hubungan interdialytic weight gain(idwg) dengan …

11
Prosiding 1 st Seminar Nasional dan Call for Paper Arah Kebijakan dan Optimalisasi Tenaga Kesehatan Menghadapi Revolusi Industri 4.0 Fakultas Ilmu Kesehatan ISBN 978-602-0791-41-8 212 | Universitas Muhammadiyah Ponorogo 22-23 Agustus 2019 HUBUNGAN INTERDIALYTIC WEIGHT GAIN(IDWG) DENGAN KUALITAS HIDUP PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK YANG MENJALANI HEMODIALISIS Pita Arifatun Siam 1 , Laily Isro’in 2 Saiful Nurhidayat 3 ¹,2,3 Fakultas Ilmu Kesehatan,Universitas Muhammadiyah Ponorogo ABSTRACT Kata Kunci: Interdialytic Weight Gain, Kualitas Hidup, Hemodialisis Abstract Low quality of life in hemodialysis patients caused by the intake of excess fluids and food Low quality of life in hemodialysis patients caused by the intake of excess fluids and food during theinterdialyticperiod. The increase in the volume of extracellular water due to decreased kidney function which can not maintain homeostasis biggest lead to increased fluid during intervals between hemodialysis.This study aims to identify andto analyze the relationship between Interdialytic Weight Gain with the quality of life in hemodialysis patients This study uses a correlational design with a retrospective approach. The number of respondents in the Hemodialysis Unit of the General Hospital dr. Harjono Ponorogo as many as 53 respondents.The sampling technique used is purposive sampling. Weight Gain Interdialytic data collection (IDWG) conducted by the method of documentation studies in hemodialysis unit registers record and data collection quality of life using the SF-36 questionnaire. The data were analyzed using Chi-Square statistical test with a significant level <0.05 The results showed that the majority of research subjects (52.83%) have interdialytic Percentage of weight gain (IDWG) is high (> 3%) and the majority of the study subjects (56.6%) had a poor quality of life Percentage. There is a significant relationship between interdialytic Weight Gain with the quality of life of patients with chronic renal failure undergoing hemodialysis at the Hemodialysis Unit of the General Hospital dr.Harjono Ponorogo (p value = 0.004, α = 0,05). Thus controlling weight gain interdialisis can be done to optimize the quality of life in hemodialysis patients. Abstrak Kualitas hidup yang rendah pada pasien hemodialisis diakibatkan oleh asupan cairan dan makanan yang berlebih selama periode interdialytic. Peningkatan volume air ekstraseluler akibat penurunan fungsi ginjal yang tidak dapat mempertahankan homeostatis mengakibatkan peningkatan cairan terbesar selama interval antar hemodialisis. Penelitian ini bertujuan untuk mengindentifikasi dan menganalisis hubungan antara Interdialytic Weight Gain dengan kualitas hidup pada pasien hemodialysis Penelitian ini menggunakan rancangan korelasional dengan pendekatan restrospektif. Jumlah responden di Unit Hemodialisis Rumah Sakit Umum dr. Harjono Ponorogo sebanyak 53 responden. Teknik sampling yang digunakan adalah Purposive Sampling. Pengumpulan data Interdialytic Weight Gain (IDWG) dilakukan dengan metode studi dokumentasi catatan register di Unit Hemodialisis dan pengumpulan data Kualitas hidup menggunakan instrumen kuesioner SF-36. Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji statistik Chi-Square dengan tingkat signifikan <0,05 Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar subjek penelitian (52.83%) memiliki Prosentaseinterdialytic weight gain (IDWG) yang tinggi (>3%) dan sebagian besar subjek penelitian (56.6%) memiliki Prosentase kualitas hidup yang buruk. Terdapat hubungan yang signifikan antara interdialytic Weight Gain dengan kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa di Unit Hemodialisis Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr.Harjono Ponorogo (p value = 0.004, α = 0.05 ). Sehingga pengendalian penambahan berat badan interdialisis dapat dilakukan untuk mengoptimalkan kualitas hidup pada pasien hemodialisis. Pembatasan asupan cairan serta pemantauan jumlah cairan dalam tubuh dengan menimbang berat badan rutin dan menentukan asupan cairan yang baik membantu pasien beradaptasi dengan perubahan status kesehatan dan meningkatkan kualitas hidupnya

Upload: others

Post on 27-Jan-2022

10 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Prosiding 1st Seminar Nasional dan Call for Paper Arah Kebijakan dan Optimalisasi Tenaga Kesehatan Menghadapi Revolusi Industri 4.0

Fakultas Ilmu Kesehatan

ISBN 978-602-0791-41-8

212 | U n i v e r s i t a s M u h a m m a d i y a h P o n o r o g o

2 2 - 2 3 A g u s t u s 2 0 1 9

HUBUNGAN INTERDIALYTIC WEIGHT GAIN(IDWG) DENGAN

KUALITAS HIDUP PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK YANG

MENJALANI HEMODIALISIS

Pita Arifatun Siam1, Laily Isro’in2 Saiful Nurhidayat3

¹,2,3Fakultas I lmu Kesehatan ,Universitas Muhammadiyah Ponorogo

ABSTRACT

Kata Kunci:

Interdialytic

Weight Gain,

Kualitas Hidup,

Hemodialisis

Abstract

Low quality of life in hemodialysis patients caused by the intake of excess fluids and food Low

quality of life in hemodialysis patients caused by the intake of excess fluids and food during

theinterdialyticperiod. The increase in the volume of extracellular water due to decreased

kidney function which can not maintain homeostasis biggest lead to increased fluid during

intervals between hemodialysis.This study aims to identify andto analyze the relationship

between Interdialytic Weight Gain with the quality of life in hemodialysis patients This study

uses a correlational design with a retrospective approach. The number of respondents in the

Hemodialysis Unit of the General Hospital dr. Harjono Ponorogo as many as 53

respondents.The sampling technique used is purposive sampling. Weight Gain Interdialytic

data collection (IDWG) conducted by the method of documentation studies in hemodialysis

unit registers record and data collection quality of life using the SF-36 questionnaire. The data

were analyzed using Chi-Square statistical test with a significant level <0.05 The results

showed that the majority of research subjects (52.83%) have interdialytic Percentage of weight

gain (IDWG) is high (> 3%) and the majority of the study subjects (56.6%) had a poor quality

of life Percentage. There is a significant relationship between interdialytic Weight Gain with

the quality of life of patients with chronic renal failure undergoing hemodialysis at the

Hemodialysis Unit of the General Hospital dr.Harjono Ponorogo (p value = 0.004, α = 0,05).

Thus controlling weight gain interdialisis can be done to optimize the quality of life in

hemodialysis patients.

Abstrak

Kualitas hidup yang rendah pada pasien hemodialisis diakibatkan oleh asupan cairan dan

makanan yang berlebih selama periode interdialytic. Peningkatan volume air ekstraseluler

akibat penurunan fungsi ginjal yang tidak dapat mempertahankan homeostatis mengakibatkan

peningkatan cairan terbesar selama interval antar hemodialisis. Penelitian ini bertujuan untuk

mengindentifikasi dan menganalisis hubungan antara Interdialytic Weight Gain dengan

kualitas hidup pada pasien hemodialysis Penelitian ini menggunakan rancangan korelasional

dengan pendekatan restrospektif. Jumlah responden di Unit Hemodialisis Rumah Sakit Umum

dr. Harjono Ponorogo sebanyak 53 responden. Teknik sampling yang digunakan adalah

Purposive Sampling. Pengumpulan data Interdialytic Weight Gain (IDWG) dilakukan dengan

metode studi dokumentasi catatan register di Unit Hemodialisis dan pengumpulan data

Kualitas hidup menggunakan instrumen kuesioner SF-36. Analisis data dilakukan dengan

menggunakan uji statistik Chi-Square dengan tingkat signifikan <0,05 Hasil penelitian

menunjukkan bahwa sebagian besar subjek penelitian (52.83%) memiliki

Prosentaseinterdialytic weight gain (IDWG) yang tinggi (>3%) dan sebagian besar subjek

penelitian (56.6%) memiliki Prosentase kualitas hidup yang buruk. Terdapat hubungan yang

signifikan antara interdialytic Weight Gain dengan kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik

yang menjalani hemodialisa di Unit Hemodialisis Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)

dr.Harjono Ponorogo (p value = 0.004, α = 0.05 ). Sehingga pengendalian penambahan berat

badan interdialisis dapat dilakukan untuk mengoptimalkan kualitas hidup pada pasien

hemodialisis. Pembatasan asupan cairan serta pemantauan jumlah cairan dalam tubuh dengan

menimbang berat badan rutin dan menentukan asupan cairan yang baik membantu pasien

beradaptasi dengan perubahan status kesehatan dan meningkatkan kualitas hidupnya

Prosiding 1st Seminar Nasional dan Call for Paper

Arah Kebijakan dan Optimalisasi Tenaga Kesehatan Menghadapi Revolusi Industri 4.0

Fakultas Ilmu Kesehatan ISBN 978-602-0791-41-8

213 | U n i v e r s i t a s M u h a m m a d i y a h P o n o r o g o

2 2 - 2 3 A g u s t u s 2 0 1 9

1. PENDAHULUAN

Peningkatan IDWG lebih dari 3,5% dari berat

badan kering menyebabkan penurunan output urine,

kram intradialytic, kelelahan, pusing, edema

ekstremitas bawah, asites, dan sesak nafas yang

mengakibatkan kesulitan dalam melakukan aktivitas

fisik seperti berjalan, membungkuk serta

menggerakan badan hal tersebut dapat

mengakibatkan penurunan kualitas hidup pada

pasien hemodialisis (Riyanto,2011)

WHO (Badan Kesehatan Dunia) menyatakan

pada tahun 2013 terjadi peningkatan jumlah

penderita gagal ginjal kronik sebesar 50% dari tahun

sebelumnya. Indonesia Renal Registry (IRR)

menyatakan bahwa penderita gagal ginjal di

Indonesia, tahun 2007-2016 tercatat 78.281 pasien.

Dimana pasien baru sebanyak 25.446 dan pasien

aktif sebanyak 52.835.Angka kejadian gagal ginjal

kronik di Indonesia terbanyak disebabkan oleh

Nefropati diabetic yang menempati urutan pertama

sebanyak 52 % diikuti oleh Hipertensi sebanyak

24%. Hal ini berbeda dengan tahun sebelumnya

dimana Penyakit Ginjal Hipertensi selalu menempati

urutan pertama dan selisih dengan Nefropati

Diabetika (IRR,2016). Hasil Riskedes 2013

menunjukkan prevalensi penyakit gagal ginjal konis

meningkat seiring dengan bertambahnya umur,

meningkat tajam pada kelompok umur 35-44 tahun

(0,3%), diikuti umur 45-54 tahun (0,4%), dan umur

55-74 tahun (0,5%), tertinggi pada kelompok umur

>75 tahun (0,6%). Prevalensi pada laki-laki (0,3%)

lebih tinggi dari perempuan (0,2%), prevalensi lebih

tinggi pada masyarakat pedesaan (0,3%). 1-3 dari

10.000 penduduk di Jawa Timur mengalami gagal

ginjal kronik. Dalam penelitian (Isroin,dkk 2017)

menyatakan jumlah pasien yang terdaftar menjalani

hemodialisa di Unit Hemodialisis Rumah Sakit

Umum Daerah Dr.Harjono Ponorogo pada tahun

2014 sejumlah 200 pasien, pada tahun 2015

meningkat sejumlah 250 pasien, dalam penelitian

(Abdiansyah,2016) pada tahun 2016 sejumlah 198

orang, dalam (Putri,2017) pada tahun 2017 sejumlah

224 pasien dan hasil studi pendahuluan peneliti

hingga tanggal 15 Desember 2018 tercatat sejumlah

216 pasien.

Prevalensi di negara maju IDWG terus

mengalami peningkatan. Di Amerika Serikat sekitar

9,7%-49,5% dan di Eropa 9,8%-70% (Kugler, dkk,

2005 dalam Hidayati, 2012). Penelitian tersebut

didukung dengan studi kasus yang dilakukan oleh

Lolyta (2012) dalam Tanujiarso, (2014)

menunjukkan bahwa mayoritas responden

mengalami peningkatan berat badan lebih dari 5%

dari berat badan kering sebanyak 25 responden

(52,1%) dan yang tidak lebih dari 5% dari badan

kering sebanyak 23 responden (47,1%). Berdasarkan

hasil penelitian Abdiansyah (2016) menyatakan

jumlah keseluruhan pasien gagal ginjal yang

menjalani hemodialisis di Unit Hemodialisa RSUD

dr.Harjono Ponorogo terdapat 45 pasien dengan rata-

rata prosentase IDWG adalah 4,72% dan 60% pasien

memiliki Prosentase IDWG diatas 3,5%. (Sonnier,

B. 2000 dalam Istanti 2014) menyatakan 60%- 80%

pasien meninggal akibat kelebihan masukan cairan

dan makanan pada periode interdialitik.

Lindberg (2010) menyatakan kenaikan berat

badan 1 kilogram sama dengan 1 liter air yang

dikonsumsi pasien. Pertambahan berat badan

diantara dua sesi hemodialisis yang dapat ditoleransi

oleh tubuh adalah 0,1 sampai 1,5 kg. Asupan cairan

dan makanan selama periode interdialytic akan

meningkatkan volume air ekstraseluler akibat

penurunan fungsi ginjal yang tidak dapat

mempertahankan homeostatis. Akibatnya, berat

badan meningkat beberapa kilogram dan biasanya

terjadi overload cairan terbesar selama interval antar

hemodialisis yang ditandai dengan penurunan output

urine, kram intradialytic, kelelahan, pusing, edema

ekstremitas bawah, asites, kulit kering, bersisik,

kuku tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar, memar

(Purpura), gejala tersebut muncul akibat sisa

metabolisme tertahan didalam tubuh yang

seharusnya dikeluarkan melalui urine (Prince dan

Wilson (2005). Pertambahan berat badan lebih dari

1,5 kg akan mengakibatkan penurunan kesehatan

fisik, kemampuan atau bahkan kesulitan dalam

melakukan aktivitas sehari hari serta menggangu

aktivitas ringan sampai berat Lindberg (2010).

Menurut Lindberg (2010) IDWG yang harus

dicapai oleh pasien hemodialisis berada dalam

kisaran 2,5% sampai 3,5% . Upaya dalam mencapai

target tersebut dapat dilakukan dengan bertumpu

pada beberapa prinsip yaitu membatasi asupan diet

tinggi natrium, menyesuaikan konsentrasi natrium

dialisat sesuai kebutuhan masing-masing pasien,

manajemen berat badan kering, dan memberikan

durasi hemodialisis yang adekuat (Agarwal

dkk,2014). Pembatasan asupan cairan berguna untuk

pemeliharaan kesehatan dan pencegahan

peningkatan IDWG yang berlebih sehingga dapat

meningkatkan kualitas hidup pasien hemodialisis.

Selain itu pemantauan jumlah cairan dalam tubuh

dengan menimbang berat badan rutin dan

menentukan asupan cairan yang baik membantu

pasien beradaptasi dengan perubahan status

kesehatan dan meningkatkan kualitas hidupnya.

Adanya perubahan kualitas hidup akibat

peningkatan Interdialytic Weight Gain (IDWG)

menjadi perhatian perawat untuk mengantisipasi

risiko dan melakukan tindakan-tindakan pencegahan

terjadinya efek samping. Selain itu perawat juga

diharapkan memfasilitasi pasien hemodialisis dalam

mempertahankan kualitas hidupnya agar tetap

optimal.

Tujuan dari penelitian ini adalah

mengindentifikasi dan menganalisis hubungan

antara interdialytic weight gain dengan

kualitashidup pada pasien hemodialisis.

Prosiding 1st Seminar Nasional dan Call for Paper

Arah Kebijakan dan Optimalisasi Tenaga Kesehatan Menghadapi Revolusi Industri 4.0

Fakultas Ilmu Kesehatan ISBN 978-602-0791-41-8

214 | U n i v e r s i t a s M u h a m m a d i y a h P o n o r o g o

2 2 - 2 3 A g u s t u s 2 0 1 9

2. METODE PENELITIAN Desain yang digunakan pada penelitian ini

adalah rancangan korelasional dengan mengkaji dan

mengungkapkan hubungan antar variabel dengan

pendekatan restrospektif. Penelitian dengan

pendekatan restrospektif merupakan jenis penelitian

yang dilakukan dengan tujuan mengambarkan

deskripsi tentang suatu keadaan secara objektif

dengan melihat ke belakang (backward looking)

(Notoatmodjo 2010). Populasi dalam penelitian ini

adalahseluruh pasien yang menjalani prosedur

hemodialisis di Unit Hemodialisa Rumah Sakit

Umum Daerah Dr.Hardjono Ponorogo. Berdasarkan

data tanggal 15 Desember 2018 di Unit Hemodialisa

RSUD Dr.Hardjono Ponorogo terdapat sejumlah

216 pasien yang terdaftar menjalani hemodialysis.

Sampel pada penelitian ini ditentukan berdasarkan

kriteria inklusi yaitu karakteristik umum subyek

penelitian dari suatu populasi target yang terjangkau

oleh peneliti (Nursalam, 2008). Teknik sampling

yang digunakan dalam penelitian ini adalah

purposive sampling. Adapun kriteria dalam

penelitian ini adalah: Kesadaran Composmetis,

HbSAg negative, berusia 40- 60 Tahun, bersedia

menjadi subjek penelitian, responden dapat

membaca, menulis

Besar Sampel

Besar sampel untuk penelitian ini dihitung

dengan menggunakan rumus kolerasi Dahlan, (2013)

didapatkan hasil 53 pasien hemodialisis.

Pengumpulan data Interdialytic Weight Gain

(IDWG) dilakukan denganmengidentifikasi berat

badan pre-dialisis dan post-dialisis selama 4 minggu

dengan melihat catatan register responden yang ada

di Unit Hemodialisa dimulai pada tanggal 23 Maret

sampai 23 April 2019. Pengumpulan data kualitas

hidup menggunakan instrumen kuesioner SF-36.

Penetapan IDWG dilakukan dengan cara

menghitung berat badan pre-dialisis dikurangi berat

badan post-dialisis sebelumya dengan menggunakan

rumus sebagai berikut:

IDWG = BB preHD – BB postHD yang lalu

Kemudian menghitung prosentase IDWG

terhadap berat badan post-dialysis pada sesi

sebelumnya dengan menggunakan rumus sebagai

berikut:

%IDWG

BB preHD – BB post HD yang lalu

BB post HD yang lalu

Sumber : Nerbass et al., 2011

Data dianalisisdengan menggunakan korelasi

chisquare (x²) dengan table 2x2 dengan confident

interval (CI) 95% dan α (0,05). Penentuan

kesimpulan dengan melihat nilai p, apabila nilai p<α

maka variabel dianggap ada hubungan (H0 ditolak).

3. HASIL DAN PEMBAHASAN Data umum yang digunakan dalam penelitian

ini merupakan data primer yang didapatkan melalui

wawancara langsung dari subjek

penelitian.Gambaran umum responden dalam

penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut :

Tabel 1.Distribusi frekuensi subjek penelitian

berdasarkan usia pada pasie nhemodialisis

di Unit Hemodialisa RSUD dr.Harjono

Ponorogo 24 April – 7 Mei 2019

Umur

(tahun)

Frekuensi Prosentase

(%)

40-44 15 28.3

45-49 12 22.6

50-54 13 24.5

55-60 13 24.5

Jumlah 53 100

Sumber : Data Primer

Tabel 2. Distribusi frekuensi subjek penelitian

berdasarkan jenis kelamin pada pasien

hemodialisis di Unit Hemodialisa RSUD

dr.Harjono Ponorogo 24 April – 7 Mei

2019

Jenis

Kelamin

Frekuensi Prosentase

(%)

Laki-Laki 29 54.7

Perempuan 24 45.3

Jumlah 53 100

Sumber : Data Primer

Tabel 3.Distribusi frekuensi subjek penelitian

berdasarkan pekerjaan pada pasien

hemodialisis di Unit Hemodialisa RSUD

dr.Harjono Ponorogo (24 April – 7 Mei

2019)

Pekerjaan Frekuensi Prosentase

(%)

PNS 5 9.4

Pegawai

Swasta 4 7.5

Wiraswasta 13 25

Supir 2 3.8

Petani 11 21

Tidak Bekerja 18 34

Jumlah 53 100

Sumber : Data Primer

Tabel 4. Distribusi frekuensi subjek penelitian

berdasarkan pendidikan terakhir pada

pasien hemodialisis di Unit Hemodialisa

RSUD dr.Harjono Ponorogo 24 April – 7

Mei 2019

X 100

%

Prosiding 1st Seminar Nasional dan Call for Paper

Arah Kebijakan dan Optimalisasi Tenaga Kesehatan Menghadapi Revolusi Industri 4.0

Fakultas Ilmu Kesehatan ISBN 978-602-0791-41-8

215 | U n i v e r s i t a s M u h a m m a d i y a h P o n o r o g o

2 2 - 2 3 A g u s t u s 2 0 1 9

Pendidikan

Terakhir

Frekuensi Prosentase

(%)

SD 21 39.6

SMP 17 32.1

SMA 10 18.9

PT 5 9.43

Jumlah 53 100

Sumber : Data Primer

Tabel 5.Distribusi frekuensi subjek penelitian

berdasarkan penyakit penyerta pada

pasien hemodialisis di Unit Hemodialisa

RSUD dr.Harjono Ponorogo 24 April – 7

Mei 2019

Penyakit

Penyerta

Frekuensi Prosentase

(%)

HT 18 34

HT dan DM 6 11

HT dan AU 5 9.4

AU 10 19

HT dan Gastritis 2 3.8

DM 6 11

DM, HT dan

Vertigo 1

1.9

Batu ginjal 1 1.9

Tidak ada

riwayat 4 7.5

Jumlah 53 100

Sumber : Data Primer

Tabel 6. Distribusi frekuensi subjek penelitian

berdasarkan lama menjalani

hemodialisa pada pasien hemodialisis di

Unit Hemodialisa RSUD dr.Harjono

Ponorogo 24 April – 7 Mei 2019

Lama HD Frekuensi Prosentase

(%)

> 12 Bulan 20 37.7

≤12 Bulan 33 62.3

Jumlah 53 100

Sumber : Data Primer

Tabel 7. Distribusi frekuensi subjek penelitian

berdasarkan Frekuensi Hemodialisa pada

pasien hemodialisis di Unit Hemodialisa

RSUD dr.Harjono Ponorogo 24 April – 7

Mei 2019

Frekuensi HD Frekuensi Prosentase

(%)

3 hari sekali 5 9.4

4 hari sekali 16 30

5 hari sekali 32 60

Jumlah 53 100

Sumber : Data Primer

Tabel 8.Distribusi frekuensi subjek penelitian

berdasarkan kesimbangan cairan pada pasien

hemodialisis di Unit Hemodialisa RSUD dr.Harjono

Ponorogo 24 April – 7 Mei 2019

Keseimbangan

Cairan

Frekuensi Prosentase

(%)

Asupan Cairan >

Produksi Urin

28 52.8

Asupan Cairan =

Produksi Urin

15 28.3

Asupan Cairan <

Produksi Urin

10 18.9

Jumlah 53 100

Sumber : Data Primer

Analisis Bivariat

Variabel Independen

Tabel 9 Distribusi frekuensi subjek penelitian

berdasarkan Prosentase Interdialytic

Weight Gain (IDWG) pada pasien

hemodialisis di Unit Hemodialisa

RSUD dr.Harjono Ponorogo 24 April –

7 Mei 2019

%IDWG Frekuensi Prosentase

(%)

Tinggi (>3%) 28 52.83

Rendah (≤3%) 25 47.17

Jumlah 53 100

Sumber : Data Primer

Tabel 9 menunjukkan bahwa dari seluruh

subjek penelitian (n=53) sebagian besar subjek

(52.83%) atau sejumlah 28 responden memiliki

Prosentase Interdialytic Weight Gain tinggi (>3%)

dan (47.17%) atau sejumlah 25 responden memiliki

Prosentase Interdialytic Weight Gain rendah (≤3%).

Variabel Dependen

Tabel 10 Distribusi frekuensi subjek penelitian

berdasarkan Prosentase kualitas hidup

pada pasien hemodialisis di Unit

Hemodialisa RSUD dr.Harjono

Ponorogo 24 April – 7 Mei 2019

Kualitas Hidup Frekuensi Prosentase

(%)

Buruk (<53.09) 30 56.6

Baik (≥53.09) 23 43.4

Jumlah 53 100

Sumber : Data Primer

Tabel 10 menunjukkan bahwa dari seluruh

subjek penelitian (n=53) sebagian besar subjek

(56.6%) atau sejumlah 30 responden memiliki

ProsentaseKualitas Hidup buruk (<53.09) dan

(43.4%) atau sejumlah 23 responden memiliki

ProsentaseKualitas Hidup baik (≥53.09)

Prosiding 1st Seminar Nasional dan Call for Paper

Arah Kebijakan dan Optimalisasi Tenaga Kesehatan Menghadapi Revolusi Industri 4.0

Fakultas Ilmu Kesehatan

ISBN 978-602-0791-41-8

216 | U n i v e r s i t a s M u h a m m a d i y a h P o n o r o g o

2 2 - 2 3 A g u s t u s 2 0 1 9

Tabel 11 Tabulasi Silang Interdialytic Weight Gain (IDWG) dan kualitas hidup pada pasien

hemodialisis di Unit Hemodialisa RSUD dr.Harjono Ponorogo 24 April – 7 Mei 2019

No % IDWG Kualitas Hidup

Jumlah % Uji Chi Buruk % Baik %

1 Tinggi (>3%) 21 70 7 30.4 28 52.8 p=

0.004 2 Rendah (≤3%) 9 30 16 69.6 25 47.2

Jumlah 30 100 23 100 53 100

Sumber : Data Primer

Berdasarkan hasil tabulasi silang pada

Tabel 11 menunjukkan bahwa dari seluruh

subjek penelitian (n=53) sebagian besar subjek

(39.8%) atau sejumlah 21 responden memiliki

ProsentaseIDWG tinggi (>3%)dengan disertai

kualitas hidup buruk, sedangkan sebagian kecil

subjek (13.2%) atau sejumlah 7 responden

memiliki Prosentase IDWG yang sama disertai

dengan kualitas hidup baik, serta (16.9%) atau

sejumlah 16 responden memiliki Prosentase

IDWG rendah (≤3%) dengan disertai kualitas

hidup buruk dan (30.1%) atau sejumlah 16

responden memiliki Prosentase IDWG yang

sama disertai dengan kualitas hidup baik.

Tabel 12 Tabulasi Silang antara keseimbangan asupan cairan dan produksi urin harian dengan

Prosentase Interdialytic Weight Gain (IDWG) pada pasien hemodialisis di Unit Hemodialisa

RSUD dr.Harjono Ponorogo 24 April-7 Mei 2019

No Keseimbangan

Cairan

Persentase IDWG

Jumlah % Tinggi

(>3%) %

Rendah

(≤3%) %

1 Intake > Output 20 37.7 8 15.09 28 52.83

2 Intake = Output 0 0 15 28.3 15 28.3

3 Intake < Output 8 15.1 2 3.774 10 18.87

Jumlah 28 52.8 25 47.17 53 100

Sumber : Data Primer

Tabel 12 menunjukkan hasil bahwa

37.7% atau 20 responden diantaranya

memiliki asupan cairan harian yang lebih

besar daripada produksi urin. Isro’in (2013)

menyatakan bahwa banyak pasien

hemodialisis minum lebih banyak jauh dari

yang direkomendasikan meskipun pasien

menyadari harus mematuhi pembatasan

asupan cairan meskipun berkeinginan untuk

minum. Hal tersebut menciptakan keadaan

tidak nyaman yaitu ambivalensi antara

minum dan tidak minum. Asupan cairan dan

makanan selama periode interdialytik akan

meningkatkan volume air ekstraseluler

karena fungsi ginjal menurun atau berhenti

tidak dapat mempertahankan homeostasis.

Akibat berat badan bisa meningkat beberapa

kilogram dan biasanya overload cairan

terbesar adalah selama interval antara

hemodialisis. Istanti (2011) menyatakan

bahwa semakin banyak cairan masuk maka

IDWG semakin meningkat, selain itu volume

urin juga merupakan salah satu faktor

penentu utama IDWG pada pasien

hemodialisis (Lee dkk,2014). Berdasarkan

teori tersebut, peneliti berasumsi bahwa

pembatasan dan pemantauan jumlah cairan

dalam tubuh dengan menentukan asupan

cairan yang baik serta menimbang berat

badan rutin berguna untuk pencegahan

peningkatan IDWG.

Tabel 13 Tabulasi Silang antara lama menjalani hemodialisis dengan Prosentase Interdialytic Weight

Gain (IDWG) pada pasien hemodialisis di Unit Hemodialisa RSUD dr.Harjono Ponorogo 24

April-7 Mei 2019

No Lama menjalani

hemodialisa

Persentase IDWG

Jumlah % Tinggi

(>3%) %

Rendah

(≤3%) %

1 > 12 Bulan 10 18.9 10 18.87 20 37.74

Prosiding 1st Seminar Nasional dan Call for Paper

Arah Kebijakan dan Optimalisasi Tenaga Kesehatan Menghadapi Revolusi Industri 4.0

Fakultas Ilmu Kesehatan

ISBN 978-602-0791-41-8

217 | U n i v e r s i t a s M u h a m m a d i y a h P o n o r o g o

2 2 - 2 3 A g u s t u s 2 0 1 9

2 ≤12 Bulan 18 34 15 28.3 33 62.26

Jumlah 28 52.8 25 47.17 53 100

Sumber : Data Primer

Tabel 13 menunjukkan hasil bahwa 34%

atau 18 responden diantaranya telah menjalani

hemodialisis ≤12 Bulan.Bayhakki (2017)

menyatakan bahwa semakin lama pasien

menjalani terapi hemodialisis akan memberi

peluang bagi pasien untuk lebih adaptative

dengan program terapi begitupun sebaliknya

pasien baru yang menjalani terapi hemodialisis

cenderung maladaptive terhadap program terapi

yang dijalaninya, pasien baru memiliki potensi

tinggi untuk melanggar aturan diit karena belum

terbiasa sehingga menghambat kepatuhan

terhadap program terapi. Lama menjalani

hemodialisis dengan berbagai pengalaman dan

pengetahuan yang didapat selama proses

perawatan memiliki pengaruh terhadap

kepatuhan pasien hemodialisis. Berdasarkan

teori tersebut peneliti berasumsi bahwa

perbedaan karekteristik pasien dan faktor

komplikasi serta kepatuhan terhadap restriksi

cairan menjadi penyebab tingginya IDWG pada

pasein yang belum lama menjalani terapi

hemodialisis. Pada pasien yang sudah lama

menjalani hemodialisa cenderung memiliki lebih

banyak informasi tentang perawatan untuk

mengontrol jumlah intake cairan agar tidak

terjadi peningkatan berat badan yang berlebih.

Tabel 14 Tabulasi Silang antara Frekuensi hemodialisis dengan Prosentase Interdialytic Weight Gain

(IDWG) pada pasien hemodialisis di Unit Hemodialisa RSUD dr.Harjono Ponorogo 24 April-

7 Mei 2019

No Frekuensi

hemodialisis

Persentase IDWG

Jumlah % Tinggi

(>3%) %

Rendah

(≤3%) %

1 3 hari sekali 3 5.66 2 3.77 5 9.434

2 4 hari sekali 9 17 7 13.21 16 30.19

3 5 hari sekali 16 30.2 16 30.19 32 60.38

Jumlah 28 52.8 25 47.17 53 100

Sumber : Data Primer

Tabel 14 menunjukkan hasil bahwa

(30.2%) atau sejumlah 16 reponden dengan

frekuensi hemodialisa 5 hari sekali memiliki

persentase IDWG tinggi (>3%). Dalam

penelitiannya Foley,dkk (2011) menyatakan

bahwa interval waktu yang lebih lama antara dua

sesi hemodialisis berhubungan dengan kenaikan

BB interdialitik. Salah satu faktor penting dalam

mencapai adekuasi dialysis adalah durasi

hemodialisis. KDOQI (Kidney Disease Outcome

Quality Initiative) menyatakan untuk dapat

melakukan hemodialisis dengan frekuensi

singkat 3-4 sesi/minggu dengan syarat

mempertimbangkan preferensi pasien, potensi

kualitas hidup dan manfaat fisiologis serta risiko

terapi. Selain itu, dalam panduan klinin KDOQI

memberikan rekomendasi pemberian informasi

mengenai risiko terapi, meliputi kemungkinan

bertambahnya prosedur akses vascular dan

potensi terjadinya hipotensi selama dialysis

apabila pasien mempertimbangkan untuk sering

melakukan hemodialisi rutin dengan durasi

singkat (National Kidney Foundation,2015).

Frekuensi hemodialisis berkaitan erat dengan

efisiensi dan adekuasi hemodialisis, sehingga

frekuensi hemodialisis dipengaruhi juga oleh

tingkat uremia akibat progresivitas perburukaan

fungsi ginjalnya dan faktor-faktor

komorbiditasnya, serta kecepatan aliran darah

dan kecepatan aliran dialisat (Swartzendbuber et

al,2008). Berdasarkan teori tersebut peneliti

berasumsi bahwa sangatlah penting

memperhatikan kecukupan frekuensi

hemodialisa untuk mempertahankan dialysis

uremia serta adekuasi cairan dalam tubuh

Prosiding 1st Seminar Nasional dan Call for Paper

Arah Kebijakan dan Optimalisasi Tenaga Kesehatan Menghadapi Revolusi Industri 4.0

Fakultas Ilmu Kesehatan

ISBN 978-602-0791-41-8

218 | U n i v e r s i t a s M u h a m m a d i y a h P o n o r o g o

2 2 - 2 3 A g u s t u s 2 0 1 9

Tabel 15 Tabulasi Silang antara Jenis Kelamin dengan Prosentase Kualitas Hidup pada pasien

hemodialisis di Unit Hemodialisa RSUD dr.Harjono Ponorogo 24 April-7 Mei 2019

No Jenis Kelamin Persentase Kualitas Hidup

Jumlah % Buruk % Baik %

1 Laki-Laki 16 30.2 13 24.53 29 54.72

2 Perempuan 14 26.4 10 18.87 24 45.28

Jumlah 30 56.6 23 43.4 53 100

Sumber : Data Primer

Tabel 15 menunjukkan hasil bahwa

(30.2%) atau sejumlah 16 laki-laki memiliki

kualitas hidup buruk. Komposisi tubuh yang

dimiliki perempuan dan laki-laki sangat berbeda,

laki-laki lebih banyak memiliki jaringan otot

sedangkan perempuan lebih banyak jaringan

lemak yang berarti bahwa semakin banyak

lemak semakin sedikit persentasi air yang ada

pada badan dan mengakibatkan persentasi air

dalam tubuh juga kecil (Prince&Wilson,2006).

Laki-laki cenderung memiliki kebiasaan

merokok minum beralkohol dibanding

perempuan dimana nikotin dengan bahan

berbahaya kimia lainya seperti karbon

monoksida dan alcohol menyebabkan perubahan

denyut jantung, tekanan darah serta sirkulasi

pernafasan (Agustini 2010). Peneliti berasumsi

bahwa laki-laki dan perempuan mempunyai

keinginan yang sama untuk sembuh dalam

masalah kesehatanya, namun cara masing-

masing individulah yang menjadi faktor utama

dalam menentukan cara penyelesaian, mengatasi

perubahan dan situasi yang mengancam dirinya.

Semua individu memiliki koping yang sama

dalam mengelola penyakitnya yaitu keinginan

untuk sembuh dan tetap merasa nyaman dengan

kondisinya tidak memandang gender, jika

mereka sukses dalam menyelesaikan

masalahnya dengan baik maka akan muncul

perasaan untuk semangat hidup, nyaman dengan

kondisinya meskipun dengan ketergantungan

alat medis dalam jangka panjang.

Tabel16 Tabulasi Silang antara pendidikan dengan Prosentase Kualitas Hidup pada pasien hemodialisis

di Unit Hemodialisa RSUD dr.Harjono Ponorogo 24 April-7 Mei 2019

No Pendidikan Persentase Kualitas Hidup

Jumlah % Buruk % Baik %

1 SD 13 24.5 8 8 21 39.62

2 SMP 7 13.2 10 10 17 32.08

3 SMA 8 15.1 2 2 10 18.87

4 PT 2 3.77 3 3 5 9.434

Jumlah 30 56.6 23 43.4 53 100

Sumber : Data Primer

Tabel 16 menunjukkan hasil bahwa

(24.5%) atau sejumlah 13 responden

berpendidikan terakhir SD memiliki kualitas

hidup buruk. Pengetahuan merupakan domain

yang penting dalam terbentuknya tindakan.

Semakin rendah pendidikan seseorang akan

cenderung untuk berperilaku negatif karena

minimnya pendidikan yang diperoleh tidak dapat

meletakkan dasar pengertian dalam diri

seseorang. Yuliaw (2009) menyatakan bahwa

penderita yang memiliki pendidikan lebih tinggi

cenderung akan mempunyai pengetahuan yang

lebih luas sehingga dapat mengontrol dirinya

dalam menghadapi dan mengatasi masalah

kesehatanya serta mempunyai rasa percaya diri

yang tinggi, lebih berpengalaman, mempunyai

rencana yang tepat tentang bagaimana mengatasi

suatu masalah, mudah mengerti tentang apa yang

dianjurkan oleh petugas kesehatan serta dapat

mengurangi kecemasan dibandingkan dengan

penderita yang memiliki pendidikan rendah.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut peneliti

berasumsi bahwa penderita dengan pendidikan

lebih tinggi akan mempunyai pengetahuan yang

lebih luas dan memungkinkan pasien untuk

dapat mengontrol dirinya dalam pembatasan

cairan serta patuh terhadap regimen perawatan.

Prosiding 1st Seminar Nasional dan Call for Paper

Arah Kebijakan dan Optimalisasi Tenaga Kesehatan Menghadapi Revolusi Industri 4.0

Fakultas Ilmu Kesehatan

ISBN 978-602-0791-41-8

219 | U n i v e r s i t a s M u h a m m a d i y a h P o n o r o g o

2 2 - 2 3 A g u s t u s 2 0 1 9

Tabel 17 Tabulasi Silang antara penyakit penyerta dengan Prosentase Kualitas Hidup pada pasien

hemodialisis di Unit Hemodialisa RSUD dr.Harjono Ponorogo 24 April-7 Mei 2019

No Penyakit Penyerta Persentase Kualitas Hidup

Jumlah % Buruk % Baik %

1 Hipertensi 11 20.8 7 13.2 18 34

2 Hipertensi dan

Diabetes Mellitus 3 5.66 3 5.66 6 11.3

3 Hipertensi dan

Asam Urat 3 5.66 2 3.77 5 9.43

4 Asam Urat 5 9.43 5 9.43 10 18.9

5 Hipertensi dan

Gastritis 2 3.77 0 0 2 3.77

6 Diabetes Mellitus 3 5.66 3 5.66 6 11.3

7 Diabetes Mellitus

dan Hipertensi dan

Vertigo

0 0 1 1.89 1 1.89

8 Batu ginjal 0 0 1 1.89 1 1.89

9 Tidak ada riwayat 3 5.66 1 1.89 4 7.55

Jumlah 30 56.6 23 8 53 100

Sumber : Data Primer

Tabel 17 menunjukkan hasil bahwa

(20.8%) atau sejumlah 11 responden dengan

penyakit penyerta hipertensi memiliki kualitas

hidup buruk. Hipertensi menjadi kondisi yang

umum pada pasien yang menjalani hemodialisis

dengan angka kejadian mencapai 90%

(Gorsane,dkk 2015). Pasien dengan gagal ginjal

stadium akhir (ESRD) tidak memiliki

kemampuan untuk mengeluarkan natrium dan

air oleh ginjal sehingga mengakibatkan

peningkatan volume ekstraseluler, peningkatan

curah jantung dan peningkatan tekanan darah

(Kauric-Klein,2013). Terapi hemodialisa

seumur hidup akan menimbulkan stress fisik

seperti kelelahan, sakit kepala dan keringat

dingin akibat tekanan darah yang tidak stabil,

sehubung dengan efek hemodialisis juga

mempengaruhi keadaan psikologis sesorang.

Pasien akan mengalami gangguan dalam proses

berfikir dan konsentrasi serta gangguan dalam

hubungan sosial. Kunmartini dalam Fatayi

(2008) menyatakan bahwa pasien hemodialisis

sering dihadapkan dengan berbagai penyakit

penyerta yang dideritanya sehingga berakibat

pada penurunan kualitas hidup. Peneliti

berasumsi bahwa kualitas hidup seseorang

dibentuk oleh karakteristik individu yang

mempengaruhi status fungsional, diidentikkan

dengan kesehatan fisik dan status

biologis/fisiologis oleh karena itu diperlukan

dukungan keluarga serta perawat yang secara

langsung berinteraksi dengan pasien untuk

memonitoring mengakhiri dan mengevaluasi

setiap sesi dialysisi yang dijalani oleh pasien

serta diperlukan penggunaan obat antihipertensi

sebagai agen untuk mengendalikan tekanan

darah pada pasien hemodialisis sehingga

diharapkan dapat mengoptimalkan kesehatan

biologis pada pasien hemodialisis.

Tabel 18 Tabulasi Silang antara usia dengan Prosentase Kualitas Hidup pada pasien hemodialisis di Unit

Hemodialisa RSUD dr.Harjono Ponorogo 24 April-7 Mei 2019

No Usia Persentase Kualitas Hidup

Jumlah % Buruk % Baik %

1 40-44 Tahun 4 7.55 11 20.8 15 28.3

2 45-49 Tahun 7 13.2 5 9.43 12 22.6

3 50-54 Tahun 7 13.2 6 11.3 13 24.5

4 55-60 Tahun 12 22.6 1 1.89 13 24.5

Jumlah 30 56.6 23 8 53 100

Sumber : Data Primer

Prosiding 1st Seminar Nasional dan Call for Paper

Arah Kebijakan dan Optimalisasi Tenaga Kesehatan Menghadapi Revolusi Industri 4.0

Fakultas Ilmu Kesehatan

ISBN 978-602-0791-41-8

220 | U n i v e r s i t a s M u h a m m a d i y a h P o n o r o g o

2 2 - 2 3 A g u s t u s 2 0 1 9

Tabel 18 menunjukkan hasil bahwa

(20.8%) atau sejumlah 11 responden dengan

umur 40-44 tahun (Dewasa madya) memiliki

kualitas hidup baik. Pasien dengan usia dewasa

madya (36-45 tahun) mempunyai kualitas hidup

yang lebih baik, begitupula dengan kondisi

fisiknya yang lebih baik daripada yang berusia

lansia awal (46-55 tahun) dan lansia akhir (56-65

tahun). Meningkatnya usia seseorang akan

memberikan dampak pada penurunan fungsi-

fungsi tubuh sehingga semakin rentan terhadap

penyakit. Siregar (2009) menyatakan bahwa pada

umumnya manusia normal akan mengalami

penurunan kualitas hidup dengan meningkatnya

umur. Penderita gagal ginjal kronik usia muda

akan mempunyai kualitas hidup yang lebih baik

oleh karena biasanya kondisi fisiknya yang lebih

baik dibandingkan yang berusia tua. Penderita

yang dalam usia produktif merasa terpacu untuk

sembuh mengingat dia masih muda mempunyai

harapan hidup yang lebih tinggi, sebagai tulang

punggung keluarga, sementara yang tua

menyerahkan keputusan pada keluarga atau anak-

anaknya. Tidak sedikit dari mereka merasa sudah

tua, capek hanya menunggu waktu, akibatnya

mereka kurang motivasi dalam menjalani terapi

hemodialisa. Berdasarkan pernyataan tersebut

peneliti berasumsi bahwa setelah mengalami

penyakit kronis hanya cara pandang pasien

terhadap kondisinyalah yang sangat menentukan

kualitas hidupnnya, merasa berkeinginan untuk

lebih baik dengan mematuhi regimen perawatan

yang ada, mematuhi pembatasan cairan sehingga

berpengaruh pada peningkatan kualitas hidup

seseorang.

Uji statistic dengan menggunakan Chi-

square didapatkan hasilp value = 0.004 dapat

disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang

signifikan antara Interdialytic Weight Gain

(IDWG) dan kualitas hidup pada pasien

hemodialisis di Unit Hemodialisis RSUD

dr.Harjono Ponorogo. Hasil penelitian ini sejalan

dengan hasil penelitian Suryarinilsih (2011) di

RS Dr. M. Djamil dengan 68 responden

menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna

antara penambahan berat badan antara dua waktu

dialisis dengan kualitas hidup pasien

hemodialisis (p= 0,000, α=0,05)

Penambahan IDWG yang terlalu tinggi

dapat memicu berbagai keluhan serta respon

tubuh akibat akumulasi cairan diantaranya terjadi

hipotensi, kram otot, sesak nafas, mual dan

muntah (Moissl et al, 2013).

Banyak faktor yang mempengaruhi

kualitas hidup pasien hemodialisis. Lase (2011)

menyatakan empat faktor yang mempengaruhi

kualitas hidup yaitu status nutrisi, kondisi

komorbid, lama menjalani hemodialisis dan

penatalaksanaan medis namun hanya status

nutrisi yang memiliki hubungan signifikan

terhadap kualitas hidup oleh karena itu

diperlukan perhatian khusus petugas kesehatan

untuk memberikan edukasi ke pasien serta

keluarga hendaknya selalu memberikan motivasi

serta pendampingan pada pasien hemodialisis

untuk lebih patuh terhadap konsumsi asupan

cairan serta mempertahankan berat badan kering

yang ideal sehingga dapat meminimalkan

komplikasi yang terjadi selama proses terapi serta

sebagai upaya menjaga dan memantau derajat

kesehatan untuk mewujudkan kualitas hidup

yang baik

4. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian hubungan

Hubungan Interdialytic Weight Gain (IDWG) Dengan

Kualitas Hidup Pada Pasien Hemodialisis di Unit

Hemodialisa Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)

dr.Harjono Ponorogo dapat ditarik kesimpulan sebagai

berikut: Sebagian besar subjek penelitian (52.83%)

memiliki persentase interdialytic weight gain (IDWG)

yang tinggi (>3%) Sebagian besar subjek penelitian

(56.6%) memiliki persentase kualitas hidup yang

buruk Terdapat hubungan yang signifikan antara

interdialytic weight gain dengan kualitas hidup pasien

gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa di

Unit Hemodialisis Rumah Sakit Umum Daerah

(RSUD) dr.Harjono Ponorogo (p value = 0.004, α =

0.05 )

DAFTAR PUSTAKA

[1]. Abdiansyah B (2017). Hubungan

Interdialytic Weight Gain Dengan

Tekanan Darah Predialisis Pada Pasien

Hemodialisis. Universitas Muhammadiyah

Ponorogo.

[2]. Agustini, R. 2010. Dampak dukungan

keluarga dalam mempengaruhi

kecemasanpada pasien penderita gagal

ginjal kronik di RS Panti

RapihYogyakarta.http://skripsi-

ndonesia.com.2019.

[3]. Argawal, Rajiv dkk (2014).Assesment and

Managemen of Hypertension in Patients on

Dialysis. Journal American Society of

Nephrology, 25 (8): 1630-1646

Prosiding 1st Seminar Nasional dan Call for Paper

Arah Kebijakan dan Optimalisasi Tenaga Kesehatan Menghadapi Revolusi Industri 4.0

Fakultas Ilmu Kesehatan

ISBN 978-602-0791-41-8

221 | U n i v e r s i t a s M u h a m m a d i y a h P o n o r o g o

2 2 - 2 3 A g u s t u s 2 0 1 9

[4]. Bayhakki, Hasneli Y (2017). Hubungan

Lama Menjalani Hemodialisis dengan

Interdialytic Weight Gain (IDWG) pada

Pasien Hemodialisis.JKP – Vol. 5 No. 3

Desember 2017: 242-248

[5]. Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar

Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8

Volume 2, EGC, Jakarta.

[6]. Cabrera, Claudia dkk. (2015). A

Retrospective, Longitudinal Study

Estimating The Association Between

Interdialytic Weight Gain and

Cardiovascular Events and Death in

Hemodialysis Patients. BMC Nephrology.

16 (1): 113

[7]. CS Siregar,Mailani Fitri, Setiawan &

(2014). Hubunganpenambahan berat

badan interdialisis dengan kualitas hidup

pasienpenyakit ginjal kronik yang

menjalani hemodialisis.

[8]. Dahlan, M. Sopiyudin. (2013).Besar

Sample dan Cara Pengambilan Sampel

Dalam Penelitian Kedokteran dan

Kesehatan.Jakarta. Penerbit Salemba

Medika.

[9]. Fatayi, Dian (2008). Kualitas Hidup

Penderita Gagal Ginjal yang Menjalani

Terapi CAPD (Continous Ambulatory

Peritoneal Dialisis) di Wilayah Balik

Papan Kalimantan Timur

[10]. Foley RN, Gilbertson DT, Murray T,

Collins AJ. Long interdialytic interval and

mortality among patients receiving

hemodialysis. N Engl J Med.

2011;365:1099-107.

[11]. Gorsane, Imen dkk. (2015). Prevalence and

Risk Factors of Hypertension in

Hemodialysis. Open Journal of

Nephrology,5(2):54-60

[12]. Hidayat 2012. Efektifitas Konseling

Analisis transaksional Tentang Diet Cairan

Terhadap Penurunan Interdialutic Weight

Gain (IDWG) Pasien Gagal Ginjal Kronis

yang Menjalani Hemodialisa Di Rumah

Sakit Umum Daerah Kardinah Tegal.

Depok:Universitas Indonesia.

[13].

[14]. Indonesia Renal Registry. (2015).

8thAnnual Report of Indonesian Renal

Registry. Indonesia Renal Registry.Jakarta

[15]. ______. (2016). 9thAnnual Report of

Indonesian Renal Registry. Indonesia

Renal Registry.Jakarta

[16]. ______ L., Istanti, Y, P., dan Soejono, S,

K. (2013). Manajemen Cairan pada pasien

Hemodialisis Meningkatkan Kualitas

Hidup. Ponorogo: Universitas

Muhammadiyah Ponorogo.

[17]. Isroin, Laily. (2016). The Physical

Indicators of Quality of Life For

Hemodyalisis Patients. Jurna; Kesehatan

Masyarakat,12(1): 157-166

[18]. Istanti, Yuni Permatasari. (2011). Faktor-

Faktor yang Berkontribusi Terhadap

Interdialytic Weight Gains Pada Pasien

Chronic Kidney Diseases yang Menjalani

Hemodialisis. Jurnal Mutiara Medika,

Vol.11 No.2: 118-130 Profesi, 10.

[19]. ______. (2014). Hubungan Antara

Masukan Cairan Dengan Interdialytic

Weight Gain (IDWG) Pada Pasien Chronic

Kidney Diseases Di Unit Hemodialisis RS

PKU Muhammadiyah

Yogyakarta.PROFESI, Vol.10

[20]. Kauric-Klein, Zorica. (2013). Factors

Affecting Blood Pressure Control in

Hemodialysis. J Hypertens 2(2):113

[21]. Lase, WN 2011, “Analisis faktor-faktor

yang mempengaruhi kualitas hidup pasien

gagal ginjal kronik yang menjalani terapi

hemodialisis, Univessitas Indonesia”,

Tesis, Depok

[22]. LeMone,Priscilla, Burke Karen, &

Bauldoff Gerene (2011). Medical-Sugical

Nursing: Critical thinking in Client Care.

United State of America Pearson

Prosiding 1st Seminar Nasional dan Call for Paper

Arah Kebijakan dan Optimalisasi Tenaga Kesehatan Menghadapi Revolusi Industri 4.0

Fakultas Ilmu Kesehatan

ISBN 978-602-0791-41-8

222 | U n i v e r s i t a s M u h a m m a d i y a h P o n o r o g o

2 2 - 2 3 A g u s t u s 2 0 1 9

[23]. Lindberg, P., Magnus, P., Karl, G.,

Wikstrom, B. (2009) Interdialytic weight

gain and ultrafiltrasion rate in

hemodialysis: lesson about fluid

andherance from a national registry of

clinical practice. Hemodialysis

International. Volume 13. Number 2.

Februari 23,2010.

http://www.ingentaconnect.com/content/b

sc/hdi.

[24]. Lindberg, 2010, Excessive fluid Overload

Among Haemodialysis Patient:

Prevalence,Individual Characteristics And

Self Regulation Fluid Intake, Acta,

Universitatis Upsaliensis Uppsala, 9 – 73

[25]. Moissl, U., Guillen, M.A., Wabel, P.,

Fontsere, N., Carrera, M., Campistol, J.M,

Maduell, F. (2013). Bioimpedance Guided

Fluid Management in Hemodialysis

Patients. Clin J Am Soc Nephrol. diakses 6

Februari 2019 dari

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/

pmc/articles/PMC3805085/.

[26]. Nasution, A.T., 2008. Hubungan Antara

Parameter Cairan Tubuh yang Diukur

dengan Bio Impedance Analysis dengan

Kualitas Hidup yang Diukur SF-36 pada

Pasien Hemodialisis Reguler. Universitas

Sumatera Utara. Tesis.

[27]. Notoatmodjo, S. (2010). Metodelogi

Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka

Cipta.

[28]. Nursalam.2008. Konsep dan penerapan

metodologi penelitian keperawatan.

Jakarta C.V Andi Offset

[29]. Putri Y,A (2018). Tingkat Kecemasan

Keluarga Selama Merawat Pasien Dengan

Hemodialisis Di Ruang Hemodialisa

RSUD dr Hardjono Ponorogo. Universitas

Muhammadiyah Ponorogo.

[30]. Riyanto,W.(2011). Hubungan antara

penambahan berat badan diantara dua

waktu hemodialisis (interdialysis weight

gain = IDWG) terhadap kualitas hidup

pasien penyakit ginjal kronik yang

menjalani terapi hemodialisis di Unit

Hemodialisa IP2K RSUP Fatmawati

Jakarta (Tesis). Fakultas Ilmu

Keperawatan, Universitas

Indonesia,Jakarta.

[31]. Siregar, (2009). Katakteristik pasien dan

kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik

yang menjalani hemodialisa. Medan. USU

[32]. Smletzer,S.C & Bare, B.G. 2002. Buku

ajar keperawatan medikal bedah. Brunner

and Suddarth. Volume 2. Edisi 8

(Hartono,A,dkk, penerjemah). Jakarta:

EGC

[33]. ______(2003). Brunner and Suddarth's

Textbook of Medical-Surgical Nursing

10th edition

[34]. Suryarinilsih (2010) Hubungan

Penambahan Berat Badan Antara Dua

Waktu Dialisis Dengan Kualitas Hidup

Pasien Hemodialisis Di Rumah Sakit

Dr.M.Djamil Padang. FIK UI 2010

[35]. Swartzendruber et.al (2008). Hemodialysis

procedures and cmplication

[36]. diunduh dari

http://www.emedicine.com/med/topic683.

htm tanggal 25 April 2019

[37]. Tanujiarso, B, A., Ismonah, dan Supriyadi.

2014. Efektifitas Konseling Diet Cairan

Terhadap Pengontrolan Interdialytic

Weight Gain (IDWG) Pasien Hemodialisis

Di RS Telogorejo Semarang. Semarang:

STIKKES dan Poltekkes.

[38]. Wahyuni, W. I., Sofyan Indrayana. (2014).

Korelasi Penambahan Berat Badan

Diantara Dua Waktu Dialisis dengan

Kualitas Hidup Pasien Menjalani

Hemodialisa.Jurnal Ners dan Kebidanan

Indonesia, 2(2), 51-56.

[39]. Yuliaw, Anny. (2009).

HubunganKarakteristik Individu dengan

KualitasHidup Dimensi Fisik pasien

GagalGinjal Kronik di RS Dr.

KariadiSemarang. dalam

https://digilib.unimus.ac.id