hubungan antara keberfungsian keluarga dan …
TRANSCRIPT
HUBUNGAN ANTARA KEBERFUNGSIAN KELUARGADAN KESEHATAN MENTAL PADA SINGLE MOTHER
Fakiah Rachmi Jufrie, Sugiarti A. Musabiq
Program Ekstensi, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara keberfungsiankeluarga dengan kesehatan mental pada single mother. Penelitian ini menggunakanpendekatan kuantitatif dengan subjek penelitian sebanyak 47 single mother, yaituperempuan yang sudah bercerai, baik cerai hidup ataupun mati dan masihmempunyai tanggungan anak. Keberfungsian keluarga diukur dengan FamilyAssessment Device, sementara kesehatan mental diukur dengan Mental HealthInventory. Desain penelitian ini adalah studi lapangan dengan menggunakan tekniknon-probability sampling sebagai metode pengambilan sampel. Hasil pengolahandata menunjukan adanya hubungan yang negatif antara keberfungsian keluarga danpsychological distress pada single mother, dan hubungan positif antarakeberfungsian keluarga dan psychological well-being pada single mother
Kata Kunci : Keberfungsian keluarga, kesehatan mental, single mother
ABSTRACT
This research is aimed to examine the relationship between family functioningand mental health in single mother. This quantitative study assessed 47 women whowere divorce and have a dependent children. Family Assessment Device is used tomeasure family functioning while another instrument, namely Mental Health Inventoryis used to measure mental health. The research design is field study, with non-probability sampling technique. Data analysis shown that there is a positiverelationship between family functioning and mental health in single mother.
Key words: family functioning, mental health, single mother
PENDAHULUAN
Berdasarkan hasil pendataan keluarga tahun 2010 yang dilakukan oleh Badan
Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) secara nasional
mendata sebanyak 53.816.633 kepala keluarga (86,26%) berstatus kawin, dan
sisanya sebanyak 8.574.168 kepala keluarga (13,74%) berstatus janda atau duda
atau belum kawin (BKKBN, 2011). Data ini menunjukan cukup banyaknya orang tua
tunggal di masyarakat. Menurut Sager et al. (dalam Duval dan Miller, 1985) orang
tua tunggal adalah orang tua yang secara sendirian membesarkan anak tanpa
Hubungan antara ..., Fakiah Rachmi Jufrie, FPSI UI, 2013
kehadiran, dukungan atau tanggung jawab pasangannya. Ketika terjadi keluarga
orang tua tunggal maka hak untuk mengasuh anak seringkali jatuh kepada ibu,
sehingga umumnya banyak ditemui ibu yang secara sendirian membesarkan anak
dan mengurus rumah tangganya tanpa kehadiran, dukungan, atau tanggung jawab
pasangannya (suami) atau disebut juga dengan single mother.
Single mother yang mengasuh anaknya sendirian mau tidak mau harus
menggantikan peran ayah sebagai kepala keluarga, dengan kata lain single mother
harus menjalankan dua peran secara bersamaan. Banyak single mother mengeluh
tentang masalah dan tantangan yang harus mereka hadapi dalam mengurus
keluarga dan anak. Dibandingkan dengan ibu yang masih menikah, single mother
harus bekerja lebih lama sehingga lebih rentan terhadap depresi dan kurang
mendapatkan dukungan emosional dalam menjalankan perannya sebagai orang tua
(Walsh, 2003). Hal ini menyebabkan single mother mengalami gangguan psikologis,
seperti, stress, mudah marah, depresi, kecemasan, kesepian, dan gangguan
psikologis lainnya.
Perubahan status dari ibu rumah tangga menjadi orang tua tunggal adalah
bentuk adaptasi yang harus dijalani oleh seluruh single mother. Penelitian pada
orang tua tunggal menyatakan bahwa terdapat beberapa masalah adaptasi yang
dialami orang tua, seperti, bertambahnya beban dan tugas sebagai orang tua,
berkurangnya dukungan emosional, dan menurunnya kondisi ekonomi keluarga.
Masalah adaptasi tersebut berakibat pada menurunnya kesejahteraan psikologis dan
meningkatnya pengkonsumsian alkohol, tembakau dan obat-obatan terlarang (Walsh
2003). Tekanan psikologis yang dialami single mother merupakan penyebab
menurunnya kesejahteraan psikologisnya. Segala bentuk gangguan psikologis
seperti yang dijelaskan di atas merupakan gambaran dari psychological distress
yang dialami oleh single mother.
Menurut Veit & Ware ( 1983) psychological distress merupakan hasil akhir dari
faktor-faktor yang menghalangi seseorang untuk dapat mengaktualisasikan diri dan
berhubungan dengan orang lain. Hal yang berperan dalam meningkatnya
psychological distress pada single mother adalah tingkat stres yang sangat tinggi
yang harus mereka alami setiap hari dan kurangnya bantuan dalam menyelesaikan
masalah. Tidak terdistribusinya tugas dan tanggung jawab rumah tangga dengan
baik berdampak pada kesejahteraan psikologis single mother, karena ia merasa
sendirian dalam mengurus keluarganya. Kondisi ini selain mengganggu kesehatan
Hubungan antara ..., Fakiah Rachmi Jufrie, FPSI UI, 2013
mental single mother juga mempengaruhi hubungannya dengan orang lain, terutama
anak dan anggota keluarga lainnya. Single mother yang mengalami psychological
distress umumnya akan mengembangkan pola hubungan yang kaku dan keras,
sehingga ketika berinteraksi dengan anak atau anggota keluarga lainnya ia merasa
orang lain tidak dapat memahami keinginannya yang pada akhirnya membuat single
mother merasa tidak mendapat bantuan dari orang lain.
Namun begitu, banyak juga dijumpai single mother yang mampu menghadapi
masalah dan menangani gangguan psikologis dengan baik. Mereka mampu bangkit
dari masalah psikologis yang sebelumnya dialami bahkan dapat mengembangkan
diri. Beberapa penelitian menemukan bahwa setelah berpisah, beberapa individu
melaporkan peningkatan dalam otonomi, kebahagiaan, keterlibatan sosial, dan
peningkatan dalam karir. Diketahui pula resiliensi pada orang tua tunggal meningkat
ketika ia mengembangkan perencanaan dan pemecahan masalah yang efektif, dan
mencari dukungan sosial. Selain itu, dukungan lingkungan sangat membantu single
mother dalam mengelola rumah tangga. Kondisi-kondisi psikologis diatas menurut
Veit & Ware (1983) merupakan bagian dari psychological well-being. Psychological
well-being adalah sebuah konsep dinamis yang mencakup dimensi subjektif, sosial,
dan psikologis serta kesehatan yang berhubungan dengan perilaku (Ryff, 1995).
Menurut Ryff (1995) psychological well-being dapat digambarkan melalui beberapa
komponen, antara lain, penerimaan diri, pengembangan pribadi, tujuan hidup,
penguasaan lingkungan, kemandirian, dan hubungan yang positif dengan orang lain.
Veit & Ware (1983) menyatakan bahwa psychological distress dan well-being
merupakan struktur dari kesehatan mental. Kesehatan mental adalah kondisi
emosional, psikologis, dan kesejahteraan sosial yang mempengaruhi bagaimana kita
berpikir, merasa, dan bertindak dalam kehidupan sehari-hari (David, 1978).
Kesehatan mental merupakan hal penting pada setiap tahap kehidupan, mulai dari
masa kanak-kanak, remaja, hingga dewasa. Demikian juga pada sejumlah partisipan
single mother dalam penelitian ini, ketika telah menjadi orang tua tunggal maka
mereka akan dihadapkan pada peran baru sebagai orang tua dengan berbagai
permasalahannya, kemampuan single mother dalam beradaptasi terhadap situasi
baru mampu mempengaruhi kesehatan mental mereka.
Kondisi yang dialami single mother terkait dengan perubahan peran tentunya
akan mempengaruhi struktur keluarganya. Perubahan struktur keluarga ini
sebenarnya dapat menjadi kunci sukses single mother apabila ia mampu melakukan
Hubungan antara ..., Fakiah Rachmi Jufrie, FPSI UI, 2013
penyesuaian antara lain dengan pembagian peran dan tanggung jawab dalam
keluarga yang adil (Shofiati, 2008). Pembagian peran dan tanggung jawab serta
saling mendukung antara anggota keluarga adalah beberapa contoh dari
keberfungsian keluarga yang dapat terwujud apabila keluarga tersebut dapat
berfungsi dengan baik. Ketika sebuah keluarga dapat berfungsi dengan baik, maka
keluarga tersebut dapat melakukan penyesuaian-penyesuaian terhadap perubahan
yang terjadi di dalamnya.
Keluarga mempunyai tugas dan fungsi yang harus dipenuhi untuk dapat terus
bertahan dan bersatu. Menurut Goldenberg & Goldenberg (1980) fungsi dari
keluarga antara lain memberikan tujuan hidup untuk masing-masing anggotanya,
sebagai tempat belajar bersosialisasi dan menempatkan diri sebelum terjun ke
masyarakat, serta menjamin kesinambungan rasa persahabatan antar anggota
keluarga. Westley dan Epstein (1969, dalam Epstein, Baldwin, & Bishop, 1983)
menyatakan bahwa keberfungsian keluarga lebih terkait pada karakteristik
transaksional dan sistematik yang ada di dalam sistem keluarga daripada
karakteristik intrapsikis dari anggota keluarga secara perseorangan. Hal yang
berperan dalam keberfungsian keluarga adalah peran di dalam keluarga. Begitu juga
pada single mother, peran yang berubah tentu saja disertai dengan pengharapan
dari keluarganya. Bila sebelumnya ia hanya berperan untuk mengasuh anak, maka
ketika menjadi orang tua tunggal ia juga harus berperan sebagai pemimpin keluarga.
Hal ini sulit dilakukan karena ia harus melakukannya seorang diri, sehingga
terkadang single mother mengalami kelelahan yang dapat menyebabkan
menurunnya kondisi psikologis.
Membentuk keluarga yang memiliki peran yang jelas dan fleksibel merupakan
kunci dalam keberhasilan keberfungsian keluarga. Keluarga yang melakukan peran
dengan jelas dan fleksibel bukan saja dapat menjalani kehidupan berkeluarga sehari-
hari dengan baik, tetapi juga dapat menangani krisi yang tak terduga di dalam
keluarga. Dengan peran yang jelas dan fleksibel setiap individu dalam keluarga
tersebut akan menerima tanggung jawab dari peran-peran tersebut dengan sungguh-
sungguh (Peterson, 2009).
Sebuah penelitian tentang single mother yang dilakukan oleh Kalil & Eccles
(1995) menemukan hubungan antara peran orang tua tunggal dengan berkurangnya
kesejahteraan orang tua dan keberfungsian keluarga. Dalam penelitian tersebut
dikemukakan bahwa single mother memiliki risiko yang lebih tinggi terhadap depresi,
Hubungan antara ..., Fakiah Rachmi Jufrie, FPSI UI, 2013
kecemasan, dan masalah-masalah kesehatan dibanding wanita dalam kelompok
menikah (Belle, 1990; McLanahan & Adams, 1987; McLoyd, 1990, dalam Kalil &
Eccles, 1995). kesejahteraan pada single mother dapat berkurang dikarenakan oleh
beban tugas dan tanggung jawab yang harus ia jalani setiap hari.
Berdasarkan penjelasan Kalil & Ecless (1995) bahwa terdapat hubungan antara
peran sebagai orang tua tunggal dengan berkurangnya kesejahteraan orang tua dan
keberfungsian keluarga, maka peneliti tertarik untuk mengetahui hubungan antara
keberfungsian keluarga dengan kesehatan mental dilihat dari sudut pandang single
mother. Masalah yang dikemukakan dalam penelitia ini adalah (1) Apakah terdapat
hubungan antara keberfungsian keluarga dan psychological distress pada single
mother? (2) Apakah terdapat hubungan antara keberfungsian keluarga dan
psychological well-being pada single mother? Sementara tujuan penelitian ini adalah
untuk menguji hubungan antara keberfungsian keluarga dan kesehatan mental pada
single mother. Peneliti membangun hipotesis bahwa terdapat hubungan antara
keberfungsian keluarga dan kesehatan mental pada single mother. Penelitian sendiri
akan dikhususkan pada single mother yang pernah menikah dan masih memiliki
anak usia sekolah. Melalui penelitian ini, peneliti berharap dapat memperkaya
pengetahuan tentang keluarga serta membantu keluarga, terutama keluarga single
mother, untuk lebih siap menghadapi kondisi-kondisi psikologis yang muncul demi
mendukung keberfungsian keluarga yang efektif.
TINJAUAN TEORITIS
Keberfungsian Keluarga
Keluarga bukanlah sekedar sekumpulan individu yang tinggal bersama,
melainkan sebuah sistem sosial alami dengan karakteristik yang unik, dilengkapi
rangkaian aturan, peran, struktur kekuasaan, bentuk komunikasi, serta cara
bernegosiasi dan penyelesaian masalah agar berbagai macam tugas dapat
terlaksana secara efektif. Keluarga dapat dikatakan memiliki sistem yang baik atau
sehat jika unit-unit tersebut berfungsi dengan optimal. Menurut Epstein, Bishop, dan
Levin (1983) keberfungsian keluarga didefinisikan sebagai sejauh mana sebuah
keluarga dapat menjalankan tugas-tugasnya dengan tetap dapat mengupayakan
kesejahteraan dan perkembangan sosial, fisik, dan psikologis masing-masing
Hubungan antara ..., Fakiah Rachmi Jufrie, FPSI UI, 2013
anggotanya. Keluarga yang berfungsi dengan baik mampu menjalankan tugas-tugas,
seperti pemecahan masalah dan menjaga kesehatan sosioemosional dari
anggotanya untuk mencapai tujuan keluarga. Keberfungsian keluarga yang optimal
mempertunjukan sikap berafiliasi yang kuat terhadap sesama anggota keluarga.
Oleh karena itu, mereka mengharapkan hubungan transaksional yang saling
memperhatikan, terbuka, empatik, dan percaya dengan satu sama lainnya
(Goldenberg & Goldenberg, 1980).
Dalam perkembangannya, keberfungsian keluarga dapat terdiri dari berbagai
macam konstruk yang berbeda-beda, oleh karenanya muncul berbagai macam
model keberfungsian keluarga. Model-model ini sangat berguna sebagai kerangka
berpikir dalam menganalisa sebuah keluarga dan bagaimana keluarga yang sehat
dapat berfungsi secara efektif sehingga dapat dibedakan dari keluarga yang
bermasalah. Salah satu model keberfungsian keluarga adalah The McMaster Family
Assessment Device. McMaster Family Assessment Device (FAD) adalah model teori
keberfungsian keluarga yang dihasilkan dari studi penelitian klinis selama hampir 20
tahun terhadap unit-unit keluarga berdasarkan teori sistem keluarga (Family System
theory). MMFF terdiri dari tujuh dimensi yang dianggap dapat menggambarkan
keberfungsian suatu keluarga, yaitu: problem solving, communication, roles, affective
responsiveness, affective involvement, behaavioral control, dan general functioning.
Keberfungsian keluarga dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya adalah
kesehatan mental anggota keluarga. Peneliti memilih McMaster Family Assessment
Device dibandingkan dengan model keberfungsian keluarga lainnya dikarenakan
fokus utama FAD yang mengukur dimensi-dimensi keberfungsian keluarga yang
berdampak paling besar pada kesehatan, baik mental maupun fisik, anggota
keluarga.
Kesehatan Mental
Sehat (health) secara umum dapat dipahami sebagai kesejahteraan secara
penuh (keadaan yang sempurna) baik secara fisik, mental, maupun sosial, tidak
hanya terbebas dari penyakit atau keadaan lemah. Sedangkan di Indonesia, UU
Kesehatan No. 23/ 1992 menyatakan bahwa sehat adalah suatu keadaan sehat
secara fisik, mental, dan sosial dimana memungkinkan setiap manusia untuk hidup
produktif baik secara sosial maupun ekonomis. World Health Organization (WHO,
Hubungan antara ..., Fakiah Rachmi Jufrie, FPSI UI, 2013
2001), menyatakan bahwa kesehatan mental merupakan kondisi dari kesejahteraan
yang disadari individu, yang di dalamnya terdapat kemampuan-kemampuan untuk
mengelola stres kehidupan yang wajar, untuk bekerja secara produktif dan
menghasilkan, dan berperan serta di komunitasnya. Seperti halnya kesehatan fisik,
kesehatan mental sangat penting bagi setiap fase kehidupan. Individu yang sehat
mental dapat dapat didefinisikan dalam dua sisi, secara negatif dengan absennya
gangguan mental dan secara positif yaitu ketika hadirnya karakteristik individu sehat
mental.
Veit & Ware (1983) menyatakan bahwa kesehatan mental adalah kumpulan
afeksi positif dan negatif, bukan hanya keluhan somatik dan status fungsional saja,
yang dialami setiap orang sehari-hari. Afeksi positif pada perkembangannya disebut
dengan psychological well-being, sementara afeksi negatif disebut dengan
psychological distress. Kesehatan mental terdiri dari kumpulan konstruk psikologis,
seperti anxiety, depression, positive well-being and self control over behavior,
feelings, dan thoughts (Veit & Ware, 1983).
Berdasarkan pada pandangan tersebut, maka Veit dan Ware (1983) mulai
melakukan penelitian mengenai kesehatan mental pada populasi umum yang disebut
dengan Mental Health Inventory (MHI). Berdasarkan tujuannya MHI diciptakan untuk
mengukur kesehatan mental pada general population, oleh karena itu, struktur yang
ada didalam MHI mengukur aspek positif dari kesehatan mental (psychological well-
being) seperti, kebahagiaan, ketertarikan dan kenikmatan dalam menjalani hidup,
sebagaimana juga mengukur aspek negatif dari kesehatan mental (psychological
distress) seperti, kecemasan dan depresi. MHI terdiri dari 38 item, dimana pada
setiap item terdapat deskripsi tentang gejala atau state of mind tertentu, subjek dapat
mengindikasikannya dalam skala dimana mereka mengalami gejala ini dalam
beberapa bulan, yang diukur dalam bentuk frekuensi atau insensitas (Veit & Ware,
1983).
Single mother
Hamner dan Turner (1990, dalam Zakiah, 2007) menyatakan bahwa orang tua
tunggal adalah keluarga orang tua tunggal yang terdiri dari satu orang tua yang
masih memiliki tanggungan anak yang tinggal dalam satu rumah. Dari hal ini dapat
dijelaskan bahwa orang tua tunggal terjadi bila hanya ada satu orang tua yang masih
memiliki tanggungan anak dan tinggal bersama anak-anaknya dalam satu keluarga
Hubungan antara ..., Fakiah Rachmi Jufrie, FPSI UI, 2013
dan di dalam satu rumah. Menurut Sager, dkk (dalam Duval dan Miller, 1985) orang
tua tunggal adalah orang tua yang secara sendirian membesarkan anak tanpa
kehadiran, dukungan atau tanggung jawab pasangannya. ada beberapa sebab
mengapa seseorang menjadi orang tua tunggal, yaitu karena kematian suami atau
istri, perpisahan atau perceraian, mempunyai anak tanpa menikah, pengangkatan
atau adopsi anak oleh wanita atau pria lajang. Untuk keperluan penelitian ini, definisi
orang tua tunggal hanya dikenakan pada mereka yang pernah menikah. Alasan
memilih orang tua tunggal yang pernah menikah karena di Indonesia umumnya
orang tua yang statusnya berubah menjadi orang tua tunggal, sebelumnya pernah
menikah. Selain itu alasan lainnya mengapa penelitian ini spesifik hanya pada orang
tua tunggal yang pernah menikah karena pada orang tua tunggal yang pernah
menikah terjadi perubahan dalam tugas membesarkan dan mengasuh anak, yang
mana sebelumnya mereka dapat berbagi tugas dengan pasangannya.
Menurut Beal (1980) single mother lebih sulit dan lebih mengalami tekanan
daripada orang tua tunggal pria. Mengenai kesulitan menjadi orang tua tunggal,
Boyce et al. (1995) menyatakan bahwa umumnya masalah yang dihadapi keluarga
single mother adalah dalam perannya sebagai orang tua. Tidak adanya ayah atau
suami menuntut wanita untuk dapat menjalankan peran ayah atau suami sebaik ia
menjalankan perannya sebagai ibu atau istri. Masalah utama yang dihadapi single
mother adalah keharusan menjadi ibu sekaligus menjadi ayah bagi anak-anaknya.
Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa ketidakhadiran ayah dalam pengasuhan
memiliki kontribusi bagi kesulitan yang dialami ibu dalam mengasuh anak dan pada
akhirnya juga memberikan akibat yang kurang menguntungkan bagi anak.
Berdasarkan penjelasan tersebut maka yang dimaksud dengan single mother dalam
penelitian ini adalah ibu yang menjadi orang tua tunggal disebabkan karena berpisah
dengan atau meninggalnya suami dan memiliki anak yang masih bergantung pada
dirinya.
METODE PENELITIANPartisipan dalam penelitian ini adalah single mother (n = 47, 47% cerai hidup
dan 53% cerai mati) yang masih memiliki anak usia sekolah dengan rentang usia
antara 18 sampai 58 tahun. Latar belakang pendidikan partisipan dalam penelitian ini
Hubungan antara ..., Fakiah Rachmi Jufrie, FPSI UI, 2013
bervariasi mulai dari lulusan SD hingga jenjang S2. Lama perceraian partisipan
dalam penelitian ini bervariasi mulai kurang dari 1 tahun hingga lebih dari 10 tahun,
sebagian besar partisipan dalam penelitian ini mempunyai 1 orang anak, sebagian
lainnya memiliki 2 orang anak, dan sisanya memiliki 3 sampai dengan 7 orang anak.
Penelitian ini terdiri dari dua variabel, yaitu variabel keberfungsian keluarga
dan variabel kesehatan mental. Instrumen untuk mengukur keberfungsian keluarga,
yaitu The McMaster Family Assessmen Device (FAD) yang disusun oleh Nathan B.
Epstein et al. dengan menggunakan skala interval (Likert). Dalam kuesioner FAD
terdapat 53 pernyataan yang akan mengukur keenam dimensi MMFF (Problem
Solving, Communication, Roles, Affective Responsiveness, Affective Involvement,
dan Behavior Control) dan satu dimensi tambahan yang mengukur keberfungsian
keluarga secara umum (General Functioning). Dalam mengisi kuesioner ini,
partisipan diminta untuk menilai seberapa sesuaikah setiap pernyataan yang ada
dengan kondisi keluarganya dengan merespon melalui empat kategori skala Likert
(sangat setuju, setuju, tidak setuju, dan sangat tidak setuju). Untuk mengukur
kesehatan mental instrumen yang digunakan adalah Mental Health Inventory (MHI)
disusun oleh Veit & Ware, yang juga menggunakan skala interval (Likert). MHI terdiri
dari dua skala, yakni psychological distress dan psychological well-being, yang
didalamnya terdiri dari tiga subskala untuk psychological distress, yaitu anxiety,
depression, loss of behavioral / emotional control, dan dua sub skala untuk
psychological well-being, yaitu general positive affect dan emotional ties. Dalam
mengisi kuesioner ini, partisipan diminta untuk menilai seberapa sesuaikah setiap
pernyataan dengan kondisi mental mereka dalam beberapa bulan terakhir, yang
diukur dalam bentuk frekuensi atau intensitas (selalu, sangat sering, agak sering,
kadang-kadang, hampir tidak pernah, dan tidak pernah).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara keberfungsian
keluarga dan kesehatan mental single mother. Peneliti akan melakukan perhitungan
statistik deskriptif pada setiap subskala FAD dan MHI untuk mengetahui gambaran
keberfungsian keluarga dan kesehatan mental single mother. Pada bagian hasil
utama penelitian, peneliti akan melakukan perhitungan korelasi antara dimensi FAD
dan subskala MHI dengan menggunakan partial correlation. Setelah itu untuk
menjawab pertanyaan penelitian maka akan dilakukan perhitungan korelasi antara
Hubungan antara ..., Fakiah Rachmi Jufrie, FPSI UI, 2013
skor total keberfungsian keluarga dengan skala kesehatan mental, yaitu
psychological distress dan psychological well-being.
HASIL PENELITIAN
Guna mengetahui hubungan antara keberfungsian keluarga dengan
kesehatan mental pada single moher, maka digunakan teknik analisis partial
correlation. Hasil analisis tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 1. Hubungan antara keberfungsian keluarga dan psychological distresspada single moher
Correlations
Control Variables P.D FF
P.WB
P.D Correlation 1.000 -.093
Significance (2-tailed)
. .001
df 0 44
FF Correlation -.093 1.000
Significance (2-tailed)
.001 .
df 44 0
Dari hasil analisis korelasi parsial didapat hubungan antara keberfungsian
keluarga dengan psychological distress dimana psychological well-being
dikendalikan (dibuat tetap) dengan hasil -0,093. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi
hubungan yang lemah antara keberfungsian keluarga dengan psychological distress.
Sedangkan arah hubungan adalah negatif karena nilai r negatif, artinya semakin
tinggi keberfungsian keluarga maka psychological distress semakin rendah. Oleh
karena nilai P = 0.01 < 0,05, maka Ha diterima, dengan kata lain terdapat hubungan
antara keberfungsian keluarga dengan psychological distress pada single moher.
Hubungan antara ..., Fakiah Rachmi Jufrie, FPSI UI, 2013
Tabel 2. Hubungan antara keberfungsian keluarga dan psychological well-being pada single moher
Correlations
Control Variables FF P.WB
P.D FF Correlation 1.000 .438
Significance (2-tailed)
. .002
df 0 44
P.WB Correlation .438 1.000
Significance (2-tailed)
.002 .
df 44 0
Dari hasil analisis korelasi parsial didapat hubungan antara keberfungsian
keluarga dengan psychological well-being dimana psychological distress
dikendalikan (dibuat tetap) dengan hasil 0,438. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi
hubungan yang lemah antara keberfungsian keluarga dengan psychological well-
being. Sedangkan arah hubungan adalah positif karena nilai r positif, artinya semakin
tinggi keberfungsian keluarga maka nilai psychological well-being juga semakin
tinggi. Oleh karena nilai P = 0.02 < 0,05, maka Ha diterima, dengan kata lain
terdapat hubungan antara keberfungsian keluarga dengan psychological well-being
pada single moher.
DISKUSI
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara keberfungsian
keluarga dan kesehatan mental single moher, dengan menggunakan instrumen
penelitian FAD untuk keberfungsian keluarga dan MHI untuk mengukur kesehatan
mental. Berdasarkan hasil penelitian dan interpretasi yang telah dipaparkan pada
bab sebelumnya, ada beberapa hal yang dapat diamati. Hubungan negatif antara
keberfungsian keluarga dan psychological distrress menandakan bahwa semakin
Hubungan antara ..., Fakiah Rachmi Jufrie, FPSI UI, 2013
tinggi tingkat keberfungsian keluarga maka semakin rendah psychological distress
yang dirasakan single moher. Hasil ini sejalan dengan penelitian dari Kalil & Ecless
(1995) yang menyatakan adanya hubungan antara peran sebagai orang tua tunggal
dengan berkurangnya kesejahteraan orang tua dan keberfungsian keluarga.
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa para single moher mempunyai
keberfungsian keluarga yang cukup sehat dan efektif pada dimensi affective
involvement dan behavior control. Affective involvement yang cukup efektif
menandakan bahwa di dalam keluarga single moher tetap dapat saling menunjukan
perhatian dan kepeduliannya kepada anggota keluarga lainnya. Fakta bahwa
beberapa partisipan masih tinggal dengan keluarga besar serta memiliki pembatu
juga memberikan dampak pada hubungan ini, karena sebagian peran orang tua
dalam mengasuh dan mengurus keluarga dapat digantikan oleh anggota dari
keluarga besarnya, seperti, nenek, kakek, tante, om, maupun pembantu. Sesuai
dengan hasil penelitian dari Sarwono (dalam Roopnarine & Gielen, 2005) yang
menyatakan bahwa dalam budaya Indonesia, kakek dan nenek turut membantu
dalam proses pengasuhan anak selama orang tua bekerja.
Hasil lainnya didapat dari variabel kesehatan mental, hasil penelitian
menunjukkan bahwa subskala yang ada didalam psychological distress, yaitu
anxiety, depression, dan loss of behavioural/emotional control, pada single moher
berada dibawah patokan titik tengah, sedangkan subskala psychological well-being,
yaitu general positive affect dan emotional ties single moher berada diatas patokan
titik tengah. Hal ini menandakan bahwa tingkat psychological well-being single moher
cukup tinggi, berbanding terbalik dengan kondisi psychological distress single moher
yang ternyata cukup rendah. Hal ini mungkin disebabkan oleh tingginya nilai affective
involvement, dari variabel keberfungsian keluarga, yang dirasakan oleh single
moher. Kualitas ketertarikan anggota keluarga terhadap single moher sesuai dengan
pendapat yang diutarakan oleh Prinz & Miller (1994, dalam Walsh, 2003) yang
menyatakan bahwa sangatlah penting untuk meluangkan waktu dengan single
moher, karena terbukti bahwa dengan adanya perhatian terhadap kebutuhan orang
tua dapat meningkatkan ikatan dan keberhasilan orang tua tunggal. Behavior control
yang tinggi kemungkinan juga membantu terbentuknya sikap positif single moher.
Menurut Walsh (2003) orang tua tunggal meyakini bahwa mereka tidak akan terlalu
Hubungan antara ..., Fakiah Rachmi Jufrie, FPSI UI, 2013
stress jika anak mereka bersikap baik, dan orang tua tunggal pun tidak segan untuk
mengakui jika terjadi masalah.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah diolah dari 47 partisipan, maka
didapatkan kesimpulan-kesimpulan sebagai berikut:
1. Berdasarkan analisis data penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat
hubungan yang negatif antara keberfungsian keluarga dan psychological
distress pada single moher. Oleh karena itu semakin tinggi nilai keberfungsian
keluarga, maka nilai psychological distress semakin rendah.
2. Berdasarkan analisis data penelitian disimpulkan juga bahwa terdapat
hubungan yang positif antara keberfungsian kelaurga dan psychological well-
being pada single moher. Oleh karena itu semakin tinggi nilai keberfungsian
keluarga, maka nilai psychological well-being juga semakin tinggi.
SARAN
Berdasarkan proses penelitian serta diskusi yang telah dilakukan, peneliti
menyarankan beberapa perbaikan untuk penelitian selanjutnya sebagai berikut:
Karena topik mengenai keberfungsian keluarga dan kesehatan mental menyangkut
seluruh anggota keluarga, maka akan lebih sempurna apabila penelitian yang akan
datang lebih melibatkan seluruh anggota keluarga sebagai unit analisis sehingga
hasil yang didapatkan menjadi lebih kaya. Selainitu, agar mendapatkan data yang
lebih lengkap, sebaiknya jumlah sampel diperbesar agar hasil penelitian dapat
mencerminkan populasi dan lebih mudah digeneralisir. Untuk menghasilkan
penelitian yang lebih kaya dan mendalam, sebaiknya ditunjang dengan literatur-
literatur dari penelitian sebelumnya yang lebih lengkap. Diharapkan penelitian-
penelitian selanjutnya menggunakan gabungan metode kuantitatif dan kualitatif agar
data yang diperoleh dapat diolah dan dianalisa lebih mendalam lagi, selain itu akan
lebih dalam memberikan gambaran yang diperlukan sehingga dapat diaplikasikan
dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, beberapa item yang gugur dalam alat ukur
FAD yang digunakan dalam penelitian ini sebaiknya ditinjau kembali dan direvisi agar
Hubungan antara ..., Fakiah Rachmi Jufrie, FPSI UI, 2013
dapat digunakan, sehingga akan mendapatkan nilai validitas dan reliabilitas yang
lebih baik lagi.
KEPUSTAKAAN
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. (2011). Profil Hasil
Pendataan Keluarga Tahun 2010. Direktorat Pelaporan dan Statistik.
David, H. P. (1978). Healthy Family Functioning: A Cross Cultural Apprasial. Geneva:
Buletin of The World Health Organization, 56 (3): 327 – 342.
Epstein, Baldwin, & Bishop. (1983). The Mcmaster Family Assesment Device.
Journal of marital and family Therapy, 9(2), 171-180.
Goldenberg, I., Goldenberg, H. (1980). Family Therapy: An Overview. California:
Wadsworth, Inc.
Kalil, Ariel., & Eccles, Jacquelynne. (1995). The Relationship Between Social
Support, Mental Health, and Family Functioning in Single Parent Black and
White Families. Indianapolis: University of Michigan.
Miller, I. W., Keitner, G. I., Bishop, D. S., & Epstein, N. B. (2000). The McMaster
family assessment device: Reliability and Validity. Journal of Marital and Family
Therapy, 11: 345-356.
Shofiati, T. N. (2008). Gambaran family functioning pada ibu bekerja di Jakarta
berdasarkan McMaster Model of Family Functioning. Depok: Pascasarjana
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
Walsh, Forma. (2003). Normal Family Processes: Growing Diversity and Complexity,
3rd edition. New York: The Guilford Press
Westley, W. A., & Epstein, N. B. (1969). The Silent Majority. San Fransisco: Jossey-
Bass.
Hubungan antara ..., Fakiah Rachmi Jufrie, FPSI UI, 2013
Veit, C. T., & Ware Jr, J. E. (1983). The Structure of Psychological Distress and Well-
Being in General Population. Journal of Consulting and Clinical Psychology, Vol.
51, No. 5, 730 – 742.
Zakiah, D. I. (2007). Self Management pada orang tua tunggal wanita dalam
pengasuhan anak. Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
Hubungan antara ..., Fakiah Rachmi Jufrie, FPSI UI, 2013