hubungan antara tingkat problem-focused...

18
63 HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PROBLEM-FOCUSED COPING DENGAN TINGKAT STRES PADA MAHASISWA YANG SEDANG MENYUSUN SKRIPSI DI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GRESIK Heruma Tarwiyati Program Studi Psikologi Universitas Muhammadiyah Gresik ABSTRAK Mahasiswa yang sedang menyusun skripsi cenderung mengalami stres. Stres tersebut banyak disebabkan oleh sulitnya menentukan judul, susahnya mencari literatur atau buku acuan serta banyaknya revisi dari dosen penguji. Ketika stres, seseorang akan segera melakukan coping, khususnya coping model Problem-Focused Coping. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauhmana hubungan antara tingkat problem-focused coping dengan tingkat stres pada mahasiswa yang sedang menyusun skripsi di Universitas Muhammadiyah Gresik. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Berdasarkan karakteristik permasalahannya, penelitian ini termasuk dalam penelitian korelasional. Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian mahasiswa semester genap angkatan 2009 Universitas Muhammadiyah Gresik yang sedang menyusun Skripsi. Sedangkan metode pengumpulan data dari kedua variabel menggunakan kuesioner yang disusun dalam bentuk skala Likert. Untuk mengukur Tingkat Problem-Focused Coping dan Tingkat Stres dengan menggunakan pilihan jawaban SS (Sangat Sesuai), S (Sesuai), CS (Cukup Sesuai), TS (Tidak Sesuai), STS (Sangat Tidak Sesuai). Data dari kedua variabel diolah dengan teknik statistik korelasi Product Moment dengan taraf signifikansi 5 %. Dapat diketahui bahwa r = -0,109, p = 0,409; p > 0,05. Karena taraf signifikasi p lebih besar dari 0,05, maka Ho diterima. Jadi tidak ada hubungan yang signifikan antara tingkat problem-focused coping dengan tingkat stres. Kata Kunci: Tingkat Problem-Focused Coping, Tingkat Stres. PENDAHULUAN Skripsi adalah hasil penelitian mahasiswa yang merupakan mata kuliah yang harus ditempuh setiap mahasiswa jenjang sarjana (S1) pada akhir program studinya guna memenuhi persyaratan sebagai Sarjana (Buku panduan akademik Universitas Muhammadiyah Gresik Tahun 2011/2012, 2011: 64). Tidak sedikit pula mahasiswa yang takut dan menganggap mengerjakan skripsi merupakan suatu beban yang berat. Ada juga akhirnya mahasiswa yang

Upload: lamdiep

Post on 06-Feb-2018

217 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PROBLEM-FOCUSED …digilib.umg.ac.id/files/disk1/25/jipptumg--herumatarw-1239-1-63-80... · mahasiswa dalam menyusun skripsi adalah banyaknya mahasiswa yang

63

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PROBLEM-FOCUSED

COPING DENGAN TINGKAT STRES PADA MAHASISWA

YANG SEDANG MENYUSUN SKRIPSI DI UNIVERSITAS

MUHAMMADIYAH GRESIK

Heruma Tarwiyati

Program Studi Psikologi Universitas Muhammadiyah Gresik

ABSTRAK

Mahasiswa yang sedang menyusun skripsi cenderung mengalami

stres. Stres tersebut banyak disebabkan oleh sulitnya menentukan

judul, susahnya mencari literatur atau buku acuan serta banyaknya

revisi dari dosen penguji. Ketika stres, seseorang akan segera

melakukan coping, khususnya coping model Problem-Focused

Coping. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauhmana

hubungan antara tingkat problem-focused coping dengan tingkat stres

pada mahasiswa yang sedang menyusun skripsi di Universitas

Muhammadiyah Gresik.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Berdasarkan

karakteristik permasalahannya, penelitian ini termasuk dalam

penelitian korelasional. Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian

mahasiswa semester genap angkatan 2009 Universitas

Muhammadiyah Gresik yang sedang menyusun Skripsi. Sedangkan

metode pengumpulan data dari kedua variabel menggunakan

kuesioner yang disusun dalam bentuk skala Likert. Untuk mengukur

Tingkat Problem-Focused Coping dan Tingkat Stres dengan

menggunakan pilihan jawaban SS (Sangat Sesuai), S (Sesuai), CS

(Cukup Sesuai), TS (Tidak Sesuai), STS (Sangat Tidak Sesuai).

Data dari kedua variabel diolah dengan teknik statistik korelasi

Product Moment dengan taraf signifikansi 5 %. Dapat diketahui

bahwa r = -0,109, p = 0,409; p > 0,05. Karena taraf signifikasi p

lebih besar dari 0,05, maka Ho diterima.

Jadi tidak ada hubungan yang signifikan antara tingkat

problem-focused coping dengan tingkat stres.

Kata Kunci: Tingkat Problem-Focused Coping, Tingkat Stres.

PENDAHULUAN

Skripsi adalah hasil penelitian mahasiswa yang merupakan mata kuliah yang

harus ditempuh setiap mahasiswa jenjang sarjana (S1) pada akhir program studinya

guna memenuhi persyaratan sebagai Sarjana (Buku panduan akademik Universitas

Muhammadiyah Gresik Tahun 2011/2012, 2011: 64).

Tidak sedikit pula mahasiswa yang takut dan menganggap mengerjakan

skripsi merupakan suatu beban yang berat. Ada juga akhirnya mahasiswa yang

Page 2: HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PROBLEM-FOCUSED …digilib.umg.ac.id/files/disk1/25/jipptumg--herumatarw-1239-1-63-80... · mahasiswa dalam menyusun skripsi adalah banyaknya mahasiswa yang

Jurnal Psikosains. Vol. 6/No.1/Agustus 2013

64

berhenti hingga beberapa bulan dalam mengerjakan dikarenakan kebingungannya

sendiri dalam mengerjakan skripsi.

Pada kenyataannya dari hasil wawancara yang telah peneliti laksanakan pada

beberapa mahasiswa, ada yang mengalami stres ketika mengerjakan skripsi.

Peneliti melakukan wawancara selama tiga hari yaitu pada tanggal 15 April 2013,

17 April 2013, dan 22 April 2013. Berdasarkan hasil wawancara peneliti

mendapatkan sepuluh mahasiswa mengaku stres dikarenakan sulitnya menentukan

judul, susahnya mencari literatur atau buku acuan serta banyaknya revisi dari dosen

penguji.

Slamet mengatakan bahwa masalah di atas bisa menjadi contoh dari beberapa

permasalahan yang biasanya dihadapi oleh mahasiswa yang memiliki kesulitan

dalam menyusun skripsi mereka. Masalah-masalah yang umum dihadapi oleh

mahasiswa dalam menyusun skripsi adalah banyaknya mahasiswa yang tidak

mempunyai kemampuan dalam menulis karya ilmiah, kemampuan akademis yang

kurang memadai serta kurangnya ketertarikan mahasiswa dalam penelitian

(Gunawati dkk., 2006: 94).

Mu’tadin mengatakan bahwa ketika masalah-masalah tersebut menyebabkan

adanya tekanan dalam diri mahasiswa maka dapat meyebabkan stres dalam

menyusun skripsi, apalagi jika mendekati batas waktu pengumpulan skripsi dan

mereka masih juga belum menyelesaikan skripsinya tersebut. Hal ini tentu akan

membuat mahasiswa semakin tertekan, level stres bertambah, frustasi, kehilangan

motivasi diri, merasa rendah diri, menunda penyusunan skripsi dan bahkan ada

yang memutuskan untuk tidak menyelesaikan skripsinya. Jika hal ini terjadi,

tentunya akan sangat merugikan mahasiswa yang bersangkutan mengingat bahwa

skripsi merupakan tahap paling akhir dan paling menentukan dalam mencapai gelar

sarjana. Selain itu usaha dan kerja keras yang telah dilakukan bertahun-tahun

sebelumnya menjadi sia-sia jika mahasiswanya gagal dalam menyelesaikan skripsi

(Subekti, 2008: 2-3).

Salah satu dosen pembimbing skripsi Fakultas Ekonomi Universitas

Muhammadiyah Gresik mengatakan bahwa ada beberapa faktor yang

menyebabkan stres pada mahasiswa yang sedang melakukan bimbingan skripsi

diantaranya yaitu kurangnya pengetahuan mahasiswa terhadap penelitian (belum

mengetahui secara jelas isi dari skripsi), kebanyakan dari mahasiswa yang

mengajukan judul skripsi masih belum mengetahui tujuan dari skripsi itu sendiri;

kurangnya kesiapan mental dari mahasiswa; rasa takut terhadap dosen pembimbing

terutama pada saat melakukan bimbingan, mereka takut dengan macam-macam

pertanyaan yang diajukan oleh dosen pembimbing mereka; kurangnya memiliki

buku acuan/teori atau sulit mendapatkannya; yang terakhir yaitu faktor kerja,

beberapa mahasiswa stres karena harus membagi waktu kerja dengan mengerjakan

skripsi mereka.

Pemaparan dengan stres dapat menyebabkan emosi yang menyakitkan,

sebagai contohnya kecemasan. Tetapi ini juga dapat menyebabkan penyakit fisik,

baik ringan maupun parah. Tetapi reaksi seseorang terhadap peristiwa stres sangat

berbeda: sebagian orang yang menghadapi peristiwa stres mengalami masalah

psikologis atau fisik serius, sedangkan orang lain yang berhadapan dengan

Page 3: HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PROBLEM-FOCUSED …digilib.umg.ac.id/files/disk1/25/jipptumg--herumatarw-1239-1-63-80... · mahasiswa dalam menyusun skripsi adalah banyaknya mahasiswa yang

Heruma Tarwiyati. Hubungan antara Tingkat Problem-Focused...

65

peristiwa stres yang sama tidak mengalami masalah apa-apa dan bahkan mungkin

merasa peristiwa itu sebagai sesuatu yang menantang dan menarik (Atkinson,

1993: 336).

Stres terjadi jika orang dihadapkan dengan peristiwa yang mereka rasakan

sebagai mengancam kesehatan fisik atau psikologisnya. Peristiwa tersebut biasanya

dinamakan stresor, dan reaksi orang terhadap peristiwa tersebut dinamakan

respons stres (Atkinson, 1993: 338). Stres merupakan tekanan, tuntutan maupun

kondisi yang disebabkan oleh transaksi antara individu dengan lingkungan yang

menimbulkan jarak antara tuntutan-tuntutan yang berasal dari berbagai situasi

dengan sumber-sumber daya sistem biologis, psikologis dan sosial seseorang.

Menurut Patel, tingkatan stres terdiri dari beberpa jenis yaitu Too little stress,

Optimum stress, Too much stress, Breakdown stress. Dimana masing-masing

memiliki ciri-ciri fisik maupun mental tersendiri (Patel, 1983: 6).

Dari gejala-gejala stres yang muncul tidak sedikit mahasiswa yang malas

dalam mengerjakan skripsinya, seperti menunda untuk melaksanakan bimbingan

sehingga skripsinya tidak kunjung selesai.

Dalam bukunya Atkinson mengatakan bahwa emosi dan rangsangan fisiologis

yang ditimbulkan oleh situasi stres sangat tidak nyaman, dan ketidaknyamanan ini

memotivasi individu untuk melakukan sesuatu guna menghilangkannya. Proses

yang digunakan oleh seseorang yang menangani tuntutan yang menimbulkan stres

dinamakan coping (kemampuan mengatasi masalah) (Atkinson, 1993: 378).

Ada dua macam coping yang digunakan ketika mengalami stres yaitu strategi

terfokus masalah (problem-focused coping), seseorang dapat memfokuskan

permasalahan yang dialaminya dan mencoba untuk menemukan cara untuk

mengatasi permasalahan tersebut. Kedua yaitu strategi terfokus emosi (emotion-

focused coping), seseorang berfokus menghilangkan emosi yang berhubungan

dengan stres seperti menyalurkan kemarahan, menggunakan alkohol atau obat-

obatan serta membicarakan berulang kali betapa buruknya segala sesuatu tanpa

mengambil tindakan untuk mengubahnya.

Strategi terfokus masalah (problem-focused coping) merupakan strategi untuk

memecahkan masalah antara lain menentukan masalah, menciptakan pemecahan

alternatif, menimbang-menimbang alternatif berkaitan dengan biaya dan manfaat,

memilih salah satunya, dan mengimplementasikan alternative yang dipilih. Strategi

terfokus masalah (problem-focused coping) juga dapat diarahkan ke dalam: orang

dapat mengubah sesuatu pada dirinya sendiri dan bukan mengubah lingkungan.

Mengubah tingkat aspirasi, menemukan sumber pemuasan alternative, dan

mempelajari kecakapan baru adalah contoh dari strategi ini. Sedangkan strategi

terfokus emosi (emotion -focused coping) merupakan strategi untuk mencegah

emosi negatif menguasai dirinya dan untuk mencegah mereka melakukan tindakan

untuk memecahkan masalahnya.

Lazarus mengatakan Problem-Focused Coping adalah suatu istilah untuk

strategi kognitif untuk penanganan stres atau coping yang digunakan oleh individu

yang menghadapi masalahnya dan berusaha menyelesaikannya (Santrock, 2002:

566). Jadi disini Problem-Focused Coping lebih cenderung mengatasi stres yang

Page 4: HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PROBLEM-FOCUSED …digilib.umg.ac.id/files/disk1/25/jipptumg--herumatarw-1239-1-63-80... · mahasiswa dalam menyusun skripsi adalah banyaknya mahasiswa yang

Jurnal Psikosains. Vol. 6/No.1/Agustus 2013

66

dialaminya, karena mereka yakin bahwa hal-hal yang menjadi sumber masalah

masih dapat diubah.

LANDASAN TEORI

Tinjauan Tentang Tingkat Stres

Pengertian Stres

Sarafino mendefinisikan stres sebagai suatu kondisi yang disebabkan oleh

transaksi antara individu dengan lingkungan yang menimbulkan jarak antara

tuntutan-tuntutan yang berasal dari berbagai situasi dengan sumber-sumber daya

sistem biologis, psikologis dan sosial seseorang (Smet, 1994: 110), sedangkan

Lazarus memberikan definisi stres yang mencakup berbagai faktor yang terdiri

dari stimulus, tanggapan, penilaian kognitif terhadap ancaman, gaya pertahanan,

perlindungan psikologis dan situasi sosial (Hasan, 2008: 77). Dari berbagai macam

definisi tentang stres maka dapat disimpulkan bahwa stres merupakan tekanan,

tuntutan maupun kondisi yang disebabkan oleh transaksi antara individu dengan

lingkungan yang menimbulkan jarak antara tuntutan-tuntutan yang berasal dari

berbagai situasi dengan sumber-sumber daya sistem biologis, psikologis dan sosial

seseorang.

Tingkat Stres

Tingkat stres berasal dari dua kata yaitu tingkat dan stres. Dalam kamus besar

Bahasa Indonesia Tingkat ialah tahap/babak. Sedangkan stres menurut Sarafino

adalah suatu kondisi yang disebabkan oleh transaksi antara individu dengan

lingkungan yang menimbulkan jarak antara tuntutan-tuntutan yang berasal dari

berbagai situasi dengan sumber-sumber daya sistem biologis, psikologis dan sosial

seseorang. Sehingga tingkat stres adalah suatu tahapan kondisi yang disebabkan

oleh transaksi antara individu dengan lingkungan yang menimbulkan jarak antara

tuntutan-tuntutan yang berasal dari berbagai situasi dengan sumber-sumber daya

sistem biologis, psikologis dan sosial seseorang. Menurut Dr. Robert J. Van Amberg bahwa tahapan/Tingkat stres sebagai

berikut:

1. Stres tahap pertama (paling ringan), yaitu stres yang disertai perasaan nafsu

bekerja yang besar dan berlebihan, mampu menyelesaikan pekerjaan tanpa

memperhitungkan tenaga yang dimiliki, dan penglihatan menjadi tajam.

2. Stres tahap kedua, yaitu stres yang disertai keluhan, seperti bangun pagi

tidak segar atau letih, lekas capek pada saat menjelang sore, lekas lelah

sesudah makan, tidak dapat rileks, lambung atau perut tidak nyaman

(bowel discomfort), jantung berdebar, otot tengkuk, dan punggung tegang.

Hal tersebut karena cadangan tenaga tidak memadai.

3. Stres tahap ketiga, yaitu tahapan stress dengan keluhan, seperti defekasi

tidak teratur (kadang-kadang diare), otot semakin tegang, emosional,

insomnia, mudah terjaga dan sulit tidur kembali (late insomnia), koordinasi

tubuh terganggu, dan mau jatuh pingsan.

4. Stres tahap keempat, yaitu tahapan stres dengan keluhan, seperti tidak

mampu bekerja sepanjang hari (loyo), aktivitas pekerjaan terasa sulit dan

Page 5: HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PROBLEM-FOCUSED …digilib.umg.ac.id/files/disk1/25/jipptumg--herumatarw-1239-1-63-80... · mahasiswa dalam menyusun skripsi adalah banyaknya mahasiswa yang

Heruma Tarwiyati. Hubungan antara Tingkat Problem-Focused...

67

menjenuhkan, respons tidak adekuat, kegiatan rutin terganggu, gangguan

pola tidur, sering menolak ajakan, konsentrasi dan daya ingat menurun,

serta timbul ketakutan dan kecemasan.

5. Stres tahap kelima, yaitu tahapan stres yang ditandai dengan kelelahan fisik

dan mental (physical and psychological exhaustion), ketidakmampuan

menyelesaikan pekerjaan yang sederhana dan ringan, gangguan pencernaan

berat, meningkatnya rasa takut dan cemas, bingung, dan panik.

6. Stres tahap keenam (paling berat), yaitu tahapan stres dengan tanda-tanda,

seperti jantung berdebar keras, sesak napas, badan gemetar, dingin, dan

banyak keluar keringat, loyo, serta pingsan atau collapse (Sunaryo, 2002:

219).

Patel (1989: 6) menjelaskan adanya berbagai jenis tingkat stres yang

umumnya dialami manusia meliputi: 1. Too little stress

Dalam kondisi ini, seseorang belum mengalami tantangan yang berat

dalam memenuhi kebutuhan pribadinya. Seluruh kemampuan belum

sampai dimanfaatkan, serta kurangnya stimulasi mengakibatkan

munculnya kebosanan dan kurangnya makna dalam tujuan hidup.

2. Optimum stress

Seseorang mengalami kehidupan yang seimbang pada situasi “atas”

maupun “bawah” akibat proses manajemen yang baik oleh dirinya.

Kepuasan dan perasaan mampu individu dalam meraih prestasi

menyebabkan seseorang mampu menjalani kehidupan dan pekerjaan

sehari-hari tanpa menghadapi masalah yang terlalu banyak atau rasa lelah

yang berlebihan.

3. Too much stress

Dalam kondisi ini, seseorang merasa telah melakukan pekerjaan yang

terlalu banyak setiap hari. Dia mengalami kelelahan fisik maupun

emosional, serta tidak mampu menyediakan waktu untuk beristirahat atau

bermain. Kondisi ini dialami secara terus-menerus tanpa memperoleh hasil

yang diharapkan.

4. Breakdown stress

Ketika pada tahap too much stress individu tetap meneruskan usahanya

pada kondisi yang statis, kondisi akan berkembang menjadi adanya

kecenderungan neurotis yang kronis atau munculnya rasa sakit

psikosomatis. Misalnya pada individu yang memiliki perilaku merokok

atau kecanduan minuman keras, konsumsi obat tidur, dan terjadinya

kecelakaan kerja. Ketika individu tetap meneruskan usahanya ketika

mengalami kelelahan, ia akan cenderung mengalami breakdown baik

secara fisik , maupun psikis.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Stres

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Stres menurut Santrock (2003: 560-565).

1) Faktor Lingkungan

Page 6: HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PROBLEM-FOCUSED …digilib.umg.ac.id/files/disk1/25/jipptumg--herumatarw-1239-1-63-80... · mahasiswa dalam menyusun skripsi adalah banyaknya mahasiswa yang

Jurnal Psikosains. Vol. 6/No.1/Agustus 2013

68

a) Beban yang Terlalu Berat, Konflik, dan Frustasi

Istilah yang sering digunakan untuk beban yang terlalu berat di masa

kini adalah burnout, perasaan tidak berdaya, tidak memiliki harapan,

yang disebabkan oleh stres akibat pekerjaan yang sangat berat.

Burnout membuat penderitanya merasa sangat kelelahan secara fisik

dan emosional.

b) Kejadian Besar dalam Hidup dan Gangguan Sehari-hari

Para Psikolog menekankan bahwa kehidupan sehari-hari dapat menjadi

penyebab stres seperti halnya kejadian besar dalam hidup. Tinggal

dengan keluarga yang mengalami ketegangan dan hidup dalam

kemiskinan bukanlah sesuatu yang dapat dianggap sebagai kejadian

besar dalam hidup seorang remaja, namun kejadian sehari-hari yang

dialami remaja dalam kondisi kehidupan seperti itu dapat menumpuk

sehingga menimbulkan kehidupan yang sangat penuh dengan stres., dan

pada akhirnya remaja akan mengalami gangguan psikologis atau

penyakit.

2) Faktor-faktor Kepribadian Pola Tingkah Laku Tipe A

Pola tingkah laku Tipe A, (type A Behavior pattern) sekelompok

karakteristik- rasa kompetitif yang berlebihan, kemauan keras, tidak sabar,

mudah marah, dan sikap bermusuhan- yang dianggap berhubungan dengan

masalah jantung. Individu yang bermusuhan dan parah sering diberi

“reaktor panas”, yang berarti mereka memiliki raksi fisiologis yang kuat

terhadap stres-detak jantungnya meningkat, pernafasannya menjadi

semakin cepat, dan otot-ototnya menegang, yang pada akhirnya dapat

mengakibatkan penyakit jantung.

3) Faktor-faktor Kognitif

Penilaian Kognitif adalah istilah yang digunakan Lazarus untuk

menggambarkan interpretasi individu terhadap kejadian-kejadian dalam

hidup mereka sebagai sesuatu yang berbahaya, mengancam, atau

menantang dan keyakinan mereka apakah mereka memiliki kemampuan

untuk menghadapi suatu kejadian dengan efektif.

4) Faktor-faktor Sosial-Budaya

a) Stres Akulturatif

Akulturasi (acculturation) mengacu pada perubahan kebudayaan yang

merupakan akibat dari kontak langsung yang sifatnya terus menerus

antara dua kelompok kebudayaan yang berbeda. Stres akulturatif

(acculturative) adalah konsekuensi negatif dan akulturasi.

b) Status Sosial-Ekonomi

Kondisi kehidupan yang kronis, seperti pemukiman yang tidak

memadai, lingkungan yang berbahaya, tanggung jawab yang berat, dan

Page 7: HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PROBLEM-FOCUSED …digilib.umg.ac.id/files/disk1/25/jipptumg--herumatarw-1239-1-63-80... · mahasiswa dalam menyusun skripsi adalah banyaknya mahasiswa yang

Heruma Tarwiyati. Hubungan antara Tingkat Problem-Focused...

69

ketidakpastian keadaan ekonomi merupakan pemicu stres yang kuat

dalam kehidupan warga yang miskin.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi stres dalam menyusun skripsi pada

mahasiswa menurut pendapat Gunawati dkk., (2006: 99-100), antara lain:

1) Faktor internal mahasiswa

a) Jenis kelamin

Penelitian di Amerika Serikat menyatakan bahwa wanita cenderung

memiliki tingkat stres yang lebih tinggi dibandingkan pria. Secara

umum wanita mengalami stres 30 % lebih tinggi dari pada pria.

b) Status sosial ekonomi

Orang yang memiliki status sosial ekonomi yang rendah cenderung

memiliki tingkat stres yang tinggi. Rendahnya pendapatan

menyebabkan adanya kesulitan ekonomi sehingga sering menyebabkan

tekanan dalam hidup.

c) Karakteristik kepribadian mahasiswa

Adanya perbedaan karakteristik kepribadian mahasiswa yang sedang

menyusun skripsi menyebabkan adanya perbedaan reaksi terhadap

sumber stres yang sama. Mahasiswa yang memiliki kepribadian

ketabahan memiliki daya tahan terhadap sumber stres yang lebih tinggi

dari pada mahasiswa yang tidak memiliki kepribadian ketabahan.

d) Strategi koping mahasiswa

Strategi koping merupakan rangkaian respon yang melibatkan unsur-

unsur pemikiran untuk mengatasi permasalahan sehari-hari dan sumber

stres yang menyangkut tuntutan dan ancaman yang berasal dari

lingkungan sekitar. Strategi koping yang digunakan oleh mahasiswa

yang sedang menyusun skripsi dalam menghadapi stres, berpengaruh

pada tingkat stresnya.

e) Suku dan kebudayaan

f) Inteligensi

Mahasiswa yang mempunyai tingkat inteligensi yang lebih tinggi akan

lebih tahan terhadap sumber stres dari pada mahasiswa yang memiliki

inteligensi rendah, karena tingkat inteligensi berkaitan dengan

penyesuaian diri. Mahasiwa yang memiliki inteligensi yang tinggi

cenderung lebih adaptif dalam menyesuaikan diri.

2) Faktor eksternal

a) Tuntutan pekerjaan/ tugas akademik (skripsi)

Tugas akademik (skripsi) yang dianggap berat dan tidak sesuai dengan

kemampuan individu dapat menyebabkan terjadinya stres.

b) Hubungan mahasiswa dengan lingkungan sosialnya

Hubungan mahasiswa yang sedang menyusun skripsi dengan

lingkungan sosialnya meliputi dukungan sosial yang diterima dan

integrasi dalam hubungan interpersonal dengan lingkungan sosialnya.

Page 8: HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PROBLEM-FOCUSED …digilib.umg.ac.id/files/disk1/25/jipptumg--herumatarw-1239-1-63-80... · mahasiswa dalam menyusun skripsi adalah banyaknya mahasiswa yang

Jurnal Psikosains. Vol. 6/No.1/Agustus 2013

70

Tinjauan Tentang Problem –Focused Coping

Pengertian Coping

Coping yaitu bagaimana orang berupaya mengatasi masalah atau menangani

emosi yang umumnya negatif yang ditimbulkannya (Davidson, 2006: 275).

Cox berpendapat tentang coping merupakan kognisi dan perilaku yang

diadopsi oleh individu, menyusul pengakuan transaksi stres, yang dalam beberapa

cara yang dirancang untuk menangani transaksi tersebut (Cooper, 1991: 19).

Coping Mechanism adalah suatu mekanisme untuk mengatasi perubahan yang

dihadapi atau beban yang diterima. Apabila coping mechanism ini berhasil,

seseorang dapat beradaptasi terhadap perubahan tersebut atau akan merasakan

beban berat menjadi ringan (Sholeh, 2006: 39).

Dari beberapa pendapat tentang teori coping diatas, dapat disimpulkan coping

merupakan kognisi dan perilaku yang diadopsi oleh individu, menyusul

pengakuan transaksi stres, yang dalam beberapa cara yang dirancang untuk

menangani transaksi tersebut.

Lazarus & Folkman dalam bukunya mengatakan ada dua bentuk coping

utama. Orang dapat memfokuskan pada masalah atau situasi spesifik yang telah

terjadi, sambil mencoba menemukan cara untuk mengubahnya atau

menghindarinya di kemudian hari. Hal ini dinamakan strategi terfokus masalah

(problem-focused coping). Seseorang juga dapat berfokus untuk menghilangkan

emosi yang berhubungan dengan situasi stres, walaupun situasi sendiri tidak dapat

diubah. Proses kedua ini dinamakan strategi terfokus emosi (emotion-focused

coping) (Atkinson, 1993: 378).

Pengertian Emotion-Focused Coping

Coping yang berfokus pada emosi (emotion-focused coping) adalah istilah

Lazarus untuk strategi penanganan stres dimana individu memberikan respon

terhadap situasi stres dengan cara emosional, terutama dengan menggunakan

penilaian defensif (Santrock, 1996: 566).

Carver (Margaretha, 2001: 32) menguraikan bentuk-bentuk emotion-focused

coping sebagai berikut:

1. Perilaku Adaptif

a. Positive reinterpretation and growt atau (pandangan yang positif dan

pertumbuhan) berarti individu dapat menerima dan memandang situasi

yang dialami sebagai suatu hal yang positif serta individu dapat

mengambil manfaat atau belajar hal baru dari situasi yang dialami.

b. Seeking emotional social support yaitu usaha individu untuk

mendapatkan simpati atau dukungan emosional dari orang lain.

c. Religion atau usaha individu dalam meningkatkan kegiatan keagamaan.

d. Acceptance adalah menerima kenyataan bahwa situasi stres yang

dialami itu memang harus terjadi nyata dan tidak bisa diubah.

e. Denial berarti individu bersikap seolah-olah stresor itu tidak ada dan

tidak terjadi.

Page 9: HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PROBLEM-FOCUSED …digilib.umg.ac.id/files/disk1/25/jipptumg--herumatarw-1239-1-63-80... · mahasiswa dalam menyusun skripsi adalah banyaknya mahasiswa yang

Heruma Tarwiyati. Hubungan antara Tingkat Problem-Focused...

71

2. Perilaku mal-Adaptif

a. Focus and venting of emotion adalah kecenderungan individu untuk

memuaskan diri pada pengalaman distress atau kekecewaan yang

kemudian dikeluarkan semua yang telah dirasakan.

b. Behavior disengagement adalah menurunnya usaha seseorang untuk

menghadapi sumber stres, bahkan menyerah dalam usaha dalam

mencapai tujuan yang terganggu oleh sumber stres.

c. Mental disengagement adalah secara psikologis menyerah menghadapi

situasi stres dan mengalihkan pada suatu aktivitas agar dapat melupakan

masalah.

Pengertian Problem-Focused Coping

Atkinson mengatakan bahwa Problem-Focused Coping merupakan strategi

untuk memecahkan masalah antara lain menentukan masalah, menciptakan

pemecahan alternatif, menimbang-nimbang alternatif berkaitan dengan biaya dan

manfaat, memilih salah satunya, dan mengimplementasikan alternatif yang dipilih.

Problem-Focused Coping juga dapat diarahkan ke dalam: orang dapat mengubah

sesuatu pada dirinya sendiri dan bukan mengubah lingkungan (Atkinson, 1993:

378). Sedangkan menurut Lazarus & Folkman coping yang berfokus pada masalah

(Problem-Focused Coping) mencakup bertindak secara langsung untuk mengatasi

masalah atau mencari informasi yang relevan dengan solusi (Davidson, 2006: 275). Berdasarkan beberapa penjelasan di atas maka pengertian problem-focused

coping dalam penelitian ini adalah strategi untuk memecahkan masalah yang

berfokus pada masalah antara lain menentukan masalah, menciptakan pemecahan

alternatif, menimbang-nimbang alternatif berkaitan dengan biaya dan manfaat,

memilih salah satunya, dan mengimplementasikan alternatif yang dipilih.

Dimensi-dimensi dalam Problem-Focused Coping

Aldwin dan Revenson membagi Approach-coping (Problem-Focused

Coping) menjadi tiga bagian, yaitu:

1. Cautiousness (kehati-hatian) yaitu individu berpikir dan

mempertimbangkan beberapa alternatif pemecahan masalah yang tersedia,

meminta pendapat orang lain, berhati-hati dalam memutuskan masalah

serta mengevaluasi strategi yang pernah dilakukan sebelumnya.

2. Instrumental Action (tindakan instrumental) adalah tindakan individu yang

diarahkan pada penyelesaian masalah secara langsung, serta menyusun

langkah yang dilakukannya.

3. Negotiation (Negosiasi) merupakan beberapa usaha oleh seseorang yang

ditujukan kepada orang lain yang terlibat atau merupakan penyebab

masalahnya untuk ikut menyelesaikan masalah (Indirawati, 2006: 72).

Sedangkan Carver dkk (1989: 268-269), mengajukan lima dimensi dalam

problem-focused coping, yaitu:

1. Active coping (coping aktif), adalah proses pengambilan langkah-langkah

aktif sebagai usaha untuk menghilangkan atau mengurangi stressor,

Page 10: HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PROBLEM-FOCUSED …digilib.umg.ac.id/files/disk1/25/jipptumg--herumatarw-1239-1-63-80... · mahasiswa dalam menyusun skripsi adalah banyaknya mahasiswa yang

Jurnal Psikosains. Vol. 6/No.1/Agustus 2013

72

maupun memperbaiki efek yang ditimbulkan oleh sumber stres tersebut.

Yang termasuk dalam coping aktif ini antara lain: seseorang akan

berinisiatif untuk mengambil tindakan langsung, meningkatkan usaha yang

dilakukannya untuk mengatasi stres, dan mencoba melaksanakan cara-cara

yang bertahap/teratur dalam melakukan coping, tidak gegabah.

2. Planning (perencanaan), adalah usaha berpikir mengenai bagaimana

caranya mengatasi sumber stres. Planning ini melibatkan adanya strategi

dalam bertindak, berpikir tentang langkah-langkah apa yang harus diambil,

dan bagaimana cara yang terbaik untuk mengendalikan masalah yang

sedang dihadapi.

3. Suppression of Competing Activities adalah usaha untuk mengesampingkan

hal-hal lain yang sekiranya tidak berkaitan ataupun dapat mengganggu

jalannya proses coping, atau bahkan bila perlu membiarkan hal-hal yang

lain berlalu begitu saja supaya dapat memfokuskan diri dalam menghadapi

stressor.

4. Restraint Coping yaitu menunggu datangnya kesempatan yang tepat untuk

bertindak, dan tidak memunculkan aksi sebelum waktu yang dirasakan

benar-benar tepat itu tiba. Restraint coping dapat disebut sebagai strategi

coping aktif, karena dalam hal ini perilaku seseorang difokuskan pada

menghadapi stressor secara efektif. Namun dapat juga dikatakan sebagai

strategi coping pasif karena melakukan restraint (pengendalian/penundaan)

berarti menunda melakukan tindakan atau tidak melakukan tindakan

sebelum masa waktunya benar-benar tepat.

5. Seeking Social Support for Instrumental Reasons, merupakan usaha untuk

mencari saran, bantuan, atau informasi yang diperlukan untuk mengatasi

stres.

Mahasiswa yang Sedang Menyusun Skripsi

Mahasiswa yang sedang menyusun skripsi merupakan mahasiswa yang telah

memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh pihak fakultas untuk menyusun

skripsi, dan biasanya mereka menduduki semester akhir. Mahasiswa semester akhir

ini masuk dalam kategori yang disebut oleh Kenniston sebagai masa perpanjangan

ekonomi dan pribadi sementara. Hal ini disebabkan karena mahasiswa belum

memenuhi syarat untuk memasuki dewasa awal dalam hal kemandirian secara

ekonomi dan kemandirian dalam membuat keputusan (Santrock, 2002: 73).

Namun, secara usia termasuk dan sudah dapat mulai memenuhi tugas-tugas

perkembangan di masa dewasa awal.

Pada masa dewasa awal, individu mengatur pemikiran operasional mereka.

Sehingga mereka mungkin merencanakan dan membuat hipotesis tentang masalah-

masalah seperti remaja, namun mereka menjadi lebih sistematis dalam mendekati

masalah sebagai orang dewasa. Orang dewasa lebih mampu menyusun hipotesis

daripada remaja dan menurunkan suatu pemecahan masalah dari satu permasalahan

(Santrock, 2002: 91). Kemampuan kognitif individu pada masa dewasa awal sangat

baik, dan juga menunjukkan adaptasi dengan aspek pragmatis dari kehidupan

mereka. Kompetensi sebagai seorang dewasa muda mungkin memerlukan banyak

Page 11: HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PROBLEM-FOCUSED …digilib.umg.ac.id/files/disk1/25/jipptumg--herumatarw-1239-1-63-80... · mahasiswa dalam menyusun skripsi adalah banyaknya mahasiswa yang

Heruma Tarwiyati. Hubungan antara Tingkat Problem-Focused...

73

keterampilan berpikir logis dan adaptasi yang pragmatis terhadap kenyataan

(Santrock, 2002: 92). Hurlock dalam bukunya mengatakana bahwa sebagai orang

dewasa muda itu diharapkan mengadakan penyesuaian diri secara mandiri

(Hurlock, 1980: 246).

Penyesuaian diri merupakan suatu proses individu dalam memberikan respon

terhadap lingkungan dan kemampuan untuk melakukan coping terhadap stres.

Kegagalan seseorang dalam melakukan penyesuaian diri dapat menyebabkan orang

tersebut mengalami gangguan psikologis seperti ketakutan, kecemasan, dan

agresivitas. Adapun salah satu penyesuaian diri yang sering dihadapi mahasiswa

semester akhir adalah penyesuaian diri vokasional, yaitu penyesuaian diri dalam

bidang pendidikan , salah satunya adalah penyesuaian diri pada tugas skripsi

(Gunawati dkk, 2006: 94)

Skripsi adalah adalah hasil penelitian mahasiswa yang merupakan mata kuliah

yang harus ditempuh setiap mahasiswa jenjang sarjana (S1) pada akhir program

studinya guna memenuhi persyaratan sebagai Sarjana. Skripsi ini dibuat bertujuan

agar mahasiswa mampu menyusun dan menulis suatu karya ilmiah, sesuai dengan

bidang ilmunya. Mahasiswa yang mampu menulis skripsi dianggap mampu

memadukan pengetahuan dan keterampilannya dalam memahami, menganalisis,

menggambarkan, dan menjelaskan masalah yang berhubungan dengan bidang

keilmuan yang diambilnya.

Berhubungan dengan hal tersebut bahwa semua mahasiswa S1 pada akhirnya

akan dihadapkan dengan skripsi. Tidak sedikit pula mahasiswa mengalami

kesulitan-kesulitan atau kecemasan ketika mengerjakan skripsi, bahkan mereka

menganggap mengerjakan skripsi merupakan suatu beban yang berat.

Kesulitan-kesulitan mahasiswa tersebut dalam mengerjakan skripsi

diantaranya yaitu kesulitan mahasiswa dalam mencari judul skripsi, kesulitan

mencari literatur dan bahan bacaan, dana yang terbatas, serta adanya kecemasan

dalam menghadapi dosen pembimbing (Gunawati dkk., 2006: 94). Masalah-

masalah tersebut menyebabkan adanya tekanan dalam diri mahasiswa maka dapat

meyebabkan stres dalam menyusun skripsi.

Stres merupakan tekanan, tuntutan maupun kondisi yang disebabkan oleh

transaksi antara individu dengan lingkungan yang menimbulkan jarak antara

tuntutan-tuntutan yang berasal dari berbagai situasi dengan sumber-sumber daya

sistem biologis, psikologis dan sosial seseorang.

Ketika seseorang dihadapkan dengan kondisi stres maka ia akan segera

melakukan coping. Coping merupakan kognisi dan perilaku yang diadopsi oleh

individu, menyusul pengakuan transaksi stres, yang dalam beberapa cara yang

dirancang untuk menangani transaksi tersebut. Lazarus & Folkman membagi

coping menjadi dua bentuk yaitu problem-focused coping (strategi terfokus

masalah) dan emotion-focused coping (strategi terfokus emosi). Disini yang akan

lebih dipertajam yaitu hanya problem-focused coping saja karena stres pada

mahasiswa yang sedang menyusun skripsi memerlukan penyelesaian yang terfokus

pada masalah dimana mereka akan mencari permasalahan yang menyebabkan stres

kemudian masalah-masalah tersebut dapat terselesaikan, disini yang dimaksudkan

Page 12: HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PROBLEM-FOCUSED …digilib.umg.ac.id/files/disk1/25/jipptumg--herumatarw-1239-1-63-80... · mahasiswa dalam menyusun skripsi adalah banyaknya mahasiswa yang

Jurnal Psikosains. Vol. 6/No.1/Agustus 2013

74

yaitu skripsi, agar cepat terselesaikan dan segera menyelesaikan pendidikan strata

satu.

METODE PENELITIAN

Tipe Penelitian

Metode penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif. Penelitian Kuantitatif

adalah model penelitian yang dipengaruhi oleh cara bekerja penelitian dalam ilmu

alam yang melakukan pengumpulan data dengan mengukur (Purwanto, 2008: 226).

Berdasarkan tingkat analisisnya, tipe penelitian yang digunakan adalah

Korelasi. Penelitian jenis ini berupaya untuk melihat apakah antara dua variabel

atau lebih memiliki hubungan korelasi atau tidak.

Identifikasi Variabel

1. Variabel terikat (dependent variable) adalah variabel yang dipengaruhi

atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2009:

39). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah Tingkat Stres.

2. Variabel bebas (independent variable) adalah variabel yang mempengaruhi

atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen

(terikat) (Sugiyono, 2009: 39). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah

Tingkat Problem-Focused Coping.

Definisi Operasional Definisi Operasional ialah suatu definisi yang didasarkan pada karakteristik

yang dapat diobservasi dari konsep yang sedang didefinisikan atau “ Mengubah

konsep-konsep yang berupa konstruk dengan kata-kata yang menggambarkan

perilaku atau gejala yang dapat diamati dan yang dapat diuji dan ditentukan

kebenarannya oleh orang lain” (Sarwono, 2006: 66). Adapun definisi operasional dari penelitian ini yaitu:

1. Tingkat Stres

Tingkat Stres adalah adalah Suatu tahapan kondisi yang disebabkan

oleh transaksi antara individu dengan lingkungan yang menimbulkan jarak

antara tuntutan-tuntutan yang berasal dari berbagai situasi dengan sumber-

sumber daya sistem biologis, psikologis dan sosial seseorang.

Patel menjelaskan adanya berbagai jenis tingkat stres yang umumnya

dialami manusia meliputi Too much stress dan Breakdown stress

Peneliti menggunakan hanya dua tingkatan stres saja dikarenakan dua

kondisi diatas menunjukkan keadaan stres seseorang.

Semakin tinggi skor menunjukkan tingginya tingkat stres yang

dialami, sebaliknya semakin rendah skor menunjukkan rendahnya tingkat

stres yang dialami.

2. Problem-Focused Coping

Problem-Focused Coping adalah adalah strategi untuk memecahkan

masalah yang berfokus pada masalah. Adapun indikator-indikator dalam

Problem-Focused Coping adalah: Active coping (coping aktif), Planning

Page 13: HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PROBLEM-FOCUSED …digilib.umg.ac.id/files/disk1/25/jipptumg--herumatarw-1239-1-63-80... · mahasiswa dalam menyusun skripsi adalah banyaknya mahasiswa yang

Heruma Tarwiyati. Hubungan antara Tingkat Problem-Focused...

75

(perencanaan), Suppression of Competing Activities, Restraint Coping, dan

Seeking Social Support for Instrumental Reasons.

Tinggi rendahnya Problem-Focused Coping seseorang dilihat dari

tinggi rendahnya skor total yang dihasilkan dari kuisioner Problem-

Focused Coping tersebut. Semakin tinggi skor menunjukkan semakin

tinggi seseorang untuk melakukan Problem-Focused Coping, sebaliknya

semakin rendah skor menunjukkan semakin rendahnya seseorang untuk

melakukan Problem-Focused Coping.

Populasi & Teknik Sampling

Populasi penelitian

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang

mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk

dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2009: 80). Populasi

dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa semester genap angkatan 2009

Universitas Muhammadiyah Gresik yang sedang menyusun Skripsi yang berjumlah

187 mahasiswa.

Sampel Penelitian

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

populasi tersebut (Sugiyono, 2009: 81). Pengambilan sampel dalam penelitian ini

menggunakan teknik Sampling Insidental yaitu teknik penentuan sampel

berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan/insidental bertemu

dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel, bila dipandang orang yang

kebetulan ditemui itu cocok sebagai sumber data (Sugiyono, 2009: 81). Sampel

dalam penelitian ini adalah sebagian mahasiswa semester genap angkatan 2009

Universitas Muhammadiyah Gresik yang sedang menyusun Skripsi.

Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah angket/kuisioner. Sering

pula metode angket disebut pula sebagai metode kuisioner.

Adapun angket untuk mengetahui hubungan antara Tingkat Problem Focused

Coping dengan Tingkat Stres yaitu dengan menggunakan Skala Likert. Skala

Likert, yaitu skala yang digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi

individu tentang fenomena sosial (Sugiyono, 2009: 93).

Blue print pada variabel Tingkat Stres berjumlah total 32 aitem dan Blue print

pada variabel Tingkat Problem-Focused Coping berjumlah total 32 aitem

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah korelasi

product moment, yang bertujuan untuk menentukan hubungan antara dua variabel

yaitu variabel X dan variabel Y.

Nantinya penulis menggunakan bantuan komputer program SPSS 15.0 for

Windows untuk mempermudah proses analisis data dalam pembuktian hipotesis.

Page 14: HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PROBLEM-FOCUSED …digilib.umg.ac.id/files/disk1/25/jipptumg--herumatarw-1239-1-63-80... · mahasiswa dalam menyusun skripsi adalah banyaknya mahasiswa yang

Jurnal Psikosains. Vol. 6/No.1/Agustus 2013

76

HASIL PENELITIAN

Berdasarkan pada tabel korelasi, besarnya koefisien korelasi antara variabel

tingkat problem-focused coping (X) dengan variabel tingkat stres (Y) dihasilkan, r

= -0,109, p = 0,409; p > 0,05. Karena taraf signifikasi p lebih besar dari 0,05, maka

Ho diterima. Berdasarkan hasil analisis diatas mengartikan bahwa tidak ada

hubungan yang signifikan antara tingkat problem-focused coping dengan tingkat

stres.

Karena r = = -0,109 (negatif), maka berarti perubahan pada salah satu variabel

akan diikuti perubahan variabel lain dengan arah yang berlawanan, misalnya satu

variabel mengalami kenaikan akan diikuti oleh penurunan variabel yang lain,

artinya kedua variabel mempunyai hubungan linier negatif, jika tingkat problem-

focused coping naik, maka tingkat stres turun (dan sebaliknya). Koefisien determinasi (r²) dari r = - 0,109² = 0,012. Artinya r² = 0, 012 (1,2 %)

menginformasikan bahwa sumbangan tingkat problem-focused coping dengan

tingkat stres sebesar 1,2 %. Sedangkan sisanya 98,8 % dipengaruhi variabel lain

yang tidak diteliti.

Peneliti melakukan wawancara terkait dengan tingkat stres yang rendah

(berdasarkan hasil skor T) kepada responden dan responden mengatakan bahwa

dukungan-dukungan dari orang-orang terdekatlah yang dapat mengurangi stres.

Hasil wawancara menunjukkan sebesar 62,5 % responden mengatakan bahwa

dukungan terbesar di peroleh dari teman dekat. Dukungan diperoleh dari suami

sebesar 12,5 %, dan sebesar 25% dukungan diperoleh dari sahabat-sahabat

terdekat. Dukungan dari teman dekat berupa saran, ucapan-ucapan penyemangat

seperti “Semangat sayang, ayo jalan-jalan setelah skripsi selesai”, ditelfon ketika

sedang bingung, memaksa untuk tetap mengerjakan dengan cara halus, menghibur

ketika sedang bingung, mengingatkan untuk mengerjakan dan bimbingan,

mengantarkan ketika melakukan penelitian, membantu mengerjakan, diajak jalan-

jalan ketika stres. Dukungan dari suami berupa bantuan mengerjakan seperti

mengetik skripsi, serta memberi ucapan-ucapan semangat seperti “Jangan stres

mengerjakan skripsinya, nanti malah tidak selesai dan jangan membuat skripsi

sebagai beban tetapi anggap sebagai perlombaan”. Dukungan dari sahabat berupa

saling bertukar informasi, serta memberikan ucapan-ucapan semangat seperti “ ayo

semangat mengerjakan, ingat September ceria (Wisuda), habis itu kita jalan-jalan

ke luar kota, naik gunung atau ke pantai”. Dampaknya setelah diberikan bentuk-

bentuk dukungan tersebut, kembali semangat untuk mengerjakan skripsi dan stres

hilang perlahan.

Berdasarkan hasil wawancara diatas maka coping model emotion-focused

coping juga bisa mempengaruhi stres. Emotion-focused coping (strategi terfokus

emosi) yaitu individu berusaha untuk meminimasi kecemasan melalui penarikan

diri baik mental maupun fisik atau untuk menghindari masalah. Dukungan-

dukungan dari orang-orang terdekat tersebut dapat memperkecil tingkat stres pada

mahasiswa yang sedang menyusun skripsi.

Page 15: HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PROBLEM-FOCUSED …digilib.umg.ac.id/files/disk1/25/jipptumg--herumatarw-1239-1-63-80... · mahasiswa dalam menyusun skripsi adalah banyaknya mahasiswa yang

Heruma Tarwiyati. Hubungan antara Tingkat Problem-Focused...

77

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisa data penelitian dapat disimpulkan dan diketahui

bahwa r = - 0,109, p = 0,409, p > 0,05, karena taraf signifikasi p lebih besar dari

0,05, maka hipotesis nol (Ho) diterima dan hipotesis alternatif (Ha) ditolak. Artinya

tidak terdapat hubungan yang signifikan antara Tingkat Problem-Focused Coping

dengan Tingkat Stres. Koefisien korelasi negatif menunjukkan hubungan

berlawanan yang artinya, semakin tinggi tingkat problem-focused coping, maka

semakin rendah tingkat stres. Dan sebaliknya, semakin rendah tingkat problem-

focused coping, maka semakin tinggi tingkat stresnya.

Saran

Saran yang diberikan dalam penelitian ini berdasarkan data yang diperoleh

dari frekuensi jawaban responden terhadap item-item pernyataan dalam variabel

tingkat problem-focused coping dan variabel tingkat stres. Beberapa saran yang

dapat diberikan sehubungan dengan penelitian ini adalah: 1. Bagi Mahasiswa Skripsi Universitas Muhammadiyah Gresik

Berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui bahwa item pada

variabel tingkat problem-focused coping yang cenderung sedikit dipilih

berada pada indikator / kategori Restrain coping dimana individu

menunggu datangnya kesempatan yang tepat untuk bertindak, dan tidak

memunculkan aksi sebelum waktu yang dirasakan benar-benar tepat itu

tiba. Jadi, memang sudah seharusnya bagi mahasiswa yang sedang

menyusun skripsi di Universitas Muhammadiyah Gresik hendaknya ketika

mengerjakan skripsi tidak menunggu adanya kesempatan yang tepat untuk

bertindak terlebih dahulu.

Berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui bahwa item pada

variabel tingkat stres yang cenderung banyak dipilih yaitu berada pada

indikator / kategori Breakdown stress (Munculnya Psikosomatis)

diantaranya yaitu sering merasa flu dan sakit kepala bahkan tidak bisa tidur

hingga larut malam karena memikirkan skripsi. Jadi, bagi mahasiswa yang

sedang menyusun skripsi di Universitas Muhammadiyah Gresik hendaknya

tetap menjaga kesehatan badan ketika periode pengerjaan skripsi, karena

kalau kesehatan terganggu maka akan kesulitan untuk mengerjakan skripsi.

2. Bagi Dosen Pembimbing Skripsi Universitas Muhammadiyah Gresik

Berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui bahwa item pada

variabel tingkat problem-focused coping yang cederung sedikit di pilih

berada pada indikator / kategori Restrain coping dimana individu

menunggu datangnya kesempatan yang tepat untuk bertindak, dan tidak

memunculkan aksi sebelum waktu yang dirasakan benar-benar tepat itu

tiba. Jadi, bagi dosen pembimbing skripsi hendaknya tetap meningkatkan

motivasi atau memberikan dorongan pada mahasiswa dalam mengerjakan

skripsi agar lebih giat lagi untuk segera menyelesaikan skripsinya.

Page 16: HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PROBLEM-FOCUSED …digilib.umg.ac.id/files/disk1/25/jipptumg--herumatarw-1239-1-63-80... · mahasiswa dalam menyusun skripsi adalah banyaknya mahasiswa yang

Jurnal Psikosains. Vol. 6/No.1/Agustus 2013

78

Berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui bahwa item pada

variabel tingkat stres terdapat pernyataan yang paling banyak terpilih yaitu

berusaha merevisi sebaik mungkin namun masih ada kesalahan. Jadi, bagi

dosen pembimbing skripsi hendaknya tetap memotivasi mahasiswa untuk

melakukan bimbingan meskipun mengalami revisi berkali-kali sehingga

mahasiswa tidak merasa stres atau jenuh.

3. Bagi penelitian selanjutnya

Bagi peneliti selanjutnya yang tertarik untuk meneliti tentang tingkat

stres disarankan untuk meneliti variabel lain yang berpengaruh pada stres

mahasiswa yang sedang menyusun skripsi seperti halnya faktor internal

(jenis kelamin, status social ekonomi, karakteristik kepribadian mahasiswa,

suku dan budaya, intelegensi) dan faktor eksternal (tuntutan pekerjaan dan

hubungan mahasiswa dengan lingkungan sosial), serta dapat melakukan

penelitian tentang model coping yang lain seperti hubungan emotion-

focused coping dengan tingkat stres.

DAFTAR PUSTAKA

Ardani, T. A, dkk. (2007). Psikologi Klinis. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Arifin, Z. (2008). Metode Penelitian Pendidikan. Surabaya: Lentera Cendekia.

Atkinson, R. L. (1993). Pengantar Psikologi. Jilid dua (terjemahan). Batam:

Interaksara.

Azwar, S. (2006). Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Azwar, S. (2007). Tes Prestasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Azwar, S. (2008). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Azwar, S. (2008). Dasar-dasar psikometri. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Bungin, H.M.B. (2005). Metode Penelitian Kuantitatif. Jakarta: Kencana Prenada

Media Group.

Carver, C.S., Scheier, M.F., & Weintraub, J.K. (1989). Assessing Coping

Strategies: A Theorytically Based Approach. Journal of Personality and

Social Psychology, 56 (2), 267-283.(Online),

(www.psy.miami.edu/faculty/ccarver/sclCOPE .html ), diakses pada tanggal

20 Januari 2013.

Cooper, C.L,. Payne, Roy. (Eds). (1991). Personality and Stress: Individual

Differences in the Stress Process. England: John Wiley & Sons Ltd.

Davidson, G. C. (2006). Psikologi Abnormal (Terjemahan). Jakarta: Rajagrafindo

Persada.

Page 17: HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PROBLEM-FOCUSED …digilib.umg.ac.id/files/disk1/25/jipptumg--herumatarw-1239-1-63-80... · mahasiswa dalam menyusun skripsi adalah banyaknya mahasiswa yang

Heruma Tarwiyati. Hubungan antara Tingkat Problem-Focused...

79

Ghozali, I. (2011). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS.

Semarang: Universitas Diponegoro.

Gunawati, R. Hartati, S. & Listiara. (2006). Hubungan antara Efektivitas

Kominikasi Mahasiswa-Dosen Pembimbing Utama Skripsi dengan Stres

dalam Menyusun Skripsi pada Mahasiswa Program Studi Psikologi Fakultas

Kedokteran Universitas Diponegoro. Jurnal Psikologi Universitas

Diponegoro. Vol. 3 No.2. 93-115.

Hasan, A. B. (2008). Pengantar Psikologi Kesehatan Islam. Jakarta: Rajagrafindo

persada.

Indirawati, E. (2006). Hubungan antara Kematangan Beragama dengan

Kecenderungan Strategi Coping. Jurnal Psikologi Universitas Diponegoro.

Vol. 3 No. 2. Hlm 72

Margereta, M. (2001). Coping stress pada Perawat Bagian UGD dan Bagian ICU

di Rumah Sakit Katolik St. Vincentrius A Paulo Surabaya. Fakultas Psikologi

Universitas Surabaya.

Tim Penyusun.(2011). Panduan Akademik Universitas Muhammadiyah Gresik.

2011-2012. Gresik: Universitas Muhammadiyah Gresik.

Patel, C. (1989). The Complete Guide to stress Management. United Kingdom:

Vermilion an imprint of Ebury Press.

Paton, R. Clark G. Jones, G. (Eds.). (1996). The New Mangement Reader. London:

International Thomson Business Press. Hlm 109 (Online),

(books.google.com/books?isbn=1861522010), diakses 20 Juni 2013.

Purwanto. (2008). Metode Penelitian Kuantitatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Priyatno, D. (2008). Mandiri SPSS untuk Analisis Data & Uji Statistik.

Yogyakarta: Mediakom

Santoso, S. (2012). Panduan Lengkap SPSS Versi 20. Jakarta: Gramedia.

Santrock, J.W. (2002). Life Span Development. Jilid II (terjemahan). Jakarta:

Penerbit Erlangga.

Santrock, J.W. (2003). Adolescence (Perkembangan Remaja). Jakarta: Penerbit

Erlangga.

Sarwono, J.(2006). Metode Penelitian kuantitatif & Kualitatif. Yogyakarta: Graha

Ilmu.

Sholeh, Moh. (2006). Terapi Salat Tahajud (Menyembuhkan Berbagai Penyakit).

Jakarta: Mizan Publika. Hlm 39 (Online), (books.google.com/

books?isbn=9793269278), diakses 25 Mei 2013.

Sulaiman, W. (2002). Jalan Pintas Menguasai SPSS 10. Yogyakarta: Penerbit

Andi.

Page 18: HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PROBLEM-FOCUSED …digilib.umg.ac.id/files/disk1/25/jipptumg--herumatarw-1239-1-63-80... · mahasiswa dalam menyusun skripsi adalah banyaknya mahasiswa yang

Jurnal Psikosains. Vol. 6/No.1/Agustus 2013

80

Smet. B. (1994). Psikologi Kesehatan. (terjemahan). Jakarta: Gramedia Widia

Sarana Indonesia.

Subekti, Y. (2008). Hubungan antara Adversity Quotient dengan Kecenderungan

Problem-Focused Coping pada Mahasiswa yang Sedang Menyusun Skripsi.

Program S1 Psikologi Universitas Airlangga (Tidak Diterbitkan).

Sugiyono, dkk. (2002). Statistika Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung:

Alfabeta.

Sukmono, R. J. (2009). Training Meditasi “NSR” Natural stress Reduction.

Jakarta: Rajagrafindo Persada.

Sunaryo. (2002). Psikologi untuk Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran EGC (Online)(books.google.com/books?isbn=9794486620)

diakses 20 juni 2013.

Trihendradi, C. (2005). Step by Step SPSS 13 Analisis Data Statistik. Yogyakarta:

Penerbit Andi.

Uyanto, S. (2006). Pedoman Analisis Data dengan SPSS. Yogyakarta: Graha Ilmu