hubungan antara prasarana transportasi yang baik dengan pertahanan negara

8
Pentingnya Prasarana Transportasi Sebagai Salah Satu Keuntungan Strategis Militer Pernahkah kita membayangkan ketika negara kita tiba-tiba terjebak dalam situasi darurat perang, eksodus terjadi dimana-mana, jalanan dipenuhi oleh kerumunan pengungsi, truk-truk ekspedisi hilir mudik mendistribusikan bantuan, polisi berpatroli di tiap sudut kota, kendaraan tentara lalu lalang di jalanan, dan ambulans sibuk mengantarkan orang-orang yang terluka. Dalam kondisi tersebut, dapat kita simpulkan bahwa mobilitas adalah hal penting yang harus tetap terjamin. Mengapa? Sebab dalam situasi tersebut, pergerakan pengungsi, tentara, bantuan logistik, dan evakuasi korban akan selalu terjadi. Jika pihak-pihak tersebut mengalami hambatan dalam mobilitasnya, maka akan timbul korban tambahan; pengungsi menjadi korban tewas karena terlambat mencari perlindungan atau kelaparan karena tidak mendapat bantuan pangan, korban di medan perang akan tewas karena terlambat mendapat penanganan, hingga gagalnya strategi militer karena hilangnya kesempatan memukul lawan. Oleh karena itu, sebuah langkah antisipatif perlu diterapkan oleh suatu negara untuk meminimalisir jatuhnya korban yang tidak perlu dalam perang. Arus pengungsi menyeberangi Sungai Han dalam Perang Korea tahun 1951. Terlihat mereka melintasi sungai dengan meniti pada

Upload: mohammad-arief-rizki

Post on 30-Jul-2015

25 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Hubungan Antara Prasarana Transportasi Yang Baik Dengan Pertahanan Negara

Pentingnya Prasarana Transportasi Sebagai Salah Satu Keuntungan Strategis Militer

Pernahkah kita membayangkan ketika negara kita tiba-tiba terjebak dalam situasi darurat perang, eksodus terjadi dimana-mana, jalanan dipenuhi oleh kerumunan pengungsi, truk-truk ekspedisi hilir mudik mendistribusikan bantuan, polisi berpatroli di tiap sudut kota, kendaraan tentara lalu lalang di jalanan, dan ambulans sibuk mengantarkan orang-orang yang terluka. Dalam kondisi tersebut, dapat kita simpulkan bahwa mobilitas adalah hal penting yang harus tetap terjamin. Mengapa? Sebab dalam situasi tersebut, pergerakan pengungsi, tentara, bantuan logistik, dan evakuasi korban akan selalu terjadi. Jika pihak-pihak tersebut mengalami hambatan dalam mobilitasnya, maka akan timbul korban tambahan; pengungsi menjadi korban tewas karena terlambat mencari perlindungan atau kelaparan karena tidak mendapat bantuan pangan, korban di medan perang akan tewas karena terlambat mendapat penanganan, hingga gagalnya strategi militer karena hilangnya kesempatan memukul lawan. Oleh karena itu, sebuah langkah antisipatif perlu diterapkan oleh suatu negara untuk meminimalisir jatuhnya korban yang tidak perlu dalam perang.

Arus pengungsi menyeberangi Sungai Han dalam Perang Korea tahun 1951. Terlihat mereka melintasi sungai dengan meniti pada jalur darurat yang sempit karena jembatan dalam gambar tersebut telah hancur dalam sebuah serangan. (www.japanfocus.org)

Interstate Highway System di Amerika Serikat

Salah satu langkah antisipatif tersebut adalah membangun infrastruktur jalan raya yang mampu memberi kepastian kelancaran mobilitas selama masa darurat perang. Contohnya adalah Amerika

Page 2: Hubungan Antara Prasarana Transportasi Yang Baik Dengan Pertahanan Negara

Serikat dengan Interstate Highway System. Idenya bermula dari studi mengenai rencana pembangunan jaringan jalan raya antarnegara bagian di Amerika Serikat yang mampu menjadi tulang punggung mobilitas selama masa perang dan juga mampu menjadi katalisator atau penyangga pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Mereka menyadari bahwa distribusi logistik dan mobilisasi pasukan tidak cukup hanya dengan jaringan rel kereta api karena keterbatasan kapasitas sehingga diperlukan tambahan alternatif melalui jaringan jalan raya.

Pada tahun 1938 dan 1944, Kongres Amerika Serikat telah menerima dua laporan studi mengenai rencana tersebut. Kemudian baru pada tahun 1956, setelah Presiden Amerika saat itu Dwight D. Eisenhower merasakan perlunya keberadaan jaringan jalan raya untuk kepentingan pertahanan negara di masa Perang Dingin, lewat Federal Highway-Aid Act of 1956 jalan raya tersebut mulai dibangun. Pembiayaannya didapat dari dana bersama antara negara bagian dan pemerintah pusat. Jalan raya ini tidak langsung selesai dibangun dalam beberapa tahun, namun hingga 30 tahun setelahnya. Tepatnya pada tahun 1986, jaringan jalan raya ini selesai dibangun. Hingga tahun 2010, jalan raya ini terus mengalami perkembangan dari sebelumnya direncanakan sepanjang 26.000 mil kemudian menjadi 42.000 mil.

Menarik untuk disimak bahwa tujuan dari pembangunan Interstate Highway System pada awalnya yaitu untuk memudahkan mobilisasi pasukan dan logistik di masa perang. Presiden Amerika Serikat saat itu, Dwight D. Eisenhower, membuat keputusan pembangunan Interstate Highway berdasarkan pengalamannya selama berdinas di Angkatan Darat AS. Pengalaman pertama adalah ketika ia menjadi seorang peninjau dalam latihan konvoi dari U.S. Army Motor Transport Corps di tahun 1919. Dalam latihan konvoi yang diikuti sekitar 200 truk militer ini, mereka bergerak sejauh 3.000 km dari Pantai Timur menuju Pantai Barat Amerika Serikat. Namun dalam perjalanan tersebut, mereka banyak menemui hambatan akibat minimnya prasarana infrastruktur jalan darat. Akibatnya banyak kendaraan yang mengalami kerusakan bahkan tidak bisa dipakai lagi. Kejadian tersebut membuat Dwight D. Eisenhower berkesimpulan bahwa sangat diperlukan suatu jalan raya yang berfungsi baik untuk kepentingan militer di daratan Amerika Serikat. Selain kejadian tersebut, hal lain yang mempengaruhinya adalah ketika ia mengetahui nilai strategis militer dari jaringan Autobahn milik Jerman di masa Perang Dunia ke-2. Jerman mampu memobilisasi tank, artileri, pasukan infanteri dan kendaraan bermotornya dengan cepat lewat jaringan Autobahn yang menghubungkan hampir seluruh kota di Jerman dengan negara-negara di sekitar perbatasan Jerman. Tak heran berkat jaringan tersebut, pasukan dapat dimobilisasi dalam waktu singkat dari wilayah Jerman menuju wilayah perbatasan berikut dengan dukungan logistiknya. Berdasarkan kedua pengalaman tersebut, akhirnya Dwight D. Eisenhower memutuskan bahwa Amerika Serikat memerlukan Interstate Highway System atau National Interstate System and Defense Highway untuk menghadapi ancaman perang dengan seterunya Uni Soviet. Dalam surat resminya kepada Kongres, ia menjelaskan salah satu alasan perlu dibuatnya jalan tersebut adalah jika suatu saat salah satu kota penting di Amerika menjadi target serangan nuklir Uni Soviet, jaringan jalan tersebut akan memberikan akses cepat pengungsi menuju tempat perlindungan dan mobilisasi pasukan karena jaringan jalan yang ada saat itu tidak mampu memenuhi kebutuhan tersebut.

Namun ternyata tidak hanya untuk kepentingan militer saja jalan tersebut dibangun. Dwight D. Eisenhower juga merencanakan agar National Interstate and Defense Highway System mampu

Page 3: Hubungan Antara Prasarana Transportasi Yang Baik Dengan Pertahanan Negara

meningkatkan pasar penjualan mobil di Amerika Serikat, yang mana tentunya juga akan membawa efek lanjutan yaitu meningkatnya produktivitas lewat kemudahan masyarakat bermobilisasi. Dalam perjalanan sejarahnya, jaringan jalan ini mampu memenuhi tujuan utamanya, yaitu mengawal perjalanan Amerika Serikat untuk memenuhi kepentingan nasionalnya selama Perang Dingin, melewati babak Perang Korea, Krisis Kuba, Perang Vietnam, Perang Teluk I & II, dan Perang Afghanistan. Walapun jalan raya ini belum sepenuhnya teruji dalam skenario serangan ke tanah Amerika, namun jaringan jalan tersebut mampu menopang pertumbuhan ekonomi dan kendaraan di Amerika Serikat hingga menjadikannya negara maju seperti saat ini. Setelah selesainya era Perang Dingin, Interstate Highway System tidak berubah menjadi konsep yang ketinggalan zaman. Bahkan jaringan jalan raya tersebut berkembang menjadi urat nadi mobilitas masyarakat Amerika Serikat. Sekitar seperempat jumlah pergerakan kendaraan mobil dan truk di AS dalam setahun berhasil ditampung oleh Interstate Highway System yang dicetuskan Presiden AS Dwight D. Eisenhower.

Peta jaringan jalan raya dalam National System of Interstate and Defense Highways di Amerika Serikat tahun 1957 yang dicetuskan Presiden Dwight D. Eisenhower. (www.transportationfortomorrow.com)

Kondisi di Indonesia Pada Periode yang Sama

Setelah mengetahui hal di atas, maka kita pun akan bertanya, bagaimana dengan infrastruktur jalan raya di Indonesia? Di Indonesia, pada masa itu, salah satu contoh jalan raya yang memiliki fungsi hampir sama dengan Interstate Highways System seperti di Amerika Serikat adalah Jalur Pantai Utara Jawa. Dibangun pada tahun 1808 oleh Gubernur Jenderal Hindia-Belanda untuk Prancis, Daendels, untuk difungsikan sebagai jalur distribusi pos dan pergerakan pasukan dalam mempertahankan Pulau Jawa dari serbuan Inggris. Kini jalur tersebut telah menjadi urat nadi perekonomian di Pulau Jawa pada khususnya dan Indonesia pada umumnya. Jalur ini amat strategis karena melewati seluruh kota pelabuhan yang ada di Pulau Jawa. Jalur Pantura ini juga terhubung dengan kota-kota besar di pedalaman Pulau Jawa.

Page 4: Hubungan Antara Prasarana Transportasi Yang Baik Dengan Pertahanan Negara

Sayangnya, jalur seperti itu tidaklah terdapat di seluruh pulau di Indonesia dan juga di seluruh pedalaman pulau-pulau besar di Indonesia. Kondisi infrastruktur jalan raya di Indonesia pada tahun 1940-1948 masih sangat minim, praktis hanya kota-kota besar dan strategis bagi kepentingan Pemerintah Kolonial Belanda yang memiliki jalan raya, terutama Pulau Jawa. Dalam salah satu ofensif Belanda dalam Operasi Zeemeeuw untuk menduduki Kota Cepu, pasukan Belanda menghadapi hambatan akibat medan yang sangat berat. Kendaraan militer Belanda seperti truk logistik banyak yang terjebak dalam lumpur sehingga rencana pendudukan mundur 3 hari dari jadwal seharusnya. Tak heran infrastruktur di luar kota-kota strategis kurang memadai karena pihak Pemerintah Kolonial Hindia-Belanda tidak pernah menganggap Hindia-Belanda akan diserang oleh negara lain. Dalam Akta Pertahanan yang disusun Pemerintah Kolonial Hindia-Belanda, ancaman riil paling potensial terhadap pemerintah kolonial yang didefinisikan hanyalah sekelompok pasukan berkuda dan gerilyawan pejalan kaki dari kaum pribumi dengan perlawanan yang bersifat terpusat dan lokal. Kemungkinan paling buruk yang mungkin dihadapi dalam pakta tersebut hanyalah pasukan infanteri dari negara lain berkekuatan satu brigade tanpa dukungan tank. Akibatnya pemerintah kolonial hanya menyiapkan pasukan pertahanan yang terdiri dari infanteri, kavaleri berkuda, meriam, dan senapan mesin dalam jumlah terbatas. Infrastruktur yang berguna untuk pertahanan seperti jalan raya dirasa tidak terlalu penting untuk dibangun di daerah pedalaman. Kesalahan ini dibayar mahal oleh pemerintah kolonial ketika Jepang menyerbu Hindia-Belanda di tahun 1942 dengan kekuatan yang jauh melebihi satu brigade dan dilengkapi tank, artileri, dan pesawat tempur. Pertahanan Belanda di seluruh Hindia Belanda hancur hanya dalam hitungan minggu sehingga dimulailah babak penjajahan Jepang di Indonesia.

Pasukan Marinir Belanda terlihat sedang memasang tali untuk menarik truk yang terjebak di lumpur dalam Operasi Zeemeeuw untuk merebut Kota Cepu. Medan yang berat telah menghambat gerak maju Belanda sehingga pendudukan Kota Cepu terlambat 3 hari. (www.photobucket.com)

Kondisi Saat Ini

Kini kondisi infrastruktur di Indonesia tidaklah seburuk ketika masa perang kemerdekaan masih berlangsung. Walaupun begitu, untuk mengimbangi pertumbuhan ekonomi dan luasnya wilayah Indonesia, infrastruktur jalan raya yang ada saat ini masih belum mencukupi. Masih banyak dibutuhkan

Page 5: Hubungan Antara Prasarana Transportasi Yang Baik Dengan Pertahanan Negara

jalan-jalan raya, yang pada akhirnya membentuk jaringan seperti sistem jalan nasional antar provinsi, menjangkau hingga ke seluruh wilayah. Tidak seluruhnya harus dilalui jalan raya besar, yang paling penting adalah transportasi di wilayah-wilayah pedalaman akan terintegrasi dengan jaringan jalan raya tadi. Sistem ini seharusnya akan mampu berfungsi sama layaknya Interstate Highway System, semata-mata bukan untuk memperluas pasar kendaraan pribadi di Indonesia dan hanya menguntungkan produsen mobil dunia, namun sebagai katalisator pertumbuhan ekonomi lewat kemudahan mobilitas masyarakat. Sistem ini pun nantinya juga akan sangat berguna untuk kepentingan pelaksanaan pertahanan oleh TNI.

Namun patut disyukuri, saat ini program/proyek untuk mewujudkan hal itu sudah termasuk dalam prioritas pemerintahan saat ini, salah satunya lewat program MP3EI. Sudah banyak jalan raya yang mampu dilalui kendaraan-kendaraan berat yang mengangkut hasil industri dan pertanian. Bahkan sudah banyak dibangun jalan bebas hambatan di Pulau Jawa dan bahkan Pulau Sumatera, seperti Tol Padalarang. Untuk kepentingan pertahanan, infrastruktur jalan raya yang ada di Indonesia sudah banyak yang mampu mendukung mobilitas pasukan TNI, dalam hal ini, alutsista strategis yang berfungsi sebagai elemen penggebuk utama. Dengan semakin membaiknya kondisi ekonomi seperti saat ini, maka infrastruktur di Indonesia akan semakin berkembang. Akan semakin banyak variasi alutsista yang mampu didukung pergerakannya oleh infrastruktur jalan raya saat ini, terlepas dari doktrin pertahanan apa yang dianut oleh TNI. Walaupun dulu, sebagai akibat sejarah dan doktrin TNI yang mengedepankan taktik gerilya di hutan dan didukung seluruh rakyat, rakyat hanya mengenal bahwa TNI cukup mengandalkan kendaraan tempur intai berbobot ringan sebagai elemen penggebuk. Kini hal tersebut mulai dianggap usang oleh pihak TNI sendiri, sebagai akibat banyaknya negara tetangga yang berlomba membeli senjata bertonase sangat berat yang mengubah paradigma TNI.

Belakangan ini banyak diberitakan bahwa Indonesia, dalam hal ini TNI AD, berminat untuk membeli Main Battle Tank Leopard 2 dari pabrik Krauss Maffei Wegmann di Jerman. Kendaraan ini mampu berfungsi sebagai elemen ofensif maupun defensif dengan mengandalkan mobilitas, proteksi, dan daya gempur. Kendaraan ini berbobot sekitar 60 ton karena memang ukurannya yang masif, bersenjata berat, dan dilapisi baja yang tebal. Ditambah dengan banyaknya perangkat elektronik untuk sensor dan kontrol penembakan, mesin yang masif, dan meriam yang mumpuni, tak heran bobotnya mampu mencapai 60an ton. Tentunya dalam penggelarannya nanti, MBT Leopard 2 akan senantiasa diangkut oleh truk semi-trailer yang berbobot hampir 20 ton. Truk ini memiliki dimensi lebar sekitar 3 meter lebih, tergantung pabrikan mana yang akan dipilih sebagai supplier truk tersebut. Jadi dalam penugasannya, MBT tersebut akan diangkut terlebih dahulu ke wilayah penugasannya, dan barulah di tempat tersebut ia akan bermanuver secara mandiri.

Page 6: Hubungan Antara Prasarana Transportasi Yang Baik Dengan Pertahanan Negara

MBT Leopard 2 A6 diangkut dengan truk tank transporter DAF TROPCO, keduanya milik Angkatan Darat Kerajaan Belanda. (www.militaire-evenementen.nl)

Rencananya MBT ini akan diproyeksikan untuk menghadapi ancaman MBT milik Singapura, Malaysia, dan Australia. Dengan datangnya alutsista tersebut, taktik penggelaran pasukan juga akan turut berubah, salah satunya lewat pembentukan infantri mekanis yang dilengkapi ranpur Anoa 6x6. Berbeda dengan konsep terdahulu yang mengandalkan infanteri pejalan kaki dengan dukungan truk angkut pasukan dan ranpur dukungan tembakan, yang tentunya berbobot sangat ringan, seperti Alvis Scorpion 90, infrastruktur jalan raya yang mumpuni tidak terlalu diperlukan. Namun, dengan kondisi saat ini, di masa depan infrastruktur jalan raya yang mumpuni, baik sistem maupun teknologinya, akan sangat dibutuhkan di Indonesia.

(Diolah dari berbagai sumber)