hubungan interdialytic weight gain(idwg) dengan …
TRANSCRIPT
Prosiding 1st Seminar Nasional dan Call for Paper Arah Kebijakan dan Optimalisasi Tenaga Kesehatan Menghadapi Revolusi Industri 4.0
Fakultas Ilmu Kesehatan
ISBN 978-602-0791-41-8
212 | U n i v e r s i t a s M u h a m m a d i y a h P o n o r o g o
2 2 - 2 3 A g u s t u s 2 0 1 9
HUBUNGAN INTERDIALYTIC WEIGHT GAIN(IDWG) DENGAN
KUALITAS HIDUP PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK YANG
MENJALANI HEMODIALISIS
Pita Arifatun Siam1, Laily Isro’in2 Saiful Nurhidayat3
¹,2,3Fakultas I lmu Kesehatan ,Universitas Muhammadiyah Ponorogo
ABSTRACT
Kata Kunci:
Interdialytic
Weight Gain,
Kualitas Hidup,
Hemodialisis
Abstract
Low quality of life in hemodialysis patients caused by the intake of excess fluids and food Low
quality of life in hemodialysis patients caused by the intake of excess fluids and food during
theinterdialyticperiod. The increase in the volume of extracellular water due to decreased
kidney function which can not maintain homeostasis biggest lead to increased fluid during
intervals between hemodialysis.This study aims to identify andto analyze the relationship
between Interdialytic Weight Gain with the quality of life in hemodialysis patients This study
uses a correlational design with a retrospective approach. The number of respondents in the
Hemodialysis Unit of the General Hospital dr. Harjono Ponorogo as many as 53
respondents.The sampling technique used is purposive sampling. Weight Gain Interdialytic
data collection (IDWG) conducted by the method of documentation studies in hemodialysis
unit registers record and data collection quality of life using the SF-36 questionnaire. The data
were analyzed using Chi-Square statistical test with a significant level <0.05 The results
showed that the majority of research subjects (52.83%) have interdialytic Percentage of weight
gain (IDWG) is high (> 3%) and the majority of the study subjects (56.6%) had a poor quality
of life Percentage. There is a significant relationship between interdialytic Weight Gain with
the quality of life of patients with chronic renal failure undergoing hemodialysis at the
Hemodialysis Unit of the General Hospital dr.Harjono Ponorogo (p value = 0.004, α = 0,05).
Thus controlling weight gain interdialisis can be done to optimize the quality of life in
hemodialysis patients.
Abstrak
Kualitas hidup yang rendah pada pasien hemodialisis diakibatkan oleh asupan cairan dan
makanan yang berlebih selama periode interdialytic. Peningkatan volume air ekstraseluler
akibat penurunan fungsi ginjal yang tidak dapat mempertahankan homeostatis mengakibatkan
peningkatan cairan terbesar selama interval antar hemodialisis. Penelitian ini bertujuan untuk
mengindentifikasi dan menganalisis hubungan antara Interdialytic Weight Gain dengan
kualitas hidup pada pasien hemodialysis Penelitian ini menggunakan rancangan korelasional
dengan pendekatan restrospektif. Jumlah responden di Unit Hemodialisis Rumah Sakit Umum
dr. Harjono Ponorogo sebanyak 53 responden. Teknik sampling yang digunakan adalah
Purposive Sampling. Pengumpulan data Interdialytic Weight Gain (IDWG) dilakukan dengan
metode studi dokumentasi catatan register di Unit Hemodialisis dan pengumpulan data
Kualitas hidup menggunakan instrumen kuesioner SF-36. Analisis data dilakukan dengan
menggunakan uji statistik Chi-Square dengan tingkat signifikan <0,05 Hasil penelitian
menunjukkan bahwa sebagian besar subjek penelitian (52.83%) memiliki
Prosentaseinterdialytic weight gain (IDWG) yang tinggi (>3%) dan sebagian besar subjek
penelitian (56.6%) memiliki Prosentase kualitas hidup yang buruk. Terdapat hubungan yang
signifikan antara interdialytic Weight Gain dengan kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik
yang menjalani hemodialisa di Unit Hemodialisis Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)
dr.Harjono Ponorogo (p value = 0.004, α = 0.05 ). Sehingga pengendalian penambahan berat
badan interdialisis dapat dilakukan untuk mengoptimalkan kualitas hidup pada pasien
hemodialisis. Pembatasan asupan cairan serta pemantauan jumlah cairan dalam tubuh dengan
menimbang berat badan rutin dan menentukan asupan cairan yang baik membantu pasien
beradaptasi dengan perubahan status kesehatan dan meningkatkan kualitas hidupnya
Prosiding 1st Seminar Nasional dan Call for Paper
Arah Kebijakan dan Optimalisasi Tenaga Kesehatan Menghadapi Revolusi Industri 4.0
Fakultas Ilmu Kesehatan ISBN 978-602-0791-41-8
213 | U n i v e r s i t a s M u h a m m a d i y a h P o n o r o g o
2 2 - 2 3 A g u s t u s 2 0 1 9
1. PENDAHULUAN
Peningkatan IDWG lebih dari 3,5% dari berat
badan kering menyebabkan penurunan output urine,
kram intradialytic, kelelahan, pusing, edema
ekstremitas bawah, asites, dan sesak nafas yang
mengakibatkan kesulitan dalam melakukan aktivitas
fisik seperti berjalan, membungkuk serta
menggerakan badan hal tersebut dapat
mengakibatkan penurunan kualitas hidup pada
pasien hemodialisis (Riyanto,2011)
WHO (Badan Kesehatan Dunia) menyatakan
pada tahun 2013 terjadi peningkatan jumlah
penderita gagal ginjal kronik sebesar 50% dari tahun
sebelumnya. Indonesia Renal Registry (IRR)
menyatakan bahwa penderita gagal ginjal di
Indonesia, tahun 2007-2016 tercatat 78.281 pasien.
Dimana pasien baru sebanyak 25.446 dan pasien
aktif sebanyak 52.835.Angka kejadian gagal ginjal
kronik di Indonesia terbanyak disebabkan oleh
Nefropati diabetic yang menempati urutan pertama
sebanyak 52 % diikuti oleh Hipertensi sebanyak
24%. Hal ini berbeda dengan tahun sebelumnya
dimana Penyakit Ginjal Hipertensi selalu menempati
urutan pertama dan selisih dengan Nefropati
Diabetika (IRR,2016). Hasil Riskedes 2013
menunjukkan prevalensi penyakit gagal ginjal konis
meningkat seiring dengan bertambahnya umur,
meningkat tajam pada kelompok umur 35-44 tahun
(0,3%), diikuti umur 45-54 tahun (0,4%), dan umur
55-74 tahun (0,5%), tertinggi pada kelompok umur
>75 tahun (0,6%). Prevalensi pada laki-laki (0,3%)
lebih tinggi dari perempuan (0,2%), prevalensi lebih
tinggi pada masyarakat pedesaan (0,3%). 1-3 dari
10.000 penduduk di Jawa Timur mengalami gagal
ginjal kronik. Dalam penelitian (Isroin,dkk 2017)
menyatakan jumlah pasien yang terdaftar menjalani
hemodialisa di Unit Hemodialisis Rumah Sakit
Umum Daerah Dr.Harjono Ponorogo pada tahun
2014 sejumlah 200 pasien, pada tahun 2015
meningkat sejumlah 250 pasien, dalam penelitian
(Abdiansyah,2016) pada tahun 2016 sejumlah 198
orang, dalam (Putri,2017) pada tahun 2017 sejumlah
224 pasien dan hasil studi pendahuluan peneliti
hingga tanggal 15 Desember 2018 tercatat sejumlah
216 pasien.
Prevalensi di negara maju IDWG terus
mengalami peningkatan. Di Amerika Serikat sekitar
9,7%-49,5% dan di Eropa 9,8%-70% (Kugler, dkk,
2005 dalam Hidayati, 2012). Penelitian tersebut
didukung dengan studi kasus yang dilakukan oleh
Lolyta (2012) dalam Tanujiarso, (2014)
menunjukkan bahwa mayoritas responden
mengalami peningkatan berat badan lebih dari 5%
dari berat badan kering sebanyak 25 responden
(52,1%) dan yang tidak lebih dari 5% dari badan
kering sebanyak 23 responden (47,1%). Berdasarkan
hasil penelitian Abdiansyah (2016) menyatakan
jumlah keseluruhan pasien gagal ginjal yang
menjalani hemodialisis di Unit Hemodialisa RSUD
dr.Harjono Ponorogo terdapat 45 pasien dengan rata-
rata prosentase IDWG adalah 4,72% dan 60% pasien
memiliki Prosentase IDWG diatas 3,5%. (Sonnier,
B. 2000 dalam Istanti 2014) menyatakan 60%- 80%
pasien meninggal akibat kelebihan masukan cairan
dan makanan pada periode interdialitik.
Lindberg (2010) menyatakan kenaikan berat
badan 1 kilogram sama dengan 1 liter air yang
dikonsumsi pasien. Pertambahan berat badan
diantara dua sesi hemodialisis yang dapat ditoleransi
oleh tubuh adalah 0,1 sampai 1,5 kg. Asupan cairan
dan makanan selama periode interdialytic akan
meningkatkan volume air ekstraseluler akibat
penurunan fungsi ginjal yang tidak dapat
mempertahankan homeostatis. Akibatnya, berat
badan meningkat beberapa kilogram dan biasanya
terjadi overload cairan terbesar selama interval antar
hemodialisis yang ditandai dengan penurunan output
urine, kram intradialytic, kelelahan, pusing, edema
ekstremitas bawah, asites, kulit kering, bersisik,
kuku tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar, memar
(Purpura), gejala tersebut muncul akibat sisa
metabolisme tertahan didalam tubuh yang
seharusnya dikeluarkan melalui urine (Prince dan
Wilson (2005). Pertambahan berat badan lebih dari
1,5 kg akan mengakibatkan penurunan kesehatan
fisik, kemampuan atau bahkan kesulitan dalam
melakukan aktivitas sehari hari serta menggangu
aktivitas ringan sampai berat Lindberg (2010).
Menurut Lindberg (2010) IDWG yang harus
dicapai oleh pasien hemodialisis berada dalam
kisaran 2,5% sampai 3,5% . Upaya dalam mencapai
target tersebut dapat dilakukan dengan bertumpu
pada beberapa prinsip yaitu membatasi asupan diet
tinggi natrium, menyesuaikan konsentrasi natrium
dialisat sesuai kebutuhan masing-masing pasien,
manajemen berat badan kering, dan memberikan
durasi hemodialisis yang adekuat (Agarwal
dkk,2014). Pembatasan asupan cairan berguna untuk
pemeliharaan kesehatan dan pencegahan
peningkatan IDWG yang berlebih sehingga dapat
meningkatkan kualitas hidup pasien hemodialisis.
Selain itu pemantauan jumlah cairan dalam tubuh
dengan menimbang berat badan rutin dan
menentukan asupan cairan yang baik membantu
pasien beradaptasi dengan perubahan status
kesehatan dan meningkatkan kualitas hidupnya.
Adanya perubahan kualitas hidup akibat
peningkatan Interdialytic Weight Gain (IDWG)
menjadi perhatian perawat untuk mengantisipasi
risiko dan melakukan tindakan-tindakan pencegahan
terjadinya efek samping. Selain itu perawat juga
diharapkan memfasilitasi pasien hemodialisis dalam
mempertahankan kualitas hidupnya agar tetap
optimal.
Tujuan dari penelitian ini adalah
mengindentifikasi dan menganalisis hubungan
antara interdialytic weight gain dengan
kualitashidup pada pasien hemodialisis.
Prosiding 1st Seminar Nasional dan Call for Paper
Arah Kebijakan dan Optimalisasi Tenaga Kesehatan Menghadapi Revolusi Industri 4.0
Fakultas Ilmu Kesehatan ISBN 978-602-0791-41-8
214 | U n i v e r s i t a s M u h a m m a d i y a h P o n o r o g o
2 2 - 2 3 A g u s t u s 2 0 1 9
2. METODE PENELITIAN Desain yang digunakan pada penelitian ini
adalah rancangan korelasional dengan mengkaji dan
mengungkapkan hubungan antar variabel dengan
pendekatan restrospektif. Penelitian dengan
pendekatan restrospektif merupakan jenis penelitian
yang dilakukan dengan tujuan mengambarkan
deskripsi tentang suatu keadaan secara objektif
dengan melihat ke belakang (backward looking)
(Notoatmodjo 2010). Populasi dalam penelitian ini
adalahseluruh pasien yang menjalani prosedur
hemodialisis di Unit Hemodialisa Rumah Sakit
Umum Daerah Dr.Hardjono Ponorogo. Berdasarkan
data tanggal 15 Desember 2018 di Unit Hemodialisa
RSUD Dr.Hardjono Ponorogo terdapat sejumlah
216 pasien yang terdaftar menjalani hemodialysis.
Sampel pada penelitian ini ditentukan berdasarkan
kriteria inklusi yaitu karakteristik umum subyek
penelitian dari suatu populasi target yang terjangkau
oleh peneliti (Nursalam, 2008). Teknik sampling
yang digunakan dalam penelitian ini adalah
purposive sampling. Adapun kriteria dalam
penelitian ini adalah: Kesadaran Composmetis,
HbSAg negative, berusia 40- 60 Tahun, bersedia
menjadi subjek penelitian, responden dapat
membaca, menulis
Besar Sampel
Besar sampel untuk penelitian ini dihitung
dengan menggunakan rumus kolerasi Dahlan, (2013)
didapatkan hasil 53 pasien hemodialisis.
Pengumpulan data Interdialytic Weight Gain
(IDWG) dilakukan denganmengidentifikasi berat
badan pre-dialisis dan post-dialisis selama 4 minggu
dengan melihat catatan register responden yang ada
di Unit Hemodialisa dimulai pada tanggal 23 Maret
sampai 23 April 2019. Pengumpulan data kualitas
hidup menggunakan instrumen kuesioner SF-36.
Penetapan IDWG dilakukan dengan cara
menghitung berat badan pre-dialisis dikurangi berat
badan post-dialisis sebelumya dengan menggunakan
rumus sebagai berikut:
IDWG = BB preHD – BB postHD yang lalu
Kemudian menghitung prosentase IDWG
terhadap berat badan post-dialysis pada sesi
sebelumnya dengan menggunakan rumus sebagai
berikut:
%IDWG
BB preHD – BB post HD yang lalu
BB post HD yang lalu
Sumber : Nerbass et al., 2011
Data dianalisisdengan menggunakan korelasi
chisquare (x²) dengan table 2x2 dengan confident
interval (CI) 95% dan α (0,05). Penentuan
kesimpulan dengan melihat nilai p, apabila nilai p<α
maka variabel dianggap ada hubungan (H0 ditolak).
3. HASIL DAN PEMBAHASAN Data umum yang digunakan dalam penelitian
ini merupakan data primer yang didapatkan melalui
wawancara langsung dari subjek
penelitian.Gambaran umum responden dalam
penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut :
Tabel 1.Distribusi frekuensi subjek penelitian
berdasarkan usia pada pasie nhemodialisis
di Unit Hemodialisa RSUD dr.Harjono
Ponorogo 24 April – 7 Mei 2019
Umur
(tahun)
Frekuensi Prosentase
(%)
40-44 15 28.3
45-49 12 22.6
50-54 13 24.5
55-60 13 24.5
Jumlah 53 100
Sumber : Data Primer
Tabel 2. Distribusi frekuensi subjek penelitian
berdasarkan jenis kelamin pada pasien
hemodialisis di Unit Hemodialisa RSUD
dr.Harjono Ponorogo 24 April – 7 Mei
2019
Jenis
Kelamin
Frekuensi Prosentase
(%)
Laki-Laki 29 54.7
Perempuan 24 45.3
Jumlah 53 100
Sumber : Data Primer
Tabel 3.Distribusi frekuensi subjek penelitian
berdasarkan pekerjaan pada pasien
hemodialisis di Unit Hemodialisa RSUD
dr.Harjono Ponorogo (24 April – 7 Mei
2019)
Pekerjaan Frekuensi Prosentase
(%)
PNS 5 9.4
Pegawai
Swasta 4 7.5
Wiraswasta 13 25
Supir 2 3.8
Petani 11 21
Tidak Bekerja 18 34
Jumlah 53 100
Sumber : Data Primer
Tabel 4. Distribusi frekuensi subjek penelitian
berdasarkan pendidikan terakhir pada
pasien hemodialisis di Unit Hemodialisa
RSUD dr.Harjono Ponorogo 24 April – 7
Mei 2019
X 100
%
Prosiding 1st Seminar Nasional dan Call for Paper
Arah Kebijakan dan Optimalisasi Tenaga Kesehatan Menghadapi Revolusi Industri 4.0
Fakultas Ilmu Kesehatan ISBN 978-602-0791-41-8
215 | U n i v e r s i t a s M u h a m m a d i y a h P o n o r o g o
2 2 - 2 3 A g u s t u s 2 0 1 9
Pendidikan
Terakhir
Frekuensi Prosentase
(%)
SD 21 39.6
SMP 17 32.1
SMA 10 18.9
PT 5 9.43
Jumlah 53 100
Sumber : Data Primer
Tabel 5.Distribusi frekuensi subjek penelitian
berdasarkan penyakit penyerta pada
pasien hemodialisis di Unit Hemodialisa
RSUD dr.Harjono Ponorogo 24 April – 7
Mei 2019
Penyakit
Penyerta
Frekuensi Prosentase
(%)
HT 18 34
HT dan DM 6 11
HT dan AU 5 9.4
AU 10 19
HT dan Gastritis 2 3.8
DM 6 11
DM, HT dan
Vertigo 1
1.9
Batu ginjal 1 1.9
Tidak ada
riwayat 4 7.5
Jumlah 53 100
Sumber : Data Primer
Tabel 6. Distribusi frekuensi subjek penelitian
berdasarkan lama menjalani
hemodialisa pada pasien hemodialisis di
Unit Hemodialisa RSUD dr.Harjono
Ponorogo 24 April – 7 Mei 2019
Lama HD Frekuensi Prosentase
(%)
> 12 Bulan 20 37.7
≤12 Bulan 33 62.3
Jumlah 53 100
Sumber : Data Primer
Tabel 7. Distribusi frekuensi subjek penelitian
berdasarkan Frekuensi Hemodialisa pada
pasien hemodialisis di Unit Hemodialisa
RSUD dr.Harjono Ponorogo 24 April – 7
Mei 2019
Frekuensi HD Frekuensi Prosentase
(%)
3 hari sekali 5 9.4
4 hari sekali 16 30
5 hari sekali 32 60
Jumlah 53 100
Sumber : Data Primer
Tabel 8.Distribusi frekuensi subjek penelitian
berdasarkan kesimbangan cairan pada pasien
hemodialisis di Unit Hemodialisa RSUD dr.Harjono
Ponorogo 24 April – 7 Mei 2019
Keseimbangan
Cairan
Frekuensi Prosentase
(%)
Asupan Cairan >
Produksi Urin
28 52.8
Asupan Cairan =
Produksi Urin
15 28.3
Asupan Cairan <
Produksi Urin
10 18.9
Jumlah 53 100
Sumber : Data Primer
Analisis Bivariat
Variabel Independen
Tabel 9 Distribusi frekuensi subjek penelitian
berdasarkan Prosentase Interdialytic
Weight Gain (IDWG) pada pasien
hemodialisis di Unit Hemodialisa
RSUD dr.Harjono Ponorogo 24 April –
7 Mei 2019
%IDWG Frekuensi Prosentase
(%)
Tinggi (>3%) 28 52.83
Rendah (≤3%) 25 47.17
Jumlah 53 100
Sumber : Data Primer
Tabel 9 menunjukkan bahwa dari seluruh
subjek penelitian (n=53) sebagian besar subjek
(52.83%) atau sejumlah 28 responden memiliki
Prosentase Interdialytic Weight Gain tinggi (>3%)
dan (47.17%) atau sejumlah 25 responden memiliki
Prosentase Interdialytic Weight Gain rendah (≤3%).
Variabel Dependen
Tabel 10 Distribusi frekuensi subjek penelitian
berdasarkan Prosentase kualitas hidup
pada pasien hemodialisis di Unit
Hemodialisa RSUD dr.Harjono
Ponorogo 24 April – 7 Mei 2019
Kualitas Hidup Frekuensi Prosentase
(%)
Buruk (<53.09) 30 56.6
Baik (≥53.09) 23 43.4
Jumlah 53 100
Sumber : Data Primer
Tabel 10 menunjukkan bahwa dari seluruh
subjek penelitian (n=53) sebagian besar subjek
(56.6%) atau sejumlah 30 responden memiliki
ProsentaseKualitas Hidup buruk (<53.09) dan
(43.4%) atau sejumlah 23 responden memiliki
ProsentaseKualitas Hidup baik (≥53.09)
Prosiding 1st Seminar Nasional dan Call for Paper
Arah Kebijakan dan Optimalisasi Tenaga Kesehatan Menghadapi Revolusi Industri 4.0
Fakultas Ilmu Kesehatan
ISBN 978-602-0791-41-8
216 | U n i v e r s i t a s M u h a m m a d i y a h P o n o r o g o
2 2 - 2 3 A g u s t u s 2 0 1 9
Tabel 11 Tabulasi Silang Interdialytic Weight Gain (IDWG) dan kualitas hidup pada pasien
hemodialisis di Unit Hemodialisa RSUD dr.Harjono Ponorogo 24 April – 7 Mei 2019
No % IDWG Kualitas Hidup
Jumlah % Uji Chi Buruk % Baik %
1 Tinggi (>3%) 21 70 7 30.4 28 52.8 p=
0.004 2 Rendah (≤3%) 9 30 16 69.6 25 47.2
Jumlah 30 100 23 100 53 100
Sumber : Data Primer
Berdasarkan hasil tabulasi silang pada
Tabel 11 menunjukkan bahwa dari seluruh
subjek penelitian (n=53) sebagian besar subjek
(39.8%) atau sejumlah 21 responden memiliki
ProsentaseIDWG tinggi (>3%)dengan disertai
kualitas hidup buruk, sedangkan sebagian kecil
subjek (13.2%) atau sejumlah 7 responden
memiliki Prosentase IDWG yang sama disertai
dengan kualitas hidup baik, serta (16.9%) atau
sejumlah 16 responden memiliki Prosentase
IDWG rendah (≤3%) dengan disertai kualitas
hidup buruk dan (30.1%) atau sejumlah 16
responden memiliki Prosentase IDWG yang
sama disertai dengan kualitas hidup baik.
Tabel 12 Tabulasi Silang antara keseimbangan asupan cairan dan produksi urin harian dengan
Prosentase Interdialytic Weight Gain (IDWG) pada pasien hemodialisis di Unit Hemodialisa
RSUD dr.Harjono Ponorogo 24 April-7 Mei 2019
No Keseimbangan
Cairan
Persentase IDWG
Jumlah % Tinggi
(>3%) %
Rendah
(≤3%) %
1 Intake > Output 20 37.7 8 15.09 28 52.83
2 Intake = Output 0 0 15 28.3 15 28.3
3 Intake < Output 8 15.1 2 3.774 10 18.87
Jumlah 28 52.8 25 47.17 53 100
Sumber : Data Primer
Tabel 12 menunjukkan hasil bahwa
37.7% atau 20 responden diantaranya
memiliki asupan cairan harian yang lebih
besar daripada produksi urin. Isro’in (2013)
menyatakan bahwa banyak pasien
hemodialisis minum lebih banyak jauh dari
yang direkomendasikan meskipun pasien
menyadari harus mematuhi pembatasan
asupan cairan meskipun berkeinginan untuk
minum. Hal tersebut menciptakan keadaan
tidak nyaman yaitu ambivalensi antara
minum dan tidak minum. Asupan cairan dan
makanan selama periode interdialytik akan
meningkatkan volume air ekstraseluler
karena fungsi ginjal menurun atau berhenti
tidak dapat mempertahankan homeostasis.
Akibat berat badan bisa meningkat beberapa
kilogram dan biasanya overload cairan
terbesar adalah selama interval antara
hemodialisis. Istanti (2011) menyatakan
bahwa semakin banyak cairan masuk maka
IDWG semakin meningkat, selain itu volume
urin juga merupakan salah satu faktor
penentu utama IDWG pada pasien
hemodialisis (Lee dkk,2014). Berdasarkan
teori tersebut, peneliti berasumsi bahwa
pembatasan dan pemantauan jumlah cairan
dalam tubuh dengan menentukan asupan
cairan yang baik serta menimbang berat
badan rutin berguna untuk pencegahan
peningkatan IDWG.
Tabel 13 Tabulasi Silang antara lama menjalani hemodialisis dengan Prosentase Interdialytic Weight
Gain (IDWG) pada pasien hemodialisis di Unit Hemodialisa RSUD dr.Harjono Ponorogo 24
April-7 Mei 2019
No Lama menjalani
hemodialisa
Persentase IDWG
Jumlah % Tinggi
(>3%) %
Rendah
(≤3%) %
1 > 12 Bulan 10 18.9 10 18.87 20 37.74
Prosiding 1st Seminar Nasional dan Call for Paper
Arah Kebijakan dan Optimalisasi Tenaga Kesehatan Menghadapi Revolusi Industri 4.0
Fakultas Ilmu Kesehatan
ISBN 978-602-0791-41-8
217 | U n i v e r s i t a s M u h a m m a d i y a h P o n o r o g o
2 2 - 2 3 A g u s t u s 2 0 1 9
2 ≤12 Bulan 18 34 15 28.3 33 62.26
Jumlah 28 52.8 25 47.17 53 100
Sumber : Data Primer
Tabel 13 menunjukkan hasil bahwa 34%
atau 18 responden diantaranya telah menjalani
hemodialisis ≤12 Bulan.Bayhakki (2017)
menyatakan bahwa semakin lama pasien
menjalani terapi hemodialisis akan memberi
peluang bagi pasien untuk lebih adaptative
dengan program terapi begitupun sebaliknya
pasien baru yang menjalani terapi hemodialisis
cenderung maladaptive terhadap program terapi
yang dijalaninya, pasien baru memiliki potensi
tinggi untuk melanggar aturan diit karena belum
terbiasa sehingga menghambat kepatuhan
terhadap program terapi. Lama menjalani
hemodialisis dengan berbagai pengalaman dan
pengetahuan yang didapat selama proses
perawatan memiliki pengaruh terhadap
kepatuhan pasien hemodialisis. Berdasarkan
teori tersebut peneliti berasumsi bahwa
perbedaan karekteristik pasien dan faktor
komplikasi serta kepatuhan terhadap restriksi
cairan menjadi penyebab tingginya IDWG pada
pasein yang belum lama menjalani terapi
hemodialisis. Pada pasien yang sudah lama
menjalani hemodialisa cenderung memiliki lebih
banyak informasi tentang perawatan untuk
mengontrol jumlah intake cairan agar tidak
terjadi peningkatan berat badan yang berlebih.
Tabel 14 Tabulasi Silang antara Frekuensi hemodialisis dengan Prosentase Interdialytic Weight Gain
(IDWG) pada pasien hemodialisis di Unit Hemodialisa RSUD dr.Harjono Ponorogo 24 April-
7 Mei 2019
No Frekuensi
hemodialisis
Persentase IDWG
Jumlah % Tinggi
(>3%) %
Rendah
(≤3%) %
1 3 hari sekali 3 5.66 2 3.77 5 9.434
2 4 hari sekali 9 17 7 13.21 16 30.19
3 5 hari sekali 16 30.2 16 30.19 32 60.38
Jumlah 28 52.8 25 47.17 53 100
Sumber : Data Primer
Tabel 14 menunjukkan hasil bahwa
(30.2%) atau sejumlah 16 reponden dengan
frekuensi hemodialisa 5 hari sekali memiliki
persentase IDWG tinggi (>3%). Dalam
penelitiannya Foley,dkk (2011) menyatakan
bahwa interval waktu yang lebih lama antara dua
sesi hemodialisis berhubungan dengan kenaikan
BB interdialitik. Salah satu faktor penting dalam
mencapai adekuasi dialysis adalah durasi
hemodialisis. KDOQI (Kidney Disease Outcome
Quality Initiative) menyatakan untuk dapat
melakukan hemodialisis dengan frekuensi
singkat 3-4 sesi/minggu dengan syarat
mempertimbangkan preferensi pasien, potensi
kualitas hidup dan manfaat fisiologis serta risiko
terapi. Selain itu, dalam panduan klinin KDOQI
memberikan rekomendasi pemberian informasi
mengenai risiko terapi, meliputi kemungkinan
bertambahnya prosedur akses vascular dan
potensi terjadinya hipotensi selama dialysis
apabila pasien mempertimbangkan untuk sering
melakukan hemodialisi rutin dengan durasi
singkat (National Kidney Foundation,2015).
Frekuensi hemodialisis berkaitan erat dengan
efisiensi dan adekuasi hemodialisis, sehingga
frekuensi hemodialisis dipengaruhi juga oleh
tingkat uremia akibat progresivitas perburukaan
fungsi ginjalnya dan faktor-faktor
komorbiditasnya, serta kecepatan aliran darah
dan kecepatan aliran dialisat (Swartzendbuber et
al,2008). Berdasarkan teori tersebut peneliti
berasumsi bahwa sangatlah penting
memperhatikan kecukupan frekuensi
hemodialisa untuk mempertahankan dialysis
uremia serta adekuasi cairan dalam tubuh
Prosiding 1st Seminar Nasional dan Call for Paper
Arah Kebijakan dan Optimalisasi Tenaga Kesehatan Menghadapi Revolusi Industri 4.0
Fakultas Ilmu Kesehatan
ISBN 978-602-0791-41-8
218 | U n i v e r s i t a s M u h a m m a d i y a h P o n o r o g o
2 2 - 2 3 A g u s t u s 2 0 1 9
Tabel 15 Tabulasi Silang antara Jenis Kelamin dengan Prosentase Kualitas Hidup pada pasien
hemodialisis di Unit Hemodialisa RSUD dr.Harjono Ponorogo 24 April-7 Mei 2019
No Jenis Kelamin Persentase Kualitas Hidup
Jumlah % Buruk % Baik %
1 Laki-Laki 16 30.2 13 24.53 29 54.72
2 Perempuan 14 26.4 10 18.87 24 45.28
Jumlah 30 56.6 23 43.4 53 100
Sumber : Data Primer
Tabel 15 menunjukkan hasil bahwa
(30.2%) atau sejumlah 16 laki-laki memiliki
kualitas hidup buruk. Komposisi tubuh yang
dimiliki perempuan dan laki-laki sangat berbeda,
laki-laki lebih banyak memiliki jaringan otot
sedangkan perempuan lebih banyak jaringan
lemak yang berarti bahwa semakin banyak
lemak semakin sedikit persentasi air yang ada
pada badan dan mengakibatkan persentasi air
dalam tubuh juga kecil (Prince&Wilson,2006).
Laki-laki cenderung memiliki kebiasaan
merokok minum beralkohol dibanding
perempuan dimana nikotin dengan bahan
berbahaya kimia lainya seperti karbon
monoksida dan alcohol menyebabkan perubahan
denyut jantung, tekanan darah serta sirkulasi
pernafasan (Agustini 2010). Peneliti berasumsi
bahwa laki-laki dan perempuan mempunyai
keinginan yang sama untuk sembuh dalam
masalah kesehatanya, namun cara masing-
masing individulah yang menjadi faktor utama
dalam menentukan cara penyelesaian, mengatasi
perubahan dan situasi yang mengancam dirinya.
Semua individu memiliki koping yang sama
dalam mengelola penyakitnya yaitu keinginan
untuk sembuh dan tetap merasa nyaman dengan
kondisinya tidak memandang gender, jika
mereka sukses dalam menyelesaikan
masalahnya dengan baik maka akan muncul
perasaan untuk semangat hidup, nyaman dengan
kondisinya meskipun dengan ketergantungan
alat medis dalam jangka panjang.
Tabel16 Tabulasi Silang antara pendidikan dengan Prosentase Kualitas Hidup pada pasien hemodialisis
di Unit Hemodialisa RSUD dr.Harjono Ponorogo 24 April-7 Mei 2019
No Pendidikan Persentase Kualitas Hidup
Jumlah % Buruk % Baik %
1 SD 13 24.5 8 8 21 39.62
2 SMP 7 13.2 10 10 17 32.08
3 SMA 8 15.1 2 2 10 18.87
4 PT 2 3.77 3 3 5 9.434
Jumlah 30 56.6 23 43.4 53 100
Sumber : Data Primer
Tabel 16 menunjukkan hasil bahwa
(24.5%) atau sejumlah 13 responden
berpendidikan terakhir SD memiliki kualitas
hidup buruk. Pengetahuan merupakan domain
yang penting dalam terbentuknya tindakan.
Semakin rendah pendidikan seseorang akan
cenderung untuk berperilaku negatif karena
minimnya pendidikan yang diperoleh tidak dapat
meletakkan dasar pengertian dalam diri
seseorang. Yuliaw (2009) menyatakan bahwa
penderita yang memiliki pendidikan lebih tinggi
cenderung akan mempunyai pengetahuan yang
lebih luas sehingga dapat mengontrol dirinya
dalam menghadapi dan mengatasi masalah
kesehatanya serta mempunyai rasa percaya diri
yang tinggi, lebih berpengalaman, mempunyai
rencana yang tepat tentang bagaimana mengatasi
suatu masalah, mudah mengerti tentang apa yang
dianjurkan oleh petugas kesehatan serta dapat
mengurangi kecemasan dibandingkan dengan
penderita yang memiliki pendidikan rendah.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut peneliti
berasumsi bahwa penderita dengan pendidikan
lebih tinggi akan mempunyai pengetahuan yang
lebih luas dan memungkinkan pasien untuk
dapat mengontrol dirinya dalam pembatasan
cairan serta patuh terhadap regimen perawatan.
Prosiding 1st Seminar Nasional dan Call for Paper
Arah Kebijakan dan Optimalisasi Tenaga Kesehatan Menghadapi Revolusi Industri 4.0
Fakultas Ilmu Kesehatan
ISBN 978-602-0791-41-8
219 | U n i v e r s i t a s M u h a m m a d i y a h P o n o r o g o
2 2 - 2 3 A g u s t u s 2 0 1 9
Tabel 17 Tabulasi Silang antara penyakit penyerta dengan Prosentase Kualitas Hidup pada pasien
hemodialisis di Unit Hemodialisa RSUD dr.Harjono Ponorogo 24 April-7 Mei 2019
No Penyakit Penyerta Persentase Kualitas Hidup
Jumlah % Buruk % Baik %
1 Hipertensi 11 20.8 7 13.2 18 34
2 Hipertensi dan
Diabetes Mellitus 3 5.66 3 5.66 6 11.3
3 Hipertensi dan
Asam Urat 3 5.66 2 3.77 5 9.43
4 Asam Urat 5 9.43 5 9.43 10 18.9
5 Hipertensi dan
Gastritis 2 3.77 0 0 2 3.77
6 Diabetes Mellitus 3 5.66 3 5.66 6 11.3
7 Diabetes Mellitus
dan Hipertensi dan
Vertigo
0 0 1 1.89 1 1.89
8 Batu ginjal 0 0 1 1.89 1 1.89
9 Tidak ada riwayat 3 5.66 1 1.89 4 7.55
Jumlah 30 56.6 23 8 53 100
Sumber : Data Primer
Tabel 17 menunjukkan hasil bahwa
(20.8%) atau sejumlah 11 responden dengan
penyakit penyerta hipertensi memiliki kualitas
hidup buruk. Hipertensi menjadi kondisi yang
umum pada pasien yang menjalani hemodialisis
dengan angka kejadian mencapai 90%
(Gorsane,dkk 2015). Pasien dengan gagal ginjal
stadium akhir (ESRD) tidak memiliki
kemampuan untuk mengeluarkan natrium dan
air oleh ginjal sehingga mengakibatkan
peningkatan volume ekstraseluler, peningkatan
curah jantung dan peningkatan tekanan darah
(Kauric-Klein,2013). Terapi hemodialisa
seumur hidup akan menimbulkan stress fisik
seperti kelelahan, sakit kepala dan keringat
dingin akibat tekanan darah yang tidak stabil,
sehubung dengan efek hemodialisis juga
mempengaruhi keadaan psikologis sesorang.
Pasien akan mengalami gangguan dalam proses
berfikir dan konsentrasi serta gangguan dalam
hubungan sosial. Kunmartini dalam Fatayi
(2008) menyatakan bahwa pasien hemodialisis
sering dihadapkan dengan berbagai penyakit
penyerta yang dideritanya sehingga berakibat
pada penurunan kualitas hidup. Peneliti
berasumsi bahwa kualitas hidup seseorang
dibentuk oleh karakteristik individu yang
mempengaruhi status fungsional, diidentikkan
dengan kesehatan fisik dan status
biologis/fisiologis oleh karena itu diperlukan
dukungan keluarga serta perawat yang secara
langsung berinteraksi dengan pasien untuk
memonitoring mengakhiri dan mengevaluasi
setiap sesi dialysisi yang dijalani oleh pasien
serta diperlukan penggunaan obat antihipertensi
sebagai agen untuk mengendalikan tekanan
darah pada pasien hemodialisis sehingga
diharapkan dapat mengoptimalkan kesehatan
biologis pada pasien hemodialisis.
Tabel 18 Tabulasi Silang antara usia dengan Prosentase Kualitas Hidup pada pasien hemodialisis di Unit
Hemodialisa RSUD dr.Harjono Ponorogo 24 April-7 Mei 2019
No Usia Persentase Kualitas Hidup
Jumlah % Buruk % Baik %
1 40-44 Tahun 4 7.55 11 20.8 15 28.3
2 45-49 Tahun 7 13.2 5 9.43 12 22.6
3 50-54 Tahun 7 13.2 6 11.3 13 24.5
4 55-60 Tahun 12 22.6 1 1.89 13 24.5
Jumlah 30 56.6 23 8 53 100
Sumber : Data Primer
Prosiding 1st Seminar Nasional dan Call for Paper
Arah Kebijakan dan Optimalisasi Tenaga Kesehatan Menghadapi Revolusi Industri 4.0
Fakultas Ilmu Kesehatan
ISBN 978-602-0791-41-8
220 | U n i v e r s i t a s M u h a m m a d i y a h P o n o r o g o
2 2 - 2 3 A g u s t u s 2 0 1 9
Tabel 18 menunjukkan hasil bahwa
(20.8%) atau sejumlah 11 responden dengan
umur 40-44 tahun (Dewasa madya) memiliki
kualitas hidup baik. Pasien dengan usia dewasa
madya (36-45 tahun) mempunyai kualitas hidup
yang lebih baik, begitupula dengan kondisi
fisiknya yang lebih baik daripada yang berusia
lansia awal (46-55 tahun) dan lansia akhir (56-65
tahun). Meningkatnya usia seseorang akan
memberikan dampak pada penurunan fungsi-
fungsi tubuh sehingga semakin rentan terhadap
penyakit. Siregar (2009) menyatakan bahwa pada
umumnya manusia normal akan mengalami
penurunan kualitas hidup dengan meningkatnya
umur. Penderita gagal ginjal kronik usia muda
akan mempunyai kualitas hidup yang lebih baik
oleh karena biasanya kondisi fisiknya yang lebih
baik dibandingkan yang berusia tua. Penderita
yang dalam usia produktif merasa terpacu untuk
sembuh mengingat dia masih muda mempunyai
harapan hidup yang lebih tinggi, sebagai tulang
punggung keluarga, sementara yang tua
menyerahkan keputusan pada keluarga atau anak-
anaknya. Tidak sedikit dari mereka merasa sudah
tua, capek hanya menunggu waktu, akibatnya
mereka kurang motivasi dalam menjalani terapi
hemodialisa. Berdasarkan pernyataan tersebut
peneliti berasumsi bahwa setelah mengalami
penyakit kronis hanya cara pandang pasien
terhadap kondisinyalah yang sangat menentukan
kualitas hidupnnya, merasa berkeinginan untuk
lebih baik dengan mematuhi regimen perawatan
yang ada, mematuhi pembatasan cairan sehingga
berpengaruh pada peningkatan kualitas hidup
seseorang.
Uji statistic dengan menggunakan Chi-
square didapatkan hasilp value = 0.004 dapat
disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara Interdialytic Weight Gain
(IDWG) dan kualitas hidup pada pasien
hemodialisis di Unit Hemodialisis RSUD
dr.Harjono Ponorogo. Hasil penelitian ini sejalan
dengan hasil penelitian Suryarinilsih (2011) di
RS Dr. M. Djamil dengan 68 responden
menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna
antara penambahan berat badan antara dua waktu
dialisis dengan kualitas hidup pasien
hemodialisis (p= 0,000, α=0,05)
Penambahan IDWG yang terlalu tinggi
dapat memicu berbagai keluhan serta respon
tubuh akibat akumulasi cairan diantaranya terjadi
hipotensi, kram otot, sesak nafas, mual dan
muntah (Moissl et al, 2013).
Banyak faktor yang mempengaruhi
kualitas hidup pasien hemodialisis. Lase (2011)
menyatakan empat faktor yang mempengaruhi
kualitas hidup yaitu status nutrisi, kondisi
komorbid, lama menjalani hemodialisis dan
penatalaksanaan medis namun hanya status
nutrisi yang memiliki hubungan signifikan
terhadap kualitas hidup oleh karena itu
diperlukan perhatian khusus petugas kesehatan
untuk memberikan edukasi ke pasien serta
keluarga hendaknya selalu memberikan motivasi
serta pendampingan pada pasien hemodialisis
untuk lebih patuh terhadap konsumsi asupan
cairan serta mempertahankan berat badan kering
yang ideal sehingga dapat meminimalkan
komplikasi yang terjadi selama proses terapi serta
sebagai upaya menjaga dan memantau derajat
kesehatan untuk mewujudkan kualitas hidup
yang baik
4. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian hubungan
Hubungan Interdialytic Weight Gain (IDWG) Dengan
Kualitas Hidup Pada Pasien Hemodialisis di Unit
Hemodialisa Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)
dr.Harjono Ponorogo dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut: Sebagian besar subjek penelitian (52.83%)
memiliki persentase interdialytic weight gain (IDWG)
yang tinggi (>3%) Sebagian besar subjek penelitian
(56.6%) memiliki persentase kualitas hidup yang
buruk Terdapat hubungan yang signifikan antara
interdialytic weight gain dengan kualitas hidup pasien
gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa di
Unit Hemodialisis Rumah Sakit Umum Daerah
(RSUD) dr.Harjono Ponorogo (p value = 0.004, α =
0.05 )
DAFTAR PUSTAKA
[1]. Abdiansyah B (2017). Hubungan
Interdialytic Weight Gain Dengan
Tekanan Darah Predialisis Pada Pasien
Hemodialisis. Universitas Muhammadiyah
Ponorogo.
[2]. Agustini, R. 2010. Dampak dukungan
keluarga dalam mempengaruhi
kecemasanpada pasien penderita gagal
ginjal kronik di RS Panti
RapihYogyakarta.http://skripsi-
ndonesia.com.2019.
[3]. Argawal, Rajiv dkk (2014).Assesment and
Managemen of Hypertension in Patients on
Dialysis. Journal American Society of
Nephrology, 25 (8): 1630-1646
Prosiding 1st Seminar Nasional dan Call for Paper
Arah Kebijakan dan Optimalisasi Tenaga Kesehatan Menghadapi Revolusi Industri 4.0
Fakultas Ilmu Kesehatan
ISBN 978-602-0791-41-8
221 | U n i v e r s i t a s M u h a m m a d i y a h P o n o r o g o
2 2 - 2 3 A g u s t u s 2 0 1 9
[4]. Bayhakki, Hasneli Y (2017). Hubungan
Lama Menjalani Hemodialisis dengan
Interdialytic Weight Gain (IDWG) pada
Pasien Hemodialisis.JKP – Vol. 5 No. 3
Desember 2017: 242-248
[5]. Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar
Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8
Volume 2, EGC, Jakarta.
[6]. Cabrera, Claudia dkk. (2015). A
Retrospective, Longitudinal Study
Estimating The Association Between
Interdialytic Weight Gain and
Cardiovascular Events and Death in
Hemodialysis Patients. BMC Nephrology.
16 (1): 113
[7]. CS Siregar,Mailani Fitri, Setiawan &
(2014). Hubunganpenambahan berat
badan interdialisis dengan kualitas hidup
pasienpenyakit ginjal kronik yang
menjalani hemodialisis.
[8]. Dahlan, M. Sopiyudin. (2013).Besar
Sample dan Cara Pengambilan Sampel
Dalam Penelitian Kedokteran dan
Kesehatan.Jakarta. Penerbit Salemba
Medika.
[9]. Fatayi, Dian (2008). Kualitas Hidup
Penderita Gagal Ginjal yang Menjalani
Terapi CAPD (Continous Ambulatory
Peritoneal Dialisis) di Wilayah Balik
Papan Kalimantan Timur
[10]. Foley RN, Gilbertson DT, Murray T,
Collins AJ. Long interdialytic interval and
mortality among patients receiving
hemodialysis. N Engl J Med.
2011;365:1099-107.
[11]. Gorsane, Imen dkk. (2015). Prevalence and
Risk Factors of Hypertension in
Hemodialysis. Open Journal of
Nephrology,5(2):54-60
[12]. Hidayat 2012. Efektifitas Konseling
Analisis transaksional Tentang Diet Cairan
Terhadap Penurunan Interdialutic Weight
Gain (IDWG) Pasien Gagal Ginjal Kronis
yang Menjalani Hemodialisa Di Rumah
Sakit Umum Daerah Kardinah Tegal.
Depok:Universitas Indonesia.
[13].
[14]. Indonesia Renal Registry. (2015).
8thAnnual Report of Indonesian Renal
Registry. Indonesia Renal Registry.Jakarta
[15]. ______. (2016). 9thAnnual Report of
Indonesian Renal Registry. Indonesia
Renal Registry.Jakarta
[16]. ______ L., Istanti, Y, P., dan Soejono, S,
K. (2013). Manajemen Cairan pada pasien
Hemodialisis Meningkatkan Kualitas
Hidup. Ponorogo: Universitas
Muhammadiyah Ponorogo.
[17]. Isroin, Laily. (2016). The Physical
Indicators of Quality of Life For
Hemodyalisis Patients. Jurna; Kesehatan
Masyarakat,12(1): 157-166
[18]. Istanti, Yuni Permatasari. (2011). Faktor-
Faktor yang Berkontribusi Terhadap
Interdialytic Weight Gains Pada Pasien
Chronic Kidney Diseases yang Menjalani
Hemodialisis. Jurnal Mutiara Medika,
Vol.11 No.2: 118-130 Profesi, 10.
[19]. ______. (2014). Hubungan Antara
Masukan Cairan Dengan Interdialytic
Weight Gain (IDWG) Pada Pasien Chronic
Kidney Diseases Di Unit Hemodialisis RS
PKU Muhammadiyah
Yogyakarta.PROFESI, Vol.10
[20]. Kauric-Klein, Zorica. (2013). Factors
Affecting Blood Pressure Control in
Hemodialysis. J Hypertens 2(2):113
[21]. Lase, WN 2011, “Analisis faktor-faktor
yang mempengaruhi kualitas hidup pasien
gagal ginjal kronik yang menjalani terapi
hemodialisis, Univessitas Indonesia”,
Tesis, Depok
[22]. LeMone,Priscilla, Burke Karen, &
Bauldoff Gerene (2011). Medical-Sugical
Nursing: Critical thinking in Client Care.
United State of America Pearson
Prosiding 1st Seminar Nasional dan Call for Paper
Arah Kebijakan dan Optimalisasi Tenaga Kesehatan Menghadapi Revolusi Industri 4.0
Fakultas Ilmu Kesehatan
ISBN 978-602-0791-41-8
222 | U n i v e r s i t a s M u h a m m a d i y a h P o n o r o g o
2 2 - 2 3 A g u s t u s 2 0 1 9
[23]. Lindberg, P., Magnus, P., Karl, G.,
Wikstrom, B. (2009) Interdialytic weight
gain and ultrafiltrasion rate in
hemodialysis: lesson about fluid
andherance from a national registry of
clinical practice. Hemodialysis
International. Volume 13. Number 2.
Februari 23,2010.
http://www.ingentaconnect.com/content/b
sc/hdi.
[24]. Lindberg, 2010, Excessive fluid Overload
Among Haemodialysis Patient:
Prevalence,Individual Characteristics And
Self Regulation Fluid Intake, Acta,
Universitatis Upsaliensis Uppsala, 9 – 73
[25]. Moissl, U., Guillen, M.A., Wabel, P.,
Fontsere, N., Carrera, M., Campistol, J.M,
Maduell, F. (2013). Bioimpedance Guided
Fluid Management in Hemodialysis
Patients. Clin J Am Soc Nephrol. diakses 6
Februari 2019 dari
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/
pmc/articles/PMC3805085/.
[26]. Nasution, A.T., 2008. Hubungan Antara
Parameter Cairan Tubuh yang Diukur
dengan Bio Impedance Analysis dengan
Kualitas Hidup yang Diukur SF-36 pada
Pasien Hemodialisis Reguler. Universitas
Sumatera Utara. Tesis.
[27]. Notoatmodjo, S. (2010). Metodelogi
Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka
Cipta.
[28]. Nursalam.2008. Konsep dan penerapan
metodologi penelitian keperawatan.
Jakarta C.V Andi Offset
[29]. Putri Y,A (2018). Tingkat Kecemasan
Keluarga Selama Merawat Pasien Dengan
Hemodialisis Di Ruang Hemodialisa
RSUD dr Hardjono Ponorogo. Universitas
Muhammadiyah Ponorogo.
[30]. Riyanto,W.(2011). Hubungan antara
penambahan berat badan diantara dua
waktu hemodialisis (interdialysis weight
gain = IDWG) terhadap kualitas hidup
pasien penyakit ginjal kronik yang
menjalani terapi hemodialisis di Unit
Hemodialisa IP2K RSUP Fatmawati
Jakarta (Tesis). Fakultas Ilmu
Keperawatan, Universitas
Indonesia,Jakarta.
[31]. Siregar, (2009). Katakteristik pasien dan
kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik
yang menjalani hemodialisa. Medan. USU
[32]. Smletzer,S.C & Bare, B.G. 2002. Buku
ajar keperawatan medikal bedah. Brunner
and Suddarth. Volume 2. Edisi 8
(Hartono,A,dkk, penerjemah). Jakarta:
EGC
[33]. ______(2003). Brunner and Suddarth's
Textbook of Medical-Surgical Nursing
10th edition
[34]. Suryarinilsih (2010) Hubungan
Penambahan Berat Badan Antara Dua
Waktu Dialisis Dengan Kualitas Hidup
Pasien Hemodialisis Di Rumah Sakit
Dr.M.Djamil Padang. FIK UI 2010
[35]. Swartzendruber et.al (2008). Hemodialysis
procedures and cmplication
[36]. diunduh dari
http://www.emedicine.com/med/topic683.
htm tanggal 25 April 2019
[37]. Tanujiarso, B, A., Ismonah, dan Supriyadi.
2014. Efektifitas Konseling Diet Cairan
Terhadap Pengontrolan Interdialytic
Weight Gain (IDWG) Pasien Hemodialisis
Di RS Telogorejo Semarang. Semarang:
STIKKES dan Poltekkes.
[38]. Wahyuni, W. I., Sofyan Indrayana. (2014).
Korelasi Penambahan Berat Badan
Diantara Dua Waktu Dialisis dengan
Kualitas Hidup Pasien Menjalani
Hemodialisa.Jurnal Ners dan Kebidanan
Indonesia, 2(2), 51-56.
[39]. Yuliaw, Anny. (2009).
HubunganKarakteristik Individu dengan
KualitasHidup Dimensi Fisik pasien
GagalGinjal Kronik di RS Dr.
KariadiSemarang. dalam
https://digilib.unimus.ac.id