hubungan kecerdasan emosional dengan derajateprints.ums.ac.id/44893/11/naskah publikasi.pdfdengan...

19
HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN DERAJAT HIPERTENSI DI DESA TANJUNGSARI KECAMATAN PACITAN PUBLIKASI ILMIAH Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada Fakultas Ilmu Kesehatan Oleh: POPPY DRIYAN RAHMADESI J210 120 077 PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2016

Upload: others

Post on 22-Sep-2019

35 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN DERAJAT

HIPERTENSI DI DESA TANJUNGSARI

KECAMATAN PACITAN

PUBLIKASI ILMIAH

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I

pada Fakultas Ilmu Kesehatan

Oleh:

POPPY DRIYAN RAHMADESI

J210 120 077

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2016

i

HALAMAN PERSETUJUAN

HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN

DERAJAT HIPERTENSI DI DESA TANJUNGSARI

KECAMATAN PACITAN

PUBLIKASI ILMIAH

oleh:

POPPY DRIYAN RAHMADESI

J210 120 077

Telah diperiksa dan disetujui untuk diuji oleh:

Dosen Pembimbing

Arief Wahyudi Jadmiko, S.Kep, Ns., M.Kep

NIK. 1101618

ii

HALAMAN PENGESAHAN

HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN DERAJAT

HIPERTENSI DI DESA TANJUNGSARI

KECAMATAN PACITAN

OLEH

POPPY DRIYAN RAHMADESI

J210 120 077

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji

Fakultas Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Surakarta

Pada hari ……., ………. 2016

dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Dewan Penguji:

1. Arief Wahyudi Jadmiko, S.Kep, Ns., M.Kep (……..……..)

(Ketua Dewan Penguji)

2. Arif Widodo, A.Kep., M.Kes (……………)

(Anggota I Dewan Penguji)

3. Dr. Faizah Betty R, A.Kep.,S.Kep.,M.Kes (…………….)

(Anggota II Dewan Penguji)

Dekan,

Dr. Suwaji, M.Kes

iii

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam naskah publikasi ini tidak terdapat

karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan

tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang

pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah

dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Apabila kelak terbukti ada ketidakbenaran dalam pernyataan saya di atas,

maka akan saya pertanggungjawabkan sepenuhnya.

.

Surakarta, 28 Juni 2016

Penulis

POPPY DRIYAN RAHMADESI

J210 120 077

1

HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN DERAJAT

HIPERTENSI DI DESA TANJUNGSARI

KECAMATAN PACITAN

Poppy Driyan Rahmadesi*

Arief Wahyudi Jadmiko, S.Kep., Ns., M.Kep **

Abstrak

Hipertensi merupakan salah satu masalah kesehatan terbesar di dunia yang ditandai

dengan meningkatnya tekanan darah seseorang yang dapat berisiko terhadap

timbulnya penyakit lainnya misalnya stroke. Berbagai faktor dapat dimodifikasi

untuk menekan terjadinya peningkatan hipertensi baik secara internal maupun

eksternal. Secara internal kemampuan pasien hipertensi mengendalikan emosi dirinya

terhadap timbulnya kecemasan, stress dan depresi sangat dibutuhkan. Kecerdasan

emosional seseorang merupakan kemampuan seseorang untuk mengendalikan emosi

dirinya yang berdampak pada kemampuan mengendalikan emosi terhadap timbulnya

stressor. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis ada tidaknya hubungan

kecerdasan emosional dengan derajat hipertensi di Desa Tanjungsari, Kecamatan

Pacitan. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif korelatif yang dilakukan

terhadap 50 penderita hipertensi di Desa Tanjungsari Pacitan dengan teknik

proporsional random sampling. Pengumpulan data penelitian menggunakan

kuesioner dan tensimeter yang selanjutnya dianalisis menggunakan uji korelasi rank

spearman. Hasil analisis rank spearman nilai korelasi (rs) sebesar -0,330 (p-value =

0,019) sehingga disimpulkan terdapat hubungan kecerdasan emosional dengan derajat

hipertensi di Desa Tanjungsari, Kecamatan Pacitan tahun 2015, yaitu semakin tinggi

kecerdasan emosional maka semakin rendah derajat hipertensinya. Kesimpulan dalam

penelitian ini adalah (1) tingkat kecerdasan emosional responden sebagian besar

rendah, (2) derajat hipertensi responden sebagian besar adalah derajat I (ringan), dan

(3) terdapat hubungan yang signifikan antara kecerdasan emosional dengan derajat

hipertensi di Desa Tanjungsari, Kecamatan Pacitan.

Kata kunci: kecerdasan emosional, derajat hipertensi, penderita hipertensi.

EMOTIONAL INTELLIGENCE RELATIONSHIP WITH DEGREES

HYPERTENSION IN TANJUNGSARI

DISTRICT PACITAN

Abstract

Hypertension was one of the biggest health problems in the world that characterized

by increased blood pressure a person to an increased risk of other diseases, for

example stroke onset. Various factors can be modified to suppress the occurrence of

hypertension increase both internally and externally. Internally capability

hypertensive patients control their emotions themselves to the emergence of anxiety,

stress and depression are needed. A person's emotional intelligence was a person's

ability to control her emotions which impact on the ability to control emotions against

2

the onset of the stressor. This study aimed to analyze the relationship of emotional

intelligence to the degree of hypertension in Tanjungsari village, District Pacitan.

This research was descriptif correlative study conducted on 50 patients with

hypertension in the village Tanjungsari Pacitan with proportional random sampling

technique. Data collection research using questionnaires and sphygmomanometer

further analyzed using Spearman rank correlation test. The results of the analysis of

Spearman rank correlation values (rs) of -0.330 (p-value = 0.019) that concluded

there was emotional intelligence relationship with the degree of hypertension in

Tanjungsari village, District Pacitan in 2015, namely the higher the emotional

intelligence, the lower the degree of hypertension. The conclusion of this study were

(1) the level of emotional intelligence respondents mostly lower, (2) the degree of

hypertension respondents mostly grade I (mild), and (3) there was a significant

relationship between emotional intelligence and the degree of hypertension in

Tanjungsari village, subdistrict Pacitan.

Keywords: emotional intelligence, the degree of hypertension, hypertensive patients.

PENDAHULUAN

Hipertensi merupakan masalah kesehatan terbesar di dunia karena tingginya tingkat

prevalensi dan berhubungan dengan peningkatan resiko penyakit kardiovaskular

(World Health Organization,2010). Pada tahun 2008 prevalensi penderita hipertensi

di dunia berjumlah sekitar 40% atau sekitar 1 milyar jiwa dengan prevalensi tertinggi

penderita hipertensi terdapat di Benua Afrika yaitu dengan jumlah prevalensi 46%

sedangkan prevalensi penderita hipertensi terendah terdapat di Benua Amerika

dengan jumlah prevalensi 35% (WHO, 2012). Prevalensi hipertensi di Benua Asia

menduduki urutan ke 3 dengan prevalensi sebesar 44% (WHO, 2014). Penyakit

hipertensi di Indonesia merupakan salah satu penyebab kematian nomor 3 setelah

stroke dan tuberkulosis, yaitu 6,7% dari populasi kematian pada semua umur.

Masalah hipertensi di Indonesia cenderung meningkat dibuktikan dengan Hasil

Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2000 sebesar 21% dan meningkat

pada tahun 2001 dan 2004 sebesar 26,4% dan 27,5%. Pada tahun 2015 prevalensi

penderita hipertensi diperkirakan meningkat dari 37% dan menjadi 42% pada tahun

2025 (Apriany, 2012). Prevalensi penderita hipertensi di Indonesia tahun 2007

sebesar 31,7% pada umur 18 tahun ke atas dengan prevalensi tertinggi di Kalimantan

Selatan sebesar 39,6% sedangkan prevalensi terendah di Papua Barat sebesar 20,1%.

Di Provinsi jawa timur prevalensi penderita hipertensi pada tahun 2007 masih

lumayan tinggi dengan tingkat prevalensi sebesar 30,9% (Kemenkes RI, 2014). Pada

tahun 2010 masalah hipertensi di Jawa Timur menempati urutan ke 12 dari 34

provinsi di Indonesia (Infodatin, 2013).

3

Penyakit hipertensi atau yang sering disebut dengan penyakit “darah tinggi”

merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami kenaikan tekanan darah baik

secara lambat maupun mendadak (Agoes, 2011). Seseorang dikatakan memiliki

hipertensi ketika tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah

diastolik lebih dari 90 mmHg. Terkadang seseorang tidak mengetahui bahwa dirinya

mengalami penyakit hipertensi karena seseorang tersebut tidak mengalami tanda

gejala yang menunjukkan adanya hipertensi, oleh sebab itu hipertensi sering disebut

dengan sillent killer (Smeltzer dan Bare, 2007).

Beberapa faktor yang berperan dalam terjadinya hipertensi meliputi faktor mayor

yaitu faktor risiko yang tidak dapat dikendalikan dan faktor minor yaitu faktor risiko

yang masih dapat dikendalikan. Keturunan, ras, jenis kelamin, dan usia merupakan

faktor risiko yang tidak dapat dikendalikan (mayor). Sedangkan kurang olahraga,

merokok, pola pikir, pekerjaan, obesitas, minum kopi, alkohol, pola makan, stress

merupakan faktor risiko yang masih dapat dikendalikan (minor) (Andria,

2013).Upaya penanganan terhadap penderita hipertensi dititik beratkan pada faktor

yang masih bisa dikendalikan seperti mengubah gaya hidup yang negatif dari

penderita hipertensi itu sendiri. Gaya hidup negatif dapat dipengaruhi oleh pola pikir

yang kurang baik misalnya karena beban dalam pikiran yang menumpuk dan

mekanisme koping yang kurang baik sehingga lama kelamaan mengakibatkan stress.

Stres atau ketegangan emosional dapat mempengaruhi system kardiovaskular. Secara

psikologis stress dapat meningkatkan tekanan darah, oleh sebab itu penderita

hipertensi harus mampu mengendalikan emosi (Marliani, 2007).

Kecerdasan emosional merupakan suatu kemampuan yang dimiliki seseorang

untuk memantau, mengenali, mengendalikan emosi diri sendiri dan orang lain serta

mampu menggunakan perasaan yang dimilikinya untuk mengarahkan pikiran dan

tindakan orang lain (Goleman, 2001). Dalam kehidupan sehari-hari seperti

bermasyarakat, pengendalian emosi sangat penting karena dapat menciptakan

kehidupan yang lebih harmonis dan nyaman sehingga dapat meminimalkan stress

karena beban pikiran dan emosi yang tidak terkontrol. Kecerdasan emosional sangat

berpengaruh dalam semua aspek kehidupan mulai dari keluarga, pekerjaan, sampai

interaksi dengan lingkungan sosial (Notoatmodjo, 2012). Terdapat lima dimensi

kecerdasan emosional menurut Goleman (2005) yaitu meliputi mengetahui emosi

dalam diri sendiri, mengatur emosi diri sendiri, dapat memotivasi diri sendiri, dapat

mendukung dan memahami emosi orang lain, dan membina hubungan dengan orang

lain. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Kiki Mellisa Andria (2013) diperoleh

hasil ada hubungan antara stress dengan tingkat hipertensi, dalam penelitian tersebut

dijelaskan bahwa stress terjadi karena adanya permasalahan dalam keluarga seperti

4

masalah dengan anaknya, suaminya, maupun anggota keluarga yang lain. Dalam

setiap permasalahan, kebanyakan responden memilih untuk diam dan memendam

dalam hati daripada mengutarakan kepada orang lain atau mencurahkan isi hati

kepada orang lain untuk menemukan solusi.

Kecamatan Pacitan merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Pacitan yang

menjadi denyut nadi. Perekonomian dan Pemerintahan di Kabupaten Pacitan dengan

jumlah penduduk 76.512 jiwa. Kecamatan Pacitan merupakan wilayah yang

kepadatan penduduknya paling tinggi dibanding kecamatan lain di Kabupaten

Pacitan, kecamatan Pacitan memiliki penduduk yang heterogen dan sangat majemuk

serta memiliki keberagaman dalam tingkat sosial dan pendidikannya sehingga

kecamatan pacitan menjadi tolok ukur bagi kecamatan lain di Kabupaten Pacitan.

Menurut data Dinas Kesehatan Kabupaten Pacitan pada tahun 2011 menunjukkan

kasus hipertensi sebesar 4.805 kasus dari jumlah total penduduk kabupaten Pacitan

yaitu sebesar 576,392 jiwa (Dinas Kesehatan Kabupaten Pacitan, 2011). Kecamatan

Pacitan memiliki 20 desa dan 5 kelurahan, salah satu desa di kecamatan Pacitan

adalah Desa Tanjungsari.

Desa Tanjungsari merupakan salah satu desa di Kecamatan Pacitan yang

penduduknya paling tinggi menderita hipertensi. Berdasarkan studi pendahuluan

yang telah dilakukan peneliti pada tanggal 25 Oktober 2015 dengan jumlah 8

responden penderita hipertensi diambil dari 5 dusun yang terdapat di Desa

Tanjungsari yaitu Dusun Tanjung, Kebonredi, Bengkal, Gemulung, Ngledok. Peneliti

memperoleh 5 dari 8 responden tersebut mempunyai kecerdasan emosi yang rendah

dengan derajat hipertensi sedang dan berat.

Berdasarkan latar belakang diatas maka dirumuskan masalah sebagai berikut “

apakah ada hubungan kecerdasan emosional dengan derajat hipertensi di Desa

Tanjungsari, Kecamatan Pacitan?”

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif menggunakan jenis penelitian

Deskriptif Korelatif. Rancangan penelitian menggunakan rancangan Cross Sectional

yang merupakan rancangan yang diteliti pada saat yang bersamaan (sekali waktu)

dengan meakukan pengukuran, pengamatan, dan pengumpulan data untuk mencari

hubungan antara variabel bebas (faktor resiko) dengan variabel terikat (faktor efek)

(Hidayat, 2011 dan Notoatmodjo, 2010).

Penelitian dilakukan di Desa Tanjungsari Kecamatan Pacitan Kabupaten Jawa

Timur pada bulan April 2016. Populasi penelitian adalah masyarakat Desa

Tanjungsari, Pacitan yang menderita hipertensi sebanyak 102 orang. Sampel

5

penelitian sebanyak 50 orang dengan teknik proporsional random sampling.

Pengumpulan data penelitian menggunakan kuesioner dan tensi meter. Analisis data

penelitian menggunakan analisis univariat yang mendeskripsikan masing-masing

variabel penelitian menggunakan tabel, dan analisis bivariat untuk menganalisis

hubungan kecerdasan emosional dengan tingkat hipertensi menggunakan uji korelasi

Rank Spearman. Analisis penelitian ini menggunakan bantuan program komputer

SPSS 20.00 for Windows.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Univariat

Distribusi Frekuensi Kecerdasan Emosional

Data kecerdasan emosional diperoleh dari jawaban responden terhadap 48 item

pertanyaan kecerdasan emosional. Berdasarkan hasil analisis skor kecerdasan

emosional diperoleh skor terendah 118, tertinggi 153, rata-rata 131,82 dan standar

deviasi sebesar 5,92. Tingkat kecerdasan emosional dibagi menjadi dua kategori

berdasarkan nilai rata-rata skor kecerdasan emosional, yaitu rendah jika skor kurang

dari rata-rata dan tinggi jika skor lebih atau sama dengan rata-rata. Selanjutnya

berdasarkan tingkat kecerdasan emosional, distribusi frekuensi kecerdasan emosional

responden adalah sebagai berikut.

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Kecerdasan Emosional

No Kecerdasan emosional Frekuensi Persentase (%)

1

2

Rendah

Tinggi

27

23

54

46

Total 50 100

Distribusi frekuensi tingkat kecerdasan emosional responden menunjukan

responden yang memiliki tingkat kecerdasan emosional tinggi sebanyak 29 responden

(58%) dan responden yang memiliki tingkat kecerdasan emosional rendah sebanyak

21 responden (42%).

Distribusi Frekuensi Derajat Hipertensi

Data derajat hipertensi diukur melalui nilai tekanan darah sistol dan diastol. Hasil

pengumpulan data tekanan darah sistol diperoleh tekanan darah terendah 140 mmHg,

tertinggi 220 mmHg, rata-rata 156,80 mmHg, dan standar deviasi 18,00 mmHg.

Sedangkan data tekanan darah diastole diperoleh tekanan darah terendah 70 mmHg,

6

tertinggi 140 mmHg, rata-rata 91,20 mmHg, dan standar deviasi 12,60 mmHg.

Selanjutnya distribusi frekuensi derajat hipertensi responden adalah sebagai berikut.

Tabel 2.. Distribusi Frekuensi Derajat Hipertensi

No Derajat Hipertensi Frekuensi Persentase (%)

1

2

3

Derajat I (ringan)

Derajat II (sedang)

Derajat III (berat)

29

13

8

58

26

16

Total 50 100

Distribusi frekuensi derajat hipertensi menunjukkan distribusi tertinggi adalah

derajat I (ringan) sebanyak 29 responden(58%), sedangkan distribusi terendah adalah

derajat III (berat) sebanyak 8 responden (16%).

Analisis Bivariat

Pengujian bivariat dilakukan menggunakan uji Rank Spearman pada tingkat

signifikansi 5% menggunakan bantuan program SPSS 20.00 for Windows.

Selanjutnya hasil uji korelasi Rank Spearman hubungan kecerdasan emosional

dengan derajat hipertensi di Desa Tanjungsari, Kecamatan Pacitan tahun 2015 adalah

sebagai berikut.

Tabel 3. Distribusi Frekuensi Derajat Hipertensi

Kecerdasan

emosi

Derajat Hipertensi

Derajat I Derajat II Derajat III Total

Frek % Frek % Frek % Frek %

Rendah 12 44 8 30 7 26 27 100

Tinggi 17 73 5 22 1 4 23 100

Total 29 58 13 26 8 16 50 100

rs = -0,330

p-value = 0,019

Keputusan = H0 ditolak

Tabulasi silang derajat hipertensi ditinjau dari kecerdasan emosi menunjukkan

pada responden yang memiliki kecerdasan emosi rendah sebagian besar memiliki

derajat hipertensi derajat I sebanyak 12 responden (44%), selanjutnya derajat II

sebanyak 8 responden (30%) dan derajat III sebanyak 7 responden (26%). Sedangkan

pada responden dengan kecerdasan emosi tinggi sebagian besar memiliki derajat

hipertensi derajat I sebanyak 17 responden (73%), selanjutnya derajat II sebanyak 5

responden (22%) dan derajat III sebanyak 1 responden (4%). Berdasarkan nilai

7

persentasi responden pada masing-masing derajat hipertensi menunjukkan responden

yang memiliki kecerdasan emosi tinggi cenderung memiliki derajat hipertensi lebih

rendah dibandingkan responden dengan kecerdasan emosi rendah.

Hasil uji korelasi Rank Spearman hubungan kecerdasan emosional dengan derajat

hipertensi di Desa Tanjungsari, Kecamatan Pacitan tahun 2015 diperoleh nilai

korelasi (rs) sebesar -0,330 dengan tingkat signifikansi (p-value) 0,019. Nilai p-value

uji lebih kecil dari 0,05 (0,019 < 0,05) sehingga keputusan uji adalah H0 ditolak yang

bermakna terdapat hubungan kecerdasan emosional dengan derajat hipertensi di Desa

Tanjungsari, Kecamatan Pacitan tahun 2015, yaitu semakin tinggi kecerdasan

emosional maka semakin rendah derajat hipertensinya.

Pembahasan

Distribusi Frekuensi Kecerdasan Emosional

Distribusi frekuensi tingkat kecerdasan emosional responden menunjukan sebagian

besar memiliki tingkat kecerdasan emosional dalam kategori rendah. Kecerdasan

emosional adalah kesadaran diri, kontrol diri, empati dan sensitifitas terhadap

perasaan orang lain yang merupakan suatu percampuran antara keahlian dan

kemampuan yang dimiliki oleh tiap individu (Invancevich, Konopaske, Matteson,

2005). Robbins (2001) juga berpendapat bahwa kecerdasan emosional adalah

sekumpulan keahlian, kemampuan, ketrampilan, dan kompetisi non kognitif yang

digunakan untuk menyelesaikan kebutuhan dalam diri individu masing-masing serta

pengaruh dalam lingkungan.

Tingkat kecerdasan yang rendah dipengaruhi oleh beberapa hal salah satunya

yaitu umur responden. Distribusi umur responden menunjukkan bahwa sebagian

besar adalah lansia. Urry & Gross (2010) mengemukakan bahwa penuaan secara

umum diikuti oleh penurunan kemampuan fisik, kognitif, dan dimensi social.

Penurunan kemampuan kognitif pada lansia berdampak pada terjadinya penurunan

kemampuan menganalisis situasi yang dihadapi oleh lansia. Lansia yang tergolong

dalam kelompok madya dan tua (old) mengalami penurunan dalam menilai ulang

situasi yang dia alami, sehingga menyebabkan penilaiannya terhadap suatu situasi

menjadi berkurang.

Pendapat serupa dikemukakan oleh Charles & Carstensen (2010) yang

mengemukakan bahwa secara fundamental terjadi penurunan fungsi sosial dan

emosional seiring peningkatan usia. Perubahan fungsi social dan emosional tidak

berubah pada umur tertentu, namun ketika memasuki masa lanjut usia terjadi

peningkatan emosi yang negatif seiring penurunan kemampuan fisiologis, kognitif

8

dan emosional lansia (hingga umur lansia yang sangat tua atau very old age) struktur

social pada lansia menjadi berubah. Seiring penurunan kemampuan fisik dan

emosional, maka kemampuan lansia memahami suatu situasi menurun sehingga

berpengaruh terhadap kemampuan emosionalnya, karena sebenarnya kemampuan

emosional lansia terjadi karena kombinasi kemampuan fisik dan emosional lansia.

Pendapat sedikit berbeda dikemukakan oleh (The Foundation or European in

Initiatives, 2015) yang menyatakan bahwa pada umumnya seiring pertambahan umur,

maka kecerdasan emosional akan bertambah, namun ternyata tidak semua komponen

atau aspek kecerdasan emosional mengalami peningkatan. Beberapa aspek

kecerdasan emosional tidak meningkat seiring peningkatan usia, sehingga perlu

dibangun melalui beberapa latihan yang mampu meningkatkan kecerdasan emosional

seseorang seperti mengikuti pelatihan manajemen stress dan melakukan beberapa

aktivitas yang dapat merilekskan pikiran.

Distribusi Frekuensi Derajat Hipertensi

Distribusi frekuensi derajat hipertensi menunjukkan distribusi tertinggi adalah derajat

I (ringan) (58%). Beberapa faktor yang berhubungan dengan derajat hipertensi yaitu

faktor keturunan, obesitas, stress, kebiasaan merokok, konsumsi alkohol dan kopi.

Selain faktor-faktor tersebut, Tambayong (2000) mengklasifikasikan 5 penyebab

hipertensi yaitu umur, jenis kelamin, ras, pola hidup, dan diabetes melitus.

Notoatmodjo (2007) menyatakan ada beberapa aspek sosial yang mempengaruhi

status kesehatan seseorang, antara lain adalah: umur, jenis kelamin, pekerjaan dan

sosial ekonomi. Artinya keempat aspek sosial tersebut dapat mempengaruhi status

kesehatan responden salah satunya adalah derajat hipertensinya. Dari beberapa faktor

tersebut, distribusi yang menyebabkan derajat hipertensi yang rendah pada penelitian

ini antara lain tingkat pekerjaan yang dimiliki oleh responden. Tingkat pekerjaan

seseorang berhubungan dengan pendapatan yang berdampak pada kemampuan orang

tersebut dalam memenuhi kebutuhan hidupnya termasuk kebutuhan kesehatan.

Beberapa penelitian juga menunjukkan adanya hubungan faktor umur dengan

derajat hipertensi. Hasil ini sebagaimana disimpulkan dalam penelitian Herke (2006)

yang meneliti karakteristik dan faktor yang berhubungan dengan hipertensi di Desa

Bocor, Kecamatan Bulus Pesantren, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah. Penelitian

ini menyimpulkan bahwa faktor yang berhubungan dengan hipertensi meliputi umur

(28,43 %), jenis kelamin (30,39%), tingkat penghasilan (51,95%), tingkat pendidikan

(35,29%), pekerjaan (44,11%), dan jumlah anak (42,15%), serta faktor makanan

(29,41%). Hubungan umur dengan hipertensi adalah penambahan usia menyebabkan

arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku karena itu darah pada setiap

9

denyut jantung dipaksa untuk melalui pembuluh yang sempit daripada biasanya dan

menyebabkan naiknya tekanan

Faktor lain yang dapat meningkatkan hipertensi yaitu stres. Faktor stres ini

merupakan salah satu faktor yang masih dapat dirubah, stres terjadi karena seseorang

kurang mampu mengendalikan kecerdasan emosionalnya. Tindakan yang dapat

dilakukan untuk meningkatkan kecerdasan emosi yaitu dengan cara melakukan

pelatihan kecerdasan emosional dan ketrampilan manajemen stres. Selain itu dapat

juga ditunjang dengan melakukan beberapa kegiatan seperti aktif dalam berolahraga,

relaksasi, mencari rasa nyaman dari orang lain, atau mencari dukungan emosional

dari orang-orang disekitar dan keluarga (Agung dan Budiani, 2013).

Hubungan Kecerdasan Emosional dengan Derajat Hipertensi

Hasil uji korelasi Rank Spearman hubungan kecerdasan emosional dengan derajat

hipertensi di Desa Tanjungsari, Kecamatan Pacitan tahun 2015 diperoleh nilai

korelasi (rs) sebesar -0,330 dengan tingkat signifikansi (p-value) 0,019. Nilai p-value

uji lebih kecil dari 0,05 (0,019 < 0,05) sehingga keputusan uji adalah H0 ditolak yang

bermakna terdapat hubungan kecerdasan emosional dengan derajat hipertensi di Desa

Tanjungsari, Kecamatan Pacitan tahun 2015, yaitu semakin tinggi kecerdasan

emosional maka semakin rendah derajat hipertensinya.

Hipertensi atau sering disebut dengan penyakit “darah Tinggi” merupakan suatu

kondisi penyakit dimana sesorang mengalami kenaikan tekanan darah tinggi baik

secara lambat maupun mendadak. Seseorang dinyatakan memiliki hipertensi jika

tekanan darah sistol 140 mmHg atau lebih (Agoes, 2011).

Menurut Smeltzer dan Bare (2002) ada berbagai macam faktor penyebab

hipertensi yaitu faktor keturunan, obesitas, konsumsi alkohol, kopi, dan tembakau

yang berlebih, konsumsi obat-obatan tertentu, dan stress. Faktor stress sangat

berpengaruh terhadap peningkatan tekanan darah tinggi karena terjadi pengeluaran

hormon aldosteron yang dapat menyebabkan penyempitan pembuluh darah pada saat

seseorang tersebut mengalami stress, kondisi seperti ini dapat menyebabkan

komplikasi hipertensi (Debora, 2011). Hubungan antara stress dengan tekanan darah

tinggi diduga melalui aktivitas saraf simpatis yang dapat meningkatkan tekanan darah

secara bertahap. Stres yang berkepanjangan seperti rasa tertekan, bingung, cemas,

murung, rasa marah, rasa dendam, rasa takut dan bersalah dapat merangsang kelenjar

anak ginjal, melepas hormon adrenalin, dan memacu jantung berdenyut lebih cepat

dan kuat sehingga tekanan darah akan meningkat (Mahendra, 2004 dalam Hermawan,

10

2014). Setara dengan penelitian Hermawan (2014) bahwa apabila tingkat stres tidak

terkendali maka akan meningkatkan resiko terjadinya peningkata tekanan darah dan

stres yang dibiarkan berkepanjangan akan berakibat tekanan darah tetap tinggi atau

meningkat.

Salah satu pemicu terjadinya peningkatan tekanan darah pada pasien hipertensi

adalah stress. Stress merupakan suatu tanggapan atau reaksi tubuh terhadap berbagai

tuntutan atau beban yang bersifat non spesifik. Stress ini juga bisa menjadi faktor

pencetus dan penyebab dari suatu gangguan atau penyakit. Dalam kondisi ini faktor-

faktor psikologis mempunyai cukup peran bagi terjadinya stress pada diri seseorang

serta dapat meningkatkan tekanan darah, maka dari itu penderita hipertensi harus

mampu mengendalikan emosinya (Marliani, 2007). Emosi merupakan suatu perasaan

atau pikiran-pikiran khas pada suatu keadaan psikologis dan biologis pada

serangkaian kecenderungan untuk bertindak, seseorang dapat mengendalikan

emosinya jika seseorang tersebut memiliki kecerdasan emosional yang baik dalam

dirinya (Goleman, 2000).

Kecerdasan emosional merupakan suatu kemampuan yang dimiliki seseorang

untuk memantau, mengenali, megendalikan emosi diri sendiri dan orang lain serta

mampu menggunakan perasaan yang dimilikinya untuk mengarahkan pikiran dan

tindakan orang lain (Goleman, 2001). Dalam kehidupan sehari-hari seperti

bermasyarakat, pengendalian emosi sangat penting karena dapat menciptakan

kehidupan yang lebih harmonis dan nyaman sehingga dapat mengurangi stress karena

beban pikiran dan emosi yang tidak terkontrol. Kecerdasan emosional sangat

berpengaruh dalam semua aspek kehidupan mulai dari keluarga, pekerjaan, sampai

interaksi dengan lingkungan sosial (Notoatmodjo, 2012).

Kecerdasan emosional seseorang merupakan kemampuan seseorang untuk

memahami, mengatur dan menerima emosi dan selanjutnya berperan terhadap

pengaturan (promosi) mental, social dan kesehatan. Emosi seseorang memotivasi

orang tersebut untuk melakukan tindakan yang sesuai dengan kebutuhannya (Schutte,

et.al, 2007).

Terdapat lima dimensi kecerdasan emosional menurut Goleman (2005) yaitu

meliputi mengetahui emosi dalam diri sendiri, mengatur emosi diri sendiri, dapat

memotivasi diri sendiri, dapat mendukung dan memahami emosi orang lain, dan

membina hubungan dengan orang lain. Semakin cerdas seseorang secara emosional,

maka kemampuannya untuk mengendalikan dirinya terhadap tekanan atau stressor

semakin baik. Hal tersebut sebagaimana dikemukakan oleh Suyono (2004) yang

menyatakan bahwa tekanan emosional seseorang mempengaruhi adanya tekanan pada

saraf simpatif yang dapat meningkatkan tekanan darah secara sistematis. Pendapat

11

lain dikemukakan oleh Marliani (2007) yang mengemukakan bahwa dalam dinding

jantung dan pembuluh darah terhadap reseptor yang menanggapi adanya perubahan

emosi seseorang, informasi dari reseptor tersebut akan dikirim ke otak untuk

menentukan mengeluarkan hormon dan enzim yang mempengaruhi kerja jantung,

pembuluh darah, dan ginjal.

Penelitian yang dilakukan oleh Ryan dan Abi (2011) tentang hubugan stress

dengan kekambuhan hipertensi menyimpulkan bahwa ada hubungan antara tingkat

stress dengan kekambuhan pasien hipertensi di Puskesmas Bendosari Sukoharjo.

Penelitian ini menunjukkan semakin tinggi tingkat stress maka kekambuhan

hipertensinya semakin tinggi.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Kiki Mellisa Andria (2013) diperoleh hasil

ada hubungan antara stress dengan tingkat hipertensi, dalam penelitian tersebut

dijelaskan bahwa stress terjadi karena adanya permasalahan dalam keluarga seperti

masalah dengan anaknya, suaminya, maupun anggota keluarga yang lain. Dalam

setiap permasalahan, kebanyakan responden memilih untuk diam dan memendam

dalam hati daripada mengutarakan kepada orang lain atau mencurahkan isi hati

kepada orang lain untuk menemukan solusi.

Hubungan kecerdasan emosional dengan perilaku kesehatan sebagaimana

dihasilkan dalam penelitian Bhochhibhoya & Brancum (2015) tentang kecerdasan

emosional dalam promosi kesehatan publik dan pendidikan. Penelitian ini

menyimpulkan bahwa kecerdasan emosional seseorang membantu orang tersebut

untuk melakukan promosi kesehatan sesuai dengan kebutuhannya.

PENUTUP

Simpulan

1. Kecerdasan emosional di Desa Tanjungsari, Kecamatan Pacitan sebagian besar

memiliki kecerdasan emosional yang rendah.

2. Derajat hipertensi di Desa Tanjungsari, Kecamatan Pacitan sebagian besar adalah

derajat I (ringan).

3. Terdapat hubungan yang signifikan antara kecerdasan emosional dengan derajat

hipertensi di Desa Tanjungsari, Kecamatan Pacitan.

Saran

1. Bagi Pasien Hipertensi

Pasien hipertensi hendaknya meningkatkan pengendalian emosinya dengan cara

dapat memahami emosi diri sendiri, melakukan pengandalian diri, dapat

memotifasi diri sendiri, mendukung dan memahami emosi orang lain, serta

12

melakukan ketrampilan social dalam hidup bermasyarakat, upaya lain dalam

menangani hipertensi yang dapat dilakukan yaitu dengan melakukan upaya-

upaya yang dapat mengontrol tekanan darah, misalnya menghindari stress,

mengikuti pola hidup yang disyaratkan bagi pasien hipertensi serta melakukan

pengobatan secara rutin, sehingga dapat menekan atau mengendalikan derajat

hipertensinya.

2. Bagi Puskesmas

Petugas Puskesmas hendaknya melakukan upaya-upaya untuk meningkatkan

kesadaran masyarakat terhadap pengendalian hipertensi yaitu dengan melakukan

penyuluhan atau pemberian famlet tentang pengendalian hipertensi kepada

masyarakat. Sebaiknya petugas puskesmas lebih memperhatikan kecerdasan

emosional dari masing-masing penderita hipertensi untuk mengetahui apakah

hipertensi tersebut diakibatkan dari masalah fisiologis tubuh atau kecerdasan

emosionalnya yang rendah. Langkah-langkah yang dilakukan antara lain

puskesmas melakukan pelatihan-pelatihan atau pendidikan kesehatan kepada

penderita hipertensi tentang cara pengendalian emosi, sehingga kecerdasan

emosional pasien hipertensi lebih baik.

3. Bagi Perawat

Hasil penelitian ini dapat menjadi penguat teori keperawatan khususnya tentang

hubungan kecerdasan emosional dengan derajat hipertensi. Perawat diharapkan

memiliki kepekaan terhadap keadaan di masyarakat khususnya pasien hipertensi,

sehingga perawat mengupayakan meluangkan waktunya untuk memperhatikan

masyarakat disekitar tempat tinggalnya apabila terdapat yang mengalami

hipertensi, perawat dapat memberikan masukan-masukan baik dari segi

pengetahuan hipertensi maupun cara pengendalian emosional, sehingga dapat

mengelola emosionalnya dan menekan peningkatan derajat hipertensinya.

4. Bagi Peneliti Selanjutnya

Peneliti selanjutnya yang akan meneliti dengan tema sejenis hendaknya

menambahkan faktor-faktor lain yang berhubungan dengan derajat hipertensi

sehingga diketahui faktor apakah yang paling dominan berhubungan dengan

derajat hipertensi.

DAFTAR PUSTAKA

Agoes, H. A, 2011. Penyakit Diusia Tua. EGC: Jakarta

13

Agung, Gema., Budiani, Meita Santi. 2013. Hubungan Kecerdasan Emosional dan

Self Efficacy dengan Tigkat Stres Mahasiswa yang Sedang Mengerjakan

Skripsi. Jurnal Psikologi Vol 01, No. 02.

Andria, Kiki Melisa. (2013). Hubungan Antara Perilaku Olahraga, Stress, dan Pola

Makan dengan Tingkat Hipertensi pada Lanjut Usia di Posyandu Lansia

Kelurahan Gebang Putih Kecamatan Sukolilo Kota Surabaya. Jurnal Promkes

Vol.1, No.2.

Apriany, Rista Emiria Afrida. (2012). Asupan Protein, Lemak Jenuh, Natrium, Serat

dan IMT Terkait Dengan Tekanan Darah Pasien Hipertensi di RSUD

Tugurejo Semarang. Skripsi.

Bhochhibhoya, A & Brancum, P. (2015). Emotional intelligence: a place in public

health promotion and education. Paediatrics and Health 2015. Department of

Health and Exercise Science, The University of Oklahoma, Oklahoma 73019,

USA.

Charles, S & Carstensen, LL. (2010). Sosial and Emotional Aging. Annu Rev

Psychol. 2010 ; 61: 383–409. Department of Psychology and Social Behavior,

University of California, Irvine, Department of Psychology, Stanford

University

Debora, Oda (2011). Proses Keperawatan dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta : Salemba

medika.

Dinas Kesehatan Kabupaten Pacitan. (2011). Laporan Riset Kesehatan Dasar tahun

2011. Pacitan : Dinas Kesehatan Kabupaten Pacitan.

Goleman, Daniel (2001), Emotional Intelligense Untuk Mencapai Puncak Prestasi,

Alih bahasa : Alex Tri K.W, PT. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Goleman, Daniel (2005). Emotional Intelligence. New York: Bantam Dell.

Goleman, Daniel (2000). Kecerdasan Emosional. Jakarta : PT Gramedia Pustaka

Utama.

Goleman, Daniel (2003). Kecerdasan Emosional, Terjemahan T. Hermaya, Cetakan

XIII. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Hermawan, Fajar. 2014. Hubungan Tingkat Stres dengan Tekanan Darah pada Lansia

Hipertensi di Gumping Sleman Yogyakarta. STIKES Aisyiyah Ygyakarta.

Skripsi

14

Hidayat, A. Aziz Alimul (2011). Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis

Data. Jakarta : Salemba Medika.

Infodatin. (2013). Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan Republik

Indonesia Hipertensi. Jakarta.

Ivancevich, J.M., Konopaske, R., Matteson, M.T (2005). Organizational behavior

and management. North America : McGraw-Hill.

Kemenkes RI. (2014). INFODATIN HIPERTENSI. Jakarta Selatan: Pusat Data dan

Informasi Kementerian Kesehatan RI.

Kurniawidjaja, L. M. 2007. Promosi Kesehatan Pekerja. Bina Kesehatan Kerja

Departemen Kesehatan Republik Indonesia: Jakarta.

Marliani, L., & Tantan (2007). 100 Question & Answer Hipertensi. Jakarta: Elex

Media Komputindo.

Muhlisin, Abi.,Laksono, Ryan Adi. 2011. Analisa Pengaruh Faktor Stres Terhadap

Kekambuhan Penderita Hipertensi di Puskesmas Bendosari Sukoharjo.

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional Kesehatan, ISSN : 2338-2694.

Notoatmodjo, S. (2007). Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Rineka Cipta.

Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta

Notoatmodjo, S. (2012). Promosi Ksehatan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka

Cipta.

Pujiyanto (2007). Faktor Sosio Ekonomi yang Mempengaruhi Kepatuhan Minum

Obat Antihipertensi. Jurnal Kesehatan Masyarakat. Volume 3, No. 3,

Desember 2008

Robbins, S.P (2001). Organizational Behavior. USA : Prentice Hall International.

Roslina. 2008. Analisa Determinan Hipertensi Esensial di Wilayah Kerja Tiga

Puskesmas Kabupaten Deli Serdang Tahun 2007. Tesis. Medan: Pasca Sarjana

USU.

Schutte N. S, Malouff J. M, Thorsteinsson E. B, Bhullar N and Rooke S. E. 2007. A

meta-analytic investigation of the relationship between emotional intelligence

and health. Personality and Individual Differences. 42:921-933

Sigarlaki, J.O.Herke. (2006). Karakteristik dan Faktor Berhubungan dengan

Hipertensi di Desa Bocor, Kecamatan Bulus Pesantren Kabupaten Kebumen,

Jawa Tengah, Tahun 2006. Makara Kesehatan. Volume 10 No.2

15

Smeltzer, Suzanne C ; Bare, Brenda G (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal

Bedah. Jakarta : EGC

Suyono, S. (2004). Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid II. FKUI. Jakarta: Balai Pustaka.

Urry, HL & Gross, J.J. (2010). Emotional Regulation in Older Age. Current

Directions in Psychological Science. Tufts University and 2 Stanford

University 19(6) 352-357.

Wahyu, 2003. Peran diuretik pada terapi hipertensi, khusus terapi kombinasi; dalam

naskah lengkap The 4th Jakarta Nephrology and Hypertension Course and

Symposium of Hypertension. Jakarta: Perhimpunan Negrologi Indonesia;

2004.

World Health Organization. (2010). Informasi Kesehatan. Diakses melalui:

http//www.infokes.com. Pada tanggal 15 Oktober 2015.

World Health Organization. (2012). Global Health Observatory : Raised blood

pressure (situation and trends). Diakses melalui:

http://www.who.int/gho/ncd/risk_factors/blood_pressure_

prevalence_text/en/index.html. diakses pada tanggal 21 Oktober 2015.

World Health Organization. (2014). Mean Systolic Blood Pressure. Diakses melalui

apps.who.int/gho/data/view.main.12467REG?lang=en. Diakses pada tanggal

16 November 2015.

*Poppy Driyan Rahmadesi: Mahasiswa S1 Keperawatan FIK UMS. Jln. A Yani

Tromol Post 1 Kartasura

**Arief Wahyudi Jadmiko, S.Kep., Ns., M.Kep: Dosen Keperawatan FIK UMS.

Jln. A Yani Tromol Post 1 Kartasura