hubungan idul adha dengan keberadaan kita sebagai manusia

3
Siti Hudaiyah | 15/382926/KT/08128 Hubungan Idul Adha dengan Keberadaan Kita sebagai Manusia Idul Adha sudah barang tentu menjadi momen yang ditunggu-tunggu bagi seluruh umat Islam di dunia. Karena di hari ini banyak sekali peristiwa keagamaan yang terjadi. Tepat pada tanggal ini, sekian tahun yang lalu Nabi Ibrahim melaksanakan perintah Allah untuk menyembelih anaknya. Tepat tanggal 10 Dzulhijah umat Islam di Makkah menyempurnakan rukun Islam. Tepat pada tanggal ini pula umat Islam di seluruh dunia melaksanakan sholat Ied dan qurban. Luar biasa memang. Jika kita menengok sejarah Nabi Ibrahim, dimana beliau mendapat perintah untuk menyembelih anaknya -Nabi Ismail- melalui mimpi, dan beliau menanyakan hal ini kepada Ismail, lalu apa jawabannya? Ya. Kita sudah tahu itu. Lalu apa yang bisa kita pelajari dari sini dalam konteks keberadaan kita sebagai manusia? Kita patut mencontoh ketaqwaan Nabi Ibrahim ini. Bagaimana jika kita berada dalam posisi beliau? Tentu kita hanya menganggap mimpi itu sebagai bunga tidur. Kita harus belajar bagaimana seorang Ibrahim yang sudah lama menantikan buah hati akibat kemandulan istrinya, dan sekarang Ismail baru tumbuh dewasa, begitu taqwanya beliau menaati perintah Allah untuk menyembelihnya. Satu poin ketaqwaan. Kecintaan beliau kepada Allah didasari dengan iman, mengalahkan loyalitas terhadap makhluk hidup, bahkan anaknya sendiri. Idul Adha mengingatkan kita untuk kembali kepada Allah selayaknya Ibrahim. Di tanggal 10 Dzulhijah pula umat Islam di seluruh dunia berbondong-bondong ke Makkah untuk melaksanakan ibadah haji. Ibadah haji ini sebagai rukun Islam terakhir wajib dijalankan bagi kaum yang mampu baik jasmani, rohani, maupun ekonomi. Mereka datang dengan niat karena Allah. Bukan tidak mungkin mereka menghabiskan banyak harta di daerah asal mereka, mereka melalui penantian yang panjang seperti di Indonesia misalnya harus mendaftar dulu dan menunggu bertahun-

Upload: siti-hudaiyah

Post on 05-Jan-2016

220 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Hubungan Idul Adha Dengan Keberadaan Kita Sebagai Manusia

TRANSCRIPT

Page 1: Hubungan Idul Adha Dengan Keberadaan Kita Sebagai Manusia

Siti Hudaiyah | 15/382926/KT/08128

Hubungan Idul Adha dengan Keberadaan Kita sebagai Manusia

 

Idul Adha sudah barang tentu menjadi momen yang ditunggu-tunggu bagi seluruh umat Islam di dunia. Karena di hari ini banyak sekali peristiwa keagamaan yang terjadi. Tepat pada tanggal ini, sekian tahun yang lalu Nabi Ibrahim melaksanakan perintah Allah untuk menyembelih anaknya. Tepat tanggal 10 Dzulhijah umat Islam di Makkah menyempurnakan rukun Islam. Tepat pada tanggal ini pula umat Islam di seluruh dunia melaksanakan sholat Ied dan qurban.

Luar biasa memang. Jika kita menengok sejarah Nabi Ibrahim, dimana beliau mendapat perintah untuk menyembelih anaknya -Nabi Ismail- melalui mimpi, dan beliau menanyakan hal ini kepada Ismail, lalu apa jawabannya? Ya. Kita sudah tahu itu. Lalu apa yang bisa kita pelajari dari sini dalam konteks keberadaan kita sebagai manusia? Kita patut mencontoh ketaqwaan Nabi Ibrahim ini. Bagaimana jika kita berada dalam posisi beliau? Tentu kita hanya menganggap mimpi itu sebagai bunga tidur. Kita harus belajar bagaimana seorang Ibrahim yang sudah lama menantikan buah hati akibat kemandulan istrinya, dan sekarang Ismail baru tumbuh dewasa, begitu taqwanya beliau menaati perintah Allah untuk menyembelihnya. Satu poin ketaqwaan. Kecintaan beliau kepada Allah didasari dengan iman, mengalahkan loyalitas terhadap makhluk hidup, bahkan anaknya sendiri. Idul Adha mengingatkan kita untuk kembali kepada Allah selayaknya Ibrahim.

Di tanggal 10 Dzulhijah pula umat Islam di seluruh dunia berbondong-bondong ke Makkah untuk melaksanakan ibadah haji. Ibadah haji ini sebagai rukun Islam terakhir wajib dijalankan bagi kaum yang mampu baik jasmani, rohani, maupun ekonomi. Mereka datang dengan niat karena Allah. Bukan tidak mungkin mereka menghabiskan banyak harta di daerah asal mereka, mereka melalui penantian yang panjang seperti di Indonesia misalnya harus mendaftar dulu dan menunggu bertahun-tahun untuk beribadah haji, bahkan ibadah haji ini diwarnai dengan tragedi-tragedi yang di luar ekspektasi. Baru-baru ini kita dengan ada tragedi crane jatuh di Mina. Tapi tidak menyurutkan langkah mereka untuk bersujud di rumah Allah. Tragedi suhu ekstrim yang membunuh sampai membunuh nyawa kaum muslimin. Bahkan mereka menginginkan seandainya mereka meninggal saja di Mekkah, betapa keinginan yang tidak semua orang bisa memahaminya dengan logika.

Kita belajar dari jamaah haji ini, kembali seperti Nabi Ibrahim, taqwa. Apapun jika didasari atas kecintaan kita kepada Allah, kita akan terpanggil dan enteng saja untuk melaksanakan perintahnya walau sebagian orang mengatakan itu berat. Di sisi lain kita belajar bagaimana mereka tetap meluruskan niat selama beberapa waktu penantian, mereka ditimpa banyak gangguan dan hambatan. Belajar beradaptasi di lingkungan baru, dan banyak pelajaran lain yang didaptkan oleh jamaah haji. Dimana mereka cenderung lebih baik di lingkungannya, terutama dalam beribadah dan bersosial dengan lingkungannya. Apa sebenarnya yang mereka dapatkan di Makkah sehingga mampu merubah mereka menjadi seperti ini? InsyaAllah kita akan tahu jawaban pastinya setelah kita sendiri yang menjalani. Aamiin.

Page 2: Hubungan Idul Adha Dengan Keberadaan Kita Sebagai Manusia

Siti Hudaiyah | 15/382926/KT/08128

Umat muslim di luar Makkah melaksanakan Sholat Id pada tanggal 10 Dzulhijah setelah berpuasa sunnah pada tanggal 8 dan 9 Dzulhijah yang disebut dengan puasa Tarwiyah dan puasa Arafah, bahkan sampai sebelum sholat Ied kita juga disunnahkan berpuasa. Sebagaimana puasa Ramadhan, disini kita belajar untuk mengekang hawa nafsu kita, baik nafsu makan, minum, maupun nafsu yang lain. Setelah dua hari menahan nafsu, tiba saatnya kita hari kemenangan. Hari kemenangan ini tidak hanya sehari, tapi berlanjut sampai tiga hari atau yang kita kenal sebagai hari tasyrik, yaitu tanggal 10, 11, 12 Dzulhijah. Umat Islam seakan beristirahat di bawah pohon yang rindang di masa ini. Mereka dilarang berpuasa, dan diberi waktu untuk melaksanakan penyembelihan hewan qurban.

Sungguh bijaksana betul Islam ini. Sangat manusiawi jika kita kadang jenuh dengan kehidupan dunia, kadang jenuh dengan tuntutan ibadah dari Islam sendiri. Disini kita diberi waktu sejenak untuk berkipas-kipas dan mensyukuri nikmat Allah.

Ibadah qurban tidak hanya bernilai pendekatan diri kepada Allah, tetapi juga mengajarkan bagaimana kita bisa mengalahkan keinginan lain untuk berqurban dan bermanfaat untuk orang lain. Bukanlah suatu kebetulan bahwa Allah menggantikan pengorbanan Ibrahim dengan seekor qibas dan memerintahkan kita untuk menyembelih hewan qurban, melainkan karena pengabdian kita kepada Allah haruslah dapat membawa dampak kemaslahatan kepada sesama manusia. Daging qurban yang dibagikan kepada fakir miskin dan kaum dhuafa merupakan bentuk amal kebajikan yang mempunyai nilai sosial tinggi, bernilai empati, simpati dan kepedulian kita terhadap seluruh umat muslim tanpa memandang ras, suku, umur, dan jenis kelamin. Sehingga Idul Adha juga diharapkan berdampak sosial positif bagi semua kalangan dan juga berarti suatu kesadaran sejati untuk melakukan perlawanan terhadap musuh-musuh manusia dalam kehidupan ini.. Kesadaran jiwa pengorbanan seperti ini menjadi tuntutan yang begitu mendesak saat ini.

Semoga Idul Adha kita kali ini menjadi semangat pengorbanan yang hakiki. Suatu semangat yang melandasi hidup dan kehidupan kita menuju ridha Ilahi, sekaligus menyinari qalbu dan nurani kita untuk menengok realita kebesaran Sang Khaliq di sekitar kita.