hubungan early childhood caries (ecc)...

Download HUBUNGAN EARLY CHILDHOOD CARIES (ECC) …pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/7156d30a0cb1c546743141bab65b57a5.pdf · badan dan tinggi badan anak dan wawancara langsung dengan responden

If you can't read please download the document

Upload: trinhcong

Post on 09-Feb-2018

230 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • HUBUNGAN EARLY CHILDHOOD CARIES (ECC) DENGAN ASUPAN MAKANAN DAN STATUS GIZI ANAK USIA 3-5 TAHUN

    RELATIONSHIP OF EARLY CHILDHOOD CARIES (ECC) AND FOOD INTAKE AND NUTRITION STATUS OF 3 5 YEARS OLD CHILDREN

    Asrianti1, Burhanuddin Bahar2, A. Zulkifli Abdullah2

    1Dinas Kesehatan Pemerintah Kabupaten Enrekang, Enrekang 2Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Hasanuddin, Makassar

    Alamat Korespondensi:

    Asrianti Dinas Kesehatan Pemerintah Kabupaten Enrekang Enrekang, 91762 HP: 085255502626 Email: [email protected]

  • Abstrak

    Karies gigi merupakan masalah utama kesehatan gigi dan mulut di dunia karena merupakan sumber fokal infeksi sehingga menyebabkan keluhan rasa sakit yang dapat mempengaruhi asupan gizi sehingga mengakibatkan gangguan pertumbuhan dan mempengaruhi status gizi anak yang berimplikasi pada kualitas sumber daya. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan adanya hubungan ECC dengan asupan makanan dan status gizi anak usia 3-5 tahun. Penelitian ini menggunakan metode observasional analitik dengan desain cross sectional. Sampel yang diambil adalah anak yang berusia 3-5 tahun sebanyak 191 orang yang memenuhi kriteria inklusi. Pengambilan sampel dilakukan secara cluster random. Pengumpulan data dilakukan melalui pemeriksaan gigi, pengukuran berat badan dan tinggi badan anak dan wawancara langsung dengan responden menggunakan kuesioner dan FFQ semi kuantitatif. Data dianalisis dengan analisis statistik melalui tabulasi silang dilanjutkan dengan uji chi square dan uji t independent Hasil penelitian menunjukkan tidak ada hubungan signifikan antara karies dengan asupan energi (p=0,112, p>0,05), ada hubungan signifikan antara karies dengan asupan protein (p=0,042, p

  • PENDAHULUAN

    Masalah gizi disebabkan oleh banyak faktor yang saling terkait baik secara langsung

    maupun tidak langsung. Secara langsung dipengaruhi oleh penyakit infeksi dan tidak cukupnya

    asupan gizi secara kuantitas maupun kualitas, sedangkan secara tidak langsung dipengaruhi oleh

    jangkauan dan kualitas pelayanan kesehatan, pola asuh anak yang kurang memadai, kurang

    baiknya kondisi sanitasi lingkungan serta rendahnya ketahanan pangan di tingkat rumah tangga

    (Azwar, 2004).

    Karies pada gigi sulung atau Early childhood caries (ECC) adalah suatu penyakit

    kronis pada anak yang paling umum, menggambarkan masalah kesehatan masyarakat yang

    mempengaruhi bayi dan anak-anak prasekolah di seluruh dunia terutama masyarakat yang

    kurang beruntung baik di negara berkembang dan negara industri ( Al-Haddad et al., 2006;

    Feldens, 2010; Ruhaya et al., 2012; Mohammadi et al., 2012). Karies gigi dapat mengenai siapa

    saja tanpa memandang usia dan jika dibiarkan berlanjut akan merupakan sumber fokal infeksi di

    dalam mulut sehingga menyebabkan keluhan rasa sakit. Kondisi ini tentu saja akan

    mempengaruhi asupan gizi sehingga dapat mengakibatkan gangguan pertumbuhan yang pada

    gilirannya akan mempengaruhi status gizi anak yang berimplikasi pada kualitas sumber daya

    (Siagian, 2008).

    Sebanyak 28% anak-anak usia 2-6 tahun di Amerika Serikat mengalami karies dan

    prevalensinya meningkat 15% selama dekade terakhir (Hong et al., 2008). Prevalensi karies

    gigi terus-menerus meningkat dengan perubahan kebiasaan diet masyarakat dan meningkatnya

    konsumsi gula (Khan et al., 2008; Saini et al., 2003). Insiden karies gigi meningkat meskipun

    telah dilakukan upaya terbaik oleh para profesional kesehatan gigi untuk mengurangi kejadian

    karies gigi (Gokhale et al.,2010). Menurut data Riskesdas 2007, Prevalensi nasional karies aktif

    sebesar 43,4%. Indeks DMF-T secara nasional sebesar 4,85, ini berarti rata-rata kerusakan gigi

    pada penduduk Indonesia lima buah gigi per orang (Depkes RI, 2008). Menurut hasil penelitian

    Thioritz (2010), Prevalensi karies gigi pada murid TK di Kecamatan Rappocini Kota Makassar

    sebesar 100%. Besarnya dan keparahan karies gigi pada gigi sulung dan permanen menjadi

    masalah utama dan harus mendapat perhatian khusus (Bagramian et al., 2009).

    Hasil Penelitian sebelumnya telah menunjukkan terdapat kontroversi mengenai

    hubungan negatif antara karies gigi dan status gizi (Al-Haddad et al., 2006). Terdapat perbedaan

    hubungan antara status karies dan overweight pada anak-anak dengan kelompok usia yang

  • berbeda. Satu penelitian menemukan anak-anak overweight lebih berisiko karies pada gigi

    sulung dibanding anak-anak dengan berat badan normal (Marshall et al., 2007). Sebaliknya,

    penelitian oleh NHANES III pada anak-anak muda menunjukkan status overweight terkait

    dengan penurunan laju karies pada anak usia 12-18 tahun (Kopyka-Kedzierawski et al, 2007;

    Narksawat et al.,2009). Hasil penelitian di Kecamatan Lhoknga, Kabupaten Aceh Besar

    menunjukkan status gizi terkait dengan keparahan karies gigi, anak-anak dengan karies berat

    mempunyai asupan energi yang lebih rendah (Junaidi dkk., 2007).

    ECC bukan hanya mempengaruhi gigi, tetapi konsekuensi penyakit ini juga dapat

    menyebabkan masalah kesehatan yang lebih luas. Hasil penelitian yang dilakukan oleh

    Kawashita (2011), menemukan bahwa bayi yang mengalami ECC pertumbuhannya lebih lambat

    dibandingkan dengaan bayi yang bebas karies. Anak-anak dengan ECC dapat menjadi sangat

    kurus karena terkait dengan rasa nyeri dan keterbatasan untuk makan (Kawashita, 2011). Studi

    populasi yang meneliti hubungan karies gigi dengan asupan makanan dan status gizi belum

    pernah dilakukan di Kabupaten Enrekang. Oleh karena itu penulis tertarik untuk meneliti

    hubungan ECC dengan asupan makanan dan status gizi pada anak usia 3-5 tahun di

    Kabupaten Enrekang. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan adanya hubungan ECC

    dengan asupan makanan dan status gizi Anak usia 3-5 tahun di Kabupaten Enrekang.

    BAHAN DAN METODE

    Lokasi dan Rancangan Penelitian

    Penelitian ini dilakukan di Posyandu yang ada di wilayah kerja Puskesmas Kota

    Kecamatan Enrekang, Kabupaten Enrekang Sulawesi Selatan. Pemilihan lokasi penelitian

    dengan pertimbangan kecamatan Enrekang merupakan salah satu wilayah pedesaan dimana

    prevalensi ECC diperkirakan cukup tinggi dan akses peneliti ke daerah tersebut lebih mudah.

    Jenis penelitian yang digunakan adalah observasional analitik dengan desain cross sectional.

    Populasi dan sampel

    Populasi adalah semua anak usia 3-5 tahun yang bertempat tinggal di wilayah

    Kecamatan Enrekang Kabupaten Enrekang. Responden adalah ibu dari anak yang menjadi

    sampel. Pengambilan sampel dilakukan secara cluster random sebanyak 191 anak yang

    memenuhi kriteria inklusi yaitu berumur 3-5 tahun, Ibu memberi izin anaknya untuk diperiksa,

    tidak menderita sakit seperti demam atau diare dalam tiga bulan terakhir dan ibu bersedia

  • diwawancarai dan mengisi kuisioner dengan menandatangani informed consent. Prosedur

    penelitian telah disetujui oleh Komite Etik Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

    Metode pengumpulan data

    ECC ditetapkan melalui pemeriksaan gigi anak oleh dokter gigi menggunakan kaca mulut

    datar dan bantuan senter. Tingkat keparahan karies dinilai dengan skor indeks def-t menurut

    WHO (Pine, 1997). Pengumpulan data dilakukan oleh petugas puskesmas terlatih dan

    menggunakan kuesioner yang telah diujicobakan sebelumnya. Umur, jenis kelamin, tingkat

    pendidikan orang tua, riwayat kunjungan ke dokter gigi, kebiasaan menyikat gigi, dan riwayat

    pemberian ASI diperoleh melalui wawancara dengan responden. Status gizi ditetapkan melalui

    pengukuran tinggi badan dan berat badan anak. Berat badan diukur dengan menggunakan

    timbangan injak dengan ketelitian 0,1 kg, tinggi badan diukur dengan microtoise dengan

    ketelitian 0,1 cm. Hasil pengukuran tersebut nantinya akan dikonversikan terhadap standar WHO

    2005 (Kemenkes RI, 2011).

    Asupan makanan diperoleh dengan metode food frequency Quetionaire (FFQ) semi

    kuantitatif (Nabella, 2011). Wawancara dilakukan pada responden menggunakan kuesioner yang

    berisi daftar makanan yang telah diujicobakan sebelumnya dan alat bantu berupa foto gambar

    makanan beserta ukuran porsi standar.

    Analisis data

    Data asupan makanan dikonversi ke dalam jumlah asupan energi dan protein

    menggunakan program nutrisurvey selanjutnya dibandingkan dengan angka kecukupan energi

    dan protein rata-rata yang dianjurkan untuk masing-masing subyek. Data yang terkumpul

    selanjutnya dilakukan editing, koding, dan entry data, kemudian dilakukan analisis data dengan

    menggunakan analisis statistik melalui tabulasi silang dilanjutkan dengan uji chi square dan uji t

    independent. Nilai p dianggap bermakna apabila p < 0,05 dengan interval kepercayaan 95%.

    HASIL

    Karakteristik sampel

    Tabel 1 menunjukkan bahwa usia sampel lebih banyak pada usia 48-60 bulan (61,3%)

    dibanding usia 36-47 bulan (38,7%), menurut jenis kelamin, sampel lebih banyak perempuan

    (54,5%) dibandingkan laki-laki (45,5%). Tingkat pendidikan ayah terbanyak pada tingkat

    SMP/SMU (57,6%) dan terendah pada tingkat SD (13,6%), demikian juga tingkat pendidikan

  • ibu terbanyak pada tingkat SMP/SMU (56,0%) dan terendah pada tingkat SD (14,7%). Anak

    yang dibawa memeriksakan giginya ke dokter gigi lebih dari enam bulan yang lalu lebih banyak

    (94,8%) dibanding yang dibawa memeriksakan gigi kurang dari enam bulan yang lalu (5,2%).

    Berdasarkan riwayat frekuensi menyikat gigi, sebagian besar balita menyikat giginya sama atau

    lebih dari dua kali dalam sehari (95,3%) dan hanya sebahagian kecil yang menyikat gigi kurang

    dari dua kali dalam sehari (4,7%). Berdasarkan Riwayat ASI, lebih banyak balita yang mendapat

    ASI eksklusive (54,5%) dibanding yang tidak mendapat ASI eksklusive (45,5%) dan lamanya

    pemberian ASI terbanyak pada enam bulan sampai satu tahun (33,0%) dan terendah pada lebih

    dari dua tahun (5.8%)

    Analisis Bivariate

    Tabel 2 menunjukkan bahwa pada tingkat keparahan karies tinggi, lebih banyak anak

    dengan asupan energi kurang (31,0%) dibanding pada tingkat keparahan karies rendah (20,9%),

    namun dari hasil uji chi square menunjukkan tidak signifikan (p>0,05).

    Tabel 3 menunjukkan bahwa pada tingkat keparahan karies tinggi, lebih banyak anak

    yang memiliki asupan protein kurang (16,6%) dibanding pada tingkat keparahan karies rendah

    (6,6%). Hasil uji chi square menunjukkan hubungan signifikan (p

  • telah berkurang, sehingga menurunkan kemampuan oklusi (Junaidi dkk., 2007). Menurut

    Setiawan (2003), Proses penghancuran makanan membutuhkan kekuatan atau daya kunyah

    tertentu sesuai dengan bentuk dan jenis makanan. Seseorang dengan alat pengunyahan yang

    tidak baik akan memilih makanan sesuai dengan kekuatan kunyahnya sehingga anak yang

    mengalami karies gigi tidak dapat mengonsumsi beraneka ragam makanan .

    Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Benzian et al.

    (2011), hasil survey menunjukkan hubungan signifikan antara karies dan IMT khususnya

    hubungan antara infeksi gigi dan IMT di bawah normal. Jika karies tidak dirawat, akan berlanjut

    ke dalam pulpa gigi dan ada tiga kemungkinan jalur utama untuk hubungan ini: 1) rasa nyeri dan

    ketidaknyamanan menyebabkan berkurangnya asupan makanan; 2) menurunnya kualitas hidup

    mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak-anak melalui terbatasnya aktifitas, kurang

    tidur, menurunnya konsentrasi dan lain-lain; dan 3) Infeksi gigi akan menyebabkan pelepasan

    cytokine yang dapat mempengaruhi pertumbuhan (Benzian et al., 2011).

    Hasil penelitian ini juga sejalan dengan pendapat Clarke et al. (2006), bayi dengan ECC

    memiliki tahap pertumbuhan yang lebih rendah dibanding bayi bebas karies. Anak-anak dengan

    ECC dapat menjadi sangat underweight karena kaitannya dengan rasa nyeri dan kesulitan makan.

    Selain itu ECC juga terkait dengan defisiensi zat besi.

    Hal yang sama juga menurut hasil penelitian oleh Ruhaya et al. (2012) di Kelantan

    Malaysia, Penelitian tentang hubungan antara status gizi dan ECC pada anak prasekolah

    menemukan bahwa indeks massa tubuh yang rendah terkait dengan karies. Karies gigi dapat

    menimbulkan kesulitan makan pada anak karena karies gigi menyebabkan penurunan fungsi gigi

    sebagai alat cerna. Seperti yang diungkapkan oleh Widyaningsih dalam Junaidi (2007),

    kesulitan makan pada anak dapat disebabkan oleh berbagai faktor, yaitu : faktor nutrisi, penyakit

    dan psikologis. Faktor penyakit antara lain adanya kelainan pada gigi geligi dan rongga mulut

    seperti karies gigi, stomatitis dan gingivitis.

    Berbeda dengan hasil penelitian ini, Costa et al. (2013) yang meneliti ECC dan indeks

    massa tubuh pada anak-anak di Brazil menemukan tidak ada hubungan antara IMT dengan karies

    gigi, penghasilan keluarga yang lebih tinggi terkait dengan rendahnya pengalaman karies pada

    anak-anak.

    Hasil yang berbeda juga dilaporkan oleh Chen et al. dalam Ruhaya et al. (2012), tidak

    ada hubungan yang signifikan dalam skor dmf anak usia tiga tahun dengan BMI mereka.

  • Kemungkinan bahwa anak-anak usia tiga tahun belum memiliki cukup waktu untuk

    perkembangan karies secara penuh sebagaimana dibandingkan dengan anak-anak usia enam

    tahun. Harus dicatat bahwa karies adalah penyakit yang berkembang secara lambat dan

    membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk berkembang dari white spot awal menjadi lubang

    pada gigi yang mempengaruhi dentin.

    Demikian pula dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Gokhale (2010) di Nellore

    India, yang meneliti hubungan antara IMT dan ECC pada 100 sampel anak-anak menemukan

    bahwa IMT tidak berkorelasi dengan dmft, bahkan setelah disesuaikan dengan faktor

    confounding. Banyak faktor lain yang berperan dalam proses karies dan dibutuhkan studi

    longitudinal dengan sampel yang lebih besar untuk mengkonfirmasi hubungan ini.

    Pada penelitian ini, karies lebih banyak pada kelompok anak usia 48-60 bulan dibanding

    kelompok 36-47 bulan. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Suwelo (1992)

    bahwa sejalan dengan pertambahan usia seseorang, jumlah karies pun akan bertambah. Hal ini

    jelas, karena faktor risiko terjadinya karies akan lebih lama berpengaruh terhadap gigi. (Suwelo,

    1992). Pada usia 5 tahun keatas anak mulai memakan makanan yang dilarang dan pada masa

    tersebut anak paling banyak menderita karies gigi kemungkinan karena pola makan yang

    kurang teratur dan ketidaktahuan menjaga kesehatan gigi sehingga dapat menyebabkan

    terjadinya karies gigi (Ghofar, 2012).

    Pada penelitian ini juga menunjukkan bahwa karies lebih banyak pada anak perempuan

    dibanding anak laki-laki. Hal ini sesuai dengan pendapat Suwelo (1992) bahwa prevalensi karies

    gigi susu anak perempuan sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan anak laki-laki, karena gigi

    anak perempuan berada lebih lama dalam mulut. Akibatnya gigi anak perempuan akan lebih

    lama berhubungan dengan faktor resiko terjadinya karies.

    Tingkat pendidikan dapat mempengaruhi status kesehatan seseorang, karena semakin

    tinggi pendidikan seseorang maka akan semakin tinggi pula tingkat pengetahuan dan kesadaran

    untuk menjaga kesehatan (Suwelo, 1992). Tingkat pendidikan orang tua telah menunjukkan

    berkorelasi dengan kejadian dan keparahan ECC pada anak-anaknya (Zafar, 2009).

    Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa kesadaran masyarakat untuk memeriksakan

    gigi anaknya ke dokter gigi minimal enam bulan sekali masih kurang namun sebagian besar anak

    telah memiliki frekuensi menyikat gigi sama atau lebih dari dua kali sehari. Memeriksakan gigi

  • anak secara rutin minimal dua kali dalam setahun dan menjaga kebersihan mulut sangat penting

    untuk mencegah terjadinya karies gigi (Chu, 2005; Hale et al., 2008; Kawashita et al., 2011).

    Memberikan ASI pada bayi memiliki banyak keuntungan, diantaranya memberikan gizi

    yang optimal bagi bayi, perlindungan imunologi dan meminimalkan dampak ekonomi untuk

    keluarga. Meskipun praktek yang baik, ada bukti yang bertentangan mengenai menyusui dalam

    hal kesehatan gigi. Rupanya menyusui berkepanjangan membawa risiko perkembangan karies

    gigi atau Nursing caries (Bowen et al., 2005). Beberapa penelitian epidemiologis tentang

    manfaat menyusui bagi kesehatan, menyusui terkait dengan tingkat karies gigi yang lebih

    rendah. Oleh karena itu Organisasi kesehatan Dunia (WHO) menganjurkan bahwa anak-anak

    disusui sampai usia 24 bulan (Zafar et al., 2009).

    KESIMPULAN DAN SARAN

    Kami menyimpulkan bahwa terdapat hubungan antara early childhood caries (ECC)

    dengan asupan makanan dan status gizi anak usia 3-5 tahun. Oleh karena itu perlu dilakukan

    upaya kesehatan gigi di Posyandu dan edukasi gizi baik pada anak maupun orang tuanya dalam

    rangka meningkatkan derajat kesehatan anak.

  • DAFTAR PUSTAKA

    Al-Haddad A.M., Bin Gouth A.S. and Hassan H.S. (2006). Distribution of Dental Caries among Primary School Children in Al-Mukalla Area, Yemen. Journal of Dentistry, Tehran University of Medical Sciences. 3(4): 195-8.

    Azwar A. (2004). Kecenderungan Masalah Gizi dan Tantangan di Masa Depan. http://gizi.depkes.go.id. Diakses Pada 30 Januari 2013.

    Bagramian R.A., Franklin G.G. and Volpe A.R. (2009). The Global Increase in Dental caries. A pending Public Health Crisis. American Journal Of Dentistry. 21(1):3-8

    Benzian H., Monse B., Heinrich-Weltzien R., Hobdell M., Mulder J. et al. (2011). Untreated Severe Dental Decay: A Neglected Determinant of Low Body Mass Index in 12 year- Old Filipino Children BMC Public Health. 11 : 558.

    Bowen W.H. and Lawrence R.A. (2005). Comparison of the Cariogenicity of Cola, Honey, Cow Milk, Human Milk, and Sucrose. Pediatrics. 116: 921-926.

    Chu S. (2006). Review - Early childhood caries: risk and prevention in underserved populations. Jyi. 18: 1-8.

    Clarke M., Locker D., Berall G., Pencharz P., Kenny D.J, and Judd P. (2006). Malnourishment in a population of young children with severe early childhood caries. Pediatric Dentistry. 28 (3): 254259.

    Costa L.R.., Daher A and Queiroz M.G. (2013). Early Childhood Caries and Body Mass Index in Young Children from Low Income Families. Int. J. Environ. Res. Public Health 10: 867-878.

    Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2008). Laporan Riset Kesehatan Dasar Tahun 2007. Jakarta.

    Feldens C.A., Giugliani E.R.J., Duncan B.B., Drachler M.L., Vtolo M.R., et al. (2010). Long-term Effectiveness of A Nutritional Program in Reducing Early Chilhood Caries: A Randomized Trial. Community Dentistry and Oral Epidemiology, 38(4):324-332.

    Ghofar A. dan Firmansyah A. (2012). Hubungan Gigi Karies Terhadap Status Gizi Anak Tk Muslimat 7 Peterongan Jombang. Jurnal Edu Health. September 2(2): 1-7.

    Gokhale N., Sivakumar N., Nirmala S.V.S.G., and Abinash M. (2010). Dental Caries and Body Mass Index in Children of Nellore. J Orofac Sci. 2:2.

    Hale K.J., Weiss P.A., Czerepak C.S., Thomas H.F., Keels, M ann, et al. (2008). Policy Statement. Preventive Oral Health Intervention For Pediatricians. American Academy Of Pediatrics. Section On Pediatric Dentistry And Oral Health. 122 (6): 1397.

    Hong L., Ahmed A., McCunniff M., Overman P., Mathew M. (2008). Obesity and Dental Caries in Children aged 2- 6 Years in the United States- National Health and Nutrition Examination Survey 1999-2002. J Public Health Dent. 4:227-33.

    Junaidi, Julia M. dan Hendratini J. (2007). Hubungan Keparahan Karies Gigi dengan Konsumsi Zat Gizi dan Status Gizi Anak Sekolah Dasar di Kecamatan Lhoknga Kabupaten Aceh Besar. Jurnal Gizi Klinik Indonesia. 4(2): 92-96.

    Kawashita Y., Kitamura M. and Saito T. (2011). Early Childhood Caries. International Journal of Dentistry. 2011: 7

    Kementerian Kesehatan RI. (2011). Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1995/Menkes/SK/XII/2010 Tentang Standar Antropometri penilaian status gizi anak. Direktorat Bina Gizi. Jakarta.

  • Khan A.A, Jain S.K. and Shrivastay A. (2008). Prevalence Of Dental Caries Among The Population Of Gwalior (India) In Relation Of Different Associated Factors. European Journal of Dentistry . 2: 81-5.

    Kopycka-Kedzierawski D.T., Auinger P., Billings R.J. and Weitzman M. (2007). Caries status and overweight in 2- to 18- year-old US children: findings from national surveys. Community Dent Oral Epidemiol. 36: 157-67.

    Marshall T.A., Eichenberger-Gilmore J.M., Broffitt B.A., Warren J.J. and Levy S.M. (2007). Dental caries and childhood obesity: roles of diet and socioeconomic status. Community Dent Oral Epidemiol.

    Mohammadi T.M., Hossienian Z. and Bakhteyar M. (2012). The Association of Body Mass Index With Dental Caries In An Iranian Sample of Children. J Oral Health Oral Epidemiol. 1(1): 29-35.

    Nabella H. (2011). Hubungan Asupan protein dengan kadar ureum dan kreatinin pada Bodybuilder (Artikel penelitian) Semarang: Universitas Diponegoro.

    Narksawat K., Tonmukayakul U. and Boonthum A. (2009). Association Between Nutritional Status And Dental Caries In Permanent Dentition Among Primary Schoolchildren Aged 12-14 Years, Thailand. Southeast Asian J Trop Med Public Health, 40(2):338-44.

    Pine C.M. (1997). Community Oral Health. Great Britain. Wright. Ruhaya H., Jaafar N., Jamaluddin M., Ismail A.R., Ismail N.M. et.al. (2012). Nutritional status

    and early childhood caries among preschool children in Pasir Mas, Kelantan, Malaysia. Arch Orofac Sci . 7(2): 7 pages.

    Saini S., Aparna, Gupta N., Mahajan A. and Arora D.R. (2003). Microbial flora in orodental infections. Indian J Med Microbiol. 21:111-114.

    Setiawan B. (2003). Pengaruh sudut tonjol gigi artifisial posterior terhadap perubahan partikel makanan (Tesis). Yogyakarta: UGM.

    Siagian A. (2008). Hubungan Kebiasaan Makan dan Pemeliharaan Kesehatan Gigi dengan Karies Gigi Pada Anak SD 060935 di Jalan Pintu Air II Simpang Gudang Kota Medan. Info Kesehatan Masyarakat. XII (2): 106-185.

    Suwelo IS. (1992).Karies gigi pada anak dengan pelbagai faktor etiologi, Jakarta: EGC. Thioritz, E. (2010). Pengaruh Faktor Sosial-Ekonomi Terhadap Status Karies Pada murid taman

    kanak-kanak Kecamatan Rappocini. Media Kesehatan Gigi. Ed. 1. Zafar S., Harnekar S.Y. and Siddiqi A. (2009). Early Childhood Caries: Etiology, Clinical

    Considerations, Consequences and Management. International Dentistry Sa. 11(4): 24-36.

  • Tabel 1. Distribusi karakteristik sampel berdasarkan umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan orang tua dan riwayat ASI

    Variabel n %

    Umur 36-47 bln 48-60 bln

    74 117

    38,7 61,3

    Jenis kelamin Laki-laki Perempuan

    87 104

    45,5 54,5

    Pendidikan Ayah SD SMP/SMU Perguruan Tinggi

    26 110 55

    13,6 57,6 28,8

    Pendidikan Ibu SD SMP/SMU Perguruan Tinggi

    28 107 56

    14,7 56,0 29,3

    Riwayat Kunjungan ke drg 6 bulan yang lalu 6bulan yang lalu

    10 181

    5,2

    94,8 Frekuensi Menyikat gigi 2 kali sehari < 2 kali sehari

    182 9

    95,3 4,7

    Riwayat ASI Eksklusive Ya Tidak

    104 87

    54,5 45,5

    Lamanya pemberian ASI < 6 bulan 6 bulan 1 Tahun 1 Tahun 2 Tahun 2 Tahun

    61 63 56 11

    31,9 33,0 29,3 5,8

    Total 191 100,0

    Tabel 2. Hubungan karies dengan asupan energi

    Tingkat keparahan Karies

    Kategori Asupan Energi Total p Kurang Cukup n % n % n %

    0,112 Tinggi 31 31,0 69 69,0 100 100,0

    Rendah 19 20,9 72 79,1 91 100,0 Total 50 26,2 141 73,8 191 100,0

  • Tabel 3. Hubungan karies dengan asupan protein

    Tingkat keparahan Karies

    Kategori Asupan Protein Total p

    Kurang Cukup n % n % n %

    0,042 Tinggi 16 16,0 84 84,0 100 100,0

    Rendah 6 6,6 85 93,4 91 100,0 Total 22 11,5 169 88,5 191 100,0

    Tabel 4. Hubungan karies dengan status gizi

    Tingkat keparahan Karies

    Kategori Status Gizi Total p Kurus Normal n % n % n %

    0,000 Tinggi 30 30,0 70 70,0 100 100,0

    Rendah 3 3,3 88 96,7 91 100,0 Total 33 17,3 158 82,7 191 100,0

    Tabel 5. Perbedaan rerata IMT berdasarkan tingkat keparahan karies

    Tingkat Keparahan Karies n Mean SD p

    IMT Rendah Tinggi 91 100

    15,2498 kg/m2 14,4191 kg/m2

    1,4607 1,5632 0,000