hubungan dedikasi investor - kementerian keuangan ri hubungan... · 2013-10-24 · perekonomian...
TRANSCRIPT
LAPORAN
HUBUNGAN DEDIKASI INVESTOR
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN KEBIJAKAN FISKAL
PUSAT KEBIJAKAN EKONOMI MAKRO 2012
iii
DAFTAR ISI
Halaman Judul
Daftar Isi ............................................................................................................................................. iii
Daftar Tabel ....................................................................................................................................... v
Daftar Grafik ...................................................................................................................................... v
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Kegiatan ................................................................................................... 1
1.2. Maksud dan Tujuan Kegiatan ......................................................................................... 3
1.3. Kegiatan yang Dilaksanakan ............................................................................................ 3
BAB II. PERINGKAT KREDIT INDONESIA
2.1. Metode Penilaian Lembaga Pemeringkat .................................................................. 5
2.1.1. Faktor-‐Faktor Penentu Peringkat Utang Negara ........................................ 6
2.1.2.Penetapan Peringkat Utang .................................................................................. 8
2.1.3.Notasi Peringkat Utang ............................................................................................ 8
2.1.4. Standard & Poor’s .................................................................................................... 12
2.1.5. Moody’s ......................................................................................................................... 13
2.1.6. Fitch ................................................................................................................................ 14
2.2. Perkembangan Peringkat Utang Indonesia ............................................................... 16
iv
BAB III. STRATEGI KOMUNIKASI DAN PENINGKATAN PERINGKAT UTANG
3.1. Peningkatan Peringkat Utang dan Outlook Indonesia .......................................... 18
3.2. Media Informasi dan Komunikasi Investor Relation Unit (IRU) ...................... 19
3.3. Kenaikan Peringkat Utang Indonesia 2012 ............................................................... 20
3.3.1. Moody’s Rating Agency .......................................................................................... 20
3.3.2. Lembaga rating Jepang R&I .................................................................................. 21
BAB IV. PELAKSANAAN KEGIATAN HUBUNGAN DEDIKASI INVESTOR
4.1. Roadshow Samurai Bonds dan Sukuk Internasional ............................................ 23
4.2. Pertemuan Tim Dedikasi ................................................................................................... 23
4.3. Conference Call ...................................................................................................................... 24
4.4. Kunjungan Investor dan Analis Pasar .......................................................................... 25
4.5. Kunjungan Lembaga Pemeringkat Utang ................................................................... 27
4.6. Persiapan Bahan Presentasi ............................................................................................ 30
4.7. Kunjungan ke Proyek MP3EI ........................................................................................... 30
4.8. Konsultasi dengan Rating Advisory .............................................................................. 31
BAB V. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
5.1. Kesimpulan ............................................................................................................................. 32
5.2. Rekomendasi ......................................................................................................................... 33
v
DAFTAR TABEL
BAB II. PERINGKAT KREDIT INDONESIA
Tabel 2.1 Notasi Peringkat Utang .......................................................................................... 9
Tabel 2.2 Tabel Peringkat Outlook Beberapa Lembaga Pemeringkat ................... 11
Tabel 2.3 Faktor Kunci dan Pertimbangan Penilaian Lembaga
Standard and Poor’s ............................................................................................... 12
Tabel 2.4 Faktor Kunci dan Pertimbangan Penilaian Lembaga Moody’s ............. 14
Tabel 2.5 Faktor Kunci dan Pertimbangan Penilaian Lembaga Fitch .................... 15
BAB III. STRATEGI KOMUNIKASI DAN PENINGKATAN PERINGKAT UTANG
Tabel 3.1 Kunjungan Investor dan Analis Pasar ............................................................. 26
DAFTAR GRAFIK
BAB II. PERINGKAT KREDIT INDONESIA
Grafik 2.1 Kepemililkan Surat Utang Negara .................................................................... 6
Grafik 2.2 Perkembangan Peringkat Utang Indonesia ................................................. 16
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Kegiatan
Perekonomian Indonesia pasca krisis ekonomi Asia tahun 1998-1999 terus
mengalami perbaikan dan penguatan. Hal ini bisa dilihat dari beberapa indikator seperti
pertumbuhan ekonomi yang kuat dan stabil, angka pengangguran dan kemiskinan yang
terus menurun, kondisi moneter yang terjaga, dan kesehatan fiskal yang terus membaik.
Hal-hal tersebut pada akhirnya telah memberikan persepsi yang baik bagi investor, dan
membuat Indonesia menjadi salah satu tujuan investasi paling menarik di dunia.
Salah satu indikator penilaian kelayakan investasi yang umum digunakan, dan
sudah menjadi standar di dunia adalah peringkat utang (rating) yang diberikan oleh
lembaga internasional yang disebut lembaga rating. Pada dasarnya rating merupakan
penilaian creditworthiness (kemampuan suatu institusi untuk melunasi kreditnya) suatu
institusi baik pemerintah/negara (sovereign) maupun perusahaan swasta. Semakin baik
rating suatu institusi, maka institusi tersebut dianggap memiliki risiko pengembalian
utang paling rendah, sehingga kualitas instrumen surat berharga yang diterbitkannya
semakin baik dan akan semakin diminati oleh investor, yang akan berujung pada biaya
pengembalian modal (cost of capital) yang semakin rendah. Dalam perspektif negara,
semakin baik posisi rating suatu negara, dapat membuat negara tersebut menjadi lebih
atraktif bagi investor, bukan hanya pada investasi portofolio, namun juga investasi
langsung karena negara tersebut dinilai memiliki perekonomian yang lebih sehat. Hal ini
tentunya akan memberikan manfaat yang sangat besar bagi negara tersebut, di mana
investasi yang tinggi bisa memberikan multiplier effect pada penurunan pengangguran
dan kemiskinan.
Aspek penilaian rating suatu negara tidak hanya terbatas pada kondisi
perekonomian negara tersebut, namun juga aspek kondisi politik negara tersebut. Dari
tiga lembaga utama dunia, yakni Standard & Poors’ (S&P), Moody’s, dan Fitch, S&P
merupakan lembaga rating yang paling banyak menaruh perhatian terhadap kondisi
2
politik suatu negara. Aspek politik mempunyai porsi penilaian yang tinggi dalam
metodologi rating negara oleh S&P.
Posisi rating negara Indonesia sendiri, dari sejak awal tahun 2000-an terus
mengalami peningkatan setelah sempat terjerembab akibat krisis keuangan Asia. Hal
tersebut ditopang oleh perbaikan kinerja ekonomi dan reformasi yang dilakukan di
berbagai bidang, hingga akhirnya pada akhir tahun 2011 dan awal tahun 2012, dua
lembaga rating yakni Fitch dan Moody’s telah memberikan status investment grade bagi
Indonesia. Investment grade merupakan kategori terbaik yang bisa dicapai oleh institusi
yang mendapatkan penilaian rating. Saat ini hanya tinggal S&P yang belum memberikan
status investment grade bagi Indonesia, atau masih menempatkan Indonesia pada
kategori speculative grade. S&P dan lembaga rating lainnya telah memberikan berbagai
catatan mengenai hal-hal yang dinilai oleh lembaga tersebut masih menjadi faktor
penghambat bagi Indonesia (rating concern) untuk memperoleh status investment grade,
antara lain beban subsidi yang masih tinggi, celah fiskal yang terbatas, pendapatan per
kapita yang dianggap masih rendah jika dibandingkan dengan negara peers, tingkat
penerimaan pajak yang masih rendah, pembangunan infrastruktur yang masih
mengalami debottlenecking, serta risiko politik Indonesia yang dianggap masih tinggi
terutama menjelang pemilu 2014.
Meskipun di tahun 2012 Indonesia telah menyandang kembali status investment
grade, usaha penguatan dan peningkatan rating terus dilakukan terutama mengingat
bahwa status investment grade yang dimiliki masih merupakan status investment grade
terendah. Selain itu, S&P sebagai salah satu lembaga rating utama masih belum
memberikan peringkat investment grade tersebut. Dengan dasar tersebut, untuk
diperlukan adanya strategi hubungan dedikasi investor untuk terus memperbaiki rating
Indonesia. Upaya ini telah dipenuhi dengan terbentuknya unit dedikasi investor atau
Investor Relation Unit (IRU) yang telah terbentuk sejak tahun 2005 yang berfokus pada
upaya-upaya dalam meningkatkan kepercayaan investor dengan memberikan informasi
dan data-data perekonomian yang akurat dan kredibel. IRU merupakan unit yang
beranggotakan dari Kementerian-Kementerian terkait, seperti, Kementerian Keuangan,
Bank Indonesia, Menko Perekonomian, Kementerian ESDM, Kementerian Perdagangan,
Badan Koordinasi Penanaman Modal dan Kementrian BUMN. Dengan adanya unit
3
hubungan dedikasi investor ini, informasi kebijakan perekonomian Indonesia dapat
disosialisasikan dengan baik dan efektif.
Dengan partisipasi Kementerian Keuangan sebagai salah satu anggota dedicated
team IRU, menuntut adanya langkah dan strategi yang tepat untuk menjawab perhatian-
perhatian utama (list of concerns) yang diajukan oleh lembaga pemeringkat utang. Di
samping itu, Badan Kebijakan Fiskal juga berperan untuk penyampaian informasi
kebijakan fiskal secara update kepada lembaga pemeringkat utang dan investor.
Informasi kebijakan fiskal ini merupakan informasi yang sangat penting dan merupakan
salah satu pertimbangan utama yang dinilai oleh lembaga pemeringkat utang dalam
penentuan peringkat sovereign rating. Oleh karena itu, dengan dilakukannya kegiatan
hubungan dedikasi investor, diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan investor
sehingga Indonesia dapat terus memperbaiki peringkat utangnya.
1.2. Maksud dan Tujuan Kegiatan
Kegiatan hubungan dedikasi investor bertujuan untuk meningkatkan kepercayaan
investor dan lembaga pemeringkat utang, sebagai berikut:
1. Memberikan informasi yang lengkap dan kredibel mengenai perkembangan
perekonomian dan kebijakan fiskal kepada lembaga pemeringkat utang, sehingga
mereka mempunyai referensi yang lengkap dan tepat dalam perumusan dan
penentuan posisi peringkat utang Indonesia.
2. Menjalin komunikasi yang efektif kepada para stakeholder, terutama investor dan
lembaga pemeringkat utang.
3. Melakukan kegiatan sosialisasi, baik kepada investor maupun Pemerintah Daerah
agar memiliki pemahaman yang lebih baik mengenai peringkat utang, sehingga
dapat dirumuskan langkah dan kebijakan bersama dalam rangka meningkatkan posisi
peringkat utang Indonesia.
4. Menunjukkan kondisi Indonesia sebagai negara dengan kondisi fundamental
ekonomi yang kokoh dan tempat investasi yang menjanjikan.
1.3. Kegiatan yang Dilaksanakan
Dari konsep-konsep yang telah disampaikan, perlu diupayakan strategi-strategi
teknis sebagai langkah kongkrit untuk mencapai tujuan-tujuan langsung dalam rangka
4
mencapai tujuan besar. Adapun kegiatan-kegiatan yang dilakukan dapat digambarkan
secara umum sebagai berikut.
1. Dukungan bahan, diantaranya: paparan, pidato, wawancara Menteri
Keuangan, Wakil Menteri, dan Kepala BKF.
2. Investor meeting
3. Analyst/Economist Meeting dengan Menteri Keuangan, Wakil Menteri
Keuangan, Jajaran pejabat tinggi Kementerian Keuangan lainnya
4. Kegiatan sosialisasi, diantaranya sosialisasi peringkat utang dan kemudahan
berusaha ke Pemerintah Daerah.
5. Koordinasi, diantaranya pertemuan dedicated meeting bersama tim hubungan
dedikasi investor.
6.
Kegiatan-kegiatan ini dilaksanakan dalam rangka mendukung pencapaian tujuan
secara umum yaitu perbaikan posisi peringkat utang Indonesia. Untuk mengukur
kesuksesan dan efektivitas kegiatan tersebut telah ditentukan indikator kinerja dari
kegiatan-kegiatan tersebut. Adapun indikator-indikator kinerja, antara lain:
1. Tercapainya peningkatan peringkat utang Indonesia.
2. Terwujudnya media informasi IRU kepada para lembaga pemeringkat utang
dan investor.
Dari indikator-indikator yang telah ditentukan tersebut, dapat dilihat
perkembangan dan evaluasi terhadap program-program yang telah direncanakan dan
diselenggarakan
5
BAB II
PERINGKAT KREDIT INDONESIA
2.1. Metode Penilaian Lembaga Pemeringkat
Dalam beberapa tahun terakhir, permintaan akan peringkat utang Negara
(sovereign credit rating) sebagai suatu penilaian risiko kewajiban Pemerintah suatu
negara oleh lembaga pemeringkat meningkat secara signifikan (Cantor & Parker,
1996). Hal ini dikarenakan semakin banyak Pemerintahan suatu negara yang
mencari sumber pinjaman dari pasar keuangan internasional.
Fabozzi (2007) menyatakan bahwa peringkat utang digunakan pasar untuk
menilai kemungkinan risiko gagal bayar atas suatu kewajiban. Sedangkan menurut
Bathia (2002) peringkat utang negara mengindikasikan kapasitas negara dalam
melunasi kewajibannya secara penuh dan tepat waktu.
Peringkat utang negara sendiri digunakan untuk memberikan penilaian risiko
gagal bayar kewajiban yang dimiliki oleh suatu Pemerintahan negara. Pemerintah
biasanya meminta untuk dinilai peringkat utangnya agar dapat memudahkan akses
mereka ke pasar modal internasional. Akses sebuah negara ke pasar modal
internasional merupakan hal yang penting untuk meningkatkan investasi dan
pertumbuhan. Dalam rangka memperoleh kemudahan akses tersebut, negara perlu
mendapatkan penilaian peringkat utang yang memadai dari beberapa lembaga
pemeringkat. Dengan posisi peringkat utang yang baik sebuah negara dapat
memperoleh aliran modal ke dalam negeri. Sebaliknya jika negara gagal
memepertahankan posisi peringkat utang yang baik, sangat mungkin memicu
terjadinya pembalikan arus modal keluar dan gangguan sistem keuangan dan
ekonomi (Setty & Dodd, 2003).
Bagi Indonesia sendiri sebagai negara dengan perekonomian terbuka,
mendapatkan akses ke pasar keuangan internasional sangatlah penting. Saat ini
posisi kepemilikan asing pada surat utang negara Indonesia semakin meningkat
seperti digambarkan dalam grafik 2.1. di bawah ini. Kepemilikan asing dalam surat
6
utang negara tersebut meningkat dari 17 persen di tahun 2007 menjadi 31 persen di
tahun 2011. Untuk meningkatkan sumber pembiayaan asing tersebut, salah satunya
dengan memperbaiki posisi peringkat Indonesia secara terus menerus.
Selain bagi Pemerintahan negara itu sendiri, peringkat utang negara juga
berpengaruh bagi sektor swasta di negara tersebut. Penelitian oleh Borensztein,
Cowan, dan Valenzuela (2007) membuktikan bahwa peringkat utang negara akan
mempengaruhi peringkat utang, biaya pinjaman serta arus modal perusahaan-
perusahaan di negara tersebut. Dalam penelitian tersebut juga diungkapkan bahwa
hingga tahun 1997, lembaga pemeringkat tidak akan memberikan peringkat utang
perusahaan lebih tinggi dari negaranya. Namun kebijakan tersebut menjadi lebih
longgar pasca tahun tersebut.
2.1.1. Faktor-Faktor Penentu Peringkat Utang Negara
Dalam menilai peringkat utang negara, lembaga pemeringkat melakukan
berbagai pengukuran berbagai kriteria ekonomi, sosial, dan politik. Namun, sulit
untuk mengidentifikasikan hubungan antara kriteria dan hasil peringkat utang aktual
karena beberapa kriteria bersifat non-quantifiable. Bahkan untuk kriteria yang
bersifat kuantitatif, menetapkan bobot relatif adalah hal yang sulit mengingat
Grafik 2.1. Kepemililkan Surat Utang Negara Sumber: Direkorat Jenderal Pengelolaan Utang (2012), sudah diolah kembali
Sumber: Ditjen Pengelolaan Utang, diolah, 2012
Bank Dalam Negeri 56%
Bank Indonesia 3%
Non Bank Dalam Negeri 24%
Asing 17%
2007
Bank Dalam Negeri 37%
Bank Indonesia 1%
Non Bank Dalam Negeri 31%
Asing 31%
2011
7
banyaknya kriteria penilaiannya itu sendiri (Fitch Rating Sovereign Methodology,
2002).
Fitch mengungkapkan bahwa penentuan peringkat utang egara merupakan
suatu proses yang lebih bergantung pada the art of political economy dibandingkan
pada the science of econometrics (Fitch Rating Sovereign Methodology, 2002).
Penilaian peringkat utang negara bergantung pada pertimbangan yang hati-hati
mengenai efektifitas dan ketahanan suatu kebijakan, nilai-nilai dari sebuah
pengambil kebijakan, serta prospek perekonomian negara tersebut. Dengan
kompleksitias yang lebih tinggi, bagi Fitch, lebih sulit memperkirakan probabilitas
gagal bayar suatu Pemerintahan dibandingkan entitas lain.
Bathia (2002) menjelaskan bahwa lembaga pemeringkat S&P dalam
melakukan penilaian peringkat utang, mendasarkan pada kategori-kategoti berikut
ini:
a. Stabilitas politik.
b. Prospek ekonomi I: struktur.
c. Prospek ekonomi II: pertumbuhan.
d. Fleksibilitas fiskal I: pendapatan, belanja, dan surplus/defisit.
e. Fleksibilitas fiskal II: beban utang dan bunga.
f. Fleksibilitas fiskal III: off budget dan kewajiban kontijensi.
g. Stabilitas moneter.
h. Fleksibilitas eksternal I: likuiditas.
i. Fleksibilitas eksternal II: utang eksternal public.
j. Fleksibilitas eksternal III: utang eksternal perbankan dan sektor swasta.
Moody’s rating agency dalam melakukan penilaian peringkat utang
mendasarkan pada empat faktor berikut (Setty & Dodd. 2003):
a. Struktur dan performa ekonomi.
b. Indikator fiskal.
c. Utang dan pembayaran eksternal.
d. Faktor moneter dan likuiditas.
8
Dalam Fitch Rating Sovereign Methodology (2002), disebutkan bahwa
dalam melakukan penilaian peringkat utang negara, Fitch mempertimbangkan
faktor-faktor antara lain pengambilan kebijakan ekonomi, analisis sektor tradeable,
serta ketahanan terhadap guncangan ekonomi. Bagian-bagian berikutnya dalam
penelitian ini akan menjelaskan lebih detil mengenai penilaian dari Fitch tersebut.
2.1.2. Penetapan Peringkat Utang (Fitch Rating Sovereign Methodology, 2002)
Setelah analis selesai melakukan kunjungan ke negara yang akan dinilai dan
bertemu dengan berbagai pihak terkait untuk mencari keterangan dan mendapatkan
klarifikasi, maka konsep laporan akan segera disusun dan disampaikan kepada
otoritas di negara tersebut untuk mendapat feedback berupa factual comment.
Laporan yang disusun mencakup perbandingan ekstensif indikator-indikator antara
negara yang akan diberi peringkat dengan negara-negara lain dalam peer group
peringkatnya. Laporan selanjutnya akan disampaikan ke Sovereign Rating
Committee, yang biasanya diketuai Managing Director atau anggota senior lain dari
Sovereign Group. Rating Committee terdiri dari para analis yang melakukan
penilaian dan memberikan rekomendasi peringkat utang, senior sovereign analyst
dan credit analyst lainnya yang relevan. Hasil dari pembahasan dalam rating
committee adalah penetapan rating yang dapat berupa: kenaikan/penurunan
peringkat utang, perubahan outlook, atau tidak ada perubahan baik rating maupun
outlook. Hasil tersebut lalu akan segera dipublikasikan melalui press release.
2.1.3. Notasi Peringkat Utang (Fitch Rating Sovereign Methodology, 2002)
Peringkat yang diberikan oleh lembaga pemeringkat dalam hal ini Fitch
berupa notasi yang memiliki deskripsi masing-masing. Notasi-notasi Peringkat
tersebut adalah:
9
Tabel 2.1. Notasi Peringkat Utang
No* Rating Kualitas Penjelasan
Investment Grade
1 AAA/Aaa Highest Credit Quality
Menggambarkan ekspektasi risiko
kredit terendah. mengindikasikan
kapasitas eksepsional dalam membayar
komitmen keuangan secara tepat waktu
. Dengan kapasitas ini negara dianggap
tidak akan terpengaruh oleh kejadian
tak terduga.
2 AA+/Aa1
Very High Credit
Quality
Menggambarkan ekspektasi risiko
kredit sangat rendah. Mengindikasikan
kapasitas sangat kuat dalam membayar
komitmen keuangan secara tepat
waktu. Dengan kapasitas ini negara
dianggap tidak rentan terhadap
kejadian tak terduga.
3 AA/Aa2
4 AA-/Aa3
5 A+/A1
High Credit Quality
Menggambarkan ekspektasi risiko
kredit rendah. Mengindikasikan
kapasitas kuat dalam membayar
komitmen keuangan secara tepat
waktu.
6 A/A2
7 A-/A3
8 BBB+/Baa1
Good Credit Quality
Merupakan kategori investment grade
paling rendah. Mengindikasikan
kapasitas memadai dalam membayar
komitmen keuangan, namun jika ada
perubahan yang merugikan dalam
situasi dan kondisi ekonomi, kapasitas
ini mungkin berubah.
9 BBB/Baa2
10 BBB-/Baa3
10
Tabel 2.1. Notasi Peringkat Utang (lanjutan)
No* Rating/ Kualitas Penjelasan
Speculative Grade
11 BB+/Ba1
Speculative
Mengindikasikan adanya kemungkinan
risiko kredit yang berkembang,
khususnya yang diakibatkan perubahan
ekonomi.
12 BB/Ba2
13 BB-/Ba3
14 B+/B1
Highly Speculative
Mengindikasikan adanya risiko kredit
yang signifikan. Kapasitas untuk
membayar komitmen keuangan masih
ada, namun ke depan kapasitas ini
sangat bergantung pada lingkungan
ekonomi dan bisnis.
15 B/B2
16 B-/B3
17 CCC+/Caa1
High Default Risk
Ada kemungkinan gagal bayar.
Kapasitas untuk membayar komitmen
keuangan benar-benar bergantung pada
perkembangan ekonomi dan bisnis.
Peringkat CC, gagal bayar masih
berupa kemungkinan.
Peringkat C menggambarkan gagal
bayar akan segera terjadi.
18 CCC/Caa2
19 CCC-/Caa3
20 CC
21 C
22 DDD/SD/Ca
Default
DDD: masih ada kemungkinan untuk
pulih. Sekitar 90%-100% kewajiban
dan bunga masih dapat dilunasi.
DD: Potensi pemulihan berkisar 50%-
90% dari total kewajiban.
D: Potensi kewajiban yang dapat
dipulihkan di bawah 50%.
23 DD
24 D
11
Agensi Oulook Rating Rating Watch
S&P Outlook: Positif, Negatif, Stabil, developing
Creditwatch: Positif, negatif, Stabil, berkembang, terjadi
perubahan dalam 90 hari dalam kondisi tertentu
Moody'sOutlook: Positif, Negatif, Stabil, Berkembang,
Rating Under Review
Kemungkinan untuk upgrade tau downgrade dalam kondisi yang
tidak ditentukan
FitchOutlook: Positif, Negatif, Stabil, Berkembang,
Evolving
Ratingwatch: Positif, Negatif, Stabil, Berkembang, Evolving, dapat terjadi perubahan dalam
waktu singat
Sumber: S&P, Moody’s, dan Fitch (2012). *) semakin kecil nomor, semakin baik/tinggi posisi peringkat utang
Selain penilaian peringkat utang, lembaga pemeringkat utang juga memberikan
outlook sebagai gambaran potensi penaikan atau penurunan peringkat utang. Adapun
penjelasan dari kriteria outlook dapat dilihat pada tabel sebagai berikut.
Tabel 2.2. Tabel Peringkat Outlook Beberapa Lembaga Pemeringkat
Lembaga pemeringkat utang setiap tahun secara berkala melakukan kegiatan
kunjungan Annual Sovereign Rating yaitu melakukan diskusi dengan otoritas pembuat
kebijakan dalam rangka memperoleh informasi perekonomian terkini, kebijakan
perekonomian yang telah dan akan ditempuh, serta prediksi ke depan.
Pertemuan Annual Sovereign Rating tersebut sangat penting karena merupakan
sumber informasi utama bagi lembaga pemeringkat utang dalam rangka melakukan
penilaian peringkat utang suatu negara dalam hal ini Indonesia. Penyampaian informasi
yang baik dan akurat dapat menjadi kunci utama bagi Indonesia untuk memperoleh
kenaikan peringkat utang. Pertemuan yang selalu diadakan selama kunjungan tersebut
diantaranya meliputi:
a. Pertemuan dengan Pejabat Pemerintah
Pertemuan dengan Menteri Keuangan, Bank Indonesia, Badan Koordinasi
Penanaman Modal, Kementerian Perdagangan, Kementerian Energi dan Sumber
12
Daya Mineral dan Kementerian/Lembaga lain yang bertanggung jawab dalam
perumusan dan implementasi kebijakan ekonomi dan keuangan.
b. Pertemuan dengan Pengamat Independen
Pertemuan dengan ekonom dan analis ekonomi dalam negeri, bank
multilateral, dan pihak kedutaan.
Hasil dari rangkaian pertemuan akan dievaluasi dan diproses, serta dibahas lebih
lanjut oleh rating committee di kantor pusat masing-masing lembaga pemeringkat utang
tersebut untuk mendapatkan keputusan rating. Dalam penilaiannya, masing-masing dari
ketiga lembaga pemeringkat utama, yakni S&P, Moody’s dan Fitch memiliki kriteria
dan metode penilaian peringkat utang yang berbeda-beda.
2.1.4. Standard & Poor’s
S&P adalah lembaga pemeringkat utang yang telah berdiri selama lebih dari 150
tahun dan dipercaya oleh investor dalam memberikan peringkat utang pada sebuah
negara atau institusi. S&P memiliki cabang di 23 negara dan merupakan salah satu
lembaga pemeringkat utang internasional yang terpercaya dalam menyediakan informasi
terkait peringkat utang suatu negara. S&P menitikberatkan penilaiannya terhadap
beberapa faktor kunci yaitu kondisi politik, prospek ekonomi, pembiayaan eksternal,
kebijakan moneter, dan fleksibilitas fiskal suatu negara. Adapun penjelasan lebih rinci
faktor-faktor kunci tersebut terdapat pada tabel berikut.
Tabel. 2.3. Faktor Kunci dan Pertimbangan Penilaian Lembaga Standard and Poor’s
No Faktor Kunci Pertimbangan
1 Risiko Politik
Stabilitas, prediktabilitas, transparansi, dan institusi politik Proses politik Kepemimpinan Penegakan hukum yang independen dalam masyarakat Transparansi dalam keputusan kebijakan ekonomi dan objektivitas Risiko geopolitik
2 Struktur
Ekonomi dan Pendapatan
Kemajemukan, orientasi pasar Disparitas pendapatan Efektivitas sektor finansial
13
Efisiensi sektor publik Proteksionismen dan faktor nonmarket lainnya Tenaga kerja
3 Prospek
Pertumbuhan Ekonomi
Komposisi investasi dan simpanan Pola pertumbuhan ekonomi dan suku bunga
4 Fleksibilitas Fiskal
Pendapatan, pengeluaran, surlus.defisit anggaran pemerintah Keseimbangan antara fiskal, moneter, dan faktor eksternal Fleksibilitas dan efisiensi Dana pensiun
5 Beban Utang Pemerintah
Sektor finansial yang sehat Pertumbuhan sektor finansial
6 Contingent Liabilites
Sehat atau tidaknya sektor nonfinansial Perkembangan sektor finansial
7 Kebijakan Moneter
Perilaku harga pasar Ekspansi kredit Tujuan moneter dan nilai tukar Faktor institusional Efisiensi dari kebijakan moneter
8 Likuiditas Eksternal
Dampak fiskal dan moneter dalam akun eksternal Komposisi arus modal
9 Beban Utang Sensitivitas suku bunga Net External Debt
2.1.5. Moody’s
Moody’s berdiri sejak tahun 1909 dan telah melakukan analisis terhadap lebih
dari 110 negara, 12.000 corporate issuers, 25.000 public finance issuers dan 106.000
seri surat berharga. Moody’s dipercaya oleh sebagian besar negara untuk menyajikan
informasi mengenai peringkat utang emiten dan negara. Dalam penilaiannya Moody’s
menitikberatkan pada 4 faktor kunci, yaitu kekuatan ekonomi, kekuatan institusi,
kekuatan finansial pemerintah, dan kerentanan terhadap event yang menuai risiko.
Adapun secara detail pertimbangan-pertimbangannya dapat dilihat pada tabel berikut ini.
14
Tabel 2.4. Faktor Kunci dan Pertimbangan Penilaian Lembaga Moody’s
Khusus untuk penilaian peringkat utang negara (sovereign rating), Moody’s
melakukan beberapa langkah penilaian sebagai berikut:
a. Roadmap rating, meliputi penilaian kondisi ekonomi, institusional, keuangan
pemerintah dan pengelolaan risiko.
b. Mengukur kegiatan ekonomi suatu negara dengan cara menilai tekanan dalam
perekonomian berdasarkan faktor ekonomi dan institusi, menentukan skala, dan
menentukan posisi luar negeri.
c. Menilai keuangan pemerintah dengan berfokus pada pengelolaan utang pemerintah
dan pengelolaan risiko dan menentukan posisi peringkat utang.
d. Menentukan peringkat utang negara melalui langkah-langkah identifikasi derajat
ekonomi kawasan dan aktivitas perekonomian.
e. Penentuan peringkat utang negara.
2.1.6. Fitch
Fitch telah berdiri sejak tahun 1913 dan telah memiliki 50 cabang di dunia. Fitch
memiliki representasi yang kuat dalam menilai peringkat utang negara-negara Emerging
Markets di Asia, Amerika Latin, Eropa Timur dan Tengah, Afrika dan Timur Tengah.
No. Faktor Kunci Pertimbangan
1 Kekuatan Ekonomi GDP Per Kapita
2 Kekuatan Institusional
Diversifikasi
Tren Jangka Panjang
Aturan dan Hukum Pemerintahan dan Transaparansi
3 Kekuatan Finansial Pemerintah
Struktur dan Posisi Utang
Dinamisasi Utang
Kemampuan Pemerintah dalam Pengelolaan SDA dalam Pembayaran Utang Pengaruh Harga
4 Kerentanan terhadap Event yang Menuai Resiko
Kerapuhan dalam Merespon Event Eksternal
Fokus terhadap Perubahan Rating
15
Fitch merupakan salah satu lembaga pemeringkat utang yang kredibel dan telah menjadi
referensi utama para investor dalam berinvestasi. Dalam Penilaianya Fitch
memfokuskan pada faktor-faktor kunci yang dapat dilihat pada tabel sebagai berikut.
Tabel 2.5. Faktor Kunci dan Pertimbangan Penilaian Lembaga Fitch
No. Faktor Kunci Pertimbangan
1 Stabilitas Makro dan Kerangka Kebijakan
Kerangka Kebijakan yang kredibel dan memacu pertumbuhan yang berkelanjutan Dampak dari inflasi dan faktor eksternal
Performa makroekonomi dan prioritas kebijakan
2 Kebijakan inflasi, moneter, dan nilai tukar
Track record penjagaan inflasi yang rendah dan pertumbuhan ekonomi yang stabil Permintaan tinggi dalam mata uang lokal
Kemampuan dan Pengambilan Kebijakan Moneter
3 Fitur Ekonomi
Level Pendapatan
Sumber Daya Manusia
Lingkup Bisnis
Domestic Saving
Keterbukaan Ekonomi
4 Risiko Politik
Risiko atas Lemahnya Otoritas dalam Kapasitas Politik Indikator Lain dari Bank Dunia
Risiko terjadinya Perang
5 Sektor Perbankan Pertumbuhan Sektor Finansial
6 Kebijakan Fiskal
Fleksibilitas Anggaran
Perpajakan dan Pengeluaran
Pinjaman
Bunga Terkait Pendapatan dan Pembiayaan
7 Pengelolaan Utang
Jumlah Utang Pemerintah
Aset Finansial
Net Foreign Debt/ Asset Position
Struktur Utang
16
Jejak rekam dalam pendanaan dalam Pasar Modal
2.2. Perkembangan Peringkat Utang Indonesia
Perkembangan peringkat utang Indonesia mengalami kenaikan dan
penurunan mengikuti perkembangan perekonomian dalam negeri maupun global.
Sebelum tahun 1997, Indonesia telah mendapatkan posisi investment grade dari
S&P dan Moody’s. Namun setelah krisis moneter melanda kawasan Asia, Indonesia
mendapatkan pemangkasan peringkat utang hingga hilang keluar dari status
investment grade-nya tersebut.
Sejak tahun 2001, seiring dengan perbaikan kondisi ekonomi serta reformasi
pengelolaan keuangan negara, posisi peringkat utang Indonesia secara konsisten
terus meningkat. Bahkan ketika krisis ekonomi global terjadi di tahun 2008 dan
2009, serta krisis utang Eropa di tahun 2011 hingga saat ini, posisi peringkat utang
Indonesia tetap dalam tren meningkat di kala banyak negara di dunia justru
mendapat penurunan peringkat.
Pada tanggal 15 Desember 2011 dan 18 Januari 2012, Indonesia
mendapatkan kenaikan peringkat utang dari BB+ ke BBB- dan Ba1 ke Baa3 dari
Grafik 2.2. Perkembangan Peringkat Utang Indonesia Sumber: S&P, Moody’s, dan Fitch (2012), telah diolah kembali
17
Fitch dan Moody’s. Dengan peringkat tersebut maka Indonesia telah kembali
memiliki status investment grade yang sempat dicapainya pada sekitar tahun 1996.
Hingga saat ini hanya tinggal lembaga pemeringkat S&P yang belum memberikan
status investment grade. Posisi peringkat utang Indonesia dari S&P adalah BB+
positive outlook, satu notch di bawah kelompok investment grade.
Berdasarkan rilis kenaikan peringkat utang dari Fitch (2011) dan Moody’s
(2012) alasan di balik kenaikan peringkat utang Indonesia menjadi investment
grade didorong oleh faktor-faktor ketahanan ekonomi Indonesia di tengah krisis
ekonomi global, penguatan likuiditas eksternal salah satunya ditandai dengan
kenaikkan posisi cadangan devisa, penurunan rasio utang terhadap PDB, serta
kerangka kebijakan makro yang semakin membaik.
18
BAB III
STRATEGI KOMUNIKASI DAN PENINGKATAN PERINGKAT UTANG
Sesuai dengan indikator yang telah ditetapkan dalam kerangka acuan, terdapat
dua hal yang menjadi perhatian utama dalam strategi dalam mencapai tujuan hubungan
dedikasi investor. Adapun indikator utama tersebut adalah sebagai berikut:
1. Tercapainya peningkatan posisi peringkat utang dan outlook Indonesia
2. Terwujudnya media informasi dan komunikasi Investor Relation Unit (IRU)
Indikator-indikator tersebut merupakan acuan utama dalam perumusan strategi
dalam menentukan langkah untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Indikator juga
dapat dijadikan sebagai acuan dalam menentukan tingkat kesuksesan dari startegi yang
digunakan.
3.1. Peningkatan Peringkat Utang dan Outlook Indonesia
Peningkatan dan penguatan posisi rating Indonesia menjadi salah satu
pencapaian yang penting bagi perekonomian Indonesia karena dapat memberikan
manfaat yang baik dalam peningkatan aktivitas investasi yang pada akhirnya dapat
memperkokoh perekonomian nasional.
Di tahun 2012, prestasi Indonesia kembali menunjukan performa yang sangat
baik di tengah kondisi perekonomian global yang masih diliputi ketidakpastian. Setelah
pada akhir tahun 2011 Fitch memberikan kenaikan peringkat utang bagi Indonesia
menjadi investment grade, di tahun 2012 beberapa lembaga rating mengambil langkah
serupa dengan mempertimbangkan kondisi fundamental ekonomi yang terus terjaga
serta kesehatan fiskal yang baik. Adapun peningkatan peringkat utang dan outlook dari
lembaga pemeringkat Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Pada 18 Januari 2012, Moody’s meningkatkan peringkat utang Indonesia dari
Ba1 positive outlook menjadi Baa3 stable.
2. 8 April 2012, S&P mempertahankan peringkat utang Indonesia di posisi menjadi
BB+/positive outlook.
3. 18 Oktober 2012, lembaga rating dari Jepang yakni R&I telah meningkatkan
peringkat utang Indonesia dari BB+ positive outlook menjadi BBB- stable
19
4. 21 November 2012, Fitch mempertahankan peringkat kredit utang Pemerintah
pada level BBB-/stable outlook.
Peningkatan dan penguatan peringkat utang ini diharapkan akan terus berlanjut
seiring perbaikan dan peningkatan kualitas ekonomi dan fiskal serta kondisis social
politik terus berjalan. Untuk terus meningkatkan posisi peringkat utang Indonesia, tim
hubungan dedikasi investor telah menetapkan strategi dan program kerja di tahun 2012,
diantaranya:
1. Melaksanakan pertemuan secara rutin antara pejabat tinggi Pemerintah dengan
rating committee pada agenda kegiatan-kegiatan internasional, diantaranya IMF
Spring Meeting, ADB Meeting, dst
2. Mengundang lembaga pemeringkat utang ke Indonesia untuk menyampaikan
update perekonomian dan kebijakan terkini serta memberikan pemahaman yang
lebih baik tentang Indonesia.
3. Melakukan pertemuan regular dengan investor, analyst, maupun economist.
4. Melakukan kunjungan ke analyst rating, diantaranya Singapura atau Hongkong.
5. Menyampaikan data dan informasi terkini secara rutin kepada rating analyst,
OECD dan think-thank agencies, diantaranya update perekonomian,
perkembangan pembangunan infrastruktur, kebijakan subsidi, pasar modal dan
hukum perburuhan.
6. Melaksanakan kegiatan dedicated team meeting secara rutin dalam rangka
update informasi serta kesamaan pandangan atas isu utama lembaga rating.
7. Melaksanakan advance-trip untuk meninjau progres pelaksanaan infrastruktur di
daerah.
3.2. Media Informasi dan Komunikasi Investor Relation Unit (IRU)
Media informasi dan komunikasi merupakan hal utama yang harus
dikembangkan untuk memudahkan perpindahan informasi. Perpindahan informasi yang
efektif akan memberikan dampak positif pada kepercayaan investor dan lembaga
pemeringkat utang. Data dan informasi yang disediakan tentunya dituntut untuk akurat
20
dan kredibel. Media komunikasi dan informasi yang dikembangkan diantaranya website
dan media massa baik media nasional maupun internasional.
Tim IRU Indonesia memiliki wadah komunikasi dalam bentuk website yang
bertujuan untuk terus membangun komunikasi dan menyampaikan berbagai
perkembangan ekonomi dan fiskal serta kebijakan-kebijakan yang diambil oleh
Pemerintah dan Bank Indonesia. Pengelolaan website IRU berada di bawah Bank
Indonesia.
Salah satu fitur utama dalam website IRU adalah presentasi Recent Economic
Development (RED) yang berisi informasi perkembangan makroekonomi, moneter,
fiskal dan pengelolaan utang Indonesia. RED selalu diperbaharui setiap bulan bersama-
sama oleh BI, BKF dan DJPU.
3.3. Kenaikan Peringkat Utang Indonesia 2012
3.3.1 Moody’s Rating Agency menaikan peringkat utang Indonesia dari Ba1
positive outlook menjadi Baa3 stable outlook
Alasan utama Moody’s menaikan rating Indonesia menjadi Baa3 atau peringkat
investment grade adalah ketahanan ekonomi Indonesia terhadap syok eksternal yang
menunjukan tren pertumbuhan ekonomi berkesinambungan dalam jangka waktu
menengah. Selain itu, kekuatan ekonomi Indonesia juga ditunjukan oleh peningkatan
investasi, perbaikan prospek perkembangan infrastruktur sebagai kunci reformasi
ekonomi, serta sistem keuangan yang dikelola dengan baik.
Moody’s juga menilai bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia dibarengi dengan
posisi neraca pembayaran yang sehat didukung oleh besarnya aliran FDI, serta
ekspektasi inflasi yang lebih stabil dan rendah. Pengelolaan fiskal yang hati-hati dan
defisit yang mampu dijaga pada level yang rendah serta penurunan rasio utang juga
menjadi kekuatan dibalik kenaikan rating Indonesia.
Moody’s juga mengemukakan faktor-faktor yang dapat menjadi pendorong
kenaikan rating di masa mendatang, yakni:
1. Peningkatan celah fiskal
2. Peningkatan pendapatan
3. Posisi neraca pembayaran yang terus terjaga kesehatannya
21
4. Kestabilan sistem keuangan
5. Stabilitas harga dan moneter
6. Perkembangan infrastruktur yang berkelanjutan
7. Pendalaman pasar modal dan kredit
Adapun yang dapat menjadi faktor-faktor penurunan rating di masa mendatang
adalah:
1. Stabilitas inflasi dan moneter yang tidak terjaga
2. Syok hebat pada posisi fiskal, utang, dan cadangan devisa yang salah satunya
diakibatkan oleh kesalahan pengambilan kebijakan
3. Syok politik yang dapat mengakibatkan penurunan kepercayaan investor.
3.3.2 Lembaga rating Jepang R&I menaikan peringkat utang Indonesia dari BB+
positive outlook menjadi BBB- stable outlook
Selain Moody’s, lembaga rating dari S&P telah menaikan peringkat utang
Indonesia dari menjadi BB+ positive outlook menjadi BBB- stable outlook. Rating
Indonesia dari lembaga rating Jepang tersebut juga penting, karena Pemerintah
Indonesia menerbitkan surat utang internasional berdenominasi Yen, yang
diperjualbelikan di pasar obligasi Jepang (Samurai Bonds).
R&I mengungkapkan bahwa kekuatan ekonomi Indonesia di tengah perlambatan
ekonomi global serta pengelolaan fiskal yang konservatif menjadi alasan utama di balik
kenaikan rating tersebut. Selain itu, stabilitas sistem keuangan yang terjaga dan
peningkatan investasi serta industrialisasi juga telah menjadi kekuatan ekonomi
Indonesia.
Meskipun perekonomian berada dalam tren terus tumbuh, R&I mengingatkan
bahwa pendapatan per kapita Indonesia relatif rendah dan infrastruktur masih
menghadapi berbagai kendala. Dalam perspektif fiskal, R&I jugamengharapkan adanya
peningkatan basis penerimaan perpajakan serta penurunan subsidi.
Dengan tercapainya peringkat investment grade Indonesia akan memperoleh
berbagai keuntungan diantaranya imbal hasil surat berharga yang diterbitkan pemerintah
akan lebih rendah sehingga biaya utang (cost of fund) lebih murah dan akan menurunkan
beban pada APBN. Selain itu, Indonesia akan dipandang investor sebagai negara tujuan
22
investasi yang menguntungkan, dan diharapkan akan mengundang lebih banyak lagi
investor untuk menanamkan modalnya di dalam negeri sehingga akan mendorong
pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi.
Meskipun telah mencapai target investment grade, Indonesia harus terus
meningkatkan kekuatan dan ketahanan ekonominya sehingga peringkat utang dapat terus
meningkat. Perlu digarisbawahi bahwa peringkat BBB- adalah peringkat terendah dalam
kelompok investment grade. Peringkat tertinggi investment grade ada pada peringkat
AAA (Prime Grade). Dalam Fitch sovereign rating methodology, Fitch menjelaskan
kategori peringkat utang BBB sebagai kategori peringkat utang yang mengindikasikan
rendahnya risiko kredit, kapasitas pembayaran komitmen keuangan yang memadai,
namun perubahan lebih lanjut dalam situasi ekonomi dapat saja terjadi dan
mempengaruhi rendahnya risiko dan kapasitas pembayaran tersebut.
Saat ini satu lembaga rating utama, yakni S&P, masih belum menaikan peringkat
rating Indonesia menjadi investment grade. Tantangan yang dihadapi terkait usaha
peningkatan rating dari S&P relative semakin sulit mengingat S&P juga menitikberatkan
penilaian rating ditinjau dari aspek politik. S&P mengungkapkan salah satu rating
concern utama bagi Indonesia adalah
23
BAB IV
PELAKSANAAN KEGIATAN HUBUNGAN DEDIKASI INVESTOR
Dalam rangka terus melakukan komunikasi dan penyampaian informasi yang
baik pada investor dan stakeholders, tim IRU telah melakukan berbagai kegiatan.
Adapun kegiatan-kegiatan yang dimaksud adalah sebagai berikut.
4.1. Roadshow Samurai Bonds dan Sukuk Internasional
Roadshow Samurai Bonds 2012, telah dilaksanakan pada tanggal 10-11 Oktober
2012 di Tokyo. Tim IRU melakukan penyiapan bahan serta dukungan logistik untuk
perjalanan tersebut. Tim roadshow kali ini dipimpin oleh Dirjen Pengelolaan Utang dan
Kepala BKF di dampingi oleh Kepala Pusat Kebijakan PKEM, Direktur Surat Utang
Negara dan Bank Indonesia.
Dalam rangka menyukseskan program pemerintah untuk mendapatkan sumber
pembiayaan, Pemerintah telah melaksanakan Global Sukuk roadshow pada tanggal 7-15
November 2012. Dalam roadshow ini, target Global Sukuk yang akan diterbitkan oleh
Pemerintah adalah sebesar US$1 Milyar. Pemerintah bersama-sama dengan Bank
Indonesia telah melakukan roadshow di negara-negara di Timur Tengah, diantaranya
Abu Dhabi, Qatar, Kuwait dan Saudi Arabia. Dalam kegiatan roadshow ini, dan Kepala
Badan Kebijakan Fiskal, bersama-sama dengan Direktur Jenderal Pengelolaan Utang
dan Bank Indonesia akan menyampaikan beberapa poin, diantaranya: (1) kondisi
ekonomi makro terkini (2) perkembangan kebijakan fiskal, serta (3) pembiayaan
anggaran dan pengelolaan utang.
4.2. Pertemuan Tim Dedikasi
Pertemuan Tim Dedikasi (Dedicated Team Meeting) Hubungan Dedikasi
Investor merupakan forum kerja sama antarinstansi, di antaranya Bank Indonesia,
Kementerian Keuangan, BKPM, ESDM, Kementerian Koordinator Perekonomian dan
Bappenas yang bertugas untuk membahas rencana kerja tim IRU ke depan dalam rangka
meningkatkan persepsi dan awareness investor asing terhadap Indonesia, serta strategi
peningkatan peringkat utang Indonesia.
24
Dalam tahun 2012, dedicated team telah melakukan tiga kali pertemuan yang
dilaksanakan di Bali pada tanggal 1-2 Februari 2012 dan 2-3 Juli 2012, serta di Bandung
pada tanggal 14-15 Desember 2012. Pertemuan ini dihadiri oleh Bank Indonesia,
Kementerian Keuangan, Kementerian Koordinator Perekonomian, Kementerian ESDM
dan Bappenas. Forum ini membahas program kerja Hubungan Dedikasi Investor tahun
2011 dan strategi dalam rangka peningkatan sovereign rating Indonesia serta penguatan
fungsi IRU.
4.3. Conference Call
Kegiatan conference call dilakukan secara berkala oleh Investor Relation Unit
Bank Indonesia, bersama dengan dengan Badan Kebijakan Fiskal dan Direktorat
Jenderal Pengelolaan Utang (DJPU). Dalam sesi conference call dipaparkan
perkembangan ekonomi terkini, kebijakan fiskal dan moneter, realisasi APBN
dan realisasi penerbitan utang Pemerintah. Selain itu, conference call juga dapat
dilakukan jika sekiranya diperlukan pemberian informasi kepada investor atau
stakeholders lainnya untuk menjelaskan suatu isu tertentu, seperti yang
dilakukan pada Bulan Mei 2012 ketika Rupiah sangat berfluktuasi. Selama tahun
2012, conference call telah dilakukan sebanyak 5 (lima) kali, dengan rincian
sebagai berikut:
1. Investor Conference Call, 12 Januari 2012:
Pembicara:
• Halim Alamsyah, Deputi Gubernur Bank Indonesia
• Bhimantara Widyajala, Direktur Surat Utang Negara, Kementerian Keuangan
• Luky Alfriman, Direktur Pusat Kebijakan Ekonomi Makro, Kementerian
Keuangan
2. Investor Conference Call, 12 April 2012:
Pembicara:
• Halim Alamsyah, Deputi Gubernur Bank Indonesia
• Bhimantara Widyajala, Direktur Surat Utang Negara, Kementerian Keuangan
• Rofyanto Kurniawan, Direktur Pusat Kebijakan APBN, Kementerian
Keuangan
25
3. Investor Conference Call, 31 Mei 2012:
Pembicara:
• Halim Alamsyah, Deputi Gubernur Bank Indonesia
• Loto S. Ginting, Direktur Surat Utang Negara, Kementerian Keuangan
• Luky Alfriman, Direktur Pusat Kebijakan Ekonomi Makro, Kementerian
Keuangan
4. Investor Conference Call, 12 Juli 2012:
Pembicara:
• Perry Warjiyo, Bank Indonesia
• Loto S. Ginting, Direktur Surat Utang Negara, Kementerian Keuangan
• Rofyanto Kurniawan, Direktur Pusat Kebijakan APBN, Kementerian
Keuangan
5. Investor Conference Call, 11 Desember 2012:
Pembicara:
• Perry Warjiyo, Bank Indonesia
• Loto S. Ginting, Direktur Surat Utang Negara, Kementerian Keuangan
• Luky Alfriman, Direktur Pusat Kebijakan Ekonomi Makro, Kementerian
Keuangan
4.4. Kunjungan Investor dan Analis Pasar
Untuk memberikan pemahaman yang lebih baik tentang situasi perekonomian
dan perkembangan kebijakan fiskal kepada investor, Tim Hubungan Dedikasi Investor
telah melakukan beberapa pertemuan dengan para investor baik investor asing maupun
domestik. Pertemuan yang dilakukan juga dengan para analis pasar yang membutuhkan
data dan informasi terkini perekonomian Indonesia.
Adapun informasi terkini yang menjadi perhatian para investor dan analis pasar
adalah informasi perkembangan perekonomian, terutama yang berkaitan dengan
informasi kebijakan fiskal, insentif perpajakan, perkembangan pembangunan
infrastruktur, kebijakan subsidi dan kebijakan pembiayaan. Hal ini menjadi data dan
26
informasi yang sangat penting dalam pertimbangan para investor untuk melakukan
investasi serta pertimbangan dalam penilaian para analis pasar.
Untuk rincian beberapa investor dan analis yang melakukan kunjungan dapat
dilihat pada tabel jadwal kegiatan hubungan investor 2012.
Tabel 3.1. Kunjungan Investor dan Analis Pasar
Tanggal Investor
16 Februari 2012 Macquarie Securities
20 Februari 2012 Trusted Sources
2 Maret 2012 JP Morgan (Dipimpin oleh Wamenkeu I)
3 April 2012 UBS
22 Juni 2012 Goldman Sachs (Dipimpin Ketua Bapepam LK)
4 Juli 2012 Barclays Capital
5 Juli 2012 Citi Group
6 Agustus 2012 CIMB
15 Oktober 2012 Barclays Capital
2 November 2012 DAIWA
21 November 2012 Oxford Business Group
21 November 2012 Deutsche Bank
21 November 2012 JP Morgan
30 November 2012 ANZ
10 Desember 2012 AT Kearney
14 Desember 2012 ANZ (Dipimpin Wamnekeu I)
14 Desember 2012 Barclays Capital
14 Desember 2012 BBVA
17 desember 2012 Boston Consulting Group
27
4.5. Kunjungan Lembaga Pemeringkat Utang
Kunjungan ini merupakan kunjungan yang dilakukan oleh lembaga pemeringkat
utang internasional ke Indonesia dalam rangka melakukan penilaian dan review atas
posisi peringkat utang Indonesia. Dalam kunjungan tersebut lembaga pemeringkat utang
melakukan pertemuan dengan berbagai pihak, diantaranya Kementerian Keuangan.
a. S&P, Jakarta 25-26 Maret 2012
Tim Sovereign Analyst S&P dipimpin langsung oleh Managing Director S&P,
John Chambers. S&P dalam kunjungannya bertemu dengan Menteri Keuangan dan
beberapa pejabat eselon 1 Kementerian Keuangan. Selain itu Menteri Keuangan dan
Kepala BKF melakukan tanya jawab dengan S&P atas berbagai concern Fitch antara
lain:
1. Fleksibilitas Fiskal dan Moneter
2. Inflasi
3. Bagaimana mengatasi volatilitas aliran modal asing
4. Kebijakan terkait investasi dan FDI
5. Kebijakan mengatasi basis penerimaan yang rendah
6. Subsidi energi
7. Kebijakan infrastruktur
8. UU Pembebasan Lahan
b. Standard and Poor’s, Jakarta 23 Maret 2011
Dalam kunjungannya ke Indonesia, Tim sovereign analyst S&P dipimpin oleh
Agost Bernard dan Elena Okorotchenko bertemu dengan Menteri Keuangan dan para
pejabat eselon 1 termasuk Kepala Badan Kebijakan Fiskal. Dalam pertemuan dengan
Menteri Keuangan dan Kepala BKF, S&P melakukan sesi tanya jawab seputar kebijakan
ekonomi dan keuangan Indonesia. Topik yang menjadi concern dari kunjungan S&P
adalah:
1. Kebijakan Fiskal dan Stimulus Fiskal 2011
2. Asumsi Makroekonomi 2011
3. Peningkatan Basis Pajak serta Tax Ratio
28
4. Subsidi Bahan Bakar Minyak dan Listrik
5. Kebijakan dan Desentralisasi Fiskal
6. Target Defisit Jangka Panjang
7. Manajemen dan Penjaminan Utang Pemerintah
8. Laporan Keuangan Konsolidasi
Selain melakukan presentasi perkembangan ekonomi dan kebijakan fiskal, serta
tanya jawab seputar concern S&P, Kepala BKF juga mempresentasikan Economic
Executive Dashboard sebagai alat pemantauan kondisi ekonomi dan fiskal.
c. R&I, Jakarta 16 September 2012
R&I adalah lembaga rating Jepang yang juga memberikan penilaian sovereign
credit rating Indonesia. Dalam kunjungannya ke Indonesia, R&I bertemu dengan
perwakilan BKF yang dipimpin oleh Kepala PKEM. Dalam pertemuan tersebut, Kepala
PKEM menyampaikan presentasi perkembangan perekonomian dan fiskal. Dalam sesi
tanya jawab, Kepala PKEM menjelaskan dan menjawab concern R&I terkait dengan
kebijakan fiskal dan APBN.
Berikut adalah daftar concern R&I:
1. Produktivitas dan pasar tenaga kerja
2. Review APBN 2010 dan Perkembangan APBN 2011
3. APBNP 2011 dan APBN 2012
4. Kebijakan subsidi
5. Peningkatan basis pajak dan penerimaan negara
6. Peningkatan Penyerapan Anggaran
7. Manajemen Utang Pemerintah
8. Investasi Infrastruktur.
Hasil dari kunjungan R&I tersebut adalah peningkatan rating Indonesia menjadi
BBB- atau peringkat investment grade.
29
d. Fitch, Jakarta 29 Oktober 2012
Fitch melakukan pertemuan dengan Menteri Keuangan, serta Kepala BKF
didampingi oleh Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro, Kepala Pusat Risiko Fiskal
dan Tim IRU BKF. Topik yang menjadi fokus perhatian Fitch dalam kunjungan tersebut
adalah:
1. Proyeksi ekonomi Indonesia
2. Sejauh mana pelemahan ekonomi China memberikan eksposur terhadap
ekonomi Indonesia
3. Realisasi anggaran 2012
4. Penyerapan belanja modal 2012
5. Outlook APBN 2013
6. Asumsi ekonomi makro
7. Subsidi
8. Batas defisit APBN
9. Pendanaan infrastruktur
10. Peranan dana infrastruktur dan pengelolaannya
11. Reformasi fiskal
12. Rencana peningkatan kepatuhan perpajakan
13. Prospek reformasi subsidi
14. Desentralisasi fiskal
15. Fleksibilitas fiskal
e. Moody’s, Jakarta 20 November 2012
Dalam kunjungannya Moody’s bertemu dengan Menteri Keuangan, serta Kepala
BKF didampingi beberapa eselon II BKF beserta Tim IRU BKF. Dalam pertemuan
tersebut Moody’s dan Kepala BKF menjawab seluruh pertanyaan dan topik yang
menjadi perhatian Moody’s.
Adapun hal-hal yang dibahas terkait antara lain:
1. Perkembangan realisasi anggaran 2012
2. APBN 2013
30
3. Bagaimana meningkatkan efisiensi belanja APBN
4. Reformasi subsidi terutama BBM dan listrik
5. Fasilitas penjaminan bagi proyek PPP
6. Kewajiban kontijensi pemerintah
4.6. Persiapan Bahan Presentasi
Tim IRU melakukan persiapan bahan terkait beberapa agenda yang dilakukan
oleh Menteri Keuangan dan Kepala BKF. Bahan atau materi yang dipersiapkan meliputi
bahan masukan untuk keynote speech, economic update, press release, investor
frequently asked questions, dan materi media interview. Adapun bahan materi yang telah
disiapkan antara lain berikut.
1. Bahan Menteri Keuangan dalam Indonesia Investment Day di New York, Amerika
Serikat pada bulan September 2012.
2. Keynote Menteri Keuangan dalam Indonesia Investor Forum, yang merupakan acara
yang menghadirkan pembicara domestik dan internasional.
3. Penyiapan bahan economic dan fiscal update dalam pertemuan-pertemuan yang
dihadiri oleh Menteri Keuangan dan Kepala BKF antara lain IMF Annual Meeting,
OECD Meeting, ADB Annual Meeting, dll .
4.7. Kunjungan ke Proyek MP3EI
MP3EI merupakan salah satu program prioritas Pemerintah yang dilakukan
untuk menghilangkan hambatan infrasruktur serta pencapaian pertumbuhan ekonomi
yang lebih tinggi dan inklusif. Dalam perspektif lembaga rating dan investor, program
MP3EI juga merupakan suatu program yang menarik dan dapat menjawab tantangan
perkembangan infrastruktur Indonesia yang dianggap masih jauh tertinggal.
Lembaga-lembaga rating masih menetapkan infrastruktur sebagai salah satu
hambatan utama perekonomian Indonesia. Oleh karena itu, di tahun 2012 Tim IRU
melakukan perjalanan ke beberapa proyek infrastruktur untuk melihat sejauh mana
31
kesiapan dan perkembangan proyek tersebut dan bagaimana dukungannya bagi
perekonomian regional maupun nasional. Adapun proyek-proyek yang dikunjungi
adalah:
1. Bandara Kuala Namu Medan
2. Bandara Internasional Lombok
3. Pelabuhan Internasional Bitung
4. Proyek infrastruktur Aceh
Dari kunjungan tersebut Tim IRU menyimpulkan bahwa, pembangunan MP3EI
secara umum belum dilakukan atau terlaksana sesuai rencana. Beberapa proyek seperti
Kuala Namu dan Bandara Lombok, sudah mencapai progress yang jauh, namun
beberapa hambatan masih ada seperti akses jalan menuju bandara yang masih belum
ada.
Sedangkan pada beberapa proyek lain seperti pelabuhan internasional Bitung,
proses groundbreaking sudah dilakukan, namun perkembangan proyek masih sangat
minim sekali.
4.8. Konsultasi dengan Rating Advisory
Dalam kegiatan dedikasi hubungan investor, Tim IRU Kementerian Keuangan
melakukan konsultasi dengan lembaga yang ditunjuk sebagai rating advisor. Tahun
2008 hingga 2011, Tim IRU mempergunakan jasa Barclays Capital sebagai advisor.
Rating Advisor bertujuan untuk memberikan pendampingan dan fasilitas kepada Tim
IRU untuk mempermudah strategi dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Mulai tahun 2012, Tim IRU mempergunakan jasa Citi Group sebagai advisor dengan
status pro bono.
Rating Advisor selalu terlibat dengan strategi yang telah disusun untuk mencapai
tujuan investment grade. Keterlibatan rating advisory ini terutama pada pertemuan-
pertemuan dengan lembaga pemeringkat utang internasional. Rating advisor pun
memiliki kewajiban dalam kegiatan pelatihan untuk meningkatkan kualitas sumber daya
manusia. Dalam tata cara pembuatan bahan paparan dan translasi materi pun, rating
advisors selalu memberikan dukungan fasilitas.
32
BAB IV
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan laporan diatas, maka dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut:
1. Di tahun 2012, Indonesia melanjutkan tren perkembangan ekonomi dan
fiskal yang baik, sehingga kenaikan rating Indonesia terus berlanjut.
Moody’s dan R&I di tahun 2012 telah menaikan peringkat utang Indonesia
menjadi Baa3/BBB- stable outlook. Saat ini, tinggal S&P yang masih
menempatkan Indonesia di posisi speculative grade.
2. Dengan kembalinya Indonesia memperoleh peringkat investment grade,
diharapkan akan semakin menarik minat investor serta dapat menurunkan
biaya pinjaman (cost of capital) Indonesia.
3. Faktor utama yang mendorong kenaikan rating Indonesia menjadi
investment grade antara lain ketahanan dan kekuatan ekonomi di tengah
kondisi global yang masih belum pulih, cadangan devisa dan neraca
pembayaran yang baik, kesehatan fiskal ditandai dengan defisit yang rendah
dan rasio utang yang semakin menurun, serta inflasi yang terkendali.
4. Hambatan utama bagi Indonesia dalam perspektif lembaga rating adalah
beban subsidi yang masih tinggi, celah fiskal yang terbatas, pendapatan per
kapita yang dianggap masih rendah jika dibandingkan dengan negara peers,
tingkat penerimaan pajak yang masih rendah, pembangunan infrastruktur
yang masih mengalami debottlenecking, serta risiko politik Indonesia yang
dianggap masih tinggi terutama menjelang pemilu 2014.
5. Dalam rangka mempublikasikan kondisi perekonomian Indonesia serta
untuk meningkatkan posisi kredit rating Indonesia, Pemerintah selama tahun
2011 telah melakukan berbagai kegiatan pendukung hubungan dedikasi
33
investor diantaranya roadshow, investor visit, conference call, dedicated
team meeting, rating advisor, website IRU dan pelatihan.
5.2 Rekomendasi
1. Terus Meningkatkan kegiatan komunikasi dan sosialiasi kepada
lembaga pemeringkat utang dan investor
Untuk meningkatkan komunikasi dan informasi yang cepat dan
akurat kepada lembaga pemeringkat utang dan investor, maka website
IRU BKF akan terus dikembangkan dan disempurnakan sebagai langkah
untuk memenuhi kebutuhan investor mengenai isu-isu terkini (current
issues), terutama informasi yang berkenaan dengan update kebijakan
fiskal, realisasi pembangunan infrastruktur, kebijakan subsidi, serta
perkembangan iklim investasi di Indonesia. Selain website, media
komunikasi lainnya seperti wawancara, press-release, dan pertemuan para
pejabat dalam forum pertemuan internasional akan terus ditingkatkan
untuk memberikan update perekonomian dalam rangka meningkatkan
kepercayaan dan persepsi lembaga pemeringkat utang dan investor
terhadap Indonesia.
2. Melanjutkan Kerjasama Dengan Advisor Rating
Untuk terus meningkatkan peringkat utang Indonesia, dirasa perlu
meningkatkan kualitas informasi kepada seluruh stakeholders berkenaan
dengan perkembangan perekonomian dan update kebijakan Indonesia.
Hal ini dapat terus dilakukan melalui kerja sama berkelanjutan dengan
konsultan atau advisor rating. Konsultan ini akan memberikan masukan
dan jasa konsultansi dalam menentukan strategi yang tepat kepada tim
Hubungan Dedikasi Investor dalam rangka meningkatkan peringkat
kredit rating Indonesia.
34
Selain itu, advisor rating dapat memberikan masukan jawaban
dan saran kepada pemerintah apabila ada pertanyaan atau komentar dari
berbagai pihak baik dalam bentuk lisan maupun tulisan. Dengan adanya
investor rating ini diharapkan semua informasi dan keterangan yang
disampaikan oleh pemerintah dapat meningkatkan kepercayaan lembaga
pemeringkat utang dan investor ehingga Indonesia dapat terus
memperbaiki peringkat kreditnya.
1. Update on realized 2012 fiscal results year‐to‐date
2. Developments related to 2013 budget
3. How to improve spending efficiency?
4. What is the outlook for subsidy reform, especially for administered fuel prices and electricity tariffs?
5. Discussion on the possible use of guarantees to facilitate more PPP projects
6. Discussion on contingent liabilities to the government
2
Moody’s Rating Visit – Topic of Discussion
4
2012 State Budget Disbursement-Summary
Revised
Budget
(APBNP)
as of 31 Oct% of
APBNP
Revised
Budget
(APBNP)
as of 31 Oct% of
APBNP
A. STATE REVENUES & GRANTS 1,169.9 898.7 76.8% 1,358.2 997.0 73.4%
I. DOMESTIC REVENUES 1,165.3 897.0 77.0% 1,357.4 995.4 73.3%
1. Tax Revenues 878.7 674.4 76.7% 1,016.2 767.8 75.6%
Tax Ratio (% of GDP) 12.16 11.90
2. Non Tax Revenues 286.6 222.6 77.7% 341.1 227.5 66.7%
II. GRANTS 4.7 1.7 36.2% 0.8 1.6 200.0%
1,320.8 894.0 67.7% 1,548.3 1,072.6 69.3%
I. CENTRAL GOVT EXPENDITURES 908.2 578.1 63.7% 1,069.5 681.5 63.7%
II. TRANSFER TO REGIONS 412.5 315.9 76.6% 478.8 391.2 81.7%
1. Balance Fund 347.5 270.8 77.9% 408.4 333.3 81.6%
2. Special Autonomy & Adjustment 65.0 45.1 69.4% 70.4 57.8 82.1%
(44.3) 83.3 -188.0% (72.3) 6.1 -8.4%
(150.8) 4.8 -3.2% (190.1) (75.6) 39.8%
Deficit of GDP (%) (2.09) - (2.23) -
150.8 79.9 53.0% 190.1 139.1 73.2%
I. DOMESTIC FINANCING 153.6 101.3 66.0% 194.5 165.2 84.9%
II. FOREIGN FINANCING (nett) (2.8) (21.5) 767.9% (4.4) (26.2) 595.5%
SURPLUS/(DEFICIT) of FINANCING 0.0 84.7 - 0.0 63.5 -
C. PRIMARY BALANCE
D. SURPLUS/(DEFICIT) (A-B)
E. FINANCING (I+II)
ITEMS
2011 2012
B. STATE EXPENDITURES
5
Revised
Budget
(APBNP)
Full Year
Realization
(Audited)
% of
APBNP
Revised
Budget
(APBNP)
Full Year
Outlook
% of
APBNP
A. STATE REVENUES & GRANTS 1,169.9 1,210.6 103.5% 1,358.2 1,357.8 100.0%
I. DOMESTIC REVENUES 1,165.3 1,205.3 103.4% 1,357.4 1,355.3 99.8%
1. Tax Revenues 878.7 873.9 99.5% 1,016.2 1,005.9 99.0%
Tax Ratio (% of GDP) 12.16 11.77 96.8% 11.90 12.16 102.2%
2. Non Tax Revenues 286.6 331.5 115.7% 341.1 349.5 102.5%
II. GRANTS 4.7 5.3 112.8% 0.8 2.5 312.5%
1,320.8 1,295.0 98.0% 1,548.3 1,553.4 100.3%
I. CENTRAL GOVT EXPENDITURES 908.2 883.7 97.3% 1,069.5 1,071.1 100.1%
A. Line Ministries 461.5 417.6 90.5% 547.9 507.5 92.6%
B. Non Line Ministries 446.7 466.1 104.3% 521.6 563.6 108.1%
II. TRANSFER TO REGIONS 412.5 411.3 99.7% 478.8 482.3 100.7%
1. Balance Fund 347.5 347.2 99.9% 408.4 411.9 100.9%
2. Special Autonomy & Adjustment 65.0 64.1 98.6% 70.4 70.4 100.0%
(44.3) 8.9 -20.1% (72.3) (83.7) 115.8%
(150.8) (84.4) 56.0% (190.1) (195.6) 102.9%
Deficit of GDP (%) (2.09) 1.14 - (2.23) 2.36 -
150.8 130.9 86.8% 190.1 186.1 97.9%
I. DOMESTIC FINANCING 153.6 148.7 96.8% 194.5 197.2 101.4%
II. FOREIGN FINANCING (nett) (2.8) (17.8) 635.7% (4.4) (11.1) 252.3%
SURPLUS/(DEFICIT) of FINANCING 0.0 46.5 0.0 (9.5) -
2012
B. STATE EXPENDITURES
C. PRIMARY BALANCE
D. SURPLUS/(DEFICIT) (A-B)
ITEMS
2011
E. FINANCING (I+II)
2012 State Budget Outlook
6
Revised
Budget
(APBNP)
as of 31
Oct
% of
APBNP
Revised
Budget
(APBNP)
as of 31
Oct
% of
APBNP
831.7 629.1 75.6% 968.3 995.4 102.8%
1) Income Tax 432.0 341.3 79.0% 513.7 378.5 73.7%
- Non Oil & Gas 366.7 286.9 78.2% 445.7 311.1 69.8%
- Oil & Gas 65.2 54.4 83.4% 67.9 67.4 99.3%
2) Value Added Tax 298.4 203.8 68.3% 336.1 258.8 77.0%
3) Land & Building Tax 29.1 18.5 63.6% 29.7 8.1 27.3%
4) BPHTB 0.0 0.0 0.0% 0.0 - 0.0%
5) Other Taxes 4.2 3.2 76.2% 5.6 3.4 60.7%
6) Excise 68.1 62.3 91.5% 83.3 77.4 92.9%
46.9 45.3 96.6% 47.9 41.5 86.6%
1) Import Tax 21.5 20.5 95.3% 24.7 23.1 93.5%
2) Export Tax 25.4 24.8 97.6% 23.2 18.4 79.3%
878.7 674.4 76.7% 1,016.2 767.8 75.6%
12.2 11.9
TOTAL
Tax Ratio (%)
ITEMS
2011 2012
a. Domestic Taxes
b. International Trade Taxes
2012 State Budget Disbursement-Tax Revenues
8
Revised
Budget
(APBNP)
as of 31
Oct
% of
APBNP
Revised
Budget
(APBNP)
as of 31
Oct
% of
APBNP
1. Personnel Expenditure 182.9 145.9 79.8% 212.3 168.6 79.4%
2. Material Expenditure 142.8 72.6 50.8% 186.6 86.2 46.2%
3. Capital Expenditure 141.0 54.1 38.4% 168.7 73.7 43.7%
4. Interest Payment 106.6 78.6 73.7% 117.8 81.7 69.4%
a. Domestic Debt 76.6 56.5 73.8% 84.7 56.5 66.7%
b. Foreign Debt 30.0 22.1 73.7% 33.0 25.2 76.4%
5. Subsidies 237.2 184.4 77.7% 245.1 214.0 87.3%
a. Energy Subsidy 195.3 164.7 84.3% 202.4 183.9 90.9%
b. Non Energy Subsidy 41.9 19.7 47.0% 42.7 30.1 70.5%
6. Grant 0.4 0.1 25.0% 1.8 0.0 2.2%
7. Social Assistance Exp. 81.8 38.2 46.7% 55.4 53.3 96.2%
8. Other Expenditures 15.6 4.1 26.3% 68.5 3.9 5.7%
9. Additional Budget - - - 13.5 - -
908.2 578.1 63.7% 1,069.5 681.5 63.7%
2011 2012
TOTAL
ITEMS
2012 State Budget Disbursement - Central Government Expenditures
Strengthening Domestic Economy for Social Welfare Improvement and Extension
4 Pillars of Development
Pro Growth Pro Poor Pro Job Pro Environment
Fiscal Policy Directions 2013
13
Encouraging Sustainable Economic Growth through Fiscal Restructuring
Optimize
State Revenue
Control budget
deficit
Reduce Debt Ratio
to GDP
Improve spending
quality
2013 Government Work Plan (RKP) Theme
Fiscal Policy Direction
2013 Development Target
2013 Macroeconomic Assumption
Indikator APBN-P 2012 2013
Economic Growth (%) 6.5 6.8 – 7.2
Unemployment Rate (%) 6.4 – 6.6 5.8 – 6.1
Poverty Rate (%) 10.5 – 11.5 9.5 – 10.5
Items2012 2013
APBNP APBNEconomic growth (%) 6.5 6.8
Inflation (%) 6.8 4.9
Exchange Rate (Rp/US$) 9000 9300
SPN 3 month (%) 5.0 5.0
ICP (US$/barel) 105 100
Oil lifting (thousand barel per day) 930 900
Gas Lifting (thousand barel/day
oep)n.a 1360
14
2012*: outlook 2013** : APBN
Economic growth is supported by:
• High investment and infrastructure
acceleration.
• Robust domestic consumption
driven by productive-age
population.
• Export rebounce driven by global
demand recovery and Rupiah
depreciation.
• Stimulus fiscal policy (tax facilities,
non taxable income increase).
2012 2013 2012 2013
Range Range
GDP 6,3 -6,5 6.8
Private Consumption 4.8 - 5.0 4.9 2.70 - 2.76 2.71
Government Consumption 6.8 - 7.0 6.7 0.56 - 0.58 0.55
Investment 10.5 - 10.7 11.9 2.57 - 2.62 3.03
Net Export 1.96 - 2.01 5.2 0.22 - 0.23 0.55
- Export 7.0 - 7.2 11.7 3.48 - 3.55 5.83
- Import 8,5 - 8,7 13.5 3.26 - 3.32 5.27
Growth Share to Growth
2013 economic growth 6.8%
15
Economic growth (% yoy)
16
2012
A. STATE REVENUES & GRANTS 1,358.2 1,507.7 1,529.7
I. DOMESTIC REVENUES 1,357.4 1,503.3 1,525.2
1. Tax Revenues 1,016.2 1,178.9 1,193.0
2. Non Tax Revenues 341.1 324.3 332.2
II. GRANTS 0.8 4.5 4.5
1,548.3 1,657.9 1,683.0
I. CENTRAL GOVT EXPENDITURES 1,069.5 1,139.0 1,154.4
1. Line Ministries 547.9 547.4 594.6
2. Non Line Ministries 521.6 591.6 559.8
II. TRANSFER TO REGIONS 478.8 518.9 528.6
1. Balance Fund 408.4 435.3 444.8
2. Special Autonomy & Adjustment 70.4 83.6 83.8
Total Educational Budget 310.8 331.8 336.8
% of State Expenditure 20.1 20.0 20.0
(72.3) (36.9) (40.1)
(190.1) (150.2) (153.3)
Deficit of GDP (%) (2.23) (1.62) (1.65)
190.1 150.2 (153.3)
I. DOMESTIC FINANCING 194.5 169.9 172.8
II. FOREIGN FINANCING (nett) (4.4) (19.5) (19.5)
E. FINANCING (I+II)
B. STATE EXPENDITURES
C. PRIMARY BALANCE
2013
Budget (APBN) ITEMS Revised Budget
(APBN-P)
Proposed
(RAPBN)
D. SURPLUS/(DEFICIT) (A-B)
A. P E N D AP AT AN N E G AR A 1 . 3 5 8 , 2 1 . 5 0 7 , 7 1 4 9 , 5 1 1 , 0
I . P E N D A P A T A N D A L A M N E G E R I 1 . 3 5 7 , 4 1 . 5 0 3 , 3 1 4 5 , 9 1 0 , 7
1 . P E N E R IM A A N P E R P A JA K A N 1 . 0 1 6 , 2 1 . 1 7 8 , 9 1 6 2 , 7 1 6 , 0
2 . P E N E R IM A A N N E G A R A B U K A N P A JA K 3 4 1 , 1 3 2 4 , 3 (1 6 , 8 ) (4 , 9 )
I I . P E N E R I M A A N H I B A H 0 , 8 4 , 5 3 , 7 4 4 3 , 4
B . B E L AN J A N E G AR A 1 . 5 4 8 , 3 1 . 6 5 7 , 9 1 0 9 , 6 7 , 1
I B E L A N J A P E M E R I N T A H P U S A T 1 . 0 6 9 , 5 1 . 1 3 9 , 0 6 9 , 5 6 , 5
1 . B e la n ja K / L 5 4 7 , 9 5 4 7 , 4 (0 , 5 ) (0 , 1 )
2 . B e la n ja N o n K / L 5 2 1 , 6 5 9 1 , 6 7 0 , 0 1 3 , 4
I I . T R A N S F E R K E D A E R A H 4 7 8 , 8 5 1 8 , 9 4 0 , 1 8 , 4
1 . D a n a P e rim b a n g a n 4 0 8 , 4 4 3 5 , 3 2 6 , 9 6 , 6
2 . D a n a O t o n o m i K h u s u s d a n P e n y e s u a ia n 7 0 , 4 8 3 , 6 1 3 , 2 1 8 , 8
T o ta l A n g g a r a n P e n d i d i k a n 3 1 0 , 8 3 3 1 , 8 2 1 , 0 6 , 7
% T h d B e l a n j a N e g a r a 2 0 , 1 2 0 , 0 - -
C . K E S E IM B AN G AN P R IM E R (7 2 , 3 ) (3 6 , 9 ) 3 5 , 4 (4 9 , 0 )
D . S U R P L U S D E F IS IT AN G G AR AN (A - B ) (1 9 0 , 1 ) (1 5 0 , 2 ) 3 9 , 9 (2 1 , 0 )
% D e fi si t T e r h a d a p P D B (2 , 2 3 ) (1 , 6 2 ) 0 , 6 1 (2 7 , 2 1 )
E . P E M B IAY AAN ( I + II) 1 9 0 , 1 1 5 0 , 2 (3 9 , 9 ) (2 1 , 0 )
I . P E M B I A Y A A N D A L A M N E G E R I 1 9 4 , 5 1 6 9 , 6 (2 4 , 9 ) (1 2 , 8 )
I I . P E M B I A Y A A N L U A R N E G E R I (n e to ) (4 , 4 ) (1 9 , 5 ) (1 5 , 0 ) 3 3 9 , 6
K E L E B IH AN /(K E K U R AN G AN ) P E M B IAY AAN 0 , 0 0 , 0 (0 , 0 ) (1 0 0 , 0 )
R p
2 0 1 3
R A P B NS e lis ih th d A P B N -P 2 0 1 2U r a ia n
A P B N -P
2 0 1 2
%
2013 State Budget Summary
Tax Revenue share increase shows positive economic growth
• Tax revenue share increase from 64.3% in 2006 78.4% in 2013;
• To maintan State Revenue sustainability Optmizing State Revenue by maintain investment climate and business sector
sustainability.
2013 Tax Policy Highlights: • Extend and widen tax base through tax
extensification.
• VAT tariff adjustment for several luxury
goods.
• Improve monitoring and service in
custom & excise.
• Excise extensification and
intensification.
• Fiscal incentives provision for strategic
economic activities i.e. Hybrid and low carbon emission motor vehicles.
2006
17
64.3%
35.7%
78.2%
21.5%
RAPBN 2013
2012 2013
968.3 1,120.7 1,134.3
1) Income Tax 513.7 574.3 584.9
- Non Oil & Gas 445.7 506.9 513.5
- Oil & Gas 67.9 67.4 71.4
2) Value Added Tax 336.1 423.7 423.7
3) Land & Building Tax 29.7 27.3 27.3
5) Excise 83.3 89.0 92.0
6) Other Taxes 5.6 6.3 6.3
47.9 58.2 58.7
1) Import Tax 24.7 26.5 27.0
2) Export Tax 23.2 31.7 31.7
1,016.2 1,178.9 1,193.0
APBN
TOTAL
ITEMSAPBN-P RAPBN
a. Domestic Taxes
b. International Trade Taxes
R p %
1 . P a j a k D a l a m N e g e r i 9 6 8 ,3 1 .1 2 0 ,7 1 5 2 ,4 1 5 ,7
a . P a ja k P e n g h a s i l a n 5 1 3 , 7 5 7 4 , 3 6 0 , 7 1 1 , 8
- P P h M i g a s 6 7 , 9 6 7 , 4 ( 0 , 5 ) ( 0 , 7 )
- P P h N o n M i g a s 4 4 5 , 7 5 0 6 , 9 6 1 , 2 1 3 , 7
b . P a ja k p e r ta m b a h a n n i l a i 3 3 6 , 1 4 2 3 , 7 8 7 , 7 2 6 , 1
c . P a ja k b u m i d a n b a n g u n a n 2 9 , 7 2 7 , 3 ( 2 , 3 ) ( 7 , 9 )
d . C u k a i 8 3 , 3 8 9 , 0 5 , 7 6 , 9
e . P a ja k l a i n n y a 5 , 6 6 , 3 0 , 7 1 2 , 6
2 . P a j a k P e r d a g a n g a n I n t e r n a s io n a l 4 7 ,9 5 8 ,2 1 0 ,3 2 1 ,4
a . B e a m a s u k 2 4 , 7 2 6 , 5 1 , 8 7 , 1
b . B e a k e l u a r 2 3 , 2 3 1 , 7 8 , 5 3 6 , 6
1 .0 1 6 ,2 1 .1 7 8 ,9 1 6 2 ,7 1 6 ,0
T a x R a t i o ( A r t i S e m p it )
1 1 ,9 1 2 ,7
T a x R a t i o ( A r t i L u a s )
1 5 ,2 1 5 ,6
T O T A L
U R A I A N
%1 0 0xB r u t oD o m e s t ik P r o d u k
( P u s a t ) P e r p a j a k a n P e n e r im a a n
%1 0 0xB r u toD o m e s t ik P r o d u k
M ig a sS D A P e n e r im a a n
d a e r a h ) &( P u s a t p e r p a ja k a n P e n e r im a a n
Tax Revenue
78.4%
Non Tax
Revenue
21.6%
2013
18
2012
Revised
Budget
(APBNP)
Proposed
Budget
(RAPBN)
Budget
(APBN)
1. Personnel Expenditure 212.3 241.1 241.1
2. Material Expenditure 186.6 159.2 167.0
3. Capital Expenditure 168.7 193.8 216.0
4. Interest Payment 117.8 113.2 113.2
5. Subsidies 245.1 316.1 317.2
a. Energy Subsidy 202.4 274.7 274.7
b. Non Energy Subsidy 42.7 41.4 42.5
6. Grant 1.8 3.6 3.6
7. Social Assistance Exp. 55.4 59.0 63.4
8. Other Expenditures 68.5 52.9 20.0
9. Additional Budget 13.5 - 12.7
1,069.5 1,139.0 1,154.4TOTAL
2013
ITEMS
2013 Central Government Expenditures
Infrastructure budget keeps increasing, boosting the economy and creating jobs..
• Infrastructure development:
Infrastructure for irrigation;
Transportation;
Housing;
Comunication dan information technology (Palapa ring);
• Focus of Priorities :
Increase support for real sector competitiveness;
Provide basic infrastructure for people welfare improvement.
19
59.8
78.7
91.3 99.4
128.7
174.9
196.9
Feb 2012: 6.3%
5.8%-6.1%
0
50
100
150
200
250
5%
6%
7%
8%
9%
10%
2007 2008 2009 2010 2011 2012 revised budget
2013 budget
Infrastructure Spending (RHS)
Unemployment rate
Rp Tn
Financing (Trillion rupiah)
20
2012
Revised
Budget
(APBNP)
Proposed
Budget
(RAPBN)
Budget
(APBN)
D. SURPLUS/(DEFICIT) BUDGET (A-B) (190.1) (150.2) (153.3)
E. FINANCING (I+II) 190.1 150.2 153.3
I. DOMESTIC FINANCING 194.5 169.6 172.8
1. Domestic Banking 60.6 14.3 14.3
2. Domestic Non-Banking 134.0 155.3 158.5
i.e. Government Bonds (nett) 159.6 177.3 180.4
II. FOREIGN FINANCING (nett) (4.4) (19.5) (19.5)
1. Withdrawal (bruto) 53.7 45.9 45.9
a. Program Loan 15.6 6.5 6.5
b. Project Loan 38.1 39.4 39.4
2. Subsidiary Loan Agreement (8.4) (7.0) (7.0)
3. Amortization (49.7) (58.4) (58.4)
SURPLUS/(DEFICIT) of FINANCING 0.0 0.0 0.0
ITEMS
2013
24% 23%
0%
25%
50%
75%
0
2500
5000
7500
10000 Public Debt Outstanding
GDP
Public Debt to GDP Ratio
(Rp Trillion)
Indonesia Fiscal Deficit Indonesia Debt to GDP Ratio
Maintaining low fiscal deficit and declining debt to GDP ratio...
21
-0.9%
-1.3%
-0.1%
-1.6%
-0.7%
-1.14%
-2.23%
-1.65%
-2.5%
-2.0%
-1.5%
-1.0%
-0.5%
0.0%
-200
-160
-120
-80
-40
0
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Nominal fiscal deficit
Fiscal deficit of GDP (RHS)
2013 budget financing policy highlight
• Effective utilization of foreign loans, directed for project financing with acceptable term and condition
and no political agenda.
• Maintaining net negative flow of foreign financing/ foreign loans.
• To achieve 21-23% of debt to GDP ratio by the end of 2013.
23
Strategies for increasing fiscal space
Optimize Tax Revenues : the expansion of the tax base and improving tax compliance
Improving quality of spending through efficiency of unproductive expenditure and reallocation to increase capital expenditure to support infrastructure development;
21.2
14.0
17.0 9.9
27.8
0.3 5.2
4.6
2013
Efforts to Accelerate Budget 2012 Absorption
24
1. Accelerate the delivery process of 2012 Budget Execution
Document (DIPA).
2. Establishment of “budget absorption evaluation and
supervision team (TEPPA)” that consists of UKP4 (President
Special Task Force), BPKP (Internal Audit Agency) and Ministry of
Finance that has instruct the budget user authority to immediately
conduct these steps:
• Accelerate procurement execution
• Prepare budget administration supporting data
• Accelerate budget execution
3. The ratification of land acquisition regulations (Law no.2/2012 and
Presidential Decree no. 71/2012) and new procurement regulation
(Presidential Decree no 70/2012)
4. Applying reward and punishment objectively and consistently to
line ministries.
Fiscal Buffer to anticipate higher deficit
Energy risk reserve;
Additional oil and gas revenues potential
Efficiency of non energy subsidy;
Efficiency of line ministries expenditure;
Un-disbursed compensation fund .
Energy subsidies are projected to increase significantly
mainly caused by ICP increases, exchange rate depreciation
and high oil consumption, however the budget deficit will
remain under control
25
Fiscal
Buffer
What is the outlook for subsidy reform, especially for administered fuel prices and electricity tariffs?
26
27
2012
Revised
Budget
(APBNP)
Proposed
Budget
(RAPBN)
Budget
(APBN)
a. Energy Subsidies 202.4 274.7 274.7
1) Fuel, LPG & Biofuel 137.4 193.8 193.8
2) Electricity 65.0 80.9 80.9
b. Non Energy Subsidies 42.7 41.4 42.5
1) Food 20.9 17.2 17.2
2) Fertilizer 14.0 15.9 16.2
3) Seed 0.1 0.1 1.5
4) PSO 2.2 2.0 1.5
5) Program Credit 1.3 1.2 1.2
6) Tax 4.3 4.8 4.8
245.1 316.1 317.2TOTAL
2013
ITEMS
2013 Subsidy
1. Fuel subsidy policies:
• Control the volume of subsidized fuel (closed-distribution system, limiting the use of subsidized fuel);
• Efficiency through implementation of fuel diversification program (alternative energy utilization).
2. Electricity subsidy policies:
• Tariff adjustment
• PLN Efficiency policies:
Lowering fuel consumption for power plants and optimizing gas, coal, geothermal, and other non-fuel energy utilization;
Lowering electricity losses.
• Increase electricity sales.
2013 Energy Subsidy Policies
28
I. Medium term energy subsidies, gradually
through:
Subsidized fuel consumption control through regulation,
supervision and distribution management
Subsidized fuel price adjustment towards economic price.
Electricity Tariff Adjustment (TTL) for particular household
groups and the implementation of a certain price.
II. Reallocation of subsidy spending, among
others, to:
Infrastructure development
Social assistance (health and urban environment).
Education
Direct cash transfer
Energy Subsidies Medium-Term Reform
29
1. Discussion on the possible use of guarantees to facilitate more PPP projects
2. Discussion on contingent liabilities to the government
30
• Presidential Regulation No. 56/2010 as the second amendment of Presidential Regulation No. 67/2005
concerning the Infrastructure Provision through Public-Private Partnership
– Government is allowed to provide government support and guarantee
– The need of government support and guarantee to implement the infrastructure provision
The provision of Government Guarantee in the form of financial compensation is set forth in the Presidential
Regulation No.78 /2010
Government Guarantee:
To provide a political risk guarantee for PPP Infrastructure Projects
To attract more private sector participation, due to reduced risk perception of Indonesia PPPs
31
Government Guarantee
Presidential Regulation
67/2005*
Presidential Regulation
78/2010
MOF Regulation
260/2010
Primary
Objective
of IIGF
Single Window Mechanism for Guarantee Provision
GOI establishes IIGF to provide government guarantees
to support PPP infrastructure projects development
*as has been ammended by Presidential Regulatian No. 13/2010 and No. 56/2011
4. Ring-fence GOI Contingent Liabilities and
minimize Sudden Shock to RoI State Budget
3. Improve governance, transparency and consistency
of guarantee provision process
2. Provide guarantees to well structured PPPs
1. Improve creditworthiness – bankability of PPP projects
Government Guarantee
Source: PT PII (Persero), 2012 32
– Support economic development through PPPs that provide quality
infrastructure projects
– Reduce cost of infrastructure to end-users, due to lower cost of financing
projects
– Limit Government’s exposure to infrastructure-financing liability
– Encourage / stimulate further Government action on PPPs
Indonesia
Contracting
Agencies
Private
Sector
– Attract more private sector participation, due to reduced risk perception of Indonesia PPPs
– Improve achievement of Contracting Agencies’ goals
– Boost competition in tendering process, leading to better proposal quality and more competitive pricing
– Mitigate risks that are difficult for private sector to cover through other means
– Improve transparency, clarity, and certainty of guarantee provision and processes
– Reduce cost of capital for project sponsors, lengthen financing maturities
– Provide incentive for CAs to prepare good contracts and fulfill obligations
– Project risk monitoring framework by IIGF under RA brings better risk management
IIGF’s guarantees and their subsequent effects will help:
Source: PT PII (Persero), 2012 33
Government Guarantee…(2)
Contracting Agency (Ministries, Regional
Governments, SOEs)
Investors
PPP Agreement 2
Proposal for Guarantee
Recourse Agreement
1
3a
3b
A
Minister of Finance
MOF
Multilateral
Development
Agency / Others
Equity Injection &
Guarantee Policy
Co
un
ter
Gu
ara
nte
e f
or
MD
A G
uara
nte
e F
ac
ilit
y
Credit & Guarantee Facility
B
Note:
will exist only if exist, i.e. when become part
of the guarantee structure provided to investors
B
IIGF’s Business Model is designed to make the Government
Guarantees provision Consistent, Transparent, and Efficient
Government Guarantee…(3)
Source: PT PII (Persero), 2012
A A
Eight economic infrastructure sectors: water, power, transportation
(railway, ports), toll road, waste, irrigation, telecommunication, oil & gas
Awarded through a competitive bidding process
Economically, financially, technically & environmentally viable,
socially desirable
Comply with related sector regulations
Prepared by credible experts/consultants
Binding arbitration provision in the Concession/PPP Agreement
Sector
PPP Contract
Project Viability
Regulations
Feasibility Study
Arbitration Clause
Project eligibility criteria for IIGF Guarantees
Government Guarantee…(4)
Source: PT PII (Persero), 2012
Fiscal Risk Disclosure
Fiscal risk disclosure in the Financial Note has been started since the Financial Note and State Budget for 2008 and continue through-out the next.
Fiscal risk disclosure is necessary for four strategic objectives: 1) increase awareness of all stakeholders in fiscal
policy management,
2) increase fiscal transparency and,
3) increase fiscal accountability, and
4) create fiscal sustainability.
36
Fiscal Risk Disclosure in Financial Note Statement of Fiscal Risks
2009
Statement of Fiscal Risks
2010
Statement of Fiscal Risks
2011
Statement of Fiscal Risks
2012
Sensitivity of Macroeconomic
Assumptions
Sensitivity Analysis
a. Macroeconomic
Assumptions Sensitivity
Analysis
b. Macroeconomic Variable
Sensitivity to SOE Fiscal
Risk
Sensitivity Analysis
a. Budget Deficit Sensitivity to
Changes in Macroeconomic
Assumptions
b. SOE Fiscal Risks Sensitivity
to Changes in
Macroeconomic Variables
Sensitivity Analysis
a. Budget Deficit Sensitivity
toward Changes in
Macroeconomic
Assumptions
b. SOE Fiscal Risks Sensitivity
toward Changes in
Macroeconomic Variables
Public Debt Risk Public Debt Risk of Central
Government
Public Debt Risk of Central
Government Central Government’s Debt Risk
Infrastructure Development
Projects
Contingent Liabilities of Central
Government
a. Infrastructure Development
Projects
b. Pension and Old Age
Insurance Program (THT)
for Public Servants (PNS)
c. Financial Sector
i. Bank Indonesia
ii. Lembaga Penjamin
Simpanan (LPS)
iii. Lembaga
Pembiayaan Ekspor
Indonesia (LPEI)
d. Legal Claims to the
Government
e. Membership in
International Financial
Institutions and Agencies
f. Natural Disaster
Contingent Liabilities of Central
Government
a. Infrastructure Development
Projects
b. Pension and Old Age
Insurance Program (THT)
for Public Servants (PNS)
c. Financial Sector
i. Bank Indonesia
ii. Lembaga Penjamin
Simpanan (LPS)
iii. Lembaga
Pembiayaan Ekspor
Indonesia (LPEI)
d. Legal Claims to the
Government
e. Membership in
International Financial
Institutions and Agencies
f. Natural Disaster
Contingent Liabilities of Central
Government
a. Infrastructure Development
Projects
b. Pension and Old Age
Saving Program (THT) for
Public Servants (PNS)
c. Financial Sector
i. Bank Indonesia
ii. Lembaga Penjamin
Simpanan (LPS)
iii. Lembaga
Pembiayaan Ekspor
Indonesia (LPEI)
d. Legal Claims to the
Government
e. Membership in
International Financial
Institutions and Agencies
f. Natural Disaster
SOEs
Pension and Old Age Insurance
Program (THT) for Public
Servants (PNS)
Financial Sector:
a. Bank Indonesia
b. Lembaga Penjamin
Simpanan (LPS)
Legal Claims to the Government
Membership in International
Financial Institutions and
Agencies
Natural Disaster
Fiscal Decentralization Fiscal Decentralization: Region
Subdivision Fiscal Decentralization Fiscal Decentralization 37
Budget Allocation Related to Government Support and
Government Guarantee in Infrastructure
38
Keterangan
2008 2009 2010 2011 2012 2013
APBN APBN-
P APBN
APBN-
P APBN
APBN-
P APBN
APBN-
P APBN
APBN-
P APBN
Land Capping
(in Other
Expenditure)
- 1.000,0 2.000,0 1.000,
0 1.200,0 1.000,0 890,2 610,0 500,0 500,0 500,0
Nondebt Financing
Land Revolving
Fund - - - - - 2.300,0 - 3.850,0 900.0 900,0 -
Geothermal Fund - - - - - - 1.126,5 1.126,5 876,5 876,5
1
.126,5
Government
Guarantee
Obligation for Fast
Track Project Phase
I
- 323,1 1.000,0 1.000,
0 1.000,0 1.000,0 889,0 889,0 623,3 623,3 611,2
Government
Guarantee
Obligation for Water
Supply Projects
-
-
-
- 50,0 50,0 147,0 15,0 10,0 10,0 35,0
Government
Guarantee
Obligation for
Central Java Power
Plant
59,8
Budget Allocation Related to Government Support and Government Guarantee in
Infrastructure, 2008-2013 (billion Rp)
Program ini bertujuan untuk mendorong insan Kementerian
Keuangan untuk memberi informasi yang positif, atau mencari informasi
yang positif, untuk selanjutnya disampaikan kepada insan
Kementerian Keuangan lainnya untuk pengetahuan bersama
1 Informasi setiap hari
Program Budaya Nasional 2013 Kementerian Keuangan RI
3 S setiap hari
Program ini mendorong seluruh insan Kementerian Keuangan
selalu memberikan pelayanan yang terbaik dengan kewajiban
memberikan sapa, salam, dan senyum sekurang-kurangnya
kepada 3 orang setiap harinya
4 Direncanakan Dikerjakan Dimonitoring Ditindaklanjuti
Program ini bertujuan agar seluruh insane Kementerian Keuangan dalam melaksanakan tugas sehari-hari berdasarkan pada prinsip organisasi yang baik dengan merencanakan terlebih dahulu, dikerjakan hingga tuntas, dimonitoring, dan ditindaklanjuti untuk perbaikan tugas selanjutnya
BBAAGGIIAANN OORRGGAANNIISSAASSII && KKEEPPEEGGAAWWAAIIAANN BBAADDAANN KKEEBBIIJJAAKKAANN FFIISSKKAALL
Program untuk mendorong / memantapkan kesadaran / keyakinan / kepedulian pegawai akan pentingnya kebersihan, kerapian ruang kerja dan
sekitarnya serta kebiasaan untuk merawat asset / inventaris kantor. Melalui
penerapan program ini diharapkan lingkungan kerja menjadi lebih nyaman, memberikan energi baru untuk berkarya
5 Ringkas Rapi Resik Rawat Rajin
2 Menit sebelum jadwal Program ini bertujuan untuk melatih dan membiasakan seluruh pegawai Kementerian Keuangan untuk senantiasa merencanakan kegiatan pekerjaan, menyampaikan laporan dengan tepat waktu, serta menyelenggarakan rapat secara efektif dan efisien