hubungan intertekstual novel misteri cincin yang...

131
HUBUNGAN INTERTEKSTUAL NOVEL MISTERI CINCIN YANG HILANG KARYA S. MARA GD DAN NOVEL KUBUR BERKUBAH KARYA AGATHA CHRISTIE Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia Program Studi Sastra Indonesia Oleh Debby Agustini NIM: 054114020 PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2009

Upload: others

Post on 16-Feb-2021

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • HUBUNGAN INTERTEKSTUAL NOVEL MISTERI CINCIN

    YANG HILANG KARYA S. MARA GD DAN NOVEL KUBUR BERKUBAH

    KARYA AGATHA CHRISTIE

    Skripsi

    Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

    Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia

    Program Studi Sastra Indonesia

    Oleh

    Debby Agustini

    NIM: 054114020

    PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA

    JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA

    UNIVERSITAS SANATA DHARMA

    YOGYAKARTA

    2009

  • i

    HUBUNGAN INTERTEKSTUAL NOVEL MISTERI CINCIN

    YANG HILANG KARYA S. MARA GD DAN NOVEL KUBUR BERKUBAH

    KARYA AGATHA CHRISTIE

    Skripsi

    Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

    Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia

    Program Studi Sastra Indonesia

    Oleh

    Debby Agustini

    NIM: 054114020

    PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA

    JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA

    UNIVERSITAS SANATA DHARMA

    YOGYAKARTA

    2009

  • ii

  • iii

  • iv

    A Woman Prayer I pray for a man That will be a part of my life A man that really loves You more than everything A man that will take me in the second place of his heart A man that lives not for his self but for You Face and physical attraction are not important The most important is I want a heart that really loves and thirsty of You And has desire to be like Jesus And he must know for whom and for what he lives So his life is not useless Someone that has a wise heart not only smart brain A man that not only loves me, but also respect me A man that not only can adore me, but can warn me when I am wrong A man that loves me not from my smooth levels but from my heart A man can be my best friend in any time and situation A man that makes me feel a women when I am beside him I am not asking for a perfect he But I ask for an important he So I can make he perfect in Your eyes A man that needs my support for the strength A man that needs my prayer for his life A man that needs my smile to cover his sadness A man that needs my love so he could feel love A man that needs me to make he life

    And I also ask Make me women that can made he proud Give me a heart that really love You So I could love him with Your love, not love him with my love Give me Your gentle spirit So my personality does not come from my outside, but came from You Give me Your hands that I always be able to pray for him Give me Your eyes so I could so many good things in him not the bad ones Give me Your mouth that is filled with Your words of wisdom and encourage So I could support him everyday Give me Your lips and I will smile at the every time And I want that when we finally meet both of us can say How great thou art Thank you give me someone that can make me like perfect I know that You want us to meet at the right time Amen

    Dedicated for: My lovely husband

    My parents My little brothers

  • v

    PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

    Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak

    memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam

    kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.

    Yogyakarta, 12 Mei 2009

    Penulis

    Debby Agustini

  • vi

    LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

    PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

    Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

    Nama : Debby Agustini

    Nomor Mahasiswa : 054114020

    Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan

    Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

    ”HUBUNGAN INTERTEKSTUAL NOVEL MISTERI CINCIN YANG

    HILANG KARYA S. MARA GD DAN NOVEL KUBUR BERKUBAH

    KARYA AGATHA CHRISTIE”

    beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan

    kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak menyimpan, mengalihkan

    dalam bentuk lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan

    secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk

    kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan

    royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

    Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.

    Dibuat di Yogyakarta

    Pada tanggal 5 Juni 2009

  • vii

    KATA PENGANTAR

    Penulis mengucapkan syukur kepada Tuhan yang Mahaesa karena berkat

    kasih-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik untuk memenuhi

    dan melengkapi syarat guna mencapai gelar Sarjana Sastra pada Fakultas Sastra

    Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

    Besarnya tantangan yang dihadapi menyebabkan penulis memohon

    bantuan dari berbagai pihak. Dengan segala hormat, penulis hendak

    menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat:

    1. Ibu SE. Peni Adji, S.S, M.Hum, selaku dosen pembimbing I yang dengan

    kesabaran dan kesungguhan membimbing dan mengarahkan dalam

    penyusunan skripsi ini.

    2. Ibu Dra. Fr. Tjandrasih Adji, M.Hum, selaku dosen pembimbing II yang telah

    meluangkan waktunya untuk membimbing dan mengarahkan penulis sehingga

    skripsi ini dapat terselesaikan.

    3. Bapak Drs. B. Rahmanto, M.Hum, selaku dosen penguji.

    4. Para dosen dan staf di Fakultas Sastra Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

    5. Mama dan adik-adik yang menjadi motivasi penulis menyelesaikan skripsi.

    6. Un_tha, suami tercinta yang selalu memberikan seluruh waktu dan cintanya

    untuk mendampingi dan memberi semangat penulis.

    7. Pakdhe, Vika, dan Snoopy yang rela meminjamkan komputer dan printer.

    8. Seluruh mahasiswa Prodi Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma

    angkatan 2005.

    9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

  • viii

    Akhirnya, dengan penuh kesadaran penulis menyadari segala kekurangan

    yang ada dalam skripsi ini. Untuk itu, demi perbaikan skripsi ini, kritik dan saran

    yang membangun akan peneliti terima dengan senang hati. Semoga skripsi ini

    dapat memberikan manfaat bagi pembaca.

    Penulis

  • ix

    ABSTRAK

    Agustini, Debby. 2009. Hubungan Intertekstual Novel Misteri Cincin yang Hilang Karya S. Mara Gd dan Novel Kubur Berkubah Karya Agatha Christie. Skripsi. Yogyakarta: Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma.

    Prinsip intertekstual didasari asumsi bahwa setiap teks baru akan bermakna penuh jika dihubungkan dengan teks lain. Dalam hal ini, penulis menemukan keterkaitan antara novel Misteri Cincin yang Hilang (MCH) karya S. Mara Gd dan novel Kubur Berkubah (KB) karya Agatha Christie dalam tiga unsur intrinsiknya, yakni plot, tokoh dan penokohan, dan tema. Kajian ini bertujuan menganalisis ketiga unsur tersebut dalam kedua novel dan meneliti bentuk-bentuk hubungan intertekstualnya.

    Dalam penelitian ini, digunakan pendekatan objektif dalam menganalisis struktur kedua novel tersebut dan pendekatan intertekstual untuk mengkaji hubungan di antara struktur kedua novel. Dalam menjalankan penelitian ini, penulis menggunakan metode analisis untuk menguraikan objek penelitian dan metode deskriptif untuk menjelaskannya dan menyajikannya.

    Analisis struktural terhadap kedua novel tersebut menghasilkan pemahaman yang mendalam tentang struktur yang membangun cerita di dalamnya. Kajian intertekstual pada kedua novel tersebut menunjukkan adanya hubungan intertekstual pada unsur plot yang terdapat dalam lima motif, unsur tokoh dan penokohan yang terdapat dalam empat tokoh yang mempunyai peran yang sama, dan unsur tema dalam empat tema minor dan (satu) tema mayor. Novel MCH telah mentransformasikan novel KB yang menjadi hipogramnya. Dalam transformasi tersebut, terdapat beberapa kesamaan dan perbedaan. Kesamaan yang ada merupakan wujud dari penerusan konvensi, yaitu pola pemplotan yang sama dengan memunculkan beberapa motif yang sama, adanya tokoh pemicu terbongkarnya kasus kejahatan, saksi yang terbunuh, tokoh pemecah masalah, dan pelaku utama kejahatan, serta kesamaan pada tema mayor. Perbedaan yang ada merupakan bentuk penyimpangan yang terkait dengan latar sosial-budaya yang berbeda dan menjadi wujud daya kreativitas dan konsep estetika yang tersendiri. Adapun perbedaan dan variasi itu tampak pada motif pembunuhan saksi-saksi, motif penuduhan terhadap orang yang tidak bersalah, penokohan pelaku utama kejahatan, tokoh pemecah masalah, serta tema minor.

  • x

    ABSTRACT

    Agustini, Debby. 2009. Intertextual Relationship Between Novel Misteri Cincin yang Hilang By S. Mara Gd and Novel Kubur Berkubah By Agatha Christie. Thesis. Yogyakarta: Department of Indonesian Literature, Faculty of Literature, Sanata Dharma University.

    Concept of intertextuality is build with an assumption that every text will get its significance in relation with other text. In this case, the writer found referentiality between Misteri Cincin yang Hilang (MCH) S. Mara Gd and Kubur Berkubah (KB) Agatha Christie on its three instrinsical elements, which are plot, character and characterization, and theme. This study aims to analyze those three elements in both novels and study the referentiality.

    In this study, I use objective approach to analyze structural aspect of both novels and intertextual approach to study the relationship of the structure in both novels. To do this study, I use method of analyze to disentangle the object of the study and descriptive method to explain and deliver the result of analysis.

    Structural analysis toward both novels results on deep understanding about the structure constructing story in both novels. The study of intertextuality on both novels shows the intertextual relationship on plot element which is on five motives, character and characterization element on four character which have same function, and theme element which is on four minor themes and (a) major theme. MCH has already transformed KB as its hypogram. In this transformation, there are several similarities and differences. The similarities exist are form of convention continuity (affirmation), that are same plotting model in where several similar motives appear, existing of character of case disclosure’s triggerer, murdered witness, problem solver, and the main criminal, and the same major theme. The differences exist are form of deviation which has relation with different sociological-cultural background and become shape of creativity and apart esthetical concept. While the differences and variations appear on motif of witnesses murder, motif of accession toward unguilty person, characterization of main criminal, character of problem solver, and minor theme.

  • xi

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i

    HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ...........................................ii

    HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................iii

    HALAMAN PERSEMBAHAN........................... ........................................ iv

    PERNYATAAN KEASLIAN KARYA............ ............................................v

    LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA

    ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS……...……………… vi

    KATA PENGANTAR .................................................................................vii

    ABSTRAK…….. .......................................................................................... ix

    ABSTRACT…..... ............................................................................................x

    DAFTAR ISI.................................................................................................xi

    BAB I PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang ................................................................................1

    1.2 Rumusan Masalah .. ........................................................................4

    1.3 Tujuan Penelitian...................................................................... ......4

    1.4 Manfaat Penelitian.................................................................... ......4

    1.5 Tinjauan Pustaka dan Landasan Teori ..... ......................................5

    1.5.1 Tinjauan Pustaka ... ......................................................................5

    1.5.2 Landasan Teori ............................................................................8

    1.5.2.1 Analisis Struktural ....................................................................8

    1.5.2.1.1 Plot ... .....................................................................................9

    1.5.2.1.2 Tokoh dan Penokohan .........................................................11

    1.5.2.1.3 Tema ....................................................................................13

    1.5.2.2. Kajian Intertekstual .... ...........................................................14

    1.6 Metode dan Teknik Penelitian ... ..................................................16

    1.6.1 Metode Penelitian ... ..................................................................16

    1.6.2 Teknik Pengumpulan Data ... .....................................................17

    1.6.3 Sumber Data ..............................................................................18

    1.7 Sistematika Penyajian ... ...............................................................18

  • xii

    BAB II ANALISIS STRUKTURAL NOVEL MISTERI CINCIN YANG HILANG

    KARYA S. MARA GD DAN NOVEL KUBUR BERKUBAH KARYA AGATHA

    CHRISTIE

    2.1 Pengantar ......................................................................................19

    2.2 Analisis Struktural Novel Kubur Berkubah.. ................................19

    2.2.1 Analisis Plot Novel Kubur Berkubah.........................................20

    2.2.1.1 Tahap Penyituasian .. ..............................................................20

    2.2.1.2 Tahap Pemunculan Konflik ... ................................................23

    2.2.1.3 Tahap Peningkatan Konflik.. ..................................................27

    2.2.1.4 Tahap Klimaks... .....................................................................28

    2.2.1.5 Tahap Penyelesaian... ..............................................................28

    2.2.1.6 Pembahasan Plot Novel Kubur Berkubah...............................31

    2.2.2 Analisis Tokoh dan Penokohan Novel Kubur Berkubah ... .......32

    2.2.2.1 Tokoh Protagonis... .................................................................32

    2.2.2.2 Tokoh Antagonis... ..................................................................35

    2.2.2.3 Tokoh Bawahan... ...................................................................36

    2.2.3 Analisis Tema Novel Kubur Berkubah... ...................................41

    2.2.3.1 Tema Minor.............................................................................41

    2.2.3.1.1 Keserakahan pada Harta Berakibat Buruk... ........................41

    2.2.3.1.2 Cinta Sejati Menuntut Kejujuran... ......................................42

    2.2.3.1.3 Bangunan Bersejarah Patut Dilestarikan..............................43

    2.2.3.1.4 Orangtua Seringkali Membela Anaknya Meski Bersalah... .45

    2.2.3.2 Tema Mayor: Kejahatan Walau Ditutup-tutupi akan

    Terbongkar Juga......................................................................... 46

    2.2.4 Keterkaitan Antarunsur Intrinsik................................................48

    2.3 Analisis Struktural Novel Misteri Cincin yang Hilang.................50

    2.3.1 Analisis Plot Novel Misteri Cincin yang Hilang .......................51

    2.3.1.1 Tahap Penyituasian .. ..............................................................51

    2.3.1.2 Tahap Pemunculan Konflik ... ................................................52

    2.3.1.3 Tahap Peningkatan Konflik.. ..................................................55

    2.3.1.4 Tahap Klimaks... .....................................................................59

  • xiii

    2.3.1.5 Tahap Penyelesaian... ..............................................................60

    2.3.1.6 Pembahasan Plot Novel Misteri Cincin yang Hilang.. ...........61

    2.3.2 Analisis Tokoh dan Penokohan Novel Misteri Cincin yang

    Hilang.........................................................................................62

    2.3.2.1 Tokoh Protagonis... .................................................................62

    2.3.2.2 Tokoh Antagonis... ..................................................................65

    2.3.2.3 Tokoh Bawahan... ...................................................................68

    2.3.3 Analisis Tema Novel Misteri Cincin yang Hilang.....................72

    2.3.3.1 Tema Minor.............................................................................72

    2.3.3.1.1 Keserakahan pada Harta Berakibat Buruk... ........................72

    2.3.3.1.2 Cinta Sejati Muncul dari Kejujuran... ..................................73

    2.3.3.1.3 Hubungan Sesama Jenis Tidak Diterima oleh Masyarakat...76

    2.3.3.1.4 Orangtua Seringkali Membela Anaknya Meski Bersalah... .77

    2.3.3.1.5 Bangunan Bersejarah Patut Dilestarikan..............................78

    2.3.3.2 Tema Mayor: Kejahatan Walau Ditutup-tutupi akan

    Terbongkar Juga...................................................................... 79

    2.3.4 Keterkaitan Antarunsur Intrinsik................................................81

    2.4 Rangkuman... ................................................................................83

    BAB III ANALISIS HUBUNGAN INTERTEKSTUAL NOVEL MISTERI

    CINCIN YANG HILANG KARYA S. MARA GD DAN NOVEL KUBUR

    BERKUBAH KARYA AGATHA CHRISTIE

    3.1 Pengantar ......................................................................................84

    3.2 Hubungan Intertekstual Unsur Plot .. ............................................85

    3.2.1 Motif Perkenalan Antartokoh ....................................................86

    3.2.2 Motif Pembunuhan Saksi-saksi .................................................87

    3.2.3 Motif Penyelidikan Kasus .. .......................................................88

    3.2.4 Motif Penuduhan terhadap Orang yang Tidak Bersalah .. .........89

    3.2.5 Motif Pembongkaran Kasus ......................................................90

    3.2.6 Kesimpulan .. .............................................................................91

  • xiv

    3.3 Hubungan Intertekstual Unsur Tokoh dan Penokohan .. ..............93

    3.3.1 Tokoh Pemecah Masalah .. ........................................................93

    3.3.2 Tokoh Pelaku Utama Kejahatan.................................................96

    3.3.3 Tokoh Saksi yang Terbunuh.. ....................................................97

    3.3.4 Tokoh Pemicu Terbongkarnya Kasus.. ......................................99

    3.3.5 Kesimpulan.. ............................................................................100

    3.4 Hubungan Intertekstual Unsur Tema.. ........................................102

    3.4.1 Tema: Orangtua Seringkali Membela Anaknya meski

    Anaknya Bersalah .................................................................... 103

    3.4.2 Tema: Keserakahan pada Harta Berakibat Buruk....................103

    3.4.3 Tema: Bangunan Bersejarah Patut Dilestarikan.. ....................104

    3.4.4 Tema: Cinta Sejati Ada dalam Kejujuran.. ..............................105

    3.4.5 Tema: Kejahatan Walau Ditutup-tutupi Akhirnya Terbongkar

    Juga .......................................................................................... 106

    3.4.6 Kesimpulan.. ............................................................................108

    3.5 Rangkuman: Kajian Hipogram.. .................................................109

    BAB IV PENUTUP

    4.1 Kesimpulan .... ............................................................................112

    4.2 Saran ...........................................................................................114

    DAFTAR PUSTAKA

  • BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Penulisan sebuah karya sastra tidak lepas dari sejarah sastra pada masa itu

    karena tidak ada sebuah karya sastra yang lahir dalam kekosongan situasi (Teeuw,

    1980:11). Hal inilah yang mendasari sebuah kajian intertekstual. Hubungan

    intertekstual dapat diartikan sebagai keterkaitan sejarah baik berupa pertentangan

    maupun persamaan antarsejumlah teks dengan asumsi sebuah teks merupakan

    transformasi teks lainnya (Pradopo, 1995: 167). Kajian intertekstual mempunyai

    arti penting dalam memberikan makna penuh kepada karya sastra dalam dimensi

    yang baru, lebih penuh dari makna yang dapat digali dari unsur-unsur intrinsik

    karya itu sendiri (Teeuw, 1983:69). Dengan demikian, kajian intertekstual dapat

    dipahami sebagai usaha menemukan makna baru dari karya sastra dengan

    membandingkan unsur-unsur yang ada di dalamnya dengan unsur-unsur yang ada

    di dalam karya sastra lain yang menjadi latar belakang sejarahnya.

    Dalam hal ini, penulis menemukan keterkaitan antara novel Misteri Cincin

    yang Hilang (MCH) karya S. Mara Gd dan novel Kubur Berkubah (KB) karya

    Agatha Christie dalam beberapa hal, di antaranya adalah unsur-unsur intrinsik

    berupa plot, tokoh dan penokohan, serta tema. Kedua novel tersebut mengandung

    tema yang sama, yakni kejahatan yang ditutup-tutupi akhirnya terbongkar juga. Di

    samping itu, kedua novel itu memunculkan beberapa tokoh yang memiliki

  • 2

    kesamaan peran dengan beberapa karakterisasi yang mirip. Plot cerita yang ada

    dalam kedua novel tersebut juga mengandung beberapa motif yang sama. Oleh

    karena itu, penulis akan menganalisis hubungan intertekstual kedua novel tersebut

    secara lebih mendalam.

    Penulis tertarik mengkaji kedua novel tersebut karena beberapa alasan.

    Pertama, penulis menemukan adanya hubungan pada struktur kedua novel

    tersebut. Kedua, sepanjang pengamatan penulis terhadap karya-karya ilmiah yang

    mengkaji novel Indonesia, penelitian terhadap novel populer, khususnya novel

    detektif Indonesia relatif minim. Hal itu bertolakbelakang dengan relatif

    banyaknya penelitian terhadap novel berbobot sastra. Ketiga, pengalaman S. Mara

    Gd menerjemahkan novel-novel kriminal-detektif karya Agatha Christie

    (Kurniawan, 2002) mendukung teori hubungan intertekstual yang mengatakan

    bahwa lahirnya sebuah karya sastra tidak lepas dari sejarah sastra dan situasi yang

    tidak kosong. Pengalaman S. Mara Gd tersebut mempunyai peran dalam

    hubungan intertekstual novelnya dengan novel karya Agatha Christie.

    Novel KB menceritakan tentang petualangan seorang detektif dalam sebuah

    undangan permainan pelacakan pembunuhan yang diadakan atas nama sepasang

    suami-istri di rumahnya. Pada waktu permainan berlangsung, sang pemeran

    korban pembunuhan ditemukan dalam keadaan benar-benar mati terbunuh.

    Beberapa hari kemudian, kakek sang korban pembunuhan juga tewas terbunuh.

    Setelah diselidiki, ternyata kedua korban pembunuhan tersebut merupakan saksi

    kunci suatu kasus pembunuhan yang terjadi beberapa tahun sebelumnya yang

    belum terungkap. Korban kasus tersebut adalah sang istri pemilik rumah yang

  • 3

    sebenarnya. Wanita yang berperan sebagai istri pemilik rumah sebenarnya

    bukanlah istri yang asli. Akhirnya terungkap bahwa sang suamilah yang

    membunuh istrinya yang kemudian dikubur di pekarangan rumah yang kini di

    atasnya dibangun sebuah bangunan semacam kuil kecil berpilar persegi empat.

    Novel MCH menceritakan petualangan seorang gadis yang ingin

    mengungkap kembali sejarah keluarga mendiang ayahnya yang sebelumnya tidak

    diketahui olehnya. Ia diundang oleh paman dan bibinya ke rumah mereka yang

    dulunya adalah rumah kakeknya. Tanpa diduga, sejarah keluarga dari ayahnya

    tersebut menyimpan sebuah kasus pembunuhan yang sudah lama terpendam dan

    belum terungkap hingga saat itu. Salah satu saudara ayahnya yang merupakan

    anak angkat kakeknya konon telah lama meninggalkan rumah kakeknya. Ternyata

    ada sebuah rahasia di balik cerita kaburnya saudara ayahnya tersebut. Gadis itu

    semakin tertarik menelusuri kasus tersebut sehingga mengusik ketenangan sang

    pelaku pembunuhan yang kemudian membunuh beberapa orang yang merupakan

    saksi dan terkait dengan kasus pembunuhan di masa lalu itu. Seorang polisi

    bersama sahabatnya membantu mengungkap kasus tersebut. Akhirnya terungkap

    bahwa cerita kaburnya saudara ayah gadis itu dari rumah kakeknya ternyata hanya

    kabar bohong. Saudara ayahnya telah lama dibunuh dan dikuburkan di kebun

    belakang rumah, tepatnya di dalam sebuah kandang kuda yang kemudian diplester

    semen. Kasus tersebut telah disembunyikan selama bertahun-tahun.

    Dari penjelasan singkat tersebut, dapat dilihat adanya beberapa kesamaan

    dalam beberapa unsur. Oleh karena itu, penelitian ini bermaksud mengkaji lebih

    lanjut mengenai hubungan intertekstual kedua novel tersebut dengan judul

  • 4

    “Hubungan Intertekstual Novel Misteri Cincin yang Hilang Karya S. Mara Gd

    dan Novel Kubur Berkubah Karya Agatha Christie”.

    1.2 Rumusan Masalah

    Berdasarkan penjelasan dalam latar belakang di atas, peneliti merumuskan

    permasalahan sebagai berikut:

    1.2.1 Bagaimana struktur novel Misteri Cincin yang Hilang karya S. Mara Gd

    dan novel Kubur Berkubah karya Agatha Christie?

    1.2.2 Bagaimana hubungan intertekstual novel Misteri Cincin yang Hilang

    karya S. Mara Gd dan novel Kubur Berkubah karya Agatha Christie?

    1.3 Tujuan Penelitian

    Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

    1.3.1 Mendeskripsikan unsur-unsur struktural novel Misteri Cincin yang Hilang

    karya S. Mara Gd dan novel Kubur Berkubah karya Agatha Christie.

    1.3.2 Mendeskripsikan hubungan intertekstual novel Misteri Cincin yang Hilang

    karya S. Mara Gd dan novel Kubur Berkubah karya Agatha Christie.

    1.4 Manfaat Penelitian

    Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara praktis

    maupun teoretis. Manfaat teoretis dari penelitian ini adalah memperkaya wacana

    hubungan intertekstual novel serta mengembangkan apresiasi terhadap novel

    kriminal-detektif khususnya yang lahir dari pengarang Indonesia dan pengetahuan

  • 5

    tentang analisis novel. Manfaat praktis yang diharapkan adalah agar hasil

    penelitian ini dapat dijadikan bahan bacaan dalam bidang kajian dan apresiasi

    novel terutama novel bergenre kriminal-detektif yang saat ini masih sangat minim.

    1.5 Tinjauan Pustaka dan Landasan Teori

    1.5.1 Tinjauan Pustaka

    Tidak banyak kajian yang mengulas tentang novel-novel bergenre kriminal-

    detektif di Indonesia. S. Mara Gd adalah satu di antara beberapa pengarang cerita

    detektif yang muncul pertama kali pada tahun 1985 dengan novelnya berjudul

    Misteri Dian yang Padam. Novel tersebut merupakan novel pembuka dari

    serialnya yang menampilkan tokoh utama Kapten Polisi Kosasih dan sahabatnya

    Gozali yang pintar memecahkan kasus kriminal. Hingga kini telah terbit 30 judul

    dari serial tersebut. Menurut Kurniawan (2002), beberapa novel serial Kosasih-

    Gozali ini mirip dengan novel-novel serial detektif karya Agatha Christie,

    pengarang ternama dari Inggris.

    Djokosujatno (1997) pernah meneliti aspek genetik cerita detektif di

    Indonesia. Ia menyimpulkan, genre cerita detektif Indonesia, termasuk karya S.

    Mara Gd, merupakan hasil pengaruh kebudayaan Barat, atau tepatnya sastra Barat

    yang jelas terlihat dalam latar belakang para pengarangnya. Padahal, dalam

    beberapa aspek budaya Barat sangat berbeda dengan realitas sosial di Indonesia.

    Masyarakat Barat yang rasional dan pragmatis percaya bahwa hukum dan polisi

    melindungi mereka, sedangkan di Indonesia hal tersebut tidak sepenuhnya

  • 6

    terwujud. Adaptasi juga bisa dilihat dari hubungan baik yang selalu terjalin antara

    detektif dengan polisi dalam cerita detektif Indonesia jenis manapun.

    Knepper (2005) dalam penelitiannya mengenai novel-novel detektif Agatha

    Christie menuturkan bahwa novel-novel detektif Agatha Christie memiliki ciri

    khas pemplotan yang terjalin secara kreatif sehingga mampu mengecoh pembaca

    mengenai siapa pelaku pembunuhan dalam novel tersebut. Agatha Christie juga

    mampu membuktikan kelihaiannya dalam mendobrak watak lama yang menjadi

    ciri novel detektif klasik. Dalam novel-novel terakhirnya, Agatha Christie

    memadukan gaya narasi yang berbeda dan aspek psikologi yang belum pernah ada

    pada novel-novel detektif sebelumnya.

    Penelitian mengenai hubungan intertekstual novel-novel Indonesia sudah

    banyak dilakukan. Indriati (1991) meneliti hubungan intertekstual novel Olenka

    dan Di Bawah Lindungan Ka’bah, Atheis, dan Gairah untuk Hidup dan untuk

    Mati. Hubungan intertekstual yang ada dalam novel-novel tersebut merupakan

    afirmasi, terutama unsur alur dan penokohannya.

    Suranto (1991) meneliti hubungan intertekstual roman Melati Van Agam dan

    Dian yang Tak Kunjung Padam. Hubungan intertekstual yang ditemukan dalam

    novel-novel tersebut dijelaskan dalam beberapa poin sebagai berikut; (1)

    penyajian problematika kepangkatan dan pandangan matrealistik sebagai

    penghalang percintaan, (2) tema, yaitu kawin paksa berakibat tidak baik bagi sang

    tokoh, (3) tersusun atas motif-motif yang sama, yakni motif pertemuan awal,

    perkenalan, kawin lari, dan korespondensi.

  • 7

    Ekasiswanto (1992) dalam penelitiannya mengenai hubungan intertekstual

    novel Di Bawah Lindungan Ka’bah dan Bermandi Cahaya Bulan menemukan

    adanya kesamaan dalam unsur alur, penokohan, dan latar.

    Umi Mujawazah (1994) meneliti hubungan intertekstual novel Surat-Surat

    Cinta dan Helai-Helai Sakura Gugur. Hubungan intertekstual ditemukan dalam

    beberapa poin; (1) motif protagonis sudah beristri, protagonis meninggalkan

    tempat, pertemuan awal dan perkenalan protagonis, ketidaksetiaan suami,

    kebebasan seksual, keterbukaan, sadar diri, dan surat menyurat, (2) unsur alur,

    penokohan, dan latar, dan (3) pusat pengisahan dan gaya surat.

    Hidayah (1999) meneliti hubungan intertekstual novel Gairah untuk Hidup

    dan untuk Mati dan Siti Nurjanah. Hubungan intertekstual ditemukan dalam unsur

    alur, penokohan, dan latar cerita.

    Rokhami (2003) meneliti hubungan intertekstual novel Tarian Bumi dan

    Gadis Pantai. Hubungan intertekstual ditemukan dalam (1) unsur alur dan (2)

    motif kondisi kemiskinan, perjodohan, perkawinan dan kemunculan

    permasalahan, perbedaan status sosial dan sistem feodalisme, kesulitan

    beradaptasi, protagonis melahirkan bayi perempuan, protagonis kehilangan suami,

    dan keterasingan dari lingkungan asal.

    Sejauh ini, menurut pengamatan penulis belum ada kajian yang secara

    khusus mengulas tentang novel Misteri Cincin yang Hilang karya S. Mara Gd dan

    novel Kubur Berkubah karya Agatha Christie, begitu pula mengenai hubungan

    intertekstual kedua novel tersebut. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa

  • 8

    penelitian ini bukan merupakan pengulangan dari sebuah penelitian dan bisa

    dibuktikan keasliannya.

    1.5.2 Landasan Teori

    Dalam penelitian ini, penulis menggunakan dua acuan teoretis, yakni

    analisis struktural dan kajian intertekstual.

    1.5.2.1 Analisis Struktural

    Sebuah karya sastra tersusun atas unsur-unsur intrinsik yang menjadi

    pembangunnya. Untuk memahami struktur tersebut, dapat dilakukan analisis

    struktural. Analisis struktural merupakan analisis yang mengidentifikasi, mengkaji

    dan menggambarkan fungsi dan hubungan antarunsur intrinsik sebuah karya sastra

    sehingga membentuk sebuah pemaknaan yang utuh dan terpadu (Nurgiyantoro,

    1995: 37). Analisis struktural merupakan usaha menemukan makna intrinsik yang

    terlepas dari berbagai unsur di luar teks itu sendiri. Selain itu, dibutuhkan

    pemaknaan yang utuh dan terpadu karena pada dasarnya di antara unsur-unsur

    pembangun (intrinsik) sebuah karya sastra terdapat hubungan timbal-balik dan

    saling terkait erat.

    Dalam usaha meneliti hubungan intertekstual novel MCH dan KB, peneliti

    akan melakukan analisis struktural terlebih dahulu. Dijelaskan oleh Teeuw (1983:

    61), dalam menganalisis suatu karya sastra dari segi manapun, analisis struktural

    merupakan tugas prioritas yang oleh karenanya harus dilakukan terlebih dahulu

    sebelum analisis lainnya. Dengan kata lain, prinsip intertekstual memerlukan

    pendekatan struktural.

  • 9

    Unsur intrinsik sebuah fiksi meliputi tema, pemplotan, tokoh dan

    penokohan, pelataran dan penyudutpandangan. Dalam penelitian ini, penulis

    memfokuskan pada plot, tokoh dan penokohan, serta tema karena ketiga unsur

    tersebut merupakan unsur-unsur yang paling mendasar dalam pengkajian struktur

    sebuah novel. Di samping itu, hubungan intertekstual kedua novel itu tampak

    menonjol dalam tiga unsur tersebut. Berikut ini adalah penjelasan ketiga unsur itu.

    1.5.2.1.1 Plot

    Pengertian plot atau alur menurut Foster (Sudjiman, 1992:30) merujuk pada

    deretan peristiwa dalam sebuah penceritaan yang mengandung hubungan

    kausalitas. Pengertian ini mengisyaratkan pentingnya aspek sebab-akibat dalam

    plot yang dibangun, yang menempatkan plot lebih dari sekadar urutan peristiwa.

    Dalam sebuah cerita yang tersusun rapi, hubungan sebab-akibat ini tidak selalu

    dapat dilihat secara jelas. Hubungan tersebut mungkin terdapat di dalam urutan

    waktu peristiwa yang meloncat-loncat, atau di dalam tindakan atau ucapan tokoh.

    Meski demikian, tiap-tiap peristiwa yang ditampilkan dalam sebuah cerita harus

    mempunyai arti di dalam hubungan keseluruhan plot.

    Rangkaian peristiwa yang ada dalam plot sebuah cerita berasal dari tindakan

    atau aksi para tokoh. Dalam melakukan tindakan atau aksi tersebut, para tokoh

    mempunyai karakter dan landasan motif yang kemudian mengakibatkan

    munculnya suatu peristiwa. Unsur terkecil dalam suatu cerita yang menggerakkan

    plot tersebut disebut motif (Pradopo, 1976: 26). Jadi, motif dapat dipahami

    sebagai unsur-unsur teks seperti perbuatan, pernyataan yang mengungkapkan

    batin, perasaan, tingkah laku, ataupun adegan lingkungan yang digunakan sebagai

  • 10

    penggerak dalam cerita ke arah peristiwa berikutnya. Kedudukan motif dalam

    struktur cerita akan memperlihatkan kausalitas kemunculan motif dan letaknya

    dalam kaitan temporal antarmotif yang terbentuk dalam setiap cerita. Dengan

    memperhatikan urutan kausal motif akan diketahui hubungan antarmotif yang

    menghasilkan pemahaman secara utuh mengenai cerita. Dalam konvensi sastra,

    motif berfungsi sebagai tanda pengenal yang tetap dan yang menggerakkan atau

    mendorong cerita untuk berkembang (Sulastin, 1983: 204).

    Tasrif (dalam Nurgiyantoro, 1995:149) membagi tahapan plot menjadi lima

    bagian sebagai berikut. Tahap pertama, penyituasian yang berisi pelukisan dan

    pengenalan situasi latar dan tokoh-tokoh cerita serta pemberian informasi awal

    yang menjadi landasan cerita. Tahap kedua, pemunculan konflik yang di

    dalamnya terdapat masalah-masalah dan peristiwa-peristiwa yang menyulut

    konflik dan nantinya akan berkembang pada tahapan berikutnya. Tahap ketiga,

    peningkatan konflik yang di dalamnya konflik semakin berkembang dan

    menegangkan melalui peristiwa-peristiwa dramatik yang menjadi inti cerita, dan

    di dalamnya mulai muncul akibat dari peristiwa-peristiwa yang terjalin. Tahap

    keempat, klimaks atau puncak permasalahan yang menjadi titik balik dalam

    sebuah cerita. Tahap kelima, penyelesaian yang di dalamnya ketegangan

    mengendur dan jika perlu diberi jalan keluar lalu cerita diakhiri. Penyelesaian ini

    dapat berupa akhir yang menyenangkan, menyedihkan, ataupun tetap

    menggantung tanpa pemecahan.

    Tahapan yang telah disebutkan di atas tidak harus berurutan. Berdasarkan

    urutan waktu, plot dapat dibedakan ke dalam dua kategori; plot lurus atau

  • 11

    progresif dan plot sorot-balik atau flash-back. Plot digolongkan sebagai plot lurus

    jika peristiwa pertama diikuti oleh peristiwa-peristiwa selanjutnya secara

    kronologis sesuai dengan tahapan plot. Plot digolongkan sebagai plot sorot-balik

    jika urutan peristiwa dalam cerita bersifat tidak kronologis, melainkan dari tahap

    tengah atau akhir cerita (Nurgiyantoro, 1995:153-154). Dalam sebuah cerita,

    terkadang seorang pengarang memasukkan kenangan pada masa lalu yang tidak

    dimaksudkan sebagai sorot-balik, melainkan teknik backtracking. Teknik ini

    merupakan salah satu teknik pengaluran dengan cara pelaku dalam cerita

    mengenangkan apa yang telah terjadi sebelumnya melalui dialog, mimpi, atau

    lamunan tokoh (Tasrif lewat Lubis, 1978:10).

    1.5.2.1.2 Tokoh dan Penokohan

    Tokoh cerita dimaksudkan untuk individu rekaan yang mengalami peristiwa

    atau menjadi pelaku di dalam berbagai peristiwa cerita. Tokoh merupakan salah

    satu unsur di dalam karya sastra yang memegang peranan penting. Tokoh

    melahirkan perilaku dan membawa ide-ide yang ingin disampaikan oleh

    pengarang kepada pembaca.

    Tokoh dalam sebuah cerita perlu digambarkan ciri-ciri, sifat, serta sikap

    batinnya agar wataknya dikenal oleh pembaca. Watak, dalam konteks ini,

    mencakup kualitas tokoh, kualitas nalar dan jiwanya yang membedakan dengan

    tokoh lain. Usaha menggambarkan watak dan citra tokoh inilah yang disebut

    penokohan (Sudjiman, 1992:23). Nurgiyantoro (1995: 166) menjelaskan,

    pengertian penokohan meliputi masalah siapa tokoh cerita, perwatakan tokoh

  • 12

    tersebut, penempatan dan penggambaran tokoh, serta pemunculan dan

    pengembangan tokoh dalam sebuah cerita.

    Berdasarkan fungsi pemunculannya, tokoh dapat dibedakan menjadi tokoh

    protagonis dan antagonis. Menurut Luxemburg dkk (Nurgiyantoro, 1995:180),

    tokoh dapat dikategorikan protagonis jika tokoh tersebut diberi lebih banyak

    kesempatan uantuk mengemukakan visi, sikap, atau pandangannya sehingga

    kemungkinan besar memperoleh simpati dan empati pembaca. Dengan kata lain,

    tokoh protagonis dapat membuat pembaca mengidentifikasikan diri dengannya

    dan melibatkan diri secara emosional terhadapnya. Tokoh antagonis adalah tokoh

    yang beroposisi dengan tokoh protagonis sehingga memunculkan konflik.

    Menghadirkan dan menggambarkan tokoh dalam sebuah karya sastra tidak

    dapat dilakukan secara sembarangan dengan mengesampingkan tujuan artistik.

    Dibutuhkan sarana pelukisan yang tepat dan mampu menyatu dengan unsur-unsur

    lainnya agar tujuan tersebut tercapai (Nurgiyantoro, 1995:194). Sebuah tokoh

    dapat dilukiskan dengan menggunakan teknik ekspositori dan dramatik. Teknik

    ekspositori merujuk pada pelukisan secara langsung dengan memberikan deskripsi

    atau uraian tanpa berbelit-belit (Nurgiyantoro, 1995:195-196). Dengan teknik ini,

    pengarang dapat menjelaskan watak dan kedirian tokoh dengan sederhana dan

    ekonomis sehingga meminimalkan kesalahan dalam penafsiran. Teknik dramatik

    merupakan teknik pelukisan secara tidak langsung baik melalui tindakan, ucapan,

    pikiran, maupun kejadian (Nurgiyantoro, 1995:198). Teknik ini memungkinkan

    pembaca menggunakan imajinasinya dan menyelami karakter tokoh.

  • 13

    1.5.2.1.3 Tema

    Tema adalah gagasan, ide, atau pikiran utama yang mendasari suatu karya

    sastra (Sudjiman, 1992:50). Tema merupakan ide-ide yang ingin disampaikan oleh

    pengarang melalui cerita yang dibangun yang menjadi dasar pengembangan cerita

    itu sendiri. Dengan demikian, tema mengikat kehadiran berbagai peristiwa,

    konflik, serta pemilihan unsur-unsur yang lain seperti penokohan, latar, dan

    penyudutpandangan.

    Dalam sebuah cerita, tema dapat berjumlah lebih dari satu. Tema dapat

    dibagi menjadi dua, yakni tema mayor (tema utama) dan minor (tema tambahan)

    (Nurgiyantoro, 1995:82-83). Tema minor sebagai makna-makna tambahan yang

    ada dalam sebuah cerita bukanlah sesuatu yang berdiri sendiri dan tidak berkaitan

    dengan makna pokok. Makna-makna tambahan memiliki keterkaitan yang bersifat

    mendukung dan mempertegas keberadaan makna pokok. Artinya, tema mayor

    dapat dikatakan sebagai rangkuman dari tema-tema minor.

    Penentuan tema dapat dilakukan dengan memahami cerita secara

    keseluruhan terlebih dahulu, kemudian mencari kejelasan ide-ide perwatakan,

    peristiwa-peristiwa dan konflik, dan latar. Tema disaring dari motif-motif yang

    ada dalam cerita. Empat kriteria dalam usaha menemukan tema sebuah novel

    dikemukakan oleh Stanton (Nurgiyantoro, 1995:87). Pertama, dengan

    mempertimbangkan tiap detil cerita yang menonjol. Kedua, tidak bertentangan

    dengan tiap detil cerita. Ketiga, tidak mendasarkan pada bukti-bukti yang tidak

    dinyatakan baik secara langsung maupun tak langsung dalam novel yang

    bersangkutan, dengan kata lain tema tidak dapat ditafsirkan hanya berdasarkan

  • 14

    perkiraan, imajinasi, atau informasi lain yang diragukan. Keempat, dengan

    mendasarkan diri pada bukti-bukti yang secara langsung ada dan atau yang

    disarankan dalam cerita.

    1.5.2.2 Kajian Intertekstual

    Analisis struktural sebagaimana dijelaskan di atas mempunyai dua

    kelemahan pokok, yakni melepaskan karya sastra dari rangka sejarah sastra dan

    mengasingkan karya sastra dari rangka sosial budaya (Teeuw, 1983:61). Oleh

    karena itu, setelah kajian struktural dilakukan, peneliti akan mengkaji hubungan

    intertekstual unsur-unsur intrinsik kedua novel tersebut. Prinsip intertekstualitas

    pertamakali dikembangkan oleh peneliti Prancis Julia Kristeva yang memandang

    setiap teks sebagai mosaik kutipan-kutipan yang diserap dan ditransformasikan

    dari teks-teks lain (Teeuw, 1984: 120). Kajian intertekstual menurut Nurgiyantoro

    (1995:50) merupakan sebuah analisis terhadap sejumlah teks kesastraan untuk

    menemukan adanya hubungan tertentu di antara teks-teks tersebut, misalnya

    hubungan dalam unsur-unsur seperti ide, plot, penokohan, latar, gaya bahasa, dan

    lain-lain. Kajian ini bertujuan menemukan makna lebih pada karya tersebut terkait

    dengan teks-teks terdahulu.

    Dalam penulisan sebuah karya sastra, biasanya terdapat karya lain yang

    telah muncul sebelumnya yang menjadi latar pewujudan karya tersebut baik

    dengan maksud meneruskan, menolak, maupun memutarbalikkan esensi karya

    sastra yang menjadi latar tersebut (Nurgiyantoro, 1995: 51). Perhatian utama

    kajian intertekstual tertumpu pada keberadaan karya-karya yang

    ditransformasikan dalam penulisan karya yang muncul sesudahnya. Karya sastra

  • 15

    yang menjadi latar dari karya sastra yang muncul kemudian tersebut dinamakan

    hipogram (Riffaterre, 1984: 11).

    Hipogram, dalam penjelasan Teeuw, mencerminkan sebuah sistem konvensi

    atau kode sastra dan budayanya. Konvensi atau kode tersebut bukan merupakan

    sistem yang ketat. Inilah yang memungkinkan seorang pengarang dalam

    menerapkan sistem itu berhak menyesuaikan, menyimpangi, bahkan

    melanggarnya. Dengan demikian, sebuah karya sastra yang dilahirkan oleh

    seorang pengarang tetap mengandung dan mencerminkan pandangan dan

    kepribadian pengarang tersebut. Hal ini dikarenakan adanya unsur kreativitas dan

    konsep estetika yang dimiliki oleh pengarang yang digunakan olehnya dalam

    penulisan sebuah karya sastra (Teeuw, 1980:11).

    Intertekstualitas berpijak dari dua hal, yakni (1) kesadaran tentang arti

    penting teks yang terdahulu yang membuat karya sastra setelahnya mempunyai

    arti dan (2) teks terdahulu harus dipertimbangkan sebagai penyumbang kode yang

    memungkinkan lahirnya berbagai efek signifikansi (Culler, 1983: 103). Kajian

    intertekstual diperlukan untuk mendapatkan pemahaman yang tuntas dari sebuah

    karya sastra dalam kontrasnya dengan hipogramnya. Pengertian ini menolak

    pemahaman tradisional yang menjalankan prinsip intertekstualitas dengan

    melacak sumber-sumber dan pengaruh-pengaruh. Prinsip intertekstual yang

    dikemukakan Riffaterre (Pradopo, 1995: 167) mengatakan, sebuah karya sastra

    akan mendapat pemaknaan yang menyeluruh ketika dikaitkan dengan sejarah

    sastranya.

  • 16

    Hubungan dalam kerangka intertekstual tidak melulu bermakna jiplakan

    ataupun pengaruh, tapi secara lebih luas dapat dimaknai sebagai pemahaman

    terhadap sebuah karya sastra secara utuh dalam kaitannya dengan karya lain.

    Intertekstualitas tidak berkaitan dengan masalah ada atau tidaknya niat eksplisit

    atau kesengajaan seorang pengarang, bahkan seringkali seorang pengarang tidak

    sadar akan hipogram yang menjadi latar karyanya. Riffaterre (Teeuw, 1983:70)

    menekankan, karya sastra tersusun atas teks, karenanya, data-data di luar teks

    umumnya tidak dapat membantu dalam usaha untuk memahami teks dengan latar

    intertekstualnya.

    Berdasarkan penjelasan di atas, pendekatan intertekstual dapat dipahami

    sebagai cara pandang seorang peneliti terhadap karya sastra yang mendasarkan

    pada pemahaman bahwa sebuah karya sastra memiliki keterkaitan dengan karya

    sastra lain yang merupakan hipogramnya yang ditandai dengan adanya

    transformasi baik dalam bentuk yang sama (meneruskan) maupun berbeda

    (menyimpang). Dalam konteks intertekstual ini, yang ditransformasikan adalah

    konvensi yang ada dalam karya hipogram. Dalam tradisi novel detektif-kriminal,

    konvensi yang umum contohnya adanya pembunuhan, tokoh detektif yang cerdas,

    dan pembongkaran kasus.

    1.6 Metode dan Teknik Penelitian

    1.6.1 Metode Penelitian

    Penelitian ini merupakan penelitian pustaka. Data-data dikumpulkan dari

    buku-buku yang bersangkutan dalam penelitian ini. Dalam menganalisis karya

  • 17

    sastra dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan objektif dan

    intertekstual. Pendekatan objektif berpijak dari pandangan yang menekankan

    karya sastra sebagai struktur yang sedikit banyak bersifat otonom (Teeuw, 1984:

    100). Pendekatan objektif tersebut ditindaklanjuti dengan pendekatan

    intertekstual. Pendekatan intertekstual menekankan bahwa dalam usaha

    mendapatkan makna penuh dari teks sastra harus didasarkan pada teks sastra lain

    yang menjadi latar belakang penciptaannya (Teeuw, 1984: 120).

    Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis dan

    deskriptif. Metode analisis merupakan cara membagi suatu subjek yang berupa

    gagasan-gagasan, organisasi, makna struktur maupun proses ke dalam komponen-

    komponen (Keraf, 1981: 60). Metode ini digunakan untuk menguraikan suatu

    pokok permasalahan agar memperoleh pengertian dan pemahaman yang tepat.

    Metode deskriptif adalah metode melukiskan atau membeberkan sesuatu dengan

    memindahkan hasil pengamatan kepada pembaca (Keraf, 1981: 93). Teknik ini

    digunakan untuk memaparkan secara keseluruhan hasil analisis yang dilakukan.

    1.6.2 Teknik Pengumpulan Data

    Teknik pengumpulan data yang penulis gunakan untuk penelitian ini adalah

    kartu data. Penulis mengumpulkan data dengan cara membaca serta mempelajari

    buku-buku yang bersangkutan. Data-data yang ditemukan dituliskan dalam kartu-

    kartu data yang kemudian diklasifikasikan sesuai jenisnya untuk mempermudah

    analisis terhadap data tersebut. Klasifikasi data antara lain berupa data internal

    yaitu unsur intrinsik kedua novel dan semua data yang berhubungan dengan

    penelitian. Pencatatan dilakukan sesuai dengan unit analisis yang telah dibuat.

  • 18

    1.6.3 Sumber Data

    Ada dua buah sumber data dalam penelitian ini, yaitu:

    1. Judul novel : Kubur Berkubah (judul asli: Dead Man’s Folly)

    Pengarang : Agatha Christie

    Tahun terbit : 1984 dalam bahasa Indonesia (naskah asli pada 1956)

    Penerbit : Gramedia Pustaka Utama

    2. Judul Novel : Misteri Cincin yang Hilang

    Pengarang : S. Mara Gd.

    Tahun terbit : 1995

    Penerbit : Gramedia Pustaka Utama

    1.7 Sistematika Penyajian

    Laporan hasil penelitian ini terdiri dari empat bab. Bab satu adalah

    pendahuluan yang berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian,

    tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, dan sistematika penyajian.

    Bab dua berisi analisis struktural novel KB karya Agatha Christie dan MCH karya

    S. Mara Gd yang meliputi unsur plot, tokoh dan penokohan, serta tema. Bab tiga

    membahas hubungan intertekstual ketiga unsur dalam kedua novel. Bab empat

    berisi kesimpulan dan saran. Di akhir laporan dicantumkan daftar pustaka.

  • BAB II

    ANALISIS STRUKTURAL

    NOVEL MISTERI CINCIN YANG HILANG KARYA S. MARA GD DAN

    NOVEL KUBUR BERKUBAH KARYA AGATHA CHRISTIE

    2.1 Pengantar

    Melalui bab ini, penulis akan menjawab rumusan masalah pertama yang

    telah disebutkan dalam bab sebelumnya, yakni mengenai struktur novel Kubur

    Berkubah karya Agatha Christie dan novel Misteri Cincin yang Hilang karya S.

    Mara Gd. Analisis struktural merupakan kajian untuk mendeskripsikan unsur-

    unsur intrinsik yang ada dalam sebuah karya sastra dan menggambarkan

    hubungan antarunsur tersebut untuk mendapatkan kesatuan makna. Penulis akan

    menganalisis struktur novel KB terlebih dahulu. Hal ini didasari alasan bahwa

    novel KB terbit lebih dahulu dibandingkan dengan novel MCH. Berikut uraian

    hasil analisis struktural kedua novel.

    2.2 Analisis Struktural Novel Kubur Berkubah

    Unsur-unsur intrinsik merupakan unsur-unsur pembangun sebuah cerita

    yang antara lain terdiri dari plot, tokoh dan penokohan, tema, latar,

    penyudutpandangan, gaya bahasa, dan judul. Analisis struktural sebuah novel

    setidaknya dilakukan pada tiga unsur utama, yakni plot, tokoh dan penokohan,

    serta tema agar didapatkan pemahaman yang utuh. Dalam penelitian ini, analisis

  • 20

    dilakukan pada ketiga unsur tersebut yang diduga memiliki hubungan

    intertekstual. Untuk menganalisis penokohan, sebelumnya kita harus menganalisis

    plot agar kita dapat memahami jalinan cerita yang ada. Analisis plot dan

    penokohan akan membantu dalam analisis tema. Oleh karena itu, analisis ini akan

    dibahas secara berurutan mulai dari plot, tokoh dan penokohan, serta tema agar

    didapatkan pemahaman yang sistematis dan efisien.

    2.2.1 Analisis Plot Novel Kubur Berkubah

    Novel KB menceritakan petualangan detektif terkenal Hercule Poirot dalam

    menyelidiki kasus pembunuhan di Nassecombe, Inggris. Novel ini terdiri atas 286

    halaman yang dibagi dalam 20 bab. Berikut uraian plot yang dibagi menjadi lima

    tahapan sesuai urutan cerita beserta motif-motif cerita yang ada.

    2.2.1.1 Tahap Penyituasian

    Tahap penyituasian terdiri dari bab satu hingga bab enam. Bab satu

    menjelaskan awal mula keterlibatan seorang detektif swasta Hercule Poirot dalam

    cerita yang berlangsung. Hercule Poirot ditelepon oleh sahabatnya bernama

    Ariadne Oliver, seorang penulis cerita detektif terkenal yang sedang berada di

    daerah Nassecombe. Oliver memintanya segera datang ke tempat itu karena

    Oliver sangat membutuhkan Poirot. Oliver tidak dapat menjelaskan masalahnya

    kepada Poirot di telepon. Karena penasaran, Poirot menuruti permintaan Oliver.

    Ketika Poirot tiba di Nassecombe, Oliver menjelaskan duduk persoalannya.

    Oliver sedang bekerja untuk merancang permainan pelacakan pembunuhan yang

    diadakan esok hari di Nasse House, rumah mewah milik Sir George. Permainan

  • 21

    tersebut merupakan acara utama, di samping permainan-permainan lain yang ada

    dalam acara yang terbuka untuk umum itu. Acara itu bertujuan meningkatkan

    daya tarik wisata daerah tersebut. Oliver merasa ada sesuatu yang aneh akhir-

    akhir ini dan mendapatkan firasat akan terjadi pembunuhan sungguhan pada acara

    tersebut (motif firasat buruk). Oliver sendiri tidak mengerti mengapa firasat itu

    muncul. Ia meminta Poirot menyelidiki hal itu.

    Oliver menjelaskan orang-orang yang terlibat dalam penyelenggaraan acara

    itu, yakni Sir George Stubbs dan istrinya Lady Hattie Stubbs, Nyonya Amy Folliat

    pemilik Nasse House sebelumnya yang kini tinggal di dekat rumah itu, Marlene

    pemeran korban pembunuhan, Amanda Brewis sekretaris Sir George, arsitek yang

    sedang bekerja pada Sir George bernama Michael Weyman, pasangan suami-istri

    Alec-Peggy Legge yang sedang menyewa rumah kecil di kompleks Nasse House

    untuk berlibur, anggota Dewan Perwakilan setempat bernama Wilfrid Masterton

    beserta istri dan pengawalnya yang bernama Kapten Jim Warburton. Kepada

    Poirot, Oliver bercerita bahwa ia telah menawarkan diri kepada orang-orang itu

    untuk mengundang Poirot sebagai tamu kehormatan agar acara semakin menarik

    dan dikunjungi banyak pengunjung. Poirot akan diberi tugas menyerahkan hadiah

    kepada para pemenang.

    Bab dua hingga bab lima menceritakan perkenalan dan perbincangan Poirot

    dengan orang-orang yang terlibat dalam penyelenggaraan acara itu satu persatu.

    Mula-mula dalam perjalanan menuju Nasse House ia bertemu dengan Michael

    Weyman di bangunan kecil berkubah, lalu Nyonya Amy Folliat. Setibanya di

    Nasse House, Poirot berkenalan dengan Sir George, Hattie, Brewis, Alec, Peggy,

  • 22

    Nyonya Masterton, dan Kapten Jim Warburton (motif perkenalan antartokoh).

    Semua orang sedang sibuk mempersiapkan acara untuk besok, kecuali Hattie yang

    hanya duduk bermalas-malasan. Poirot memperhatikan situasi sambil berbincang-

    bincang dengan orang-orang. Beberapa orang membicarakan Hattie. Sosok Hattie

    sempat menarik perhatian Poirot. Poirot juga mempelajari skenario acara secara

    detil, tetapi ia tidak juga menemukan petunjuk yang dapat menjelaskan firasat

    aneh Oliver. Untuk mendapatkan informasi yang lebih banyak, Poirot

    memutuskan untuk menemui Nyonya Folliat, mengingat ia adalah mantan pemilik

    Nasse House yang pasti mengenal orang-orang yang ada di situ. Poirot mendapat

    banyak cerita tentang sejarah Nasse House dan bagaimana rumah itu berpindah ke

    tangan Sir George.

    Dengan hasrat menjelajahi daerah sekitar, Poirot berjalan keluar dari

    kompleks Nasse House. Langkahnya terhenti di dermaga kecil di pinggir sungai.

    Poirot berkenalan dengan lelaki tua petugas penyebrangan bernama Merdell yang

    ternyata bekas mandor pengurus kebun Nasse House. Merdell bercerita banyak

    hal tentang keluarga Folliat dan Sir George.

    Esok paginya, beberapa jam menjelang penyelenggaraan acara tersebut,

    dalam acara makan bersama, Hattie mendapatkan surat dari Etienne De Sousa

    sepupunya. De Sousa sudah lama tidak bertemu Hattie dan sekarang ia dalam

    perjalanan untuk mengunjunginya. Hattie tampak kaget dan gelisah, lalu berkata

    bahwa De Sousa itu orang jahat. Poirot semakin penasaran dengan sosok Hattie.

    Beberapa orang membicarakannya, juga membicarakan Nyonya Folliat, dan Sir

    George. Pagi itu Poirot juga dikenalkan dengan Marlene.

  • 23

    Bab enam menceritakan ketika acara dimulai pada siang harinya. Nasse

    House ramai dikunjungi orang-orang sekitar dan wisatawan dari luar daerah.

    Ketika acara perlombaan busana anak-anak dimulai, hal yang janggal terjadi.

    Hattie tiba-tiba menghilang, padahal ia bertugas menjadi juri lomba busana anak-

    anak. Tidak lama kemudian De Sousa datang (motif kedatangan tokoh pemicu

    terbongkarnya kasus). Ia mencari-cari Hattie, tetapi tidak dapat menemukannya.

    Oliver mengajak Poirot mengecek sejauh mana pengunjung berhasil menemukan

    petunjuk-petunjuk pelacakan. Oliver dan Poirot kemudian mendatangi gudang

    tempat Marlene bertugas sebagai korban pembunuhan.

    2.2.1.2 Tahap Pemunculan Konflik

    Konflik mulai muncul pada akhir bab enam ketika Poirot dan Oliver yang

    telah tiba di gudang dan mendapati Marlene benar-benar tewas terbunuh (motif

    pembunuhan). Berita ini segera tersebar ke semua orang di acara tersebut. Tidak

    diketahui siapa yang telah membunuh Marlene.

    Bab tujuh hingga bab sebelas menceritakan sesaat setelah terjadinya

    pembunuhan atas Marlene polisi datang menyelidiki kasus tersebut (motif

    penyelidikan). Polisi kemudian meminta informasi awal dari Sir George sebagai

    pemilik rumah. Sir George tampak risau karena istrinya menghilang. Usai

    diperiksa, Sir George menyarankan polisi menanyakan informasi yang lebih detil

    tentang acara yang diadakan di rumahnya tersebut kepada Nona Brewis,

    sekretarisnya. Brewis menjelaskan detil acara tersebut dan orang-orang yang

    terlibat. Brewis juga mengatakan, ia sempat mengantarkan makanan kepada

  • 24

    Marlene sesaat sebelum Marlene tewas. Ia tidak melihat sesuatu yang aneh pada

    waktu itu dan tidak ada siapa-siapa di sekitar gudang.

    Polisi lalu menemui ibu Marlene tetapi tidak mendapatkan sesuatu yang

    berarti. Tiba giliran Oliver diperiksa, ia tampak gelisah dan mengungkapkan

    khayalannya yang beragam tentang motif pembunuhan gadis itu. Salah satunya,

    kemungkinan Marlene waktu itu melihat seseorang di perahu sedang

    melemparkan seseorang ke dalam sungai di dekat gudang itu dan orang itu

    melihat Marlene menyaksikannya, lalu Marlene dibunuh. Dari keterangan Oliver

    ini, polisi mendapat informasi tentang kemungkinan keterkaitan De Sousa dengan

    kasus itu. Polisi juga meminta keterangan Poirot sebagai saksi.

    Polisi kemudian menginterogasi De Sousa dan menanyakan tujuan

    kedatangannya dan hal-hal yang diketahuinya tentang Hattie. Polisi tidak

    menemukan bukti. Polisi lalu kembali menemui Brewis dan menanyakan tentang

    keberadaan Hattie. Brewis tidak percaya jika Hattie hilang seperti kabar yang

    berkembang. Menurut dugaannya, Hattie menyelinap keluar rumah dengan laki-

    laki lain. Sir George menyela perkataan Brewis dan menceritakan ketakutan

    Hattie ketika mendapat kabar De Sousa akan mengunjunginya karena De Sousa

    suka membunuh orang. Keterangan Sir George mengarahkan kecurigaan polisi

    kepada De Sousa (motif penuduhan terhadap orang yang tidak bersalah). Polisi

    juga menginterogasi Michael Weyman, tetapi Michael mengaku tidak tahu apa-

    apa tentang pembunuhan tersebut.

    Sebagai seorang detektif, Poirot pun turut tertarik menyelidiki kasus ini

    (motif penyelidikan). Poirot memulai penyelidikannya dari Nyonya Folliat. Di

  • 25

    tengah pembicaraannya dengan Nyonya Folliat, polisi datang dan turut meminta

    keterangan dari Nyonya Folliat. Nyonya Folliat tidak mengerti mengapa Marlene

    dibunuh. Polisi kemudian menemui Peggy dan menanyakan di mana ia berada

    ketika pembunuhan itu terjadi. Peggy mengatakan, ia sedang istirahat di tenda

    tempat minum teh, lalu kembali ke tenda ramalan tempat ia bertugas. Polisi

    kemudian berdiskusi dengan Poirot dan memberikan semua informasi yang telah

    didapatkan oleh polisi kepadanya. Poirot heran, Peggy mengatakan sempat pergi

    ke tempat acara minum teh, padahal Nyonya Folliat tidak melihatnya saat itu.

    Bab duabelas menceritakan pada keesokan harinya Poirot mendapati Sir

    George tampak gelisah karena istrinya belum ditemukan. Brewis berkata pada

    Poirot, Hattie itu sebenarnya licik dan mungkin Hattie pergi dengan laki-laki lain.

    Brewis sering melihat Hattie menyelinap keluar rumah sendirian. Brewis juga

    menduga, Hattie suka pada Michael, tetapi Michael tidak menyukainya karena ia

    lebih menyukai Peggy. Michael bekerja pada Sir George karena

    direkomendasikan oleh Peggy yang mengenalnya sejak Peggy belum menikah.

    Nyonya Masterton datang dan mengungkapkan kepada Poirot mengenai

    dugaannya bahwa Marlene dibunuh setelah ia menyaksikan pembunuhan Hattie.

    Bab tigabelas. Poirot pusing mendengar semua perkataan itu. Poirot lalu

    keluar berjalan-jalan sambil mengamati setiap sudut di halaman Nasse House

    yang begitu luas. Di tengah perjalanan, ia bertemu dengan seorang pemuda asing

    dari Wisma Remaja. Pemuda itu terperanjat melihat Poirot lalu segera pergi.

    Poirot berjalan lagi dan ketika tiba di bangunan berkubah, Poirot menemukan

    gelang yang kemarin dipakai Peggy ketika acara berlangsung. Tidak lama

  • 26

    kemudian Peggy muncul, dan Poirot menyerahkan gelang itu kepadanya. Poirot

    juga menanyakan beberapa hal kepada Peggy. Akhirnya Poirot mengetahui

    masalah rumah tangga Peggy. Peggy tertekan dengan sikap Alec yang sering

    marah-marah dan menutup diri. Alec juga sering menerima telepon dan pesan

    yang aneh-aneh. Alec tidak mau menceritakan hal itu pada Peggy.

    Sesaat setelah Peggy pergi, Poirot mendengar jejak kaki. Poirot menduga itu

    pemuda asing yang ditemuinya tadi yang ingin menemui Peggy, tetapi ternyata

    Alec yang muncul. Poirot bertanya apakah Alec sedang mencari seorang pemuda

    dari Wisma Remaja. Alec kaget dan heran mengapa Poirot bisa menebaknya. Alec

    akhirnya mencurahkan kegalauan hatinya, ia telah terperangkap tanpa bisa lepas

    dalam suatu hal dan diperalat. Poirot semakin bingung dan bertanya-tanya apakah

    Alec dan Peggy terkait dengan kasus tersebut.

    Bab empatbelas menceritakan penyelidikan polisi di sungai yang diduga

    sebagai tempat De Sousa menenggelamkan Hattie. Diceritakan pula secara singkat

    mengenai sidang kasus itu yang tidak membuahkan hasil sehingga sidang harus

    ditunda. Poirot juga melakukan penyelidikan di taman tempat acara kemarin

    berlangsung, tetapi tidak memperoleh hasil. Poirot sedih karena ia tidak dapat

    mencegah terjadinya pembunuhan itu.

    Bab limabelas. Dua minggu berlalu tanpa perkembangan yang berarti. Polisi

    belum dapat menemukan petunjuk yang mengarah kepada pembunuh. Keesokan

    harinya polisi mendapatkan kabar bahwa Merdell ditemukan tewas di sungai

    (motif pembunuhan). Sidang pemeriksaan kematiannya memutuskan, Merdell

  • 27

    tewas karena kecelakaan tunggal yang disebabkan faktor usia yang sudah lanjut

    dan kondisinya yang sedang mabuk.

    2.2.1.3 Tahap Peningkatan konflik

    Konflik mulai meningkat pada bab enambelas. Sebulan setelah peristiwa

    pembunuhan, polisi menemui Poirot untuk mendiskusikan penemuan masing-

    masing. Mereka juga mengemukakan segala kemungkinan yang dapat terjadi.

    Dari pembicaraan tersebut, Poirot menyadari bahwa Nyonya Folliat pasti

    mempunyai banyak informasi yang berkaitan dengan kasus ini. Maka Poirot pun

    kembali bersemangat untuk melanjutkan penyelidikannya. Poirot lalu menemui

    Nyonya Folliat, tetapi tetap tidak mendapatkan informasi yang berarti, hanya

    keanehan pada sikap Nyonya Folliat yang tampak pasrah dan penuh ketakutan.

    Lalu Poirot menemui ibu Marlene. Darinya, Poirot baru mengetahui bahwa

    Merdell yang baru saja meninggal ternyata kakek Marlene. Ibu Marlene berkata,

    anaknya sering diberi alat kosmetik dan aksesoris oleh Peggy. Marylin, adik

    Marlene mengatakan, ibunya salah, Marlene tidak mendapatkan barang-barang itu

    dari Peggy, melainkan membelinya sendiri dari uang yang diberikan oleh

    seseorang. Marlene sering mengintip orang, lalu orang itu memberinya hadiah

    agar Marlene menutup mulut.

    Poirot telah mendapatkan banyak informasi yang semakin menguatkan

    dugaannya. Untuk meyakinkan dirinya, ia lalu menelepon polisi untuk

    menanyakan sesuatu. Poirot mendapatkan jawaban yang semakin membuka titik

    terang atas kasus itu.

  • 28

    2.2.1.4 Tahap Klimaks

    Klimaks dapat dipahami sebagai konflik yang memuncak dan akan

    mengakibatkan terjadinya penyelesaian yang tidak dapat dihindari. Klimaks dalam

    novel ini terdapat di akhir bab enambelas ketika Poirot menelepon Oliver untuk

    menanyakan beberapa hal yang akan menjadi ganjalan terakhirnya dalam

    mengungkapkan kasus tersebut. Poirot menanyakan bagaimana Oliver

    mendapatkan ide dalam merancang permainan pelacakan pembunuhan itu, siapa

    orang yang ditugaskan berperan sebagai tokoh yang dikambinghitamkan dalam

    permainan itu, siapa yang mempunyai ide menjadikan gudang sebagai tempat

    pemeran korban terbunuh, dan tentang ransel yang ditemukan di gudang. Jawaban

    Oliver benar-benar membuat Poirot semakin yakin tentang kuatnya insting Oliver

    ketika Oliver mendapat firasat akan terjadi pembunuhan. Naluri Oliver dalam

    merancang permainan pelacakan itu sesuai dengan kenyataan yang tersembunyi di

    balik watak orang-orang yang terlibat dalam penyelenggaraan acara tersebut.

    Keterangan dari Oliver telah menjadi benang merah atas semua keterangan

    yang dikumpulkan Poirot. Poirot berteriak girang ketika berhasil menemukan

    jawaban atas pembunuhan kasus Marlene yang berhubungan dengan tewasnya

    Merdell dan suatu pembunuhan yang telah terpendam bertahun-tahun. Peristiwa

    tersebut akan diikuti penyelesaian atas konflik yang muncul sebelumnya.

    2.2.1.5 Tahap Penyelesaian

    Tahap penyelesaian terdapat pada bab delapanbelas hingga bab terakhir,

    yakni bab duapuluh. Tahap penyelesaian dalam novel ini memberikan jalan keluar

    bagi permasalahan yang ada, yakni kasus pembunuhan dan masalah rumah tangga

  • 29

    Alec. Tokoh Poirot berperan dominan dalam menyelesaikan permasalahan itu.

    Diceritakan dalam tahap ini Poirot menemui Alec untuk membicarakan masalah

    rumah tangga yang dihadapi pasangan Alec-Peggy. Poirot akhirnya mengetahui

    bahwa Alec tidak terlibat dalam kasus pembunuhan tersebut dan persoalan yang

    menyelimuti rumah tangga Alec tidak ada kaitannya dengan kasus itu. Poirot

    kemudian membantu Alec untuk merenungkan hal-hal yang tanpa disadarinya

    telah menyebabkan rumah tangganya hampir bubar. Masalah yang menyelimuti

    rumah tangga Alec selama ini, menurut Poirot, tidak lain karena kesalahan Alec

    sendiri. Alec akhirnya menyadari kesalahannya. Poirot menyarankan Alec segera

    menemui istrinya dan meminta maaf atas kesalahannya selama ini. Peristiwa ini

    menjadi penyelesaian atas masalah rumah tangga Alec yang sebelumnya menjadi

    misteri dan sempat memunculkan kecurigaan Poirot bahwa masalah rumah tangga

    Alec berkaitan dengan kasus pembunuhan itu.

    Poirot kemudian menemui polisi untuk memberitahukan hasil penemuannya

    berkaitan dengan pemecahan atas kasus pembunuhan yang terjadi. Poirot

    mengatakan bahwa sang pembunuh yang sebenarnya adalah Sir George. Bab

    terakhir menceritakan Poirot menemui Nyonya Folliat untuk memberitahukan

    hasil pemecahan kasus itu yang melibatkan anak Nyonya Folliat sebagai tersangka

    utamanya (motif pembongkaran kasus). Anaknya tidak lain adalah Sir George

    yang selama ini menutupi identitas jatidirinya sebagai James.

    Kepada Nyonya Folliat, Poirot menceritakan awal mula peristiwa

    pembunuhan Hattie hingga terjadinya tragedi pembunuhan Marlene. Pembunuhan

    yang terjadi beberapa tahun yang lalu itu diawali dari kembalinya James ke

  • 30

    Nassecombe setelah melarikan diri dari wajib militer bersama istrinya seorang

    wanita Italia. Saat itu Nyonya Folliat sedang diberi pekerjaan oleh pemerintah

    untuk merawat Hattie, gadis sebatang kara yang baru saja mengalami musibah

    karena seluruh keluarganya tewas terkena gempa bumi. Pekerjaan itu diterima

    Nyonya Folliat untuk membayar hutangnya yang telah menumpuk. Hattie saat itu

    menjadi gadis yang sangat kaya karena mewarisi seluruh harta keluarganya. Ingin

    memanfaatkan situasi tersebut, James kemudian menyamar dengan menjadi

    pribadi baru bernama Sir George, seorang bujangan kaya. Ia lalu menikahi Hattie,

    membunuhnya, lalu memunculkan istri Italianya yang menyamar sebagai Hattie..

    James dan istrinya berhasil menutup kasus kejahatan mereka dan menikmati

    kekayaan Hattie hingga bertahun-tahun. Kedatangan De Sousa nyaris

    membongkar penyamaran Hattie palsu. Sir George telah membuat sandiwara.

    Hattie disuruh menyelinap keluar dari Nassecombe, lalu Marlene dibunuh. Sir

    George mengatakan bahwa De Sousa suka membunuh agar orang-orang mengira

    Hattie telah dibunuh oleh De Sousa, lalu Marlene juga dibunuhnya karena

    menyaksikan pembunuhan itu. Tidak lama kemudian Sir George juga membunuh

    Merdell agar tidak membuka mulut.

    Poirot mengatakan, polisi sekarang sedang membongkar bangunan berkubah

    yang di bawahnya terkubur mayat Hattie asli. Nyonya Folliat akhirnya mengakui

    kejahatan yang dilakukan oleh anaknya dan menantunya. Ia menyesali

    keputusannya menuruti kemauan anaknya dan tidak melaporkan anaknya kepada

    polisi. Ia melakukan semua itu karena ia mencintai anaknya.

  • 31

    2.2.1.6 Pembahasan Plot

    Dari uraian di atas, ditemukan beberapa motif yang menggerakkan plot,

    yakni motif firasat buruk, perkenalan antardftokoh, kedatangan tokoh pemicu

    terbongkarnya kasus, pembunuhan, penyelidikan, penuduhan terhadap orang tidak

    bersalah, dan motif pembongkaran kasus. Hubungan kausalitas antarmotif tidak

    selalu dapat dilihat dalam peristiwa yang berlangsung. Peristiwa-peristiwa yang

    dimunculkan tidak selalu menunjukkan keterkaitan seketika itu juga. Hubungan

    kausalitas itu dapat dilihat di akhir cerita ketika tokoh protagonis menceritakan

    hasil pemecahannya atas kasus tersebut. Hal ini merupakan ciri khas dalam cerita

    detektif yang betujuan memberikan efek kejutan bagi pembaca.

    Berdasarkan kriteria urutan waktunya, plot novel KB tergolong plot lurus.

    Tahap demi tahap berurutan mulai dari awal hingga akhir cerita. Kedatangan

    Poirot di Nassecombe disusul dengan tewasnya Marlene, lalu polisi dan Poirot

    melakukan penyelidikan, kemudian Merdell terbunuh, dan akhirnya Poirot

    berhasil membongkar kasus pembunuhan Marlene dan Merdell yang terkait

    langsung dengan kasus pembunuhan Hattie yang terpendam selama bertahun-

    tahun. Kisah terbunuhnya Hattie yang diceritakan oleh Poirot di akhir cerita tidak

    dimaksudkan sebagai sorot balik melainkan sebagai teknik backtracking. Teknik

    penceritaan masa lalu itu dimunculkan dalam bentuk dialog untuk

    mengungkapkan hasil penyelidikan tokoh Poirot dalam membongkar kejahatan

    yang dilakukan oleh tokoh Sir George.

  • 32

    2.2.2 Analisis Tokoh dan Penokohan Novel Kubur Berkubah

    2.2.2.1 Tokoh Protagonis

    Novel KB menampilkan Hercule Poirot sebagai tokoh protagonis yang

    membuat plot cerita terjalin melalui pengalamannya menelusuri kasus

    pembunuhan di Nassecombe. Poirot seorang lelaki lajang asal Belgia yang sudah

    lama tinggal di Inggris dan berprofesi sebagai detektif. Secara fisik Poirot

    digambarkan bertubuh gemuk, pendek, dan berkumis tebal. Poirot adalah tipe

    orang yang mudah beradaptasi dengan lingkungan dan bergaul dengan orang-

    orang sekitar. Ia mengenal watak orang-orang Inggris yang penuh dengan basa-

    basi dan kesopanan ala bangsawan. Ia menyadari keberadaan dirinya di negeri

    tersebut sebagai orang asing sehingga ia harus dapat beradaptasi dengan karakter

    orang-orang sekitar. Dalam perkenalannya dengan orang-orang di Nasse House,

    Poirot berbasa-basi secukupnya dan bersikap sopan. Karena itu, Poirot mudah

    diterima oleh orang-orang dan dapat menggali berbagai keterangan melalui

    perbincangan mereka. Seperti yang dilakukannya ketika Oliver mengenalkannya

    pada Nyonya Folliat yang akhirnya bercerita panjang lebar tentang Nasse House.

    Wajah wanita tua itu berseri-seri. ”Oh, ini rupanya M. Poirot yang terkenal itu! Anda baik sekali mau datang untuk membantu kami besok. Wanita cerdas ini telah merencanakan suatu permainan pemecahan perkara yang hebat. Pasti akan luar biasa.” Poirot agak heran melihat keanggunan wanita kecil itu. Sepantasnya wanita inilah yang menjadi nyonya rumah. ”Nyonya Oliver kenalan lama saya,” kata Poirot dengan sopan. ”Saya senang bisa memenuhi permintaannya. Tempat ini betul-betul indah, bangunannya anggun dan sempurna sekali.” Nyonya Folliat mengangguk membenarkan. ”Ya. Rumah ini didirikan oleh kakek buyut suami saya dalam tahun 1790...” (Christie, 1984:35)

  • 33

    Ia mempunyai kepercayaan diri yang kuat dan wibawa yang muncul karena

    keahliannya dalam memecahkan kasus pembunuhan. Poirot adalah detektif yang

    terkenal karena keberhasilannya dalam memecahkan setiap kasus yang

    ditanganinya. Keberhasilannya terwujud karena sifatnya yang gigih tanpa putus

    asa dalam menelusuri sebuah kasus. Kegigihannya digambarkan oleh pengarang

    dengan teknik pelukisan dramatik melalui ucapan dalam dialog antara Poirot

    dengan Nyonya Folliat.

    Poirot bangkit dan memandangi wanita tua itu. Dan wanita tua itu berkata dengan kesal, ”Mengapa Anda ribut-ribut, sedang polisi saja sudah menyerah.” Poirot menggeleng. ”Oh, tidak, Nyonya, Anda keliru. Polisi tidak menyerah. Dan saya,” sambungnya lagi, ”juga tidak menyerah. Ingat itu. Saya, Hercule Poirot, tidak menyerah.” Suatu kalimat penutupan yang khas dari Hercule Poirot. (Christie, 1984:242)

    Ia juga seseorang yang mempunyai rasa ingin tahu yang besar. Sahabatnya,

    Oliver tahu persis watak Poirot. Karena itu pula, Oliver memintanya datang ke

    Nassecombe tanpa memberitahukan alasan dari permintaannya tersebut dan

    Oliver yakin bahwa Poirot akan datang. Rasa ingin tahu yang besar itu berkaitan

    dengan kecintaannya pada kejujuran. Sesuatu yang tampak ditutup-tutupi dengan

    kebohongan membuat naluri detektifnya muncul untuk menguak fakta di balik

    kebohongan itu. Dalam berbicara dengan orang lain pun, Poirot selalu memancing

    lawan bicaranya untuk menceritakan semua yang diketahui orang itu dengan terus

    memberikan pertanyaan-pertanyaan dan ucapan-ucapan yang memancing reaksi.

    Terkadang ia harus berbohong untuk memancing pengakuan seseorang. Seperti

    yang dilakukannya pada Peggy Legge.

  • 34

    ”Bukankah Anda tadi sedang mencari-cari sesuatu? Mungkinkah ini barang itu?” Diperlihatkannya jimat emas yang kecil itu. ”Saya—oh, ya—. Terimakasih, M. Poirot. Di mana Anda menemukannya?” ”Di sini, di celah lantai itu.” ”Entah kapan jatuhnya.” ”Kemarin barangkali?” ”Bukan, bukan kemarin. Sebelum itu.” ”Bagaimana mungkin, Nyonya. Saya ingat benar melihat benda ini di pergelangan Anda waktu Anda sedang meramalkan nasib saya.” Tak ada orang yang berbohong sepandai Hercule Poirot. Dia berbicara dengan keyakinan penuh dan Peggy Legge pun tertunduk. (Christie, 1984:202) Meskipun Poirot mempunyai komitmen pada kejujuran, Poirot terkadang

    merasa harus berbohong. Hal itu tidak berarti Poirot suka berbohong. Poirot

    melakukan kebohongan hanya dalam situasi yang menurutnya tidak bijaksana jika

    mengungkapkan kejujuran apa adanya. Kebijaksanaan Poirot kadang bertujuan

    untuk menjaga perasaan lawan bicaranya. Seperti yang dilakukannya ketika

    mengamati tatanan rambut dan penampilan Oliver yang menurutnya kampungan

    dan wajah Nyonya Masterton yang mirip anjing pelacak. Ia hanya menyimpan

    pengamatannya tersebut dalam hati dan tidak membicarakannya. Kadang Poirot

    juga tidak tulus dalam melakukan sesuatu untuk menghormati orang lain.

    Misalnya ketika sedang mengantar Poirot menuju Nasse House dari stasiun kereta

    api, sopir Nasse House itu membicarakan beberapa tempat yang sedang

    dilewatinya. Poirot kemudian memuji tempat yang dimaksud oleh sopir. Meski

    hal itu sebenarnya tidak menarik baginya, ia melakukan itu untuk membesarkan

    hati lawan bicaranya.

    ”Ini Sungai Helm, Tuan,” katanya. ”Yang jauh di sana itu Dartmoor.” Poirot menyadari bahwa dia harus menyatakan kekagumannya. Maka dia pun lalu berdecak dan bergumam, ”Sungguh Indah!” beberapa kali. Sebenarnya alam tidak begitu menarik perhatiannya. (Christie, 1984:16)

  • 35

    Poirot juga selalu memperhatikan hal-hal yang ditemuinya seremeh apa pun.

    Karena kepekaannya ini, Poirot berhasil memecahkan kasus pembunuhan tersebut

    melalui hal-hal remeh yang tidak diperhatikan oleh orang lain, bahkan oleh polisi.

    Dalam menentang atau menyangkal sesuatu yang tidak sesuai dengan

    pendapatnya, Poirot cenderung menahan diri untuk mengungkapkan

    ketidaksetujuannya secara lugas. Ia lebih suka mengajak lawan bicaranya untuk

    mempertimbangkan kembali pendapatnya yang dianggapnya keliru dengan

    mempertanyakan pendapat tersebut.

    Konflik yang muncul antara tokoh protagonis dan antagonis dalam cerita ini

    tidak lepas dari penokohan kedua tokoh yang saling bertentangan. Watak Poirot

    yang cinta pada kebenaran dan kejujuran bertolakbelakang dengan watak tokoh

    antagonis yang jahat dan suka menutupi kejahatannya dengan berbagai

    kebohongan.

    2.2.2.2 Tokoh Antagonis

    Tokoh antagonis dalam novel ini adalah Sir George. Sir George

    digambarkan sebagai orang kaya yang penuh akal licik dan kejam, tetapi pintar

    dalam menyembunyikan kejahatannya dan ahli berakting serta mempengaruhi

    orang dengan kata-katanya. Ia menutupi kejahatannya dengan sikap sopan, ramah,

    dan terbuka. Meskipun sopan, Sir Goerge juga digambarkan berpembawaan kasar,

    mudah marah, dan mata keranjang. Sir George selalu marah jika ada orang asing

    yang melintasi halamannya tanpa izin.

    Dari jendela kamar Lady Stubbs, Sir George bersandar keluar dan berteriak dengan marah pada mereka. ”Kalian memasuki daerah terlarang,” katanya. ”Apa?” kata gadis yang berkerudung kepala hijau.

  • 36

    ”Ini daerah pribadi! Kalian tak boleh lewat di sini.” Gadis yang seorang lagi, yang memakai kerudung biru muda berkata, “Tolong? Dermaga Nassecombe--,” kata-kata itu dilafalkan dengan berhati-hati. ”Inikah jalannya?” ”Kalian masuk daerah orang!” bentak Sir George. ”Apa?” ”Melanggar daerah pribadi! Tak boleh lewat di sini. Kalian harus kembali. Kembali ke tempat kalian tadi!”(Christie, 1984:85) Ia pintar bergaul dan memanfaatkan keahliannya ini untuk mendekati

    wanita-wanita cantik yang ditemuinya. Meskipun sudah beristri, Sir George dalam

    suatu kesempatan dengan sembunyi-sembunyi menggoda Peggy Legge, istri Alec

    Legge.

    Dari jarak yang lebih dekat, terdengar suara Sir George yang lembut dan penuh birahi. ”Pantas benar kau memakai cadar itu. Maunya kau berada dalam haremku, Peggy. Aku akan datang dan banyak-banyak minta nasibku diramalkan besok. Apa yang kau ramalkan?” Terdengar bunyi kaki yang bergeser dan suara Peggy Legge terengah berkata, ”George, jangan.” (Christie, 1984:63) Karakter tokoh antagonis tersebut bertolakbelakang dengan karakter tokoh

    protagonis. Pertentangan inilah yang akhirnya memunculkan konflik, meskipun

    tidak secara langsung, dalam arti kejahatan yang dilakukan tokoh antagonis tidak

    menimpa tokoh protagonis maupun orang yang terkait langsung dengan tokoh

    protagonis, tetapi kejahatan tersebut bertentangan dengan watak tokoh protagonis

    yang cinta kebenaran dan kejujuran.

    2.2.2.3 Tokoh Bawahan

    Tokoh bawahan adalah tokoh yang dianggap tidak sentral. Beberapa tokoh

    bawahan yang muncul dalam novel ini antara lain Nyonya Amy Folliat, Hattie,

    Ariadne Oliver, Etienne De Sousa, Merdell, Marlene, dan Alec Legge. Nyonya

  • 37

    Amy Folliat dikisahkan sebagai wanita tua yang lemah dan penuh kepasrahan

    setelah ia ditinggal seluruh keluarganya, yakni suaminya dan kedua anaknya, dan

    mengalami kebangkrutan hingga akhirnya ia harus menjual rumahnya kepada Sir

    George. Ia juga berpandangan sinis pada hidup. Suatu ketika ia berkata pada

    Poirot bahwa dunia ini jahat dan banyak pula orang yang jahat sekali di dunia ini.

    Di akhir cerita, dijelaskan bahwa Nyonya Folliat sebenarnya adalah ibu dari tokoh

    Sir George yang sebenarnya bernama James. Tokoh Amy Folliat merupakan

    tokoh bawahan yang berpihak pada tokoh antagonis karena ia membela dan

    menutupi tindak kejahatan yang dilakukan oleh tokoh antagonis.

    Lady Stubbs alias ”Hattie” palsu digambarkan sebagai wanita yang lugu,

    manja, suka kemewahan, dan kekanak-kanakan. Ia juga seorang pemalas yang

    lebih suka menyuruh pembantunya melakukan semua pekerjaan rumah tangga.

    Hattie Stubbs menggeleng. ”Ah, tidak. Saya rasa itu membosankan sekali dan bodoh sekali. Bukankah ada para pelayan dan tukang-tukang kebun? Mengapa bukan mereka saja yang disuruh menyiapkannya?” (Christie, 1984:44) Hattie juga dikenal tertutup dan jarang bergaul dengan orang-orang. Dalam

    beberapa kesempatan digambarkan bahwa Hattie hanya sibuk memandangi cincin

    barunya, tidur di kamar, dan hanya keluar kamar ketika makan bersama.

    Meskipun demikian, beberapa orang mempunyai pandangan lain tentang

    Hattie palsu ini. Brewis berpendapat, meski tampak lugu dan bodoh, Hattie

    sebenarnya cerdik dan licik.

    ”Licik,” kata Nona Brewis lagi. ”Penipu! Selalu berpura-pura bodoh—lebih-lebih bila ada orang—. Saya rasa karena pikirnya suaminya senang kalau dia begitu!” (Christie, 1984:185)

  • 38

    Di akhir cerita, karakter Hattie ”palsu” tersebut ditunjukkan. Ia sebenarnya

    adalah istri pertama James yang berasal dari Itali dan berkomplot dengan James

    melakukan pembunuhan atas Hattie ”asli” dan merebut hartanya. Hattie ”palsu”

    tersebut berpura-pura bodoh dan lugu, padahal sebenarnya ia kejam dan licik.

    Tokoh Hattie ”palsu” merupakan tokoh bawahan yang berpihak pada tokoh

    antagonis.

    Ariadne Oliver, sahabat Poirot adalah tokoh yang mengantarkan dan

    membawa Poirot memasuki cerita dalam novel ini. Oliver adalah seorang janda

    tua yang telah menerbitkan banyak buku cerita detektif. Oliver digambarkan

    sebagai wanita yang ramah, baik hati, dan percaya diri baik dengan

    penampilannya maupun keahliannya. Ia adalah pengarang cerita yang cerdas dan

    mempunyai daya imajinasi yang tinggi tetapi sulit menjelaskan sesuatu kepada

    orang lain. Ia menganggap dirinya mempunyai insting wanita yang kuat sehingga

    ia merasa mendapatkan firasat bahwa akan ada sesuatu yang aneh terjadi dalam

    permainan tersebut. Sisi buruknya, ia terkadang terburu-buru dalam mengambil

    keputusan. Contohnya, ketika ia dengan asal berimajinasi tentang motif

    pembunuhan tersebut.

    ”Saya tak bisa membayangkan siapa yang mungkin melakukannya. Atau sekurang-kurangnya saya bisa berprasangka—saya bisa mengkhayalkan apa saja! Itulah sulitnya dengan saya. Sekarang saja—pada saat ini saya sudah bisa mengkhayalkan beberapa hal. Saya bahkan bisa membuatnya agar kelihatan seperti benar. Maksud saya, bisa saja dia dibunuh oleh orang yang suka membunuh anak-anak gadis (tetapi itu terlalu mudah)—dan apalagi kebetulan sekali orang yang suka membunuh anak-anak gadis itu berada dalam keramaian hari ini. Lalu bagaimana dia tahu bahwa Marlene berada di gudang kapal itu? Atau mungkin gadis itu mengetahui tentang rahasia cinta seseorang, atau mungkin dia telah melihat seseorang yang menguburkan mayat malam hari, mungkin pula dia telah mengenali seseorang yang selama ini menyembunyikan dirinya—atau mungkin dia telah mencium rahasia

  • 39

    tentang tempat tersembunyinya harta karun selama perang. Atau seseorang di perahu telah melemparkan seseorang ke dalam sungai dan gadis itu telah melihatnya dari jendela gudang kapal—atau dia bahkan telah menemukan suatu pesan yang amat penting, tertulis dengan kode rahasia dan dia sendiri tak tahu apa itu.” (Christie, 1984:126) Oliver adalah tipe orang yang mudah gelisah. Setelah ia mengetahui

    Marlene terbunuh, ia tampak syok dan kacau. Karena itu, Poirot menyarankannya

    minum obat agar lebih tenang. Oliver suka memperhatikan penampilannya,

    termasuk rambutnya. Ia suka sekali mengubah-ubah tatanan rambutnya. Oliver

    merupakan tokoh bawahan yang berpihak pada tokoh protagonis. Tokoh Oliver

    menghubungkan tokoh protagonis dengan tokoh antagonis dan mendukung usaha

    tokoh protagonis dalam membongkar kejahatan tokoh antagonis dengan

    menyampaikan dugaan dan semua informasi yang diketahuinya.

    Etienne De Sousa, sepupu jauh Hattie, adalah lelaki kaya yang ramah dan

    berwibawa. Pembawaannya tenang, sopan dan penuh percaya diri. Ia tidak terlalu

    suka bergaul dengan orang-orang. Ia berperan sebagai pemicu konflik yang

    membuat Sir George dan Hattie palsu takut jika kejahatannya terbongkar.

    Merdell, mantan mandor tukang kebun Nasse House, adalah lelaki tua yang

    telah berusia 92 tahun dan sekarang bekerja di dermaga penyebrangan di sungai

    dekat Nasse House. Ia selalu berpikiran sederhana dan menghindari konflik.

    Merdell juga suka meminum minuman keras. Ia terkadang berbicara dengan nada

    sinis ketika membicarakan sesuatu yang menurutnya pantas diejek, seperti yang

    tampak dalam dialog antara Merdell dengan Poirot ketika membicarakan tentang

    Sir George. Merdell yang mengetahui kebusukan Sir George bercerita kepada

    Poirot dengan sinis. Merdell menjadi korban pembunuhan karena ia pernah

  • 40

    melihat mayat perempuan di hutan sekitar Nasse House dan mengetahui

    penyamaran Sir George.

    Marlene Tucker, cucu Merdell, adalah gadis lugu yang bodoh dan mudah

    disuap. Marlene suka mengintai dan mengintip orang-orang. Ia sering

    mendapatkan uang suap dari orang yang diintipnya agar ia menutup mulut. Ia

    senang mendapatkan uang suap itu dan membelanjakannya untuk membeli

    peralatan kosmetik dan aksesoris pakaian. Secara fisik Marlene tidak cantik dan

    wajahnya agak bopeng. Marlene dibunuh karena ia mengetahui kejahatan sang

    pembunuh dari cerita kakeknya.

    Alec Legge adalah orang luar daerah y