hubungan lembaga pemerintah
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penulisan
Demokrasi sebagai sistem pemerintah dari rakyat, dalam arti rakyat sebagai asal mula
kekuasaan negara sehingga rakyat harus ikut serta dalam pemerintahan. Suatu
pemerintahan dari rakyat haruslah sesuai dengan filsafat hidup rakyat itu sendiri yaitu
filsafat pancasila, dan inilah dasar filsafat demokrasi Indonesia.
Oleh karena itu, di dalam kehidupan kenegaraan yang menganut sistem demokrasi
kita selalu menemukan adanya Supra Struktur Politik dan Infra Struktur Politik
sebagai komponen pendukung tegaknya demokrasi. Dengan menggunakan konsep
Montesquiue maka Supra Struktur Politik meliputi lembaga Eksekutif, Legislatif,
dan Yudikatif. Untuk negara – negara tertentu masih ditemukan lembaga-lembaga
negara lain, misalnya negara Indonesia dibawah sistem Undang – Undang Dasar
1945, lembaga – lembaga Negara adalah :
ü Presiden dan Wakil Presiden
ü Majelis Permusyawaratan Rakyat
ü Dewan Perwakilan Rakyat
ü Dewan Perwakilan Daerah
ü Mahkamah Agung
ü Mahkamah Konstitusi
ü Badan Pemeriksa Keuangan
1
ü Komisi Yudisial
Menurut Dr. Kaelan, M.S. dalam bukunya ‘ Pendidikan Pancasila ‘ baik
antara supra struktur maupun infra struktur yang terdapat dalam sistem
ketatanegaraan masing-masing saling mempengaruhi dan terdapat hubungan untuk
saling mengendalikan pihak lain. Mekanisme interaksi ini dapat dilihat dalam proses
penentuan kebijaksanaan umum atau menetapkan keputusan politik.
Dalam makalah ini, penulis menganalisis apakah terdapat hubungan antara
lembaga – lembaga kenegaraan khususnya antara presiden dengan MPR dan DPR,
serta bagaimana dan dalam bidang apa kah hubungan tersebut. Selain itu juga penulis
menganalisis bagaimana pengaruh hubungan tersebut di dalam kehidupan
ketatanegaraan Indonesia. Untuk mengetahui lebih lanjut sejauhmana analisis dan
jawaban – jawaban atas masalah – masalah tersebut, maka hasilnya akan dituangkan
dalam bentuk makalah dengan judul “ Hubungan Presiden dengan MPR dan DPR
dalam Sistem Presidensiil Menurut UUD 1945 “.
1.2 Perumusan Masalah
Sesuai dengan uraian pada latar belakang penulisan di atas, maka masalah
pokok di dalam penulisan ini dapat diidentifikasi sebagai berikut :
“ Hubungan Antar Lembaga dan Pemerintah”
Sebagai pembatasan masalah dalam penulisan ini, dapat dirumuskan pertanyaan –
pertanyaan – pertanyaan penulisan sebagai berikut :
1. Bagaimana sistem pemerintahan Presidensil menurut UUD 1945 ?
2. Apa saja lembaga – lembaga negara menurut UUD 1945 ?
2
3. Apakah hubungan antara presiden dengan MPR dan DPR ?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan ini adalah untuk :
1. Mengetahui hubungan antar lembaga dan pemerintah
2. Menganalisis hubungan – hubungan antara Presiden dengan MPR dan DPR
yang saling berkaitan satu sama lain dalam menjalankan tugasnya.
3. Mengetahui akibat dari hubungan tersebut di dalam kehidupan ketatanegaraan
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sistem Pemerintahan Indonesia
Sebelum penulis membahas tentang sistem pemerintahan Indonesia,
sebaiknya terlebih dahulu dibahas tentang definisi dari sistim pemerintahan itu
sendiri.
Sistim pemerintahan merupakan gabungan dari dua istilah “ sistim “ dan “
pemerintahan “. Sistim adalah keseluruhan, terdiri dari beberap bagian yang
mempunyai hubungan fungsionil terhadap keseluruhannya, sehingga hubungan itu
menimbulkan suatu ketergantungan antara bagian-bagian yang akibatnya jika salah
satu bagian tidak bekerja dengan baik akan mempengaruhi keseluruhannya itu.
Pemerintahan dalam arti luas adalah segala urusan yang dilakukan oleh negara
dalam menyelenggarakan kesejahteraan rakyatnya dan kepentingan negara sendiri,
yaitu melaksanakan tugas eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Namun, pemerintahan
dalam arti sempit hanya lembaga eksekutif saja.
Pada garis besarnya, sistim pemerintahan yang dianut oleh negara – negara
demokrasi yaitu sistem Parlementer dan Presidensiil. Namun, diantara kedua sistim
ini terdapat variasi karena pengaruh situasi dan kondisi yang berbeda yang disebut
quasi Parlementer atau quasi Presidensiil.
Berdasarkan Pasal 4 dan 17 UUD 1945 Indonesia menganut sistem
pemerintahan Presidensiil , yang berarti presiden baik sebagai kepala negara tetapi
juga sebagai kepala pemerintahan dan mengangkat serta memberhentikan menteri
yang bertanggungjawab kepadanya.
4
Sebelum Amandemen, sempat dianggap bahwa Indonesia menganut sistim
quasi-Presidensiil, karena tercermin dalam Pasal 5 angka (1) dan 21 angka (2) UUD
1945 karena Presiden dan DPR bersama-sama membuat UU. Pertanggungjawaban
Presiden terhadap MPR tersebut mengandung ciri-ciri parlementer dan juga
kedudukan Presiden sebagai Mandataris MPR pelaksana GBHN menunjukkan
supremasi Majelis (Parliamentary supremacy) yang melambangkan sifat dari
lembaga pemegang kedaulatan rakyat yang tidak habis kekuasaannya dibagi-bagikan
kepada lembaga-lembaga negara yang dibawahnya. Keuntungan dari sistim
presidensiil ialah bahwa pemerintahan untuk jangka waktu yang ditentukan itu stabil.
2.2 Lembaga – Lembaga Negara Indonesia
2.2.1 Presiden dan Wakil Presiden
Pasal 4 angka (1) UUD 1945 :
Menurut sistem pemerintahan negara berdasarkan UUD 1945 hasil
amandemen 2002, bahwa Presiden dipilih secara langsung oleh rakyat. Berdasarkan
ketentuan tersebut, maka Presiden memiliki legitimasi yang lebih kuat dibandingkan
dengan UUD 1945 sebelum amandemen. Demikian pula terjadi pergeseran kekuasaan
pemerintahan dalam arti, kekuasaan presiden tidak lagi dibawah MPR melainkan
setingkat dengan MPR. Namun hal ini bukan menjadi diktator, sebab jika Presiden
melakukan perbuatan melawan hukum atau melanggar konstitusi maka MPR dapat
melakukan impeachment, yaitu memberhentikan Presiden dalam masa jabatannya
pasal 3 angka (3).
Dalam menjalankan tugas pemerintahannya, Presiden dapat meminta
pertimbangan kepada suatu Dewan Pertimbangan. Sebelum amandemen, Dewan
Pertimbangan ini disebut Dewan Pertimbangan Agung ( Pasal 16 UUD 1945 ) yang
kedudukannya setingkat dengan Presiden dan DPR.
5
Adapun Wakil Presiden adalah pembantu Presiden dalam menyelenggarakan
pemerintahan sehari-hari. Apabila Presiden berhalangan hadir atau tidak dapat
menjalankan tugas karena sesuatu hal, mati, sakit atau karena sebab lainnya, bahkan
apabila Presiden mangkat atau mengundurkan diri, maka jabatan presiden diisi oleh
Wakil Presiden secara otomatis.
2.2.2 Mejelis Permusyawaratan Rakyat ( MPR )
Pasal 2 UUD 1945 :
“ MPR terdiri atas anggota-anggota DPR…..”
Keanggotaan MPR menurut UUD 1945 hasil amandemen 2002 ini
menunjukkan bahwa seluruh anggota MPR sepenuhnya merupakan hasil dari
pemilu.Menurut UUD 1945 sebelum amandemen bahwa anggota MPR ditambah
dengan utusan golongan dan utusan daerah. Susunan dan kedudukan MPR, DPR,
DPD, dan DPRD diatur dalam UU No 22 Tahun 2003.
2.2.3 Dewan Perwalikan Rakyat ( DPR )
Mengenai DPR diatur dalam pasal 19 – 22 UUD 1945. Susunan DPR
ditetapkan dalam Undang – Undang dan DPR bersidang sedikitnya sekali dalam
setahun ( Pasal 19 ). Mengingat keanggotaan DPR merangkap keanggotaan MPR
maka kedudukan Dewan ini adalah kuat dan oleh karena itu tidak dapat dibubarkan
oleh Presiden yang memegang kekuasaan tertinggi dalam pemerintahan negara.
DPR memiliki kekuasaan membentuk UU ( pasal 20 ayat 1 ). Hal ini berbeda
dengan UUD 1945 sebelum amandemen 2002, dimana DPR nampak lebih pasif
karena sesuai dengan UUD sebelum amandemen pasal 20, DPR dapat menyetujui
RUU yang diusulkan pemerintah, dan pasal 21 berhak mengajukan RUU. Menurut
6
hasil amandemen 2002, DPR memiliki kekuasaan membentuk UU dan mempunyai
hak inisiatif yaitu hak untuk mengajukan RUU ( Pasal 21 ayat 1 ).
Pasal 20 ayat (3) UUD 1945 menetapkan, bahwa jika RUU yang diajukan
pemerintah tidak mendapat persetujuan DPR, maka RUU itu tidak boleh diajukan lagi
dalam persidangan DPR pada masa itu. Pasal 21 ayat (2) dinyatakan bahwa apabila
RUU yang dikeluarkan DPR tidak disahkan Presiden, maka tidak boleh diajukan
dalam persidangan DPR pada masa itu. Dalam pasal 22 UUD 1945, Perpu harus
mendapat persetujuan dari DPR.
Dengan adanya wewenang DPR seperti diatas, maka sepanjang tahun dapat
terjadi musyawarah yang teratur antara Pemerintah dengan DPR dalam menentukan
kebijaksanaan dan politik pemerintah.
Dalam pembentukan UU APBN harus ada persetujuan dari DPR. Jika DPR
menolak untuk memberikan persetujuannya terhadap anggaran yang diusulkan
pemerintah, maka pemerintah menjalankan anggaran tahun lalu ( Pasal 23 ayat 3 ).
Dalam suatu kabinet Parlementer, penolakan terhadap RAPBN dapat mengakibatkan
berhentinya Menteri yang bersangkutan, bahkan juga kabinet seluruhnya. Dalam hal
ini, UUD 1945 menganut sistim pemerintahan Presidensiil tidak mengakibatkan
Pemerintah atau Menteri harus diberhentikan.
2.2.4 Dewan Perwakilan Daerah ( DPD )
Dalam UUD 1945 tentang DPD diatur di dalam Pasal 22C – 22D. Anggota
DPD dipilih melalui pemilihan umum pasal 22C ayat (1). Masa jabatan anggota DPD
adalah lima tahun. Anggota DPD dari setiap Provinsi jumlahnya sama yaitu empat
orang dan jumlah seluruh anggota DPD tidak lebih dari sepertiga jumlah anggota
DPR, Pasal 22C ayat (2). DPD bersidang sedikitnya sekali dalam setahun, serta
susunan dan kedudukan DPD diatur di dalam UU No. 22 Tahun 2003.
7
DPD dapat mengajukan RUU kepada DPR yang berkaitan dengan otonomi
daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta
penggabungan daerah, pengelolaan SDA dan SDE lainnya, serta berkaitan dengan
perimbangan keuangan pusat dan daerah, Pasal 22D ayat (1). DPD ikut membahas
RUU yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah,
pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, pengelolaan SDA dan SDE
lainnya, serta memberikan pertimbangan kepada DPR atas RUU APBN dan RUU
Pajak , Pendidikan, dan Agama, Pasal 22D ayat (2). Dalam hubungan ini, DPD dapat
melakukan pengawasan atas pelaksanaan UU mengenai otonomi daerah,
pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, pengelolaan SDA dan SDE
lainnya, pelaksanaan APBN, Pajak , Pendidikan, dan Agama serta menyampaikan
hasil pengawasannya itu kepada DPR sebagai pertimbangan untuk ditindaklanjuti,
Pasal 22D ayat (3).
DPD menerima hasil pemeriksaan keuangan negara dari Badan Pemeriksa
Keuangan untuk dijadikan bahan membuat pertimbangan bagi DPR tentang RUU
yang berkaitan dengan APBN.
2.2.5 Mahkamah Agung
Menurut Pasal 24 UUD 1945 bahwa kekuasaan kehakiman adalah
kekuasaan yang merdeka untuk melaksanakan peradilan guna menegakkan hukum
dan keadilan. Kekuasaan peradilan dilaksanakan oleh MA dan badan peradilan yang
berada dibahnya dalam lingkungan peradilan umum dan agama. Mahkamah Agung
berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji Peraturan Perundang – Undangan
di bawah UU, dan memiliki kewenangan lain yang diberikan oleh UU, pasal 24A ayat
(1). Calon Hakim Agung diusulkan oleh Komisi Yudisial kepada DPR untuk
mendapat persetujuan selanjutnya ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden,
ayat (3). Ketua dan wakil ketuan MA dipilih dari dan oleh Hakim Agung, ayat (4).
8
UUD 1945 tidak memberikan hak menguji materiil kepada MA karena
dengan adanya hak menguji materiil maka MA akan melampaui kewenangannya
menegakkan peraturan perundangan dan akan menimbulkan kekosongan hukum.
2.2.6 Mahkamah Konstitusi
Tentang MK diatur dalam Pasal 24C UUD 1945, yaitu:
Ayat (1)
“ MK berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya
bersifat final, untuk menguji UU terhadap UUD, memutus sengketa kewenangan
lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD, memutus pembubaran
partai politik, dan memutus perselisihan hasil pemilu.”
Ayat (2)
“ MA wajib menberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran
oleh Presiden dan/ Walpres menurut UUD. “
Ayat (3)
“ MK memiliki sembilan orang anggota hakim konstitusi, yang ditetapkan oleh
Presiden yang masing – masing diajukan tiga orang oleh MA, tiga orang oleh DPR
dan tiga orang oleh Presiden. “
2.2.7 Badan Pemeriksa Keuangan
Badan Pemeriksa Keuangan dalam UUD 1945 diatur di dalam Pasal 23E –
23G. Badan Pemeriksa Keuangan dibentuk tanggal 1 Januari 1947 berdasarkan
Penetapan Pemerintah 1946 No. 11/UM. Presiden RI menetapkan berdirinya BPK.
9
Dalam reformasi dewasa ini salah satu hal yang snagat penting dalam
pelaksanaan dan penyelenggaraan negara adalah pengelolaan keuangan negara secara
transparan. Hasil pemeriksaan keuangan negara diserahkan kepada DPR, DPRD dan
DPD, sesuai dengan kewenangannya Pasal 23E ayat (2). Hasil pemeriksaan tersebut
ditindaklanjuti oleh lembaga perwakilan dan/ Badan sesuai dengan UU Pasal 23E
ayat (3). Dalam reformasi ini, peran BPK sangat penting karena salah satu agenda
utama dalam reformasi adalah memberantas KKN. Oleh karena itu, sistim pemeriksa
keuangan negara melalui BPK ini harus benar-benar mampu membersihkan praktek –
praktek korupsi.
2.2.8 Komisi Yudisial
Maksud dibentuknya Komisi Yudisial adalah agar warga masyarakat dapat
dilibatkan dalam proses pengangkatan, penilaian kerja, dan kemungkinan
pemberhentian hakim. Semua ini dimaksudkan untuk menjaga dan menegakkan
kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim dalam rangka mewejudkan
kebenaran dan keadilan berdasarkan Ketuhanan YME.
Anggota KY harus mempunyai pengetahuan dan pengalaman di bidang
hukum serta memiliki integritas dan kepribadian yang baik. Anggota KY diangkat
dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan DPR.
.
10
BAB III
ANALISA MASALAH
3.1 Hubungan antara Presiden dengan MPR
Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagai pemegang kekuasaan tinggi sebagai
wakil rakyat sesuai dengan UUD 1945 ( Pasal 1 ayat 2 ), disamping DPR dan
Presiden. Hal ini berdasarkan ketentuan dalam UUD 1945 bahwa baik Presiden
maupun MPR dipilih langsung oleh rakyat, Pasal 2 ayat (1) dan pasal 6A ayat (1).
Berbeda dengan kekuasaan MPR memurut UUD 1945 sebelum amandemen 2002
yang memiliki kekuasaan tertinggi dan mengangkat serta memberhentikan Presiden
dan/wakil presiden.
Sesuai dengan ketentuan UUD 1945 hasil amandemen 2002, maka Presiden
dapat diberhentikan sebelum habis masa jabatannya baik karena permintaan sendiri
atau karena tidak dapat melakukan kewajibannya maupun diberhentikan oleh MPR.
Pemberhentian Presiden oleh MPR sebelum masa jabatan berakhir, hanya
mungkin dilakukan jikalau Presiden sungguh-sungguh telah melanggar hukum berupa
(Pasal 7A) :
ü Penghianatan terhadap negara
ü Korupsi
ü Penyuapan
ü Tindak pidana berat lainnya
ü Perbuatan tercela
11
ü Terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden atau walpres
Tentang pemberhentian Presiden dan/ walpres ini di atur lebih lanjut oleh UU
No 21 Tahun 2009 tentang Pedoman Beracara dalam Memutus Pendapat DPR
Mengenai Dugaan Pelanggaran oleh Presiden dan/ Walpres.
3.2 Hubungan antara Presiden dengan DPR
Presiden dan DPR sama – sama memiliki tugas antara lain :
1. Membuat UU ( Pasal 5 ayat 1, 20 dan 21 ), dan
2. Menetapkan UU tentang APBN ( Pasal 23 ayat 1 ).
Membuat UU berarti menentukan kebijakan politik yang diselenggarakan oleh
Presiden ( Pemerintah ). Menetapkan Budget negara pada hakekatnya berarti
menetapkan rencana kerja tahunan. DPR melalui Anggaran Belanja yang telah
disetujui dan mengawasi pemerintah dengan eksekutif. Di dalam pekerjaan untuk
membuat UU, maka lembaga – lembaga negara lainnya dapat diminta pendapatnya.
Sesudah DPR bersama Presiden menetapkan UU dan RAPBN, maka di dalam
pelaksanaannya DPR berfungsi sebagai pengawas terhadap pemerintah. Pengawasan
DPR terhadap Presiden adalah suatu konsekuensi yang wajar (logis), yang pada
hakikatnya mengandung arti bahwa Presiden bertanggungjawab kepada DPR dalam
arti partnership.
Presiden tidak dapat dijatuhkan oleh DPR, dan dengan pengawasan tersebut
maka terdapat kewajiban bagi pemerintah untuk selalu bermusyawarah dengan DPR
tentang masalah – masalah pokok dari negara yang menyangkut kepentingan rakyat
dengan UUD 1945 sebagai landasan kerjanya.
12
Hal ini tetap sesuai dengan penjelasan resmi UUD 1945 dinyatakan bahwa
Presiden harus tergantung kepada Dewan. Sebaliknya, kedudukan DPR adalah kuat,
Dewan ini tidak dapat dibubarkan oleh Presiden. Oleh karena seluruh anggora DPR
merangkap menjadi anggota MPR, maka DPR dapat senantiasa mengawasi tindakan-
tindakan Presiden, dan jika Dewan menganggap bahwa Presiden sungguh – sungguh
melanggar Pidana atau konstitusi maka Majelis itu dapat melakukan sidang istimewa
untuk melakukan impechment.
Bentuk kerjasama DPR dan Presiden tidak boleh mengingkari partner
legislatifnya. Presiden harus memperhatikan, mendengarkan, berkonsultasi dan dalam
banyak hal, memberikan keterangan – keterangan serta laporan – laporan kepada
DPR dan meminta pendapatnya. Dengan adanya kewenangan DPR, maka sepanjang
tahun terjadi musyawarah yang diatur antara pemerintah dan DPR, dan DPR
mempunya kesempatan untuk mengemukakan pendapat rakyat secara kritis terhadap
kebijaksanaan dan politik pemerintah.
Apabila DPR menganggap Presiden melanggar melanggar Haluan Negara,
maka DPR menyampaikan memorandum untuk mengingatkan Presiden. Apabila
dalam waktu tiga bulan Presiden tidak memperhatikan memorandum DPR tersebut,
maka DPR menyampaikan memorandum yang kedua. Apabila dalam kurun waktu
satu bulan memorandum yang ke dua tidak diindahkan oleh Presiden, maka DPR
dapat meminta MPR mengadakan sidang istimewa untuk mengadakan impeachment.
Selain hubungan – hubungan diatas, Presiden dengan persetujuan DPR
menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain. Jadi
dalam hubungan Presiden dengan DPR, tidak dikenal sistem oposisi seperti dalam
sistem Parlementer, tetapi ada sistem koreksi yang konstruktif karena antara Presiden
dan DPR terdapat hubungan kerja yang erat.
13
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Salah satu tuntutan reformasi 1998 adalah dilakukannya amandemen terhadap
UUD 1945. Pada kurun waktu 1999 – 2002 telah mengalami empat kali amandemen
yang ditetapkan dalam sidang umum dan sidang tahunan MPR. Salah satu tujuan
amandemen dalah untuk menyempurnakan pembangian kekuasaan mengenai
lembaga – lembaga negara.
Dari hasil amandemen 2002, lembaga – lembaga negara yang kewenangannya
diatur dalam UUD 1945 terdiri dari Presiden & Wakil Presiden. MPR, DPR, DPD,
BPK. MK, dan MA. Dalam makalah ini dibahas mengenai hubungan antara Presiden
dengan MPR dan DPR.
Kesimpulan penulis dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Negara Kesatuan Republik Indonesia menganut sistem presidensil setelah
kemerdekaan, yaitu lembaga eksekutif diluar pengawasan lembaga legislatif.
2. Dalam UUD 1945 setelah amandemen, lembaga – lembaga Negara terdiri dari
Presiden dan wakilnya, DPR, MPR, DPD, MA, MK, dan BPK.
3. Hubungan antara presiden dengan MPR yaitu MPR dapat memberhentikan
presiden apabila presiden telah melakukan perbuatan melawan hukum.
Sedangkan hubungan antara presiden dengan DPR yaitu mereka sama-sama
membuat UU dan menetapkan APBN. Selain itu juga DPR dapat melakukan
sidang istimewa untuk melakukan impeachment terhadap presiden.
14
DAFTAR PUSTAKA
H.R, Ridwan. 2006. Hukum Administrasi Negara. Jakarta : Rajawali Pers.
S.H., Joeniarto. 1974. Selayang Pandang Tentang Sumber – Sumber Hukum Tata
Negara Indonesia. Yogyakarta : Liberty.
S.H., Kansil C.S.T., Drs., Prof., dan Christine S.T. Kansil,. S.H., M.H. 2002. Hukum
Tata Negara Republik Indonesia. Jakarta : Rineka Cipta.
S.H., Kusnardi, Moh., dan Harmaily Ibrahim S.H. 1981. Pengantar Hukum Tata
Negara Indonesia. Jakarta : Sinar Bakti.
S.H., Sri Soemantri, Dr. Prof. 1993. Tentang Lembaga – Lembaga Negara Menurut
UUD 1945. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti.
Miriam Budiardjo, Prof. 2000. Dasar – Dasar Ilmu Politik. Jakarta : PT. Gramedia
Pustaka Utama.
M.S., Kaelan, Dr. 2004. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta : Paradigma.
M.S.i., Sunarso, Drs. 2009. Pendidikan Kewarganegaraan. Bogor : Yudistira.
S.H., Sumantri, Sri. 1969. _____ . : alumni.
15
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
limpahan rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang
berjudul “ Hubungan Antar Lembaga dan Pemerintah”. Maksud dan tujuan dibuatnya
makalah ini antara lain sebagai tugas dari mata Kuliah.
Pada kesempatan ini penulis ini juga mengucapkan terimakasih kepada Dosen
pembimbing .karena atas bimbingannya makalah ini dapat terselesaikan dengan baik.
Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu penulis dalam menyelesaikan makalah ini yang tidak dapat penulis
sebutkan satu per satu. Penulis sangat berharap makalah ini dapat memberikan
manfaat bagi para pembacak khususnya, dan tentunya kepada penulis sendiri agar
semakin menambah wawasan dan pengetahuan tentang “ Hubungan Antar Lembaga
dan Pemerintah”, yang seyogyanya kita temui sehari-hari baik sebagai mahasiswa
ataupun didalam kalangan masyarakat luas. Penulis menyadari, pada makalah ini
banyak sekali terdapat kekurangan dan jauh dari sempurna. Oleh karena itu masukan
dari para pembaca pada khususnya sangat sekali penulis harapkan agar dapat menjadi
yang lebih baik lagi. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.
Tenggarong, November 2012
Penulis,
ISLAN EDYNPM : 12.11.108.5012.254
16i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ------------------------------------------------------------ i
DAFTAR ISI ----------------------------------------------------------------------- ii
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang --------------------------------------------------------- 1
1.2 Tujuan Penulisan ------------------------------------------------------- 2
1.3 Tinjauan Pustaka ------------------------------------------------------- 3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sistem Pemerintahan Indonesia -------------------------------------- 4
2.2 Lembaga – lembaga Negara Indonesia ------------------------------ 5
BAB III. ANALISA MASALAH
3.1 Hubungan Antara Presiden dengan MPR -------------------------- 11
17
3.2 Hubungan Antara Presiden dengan DPR --------------------------- 12
BAB IV. PENUTUP
4.1 Kesimpulan ------------------------------------------------------------- 14
DAFTAR PUSTAKA
MAKALAH
HUBUNGAN
LEGESLATIF DAN EKSEKUTIF
Mata Kuliah : Hubungan Antara Lembaga dan Pemerintah
Dosen : Prof. Dr. Hj. Hartutiningsih, MS
Disusun oleh :
ISLAN EDY, S.PdNomor Absen : 14
NPM : 12.11.108.5012.254
18
ii
PROGRAM PASCA SARJANAMAGISTER ADMINISTRASI PUBLIK
UNIVERSITAS KUTAI KARTANEGARATENGGARONG
2012
19