hubungan pelaksanaan skrining gizi dan...
TRANSCRIPT
-
HUBUNGAN PELAKSANAAN SKRINING GIZI DAN ASUPAN
ZAT GIZI MAKRO (ENERGI DAN PROTEIN) DENGAN
KEJADIAN MALNUTRISI PADA PASIEN TUBERKULOSIS
PARU (TB PARU) DI RUMAH SAKIT BUDHI ASIH
SKRIPSI
TIYAS ISWARA
1410714009
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI S-1 ILMU GIZI
2018
-
i
HUBUNGAN PELAKSANAAN SKRINING GIZI DAN
ASUPAN ZAT GIZI MAKRO (ENERGI DAN PROTEIN)
DENGAN KEJADIAN MALNUTRISI PADA PASIEN
TUBERKULOSIS PARU (TB PARU) DI RUMAH SAKIT
BUDHI ASIH
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh
Gelar
Sarjana Gizi
TIYAS ISWARA
1410714009
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI S-1 ILMU GIZI
2018
-
ii
PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya sendiri, dan semua sumber yang telah dikutip
maupun diujuk telah saya nyatakan dengan benar.
Nama : Tiyas Iswara
NRP : 1410714009
Tanggal : 10 Juli 2018
Bilamana dikemudian hari ditemukan ketidak sesuaian dengan pernyataan
saya ini, maka saya bersedia dituntut dan diproses sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
Depok, 10 Juli 2018
(Tiyas Iswara)
-
iii
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI SKRIPSI
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai civitas akademik Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta,
saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Tiyas Iswara
NRP : 1410714009
Fakultas : Ilmu Kesehatan
Program Studi : Ilmu Gizi
Demi pengembangan ilmu pengetahuan menyetujui untuk memberikan kepada
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta Hak Bebas Royalti Non
ekslusif (Non-exclusive Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :
“Hubungan Pelaksanaan Skrining Gizi dan Asupan Zat Gizi Makro (Energi dan
Protein) dengan Kejadian Malnutrisi pada Pasien Tuberkulosis Paru (Tb Paru) di
RSUD Budhi Asih Tahun 2018 ”
Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti ini
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta berhak menyimpan,
mengalih media/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),
merawat dan mempublikasikan Skripsi saya selama tetap mencantumkan nama
saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Depok
Pada tanggal : 10 Juli 2018
Yang menyatakan,
Tiyas Iswara
-
iv
PENGESAHAN
Skripsi diajukan oleh :
Nama : Tiyas Iswara
NRP : 1410714009
Program Studi : S1 Ilmu Gizi
Judul Skripsi : Hubungan Pelaksanaan Skrining Gizi dan Asupan Zat
Gizi Makro (Energi dan Protein) dengan Kejadian
Malnutrisi Pada Pasien TB Paru di RSUD Budhi Asih
Telah berhasil dipertahankan di harapkan Tim Penguji dan diterima sebagai
bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperolah gelar Sarjana Ilmu Gizi
(S.Gz) pada Program studi S1 Ilmu Gizi, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas
Pembangunan Nasioanal “Veteran” Jakarta.
Firlia Ayu Arini, SKM, MKM
Penguji I
Taufik Maryusman, S.Gz, M.Gizi, M.Pd
Penguji II (Pembimbing)
Dr.drg.Wahyu Sulistiadi, MARS
Dekan
Ikha Deviyanti Puspita S.Gz, RD, MKM
Ka. Prodi
Ditetapkan di : Jakarta
Tanggal Ujian : 10 Juli 2018
Ikha Deviyanti Puspita S.Gz, RD, MKM
Ketua Penguji
-
v
HUBUNGAN PELAKSANAAN SKRINING GIZI DAN ASUPAN
ZAT GIZI MAKRO (ENERGI DAN PROTEIN) DENGAN
KEJADIAN MALNUTRISI PADA PASIEN TB PARU DI RSUD
BUDHI ASIH TAHUN 2018
Tiyas Iswara
Abstrak
Malnutrisi dan TB paru sudah diketahui sejak lama. Malnutrisi pada penderita TB
Paru memperberat perjalanan infeksi penyakit, mempengaruhi perjalanan
pengobatan dan tingkat kematian. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
adanya hubungan pelaksanaan skrining gizi dan asupan zat gizi makro (energi
dan protein) dengan kejadian malnutrisi pada pasien TB Paru. Penelitian ini
merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan studi cross-
sectional. Penilaian malnutrisi dilakukan dengan menggunakan metode food
recall 2x24 jam serdan dilihat penurunan berat badan pada 34 pasien TB paru.
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa tidak adanya hubungan antara
pelaksanaan skrining gizi dengan kejadian malnutrisi (P= 0,704). Sedangkan hasil
uji statistik variable asupan energi (P= 0,000) dan asupan protein (P= 0,001)
didapatkan ada hubugan yang bermakna dengan kejadian malnutrisi pada pasien
TB Paru (P < 0,05). Hasil penelitian ini memnunjukkan bahwa asupan energi dan
protein mempunya hubungan dengan kejadian malnutrisi yang dialami oleh
pasien TB Paru. Oleh karena itu, perlunya penegakkan pelaksanaan skrining gizi
dan penyuluhan asupan terkait kebutuhan gizi pasien TB Paru.
Kata Kunci: Asupan Zat Gizi Makro, Malnutrisi, Skrining Malnutrisi,
Tuberkulosis Paru
-
vi
THE RELATION OF NUTRIENT SCREENING AND MACRO
NUTRIENT INTAKE (ENERGY AND PROTEIN) WITH
MALNUTRITION IN LUNG TUBERCUOSIS PATIENTS AT
RSUD BUDHI ASIH 2018
Tiyas Iswara
Abstract
The relation between malnutrition and pulmonary tbuerculosis is known for a long
time. Malnutrition in Pulmonary Tuberculosis patients aggravates the course of
infectious diseases, and affecting To the course of mortality rate. The purpose of
this research was to determine the relations of nutrient screening and macro
nutrient (energy and protein) intake with malnutrition in Pulmonary Tuberculosis
patients. This study usng analytic observational with cross-sectional study
approach. The Indicator of malnutrition by looking intake of macro nutrients
using 2x24 hour food recall method and monitored weight loss in 34 lung
tuberculosis patients. The results of statistical analysis indicate that there is no
correlation between the implementation of nutritional screening and the incidence
of malnutrition (P = 0.704). While the result of statistical test of variable of energy
intake (P = 0,000) and protein intake (P = 0,001) was found significant relation
with malnutrition incidence in pulmonary tuberculosis patient (P
-
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena rahmat dan karunianya saya
dapat menyelesaikan skripsi ini, sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan
gelar S-1 Ilmu Gizi. Saya ingin berterima kasih kepada seluruh pihak yang telah
berkontribusi dalam penyelesaian laporan penelitian ini. Terima kasih saya
sampaikan kepada Ikha Deviyanti Puspita, S,Gz, RD, MKM. selaku Kaprodi S1
Ilmu gizi dan penguji, Taufik Maryusman, S.Gz, M.Gizi, M.Pd, Selaku
pembimbing 1 akademik atas segala waktu, bimbingan, saran dan kritik yang
telah banyak diberikan hingga akhir penyusunan skripsi ini, Firlia Ayu Arini,
SKM, MKM. Selaku Pembimbing 2 akademik atas segala waktu, bimbingan,
saran dan kritik yang telah banyak diberikan hingga akhir penyusunan skripsi ini.
Selanjutnya untuk ibu saya yang sangat berharga Ros Naini Pohan dan Ayah saya
Alm. Ismulyono yang saya sangat cintai, terimakasih atas segala usaha, upaya,
kesabaran dan kasih saying serta doa yang selalu ayah dan ibu panjatkan untuk
anak kalian ini., seluruh petugas dan tenaga kesehatan di RSUD Budhi Asih atas
kerja sama dan waktunya. Kepada teman-teman pantura saya yang telah
membantu dan mendorong saya untuk terus mengerjakan skripsi ini Eka Duo
Mekar, Selpi kitty, Wawa Duo Mekar, Nindy Janeta, Wibi Sukaesih, Glenda
Daratista, Predi Towok dan Dewa Petot. Selanjutnya saya ingin bertermakasih
atas teman-teman supporter terbaik dalam kehidupan saya yang kelam dan tidak
pernah berkontribusi dalam kesusahan saya, ria utari, gege, endang oppa, cenul
satria, balkis, nadhira bocil, melan jenong. Teman-teman se-bimbingan Nikadek
krisna dan Sari Kristi yang selalu memberi semangat dan yang terakhir semua
pihak yang telah memberi dukungan dan doa kepada saya yang tidak dapat saya
sebutkan satu persatu.
Jakarta, 2018
Penuli
-
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................................... i
PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................................................... ii
PERSETUJUAN PUBLIKASI ..................................................................................... iii
PENGESAHAN ............................................................................................................. iv
ABSTRAK (BAHASA) ................................................................................................ v
ABSTRACT (ENGLISH) ............................................................................................. vi
KATA PENGANTAR ................................................................................................... vii
DAFTAR ISI .................................................................................................................. viii
DAFTAR TABEL .......................................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................................. xii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................. 1
I.1 Latar Belakang ..................................................................................................... 1 I.2 Rumusan Masalah ................................................................................................ 3 I.3 Tujuan ................................................................................................................. 4 I.4 Manfaat ............................................................................................................... 4 I.5 Hipotesis .............................................................................................................. 5 I.6 Ruang Lingkup Penelitian ................................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................... 6
II.1 Tuberkulosis Paru ................................................................................................ 6 II.2 Malnutrisi Rumah Sakit ....................................................................................... 9 II.3 Penilaian Status Gizi ............................................................................................ 13 II.4 Skrining Risiko Malnutrisi .................................................................................. 14 II.5 Asupan Zat Gizi ................................................................................................... 16 II.6 Krakteristik Responden ....................................................................................... 20 II.7 Kerangka Teori .................................................................................................... 22 II.8 Kerangka Konsep................................................................................................. 23
BAB III METODE PENELITIAN................................................................................. 24
III.1 Waktu dan Lokasi ................................................................................................ 24 III.2 Rancangan Penelitian........................................................................................... 24 III.3 Populasi dan Sampel Penelitian ........................................................................... 24 III.4 Variabel Penelitian............................................................................................... 26 III.5 Definisi Operasional ............................................................................................ 26 III.6 Alur Penelitian ..................................................................................................... 28 III.7 Tahapan Penelitian............................................................................................... 28 III.8 Jenis dan Cara Pengambilan Data........................................................................ 29 III.9 Prosedur Analisis Data ........................................................................................ 30 III.10 Etika Penelitian .................................................................................................... 31 III.11 Keaslian Penelitian .............................................................................................. 32 III.12 Jadwal Penelitian ................................................................................................. 36
-
ix
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................................... 35
IV.1 Gambaran Umum Rumah Sakit ............................................................................ 39
IV.2 Analisis Uji Univariat ........................................................................................... 37
IV.3 Analisis Uji Bivariat ............................................................................................. 45
IV.4 Keterbatasan Penelitian ......................................................................................... 52
BAB V PENUTUP ......................................................................................................... 53
V.1 Kesimpulan ......................................................................................................... 53
V.2 Saran .................................................................................................................... 54
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 55
RIWAYAT HIDUP
LAMPIRAN
-
x
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Faktor Trauma dan Stress .............................................................................. 19
Tabel 2 Faktor Aktivitas ............................................................................................. 19
Tabel 3 Definisi Operasional ...................................................................................... 26
Tabel 4 Matriks Keaslian Penelitian ........................................................................... 32 Tabel 5 Jadwal Penelitian............................................................................................ 34
Tabel 6 Distribusi Usia Pasien TB Paru ...................................................................... 37
Tabel 7 Distribusi Jenis Kelamin Pasien TB Paru ...................................................... 38
Tabel 8 Distribusi Kejadian Malnutrisi Pasien TB Paru ............................................. 40
Tabel 9 Distribusi Pelaksanaan Skrining Gizi Pasien TB Paru................................... 41
Tabel 10 Distribusi Asupan Energi Pasien TB Paru ..................................................... 42
Tabel 11 Distribusi Asupan Protein Pasien TB Paru .................................................... 43
Tabel 12 Hubungan Pelaksanaan Skrining Gizi dengan Kejadian Malnutrisi .............. 44
Tabel 13 Hubungan Asupan Energi dengan Kejadian Malnutrisi ................................ 45
Tabel 14 Hubungan Asupan Protein dengan Kejadian Malnutrisi................................ 47
-
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Kerangka Teori .............................................................................................. 22
Gambar 2 Kerangka Konsep .......................................................................................... 23
-
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Informed Consent
Lampiran 2 Kesioner Penelitian
Lampiran 3 Formulir Food Recall 24 hours
Lampiran 4 Hasil Food Recall 2x24 jam
Lampiran 5 Surat Izin Penelitian
Lampiran 6 Ethical Clearence UPN “Veteran” Jakarta
Lampiran 7 Ethical Clearence RSUD Budhi Asih
Lampiran 8 Hasil Data Uji Univariat
Lampiran 9 Hasil Data Uji Bivariat
Lampiran 10 Dokumentasi Penelitian
Lampiran 11 Berita Acara Sidang Skripsi
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Tuberkulosis paru (TB Paru) adalah penyakit infeksi menular yang
disebabkan oleh bakteri mycobacterium tuberculosis yang masuk kedalam paru-
paru (Price. Sylvia, 2005), selain itu TB paru menjadi penyebab kematian kedua
di dunia setelah virus HIV AIDS. Estimasi terbaru menunjukkan bahwa pada
tahun 2014 sebanyak 9,6 juta kasus TB paru dan 1,2 juta kematian terjadi akibat
mycobacterium tuberculosis. Indonesia menempati peringkat empat setelah India,
China, dan Afrika Selatan sebagai negara dengan insidensi TB Paru tertinggi di
dunia (WHO, 2015). Berdasarkan kelompok usia kasus TB Paru tahun 2015 di
Indonesia, proporsi tertinggi sebesar 18,65% pada kelompok usia 25-34 tahun dan
pada kelompok usia 35-44 tahun sebesar 17,8% (Kemenkes RI, 2015). TB Paru
yang tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan komplikasi seperti
penyebaran infeksi ke organ lain yaitu otak, tulang, persendian, serta ginjal
(Zulkoni, 2010).
Malnutrisi Rumah Sakit merupakan kondisi akibat kurang optimalnya
asupan gizi dan status gizi seorang pasien ditandai dengan terjadinya penurunan
berat badan selama pasien di rawat inap (Pediatri, 2013). Meningkatnya angka
kematian di Indonesia yang disebabkan oleh penyakit menular serta maraknya
malnutrisi yang terjadi, mengakibatkan semakin parahnya permasalahan yang
terjadi di Negara ini (Eko, 2012). Menurut Schenker (2003), malnutrisi menjadi
masalah utama karena mempengaruhi seluruh sistem dalam tubuh seperti sistem
otot (mengakibatkan lelah, lesu, penurunan kekuatan otot perifer dan respiratorik),
sistem kekebalan tubuh (rawan terkena infeksi dan memperlambat pemulihan dari
infeksi), serta fungsi psiko-sosial (menyebabkan kecemasan, depresi, dan acuh
pada kondisi diri sendiri). Malnutrisi juga merupakan prediktor mortalitas yang
signifikan (Lim, 2012) terutama pada pasien lansia (Mudge, 2012). Penelitian
oleh Richard Semba et al (2011) menjelaskan bagaimana malnutrisi dapat
meningkatkan resiko TB Paru. Malnutrisi dapat mengganggu pertahanan
-
2
epithelial sehingga memudahkan mycobacterium tuberculosis masuk dan
merusak sel serta dapat menurunkan kemampuan sistem imun yang dimediasi
oleh sel.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh The British Association of
Parenteral and Enteral Nutrition (BAPEN) pada tahun 2008 dilaporkan bahwa
sebesar 28% pasien rawat inap mengalami malnutrisi di Rumah sakit (Elia dan
Russel, 2011). Sedangkan di Indonesia sendiri, hasil penelitian yang dilakukan di
Rumah sakit Yogyakarta, Padang dan Bali didapatkan subjek yang diperiksa
memiliki status gizi buruk sebesar 43,9% dan pasien yang mengalami penurunan
dari status gizi normal menjadi buruk selama rawat inap sebesar 12,2%
(Budiningsari dan Hadi, 2004).
Skrining malnutrisi dilakukan untuk mengidentifikasi pasien yang berisiko
malnutrisi yang kemudian akan dijadikan indikator dalam memberikan pelayanan
asuhan gizi (Susetyowati, 2014). Penelitian di RSUP DR. Mohammad Hoesin
Palembang tahun 2010 dengan subjek pasien kanker, didapatkan pasien dengan
malnutrisi berat sebesar 56,6% dan pasien dengan status gizi normal sebesar
43,4%, penelitian ini menggunakan metode Patient Generated Subject Global
Assessment (PG-SGA) yang merupakan salah satu instrumen untuk skrining gizi
yang mudah digunakan dan dapat mengidentifikasi status gizi dengan cepat
(Susetyowati, et al, 2010). Deteksi dini malnutrisi perlu segera dilakukan
sehingga dapat segera memberikan dukungan gizi untuk pasien. Apabila skrining
gizi tidak dilaksanakan, banyak faktor risiko yang akan muncul seperti lama rawat
inap, biaya rawat inap dan komplikasi (Budiningsari dan Hadi, 2004).
Asupan energi dan protein yang baik sangat diperlukan untuk pasien yang
memiliki penyakit infeksi. Peningkatan kebutuhan energi dan protein pada pasien
TB Paru terjadi akibat peningkatan Bassal Metabolic Rate (BMR) untuk proses
penyembuhan dan untuk memenuhi kebutuhan (Gandy, et al, 2014). Penelitian
yang dilakukan di Rumah Sakit di Bali, Padang dan Yogyakarta, pasien rawat
inap yang dari awal masuk dan selama rawat inap terus berkurang asupannta
sebesar 98,8% untuk energi 86,5% untuk protein, sedangkan untuk subjek yang
asupan cukup tetapi setelah masuk rumah sakit menjadi tidak cukup sebesar 1,2%
untuk energi dan 13,5% untuk protein (Dwiyanti, et al, 2004)
-
3
Menurut Pratomo, et al (2012) malnutrisi pada penderita TB Paru
memperberat perjalanan infeksi penyakit, mempengaruhi perjalanan pengobatan
dan tingkat kematian. Penderita TB Paru dewasa dengan malnutrisi memiliki
risiko kematian hingga dua kali lipat. Sebaliknya malnutrisi pada infeksi TB oleh
koinfeksi HIV memiliki tingkat kematian lebih tinggi yaitu 50%. Malnutrisi pada
TB Paru mengakibatkan gangguan sintesis senyawa inflamasi dan atrofi kelenjar
timus sehingga terjadi penurunan produksi limfosit dan penurunan kemampuan
poliferasi sel imun yang pada akhirnya memperburuk status imun.
Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik melakukan penelitian mengenai
“Adakah Hubungan Kejadian Malnutrisi dengan Pelaksanaan Skrining Gizi dan
Asupan Zat Gizi Makro (Energi dan Protein) Pada Pasien TB Paru di RSUD
Budhi Asih?”.
I.2 Rumusan Masalah
Malnutrisi Rumah Sakit yang saat ini terjadi di Indonesia sendiri sebesar
59,6% (Budiningsari, 2004). Kejadian malnutrisi seringkali timbul sebelum
dirawat di rumah sakit yang disebabkan oleh penyakit itu sendiri atau kurangnya
asupan zat gizi, akan tetapi saat ini malnutrisi sering terjadi selama rawat inap (C
Braunschweig et al, 2000). TB paru erat kaitannya dengan kejadian malnutrisi,
Richard Semba, et al (2011) menjelaksan bahwa malnutrisi mengangganggu
pertahanan ephitalial yang akan memudahkan mycobacterium tuberculosis masuk
dan merusak sel serta menurunkan sistem imunitas. Pasien yang mengalami
malnutrisi akan meningkatkan angka mortalitas dan 2 kali lipat resiko komplikasi
( M Isabel et al, 2003). Dari data tersebut, memberikan dasar untuk peneliti
merumuskan masalah penelitian, sebagai betikut: “apakah ada hubungan
pelaksanaan skrining gizi dan asupan zat gizi makro (energi dan protein) dengan
kejadian malnutrisi pada pasien Tuberkulosis paru di RSUD Budhi Asih?”.
I.3 Tujuan
I.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui adanya hubungan pelaksanaan skrining gizi dan asupan zat gizi
makro (energi dan protein) dengan kejadian malnutrisi pada pasien TB Paru.
-
4
I.3.2 Tujuan Khusus
a. Mengetahui karakteristik responden berdasarkan usia, jenis kelamin, dan
sumber pembiayaan dengan kejadian malnutrisi pada pasien TB Paru di
RSUD Budhi Asih.
b. Mengetahui gambaran pelaksanaan skrining gizi pada pasien TB Paru di
RSUD Budhi Asih.
c. Mengetahui gambaran asupan zat gizi makro (energi dan protein) pada
pasien TB Paru di RSUD Budhi Asih.
d. Menganalisis hubungan skrining gizi dengan kejadian malnutrisi pada
pasien TB Paru di RSUD Budhi Asih.
e. Menganalisis hubungan antara asupan energi dengan kejadian malnutrisi
pada pasien TB Paru di RSUD Budhi Asih.
f. Menganalisis hubungan antara asupan protein dengan kejadian malnutrisi
pada pasien TB Paru di RSUD Budhi Asih.
I.4 Manfaat
I.4.1 Manfaat bagi Mahasiswa
Hasil penelitian ini dapat menambah wawasan mahasiswa khususnya
mengenai hubungan skrining gizi dan asupan zat gizi makro (energi dan protein)
pada pasien TB Paru di Rumah Sakit.
I.4.2 Manfaat bagi Institusi
Hasil penelitian ini dapat memberikan masukan dan sebagai sumber
informasi bagi pihak rumah sakit untuk meningkatkan pelayanan, mutu rumah
sakit dan mencegah terjadinya malnutrisi pada pasien di Rumah sakit.
I.4.3 Manfaat bagi Universitas
Hasil penelitian dapat menambah karya penelitian, kepustakaan dan
referensi riset untuk fakultas.
-
5
I.4.4 Manfaat bagi Masyarakat
Hasil penelitian ini akan membantu masyarakat untuk mendapatkan
informasi mengenai malnutrisi dan kaitannya dengan penyakit TB paru serta
pentingnya melakukan skrining gizi.
I.5. Hipotesis
a. Ada hubungan skrining gizi dengan kejadian malnutrisi pada pasien TB
Paru di RSUD Budhi Asih.
b. Ada hubungan asupan energi dengan kejadian malnutrisi pada pasien TB
Paru di RSUD Budhi Asih.
c. Ada hubungan asupan protein dengan kejadian malnutrisi pada pasien TB
Paru di RSUD Budhi Asih.
I.6 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan di RSUD Budhi Asih pada Pasien Rawat Inap di
kelas tiga ruang penyakit Infeksi. Rencana penelitian dilakukan pada bulan April
tahun 2018. Penelitian dilaksanakan untuk melihat dan menganalisis pelaksanaan
skrining gizi, asupan energi dan asupan protein dengan kejadian malnutrisi pada
pasien TB Paru. Penelitian dilakukan dengan pendekatan analitik potong lintang
(cross-sectional) dengan populasi studi adalah pasien TB Paru.
-
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Tuberkulosis Paru
II.1.1 Definisi dan Epidemiologi
Tuberkulosis paru (TB Paru) merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis. Insidens penyakit tuberculosis dan mortalitas yang
menyebabkan penurunan drastic setelah ditemukannya kemoterapi. Tetapi pada tahun
terakhir ini penurunan itu tidak terjadi lagi bahkan insidens penyakit ini cenderung
meningkat. Jumlah terbesar kasus Tuberkulosis menurut World Health Organization
(WHO) terdapat di Asia Tenggara yaitu dengan presentase 33%. Sedangkan di
Indonesia sendiri menurut Kemenkes RI pada tahun 2010 diperkirakan sebanyak
690.000 kasus atau sekitar 289 kasus di setiap 100.000 penduduk dan kasus baru
sebanyak 296.272 kasus.
Menurut hasil pendataan dari Dinas Kesehatan Jakarta tahun 2018, kejadian TB
Paru sering disebabkan oleh pengobatan yang tidak sesuai standar dan pasien yang
putus berobat. Data pasien TB Resistensi Obat (TB RO) di RSUP Persahabatan
sampai dengan Desember 2016 sebanyak 1654 pasien, berdasarkan jumlah pasien
tersebut sebanyak 454 orang dalam pengobatan, 500 orang sudah sembuh, 418 orang
tidak melanjutkan pengobatan, 184 orang meninggal, 61 orang gagal pengobatan, 18
orang pengobatan lengkap dan 3 orang pindah ke unit lain. Tahun 2016, di RSUP
Persahabatan terdapat 3906 pasien terduga TB RO dengan terkonfirmasi TB RO
sebanyak 435 pasien, dimana 310 pasien telah pengobatan dan terdapat 125 pasien
yang masih belum mulai pengobatan. Di RS Islam Jakarta Cempaka Putih, di tahun
2016 terdapat 339 pasien terduga TB RO denagn 23 kasus terkonfirmasi TB RO,
dimana 17 pasien dalam pengobatan dan 6 pasien belum memulai pengobatan.
-
7
II.1.2 Patofisiologi
Infeksi dimulai dengan serangan pertama yang disebut TB Paru primer. TB P
paru primer terjadi ketika kuman mycobacterium tuberculosis masuk melalaui udara
pernapasan menyerang paru bagian atas. Selanjutnya, tubuh akan membentuk
granuloma, yaitu situs infeksi yang terdiri dari sel radang, daerah abses, dan kuman
mycobacterium tuberculosis. Penyembuhan total biasanya dapat terjadi setelah
granuloma itu mengalami proses fibrosis dan kalsifikasi. Jika penyembuhan tersebut
gagal, pada kondisi dimana imunitas turun, maka dapat terbentuk TB Paru pasca
primer. Keadaan inilah yang bersifat fatal dan dapat berkembang menjadi TB Paru
milier. Pada proses ini materi tubercular akan masuk ke dalam percabangan
trakeobronkial. Proses ini akan terajdi berulang kali di bagian lain paru-paru, atau
basil akan terbawa sampai laring, telinga bagian tengah dan usus. (Price dan
Wilson,1995).
II.1.3 Manifestasi Klinis
Mannifestasi klinis TB Paru dapat bersifat lokal maupun sistemik. Oleh karena
itu, gejala klinis TB Paru dapa digolongkan menjadi gejala respiratorik dan gejala
sistemik. Gejala respitorik terdiri dari batuk kronis yang muncul selama lebih dari 2
minggu, hemoptisis, sesak nafas, dan nyeri dada. Namun, keluhan-keluhan sistemik
TBP dapat membuat rancu dengan penyakit lain. Bahkan, seringkali TB Paru disebut
sebagai the greatest imitator akibat gejala sistemik yang tidak spesifik seperti demam
dan malaise. (Price dan Wilson,1995).
II.1.4 Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medis
Tatalaksana kasus TB Paru dibuat berdasarkan pada strategis DOTS dan
didukung oleh IUATLD dan ISTC. Penggunaan obat anti tuberculosis (OAT) yang
tepat akan sangat efektif untuk mendukung strategi STOP TB WHO dan target
eliminasi TB pada tujuan MDG nomor 6. Penderita TB Paru dengan gejala klinis
harus mendapatkan dua jenis OAT untuk mencegah timbulnya strain yang resistensi
-
8
terhadap obat. Kombinasi obat-obat pilihan adalah isoniazid (INH), etambutol (EMB)
atau rifampisin (RIF). Dosis INH untuk orang dewasa biasanya hanya 5-10 mg/kgBB
sedangkan EMB adalah 15 mg/kgBB.
Efek samping dari etambutol adalah neuritis retrobulbar disertai penurunan
ketajaman penglihatan. Uji ketajaman penglihatan dianjurkan setiap bulan agar
keadaan tersebut dapat diketahui. Efek samping INH yang berat jarang terjadi,
komplikasi paling berat terjadi adalah hepatitis. Namun hepatitis jarang terjadi pada
usia dibawah 20 tahun dan mencapai puncaknya pada mereka yang berusia 50 tahun
keatas. Disfungsi hati ringan, seperti terbukti dengan peningkatan aktivitas serum
aminotransferase, ditemukan pada 10-20% kasus yang mendapat INH (Price dan
Wilson,1995).
b. Penatalaksanaan Gizi
Penatalaksanaan terapi gizi pasien TB paru menjadi salah satu faktor penunjag
utama penyembuhan, tentunya harus diperhatikan agar pemberian asupan tidak
kurang ataupun lebih yang akan memungkina organ tubuh kesulitan melakukan
fungsi metabolisme (Kemenkes RI dalam Hermy, et al, 2013). Perlu disadari bahwa
gizi mempunyai peran yang cukup penting terhadap tingkat kesembuhan dan lama
perawatan pasien di rumah sakit (Usman, 2008). Pada penderita TB paru, penurunan
berat badan sangat berdampak pada morbiditas dan mortalitas pasien serta utama
pada tingkat penggunaan energi serta asupan makanan yang tidak cukup dikarenakan
penurunan berat badan (Katsilambros, et al, 2011). Diet tinggi energi dan inggi
protein sangat dianjurkan unuk penderita penyakit infeksi khususnya TB Paru. Diet
ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan energi dan protein yang meningkat untuk
mencegah terjadinya kerusakan jaringan (Almatsier, 2013).
II.2 Malnutrisi Rumah Sakit
II.2.1 Definisi
Menurut Mahan, et al, (2013), malnutrisi dapat berasal dari asupan yang tidak
memadai, gangguan pencernaan atau penyerapan, disungsi proses metabolik, atau
-
9
peningkatan ekskresi zat gizi esensial. Bayi, anak-anak, wanita hamil, orang dengan
pendapaan rendah, pasien rawat inap, dan orang dengan lanjut usia memiliki risiko
yang tinggi untuk mengalami malnutrisi. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya
gangguan pertumbuhan dan perkembangan, menurunnya resistensi terhadap infeksi,
lamanya penyembuhan luka, hasil klinis yang buruk dan penyakit trauma,
perkembangan penyakit kronis, serta peningkatan morbiditas dan mortalitas.
Terutama di Negara berkembang masalah utama yang menjadi perhatian adalah
kekurangan nutrisi (under-nutrition), sehingga malnutrisi disini mengacu pada
kekurangan nutrisi. MRS atau malnutrisi rumah sakit (hospital malnutrition) adalah
terjadinya malnutrisi pada pasien yang sedang dirawat di rumah sakit (Novianti,
2016). Malnutrisi rumah sakit (MRS) terjadi selama perawatan di rumah sakit yang
ditandai dengan penurunan berat badan >2% dalam perawatan 30 hari (Sidiargitha, 2008).
II.2.2 Etiologi
Malnutrisi rumah sakit dapat disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor terkait
penyakit (disease-related malnutrition) dan faktor eksternal malnutrisi terkait
penyakit, baik yang bersifat akut maupun kronis. Hal ini dipengaruhi oleh bebrapa
sebab, secara garis besar yang paling berperan adalah sebagai berikut :
a. Asupan yang kurang
Pada pasien yang memiliki penyakit kronis seperti kanker, AIDS, reaksi efek
samping obat dari kemotrapi, analgesic, antibiotiK, sedative dan lain-lain
akan menimbulkan anoreksia, mual, muntah, dan rasa tidak nyaman pada
saluran pencernaan sehingga akan berpengaruh pada banyaknya asupan
makanan. Pada pasien dengan kelainan penyakit jantung, palsi serebral dan
anomaly oro-fasial (misalnya labiopalatoschizis), kesulitan pemberian
makan merupakan sebab terjadinya kekurangan asupan.
b. Meningkatknya kebutuhan Energi dan Protein
Hubungan antara malnutrisi dan penyakit paru sudah diketahui sejak lama.
Malnutrisi mempunyai pengaruh negatif terhadap stuktur, elastisistas dan
-
10
fungsi paru. Sebagai conoh defisiensi protein an zat besi akan menyebabkan
kadar Hb yang rendah, sehingga kemampuan darah membawa oksigen
menurun. Maka dari itu secara substansial penyakit paru penyakit paru
meningkatkan kebutuhan energi. Faktor ini yang menjelaskan untuk
melibatkan parameter komposisi tubuh dan berat badan pada hamper semua
penelitian medis, pembedahan, farmakologis an nutrisional pada pasien
dengan penyakit paru. Pada keadaan akut, seperti infeksi tuberculosis paru,
sebagi respon tubuh terjadi perubahan metabolisme dan pelepasan mediator
inflamasi seperti sitokin, glukokortikoid, katekolamin dan lainnya. Hal ini
menyebabkan peningkatan kebutuhan energi dan protein.
c. Kehilangan makro dan micronutrient akibat gangguan fungsi
gastrointestinal, mual, muntah, dan alergi.
d. Penurunan kemampuan absorbsi zat gizi akibat diare atau parasite usus.
Secara skematik patofisiologi malnutrisi sehubungan dengan penyakit
(Walker, et al, 2008).
II.2.3 Diagnosis
Diagonis malnutrisi rumah sakit ditegakkan berdasarkan kriteria dan parameter
yang digunakan untuk menilai status nutrisi. Hingga saat ini belum didapatkan suatu
cara yang baku untuk mendiagnosis atau menilai status nutrisi pasien rawat inap,
dengan cara yang murah dan mudah untuk dilakukan serta cukup sensitive dan
reliable. Terdapat dua studi yang menyebutkan, malnutrisi rumah sakit jika
ditemukan penurunan berta badan lebih dari atau sama dengan 2% dari berat badan
saat pertama kali masuk rumah sakit selama masa perawatan kurang dari 7 hari, 5%
jika dengan masa lama perawatan 8-30 hari, atau sebesar 10% dengan lama
perawatan llebih dari 30 hari. Studi lainnya menggunakan kriteria nilai indek masa
tubuh (IMT) dengan penurunan IMT lebih dari atau sama dengan 0,25 standar deviasi
(SD) setelah amsa rawatan lebih dari 72 jam (Campanozzi, et al, 2008)
-
11
II.2.4 Malnutrisi dan TB Paru
Hubungan antara malnutrisi dengan TB paru sudah diketahui sejak lama.
Malnutrisi adalah defisiensi energi dan protein akibat keadaan tertentu seperti trauma
dan infeksi kronik. Temuan klinis penderita tuberculosis paru sehubungan dengan
status nutrisi buruk adalah anoreksia, penurunan berat badan, Indeks massa tubuh
(IMT), lingkar lengan aas (LLA) dan kadar albumin serum. Sebuah penelitian
mengatakan sebesar 60% penderita TB paru memiliki IMT yang rendah dan terdapat
kemungkinan sebanyak 11 kali lipat seorang penderita TB paru memiliki IMT
-
12
ILN-6 dan TNF-α akibat infeksi TB menghambat aktivitas enzim lipoprotein lipase
(LPL) di jaringan lemak. Enzim LPL berperan dalam proses pembersihan trigliserida
sehingga menurunkan proses sintesis asam lemak dan meningkatkan proses lipolisis
lemak dijaringan. Peningkatan TNF-α juga dihubungkan dengan anoreksia sehingga
terjadi gangguan asupan nutrisi yang memicu sekaligus memperberat malnutrisi
(Pratomo, et al, 2012).
Kebutuhan energi pada penderita TB Paru ditetapkan berdasarkan kebutuhan
nutrisi dan energi pada keadaan hiperkatabolik dan malnutrisi berat, yaitu sekitar 35-
40/kkal/kgBB ideal. Koinfeksi TB-HIV tanpa gejala klinis akan meningkatkan
kebutuhan energi tersebut hingga 10% dan koinfeksi dengan gejala klinis
meningkatkan kebutuhan energi hingga 30%. Asupan protein dibutuhkan untuk
mencegah wasting lebih lanjut yaitu sebanyak 1,2-1,5 g/kgBB. Pada penderita TB
Paru penurunan berat badan sangat berdampak pada morbiditas dan mortalitas pasien
serta terutama berkaitan dengan peningkatan pemakaian energi dikarenakan terpakai
oleh pernapasan dan infeksi yang melanda (Katsilambros, et al, 2016).
Penelitian yang dilakukan oleh Intiyati, et al, (2010) di poli paru RSUD
Sidoarjo, didapatkan hampir setengah populasi atau sebesar 43% mempunyai status
gizi kurus. Hal ini juga dibuktikan kembali dengan penelitian yang dilakukan oleh
Prasetyo (2012) yang dilakukan di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, didapatkan
sebesar 62,4% dari seluruh kasus TB Paru menderita gizi kurang. Dari hasil
pemeriksaan dan perhitungan de Leon, et al, (2004) di Meksiko yaitu sebagian besar
pasien TB memiliki status gizi dibawah normal (underweight) hal ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan Patiung, et al (2012), didapatkan hasil sebagian besar
(77,8%) penderita memiliki status gizi underweight dan 22,2% penderita memiliki
nilai IMT normal (). Penelitian lain dilakukan di RSUD Arifin Ahmad Pekanbaru,
dilihat menurut IMT pasien TB Paru rawat inap sebesar 61,1% memiliki status gizi
kurang. Hal ini disebabkan karena adanya penurunan nafsu makan, mual, muntah,
batuk darah serta sesak napas berat yang dapat mengakibatkan berkurangnya asupan
nutrisi baik karbohidrat, lemak maupun protein karena takut mengkonsumsi makanan
berminyak yang menyebabkan tubuh kekurangan energi sehingga terjadi pemecahan
-
13
massa lemak dan otot yang menyebabkan penurunan berat badan yang berpengaruh
terhadap IMT (Putri, et al, 2016).
II.3 Penilaian Status Gizi
Menurut Soekirman (2000) status gizi merupakan keadaan kesehatan akibat
interaksi antara makanna, tubuh manusia dan lingkungan hidup manusia. Selanjutnya,
Mc. Laren menyatakan bahwa status gizi merupakan hasil keseimbangan antara zat
gizi yang masuk dalam tubuh manusia dan penggunaannya. Penilaian status gizi
(nutritional assessment) merupakan interpretasi data yang diperoleh dari pengukuran
dietary, antropometri, biokimia dan klinis.
Pada penelitian ini, indikator yang digunakan untuk penilaian status gizi
dengan antropometri yaitu berat badan dan LLA. Penilaian status gizi menggunakan
LLA dilakukan apabila pasien tidak memungkinkan untuk berdiri. Antropometri
merupakan indikator unuk penilaian status gizi perorangan atau masyarakat, yang
dapat dikerjakan oleh siapa saja dengan latihan sederhana. Menurut Gibson (2005),
penilaian staus gizi dengan antropometri memerlukan pengukuran beberapa
parameter, parameter ersebut terdiri dari dua tipe, yaitu parameter pengukuran
ukuran tubuh (body size) yang meliputi berat badan, tinggi lutut, arm span dan
komposisi tubuh (body composition) yang meliputi lingkar lengan atas dan tebal
lemak bawah kulit.
II.3.1 Berat Badan
Berat badan merupakan salah satu parameter antropometri yang menjadi pilihan
utama dan sering digunakan karena merupakan parameter yang paling baik. Berat
badan dapat digunakan untuk melihat laju pertumbuhan fisik maupun status gizi
(Gibson, 2005). Pengukuran berat badan dapat dilakukan dengan menggunakan
timbangan injak, baik mekanik, pegas atau digital.
II.3.2 Lingkar Lengan Atas (LLA)
Lingkar lengan atas (LLA) merupakan salah satu parameter antropometri yang
digunakan apabila pasien tidak dapat berdiri sehingga tidak bisa melakukan
-
14
penimbangan BB (Handayani, et al, 2015). Akan tetapi LLA bukan sebagai indikator
gambaran status gizi yang akurat, penggunaan LLA hanya untuk sebagai pengganti
alat ukur status gizi apabila pasien wanita yang kesulitan untuk berdiri. Selain itu
LLA digunakan untuk mengukur status gizi Wanita Usia Subur (WUS) serta anak
(Kemenkes RI, 2010).
II.4 Skrining Risiko Malnutrisi
Dalam pelayanan asuhan gizi, skrining gizi menjadi langkah awal untuk
mendeteksi tingkat risiko malnutrisi pada pasien. Menurut ESPEN (2009), skrining
gizi merupakan proses tercepat dan sederhana untuk mengidentifikasi apakah pasien
mengalami malnutrisi atau berisiko malnutrisi. Ketepatan skrining gizi akan
menghasilkan ketepatan dalam memberikan diet dan intervensi gizi sehingga dapat
mencegah alnutrisi di rumah sakit (Schenker dalam Susteyowati, 2012).
Salah satu langkah yang efisien unuk mengembangkan proses skrining gizi
adalah dengan menggunakan skrining profesi kesehatan lain pada satu proses skrining
gizi yang dilakukan dalam waktu < 24 jam sebagai penilaian awal pasien yang datang
kerumah sakit. Oleh karena itu, diperlukan skrining gizi yang cepat, mudah
dilaksanakan dan valid agar mendapatkan hasil yang akurat. Apabila didapatkan
pasien yang berisiko mengalami malnutrisin pada tahap skrining awal oleh perawat,
pasien tersebut akan dirujuk lebih lanjut kepada Registered Dietition (Mahan, et al.
2013).
Fungsi skrining sendiri adalah untuk mengetahui serta mencegah perluasan
penyakit akut. Skrining gizi memiliki beberapa kriteria yang harus dipenuhi, yaitu
tinggi badan, berat badan, adanya alergi makanan tertentu, diet, adanya
kecenderungan pasien untuk mual atau muntah, dan kemampuan pasien dalam
menelan dan mengunyah (Charney, 2009). Selain itu, skrining gizi mempunyai fungsi
sebagai bahan evaluasi dan parameter untuk mengidentifikasi risiko penyakit lain.
Tujuan utama dari alat skrining ini adalah untuk melihat apakah gizi kurang
dapat terjadi atau malah mengakibakan lebih buruk pada pasien untuk saat ini atau
mendatang. Hasil pelaksanaan skrining risiko malnutrisi akan didapatkan tiga macam
-
15
hasil, yaitu yang pertama adalah pasien yang tidak berisiko malnutrisi, tetapi harus
dilakukan skrining ulang setelah jangka waktu tertentu, kedua adalah pasien berisiko
malnutrisi sehingga dibutuhkan rencana terapi gizi untuk mengatasinya, dan yang
ketiga adalah pasien berisiko malnutrisi namun memiliki masalah fisiologis yang
menyebabkan terapi gizi tidak bisa diberikan.
Hasil evaluasi terhadap 44 alat skrining gizi, hanya dua alat yang
dikembangkan, yaitu NRS-2002, MUST, MST dan SNAQ yang ada pada masa kini
dan dipercaya memiliki keunggulan pada kelompok populasi tertentu. Namun di
bebarapa rumah sakit masih menggunakan alat skrining gizi menggunakan SGA.
Dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan oleh Harimawan, et al, (2011) di RSD
Anuntaloko Parigi Kabupaten Parigi Moutong Sulawesi Tengah, didapatkan data
menggunakan metode SGA menurut karakteristik responden dengan jenis kelamin
laki-laki 45,6% dan wanita sebesar 55,4% diantaranya menderita gizi kurang. Selain
itu, penelitian yang dilakukan di Rumah sakit Felicio Rocho, Brazil tahun 2012
dengan subjek pasien ICU didapatkan sebesar 54% mengalami malnutrisi menurut
SGA (Fontes, et al, 2012).
II.4.1 Skrining Gizi dengan Kejadian Malnutrisi
Malnutrisi di Rumah sakit sudah lama masih menjadi bahan perbincangan, pada
sebuah penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta yang
melakukan penilaian status gizi dari 376 pasien baru masuk rumah sakit mendapatkan
angka gizi kurang dan buruk yaitu 38,56%. Selanjutnya penelitian yang dilakukan di
RSPAD Gatot Subroto yang melakukan skrining gizi terhadap 70 pasien rawat inap
didapatkan sebanyak 41,4% suspek malnutrisi dan malnutrisi berat (Sudomo, 2001).
Penelitian di RS Sardjito Yogyakarta, dari hasil uji statistik multivariate
didapatkan hasil, pasien yang tidak melakukan skrining gizi dan memiliki status gizi
buruk berisiko berat untuk mempunyai lama rawat inap yang lama. Semakin lama
seseorang dirawat di rumah sakit semakin akan berpengaruh pada kondisi fisiologisnya.
Semakin lama seseorang dirawat, maka akan mengalami atropi otot karena kurang
latihan. Atropi otot menyebabkan otot mengecil yang berarti menurun pula status gizi
-
16
pasien, sehingga berpengaruh pada proses penyembuhan dan lama rawat. Peneitian
ini sejaalan dengan penelitian yang diakukan dengan Braunschweig menemukan
bahwa subjek yang status gizinya baik menjadi beresiko, gizi baik menjadi gizi
buruk, dan beresiko menjadi gizi buruk mempunyai rata-rata lama rawat inap
berturut-turut 16, 23, dan 19 hari (Presetyo, et al, 2017).
Skrining dan asesmen gizi merupakan istilah atau hal yang memiliki tujuan dan
hasil yang berbeda. Skrining gizi merupakan langkah awal untuk mengidentifikasi
karakteristik pasien yang berisiko dan berhubungan dengan faktor gizi (Edington, et
al, 2005, dalam Ansari 2014). Sedangkan asesmen gizi merupakan sebuah
pemeriksaan komperhensif yang dilakukan untuk menteapkan status gizi
(pemeriksaan riwayat medis, asupan zat gizi, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
antropometri, dan data biokimia). Ketika teori mengatakan bahwa, proses skrining
gizi diperlukan untuk mengidentifikasi pasien yng berisiko malnutrisi untuk
menghindari terjadinya peningkatan kesakitan dan kematian di rumah sakit sehingga
akan segera dilakukannya identifikasi pasien yang mengalami malnutrisi untuk segera
dilakukannya intervensi gizi yang tepat (Singh, et al, 2005). Maka bisa dapat
disimpulkan bahwa hasil skrining gizi hanya dapat menentukan skala prioritas, pasien
mana yang lebih dulu dilakukan intervensi gizi (Ansari, 2014).
II.5 Asupan Zat Gizi
II.5.1 Energi
Energi adalah zat yang diperlukan untuk makhluk hidup untuk
mempertahankan hidup, memnunjang pertumbuhan dan melakukan aktivitas fisik.
Energi merupakan asupan utama yang diperlukan oleh tubuh, ketidak cukupan energi
akan mengakibatkan vitamin, mineral dan protein tidak dapat digunakan dengan
efisien. Energi diperoleh dari karbohidrat, lemak dan protein suatu bahan makanan
(Almatsier, 2001).
Cukup atau tidaknya pangan yang dikonsumsi secara kuantitatif dapat
diperkirakan dari nilai energi (kalori) yang dikandungnya, Energi dalam pangan
merupakan hasil pembakaran dari zat gizi makro karbohidrat, ternak, lemak, protein,
-
17
sedabfkan secara kualitatif mutu pangan dapat diperkirakan dari besarnya sumbangan
protein terhadap nilai energinya (Khumaidi, 1994). Ada bebrapa faktor yang
mempengaruhi asupan energi, yaitu berat badan, aktivitas fisik, dan metabolic
efficiency. Berat badan mempengaruhi jumlah energi yang diperlukan untuk
metabolisme basal.
Menurut hasil penelitian Dwiyanti, et al (2003), di RS Jamil Padang, RS Dr/
Sardjito Yogyakarta, dan RS Sanglah Denpasar dilihat dari kecukupan asupan energi,
subjek yang pada awal masuk asupannya tidak cukup dan selama perawatan
asupannya terus menerus tidak cukup sebesar 98,8% dan subjek yang mempunyai
asupan cukup pada awal masuk namun asupannya menjadi tidak cukup selama
dirawat di rumah sakit sebesar 1,2%. Penelitian lain dilakukan di RSUD Sidoarjo
pada tahun 2010, didapatkan bahwa konsumsi kalori pasien TB paru tergolong defisit
sebesar 32%. Pada penderita TB yang kurang gizi akan mengakibatkan produksi
antibodi dan limfosit terhambat, sehingga proses penyembuhan menjadi terhambat
(Dhillon, dalam Intiyati, et al). pengukuran asupan energi dihitung menggunakan
food recall 2x24 jam, pada metode ini peniliti akan melakukn wawancara dengan
pasien.
II.5.2 Protein
Protein adalah salah satu makronutrien yang memiliki peranan penting dalam
proses pertumbuhan dan perkembangan sel. Protein menentukan ukuran dan struktur
sel, komponen utama biokatalisator berbagai reaksi metabolisme, sehingga membuat
protein berperan sangat penting dalam tubuh. Protein sebagai sumber energi
memberikan 4 kkal/gram. Jumlah total protein dalam tubuh sekitar 19% dari berat
tubuh (Dewi dan Mustika, 2012).
Sumber protein dibagi menjadi dua, yaitu sumber protein hewani dan nabati.
Sumber protein nabati sendiri adalah tahu dan tempe, sdeangkan sumber protein
hewani adalah daging, ikan dan telur. Untuk anak-anak yang sedang masa
pertumbuhan diperlukan protein yang lebih banyak untuk memastikan pemenuhan
kebutuhan asam amino dalam jumlah dan jenis yang cukup. Sedangkan untuk
-
18
dewasa, seperlima dar protein yang diperlukan haruslah protein yang berasal dari
hewan.
Menurut hasil penelitian Dwiyanti, et al (2003), di RS Jamil Padang, RS Dr/
Sardjito Yogyakarta, dan RS Sanglah Denpasar dilihat dari kecukupan asupan
protein, subjek yang pada awal masuk asupannya tidak cukup dan selama perawatan
asupannya terus menerus tidak cukup sebesar 86,5% dan subjek yang mempunyai
asupan cukup pada awal masuk namun asupannya menjadi tidak cukup selama
dirawat di rumah sakit sebesar 13,5%. Penelitian selanjutnya dilakukan kembali pada
tahun 2004, sebesar 41,4% subjek mengalami kekurangan asupan protein
(Kusumayanti, et al).
II.5.3 Kebutuhan Energi dan Protein
Asupan energi diperoleh dari konsumsi makanan seseorang sehari-hari untuk
menutupi pengeluaran energi, baik orang sakit maupun orang sehat, konsumsi pangan
harus mengandung energi yang cukup dan sesuai dengan kebutuhan. Pada pasien
dewasa dengan memiliki staus gizi yang baik, diperlukan kebutuha energi sebesar
2000 kkal atau 25-30 kkal/kgBB. Untuk keperluan pemulihan, energi lebih mungkin
diperlukan sesuai dengan kebutuhan dan tingkat stress individual atau luasnya
kerusakan jaringan (Babcock, 2005).
Dalam memperkirakan kebutuhan energi pasien tidak hanya menggunakan satu
rumus tertentu, ada beberapa rumus yang dapat digunakan yaitu sebagai berikut :
a. Menurut Harris dan Bennedict
Laki-laki = 66 + (13,7 x BB) + (5xTB) – (6,8 x U)
Perempuan = 655 + (9,6 x BB) + (1,8 x TB) – (4,7 x U)
Keterangan :
BB : Berat Badan dalam kg. berat badan yang digunakan adalah berat
badan aktual (BBA) apabila pasien memiliki statu gizi norma meurut IMT,
dan menggunakan berat badan idela (BBI) apabila statu gizi underweight,
overweight dan obesitas menurut IMT.
TB : Tinggi badan dalam cm.
-
19
U : Umur dalam tahun.
b. Menurut Mifflin-St.Jeor
Laki-laki = 10 (BBA) + 6,25 (TB) – 5 (usia) + 5
Perempuan = 10 (BBA) + 6,25 (TB) – 5 (usia) + 5 – 161
Keterangan :
BBA : Berat badan aktual dalam kg.
TB : Tinggi badan
Kebutuhan energi akan meningkat jika ada infeksi dan demam penderita tidak
dianjurkan makan dalam jumlah banyak atau lebih dari 1,5 kali pemakaian energi saat
istirahat (katsilambros, et al, 2016). Setelah melihat perhitungan rumus oleh Haris
dan Bennedict, maka pembagian kebutuhan asupan karbohidat sebesar 50-60% dari
total energi, lemak 15-25% dan protein sebesar 15-30% (Almatsier, et al, 2003).
Kebutuhan zat gizi dalam keadaan sakit dipengaruhi oleh jeni dan berat ringannya
penyakit, berikut ini adalah tingkat faktor stress atau trauma untuk menentukan
kebutuhan gizi orang sakit :
Tabel 1 Faktor Trauma atau Stress
No Jenis Trauma/Stress Faktor
1.
2.
3.
4.
5.
Tidak stress, pasien dalam keadaan
gizi baik.
Stress ringan : peradangan saluran
cerna, kanker, bedah elektif, trauma
kerangka moderat.
Stress sedang : sepsis, bedah tulang ,
luka bakar, trauma kerangka mayor.
Stress berat: trauma multiple, sepsis
dan bedah multisystem.
Stress sangat berat: luka kepala
berat, sindroma penyakit pernapasan
akut.
1,3
1,4
1,5
1,6
1,7
-
20
Tabel 2 Faktor Aktivitas
No. Aktivitas Faktor
1.
2.
Istirahat di Tempat tidur
Tidak terikat di tempat tidur
1,2
1,3
Sumber : a Practical Guide to Nutritional Support in Adults and Children. Nutritional Supports
Service, University Malaya, Kuala Lumpur, 2000. (Almatsier, et al, 2013)
II.6. Karakteristik Responden
a. Usia
Semakin bertambahnya usia maka tingkat kebutuhan zat gizi ikut meningkat.
Asupan zat gizi diperlukan unuk melakukan beragam aktivitas. Masalah
kekurangan gizi pada orang dewasa merupakan masalah penting, karena selain
mempunyai risiko mengalami berbagai penyakit. Karena itu pemantauan
keadaan tersebut perlu dilakukan oleh setiap orang secara berkesinambungan.
Seringkali, ketika usia mulai bertambah, individu tidak memperhitungkan
kebutuhan gizi yang diperlukan. Beberapa penelitian yang dilakukan oleh
Melrina, et al, (2016) sebagian besar subjek dnegan lanjut usia mengalami
risiko malnutrisi sebesar 53,8% dikarenakan risiko malnutrisi akan meningkat
seiring dengan bertambahnya usia. Usia menjadi salah satu faktor risiko
malnutrisi, semakin tinggi usia maka peningkatan risiko malnutrisi yang terjadi,
peningkatan komplikasi penyakit dan peningkatan perubahan komposisi tubuh
(Tsaousi et al, 2014) akibat kondisi fisik, kognitif dan keterbatasan fisiologis
tubuh (Ordonez et al, 2013).
b. Jenis Kelamin
Jenis kelamin jelas sekali mempengaruhi nilai kebutuhan AMB. Pria
memiliki jumlah kebutuhan yang lebih besar dengan akifitas fisik yang lebih
berat dibandingkan dengan wanita. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian
yang dilakukan di RSUD Arifin Ahmad Pekanbaru bahwa pasien TB Paru
dengan jenis kelamin laki-laki lebih besar yaitu 72,2% (Putri, et al, 2016).
-
21
Penelitian lain juga dilakukan oleh Mahfhuzhah tahun 2014, didapatkan dari
data faktor risiko penderita TB paru di Poli Paru RSUD dr. Soedarso Pontianak
yaitu sebsar 159 (64,1%) adalah laki-laki.
Banyaknya jumlah kasus yang terjadi pada laki-laki disebabkan karena laki-
laki memiliki mobilitas yang tinggi daripada perempuan sehingga kemungkinan
terpajanan oleh kuman tuberkulosis lebih tinggi. Gaya hidup seperti merokok
dan risiko pekerjaan yang berasal dari polutan udara dari luar ruangan
khususnya yang berhubungan dengan paparan industri juga meningkatkan
risiko terinfeksi TB Paru (Allotey dalam Wina, 2016). Selain itu pria memiliki
jumlah kebutuhan yang lebih besar dengan akifitas fisik yang lebih berat
dibandingkan dengan wanita, kebutuhan yang tidak sesuai mengkibatkan
kondisi fisik akan mudah terpapar oleh penyakit (Allotey dalam Wina, 2016).
c. Sumber Pembiayaan
Menurut Kemenkes RI (2015) pembiayaan kesehatan sendiri merupakan
besarnya dana yang harus disediakan untuk menyelenggarakan dan atau
memanfaatkan berbagai upaya kesehatan yang diperlukan oleh perorangan,
keluarga, kelompok, dan masyarakarat. Pembiayaan kesehatan yang stabil dan
berkesinambungan memegang peran yang penting untuk penyelenggaraan
pelayanan kesehatan. Ada dua cara pembayaran kepada pelaksana pelaksana
pelayanan kesehatan yaitu secara langsung dan melalui asuransi kesehatan
(Azwar dalam Budi, 2012). Dilihat dari proporsinya, jumlah peserta BPJS
Kesehatan tertinggi pada tahun 2015 yaitu segmen peserta PBI APBN sebesar
56,02%, disusul kemudian oleh segmen peserta Pekerja Penerima Upah (PPU)
sebesar 24,15%, dan segmen peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU)
sebesar 9,54%. Proporsi jumlah peserta BPJS Kesehatan terendah yaitu dari
segmen peserta Bukan Pekerja (BP) sebesar 3,17%.
-
22
II.7 Kerangka Teori
Berdasarkan tinjauan pustaka diatas maka peneliti membuat kerangka teori
mengenai pelaksaaan skrining gizi dan asupan zat gizi makro (energi dan protein)
dengan kejadian malnutrisi pada pasien TB Paru sebagai berikut :
Sumber : Sidiargitha (2008), Walker, et al, (2008), Mahan, et al, (2013), Melrina, et al, (2016),
Kusumayanti, et al, (2004).
Gambar 1 Kerangka Teori
Pelayanan Asuhan
Gizi
Pelaksanaan
Skrining Gizi
Karakteristik :
- Usia
- Jenis Kelamin - Sumber
Pembiayaan
Masalah Fisiologis :
- Gangguan gastrointestinal
- Alergi
- Kemampuan daya terima
Asupan Energi dan
Protein
Kejadian Malnutrisi pada pada
Pasien TB Paru
-
23
II.8 Kerangka Konsep
Berdasarkan tinjauan pustaka, maka dirumuskan kerangka konsep sebagai
berikut :
Variabel Independent
Variabel Dependen
Variabel Perancu
Gambar 2 Kerangka Konsep
Pelaksanaan
Skrining Gizi
Asupan Zat Gizi
Makro:
- Energi
- Protein
Malnutrisi pada
pasien TB Paru
Karakteristik:
- Jenis kelamin - Usia - Sumber
pembiayaan
-
24
24
BAB III
METODE PENELITIAN
III.1 Waktu dan Lokasi
Penelitian ini akan dilakukan pada bulan maret sampai dengan bulan april
dan bertempa di RSUD Budhi Asih. Alasan peneliti melakuukan penelitian
dilokasi ini adalah, ingin meneiliti apakah adanya hubungan antara pelaksanaan
skrining gizi dan asupan zat gizi dengan kejadian malnutrisi pada pasien TB Paru
pada pasien rawat inap usia produktif (19-64 tahun).
III.2 Rancangan Penelitian
Penelitian yang akan dilakukan menggunakan jenis penelitian
observasional Analitik dengan pendekatan studi cross-sectional yang mempelajari
hubungan antara variabel dependen dan Independen dengan cara mengamatin
secara bersamaan dalam satu periode. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
hubungan natara skrining gizi dan asupan zat gizi makro (energi dan protein)
dengan kejadian malnutrisi pada pasien TB Paru di RSUD Budhi Asih. Variabel
dependen yang akan diteliti adalah malnutrisi pada pasien TB paru. Variabel
independen yang diteliti adalah pelaksanaan skrining gizi dan asupan zat gizi
makro (energi dan protein).
III.3 Populasi dan Sampel Penelitian
III.3.1 Populasi
Populasi target dari penelitian ini adalah seluruh Pasien Rawat Inap TB Paru
yang mengalami malnutrisi pada usia produktif di RSUD Budhi Asih.
III.3.2 Sampel
Pengambilan sampel menggunakan teknik non probability sampling dengan
pendekatan purposive sampling. Pengambilan sample dengsn metode ini
merupakan teknik pengambilan sampel yang didasarkan atas suatu pertimbangan
-
25
tertentu yang dilakukan oleh peneliti, berdasarkan ciri atau sifat populasi yang
sudah diketahui (kriterian inklusi dan eksklusi).
a. Kriteria Inklusi
Karakterisitik umum yang harus dipenuhi subjek penelitian ini adalah :
1) Pasien dengan infeksi TB Paru
2) Termasuk golongan usia produktif yaitu 19 - 64 tahun.
3) Lama rawat inap minimal 3 hari.
b. Kriteria Eksklusi
Responden yang telah mengikuti penelitian tetapi tidak digunakan untuk
olah data penelitian disebabkan :
1) Pasien pasca-bedah dan pasien dengan edema.
c. Rumus Sampel
Berdasarkan kriteria inklusi diatas maka didapatkan perkiraan sampel
menggunakan rumus uji hipotesis koefisien korelasi yang dikembangkan
oleh Supriyadi (2014), yaitu :
ç = 0,5ln [1+𝑟
1−𝑟]
= 0,5ln [1+0,234
1−0,234]
= 0,24
n = [ 𝑍
1−𝛼2
+ 𝑍1−𝛽
ç]2 + 3
=[ 1,96+0,840,24
]2 + 3
= 32,8 ≈ 33 orang
Keterangan :
n : jumlah sampel yang dibutuhkan
𝑍1−𝛼2
: Nilai distribusi normal baku (tabel Z=1,96)
𝑍1−𝛽 : Kekuatan uji 80% (0,84)
r : Koefisien korelasi
ç : Transformasi fisher
Dengan kemungkinan terjadinya drop out pada sampel, maka
ditambahkan 10% dari total sampel, menjadi 37 responden.
-
26
III.4 Variabel Penelitian
Variable penelitian yang diuji oleh penelitian ini adalah :
a. Variable terikat : Kejadian Malnutrisi pada Pasien Tuberkulosis
Paru
b. Variabel bebas : Pelaksanaan skrining gizi, asupan energi dan
asupan potein.
c. Variable perancu : Usia, jenis kelamin dan sumber pembiayaan.
III.5. Definisi Operasional
Tabel 3 Definisi Operasional
No Variabel
Definisi
Operasional
Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala
Ukur
1 Malnutrisi
Rumah
Sakit
Suatu keadaan
akibat dari
perhatian yang
tidak optimal
terhadap asupan
nutrisi. (Aidah,
2013)
Body scales
(timbangan)
dan LILA
Pengukuran
berat badan
1. Malnutrisi: Adanya
penurunan berat
badan 2%
selama rawat
inap
2. Tidak malnutrisi:
Tidak adanya
penurunan berat
badan selama
rawat inap
(Walker dan
Hendricks, 2003)
Ordinal
2 Pelaksanaa
n Skrining
Gizi
Hasil
wawancara
setelah pasien
masuk RS (1x24
jam) (ASPEN,
2003)
Kuesioner Wawancara 1. Tidak Melaksanaka
n skrining
gizi
2. Melaksanakan skrining
gizi
(ASPEN, 2003)
Ordinal
3 Asupan
Energi
Asupan energi
adalah total
energi yang
bersumber dari
makanan dan
minuman yang
dikonsumsi
yang diperoleh
dari survey
konsumsi
konsumsi
dengan metode
food recall
2x24 jam
Kuesioner 1. Kurang : Asupan
energi kurang
dari 80% dari
total
kebutuhan
2. Baik : Asupan
mencapai 80-
110% dari
total
kebutuhan
Ordinal
-
27
frekuensi
amkanan,
kemduian
disamakan
dengan
kenutuhan
energy pasien.
(WNPG et al,
2014)
(AKG, 2013)
4 Asupan
Protein
Asupan energy
adalah total
energy yang
bersumber dari
makanan dan
minuman yang
dikonsumsi
yang diperoleh
dari survey
konsumsi
konsumsi
dengan metode
frekuensi
makanan
dikalikan 100%.
(WNPG et al,
2014)
Food recall
2x24 jam
Kuesioner 1. Kurang : Asupan protein
kurang dari
80% dari total
kebutuhan
2. Baik : Asupan Protein
mencapai 80-
110% dari total
kebutuhan
(AKG.2013)
Ordinal
5 Usia Lama waktu
hidup atau ada
sejak dilahirkan
sampai sekrang
(KBBI, 2015)
Kuesioner Wawancara 1. Remaja 2. Dewasa awal 3. Dewasa akhir 4. Lansia (Kemenkes RI,
2009)
Ordinal
6 Jenis
Kelamin
Jenis kelamin
adalah
perbedaan
antara
perempuan dan
laki-laki.
(Cahya, 2012)
Kuesioner Wawancara 1. Laki-laki 2. Perempuan
(KBBI, 2015)
Nominal
7 Sumber
Pembiayaa
n
Pembiayaan
kesehatan dana
yang harus
disediakan
untuk
menyelenggarak
an berbagai
upaya kesehatan
yang diperlukan
oleh
masyarakarat.
Kuesioner Wawancara 1. Pribadi 2. Asuransi (Karmadji 1986
dalam Tedja
2012)
Ordinal
-
28
III.6 Alur Penelitian
Alur dalam penelitian ini dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap 1
:persiapan subjek dan tahap 2 : pelaksanaan penelitian
Gambar 3 Bagan Alur Penelitian
III.7 Tahapan Penelitian
a. Tahap Persiapan
1) Pembuatan proposal dan pengajuan Ethical Clearence di Fakultas
Ilmu Kesehatan Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”
Jakarta.
2) Pengurusan surat izin penelitian kepada instansi yang berwenang di
RSUD Budhi Asih.
3) Mempersiapkan formulir kuesioner karakteristik rsponden dan
formulir food recall 2x24 jam.
b. Tahapan Pelaksanaan
Populasi
Penentuan Subjek
dengan Kriteria Inklusi
Pemeriksaan awal
Berat Badan
Food Recall 24 jam
konsumsi makanan
Pemeriksaan berat badan
kembali setelah 3 hari
Tahap 1
Persiapan Subjek
Tahap 2
Pelaksanaan Penelitian
-
29
1) Meminta kesediaan subjek untuk menjadi responden dengan
menandatangani informed concent.
2) Mengumpulkan data karakteristik responden.
3) Data awal penelitian berupa hasil penimbangan berat badan dengan
instrument penelitian yaitu body scales atau timbangan berat badan.
4) Mengumpulkan data asupan energI dan protein dari hasil pengisisan
formulir recall 24 jam.
5) Diakhir penelitian, apabila responden memenuhi syarat penelitian,
responden akan kembali mengukur berat badan dnegan metode yang
sama pada awal penelitian.
III.8 Jenis dan Cara Pengambilan Data
III.8.1 Jenis Data
a. Data Primer
Data primer meliputi identitas dan latar belakang suhjek, berat badan,
data asupan energi, data asupan protein, dan data pelaksanaan skrining
gizi.
b. Data Sekunder
Data sekunder pada penelitian ini adalah data mengenai profil umum
RSUD Budhi Asih, berat badan awal pasien, diagnosa pasien dan data
yang berkaitan dengan pelayanan gizi untuk pasien.
III.8.2 Cara Pengambilan Data
a. Data Karakteristik Subjek
Pengambilan data karakteristik pasien didapat dengan melakukan
pengisian kuesioner oleh pasien.
b. Data Pelaksanaan Skrining Gizi
Data pelaksanaan skrining gizi didapatkan dengan cara melakukan
wawancara dengan pasien.
c. Data Asupan Energi
Data ini merupakan rata-rata hasil jumlah asupan energi yang
dikonsumsi oleh pasien dengan metode food recall 2x24 jam.
-
30
Responden akan diminta untuk mengingat makanan dan minuman apa
saja yang dikonsumsi selama 24 jam dan selanjutnya data akan dihitung
dan dibandingkan dengan AKG khusus pasien TB Paru.
d. Data Asupan Protein
Data ini merupakan rata-rata hasil jumlah asupan protein yang
dikonsumsi oleh pasien dengan metode food recall 2x24 jam.
Responden akan diminta untuk mengingat makanan dan minuman apa
saja yang dikonsumsi selama 24 jam dan slanjutnya data akan dihitung
dan dibandingkan dengan AKG khusus pasien TB Paru.
e. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan oleh peneliti adal menggunakan
timbangan berat badan digital (body scales), microtoise sebagai alat
ukur tinggi badan, dan formulir food recall 2x24 jam.
III.9 Prosedur Analisis Data
Prosedur pengolahan data dilakukan dengan langkah-langkah sebagai
berikut:
a. Entry, memasukan data kedalam computer.
b. Coding, memasukkan kode untuk memudahkan pembagian kelompok
data.
c. Editing, memperbaiki data setelah proses entry dan coding apabila ada
data yang kurang atau salah.
Berikut ini adalah lanngkah-langkah dala analisis data :
a. Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan untuk mengetahui distribusi presentase
disetiap variabel, yaitu dependen (malnutrisi pada pasien TB Paru) dengan
variabel independen (pelaksanaan skrining gizi dan asupan zat gizi).
Analisis ini digunakan untuk menganalisis distribusi frekuensi dan
presentase tiap variable sehingga didapatkan gambaran umum data.
b. Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan pada dua variabel yang terduga berhubungan
(Notoatmodjo, 2012). Analisis bivariat digunakan untuk melihat hubungan
-
31
antara variable Independen yaitu Pelaksanaan skrining gizi dan asupan zat
gizi makro (energi dan protein) dengan variabel dependen yaitu kejadian
malnutrisi pada pasien TB Paru. Analisa bivariat juga digunakan untuk
mengetahui hasil dan pembuktian dari hipotesis yang diajukan. Analisis
bivariat pada penelitian ini menggunakan uji statistik uji statistic Chi Square
(Kai Kuadrat) yang akan diperoleh nilai p. Pada penelitian ini digunakan
kemaknaan sebesar 0,05. Kekuatan hubungan bermakna apabila variabel
independen dengan dependen jika P ≤ 0,05, namun jika P ≥ 0,05 maka tidak
ada hubungan yang bermakna antara variabel independen dengan dependen.
III.10 Etika Penelitian
Penelitian ini telah mendapatkan perizinan dan Ethical Clearence dari
komisi etik Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta dengan nomor:
B/1359/V/2018/KEPK. Sebelum melakukan wawancara, peneliti menjamin hak-
hak responden dengan terlebih dahulu melakukan tanda tangan informed consent
di RSUD Budhi Asih sebelum melakukan pengambilan data. Responden berhak
menolak atau tidak bersedia menjadi subyek penelitian. Sebelum meminta
persetujuan dari responden, peneliti akan menjelaskan terlebihh dahulu tentang
topik penelitian, tujuan penelitian, teknis penelitian dan hak-hak responden.
Penenliti akan menjaga rahasia terkait data pribadi pasien dengan menggunakan
nama samaan atau inisial dalam proses pengambilan data.
-
32
III.11. Keaslian Penelitian
Tabel 4 Matriks Keaslian Penelitian
Nama
Peneliti dan
Tahun
Judul
Penelitian
Desain
Penelitian
Durasi Sampel Hasil
Wahyu Hardi
Prasetyo , I
Dewa Putu
Pramantara ,
R. Dwi
Budiningsari
Pengaruh
Hasil Skrining
Berdasarkan
Metode MNA
(Mini
Nutritional
Assesment)
Terhadap
Lama Rawat
Inap dan
Status Pulang
Pasien Lanjut
Usia Di RSUP
DR.
SARDJITO
Yogyakarta
Jenis
penelitian
yang
digunakan
adalah,
observasi
onal
dengan
pendekata
n kohort
prospektif
3 bulan 77
pasien
Berdasarkan hasil
regresi logistik, jenis
penyakit memiliki
pengaruh yang paling
dominan dengan nilai
RR 3,88 terhadap
lama rawat
inap.Berdasarkan
hasil skrining awal
masuk rumah sakit
terhadap status
pulang pasien lanjut
usia berdasarkan
metode MNA, maka
diketahui nilai
RR=1,29. Hal ini
menunjukkan bahwa
pasien yang terpapar
(malnutrisi) berisiko
keluar dalam
keadaan tidak
sembuh sebesar 1,29
kali lebih besar
daripada pasien yang
tidak terpapar (tidak
malnutrisi).
Berdasarkan hasil uji
-
33
regresi logistik ada
pengaruh antara hasil
skrining dengan
status pulang dengan
nilai OR 9,21.
Demikian pula ada
pengaruh antara usia
dan jenis kelamin
dengan status pulang
(p< 0,05). Tidak ada
pengaruh antara hasil
skrining dengan lama
rawat inap. Ada
pengaruh antara usia,
jenis penyakit dan
kelas perawatan
terhadap lama rawat
inap. Ada pengaruh
antara hasil skrining
dengan status pulang
Defriani
Dwiyanti,
Hamam
Hadi,
Susetyowati
Pengaruh
Asupan
Makanan
Terhadap
Kejadian
Malnutrisi di
Rumah Sakit
penelitian
ini
mengguna
kan
observasi
onal
dengan
rancangan
studi
kohor
prospektif
4 bulan 228
orang
Berdasarkan hasil
penelitian ini,
ditemukan bahwa
sebanyak 51,8%
subjek mempunyai
rata-rata asupan 3
hari pertama (asupan
awal) tidak cukup.
Rata-rata asupan
makanan subjek
selama di rumah
sakit pada kelompok
asupan awal tidak
cukup lebih rendah
daripada asupan awal
-
34
cukup yaitu untuk
energi 1315,6 Kkal
dengan SD ± 343,4
dan protein 40,4
gram dengan SD ±
11,3
Dodor EA Evaluation of
Nutritional
Status of New
Tuberculosis
Patients at the
Effia-Nkwanta
Regional
Hospital
Studi
Intervensi
1 tahun 570
orang
Adanya malnutrisi
pada pasien TB pada
saat memulai
pengobatan. Hal ini
juga menunjukkan
bahwa faktor sosio-
ekonomi
berkontribusi
terhadap malnutrisi
di antara pasien TB.
Miyata es. Et
al 2012
Usefulness of
the
Malnutrition
Screening
Tool in
patients with
pulmonary
tuberculosis
Studi
Observasi
onal
Tidak
diketahui
52 orang MST merupkan alat
skeining gizi yang
dapat diandalkan
untuk penilaian
risiko nutrisi oleh
pasien dengan
Tuberkulosis paru.
Alat skrining gizi ini
dapat memberikan
identifikasi pasien
dengan cepat agar
dapat memberikan
dukungan nutrisi
yang tepat untuk
penderita pasien
Tuberkulosis.
Agustinus I
Wayan
Harimawan,
Kajian Metode
Subjective
Global
Studi
kohort
Tidak
diketahui
70 orang Status gizi awal
pasien penyakit
dalam yang dinilai
-
35
Hamam
Hadi, dan
Susetyowati
Assessment
(SGA) dan
Nutrition
Services
Screening
Assessment
(NSSA)
sebagai status
gizi awal
pasien dewasa
sebagai
prediktor lama
rawat inap dan
status pulang
dengan metode SGA
maupun NSSA lebih
banyak menderita
status gizi kurang.
Namun berdasarkan
metode NSSA
dibandingkan dengan
menggunakan
metode SGA jumlah
pasien dengan status
gizi awal yang
dikategorikan kurang
persentasenya lebih
banyak
Perbedaan karakteristik dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti adalah :
a. Variabel bebas dari penelitian ini adalah pelaksanaan skrining gizi, asupan
energi dan protein.
b. Penelitian yang dilakukan hanya bertujuan untuk mengetahui adanya
pelaksanaan skrining gizi kepada pasien.
c. Penilaian status gizi yang dilakukan hanya pengukuran berat badan.
-
36
III.12 Jadwal Penelitian
Tabel 5 Jadwal Penelitian
Kegiatan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli
Persiapan
Proposal
Seminar
Proposal
Penelitian
Pengolahan
Data
Sidang Hasil
Skripsi
-
37
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Gambaran Umum RSUD Budhi Asih
Pada tahun 1946, Balai Pengobatan Panti Karya Harapan dikelola oleh
jawatan sosial kota Praja yaitu untuk melayani warga miskin, terantar, dan
gelandangan dengan pimpinan Dr. Gofred, sedangkan pada tahun 1957 Balai
Pengobatan Panti Karya Harapan ini dipimpin oleh Dr. Tan Tjong Day. Seiring
berjalannya waktu balai pengobatan karya harapan berkembang, sehingga pada
tahun 1962 semasa Moelyadi menjabat sebagai Menteri Sosial, Balai 3
Pengobatan Karya Harapan dijadikan rumah sakit yang bernama Rumah Sakit
Sosial Budhi Asih. Pada saat itu masih dibawah pengelolaan Dinas Sosial DKI
Jakarta yang berkapasitas 60 tempat tidur. Di tahun 1981 Rumah Sakit Sosial
Budhi Asih dialihkan menjadi dibawah pengelolaan Dinas Kesehatan DKI Jakarta
berdasarkan SK Gubernur DKI No. 63/1981 dengan kapasitas sudah mencapai
100 tempat tidur.
Rumah Sakit Sosial Budhi Asih merubah statusnya menjadi Rumah Sakit
Umum Daerah Bushi Asih pada tahun 1981. Meskipun sudah dapat menerima dan
melayani masyarakat luas, namun tetap mempunyai ciri sosial seperti melayani
masyarakat miskin terutama bagi gelandangan dan pengemis. Ciri sosial ini tetap
dipertahankan dan merupakan label khusus bagi Rumah Sakit Umum Daerah
Budhi Asih, yaitu sebagai rumah sakit rujukan bagi gelandangan dan pengemis.
Pada tahun 1989 ditetapkan susunan Rumah Sakit Umum Daerah Budhi Asih
melalui SK Gubernur No. 44/1989. Pada tahun 1990 status Rumah Sakit Umum
Daerah Budhi Asih berubah menjadi tipe C dengan kapasitas 143 tempat tidur.
Sebagai Rumah Sakit milik Pemerintah Daerah DKI Jakarta, anggaran operasional
dan investasi sepenuhnya bersumber dari APBD DKI Jakarta dengan
diterbitkannya PERDA DKI Jakarta Nomor 10 tahun 1997 yang menetapkan
bahwa RSUD Budhi Asih menjadi unit swadana daerah. Untuk meningkatkan
pembenahan diri dan peningkatan pelayanan di segala bidang. Pada tahun 2001
-
38
Rumah Sakit Umum Daerah Budhi Asih berhasil mendapatkan sertifikat
akreditasi Rumah Sakit penuh untuk 5 pelayanan dasar tanpa syarat.
Rumah Sakit Umum Derah Budhi Asih bertekad untuk menjadi rumah sakit
unggulan di Jakarta pada tahun 2010. Untuk mewujudkan hal itu maka Rumah
Sakit Umum Daerah Budhi Asih melakukan perluasan area gedung yang dimulai
pada tahun 2003 sampai dengan Januari 2006 dengan tetap melaksanakan misi
mulianya. Sehingga mulai tahun 2006 Rumah Sakit Umum Daerah Budhi Asih
menempati gedung baru dengan 267 tempat tidur. Anggaran dana yang digunakan
untuk perluasan areal gedung berasal dari Pemerintah DKI Jakarta berdasarkan
peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 29 tahun 2006 tentang pola
pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Provinsi DKI
Jakarta. Seiring dengan adanya otonomi diberbagai bidang yang termasuk
didalamnya otonomi dibidang kesehatan, membuat manjemen di rumah sakit ini
diberikan kewenangan untuk mengelola keuangan secara penuh. Berdasarkan SK
MENKES tanggal 10 April 2007 No. 434/MENKES/SK/IV/2007, menetapkan
bahwa Rumah Sakit Umum Daerah Budhi Asih milik pemerintah daerah DKI
Jakarta statusnya berubah dari type rumah sakit kelas C menjadi rumah sakit kelas
B non pendidikan. RSUD Budhi Asih sebagai Rumah Sakit Umum Daerah Tipe B
Non Pendidikan ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor : 434/MENKES/SK/IV/2007 pada tanggal 10 April
2007, dengan fasilitas 311 ruang Rawat Inap yang terdiri dari kelas VIP, Kelas I,
II, III, VK (Ruang Bersalin), Perinatologi, HCU, Rawat Jalan dan Layanan 24 jam
kami berkomitmen untuk meningkatkan pelayanan secara berkesinambungan.
RSUD Budhi asih kini memiliki 482 bed berdasarkan data bulan November
tahun 2017. Penelitian kali ini menggunakan ruang rawat inap penyakit Infeksi
Edelweiss timu dan barat yang berada di lantai 5. Kamar rawat inap edelweiss
barat memiliki jumlah bed 28 untuk kelas III dan 8 bed untuk kelas II. Sedangkan
edeleweiss timur memiliki jumlah bed 37 untuk kelas III.
-
39
IV.2 Analisis Uji Univariat
IV.2.1 Gambaran Karakteristik
Penelitian ini memiliki 3 karakteristik responden yang diamati yaitu, usia,
jenis kelamin dan sumber pembiayaan.
a. Usia
Kelompok usia dalam peneltian ini dikategorikan menjadi remaja (19-25
tahun), dewasa awal (26-35 tahun), dewasa akhir (36-45 tahun), dan
lansia (46-65 tahun) (Kemenkes RI, 2009). Berikut distribusi usia
responden :
Tabel 6 Distribusi Usia Pasien TB Paru di RSUD Budhi Asih
Usia n %
Remaja
Dewasa Awal
Dewasa Akhir
lansia
1
5
5
23
2,9
14,7
14,7
67,6
Total 34 100
Tabel 6 menunjukkan sebagian besar responden adalah lansia (67,6%). Hal
ini sejalan dengan data hasil Riskesdas (2013) bahwa persentase tertinggi
penderita TB paru adalah lansia (80%). Menurut Janssen dan Krausse (2004),
fungsi maksimum sistem pernafasan mencapai pada usia 20-25 tahun, setelah
melewati usia tersebut penuaan akan berhubungan dengan penurunan kemampuan
kinerja otot paru yang dipengaruhi oleh ketersediaan asupan dan status gizi. Hasil
observasi lapangan, sebagian pasien lansia mengatakan kemampuan
mengkonsumsi makanan terganggu akibat jumlah gigi, penurunan nafsu makan
dan rasa mual yang berlebih akibat efek OAT. Hal ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Fasitasari (2013), bahwa penurunan nafsu makan disebabkan
adanya penyakit penyerta, jumlah gigi, dan depresi yang dialami lansia. Asupan
zat gizi yang kurang akan menyebabkan gangguan imunitas, sehingga lansia akan
berisiko lebih tinggi terkena infeksi penyakit paru. Penelitian terkait asupan zat
gizi lansia yang dilakukan oleh Arman, et al (2012), sebagian besar lansia
-
40
memiliki asupan kurang (62,1%). Kondisi ini diakibatkan oleh faktor fisiologis
dan kemampuan penyerapan zat gizi atau konsumsi makanan yang bergizi tidak
memadai (Fatmah, 2010).
b. Jenis Kelamin
Jenis kelamin dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu laki-laki dan
perempuan. Berikut adalah distribusi jenis kelamin responden.
Tabel 7 Distribusi Jenis Kelamin Pasien di RSUD Budhi Asih
Jenis Kelamin n %
Laki-laki
Perempuan
21
13
51,8
38,2
Total 34 100
Tabel 7 menunjukkan sebagian besar responden pada penelitian ini adalah
laki-laki 51,8%. Hasil data Riskesdas 2013 menunjukkan angka persentase
penderita TB paru tertinggi adalah laki-laki (52,7%). Berdasarkan hasil observasi
lapangan, beberapa responden mengaku bahwa kebiasaan merokok menjadi salah
satu penyebab mereka mengalami TB paru. Menurut Wina (2014) banyaknya
jumlah kasus yang terjadi pada laki-laki disebabkan karena mobilitas yang
dimiliki laki-laki lebih tinggi daripada perempuan, sehingga kemungkinan
terpajan oleh kuman tuberkulosis lebih tinggi. Gaya hidup seperti merokok dan
risiko pekerjaan yang berasal dari polutan udara dari luar ruangan khususnya yang
berhubungan dengan paparan industri juga meningkatkan risiko terinfeksi TB
Paru.
c. Sumber Pembiayaan
Sumber biaya dapat berasal dari pribadi ataupun pihak lain seperti
perusahaan tempat bekerja ataupun asuransi (Tedja, 2012). Sumber pembiayaan
dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi dua yaitu, asuransi dan pribadi. Dari
hasil data distribusi sumber pembiayaan pasien rawat inap TB Paru RSUD Budhi
Asih diketahui 100% responden menggunakan Askes sebagai sumber
pembiayaan. Indonesia telah menerapkan sistem asuransi kesehatan yang dikelola
oleh PT.Askes (Persero) dengan surat keputusan Kemenkes RI Nomor
-
41
1241/MENKES/SK/XI/2004 dan Nomor 56/MENKES/SK/1/2005 sebagai
Penyelenggara Jaminan Kesehatan Masyarakat Miskin (PJKMM/ASKESKIN)
atau BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) . BPJS terdiri dari dua jenis
yaitu BPJS non-PBI (non-Penerima Bantuan Iuran) dan BPJS PBI(Penerima
Bantuan Iuran). Dalam BPJS non PBI terdapat kelas-kelas berdasarkan tingkat
pelayanan kesehatan. Sedangkan BPJS PBI tidak memberlakukan iuran karena
seluruh pembiayaan ditanggung oleh pemerintah, serta golongan penerima BPJS
PBI adalah masyarakat dengan ekonomi rendah yang diambil menurut data
Kementrian Sosial (Kemenkes RI, 2013). Menurut Mardzuki dalam Tedja (2012),
proses pembiayaan menggunakan asuransi memerlukan waktu yang lama pada
saat administrasi dan berpengaruh pada pelayanan kesahatan. Sistem pembiayaan
akan mempengaruhi pada sikap dan perilaku pemberi pelayanan kesehatan serta
meningkatnya fee for service yang mempengaruhi kualitas pelayanan rumah sakit
(Budi, 2010).. Penelitian yang dilakukan oleh Fitri (2015), yang mengamati
mengenai presepsi pengguna BPJS dalam pelayanan Rumah sakit dengan
indikator ketepatan waktu pelayanan, akurasi pelayanan, kesopanandan
keramahan dalam pelayanan masih kurang baik. Reschovsky (2000)
menyimpulkan bahwa sistem pembiayaan kesehatan berpengaruh pada kualitas
perawatan yang diberikan karena perbedaan dalam hal pembatasan, manejemen
perawatan, dan pembagian biaya kesehatan yang sudah diatur sesuai dengan tipe
asuransi yang digunakan.