diresepkan pada lansia dalam Farklin (2009), yaitu:
a. Obat-obat sistem saraf pusat
1) Sedativa-hipnotika
Jenis obat diantaranya, Anesfer, Dormicum, Estalin, Sedacum, dan
Sezolam. Efek yang dihasilkan untuk antidepresan, obat tidur dan
anestesi. Efek samping obat yang ditimbulkan pada lansia, pasien
merasa tidak enak badan setelah bangun tidur (dapat terjadi sepanjang
hari), sempoyongan, kekakuan dalam bicara dan kebingungan
beberapa waktu sesudah minum obat.
2) Analgetika
Jenis obat diantaranya, Acetram, Corsadol, Aspirin bayer, Pamol,
Panadol dan Sanmol. Efek yang dihasilkan untuk meredakan nyeri
seperti sakit kepala, sakit gigi, nyeri otot dan demam. Dengan
menurunnya fungsi respirasi karena bertambahnya umur, maka
18
kepekaan terhadap efek respirasi obat-obat golongan opioid
(analgetika-narkotik) juga meningkat.
3) Antidepresansia
Jenis obat diantaranya, Deproz, Antiprestin, Ludios, Sandepril, dan
Valdoxan. Efek yang dihasilkan untuk mengobati gejala-gejala
depresi, insomnia. Sering menimbulkan efek samping pada lansia,
antara lain berupa mulut kering, retensi urin, konstipasi, hipotensi
postural, kekaburan pandangan, kebingungan, dan aritmia jantung.
b. Obat-obat kardiovaskuler
1) Antihipertensi
Jenis obat diantaranya, Cardura, Catapres, Captopril, dan Dopamet.
Efek yang dihasilkan untuk mengatasi darah tinggi. Pengobatan
hipertensi pada lansia sering menjadi masalah, tidak saja dalam hal
pemilihan obat, penentuan dosis dan lamanya pemberian, tetapi juga
menyangkut keterlibatan pasien secara terus menerus dalam proses
terapi. Hal ini karena pengobatannya umumnya jangka panjang.
2) Obat-obat antiaritmia
Jenis obat seperti Tiaryt. Efek yang dihasilkan untuk menekan dan
mencegah terjadinya aritmia ventrikuler dan supraventrikuler yang
membahayakan jiwa. Pengobatan antiaritmia pada lansia akhir-akhir
ini semakin sering dilakukan mengingat makin tingginya angka
kejadian penyakit jantung koroner pada kelompok ini.
19
3) Glikosida jantung
Jenis obat diantaranya, Fargoxin, Digoxin, dan Indop. Digoksin
merupakan obat yang diberikan pada penderita lansia dengan
kegagalan jantung atau aritmia jantung. Gejala intoksikasi digoksin
sangat beragam mulai anoreksia, kekaburan penglihatan, dan psikosis
hingga gangguan irama jantung yang serius.
c. Antibiotika
Jenis obat diantaranya, Ciprofloxacin, Garamycin, dan Claforan. Efek yang
dihasilkan untuk mengatasi infeksi yang disebabkan oleh mikroba.
Pemakaian antibiotika golongan aminoglikosida dan laktam perlu
diwaspadai karena ekskresi utamanya melalui ginjal. Penurunan fungsi
ginjal karena lansia akan mempengaruhi eliminasi antibiotika tersebut, di
mana waktu paruh obat menjadi lebih panjang (waktu paruh gentasimin,
kanamisin, dan netilmisin dapat meningkat sampai dua kali lipat) dan
memberi efek toksik pada ginjal (nefrotoksik), maupun organ lain
(misalnya ototoksisitas).
d. Obat-obat antiinflamasi
Jenis obat diantaranya, Aktofen, Antalgin, Cataflam, dan Arcoxia. Obat-
obat golongan antiinflamasi relatif lebih banyak diresepkan pada lansia,
terutama untuk keluhan-keluhan nyeri sendi (osteoaritris). Berbagai studi
menunjukkan bahwa obat-obat antiinflamasi non-steroid (AINS), seperti
misalnya indometasin dan fenilbutazon, akan mengalami perpanjangan
waktu paruh jika diberikan pada lansia, karena menurunnya kemampuan
metabolisme hati.
20
e. Laksansia
Jenis obat diantaranya, Bicolax, Microlax, dan Laxasium. Pada lansia
umumnya akan terjadi penurunan motilitas gastrointestinal, yang biasanya
dikeluhkan dalam bentuk konstipasi. Pemberian obat-obat laksansia jangka
panjang sangat tidak dianjurkan, karena di samping menimbulkan habituasi
juga akan memperlemah motilitas usus.
Daftar obat yang tidak dianjurkan pemberiannya kepada lansia karena adanya efek
samping yang serius dalam Maryam (2008):
a. Psikofarmaka: diazepam, lorazepm, fluoksetin, semua senyawa barbital
(terkecuali fenobarbital dan untuk epilepsi)
b. analgetik dan obat rema: naproksen, piroksikam, indometasin
c. Obat jantung: disopiramida, dipirimadol, amiodaron, metildopa, nifedipin
d. Antihistamin: siproheptadin, prometazin, deksklorfeniramin
e. Obat parkinson: orfenadrin
f. Obat anti-bakteril:nitrofurantoin
g. Hormon pria: testosteron
h. Obat lambung: simetidin, emulsi parafin
Banyak obat yang dapat menyebabkan kerusakan kognitif pada lansia
seperti: amantadine, aspirin, klorpromazin, simetidin, diazepam, difenhidramin,
flurazepam, haloperidok, meperidin, metildopa, reserpin, triazolam dan
kemungkinan 2 atau lebih dari obat-obat ini akan diresepkan secara bersamaan
cukup tinggi (Stanley & Beare, 2006).
Sebagian dari perubahan farmakokinetik ini sukar untuk diramalkan,
petugas kesehatan, termasuk perawat harus memulai terapi dengan dosis efektif
21
yang paling rendah. Titrasi dosis yang hati-hati, dengan sedikit peningkatan
jumlah dalam dosis obat, mungkin diperlukan untuk mencapai tujuan pengobatan.
Dosis yang konservatif dapat membantu mencegah keracunan dan membantu
pasien menghemat biaya tambahan untuk obat yang tidak perlu (Stanley & Beare,
2006).
Obat oral adalah obat yang paling aman dan paling mudah diberikan,
kecuali jika klien menderita gangguan fungsi cerna atau tidak mampu menelan
(Potter, Ferry 2005). Kadang-kadang sulit menelan tablet yang terlalu besar, tetapi
sebaliknya tablet yang kecil sulit dipegang karena tangan dan jari-jari mulai kaku.
Kadang-kadang sulit mengeluarkan obat dari wadahnya. Obat cair sepertinya
pilihan yang baik, tetapi tetap ada kendala karena mulai sulit untuk menuangkan
obat dari botolnya dan tidak tepat dalam mengisi sendok dengan takaran yang
seharusnya. Juga mulai sulit untuk membawa sendok kearah mulut karena tangan
mulai gemetar dan tidak lentur lagi (Hanna & Andar, 2009).
3. Masalah Dalam Peresapan Obat Pada Lansia
Masalah dalam peresepan obat dalam Manjoer (2004), yaitu:
a. Farmakokinetik
Yang meliputi penyerapan, distribusi, metabolisme dan pengeluaran obat.
b. Farmakodinamik
Perubahan ini berupa gangguan kepekaan target organ terhadap obat yang
dikonsumsi pada lansia yang menyebabkan meningkatnya atau
berkurangnya efek obat tersebut dibandingkan dengan pada usia yang
lebih muda
22
c. Masalah-masalah khusus
Beberapa masalah khusus perlu diperhatikan di dalam meresepkan obat
pada lansia, yaitu :
1) Polifarmasi: lansia cenderung mengalami polifarmasi karena
penyakitnya yang lebih dari satu jenis (multipatologi), dan diagnosis
tidak jelas.
2) Takaran obat : akibat perubahan farmakokinetik dan farmakodinamik
pada lansia maka takaran obat perlu diberikan serendah mungkin yang
masih mempunyai efek untuk menyembuhkan.
3) Efek samping, interaksi, toksisitas obat dan penyakit iatrogenik
(penyakit yang disebabkan obat yang digunakan)
4) Ketidakpatuhan menggunakan obat menurut aturan pemakaian,
memegang peranan untuk timbulnya efek samping obat.
4. Interaksi Obat Pada Lansia
Suatu interaksi bisa terjadi ketika efek suatu obat diubah oleh
kehadiran obat lain, obat herbal, makanan, minuman atau agen kimia lainnya
dalam lingkungan. Efek suatu obat merubah efek obat lain atau saling
mempengaruhi. Ketika obat bersaing satu dengan yang lainnya, atau yang
terjadi ketika satu obat hadir bersama dengan obat yang lainnya (Stockley,
2008). Kemungkinan terjadinya interaksi obat semakin besar dengan
meningkatnya kompleksitas obat-obat yang digunakan dalam pengobatan saat
ini dan kecenderungan polifarmasi (Tatro, 2001).
23
Penggunaan berbagai obat, beberapa orang dokter, dan
penggunaan obat yang dijual bebas semua turut berperan dalam terjadinya
interaksi obat. Penurunan fungsi ginjal dan hati yang berhubungan dengan
penuaan membuat konsekuensi interaksi obat tampaknya dapat menjadikan
penyakit yang dialami lansia akan lebih serius. Interaksi obat yang mungkin
mempunyai konsekuensi kecil pada orang dewasa muda, dapat menimbulkan
konsekuensi yang merusak pada lansia. Sebagai contoh, orang muda tidak
diragukan lagi akan mengalami sedasi oleh kombinasi difenhidramin dan
suatu fenotiazin seperti klopromazin. Pada lansia, kombinasi ini turut berperan
dalam kejadian jatuh, baik karena sedasi yang berlebihan atau karena
pengaruh pada tekanan darah postural. Interaksi obat dapat dideteksi hanya
jika suatu daftar obat lengkap yang digunakan dapat dipelihara. Profil obat
termasuk daftar obat yang diresepkan maupun yang dijual bebas selalu ditulis
oleh setiap dokter pasien tersebut (Maryam, 2008).
Mekanisme interaksi obat dapat dibagi menjadi interaksi yang
melibatkan aspek farmakokinetik obat dan interaksi yang mempengaruhi
respon farmakodinamik obat. Interaksi farmakokinetik dapat terjadi pada
beberapa tahap, meliputi absorpsi, distribusi, metabolisme, atau ekskresi.
Interaksi farmakodinamik adalah interaksi dimana efek suatu obat diubah oleh
obat lain (Fradgley, 2003). Beberapa kejadian interaksi obat sebenarnya dapat
diprediksi sebelumnya dengan mengetahui efek farmakodinamik serta
mekanisme farmakokinetik obat-obat tersebut. Pengetahuan mengenai hal ini
akan bermanfaat dalam melakukan upaya pencegahan terhadap efek
24
merugikan yang dapat ditimbulkan akibat interaksi obat (Quinn dan Day,
1997).
Interaksi obat yang paling penting pada lansia termasuk obat
dengan indikasi terapeutik yang sempit atau obat yang memengaruhi sistem
saraf pusat. Perawat perlu menyaring profil pengobatan untuk interaksi obat
pada pasien yang menggunakan obat seperti warfarin, fenitoin, karbamazepin,
fenobarbital, digoksin, quinidin, prokainamid, antidepresan, atau
benzodiazepin (Maryam, 2008).
5. Polifarmasi Pada Lansia
Kombinasi obat yang tidak diperlukan adalah penggunaan dua
macam obat atau lebih dengan kelas terapi yang sama namun berbeda
golongan yang dimaksudkan untuk meningkatkan efektivitas terapi namun
salah satu obat atau lebih dalam kombinasi tersebut sebenarnya tidak
diperlukan bagi pasien (Rahmawati, 2008).
Kelompok lansia mengkonsumsi lebih banyak obat dibandingkan
dengan kelompok umur lain. Polifarmasi ada bila obat-obatan yang digunakan
tidak memiliki indikasi yang nyata, duplikasi pengobatan, interaksi
pengobatan yang sedang digunakan saat ini, kontraindikasi pengobatan yang
digunakan, obat yang digunakan untuk mengobati reaksi obat yang
merugikan, atau terdapat perbaikan setelah pemutusan obat (Stanley & Beare,
2006).
Terapi obat adalah dasar perawatan untuk artritis, hipertensi,
penyakit arteri koroner, diabetes, dan banyak dari permasalahan medis kronis
25
lain dapat dilihat pada lansia. Karena 4 dari 5 orang yang berusia di atas 65
tahun mempunyai satu atau lebih penyakit kronis, tidak mengejutkan bahwa
kelompok usia ini adalah pemakai paling besar obat yang diresepkan. Adanya
sejumlah permasalahan medis mungkin membawa pasien untuk mencari
bantuan dari beberapa dokter. Suatu resep dibuat untuk 60% kunjungan ke
tempat praktik, dan karena lansia mengunjungi dokter lebih banyak daripada
kelompok usia yang lain, mereka menerima lebih banyak obat yang
diresepkan (Stanley & Beare,2006).
6. Dampak Masalah Polifarmasi Pada Lansia
Penggunaan berbagai macam obat meningkatkan potensi untuk
terjadinya ketidakpatuhan dan turut berperan dalam terjadinya reaksi obat
yang tidak diinginkan, interaksi obat, dan biaya pelayanan kesehatan.
Penambahan suatu obat baru pada program pengobatan mungkin memerlukan
suatu perubahan gaya hidup pasien ( misalnya: harus ingat untuk memakan
satu tablet pada pagi hari) atau perubahan yang lebih penting (misalnya: harus
ingat untuk memakan enam atau delapan kapsul setiap harinya, melakukan
penyesuaian untuk diet yang dikendalikan, membatasi aktifitas fisik atau
menggunakan obat tambahan untuk mengantisipasi efek samping obat).
Kurangnya dukungan terhadap program pengobatan yang kompleks
merupakan hal yang sering terjadi, dan kegagalan penyedia layanan kesehatan
untuk mengkoordinasikan program pengobatan. Perilaku ketergantungan
kemudian mungkin mendorong kearah tidak mematuhi, kegagalan perawatan,
atau ketergantungan yang berlebihan pada obat. Tipe perilaku mencari obat ini
26
mungkin mendorong kearah penggunaan obat yang berlebihan (Stanley &
Beare, 2006).
Berbagai studi menunjukkan bahwa terdapat korelasi positif antara
jumlah obat yang diminum dengan kejadian efek samping obat. Artinya,
makin banyak jenis obat yang diresepkan pada individu-individu lansia, makin
tinggi pula kemungkinan terjadinya efek samping. Secara epidemiologis, 1
dari 10 orang (10%) akan mengalami efek samping setelah pemberian 1 jenis
obat. Resiko ini meningkat mencapai 100% jika jumlah obat yang diberikan
mencapai 10 jenis atau lebih. Secara umum angka kejadian efek samping obat
pada lansia mencapai 2 kali lipat kelompok usia dewasa. Obat-obat yang
sering menimbulkan efek samping pada lansia antara lain analgetika,
antihipertensi, antiparkinsion, antipsikotik, sedatif dan obat-obat
gastrointestinal. Sedangkan efek samping yang paling banyak dialami antara
lain hipotensi postural, ataksia, kebingungan, retensi urin, dan konstipasi.
Tingginya angka kejadian efek samping obat ini nampaknya berkaitan erat
dengan kesalahan peresepan oleh dokter maupun kesalahan pemakaian oleh
pasien, dalam Franklin (2009),
a. Kesalahan peresepan
Sebagai contoh simetidin yang sering diberikan pada kelompok usia ini,
ternyata memberi dampak efek samping yang cukup sering (misalnya
halusinasi dan reaksi psikotik), jika diberikan sebagai obat tunggal. Obat
ini juga menghambat metabolisme berbagai obat seperti warfarin, fenitoin
dan beta blocker. Sehingga pada pemberian bersama simetidin tanpa lebih
dulu melakukan penetapan dosis yang sesuai, akan menimbulkan efek
27
toksik yang kadang fatal karena meningkatnya kadar obat dalam darah
secara mendadak (Franklin, 2009).
b. Kesalahan pasien
Secara konsisten, kelompok lansia banyak mengkonsumsi obat-obat yang
dijual bebas/tanpa resep (OTC). kandungan zat-zat aktif dalam satu obat
OTC kadang-kadang belum jelas efek farmakologiknya atau malah
bersifat membahayakan. Beberapa antihistamin mempunyai efek sedasi,
yang jika diberikan pada pasien dengan gangguan fungsi kognitif akan
memberi efek samping yang serius. Demikian pula obat-obat dengan
kandungan zat yang mempunyai antimuskarinik akan menyebabkan
retensi urin atau glaukoma, yang penanganannya akan jauh lebih sulit
dibanding penyakitnya semula (Franklin, 2009).
c. Ketidak-jelasan informasi pengobatan
Keadaan ini banyak dialami oleh penderita-penderita penyakit yang
bersifat hilang timbul (sering kambuh). Kesalahan umumnya berupa salah
minum obat (karena banyaknya jenis obat yang diresepkan), atau berupa
ketidaksesuaian dosis dan cara pemakaian seperti yang dianjurkan.
Kelompok usia ini tidak jarang pula memanfaatkan obat-obat yang
kadaluwarsa secara tidak sengaja, karena ketidaktahuan ataupun
ketidakjelasan informasi. Namun demikian, hal-hal yang perlu dicatat
dalam segi ketaatan pasien antara lain dalam Franklin (2009) :
1) Meskipun secara umum populasi lansia kurang dari 15%, tetapi
peresepan pada usia ini relatif tinggi, yaitu mencapai 25%-30% dari
seluruh peresepan.
28
2) Pasien sering lupa instruksi yang berkenaan dengan cara, frekuensi dan
berapa lama obat harus diminum untuk memperoleh efek terapetik
yang optimal. Untuk antibiotika, misalnya pasien sering menganggap
bahwa hilangnya simptom memberi tanda untuk menghentikan
pemakaian obat.
3) Pada penderita yang tremor, mengalami gangguan visual atau
menderita artritis, jangan diberi obat cairan yang harus ditakar dengan
sendok.
4) Untuk pasien lansia dengan katarak atau gangguan visual karena
degenerasi makular, sebaiknya etiket dibuat lebih besar agar mudah
dibaca.
7. Reaksi Obat yang Tidak Diharapkan
Efek samping tidak mungkin dihindari atau dihilangkan sama
sekali, tetapi dapat ditekan atau dicegah seminimal mungkin dengan
menghindari faktor-faktor risiko yang sebagian besar dapat diketahui. Dampak
negatif masalah efek samping obat dalam klinik antara lain dapat
menimbulkan keluhan atau penyakit baru karena obat, meningkatkan biaya
pengobatan, mengurangi kepatuhan berobat serta meningkatkan potensi
kegagalan pengobatan. Hal ini dapat terjadi karena pada pasien lansia
kemungkinan terjadinya penurunan fungsi organ sehingga pada saat
pemberian obat, dosisnya harus disesuaikan. Selain itu faktor kepatuhan
minum obat, dimana untuk pasien lansia terkadang lupa untuk minum obat
(Shargel dan Andrew 1985).
29
Polifarmasi merupakan salah satu dari faktor utama yang
memberikan kontribusi, faktor resiko lain termasuk postur tubuh yang kecil
(terutama pada wanita), riwayat penyakit alergi, reaksi obat yang tidak di
harapkan yang telah terjadi sebelumnya, berbagai macam penyakit kronis,
gagal ginjal, berobat kepada beberapa orang dokter, status mental yang
abnormal, tinggal sendiri, masalah keuangan, tidak patuh, dan masalah
penglihatan atau pendengaran. Faktor resiko ini mungkin sering timbul secara
bersamaan pada lansia. Reaksi obat yang tidak diharapkan mungkin
menyebabkan perubahan kecil yang tidak menyenangkan atau perubahn
penting pada dosis obat. Reaksi tidak diharapkan yang lebih serius mungkin
cukup berat sehingga perlu dilakukan hospitalisasi. Dalam suatu penelitian
melaporkan bahwa 1 dari setiap 5 orang pasien lansia yang masuk ke rumah
sakit adalah akibat dari suatu reaksi obat yang tidak diharapkan. Obat-obat
yang dapat menyebabkan hospitalisasi karena reaksi yang tidak diharapkan :
analgesik, aspiri, kemoterapi, digoksin, insulin, prednison, teofilin, warfarin
(Stanley & Beare, 2006).
Banyak efek obat yang tidak di harapkan berhubungan dengan
dosis atau konsentrasi dan ada kecenderungan obat untuk terakumulasi pada
lansia. Untuk mencegah reaksi yang tidak diharapkan yang disebabkan oleh
efek farmakologis yang berlebihan, perawat harus memahami bagaimana
fisiologis, perubahan yang memengaruhi penumpukan obat di dalam tubuh.
Efek yang tidak diharapkan seperti hipotensi ortostatik, keadaan mengantuk,
pusing, pandangan kabur, atau konfusi. Gejala reaksi obat yang tidak
diharapakan ini mungkin akan diatasi dengan menambah obat lain, yang
30
hanya menambah masalah akibat penggunaan berbagai macam obat (Stanley
& Beare, 2006).
8. Fisiologis dan Penimbunan Obat Pada Lansia
Obat mengalami proses 4 tahap sebelum meninggalkan tubuh menurut
Stanley & Beare, (2006):
a. Absorpsi
Absorsi obat terjadi dengan cara difusi sederhana melalui usus halus, suatu
proses yang bergantung pada konsentrasi, tidak memerlukan energy dan
tidak di pengaruhi oleh usia. Tetapi, tingkat kecepatan absorsi dan efek
puncak dari beberapa obat mungkin lebih lambat pada lansia karena
penurunan yang berhubungan dengan penuaan pada aliran darah dan
otilitas gastrointestinal. Karena absorsi obat pada lansia mungkin
terlambat, toksiksitas obat yang terjadi pada pasien lansia mungkin terjadi
lebih lama dan lebih panjang daripada toksiksitas obat pada pasien yang
lebih muda. Berkurangnya keasaman lambung mengubah absorpsi obat-
obat yang bersifat asam lemah, seperti aspirin. Berkurangnya aliran darah
ke saluran gastrointestinal (berkurangnya 40-50%) adalah akibat dari
curah jantung yang menurun. Karena adanya aliran darah yang berkurang,
maka absorpsi diperlambat tetapi tidak berkurang. Berkurangnya laju
motilitas gastrointestinal (peristaltik) akan mengakibatkan tertundanya
mula kerja.
31
b. Distribusi
Saat di absorpsi, sebagian besar obat di distribusikan keseluruh tubuh
dalam konsentrasi yang bergantung pada kemampuan obat untuk
menembus baik kompartemen yang mengandung air maupun yang
mengandung lipid. Karena total cairan tubuh menurun 10 sampai 15% di
antara usia 20 tahun dan 80 tahun, lansia akan mengalami peninggian
konsentrasi plasma ketika obat yang di distribusikan kedalam plasma di
berikan, kecuali jika penyesuaian dosis telah di lakukan. Sebagai contoh,
lansia yang diberi suatu dosis standar etanol intravena mengalami puncak
konsentrasi alkohol yang lebih tinggi daripada orang yang lebih muda
dengan dosis yang sama.
Akibat berkurangnya air tubuh pada orang lansia, obat-obat yang larut
dalam air akan lebih terkonsentrasi (pekat). Terdapat peningkatan rasio
lemak terhadap air pada orang lansia, obat-obat yang larut dalam lemak
disimpan dan mengalami akumulasi. Lemak tubuh berfungsi sebagai
reservoir bagi obat yang larut dalam lemak, membantu menurunkan
konsentrasi plasma tetapi meningkatkan durasi aksi obat tersebut. Telah
terjadi peningkatan durasi aksi dari obat yang dapat larut dalam lemak
seperti flurazepam, diazepam, klorpromazin, dan antidepresan trisiklik
pada lansia. Perubahan ini disebabkan oleh peningkatan proporsi lemak
pada tubuh lansia. Orang lansia mempunyai serum protein dan kadar
albumin yang berkurang, sehingga terdapat lebih sedikit tempat
pengikatan pada protein, akibatnya terdapat lebih banyak obat bebas.
Obat-obat dengan afinitas yang tinggi terhadap protein bersaing untuk
32
mendapatkan tempat pengikatan pada protein dengan obat-obat lain.
Interaksi obat mengakibatkan berkurangnya tempat pengikatan pada
protein dan bertambahnya obat bebas.
c. Metabolisme dan eliminasi
Pada orang lansia, terdapat penurunan produksi enzim hati, aliran darah
hati, dan fungsi hati. Semua penurunan ini mengakibatkan berkurangnya
metabolisme obat. Dengan berkurangnya laju metabolisme obat, waktu
paruh (t 1/2) dari obat-obat meningkat, dan dapat terjadi akumulasi obat.
Metabolisme suatu obat menginaktivasi obat dan merupakan persiapan
untuk eliminasi oleh ginjal. Toksisitas obat mungkin terjadi jika waktu
paruh diperpanjang.
Ginjal dan hati adalah organ yang bertanggung jawab untuk
mengeliminasi sebagian besar obat melalui biotransformasi di dalam hati
menjadi suatu metabolit yang kurang aktif atau non aktif atau pembuangan
obat dan metabolitnya melalui ginjal. Kedua proses ini menurun seiring
dengan penuaan. Aliran darah hati menurun sebanyak 47% pada usia 65
tahun, yang sebagian terjadi akibat penurunan curah jantung secara
bersamaan. Aliran darah hati, yang merupakan suatu faktor utama dalam
klirens berbagai jenis obat, mungkin dipengaruhi lebih lanjut oleh gagal
jantung dan sirkulasi, demam, dan dehidrasi. Dosis beberapa obat mungkin
perlu dikurangi untuk lansia. Contoh obat yang mengalami penurunan
metabolisme pada lansia karena penurunan aliran darah hati : amitriptilin,
desipramin, imipramin, isoniazid, lidokain, meperidin, morfin, nortriptilin,
propoksifen, propranolol, verapamil.
33
Pada orang lansia terdapat penurunan aliran darah ginjal dan penurunan
laju filtrasi glomerulus sebanyak 40-50%. Dengan adanya penurunan
fungsi ginjal, terdapat penurunan ekskresi obat, dan terjadi akumulasi obat.
Dosis obat yang dieliminasi oleh ginjal harus dikurangi pada pasien lansia.
Contoh obat yang mengalami penurunan eliminasi pada lansia karena
penurunan fungsi ginjal: amantadin, amilorid, aminoglikosid, antibiotik,
atenolol, kaptopril, klorpropamid, simetidin, klonidin, digoksin,
disopiramid, etambutol, litium, metotreksat, metildopa, metoklopramid,
prokainamid, pridostigmin, vankomicin. Toksisitas obat harus dinilai
secara terus-menerus selama klien menerima pengobatan.
C. Prinsip-Prinsip Umum Penggunaan Obat Pada Lansia
Penggunaan obat harus mempertimbangkan rasio manfaat dan resiko bagi
pasien. Pemilihan obat tidak hanya melihat manfaatnya menyembuhkan penyakit,
namun harus selalu disertai pertimbangan kondisi pasien. Obat dikategorikan
tidak aman bagi kondisi pasien apabila obat tersebut potensial menyebabkan efek
samping yang berbahaya bagi kondisi pasien atau sudah terbukti menyebabkan
efek samping pada pasien (Rahmawati,2008).
Ketidakrasionalan obat yang terjadi karena ketidak sesuaian kombinasi
obat dalam satu resep yang mengakibatkan terjadinya interaksi antar obat yang
dapat mengakibatkan kehilangan kerja obat, berkurangnya efek obat, dan
peningkatan toksisitas obat (Herianto, dkk., 2006). Secara singkat, pemakaian
obat, dikatakan tidak rasional apabila kemungkinan memberikan manfaat sangat
34
kecil atau tidak ada sama sekali, sehingga tidak sebanding dengan kemungkinan
efek samping atau biayanya (Vance dan Millington, 1986).
Penggunaan obat pada pasien lansia memerlukan perhatian khusus karena
adanya perubahan farmakokinetik dan farmakodinamik obat terkait proses
penuaan. Resiko terjadinya reaksi yang tidak diharapkan (edverse drug reactions)
dan interaksi obat juga akan meningkat seiring bertambahnya jumlah obat yang
dikonsumsi. Banyaknya jenis obat dan rumitnya tata cara pengobatan membuat
pasien lansia, yang kemampuan kognitif dan fisiknya sudah mengalami
penurunan, menjadi tidak patuh terhadap tata cara pengobatan yang telah
ditetapkan. Selain itu, kondisi psikososial pasien lansia sangat potensial untuk
memperburuk status kesehatannya (Retno, 2010).
Kriteria penggunaan obat rasional dalam Direktorat bina penggunaan obat
rasional (2008) adalah :
1. Tepat diagnosis
Obat diberikan sesuai dengan diagnosis. Apabila diagnosis tidak ditegakkan
dengan benar maka pemilihan obat akan salah.
2. Tepat indikasi penyakit
Obat yang diberikan harus yang tepat bagi suatu penyakit.
3. Tepat pemilihan obat
Obat yang dipilih harus memiliki efek terapi sesuai dengan penyakit.
4. Tepat dosis
Dosis, jumlah, cara, waktu dan lama pemberian obat harus tepat.
a. Tepat Jumlah
Jumlah obat yang diberikan harus dalam jumlah yang cukup.
35
b. Tepat cara pemberian
Cara pemberian obat yang tepat adalah Obat Antasida seharusnya
dikunyah dulu baru ditelan. Demikian pula antibiotik tidak boleh dicampur
dengan susu karena akan membentuk ikatan sehingga menjadi tidak dapat
diabsorpsi sehingga menurunkan efektifitasnya.
c. Tepat interval waktu pemberian
Cara Pemberian obat hendaknya dibuat sederhana mungkin dan praktis
agar mudah ditaati oleh pasien. Makin sering frekuensi pemberian obat
perhari (misalnya 4 kali sehari) semakin rendah tingkat ketaatan minum
obat. Obat yang harus diminum 3 x sehari harus diartikan bahwa obat
tersebut harus diminum dengan interval setiap 8 jam.
d. Tepat lama pemberian
Lama pemberian obat harus tepat sesuai penyakitnya masing–masing.
Untuk Tuberkulosis lama pemberian paling singkat adalah 6 bulan. Lama
pemberian kloramfenikol pada demam tifoid adalah 10 – 14 hari.
5. Tepat penilaian kondisi pasien
Penggunaan obat disesuaikan dengan kondisi pasien, antara lain harus
memperhatikan: kontraindikasi obat, komplikasi, serta banyaknya penyakit
yang diderita.
6. Waspada terhadap efek samping
Obat dapat menimbulkan efek samping, yaitu efek tidak diinginkan yang
timbul pada pemberian obat dengan dosis terapi, seperti timbulya mual,
muntah, serta gatal-gatal.
36
7. Efektif, aman, mutu terjamin, tersedia setiap saat, dan harga terjangkau
Untuk mencapai kriteria ini obat dibeli melalui jalur resmi.
8. Tepat tindak lanjut (follow up)
Apabila pengobatan sendiri telah dilakukan, bila sakit berlanjut konsultasikan
ke dokter.
9. Tepat penyerahan obat (dispensing)
Penggunaan obat rasional melibatkan penyerah obat dan pasien sendiri
sebagai konsumen. Resep yang dibawa ke apotek atau tempat penyerahan obat
di Puskesmas akan dipersiapkan obatnya dan diserahkan kepada pasien
dengan informasi yang tepat.
10. Pasien patuh terhadap perintah pengobatan yang diberikan
Ketidakpatuhan minum obat terjadi pada keadaan berikut :
a. Jenis sediaan obat beragam
b. Jumlah obat terlalu banyak
c. Frekuensi pemberian obat per hari terlalu sering
d. Pemberian obat dalam jangka panjang tanpa informasi
e. Pasien tidak mendapatkan informasi yang cukup mengenai cara
menggunakan obat
f. Timbulnya efek samping
Adapun prinsip umum penggunaan obat pada lansia dalam Manjoer (2004) :
1. Berikan obat hanya yang betul-betul diperlukan artinya hanya bila ada indikasi
yang tepat. Bila diperlukan efek plasebo berikan plasebo yang sesungguhnya
37
2. Pilihlah obat yang memberikan rasio manfaat yang paling menguntungkan dan
tidak berinteraksi dengan obat yang lain atau penyakit lainnya
3. Mulai pengobatan dengan dosis separuh lebih sedikit dari dosis yang biasa
diberikan pada orang dewasa yang masih muda, kemudian dosis ditingkatkan
sesuai respons.
4. Sesuaikan dosis obat berdasarkan dosis klinik pasien, dan bila perlu dengan
memonitor kadar plasma pasien. Dosis penunjang yang tepat umumnya lebih
rendah.
5. Berikan regimen dosis yang sederhana dan sediaan obat yang mudah ditelan
untuk memelihara kepatuhan pasien
6. Lakukan evaluasi secara berkala obat-obat yang digunakan dalam jangka
waktu lama, apakah perlu penyesuaian tata cara atau bahkan perlu dihentikan.
7. Tidak mengobati setiap gejala yang timbul.
8. Sederhanakan tata cara. Hanya obat-obat dengan indikasi jelas yang
diresepkan dan sedapat mungkin dengan frekuensi penggunaan sekali atau dua
kali sehari.
9. Berilah penandaan yang jelas pada label wadah obat. Hindari penggunaan
singkatan yang tidak dimengerti.
10. Berikan informasi yang jelas dan dapat dipahami oleh pasien. Libatkan pelaku
rawat (care giver).
D. Pengetahuan
Pengetahuan (knowledge) merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah
orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan
38
terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran,
penciuman, rasa dan raba. Sebagian pengetahuan manusia diperoleh melalui mata
dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting
dalam membentuk tindakan seseorang (overbehavior) (Notoatmojo, 2003).
Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan
menurut Notoatmojo(2003), yaitu:
1. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu yang telah dipelajari. tahu merupakan
tingkat pengetahuan yang paling rendah. Yang termasuk ke dalam
pengetahuan ini ialah mengingat kembali terhadap suatu yang spesifik dari
seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab
itu tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Untuk mengukur
bahwa seseorang tahu dapat diukur dari kemampuan orang tersebut
menyebutkannya, menguraikannya, mendefinisikan dan sebagainya.
2. Paham (comprehension)
Paham diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar
tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut
secara benar. Orang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat
menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan dan sebagainya terhadap
objek yang dipelajari.
3. Aplikasi (application)
Aplikasi ini diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari pada situasi dan kondisi sebenarnya. Aplikasi disini dapat
39
diartikan sebagai hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya
dalam konteks atau situasi lain.
4. Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek
ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu konsep, dan
masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dilihat dari
penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan),
membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.
5. Sintesis (syntesis)
Sintesis menunjuk kepada satu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru
dari formulasi-formulasi yang sudah ada.
6. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian
terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan pada
suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang
telah ada.
Ada dua faktor yang mempengaruhi pengetahuan menurut Notoatmojo (2003),
yaitu :
1. Pengalaman, yakni pengalaman yang didapat seseorang terutama pengalaman
dalam menerima pelayanan kesehatan.
2. Informasi, yakni informasi yang didapat seseorang yang biasa diperoleh dari
guru, media massa, orang tua, dan sebagainya.
40
Pengetahuan lansia dan pemahaman tentang terapi obat memengaruhi
keinginan atau kemampuannya dalam mengikuti suatu program pengobatan.
Apabila lansia tidak memahami tujuan obat, penjadwalan dosis yang teratur,
metode pemberian yang tepat, dan efek samping yang mungkin timbul dapat
membuat lansia tidak mematuhi program pengobatan (Potter dan Perry, 2005).
Pengetahuan yang perlu diketahui lansia tentang konsumsi obat yang aman bagi
lansia dalam Potter dan Perry, (2005); Direktorat bina penggunaan obat rasional
(2008) , yaitu:
1. Obat yang diminum
Lansia mengetahui obat apa saja yang akan diminum. Pemilihan obat harus
disesuaikan dengan efek klinik yang diharapkan sesuai dengan keluhan dan
penyakit. Obat tidak kontraindikasi dengan penyakit yang diderita. Obat
memiliki nama dagang dan nama generik. Setiap obat dengan nama dagang
yang asing harus diperiksa nama generiknya, bila perlu hubungi petugas
kesehatan untuk menanyakan nama generik atau kandungan obat.
2. Tujuan minum obat
Mengetahui tujuan meminum obat tersebut, dan mengetahui efek terapi yang
dihasilkan obat tersebut untuk mengatasi keluhan ataupun penyakit yang
diderita.
3. Dosis
Jumlah obat yang diberikan harus dalam jumlah yang cukup, tidak dikurangi
ataupun dilebihkan untuk mendapatkan efek obat yang maksimal.
41
4. Waktu pemberian
Dosis obat harian diberikan pada waktu tertentu dalam sehari, misalnya seperti
dua kali sehari, tiga kali sehat, empat kali sehari dan 6 kali sehari sehingga
kadar obat dalam plasma tubuh dapat dipertimbangkan. Obat yang harus
diminum 3 x sehari harus diartikan bahwa obat tersebut harus diminum
dengan interval setiap 8 jam, yaitu obat dalam tubuh akan habis dalam waktu
8 jam. Pemberian obat harus sesuai dengan waktu paruh obat (t ½ ). Obat yang
mempunyai waktu paruh panjang diberikan sekali sehari, dan untuk obat yang
memiliki waktu paruh pendek diberikan beberapa kali sehari pada selang
waktu tertentu. Tepat lama pemberian obat adalah penetapan lama pemberian
obat sesuai dengan diagnosa penyakit dan kondisi. Apakah obat cukup
diminum hingga gejala hilang saja, atau obat perlu diminum selama 3 hari, 5
hari, ataupun 3 bulan.
5. Cara pemberian
Memperhatikan proses absorbsi obat dalam tubuh harus tepat dan memadai.
Obat dapat diberikan dengan cara peroral (melalui mulut), per rektal (melalui
dubur), parenteral (melalui suntikan, bisa intravena, intramuskular, subkutan)
atau topikal (dioleskan di kulit, seperti krim, gel, salep). Jika obat masih bisa
diberikan melalui oral, hindari pemberian melalui parenteral. Jika terapi cukup
secara lokal melalui obat-obat topikal, tidak perlu diberikan melalui oral. Cara
pemberian obat yang tepat adalah Obat Antasida seharusnya dikunyah dulu
baru ditelan. Demikian pula antibiotik tidak boleh dicampur dengan susu
karena akan membentuk ikatan sehingga menjadi tidak dapat diabsorpsi
sehingga menurunkan efektifitasnya.
42
6. Efek samping yang mungkin timbul
Obat dapat menimbulkan efek samping, yaitu efek tidak diinginkan yang
timbul pada pemberian obat dengan dosis terapi, seperti timbulya mual,
muntah, serta gatal-gatal. Lansia harus mengetahui efek yang mungkin timbul
bila meminum obat dan tindakan yang harus dilakukan bila efek tersebut
terjadi.
7. Tindak lanjut
Apabila pengobatan sendiri telah dilakukan, bila sakit berlanjut konsultasikan
ke dokter.
E. Sikap
Sikap adalah kecenderungan psikologis yang diekspresikan dengan
mengevaluasi entitas tertentu dengan beberapa derajat menguntungkan atau
merugikan (Eagle & Chaiver, 1993). Menurut Fazio (1995) sikap adalah asosiasi
dalam memori antara objek yang diberikan dan evaluasi dari rangkuman objek
yang yang diberikan tersebut. Definisi lain dari sikap adalah respon tertutup
seseorang terhadap stimulus atau obyek tertentu, yang sudah melibatkan faktor
pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang – tidak senang, setuju – tidak
setuju, baik – tidak baik, dan sebagainya) (Notoatmodjo, 2003). Sikap adalah
evaluasi keseluruhan objek yang berdasarkan informasi kognitif, afektif, dan
perilaku (Maio et al, 2009).
Sikap seperti kebanyakan keadaan psikologis lain, tidak dapat secara
langsung diamati. Kita tidak dapat melihat sikap seperti kita melihat berapa tinggi
atau cepatnya lari sebuah mobil. Sikap berada di dalam fikiran manusia, dan
43
hanya dapat disimpulkan dari tanggapan mereka (Fazio & Olsson 2003,
Himmelfarb, 1993).
Struktur sikap terdiri dari 3 komponen yang saling menunjang menurut
Notoatmojo(2003), yaitu :
1. Komponen kognitif
Komponen kognitif berisi kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku
atau apa yang benar bagi objek sikap. Sekali kepercayaan itu terbentuk, maka
akan menjadi dasar pengetahuan seseorang mengenai apa yang dapat
diharapkan dari objek tertentu. Kepercayaan sebagai komponen kognitif tidak
selalu akurat karena kepercayaan itu kadang terbentuk dari kurang atau tidak
ada informasi yang benar mengenai objek yang dihadapi.
2. Komponen afektif
Komponen afektif menyangkut masalah emosional subjektif seseorang
terhadap suatu objek sikap.
3. Komponen konatif
Komponen konatif atau perilaku dalam struktur sikap menunjukkan
bagaimana kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri seseorang
berkaitan dengan objek sikap yang dihadapi. Bagaimana orang berperilaku
dalam situasi tertentu akan banyak ditentukan oleh bagaimana kepercayaan
dan perasaannya terhadap stimulus tersebut. Kecenderungan berperilaku
secara konsisten, selaras dengan kepercayaan dan perasaan ini membentuk
sikap individual.
44
Ada beberapa faktor yang menghambat maupun menunjang perubahan sikap,
menurut Notoatmojo (2003) yaitu :
1. Faktor yang menghambat perubahan sikap, yaitu :
a. Stimulus (sifat indeferent) sehingga faktor perhatian kurang berperan
terhadap stimulus yang diberikan.
b. Tidak memberikan harapan untuk mada depan.
c. Adanya penolakan terhadap stimulus tersebut sehingga tidak ada
pengertian terhadap stimulus tersebut.
2. Faktor yang menunjang perubahan sikap, yaitu :
a. Dasar utama terjadinya perubahan sikap adalah adanya imbalan dan
hukuman, dimana individu mengasosiasikan reaksinya yang disertai
dengan imbalan dan hukuman.
b. Stimulus mengandung harapan bagi individu sehingga dapat terjadi
perubahan dalam sikap.
c. Stimulus mengandung prasangka bagi individu yang mengubah sikap
semula.
Menurut Notoatmodjo (2007) ada 4 tingkatan dari sikap, yaitu :
1. Menerima (receiving)
Menerima berarti subjek yang bersedia dan mau memperhatikan stimulus
yang diberikan objek.
2. Merespon (responding)
Merespon berarti bersedia memberikan jawaban apabila ditanya maupun
mengerjakan tugas yang telah diberikan.
45
3. Menghargai (valuing)
Tingkatan ke tiga dari sikap adalah subjek mengajak subjek lain untuk
mengerjakan atau berdiskusi tentang suatu masalah.
4. Bertanggungjawab (responsible)
Bertanggungjawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala
resiko merupakan tingkatan dari sikap yang tertinggi.
Sikap lansia terhadap obat menunjukkan tingkat ketergantungannya pada
obat. Lansia seringkali tidak mau mengungkapkan perasaannya tentang obat,
khususnya jika mengalami ketergantungan obat. (Potter dan Perry, 2005).
Sikap yang tepat dalam minum obat dalam Potter dan Perry (2005), adalah:
1. Benar obat
Sebelum mempersiapkan obat ketempatnya harus diperhatikan kebenaran obat
sebanyak 3 kali yaitu ketika memindahkan obat dari tempat penyimpanan
obat, saat obat akan diminum, dan saat mengembalikan ketempat
penyimpanan. Melihat label di wadah obat yang akan diminum sesuai atau
tidak dengan obat yang akan diminum. Jika labelnya tidak terbaca, isinya
tidak boleh dipakai.
2. Benar dosis
Minum obat sesuai dosis yang dianjurkan. Untuk menghindari kesalahan
pemberian obat, maka penentuan dosis harus diperhatikan dengan
menggunakan alat standar seperti obat cair harus dilengkapi alat tetes, gelas
ukur, spuit atau sendok khusus, alat untuk membelah tablet dan lain-lain
sehingga perhitungan obat benar. Seringkali melebihkan dosis bila efek dari
46
obat belum terlihat, hal itu akan meningkatkan efek samping yang
ditimbulkan.
Adanya ketidaktepatan dosis ini dapat menimbulkan efek samping yang
tidak diharapkan pada pasien. Dosis yang kurang akan menyebabkan tidak
tercapainya dosis terapi yang berakibat keadaan pasien tidak membaik.
dimana dengan dosis yang lebih besar maka akan menyebabkan konsentrasi
plasma yang lebih besar pula dan lebih besar kemungkinan tercapai dosis
toksik. (Shargel, 1985).
Menurut Rahardja (2007) Lansia menggunakan dosis yang lebih rendah,
yakni:
a. 65-74 tahun : dosis biasa-10%
b. 75-85 tahun: dosis biasa-20%
c. 85 th dan lebih: dosis biasa-30%
3. Benar cara pemberian
Obat dapat diberikan melalui sejumlah rute yang berbeda. Faktor yang
menentukan pemberian rute terbaik ditentukan oleh keadaan umum, kecepatan
respon yang diinginkan, sifat kimiawi dan fisik obat, serta tempat kerja yang
diinginkan. Obat dapat diberikan peroral, topikal, rektal, dan inhalasi.
a. Oral adalah rute pemberian yang paling umum dan paling banyak dipakai,
karena ekonomis, paling nyaman dan aman.
b. Topikal yaitu pemberian obat melalui kulit atau membran mukosa.
Misalnya salep, losion, krim, spray, tetes mata.
47
c. Rektal yaitu pemberian obat melalui anus berupa supositoria yang akan
mencair pada suhu badan. Pemberian rektal dilakukan untuk memperoleh
efek lokal seperti konstipasi (dulkolax supp), hemoroid (anusol).
Pemberian obat perektal memiliki efek yang lebih cepat dibandingkan
pemberian obat dalam bentuk oral.
d. Inhalasi yaitu pemberian obat melalui saluran pernafasan.
Kebanyakan lansia mengkonsumsi obat dengan oral, melalui injeksi jarang
dilakukan. Pemberian obat juga memperhatikan diberikan sebelum atau
sesudah makan atau bersama makanan
4. Benar waktu
Pemberian obat harus benar-benar sesuai dengan waktu yang diprogramkan,
karena berhubungan dengan kerja obat yang dapat menimbulkan efek terapi
dari obat.
F. Perilaku
Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme atau makhluk
hidup yang bersangkutan. Menurut Skiner (1938) perilaku merupakan respons
atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar) jadi perilaku
merupakan hasil hubungan antara perangsang (stimulus) dan tanggapan (respon).
Penelitian Rogers tahun 1974 mengungkapkan bahwa sebelum orang
mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), di dalam diri orang tersebut terjadi
proses yang berurutan, yakni :
48
1. Awarrenes (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti
mengetahui stimuli (objek) terlebih dahulu terhadap stimulus.
2. Interest, yakni orang mulai tertarik kepada stimulus.
3. Evaluation (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi
dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.
4. Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru.
5. Adoption, subjek telah berperilaku dengan pengetahuan, kesadaran dan
sikapnya terhadap stimulus.
Menurut Bloom (1908) dalam Notoatmodjo (2003) membagi perilaku
dalam 3 domain, yaitu kognitif (pengetahuan), afektif (sikap), dan psikomotor
(tindakan). Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan karena
diperlukan beberapa faktor pendukung untuk mencapai suatu tindakan, antara
lain:
1. Persepsi (perception), Mengenal dan memilih sebagai objek sehubungan
dengan tindakan yang akan diambil.
2. Respon terpimpin (guided response), Artinya bahwa subjek dapat melakukan
sesuatu sesuai dengan urutan yang benar.
3. Mekanisme (mecanism), Artinya apabila seeorang telah dapat melakukan
sesuatu dengan benar secara otomatis sehingga sesuatu itu menjadi suatu
kebiasaan.
4. Adopsi (adoption), Merupakan suatu praktek yang sudah berkembang dengan
baik, tindakan tersebut sudah dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran dari
tindakan tersebut.
49
Menurut Green (1980), faktor yang mempengaruhi perilaku terdiri atas:
1. Predisposisi (predisposising factor), merupakan suatu keadaan, pikiran yang
menguntungkan. Faktor ini mencakup pengetahuan, sikap, keyakinan, persepsi
dan nilai-nilai yang terdapat dalam diri individu berkenaan dengan motivasi
seseorang.
2. Faktor pendukung (enabling factor), merupakan sumber daya dan ketrampilan
yang memudahkan terjadinya perilaku. Faktor ini meliputi ketersediaannya
sarana pelayanan kesehatan.
3. Faktor penguat (reinforcing factor), merupakan faktor yang memperkuat
perubahan perilaku seseorang yang dikarenakan adanya sikap dan perilaku
orang lain, misalnya keluarga, tenaga kesehatan, tokoh masyarakat, pamong
desa dan lain-lain.
Perawat yang memberi obat kepada lansia harus mencermati lima pola
penggunaan obat oleh klien lansia sebagaimana yang diidentifikasi Ebersole dan
hess, dalam Potter dan Perry (2005), yaitu:
1. Polifarmasi
Klien menggunakan banyak obat, yang diprogramkan atau tidak, sebagai
upaya mengatasi beberapa gangguan secara bersamaam.
2. Meresepkan obat sendiri (self-prescribing of medication)
Berbagai gejala dapat dialami oleh klien lansia, misalnya nyeri, konstipasi,
insomnia, dan ketidakmampuan mencerna. Semua gejala ini ditemukan pada
penggunaan obat yang dijual bebas. Lansia seringkali berupaya mencari
pereda gangguan yang mereka alami dengan menggunakan preparat yang
dijual bebas, obat-obatan rakyat, jamu-jamuan.
50
3. Obat yang dijual bebas
Obat yang dijual bebas digunakan oleh 75% lansia. Banyak preparat yang
dijual bebas jika tidak menggunakannya dengan tepat dapat menimbulkan
efek samping.
4. Penggunaan obat yang salah (missuse)
Penggunaan yang berlebih (overuse), penggunaan yang kurang (underuse),
penggunaan yang tidak teratur (erratic use), dan penggunaan yang
dikontraindikasikan.
5. Ketidakpatuhan (noncompliance)
Penggunaan obat yang salah secara sengaja. 75% dari lansia tidak mematuhi
program pengobatan dengan sengaja dengan merubah dosis karena dirasa
tidak efektif atau efek samping obat membuat lansia tidak nyaman.
Kepatuhan dalam pengobatan dapat diartikan sebagai perilaku pasien yang
mentaati semua nasehat dan petunjuk yang dianjurkan oleh kalangan tenaga
medis, seperti dokter, apoteker dan perawat. Mengenai segala sesuatu yang
harus dilakukan untuk mencapai tujuan pengobatan, salah satu diantaranya
adalah kepatuhan dalam minum obat. Hal ini merupakan syarat utama
tercapainya keberhasilan pengobatan yang dilakukan (Joyce & Evelyn, 1996).
Sebab-sebab terjadinya ketidakpatuhan lansia dalam minum obat menurut
Joyce & Evelyn (1996) yaitu:
a. Memakai terlalu banyak pengobatan pada waktu yang berbeda-beda
b. Tidak mengerti tujuan atau alasan pemakaian obat
c. Menurunkan daya ingat
d. Berkurangnya mobilitas dan keluwesan gerak
51
e. Gangguan penglihatan dan pendengaran
f. Keuangan dikurangi
g. Kesulitan dalam membuka penutup botol (yang sebenarnya dimaksudkan
untuk mencegah anak-anak dapat membuka botol obat)
h. Efek samping dan reaksi yang merugikan dari obat
Tindakan keperawatan yang dapat dilakukan agar terjadi kepatuhan pada
lansia menurut Joyce & Evelyn (1996) antara lain:
a. Buat diagram yang menunjukkan waktu pemakaian obat. Sediakan ruang
kosong untuk memberi tanda setiap kali obat dipakai.
b. Jelaskan tujuan, kerja obat, dan pentingnya pengobatan. Sediakan waktu
untuk bertanya dan menegaskan kembali.
c. Dorong anggota keluarga dan teman untuk memantau aturan pengobatan.
d. Nasehatkan anggota keluarga atau teman untuk menyediakan obat dan air
atau cairan lain yang mudah dicapai. Bantu orang tua tersebut sesuai
dengan kebutuhan.
e. Sarankan pemeriksaan mata dan telinga (kacamata atau alat bantu dengar)
f. Hubungi departemen pelayanan sosial dari insitusi.
52
Perilaku Minum Obat pada lanjut usia
1. Polifarmasi
2. Meresepkan obat sendiri (self-
prescribing of medication)
3. Obat yang dijual bebas
4. Penggunaan obat yang salah
(misuse)
5. Ketidakpatuhan (noncompliance)
G. Kerangka Teori
Gambar 2.1 Kerangka Teori (modifikasi Notoatmodjo, 2007 Potter & Perry, 2005;
Direktorat bina penggunaan obat rasional, 2008)
Lansia
- Perubahan
fisiologis
- Perubahan
psikologis
- Perubahan
mental
- Perubahan
spritual
- Perubahan
sosial
- Perubahan
emosi
Gangguan
kesehatan
Manajemen dan
Penanganan gangguan
kesehatan
- Farmakologis
(Terapi obat)
- Non farmakologis
(Pendidikan
kesehatan)
Sikap Lanjut Usia pada
konsumsi obat yang aman
1. Benar obat
2. Benar dosis
3. Benar cara pemberian
4. Benar waktu
Pengetahuan lanjut usia tentang
konsumsi obat yang aman
1. Obat yang diminum
2. Tujuan minum obat
3. Dosis
4. Waktu pemberian
5. Cara pemberian
6. Efek samping yang mungkin timbul
7. Tepat tindak lanjut
53
BAB III
KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL
A. Kerangka Konsep
Berdasarkan kerangka teori di atas, maka peneliti membuat suatu kerangka
konsep pada penelitian ini sebagai berikut :
Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian
Variabel Independent Variabel Dependent
Perilaku Minum Obat pada
lanjut usia
1. Polifarmasi
2. Meresepkan obat sendiri
(self-prescribing of
medication)
3. Obat yang dijual bebas
4. Penggunaan obat yang
salah (misuse)
5. Ketidakpatuhan
(noncompliance)
Sikap Lanjut Usia pada konsumsi obat
yang aman
1. Benar obat
2. Benar dosis
3. Benar cara pemberian
4. Benar waktu
Pengetahuan lanjut usia tentang
konsumsi obat yang aman
1. Obat yang diminum
2. Tujuan minum obat
3. Dosis
4. Waktu pemberian
5. Cara pemberian
6. Efek samping yang mungkin timbul
7. Tepat tindak lanjut
54
B. Hipotesis
1. Ada hubungan antara pengetahuan lansia dengan perilaku minum obat.
2. Ada hubungan antara sikap lansia dengan perilaku minum obat.
55
C. Definisi Operasional
NN No Variabel Definisi
Operasional
Cara
Ukur
Alat
Ukur
Hasil
Ukur
Skala
Ukur
1. Pegetahuan Pengetahuan lansia tentang
konsumsi obat yang aman, yaitu,
Obat yang diminum, Tujuan
minum obat, Dosis, Waktu
pemberian, Cara pemberian, Efek
samping yang mungkin timbul,
Tepat tindak lanjut.
Wawancara Kuesioner pengetahuan dengan
jumlah pertanyaan ada 8
pertanyaan dan menggunakan
skala Guttman, dimana responden
hanya menjawab benar atau salah.
Dimana jawaban benar diberi skor
1 dan salah diberi skor 0.
(Sugiyono, 2009)
Baik, jika nilai
jawaban
responden ≥ 7
Kurang baik,
jika nilai
jawaban
responden < 7
Ordinal
2. Sikap Sikap lansia dalam minum obat,
yaitu : benar obat, benar dosis,
benar rute pemberian, dan benar
Wawancara Kuesioner sikap dengan jumlah
pertanyaan ada 8 pertanyaan dan
menggunakan skala Likert
Baik, jika nilai
jawaban
responden ≥ 28
Ordinal
56
waktu. dengan 4 pilihan, Sangat Setuju
(SS) dinilai 4, Setuju (S) dinilai 3,
Tidak Setuju (TS) dinilai 2, dan
Sangat Tidak Setuju (STS) dinilai
1. (Sugiyono,2009)
Kurang baik,
jika nilai
jawaban
responden < 28
3. Perilaku Perilaku lansia dalam penggunaan
obat, yaitu: polifarmasi,
meresepkan obat sendiri, obat
yang dijual bebas, penggunaan
obat yang salah, ketidakpatuhan.
Wawancara Kuesioner perilaku dengan jumlah
pertanyaan ada 7 pertanyaan dan
menggunakan skala Likert dimana
responden menjawab sesuai
dengan pendapatnya.
Terdapat 4 pilihan, Selalu dinilai
4, Kadang-kadang dinilai 3,
Jarang dinilai 2, dan Tidak pernah
dinilai 1. (Hidayat, 2008)
Baik, jika nilai
jawaban
responden ≥ 24
Kurang baik,
jika nilai
jawaban
responden < 24
Ordinal
57
57
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif-korelasional yang bertujuan
ingin mengetahui hubungan antara pengetahuan dan sikap lansia tentang konsumsi
obat yang aman terhadap perilaku minum obat di Posbindu Cempaka.
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan studi cross sectional, dimana
variabel sebab atau resiko dan akibat atau kasus yang terjadi pada objek penelitian
diukur dan dikumpulkan secara simultan, sesaat atau satu kali saja dalam satu kali
waktu (dalam waktu yang bersamaan) serta pada studi ini tidak ada follow up (Setiadi,
2007).
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian berada di Posbindu Cempaka, RW 06, kelurahan Cempaka
Putih, Ciputat. Penelitian dilakukan pada tanggal 19 Desember – 24 Desember 2012.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan obyek penelitian (Notoatmodjo, 2005). Populasi pada
penelitian ini adalah semua lansia yang berada di wilayah Posbindu Cempaka,
kelurahan Cempaka Putih, Ciputat dengan jumlah populasi 88 orang.
2. Sampel
Sampel merupakan bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian jumlah dari
karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Aziz, 2007). Sampel pada penelitian ini
58
adalah lansia yang berada di wilayah Posbindu Cempaka, kelurahan Cempaka
Putih, Ciputat. Teknik pengambilan sampel ini menggunakan teknik purposive
sampling dimana sampel yang diambil adalah yang memenuhi kriteria inklusi dan
eksklusi yang telah di tentukan peneliti sampai jumlah yang diperlukan terpenuhi,
yaitu:
a. Kriteria Inklusi
1) Berusia ≥ 60 tahun
2) Merupakan lansia yang berada di wilayah Posbindu Cempaka, kelurahan
Cempaka Putih, Ciputat
3) Bersedia menjadi responden
4) Bisa berbahasa Indonesia
5) Kooperatif
b. Kriteria Eksklusi
Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah lansia yang memiliki gangguan
pendengaran total dan dementia.
3. Besar Sampel
Rumus Slovin untuk menentukan ukuran sampel minimal (n) jika diketahui
ukuran populasi (N) pada taraf signifikansi α adalah:
n = N
1+Nα2
n = 88
1+88 (0.05)2
n = 88
1,22
n = 72,13 = 72 sampel
59
Keterangan :
n = jumlah sampel yang dibutuhkan
N = jumlah populasi
α = taraf signifikan 0,05 (5%)
D. Pengumpulan Data
1. Metode dan Instrumen
Sebelum melakukan pengambilan data, peneliti mengajukan izin terlebih
dahulu ke ketua kader Posbindu Cempaka, kelurahan Cempaka Putih, Ciputat.
Peneliti selanjutnya meminta daftar lansia yang tinggal di wilayah posbindu
tersebut, lalu menyeleksi calon responden sesuai kriteria yang telah dibuat
peneliti.
Setelah mendapatkan responden sesuai dengan kriteria yang telah di tentukan,
peneliti melakukan pendekatan dengan mendatangi calon respoden satu persatu
secara individu dan menjelaskan tentang penelitian yang akan di laksanakan, dan
meminta izin kesediannya untuk menjadi responden. Jika calon responden
bersedia, responden di minta untuk menandatangani surat permohonan.
Peneliti menggunakan kuesioner sebagai instrumen penelitian untuk
memperoleh data dari responden. Kuesioner ini telah di susun secara struktural
dan berdasarkan teori dan berisi pernyataan-pernyatan yang harus dijawab oleh
responden. Peneliti meminta bantuan kepada orang lain untuk membantu
membacakan kuesioner, yang sebelumnya telah dilakukan pelatihan agar yang
dikatakan peneliti dan yang membantu peneliti sama. Peneliti dan pembantu
peneliti membacakan kuesioner, dan responden tinggal menjawab lalu peneliti dan
60
pembantu peneliti mencheklist dilembar kuesioner. Setelah itu peneliti dan
pembantu peneliti memeriksa kembali lembar kuesioner.
2. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan
kuesioner yaitu pengambilan data dengan memberikan atau menyebarkan daftar
pertanyaan-pernyataan kepada responden dengan harapan responden memberikan
jawaban atas daftar pertanyaan tersebut.
Kuesioner ini dibagi menjadi 4 bagian yakni kuesioner data demografi,
kuesioner pengetahuan lansia tentang konsumsi obat yang aman bagi lansia,
kuesioner sikap lansia terhadap konsumsi obat yang aman bagi lansia, dan
perilaku minum obat lansia.
a. Kuesioner data demografi
Tentang biodata responden yakni data lansia meliputi umur, pendidikan
terakhir, pekerjaan, dan penyakit atau keluhan yang sering diderita, jenis obat
yang sering dikonsumsi, cara mendapatkan obat.
b. Kuesioner pengetahuan lansia tentang konsumsi obat yang aman
Kuesioner ini menggunakan skala Guttman, dimana skala ini menginginkan
tipe jawaban tegas seperti jawaban benar-salah, ya-tidak, pernah-tidak pernah,
positif-negatif, tinggi-rendah, baik-buruk, dan seterusnya (Djaali dan Muljono,
2007). Pada penelitian ini, peneliti menggunakan tipe jawaban benar-salah
untuk mengetahui seberapa jauh pengetahuan lansia tentang konsumsi obat
yang aman bagi lansia. Kuesioner ini dibuat dalam bentuk daftar ckecklist dan
total pernyataan berjumlah 15 pernyataan, dengan semua pernyataan positif.
61
Tabel 4.1 Kuesioner Pengetahuan
No. Item pengetahuan No. Pertanyaan
1. Obat yang diminum 1
2. Tujuan minum obat 2
3. Dosis 3
4. Waktu pemberian 4, 8
5. Cara pemberian 5
6. Efek samping yang mungkin timbul 6
7. Tindak lanjut 7
Kategori pengetahuan lansia tentang konsumsi obat yang aman dibagi
menjadi dua kategori yakni Baik dan Kurang Baik. Pengkategorian
pengetahuan ini menggunakan nilai median dikarenakan data pengetahuan
tidak berdistribusi normal. Nilai median diperoleh dengan bantuan softwere
komputer yakni Statistical Package for Social Science (SPSS) versi 20
sehingga nilai median pengetahuan lansia tentang konsumsi obat yang aman
adalah 7, maka dapat disimpulkan bahwa :
1) Baik apabila nilai jawaban yang benar ≥ 7 dan
2) Kurang baik apabila nilai jawaban yang benar < 7.
Pengetahuan yang baik dalam konsumsi obat yang aman adalah lansia
yang mengetahui obat apa saja yang akan diminum, mengetahui tujuan
meminum obat tersebut, mengetahui dosis obat yang diminum, mengetahui
waktu minum obat, mengetahui cara pemberian obatnya, mengetahui efek
samping obat yang mungkin timbul, dan mengetahui tindak lanjut bila sakit
berlanjut.
62
c. Kuesinoner sikap lansia terhadap konsumsi obat yang aman
Kuesioner ini menggunakan skala Likert dengan 4 pilihan, Sangat Setuju (SS)
dinilai 4, Setuju (S) dinilai 3, Tidak Setuju (TS) dinilai 2, dan Sangat Tidak
Setuju (STS) dinilai 1. Kuesioner ini dibuat dalam bentuk daftar checklist dan
terdiri dari 12 pernyataan, dengan semua pernyataan positif.
Tabel 4.2 Kuesioner Sikap
No. Item sikap No. Pertanyaan
1. Benar obat 1, 5
2. Benar dosis 2, 6
3. Benar cara pemberian 3, 7
4. Benar waktu 4, 8
Kategori sikap lansia terhadap konsumsi obat yang aman dibagi menjadi
dua kategori yakni Baik dan Kurang Baik. Pengkategorian sikap ini
menggunakan nilai median dikarenakan data sikap tidak berdistribusi normal.
Nilai median diperoleh dengan bantuan softwere komputer yakni Statistical
Package for Social Science (SPSS) versi 20 sehingga nilai median sikap lansia
terhadap konsumsi obat yang aman adalah 28, maka dapat disimpulkan
bahwa:
1) Baik apabila nilai jawaban yang benar ≥ 28 dan
2) Kurang baik apabila nilai jawaban yang benar < 28.
Sikap lansia yang baik dalam konsumsi obat yang aman adalah sikap
lansia yang benar nama obat yang akan diminum, minum obat sesuai dosis
yang dianjurkan, benar cara pemberian obat, dan benar waktu pemberian obat.
63
d. Kuesioner perilaku lansia terhadap minum obat
Kuesioner ini pula menggunakan skala Likert dengan 4 pilihan, Selalu dinilai
4, Kadang-kadang dinilai 3, Jarang dinilai 2, dan Tidak pernah dinilai 1 .
Kuesioner ini dibuat dalam bentuk daftar checklist dan terdiri dari 15
penyataan, dengan pernyataan positif nomor 3.
Tabel 4.3 Kuesioner Perilaku
No. Item perilaku No. Pertanyaan
1. Polifarmasi 1, 6
2. Meresepkan obat sendiri (self-prescribing of
medication)
2
3. Obat yang dijual bebas 3
4. Penggunaan obat yang salah (misuse) 4, 7
5. Ketidakpatuhan (noncompliance) 5, 8
Kategori perilaku lansia dalam minum obat dibagi menjadi dua kategori
yakni Baik dan Kurang Baik. Pengkategorian perilaku ini menggunakan nilai
median dikarenakan data perilaku tidak berdistribusi normal. Nilai median
diperoleh dengan bantuan softwere komputer yakni Statistical Package for
Social Science (SPSS) versi 20 sehingga nilai median perilaku lansia dalam
minum obat adalah 24, maka dapat disimpulkan bahwa:
1) Baik apabila nilai jawaban yang benar ≥ 24 dan
2) Kurang baik apabila nilai jawaban yang benar < 24.
Perilaku lansia yang baik dalam minum obat adalah jumlah obat yang
diminum tidak lebih dari 3 macam obat, tidak meresepkan obat sendiri saat
64
membeli obat di apotik, tidak membeli obat yang dijual bebas, dosis obat tidak
berlebihan atau tidak mengurangi dosis, dan patuh terhadap pengobatan.
3. Uji Instrumen
Alat ukur atau instrumen penelitian yang dapat diterima sesuai standar adalah
alat ukur yang telah melalui uji validitas dan reabilitas data. Validitas adalah suatu
indeks yang menunjukkan alat ukur itu benar-benar mengukur apa yang diukur
(Notoatmodjo, 2010). Menurut Arikunto (2010) mengatakan bahwa sebuah
instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan dan
dapat mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat. Uji validitas yang
digunakan pada penelitian ini menggunakan rumus Pearson Product Moment.
Reliabilitas adalah suatu indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat
pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan sehingga bila dilakukan
pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama dengan alat ukur yang
sama maka hasil pengukuran itu tetap konsisten (Notoatmodjo, 2010). Teknik uji
reliabilitas ini menggunakan rumus Spearman-Brown, kemudian hasil yang
diperoleh disesuaikan dengan tabel r product moment. Suatu instrumen dikatakan
reliabel apabila r11 > r tabel dan apabila r11 < r tabel dikatakan tidak reliabel
(Hidayat, 2008).
Uji validitas dan reliabilitas kuesioner penelitian ini dilakukan pada tanggal 29
Oktober – 4 November 2012 di RW 01, Kelurahan Cempaka Putih Ciputat dengan
melibatkan 30 responden, dikarenakan wilayah tersebut memiliki karakteristik
yang sama dengan sampel di Posbindu Cempaka, RW 06, Kelurahan Cempaka
Putih Ciputat dan memenuhi kriteria inklusi serta eksklusi pada penelitian ini.
Uji validitas ini digunakan untuk menguji kuesioner pengetahuan lansia
tentang pengobatan yang aman, kuesioner sikap (kepercayaan) lansia dalam
65
konsumsi obat dan kuesioner perilaku lansia dalam minum obat yang aman. Pada
kuesioner pengetahuan lansia tentang pengobatan yang aman dari 8 pertanyaan
terdapat 1 pertanyaan yang tidak valid dikarenakan nilai rhitung < rtabel yakni
pertanyaan nomor 3 (rhitung = -0,182 < 0,361). Pada kuesioner sikap (kepercayaan)
lansia dalam konsumsi obat semua pertanyaan valid dengan 8 pertanyaan
dikarenakan nilai rhitung > rtabel. Pada kuesioner perilaku lansia dalam minum obat
yang aman dari 8 pertanyaan terdapat 3 pertanyaan yang tidak valid, yakni
pertanyaan nomor 1 (rhitung = 0,253 < 0,361), nomor 5 (rhitung = 0,250 < 0,361), dan
nomor 8 (rhitung = 0,058 < 0,361).
Beberapa pertanyaan yang tidak valid tersebut akan didrop atau dihapuskan
dikarenakan tidak mengurangi indikator yang akan diukur dan telah terwakilkan
oleh beberapa pertanyaan yang valid dan pertanyaan yang valid akan ditetapkan
untuk dipakai (Djaali dan Muljono, 2007) dan yang lainnya akan diganti dengan
pertanyaan lain yang sama tujuannya. Kuesioner yang diganti adalah B3, D1, dan
D8 sedangkan untuk D5 dihapuskan.
Hasil uji reliabilitas kuesioner penelitian ini dilihat dari nilai Alpha Cronbach
( )sebesar 0,854. Nilai tersebut menunjukkan ralpha> rtabel berarti pertanyaan yang
berada dalam kuesioner pada masing-masing variabel ini dapat dikatakan reliabel.
E. Pengolahan Data
Penelitian ini menggunakan media elektonik komputer dalam proses pengolahan
datanya. Adapun langkah-langkah dalam pengolahan data dengan komputer dalam
Hidayat(2003) dan Notoatmodjo (2002) adalah sebagai berikut :
66
1. Editing
Editing adalah kegiatan untuk pengecekan atau perbaikan isian formulir atau
kuesioner. Editing (penyuntingan) ini dilakukan terlebih dahulu setelah
penyebaran kuesioner untuk melihat apakah jawaban sudah lengkap atau belum.
Apabila ada jawaban-jawaban yang belum lengkap, jika memungkinkan dilakukan
pengambilan data ulang untuk melengkapi jawaban-jawaban tersebut. Tetapi
apabila tidak memungkinkan, maka pertanyaan yang jawabannya tidak lengkap
tersebut tidak diolah atau dimasukkan dalam pengolahan “data missing”.
2. Coding
Coding atau pengkodean adalah kegiatan mengubah data berbentuk kalimat atau
huruf menjadi data angka atau bilangan. Misalnya 1 = laki-laki, 2 = perempuan.
Kegiatan ini dilakukan apabila semua kuesioner sudah diedit atau disunting.
3. Data entry atau Processing
Data entry adalah kegiatan memasukkan data (jawaban-jawaban dari masing-
masing responden yang dalam bentuk “kode” (angka atau huruf)) ke dalam
program atau “software” komputer. Paket program komputer yang digunakan
pada penelitian ini adalah paket program SPSS for Window.
4. Cleaning atau Pembersihan Data
Cleaning adalah kegiatan mengecek kembali untuk melihat kemungkinan-
kemungkinan adanya kesalahan-kesalahan kode, ketidaklengkapan, dan
sebagainya, yang kemudian dilakukan pembetulan atau koreksi. Cara yang
dilakukan dalam proses ini adalah membuat distribusi frekuensi masing-masing
variabel untuk mengetahui adanya data yang hilang (missing) dan mendeteksi
apakah data yang dimasukkan benar atau salah.
67
F. Analisis Data
1. Analisis univariat
Analisis univariat merupakan analisis tiap variabel yang dinyatakan dengan
menggambarkan dan meringkas data dengan cara ilmiah dalam bentuk tabel atau
grafik (Setiadi, 2007). Analisis ini bertujuan untuk menjelaskan atau
mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian (Notoatmodjo, 2010).
Data univariat yang dianalisis pada penelitian ini adalah data demografi,
pengetahuan lansia tentang konsumsi obat yang aman bagi lansia, sikap lansia
dalam konsumsi obat yang aman bagi lansia dan perilaku minum obat, yang
dihasilkan dalam bentuk distribusi frekuensi dan persentase dari setiap
variabelnya.
2. Analisis bivariat
Analisis bivariat merupakan analisis yang digunakan untuk mengetahui
hubungan antara dua variabel yang bersangkutan (variabel independen dan
variabel dependen). Analisis bivariat ini digunakan untuk mengetahui hubungan
antara pengetahuan dan sikap lansia tentang konsumsi obat yang aman bagi lansia
(variabel independen) terhadap perilaku minum obat (variabel dependen). Teknik
yang digunakan untuk analisis bivariat ini adalah uji Chi Square pada 5%
dengan derajat kepercayaan 95%, sehingga jika nilai p < 0.05, berarti perhitungan
statistik bermakna (signifikan) atau menunjukkan hubungan antara variabel
independen dengan variabel dependen. Pada program SPSS apabila tabel yang
digunakan 2x2 dan tidak ada nilai E < 5, maka uji yang dipakai adalah ”continuity
correction (α)” untuk memberikan kesimpulan perhitungannya dan jika ada nilai
68
E < 5 menggunakan likelihood ratio (digunakan untuk analisis stratifikasi dan
untuk mengetahui hubungan linear dua variabel katagorik) (Amran, 2012).
Uji chi square di atas hanya dapat melihat ada perbedaan proporsi antar
kelompok. Untuk melihat derajat hubungan maka dipakai ukuran nilai Odds Ratio
(OR)karena desain penelitian ini adalah cross sectional (Amran, 2012). Pengujian
tes hipotesis terhadap nilai OR dengan cara menentukan confidence interval.
Interpretasi OR bila nilai dalam Chandra (2009) :
OR = 1, diperkirakan tidak ada asosiasi antara faktor risiko dan penyakit
OR > 1, diperkirakan terdapat asosiasi positif antara faktor risiko dan penyakit
OR < 1, diperkirakan terdapat asosiasi negatif antara faktor risiko dan penyakit
G. Etika Penelitian
Etika penelitian merupakan hal yang sangat penting dalam pelaksanaan sebuah
penelitian mengingat penelitian keperawatan akan berhubungan langsung dengan
manusia, maka segi etika penulisan harus diperhatikan karena manusia mempunyai
hak asasi dalam penelitian (Hidayat,2003).
Masalah dalam etika keperawatan dalam Hidayat (2003) meliputi:
1. Lembar Persetujuan (informed consent)
Merupakan cara persetujuan antara peneliti dengan responden penelitian
dengan memberikan lembar persetujuan (informed consent). Informed consent
tersebut diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan lembar
persetujuan untuk menjadi responden. Pemberian lembar ini agar subyek bersedia,
mereka harus menandatangani lembar persetujuan dan jika responden tidak
bersedia maka peneliti harus menghormati hak mereka.
69
2. Tanpa nama (Anonimity)
Merupakan masalah etika dalam penelitian keperawatan dengan cara tidak
memberikan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode
pada lembar pengumpulan data.
3. Kerahasiaan (Confidentiality)
Merupakan masalah etika dalam penelitian keperawatan dengan cara tidak
memberikan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode
pada lembar pengumpulan data. Menjaga kerahasian identitas responden.
70
BAB V
HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Posbindu adalah suatu wadah pelayanan kepada usia lanjut di masyarakat
dimana proses pembentukan dan pelaksanaannya dilakukan oleh masyarakat
bersama lembaga swadaya masyarakat (LSM), lintas sektor pemerintah dan
non–pemerintah, swasta, organisasi sosial dan lain-lain, dengan menitik
beratkan pelayanan pada upaya promotif dan preventif. Atau salah satu bentuk
Upaya Kesehatan Bersumber daya Masyarakat (UKBM) yang dibentuk dari
masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat (Depkes RI, 2003).
Posbindu Cempaka terletak di jalan Sukun RT 03 RW 06 Kelurahan
Cempaka Putih Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan Provinsi
Banten, di kediaman Hj. Hairiah. Posbindu ini diadakan pada rabu minggu
ketiga setiap bulannya. Posbindu Cempaka berdiri sejak 21 mei 2004 dengan
jumlah kader 11 orang, karena kesibukan 1 kader mengundurkan diri sehingga
sekarang berjumlah 10 orang. Keseluruhan jumlah pasien ada 150 orang
(lansia dan pralansia), dan biasanya yang hadir pada saat posbindu
berlangsung sekitar 40-60 orang.
Kader dibantu oleh bidan dari Puskesmas Ciputat yang melakukan
pengobatan seperti pengukuran tekanan darah dan pemberian obat. Kegiatan
yang dilakukan adalah pertama daftar dan menyerahkan buku posbindu (buku
khusus lansia) lalu pengukuran berat badan dan pengukuran tekanan darah
71
setelah itu konsultasi dengan bidan dan pemberian obat, dan dilanjutkan
dengan pemberian makanan seperti bubur dan teh tawar. Perkembangan dari
posbindu ini terlihat dengan semakin banyaknya jumlah lansia yang datang ke
posbindu yang berarti banyaknya lansia memilih pelayanan kesehatan di
Posbindu ini.
B. Keadaan Lansia di Posbindu Cempaka RW 06 kelurahan Cempaka Putih
Ciputat
1. Keluhan yang sering dirasakan
Keluhan yang sering dirasakan oleh lansia di Posbindu Cempaka
RW 06 kelurahan Cempaka Putih Ciputat adalah mata gatal, tenggorokan
panas, pegel-pegal pada kaki dan tangan, kesemutan dijari-jari, batuk,
pilek, demam, pusing, sakit kepala, sesak, mudah capek, dan susah tidur.
2. Penyakit yang sedang diderita
Kebanyakan penyakit yang sedang diderita oleh lansia di Posbindu
Cempaka RW 06 kelurahan Cempaka Putih Ciputat adalah hipertensi,
diabetes melitus, maag, dan arthritis reumatoid.
3. Jenis obat yang sering dikonsumsi
Jenis obat yang sering dikonsumsi oleh lansia di Posbindu
Cempaka RW 06 kelurahan Cempaka Putih Ciputat adalah ranitidin,
promag, nifedipine, piroxicam, captopril, panadol, antasid, asam
72
mefenamat, OBH, paramex, bodrex, neurobion, neoramasil, vitamin B
kompleks, dan laserin.
4. Cara mendapatkan obat
Kebanyakan lansia di Posbindu Cempaka RW 06 kelurahan
Cempaka Putih Ciputat mendapatkan obat dengan cara beli sendiri di
warung, membeli di apotik tanpa dan dengan resep, dari puskesmas dan
posbindu, serta dari dokter dan rumah sakit.
C. Gambaran Demografi Responden
Responden pada penelitian ini adalah lansia yang berumur Berusia ≥ 60
tahun dengan kriteria tidak mengalami gangguan pendengaran total dan
dementia. Jumlah lansia di wilayah Posbindu Cempaka, kelurahan Cempaka
Putih, Ciputat yang menjadi sampel penelitian adalah 72 orang setelah
dilakukan proses skrining dengan menggunakan kuesioner.
Berikut hasil analisis karakteristik responden penelitian:
1. Usia
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia
Variabel Mean SD Min-Maks
Usia lansia (tahun) 64,24 3,59 60-75
73
Tabel 5.1 menunjukan distribusi frekuensi responden beradasarkan
usia. Usia minimum responden pada penelitian ini adalah berusia 60 tahun,
dan usia maksimum adalah 75 tahun. Rata – rata usia yang menjadi
responden adalah lansia yang berusia 64 tahun dengan standar deviasi
3,59.
Kemudian usia tersebut dikategorikan menjadi 2 kategori yaitu
yang berusia 60-67 dan >67. Pembagian tersebut dapat dilihat pada tabel
5.2 berikut ini :
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia
Variabel Kategori n %
Usia
Kategori
60-67
>67
58
14
80,6
19,4
Total 72 100
Tabel 5.2 menunjukan distribusi frekuensi responden berdasarkan
kelompok usia. Dari Responden sebanyak 72 lansia, usia 60-67 sebanyak
58 orang (80,6%).
2. Jenis kelamin
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan
Jenis Kelamin
Variabel Kategori n %
Jenis Kelamin Laki-laki
Perempuan
13
59
18,1
81,9
Total 72 100
74
Tabel 5.3 menunjukan distribusi frekuensi responden berdasarkan
jenis kelamin. Dari Responden sebanyak 72 lansia, responden perempuan
sebanyak 59 orang (81,9%).
3. Pendidikan
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan
Variabel Kategori n %
Tingkat
pendidikan
- Tidak Sekolah
- SD
- SMP
- SMA
- Perguruan Tinggi
33
30
5
3
1
45,8
41,7
6,9
4,2
1,4
Total 72 100
Tabel 5.4 menunjukan distribusi frekuensi responden berdasarkan
pendidikannya. Pada penelitian ini, tingkat pendidikan dibedakan menjadi
5 kategori, dan dari 72 responden, yang tidak sekolah (termasuk yang
tidak lulus SD) sebanyak 33 orang (45,8%).
4. Pekerjaan
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan
Status Pekerjaan
Variabel Kategori n %
Status
Pekerjaan
Bekerja
Tidak Bekerja
22
50
30,6
69,4
Total 72 100
75
Pada tabel 5.5 menunjukkan bahwa sebagian besar lansia
mempunyai status pekerjaan tidak bekerja sebanyak 50 orang (69,4%).
D. Analisis Univariat
1. Gambaran pengetahuan lansia tentang konsumsi obat yang aman
Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan
Pengetahuan Responden Tentang Konsumsi Obat yang Aman
Variabel Kategori n %
Pengetahuan Kurang Baik
Baik
9
63
12,5
87,5
Total 72 100
Tabel 5.6 menunjukkan sebanyak 63 lansia (87,5%) memiliki
pengetahuan baik tentang konsumsi obat yang aman.
2. Gambaran sikap lansia terhadap konsumsi obat yang aman
Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan
Sikap Responden Terhadap Konsumsi Obat yang Aman
Variabel Kategori n %
Sikap Kurang Baik
Baik
30
42
41,7
58,3
Total 72 100
76
Tabel 5.7 menunjukkan sebanyak 42 lansia (58,3%) memiliki sikap
baik terhadap konsumsi obat yang aman.
3. Gambaran perilaku lansia dalam minum obat
Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan
Perilaku Responden dalam Minum Obat
Variabel Kategori n %
Perilaku Kurang Baik
Baik
32
40
44,4
55,6
Total 72 100
Tabel 5.8 menunjukkan sebanyak 40 lansia (55,6%) memiliki
perilaku baik dalam minum obat.
77
E. Analisis Bivariat
1. Hubungan pengetahuan lansia tentang konsumsi obat yang aman
dengan perilaku minum obat
Tabel 5.9 Hubungan pengetahuan lansia tentang konsumsi obat yang
aman dengan perilaku minum obat
Berdasarkan tabel 5.9 di atas diketahui bahwa dari 9 lansia yang
memiliki pengetahuan kurang baik hanya 1 lansia (11,1%) yang
berperilaku kurang baik dalam minum obat dan terdapat 8 lansia (89,9%)
yang berperilaku baik dalam minum obat sedangkan dari 63 lansia yang
memiliki pengetahuan baik terdapat 31 lansia (49,2%) yang berperilaku
kurang baik dalam minum obat dan 32 lansia (50,8%) yang berperilaku
baik dalam minum obat.
Hasil uji statistik ini memperoleh nilai probabilitas sebesar 0,021
dilihat dari nilai likelihood ratio (digunakan untuk analisis stratifikasi dan
untuk mengetahui hubungan linear dua variabel katagorik) pada uji Chi-
Square dengan CI 95% dan α 5%berarti p-value < α yang artinya Ho
Pengetahuan
Lansia
Terhadap
Konsumsi
Obat yang
Aman
Perilaku Minum Obat
Total
OR (95% CI) Pvalue
Kurang
Baik Baik
n % N % N %
Kurang Baik
Baik
1
31
11,1%
49,2%
8
32
89,9%
50,8%
9
63
100,0
100,0 0,129
(0,015-1,093) 0,021
Total 32 44,4 40 55,6 72 100,0
78
ditolak, berarti ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan lansia
tentang konsumsi obat yang aman dengan perilaku minum obat (p < 0,05).
Nilai OR pada analisis ini diketahui sebesar 0,129 (0,015-1,093)
berarti bahwa lansia yang memiliki pengetahuan kurang baik tentang
konsumsi obat yang aman memiliki peluang sebesar 0,13 lebih besar
lansia tersebut berperilaku kurang baik dalam minum obat daripada lansia
yang memiliki pengetahuan baik tentang konsumsi obat yang aman.
2. Hubungan sikap lansia terhadap konsumsi obat yang aman dengan
perilaku minum obat
Tabel 5.10 Hubungan Sikap Lansia Terhadap Konsumsi Obat yang
Aman Dengan Perilaku Minum Obat
Berdasarkan tabel 5.10 di atas diketahui bahwa dari 30 lansia yang
memiliki sikap kurang baik terdapat 17 lansia (56,7%) yang berperilaku
kurang baik dalam minum obat dan hanya 13 lansia (43,3%) yang
berperilaku baik dalam minum obat sedangkan dari 42 lansia yang
memiliki sikap baik terdapat 15 lansia (35,7%) yang berperilaku kurang
Sikap
Lansia
Terhadap
Konsumsi
Obat yang
Aman
Perilaku Minum Obat
Total
OR (95% CI) Pvalue
Kurang
Baik Baik
n % N % N %
Kurang Baik
Baik
17
15
56,7%
35,7%
13
27
43,3%
64,3%
30
42
100,0
100,0 2,354
(0,902-6,142) 0,128
Total 32 44,4 40 55,6 72 100,0
79
baik dalam minum obat dan 27 lansia (64,3%) yang berperilaku baik
dalam minum obat.
Hasil uji statistik ini memperoleh nilai probabilitas sebesar 0,128
dilihat dari nilai Continuity Correction (tabel 2x2, dan tidak ada nilai E<5)
pada uji Chi-Square dengan CI 95% dan α 5%berarti p-value > α yang
artinya Ho diterima, berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara
sikap lansia terhadap konsumsi obat yang aman dengan perilaku minum
obat (p > 0,05).
Nilai OR pada analisis ini diketahui sebesar 2,354 (0,902-6,142)
berarti bahwa lansia yang memiliki sikap kurang baik terhadap konsumsi
obat yang aman memiliki peluang sebesar 2,3 kali lebih besar lansia
tersebut berperilaku kurang baik dalam minum obat daripada lansia yang
memiliki sikap baik terhadap konsumsi obat yang aman.
79
BAB VI
PEMBAHASAN
Bab VI ini akan membahas atau menjelaskan hasil penelitian tentang
hubungan pengetahuan dan sikap lansia tentang konsumsi obat yang aman
terhadap perilaku minum obat yang dilakukan di Posbindu Cempaka, RW 06,
Kelurahan Cempaka Putih Ciputat. Pembahasan yang akan dijelaskan meliputi
keterbatasan penelitian, gambaran karakteristik responden, hasil analisis univariat
dan hasil analisis bivariat dari variabel independen terhadap variabel dependen
penelitian.
A. Gambaran Karakteristik Responden
1. Usia
Gambaran demografi usia dari 72 sampel yang diambil dalam penelitan
ini sebagian besar adalah usia 60-67 sebanyak 58 orang (80,6%), dan usia >67
sebanyak 14 orang (19,4%) dengan rata-rata usia responden adalah 64 tahun.
Usia minimum responden pada penelitian ini adalah berusia 60 tahun, dan usia
maksimum adalah 75 tahun. dan yang paling banyak yang menjadi responden
berusia 62 tahun. Hal ini mungkin karena pada usia 60-67 tahun lansia masih
lebih kuat untuk melakukan aktifitas, sehingga lebih banyak yang berusia 60-
67 tahun yang datang ke posbindu.
81
2. Jenis kelamin
Pada penelitian ini didapatkan jumlah responden perempuan lebih banyak
daripada laki-laki dengan jumlah sebanyak 59 responden perempuan (81,9%),
dibandingkan dengan laki-laki sebanyak 13 responden (18,1%).
Kemungkinan hal ini disebabkan populasi di Posbindu Cempaka, dari 88
orang lansia yang berada di wilayah Posbindu Cempaka, kelurahan Cempaka
Putih, Ciputat, proporsi jenis kelamin perempuan jauh lebih besar daripada
laki-laki.
Hal ini sesuai dengan BPS RI - Susenas (2009), jumlah penduduk lanjut
usia berdasarkan jenis kelamin jumlah lanjut usia perempuan sebesar 10,44
juta orang (8,96%) dari seluruh penduduk perempuan, jumlahnya lebih banyak
dibandingkan dengan laki-laki yang hanya 8,88 juta orang (7,76%) dari
seluruh penduduk laki-laki. Dan juga Anna & Woro (1999), melihat tingkat
kesehatan dan kesejahteraan kian membaik maka angka harapan hidup
penduduk Indonesia kian meningkat pula, khususnya perempuan di mana usia
perempuan akan lebih panjang, sehingga rata-rata umur harapan hidup
perempuan umumnya lebih tinggi daripada laki-laki.
Hal ini sesuai juga dengan Azwar (1999) bahwa jenis kelamin juga
mempengaruhi tingkat kesadaran berobat antara perempuan dan laki-laki,
karena pada umumnya kaum perempuan memiliki kesadaran yang baik untuk
berobat daripada kaum laki-laki. Sehingga menyebabkan perempuan lebih
banyak datang keposbindu daripada laki-laki.
82
3. Pendidikan
Dilihat dari aspek pendidikan, jenjang pendidikan responden dalam
penelitian ini dari 72 responden, yang tidak sekolah sebanyak 33 orang
(45,8%), pendidikan SD sebanyak 30 orang (41,7%), pendidikan SMP
sebanyak 5 orang (6,9%), pendidikan SMA sebanyak 3 orang (4,2%) dan yang
tingkat pendidikannya sampai Sarjana ada 1 orang (1,4%).
Dari hasil penelitian ini, sebagian besar lanjut usia adalah berpendidikan
dasar, dan sebagian besar lagi belum pernah sekolah . Rendahnya tingkat
pendidikan pada lanjut usia ini mungkin disebabkan karena mereka lahir pada
kurang lebih 60 tahun silam, dimana bangsa Indonesia baru saja merdeka dan
pembangunan sarana dan prasarana pendidikan pada masa itu masih sangat
terbatas. Kondisi ini berbeda dengan situasi saat ini dimana fasilitas
pendidikannya sudah jauh lebih baik. Hal ini sesuai dengan data dari BPS-RI
Susenas (2009) yang memperlihatkan pendidikan penduduk lansia yang relatif
masih rendah, yaitu tidak/belum pernah sekolah dan tidak tamat SD.
Rendahnya tingkat pendidikan ini, mayoritas terjadi pada perempuan, hal ini
mengindikasikan bahwa budaya patriarkhi masih sangat terasa di dalam
pendidikan pada era tahun 45-an, dimana orang tua lebih mengutamakan
pendidikan bagi anak laki-laki dibandingkan perempuan. Hal ini sesuai
dengan hasil penelitian bahwa sebagian besar responden adalah perempuan
dan berpendidikan rendah.
83
4. Pekerjaan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Posbindu Cempaka, RW
06, Kelurahan Cempaka Putih Ciputat diperoleh hasil sebanyak 50 responden
(69,4%) tidak bekerja sedangkan lansia yang mempunyai status pekerjaan
bekerja sebanyak 22 orang (30,6%). Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil
penelitian Kreager (2003) bahwa lebih banyak lansia yang tidak bekerja
(55,9%) daripada yang bekerja (44,1%). Hal ini kemungkinan karena faktor
umur yang menyebabkan lansia banyak yang tidak bekerja lagi, sebab sudah
berkurangnya fungsi fisiologis tubuh, sehingga lebih sulit untuk melakukan
aktifitas dan juga karena sebagian besar responden adlah perempuan yang
kebayakan sebagai Ibu rumah tangga. Namun, hasil penelitian ini berbeda
dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rustika dan Woro (2000) yaitu
status pekerjaan lansia yang tidak bekerja lebih sedikit yaitu 48,3% daripada
yang bekerja 51,7%.
B. Hasil Analisis Univariat
1. Gambaran pengetahuan lansia tentang konsumsi obat yang aman
Dari hasil penelitian didapatkan sebanyak 63 lansia (87,5%)
memiliki pengetahuan baik tentang konsumsi obat yang aman sedangkan
lansia yang memiliki pengetahuan kurang baik tentang konsumsi obat
yang aman sebanyak 9 lansia (12,5%). Hal ini kemungkinan karena
responden mempunyai cukup banyak waktu untuk bertukar pikiran dan
mencari informasi, sebab kebanyakan responden tidak bekerja. Hal ini
sesuai dengan Notoatmodjo (2003), lingkungan juga dapat mempengaruhi
84
pengetahuan, lingkungan memiliki fungsi sebagai alat pergaulan dan
bertukar informasi yang dalam hal ini mengenai konsumsi obat yang
aman, sehingga dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan. Hasil penelitian
ini bertentangan dengan Nugroho (2000) dan Ariati (2005), umumya
setelah seseorang memasuki tahap lansia maka akan mengalami penurunan
fungsi kognitif (proses belajar, persepsi, pemahaman, pengertian, dan lain-
lain). Lansia umumnya mempunyai kemampuan daya ingat yang menurun,
sehingga mudah melupakan apa yang baru disampaikan dan ini berdampak
pada pemahaman para lansia yang mulai lambat memahami suatu
informasi dan badan POM (2008) pengetahuan lansia terkait cara-cara
penggunaan obat yang benar, tepat, dan rasional masih kurang untuk itu
diperlukan sistem pengawasan dan peningkatan kesadaran dan
peningkatan pemahaman.
Masih banyaknya lansia yang tidak mengetahui bahwa setiap obat
memiliki efek samping (Rahmawati, 2008), hal ini sesuai dengan hasil
penelitian walaupun pengetahuan lansia baik. Dari hasil penelitian hanya
76,3% masyarakat yang menyatakan pergi ke dokter jika dalam dua hari
gejala tidak membaik (Rakhmawatie dan Anggraini, 2010) hal ini sesuai
dengan hasil penelitian pengetahuan lansia yaitu apabila obat telah
diminum berkali-kali, tetapi penyakit belum sembuh, perlu ke dokter
dengan nilai pengetahuan baik sebesar 87,5%. Hasil penelitian ini juga
sesuai dengan hasil penelitian Modig et al, 2008 bahwa setidaknya 75%
dari obat-obatan dapat dikenal 71% oleh lansia dan hasil penelitian Jaye
Cet al, 2002 dalam Modig et al, 2008, bahwa praktik umum lansia di
85
Selandia Baru, persentase jawaban yang benar mengenai indikasi, dosis
dan tujuan pengobatan adalah 87%.
2. Gambaran sikap lansia terhadap konsumsi obat yang aman
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan sebanyak 42 lansia
(58,3%) memiliki sikap baik terhadap konsumsi obat yang aman
sedangkan lansia yang memiliki sikap kurang baik terhadap konsumsi obat
yang aman sebanyak 30 lansia (41,7%). Hal ini kemungkinan karena
lansia di posbindu ini berpengetahuan baik 87,5%, sehingga sikap lansia di
Posbindu ini juga baik dalam hal konsumsi obat yang aman 58,3%. Sikap
berada di dalam fikiran manusia, dan hanya dapat disimpulkan dari
tanggapan mereka (Fazio & Olsson 2003). Sesuai dengan penelitian ini
responden menjawab sesuai dengan pendapat mereka yaitu sangat setuju,
setuju, tidak setuju dan sangat tidak setuju.
Lansia di posbindu Cempaka telah menggunakan obat secara
rasional dengan hasil penelitian ini sebanyak 42 lansia (58,3%) memiliki
sikap baik, hal ini sesuai dengan kriteria penggunaan obat rasional yaitu
tepat diagnosis, tepat indikasi penyakit, tepat pemilihan obat, tepat dosis,
(Direktorat Bina Penggunaan Obat Rasional, 2008). Hal ini sesuai dalam
penelitian Modig et al, 2008 mengungkapkan keyakinan yang kuat dalam
manfaat dari obat, yang bearti mempunyai sikap yang baik dalam
pengobatan, dan bertentangan dengan hasil penelitian Horne et al dalam
Modig et al, 2008 bahwa sikap lansia kurang dalam hal pengobatan.
86
Pada penelitian ini lansia meminum obat tepat dengan keluhan
yang dirasakannya, hal ini bertentangan dengan badan POM (2008) pada
pasien yang sangat tua, manifestasi dari ketuaan secara normal dapat
menyebabkan kesalahan dalam mendefinisikan penyakit dan dapat
mengantarkan pada peresepan yang tidak tepat, sehingga terkadang saat
lansia meminum obat yang tidak tepat dengan keluhannya.
3. Gambaran perilaku lansia dalam minum obat
Gambaran perilaku lansia dalam minum obat di Posbindu Cempaka
sebanyak 40 lansia (55,6%) memiliki perilaku baik dalam minum obat
sedangkan lansia yang memiliki perilaku kurang baik dalam minum obat
sebanyak 32 lansia (44,4%). Hal ini kemungkinan pengaruh dari
pengetahuan lansia yang baik 87,5% dan sikap lansia yang baik 58,3%,
sehingga membentuk perilaku menjadi baik juga 55,6%. Perilaku
kesehatan adalah semua aktivitas atau kegiatan seseorang, baik yang dapat
diamati maupun yang tidak dapat diamati yang berkaitan dengan
pemeliharaan kesehatan ini mencakup mencegah atau melindungi diri dari
penyakit dan masalah kesehatan lain apabila sakit atau terkena masalah
kesehatan, dan salah satunya adalah perilaku minum obat.
Menurut badan POM (2008) Pengobatan sendiri dengan
menggunakan produk obat bebas/ obat bebas terbatas atau mengkonsumsi
obat yang diresepkan untuk penyakit-penyakit sebelumnya bahkan
mengkonsumsi obat untuk orang lain banyak dilakukan oleh lansia, dan
didukung dengan hasil BPS (2001) Perilaku pencarian pengobatan yang
87
dilakukan oleh penduduk Indonesia yang mengeluh sakit persentase
terbesar adalah pengobatan sendiri (58,78%) dan menurut Direktorat
Jenderal POM (1993) golongan obat yang digunakan responden dalam
pengobatan sendiri adalah obat bebas sebesar 90,17% dan obat resep
9,83%, hal ini sejalan dengan penelitian bahwa banyak yang membeli obat
ke apotik tanpa resep ataupun membeli obat sendiri di warung walaupun
hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku lansia dalam mengkonsumsi
obat baik.
Pada hasil penelitian banyak lansia yang menggunakan obat lebih
dari 3 macam, walaupun perilaku lansia baik, hal ini mungkin karena
petugas kesehatan di Posbindu Cempaka dalam memberikan obat 3-4
macam bahkan lebih, hal ini sesuai dengan info POM (2008) peresepan
obat pada lansia berkisar sepertiga dari semua peresepan dan separuh dari
obat yang dibeli tanpa resep digunakan oleh lansia. Secara keseluruhan,
80% dari lansia setiap hari menggunakan paling sedikit satu jenis obat, dan
juga dari hasil penelitian menunjukkan 78% usia lanjut menderita tidak
kurang dari 4 macam penyakit, 38% menderita lebih dari 6 macam
penyakit, dan 13% menderita lebih dari 8 macam penyakit (mustofa, 1995)
dan selama periode 2005-2008, prevalensi polifarmasi (DP ≥ 5) meningkat
sebesar 8,2% (0,102-0,111), dan prevalensi polifarmasi berlebihan (DP ≥
10) meningkat sebesar 15,7% (0,021-0,024) (Bo Hovstadius et al, 2008).
Banyaknya jenis obat dan rumitnya tata cara pengobatan membuat
pasien usia lanjut, yang kemampuan kognitif dan fisiknya sudah
mengalami penurunan, menjadi tidak patuh terhadap tata cara pengobatan
88
yang telah ditetapkan (Retno, 2010), dan hasil penelitian ketidakpatuhan
lansia dengan kondisi kronis dari 40% menjadi 75% Doggrell (2010), dan
juga menurut sebuah studi oleh Okuno et al dalam Modig et al, 2008, 25%
dari lansia berusia 80 tahun ke atas. tidak mengambil obat mereka seperti
yang ditentukan hal ini bertentangan dengan hasil penelitian di Posbindu
Cempaka yaitu lansia tidak menghentikan minum obat sampai selesai
program pengobatan.
C. Hasil Analisis Bivariat
1. Hubungan pengetahuan lansia tentang konsumsi obat yang aman
dengan perilaku minum obat
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan antara
pengetahuan lansia tentang konsumsi obat yang aman dengan perilaku
minum obat di Posbindu Cempaka, Kelurahan Cempaka Putih, Ciputat
(p=0,021). Hal ini bisa disebabkan karena untuk berperilaku kesehatan
seperti perilaku minum obat yang aman bagi lansia, diperlukan
pengetahuan lansia tentang manfaat minum obat yang aman bagi
kesehatan lansia itu sendiri. Oleh sebab itu bila pengetahuan lansia tentang
konsumsi obat yang aman baik maka akan mempengaruhi perilaku lansia
juga menjadi baik pula. Hal ini sesuai dengan Notoatmodjo (2003)
pengetahuan merupakan pedoman penting untuk terbentuknya tindakan
seseorang, apabila perilaku tersebut didasari pengetahuan, kesadaran dan
sikap positif maka perilaku tersebut bersifat positif, oleh sebab itu,
pengetahuan yang baik akan membentuk perilaku yang baik. Hal ini tidak
89
sesuai dengan hasil penelitian Kristina dkk (2008) Keeratan hubungan
antara pengetahuan dengan perilaku pengobatan sendiri adalah lemah (r
=0,253).
Semakin baik tingkatan pengetahuan lansia maka semakin baik
pula perilaku minum obat lansia tersebut. Jadi dengan pengetahuan yang
baik dapat meningkatkan perilaku minum obat pada lansia. Hal ini sesuai
dengan Joyce & Evelyn (1996) sebab-sebab terjadinya ketidakpatuhan
lansia dalam minum obat menurut salah satunya yaitu tidak mengerti
tujuan atau alasan pemakaian obat. Jadi lansia yang telah mengetahui
tentang manfaat perilaku minum obat yang aman, maka dia akan
menimbang-nimbang baik buruknya bagi dirinya dan berperilaku sesuai
dengan kesadaran, pengetahuan dan sikapnya terhadap konsumsi obat
yang aman.
Pada hasil penelitian nilai OR sebesar 0,129 yang berarti bahwa
lansia yang memiliki pengetahuan baik tentang konsumsi obat yang aman
memiliki peluang sebesar 0,13 lebih besar lansia tersebut berperilaku baik
dalam minum obat daripada lansia yang memiliki pengetahuan kurang
baik tentang konsumsi obat yang aman. Padahal hal ini tidak sesuai
dengan hasil penelitian yang menunjukkan adanya hubungan antara
pengetahuan lansia tentang konsumsi obat yang aman dengan perilaku
minum obat di Posbindu Cempaka, dan perilaku yang didasari oleh
pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari
oleh pengetahuan. Hal ini mungkin bisa disebabkan walaupun
pengetahuan lansia baik tetapi belum tentu semua lansia sikapnya baik
90
juga, tergantung dari individu masing-masing lansia. Hal ini sesuai dengan
Chandra (2009) nilai OR diketahui sebesar 0,129 menunjukkan bahwa
apabila nilai OR < 1, diperkirakan terdapat asosiasi negatif antara faktor
risiko dan penyakit.
2. Hubungan sikap lansia terhadap konsumsi obat yang aman dengan
perilaku minum obat
Hasil penelitian menunjukkan tidak ada hubungan antara sikap
lansia terhadap konsumsi obat yang aman dengan perilaku minum obat di
Posbindu Cempaka, kelurahan Cempaka Putih, Ciputat (p=0,128). Jadi
walaupun sikap lansia dalam konsumsi obat yang aman baik, belum tentu
dapat mempengaruhi perilaku dalam minum obat menjadi baik pula.
Sikap juga dapat mendorong atau menghambat lansia untuk minum obat
yang aman, misalnya lansia bersikap bahwa bila minum obat lebih banyak
maka akan lebih cepat sembuh, hal ini dapat menghambat lansia untuk
minum obat yang aman. Selain sikap dan pengetahuan yang dapat
mempengaruhi perilaku lansia ada juga faktor pendukung (Faktor ini
mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi
lansia) dan faktor pendorong (Faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku
petugas kesehatan atau petugas lain, yang merupakan kelompok referensi
dari perilaku lansia tersebut). Sehingga suatu sikap belum otomatis
terwujud dalam suatu tindakan, untuk mewujudkan sikap menjadi suatu
perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang
memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Di samping faktor fasilitas,
91
juga diperlukan faktor dukungan (support) dari pihak lain. Hal lain
mungkin juga disebabkan oleh kurangnya interaksi antara lansia dan
petugas kesehatan di Posbindu Cempaka, jarangnya petugas kesehatan
menanyakan bagaimana perilaku lansia dalam minum obat ataupun
petugas kesehatan melakukan observasi, dan kurang aktifnya kader dalam
melihat perilaku lansia dalam minum obat dan bisa juga dari lansia sendiri
yang tidak mau berperilaku minum obat yang baik, jarangnya datang ke
Posbindu untuk mendiskusikan masalah konsumsi obat yang aman kepada
petugas kesehatan.
Pada hasil penelitian dari Wismanto (2004) menunjukkan bahwa
korelasi antara sikap dengan perilaku sebesar 0.366. Hasil tersebut dapat
diartikan bahwa variansi perilaku 13,39% dapat dijelaskan dari sikap dari
orang yang berperilaku tersebut. Hasil ini relatif kecil, hal ini
kemungkinan disebabkan bahwa antara sikap dan perilaku tidak
berhubungan secara langsung, akan tetapi masih terdapat variabel antara
yaitu kehendak atau niat. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian tidak ada
hubungan antara sikap lansia terhadap konsumsi obat yang aman dengan
perilaku minum obat.
Hal ini tidak sesuai dengan Notoatmodjo (2007), sikap dipengaruhi
oleh tiga komponen yaitu pengetahuan, pemberian respon dan persepsi,
maka dari itu, pengetahuan saja tidak cukup tetapi diperlukan sikap lanjut
lansia yang mendukung terbentuknya perilaku dalam minum obat. Dan
juga bertentangan dengan hasil penelitian Kristina dkk (2008) Keeratan
hubungan antara sikap denganperilaku pengobatan sendiri adalah sedang (r
92
=0,346). Pola kedua hubungan tersebut adalah positif. Artinya, semakin
baik pengetahuan,sikap tentang pengobatan sendiri maka semakin rasional
pula perilaku pengobatan sendirinya, demikian juga sebaliknya. Hasil
penelitian ini di dukung dengan hasilpenelitian Supardi, dkk.(2002) dalam
Kristina dkk (2008) yang menyatakan bahwa pengetahuan dan sikap
berhubungan dengan perilaku pengobatan sendiri. Dharmasari (2003)
dalam Kristina dkk (2008) juga menyatakan bahwa pengetahuan dan
sikap berhubungan dengan pengobatan sendiri yang aman, tepat, dan
rasional.
Pada hasil penelitian nilai OR diketahui sebesar 2,354 yang berarti
bahwa lansia yang memiliki sikap baik terhadap konsumsi obat yang aman
memiliki peluang sebesar 2,3 kali lebih besar lansia tersebut berperilaku
baik dalam minum obat daripada lansia yang memiliki sikap kurang baik
terhadap konsumsi obat yang aman. Padahal hal ini tidak sesuai dengan
hasil penelitian yang menunjukkan tidak adanya hubungan antara sikap
lansia terhadap konsumsi obat yang aman dengan perilaku minum obat di
Posbindu Cempaka. Hal ini mungkin bisa disebabkan dengan sikap lansia
yang baik dapat juga mempengaruhi perilaku lansia menjadi baik pula, hal
ini juga tergantung dari individu masing-masing lansia. Hal ini sesuai
dengan Chandra (2009) nilai OR diketahui sebesar 2,354 menunjukkan
bahwa apabila nilai OR > 1, diperkirakan terdapat asosiasi positif antara
faktor risiko dan penyakit.
93
D. Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini memiliki keterbatasan dalam proses pelaksanaannya. Adapun
keterbatasan-keterbatasan dalam penelitian ini adalah:
1. Responden mengetahui bahwa dirinya sedang diteliti, sehingga dapat
mempengaruhi jawaban responden, sehingga cenderung lansia mengisi
jawaban yang terbaik menurutnya dan terkadang lansia lupa jadi hanya
asal menjawab saja.
90
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini akan menyimpulkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah
dijelaskan di bab sebelumnya, serta saran yang dapat digunakan oleh instalansi
terkait dan peneliti selanjutnya.
A. Kesimpulan
1. Gambaran karakteristik responden yakni lansia di Posbindu Cempaka,
Kelurahan Cempaka Putih, Ciputat adalah :
a. Rata-rata usia lansia adalah 64 tahun dan jenis kelamin paling banyak
adalah prempuan.
b. Tingkat pendidikan paling banyak adalah tidak sekolah.
c. Status pekerjaan lansia paling banyak adalah tidak bekerja.
2. Gambaran umum pengetahuan lansia tentang konsumsi obat yang aman di
Posbindu Cempaka, Kelurahan Cempaka Putih, Ciputat adalah
berpengetahuan baik (87,5%).
3. Gambaran umum sikap lansia terhadap konsumsi obat yang aman di
Posbindu Cempaka, Kelurahan Cempaka Putih, Ciputat adalah bersikap
baik (58,3%).
4. Gambaran umum perilaku lansia dalam minum obat di Posbindu
Cempaka, Kelurahan Cempaka Putih, Ciputat adalah berperilaku baik
(55,6%).
95
5. Ada hubungan antara pengetahuan lansia tentang konsumsi obat yang
aman dengan perilaku minum obat di Posbindu Cempaka, Kelurahan
Cempaka Putih, Ciputat (p=0,021).
6. Tidak ada hubungan antara sikap lansia terhadap konsumsi obat yang
aman dengan perilaku minum obat di Posbindu Cempaka, Kelurahan
Cempaka Putih, Ciputat (p=0,128).
B. Saran
1. Profesi Keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi untuk
pengembangan keperawatan, khususnya di bidang keperawatan gerontik
tentang minum obat pada lansia yang meliputi pengetahuan dan sikap
lansia tentang konsumsi obat yang aman serta perilaku minum obat.
Meningkatkan kemampuan perawat dalam memberikan pembinaan
dikomunitas terkait dalam meminum obat, sehingga dapat memberikan
asuhan keperawatan yang holistic.
2. Posbindu Cempaka, RW 06, Kelurahan Cempaka Putih Ciputat
a. Diharapkan Puskesmas Ciputat untuk lebih peduli terhadap kesehatan
di Posbindu Cempaka RW 06, Kelurahan Cempaka Putih Ciputat yaitu
lebih mengoptimalkan peran perawat dalam membantu Posbindu
bukan hanya bidan saja.
b. Untuk dilakukannya pengontrolan minum obat bisa dengan cara
diadakan kunjungan ke rumah yang dapat dilakukan oleh kader dan
96
petugas kesehatan ataupun bisa juga dengan cara menulis catatan yang
dapat dilakukan oleh lansia atau keluarga lansia.
c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi untuk
memberikan penyuluhan kepada lansia di Posbindu Cempaka RW 06,
Kelurahan Cempaka Putih Ciputat agar pengetahuan dan sikap lansia
tentang konsumsi obat yang aman serta perilaku minum obat bisa lebih
baik lagi, penyuluhan ini bisa dilakukan oleh para kader Posbindu
Cempaka RW 06, Kelurahan Cempaka Putih Ciputat.
3. Peneliti Selanjutnya
a) Diharapkan peneliti selanjutnya meneliti variabel lain yang dapat
mempengaruhi perilaku minum obat pada lansia seperti faktor keluarga
yaitu dapat meneliti istri/suami lansia tersebut, anak, serta keluarga
lain yang biasa memberikan obat ataupun yang mengingatkan untuk
meminum obat.
b) Sebaiknya dalam menilai perilaku lansia dalam minum obat dilakukan
dengan metode observasi.
c) Diharapkan peneliti selanjutnya, apabila ingin meneliti tentang
perilaku minum obat pada lansia dapat menggunakan desain penelitian
yang lain seperti quasi-experiment sehingga memberikan hasil yang
lebih bermakna. Misalnya, diberikan informasi atau penyuluhan terkait
konsumsi obat yang aman bagi lansia, setelah itu dilakukan kunjungan
ke rumah dan dilihat bagaimana perilaku minum obat lansia tersebut,
apakah menjadi lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Amran, Yuli. Pengolahan dan Analisis Data Statistik di Bidang Kesehatan. Jakarta
: Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
2012.
Andri. Bahaya Kombinasi Obat Pada Lanjut Usia. Jakarta: Majalah Farmacia Edisi
Februari 2009 (Vol.8 No.7) , Halaman: 12
Ansel, C. Howard. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta: UI Press, 1989.
Badan Pusat Statistik. Statistik Kesejahteraan Rakyat (Welfare Statistics) 2001.
Jakarta: 46-71. 2002.
Bo Hovtadius. Increasing Polypharmacy - An Individual-Based Study Of The
Swedish Population 2005-2008. Swedish: BMC Clin Pharmacol, 2010
Chandra, Budiman. Ilmu Kedokteran Pencegahan & Komunitas. Jakarta: EGC,
2009.
Cooper JW. Adverse Drug Reaction-Related Hospitalizations Of Nursing Facility
Patients: A 4-Year Study. South Med J May;92(5):485-90, 1999.
Corsonello at all. Polypharmacy In Elderly Patients At Discharge From The Acute
Care Hospital. 2007
Darmansjah, Iwan, Prof. Jurnal Ilmiah : Polifarmasi pada Usia Lanjut. 1994.
Departemen Kesehatan dan Kesejahterahan Sosial RI. Pedoman Pembinaan
Kesehatan Jiwa Usia Lanjut bagi Petugas Kesehatan. Jakarta: Depkes ; 2001
Direktorat Bina Penggunaan Obat Rasional (2008)
http://binfar.depkes.go.id/dat/lama/1276164586_MODUL%20_I.pdf diakses
pada 2 mei 2012 pukul 10.33
Direktorat Jenderal. P.O.M. Penggunaan Obat Pada Masyarakat Perkotaan di
Tiga Kota Besar di Jawa. Jakarta: Departemen Kesehatan, 1993.
Doggrell, Sheila A. Adherence to Medicines in the Older-Aged with Chronic
Conditions. Australia: Drugs Aging, 2010
Elizabeth B.hurlock. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang
Rentang Kehidupan. Ed.5. Jakarta:Erlangga, 1980.
Fita Rahmawati dan kawan-kawan. Problem Pemilihan Obat Pada Pasien Rawat
Inap Geriatri Jurnal Farmasi Indonesia Vol. 4 No. 1 Januari 2008: 23 – 29
Green, L.W, dan Kreuter, M.W. Health Promotion Planning; An Educational and
Environmental Approach, second edition, Mayfield Publishing Company,
London. 2000.
Hasriyanto. Resiko Jatuh Meningkat karena Obat. Jakarta: Majalah Farmacia Edisi
Agustus 2008 (Vol.8 No.1)
Hidayat, A. Aziz Alimul. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis
Data, cetakan kedua. Jakarta: Salemba Medika, 2008.
___________________. Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Edisi
Pertama. Jakarta : Salemba Medika; 2003
http://www.dpr.go.id/uu/uu1998/UU_1998_13.pdf diakses pada 11 april 2012
http://www.depsos.go.id/modules.php?name=News&file=article&sid=522 diakses
pada 4 januari 2012
Info POM. Penggunaan Obat Pada Usia Lanjut. Jakarta: Vol. 9, No. 5. September
2008
Joyce, L.Kee and Evelyn, R.Hayes. Farmakologi Pendekatan Proses Keperawatan.
Jakarta : EGC, 1996.
Kristina, Susi Ari, dkk Hubungan Antara Pengetahuan Dan Sikap Dengan
Perilaku Pengobatan Sendiri Pada Lanjut Usia. Jakarta: majalah farmasi
Indonesia, 2008
Mangoenprasodjo, S.A. dan Hidayati, N.S. Mengisi Hari Tua Dengan Bahagia..
Jakarta: Pradipta publishing 2005.
Maryam, R Siti. Mengenal Usia Lanjut Dan Perawatannya. Jakarta:Salemba
medika, 2008.
Muntasir dkk. Kajian Fungsi Dan Peran Perawat Dalam Pemberian Obat Bagi
Pasien Rawat Inap Di RSUD Prof.W.Z.Yohanes Kupang, 2007.
Mustofa. Pemakaian Obat pada Usia Lanjut, Buletin ISFI. Jogjakarta: 1995, 2(2),
1-13.
Notoatmodjo, Soekidjo. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka
Cipta, 2003.
___________________. Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-Prinsip Dasar.
Jakarta: Rineka cipta, 2003
___________________. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka
Cipta, 2007.
___________________. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta,
2002.
Nugroho, Wahjudi. Keperawatan Gerontik, Edisi ke-2, EGC, Jakarta 2000.
Papalia, D.E., Olds, S.W., and Feldman, R.D. Human Development. 10th ed. New
York: McGraw-Hill, 2005.
Potter, P.A and Perry, A.G. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep,
Proses, dan Praktik, edisi 4, volume 1. Alih Bahasa: Yasmin Asih, dkk. Jakarta:
EGC, 2005.
Rahmawati, Fita Problem Pemilihan Obat Pada Pasien Rawat Inap Geriatri.
Jakarta: Jurnal Farmasi Indonesia Vol. 4 No. 1 Januari 2008: 23 – 29
Rakhmawatie, Maya Dian dan Anggraini, Merry Tiyas Evaluasi Perilaku
Pengobatan Sendiri Pada Lanjut Usia Terhadap Pencapaian Program
Indonesia Sehat 2010. Jakarta, 2010
Retno, Penggunaan Obat Pada Pasien Usia Lanjut
http://yankeskotapas.wordpress.com/2010/12/08/penggunaan-obat-pada-pasien-
usia-lanjut/ diakses pada 03 Juni 2012
Sanjoyo, Raden. Obat (Biomedik Farmakologi) di akses pada tanggal 19 februari
2012 pukul 18.21 dari http://yoyoke.web.ugm.ac.id/download/obat.pdf
Santrock, J.W. Life Span Development: International edition (8th ed). New York:
Mc Graw Hilll, 2002.
Setiati, S., Harimurti, K. dan Roosheroe, A.G. Proses Menua dan Implikasi
Kliniknya. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, 2006.
Shargel, L and Andrew, B.C. Applied Biopharmaceutics and Pharmacokinetics.
Appleton Century-Coofts. 1985.
Stanley, Mickey and Beare, P.G. Buku Ajar Keperawatan Gerontik Ed.2. Alih
Bahasa: Nety Juniarti, Sari Kurnianingsih. Jakarta: EGC,2006.
Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung:
Alfabeta, 2009.
Supardi, Sudibyo. Pola Penggunaan Obat, Obat Tradisional, Dan Cara
Tradisional Dalam Pengobatan Sendiri Di Indonesia, Buletin Penelitian
Kesehatan Volume 33 No.4-2005 halaman 192-198.
Watson, Roger. Perawatan Lansia, Edisi ke-3, EGC, Jakarta 2003.
LAMPIRAN
Lembar Persetujuan Menjadi Responden
Hubungan Pengetahuan dan Sikap Lanjut Usia Tentang Konsumsi Obat
yang Aman Terhadap Perilaku Minum Obat di Posbindu Cempaka, RW 06,
Kelurahan Cempaka Putih Ciputat
Kepada Yth,
Ibu/Bapak responden
di RW 06 Kelurahan Cempaka Putih, Ciputat
Assalamu’alaikum Wr. Wb.,
Saya Wensil Okta Promalia mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, akan melakukan
penelitian tentang Hubungan Pengetahuan dan Sikap Lanjut Usia Tentang
Konsumsi Obat yang Aman Terhadap Perilaku Minum Obat Di Posbindu
Cempaka, RW 06, Kelurahan Cempaka Putih Ciputat tahun 2012.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan
sikap lanjut usia tentang konsumsi obat yang aman terhadap perilaku minum
obat di Posbindu Cempaka, RW 06 Kelurahan Cempaka Putih Ciputat. Serta
sebagai data untuk penyusunan skripsi dan persyaratan tugas akhir dalam
menyelesaikan pendidikan sebagai Sarjana Keperawatan (S.Kep).
Untuk keperluan tersebut saya harap dengan segala kerendahan hati agar
kiranya ibu/bapak bersedia meluangkan waktunya untuk mengisi kuesioner yang telah
disediakan, dan diharapkan semua pernyataan dan pertanyaan dijawab semua.
Kerahasiaan jawaban ibu/bapak akan dijaga dan hanya diketahui oleh peneliti.
Atas perhatian dan bantuan ibu/bapak sebagai responden saya ucapakan
terima kasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Apakah ibu/bapak bersedia menjadi responden?
YA / TIDAK
Tertanda
( )
Responden
Kuesioner Penelitian
HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP LANJUT USIA TENTANG
KONSUMSI OBAT YANG AMAN TERHADAP PERILAKU MINUM
OBAT DI POSBINDU CEMPAKA, RW 06, KELURAHAN CEMPAKA
PUTIH CIPUTAT
Petunjuk :
Berilah tanda checklist (√) pada kotak yang telah disediakan sesuai dengan
jawaban Anda.
A. Biodata
1. Biodata Lanjut Usia
No. Responden :
Usia : …… th
Jenis kelamin : Laki-laki Perempuan
Pendidikan : Sarjana SMP Tidak Sekolah
SMA SD
Pekerjaan : Tidak Bekerja Bekerja, Sebutkan:
Keluhan apa yang sering anda rasakan :
-
-
-
Penyakit apa yang saat ini anda derita :
-
-
-
Jenis obat yang sering dikonsumsi :
-
-
-
Cara mendapatkan obat:
-
-
-
B. Pengetahuan tentang pengobatan yang aman
Petunjuk : Berilah tanda checklist (√) pada kotak yang telah disediakan sesuai
dengan jawaban Anda.
No. Pernyataan Benar Salah
1. Membaca nama obat sebelum obat diminum.
2. Mengetahui khasiat (manfaat) obat yang akan diminum.
3. Minum obat sesuai dosis.
4. Obat maag diminum sebelum makan.
5. Obat yang berbentuk salep digunakan pada kulit.
6. Setiap obat terdapat efek samping.
7. Apabila obat telah diminum berkali-kali, tetapi penyakit belum
sembuh, perlu ke dokter.
8. Obat harus diminum 8 jam sekali bila obat diminum 3x sehari.
C. Sikap (kepercayaan) lanjut usia dalam konsumsi obat
Petunjuk : Berilah tanda checklist (√) pada kotak yang telah disediakan sesuai
dengan jawaban Anda.
No. Pernyataan Sangat
Setuju
Setuju Tidak
Setuju
Sangat
Tidak
Setuju
1. Saya melihat nama obat sebelum meminumnya agar
sesuai dengan obat yang harus saya minum.
2. Saat saya meminum obat yang berbentuk cair, saya
menggunakan gelas ukur ataupun sendok.
3. Saya meminum obat maag dikunyah bila berbentuk
tablet.
4. Saya meminum obat tepat waktu.
5. Saya meminum obat yang tepat dengan keluhan
yang saya rasakan.
6. Saya tidak mengurangi jumlah obat untuk hemat
D. Perilaku minum obat yang aman
Petunjuk : Berilah tanda checklist (√) pada kotak yang telah disediakan sesuai
dengan jawaban Anda.
No. Pernyataan Selalu Kadang-
kadang Jarang
Tidak
pernah
1. Saya meminum obat lebih dari 3 macam.
2. Saya membeli obat ke apotik tanpa resep
dokter , karena nama obatnya sudah saya
hapal.
3. Saya menggunakan obat yang di jual bebas
untuk penyakit pilek, flu, pusing kepala,
demam, maag.
4. Saya mengurangi jumlah obat yang diberikan
untuk menghemat biaya.
5. Agar lebih cepat sembuh, saya akan minum
obat lebih banyak.
6. Saya meminum obat lebih dari dosis yang
diberikan bila keluhan belum teratasi
7. Saya berhenti minum obat walaupun masih
dalam program pengobatan.
biaya.
7. Saya menghindari suntikan, jika obat masih bisa
diberikan dengan diminum (tablet, kapsul).
8. Saya meminum obat sesuai dengan jadwal yang
telah diprogramkan.
Hasil Uji Validitas
Scale: ALL VARIABLES
Case Processing Summary
N %
Cases
Valid 30 96.8
Excludeda 1 3.2
Total 31 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the
procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha
N of Items
.854 24
Item Statistics
Mean Std. Deviation N
B1 .90 .305 30
B2 .97 .183 30
B3 .97 .183 30
B4 .97 .183 30
B5 .97 .183 30
B6 .97 .183 30
B7 .93 .254 30
B8 .93 .254 30
C1 3.53 .681 30
C2 3.60 .563 30
C3 3.63 .718 30
C4 3.73 .521 30
C5 3.77 .626 30
C6 3.57 .728 30
C7 3.50 .682 30
C8 3.63 .615 30
D1 3.63 .615 30
D2 3.37 .718 30
D3 3.60 .675 30
D4 3.57 .568 30
D5 3.63 .718 30
D6 3.60 .621 30
D7 3.73 .450 30
D8 3.30 .651 30
Item-Total Statistics
Scale Mean if
Item Deleted
Scale Variance
if Item Deleted
Corrected Item-
Total Correlation
Cronbach's
Alpha if Item
Deleted
B1 64.10 36.576 .398 .850
B2 64.03 36.792 .593 .850
B3 64.03 38.516 -.182 .858
B4 64.03 36.792 .593 .850
B5 64.03 36.792 .593 .850
B6 64.03 36.792 .593 .850
B7 64.07 36.340 .567 .848
B8 64.07 36.340 .567 .848
C1 61.47 32.602 .652 .838
C2 61.40 33.628 .642 .840
C3 61.37 33.895 .445 .848
C4 61.27 34.961 .472 .847
C5 61.23 34.944 .379 .850
C6 61.43 31.840 .702 .836
C7 61.50 33.983 .464 .847
C8 61.37 34.723 .419 .848
D1 61.37 35.895 .253 .855
D2 61.63 33.137 .542 .843
D3 61.40 34.524 .398 .850
D4 61.43 34.737 .459 .847
D5 61.37 35.482 .250 .857
D6 61.40 33.628 .572 .842
D7 61.27 35.789 .399 .849
D8 61.70 37.252 .058 .863
Scale Statistics
Mean Variance Std. Deviation N of Items
65.00 38.138 6.176 24
Hasil Pengolahan Data Responden di Posbindu Cempaka, RW 06,
Kelurahan Cempaka Putih Ciputat
A. Karakteristik Responden
1. Usia lansia
Usia
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
60 9 12.5 12.5 12.5
61 7 9.7 9.7 22.2
62 12 16.7 16.7 38.9
63 10 13.9 13.9 52.8
64 9 12.5 12.5 65.3
65 5 6.9 6.9 72.2
66 3 4.2 4.2 76.4
67 3 4.2 4.2 80.6
68 3 4.2 4.2 84.7
69 3 4.2 4.2 88.9
70 3 4.2 4.2 93.1
71 1 1.4 1.4 94.4
72 2 2.8 2.8 97.2
73 1 1.4 1.4 98.6
75 1 1.4 1.4 100.0
Total 72 100.0 100.0
Statistics
Usia
N Valid 72
Missing 0
Mean 64.24
Median 63.00
Mode 62
Std. Deviation 3.590
Variance 12.887
Range 15
Minimum 60
Maximum 75
Usiakat
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
60-67 58 80.6 80.6 80.6
>67 14 19.4 19.4 100.0
Total 72 100.0 100.0
2. Jenis Kelamin
JK
N Valid 72
Missing 0
JK
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
laki-laki 13 18.1 18.1 18.1
perempuan 59 81.9 81.9 100.0
Total 72 100.0 100.0
3. Pendidikan
Pendidikan
N Valid 72
Missing 0
Pendidikan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
Sarjana 1 1.4 1.4 1.4
SMA 3 4.2 4.2 5.6
SMP 5 6.9 6.9 12.5
SD 30 41.7 41.7 54.2
Tidak Sekolah 33 45.8 45.8 100.0
Total 72 100.0 100.0
4. Pekerjaan
Pekerjaan
N Valid 72
Missing 0
Pekerjaan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
Bekerja 22 30.6 30.6 30.6
Tidak Bekerja 50 69.4 69.4 100.0
Total 72 100.0 100.0
B. Hasil Analisis Univariat
1. Pengetahuan Lansia Tentang Konsumsi Obat yang Aman
Pengetahuan
N Valid 72
Missing 0
Pengetahuan
N Valid 72
Missing 0
Mean 7.28
Median 7.00
Mode 7
Std. Deviation .676
Variance .457
Range 2
Minimum 6
Maximum 8
Pengetahuan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
6 9 12.5 12.5 12.5
7 34 47.2 47.2 59.7
8 29 40.3 40.3 100.0
Total 72 100.0 100.0
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Pengetahuan 72 100.0% 0 0.0% 72 100.0%
Descriptives
Statistic Std. Error
pengetahuan
Mean 7.28 .080
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 7.12
Upper Bound 7.44
5% Trimmed Mean 7.31
Median 7.00
Variance .457
Std. Deviation .676
Minimum 6
Maximum 8
Range 2
Interquartile Range 1
Skewness -.402 .283
Kurtosis -.776 .559
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic Df Sig. Statistic df Sig.
pengetahuan .260 72 .000 .780 72 .000
a. Lilliefors Significance Correction
pengetahuankat
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
kurang baik 9 12.5 12.5 12.5
Baik 63 87.5 87.5 100.0
Total 72 100.0 100.0
2. Sikap Lansia Terhadap Konsumsi Obat yang Aman
Sikap
N Valid 72
Missing 0
Mean 27.58
Median 28.00
Mode 28
Std. Deviation 2.121
Variance 4.500
Range 8
Minimum 24
Maximum 32
sikap
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
24 7 9.7 9.7 9.7
25 8 11.1 11.1 20.8
26 9 12.5 12.5 33.3
27 6 8.3 8.3 41.7
28 16 22.2 22.2 63.9
29 14 19.4 19.4 83.3
30 6 8.3 8.3 91.7
31 4 5.6 5.6 97.2
32 2 2.8 2.8 100.0
Total 72 100.0 100.0
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Sikap 72 100.0% 0 0.0% 72 100.0%
Descriptives
Statistic Std. Error
Sikap
Mean 27.58 .250
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 27.08
Upper Bound 28.08
5% Trimmed Mean 27.56
Median 28.00
Variance 4.500
Std. Deviation 2.121
Minimum 24
Maximum 32
Range 8
Interquartile Range 3
Skewness -.060 .283
Kurtosis -.758 .559
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Sikap .161 72 .000 .952 72 .008
a. Lilliefors Significance Correction
Sikapkat
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
kurang baik 30 41.7 41.7 41.7
Baik 42 58.3 58.3 100.0
Total 72 100.0 100.0
3. Perilaku Lansia dalam Minum Obat
Perilaku
N Valid 72
Missing 0
Mean 23.99
Median 24.00
Mode 22
Std. Deviation 1.968
Variance 3.873
Range 6
Minimum 21
Maximum 27
Sum 1727
perilaku
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
21 7 9.7 9.7 9.7
22 14 19.4 19.4 29.2
23 11 15.3 15.3 44.4
24 12 16.7 16.7 61.1
25 9 12.5 12.5 73.6
26 7 9.7 9.7 83.3
27 12 16.7 16.7 100.0
Total 72 100.0 100.0
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Perilaku 72 100.0% 0 0.0% 72 100.0%
Descriptives
Statistic Std. Error
Perilaku
Mean 23.99 .232
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 23.52
Upper Bound 24.45
5% Trimmed Mean 23.98
Median 24.00
Variance 3.873
Std. Deviation 1.968
Minimum 21
Maximum 27
Range 6
Interquartile Range 4
Skewness .168 .283
Kurtosis -1.190 .559
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Perilaku .136 72 .002 .916 72 .000
a. Lilliefors Significance Correction
Perilakukat
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
kurang baik 32 44.4 44.4 44.4
Baik 40 55.6 55.6 100.0
Total 72 100.0 100.0
C. Hasil Analisis Bivariat
1. Hubungan pengetahuan lansia tentang konsumsi obat yang aman
dengan perilaku minum obat
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
pengetahuankat *
perilakukat 72 100.0% 0 0.0% 72 100.0%
pengetahuankat * perilakukat Crosstabulation
perilakukat Total
kurang baik baik
pengetahuankat
kurang baik Count 1 8 9
% within pengetahuankat 11.1% 88.9% 100.0%
Baik Count 31 32 63
% within pengetahuankat 49.2% 50.8% 100.0%
Total Count 32 40 72
% within pengetahuankat 44.4% 55.6% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 4.629a 1 .031
Continuity Correctionb 3.214 1 .073
Likelihood Ratio 5.323 1 .021
Fisher's Exact Test
.037 .032
Linear-by-Linear Association 4.564 1 .033
N of Valid Cases 72
a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4.00.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value 95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for
pengetahuankat (kurang
baik / baik)
.129 .015 1.093
For cohort perilakukat =
kurang baik .226 .035 1.458
For cohort perilakukat = baik 1.750 1.251 2.447
N of Valid Cases 72
2. Hubungan sikap lansia terhadap konsumsi obat yang aman dengan
perilaku minum obat
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
sikapkat * perilakukat 72 100.0% 0 0.0% 72 100.0%
sikapkat * perilakukat Crosstabulation
perilakukat Total
kurang baik baik
sikapkat
kurang baik Count 17 13 30
% within sikapkat 56.7% 43.3% 100.0%
baik Count 15 27 42
% within sikapkat 35.7% 64.3% 100.0%
Total Count 32 40 72
% within sikapkat 44.4% 55.6% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 3.111a 1 .078
Continuity Correctionb 2.321 1 .128
Likelihood Ratio 3.121 1 .077
Fisher's Exact Test
.096 .064
Linear-by-Linear Association 3.068 1 .080
N of Valid Cases 72
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 13.33.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value 95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for sikapkat
(kurang baik / baik) 2.354 .902 6.142
For cohort perilakukat =
kurang baik 1.587 .951 2.649
For cohort perilakukat = baik .674 .422 1.075
N of Valid Cases 72