hubungan antara tipe kecemasan dengan · pdf filekecemasan ini lebih mudah cemas bila...
TRANSCRIPT
HUBUNGAN ANTARA TIPE KECEMASAN DENGAN PRESTASI BELAJAR STATISTIK
MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UIN JAKARTA
Skripsi Diajukan untuk memenuhi syarat kelulusan dan memperoleh gelar sarjana
Pada Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Oleh : RIZQIAH AULIANI
102070026022
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432 H/ 2010 M
HUBUNGAN ANTARA TIPE KECEMASAN DENGAN PRESTASI BELAJAR STATISTIK
MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UIN JAKARTA
Skripsi Diajukan untuk memenuhi syarat kelulusan dan memperoleh gelar sarjana
Pada Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Oleh : RIZQIAH AULIANI
102070026022
Di bawah bimbingan :
Miftahuddin, M. Si NIP. 1973 0317 2000 041001
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 1432 H/ 2010 M
ii
ABSTRAK (A) Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
(B) Oktober 2010
(C) Rizqiah Auliani
(D) Hubungan antara kecemasan dengan prestasi belajar statistik pada mahasiswa
fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(E) xiii + 69 Halaman
(F) Peranan Statistik dalam Psikologi sangat penting, karena statistik merupakan alat yang dipergunakan dalam proses pengembangan ilmu pengetahuan, demikian halnya dengan Psikologi. Selain itu kebijakan pihak fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang ingin menjadikan fakultas Psikologi UIN Jakarta unggul dalam bidang metodologi penelitian dan psikometri mengharuskan mahasiswa mengikuti perkuliahan statistik lebih banyak dari kebijakan sebelumnya. Sehingga diharapkan kemampuan statistik mahasiswa meningkat.
Ketidakmampuan dan kesultan yang dihadapi siswa serta rendahnya prestasi
belajar siswa dalam mata kuliah statistik tidak hanya disebabkan dari faktoreksternal tapi juga dipengruhi oleh faktor internal. Salahsatu faktornya adalah kecemasan.
Menurut Spielberger (1966), kecemasan dibedakan menjadi dua yaitu state anxiety dan trait anxiety. State Anxiety adalah gejala kecemasan yang timbul apabila seseorang diahadapkan pada situasi yang dirasakan mengancam, berlangsung sementara dan ditandai dengan perasaan subyektif akan tekanan-tekanan tertentu, kegugupan dan aktifnya susunan syaraf pusat. Trait Anxiety adalah kecemasan yang menetap pada diri seseorang dan merupakan pembeda antara satu individu dengan individu lainnya. Kecemasan ini sudah terintegrasi dalam kepribadian sehingga seseorang yang memiliki kecemasan ini lebih mudah cemas bila menghadapi suatu situasi.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yaitu suatu karakteristik
dari satu variabel yang nilai-nilainya digunakan dalam bentuk numerical. Pendekatan kuantitatif menampilkan hasil berupa angka-angka Penelitian ini merupakan penelitian korelasional, yaitu penelitian yang dirancang untuk menentukan tigkat hubungan variabel-variabel yang berbeda dalam suatu populasi. Pengukuran korelasional digunakan untuk menentukan besarnya arah hubungan (Sevilla, et. Al, 1993). Dengan teknik sampling menggunakan
iii
iv
insidentasl sampling. Sampel yang digunakan sebanyak 70 orang yakni mahasiwa fakultas Psikologi UIN semester tiga.
Dari hasil penghitungan dengan menggunakan SPSS versi 13,0 diketahui r hitung antara tipe state anxiety menunjukkan angka sebesar 0.200 dengan nilai signifikansi sebesar 0.048. Sedangkan pada tipe trait anxiety r hitung 0.223 dengan nilai signifikansi 0.032. Maka Hipotesis nihil (Hο) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara kecemasan dengan prestasi belajar statistik pada mahasiswa fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ditolak. Berdasarkan hasil penelitian ini peneliti menyarankan dalam pengumpulan data penelitian, item-item pernyataan dibuat lebih jelas agar responden lebih mudah dalam menjawab soal pernyataan. Dalam kajian pustaka, sebaiknya lebih banyak lagi teori-teori yang membahas tentang prestasi belajar dan kecemasan. Dan bagi mahasiswa sebaiknya mengubah persepsinya mengenai mata kuliah statistik sebagai mata kuliah yang menakutkan agar memperoleh hasil belajar yang tinggi.
(G) Daftar Pustaka
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi yang berjudul HUBUNGAN ANTARA TIPE KECEMASAN DENGAN PRESTASI BELAJAR STATISTIK MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA telah diujikan dalam sidang Munaqasyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 14 Oktober 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata I (SI) pada Fakultas Psikologi.
Jakarta,14 Oktober 2010
Sidang Munaqasyah
Dekan Pembantu Dekan
Jahja Umar, Ph.D Dra. Fadhilah Suralaga, M.Si NIP. 130885552 NIP. 19561223 198303 2 001
Anggota:
Neneng Tati Sumiati, M.Si, Psi Miftahuddin, M.Si NIP. 19730328 200003 2 003 NIP. 19730317 2000041001
iii
MOTTO
iv
KATA PENGANTAR
Alhamdulillaahirobbil’alamiin, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat
Allah SWT, karena dengan izin dan ridha-Nya penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini. Shalawat serta salam tercurah kepada panutan seluruh umat manusia
Nabi Besar Muhammad SAW yang selalu menjadi tauladan bagi seluruh
pengikutnya hingga akhir zaman.+
Tak lupa penulis ucapakan terima kasih kepada :
1. Dekan Fakultas Psikologi, Bapak Jahja Umar, Ph.D, seluruh dosen dan
seluruh staff serta karyawan fakultas yang telah banyak membantu setiap
proses dan perjalanan panjang penulis dalam menimba ilmu dan
memperoleh gelar Sarjana Psikologi.
2. Bapak Miftahuddin, M.Si, selaku dosen Pembimbing yang telah
berkenan meluangkan waktu, mencurahkan pikiran dan tenaga serta
kesabarannya dalam memberikan bimbingan, arahan dan sarannya kepada
penulis dalam proses penyelesaian skripsi ini. Rasanya tanpa bimbingan,
bantuan dan gemblengan beliau, skripsi ini tidak akan selesai pada
waktunya.
3. Ibu Neneng Tati Sumiati M. Psi, Psi yang berkenan menjadi penguji
skripsi dan selalu menyediakan waktunya untuk penulis.
4. Teman-temanku mahasiswa fakultas Psikologi UIN angkatan 2009
yang dengan kesediaan waktunya mengisi angket penelitian dan
memudahkan penulis dalam pengambilan data. Kebaikan teman-teman
akan tidak akan pernah sia-sia.
vi
vii
5. Ayah dan Ibu dengan kasih sayang, pengorbanan tanpa keluh kesah
dalam mendidik dan membesarkan ananda dan selalu menitikkan air mata
dalam munajatnya kepada Sang Khalik di sepertiga malam ketika orang-
orang lelap dengan tidurnya dan selalu menanamkan kepada ananda bahwa
harapan selalu ada bagi setiap hamba-Nya yang bermunajat. Semoga
ampunan dan kasih sayang-Nya selalu terlimpah padamu lebih dari semua
yang tak terbatas darimu yang tercurah untukku.
6. Suamiku tercinta dengan curahan cinta kasih sayang dan support moril
maupun materil kepada adinda sampai tetes akhir air mata. Semoga Allah
menjadikan rumah tangga kita sakinah mawaddah wa rahmah.
7. Abang Najmuddin dan kak Ewi yang dengan do’a, peluh dan air mata
berjuang demi adinda mendapatkan pendidikan yang layak. Tanpa
pengorbananmu semua ini tidak akan pernah ada.
8. Saudara-saudaraku terkasih, keponakanku yang lucu-lucu dan
menggemaskan selalu menorehkan senyum dan tawa buat aunty.
9. Teman-temanku (Yoga dengan segala kebaikannya dan mengizinkan
penulis menjadi penghuni gelap kos-annya. Chami, Munajat, Neneng, Rita
dan Dwi dengan segala kebaikkannya dan supportnya ketika semangat
penulis mulai surut).
10. Semua pihak yang mungkin tidak disebut yang telah sengaja ataupun
tidak terlibat dalam penyusunan skripsi ini.
Jakarta 14 Oktober 2010-12-20
Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN
Pada bab ini dibahas tentang latar belakang masalah penelitian, pembatasan dan
perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.
1.1 Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan salah satu masalah yang penting bagi setiap
bangsa. Terlebih lagi bagi bangsa yang sedang membangun. Pada umumnya
prestasi belajar yang baik mencerminkan keberhasilan pendidikan seseorang. Bagi
siswa yang kurang berprestasi dianggap mengalami kegagalan dari proses belajar
dan tak jarang dianggap sebagai anak yang mempunyai kecerdasan yang kurang.
Dalam membicarakan hal prestasi belajar tidak bisa lepas dari adanya
faktor lingkungan. Seperti halnya lingkungan keluarga maupun lingkungan yang
lebih luas lagi yaitu masyarakatnya. Lingkungan keluarga merupakan salah satu
faktor yang berperanan penting terhadap perkembangan prestasi belajar seorang
anak selain dari latar belakang sosial dan ekonomi keluarganya. Lingkungan
keluarga merupakan lingkungan sosial yang pertama kali dijumpai seorang anak.
Prestasi belajar seorang anak akan berkembang dengan baik dalam diri
anak yang dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang menerapkan pola
pengasuhan yang bersifat demokratis. Menurut David McClelland (1976) bahwa
keluarga dengan taraf sosial ekonominya termasuk menengah dimana orangtua
sangat memperhatikan masalah pendidikan, akan menanamkan kepada putra
1
2
putrinya untuk selalu membaca dan memikirkan masa depan. Dengan begitu anak-
anak akan mempunyai gambaran sendiri tentang gambaran perencanaan masa
depannya. Seorang anak akan lebih termotivasi untuk memilih, merencanakan dan
menentukan masa depannya. Namun kecenderungan individu untuk menghindari
kegagalan merupakan faktor yang juga penting dalam situasi berprestasi.
Dalam kamus besar bahasa indonesia prestasi adalah hasil yang telah
dicapai (dari yang telah dilakukan, dikerjakan, dsb). Prestasi akademik adalah
hasil pelajaran yang diperoleh dari kegiatan persekolahan yang bersifat kognitif
dan biasanya ditentukan melalui pengukuran dan penilaian.
McClelland (1961, 1971) telah memperkenalkan konsep kebutuhan akan
prestasi sebagai salah satu motif dalam psikologis. Lebih spesifik, kebutuhan akan
prestasi dapat mendorong kemampuan mengambil keputusan dan kecenderungan
mengambil resiko. Semakin tinggi kebutuhan akan prestasi semakin banyak
keputusan tepat yang akan diambil.
Dalam penelitian ini prestasi belajar yang ingin diteliti adalah prestasi
belajar statistik mahasiswa fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. Statistik merupakan mata kuliah yang sangat besar
penggunaannya dalam perkuliahan di fakultas psikologi. Statistik merupakan mata
kuliah yang berkaitan dengan rumus-rumus, tabel-tabel dengan simbol angka-
angka dalam bentuk penghitungan.
Fenomena yang terjadi bahwa banyak mahasiswa fakultas Psikologi yang
sering mengulang pada mata kuliah statistik merupakan hal yang penulis rasa
perlu untuk diteliti sebabnya. Terlebih lagi fakultas akan mengubah kurikulum
3
dalam penambahan muatan kurikulum bagi mata kuliah statistik. Hal ini tentu
menjadi perhatian tersendiri bagi pihak fakultas termasuk juga bagi mahasiswa
fakultas Psikologi UIN yang latar belakang jurusan di sekolah asalnya sangat
beragam yaitu jurusan IPA, IPS, bahasa dan pesantren. Bagi Mahasiswa yang
jurusan asalanya IPA atau IPS mengikuti mata kuliah statistik bisa jadi menjadi
hal yang biasa ditemui pada sekolah asalnya yang sering diberikan muatan
pelajaran yang berkaitan dengan angka-angka, misal matematika, fisika, kimia.
Lain hal bagi jurusan bahasa, apalagi bagi yang sekolah asalnya dari pesantren.
Selain itu peneliti juga ingin mengetahui apakah yang menyebabkan prestasi
belajar statistik pada mahasiswa fakultas Psikologi UIN Jakarta.
Penelitian ini penting dilakukan karena statistik merupakan alat yang
dipergunakan dalam proses pengembangan ilmu pengetahuan, demikian halnya
dengan psikologi. Selain itu kebijakan pihak fakultas Psikologi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang ingin menjadikan fakultas Psikologi UIN Jakarta
unggul dalam bidang metodologi penelitian dan psikometri mengharuskan
mahasiswa mengikuti perkuliahan statistik lebih banyak dari kebijakan
sebelumnya. Sehingga diharapkan kemampuan statistik mahasiswa meningkat.
Pada kenyataannya tinggi rendahnya prestasi belajar seorang anak tidak
hanya ditentukan oleh faktor kecerdasan seorang semata. Hal ini terbukti dari
cukup banyaknya siswa berprestasi walaupun memiliki tingkat kecerdasan rata-
rata, demikian sebaliknya, ada kasus dimana bagi beberapa siswa yang
mempunyai tingkat inteligensi (kecerdasan) yang tergolong di atas rata-rata
namun prestasi belajar di sekolahnya biasa-biasa saja dan tidak menonjol. Dengan
4
demikian dapat dikatakan bahwa ada faktor yang turut menunjang ataupun
melemahkan prestasi belajar ini, antara lain, kemauan atau motivasi maupun
kecemasan yang dimiliki setiap peserta didik. Dalam penelitian ini variabel yang
ingin diteliti dalam kaitannya dengan prestasi belajar adalah variabel kecemasan.
Menurut Atkinson (1996), kecemasan adalah emosi yang tidak
menyenangkan yang ditandai dengan istilah-istilah seperti kekhawatiran,
keprihatinan dan rasa takut yang kadang-kadang kita alami dalam tingkat yang
berbeda-beda. Menurut Post (1978), kecemasan adalah kondisi emosional yang
tidak menyenangkan yang ditandai oleh perasaan-perasaan subyektif seperti
ketegangan, ketakutan, kekhawatiran dan juga ditandai dengan aktifnya sistem
syaraf pusat. Freud (1974), mendefinisikan kecemasan sebagai suatu perasaan
yang tidak menyenangkan yang diikuti oleh reaksi fisiologis tertentu seperti
perubahan detak jantung dan pernafasan. Kecemasan ini dapat melibatkan
persepsi tentang perasaan yang tidak menyenangkan dan reaksi fisiologis. Dengan
kata lain, kecemasan adalah reaksi atas situasi yang dianggap berbahaya.
Sementara itu Lefrancois (1980), menyatakan bahwa kecemasan merupakan
reaksi emosi yang tidak menyenangkan yang ditandai dengan ketakutan. Misalnya
adanya ancaman, adanya hambatan terhadap keinginan pribadi dan adanya
perasaan-perasaan tertekan yang muncul dalam kesadaran. Sedangkan Johnston
(1971), menyatakan bahwa kecemasan dapat terjadi karena kekecewaan,
ketidakpuasan, perasaan tidak aman atau adanya permusuhan dengan orang lain.
Dengan demikian, kecemasan merupakan kondisi psikis dalam ketakutan dan
kecemasan ketika dihadapkan pada suatu permasalahan yang bersifat kompleks
5
Bagi seorang anak yang sedang menginjak remaja awal, dengan
menciptakan prestasi ini juga merupakan salah satu cara yang dilakukannya untuk
mengaktualisasikan diri agar diakui oleh lingkungan sosialnya. Adanya dorongan
yang besar untuk berprestasi ini sangat perlu dimiliki oleh setiap anak untuk
mencapai prestasi.
Atkinson (1964 dalam Sawitri hal.9) mendefinisikan kecemasan sebagai
suatu dorongan yang menggerakkan individu untuk bertingkah laku tertentu,
ataupun sebagai suatu reaksi terhadap situasi lingkungan dan merupakan hasil dari
belajar. Dalam situasi seperti ini kecemasan secara jelas dapat menjadi pendorong
bagi timbulnya prestasi yang tinggi.
Menurut Spielberger (1966), kecemasan dibedakan menjadi dua yaitu state
anxiety dan trait anxiety. State Anxiety adalah gejala kecemasan yang timbul
apabila seseorang dihadapkan pada situasi yang dirasakan mengancam,
berlangsung sementara dan ditandai dengan perasaan subyektif akan tekanan-
tekanan tertentu, kegugupan dan aktifnya susunan syaraf pusat. Trait Anxiety
adalah kecemasan yang menetap pada diri seseorang dan merupakan pembeda
antara satu individu dengan individu lainnya. Kecemasan ini sudah terintegrasi
dalam kepribadian sehingga seseorang yang memiliki kecemasan ini lebih mudah
cemas bila menghadapi suatu situasi.
Penelitian sebelumnya (Zakiyah Darajat dalam Sayida, 2001) yang
meneliti tentang hubungan kecemasan dengan strategi coping yang dimiliki istri
brimob Polri ketika suaminya ditugaskan ke daerah konflik menyebutkan bahwa
kecemasan adalah manifestasi dari berbagai proses emosi yang bercampur baur,
6
yang terjadi ketika orang sedang mengalami tekanan perasaan (frustasi) dan
pertentangan batin (konflik).
Berdasarkan dari uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan suatu
penelitian mengenai hubungan antara tipe kecemasan dengan keinginan untuk
mencapai prestasi belajar pada mata kuliah statistik
Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk meneliti Hubungan
Antara Tipe Kecemasan dengan Prestasi Belajar Statistik Mahasiswa
Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah
1.2.1 Pembatasan masalah
Untuk menjaga agar penelitian ini dapat terfokus dan tidak melebar terlalu
jauh, maka batasan yang difokuskan pada penelitian ini adalah :
1. Prestasi belajar yang dimaksud adalah prestasi belajar pada mata kuliah
statistik yang skor penilaiannya penulis ambil dari nilai prestasi akademik
pada mata kuliah statistik semester dua.
2. Kecemasan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah keadaan yang
dirasakan oleh mahasiswa yang mengikuti mata kuliah statistik saat
menghadapi mata kuliah tersebut, di mana kecemasan ini berdasarkan teori
Spielberger, yakni kecemasan sebagai sifat (trait anxiety) dan kecemasan
sesaat (state anxiety).
7
3. Mahasiswa dalam penelitian ini adalah mahasiswa semester tiga program
reguler Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Jakarta yang
mengikuti mata kuliah statistik.
1.2.2 Perumusan masalah
Permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini adalah apakah ada
hubungan antara tipe kecemasan state anxiety (kecemasan sebagai sifat) prestasi
belajar statistik pada mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta?. Dan apakah ada hubungan antara tipe kecemasan
trait anxiety (kecemasan sesaat) dengan prestasi belajar statistik pada mahasiswa
Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta ?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan dan manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.3.1 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara tipe kecemasan
state anxiety (kecemasan sebagai sifat) prestasi belajar statistik pada mahasiswa
Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dan
hubungan antara tipe kecemasan trait anxiety (kecemasan sesaat) dengan prestasi
belajar statistik pada mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
8
1.3.2 Dalam penelitian ini ada dua manfaat yang dapat diperoleh, yaitu
manfaat teoritis dan praktis.
• Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan
dari teori psikologi terutama tentang tipe kecemasan dengan prestasi belajar.
• Manfaat praktis
Manfaat praktis dalam penelitian ini diharapkan mampu memberikan
informasi mengenai prestasi belajar statistik dalam kaitannya dengan tipe
kecemasan dan dapat memberikan kontribusi dalam memahami mahasiswa
fakultas Psikologi UIN Jakarta terutama dalam hal prestasi belajar statistik.
1.4 Sistematika Penulisan
Pada penulisan laporan penelitian ini, penulis menggunakan Pedoman
Penyusunan dan Penulisan Skripsi yang dikeluarkan oleh Fakultas Psikologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Adapun sistematika
penulisan ini adalah sebagai berikut:
BAB 1 : Pendahuluan
Pada bab ini penulis akan menyampaikan uraian latar belakang
masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat
penelitian, sistematika penulisan.
BAB 2 : Kajian Teori
9
Menguraikan tentang kajian teori yang menjadi landasan teori yang
berkenaan dengan definisi belajar, definisi prestasi belajar, faktor-
faktor yang mempengaruhi prestasi belajar, definisi statistik, definisi
kecemasan, karakteristik kecemasan, tipe-tipe kecemasan, faktor-
faktor yang mempengaruhi kecemasan, kerangka berpikir dan
hipotesis.
BAB 3 : Metodologi Penelitian
Pada bab ini penulis akan mengemukakan tentang metode penelitian
yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian, meliputi pendekatan
penelitian dan metode penelitian, definisi konseptual dan definisi
operasional variabel, populasi dan sampel, teknik pengambilan
sampel, metode dan instrumen penelitian, teknik uji instrumen
penelitian, teknik analisa data, dan prosedur penelitian.
BAB 4 : Hasil penelitian
Pada bab ini penulis mengemukakan tentang gambaran umum
responden penelitian, deskripsi skor responden, dan uji hipotesis.
BAB 5 : Kesimpulan, diskusi, dan saran
Pada bab ini penulis mengemukakan kesimpulan yang diperoleh dari
hasil penelitian, diskusi dan saran-saran yang perlu diperhatikan
untuk penelitian lebih lanjut.
BAB 2
KAJIAN TEORI
Pada bab ini dipaparkan teori-teori pendukung yang berkaitan dengan kecemasan
dengan prestasi belajar statistik pada mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. Secara rinci, bab ini mengulas mengenai teori-teori prestasi
belajar, teori-teori kecemasan, definisi statistik, kerangka berpikir, dan hipotesis
penelitian.
2.1 Prestasi Belajar
2.1.1 Pengertian Belajar
Chaplin dengan bukunya, Dictionary of Personality (dalam Suryabrata,
2001, h.231) membatasi belajar dengan dua macam rumusan sebagai berikut :
a. Belajar adalah perolehan perubahan tingkah laku yang relatif menetap
sebagai akibat latihan dan pengalaman.
b. Belajar adalah proses memperoleh respon-respon sebagai akibat adanya
latihan khusus.
Sejalan dengan pemikiran tersebut, Cronbach (dalam Suryabrata, 2001,
h.231) mengungkapkan bahwa “learning is shown by a change in behaviour as
as result of exprience” (belajar ditunjukan sebagai hasil dari pengalaman).
Dengan demikian, belajar yang baik adalah dengan mengalami karena
dengan mengalami, seseorang menggunakan panca inderanya. Hal ini sesuai
dengan pendapat Harold Spears yang mengatakan bahwa “Learning is to observe,
10
11
to read, to imitiate, to try something themselves, to listen, to follow direction”
(Suryabrata, 2001, h. 203).
Skinner (dalam Muhibbin Syah, 2002) berpendapat bahwa belajar adalah
suatu proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara
progresif. Pernyataan ini diungkap dalam pernyataan singkatnya, bahwa belajar
adalah .... a process of progressive behaviour adaptation. Skinner percaya bahwa
proses adaptasi tersebut akan mendatangkan hasil yang optimal apabila diberi
penguat (reinforcer).
Reber (dalam Muhibbin Syah 66:2004) membatasi belajar dengan dua
macam definisi, yaitu :
1. Belajar adalah the process of acquiring knowledge, yakni proses
memperoleh pengetahuan.
2. Belajar adalah a relatively permanent change in responds potentiality
which occurs as a result of reinforced practise, yaitu suatu perubahan
kemampuan bereaksi yang relatif langgeng sebagai hasil latihan yang
diperkuat.
Berdasarkan beberapa uraian di atas, dapat diambil pengertian bahwa
belajar merupakan perubahan tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai
hasil dari pengalaman dan interaksi dengan lingkungan (menggunakan panca
indera) yang melibatkan proses kognitif.
12
2.1.2 Pengertian prestasi belajar
Menurut Utami Munandar (1922, h.18), prestasi merupakan perwujudan
dari bakat dan kemampuan. Prestasi yang sangat menonjol dalam salah satu
bidang mencerminkan bakat yang unggul dalam bidang tersebut. Namun, pada
kenyataannya belum tentu orang yang berbakat akan selalu mencapai prestasi
yang tinggi pula. Hal ini disebabkan oleh adanya faktor lain yang ikut menentukan
sejauhmana bakat tersebut dapat diwujudkan.
Secara bahasa prestasi berasal dari bahasa Belanda, yaitu ”prestatie” yang
kemudian dalam bahasa Indonesia berkembang menjadi prestasi yang berarti hasil
usaha (Arifin, 1991, h.2) Selain itu, kamus Umum Bahasa Indonesia mengartikan
prestasi sebagai hasil yang dicapai (dilakukan, dikerjakan, dan sebagainya)
(Poerwadinata, 1984, h. 768). Hal ini memberi arti bahwa prestasi belajar
menunjukan pada hasil yang dicapai oleh individu melalui usaha pembelajaran.
Dalam Kamus Bahasa Indonesia, prestasi belajar terdiri dari (dua) kata,
yakni “prestasi” dan “belajar”. Prestasi diartikan sebagai hasil yang telah dicapai
(dari yang telah dilakukan, dikerjakan dan sebagainya). Prestasi tidak akan pernah
dihasilkan selama seseorang tidak melakukan suatu kegiatan. Sedangkan belajar
adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang
(Sudjana, 2005: 28).
Dengan demikian, prestasi belajar bukan hanya perwujudan dari bakat dan
kemampuan individu, tetapi juga merupakan hasil dari sebuah upaya belajar.
Pembelajaran dalam sebuah pendidikan adalah usaha manusia (pendidik)
untuk membimbing anak didiknya menuju kedewasaan dengan penuh tanggung
13
jawab. Sebagai suatu usaha yang mempunyai tujuan atau cita-cita tertentu, sudah
sewajarnya dalam proses belajar mengandung masalah penilaian terhadap hasil
usaha tersebut.
Pada dasarnya, pengungkapan hasil belajar yang ideal harus meliputi
segenap ranah psikologis (ranah cipta, rasa dan karsa) yang berubah sebagai
akibat pengalaman dan proses belajar siswa. Namun, pengungkapan perubahan
pada keseluruhan tingkah laku, terutama ranah rasa, sangat sulit dilakukan. Hal ini
disebabkan oleh adanya bentuk perubahan hasil belajar yang bersifat intangible
(tak dapat diraba) (Syah, 2000, h.150). Oleh karena itu, untuk mengadakan
penilaian pada beberapa ranah tersebut dapat dilakukan melalui pengujian atau tes
lisan, tulisan, pemberian tugas atau observasi yang disesuaikan dengan indikator
pada ranah yang hendak diungkap.
Untuk mengadakan penilaian yang berkenaan dengan prestasi belajar,
dapat dilakukan melalui evaluasi, baik dalam ragam formatif maupun sumatif.
Evaluasi formatif berlangsung di tengah-tengah berjalannya program pengajaran.
Sedangkan evaluasi sumatif dilaksanakan pada akhir keseluruhan program
(Sidjabat, 1993).
Salah satu bentuk penerapan evaluasi sumatif adalah Tes Hasil Belajar
(THB) yang dijadikan sebagai alat ukur untuk menentukan taraf keberhasilan
sebuah proses belajar mengajar atau untuk menentukan taraf keberhasilan sebuah
pogram pengajaran (Syah, 2000, h. 141). Selain itu, hasil belajar pun dapat
memberitahukan seberapa jauh kemajuan belajar pada peserta didik. Format
keberhasilan siswa tersebut akan dilaporkan melalui buku laporan siswa (raport)
14
karena ini merupakan perumusan terakhir yang diberikan guru mengenai
kemajuan atau hasil belajar murid dalam masa tertentu (empat atau enam bulanan)
(Suryabrata, 201, h. 297).
Untuk mengambarkan keberhasilan dan menganalisa prestasi siswa dapat
menggunakan lambang A-B-C-D-E (jarang digunakan untuk sekolah lanjutan),
skala penilaian dari 0 (nol) sampai 10, atau peniaian dari 0 (nol) sampai 100.
Ketika menggunakan standar 0-10, siswa mendapat nilai kurang dari 6
(enam atau 5 ke bawah) dipandang belum memenuhi target minimal keberhasilan,
mengalami kesulitan belajar, atau memiliki prestasi belajar yang rendah. Asumsi
ini pun diberlakukan pada siswa yang memperoleh nilai kurang dari 60, jika
penilaian menggunakan standar 0-100 (Hallen, 2002 , h. 134-135).
Selain itu, untuk menganalisa adanya siswa yang mengalami kesulitan
belajar dan memiliki prestasi yang rendah pun dapat diperkirakan dengan melihat
individu yang menduduki kurang-lebih 25% di bawah urutan kelompok atau
rangking. Atau dengan membandingkan hasil belajar siswa dengan nilai rata-rata
kelas. Nilai hasil belajar yang berada di bawah ini nilai rata-rata kelas
diperkirakan mendapat kesulitan belajar atau memiliki prestasi belajar yang
rendah, secara keseluruhan maupun per-bidang studi.
Dalam Al-Qur’an, surat Alam Nasyroh (94:1-8), tertulis wahyu Allah
SWT yang berbunyi :
“Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu dan Kami telah menghilangkan daripadamu beban yang memberatkan punggungmu dan Kami tinggalkan sebutan (nama)-mu. Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, maka apabila kamu telah selesai (dari suatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap”.
15
Dalam versi Al-Qur’an, prestasi bersifat duniawi dan akhirat yang tidak
berorientasi pada diri sendiri saja, melainkan pengabdian kepada Allah SWT.
Bertolak dari beberapa deinisi prestasi belajar maka penulis
menyimpulkan bahwa prestasi belajar adalah suatu aktifitas belajar siswa yang
dicapai dalam jangka waktu tertentu melalui suatu proses pengukuran dan
penilaian yang kemudian dituangkan dalam bentuk angka-angka.
2.1.3 Faktor yang Mempengaruhi Prestasi belajar
Prestasi belajar yang dicapai individu merupakan hasil interaksi antara
berbagai faktor, baik di dalam maupun di luar diri. Faktor yang dapat
mempengaruhi positif atau negatif terhadap prestasi belajar dapat dibedakan atas
tiga kelompok besar, yaitu: faktor internal, faktor eksternal, dan faktor pendekatan
belajar. (Suryabrata, 2001, h.223)
1. Faktor Internal
a. Aspek Jasmani (fisiologis) yang dibedakan menjadi dua macam, yakni :
1) Jasmani yang lelah atau sakit dapat menyebabkan terganggunya
aktifitas seseorang sehingga kegiatan belajarnya kurang maksimal.
2) Keadaan fungsi-fungsi fisiologis tertentu, terutama panca indera.
Fungsi panca indera yang kurang baik dapat memungkinkan
terjadinya hambatan pada aktifitas belajar seseorang.
b. Aspek psikologis, diantaranya adalah : tingkat inteligensi, sikap siswa
terhadap guru dan pelajaran, minat, motivasi dan sikap terhadap guru dan
pelajaran dapat memungkinkan seseorang untuk memiliki hasil belajar
yang baik.
16
2. Faktor Eksternal
a. Aspek sosial
1) Lingkungan sekolah
2) Lingkungan masyarakat
3) Lingkungan tinggal yang cenderung membiarkan anaknya hanya
untuk bermain dapat mempengaruhi berkurangnya motivasi belajar
bagi anak lain di sekitarnya.
4) Lingkungan keluarga, termasuk di dalamnya sifat orangtua, praktik
pengelolaan keluarga, dan ketegangan keluarga. Interaksi sosial yang
terjalin secara berkelanjutan ini akan menciptakan iklim yang
berbeda-beda pada setiap keluarga.
b. Aspek non-sosial.
Yang termasuk dalam aspek ini seperti fasilitas di rumah, fasilitas
belajar, penataan rumah sebagai tempat tinggal beserta letaknya.
c. Aspek budaya (Ahmad & Supriono, 1990, h. 131)
Seperti : adat istiadat, ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian. Dalam
hal ini, seberapa besar suatu adat atau kebudayaan memberi dukungan pada
warganya untuk mempergunakan ilmu pengetahuan (seperti buku bacaan) dan
teknologi dapat mendukung aktifitas belajarnya.
3. Faktor pendekatan belajar
(Ahmadi & Supriono, 1990, h. 131-139), digolongkan menjadi dua macam,
yakni :
a. Faktor stimuli belajar
17
Yang dimaksud adalah segala hal di luar individu untuk mengadakan
reaksi atau perbuatan belajar yang berkenaan dengan :
1) Panjangnya bahan pelajaran
2) Kesulitan bahan pelajaran
3) Berat-ringannya tugas yang diberikan
b. Faktor metode belajar
Metode belajar yang dipakai oleh guru sangat mempengaruhi metode
belajar yang dipakai oleh siswa.
Martinis Yamin (2005: 97) berpendapat bahwa, "Belajar merupakan
proses orang untuk memperoleh kecakapan, keterampilan dan sikap”. Jadi belajar
akan membawa sesuatu perubahan pada individu-individu yang belajar.
Perubahan tidak hanya berkaitan dengan ilmu pengetahuan, tetapi juga berbentuk
kecakapan, keterampilan, sikap, pengertian, harga diri, watak dan penyesuaian diri
(Sadirman, 2007: 21).
Untuk mendapatkan suatu prestasi tidaklah semudah yang dibayangkan,
karena memerlukan perjuangan dan pengorbanan dengan berbagai tantangan yang
harus dihadapi.
Penilaian terhadap hasil belajar siswa untuk mengetahui sejauhmana ia
telah mencapai sasaran belajar inilah yang disebut sebagai prestasi belajar. Seperti
yang dikatakan oleh Winkel (1997:168) bahwa proses belajar yang dialami oleh
siswa menghasilkan perubahan-perubahan dalam bidang pengetahuan dan
pemahaman, dalam bidang nilai, sikap dan keterampilan. Adanya perubahan
tersebut tampak dalam prestasi belajar yang dihasilkan oleh siswa terhadap
18
pertanyaan, persoalan atau tugas yang diberikan oleh guru. Melalui prestasi
belajar siswa dapat mengetahui kemajuan-kemajuan yang telah dicapainya dalam
belajar.
Dari pendapat-pendapat tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar
adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan tingkah laku pada diri
seseorang yang menghasilkan perubahan dalam kecakapan keterampilan dan
sikap. Selanjutnya pengertian prestasi belajar adalah penilaian hasil usaha
kegiatan yang dinyatakan dalam bentuk symbol angka, huruf maupun kalimat
yang dapat mencerminkan hasil yang sudah dicapai oleh setiap anak dalam
periode tertentu (Tirtonegoro, 2006: 43). Sedangkan menurut Nana Syaodih
Sukmadinata (2005: 102), "Hasil belajar atau achievement merupakan realisasi
atau pemekaran dari kecakapan-kecakapan potensial atau kapasitas yang dimiliki
oleh seseorang".
Untuk mengetahui prestasi belajar siswa harus melalui tes pada bidang
studi tertentu. Pemberian tes prestasi belajar dapat dilakukan sesudah seluruh
materi pelajaran selesai pada periode tertentu. Dalam hal ini tes diberikan berupa
tes formatif dan tes sumatif. Hasil belajar tersebut dapat dilihat pada hasil tes
evaluasi akhir. Dari hasil evaluasi itu dapat diketahui prestasi belajar siswa yang
berupa tingkat prestasi atau rangking tingkatan (Sukmadinata, 2005 : 105).
Dari beberapa pengertian diatas, maka sangat jelas bahwa dengan melalui
sebuah tes yang sebelumnya diperhitungkan terlebih dahulu validitas dan
realibilitas datanya, yang seterusnya akan menghasilkan data yang valid sehingga
akan dapat diketahui prestasi belajar siswa yang cukup objektif. Dan bahwa
19
prestasi belajar merupakan hasil usaha belajar yang dicapai seorang siswa berupa
suatu kecakapan dari kegiatan belajar bidang akademik di sekolah pada jangka
waktu tertentu yang dicatat pada setiap akhir semester di dalam buki laporan yang
disebut rapor
Berdasarkan pendapat-pendapat diatas penulis menarik kesimpulan bahwa
prestasi belajar adalah hasil aktifitas belajar yang dicapai siswa berupa kesan-
kesan yang mengakibatkan perubahan perilaku sesuai dengan tujuan-tujuan
instruksional yang mencakup tiga aspek (kognitif, afektif dan psikomotorik),
kemudian ditunjukkan dengan data-data kualitatif maupun kuantitatif melalui tes
ujian akhir semester yang dapat dilihat dari hasil tes tersebut pada mata kuliah
statistik dalam jangka waktu tertentu.
2.1.4 Definisi Statistik
Secara etimologis kata "statistik" berasal dari kata status (bahasa latin)
yang mempunyai persamaan arti dengan kata state (bahasa Inggris) atau kata staat
(bahasa Belanda), dan yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi
negara. Pada mulanya, kata "statistik" diartika sebagai "kumpulan bahan
keterangan (data), baik yang berwujud angka (data kuantitatif) maupun yang tidak
berwujud angka (data kualitatif), yang mempunyai arti penting dan kegunaan yang
besar bagi suatu negara. Namun, pada perkembangan selanjutnya, arti kata
statistik hanya dibatasi pada "kumpulan bahan keterangan yang berwujud angka
(data kuantitatif)" saja; bahan keterangan yang tidak berwujud angka (data
kualitatif) tidak lagi disebut statistik.
20
Dalam kamus bahasa Inggris akan kita jumpai kata statistics dan kata
statistic. Kedua kata itu mempunyai arti yang berbeda. Kata statistics artinya
"ilmu statistik", sedang kata statistic diartika sebagai "ukuran yang diperoleh atau
berasal dari sampel," yaitu sebagai lawan dari kata "parameter" yang berarti
"ukuran yang diperoleh atau berasal dari populasi".
2.2 Kecemasan
2.2.1 Definisi Kecemasan
Kata kecemasan atau anxiety berasal dari bahasa latin yaitu anxietas yang
berarti untuk menunjukan suatu keadaan yang tidak tenang atau suatu kegelisahan.
Hal itu dimaksudkan untuk menggambarkan suatu respon yang berhubungan
dengan fisik maupun psikis terhadap sesuatu yang mengancam dirinya dan situasi
tersebut menekan dirinya atau ia dipaksa melakukan sesuatu diluar
kemampuannya. (Bill. R.S, 1982, h. 69)
Cemas merupakan suatu reaksi atau ungkapan emosi yang dapat ditemui
dalam kehidupan sehari-hari. Kecemasan adalah suatu kondisi atau keadaan emosi
yang kurang menyenangkan yang dialami manusia. Dalam kondisi cemas,
seseorang akan merasa ragu-ragu dalam bertindak, ada perasaan tidak tenang,
was-was, curiga dan sulit untuk melakukan tindakan aktifitasnya dengan baik
sehingga keberhasilannya akan sulit dicapai. Dalam keadaan seperti ini akan
terjadi suatu hal yang samar-samar (vague) yang disertai dengan perasaan tidak
berdaya dan tidak tentu (Lazarus, 1976).
21
Kecemasan adalah ketegangan, rasa tidak aman dan kekawatiran yang
timbul karena dirasakan terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan tetapi
sumbernya sebagian besar tidak diketahui dan berasal dari dalam (DepKes RI,
1990).
Kecemasan dapat didefininisikan suatu keadaan perasaan keprihatinan,
rasa gelisah, ketidaktentuan, atau takut dari kenyataan atau persepsi ancaman
sumber aktual yang tidak diketahui atau dikenal (Stuart and Sundeens, 1998).
Kecemasan adalah suatu keadaan yang ditandai dengan perasaan ketakutan
yang disertai dengan tanda somatik yang menyatakan terjadinya hiperaktifitas
sistem syaraf otonom. Kecemasan adalah gejala yang tidak spesifik yang sering
ditemukan dan sering kali merupakan suatu emosi yang normal (Kusuma W,
1997).
Kecemasan adalah respon terhadap suatu ancaman yang sumbernya tidak
diketahui, internal, samar-samar atau konfliktual (Kaplan, Sadock, 1997).
Kecemasan merupakan suatu respon terhadap situasi yang penuh dengan
tekanan. Stres dapat didefinisikan sebagai suatu persepsi ancaman terhadap suatu
harapan yang mencetuskan cemas. Hasilnya adalah bekerja untuk melegakan
tingkah laku (Rawlins, at al, 1993).
Sudah sekian lama para pakar psikologi berupaya untuk menjelaskan
tentang teori kecemasan. Secara etimologi kecemasan atau anxiety berasal dari
kata angustus yang berarti sempit atau terbatas dan dari kata ango atau anci yang
berarti mencekik, menahan atau mengikat (Stern, 1964).
22
Telah banyak ahli yang membahas masalah kecemasan ini, tetapi
pembahasan tersebut berbeda-beda sesuai dengan teori yang mendasarinya.
Menurut Psikoanalisa, kecemasan merupakan suatu reaksi dari kegagalan terhadap
fungsi ego,sedangkan aliran behavior menyebutkan bahwa kecemasan adalah
sesuatu yang dipelajari dan merupakan suatu motif untuk menghindari rasa sakit
yang kuat. Meskipun pengertian kecemasan dalam konsep bermacam-macam
tetapi dapat dilihat bahwa kecemasan merupakan bagian dari aspek emosi, dan
dapat ditimbulkan karena keadaan emosional sesaat yang timbul dalam menhadapi
sesuatu stress tertentu. Stress yang berkepanjangan dapat menimbulkan
kecemasan.
Beberapa ahli mendefinisikan kecemasan sebagai berikut :
Kecemasan menurut American Psichiatric Association adalah berupa
gejala perasaan takut tanpa alasan yang jelas, merasa jengkel terhadap masalah
kecil, sulit memutuskan masalah, merasa tegang dan terus-menerus (Mujid, 2002).
Kecemasan adalah emosi yang tidak menyenangkan, yang ditandai dengan
istilah-istilah kekhawatiran yang timbul karena dirasakan akan terjadi sesuatu
yang tidak menyenangkan (Maramis, 1995).
Stress dapat berbentuk psikologis, sosial atau fisik. Beberapa teori
memberikan kontribusi terhadap kemungkinan faktor etiologi dalam
pengembangan kecemasan. Teori-teori tersebut adalah sebagai berikut :
Teori Psikodinamik Freud (1993) mengungkapkan bahwa kecemasan
merupakan hasil dari konflik psikis yang tidak disadari. Kecemasan menjadi tanda
terhadap ego untuk mengambil aksi penurunan cemas. Ketika mekanisme diri
23
berhasil, kecemasan menurun dan rasa aman datang lagi. Namun bila konflik terus
berkepanjangan, maka kecemasan ada pada tingkat tinggi. Mekanisme pertahanan
diri dialami sebagai simptom, seperti phobia, regresi dan tingkah laku
ritualistik. Konsep psikodinamik menurut Freud ini juga menerangkan bahwa
kecemasan timbul pertama dalam hidup manusia saat lahir dan merasakan lapar
yang pertama kali. Saat itu dalam kondisi masih lemah, sehingga belum mampu
memberikan respon terhadap kedinginan dan kelaparan, maka lahirlah kecemasan
pertama. Kecemasan berikutnya muncul apabila ada suatu keinginan dari Id untuk
menuntut pelepasan dari ego, tetapi tidak mendapat restu dari super ego, maka
terjadilah konflik dalam ego, antara keinginan Id yang ingin pelepasan dan sangsi
dari super ego lahirlah kecemasan yang kedua. Konflik-konflik tersebut ditekan
dalam alam bawah sadar, dengan potensi yang tetap tak terpengaruh oleh waktu,
sering tidak realistik dan dibesar-besarkan. Tekanan ini akan muncul ke
permukaan melalui tiga peristiwa, yaitu : sensor super ego menurun, desakan Id
meningkat dan adanya stress psikososial, maka lahirlah kecemasan-kecemasan
berikutnya (Prawirohusodo, 1988).
Menurut Freud (dalam Hall, 1993), saat individu menghadapi keadaan
yang dianggapnya mengancam, maka secara umum ia akan memiliki reaksi yang
biasanya berupa rasa takut. Kebingungan menghadapi stimulus yang berlebihan
yang tidak berhasil dikendalikan oleh ego, maka ego akan diliputi rasa kecemasan.
Kecemasan sebagai tanda peringatan bagi individu bahwa ia dalam bahaya. Hal
ini merupakan isyarat bagi ego untuk melakukan tindakan-tindakan yang tepat.
24
Selain itu, Freud (dalam Hall, 1993), juga menambahkan bahwa
kecemasan adalah suatu keadaan tegangan dan merupakan suatu dorongan yang
timbul oleh sebab-sebab dari luar. Kecemasan dapat timbul secara mendadak atau
secara bertahap selama beberapa menit jam atau hari. Kecemasan dapat
berlangsung selama beberapa detik sampai beberapa tahun. Beratnya juga
bervariasi, mulai dari rasa cemas yang hampir tidak tampak sampai pada letupan
kepanikan.
Kecemasan merupakan salah satu bagian dari respon yang penting dalam
mempertahankan diri. Sejumlah kecemasan tertentu merupakan bagian dari unsur
peringatan yang tepat dalam suatu keadaan yang berbahaya. Tingkat kecemasan
seseorang memberikan pergantian yang tepat dan tak tampak dalam suatu
spectrum kesadaran, mulai dari tidur, siaga, kecemasan, ketakutan, demikian
secara berulang-ulang. Terkadang sistem kecemasan seseorang tidak berfungsi
dengan baik atau terlalu berlebihan, sehingga terjadilah suatu penyakit kecemasan.
Jika kecemasan terjadi bukan pada saat yang tepat atau sangat hebat dan
berlangsung lama sehingga mengganggu aktifitas yang normal, maka hal ini sudah
merupakan penyakit. Penyakit kecemasan sangat mengganggu dan begitu
mempengaruhi penderitanya sehingga bisa terjadi depresi. Beberapa penderita
memiliki penyakit kecemasan dan depresi pada saat yang bersamaan. Penderita
lainnya lebih dulu mengalami depresi, baru kemudian penyakit kecemasan.
Adapun definisi kecemasan menurut Kartono (2002), adalah sebagai berikut :
Kecemasan adalah semacam kegelisahan-kegelisahan dan “ketakutan” terhadap sesuatu yang tidak jelas, yang difus atau baur dan mempunyai ciri meng-azab
25
pada seseorang. Bila kita merasa bahwa kehidupan ini terancam oleh sesuatu – walaupun sesuatu itu tidak jelas – maka kita menjadi cemas. Kita juga akan merasa cemas apabila kita khawatir kehilangan seseorang yang kita cintai, dan dengan dirinya kita telah menjalin ikatan-ikatan emosional yang kuat sekali. Perasaan-perasaan bersalah dan berdosa serta bertentangan dengan hati nurani, dapat juga menimbulkan banyak kecemasan. Menurut Al-Isawi (2005), kecemasan mirip dengan ketakutan dan
merupakan kekuatan pendorong. Kata cemas di sini menunjuk pada keadaan yang
memungkinkan terjadinya kejahatan, bahaya, perhatian yang berlebihan, tegang,
tidak stabil dan sulitnya kehidupan internal dan eksternal bagi seseorang. Dari sini
dapat dipahami bahwa kecemasan hampir satu jenis dengan ketakutan. Ketakutan
yang normal berdasar pada adanya suatu obyek yang ditakuti, sementara
kecemasan merupakan ketakutan pada obyek yang tidak jelas, atau bahkan tidak
ada obyeknya sama sekali. Suatu keadaan tidak menggembirakan dan
membahagiakan. Ia merupakan kondisi yang tegang, dan seseorang biasanya
berusaha untuk lari dan menghindar darinya.
Atkinson (1999), menyatakan istilah kecemasan pertama kali digunakan
oleh Sigmund Freud. Ia mendefinisikan kecemasan itu sebagai salah satu bentuk
emosi yang sangat penting dalam teori psikoanalisanya. Kecemasan timbul karena
adanya konflik yang tidak disadari antara implus id (terutama seksual dan agresi)
dengan kendala yang ditetapkan oleh ego dan super ego. Implus-implus id ini
menimbulkan ancaman bagi individu karena bertentangan dengan nilai pribadi
dan nilai sosial. Pertentangan antara id yang mempunyai prinsip kesenangan dan
ego yang mempunyai prinsip kenyataan (Effendi, 1993).
Menurut Atkinson (1996), kecemasan adalah emosi yang tidak
menyenangkan ditandai dengan istilah-istilah kekhawatiran, keprihatinan dan rasa
26
takut yang kadang-kadang dialami dalam tingkat yang berbeda. Segala bentuk
situasi yang mengancam kesejahteraan organisme seperti ancaman fisik, ancaman
terhadap harga diri dan tekanan untuk melakukan sesuatu di luar kemampuan
dapat menimbulkan kecemasan.
Davidoff (1988), mendefinisikan kecemasan sebagai emosi yang ditandai
oleh perasaan bahaya yang diantisipasikan, termasuk juga ketegangan dan stress
yang menghadang dan bangkitnya sistem saraf simpatetik. Kecemasan dapat juga
dikatakan sebagai suatu respon yang dapat dipelajari. Menurut teori belajar sosial,
kecemasan diasosiasikan sebagai situasi tertentu melalui proses belajar. Gadis
kecil yang dihukum orang tuanya karena menentang kehendak mereka dan
berusaha memaksakan kehendaknya sendiri pada akhirnya akan mengasosiasikan
rasa sakit hukuman dengan perilaku memaksa. Bila ia memikirkan usaha
memaksakan kehendaknya dan menentang orang tuanya akan mengalami
kecemasan.
Sedangkan istilah kecemasan dalam psikiatri muncul untuk merujuk pada
suatu respon mental dan fisik terhadap situasi yang menakutkan dan mengancam.
Secara mendasar lebih merupakan respon fisiologis ketimbang respon patologis
terhadap ancaman, sehingga orang cemas tidaklah harus abnormal dalam perilaku
mereka, bahkan kecemasan merupakan perilaku respon yang sangat diperlukan, ia
berperan untuk menyiapkan individu untuk menghadapi ancaman baik fisik
maupun psikologis. Dalam Kamus Lengkap Psikologi, (Chaplin, 2001)
menyatakan bahwa :
Kecemasan merupakan perasaan campuran yang berisikan ketakutan dan keprihatinan mengenai masa-masa mendatang tanpa sebab khusus untuk
27
ketakutan tersebut. Kecemasan juga dapat diartikan sebagai rasa takut atau kekhawatiran kronis pada tingkat yang ringan; khawatir atau ketakutan yang kuat dan meluap-luap; satu dorongan sekunder mencakup suatu reaksi penghindaran yang dipelajari. Selain itu, kecemasan dapat juga diartikan sebagai perasaan khawatir,
cemas, gelisah dan takut yang muncul secara bersamaan yang biasanya diikuti
dengan naiknya rangsangan pada tubuh seperti jantung berdebar-debar, keringat,
grogi, dan lain sebagainya. Kecemasan dapat timbul sebagai reaksi terhadap
bahaya baik yang sungguh-sungguh ada maupun yang tidak yang seringkali
disebut sebagai free floating anxiety, yaitu suatu kecemasan yang terus
mengambang tanpa diketahui penyebabnya (Susabda, 1999).
Kecemasan juga dituturkan oleh Zakiah Daradjat (1990), beliau
menyatakan bahwa kecemasan merupakan manifestasi dari berbagai proses emosi
yang bercampur baur yang terjadi ketika orang sedang mengalami tekanan dan
pertentangan batin. Kecemasan itu sendiri timbul dari konflik di dalam diri
individu terhadap sesuatu yang tidak jelas obyeknya.
Dari beberapa uraian di atas tentang definisi kecemasan, maka dapat
ditarik suatu kesimpulan bahwa kecemasan merupakan suatu keadaan mental
manusia baik perasaan khawatir, cemas, gelisah dan takut yang muncul secara
bersamaan yang biasanya diikuti dengan naiknya rangsangan pada tubuh seperti
jantung berdebar-bedar, keringat dingin, grogi atau kecemasan kegelisahan
kekhawatiran dan ketakutan terhadap sesuatu. Kecemasan merupakan suatu
keadaan atau reaksi dasar pada diri seseorang dalam menghadapi situasi yang
dirasakan mengancam atau mengganggu dan berbahaya demi ego. Timbulnya
28
kecemasan ini disebabkan oleh beberapa faktor baik yang timbul dari dalam diri
individu maupun dari luar diri individu.
Meskipun terdapat beberapa definisi kecemasan seperti yang telah
disebutkan di atas, namun dalam penelitian ini penulis akan menggunakan dasar
teori kecemasan seperti yang dipaparkan oleh Spielberger dimana kecemasan
dibagi menjadi dua jenis yakni, state anxiety dan trait anxiety. State Anxiety
merupakan kecemasan sesaat dimana reaksi kecemasan ditentukan oleh kondisi
stimulus yang dihadapi, sedangkan trait anxiety merupakan kecemasan (umum)
mendasar yang berorientasi pada karakteristik orang tersebut sebagai penentu
tindakannya pada situasi yang berbeda-beda. Dalam penelitian ini nantinya, selain
melihat bentuk-bentuk kecemasan yang secara umum, peneliti juga akan
menelaah bentuk kecemasan yang manakah yang di miliki individu yang menjadi
subyek penelitian (trait dan state anxiety-nya).
Menurut Spielberger (1966), kecemasan dibedakan menjadi dua yaitu state
anxiety dan trait anxiety. State Anxiety adalah gejala kecemasan yang timbul
apabila seseorang diahadapkan pada situasi yang dirasakan mengancam,
berlangsung sementara dan ditandai dengan perasaan subyektif akan tekanan-
tekanan tertentu, kegugupan dan aktifnya susunan syaraf pusat. Trait Anxiety
adalah kecemasan yang menetap pada diri seseorang dan merupakan pembeda
antara satu individu dengan individu lainnya. Kecemasan ini sudah terintegrasi
dalam kepribadian sehingga seseorang yang memiliki kecemasan ini lebih mudah
cemas bila menghadapi suatu situasi.
29
Sebenarnya kecemasan merupakan reaksi yang normal terhadap sesuatu
yang dianggap membahayakan di dalam kehidupannya. Manusia akan menemui
berbagai macam masalah dan kekecewaan yang mungkin tidak dapat
ditanggulangi juga ketakutan-ketakutan yang dapat menimbulkan kecemasan .
Apabila kecemasan itu sudah berlebihan dan berlangsung pada waktu yang lama ,
maka akan dapat mengganggu keseimbangan hidupnya juga hubungan
internasionalnya.
Mengenai kecemasan atau anxiety ini, Spielberger berpendapat sebagai berikut :
“ As a signal of danger , anxiety is accompanied by a host of interrelated somatic processes which are in the nature of activity preparatory to emergency action. ( Spielberger, 1966, h. 133 ).
Berdasarkan beberapa batasan yang telah dikemukakan maka dapat
disimpulkan bahwa kecemasan merupakan suatu reaksi emosi terhadap berbagai
rangsang stress, dan dapat dijadikan tanda untuk menghadapi stress berikutnya.
Selain itu kecemasan merupakan tanda bahaya yang disertai dengan adanya proses
somatic dan membentuk suatu strategi untuk mengatasinya. Jadi dengan adanya
kecemasan , maka individu akan berada dalam kondisi terjaga dan siap untuk
menghadapi bahaya didalam hidupnya.
Spielberger (Bill R.S, 1982 ) membahas proses kecemasan dengan
membaginya menjadi 5 komponen, Yaitu :
1. Evaluated Situation.
Adanya situasi yang mengancam, sehingga ancaman ini menyebabkan
timbulkan kecemasan.
2. Perception Of Situation.
30
Situasi yang mengancam diberi penilaian individu. Penilaian ini
dipengaruhi oleh sikap, kemampuan dan pengalaman masa lalu individu.
3. Anxiety State Reaction.
Jika individu menganggap bahwa situasi yang berbahaya maka reaksi
kecemasan akan timbul. Kompleksitas respon dikenal sebagai reaksi
kecemasan sesaat yang melibatkan respon fisiologis, seperti denyut
jantung , dan tekanan darah.
4. Cognitif Reappraisal Follow.
Kemudian individu menilai kembali situasi yang mengancam tersebut.
Untuk itu individu menggunakan pertahanan diri ( defence mechanism )
atau dengan meningkatkan aktifitas kognisi atau motoriknya.
5. Coping.
Disini individu menemukan jalan keluarnya dengan menggunakan defence
mechanism, misalnya proyeksi atau rasionalisasi.
2.2.2 Tipe-tipe kecemasan
Spielberger mengemukakan mengenai adanya dua konsep kecemasan yaitu
kecemasan dasar ( Trait Anxiety ) dan kecemasan sesaat ( State Anxiety ). Ia
berpendapat :
“ State anxiety an empirical process or reaction which is taking now at given level of intencity…. (and is ) characterized by subjective consciously perceived feelings of apprehension and tension, accompanied by or associated with activation or arousal of the autonom nervous system “ ( Spielberger , 1966 ). “Trait anxiety indicated a latent dispotition for a reaction of a certain type to occur if is triggered by the appropriate ( sufficiently atress ful ) stimuli . . . ( at is defined as ) a motive or acquired behavioural is potition that predisposes an individual to perceive a wide range of objectively non dangerous circumstance
31
anxiety reaction disproportionate in intensity to the magnitude of the objective danger “ (Spielberger ). Banyak teori tentang kecemasan, diantaranya adalah yang dikemukakan olah
Spielberger.
Kecemasan dasar diartikan sebagai kecenderungan individu untuk lebih
mudah menghayati kecemasan bila dihadapkan pada situasi yang mengundang
stress. Kecemasan dasar ini merupakan bagian dari kepribadian yang terbentuk
oleh pengalaman masa lalu. Individu yang memiliki kecemasan dasar tinggi akan
lebih cepat mengalami stress karena cenderung mempresepsi suatu stimulus yang
sebenarnya tidak berbahaya bagi ancaman dengan melebih-lebihkan stimulus
tersebut. Sedangkan kecemasan sesaat adalah suatu keadaan emosional yang
tergugah oleh situasional .
Menurut Spielberger , adanya keadaan yang membahayakan atau tidak
pada diri individu ditentukan oleh penilaian kognitif individu . kecemasan itu
sendiri merupakan suatu proses keurutan dari adanya :
Stress → penilaian kognitif → kecemasan sesaat
Tingkah laku ← Defence Mechanism ← Penilaian kembali Terhadap situasi
Proses ini terjadi karena adanya pikiran yang memperkirakan atau meramalkan
suatu ancaman , atau ingatan terhadap keadaan yang membahayakan yang pernah
dialami . Tokoh lainnya yang membahas mengenai Trait Anxiety adalah Selvin
(1975) dan Hollegsworth (1975) yang menyatakan :
“ low a trait subject performed significantly better than high anxiety trait subject under all experiment condition” .
32
Ditambahkan oleh Winkel (1977) :
“ low a trait performed better than those high on trait on the learning task “ .
Kedua pendapat di atas menyatakan bahwa subjek yang memiliki trait
anxiety rendah lebih baik dari pada subyek dengan trait anxiety yang tinggi dalam
melakukan tugas-tugasnya. Sedangkan kecemasan sesaat merupakan keadaan
emosi sesaat yang dipengaruhi oleh situasi dan diberi penilaian secara subyektif
sesuai dengan penghayatan kecemasan masa lalunya.
Spielberger menginterprestasikan kecemasan sebagai emotional state
dengan karakteristik reaksi antara lain :
a. Perubahan intensitas
b. Variasi waktu yang berlebihan
c. Secara jelas adanya intensitas emosi yang tidak menyenangkan, tidak adanya
pekerjaan , gangguan dan ketakutan
d. Secara serentak terjadi perubahan dalam sistem syaraf.
Penjelasan kecemasan menurut konsep state trait anxiety Spielberger
dapat dilihat pada bagan dibawah ini :
33
Bagan tersebut menerangkan adanya stressor (ancaman) dari luar diri,
yang kemudian dinilai oleh kognitif individu. Penilaian itu tergantung pada
proses belajar dan kemampuan yang dimiliki individu. Apakah ia akan menilai
stimulus yang datang sebagai sesuatu yang membahayakan atau tidak. Apabila
stimulus itu dinilai dapat membahayakannya, maka tergugahlah kecemasan
sesaatnya dan pada saat itu akan muncul reaksi fisiologis dan psikologis. Reaksi
ini menimbulkan perasaan yang tidak menyenangkan dalam diri individu.
Individu tersebut akan berusaha mengurangi atau menghilangkan keadaan yang
tidak menyenangkan tersebut dengan menggunakan defence mechanism atau
pertahanan diri dengan meningkatkan aktifitas kognitifnya.
Berdasarkan beberapa batasan yang telah dikemukakan maka dapat
disimpulkan bahwa kecemasan merupakan suatu reaksi emosi terhadap berbagai
rangsang stress, dan dapat dijadikan tanda untuk menghadapi stress berikutnya.
Selain itu kecemasan merupakan tanda bahaya yang disertai dengan adanya proses
somatik dan membentuk suatu strategi untuk mengatasinya. Jadi dengan adanya
kecemasan maka individu akan berada dalam kondisi terjaga dan siap untuk
menghadapi bahaya dalam hidupnya.
2.2.3 Sumber-Sumber Kecemasan
Berbagai macam pernyataan mengenai sumber suatu kecemasan itu
muncul misalnya menurut Freud sumber kecemasan adalah bahaya yang berasal
dari dunia nyata seperti situasi yang mengarah kepada rasa sakit tubuh dan
kesadaran akan adanya hukuman yang berkaitan dengan pelampiasan dorongan
seperti seksual, agresi dan tindakan amoral lainnya yang dilarang oleh norma
34
budaya. Para psikologi kognitif memusatkan perhatiannya pada konflik batin
antara beberapa harapan, keyakinan, sikap, persepsi, informasi, konsep-konsep
yang mengarah kepada disonansi kognitif (Davidoff, 1988).
Sedangkan Psikologi Humanistic menekankan pada konflik mental
khususnya pada saat orang harus memilih gaya hidup yang memuaskan dan
bermakna. Adapun psikolog behavioristik menegaskan bahwa sebagian besar
kecemasan adalah akibat pengkondisian, ketika sebuah obyek dari jenis tertentu
dikaitkan maknanya dengan pengalaman yang menimbulkan kecemasan. Oleh
karena itu, baik konflik kognisi maupun situasi yang jelas mengancam dapat
menimbulkan kecemasan (Davidoff, 1988). Kecemasan yang terjadi pada individu
dapat terjadi melalui suatu proses yang dimulai dengan adanya suatu rangsangan
eksternal maupun internal sampai pada suatu keadaan yang dianggap sebagai
ancaman atau hal yang membahayakan.
Effendi (1993), menyebutkan bahwa ada 5 komponen proses terjadinya
kecemasan. Kelima komponen proses terjadinya kecemasan tersebut adalah
sebagai berikut :
a. Evaluated situation, yaitu adanya situasi yang mengancam secara kognitif
sehingga ancaman ini dapat menimbulkan kecemasan.
b. Perception of situation, yaitu situasi mengancam diberi penilaian oleh
individu yang biasanya penilaian ini dapat mempengaruhi sikap dan
pengalaman individu.
c. Anxiety state of reaction, yaitu individu menganggap bahwa ada situasi
berbahaya, maka reaksi kecemasannya akan timbul. Kompleksitas respon
35
dikenal sebagai reaksi kecemasan sesaat yang melibatkan respon fisiologis
seperti denyut jantung dan tekanan darah.
d. Cognitive reappraisal follows, yaitu individu kemudian menilai kembali
situasi yang mengancam tersebut. Untuk itu individu menggunakan
pertahanan diri atau dengan cara meningkatkan aktivitas kongisi atau
motoriknya.
e. Coping, yaitu individu menggunakan jalan keluar dengan menggunakan
defense mechanism seperti proyeksi atau rasionalisasi.
2.2.4 Gejala-Gejala Kecemasan
Sebagai individu merasa cemas dan tegang dalam menghadapi situasi
yang mengancam dan menekan. Kecemasan dianggap normal bila terjadi dalam
situasi yang oleh kebanyakan orang dapat diatasi dengan mudah.
Atkinson (1999) mengungkapkan keluhan fisik yang lazim antara lain
adalah tidak dapat tenang, tidur terganggu, kelelahan, macam-macam sakit kepala,
kepentingan dan jantung berdebar. Selain itu individu terus menerus
mengkhawatirkan segala macam masalah yang mungkin terjadi dan sulit sekali
berkonsentrasi atau mengambil keputusan. Jika individu itu mengambil
keputusan, maka hal ini akan menghasilkan kekhawatiran lebih lanjut.
Keluhan dan gejala umum yang berkaitan dengan kecemasan ditandai oleh
ciri-ciri seperti gangguan mood (sensitif sekali, cepat marah, mudah sedih dan
sangat mudah untuk kehilangan pegangan), gangguan fisik (mudah lelah, mudah
capek, macam-macam sakit kepala, kepeningan dan jantung berdebar), sulit tidur
36
atau insomnia, kehilangan motivasi dan minat, perasaan-perasaan yang tidak
nyata, sangat sensitive terhadap suara, merasa tidak tahan terhadap suara-suara
yang sebelumnya dianggap biasa, pikiran kosong, tidak mampu berkonsentrasi,
mudah lupa, kikuk, canggung, koordinasi yang buruk, tidak bisa membuat
keputusan, tidak bisa menentukan pilihan, bahkan untuk hal-hal kecil, gelisah,
resah, tidak bisa diam, secara umum kehilangan kepercayaan diri, kecenderungan
untuk melakukan segala sesuatu berulang-ulang, keraguan dan ketakutan yang
mengganggu, terus menerus memeriksa segala sesuatu yang sudah dilakukan.
Semua orang akan mengalami rasa cemas. Hanya ada yang kentara dan
ada yang tidak. Hal ini sangat bergantung kepada pengalaman individu dalam
memecahkan berbagai persoalan hidup. Hal ini juga tergantung cara memandang
persoalan dan apakah sudah biasa mengalami ketegangan hidup. Apakah individu
tersebut memandang wajar dimarahi kalau salah dan orang yang memarahinya
sebenarnya menyayangi orang tersebut, bukan membenci. Reaksi cemas memang
diperlukan untuk membuat seseorang hati-hati akan apa yang dihadapinya.
Namun gejala cemas dianggap patalogis jika reaksi ini dirasakan terus setiap hari
selama satu bulan paling sedikit.
Suryani (2004), mengemukakan bahwa gejala yang muncul biasanya
adalah sebagai berikut :
a) Gejala yang berhubungan dengan perasaan seperti kecemasan mengenai masa
depan, kemampuan menghadapi kehidupan yang sulit akibat harga kebutuhan
sehari-hari naik terus menerus dan cemas akan sulitnya mencari pekerjaan.
Ada juga yang mengeluh sering merasa khawatir, takut, tegang dan gelisah
37
setiap kali anak, suami atau isterinya belum pulang. Ia akan sibuk menelepon
teman-temannya. Timbul kekhawatiran akan kemungkinan buruk yang bisa
terjadi. Selain itu, karena sering merasa cemas dan khawatir ia pun seringkali
mengeluh sulit berkonsentrasi.
b) Sering mengalami keluhan ketegangan motorik seperti gelisah, sakit kepala,
gemetar dan tidak dapat santai.
c) Aktifitas saraf otonomik berlebihan seperti kepala terasa ringan, pusing,
berkeringat, jantung berdebar-debar, sesak nafas, nyeri perut di bagian atas,
mulut kering, dan lain sebagainya. Ada juga yang mengeluh susah tidur atau
terbangun karena mimpi buruk.
M. Al-Isawi (2005), menjelaskan bahwa kecemasan berbeda dalam tingkat
dan kualitas. Ada kecemasan yang normal, dan ini akan hilang seiring dengan
hilang penyebabnya. Ada juga kecemasan yang bersifat kronis atau serius. Hal
inilah yang disebut dengan penyakit kecemasan atau anxiety. Anxiety merupakan
perasaan yang dipenuhi kecemasan, ketakutan terjadinya suatu kejahatan. Hal ini
dirasakan ketika terjadi banyak konflik. Anxiety merupakan gejala umum yang
terdapat pada berbagai penyakit dan gangguan mental serta kejiwaan. Sebagian
orang ketika mempelajari kecemasan ini, menekankan faktor kontinuitas pada
terjadinya keburukan. Selain itu, ada ketakutan yang terus menerus dan
ketidakmampuan untuk menikmati istirahat dan ketenangan yang berkaitan
dengan perasaan takut. Sebagian lain menekankan bahwa masalah kecemasan
lebih sempit dari pada masalah ketakutan.
38
Ada juga hal penting yang perlu diamati bahwa banyak orang yang berada
dalam kecemasan dalam jangka waktu lama ketika mekanisme pertahanan
internalnya tidak berfungsi. Kecemasan kronis ini ditandai dengan beberapa gejala
diantaranya adalah otot gemetar, jantung berdebar-debar, detak jantung meningkat
dan tidak teratur disertai perubahan saraf kelenjar, ketakutan bahwa akan terjadi
sesuatu yang mengerikan dan menakutkan, padahal sesuatu yang mengerikan dan
menakutkan ini tidak diketahui oleh penderita. Inilah yang disebut oleh sebagian
mereka dengan ketakutan pada hal-hal yang tidak nyata.
Dalam ungkapan lain, termasuk ketakutan pada masa depan. Dalam
kondisi kecemasan kronis, penderita tampaknya mampu untuk menghadapi
realitas bahwa jantungnya berdetak dengan cepat, padahal sebenarnya ia telah
mengalami kecemasan. Di antara para penderita, ada yang mengalami kecemasan
parah (kronis). Selanjutnya, pada mereka ini nanti akan berkembang penyakit
saraf dengan tanda-tanda khusus, diikuti dengan menurunnya tingkat kualitas
kecemasan.
Menurut Fahmi (1997), cemas mempunyai beberapa penampilan atau
gejala yang bermacam-macam yang antara lain adalah sebagai berikut :
a) Gejala fisiologis, yaitu ujung-ujung tangan dan kaki terasa dingin,
berkeringat, gangguan pencernaan, jantung berdetak lebih cepat, gangguan
tidur, kepala pusing, hilangnya nafsu makan dan gangguan pernapasan.
b) Gejala kejiwaan antara lain adalah sangat kuat, terasa akan terjadi bahaya
atau penyakit, tidak mampu memusatkan perhatian, selalu merasa akan terjadi
39
kesuraman, kelemahan dan kemurungan, hilang kepercayaan dan ketenangan
serta ingin lari dari kehidupan.
Sedangkan David (1986), menyatakan bahwa seseorang yang mengalami
kecemasan seringkali tidak mau mengakui bahwa dirinya mengalami kecemasan.
Kecemasan dapat dimanifestasikan ke dalam 4 hal yaitu :
a) Secara kognitif dapat bervariasi dari rasa khawatir yang ringan sampai panik.
Seseorang terus menerus mengkhawatirkan segala macam masalah yang
mungkin terjadi dan sulit sekali untuk berkonsentrasi atau mengambil
keputusan akan menimbulkan kekhawatiran lebih lanjut.
b) Secara motorik seperti gemetar dengan goncangan tubuh yang berat,
seseorang sering gugup dan mengalami kesukaran dalam berbicara.
c) Secara somatic dapat berupa gangguan tekanan darah tinggi dan gangguan
pencernaan, kelelahan badan seperti pingsan.
d) Secara afektif, seseorang tidak dapat tenang dan mudah tersinggung sehingga
memungkinkan ia terkena depresi.
Brecht (2000), menggambarkan gejala dan tanda-tanda yang ditimbulkan
oleh kecemasan lebih terinci antara lain adalah sebagai berikut :
a) Ketegangan otot.
Otot biasanya dipengaruhi oleh kekhawatiran termasuk otot kepala, bahu,
dada, perut dan punggung bagian bawah. Ketegangan otot mungkin dialami
sebagai rasa kaku, nyeri, rasa sakit atau perih.
b) Gangguan buang air besar.
40
Diare atau sembelit merupakan tanda-tanda umum kekhawatiran. Kecemasan
karena adanya suatu ancaman yang datang atau peristiwa-peristiwa pening lainnya
dalam hidup seseorang keluar masuk toilet beberapa kali.
c) Depresi.
Pikiran-pikiran tentang keputusan dan ketidak-berdayaan dapat terjadi jika
kekhawatiran terbentuk dalam diri seseorang. Rasa kesedihan dapat juga melanda
seseorang. Peristiwa-peristiwa yang terjadi sepertinya kehidupan kenikmatannya
dan pikiran-pikiran negatif dapat menguasai seseorang.
d) Pola makan.
Kekhawatiran dapat menyebabkan perubahan yang mencolok dalam jumlah
dan kebiasaan makan.
e) Insomnia.
Ini adalah tanda-tanda kekhawatiran yang paling umum. Tidur umumnya
merupakan salah satu yang paling pertama dipengaruhi, namun tergantung pada
kemampuan seseorang untuk berkonsentrasi.
2.2.5 Penanggulangan Kecemasan
Karena kecemasan merupakan emosi yang sangat tidak menyenangkan,
maka tidak akan dapat dihadapi dalam jangka waktu yang lama. Seseorang akan
termotivasi kuat untuk melakukan sesuatu guna meredakan keadaan yang tidak
menyenangkan itu. Selama hidupnya, seseorang mengembangkan berbagai
macam cara untuk mengatasi situasi yang menimbulkan kecemasan dan perasaan
cemas itu sendiri. Atkinson (1999), mengemukakan ada dua cara utama untuk
menanggulangi kecemasan yaitu menitikberatkan masalah dan emosinya.
41
Menititberatkan masalahnya yaitu seseorang menilai situasi yang menimbulkan
kecemasan kemudian melakukan sesuatu untuk mengubah atau menghindarinya.
Sedangkan menitikberatkan pada emosinya yaitu seseorang mereduksi perasaan
cemas melalui berbagai macam cara dan tidak secara langsung menghadapi
masalah yang menimbulkan kecemasan itu. Oleh sebab itu, dalam menghadapi
berbagai kecemasan ini, diperlukan cara-cara bertahan dalam menanggulangi
kecemasan tersebut.
Sebagian dari cara orang yang mereduksi perasaan cemas tanpa
memfokuskan masalahnya adalah tidak diberi nama. Freud menggunakan istilah
mekanisme pertahanan diri untuk menunjukkan proses tidak sadar yang
melindungi seseorang dari kecemasan melalui pemutarbalikkan fakta. Strategi-
strategi ini tidak mengubah kondisi obyektif bahaya dan hanya mengubah cara
orang mempersepsikan atau memikirkan masalah itu (Atkinson, 1999). Ego
berusaha sekuat mungkin menjaga kestabilan hubungannya dengan realitas, id dan
superego. Namun ketika kecemasan begitu menguasai, ego harus berusaha
mempertahankan diri. Secara tidak sadar, ia akan bertahan dengan cara memblokir
seluruh dorongan-dorongan atau dengan menciutkan dorongan-dorongan tersebut
menjadi wujud nyata yang lebih dapat diterima dan tidak terlalu mengancam. Cara
ini disebut mekanisme pertahanan ego (Boeree, 2004).
42
2.2.7 Kecemasan Dan Proses Belajar.
Di dalam psikologi yang memulai membahas mengenai kecemasan adalah
Freud dengan teori psikonalisasinya. Kemudian muncul juga pembahasan dari
aliran Behaviouristik yang bertolak belakang dengan Psikoanalisa.
Menurut Behaviouristik, proses belajar memegang peranan penting dalam
pembentukan kecemasan. Kecemasan adalah hasil atau sesuatu yang dipelajari
juga merupakan dorongan untuk bertingkah laku bagi seseorang.
Salah seorang tokoh Behaviouristik yaitu J.B.Watson membahas
mengenai tingkah laku manusia yang ditampilkan atau yang tercermin secara
fisik. Ia mengatakan bahwa suatu stimulus adalah hasil dari proses belajar.
Terjadinya perubahan itu relatif menetap serta dihasilkan oleh usaha-usaha
tertentu.
G.D.William( 1962 ) dengan ‘drive theory’nya mengemukakan bahwa
meningkatnya kecemasan dapat memperbaiki penampilan atau prestasi.
2.3 Kerangka Berpikir
Belajar merupakan perubahan tingkah laku individu yang relatif menetap
sebagai hasil dari pengalaman dan interaksi dengan lingkungan (menggunakan
panca indera) yang melibatkan proses kognitif.
Pembelajaran dalam sebuah pendidikan adalah usaha manusia (pendidik)
untuk membimbing anak didiknya menuju kedewasaan dengan penuh tanggung
jawab. Sebagai suatu usaha yang mempunyai tujuan atau cita-cita tertentu, sudah
sewajarnya dalam proses belajar mengandung masalah penilaian terhadap hasil
43
usaha tersebut. Prestasi belajar menunjukan pada hasil yang dicapai oleh individu
melalui usaha pembelajaran.
Fenomena yang terjadi bahwa banyak mahasiswa fakultas Psikologi yang
sering mengulang pada mata kuliah statistik merupakan hal yang penulis rasa
perlu untuk diteliti sebabnya. Terlebih lagi fakultas akan merubah kurikulum
dalam penambahan muatan kurikulum bagi mata kuliah statistik. Hal ini tentu
menjadi perhatian tersendiri bagi pihak fakultas termasuk juga bagi mahasiswa
fakultas Psikologi UIN yang latar belakang jurusan di sekolah asalnya sangat
beragam yaitu jurusan IPA, IPS, bahasa dan pesantren. Bagi Mahasiswa yang
jurusan asalanya IPA atau IPS mengikuti mata kuliah statistik bisa jadi menjadi
hal yang biasa ditemui pada sekolah asalnya yang sering diberikan muatan
pelajaran yang berkaitan dengan angka-angka, misal matematika, fisika, kimia.
Lain hal bagi jurusan bahasa, apalagi bagi yang sekolah asalnya dari pesantren.
Selain itu peneliti juga ingin mengetahui apakah yang menyebabkan prestasi
belajar statistik pada mahasiswa fakultas Psikologi UIN Jakarta.
Penelitian ini penting dilakukan karena statistik merupakan alat yang
dipergunakan dalam proses pengembangan ilmu pengetahuan, demikian halnya
dengan psikologi. Selain itu kebijakan pihak fakultas Psikologi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang ingin menjadikan fakultas Psikologi UIN Jakarta
unggul dalam bidang metodologi penelitian dan psikometri mengharuskan
mahasiswa mengikuti perkuliahan statistik lebih banyak dari kebijakan
sebelumnya. Sehingga diharapkan kemampuan statistik mahasiswa meningkat.
44
Dalam penelitian ini prestasi belajar yang ingin diteliti adalah prestasi
belajar statistik mahasiswa fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Pada kenyataannya tinggi rendahnya prestasi belajar seorang anak tidak
hanya ditentukan oleh faktor kecerdasan seorang anak semata. Hal ini terbukti
dari cukup banyaknya anak yang berprestasi walaupun memiliki tingkat
kecerdasan rata-rata, demikian sebaliknya, ada kasus dimana bagi beberapa anak
yang mempunyai tingkat inteligensi (kecerdasan) yang tergolong di atas rata-rata
namun prestasi belajar di sekolahnya biasa-biasa saja dan tidak menonjol. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa ada faktor yang turut menunjang ataupun
melemahkan prestasi belajar ini, antara lain, kemauan atau motivasi maupun
kecemasan yang dimiliki setiap peserta didik.
Menurut Spielberger (1966) kecemasan dasar diartikan sebagai
kecenderungan individu untuk lebih mudah menghayati kecemasan bila
dihadapkan pada situasi yang mengundang stress. Kecemasan dasar ini
merupakan bagian dari kepribadian yang terbentuk oleh pengalaman masa lalu.
Individu yang memiliki kecemasan dasar tinggi akan lebih cepat mengalami stress
karena cenderung mempresepsi suatu stimulus yang sebenarnya tidak berbahaya
bagi ancaman dengan melebih-lebihkan stimulus tersebut. Sedangkan kecemasan
sesaat adalah suatu keadaan emosional yang tergugah oleh situasional .
Menurut Spielberger, adanya keadaan yang membahayakan atau tidak
pada diri individu ditentukan oleh penilaian kognitif individu .Menurut
Spielberger (1966), kecemasan dibedakan menjadi dua yaitu state anxiety dan
trait anxiety. State Anxiety adalah gejala kecemasan yang timbul apabila
45
seseorang dihadapkan pada situasi yang dirasakan mengancam, berlangsung
sementara dan ditandai dengan perasaan subyektif akan tekanan-tekanan tertentu,
kegugupan dan aktifnya susunan syaraf pusat. Trait Anxiety adalah kecemasan
yang menetap pada diri seseorang dan merupakan pembeda antara satu individu
dengan individu lainnya. Kecemasan ini sudah terintegrasi dalam kepribadian
sehingga seseorang yang memiliki kecemasan ini lebih mudah cemas bila
menghadapi suatu situasi.
Berdasarkan uraian di atas, maka kerangka berpikir penelitian ini dapat
digambarkan dalam diagram berikut :
TIPE KECEMASAN :
State anxiety
Trait anxiety
Prestasi belajar Statistik
2.4 Hipotesis
Untuk lebih mengarahkan penelitian ini, peneliti menggunakan hipotesis
sebagai berikut:
H0-1 : Tidak ada hubungan yang signifikan antara tipe kecemasan state anxiety
(kecemasan sebagai sifat) dengan prestasi belajar statistik pada mahasiswa
Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
H0-2 : Tidak ada hubungan yang signifikan antara tipe kecemasan trait anxiety
(kecemasan sesaat) dengan prestasi belajar statistik pada mahasiswa
Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
46
H1-1 : Ada hubungan yang signifikan antara tipe kecemasan state anxiety
(kecemasan sebagai sifat) dengan prestasi belajar statistik pada mahasiswa
Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
H1-2 : Ada hubungan yang signifikan antara tipe kecemasan trait anxiety
(kecemasan sesaat) dengan prestasi belajar statistik pada mahasiswa
Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
Dalam bab ini akan dijelaskan jenis penelitian yang digunakan, meliputi
pendekatan penelitian dan metode penelitian, variabel penelitian, pengambilan
sampel, serta pengumpulan data, teknik anlisa data dan prosedur penelitian.
3.1 Jenis Penelitian
3.1.1 Pendekatan dan Metode Penelitian
Pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif yaitu suatu
karakteristik dari satu variabel yang nilai-nilainya digunakan dalam bentuk
numerikal. Pendekatan kuantitatif menampilkan hasil berupa angka-angka.
Penelitian ini merupakan penelitian korelasional, yaitu penelitian yang dirancang
untuk menentukan tingkat hubungan variabel-variabel yang berbeda dalam suatu
populasi. Pengukuran korelasional digunakan untuk menentukan besarnya arah
hubungan (Sevilla, et. Al, 1993). Alasan peneliti menggunakan penelitian
korelasional adalah karena penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara
dua variabel, yaitu variabel tipe kecemasan dengan variabel prestasi belajar. Maka
jenis penelitian yang cocok untuk digunakan dalam penelitian ini adalah jenis
penelitian korelasi.
Sevilla dkk (1993), menyatakan bahwa penelitian deskriptif bertujuan
menggambarkan sifat suatu keadaan yang ditemukan pada saat penelitian
dilaksanakan dan memeriksa sebab-sebab dari suatu gejala tertentu. Hanya saja
48
penelitian deskriptif ini tidak memiliki kekuatan kontrol terhadap hal-hal yang
terjadi tersebut dan hanya dapat mengukur apa yang ada.
3.2 Definisi Variabel dan Operasional Variabel
Variabel adalah suatu karaketristik yang memiliki dua atau lebih nilai atau sifat
yang berdiri sendiri-sendiri. Kerlinger (dalam Sevilla, 1993) menyebut variabel
sebagai konstruk atau sifat yang diteliti. Pada permulaan penelitian harus
ditetapkan dengan tegas variabel yang akan diteliti, yaitu mana yang termasuk
dalam variabel bebas atau termasuk variabel terikat.
Menurut Kerlinger (dalam Sevilla, 1993) yang dimaksud dengan variabel
bebas adalah variabel yang diharapkan dapat dimanipulasi sebelum diteliti,
sedangkan variabel terikat menurut Ary, dkk (dalam Sevilla, 1993) adalah
variabel yang tidak dapat dimanipulasi.
Variabel-variabel yang terlibat dalam penelitian ini adalah variabel tipe
kecemasan sebagai variabel bebas (independent variable) dan variabel prestasi
belajar sebagai variabel terikat (dependent variable).
Adapun definisi variabel dan operasional variabel dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :
3.2.1 Definisi Variabel
Prestasi belajar merupakan perubahan tingkah laku individu yang relatif
menetap sebagai hasil dari pengalaman dan interaksi dengan lingkungan
(menggunakan panca indera) yang melibatkan proses kognitif.
48
49
Kecemasan menurut Spielberger (1983), kecemasan dibedakan menjadi
dua yaitu state anxiety dan trait anxiety. State Anxiety adalah gejala kecemasan
yang timbul apabila seseorang dihadapkan pada suatu yang dirasakan
mengancam. Kecemasan ini tergantung intensitas stimulus yang dianggap
mengancam dimana tingkat stimulus yang mempengaruhi tingkat kecemasan.
State anxiety hanya berlangsung sementara dan ditandai dengan perasaan
subyektif akan tekanan-tekanan tertentu, kegugupan dan aktifnya susunan syaraf
pusat. Trait anxiety adalah kecemasan yang menetap pada diri seseorang yang
merupakan pembeda antara satu individu dengan individu lainnya. Berdasarkan
trait anxiety inilah dapat diperkirakan sejauh mana kecenderungan seseorang
dalam menerima kondisi atau situasi di sekitarnya sebagai sesuatu yang dapat
menimbulkan kecemasan. Kecemasan ini sudah terintegrasi dalam kepribadian
sehingga seseorang yang memiliki kecemasan ini lebih mudah cemas bila
menghadapi suatu situasi.
3.2.2 Operasional Variabel
Dalam penelitian ini, definisi operasional yang digunakan untuk kedua
variabel adalah sebagai berikut :
Prestasi belajar adalah skor yang diperoleh dari nilai prestasi akademik
yang diperoleh dari pembagian hasil penilaian formatif (kehadiran dan keaktifan
di dalam kelas mata kuliah statistik), UTS (ujian tengah semester) dan UAS (ujian
akhir semester).
49
50
Kecemasan adalah skor yang diperoleh dari jawaban responden terhadap
instrumen STAI (State-trait Anxiety Inventory) yang diukur melalui aspek
kognitif, somatis dan rasa percaya diri.
3.3 Populasi dan Sampel
Suatu penelitian yang dimaksudkan untuk menarik generalisasi, sangat
berkepentingan dengan masalah sampel, yaitu bagaimana mengambil sampel dari
suatu populasi sehingga hasil-hasil penelitian terhadap sampel tersebut melahirkan
kesimpulan yang berlaku umum bagi seluruh populasi.
3.3.1 Populasi Penelitian
Menurut Suharsimi Arikunto (1992), menyatakan bahwa populasi adalah
keseluruhan subyek penelitian. Menurut Kerlinger (1973), populasi merupakan
keseluruhan anggota, kejadian atau obyek-obyek yang telah ditetapkan dengan
baik (Sevilla, et.al., 1993). Komaruddin (1984) yang dimaksud dengan populasi
semua individu yang menjadi sumber pengambilan sampel. Sedangkan Hasan
(2002) memaparkan populasi adalah totalitas dari semua objek atau individu yang
memiliki karakteristik tertentu, jelas dan lengkap akan diteliti. Dalam penelitian
ini yang menjadi populasinya adalah seluruh mahasiswa Fakultas Psikologi UIN
Syarif Hidayatullah semester 3 kelas C dan D yang berjumlah 90 orang yang
terdiri atas 18 laki-laki dan 52 perempuan (data akademik Fakultas Psikologi UIN
Syahid Jakarta tahun 2010).
50
51
3.3.2 Sampel Penelitian Sampel adalah beberapa bagian kecil atau cuplikan yang didapat dari
populasi (Sevilla, et.al., 1993). Untuk jumlah sampel, peneliti menggunakan
ukuran minimum yang ditawarkan oleh Gay (1976), bahwa untuk penelitian
korelasi diambil 30 subyek atau lebih (Sevilla, et.al., 1993).
Sampel adalah bagian dari populasi yang diambil melalui cara-cara
tertentu yang juga memiliki karaketristik tertentu, jelas dan lengkap yang
dianggap bisa mewakili populasi (Hasan, 2002).
Sesuai dengan tujuan penelitian. Sampel yang diteliti adalah mahasiswa
semester tiga kelas C dan D Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah yang
mengikuti mata kuliah statistk..
Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Psikologi
semester 3 kelas C dan D. Saat pengambilan data jumlah mahasiswa yang hadir
sebanyak 70 orang. Peneliti mengambil sampel sebanyak 70 orang mahasiswa,
karena untuk menganalisa data penetapan sampel yang lebih besar agar
mengurangi bias yang timbul dibandingkan dengan menggunakan sampel yang
jumlahnya sedikit. Selain itu, distribusi frekuensi dari data dengan jumlah sampel
besar dan tidak kurang dari 30 orang akan mendekati pada penyebaran sampel.
3.3.2.1 Teknik Pengambilan Sampel
Teknik yang digunakan untuk pengambilan sampel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah insidental sampling atau
51
52
3.4 Pengumpulan Data
3.4.1 Metode dan Instrumen Penelitian
Pengumpulan data adalah pencatatan hal-hal, peristiwa, keterangan atau
karakteristik-karakteristik sebagian atau seluruh elemen poplasi yang akan
menunjang atau mendukung penelitian (Hasan, 2002) Suharsimi (2003)
mengatakan bahwa yang dimaksud dengan metode pengumpulan data adalah cara-
cara yang dapat digunakan oleh seorang peneliti untuk mengumpulkan data.
Sedangkan yang dimaksud dengan instrumen pengumpulan data adalah alat bantu
yang dipilih dan digunakan oleh seorang peneliti dalam kegiatannya
mengumpulkan data agar kegiatan tersebut menjadi sitematis dan dipermudah
karenanya.
Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang digunakan adalah
angket. Angket adalah sejumlah pernyataan tertulis yang digunakan untuk
memperoleh informasi dari subjek dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal-
hal yang ia akui (Arikunto,2002). Adapun alat pengumpulan data yang peneliti
lakukan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan skala kecemasan dan
pengukuran prestasi belajar statistik diambil dari hasil nilai prestasi akademik
mata kuliah statistik pada semester 2.
3.4.2 Instrumen Penelitian
Dalam penelitian ini, skala yang digunakan dalam mengukur kecemasan
adalah skala kecemasan Spielberger STAI (State-Trait Anxiety Inventory) (1983)
yang kemudian diadaptasi dan dimodifikasi oleh Primusanto (2000). Tes ini
52
53
diciptakan oleh Charles D. Spielberger bekerjasama dengan Richard L. Gorsuch
dan Robert C. Lushene. Dalam tes kecemasan ini diperlihatkan ‘self report’ yang
bertujuan untuk mengukur dua konsep kecemasan yang berbeda yaitu kecemasan
sesaat (state anxiety) dan tes ini mnggambarkan bagaimana perasaan subyek pada
umumnya.
Menurut asumsi Spielberger, orang yang memiliki kecemasan dasar tinggi
cenderung akan mudah menanggapi lingkungannya sebagai suatu yang
membahayakan atau merupakan sutu ancaman atau kecemasan sesaat yang
dimilikinya cenderung akan lebih tinggi dibanding dengan orang yang memiliki
kecemasan rendah.
Skala ini mencakup bentuk Self-report untuk mengukur state dan trait
anxiety. Bagian ini mengukur state anxiety mencakup 20 pernyataan yang
mengevaluasi perasaan subyek pada “saat ini, sekarang ini” (right now, at this
moment). Bagian yang mengukur trait anxiety mencakup 20 petanyaan yang
mengevaluasi bagaimana secara umum perasaan subyek.
Khusus mengenai state anxiety, skala ini juga dapat digunakan untuk
mengevaluasi perasaan subyek pada waktu-waktu tertentu di masa lalu dan saat-
saat tertentu di masa mendatang yang kira-kira akan dialami oleh subyek. Dalam
skala ini terdapat 10 item anxiety-present (mengukur keberadaan kecemasan) dan
10 item anxiety-absent (mengukur ketiadaan kecemasan) pada skala state –
anxiety-nya. Contoh dari item anxiety-present adalah “i feel blue” dan contoh dari
anxiety-absent adalah “I feel pleasant”
53
54
Skala yang digunakan dalam penelitian ini mengikuti model skala Likert
yaitu skala akhir subyek merupakan skor total dari jawaban pada setiap
pernyataan (Azwar, 2003). Dalam skala ini subyek diharuskan memilih salah satu
jawaban yang menggambarkan tentang dirinya sendiri dan bukan merupakan
pendapat orang lain tentang suatu pernyataan. Skala ini memiliki 5 alternatif
jawaban yaitu : tidak sama sekali, sedikit, sedang, sangat dengan pergerakan
skoring, jika favourable 4, 3, 2, 1 dan jika unfavourable 1, 2, 3, 4. Rincian dan
skala yang dipergunakan adalah sebagai berikut :
Tabel 3.1 Variabel, Indikator, Dan Skala Yang Digunakan
Variabel Indikator Skala Kecemasan sebagai sifat (trait anxiety)
pernyataan subyek mengenai kebiasaannya merasakan ketegangan dalam menghadapi mata kuliah statistik
skala yang digunakan didasarkan pada skala kecemasan Spielberger STAI (State-Trait Anxiety) form Y, rancangan Spielberger (1983) yang berisi 20 item pernyataan, skala ini telah diadaptasi oleh Sayida (2010).
kecemasan sebagai keadaan sesaat (state anxiety)
pernyataan subyek mengenai perasaannya menghadapi keadaan saat mengikuti mata kuliah statistik. Perasaan ini berkisar sekitar ungkapan kecemasan, kegugupan, ketidakpercayaan diri,
Skala yang digunakan didasarkan pada skala kecemasan Spielberger STAI (State-Trait Anxiety form Y, rancangan Spielberger (1983) yang beisi 21 item pernyataan. Skala
54
55
dan keluhan somatik yang menyertainya.
ini telah diadaptasi oleh Sayida (2010).
Prestasi belajar nilai mata kuliah statistik
Tabel 3.2 Blue Print Uji Coba Skala Tipe Kecemasan
No Aspek Favorabel Unfavorabel Jumlah 1 State Anxiety 1, 2, 3, 5, 6, 7, 8, 10,
11, 12, 14, 16, 18, 19, 20, 21
4, 9, 13, 15, 17
21
2 Trait Anxiety 2, 6, 7, 8, 10, 11, 12, 13, 14, 16, 17, 18
1, 3, 4, 5, 9, 15, 19, 20
20
Tabel 3.3 Teknik Penskoran Skala Kecemasan Untuk
State Anxiety dan Trait Anxiety
Respon Pilihan jawaban/ skor
Tidak sama sekali Sedikit Sedang Sangat
Favorabel 4 3 2 1
Unfavorabel 1 2 3 4
Dalam penelitian ini penulis tidak melakukan try out lagi dikarenakan
penulis menggunakan skala baku yang telah diuji coba oleh peneliti sebelumnya
yaitu Sayida Maisaroh (2009) dalam judul skripsinya “Hubungan Antara Tipe
Kecemasan Dengan Strategi Coping”.
3.4.3 Teknik Uji Instrumen
Bentuk penelitian ini menggunakan uji regresi untuk melihat hubungan
antara dua variabel yaitu tipe kecemasan dengan prestasi belajar statistik pada
55
56
mahasiswa fakultas Psikologi UIN. Hubungan antar variabel dinyatakan dalam
bentuk koefisien korelasi.
3.4.3.1 Uji validitas Skala
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat
kevalidan suatu kesahihan suatu instrumen. Suatu instrumen dikatakan valid
apabila dapat mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat (Arikunto,
1998).
Pengujian validitas dilakukan untuk mengetahui apakah suatu alat ukur
mampu menghasilkan data yang akurat dan sesuai dengan ukuranya. Untuk
menguji validitas skala, peneliti mengguanakan SPSS versi 13,0 for windows.
3.4.3.2 Uji Reliabilitas Skala
Reliabilitas adalah sejauhmana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya.
Hasil pengukuran dapat dipercaya jika dalam beberapa kali pelaksanaan
pengukuran terhadap kelompok subyek yang sama diperoleh hasil yang relatif
sama. Untuk menguji reliabilitas skala, peneliti menggunakan SPSS versi 13,0 for
windows.
3.5 Teknik Analisa Data
3.5.1 Hasil Uji Validitas
Dari item uji coba terhadap skala state anxiety terdapat 17 item yang valid
dan 11 item pada skala trait anxiety.
56
57
Tabel 3.4 Sebaran Butir Hasil Penelitian Skala Kecemasan
No Aspek Favorabel Unfavorabel
1 State Anxiety 1, 2, 3, 6, 7, 8, 10, 11, 12, 13, 16, 17, 18, 20, 21
4, 5, 9, 14, 15, 19
2 Trait Anxiety 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 16, 17, 18, 19, 20
1, 15
Skor Prestasi belajar penulis ambil dari nilai prestasi akademik yang
diperoleh dari pembagian hasil penilaian Formatif (kehadiran dan keaktifan di
dalam kelas mata kuliah statistik), UTS (ujian tengah semester) dan UAS (ujian
akhir semester).
3.5.2 Reliabilitas Skala kecemasan
Dari perhitungan uji coba item-item yang valid, diperoleh hasil reliabilitas
skala kecemasan untuk state anxiety 0.895 dan trait anxiety 0.901. Dengan
koefisien reliabilitas tersebut dikatakan bahwa alat ukur tersebut “reliabel”,
sehingga dapat dipercaya untuk dijadikan sebagai alat ukur serta mampu
menggambarkan hasil yang cukup baik.
3.5.3 Tehnik Analisa Data
Untuk mengetahui hubungan antara kedua variabel yang akan diteliti yakni
hubungan antara tipe kecemasan dengan prestasi belajar statistik mahasiswa fakultas
Psikologi UIN Jakarta, maka digunakan rumus korelasi product moment pearson
(Arikunto, 1998: 69).
57
58
3.6 Prosedur Penelitian
Berkaitan dengan jalannya penelitian ini, penulis membuat langkah-
langkah prosedur penelitian yang diharapkan dapat menunjang kelancaran serta
keberhasilan penelitian ini, yang meliputi:
1. Tahap persiapan
Pada tahap awal ini dimulai denagn memilih judul penelitian, perumusan
masalah, menentukan variabel yang akan diteliti, merumuskan hipotesis
penelitian, mencari serta menyusun teori (studi pustaka) yang tepat yang berkaitan
dengan variabel penelitian, menyusun dan menentukan instrument penelitian yang
berupa skala, menentukan subjek dan lokasi penelitian.
2. Pengujian alat ukur (Try out)
Dalam penelitian ini penulis tidak melakukan try out lagi dikarenakan
penulis menggunakan skala baku yang telah diuji coba oleh peneliti sebelumnya
yaitu Sayida Maisaroh dalam judul skripsinya “Hubungan Antara Tipe
Kecemasan Dengan Strategi coping”. Adapun proses penghitungan dilakukan
dengan menggunakan program SPSS versi 13,0 for Windows.
Dalam penelitian ini skor prestasi belajar statistik responden berupa hasil
nilai mata kuliah statistik II yang diperoleh mahasiswa. Sedangkan untuk skor tipe
kecemasan berupa jawaban mahasiswa terhadap instrumen yang diambil dari teori
Spielberger yaitu STAI (Strait-Trait Anxiety Inventory).
58
59
59
3. Pelaksanaan penelitian
Dalam pelaksanaannya, responden diminta untuk mengisi alat ukur
kecemasan yang berupa skala kecemasan untuk state anxiety dan trait anxiety.
Penelitian dilakukan pada tanggal 27 September 2010.
4. Tahap analisis data
Data yang diperoleh dari hasil pengisian skala kemudian dikumpulkan
untuk kemudian dianalisa dan dibuat laporannya.
5. Pembahasan
Dalam tahap ini, penulis melakukan interpretasi dan pembahasan terhadap
hasil analisis statistik berdasarkan teori, kemudian membuat kesimpulan hasil
penelitian dengan memperhitungkan data penunjang yang diperoleh.
BAB 4
PRESENTASI DAN ANALISA DATA
Pada bab ini membahas tentang hasil penelitian hubungan antara tipe kecemasan
dengan prestasi belajar mahasiswa Psikologi Universitas Islam negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. Secara rinci bab ini akan mengulas mengenai gambaran
umum responden, deskripsi skor responden, dan uji hipotesis.
4.1 Gambaran Umum Responden Penelitian
Penelitian ini dilakukan terhadap mahasiswa semester tiga Fakultas
Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Jumlah responden
yang menjadi sampel dalam penelitioan ini berjumlah 70 orang. Gambaran umum
subyek dalam penelitian ini akan diuraikan secara rinci di bawah ini berdasarkan
jenis kelamin, usia, asal sekolah dan jurusan.
Tabel 4. 1 Gambaran Umum Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
No Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%)
1 Laki-laki 18 25.7 %
2 Perempuan 52 74.3 %
Jumlah 70 100 %
61
62
Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa yang menjadi subyek
dalam penelitian ini terdiri dari 25.7% subyek laki-laki atau sama dengan 18
orang, dan 74.3% subyek perempuan atau sama dengan 52 orang.
Tabel 4.2 Gambaran Umum Responden Berdasarkan Usia
No Usia Frekuensi Persentase (%)
1 18 12 17.1 %
2 19 46 65.7 %
3 20 11 15.7 %
4 21 1 1.4 %
Jumlah 70 100 % Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa yang menjadi subyek
dalam penelitian ini terdapat 17.1% atau 12 orang berusia 18 tahun, 65.7% atau 46
orang berusia 19 tahun, 15.7% atau 11 orang berusia 20 tahun, dan 1.4% atau 1
orang berusia 21 tahun.
Tabel 4.3 Gambaran Umum Responden Berdasarkan Asal Sekolah
No Asal Sekolah Frekuensi Persentase (%)
1 Aliyah 7 10.0%
2 Aliyah + Pesantren 8 11.4%
3 SMU 51 72.9%
4 SMU + Pesantren 4 5.7%
Jumlah 70 100 %
63
Berdasarkan data di atas, dapat diketahui bahwa subyek dalam penelitian
ini yang berasal dari sekolah Aliyah sebanyak 10.0% atau 7 orang, 11.4% atau 8
orang dari Aliyah + Pesantren, 72.9% atau 51 orang dari SMU, 5.7% atau 4 orang
dari SMU + Pesantren.
Tabel 4.4 Gambaran Umum Responden Berdasarkan Jurusan Sekolah
No Jurusan Sekolah Frekuensi Persentase (%)
1 IPA 34 48.6 %
2 IPS 31 44.3%
3 Bahasa 5 7.1%
Jumlah 70 100 %
Berdasarkan data diatas, dapat diketahui bahwa subyek dalam penelitian
ini terdapat 48.6% atau 34 orang dari jurusan IPA, 44.3% atau 31 orang dari IPS,
dan 7.1% atau 5 orang dari Bahasa.
4.2 Statistik Deskriptif
a. Tingkat state anxiety
Tabel 4.5 descriptive statistics state anxiety
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Skala state anxiety 70 35,00 123,00 76,1571 23,15708
Valid N (listwise) 70
64
b. Tingkat trait anxiety
Tabel 4.5 descriptive statistics trait anxiety
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Skala state anxiety 70 29,00 137,00 83,5857 23,83913
Valid N (listwise) 70
Dari tabel di atas, descriptif statistik mengenai hasil hitung skala state
anxiety diketahui bahwa nilai minimum 35 dan nilai maksimum 123 dengan mean
(nilai rata-rata) 76.1571 dan standar deviasi 23.157.
Selanjutnya hasil hitung statistic deskriptif ini akan digunakan untuk
menentukan tingkat state anxiety pada mahasiswa Psikologi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Untuk mengetahui perbedaan tingkat state anxiety bagi mahasiswa
Psikologi UIN Syarif hidayatullah Jakarta, peneliti melakukan kategorisasi
rentangan untuk setiap subyek. Rentangan dibagi menjadi tiga interval dengan
kategori tinggi, sedang, dan rendah. Tujuan kategorisasi ini adalah untuk
menempatkan subyek ke dalam kelompok-kelompok yang terpisah secara
berjenjang menurut suatu kontinum berdasar atribut yang diukur.
Dalam mengetahui tingkat state anxiety pada mahasiswa Psikologi UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta dapat di lihat pada tabel berikut:
65
Tabel 4.6 Tingkat state anxiety pada mahasiswa Psikologi UIN Jakarta
Kategorisasi
Klasisfikasi sebaran Interval Frek Persentase
Rendah X ≤ (M - 1SD) X < 62 20 28.6 %
Sedang (M + 1SD) ≤ x ≤ (M – 1SD) 62≤ X ≤90 29 41.4 %
Tinggi X ≥ (M + 1SD) X > 90 21 30.0 %
Total 70 100 %
Tabel 4.7 Tingkat trait anxiety pada mahasiswa Psikologi UIN Jakarta
Kategorisasi Klasisfikasi sebaran Interval Frek Persentase
Rendah X ≤ (M - 1SD) X < 65 18 25.7 %
Sedang (M + 1SD) ≤ x ≤ (M – 1SD) 65≤ X ≤101 36 51.4 %
Tinggi X ≥ (M + 1SD) X > 101 16 22.9 %
Total 70 100 %
4.3 Uji Hipotesis
Untuk menguji hipotesis, maka peneliti melakukan maka digunakan rumus korelasi
product moment pearson (Arikunto, 1998: 69) yang dilakukan melalui program SPSS
versi 13.0 diperoleh data sebagai berikut :
66
Tabel 4.8
Correlations
Prestasi belajar SA TA
Pearson Correlation Prestasi belajar 1,000 ,200 ,223
SA ,200 1,000 ,978
TA ,223 ,978 1,000
Sig. (1-tailed) Prestasi belajar . ,048 ,032
SA ,048 . ,000
TA ,032 ,000 .
N Prestasi belajar 70 70 70
SA 70 70 70
TA 70 70 70
Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui nilai r hitung antara tipe state
anxiety menunjukkan angka sebesar 0.200 dengan nilai signifikansi sebesar 0.048,
sedangkan tipe trait anxiety dengan r hitung 0.223 dengan nilai signifikansi 0.032.
Dengan demikian maka hasil perhitungan tersebut mengungkapkan bahwa ada
hubungan state anxiety dengan prestasi belajar statistik dan ada hubungan trait
anxiety dengan prestasi belajar statistik mahasiswa fakultas Psikologi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Dengan demikian hipotesis nilai yang menyatakan tidak
terdapat hubungan yang signifikan antara tipe kecemasan dengan prestasi belajar
mata kuliah statistik ditolak.
BAB 5
KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN
Pada bab ini membahas mengenai kesimpulan dari hasil penelitian, diskusi, serta
saran tentang kecemasan dengan prestasi belajar pada mahasiswa Fakultas
Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dan berdasarkan analisis
data diperoleh kesimpulan, yaitu ada hubungan yang signifikan antara kecemasan
dengan prestasi belajar pada mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dapat diketahui nilai r hitung antara tipe state
anxiety menunjukkan angka sebesar 0.200 dengan nilai signifikansi sebesar 0.048.
Sedangkan pada tipe trait anxiety r hitung 0.223 dengan nilai signifikansi 0.032.
5.2. Diskusi
Penelitian ini bertujuan untuk mencari hubungan antara tipe kecemasan
dengan prestasi belajar statistik pada mahasiswa fakultas Psikologi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Adapun hasil yang diperoleh adalah tidak ada hubungan yang signifikan
antara tipe kecemasan dengan prestasi belajar statistik pada mahasiswa fakultas
Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Hal ini sesuai dengan teori-teori
67
68
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhinya, yaitu :
1. Tipe Kecemasan yang dihadapi
Kecemasan tidak hanya bergantung pada variabel manusianya tetapi juga
rangsangan yang membangkitkan kecemasan.
2. Latar Belakang pendidikan
3. Jurusan pada sekolah asal
Dilihat dari hasil crosstabs asal jurusan sekolah dengan pretasi belajar
statistik diperoleh hasil bahwa mahasiswa yang berasal dari jurusan IPS memiliki
tingkat kecemasan state anxiety yang tinggi (15.7 %) dan pada trait anxiety juga
berada pada kategori tinggi (12.9 %). Bila dibandingkan dengan mahasiswa yang
berasal dari jurusan IPA dan IPS. Hasil penelitian ini didukung pula Zakiah
Darajat (dalam Sayida, 2010), yang mengemukakan bahwa kecemasan adalah
manifestasi dari berbagai proses emosi yang bercampur baur, yang terjadi ketika
orang sedang mengalami tekanan perasaan (frustasi) dan pertengkaran batin
(konflik). Pendapat itu juga diperkuat oleh Davidoff (1988) yang menganggap
bahwa konflik kognisi maupun situasi yang jelas mengancam dapat menimbulkan
kecemasan.
5.3. Saran
Penulis menyadari bahwa dalam penelitian ini masih terdapat beberapa
kekurangan, oleh karena itu diharapkan bagi para peneliti yang akan melakukan
penelitian dengan tema yang sama disarankan untuk dapat menutupi kekurangan
dalam penelitian ini.
69
Berdasarkan hasil uji hipotesis dan keterbatasan dalam penelitian, berikut
ini ada beberapa hal yang dapat dipertimbangkan sebagai saran teoritis dan
praktis, yaitu Saran teoritis dari penelitian ini peneliti menyarankan dalam
pengumpulan data penelitian, item-item pernyataan dibuat lebih jelas agar
responden lebih mudah dalam menjawab soal pernyataan. Dalam kajian pustaka,
sebaiknya lebih banyak lagi teori-teori yang membahas tentang prestasi belajar
dan kecemasan.
Saran praktis dari penelitian ini adalah bagi mahasiswa sebaiknya
mengubah persepsinya mengenai mata kuliah statistik sebagai mata kuliah yang
menakutkan agar memperoleh hasil belajar yang tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Atkinson, R. Dkk. (1993). Pengantar Psikologi. Jakarta : Erlangga
Arikunto Suharsimi (2006). Prosedur Penelitian Suatu Praktik. Jakarta : Rieneka Cipta
Darajat, Zakiah, (1990). Kesehatan Mental. Jakarta : CV. Haji Mas Agung
Davidoff, Linda. (1988). Pengantar Psikologi, Jakarta : Erlangga
Depdiknas. (2001). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi ke-3. Jakarta : Balai Pustaka
Hurlock, E.B (1997). Psikologi Perkembangan. Jakarta : Erlangga
JP, Chaplin, Penerjemah Kartini Kartono (1989). Kamus Psikologi. Jakarta : Rajawali Grafindo Persada
Kerlinger, F. N (2000). Asas-asas Penelitian Behavioural. Yogyakarta : Gajah Mada University Press.
Nasir, Mohamad, (1983). Metode Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia.
Santrok, John W. (2007). Psikologi Pendidikan. Edisi ke-2. Jakarta : Kencana
Sarwono, Sarlito Wirawan, (1984). Pengantar Psikologi Umum. Jakarta : Bulan Bintang
Sevilla, Conseulo, E., et al (1993). Pengantar Metode Penelitian. Jakarta : UI Press
Spielberger. C. (1966). Anxiety and Behaviour. New York : Academic Press
Suryabrata, Soemadi. (2002). Psikologi Pendidikan, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada
Syah, Muhibbin. (2004). Psikologi Belajar. Jakarta : Raja Grafindo.
Hasan, Iqbal, M. Ir, MM. (2003). Pokok-pokok materi statistik 2 (statistik
inferensif). Edisi ke-2, Jakarta : Bumi Aksara
Sudijono, Anas. (2004). Pengantar Statistik Pendidikan. Raja Grafindo Persada :
Jakarta.
Winkel, W. S. (1999). Psikologi Pengajaran. Jakarta : Gramedia
Trito., (2006). SPSS 13.3 Terapan : Riset Statistik Parametrik. Yogyakarta : ANDI Press, Edisi ke-1
Syaifuddin, Azwar, (2004). Penyusuna Skala Psikologi. Jakarta : Pustaka Pelajar