hubungan antara karakteristik sosial ekonomi …/hubungan... · ekonomi petani peserta slpht, dan...

96
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI DENGAN TINGKAT ADOPSI TEKNOLOGI PHT PASCA SLPHT PADI DI DESA METUK, KECAMATAN MOJOSONGO, KABUPATEN BOYOLALI Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Jurusan/Program Studi Agribisnis Oleh : PARAMESTI MARIS H 0808063 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2013

Upload: truongdung

Post on 30-Mar-2019

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI …/Hubungan... · ekonomi petani peserta SLPHT, dan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik sosial ekonomi petani dengan tingkat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

i

HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK SOSIAL

EKONOMI PETANI DENGAN TINGKAT ADOPSI

TEKNOLOGI PHT PASCA SLPHT PADI DI DESA METUK,

KECAMATAN MOJOSONGO, KABUPATEN BOYOLALI

Skripsi

Untuk memenuhi sebagian persyaratan

guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian

di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret

Jurusan/Program Studi Agribisnis

Oleh :

PARAMESTI MARIS

H 0808063

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2013

Page 2: HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI …/Hubungan... · ekonomi petani peserta SLPHT, dan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik sosial ekonomi petani dengan tingkat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ii

HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK SOSIAL

EKONOMI PETANI DENGAN TINGKAT ADOPSI

TEKNOLOGI PHT PASCA SLPHT PADI DI DESA METUK,

KECAMATAN MOJOSONGO, KABUPATEN BOYOLALI

Oleh:

PARAMESTI MARIS H 0808063

telah dipertahankan di depan Dewan Penguji

pada tanggal: 07 Januari 2013

dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Susunan Tim Penguji

Ketua

Dr. Sapja Anantanyu, SP. M.Si NIP. 19681227 199403 1 002

Anggota I

Ir. Suprapto_________ NIP. 19500612 198010 1 001

Anggota II

Bekti Wahyu Utami, SP. M.Si____ NIP. 19780715 200112 2 001

Surakarta,

Mengetahui Universitas Sebelas Maret

Fakultas Pertanian Dekan

Prof. Dr. Ir. Bambang Pujiasmanto, MS NIP. 19560225 198601 1 1001

Page 3: HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI …/Hubungan... · ekonomi petani peserta SLPHT, dan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik sosial ekonomi petani dengan tingkat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas rahmat

dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Hubungan

antara Karakteristik Sosial Ekonomi Petani dengan Tingkat Adopsi Teknologi

PHT Pasca SLHPT Padi Di Desa Metuk, Kecamatan Mojosongo, Kabupaten

Boyolali”.

Usaha dan upaya untuk melakukan yang terbaik atas setiap kerja

menjadikan akhir dari pelaksanaan penelitian terwujud dalam bentuk penulisan

skripsi ini. Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna

memperoleh derajat Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas

Maret Surakarta.

Penyusunan skripsi ini tentunya tidak lepas dari bantuan berbagai pihak.

Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih

kepada semua pihak yang telah banyak memberikan bantuan baik moril maupun

materiil kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

Ucapan terima kasih ini penulis tujukan terutama kepada :

1. Allah SWT atas segalanya yang telah diberikan kepada penulis.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. Bambang Pujiasmanto, MS. selaku Dekan Fakultas

Pertanian UNS Surakarta.

3. Bapak Dr. Ir. Mohd. Harisudin, M.Si selaku Ketua Program Studi Agribisnis

Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

4. Ibu Nuning Setyowati, SP, M.Sc selaku Ketua Komisi Sarjana Program Studi

Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

5. Bapak Dr. Sapja Anantanyu, SP. Msi selaku selaku Dosen Pembimbing

Utama Skripsi yang dengan kasih selalu memberikan pengarahan, nasehat,

dan petunjuk kepada penulis.

6. Bapak Ir. Suprapto selaku selaku Pembimbing Pendamping Skripsi sekaligus

Dosen Pembimbing Akademik yang selalu memberikan bimbingan, arahan

serta motivasi kepada penulis.

Page 4: HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI …/Hubungan... · ekonomi petani peserta SLPHT, dan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik sosial ekonomi petani dengan tingkat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iv

7. Ibu Bekti Wahyu Utami, SP. M.Si selaku penguji skripsi atas diskusi,

bimbingan, serta arahannya kepada penulis.

8. Bapak/Ibu Dosen serta seluruh staff/karyawan Fakultas Pertanian Universitas

Sebelas Maret Surakarta atas ilmu yang telah diberikan dan bantuannya

selama menempuh perkuliahan di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas

Maret Surakarta.

9. Bappeda Kabupaten Boyolali, Dinas Pertanian Kabupaten Boyolali, serta

Badan Pusat Statistik Kabupaten Boyolali yang telah memberikan ijin

penelitian serta menyediakan data-data yang diperlukan penulis.

10. Kantor Kecamatan Mojosongo, Penyuluh Pertanian Lapangan Kecamatan

Mojosongo Bapak Wiji Sutarman,STP , dan petani responden di Desa Metuk

atas bantuan kepada penulis selama penelitian.

11. Ketua Kelompok Tani Desa Metuk, Bapak Parjini yang telah membantu saya

selama penelitian.

12. Bapak dan Ibuku, Bapak Ir.Otto Marwoto,MP dan Ibu Dra. Dwi Susilo Utami,

MP yang yang selalu membimbing serta tak henti memberikan semangat dan

doa, kakakku Mbak Mita, adikku Yura dan Niken, keluarga besar dari Bapak

maupun Ibu terimakasih banyak atas doa, dan dukungannya di setiap langkah,

demi kesuksesan penulis.

13. Sahabat-sahabatku SMA, trio MJM, Jehan dan Mutia yang telah mewarnai

hidupku, terimakasih atas semangat dan pengalaman indah bagi penulis,

kalian memang luar biasa!! Semoga silahturahim kita tetap terjaga!!

14. Sahabat-sahabat penulis Aik, Puput, Nyit-nyit, Carrine, Anin, Riana AP,

Tami, Riana Dewi, Ifa, Uli, Suryani, Ajom, Abon, Mas Nanda, Mas Nur, Mas

Abid, Ragil, Indra, Mas ikal, Ayu nilasari yang telah memberi dukungan,

semangat, dan doanya selama ini.

15. Teman-teman Agribisnis 2007, Agribisnis 2008, 2009, dan 2010 yang telah

memberi semangat, masukan, dan tambahan pengetahuan.

16. Teman-teman magang Batu Malang yang telah memberi kenangan indah

selama magang.

Page 5: HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI …/Hubungan... · ekonomi petani peserta SLPHT, dan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik sosial ekonomi petani dengan tingkat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

v

17. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam mengembangkan diri dan

membantu penulisan skripsi ini baik moril maupun materiil.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini

baik dari segi penyajian maupun pembahasannya. Oleh karena itu, penulis sangat

mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan skripsi ini.

Akhirnya penulis berharap semoga skripsi yang jauh dari sempurna ini dapat

memberikan manfaat sekaligus menambah pengetahuan bagi penulis sendiri

khususnya dan pembaca pada umumnya. Amin.

Surakarta, November 2012

Penulis

Page 6: HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI …/Hubungan... · ekonomi petani peserta SLPHT, dan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik sosial ekonomi petani dengan tingkat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vi

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... ii

KATA PENGANTAR .................................................................................... iii

DAFTAR ISI .................................................................................................. vi

DAFTAR TABEL ......................................................................................... ix

DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xi

RINGKASAN ................................................................................................. xii

SUMMARY .................................................................................................... xiv

I. PENDAHULUAN........................................................................................ 1 A. Latar Belakang ........................................................................................ 1 B. Rumusan Masalah ................................................................................... 3 C. Tujuan Penelitian .................................................................................... 4 D. Kegunaan Penelitian ............................................................................... 5

II. LANDASAN TEORI .................................................................................. 6 A. Tinjauan Pustaka .................................................................................... 6

1. Pengendalian Hama Terpadu (PHT) ................................................ 6 2. Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) ................. 8 3. Prinsip PHT dalam SLPHT ............................................................... 10 4. Adopsi dan Inovasi............................................................................ 17 5. Karakteristik Sosial Ekonomi ........................................................... 20 6. Petani ................................................................................................. 23

B. Kerangka Berpikir ................................................................................... 26 C. Hipotesis.................................................................................................. 27 D. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ...................................... 28

1. Definisi Operasional ......................................................................... 28 2. Pengukuran Variabel ......................................................................... 31

E. Pembatasan Masalah .............................................................................. 35 F. Penelitian Terdahulu ............................................................................... 36

III. METODE PENELITIAN ........................................................................... 37 A. Metode Dasar Penelitian ......................................................................... 37 B. Metode Penentuan Lokasi Penelitian ..................................................... 37 C. Populasi dan Sampel .............................................................................. 38 D. Jenis dan Metode Pengambilan Data ...................................................... 39

1. Data Primer ....................................................................................... 39 2. Data Sekunder ................................................................................... 40

E. Teknik Pengumpulan Data ..................................................................... 40 1. Wawancara ........................................................................................ 40

Page 7: HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI …/Hubungan... · ekonomi petani peserta SLPHT, dan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik sosial ekonomi petani dengan tingkat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vii

2. Observasi ........................................................................................... 40 3. Pencatatan ......................................................................................... 40

F. Metode Analisis Data ............................................................................. 41

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN ........................................ 43 A. Keadaan Alam ......................................................................................... 43

1. Lokasi Daerah Penelitian ................................................................. 43 B. Keadaan Penduduk .................................................................................. 44

1. Komposisi Penduduk Menurut Kelompok Umur dan jenis Kelamin 44 2. Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian ............................ 45 3. Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan ......................... 46

C. Keadaan Pertanian ................................................................................... 47 1. Tata Guna Lahan ............................................................................... 47 2. Produksi Tanaman Pangan ................................................................ 48

D. Keadaan Kelompok Tani ........................................................................ 49 E. Pelaksanaan SLPHT ................................................................................ 51

V. HASIL PEMBAHASAN ............................................................................. 55 A. Karakteristik Sosial Ekonomi ................................................................. 55 B. Tingkat Adopsi Petani Terhadap Teknologi PHT Pasca SLPHT ........... 63

1. Budidaya Tanaman Sehat.................................................................. 63 2. Tingkat Pelestarian Musuh Alami..................................................... 65 3. Pengamatan Mingguan ...................................................................... 67 4. Tingkat Adopsi Petani Terhadap Teknologi PHT Pasca

SLPHT ............................................................................................. 69 C. Hubungan antara Karakteristik Sosial Ekonomi dengan Tingkat

Adopsi Petani Terhadap Teknologi PHT Pasca SLPHT ........................ 71 1. Hubungan antara Umur dengan Tingkat Adopsi Petani

Terhadap Teknologi PHT Pasca SLPHT .......................................... 72 2. Hubungan antara Pendidikan Formal dengan Tingkat

Adopsi Petani Terhadap Teknologi PHT Pasca SLPHT ................... 73 3. Hubungan antara Pendidikan Non Formal dengan Tingkat

Adopsi Petani Terhadap Teknologi PHT Pasca SLPHT ................... 73 4. Hubungan antara Pendidikan dengan Tingkat Adopsi Petani

Terhadap Teknologi PHT Pasca SLPHT .......................................... 74 5. Hubungan antara Tingkat Pengalaman Petani dengan

Tingkat Adopsi Petani Terhadap Teknologi PHT Pasca SLPHT .............................................................................................. 75

6. Hubungan antara Keaktifan Keanggotaan Petani dengan Tingkat Adopsi Petani Terhadap Teknologi PHT Pasca SLPHT .............................................................................................. 76

7. Hubungan antara Pengusaan Lahan Usahatani dengan Tingkat Adopsi Petani Terhadap Teknologi PHT Pasca SLPHT .............................................................................................. 77

Page 8: HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI …/Hubungan... · ekonomi petani peserta SLPHT, dan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik sosial ekonomi petani dengan tingkat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

viii

8. Hubungan antara Karakteristik Sosial Ekonomi dengan Tingkat Adopsi Petani Terhadap Teknologi PHT Pasca SLPHT .............................................................................................. 77

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 79 A. Kesimpulan ............................................................................................. 79

B. Saran ........................................................................................................ 81

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 9: HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI …/Hubungan... · ekonomi petani peserta SLPHT, dan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik sosial ekonomi petani dengan tingkat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ix

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman 1. Rata-rata Luas Areal Tanaman Pangan Nasional yang

Terkena Serangan OPT Tahun 2005 – 2009 ................................ 2 2 Karakteristik Sosial Ekonomi Petani ................................................................31 3 Deskripsi Variabel, Indikator, Kriteria Tingkat Adopsi

Petani Terhadap Teknologi PHT Pasca SLPHT ................................ 32

4 Daftar Peserta SLPHT Padi di Desa Metuk, Kecamatan Mojosongo, Kabupaten Boyolali Tahun 2011 ................................ 39

5 Komposisi Penduduk menurut Umur dan Jenis Kelamin di Kabupaten Boyolali dan Desa Metuk Tahun 2010 ................................45

6 Komposisi Penduduk Usia 10 Tahun Keatas menurut Mata Pencaharian di Kabupaten Boyolali dan Desa Metuk pada Tahun 2010 ................................................................................................46

7 Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Kabupaten Boyolali dan Desa Metuk Tahun 2010 ................................47

8 Tata Guna Lahan di Kabupaten Boyolali dan Desa Metuk Tahun 2010 ................................................................................................48

9 Luas Panen dan Produksi Tanaman Pangan di Kabupaten Boyolali dan Desa Metuk Tahun 2010 ................................49

10 Distribusi Responden Berdasarkan Umur ...........................................................55 11 Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan Formal ................................56 12 Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan Non Formal ..............................57 13 Distribusi Responden Berdasarkan Pendapatan ................................ 58 14 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pengalaman

Petani ................................................................................................ 59 15 Distribusi Responden Berdasarkan Keaktifan Keanggotaan

Petani …………………………............................................... 60 16 Distribusi Responden Berdasarkan Penguasaan Lahan

Usahatani ................................................................................................61 17 Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Sosial

Ekonomi Petani ................................................................................................62 18 Distribusi Responden Berdasarkan Budidaya Tanaman

Sehat.......................................................................................... 64 19 Distribusi Responden Berdasarkan Rincian Tingkat Budidaya

Tanaman Sehat.......................................................................... 64 20 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pelestarian musuh

alami……………………………………….............................. 66 21 Distribusi Responden Berdasarkan Rincian Tingkat

Pelestarian musuh alami .......................................................... 66 22 Distribusi Responden Berdasarkan Pengamatan Mingguan

………………………………………...................................... 68 23 Distribusi Responden Berdasarkan Rincian Pengamatan

Mingguan …………………………….................................... 68

Page 10: HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI …/Hubungan... · ekonomi petani peserta SLPHT, dan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik sosial ekonomi petani dengan tingkat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

x

24 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Adopsi Petani Terhadap Teknologi PHT Pasca SLPHT ….............................

69

25 Analisis Hubungan Antara Karakteristik Sosial Ekonomi Dengan Tingkat Adopsi Petani Terhadap Teknologi PHT Pasca SLPHT ……………………………............................... 71

Page 11: HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI …/Hubungan... · ekonomi petani peserta SLPHT, dan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik sosial ekonomi petani dengan tingkat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xi

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman 1. Bagan Kerangka Berpikir hubungan Antara Karakteristik

Sosial Ekonomi dengan Tingkat Adopsi Teknologi PHT Pasca SLPHT Padi........................................................ 27

2. Struktur Organisasi Pelaksanaan SLPHT Desa Metuk........... 51

Page 12: HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI …/Hubungan... · ekonomi petani peserta SLPHT, dan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik sosial ekonomi petani dengan tingkat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman 1. Peta Penelitian Kabupaten Boyolali ................................................................83 2 Peta Penelitian Desa Metuk ................................................................ 84 3 Surat Ijin Penelitian .............................................................................................85

4 Kuesioner Penelitian ...........................................................................................86 5 Identitas Responden ............................................................................................92 6 Tabulasi Skor Variabel Karakteristik Sosial Ekonomi dan

Tingkat Adopsi Petani Terhadap Teknologi PHT Pasca SLPHT ................................................................................................ 93

7 Hasil Analisis Hubungan Antar Variabel............................................................95 8 Foto Dokumentasi ...............................................................................................97

Page 13: HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI …/Hubungan... · ekonomi petani peserta SLPHT, dan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik sosial ekonomi petani dengan tingkat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiii

HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI DENGAN TINGKAT ADOPSI TEKNOLOGI PHT PASCA SLPHT PADI

DI DESA METUK, KECAMATAN MOJOSONGO, KABUPATEN BOYOLALI

Paramesti Maris H 0808063

RINGKASAN

Paramesti Maris. H0808063. Hubungan antara Karakteristik Sosial

Ekonomi Petani dengan Tingkat Adopsi Petani Terhadap Teknologi PHT Pasca SLPHT Padi Di Desa Metuk, Kecamatan Mojosongo, Kabupaten Boyolali. Dibimbing oleh Dr. Sapja Anantanyu, SP. Msi dan Ir. Suprapto. Fakultas Pertanian. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Dalam upaya peningkatan produksi dan mutu hasil komoditas tanaman pangan, khususnya padi masih banyak menghadapi masalah, salah satu masalah penting adalah adanya serangan organisme pengganggu tanaman (OPT). Organisme pengganggu tanaman (OPT) merupakan resiko yang harus dihadapi dan diperhitungkan oleh para petani dalam setiap usaha budidaya tanaman untuk meningkatkan hasil produksi yang sesuai dengan harapan. Untuk memecahkan masalah ini, petani diharapkan menerapkan konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT) yang merupakan suatu cara pengendalian hama yang secara prinsip berbeda dengan konsep pengendalian konvensional yang selama ini masih sangat tergantung pada penggunaan pestisida.

Salah satu metode pemberdayaan masyarakat petani yang dinilai cukup berhasil dalam menerapkan PHT adalah melalui Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT). Melalui Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) diharapkan dapat diwujudkan kemandirian petani dalam pengambilan keputusan di lahan usaha taninya. Dengan adanya kegiatan SLPHT diharapkan adanya perwujudan tingkat penerapan PHT yang benar sesuai dengan rekomendasi.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana tingkat adopsi petani terhadap teknologi PHT pasca SLPHT padi, mengetahui karakteristik sosial ekonomi petani peserta SLPHT, dan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik sosial ekonomi petani dengan tingkat adopsi petani terhadap teknologi PHT pasca SLPHT padi.

Penelitian ini dilakukan di Desa Metuk, Kecamatan Mojosongo, Kabupaten Boyolali dengan metode deskriptif. Pengambilan responden dilakukan dengan cara sensus yakni dengan cara mencatat semua elemen (responden) yang diselidiki pada para peserta SLPHT padi di Desa Metuk, Kecamatan Mojosongo, Kabupaten Boyolali sebanyak 25 peserta. Metode analisis yang digunakan adalah Uji Koefisien Korelasi Rank Spearman (rs) pada tingkat kepercayaan 95%.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang mengkaji hubungan karakteristik sosial ekonomi petani dengan tingkat adopsi petani terhadap teknologi PHT pasca SLPHT padi dengan menggunakan analisis Rank Spearman

Page 14: HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI …/Hubungan... · ekonomi petani peserta SLPHT, dan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik sosial ekonomi petani dengan tingkat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiv

dan uji signifikansi pada tingkat kepercayaan 95% didapat bahwa karakteristik sosial ekonomi petani terdapat hubungan yang signifikan dengan tingkat adopsi petani terhadap teknologi PHT pasca SLPHT padi.

Page 15: HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI …/Hubungan... · ekonomi petani peserta SLPHT, dan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik sosial ekonomi petani dengan tingkat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xv

RELATIONSHIP BETWEEN THE SOCIO-ECONOMIC

CHARACTERISTICS OF FARMERS AND THE ADOPTION LEVEL OF IPM TECHNOLOGY POST RICE SLPHT IN METUK VILLAGE, MOJOSONGO

SUBDISTRICT, BOYOLALI DISTRICT Paramesti Maris

H 0808063

SUMMARY

Paramesti Maris. H0808063. RELATIONSHIP BETWEEN THE SOCIO-ECONOMIC CHARACTERISTICS OF FARMERS AND THE ADOPTION LEVEL OF IPM TECHNOLOGY POST RICE SLPHT IN METUK VILLAGE, MOJOSONGO SUBDISTRICT, BOYOLALI DISTRICT. This research is being advisored by Dr. Sapja Anantanyu, SP. Msi and Ir. Suprapto. Faculty of Agriculture. Sebelas maret University. Surakarta.

In order to increase the crop yield and food crop quality, aspecially in rice, a lot of problem still have to be faced. One of the problem is pest attack. Crop pest is a risk that has to be faced by the farmers in order to increase the potential crop yields. To avoid that risk, farmers are expected to apply the Integrated Pest Management (IPM) concept. IPM is a kind of pest control method that is different from the conventional concept that is still highly depend on the use of pesticides.

SLPHT (Field School of Integrated Pest Management) is a kind of IPM method that considered as a succesful method to empower the farmers. Through this Field School, farmers are expected to be independence so they can make their own decision in their own farm. This field school is manifestasion 0f a correct IPM wich is be fit with recommendation.

The aim of this research is to determine the farmers adoption level of IPM technology post rice SLPHT, to know the socio-economic characteristics of farmers as participants of SLPHT, and to understand the relationship between socio-economic characteristics of farmers and the adoption level of IPM technology post rice SLPHT. The research was conducted in Metuk village, Mojosongo District, Boyolali with descriptive methods. The respondents were taken with census by recording all the elements (respondents). There are 25 participants. This research will be evaluated using Spearman Rank Correlation Coefficient (rs) method at the 95% confidence level. Based on the research and discussion that examines the socio-economic characteristics of farmers relationship with adoption level of farmers on IPM technology post SLPHT rice using Spearman Rank analysis and tests of significance at the 95% confidence level obtained that the socio-economic characteristics of farmers significant relationship with adoption level of farmers to post SLHPT rice IPM technology.

Page 16: HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI …/Hubungan... · ekonomi petani peserta SLPHT, dan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik sosial ekonomi petani dengan tingkat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perlindungan tanaman merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari

sistem dan usaha agribisnis. Perlindungan tanaman pangan mempunyai

peranan penting selama proses produksi dalam usaha tani dalam rangka

pencapaian sasaran produksi tanaman pangan. Perlindungan tanaman

berperan dalam menjaga kuantitas, kualitas, kontinuitas, hasil dan efisiensi

produksi (Wasiati, 2007). Dalam upaya peningkatan produksi dan mutu hasil

komoditas tanaman pangan, khususnya padi masih banyak menghadapi

masalah, salah satu masalah penting adalah adanya serangan organisme

pengganggu tanaman (OPT). Organisme pengganggu tanaman (OPT)

merupakan resiko yang harus dihadapi dan dipertimbangkan dalam setiap

upaya budidaya tanaman. Oleh karena itu perlindungan tanaman harus selalu

menjadi salah satu faktor pertimbangan setiap usaha budidaya tanaman.

Organisme pengganggu tanaman (OPT) merupakan resiko yang harus

dihadapi dan diperhitungkan oleh para petani dalam setiap usaha budidaya

tanaman untuk meningkatkan hasil produksi yang sesuai dengan harapan.

Resiko ini merupakan konsekuensi dari setiap perubahan ekosistem sebagai

akibat dari budidaya tanaman yang dilakukan. Perubahan atau ketidaktentuan

iklim yang berlangsung saat ini merupakan suatu hal yang harus diterima

sebagai fenomena alam. Perubahan atau ketidaktentuan iklim sangat

berpengaruh terhadap perkembangan organisme pengganggu tanaman (OPT)

dan berpengaruh langsung terhadap usaha budidaya tanaman.

Berdasarkan data rerata luas serangan OPT pada tanaman pangan tahun

2005 – 2009 secara nasional areal tanaman pangan yang terkena serangan

OPT tercatat seluas 379.524 ha (puso: 4.109 ha) dari luas total areal tanaman

pangan 18.646 juta ha, atau dapat dikatakan 2,04% dari luas tanam terkena

serangan OPT dengan rincian sebagai berikut:

1

Page 17: HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI …/Hubungan... · ekonomi petani peserta SLPHT, dan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik sosial ekonomi petani dengan tingkat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2

Tabel 1. Rata-rata Luas Areal Tanaman Pangan Nasional yang Terkena Serangan OPT Tahun 2005 – 2009

Komoditi Luas areal tanaman pangan (juta ha)

Luas areal serangan OPT (ha)

Puso (ha)

Padi 12.602 350.065 3.532 Jagung 4.412 17.737 516 Kedelai 920 6.628 45 Kacang tanah 712 5.094 16 Total 18.646 379.524 4109

Sumber data : Kementrian Pertanian 2010

Dalam lingkungan pertanian, terutama hama wereng coklat dan tikus

menjadi masalah besar di banyak daerah dan telah tercatat sebagai faktor

potensial dalam penurunan produksi padi. Untuk memecahkan masalah ini,

petani diharapkan menerapkan konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT)

yang merupakan suatu cara pengendalian hama yang secara prinsip berbeda

dengan konsep pengendalian konvensional yang selama ini masih sangat

tergantung pada penggunaan pestisida.

Sikap tegas pemerintah pemerintah tentang Pengendalian Hama

Terpadu (PHT) nyata setelah dikeluarkannya Intruksi Presiden No.3/1986

tentang pengendalian hama-hama padi pada umumnya dan pengendalian

hama wereng coklat pada khususnya. Dengan Inpres tersebut pemerintah

menunjukkan dukungan dan kemauan politik yang sungguh-sungguh dalam

di dalam menerapkan dan mengembangkan Pengendalian Hama Terpadu

(PHT) di Indonesia (Untung, 1993).

Salah satu metode pemberdayaan masyarakat petani yang dinilai cukup

berhasil dalam menerapkan PHT adalah melalui Sekolah Lapang

Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT). Melalui Sekolah Lapang

Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) diharapkan dapat diwujudkan

kemandirian petani dalam pengambilan keputusan di lahan usaha taninya.

Pada tahun 2010 jumlah pelaksanaan SLPHT sebanyak 371 unit, terdiri dari

SLPHT padi non hibrida (176 unit), padi hibrida (60 unit), jagung (100 unit),

dan kedelai (35 unit) yang tersebar di 31 provinsi, 262 kabupaten

(Kementrian Pertanian, 2010).

Page 18: HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI …/Hubungan... · ekonomi petani peserta SLPHT, dan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik sosial ekonomi petani dengan tingkat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3

Program PHT ini salah satunya dilaksanakan di Desa Metuk,

Kecamatan Mojosongo, Kabupaten Boyolali pada tahun 2011 dimana daerah

tersebut melaksanakan pelatihan petani dan kelompok tani yang dilakukan di

Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) padi selama satu

musim padi. Masyarakat petani di Desa Metuk diarahkan untuk menerapkan

konsep PHT sebagai upaya peningkatan kemampuan masyarakat untuk

berkembang, memperluas kesempatan untuk memecahkan masalah, dan

membuat keputusan dalam kegiatan usaha taninya.

Keberhasilan SLPHT padi ini tergantung bagaimana petani mengadopsi

penerapan teknologi PHT melalui kegiatan SLPHT padi yang telah diberikan.

Prinsip yang mendasari penerapan PHT tersebut antara lain budidaya tanaman

sehat, pelestarian musuh alami, dan pengamatan mingguan. Proses adopsi ini

tidak lepas dari karakteristik sosial ekonomi petani, meliputi umur,

pendidikan formal, pendidikan non formal, pendapatan, tingkat pengalaman,

keaktifan keanggotaan petani, luas penguasaan lahan.

Dengan adanya kegiatan SLPHT diharapkan adanya perwujudan

tingkat penerapan PHT yang benar sesuai dengan rekomendasi. Berdasarkan

uraian tersebut perlu diteliti kaitan antara karakteristik sosial ekonomi dengan

tingkat adopsi petani terhadap teknologi PHT. Untuk itu peneliti ingin

mengkaji lebih dalam mengenai hubungan karakteristik sosial ekonomi

dengan tingkat adopsi teknologi PHT Pasca SLPHT padi di Desa Metuk,

Kecamatan Mojosongo, Kabupaten Boyolali.

B. Perumusan Masalah

Keterbatasan pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki petani

menyebabkan kurangnya pemahaman efek samping penggunaan pestisida

secara terus-menerus. Seringnya petani menggunakan pestisida dalam

pengendalian hama menyebabkan produksi hasil pertanian bisa gagal. Hal ini

dikarenakan munculnya ledakan hama dan penyakit tanaman yang semakin

bertambah yang menjadi masalah besar di banyak daerah, termasuk di Desa

Metuk, Kecamatan Mojosongo, Kabupaten Boyolali.

Page 19: HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI …/Hubungan... · ekonomi petani peserta SLPHT, dan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik sosial ekonomi petani dengan tingkat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4

Program-program pertanian akan berhasil bila tingkat penerapan petani

dalam kegiatan (Pengendalian Hama Terpadu) PHT tinggi. PHT memegang

peranan penting untuk meningkatkan produktivitas pertanian dan

mempertahankannya dalam jangka panjang, sekaligus memelihara keserasian

lingkungan dan menghindari pencemaran lingkungan. Oleh karena itu

diharapkan setelah petani mendapatkan pengetahuan PHT dari kegiatan

Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) tersebut, petani dapat

mengadopsi teknologi PHT dari kegiatan SLPHT yang telah dilaksanakan dan

tingkat penerapan petani dapat meningkat, khususnya mengenai pengendalian

hama secara tepat.

Permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimana tingkat adopsi petani terhadap teknologi PHT pasca SLPHT

padi di Desa Metuk, Kecamatan Mojosongo, Kabupaten Boyolali ?

2. Bagaimana karakteristik sosial ekonomi petani yang mengikuti kegiatan

SLPHT di Desa Metuk, Kecamatan Mojosongo, Kabupaten Boyolali?

3. Bagaimana hubungan antara karakteristik sosial ekonomi petani dengan

tingkat adopsi petani terhadap teknologi PHT pasca SLPHT padi di Desa

Metuk, Kecamatan Mojosongo, Kabupaten Boyolali?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui tingkat adopsi petani terhadap teknologi PHT pasca

SLPHT padi Desa Metuk, Kecamatan Mojosongo, Kabupaten Boyolali.

2. Untuk mengetahui karakteristik sosial ekonomi petani yang mengikuti

kegiatan SLPHT di Desa Metuk, Kecamatan Mojosongo, Kabupaten

Boyolali.

3. Untuk mengetahui hubungan antara karakteristik sosial ekonomi petani

dengan tingkat adopsi petani terhadap teknologi PHT pasca SLPHT padi

di Desa Metuk, Kecamatan Mojosongo, Kabupaten Boyolali.

Page 20: HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI …/Hubungan... · ekonomi petani peserta SLPHT, dan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik sosial ekonomi petani dengan tingkat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

5

D. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat berguna untuk :

1. Bagi instansi terkait, diharapkan menjadi bahan informasi dan landasan

dalam menentukan kebijakan yang terkait dengan Pengendalian Hama

Terpadu (PHT).

2. Bagi peneliti, sebagai salah satu syarat kelulusan dalam memperoleh

Gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Universitas sebelas

Maret Surakarta.

3. Diharapkan hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai bahan

pertimbangan bagi peneliti lain dalam melakukan penelitian yang sejenis

ataupun untuk pengembangan penelitian selanjutnya.

Page 21: HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI …/Hubungan... · ekonomi petani peserta SLPHT, dan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik sosial ekonomi petani dengan tingkat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

6

II. LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Pengendalian Hama Terpadu (PHT)

Pengendalian Hama Terpadu (PHT) merupakan dasar kebijakan

pemerintah dalam program perlindungan tanaman di Indonesia, yang

secara resmi tercantum pada Inpres Nomor 3/1986, UU No.12/1992

tentang Sistem budidaya Tanaman, dan PP Nomor 6/1995 tentang

Perlindungan Tanaman. Kebijakan PHT mulai berkembang sebagai

koreksi terhadap usaha pengendalian hama secara konvensional yang

mengutamakan penggunaan pestisida secara tidak tepat dan berlebihan.

Cara ini selain meningkatkan biaya produksi juga mengakibatkan

dampak samping yang merugikan lingkungan hidup dan kesehatan

masyarakat (Wasiati, 2007).

PHT adalah strategi pengendalian hama berdasar ekologi yang

menitikberatkan pada faktor-faktor mortalitas alami seperti musuh alami

dan cuaca serta mencari taktik pengendalian yang mengganggu faktor-

faktor ini seminimal mungkin. PHT memanfaatkan pestisida, tetapi

hanya setelah dilakukan pemantauan sistematik terhadap populasi hama

dan faktor pengendali hama menunjukkan perlunya penggunaan

pestisida. Secara ideal, program PHT memperhitungkan semua tindakan

pengendalian hama yang tersedia, termasuk juga tidak bertindak apa-apa,

dan mengevaluasi interaksi antara macam-macam taktik pengendalian,

cara-cara bercocok tanam, cuaca, hama lain, dan tanaman budidaya yang

akan dilindungi (Mary dan Robert, 1990).

Menurut Untung (1993), PHT merupakan suatu cara berfikir yang

baru, sangat berbeda dengan cara berfikir lama, terutama dalam program

perlindungan tanaman dan pengelolaan ekosistem pertanian pada

umumnya. Perubahan tersebut antara lain:

6

Page 22: HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI …/Hubungan... · ekonomi petani peserta SLPHT, dan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik sosial ekonomi petani dengan tingkat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

7

a. Pengendalian hama yang semula bertumpukan pada pestisida

kemudian menjadi pengendalian yang mengutamakan pengendalian

alami. Pestisida yang semula menjadi keharusan karena merupakan

masukan utama dalam pengendalian hama sekarang hanya menjadi

pendukung bagi berfungsinya kembali agensia pengendali alami.

b. Petani yang semula mengambil keputusan pengendalian hama lebih

didasarkan pada emosi serta sangat tergantung pada pemerintah,

sekarang menjadi petani yang lebih mandiri dan rasional dalam

mengambil keputusan tentang pengendalian hama kedudukannya

sebagai pengelola atau manajer lahan sawahnya sendiri.

c. Petani sendiri yang bertanggungjawab didalam melaksanakan fungsi

pemantauan, pengambilan keputusan dan program tindakan pada

unit lahan sawahnya sebagai bagian dari sistem penerapan PHT.

Dalam penerapan Pengendalian Hama Terpadu (PHT),

pengamatan ekosistem merupakan kegiatan yang sangat menentukan

keberhasilan dalam mengambilan keputusan tentang pengendalian

Organisme Pengganggu Tanaman (OPT). Kegiatan pengamatan

bertujuan untuk memperoleh informasi tentang keadaan ekosistem

meliputi keadaan cuaca, air, tanah, populasi OPT, musuh alami,

kerusakan tanaman, pertumbuhan tanaman dan lain-lain (Wasiati, 2007).

Melalui penerapan 4 prinsip dasar PHT (budidaya tanaman sehat,

pelestarian dan pemanfaatan musuh alami, pengamatan agroekosistem

secara rutin serta petani menjadi ahli PHT dan manajer di kebunnya)

dikembangkan secara nyata dan benar oleh petani, diharapkan akan

tercapai tujuan sebagai berikut : (a) Dapat terkendalinya gangguan

Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) pada tingkat yang tidak

merugikan secara ekonomi, (b) Dicapainya tingkat produktivitas dan

mutu hasil yang optimal, (c) Menjaga pelestarian sumber daya alam dan

lingkungan hidup, (d) Memperoleh peningkatan pendapatan dan

kesejahteraan petani serta devisa negara (Dinas Perkebunan Jateng, 2005)

Page 23: HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI …/Hubungan... · ekonomi petani peserta SLPHT, dan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik sosial ekonomi petani dengan tingkat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

8

Semboyan “PHT OLEH petani dan bukan UNTUK petani” dan

“petani menjadi ahli PHT” dimaksudkan agar petani dapat menolong

dirinya sendiri dalam menghadapi masalah produksi, terutama hama yang

menyerang tanamannya, baik secara berkelompok maupun sendiri-

sendiri, dengan cara yang efektif, efisien dan bersahabat dengan

lingkungan. PHT merupakan salah satu cara pengembangan sumber daya

manusia ditingkat paling “bawah”, yaitu para petani yang langsung

berkepentingan dalam proses produksi. Dengan demikian PHT ingin ikut

berperan dalam mengembangkan pertanian yang tangguh dengan

membuat petaninya tangguh terlebih dahulu (Oka, 1995).

2. Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT)

Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) adalah suatu

model percontohan latihan petani secara besar-besaran. Tujuan Sekolah

Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) adalah untuk melatih

petani sehingga menjadi ahli lapangan pengendalian hama terpadu

sehingga mampu menerapkan prinsip pengendalian hama terpadu,

sekurang-kurangnya di lingkungan sawahnya sendiri. Menurut Untung

(1993) untuk menghasilkan seorang petani yang ahli dalam pengendalian

hama terpadu, ketrampilan dasar yang perlu didapatkan dari Sekolah

Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) adalah:

a. Pengenalan musuh alami, hama, dan pola penyerangannya.

Kemampuan mengidentifikasikan musuh alami, hama, dan pola

penyerangannya dapat dipelajari melalui analisis ekosistem.

b. Pengambilan keputusan. Berdasarkan analisis yang disusun, petani

dapat mengambil keputusan yang terbaik dalam pengendalian hama,

sehingga modal yang ditanamkan di sawahnya dapat diefisiensikan

penggunaannya.

Kegiatan Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT)

dilaksanakan menggunakan metode pembelajaran (teori dan praktek) yang

bersifat partisipatoris. Proses belajar dilaksanakan berdasarkan siklus

belajar, mulai dari mendapatkan pengalaman, mengungkapkan, diskusi,

Page 24: HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI …/Hubungan... · ekonomi petani peserta SLPHT, dan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik sosial ekonomi petani dengan tingkat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

9

menganalisa, menyimpulkan, dan menerapkan. Kurikulum dirancang

berdasarkan analisis keterampilan lapangan yang perlu dimiliki oleh

seorang petani untuk menjadi ahli PHT di lahannya sendiri, dan mampu

menularkannya kepada para petani lainnya (Kementrian Pertanian, 2010).

Kriteria pemilihan lokasi atau hamparan SLPHT:

a. Luas panen/luas sawah dengan irigasi teknis atau semi teknis

b. Lokasi/hamparan yang cukup strategis dan terjangkau oleh petani di

desa

c. Adanya kelompok-kelompok tani yang aktif

d. Waktunya sesuai dengan musim tanam setempat

Menurut Simon HT,dkk pada tahun 2007 menyatakan bahwa

kriteria pemilihan kelompok tani dan peserta:

a. Memilih kelompok tani yang dinamis dan paling luas sawahnya di

hamparan terpilih, dengan irigasi teknis atau semi teknis

b. Diutamakan petani penggarap/pemilik penggarap

c. Mengikutsertakan petani perempuan (minimal 30%)

d. Adanya keaktifan dan kesanggupan peserta untuk mengikuti

pertemuan mingguan sekolah lapangan sebanyak 12 kali berturut-turut

(satu musim)

e. Kriteria lain yang ditentukan sendiri oleh PHP/PPL

Para petani yang telah mengalami SLPHT dengan suka rela mau

meneruskan pengetahuan dan ketrampilannya tentang PHT kepada rekan-

rekan mereka yang belum sempat menikmati pelatihan dalam SLPHT.

Dengan demikian terjadi proses difusi teknologi PHT secara alamiah dari

petani ke petani. Sekolah-sekolah lapang PHT (SLPHT) yang menerapkan

proses belajar partisipatif kelihatannya juga akan diterapkan dalam

penyuluhan pertanian. Untuk menerapkan metode tersebut para Penyuluh

Pertanian Lapangan (PPL) perlu dilatih terlebih dahulu secara intensif

mengenai materi dan sistem pelatihan (Oka, 1995).

Program tindak lanjut merupakan pendekatan untuk

melembagakan PHT di tingkat petani, yaitu agar PHT dengan pengertian

Page 25: HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI …/Hubungan... · ekonomi petani peserta SLPHT, dan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik sosial ekonomi petani dengan tingkat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10

mereka terapkan di lahannya baik secara berkelompok, maupun secara

perorangan berdasarkan pengetahuan yang telah mereka peroleh dari

SLPHT. Program ini mulai dirintis dalam tahun anggaran 1992-1993 yang

masih terbatas pada enam propinsi utama padi. Sasarannya ialah

kelompok-kelompok tani yang sudah memperoleh pelatihan PHT dua

tahun yang telah lewat. Program ini merupakan sasaran jangka panjang

dengan memperhatikan kembali apakah mereka masih melaksanakan PHT

dan sampai mana. Tidak hanya itu jangkauannya diperluas yaitu

kedalamnya juga dimasukkan kegiatan-kegiatan perencanaan produksi,

penggalian dana untuk pelatihan, pengorganisasian, evaluasi, studi-studi

sederhana di lapangan untuk antara lain meningkatkan efisiensi masukan

(pemupukan kimia, jarak tanam, pengelolaan air irigasi, evaluasi varietas),

melaksanakan PHT palawija dan program dari petani ke petani

(Oka,1995).

3. Prinsip PHT dalam SLPHT

Menurut Untung (1993) strategi PHT adalah memadukan semua

teknik/metode pengendalian hama secara optimal sehingga dapat

memberikan manfaat sosial ekonomi sebanyak-banyaknya bagi petani.

Teknologi pengendalian hama yang diterapkan mengikuti beberapa

prinsip dan prioritas sebagai berikut:

1. Pemanfaatan pengendalian alami setempat dengan menciptakan

lingkungan yang memungkinkan semakin berfungsinya berbagai

agensia pengendali alami secara maksimal.

2. Pengelolaan ekosistem dengan bercocok tanam.

3. Penerapan pengendalian non kimiawi lainnya seperti pengendalian

fisik, mekanik, genetik, dan lain-lain.

4. Penggunaan pestisida secara selektif (fisiologik dan ekologik)

berdasarkan pada hasil monitoring, analisis ekosistem dan

pengambilan keputusan.

Oleh program nasional, PHT beberapa prinsip, strategi, dan

metodologi PHT tersebut di atas disingkat menjadi 4 prinsip yaitu:

Page 26: HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI …/Hubungan... · ekonomi petani peserta SLPHT, dan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik sosial ekonomi petani dengan tingkat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11

1) Budidaya tanaman sehat

2) Melestarikan musuh alami

3) Pengamatan mingguan

4) Petani ahli PHT

Pada akhirnya menurut Kevin pada tahun 1991 sasaran

ketrampilan akan mendorong tiga prinsip dasar penting PHT:

1) Budidaya tanaman yang sehat (agronomi dan varietas yang baik)

2) Melestarikan musuh alami (keseimbangan populasi dan pengelolaan

musuh alami)

3) Pengamatan mingguan (ekologi dan analisa ekosistem untuk membuat

keputusan)

1. Budidaya Tanaman Sehat

Budidaya tanaman sehat merupakan semua usaha budidaya

tanaman yang dapat menyebabkan kesehatan dan produktivitas

tanaman perlu ditingkatkan mulai dari pemilihan bibit, penentuan

waktu tanam, sampai ke masa panen (Untung K, 2001).

Kegiatan bercocok tanam merupakan usaha pengendalian yang

bersifat preventif yang dilakukan sebelum serangan hama terjadi

dengan harapan agar populasi hama tidak meningkat sampai melebihi

ambang pengendaliannya. Tujuan dari pengendalian secara bercocok

tanam atau pengendalian agronomik adalah untuk mengelola

lingkungan tanaman sedemikian rupa sehingga lingkungan tersebut

menjadi kurang cocok bagi kehidupan dan perkembangbiakan hama

sehingga dapat mengurangi laju peningkatan populasi dan

peningkatan populasi kerusakan tanaman. Ada banyak tindakan

bercocok tanam yang dapat kita lakukan diantaranya adalah:

a. Pemberoan lahan

Pemberoan lahan pada suatu tempat dilakukan dengan

tujuan mengosongkan lahan sehingga hama tidak menjumpai

makanan yang sesuai sehingga populasi hama menurun.

Pemberoan lahan dilakukan juga untuk pengawetan tanah. Dalam

Page 27: HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI …/Hubungan... · ekonomi petani peserta SLPHT, dan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik sosial ekonomi petani dengan tingkat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12

melakukan pemberoan perlu diperhatikan sifat biologi dan

perilaku hama. Apabila hama mampu berdiapause selama masa

bero, teknik pemberoan lahan menjadi kurang efektif (Untung K,

2006).

b. Sanitasi

Pada prinsipnya sanitasi dilakukan dengan membersihkan

lahan dari sisa-sisa tanaman singgang atau bagian-bagian tanaman

lain yang tertinggal setelah masa panen. Bagian tanaman tersebut

seringkali merupakan tempat berlindung hama, tempat

berdiapause, atau tempat tinggal sementara sebelum tanaman

utama kembali ditanam. Dengan membersihkan sisa-sisa tanaman

tersebut berarti kita mengurangi populasi permulaan suatu hama

yang secara potensial dapat merugikan pertanaman berikutnya

(Untung K, 2006).

Pada SLPHT, sanitasi direkomendasikan dilakukan pada

fase pratanam. Sisa tanaman, singgang, tunggul, jerami, dan

gulma merupakan tempat bertahan OPT pada fase ini. Oleh

karena itu apabila perlu dilakukan pemusnahan sisa tanaman,

tunggul, dan jerami, serta sanitasi gulma perlu dilakukan untuk

memperkecil sumber inokulum awal (Wasiati, 2007).

c. Persemaian

Pembenihan merupakan salah satu tahap dalam budidaya

padi karena umumnya ditanam dengan menggunakan benih yang

sudah disemaikan terlebih dahulu di tempat lain. Pada

pelaksanaan SLPHT perlakuan benih direkomendasikan dengan

cara perendaman benih menggunakan air hangat atau perendaman

dengan PGPR. PGPR (Plant Growth Promoting Rhizobacteria)/

Bacteri Pemacu tumbuh merupakan campuran bakteri P.

Flourescens dan B. Ploymixa yang dapat meningkatkan

pertumbuhan tanaman dan mengendalikan penyakit

(Laboratorium PHPT, 2011).

Page 28: HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI …/Hubungan... · ekonomi petani peserta SLPHT, dan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik sosial ekonomi petani dengan tingkat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

d. Pemilihan varietas

Varietas padi sangat berperan dalam budidaya agar

berproduksi optimal. Pemilihan varietas padi sangat ditentukan

oleh kebiasaan petani, tujuan, musim tanam, daerah kronis

endemis hama penyakit dan lain-lain. Namun secara umum

penggunaan varietas unggul tahan hama penyakit lebih dianjurkan

dalam (Laboratorium PHPT, 2011).

e. Penyiapan lahan

Penyiapan lahan pada dasarnya adalah pengolahan tanah

sawah hingga siap untuk ditanami. Prinsip pengolahan tanah

adalah pemecahan bongkahan tanah sedemikian rupa hingga

menjadi lumpur lunak dan sangat halus. Selain kehalusan tanah,

ketersediaan air yang cukup harus diperhatikan. Bila air dalam

areal penanaman cukup banyak, maka akan makin banyak unsur

hara dalam koloid yang dapat larut. Keadaan ini berakibat makin

banyak unsur hara yang dapat diserap akar tanaman

(Laboratorium PHPT, 2011).

f. Penanaman serempak

Penanaman serentak dimaksudkan agar masa ketersediaan

makanan yang sesuai bagi hama lebih pendek sehingga

perkembangan populasi hama dapat dihambat. Rekomendasi

penanaman serentak dianjurkan untuk pengendalian hama-hama

padi termasuk wereng coklat, penggerek batang padi, tikus dan

hama-hama tanaman pangan lainnya (Untung K, 2006).

g. Pengaturan jarak tanam

Penetapan jarak tanam sangat menentukan tingkat

produktivitas. Jarak tanam yang terlalu rapat mengakibatkan

jumlah tanaman per satuan luas menjadi tambah besar sehingga

dapat menurunkan hasil. Sebaliknya apabila jarak tanam yang

terlalu lebar tidak diperoleh produksi maksimal (Untung K,

2006).

Page 29: HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI …/Hubungan... · ekonomi petani peserta SLPHT, dan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik sosial ekonomi petani dengan tingkat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

14

Jarak tanam di lahanpun mempengaruhi tinggi rendahnya

produktivitas padi. Penentuan jarak tanam sendiri dipengaruhi

oleh 2 faktor yaitu sifat varietas dan kesuburan tanah. Jarak tanam

yang paling banyak digunakan petani di Indonesia adalah 25 x 25

cm dan 30 x 30 cm (Laboratorium PHPT, 2011).

h. Pengelolaan air

Meskipun secara umum air yang tergenang dibutuhkan padi

sawah namun ada saatnya sawah harus dikeringkan agar

pertumbuhan dan produktivitas tanaman menjadi baik. Untuk itu

pemasukan dan pengeluaran air harus dilakukan (Laboratorium

PHPT, 2011).

i. Pergiliran tanaman

Tujuan pergiliran tanaman adalah memutus kesinambungan

penyediaan makanan bagi hama di suatu tempat yaitu dengan

tidak menanam suatu jenis tanaman sama dari suatu musim ke

musim lain. Pergiliran atau rotasi tanaman yang baik adalah bila

jenis tanaman yang ditanam pada suatu musim berbeda dengan

jenis tanaman yang ditanam pada musim berikutnya, dan jenis

tanaman tersebut bukan merupakan inang hama yang menyerang

tanaman yang ditanam pada musim sebelumnya (Untung K,

2006).

j. Pemupukan berimbang

Untuk mempertahankan ketersediaan hara dalam tanah

cukup untuk pertumbuhan tanaman yang optimal, maka perlu

dilakukan pengamatan pertumbuhan warna dan daun. Pemupukan

dianjurkan memakai pupuk organik, jika pupuk organik tidak

tersedia, maka dapat digunakan pupuk kimia yang bisa dipakai

petani yaitu Urea, SP-36, KCl dan ZA (Laboratorium PHPT,

2011).

Page 30: HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI …/Hubungan... · ekonomi petani peserta SLPHT, dan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik sosial ekonomi petani dengan tingkat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

15

k. Penyiangan

Tujuan penyiangan adalah disamping membersihkan gulma

yang mengganggu pertanaman padi agar terjadi pertukaran udara,

yaitu oksigen masuk ke dalam tanah dan gas-gas yang terbentuk

dalam keadaan anaerobik didalam tanah dapat menguap. Gas-gas

anaerobik tersebut dapat menjadi racun bagi tanaman

(Laboratorium PHPT, 2011).

2. Pelestarian Musuh Alami

Musuh alami sebagai faktor pengendali secara alami terhadap

hama padi sangat diperlukan keberadaannya didalam ekosistem atau

agroekosistem tanaman padi. Untuk itu harus dijaga kelestariannya

dan ditingkatkan perannya (Untung K, 2001).

Pelestarian musuh alami dilakukan dengan menemukan,

mengenali dan mengamati musuh alami (teman petani) di lahan sawah

serta memelihara keseimbangan lingkungan lahan sawah agar

populasi musuh alami dapat berkembang, dengan tidak menggunakan

pestisida yang membunuh musuh alami (Untung K, 1993).

Menurut Untung K (2001) ketidakmampuan musuh alami

dalam mengendalikan populasi hama disebabkan oleh banyak hal

antara lain:

1) Ditempat itu tidak ada jenis musuh alami yang efektif mengatur

populasi hama karena musuh alami yang ada kurang memiliki

sifat tergantung kepadatan yang tinggi

2) Jumlah populasi musuh alami rendah sehingga tidak mampu

memberikan respon numerik yang cepat dalam mengimbangi

peningkatan populasi hama.

3) Akibat terjadinya perubahan cuaca yang menguntungkan bagi

perkembangan populasi hama dan merugikan bagi perkembangan

musuh alami.

Page 31: HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI …/Hubungan... · ekonomi petani peserta SLPHT, dan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik sosial ekonomi petani dengan tingkat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

16

3. Pengamatan mingguan

Pengamatan mingguan dilakukan dengan mengamati tanaman,

air, penyakit, tikus, hama dan musuh alami serta menganalisis keadaan

dan membuat keputusan dengan membandingkan potensi kehilangan

hasil dengan ongkos pengelolaan.

Agroekosistem sangat dinamis, banyak faktor yang saling

mempengaruhi satu dengan yang lain. Terjadinya letusan hama pada

suatu agroekosistem merupakan hasil interaksi berbagai komponen

ekosistem yang mengakibatkan peningkatan populasi hama sampai

melampaui ambang ekonomi. Komponen ekosistem tersebut dapat

berasal dari dalam ekosistem sendiri maupun dimasukkan oleh karena

tindakan manusia (Untung K, 2001).

Di SLPHT daur pelaksanaan PHT termasuk kegiatan

pengamatan, analisis ekosistem dan pengambilan keputusan

dilaksanakan sendiri oleh petani. Petani dilatih menjadi pengamat,

penganalisis ekosistem dan sekaligus sebagai pengambil keputusan.

Model pengambilan keputusan yang dilatihkan saat ini masih

merupakan model “Ambang Petani” yang sederhana dan masih

cenderung bersifat kualitatif. Berdasarkan hasil pemantauan,

pengalaman dan kepekaan perasaan para petani diharapkan mereka

dapat mengambil keputusan yang paling baik (Untung K, 2006).

Dengan dilakukan sistem monitoring maka kepadatan populasi

hama meningkat pada tingkat ambang ekonomi dapat diketahui sedini

mungkin, sehingga akan segera diusahakan tindakan pengendaliannya.

Monitoring hama adalah komponen yang sangat penting dan

menentukan dalam menunjang keberhasilan program PHT, sebagai

upaya untuk dapat memberi informasi dan rekomendasi untuk

melakukan tindakan pengendalian antara lain dengan cara penggunaan

pestisida (Natawigena, 1990).

Dengan mengetahui situasi hama di lapangan sedini mungkin

sebelum populasi hama tinggi, maka dapat menghemat penggunaan

Page 32: HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI …/Hubungan... · ekonomi petani peserta SLPHT, dan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik sosial ekonomi petani dengan tingkat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

17

insektisida, sehingga menghemat biaya serta mengurangi pencemaran

lingkungan. Karena pada prinsipnya pengendalian hama adalah

menjadi kewajiban petani, maka para petani sendiri yang seharusnya

mengetahui terlebih dahulu mengenai situasi hama di lahan

pertaniannya. Pengamat hama di suatu wilayah bukan merupakan

kewajiban petugas perlindungan tanaman saja, para petani harus

melakukannya di masing-masing lahan sawahnya dengan telaten. Bila

diperlukan para petani dapat melaporkan mengenai situasi hama

kepada para penyuluh pertanian melalui pamong desa setempat untuk

memperoleh petunjuk atau bantuan (Natawigena, 1990).

4. Adopsi dan Inovasi

Adopsi adalah proses perubahan yang berupa pengetahuan

(cognitif), sikap (affective), maupun ketrampilan (psikomotorik) pada diri

seseorang setelah menerima pesan yang disampaikan oleh penyuluh

kepada sasarannya (Mardikanto, 1993). Inovasi menurut Rogers (1983)

merupakan gagasan, tindakan, atau barang yang dianggap baru oleh

seseorang. Ide tersebut betul-betul baru atau tidak, jika diukur dengan

selang waktu sejak digunakannya atau ditemukannya pertama kali.

Kebaruan inovasi itu diukur secara subyektif, menurut pandangan

individu yang menangkapnya.

Mardikanto (1993) menyatakan bahwa pada dasarnya proses

adopsi pasti melalui tahap-tahapan sebelum masyarakat mau menerima

atau menerapkan dengan keyakinan sendiri maskipun selang waktu antar

tahapan satu dengan yang lainnya tidak selalu sama sifat inovasi,

karakteristik sasaran, keadaan lingkungan (fisik maupun sosial) dan

kegiatan atau aktivitas yang dilakukan oleh penyuluh.

Ada 3 hal menurut Soekartawi (1998) dalam proses adopsi

inovasi, yaitu:

a. Adanya pihak lain yang telah melaksanakan adopsi inovasi dan

berhasil dengan sukses.

Page 33: HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI …/Hubungan... · ekonomi petani peserta SLPHT, dan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik sosial ekonomi petani dengan tingkat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

18

b. Adanya suatu proses adopsi inovasi yang berjalan secara sistematis,

sehingga dapat diikuti dengan mudah oleh calon adopter.

c. Adanya hasil adopsi inovasi yang sukses dalam arti telah memberi

keuntungan, sehingga informasi ini akan memberi dorongan kepada

calon adopter untuk melaksanakan adopsi inovasi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan adopsi meliputi:

1. Sifat Inovasi

a. Keuntungan relatif (relative advantage)

Setiap ide (inovasi) baru akan dipertimbangkan mengenai

seberapa jauh keuntungan relatif yang dapat diberikan, yang

diukur dengan derajat keuntungan ekonomi, besarnya

penghematan atau keamanan, atau pengaruhnya terhadap posisi

sosial yang akan diterima oleh komunikasi selaku adopter.

Menurut Rogers (1985), keuntungan relatif adalah

tingkatan dimana suatu ide baru dianggap suatu yang lebih baik

daripada ide-ide yang ada sebelumnya. Keuntungan relatif

seringkali dinyatakan dengan atau dalam bentuk keuntungan

ekonomis.

b. Kompatibilitas (compatibility)

Setiap inovasi baru akan cepat diadopsi manakala

mempunyai kecocokan atau berhubungan dengan kondisi setempat

yang telah ada di masyarakat. Menurut Rogers (1985),

kompatibilitas adalah sejauh mana suatu inovasi dianggap

konsisten dengan nilai – nilai yang ada, pengalaman masa lalu dan

kebutuhan penerima.

c. Kompleksitas (complexity)

Menurut Rogers (1985), kompleksitas adalah tingkat

dimana suatu inovasi dianggap relatif sulit untuk dimengerti dan

digunakan. Inovasi – inovasi tertentu begitu mudah dapat

dipahami oleh penerima tertentu, sedangkan orang lainnya tidak.

Kerumitan suatu inovasi menurut pengamatan anggota sistem

Page 34: HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI …/Hubungan... · ekonomi petani peserta SLPHT, dan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik sosial ekonomi petani dengan tingkat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

19

sosial, berhubungan negatif dengan kecepatan adopsinya. Ini

berarti makin rumit suatu inovasi bagi seseorang, maka akan

makin lambat pengadopsiannya.

d. Triabilitas

Menurut Rogers (1985), triabilitas adalah suatu tingkat

dimana suatu inovasi dapat dicoba dengan skala kecil. Ide baru

yang dapat dicoba biasanya diadopsi lebih cepat daripada inovasi

yang tidak dapat dicoba lebih dulu. Petani cenderung untuk

mengadopsi inovasi jika telah dicoba dalam skala kecil di

lahannya sendiri dan terbukti lebih baik daripada megadopsi

inovasi cepat dalam skala besar.

e. Observabilitas (observability)

Inovasi baru, akan lebih cepat diadopsi manakala

pengaruhnya atau hasilnya mudah dan atau cepat dilihat atau

diamati oleh komunikannya. Menurut Rogers (1985),

observabilitas adalah tingkat dimana hasil – hasil suatu inovasi

dapat dilihat oleh orang lain.

f. Input komplementer yang diperlukan (required complementery

inputs)

2. Jenis keputusan inovasi

Menurut Rogers dan Shoemaker dalam Hanafi (1987), ada

beberapa tipe keputusan inovasi, yaitu:

a. Keputusan otoritas, yaitu keputusan yang dipaksakan kepada

seseorang oleh individu yang berada dalam posisi atasan.

b. Keputusan individual, yaitu keputusan dimana individu yang

bersangkutan ambil peranan dalam pembuatannya.

Keputusan individual ini ada 2 macam:

1) Keputusan opsional yaitu keputusan yang dibuat oleh

seseorang, terlepas dari keputusan – keputusan yang dibuat

oleh anggota sistem.

Page 35: HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI …/Hubungan... · ekonomi petani peserta SLPHT, dan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik sosial ekonomi petani dengan tingkat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

20

2) Keputusan kolektif yakni keputusan yang dibuat individu –

individu yang ada dalam sistem sosial melalui konsensus.

Sebagai tambahan dari ketiga tipe diatas, ada keputusan

kontingen, yaitu pemilihan untuk menerima atau menolak

inovasi setelah ada keputusan inovasi yang mendahuluinya.

3. Saluran komunikasi

Penyampaian inovasi baru lewat media massa, relatif akan

lebih lamban diadopsi oleh komunikan dibanding jika disampaikan

secara interpersonal (hubungan antar pribadi). Sedangkan Menurut

Rogers dan Shoemaker dalam Hanafi (1987), saluran komunikasi

yakni alat yang dipergunakan untuk menyebarkan suatu inovasi

mungkin juga punya pengaruh terhadap kecepatan pengadopsian

inovasi.

4. Ciri – ciri sistem sosial

a. Adopsi inovasi didalam masyarakat modern, relatif lebih cepat

dibanding dengan adopsi inovasi didalam masyarakat yang masih

tradisional.

b. Demikian pula, proses adopsi dalam masyarakat lokalite akan

lebih lamban bila dibandingkan di dalam masyarakat yang

kosmopolite.

5. Kegiatan promosi

Kecepatan adopsi inovasi, juga sangat ditentukan oleh semakin

intensif dan seringnya intensitas atau frekuensi promosi yang

dilakukan agen pembaruan (penyuluh) setempat dan atau pihak –

pihak lain yang berkompeten dengan adopsi inovasi tersebut seperti:

lembaga penelitian produsen, pedagang, dan atau sumber informasi

(inovasi) tersebut.

5. Karakteristik Sosial Ekonomi

Petani di dalam menanggapi suatu ide atau informasi yang baru

akan berbeda menurut karakteristik kepribadian dan ciri-ciri sosial

ekonomi masing-masing individu (Mardikanto, 1989). Menurut Rogers

Page 36: HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI …/Hubungan... · ekonomi petani peserta SLPHT, dan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik sosial ekonomi petani dengan tingkat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

21

(1985) parameter dalam pengukuran status sosial ekonomi adalah kasta,

umur, pendidikan, status perkawinan, aspirasi pendidikan, partisipasi

sosial, hubungan organisasi pembangunan, pemilikan lahan, pemilikan

sarana pertanian serta penghasilan sebelumnya.

Karakter sosial ekonomi petani meliputi:

a. Umur

Umur petani akan mempengaruhi kemampuan fisik dan merespon

terhadap hal-hal yang baru dalam menjalankan usahataninya. Slamet

(1994) menambahkan bahwa faktor umur sangat penting dalam

partisipasi, biasanya mereka yang masuk golongan umur (40 – 60)

dimana akan semakin aktif keterlibatannya dalam partisipasi tahap

pelaksanaan. Mardikanto (1993) menerangkan bahwa biasanya orang

tua hanya cenderung melaksanakan kegiatan – kegiatan yang sudah

biasa dilakukan oleh warga masyarakat setempat. Mereka cenderung

apatis terhadap adanya teknologi baru sehingga mereka hanya

melaksanakan kegiatan yang sudah biasa diterapkan oleh pendahulu

atau masyarakat sekitar.

b. Pendidikan formal

Menurut Soekartawi (1988) pendidikan formal merupakan sarana

belajar dimana selanjutnya diperkirakan akan menanamkan pengertian

sikap yang menguntungkan menuju penggunaan praktek pertanian

yang lebih modern. Mereka yang berpendidikan tinggi (lebih dari

SMA) akan lebih mudah melakukan proses adopsi inovasi dalam

seluruh kegiatan yang diadakan.

c. Pendidikan non formal

Pendidikan non formal oleh Mardikanto (1982) diartikan sebagai

penyelenggaraan pendidikan yang terorganisir yang berada diluar

sistem pendidikan sekolah, isi pendidikan terprogram, proses

pendidikan yang berlangsung berada dalam suatu interaksi belajar

mengajar yang banyak terkontrol.

Page 37: HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI …/Hubungan... · ekonomi petani peserta SLPHT, dan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik sosial ekonomi petani dengan tingkat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

22

Penyuluhan merupakan sistem pendidikan non formal bagi

(masyarakat petani) untuk membuat mereka tahu, mau dan mampu

berswadaya melaksanakan upaya peningkatan produksi,

pendapatan/keuntungan dan perbaikan kesejahteraan keluarga

(Mardikanto, 1993).

d. Pendapatan petani

Soekartawi (1988) menyebutkan bahwa petani dengan tingkat

pendapatan tinggi ada hubungannya dengan penggunaan suatu

inovasi. Petani dengan pendapatan tinggi akan lebih mudah menerima

suatu inovasi. Penerimaan usahatani atau pendapatan akan mendorong

petani untuk dapat mengalokasikannya dalam berbagai kegunaan,

seperti untuk kegiatan produktif (biaya produksi periode selanjutnya),

kegiatan konsumtif (untuk pangan, papan, kesehatan, pendidikan,

rekreasi dan pajak – pajak), pemeliharaan investasi serta tabungan dan

investasi).

e. Tingkat pengalaman

Rahmat (1994) mengemukakan bahwa pengalaman seseorang tidak

selalu lewat proses belajar formal. Pengalaman juga melalui

serangkaian aktivitas yang pernah dialami. Menurut Mardikanto

(1988) kurangnya pengetahuan, ketrampilan, dan pegalaman untuk

melakukan perubahan merupakan faktor penghambat terjadinya

perubahan pada individu tersebut.

Soekartawi (1988) mengemukakan bahwa petani yang baru belajar

(pemula) dibandingkan dengan petani yang sudah berpengalaman

akan berbeda dalam hal kecepatannya untuk melakukan proses adopsi

inovasi. Pengalaman petani merupakan sumber informasi yang amat

penting dalam keberhasilan adopsi. Hal ini perlu didukung juga oleh

sumber – sumber informasi yang tersedia, misalnya melalui media

massa dan agen pertanian.

f. Keaktifan keanggotaan petani

Page 38: HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI …/Hubungan... · ekonomi petani peserta SLPHT, dan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik sosial ekonomi petani dengan tingkat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

23

Proses adopsi inovasi menyangkut proses pengambilan keputusan.

Adopsi inovasi merupakan hasil kegiatan suatu komunikasi pertanian,

oleh karena itu melibatkan interaksi sosial diantara anggota

masyarakat. Proses adopsi inovasi tidak terlepas dari pengaruh

interaksi antara individu, anggota masyarakat atau kelompok

masyarakat (Soekartawi, 1988).

g. Luas penguasaan lahan

Menurut Lionberger (1960), luas usahatani berhubungan positif

dengan adopsi inovasi. Kemampuan ekonomi yang dimiliki semakin

lebih baik sehingga berusaha untuk meningkatkan kegiatan produksi

yang lebih besar.

Petani dengan luas lahan yang sempit, lemah dalam permodalan,

lemah dalam pengetahuan dan ketrampilan dan juga kerap kali lemah

didalam semangat dan keinginannya untuk maju. Dalam hal ini, petani

yang mempunyai luas lahan sempit akan sulit menerapkan setiap

teknologi baru yang dianjurkan penyuluh dalam memperbaiki

usahataninya sedangkan petani dengan luas lahan yang lebih luas akan

cenderung lebih aktif dalam mengusahakan lahannya (Kuswardhani,

1998).

6. Petani

Menurut Mosher (1968), petani berperan sebagai manajer, juru

tani dan manusia biasa yang hidup dalam masyarakat. Petani sebagai

manajer akan berhadapan dengan berbahai alternatif yang harus

diputuskan mana yang harus dipilih untuk diusahakan. Petani harus

menentukan jenis tanaman atau ternak yang akan diusahakan, menentukan

cara-cara berproduksi, menentukan cara-cara pembelian sarana produksi,

menghadapi persoalan tentang biaya, mengusahakan permodalan, dan

sebagainya. Untuk itu, diperlukan ketrampilan, pendidikan, dan

pengalaman yang akan berpengaruh dalam proses pengambilan

keputusan.

Page 39: HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI …/Hubungan... · ekonomi petani peserta SLPHT, dan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik sosial ekonomi petani dengan tingkat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

24

Petani sebagai juru tani harus dapat mengatur, melaksanakan, dan

mengawasi kegiatan usahataninya, baik secara teknis maupun ekonomis.

Disamping itu, tersedianya sarana produksi dan peralatan akan menunjang

keberhasilan petani sebagai juru tani.

Petani sebagai anggota masyarakat yang hidup dalam suatu ikatan

keluarga akan selalu berusaha memenuhi kebutuhan keluarganya.

Disamping itu, petani juga harus berusaha memenuhi kebutuhan

masyarakat atas diri dan keluarganya. Sebaliknya, petani juga

membutuhkan bantuan masyarakat sekelilingnya. Besar kecilnya

kebutuhan bantuan terhadap masyarakat sekelilingnya tergantung pada

teknologi yang digunakan dan sifat masyarakat setempat. Dalam

praktiknya, peranan-peranan tersebut saling kait-mengkait, tetapi pasti ada

salah satu yang menonjol. Sebagai contoh, pada suatu daerah tidak

terdapat jenis komoditas a, b, c padahal sebetulnya sangat cocok dengan

iklim dan jenis tanah setempat dan harganya pun tinggi. Setelah diteliti

ternyata komoditas a, b, c, tersebut tidak umum diusahakan, bahkan tabu

bagi daerah tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa peranan petani sebagai

manajer sangat lemah, tetapi peranan petani sebagai anggota

masyarakatlah yang menonjol (Suratiyah, 2008).

Kesulitan-kesulitan petani dalam mengambil keputusan

dikarenakan beberapa hal sebagai berikut:

1. Kurang pengetahuan mengenai perubahan harga baik harga faktor

produksi maupun produksinya.

2. Kurang pengetahuan mengenai teknologi mutakhir, misalnya dosis,

cara pemberian, dan kapan harus dilaksanakan.

3. Kurang pengetahuan mengenai pemasaran, misalnya waktu, cara

penjualan, dimana harus dijual, grading dan angkutan.

4. Kurang pengetahuan mengenai:

a. Pembiayaan; jangka pendek atau operasional, seperti adanya

kredit KUT (Kredit Usaha Tani)

Page 40: HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI …/Hubungan... · ekonomi petani peserta SLPHT, dan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik sosial ekonomi petani dengan tingkat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

25

b. Jangka panjang, misalnya bagaimana mencari bantuan untuk

peremajaan tanaman keras, kurang pengetahuan mengenai

pengelolaan hasil dan pendapatan, serta

5. Kurang pengetahuan mengenai:

a. Factor-product relationship

b. Factor-factor relationship

c. Product-product relationship

d. Time relationship

Petani harus selalu mencari informasi yang bersifat teknis maupun

ekonomis supaya petani dapat memanfaatkan segala kesempatan yang

ada. Disamping bimbingan yang diarahkan agar alternatif-alternatif yang

dipilih secara teknis dapat dilaksanakan dan secara ekonomis paling

menguntungkan (Suratiyah, 2008).

Ciri khas dari kehidupan petani adalah perbedaan pola penerimaan

pendapatan dan pengeluarannya. Pendapatan petani hanya diterima petani

setiap musim panen, sedangkan pengeluaran harus diadakan setiap hari,

setiap minggu, atau kadang-kadang dalam waktu yang sangat mendesak

sebelum panen tiba. Petani kaya dapat menyimpan hasil panennya yang

besar untuk kemudian dijual sedikit demi sedikit pada waktu

keperluannya tiba, tetapi berhubung padatnya penduduk petani maka

kepemilikan tanah pertanian menjadi sangat kecil sehingga hasil bersih

dari tanah pertaniannya biasanya tidak mencukupi keperluan hidup petani

sepanjang tahun. Itulah sebabnya kebanyakan keperluan petani yang besar

seperti memperbaiki rumah, membeli sepeda atau pakaian, hanya dapat

dipenuhi pada masa panen (Mubyarto, 1977).

Seringkali orang menganggap bahwa tugas dan kepentingan petani

hanyalah semata-mata menanam, memelihara, dan memetik hasil-hasil

pertanian. Boleh dikata hanya merupakan masalah teknis saja. Anggapan

demikian adalah keliru, yang benar adalah bahwa para petani

berkepntingan untuk meningkatkan penghasilan pertaniannya dan

penghasilan keluarganya (farm income). Untuk ini selain besarnya

Page 41: HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI …/Hubungan... · ekonomi petani peserta SLPHT, dan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik sosial ekonomi petani dengan tingkat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

26

produksi mereka juga berkepentingan agar biaya produksi pertaniannya

dapat ditekan serendah-rendahnya dan penerimaan dari penjualan hasilnya

dapat dinaikkan setinggi-tingginya (Mubyarto, 1977) .

B. Kerangka Berpikir

Salah satu kendala teknis dalam berusahatani ialah masalah serangan

(Organisme Pengganggu Tanaman) OPT. Semasa awal permulaan program

masalah intensifikasi masalah OPT diusahakan dan ditanggulangi dengan

menitikberatkan kepada satu cara yaitu dengan pestisida, ternyata dengan

pendekatan yang sempit ini sama sekali tidak bisa mengatasi masalah hama

penyakit yang ada, justru banyak menimbulkan masalah seperti masalah

residu pestisida (air dan udara), serta terbunuhnya organisme bukan sasaran.

Oleh karena itu pemerintah telah mengambil suatu kebijaksanaan

perlindungan tanaman yang dianut dan dikenal adalah penerapan sistem

Pengendalian Hama Terpadu (PHT). PHT merupakan pengetahuan yang

harus diterapkan petani agar petani tidak terus menggunakan pestisida yang

dapat merusak lingkungan. PHT adalah pengendalian hama yang memiliki

dasar ekologis dan menyandarkan diri pada faktor-faktor mortalitas alami

seperti musuh alami dan cuaca serta menarik taktik pengendalian yang

mendatangkan gangguan sekecil mungkin terhadap faktor-faktor tersebut.

Secara ideal, program pengendalian hama terpadu mempertimbangkan semua

kegiatan pengendalian hama yang ada. Kegiatan pengendalian ini termasuk

tanpa melakukan tindakan apapun, mengevaluasi keterkaitan berbagai taktik

pengendalian, cara-cara bercocok tanam, cuaca, hama-hama lainnya dan

tanaman yang harus dilindungi (Flint dan Van Den Bosch, 1990)

Agar petani sebagai pelaku utama dalam usaha tani dapat mengetahui

dan memahami lebih lanjut tentang (Pengendalian Hama Tanaman) PHT,

maka petani diikutkan dalam kegiatan Sekolah Lapang Pengendalian Hama

Terpadu (SLPHT). Tujuan umum dari kegiatan SLPHT adalah petani dan

pemandu lapangan diharapkan dapat memasyarakatkan PHT, sehingga

SLPHT yang pada mulanya hanya bersifat lokal, akan terus hidup dan

berkembang, dengan dukungan para (Pengamat Hama Penyakit) PHP dan

Page 42: HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI …/Hubungan... · ekonomi petani peserta SLPHT, dan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik sosial ekonomi petani dengan tingkat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

27

PPL (Penyuluh Pertanian Lapangan), serta aparat pemerintah setempat.

Setelah petani mengikuti kegiatan ini, diharapkan agar petani mampu

mengadopsi teknologi PHT yang mereka dapat selama mengikuti kegiatan

SLPHT. Tingkat adopsi petani ini berkaitan dengan berbagai faktor – faktor

yang mempengaruhi tingkat adopsi petani dalam menerapkan PHT yaitu

karakteristik sosial ekonomi petani meliputi umur, pendidikan formal,

pendidikan non formal, pendapatan, tingkat pengalaman, keaktifan

keanggotaan petani, luas penguasaan lahan.

Berdasarkan uraian dapat digambarkan secara sistematik hubungan

antar variabel dalam penelitian sebagai berikut:

Gambar 1. Bagan Kerangka Berpikir hubungan Antara Karakteristik Sosial Ekonomi dengan Tingkat Adopsi Teknologi PHT Pasca SLPHT Padi

C. Hipotesis

Berdasarkan kerangka berpikir yang dibuat diajukan hipotesis sebagai

berikut :

1. Diduga terdapat hubungan yang signifikan karakteristik sosial ekonomi

dengan tingkat adopsi teknologi PHT pasca SLPHT padi di Desa Metuk,

Kecamatan Mojosongo, Kabupaten Boyolali.

Tingkat adopsi petani terhadap teknologi PHT (Y):

(Y1) Budidaya tanaman sehat (Y2) Pelestarian musuh alami (Y3) Pengamatan mingguan

Umur (X1)

Pendidikan formal (X2)

Pendidikan non formal (X3)

Pendapatan (X4)

Tingkat pengalaman (X5)

Keaktifan keanggotaan petani (X6)

Luas penguasaan lahan (X7)

Page 43: HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI …/Hubungan... · ekonomi petani peserta SLPHT, dan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik sosial ekonomi petani dengan tingkat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

28

D. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

1. Definisi Operasional

1) Karakteristik sosial ekonomi petani merupakan tanda atau ciri – ciri dari

seseorang yang ada di dalam pribadi seseorang yang dapat

mempengaruhi seseorang di dalam menerapkan suatu inovasi.

Karakteristik sosial ekonomi meliputi :

a. Umur adalah umur petani (dalam tahun) pada saat penelitian

dilakukan.

b. Pendidikan formal adalah tingkat pendidikan terakhir yang pernah

ditempuh oleh responden berdasarkan jenjang pendidikan.

c. Pendidikan non formal adalah pendidikan yang diperoleh responden

di luar pendidikan formal, meliputi mengikuti penyuluhan pertanian

dan pelatihan selama satu musim tanam terakhir pada saat penelitian

dilaksanakan serta frekuensi responden mengikuti kegiatan SLPHT.

d. Pendapatan adalah total pemasukan atau pendapatan responden dari

bidang pertanian dan pendapatan dari bidang non pertanian yang

tercermin dalam satu musim tanam pada saat penelitian

dilaksanakan.

e. Tingkat pengalaman petani merupakan lamanya petani dalam

melakukan budidaya tanaman padi hingga penelitian ini dilakukan,

dinyatakan dalam tahun.

f. Keaktifan keanggotaan petani adalah keterlibatan petani dalam

kelompok tani, meliputi frekuensi hadir dalam pertemuan rutin

kelompok, keaktifan petani didalam memberi masukan, lamanya

pengalaman berkelompok, dan kedudukan petani dalam kelompok.

g. Luas penguasaan lahan adalah luas lahan yang digarap atau

diusahakan oleh petani responden pada saat penelitian berlangsung

dan dinyatakan dalam satuan hektar (Ha).

2) Tingkat adopsi teknologi PHT pasca SLPHT padi adalah tingkat

penerapan teknik teknologi PHT sesuai dengan metode yang dianjurkan

Page 44: HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI …/Hubungan... · ekonomi petani peserta SLPHT, dan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik sosial ekonomi petani dengan tingkat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

29

setelah melaksanakan SLPHT. Tingkat adopsi teknologi PHT pasca

SLPHT padi diukur dalam skala ordinal.

a. Budidaya tanaman sehat

Yaitu semua usaha budidaya tanaman yang dapat menyebabkan

kesehatan dan produktivitas tanaman perlu ditingkatkan mulai dari

pemilihan bibit, penanaman sampai ke masa panen.

Menggunakan indikator:

1) Pemberoan lahan adalah kegiatan pengosongan lahan atau tidak

menanami lahan dalam jangka waktu tertentu.

2) Sanitasi adalah kegiatan membersihkan lahan dari sisa-sisa

tanaman singgang atau bagian-bagian tanaman lain yang

tertinggal setelah masa panen.

3) Persemaian adalah kegiatan penyebaran benih atau pembuatan

bibit dalam bedengan.

4) Perlakuan benih adalah kegiatan memperlakukan benih sebelum

disemaikan.

5) Penggunaan varietas tahan adalah penanaman varietas

dianjurkan untuk menggunakan varietas yang tahan terhadap

hama dan penyakit.

6) Pengolahan tanah, dilakukan untuk mempersiapkan lahan baik

untuk persemaian/penanaman, bermanfaat untuk pengendalian

hama (untuk hama yang berada dalam tanah).

7) Penanaman serempak adalah kegiatan penanaman secara

serempak dalam suatu hamparan.

8) Pengaturan jarak tanam dan sistem tanam adalah kegiatan

penentuan jarak tanam dan penggunaan sistem tanam dalam

berusaha tani.

9) Pergiliran tanaman yaitu melakukan rotasi tanaman, jenis

tanaman yang ditanam pada suatu musim berbeda dengan jenis

tanaman yang ditanam pada musim berikutnya.

Page 45: HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI …/Hubungan... · ekonomi petani peserta SLPHT, dan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik sosial ekonomi petani dengan tingkat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

30

10) Pengelolaan air yaitu pengaturan air pada lahan sawah yang

dilakukan dengan pengeringan atau penggenangan pada fase-

fase tertentu sesuai dengan fase pertumbuhan tanaman dan juga

disesuaikan dengan sifat perilaku dan biologi serangga hama

sasaran.

11) Pemupukan berimbang adalah penggunaan pupuk organik dan

pupuk kimia untuk penerapan Pengendalian Hama Terpadu

(PHT) pada usaha tani padi sawah.

12) Penyiangan adalah kegiatan pencabutan tanaman-tanaman

disekitar tanaman inang yang dapat mengganggu keseimbangan

pertumbuhan tanaman inang yang dibudidayakan.

b. Pelestarian musuh alami

Dilakukan dengan menemukan, mengenali dan mengamati musuh

alami (teman petani) di lahan sawah agar populasi musuh alami

dapat berkembang, dengan tidak menggunakan pestisida yang

membunuh musuh alami.

Menggunakan indikator:

1) Kemampuan mengidentifikasi hama dan musuh alami

2) Mengamati perkembangan musuh alami

3) Memelihara keseimbangan lingkungan musuh alami

4) Pemanfaatan musuh alami

c. Pengamatan mingguan

Bertujuan untuk mengetahui situasi hama di lapangan sedini

mungkin sehingga tindakan pengendalian hama dapat dilakukan

sedini mungkin dan munculnya peletusan hama dapat dicegah.

Menggunakan indikator:

1) Pengamatan terhadap keadaan tanaman

2) Pengamatan terhadap populasi hama dan musuh alami

3) Pengamatan terhadap kondisi cuaca

4) Pengamatan terhadap intensitas serangan Organisme

Pengganggu Tanaman (OPT) dan serangga lain

Page 46: HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI …/Hubungan... · ekonomi petani peserta SLPHT, dan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik sosial ekonomi petani dengan tingkat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

31

5) Waktu memulai pemantauan

6) Frekuensi melakukan pengamatan

7) Keputusan tindakan pengendalian hama

8) Teknik pengendalian hama

2. Pengukuran Variabel

Semua indeks yang merupakan karakteristik sosial ekonomi dan

tingkat adopsi teknologi PHT ini diukur dengan menggunakan skala

ordinal, yaitu jawaban responden dikategorikan dalam tiga kategori,

yaitu tinggi (skor 3), sedang (skor 2), dan rendah (skor 1). Adapun

pengukuran karakteristik sosial ekonomi petani dan penerapan

teknologi PHT dapat dilihat sebagai berikut:

Tabel 2. Deskripsi Variabel, Indikator, dan Kriteria Karakteristik Sosial Ekonomi Petani

Variabel Indikator Kriteria Skor

1. Umur Rendah : < 40 tahun 1

Sedang : 40 - 60 tahun 2

Tinggi : > 60 tahun 3

2. Pendidikan formal Rendah : SD 1

Sedang : SMP – SMU 2

Tinggi : > SMU 3

3. Pendidikan non formal

Frekuensi responden mengikuti kegiatan penyuluhan dalam satu kali musim tanam

Rendah : Tidak pernah Sedang : 1 - 2 kali Tinggi : 3 kali

1 2 3

Frekuensi responden mengikuti kegiatan SLPHT

Rendah : Mengikuti < 5 pertemuan yang diadakan

Sedang : Mengikuti 5 – 10 pertemuan yang diadakan

Tinggi : Mengikuti semua pertemuan yang dilaksanakan

1

2

3

4. Pendapatan pendapatan responden dari bidang pertanian dan non pertanian selama satu musim tanam terakhir

Rendah : < Rp 8.000.000 Sedang : Rp 8.000.000 -

Rp 13.000.000 Tinggi : > Rp 13.000.000

1 2

3

Page 47: HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI …/Hubungan... · ekonomi petani peserta SLPHT, dan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik sosial ekonomi petani dengan tingkat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

32

5. Tingkat pengalaman petani

Lamanya petani melakukan budidaya tanaman padi

Rendah : < 10 tahun Sedang : 10 - 20 tahun Tinggi : > 20 tahun

1 2 3

6. Keaktifan keanggotaan petani

Frekuensi responden dalam menghadiri pertemuan rutin kelompok tani keaktifan petani didalam mengajukan gagasan/pertanyaan dalam setiap kegiatan penyuluhan

Rendah : Tidak pernah Sedang : Kadang - kadang

(1 - 2 kali) Tinggi: Sering ( 3 kali)

1 2

3

Rendah : tidak pernah memberi gagasan/pertanyaan

Sedang : kadang- kadang mengajukan gagasan/pertanyaan

Tinggi: selalu mengajukan gagasan/pertanyaan

1

2

3

kedudukan responden dalam kelompok tani

Rendah : anggota pasif Sedang : anggota aktif Tinggi : pengurus Rendah : 1- 4 tahun Sedang : 5 – 9 tahun Tinggi : 10 tahun

1 2 3

1 2 3

Pengalaman berkelompok

7. Penguasaan lahan

usahatani Ukuran luas usahatani yang dikuasai responden

Rendah : < 0,2 Ha Sedang : 0,2 - 0,49 Ha Tinggi : 0,5 Ha

1 2 3

Tabel 3. Deskripsi Variabel, Indikator, Kriteria Tingkat Adopsi Petani

Terhadap Teknologi PHT Pasca SLPHT

Variabel Indikator Kriteria Skor

1. Budidaya tanaman sehat

Pemberoan lahan Rendah : Tidak pernah melakukan Sedang : Kadang – kadang diberokan Tinggi : Setiap musim tanam ada

fase bero Rendah : Tidak pernah melakukan

sanitasi Sedang : Jarang melakukan sanitasi Tinggi : Selalu melakukan sanitasi

1 2 3

1

2 3

Sanitasi

Persemaian

Rendah : Tidak ada persemaian, membeli bibit di tempat lain

Sedang : Membuat persemaian sendiri

Tinggi : Membuat persemaian bersama kelompok tan

1

2

3

Page 48: HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI …/Hubungan... · ekonomi petani peserta SLPHT, dan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik sosial ekonomi petani dengan tingkat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

33

Perlakuan benih Penggunaan varietas tahan

Rendah : Perendaman dengan air hangat dan PGPR

Sedang : perendaman dengan air hangat

Tinggi : Tidak ada perlakuan Rendah : Tidak menggunakan

varietas tahan hama penyakit

Sedang : Menggunakan varietas yang kurang tahan hama penyakit

Tinggi : Menggunakan varietas yang tahan hama penyakit

1

2

3

1

2

3

Pengolahan tanah

Rendah : Bajak 1x, garu 1x, cangkul

ringan 1x Sedang : Bajak 1x, garu 2x, cangkul

ringan 2x Tinggi : Bajak 2x, garu 2x, cangkul

ringan 2x

1

2

3

penanaman serentak Penentuan jarak tanam dan sistem tanam Pergiliran tanaman Pengelolaan air

Rendah : Tidak pernah serentak dengan petani lain

Sedang : Jarang melakukan penanaman serentak dengan petani lain

Tinggi : Sering melakukan penanaman serentak dengan petani lain

Rendah : Tidak menetapkan jarak

tanam dan sistem tanam Sedang : Jarak tanam tidak sesuai

anjuran Tinggi : Jarak tanam sesuai anjuran

dan sistem tanam jajar legowo

Rendah : Tidak melakukan pergiliran

tanaman Sedang : kadang-kadang melakukan

pergiliran tanaman Tinggi : Selalu melakukan pergiliran

tanaman Rendah : tidak melakukan Sedang : Melakukan tetapi tidak

sesuai anjuran Tinggi : Melakukan sesuai anjuran

1

2

3

1

2

3

1

2

3

1 2

3

Pemupukan berimbang

Rendah : dosis pupuk tidak sesuai anjuran

Sedang : dosis pupuk kadang-kadang sesuai anjuran

1

2

Page 49: HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI …/Hubungan... · ekonomi petani peserta SLPHT, dan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik sosial ekonomi petani dengan tingkat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

34

Tinggi : dosis pupuk selalu sesuai anjuran

3

Penyiangan Rendah : Tidak pernah melakukan penyiangan sesuai anjuran

Sedang : kadang - kadang melakukan penyiangan sesuai anjuran

Tinggi : Selalu melakukan penyiangan sesuai anjuran

1

2

3

2. Tingkat pelestarian musuh alami

Kemampuan mengidentifikasi hama dan musuh alaminya

Rendah : Tidak tahu sama sekali Sedang : Kurang mengenal dengan

cermat Tinggi : Mampu mengidentifikasi

dengan cermat

1 2

3

Mengamati perkembangan musuh alami

Rendah : Jarang sekali mengamati Sedang : Kurang mengamati dengan

cermat Tinggi : Selalu mengamati dengan

cermat

1 2

3

Memelihara keseimbangan musuh alami

Rendah : Sering menggunakan pestisida berspektrum lebar

Sedang : kadang -kadang menggunakan pestisida berspektrum lebar

Tinggi : menggunakan pestisida berspektrum sempit

1

2

3

Pemanfaatan musuh alami

Rendah : Tidak memanfaatkan musuh alami (selalu menggunakan pestisida)

Sedang : Jarang memanfaatkan musuh alami

Tinggi : Sering memanfaatkan musuh alami (meminimalkan penggunaan pestisida)

1

2

3

3. Pengamatan mingguan

Pengamatan keadaan tanaman

Rendah : Tidak pernah mengamati Sedang : Kadang - kadang

mengamati Tinggi : Rutin mengamati

1 2

3

pengamatan terhadap populasi hama dan musuh alami

Rendah : Tidak pernah mengamati Sedang : Kadang - kadang

mengamati Tinggi : Rutin mengamati

1 2

3

Pengamatan kondisi cuaca

Rendah : Tidak pernah mengamati Sedang : Kadang - kadang

1 2

Page 50: HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI …/Hubungan... · ekonomi petani peserta SLPHT, dan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik sosial ekonomi petani dengan tingkat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

35

mengamati Tinggi : Rutin mengamati

3

Pengamatan intensitas serangan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) Waktu memulai pemantauan

Rendah : Tidak pernah mengamati Sedang : Kadang - kadang

mengamati Tinggi : Rutin mengamati Rendah : Jika hama sudah meluas Sedang : Pertengahan tanam Tinggi : Sebelum tanam

1 2

3

1 2 3

Frekuensi pengamatan

Rendah : > 2 minggu sekali Sedang : setiap 2 minggu sekali Tinggi : setiap 1 minggu sekali

1 2 3

Tindakan pengendalian hama Teknik pengendalian hama

Rendah : Tindakan preventif Sedang : Melakukan pengamatan

sebelumnya kemudian dilakukan penyemprotan pestisida

Tinggi : Melakukan pengamatan, memanfaatkan musuh alami, penyemprotan hanya dilakukan bila perlu

Rendah : menggunakan pestisida non

organik Sedang : Biologis, fisik, kimia Tinggi : Teknik budidaya, biologis,

fisik

1 2

3

1

2 3

E. Pembatasan Masalah

1. Petani yang dijadikan responden adalah petani padi yang telah mengikuti

kegiatan SLPHT pada tahun 2011 Di Desa Metuk, Kecamatan

mojosongo, Kabupaten Boyolali.

2. Karakteristik sosial ekonomi petani dalam penelitian ini dibatasi pada

umur, pendidikan formal, pendidikan non formal, pendapatan, tingkat

pengalaman, keaktifan keanggotaan petani, luas penguasaan lahan.

3. Tingkat penerapan PHT dibatasi pada budidaya tanaman sehat,

pelestarian musuh alami dan pengamatan mingguan di lahan usahatani

padi Di Desa Metuk, Kecamatan mojosongo, Kabupaten Boyolali.

4. Waktu penelitian ini dilakukan pada satu musim tanam terakhir.

Page 51: HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI …/Hubungan... · ekonomi petani peserta SLPHT, dan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik sosial ekonomi petani dengan tingkat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

36

F. Penelitian Terdahulu

Pada penelitian Hermin Karlina pada tahun 2005 Sekolah Lapang

Pengendalian Hama Terpadu telah memberikan dampak positif terhadap

peningkatan pengetahuan, sikap, maupun ketrampilan petani serta dapat

meningkatkan pendapatan usahatani padi sawah di propinsi Jawa Barat,

karakteristik petani peserta Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu

memiliki hubungan dengan peningkatan pengetahuan, sikap dan ketrampilan

Pengendalian Hama Terpadu, namun hanya karakter tingkat pendidikan dan

luas lahan garapan yang memiliki hubungan yang signifikan, berbagai

kelembagaan yang seharusnya berperan aktif dalam pemasyarakatan

Pengendalian Hama Terpadu di Propinsi Jawa Barat saat ini sebagian kurang

berperan bahkan ada yang sudah tidak berperan sama sekali dalam

pemasyarakatan Pengendalian Hama Terpadu.

Kendala-kendala yang dihadapi dalam pemasyarakatan Pengendalian

Hama Terpadu di Jawa Barat antara lain: kurangnya jumlah penyuluhan

organisme pengganggu tanaman/pelayanan penyuluhan lapang di lapangan,

terjadinya pemekaran wilayah, tidak seragamnya kelembagaan pemerintah

yang menangani Pengendalian Hama Terpadu, belum berkembangnya

kelembagaan petani, kurangnya pelatihan Pengendalian Hama Terpadu bagi

petugas, dan pengaruh faktor-faktor teknis yang berada di luar jangkauan

petani.

Menurut penelitian Slamet Santoso tahun 2007 mengenai dampak

kegiatan Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) terhadap

perubahan perilaku usahatani di Kecamatan Teras Kabupaten Boyolali

diketahui terdapat perbedaan perilaku usahatani yang signifikan dalam hal

pengolahan tanah, pengelolaan air, pemupukan, penyiangan, pemberantasan

hama. Hal ini menunjukkan apabila petani berpartisipasi aktif dalam setiap

kegiatan tentunya akan terjadi peningkatan dalam penerapannya. Artinya

semakin besar keterlibatan petani dalam kegiatan SLPHT maka akan semakin

besar pula perubahan perilakunya. Petani melakukan kegiatan usahataninya

dengan baik atau sesuai anjuran penyuluh.

Page 52: HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI …/Hubungan... · ekonomi petani peserta SLPHT, dan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik sosial ekonomi petani dengan tingkat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

37

III. METODE PENELITIAN

A. Metode Dasar Penelitian

Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

deskriptif analitik, yaitu metode yang memusatkan diri pada pemecahan

masalah-masalah yang ada pada masa sekarang dan pada masalah-masalah

yang aktual. Data yang dikumpulkan mula-mula disusun, dijelaskan dan

kemudian dianalisis. Oleh karena itu, metode ini sering pula disebut metode

analitik (Surakhmad, 1994). Teknik penelitian yang digunakan adalah

penelitian survei. Menurut Musa dan Nurfitri (1988) penelitian survei adalah

pengamatan atau penyelidikan yang kritis untuk mendapatkan keterangan

yang terang dan baik terhadap suatu persoalan tertentu dan didalam suatu

daerah terterntu dengan tujuan untuk mendapatkan gambaran yang mewakili

daerah itu dengan benar. Pada penelitian survei penggunaan kuisioner

merupakan hal pokok untuk pengumpulan data.

B. Metode Penentuan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Metuk, Kecamatan Mojosongo,

Kabupaten Boyolali. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja atau

purposive yaitu pemilihan lokasi penelitian melalui pilihan-pilihan

berdasarkan kesesuaian karakteristik yang dimiliki calon responden dengan

kriteria tertentu yang ditetapkan/dikehendaki oleh peneliti, sesuai tujuan

penelitian (Mardikanto, 2001).

Penentuan tempat penelitian dilakukan dengan pertimbangan Desa

Metuk, Kecamatan Mojosongo telah dilakukan pelaksanaan program

percontohan yang menggunakan sistem Sekolah Lapang Pengendalian Hama

Terpadu (SLPHT) dan menerapkan program Pengendalian Hama Terpadu

(PHT). Kegiatan Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu telah

dilaksanakan di Desa Metuk, Kecamatan Mojosongo, Kabupaten Boyolali

pada bulan Mei – September 2011.

37

Page 53: HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI …/Hubungan... · ekonomi petani peserta SLPHT, dan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik sosial ekonomi petani dengan tingkat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

38

C. Populasi dan Sampel

Responden dalam penelitian ini yaitu seluruh petani peserta Sekolah

Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) Padi di Desa Metuk,

Kecamatan Mojosongo, Kabupaten Boyolali yang dilakukan pada tahun

2011. Berdasarkan data yang diperoleh dari Balai Laboratorium Pengamatan

Hama dan Penyakit Tanaman Wilayah Surakarta yaitu petani yang

merupakan peserta Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu berjumlah

25 orang yang berasal dari sekitar lokasi kegiatan dari satu kelompok tani

yakni kelompok tani “Tani Mulyo”, Desa Metuk, Kecamatan Mojosongo,

Kabupaten Boyolali.

Pengambilan responden dilakukan dengan cara sensus yakni dengan

cara mencatat semua elemen (responden) yang diselidiki. Hasil dari sensus

adalah nilai karakteristik yang sesungguhnya (true value). Kumpulan dari

seluruh elemen (responden) tersebut dinamakan populasi atau universe

(Marzuki, 2002).

Dari hasil pendataan dengan persyaratan yang ditentukan petani peserta

yang menjadi responden penelitian berjumlah 25 orang dengan rincian 17

orang berjenis kelamin laki-laki dan 8 orang berjenis kelamin perempuan.

Umur petani peserta berkisar antara 26-70 tahun. Petani peserta kegiatan

SLPHT berasal dari petani daerah setempat yakni di Desa Metuk, Kecamatan

Mojosongo, Kabupaten Boyolali. Rincian responden yang merupakan para

petani peserta SLPHT dapat dilihat pada tabel 4 berikut ini:

Page 54: HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI …/Hubungan... · ekonomi petani peserta SLPHT, dan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik sosial ekonomi petani dengan tingkat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

39

Tabel 4. Daftar Peserta SLPHT Padi di Desa Metuk, Kecamatan Mojosongo, Kabupaten Boyolali Tahun 2011

No Nama Jenis Kelamin Umur

1 Warjono L 40 2 Kismo L 65 3 Darmin L 64 4 Sunarno L 47 5 Iwan L 32 6 Wabini P 50 7 Siswomuryono L 60 8 Marjono L 57 9 Minsri P 49

10 Mulyo Diharjo L 70 11 Tutik Mundarti P 52 12 Tomorejo L 70 13 Marpuk P 65 14 Rachmat L 53 15 Yumar L 62 16 Sumardi L 59 17 Sutarmi P 49 18 Mujimin L 57 19 Aliem P 49 20 Sunarto L 65 21 Lilik Rusmianto L 27 22 Sri Lestari P 27 23 Yuli Harjiyati P 26 24 HB Sularjo L 49 25 Broto Warseno L 66

Sumber data : Laboratorium Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Wilayah Surakarta

D. Jenis dan Metode Pengambilan Data

1. Data Primer

Data primer merupakan data yang diperoleh dari responden dengan

alat bantu kuesioner. Data primer meliputi : umur, pendidikan formal,

pendidikan non formal, pendapatan, tingkat pengalaman, keaktifan

keanggotaan petani, luas penguasaan lahan. Responden penelitian ialah

Page 55: HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI …/Hubungan... · ekonomi petani peserta SLPHT, dan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik sosial ekonomi petani dengan tingkat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

40

para petani peserta kegiatan SLPHT Di Desa Metuk, Kecamatan

Mojosongo, Kabupaten Boyolali pada tahun 2011.

2. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperoleh dengan cara

mengutip data laporan maupun dokumen dari instansi pemerintah atau

lembaga-lembaga yang terkait dengan penelitian ini, di antaranya

Laboratorium Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Wilayah

Surakarta, Balai Pusat Statistik (BPS), Dinas Pertanian Kabupaten

Boyolali, dan Kantor Kecamatan Mojosongo.

E. Teknik Pengumpulan Data

1. Wawancara

Teknik ini digunakan untuk mengumpulkan data primer dengan

melakukan wawancara langsung kepada responden berdasarkan kuisioner

yang telah dipersiapkan sebelumnya. Data yang dikumpulkan meliputi

identitas responden dan tingkat adopsi teknologi PHT (Pengendalian

Hama Terpadu).

2. Observasi

Teknik ini dilakukan dengan mengadakan pengamatan langsung

terhadap obyek yang akan diteliti sehingga didapatkan gambaran yang

jelas mengenai daerah yang akan ditelliti. Teknik obsevasi ini digunakan

untuk mengumpulkan data primer maupun data sekunder. Data yang

dikumpulkan meliputi karakteristik responden dan kondisi wilayah.

3. Pencatatan

Teknik yang dilakukan untuk memperoleh data baik dari responden

maupun dari instansi terkait dengan penelitian maupun dokumen –

dokumen. Teknik ini digunakan untuk mengumpulkan data sekunder dari

yang diperlukan dalam penelitian ini. Data sekunder berupa catatan

ataupun laporan, yaitu tentang monografi wilayah dan data peserta

SLPHT Desa Metuk.

Page 56: HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI …/Hubungan... · ekonomi petani peserta SLPHT, dan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik sosial ekonomi petani dengan tingkat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

41

F. Metode Analisis Data

Untuk menentukan tingkat adopsi petani dengan menjumlahkan skor-

skor antar sub variabel. Kemudian hasil dari penjumlahan antar sub tersebut

dikategorikan dalam tiga kelompok atau tingkat, yaitu: tinggi, sedang, rendah.

Untuk mengukur kategori tersebut digunakan rumus interval sebagai berikut:

Lebar Interval = ì S or Tertinggi – ì Skor Terendah

ì Kelas

Untuk mengetahui hubungan karakteristik sosial ekonomi petani

dengan tingkat adopsi petani dalam kegiatan SLPHT Padi Di Desa Metuk,

Kecamatan Mojosongo, Kabupaten Boyolali digunaan uji korelasi rank

spearman (rs).

Rumus dari Korelasi Rank Spearman dapat dilihat pada uraian di

bawah ini :

rs = 1 – d 2 2 –

Keterangan :

rs = Koefisien korelasi Rank Spearman

N = Banyaknya sampel

di = Selisih antara rangking dari variabel

Perhitungan analisis Rank Spearman akan dibantu dengan perhitungan

komputer dengan menggunakan program SPSS versi 16.00.

Untuk menguji tingkat signifikansi rs, digunakan uji t student karena

sampel yang diambil lebih dari 10 (Siegel, 1994) dengan rumus sebagai

berikut:

t = rs – N - 2

1 – rs2

Page 57: HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI …/Hubungan... · ekonomi petani peserta SLPHT, dan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik sosial ekonomi petani dengan tingkat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

42

dimana

N = jumlah sampel

rs = koefisien korelasi Rank Spearman

Kriteria pengambilan keputusan:

1. Jika t hitung 0 ditolak, berarti terdapat

hubungan yang nyata antara karakteristik sosial ekonomi dengan tingkat

adopsi petani terhadap teknologi PHT pasca SLPHT Padi di Desa Metuk,

Kecamatan Mojosongo, Kabupaten Boyolali.

2. 0 diterima, berarti tidak terdapat

hubungan yang nyata antara karakteristik sosial ekonomi dengan tingkat

adopsi petani terhadap teknologi PHT pasca SLPHT Padi di Desa Metuk,

Kecamatan Mojosongo, Kabupaten Boyolali.

Page 58: HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI …/Hubungan... · ekonomi petani peserta SLPHT, dan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik sosial ekonomi petani dengan tingkat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

43

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

A. Keadaan Alam

1. Lokasi /Daerah Penelitian

Kabupaten Boyolali merupakan salah satu dari 35 Kabupaten di

Propinsi Jawa Tengah dengan luas wilayah 101.510,1955 Ha atau sekitar

3,11% dari luas wilayah Propinsi Jawa Tengah. Secara Administrasi,

Kabupaten Boyolali terdiri dari 19 Kecamatan yang meliputi 267 desa atau

kelurahan. Kabupaten Boyolali terletak antara 110022’-110050’ Bujur

Timur (BT) dan 7036’-7071’ Lintang Selatan (LS), dengan ketinggian

antara 75-1500 meter di atas permukaan laut.

Batas-batas wilayah Kabupaten Boyolali adalah sebagai berikut:

Sebelah Utara : Kabupaten Grobogan dan Kabupaten Semarang

Sebelah Timur : Kabupaten Karanganyar, Kabupaten Sragen dan

Kabupaten Sukoharjo

Sebelah Selatan : Kabupaten Klaten dan Daerah Istimewa Jogjakarta

Sebelah Barat : Kabupaten Magelang dan Kabupaten Semarang

Wilayah Kabupaten Boyolali mempunyai ketinggian minimum 75

mdpl dan ketinggian maksimum 1500 mdpl dan memiliki topografi yang

bervariasi dari dataran rendah sampai dataran tinggi. Topografi wilayah

Kabupaten Boyolali dapat dibedakan menjadi empat kategori, yaitu datar,

berombak, berbukit dan bergunung. Dengan adanya kondisi topografi yang

beragam maka Kabupaten Boyolali memiliki potensi untuk budidaya

berbagai jenis tanaman yang sesuai dengan ketinggian tanah. Sedangkan

jenis tanahnya adalah tanah asosiasi litosol dan grumosol, tanah litosol

coklat, tanah regosol kelabu, tanah litosol dan regosol kelabu, tanah

regosol coklat, tanah andosol coklat, tanah kompleks regosol kelabu tua

dan grumosol, tanah grumosol kelabu tua, tanah kompleks andosol kelabu

tua dan litosol, tanah asosiasi grumosol kelabu tua dan litosol serta tanah

mediteran coklat tua.

43

Page 59: HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI …/Hubungan... · ekonomi petani peserta SLPHT, dan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik sosial ekonomi petani dengan tingkat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

44

Kecamatan Mojosongo merupakan salah satu kecamatan dari 19

kecamatan yang ada di Kabupaten Boyolali. Kecamatan Mojosongo

berada pada ketinggian 100 – 400 m dpl dengan iklim tropis. Luas wilayah

Kecamatan Mojosongo adalah 4341,1644 Ha atau 4,2 % dari luas wilayah

Kabupaten Boyolali dan terdiri dari 13 desa yaitu Desa Dlingo, Desa

Brajan, Desa Metuk, Desa Kragilan, Desa Mojosongo, Desa Singosari,

Desa Tambak, Desa Jurug, Desa Karangnongko, Desa Madu, Desa

Manggis, Desa Butuh, dan Desa Kemiri. Wilayah Kecamatan Mojosongo

dibatasi Kabupaten Semarang di sebelah utara, Kecamatan Teras di

sebelah timur, Kabupaten Klaten di sebelah selatan, dan Kecamatan

Boyolali dan Kecamatan Musuk di sebelah Barat.

Desa Metuk adalah salah satu desa yang berada di Kecamatan

Mojosongo yang memiliki luas wilayah 402,7438 Ha. Keadaan topografi

Desa Metuk tergolong rendah. Wilayah Desa Metuk dibatasi Desa Desa

Dlingo di sebelah utara, Desa Brajan di sebelah Timur, Desa Kragilan di

Sebelah selatan, dan Kecamatan Boyolali di sebelah Barat

B. Keadaan Penduduk

1. Komposisi Penduduk menurut Umur dan Jenis Kelamin

Komposisi penduduk menurut umur digunakan untuk mengetahui

jumlah penduduk yang produktif dan yang non produktif. Menurut Badan

Pusat Statistik Kabupaten Boyolali golongan umur non produktif adalah

golongan umur antara 0-14 tahun dan golongan umur lebih dari atau sama

dengan 65 tahun, sedangkan golongan umur produktif adalah golongan

umur 15-64 tahun. Komposisi penduduk menurut umur dan jenis kelamin

di Kabupaten Boyolali dan Desa Metuk dapat dilihat pada Tabel 5.

Page 60: HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI …/Hubungan... · ekonomi petani peserta SLPHT, dan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik sosial ekonomi petani dengan tingkat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

45

Tabel 5. Komposisi Penduduk menurut Umur dan Jenis Kelamin di Kabupaten Boyolali dan Desa Metuk Tahun 2010

No Kelompok

Umur

(Thn)

Kabupaten Boyolali Desa Metuk

Laki-

laki

(orang)

Perempuan

(orang)

Jml

(orang)

Laki-

laki

(orang)

Perempuan

(orang)

Jml

(orang)

1.

2.

3.

0-14

15-64

65

125.147

303.939

38.676

119.597

317.410

49.070

244.744

621.349

87.746

593

1519

236

588

1583

332

1181

3102

568

Jumlah 467.762 486.077 953.839 2348 2503 4851

Sumber : BPS Kabupaten Boyolali 2010 dan Monografi Desa Metuk

Berdasarkan Tabel 5. diketahui bahwa di Kabupaten Boyolali

maupun di Desa Metuk, penduduk usia produktif memiliki jumlah

tertinggi. Penduduk usia produktif di Kabupaten Boyolali sebanyak

621.349 orang sedangkan di Desa Metuk sebanyak 3102 orang. Golongan

umur non produktif yang berada pada kelompok umur 0-14 tahun berada

pada urutan tertinggi kedua yakni sebanyak 244.744 orang di Kabupaten

Boyolali sedangkan Di Desa Metuk sejumlah 1181 orang. Golongan umur

non produktif yang berada pada kelompok umur 65 tahun berada pada

urutan terendah sebanyak 49.070 orang di Kabupaten Boyolali dan

sebanyak 568 orang Di Desa Metuk.

2. Komposisi Penduduk menurut Mata Pencaharian

Komposisi penduduk menurut mata pencaharian digunakan untuk

mengetahui tingkat sosial ekonomi dan karakteristik daerah dengan

melihat mata pencahariaannya yang dipilih untuk memenuhi kebutuhan

hidupnya. Komposisi penduduk di Kabupaten Boyolali dan Desa Metuk

menurut mata pencahariannya dapat dilihat pada Tabel 6.

Page 61: HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI …/Hubungan... · ekonomi petani peserta SLPHT, dan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik sosial ekonomi petani dengan tingkat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

46

Tabel 6. Komposisi Penduduk Usia 10 Tahun Keatas menurut Mata Pencaharian di Kabupaten Boyolali dan Desa Metuk pada Tahun 2010

No. Mata Pencaharian

Kabupaten Boyolali

Desa Metuk

Jumlah (Jiwa)

% Jumlah

(Jiwa) %

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.

10.

Pertanian tanaman pangan Perkebunan Perikanan Peternakan Pertanian lainnya Industri Pengolahan Pedagangan Jasa Angkutan Lainnya

243.360 17.256 1.358

54.225 25.318 41.128 50.573 48.164 6.745

306.017

30,64 2,17 0,17 6,83 3,19 5,18 6,37 6,06 0,85

38,54

621 41

- 79

320 27 86

536 -

2395

15,13 1,00 0,00 1,92 7,79 0,66 2,10

13,06 0,00

58,34

Total 794.144,00 100,00 4105 100,00

Sumber: BPS Kabupaten Boyolali 2010 dan Monografi Desa Metuk

Berdasarkan Tabel 6 dapat diketahui bahwa penduduk di Kabupaten

Boyolali sebagian besar bekerja di sektor pertanian yaitu sebanyak 43%,

yang terdiri dari pertanian tanaman pangan, perkebunan, perikanan,

peternakan dan pertanian lainnya. Hal ini menunjukkan karakter

Kabupaten Boyolali sebagai kabupaten agraris.

Demikian juga dengan Desa Metuk, dimana sebanyak 25,84%

penduduknya bekerja di sektor pertanian, yang terdiri dari pertanian

tanaman pangan, perkebunan, dan perternakan. Sebanyak 15,13%

penduduk Desa Metuk bermata pencaharian sebagai petani pertanian

tanaman pangan. Sektor pertanian memiliki prosentase terbesar kedua.

Keadaan ini menunjukkan bahwa untuk memenuhi kebutuhan hidupnya

penduduk di Kabupaten Boyolali masih banyak yang mengandalkan sektor

pertanian.

3. Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan

Komposisi penduduk menurut tingkat pendidikan dapat digunakan

untuk mengetahui kualitas sumber daya manusia dan kemampuan

penduduk untuk menyerap teknologi yang ada dan yang baru di daerah

tersebut. Tingkat pendidikan berkaitan dengan pola berpikir dan

Page 62: HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI …/Hubungan... · ekonomi petani peserta SLPHT, dan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik sosial ekonomi petani dengan tingkat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

47

mempengaruhi kecepatan adopsi teknologi. Komposisi penduduk menurut

tingkat pendidikan di Kabupaten Boyolali dan Desa Metuk dapat dilihat

pada Tabel 7.

Tabel 7. Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Kabupaten Boyolali dan Desa Metuk Tahun 2010

No Pendidikan Kabupaten Boyolali Desa Metuk Jumlah (orang)

% Jumlah (orang)

%

1. 2. 3. 4. 5.

Tdk/Blm Tamat SD Tamat SD Tamat SLTP Tamat SLTA Tamat Akademi/PT

253.624 294.783 154.480 118.050

40.689

29,44 34,21 17,93 13,70

4,72

1164 1341

910 912 137

26,07 30,04 20,39 20,43

3,07

Total 861.626 100,00 4464 100,00

Sumber : BPS Kabupaten Boyolali 2010 dan Monografi Desa Metuk

Berdasarkan Tabel 7 di atas, dapat diketahui bahwa penduduk di

Kabupaten Boyolali paling banyak adalah tamatan SD yaitu sebanyak

294.783 orang atau 34,21 % sedangkan penduduk di Desa Metuk paling

banyak adalah tamatan SD yaitu sebanyak 1341 orang atau 30,04 %. Ini

menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk di Desa Metuk memiliki

tingkat pendidikan yang belum cukup baik. Tingkat pendidikan yang

paling sedikit berhasil ditamatkan penduduk di Kabupaten Boyolali dan

Desa Metuk adalah Akademi/ PT yaitu sebanyak 40.689 orang atau 4,72

% dan 137 orang atau 3,07 %.

C. Keadaan Pertanian

1. Tata Guna Lahan

Penggunaan lahan di Kabupaten Boyolali dibagi menjadi dua yaitu

lahan sawah dan lahan kering. Lahan sawah terdiri dari irigasi teknis,

irigasi ½ teknis, irigasi sederhana, dan tadah hujan. Sedangkan lahan

kering terdiri dari pekarangan/ bangunan, tegalan/ kebun, padang gembala,

tambak/ kolam, hutan negara. Tata guna lahan di Kabupaten Boyolali dan

Desa Metuk dapat dilihat pada Tabel 8.

Page 63: HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI …/Hubungan... · ekonomi petani peserta SLPHT, dan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik sosial ekonomi petani dengan tingkat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

48

Tabel 8. Tata Guna Lahan di Kabupaten Boyolali dan Desa Metuk Tahun 2010

No Tata Guna Lahan Kabupaten Boyolali Desa Metuk Luas (Ha) % Luas (Ha) %

1. 2.

Lahan Sawah a. Irigasi Teknis b. Irigasi ½ Teknis c. Irigasi Sederhana d. Tadah Hujan Lahan Kering a. Pekarangan/Bangunan b. Tegalan/Kebun c. Padang Gembala d. Tambak/Kolam e. Hutan Negara f. Lain-lain

5.128,9552 4.907,3887 2.627,3625

10.171,5192

25.240,5223 30.575,4215

983,3315 821,0925

14.835,4964 6.219,1057

5,05 4,83 2,59

10,02

24,87 30,12

0,97 0,81

14,61 6,13

9,3251

94,1962 43,5841 38,1675

128,4835

77,1308 - - -

11,8566

2,32

23,39 10,82

9,48

31,90 19,15

- - -

2,94

Total 101.510,20 100,0 402,7438 100,0

Sumber : BPS Kabupaten Boyolali 2010 dan Monografi Desa Metuk

Berdasarkan Tabel 8. di atas dapat diketahui bahwa di Kabupaten

Boyolali luas lahan sawah lebih kecil daripada lahan kering. Luas lahan

kering adalah 78.674,97 hektar atau 77,50% dan sebagian besar lahan

kering digunakan untuk tegalan/ kebun yaitu sebesar 30.575,42 hektar atau

sebesar 30,12%. Lahan sawah di Kabupaten Boyolali sebagian besar

adalah lahan sawah tadah hujan yaitu seluas 10.171,5192 hektar atau

10,02%. Adapun luas lahan kering di Desa Metuk adalah 217,47 hektar

atau 54% dan sebagian besar lahan kering digunakan untuk

pekarangan/bangunan yaitu sebesar 128,4835 hektar atau 31,90% dan

digunakan untuk tegalan/kebun sebesar 77,1308 hektar atau 19,15 %.

Lahan sawah di Desa Metuk sebagian besar adalah lahan sawah irigasi

setengah teknis yaitu seluas 94,1962 hektar atau 23,39%.

2. Produksi Tanaman Pangan

Kabupaten Boyolali memiliki lahan pertanian berupa lahan sawah,

tegal, pekarangan, dan hutan negara sehingga bisa dikatakan daerah

tersebut merupakan daerah yang masih mengandalkan sektor pertanian.

Page 64: HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI …/Hubungan... · ekonomi petani peserta SLPHT, dan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik sosial ekonomi petani dengan tingkat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

49

Jumlah produksi tanaman pangan di Kabupaten Boyolali dan Desa Metuk

dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Luas Panen dan Produksi Tanaman Pangan di Kabupaten Boyolali dan Desa Metuk Tahun 2010

No Jenis Tanaman Pangan

Kabupaten Boyolali Desa Metuk Luas Panen

(Ha) Produksi

(Ton) Luas Panen

(Ha) Produksi

(Ton) 1. Padi 45.048 273.007 292 1687 2. Jagung 32.355 173.598 187 1357 3. Ubi Kayu 7.923 138.130 48 906 4. Ubi Jalar 98 1.570 0 0 5. Kacang Tanah 4.015 4.994 29 37 6. Kedelai 4.017 4.558 0 0 Total 93.456 595.857 530 3880

Sumber : BPS Kabupaten Boyolali Tahun 2010 dan Monografi Desa Metuk

Berdasarkan Tabel 9 dapat diketahui bahwa produksi tanaman

pangan paling tinggi di Kabupaten Boyolali dan Desa Metuk adalah

tanaman padi yaitu sebanyak 273.007 ton dan 1687 ton. Produksi tanaman

pangan terbesar kedua di Kabupaten Boyolali adalah jagung yaitu

sebanyak 173.598 ton. Tanaman ubi kayu menempati urutan ketiga dengan

jumlah produksi sebanyak 138.130 ton. Di Desa Metuk, produksi jagung

juga menempati urutan kedua yaitu sebanyak 1357 ton.

D. Keadaan Kelompok Tani

Keberadaan kelompok tani memang sangat membantu petani

terutama anggotanya dalam kegiatan usahatani mereka. Kelompok tani

dibina oleh Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) sehingga

perkembangannya akan selalu diketahui oleh penyuluh. Jumlah kelompok

tani menurut jenis keanggotaan di Kabupaten Boyolali pada tahun 2010

berjumlah 2048 kelompok tani, 218 kelompok tani wanita, dan 264

Gapoktan. Jumlah kelompok tani menurut jenis keanggotaan di

Kecamatan Mojosongo pada tahun 2010 berjumlah 70 kelompok tani

biasa, 3 kelompok tani wanita,14 Gapoktan yang tersebar di 13 desa.

Page 65: HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI …/Hubungan... · ekonomi petani peserta SLPHT, dan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik sosial ekonomi petani dengan tingkat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

50

Jumlah POPT/PHP (Pengendali Organisme Pengganggu Tumbuhan/

Pengamat Hama Penyakit) di Kabupaten Boyolali berjumlah 8 orang,

sedangkan THL (Tenaga Harian Lepas) berjumlah 2 orang. Untuk petugas

PPL (Petugas Penyuluh Lapangan di Kabupaten Boyolali terdapat 107

petugas dan THL PPL berjumlah 87 orang.

Satu POPT/PHP (Pengendali Organisme Pengganggu Tumbuhan/

Pengamat Hama Penyakit) di Kecamatan Mojosongo membina kelompok

tani di 2 kecamatan. Idealnya satu petugas POPT/PHP membawahi satu

kecamatan. Hal ini merupakan suatu permasalahan tersendiri di

Kecamatan Mojosongo yang dikarenakan kurangnya jumlah Petugas

POPT/PHP (Pengendali Organisme Pengganggu Tumbuhan/ Pengamat

Hama Penyakit). Kurangnya jumlah Petugas POPT/PHP ini

mengakibatkan kurang optimalnya pembinaan terhadap kelompok tani di

Kecamatan Mojosongo.

Di Desa Metuk sendiri terdapat 1 Gapoktan yang terdiri dari 6

kelompok tani. Salah satu kelompok tani yang berada di Desa Metuk

adalah kelompok tani “Tani Mulyo” yang merupakan peserta SPHT Padi

pada tahun 2011. Kegiatan yang dilaksanakan dan direncanakan bersama

oleh anggota kelompok tani “Tani Mulyo” diantaranya adalah kegiatan

penyuluhan yang dilaksanakan setiap 35 hari sekali atau biasa disebut

‘selapanan’ dengan cara mengundang Petugas Penyuluh Lapangan untuk

memberikan materi.

Kegiatan pertemuan anggota kelompok rutin dilakukan dan anggota

kelompok tani “Tani Mulyo” ini sendiri cukup aktif dan berpartisipasi

dalam setiap kegiatan kelompok maupun keanggotaan dalam

mengembangkan kelompok tani. Pertemuan kelompok juga dilaksanakan

setiap 3 bulan sekali atau setelah panen untuk membicarakan penanaman

selanjutnya. Dana untuk setiap kegiatan kelompok didapat dengan cara

iuran anggota menurut besarnya luas lahan dengan perhitungan setiap

patok yang dimiliki petani membayar iuran Rp. 10.000,- per musim padi.

Page 66: HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI …/Hubungan... · ekonomi petani peserta SLPHT, dan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik sosial ekonomi petani dengan tingkat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

51

E. Pelaksanaan SLPHT Di Desa Metuk Kecamatan Mojosongo

Kabupaten Boyolali

Program SLPHT sendiri mulai digalakkan di seluruh provinsi di

Indonesia pada tahun 1992, termasuk di Kabupaten Boyolali, sebagaimana

diamanatkan dalam UU nomor 12 tahun 1992 tentang sistem budidaya

tanaman. Di Desa Metuk sendiri program SLPHT dilaksanakan pada tahun

2011. Pertemuan SLPHT dilaksanakan sebanyak 12 kali pertemuan, yang

dilaksanakan setiap minggu, atau selama satu musim tanam. Pada

pertemuan ini disampaikan materi dan praktek langsung pada lahan.

Kegiatan pertemuan dipandu oleh petugas dan petani pemandu.

Dalam menjalankan suatu kegiatan, perlu dibentuknya suatu struktur

organisasi. Dalam kegiatan Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu

(SLPHT) terdapat pula struktur organisasi yang menggambarkan peran

dan kedudukan masing-masing dalam pencapaian tujuan SLPHT. Berikut

struktur organisasi pelaksanaan SLPHT Padi di Desa Metuk, Kecamatan

Mojosongo, Kabupaten Boyolali.

Gambar 2. Struktur Organisasi Pelaksanaan SLPHT Desa Metuk

Pelaksana Kegiatan: Laboratorium PHP Surakarta

Petugas pemandu (PHP/PPL/Mantri Tani)

Petugas pemandu (PHP/PPL/Mantri Tani)

Petani pemandu Petani pemandu Petani pemandu Petani pemandu Petani pemandu

Peserta SLPHT

Page 67: HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI …/Hubungan... · ekonomi petani peserta SLPHT, dan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik sosial ekonomi petani dengan tingkat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

52

Berdasarkan gambar struktur organisasi pelaksanaan SLPHT di Desa

Metuk, Kecamatan Mojosongo, Kabupaten Boyolali, pelaksana kegiatan

SLPHT adalah Laboratorium Pengamatan Penyakit dan Hama Tanaman

(PHP) dibantu oleh 2 orang petugas pemandu dari Kecamatan Mojosongo

dan 5 orang petani pemandu yang berasal dari kelompok tani. Pemilihan

calon petani pemandu ialah petani alumnus PHT atau kegiatan sejenisnya

dan orang yang berpengaruh terhadap kelompok tani. Kegiatan SLPHT

dilaksanakan dengan peserta 25 orang petani yang berasal dari kelompok

tani “Tani Mulyo”. Peserta SLPHT akan dibagi dalam kelompok –

kelompok kecil yang terdiri dari lima orang sebagai unit belajar bersama,

diketuai oleh seorang ketua kelompok yang dipilih secara bersama.

SLPHT Padi di Desa Metuk ini berhasil meningkatkan pengetahuan

dan teknik budidaya pada petani. Hal ini dibuktikan dengan adanya tes

ballot box awal dan akhir yang menunjukkan peningkatan hasil yang

signifikan. Tes ballot dilakukan oleh petugas pemandu lapangan pada

pertemuan minggu pertama (pre-test) dan pertemuan minggu terakhir. Uji

ballot box dilakukan sebagai evaluasi proses belajar yang dilakukan untuk

mengetahui tingkat pemahaman peserta terhadap materi yang dipelajari.

Hasil rata-rata tes awal yang dilakukan pada petani peserta SLPHT Di

Desa Metuk sebesar 4,29 dan tes akhir dengan rata-rata 7,67 sehingga

terjadi peningkatan pengetahuan petani sebesar 78,79% (Laboratorium

PHPT, 2011). Tes ballot dilakukan untuk mengetahui tingkat pengetahuan

petani mengenai teknik budidaya tanaman padi dan pengendalian hama

yang dilaksanakan pada awal pelaksanaan SLPHT dan akhir pelaksanaan

SLPHT.

Kegiatan SLPHT padi dilaksanakan menggunakan metode

pendidikan orang dewasa yakni dengan sistem cara belajar lewat

pengalaman. Petak sarana belajar atau petak praktek SLPHT Padi Di Desa

Metuk ini terdiri dari dua petak pertanaman, masing masing seluas 500 m2

yang dikelola dengan perlakuan PHT dan perlakuan konvensional/lokal.

Pada lahan praktek (petak PHT) diterapkan komponen teknologi

Page 68: HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI …/Hubungan... · ekonomi petani peserta SLPHT, dan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik sosial ekonomi petani dengan tingkat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

53

pengendalian yang sesuai dengan konsep PHT sesuai rekomendasi dinas

pertanian setempat sementara pada petak non PHT menggunakan

perlakukan lokal, yakni sesuai kebiasaan petani setempat sebelum adanya

SLPHT.

Berdasarkan laporan yang diperoleh dari Laboratorium PHPT (2011)

pada petak petani (petak non PHT) di Desa Metuk, Kecamatan

Mojosongo, Kabupaten Boyolali pengendalian OPT dilakukan sesuai

kebiasaan petani setempat dengan menggunakan pestisida terutama

insektisida sebagai langkah utama untuk mengendalikan hama wereng.

Dalam budidaya, penggunaan pupuk didasarkan atas pengetahuan dan

pengalaman petani dimana petani terbiasa menggunakan pupuk kandang

dan pupuk kimia yang melebihi dosis.

SLPHT yang dilaksanakan di Desa Metuk, Kecamatan Mojosongo,

Kabupaten Boyolali ini diharapkan meningkatkan pengetahuan dan

ketrampilan petani di bidang Pengendalian Hama Tanaman (PHT), dan

kerjasama kelompok tani dalam berusahatani. Dalam SLPHT para peserta

dilatih dalam pembuatan agens hayati, pembuatan pupuk kompos, pupuk

organik, Plant Grow Promotion Rizobacterium/bakteri pemacu

pertumbuhan dan Moretan. Penggunaan pestisida juga diharapkan dapat

ditekan dan menggunakan agens hayati sehingga pelestarian lingkungan

dapat tercapai.

Petani peserta SLPHT di Desa Metuk menerima dengan terbuka

adanya kegiatan SLPHT. Kemauan dan keterbukaan petani dalam

menerima adanya SLPHT karena mereka ingin mendapatkan hasil yang

lebih baik bagi usahatani padi nya. Petani juga terus menerapkan PHT

selepas kegiatan SLPHT karena petani merasakan betul manfaat dari

teknologi PHT yang mereka dapatkan selama kegiatan SLPHT.

Pelaksanaan SLPHT sendiri di Desa Metuk tidak terlepas dari

kekurangan-kekurangan. Kekurangan utama dalam pelaksanaan SLPHT

adalah masalah anggaran dana. Anggaran dana dari pemerintah dirasakan

amat kurang untuk pelaksanaan SLPHT. Anggaran dana yang terbatas

Page 69: HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI …/Hubungan... · ekonomi petani peserta SLPHT, dan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik sosial ekonomi petani dengan tingkat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

54

seringkali membuat kelompok tani secara swadaya mengeluarkan

anggaran dana tambahan atau tombok dikarenakan kurangnya dana

terutama untuk dana konsumsi. Waktu yang terbatas setiap pertemuan juga

merupakan kekurangan SLPHT karena kurang optimalnya dalam

pemberian materi dan praktek dalam waktu yang terbatas tersebut.

Kendala lain yang dirasakan oleh penyuluh SLPHT terhadap petani

peserta SLPHT dalam pelaksanaan SLPHT adalah kendala waktu

pelaksanaan, yaitu misalnya ketika waktu pertemuan SLPHT

dilaksanakan bertepatan dengan hajatan warga, upacara kematian, dan

acara sosial lainnya sehingga waktu pertemuan SLPHT harus diundur dan

disesuaikan. Disisi lain kendala yang dialami petani peserta SLPHT

terhadap pelaksanaan SLPHT ialah dalam penyampaian materi oleh

penyuluh. Terkadang penyampaian materi oleh penyuluh menggunakan

bahasa atau nama ilmiah sehingga sulit dimengerti. Namun kendala

tersebut dapat diatasi dengan aktifnya para petani untuk bertanya dan para

penyuluh yang juga akan memberikan penjelasan secara detail hingga para

petani peserta dapat memahami materi.

Peserta yang berhasil menyelesaikan SLPHT akan menerima

sertifikat (ditandatangani oleh kepala BPTPH setempat), dengan

persyaratan sebagai berikut yakni mengikuti pertemuan minimal 75% atau

setidaknya 10 kali pertemuan dan kelompok SLPHT mendapatkan nilai

akhir ujian ballot box minimal 60.

Page 70: HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI …/Hubungan... · ekonomi petani peserta SLPHT, dan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik sosial ekonomi petani dengan tingkat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

55

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Sosial Ekonomi

1. Umur

Umur petani peserta SLPHT meliputi antara 26 – 70 tahun. Makin

muda petani biasanya mempunyai semangat untuk ingin tahu apa yang

belum mereka ketahui. Sehingga mereka berusaha untuk lebih cepat

melakukan adopsi inovasi. Distribusi responden berdasarkan umur

responden ini disajikan dalam Tabel 10.

Tabel 10. Distribusi Responden Berdasarkan Umur

No Umur (tahun) Kategori Jumlah (orang) Presentase (%) 1 > 60 Tinggi 7 28 2 40 – 60 Sedang 14 56 3 < 40 Rendah 4 16

Jumlah 25 100

Sumber : Analisis Data Primer

Berdasarkan Tabel 10 dapat dilihat bahwa mayoritas umur petani

responden berada pada golongan sedang yakni berumur antara 40 – 60

tahun sebanyak 14 responden. Dimana petani pada umur tersebut

mampu bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan mempunyai

kemampuan fisik yang optimal serta mampu merespon dengan baik

dalam menerima inovasi untuk mengembangkan usahataninya.

Sebanyak 7 responden berada pada kategori tinggi, berumur antara

lebih dari 60 tahun. Petani yang berusia lebih dari 60 tahun tersebut

masih dipilih menjadi peserta karena mereka masih memenuhi kriteria

peserta SLPHT yakni : bisa baca tulis, aktif melakukan kegiatan

pertanian di lahan usahataninya dan dalam kelompok tani, sanggup

mengikuti kegiatan SLPHT selama satu musim tanam, responsif

terhadap inovasi teknologi, dan berasal dari satu hamparan usahatani

(Kementrian Pertanian, 2010). Mereka memiliki respon yang baik,

kemauan dan semangat yang tinggi dalam menerima teknologi PHT

dalam SLPHT. Petani pada kategori rendah biasanya sudah memiliki

55

Page 71: HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI …/Hubungan... · ekonomi petani peserta SLPHT, dan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik sosial ekonomi petani dengan tingkat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

56

pengalaman berusahatani yang cukup banyak, tetapi kemampuan

fisiknya sudak tidak optimal lagi.

Pada kategori rendah, yakni responden yang berumur kurang dari

40 tahun sebanyak 14 orang. Responden yang berumur kurang dari 40

tahun jumlahnya paling sedikit dibanding kategori yang lain karena

banyaknya penduduk berusia muda yang tidak berminat menjadi petani

dan tidak mengutamakan usahatani padi sebagai pekerjaan utama

mereka, sehingga hanya sedikit yang mengusahakan budidaya padi.

2. Pendidikan Formal

Pendidikan formal dalam penelitian ini adalah tingkat pendidikan

terakhir yang pernah ditempuh oleh responden berdasarkan jenjang

pendidikan. Tingkat pendidikan formal dapat mempengaruhi tingkat

kecepatan petani dalam menerima suatu teknologi baru. Secara teoritis

mereka yang berpendidikan tinggi akan lebih mudah melakukan proses

adopsi. Adapun distribusi pendidikan formal dapat dilihat sebagai

berikut:

Tabel 11. Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan Formal

No Tingkat Pendidikan Formal

Kategori Jumlah (orang) Presentase (%)

1 > SMU Tinggi 3 12 2 SMP- SMU Sedang 13 52 3 SD Rendah 9 36

Jumlah 25 100

Sumber : Analisis Data Primer

Berdasarkan data pada Tabel 11 dapat dilihat bahwa responden

terbanyak berada pada kategori sedang, yakni pada tingkat pendidikan

SMP – SMU sebanyak 13 responden (52%). Sebanyak 9 responden

(36%) berada pada kategori rendah, dan sebanyak 3 responden (12%)

berada pada kategori berpendidikan tinggi.

Distribusi responden menurut pendidikan formalnya tergolong

sedang. Hal ini dikarenakan pendidikan telah mulai diperhatikan oleh

masyarakat. Responden berpendidikan rendah terjadi dikarenakan tidak

Page 72: HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI …/Hubungan... · ekonomi petani peserta SLPHT, dan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik sosial ekonomi petani dengan tingkat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

57

memiliki biaya yang cukup untuk meneruskan ke pendidikan ke tingkat

yang lebih tinggi. Tingkat pendidikan rendah pada umumnya adalah

mereka yang berusia tua sedangkan responden yang berusia lebih muda

cenderung menempuh pendidikan formal yang lebih tinggi.

3. Pendidikan Non Formal

Pendidikan non formal adalah pendidikan yang diperoleh

responden diluar pendidikan formal, yakni mengikuti penyuluhan

pertanian dan pelatihan selama satu musim tanam terakhir pada saat

penelitian dilaksanakan serta frekuensi responden mengikuti kegiatan

SLPHT. Semakin tinggi frekuensi petani mengikuti kegiatan

penyuluhan dan pelatihan pertanian, maka pengetahuan dan ketrampilan

petani akan bertambah. Adapun distribusi frekuensi pendidikan non

formal dapat dilihat sebagai berikut:

Tabel 12. Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan Non Formal

No Skor Kategori Jumlah (orang) Presentase (%) 1 4,8 - 6,1 Tinggi 25 100 2 3,4 - 4,7 Sedang 0 0 3 2 - 3,3 Rendah 0 0

Jumlah 25 100

Sumber : Analisis Data Primer

Berdasarkan data pada Tabel 12 dapat dilihat bahwa tingkat

pendidikan non formal sebanyak 25 orang (100%) berada pada kategori

tinggi, atau dapat dikatakan keseluruhan petani responden berada pada

kategori tinggi. Salah satu kriteria peserta SLPHT ialah aktif melakukan

kegiatan pertanian di lahan usahataninya dan dalam kelompok tani.

Seluruh responden peserta SLPHT sangat aktif dalam mengikuti

penyuluhan dan kegiatan SLPHT padi yang dilaksanakan di desa

mereka. Hal tersebut menunjukkan bahwa responden mempunyai

respon dan minat yang baik dalam mengikuti berbagai kegiatan

penyuluhan dan pertanian, atau dengan kata lain para responden terbuka

untuk menerima hal – hal baru yang dapat menambah pengetahuan dan

Page 73: HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI …/Hubungan... · ekonomi petani peserta SLPHT, dan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik sosial ekonomi petani dengan tingkat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

58

ketrampilan mereka. Mereka menerima adanya kegiatan SLPHT padi

dan merespon dengan baik.

Kegiatan penyuluhan rutin dilaksanakan setiap 35 hari sekali atau

biasa disebut ‘selapanan’ dengan cara mengundang Petugas Penyuluh

Lapangan untuk memberikan materi. SLPHT sendiri dilaksanakan

selama satu musim tanam. Pertemuan SLPHT dilaksanakan sebanyak

12 kali pertemuan, yang dilaksanakan setiap minggu. Dari 12 kali

pertemuan, hampir seluruh peserta mengikuti seluruh pertemuan dan

kegiatan dengan baik, hanya sebanyak 3 responden yang tidak

mengikuti 1-2 pertemuan dikarenakan sakit dan urusan sosial (acara

kematian, acara hajatan keluarga).

4. Pendapatan Petani

Pendapatan petani adalah total pemasukan atau pendapatan

responden dari bidang pertanian dan pendapatan dari bidang non

pertanian yang tercermin dalam satu musim tanam pada saat penelitian

dilaksanakan. Secara teoritis petani dengan pendapatan tinggi akan

lebih mudah menerima suatu inovasi. Adapun distribusi frekuensi

pendapatan responden dapat dilihat sebagai berikut:

Tabel 13. Distribusi Responden Berdasarkan Pendapatan per musim tanam

No Pendapatan Petani

Kategori Jumlah (orang) Presentase (%)

1 > Rp 13.000.000 Tinggi 11 44 2 Rp 8.000.000 -

Rp 13.000.000 Sedang 12 48

3 < Rp 8.000.000 Rendah 2 8 Jumlah 25 100

Sumber : Analisis Data Primer

Berdasarkan data pada Tabel 13 dapat dilihat bahwa pendapatan

responden sebanyak 11 responden (44%) dalam kategori pendapatan

tinggi, 12 responden (48%) dalam kategori pendapatan sedang, dan 2

responden (8%) dalam kategori pendapatan rendah. Dari data tersebut

dapat diambil kesimpulan bahwa responden terbanyak mempunyai

tingkat pendapatan sedang dan yang terbanyak kedua mempunyai

Page 74: HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI …/Hubungan... · ekonomi petani peserta SLPHT, dan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik sosial ekonomi petani dengan tingkat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

59

tingkat pendapatan yang tinggi. Hal tersebut menunjukkan bahwa

sebagian besar responden memiliki tingkat perekonomian yang baik.

Selain sebagai petani padi, responden juga memiliki pekerjaan lain.

Responden merasa pekerjaan sebagai petani penghasilannya tidak

mencukupi untuk memenuhi kebutuhan sehari – hari. Pekerjaan yang

diusahakan responden selain berusahatani ialah beternak, berdagang,

buruh, dan pensiunan PNS. Adapun ternak yang diusahakan oleh

responden adalah ternak sapi, itik, dan bebek.

5. Tingkat Pengalaman Petani

Tingkat pengalaman petani merupakan lamanya petani dalam

melakukan tanaman padi hingga penelitian ini dilakukan yang

dinyatakan dalam tahun. Soekartawi (1988) mengemukakan bahwa

petani yang baru belajar (pemula) dibandingkan dengan petani yang

sudah berpengalaman akan berbeda dalam hal kecepatannya untuk

melakukan proses adopsi inovasi. Responden dalam penelitian ini mulai

membudidayakan tanaman padi dalam jangka waktu yang berbeda-

beda. Adapun distribusi frekuensi tingkat pengalaman petani dapat

dilihat sebagai berikut:

Tabel 14. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pengalaman Petani

No Skor Kategori Jumlah (orang) Presentase (%) 1 > 20 tahun Tinggi 17 68 2 10 - 20 tahun Sedang 4 16 3 < 10 tahun Rendah 4 16

Jumlah 25 100

Sumber : Analisis Data Primer

Berdasarkan data pada Tabel 14 dapat dilihat bahwa tingkat

pengalaman responden sebanyak 17 responden (68%) dalam kategori

tingkat pengalaman tinggi, 4 responden (16%) dalam kategori tingkat

pengalaman sedang, dan 4 responden (16%) dalam kategori tingkat

pengalaman rendah. Responden terbesar berada pada kategori tingkat

pengalaman yang tinggi, yakni mengusahakan budidaya tanaman padi

Page 75: HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI …/Hubungan... · ekonomi petani peserta SLPHT, dan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik sosial ekonomi petani dengan tingkat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

60

lebih dari 20 tahun. Disamping itu sebanyak 4 responden dengan

tingkat pengalaman sedang mengusahakan budidaya tanaman padi

selama antara 10 – 20 tahun, dan sebanyak 4 responden dengan tingkat

pengalaman rendah mengusahakan budidaya tanaman padi selama

kurang dari 10 tahun.

Dari data tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa sebagian besar

petani responden memiliki tingkat pengalaman tinggi yang telah

membudidayakan tanaman padi dalam jangka waktu lebih dari 20

tahun. Kegiatan ini sudah dilakukan oleh petani dalam jangka waktu

yang lama karena kegiatan ini merupakan kegiatan yang sudah

dilakukan secara turun temurun.

6. Keaktifan Keanggotaan Petani

Keaktifan keanggotaan petani adalah keterlibatan petani dalam

kelompok tani, seperti frekuensi hadir dalam pertemuan rutin

kelompok, keaktifan petani didalam memberi masukan, lamanya

pengalaman berkelompok, dan kedudukan petani dalam kelompok.

secara teoritis semakin aktif petani dalam keanggotaan tani maka

semakin mudah menerima inovasi. Distribusi keaktifan keanggotaan

petani dapat dilihat pada Tabel 15 ini:

Tabel 15. Distribusi Responden Berdasarkan Keaktifan Keanggotaan Petani Dalam Kelompok Tani

No Skor Kategori Jumlah (orang) Presentase (%) 1 9,4 – 12 Tinggi 8 32 2 6,7 - 9,3 Sedang 17 68 3 4 - 6,6 Rendah 0 0

Jumlah 25 100

Sumber : Analisis Data Primer

Berdasarkan data pada Tabel 15 dapat dilihat bahwa presentase

keaktifan keanggotaan petani terbesar berada pada kategori sedang

dengan presentase 68% sebanyak 17 responden. Presentase terbesar

kedua adalah 32% berada pada kategori tinggi sebanyak 8 responden.

Berdasarkan hasil analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa petani

Page 76: HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI …/Hubungan... · ekonomi petani peserta SLPHT, dan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik sosial ekonomi petani dengan tingkat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

61

responden aktif dalam keterlibatannya dalam kelompok tani. Hal ini

terwujud pada keterlibatan anggota yang aktif didalam menghadiri

pertemuan rutin kelompok tani maupun pertemuan didalam kegiatan

penyuluhan dan juga keaktifan petani didalam mengajukan gagasan dan

pertanyaan dalam setiap kegiatan diskusi. Semua anggota memiliki hak

yang sama didalam kelompok sehingga anggota diberi kebebasan untuk

berpendapat maupun bertanya. Suasana kekeluargaan yang tercipta

antar anggota kelompok tani juga mendorong anggotanya untuk aktif

dalam kelompok.

7. Luas Penguasaan Lahan

Luas penguasaan lahan adalah luas lahan yang digarap atau

diusahakan oleh petani responden pada saat penelitian berlangsung dan

dinyatakan dalam satuan hektar (Ha). Menurut Lionberger (1960), luas

usahatani berhubungan positif dengan adopsi inovasi. Kemampuan

ekonomi yang dimiliki semakin lebih baik sehingga berusaha untuk

meningkatkan kegiatan produksi yang lebih besar. Adapun distribusi

frekuensi luas penguasaan lahan dapat dilihat sebagai berikut:

Tabel 16. Distribusi Responden Berdasarkan Penguasaan Lahan Usahatani

No Luas Lahan (ha) Kategori Jumlah (orang) Presentase (%) 1 0,5 Tinggi 0 0 2 0,2 - 0,49 Sedang 23 92 3 < 0,2 Rendah 2 8

Jumlah 25 100

Sumber : Analisis Data Primer

Berdasarkan data pada Tabel 16 dapat dilihat bahwa tingkat

penguasaan lahan responden sebanyak 2 responden (8%) dalam

kategori tingkat penguasaan lahan rendah, 23 responden (92%) dalam

kategori tingkat penguasaan lahan sedang, dan tidak ada responden

yang berada dalam kategori tingkat penguasaan lahan tinggi.

Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa hampir seluruh

responden berada pada kategori tingkat penguasaan lahan sedang,

Page 77: HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI …/Hubungan... · ekonomi petani peserta SLPHT, dan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik sosial ekonomi petani dengan tingkat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

62

memiliki luas lahan yang berada pada kisaran 0,2 – 0,49 Ha.

Penguasaan lahan yang dimiliki seluruh petani responden peserta

SLPHT berada pada kisaran 0,1 – 0,4 Ha. Sebagian besar luas lahan

yang dimiliki oleh patani berasal dari warisan turun temurun. Status

kepemilikan lahan responden sebagian besar merupakan pemilik

penggarap, namun ada pula yang berstatus penyakap.

8. Karakteristik Sosial Ekonomi Petani (X total)

Karakteristik sosial ekonomi merupakan tanda atau ciri – ciri dari

seseorang yang ada didalam dan diluar pribadi seseorang yang diduga

dapat mempengaruhi adopsi, termasuk adopsi terhadap teknologi PHT

pasca SLPHT padi. Karakteristik sosial ekonomi meliputi umur,

pendidikan formal, pendidikan non formal, pendapatan, tingkat

pengalaman petani, keaktifan keanggotaan petani, dan penguasaan

lahan usahatani. Adapun distribusi frekuensi karakteristik sosial

ekonomi petani dapat dilihat sebagai berikut:

Tabel 17. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Sosial Ekonomi Petani

No Skor Kategori Jumlah (orang) Presentase (%) 1 31,5 – 39,2 Tinggi 0 0 2 21,8 - 30,5 Sedang 25 100 3 13 - 21,7 Rendah 0 0

Jumlah 25 100

Sumber : Analisis Data Primer

Berdasarkan data pada Tabel 17 dapat dilihat bahwa tingkat

pengalaman responden sebanyak 25 responden, atau keseluruhan

responden peserta SLPHT berada pada kategori sedang. Berdasarkan

data tersebut dapat disimpulkan bahwa karakteristik sosial ekonomi

responden berada pada kategori sedang. Artinya bahwa responden

cukup aktif mengikuti kegiatan yang mampu meningkatkan

pengetahuan dan pengalamannya dalam membudidayakan tanaman

padi. Adanya faktor internal yang muncul dari dalam diri responden

dimana responden memiliki keinginan untuk meningkatkan

Page 78: HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI …/Hubungan... · ekonomi petani peserta SLPHT, dan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik sosial ekonomi petani dengan tingkat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

63

pengetahuan dan pengalamannya dalam membudidayakan tanaman padi

tanpa paksaan dari pihak lain dan adanya faktor eksternal yang

mempengaruhi petani responden, membuat petani tertarik untuk

melakukan budidaya tanaman padi dengan baik.

B. Tingkat Adopsi Petani Terhadap Teknologi PHT Pasca SLPHT

Tingkat adopsi petani terhadap teknologi PHT pasca SLPHT padi

adalah penerimaan inovasi teknologi pengendalian hama terpadu melalui

kegiatan SLPHT dengan tindakan nyata melalui penerapan teknologi

pengendalian hama terpadu setelah pelaksanaan SLPHT usai. Penerapan

teknologi PHT padi ini meliputi 3 prinsip utama yakni budidaya tanaman

sehat, tingkat pelestarian musuh alami, dan pengamatan mingguan. Sejauh

mana petani menerapkan PHT setelah melaksanakan kegiatan SLPHT

dikategorikan menjadi tinggi, sedang dan rendah. Distribusi dari Tingkat

adopsi petani terhadap teknologi PHT pasca SLPHT dapat dilihat sebagai

berikut:

1. Budidaya Tanaman Sehat

Budidaya tanaman sehat yakni semua usaha budidaya tanaman

yang dapat menyebabkan kesehatan dan produktivitas tanaman perlu

ditingkatkan mulai dari pemilihan bibit, penanaman sampai ke masa

panen. Budidaya tanaman sehat meliputi kegiatan pemberoan lahan,

sanitasi, persemaian, perlakuan benih, penggunaan varietas tahan,

pengolahan tanah, penanaman serentak, penentuan jarak tanam dan

sistem tanam, pergiliran tanaman, pengelolaan air, pemupukan

berimbang, dan penyiangan. Distribusi budidaya tanaman sehat dapat

dilihat sebagai berikut:

Page 79: HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI …/Hubungan... · ekonomi petani peserta SLPHT, dan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik sosial ekonomi petani dengan tingkat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

64

Tabel 18. Distribusi Responden Berdasarkan Budidaya Tanaman Sehat

No Skor Kategori Jumlah (orang) Presentase (%) 1 28,2- 36,2 Tinggi 25 100 2 20,1 - 28,1 Sedang 0 0 3 12 - 20,0 Rendah 0 0

Jumlah 25 100

Sumber : Analisis Data Primer

Berdasarkan data pada Tabel 18 dapat dilihat bahwa tingkat

penerapan budidaya tanaman sehat berada dalam kategori tinggi.seluruh

reponden yakni sebanyak 25 orang (100%) berada pada kategori tinggi.

Tahap budidaya tanaman sehat ini tergolong tinggi karena seluruh

responden peserta SLPHT mengikuti dan menerapkan metode dan saran

yang dianjurkan penyuluh. Mereka menerapkan budidaya tanaman

sehat sesuai metode karena mereka merasakan manfaat dari penerapan

budidaya tanaman sehat. Disamping populasi hama yang menurun,

produktivitas juga meningkat. Rincian data dapat dilihat pada Tabel 19.

Tabel 19. Distribusi Responden Berdasarkan Rincian Tingkat Budidaya Tanaman Sehat

No Item

Jumlah Responden Kategori

rendah Kategori

sedang Kategori

tinggi 1 Pemberoan lahan - 9 16 2 Sanitasi - - 25 3 Persemaian - 25 - 4 Perlakuan benih - - 25 5 Penggunaan varietas tahan - - 25 6 Pengolahan tanah 1 24 - 7 Penanaman serentak - - 25 8 Penentuan jarak tanam dan sistem

tanam - - 25

9 Pergiliran tanaman - - 25 10 Pengelolaan air - - 25 11 Pemupukan berimbang - - 25 12 Penyiangan - - 25

Sumber : Analisis Data Primer

Page 80: HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI …/Hubungan... · ekonomi petani peserta SLPHT, dan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik sosial ekonomi petani dengan tingkat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

65

Sebagian besar responden selalu memberokan lahannya dan hanya

sebagian kecil saja yang hanya kadang-kadang saja dalam memberokan

lahannya. Petani selalu membersihkan lahannya atau selalu melakukan

sanitasi. Petani tidak melakukan persemaian bersama kelompok tani

namun membuat persemaiannya sendiri. Petani melakukan persemaian

sendiri dengan alasan agar lebih cepat tanam kembali setelah panen atau

petuk, setiap sehabis panen petani langsung menyisihkan sebagian

lahannya untuk persemaian sehingga begitu selesai panen petani dapat

langsung tanam kembali karena bibitnya telah siap. Dengan alasan itu

pula sebagian petani tidak memberokan lahannya.

Petani juga melakukan perlakuan benih dalam berusaha tani.

Perendaman benih menggunakan air hangat dan PGPR (Plant Growth

Promoting Rhizobacteria). Varietas yang ditanam petani ialah varietas

tahan hama penyakit yang direkomendasikan penyuluh yakni varietas

mekongga dan inpari 13. Petani juga menerapkan pengolahan tanah,

penanaman serentak, penggunaan jarak tanam, pengelolaan air,

penyiangan, dan dosis pupuk sesuai rekomendasi penyuluh. Pengolahan

tanah berada pada kategori sedang dikarenakan petani merasa telah

cukup melakukan pengolahan tanahnya tanpa harus mengolahnya lebih

halus lagi. Petani juga menerapkan pergiliran tanaman padi dengan pola

tanam padi – padi – palawija (jagung).

2. Tingkat Pelestarian Musuh Alami

Pelestarian musuh alami dilakukan dengan menemukan, mengenali

dan mengamati musuh alami (teman petani) di lahan sawah agar

populasi musuh alami dapat berkembang, dengan tidak menggunakan

pestisida yang membunuh musuh alami. Distribusi tingkat pelestarian

musuh alami dapat dilihat sebagai berikut:

Page 81: HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI …/Hubungan... · ekonomi petani peserta SLPHT, dan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik sosial ekonomi petani dengan tingkat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

66

Tabel 20. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pelestarian Musuh Alami

No Skor Kategori Jumlah (orang) Presentase (%) 1 9,4 – 12 Tinggi 25 100 2 6,7 - 9,3 Sedang 0 0 3 4 - 6,6 Rendah 0 0

Jumlah 25 100

Sumber : Analisis Data Primer

Berdasarkan data pada Tabel 20 dapat dilihat bahwa seluruh

responden (100%) sebanyak 25 petani berada pada kategori tinggi.

Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa petani mengadopsi

teknologi PHT pelestarian musuh alami dengan baik dan bahkan terus

menerapkan pelestarian musuh alami setelah SLPHT usai. Rincian data

dapat dilihat pada Tabel 21.

Tabel 21. Distribusi Responden Berdasarkan Rincian Tingkat Pelestarian Musuh Alami

No Item

Jumlah Responden Kategori

rendah Kategori

sedang Kategori

tinggi 1 Kemampuan mengidentifikasi hama

dan musuh alaminya - 5 20

2 Mengamati perkembangan musuh alami

- - 25

3 Memelihara keseimbangan musuh alami

- - 25

4 Pemanfaatan musuh alami - - 25

Sumber : Analisis Data Primer

Sebagian besar petani mengenal dengan cermat hama dan musuh

alami nya di lahan mereka masing-masing, hanya sebagian kecil saja

yang merasa masih kurang mengenal hama dan musuh alaminya. Petani

selalu mengamati perkembangan musuh alami di lahan mereka, karena

mereka menyadari manfaat dari keberadaan musuh alami. Mereka

memanfaatkan musuh alami untuk melawan hama penyakit padi di

lahan mereka dan meminimalkan penggunaan pestisida. Petani tidak

lagi menggunakan pestisida yang berspektrum lebar, bahkan mereka

menggunakan pestisida nabati yang dapat dibuat sendiri sesuai ajaran

Page 82: HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI …/Hubungan... · ekonomi petani peserta SLPHT, dan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik sosial ekonomi petani dengan tingkat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

67

penyuluh pada saat SLPHT. Penggunaan pestisida kimia berspektrum

lebar akan membahayakan kelangsungan hidup dari musuh alami, tidak

hanya hama yang mati tetapi organisme lain yang bukan merupakan

organisme pengganggu tanaman dan organisme yang merupakan musuh

alami dari hama juga bisa ikut mati. Musuh alami yang dominan

berkembang di Desa Metuk adalah laba-laba yang merupakan musuh

alami dari hama wereng.

Dalam konsep PHT ini lebih menekankan pada pengendalian

hayati dengan memanfaatkan keberadaan musuh alami di lapang. Untuk

itu maka petani harus mengetahui apa itu musuh alami, dari apa yang

ada dalam golongan musuh alami, sebagai usaha memanfaatkan

keberadaan musuh alami di lapang. Musuh alami pada umumnya

dikenal sebagai predator dari hama, padahal musuh alami bisa berupa

parasit, dan pathogen meliputi cendawan, bakteri, virus, dan nematoda.

Hal ini merupakan pengetahuan baru bagi para petani. Dalam

melestarikan dan mengembangkan musuh alami, petani

direkomendasikan untuk menekankan pada pengendalian hayati yang

diatikan sebagai kegiatan musuh alami yaitu kegiatan parasit, pemangsa

(predator), dan patgohen dalam menekan kepadatan populasi jenis OPT

lain ( Laboratorium PHPT, 2011). Dalam pengendalian hayati para

petani diajarkan dalam pembuatan agens hayati seperti PGPR dan

Moretan. Pembuatan agens hayati ini merupakan inovasi yang baru bagi

para petani.

3. Pengamatan Mingguan

Pengamatan mingguan bertujuan untuk mengetahui situasi hama di

lapangan sedini mungkin sehingga tindakan pengendalian hama dapat

dilakukan sedini mungkin dan munculnya peletusan hama dapat

dicegah. Hal-hal yang perlu diamati ialah keadaan tanaman, populasi

hama dan musuh alam, kondisi cuaca, dan intensitas serangan

Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) dan serangga lain. Distribusi

tingkat pelestarian musuh alami dapat dilihat sebagai berikut:

Page 83: HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI …/Hubungan... · ekonomi petani peserta SLPHT, dan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik sosial ekonomi petani dengan tingkat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

68

Tabel 22. Distribusi Responden Berdasarkan Pengamatan Mingguan

No Skor Kategori Jumlah (orang) Presentase (%) 1 18,8 - 24,1 Tinggi 25 100 2 13,4 - 18,7 Sedang 0 0 3 8 - 13,3 Rendah 0 0

Jumlah 25 100

Sumber : Analisis Data Primer

Berdasarkan data pada Tabel 22 dapat dilihat bahwa bahwa seluruh

responden (100%) sebanyak 25 petani berada pada kategori tinggi.

Artinya bahwa petani responden mampu mengadopsi dan menerapkan

teknologi PHT pengamatan mingguan dengan baik sesuai rekomendasi

dan anjuran penyuluh pada saat pelatihan SLPHT. Petani harus

mengadakan pemantauan ekosistem secara rutin agar petani dapat

mengikuti perkembangan populasi hama dan musuh alaminya di

lahannya, serta menentukan tindakan pengendalian yang perlu

dilaksanakan. Rincian data dapat dilihat pada Tabel 23.

Tabel 23. Distribusi Responden Berdasarkan Rincian Tingkat Pengamatan Mingguan

No Item

Jumlah Responden Kategori

rendah Kategori

sedang Kategori

tinggi 1 Pengamatan keadaan tanaman - - 25

2 pengamatan terhadap populasi hama dan musuh alami

- - 25

3 Pengamatan kondisi cuaca - - 25 4 Pengamatan intensitas serangan

Organisme Pengganggu Tanaman (OPT)

- 3 22

5 Waktu memulai pemantauan - - 25

6 Frekuensi pengamatan - - 25

7 Tindakan pengendalian hama - - 25

8 Teknik pengendalian hama - - 25

Sumber : Analisis Data Primer

Petani melakukan pengamatan terhadap keadaan tanaman, populasi

hama dan musuh alami, kondisi cuaca, dan intensitas serangan

Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) dan serangga lain secara rutin

Page 84: HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI …/Hubungan... · ekonomi petani peserta SLPHT, dan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik sosial ekonomi petani dengan tingkat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

69

setiap seminggu sekali. Petani melakukan pengamatan dimulai pada

awal sebelum tanam sehingga dapat dilakukan pencegahan dan dapat

dideteksi secara dini apabila terdapat hama dan penyakit tanaman di

lahan. Sebanyak 3 petani langsung melakukan penyemprotan setelah

melakukan pengamatan dan di lahannya terdapat hama. Sebagian besar

lainnya melakukan pengamatan terlebih dahulu, apabila di lahannya

terdapat hama mereka menggunakan musuh alami terlebih dahulu dan

hanya menggunakan pestisida bila diperlukan. Petani melakukan

pengendalian hama dengan cara teknik budidaya dengan rotasi

tanaman, cara biologis (dengan predator, menyemprotkan cendawan

penginfeksi), fisik (dengan perangkap) sesuai rekomendasi penyuluh.

4. Tingkat Adopsi Petani Terhadap Teknologi PHT Pasca SLPHT (Y

total)

Tingkat adopsi petani terhadap teknologi PHT pasca SLPHT padi

adalah penerimaan inovasi teknologi pengendalian hama terpadu

melalui kegiatan SLPHT dengan tindakan nyata melalui penerapan

teknologi pengendalian hama terpadu setelah pelaksanaan SLPHT usai.

Tabel 24. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Adopsi Petani Terhadap Teknologi PHT Pasca SLPHT

No Skor Kategori Jumlah (orang) Presentase (%) 1 56,2 - 72,2 Tinggi 25 100 2 40,1 - 56,1 Sedang 0 0 3 24- 40 Rendah 0 0

Jumlah 25 100

Sumber : Analisis Data Primer

Berdasarkan data pada Tabel 24 dapat dilihat bahwa bahwa seluruh

responden (100%) sebanyak 25 petani berada pada kategori tinggi.

Artinya bahwa seluruh responden yang merupakan petani peserta

SLPHT padi mampu mengadopsi teknologi PHT dengan baik dan terus

menerapkan teknologi PHT pasca SLPHT sesuai teknik dan metode

yang diajarkan penyuluh. Mereka menyadari dan merasakan benar

manfaat dari penerapan teknologi PHT yang mereka dapatkan selama

Page 85: HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI …/Hubungan... · ekonomi petani peserta SLPHT, dan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik sosial ekonomi petani dengan tingkat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

70

pelaksanaan SLPHT. Dengan menerapkan teknologi PHT sesuai teknik

dan metode yang diajarkan penyuluh, maka petani dapat mendapatkan

hasil produksi yang optimal, serta menggunakan taktik pengendalian

yang alami sehingga meminimalkan biaya produksi serta tidak

menimbulkan dampak yang negatif yang merugikan lingkungan hidup

dan kesehatan masyarakat. Berdasarkan hal tersebut maka akan

meningkatkan pendapatan yang diperoleh petani itu sendiri.

Keberhasilan SLPHT tidak lepas dari kemauan dan keterbukaan

petani dalam menerima adanya SLPHT karena mereka ingin

mendapatkan hasil yang lebih baik bagi usahatani padi nya. Petani juga

terus menerapkan PHT selepas kegiatan SLPHT karena petani

merasakan betul manfaat dari teknologi PHT yang mereka dapatkan

selama kegiatan SLPHT. Produksi usahatani padi mereka meningkat

setelah SLPHT. Oleh karena itu petani terus menerapkan konsep PHT

dalam usahatani nya dan bersedia untuk menyebarluaskan konsep PHT

kepada petani lain yang tidak mengikuti SLPHT.

Terlepas dari tingkat adopsi responden petani peserta SLPHT yang

tinggi terhadap teknologi PHT pasca SLPHT, pelaksanaan SLPHT

sendiri terdapat kekurangan dan kendala. Kekurangan utama dalam

pelaksanaan SLPHT adalah masalah anggaran dana. Anggaran dana

yang terbatas dari pemerintah menyebabkan terbatasnya jumlah peserta.

Minimnya dana juga berakibat pada kelompok tani peserta SLPHT.

Anggaran dana yang terbatas seringkali membuat kelompok tani secara

swadaya mengeluarkan anggaran dana tambahan. Kekurangan yang lain

ialah waktu yang terbatas setiap pertemuan, karena kurang optimalnya

dalam pemberian materi dan praktek dalam waktu yang terbatas

tersebut serta apabila waktu pertemuan bertepatan dengan hajatan

warga, upacara kematian, dan acara sosial lainnya sehingga waktu

pertemuan SLPHT harus diundur dan disesuaikan.

Page 86: HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI …/Hubungan... · ekonomi petani peserta SLPHT, dan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik sosial ekonomi petani dengan tingkat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

71

C. Hubungan Antara Karakteristik Sosial Ekonomi Dengan Tingkat

Adopsi Petani Terhadap Teknologi PHT Pasca SLPHT

Penelitian ini digunakan untuk mengetahui hubungan antara

karakteristik sosial ekonomi dengan tingkat adopsi petani terhadap

teknologi PHT pasca SLPHT padi. Untuk mengetahui hubungan antara

karakteristik sosial ekonomi dengan tingkat adopsi petani terhadap

teknologi PHT pasca SLPHT padi digunakan uji korelasi Rank Spearman

(rs), sedangkan untuk menguji tingkat signifikansi terhadap nilai yang

diperoleh dengan menggunakan besarnya nilai thitung dan ttabel. Hasil

analisis hubungan antara karakteristik sosial ekonomi dengan tingkat

adopsi petani terhadap teknologi PHT pasca SLPHT padi dapat dilihat

sebagai berikut:

Tabel 25. Analisis Hubungan Antara Karakteristik Sosial Ekonomi Dengan Tingkat Adopsi Petani Terhadap Teknologi PHT Pasca SLPHT

Var Y1 Y2 Y3 Ytot

rs t hit rs t hit rs t hit rs t hit

X1 0,296 1,486 -0,124 -0,599 -0,171 -0,832 0,064 0,307

X2 -0,26 -1,291 0,108 0,521 0,246 1,217 0,179 0,876

X3 0,458* 2,471 0,25 1,238 0,123 0,594 0,544** 3,109

X4 0,406* 2,131 -0,185 -0,903 -0,181 -0,883 0,076 0,365

X5 0,400* 2,093 -0,093 -0,448 0,269 1,339 0,406* 2,131

X6 0,131 0,634 0,413* 2,175 0,184 0,898 0,480* 2,624

X7 0,393 2,049 -0,147 -0,713 -0,109 -0,526 0,183 0,893

**Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed) *Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed)

Keterangan: t tab = 2,069 ( , t tab = , rs = Korelasi rank spearman, ** = Signifikan pada = 0,01, * = Signifikan pada = 0,05, X1 = Umur, X2 = Pendidikan formal, X3 = Pendidikan non formal, X4 = Pendapatan, X5 = Tingkat Pengalaman Petani, X6 = Keaktifan Keanggotaan Petani,

Page 87: HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI …/Hubungan... · ekonomi petani peserta SLPHT, dan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik sosial ekonomi petani dengan tingkat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

72

X7 = Penguasaan lahan, X tot = Karakteristik Sosial Ekonomi , Y1 = Budidaya Tanaman Sehat, Y2 = Tingkat Pelestarian Musuh Alami, Y3 = Pengamatan Mingguan, Y tot = Tingkat Adopsi Petani Terhadap Teknologi PHT Pasca SLPHT,

Dari Tabel 25 dapat dilihat bahwa hasil analisis menunjukkan

hubungan yang signifikan dan tidak signifikan antar variabel. Untuk

mengetahui makna angka-angka hasil analisis diatas dapat diuraikan

sebagai berikut:

1. Hubungan antara Umur dengan Tingkat Adopsi Petani Terhadap

Teknologi PHT Pasca SLPHT

Berdasarkan Tabel 25 menunjukkan bahwa tidak terdapat

hubungan yang signifikan antara umur responden dengan tingkat adopsi

petani terhadap teknologi PHT pasca SLPHT dengan nilai rs sebesar

0,296 dan t hitung 0,307 lebih kecil dari t tabel 2,069. Berdasarkan hasil

analisis diatas dapat disimpulkan bahwa umur responden tidak

berhubungan dengan tingkat adopsi petani terhadap teknologi PHT

pasca SLPHT. Hal ini karena dalam penerapan teknologi PHT tidak

mensyaratkan umur.

Responden dengan berbagai tingkatan umur dapat mengikuti

SLPHT dan mengadopsi teknologi PHT dengan baik, tergantung dari

pemahaman dan kemauan mereka dalam menerapkan teknologi PHT

yang dianjurkan dan dipelajari dalam SLPHT. Para petani yang sudah

tua masih memiliki semangat dan kemauan yang tinggi dalam

mengikuti SLPHT dan menerapkan teknologi PHT dengan tujuan

menginginkan hasil yang maksimal terhadap usahatani nya, sehingga

mereka bersungguh-sungguh dalam mengikuti SLPHT tidak kalah

dengan para petani yang masih muda sehingga mereka bisa mengadopsi

teknologi PHT pasca SLPHT dengan baik. Tidak sedikit mereka yang

pada usia sudah lanjut akan lebih banyak belajar dari pengalaman,

sehingga dia akan melakukan proses adopsi dengan tepat.

Page 88: HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI …/Hubungan... · ekonomi petani peserta SLPHT, dan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik sosial ekonomi petani dengan tingkat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

73

Begitu pula dengan petani yang masih muda, mereka lebih cepat

dalam mengadopsi inovasi teknologi PHT. Fisik yang masih kuat serta

keingintahuan terhadap sesuatu yang baru akan menjadikan petani

berusaha mencari informasi sebanyak-banyaknya tentang hal-hal yang

berkaitan dengan teknologi PHT, sehingga dalam melakukan proses

adopsi inovasi sesuai dengan anjuran. Akan tetapi tidak sedikit pula

petani yang masih muda rendah dalam proses adopsi. Hal ini

dikarenakan masih kurangnya pengalaman dan kekurangfahaman dalam

menerima informasi yang ada.

2. Hubungan antara Pendidikan Formal dengan Tingkat Adopsi

Petani Terhadap Teknologi PHT Pasca SLPHT

Berdasarkan Tabel 25 dapat diketahui bahwa nilai t hitung lebih

kecil dari t tabel yaitu 0,876 < 2,069 . Hal ini menunjukkan tidak

adanya hubungan yang signifikan antara pendidikan formal dengan

tingkat adopsi petani terhadap teknologi PHT pasca SLPHT.

Berdasarkan hasil analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin

tinggi tingkat pendidikan formal yang ditempuh petani tidak

berhubungan dengan tingkat adopsi petani terhadap teknologi PHT. Hal

ini disebabkan karena teknologi PHT tidak diperoleh didalam

pendidikan formal yang ditempuh oleh petani. Teknologi PHT

diperoleh dari kegiatan pendidikan non formal yaitu dari kegiatan

penyuluhan yang diberikan oleh penyuluh atau dari kegiatan SLPHT,

bukan dari pendidikan formal yang ditempuh petani. Hal ini juga

disebabkan oleh tingkat pendidikan petani yang cenderung masih

rendah membuat minat responden dalam hal-hal baru juga relatif

rendah.

3. Hubungan antara Pendidikan Non Formal dengan Tingkat Adopsi

Petani Terhadap Teknologi PHT Pasca SLPHT

Berdasarkan Tabel 25 dapat diketahui bahwa nilai t hitung lebih

besar dari t tabel yaitu 3,109 > 2,807 . Hal ini menunjukkan adanya

Page 89: HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI …/Hubungan... · ekonomi petani peserta SLPHT, dan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik sosial ekonomi petani dengan tingkat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

74

hubungan yang signifikan dengan arah hubungan yang positif antara

pendidikan non formal dengan tingkat adopsi petani terhadap teknologi

PHT pasca SLPHT. Berdasarkan hasil analisis tersebut dapat

disimpulkan bahwa semakin tinggi frekuensi petani mengikuti

pendidikan non formal maka tingkat adopsi petani terhadap teknologi

PHT akan semakin tinggi.

Melalui pendidikan non formal seperti kegiatan penyuluhan dan

kegiatan SLPHT yang diiikuti petani, maka petani mendapatkan banyak

informasi yang berkaitan dengan teknologi budidaya tanaman padi.

Informasi yang didapat akan menambah pengetahuan dan ketrampilan

petani serta pertimbangan untuk mengambil keputusan dalam usaha

taninya.

Pendidikan non formal dalam hal ini termasuk juga Sekolah

Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) padi yang melatih petani

untuk menjadi ahli lapangan pengendalian hama terpadu sehingga

mampu menerapkan prinsip pengendalian hama terpadu, sekurang-

kurangnya di lingkungan sawahnya sendiri. Semakin tinggi frekuensi

petani mengikuti SLPHT maka pengetahuan dan ketrampilan petani

akan bertambah, hal ini mempengaruhi dalam mengadopsi teknologi

PHT. Sehingga semakin tinggi tingkat pendidikan non formal maka

semakin tinggi pula tingkat adopsi petani terhadap teknologi PHT.

4. Hubungan antara Pendapatan dengan Tingkat Adopsi Petani

Terhadap Teknologi PHT Pasca SLPHT

Berdasarkan Tabel 25 dapat diketahui bahwa nilai t hitung lebih

kecil dari t tabel yaitu 0,365 < 2,069 . Hal ini menunjukkan tidak

adanya hubungan yang signifikan antara pendapatan petani dengan

tingkat adopsi petani terhadap teknologi PHT pasca SLPHT.

Berdasarkan hasil analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin

tinggi pendapatan yang diperoleh petani tidak berhubungan dengan

tingkat adopsi petani terhadap teknologi PHT. Hal ini disebabkan

karena dalam kegiatan SLPHT tidak dipungut biaya sehingga petani

Page 90: HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI …/Hubungan... · ekonomi petani peserta SLPHT, dan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik sosial ekonomi petani dengan tingkat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

75

dengan pendapatan tinggi ataupun rendah dapat mengikuti SLPHT.

Didalam teknologi PHT, menerapkan 3 prinsip yakni budidaya tanaman

sehat, pelestarian musuh alami, dan pengamatan mingguan yang ramah

lingkungan menggunakan pestisida dan pupuk alami yang dapat dibuat

sendiri sehingga meminimalisir penggunaan biaya. Sehingga petani

dengan pendapatan tinggi ataupun rendah dapat mengadopsi teknologi

PHT pasca SLPHT dengan baik.

Perbedaan pendapatan tidak mempengaruhi responden dalam

menerapkan teknologi PHT. Petani yang mempunyai pendapatan tinggi

biasanya memiliki usaha diluar usaha tani padi sawah. Petani yang

memiliki pendapatan tinggi dari usaha non pertanian biasanya akan

lebih menekuni usaha di luar usaha taninya itu, sehingga petani kurang

antusias dalam menanggapi inovasi teknologi PHT.

5. Hubungan antara Tingkat Pengalaman Petani dengan Tingkat

Adopsi Petani Terhadap Teknologi PHT Pasca SLPHT

Berdasarkan Tabel 25 dapat diketahui bahwa nilai t hitung lebih

besar dari t tabel yaitu 2,131 > 2,069. Hal ini menunjukkan adanya

hubungan yang signifikan dengan arah hubungan yang positif antara

tingkat pengalaman petani dengan tingkat adopsi petani terhadap

teknologi PHT pasca SLPHT. Berdasarkan hasil analisis tersebut dapat

disimpulkan bahwa semakin tinggi tingkat pengalaman petani dalam

mengusahakan usahatani nya maka tingkat adopsi petani terhadap

teknologi PHT akan semakin tinggi. Hal ini disebabkan karena adanya

pengalaman yang telah dimiliki petani, maka sejatinya petani telah

belajar menerapkan budidaya padi sejak lama. Petani yang memiliki

tingkat pengalaman budidaya tinggi memiliki kemauan dan ketertarikan

dalam menerapkan teknologi PHT dengan tujuan hasil produksinya

lebih maksimal lagi. Adanya SLPHT padi meningkatkan pengetahuan

dan ketrampilan petani menjadi lebih baik.

Seorang petani yang sudah memiliki pengalaman yang tinggi

dalam budidaya tanaman padi tentu akan belajar dari pengalamannya

Page 91: HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI …/Hubungan... · ekonomi petani peserta SLPHT, dan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik sosial ekonomi petani dengan tingkat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

76

dan tidak ingin mengulang kesalahannya sehingga lebih mudah dalam

mengadopsi inovasi teknologi PHT. Sedangkan petani yang belum

berpengalaman biasanya masih dalam proses trial and error, sehingga

dia akan mengadopsi sesuai kemauannya.

6. Hubungan antara Keaktifan Keanggotaan Petani dengan Tingkat

Adopsi Petani Terhadap Teknologi PHT Pasca SLPHT

Berdasarkan Tabel 25 dapat diketahui bahwa nilai t hitung lebih

besar dari t tabel yaitu 2,624 > 2,069 . Hal ini menunjukkan adanya

hubungan yang signifikan dengan arah hubungan yang positif antara

keaktifan keanggotaan petani dengan tingkat adopsi petani terhadap

teknologi PHT pasca SLPHT. Berdasarkan hasil analisis tersebut dapat

disimpulkan bahwa semakin tinggi keaktifan keanggotaan petani maka

tingkat adopsi petani terhadap teknologi PHT akan semakin tinggi.

Kelompok tani adalah sarana bagi petani untuk berkomunikasi

mengenai berbagai hal yang berkaitan dengan usahatani. Proses adopsi

inovasi tidak terlepas dari pengaruh interaksi antara individu, anggota

masyarakat, atau kelompok masyarakat (Soekartawi,1988). Didalam

setiap pertemuan kelompok tani membahas materi sesuai kebutuhan

petani saat itu. Adanya diskusi dalam pertemuan kelompok tani, petani

dapat saling bertukar ilmu dan pikiran mengenai teknologi PHT.

Pertemuan kelompok juga menjadi sarana penyebarluasan teknologi

PHT. Petani yang mengikuti SLPHT Padi dituntut untuk berpartisipasi

aktif dan saling bekerjasama baik antar anggota selama mengikuti

SLPHT.

Seorang petani akan melakukan adopsi dengan baik jika dia

memahami informasi-informasi tentang adopsi yang baik pula. Petani

yang selalu hadir dan aktif dalam keanggotaan petani akan

mendapatkan informasi tentang teknologi PHT yang lebih baik dan

lebih utuh, sehingga petani akan melakukan adopsi dengan baik pula.

Sedangkan petani yang jarang hadir dan tidak aktif dalam keanggotaan

Page 92: HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI …/Hubungan... · ekonomi petani peserta SLPHT, dan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik sosial ekonomi petani dengan tingkat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

77

tani tentunya akan mendapatkan informasi yang tidak utuh dan tidak

lengkap, sehingga berakibat kurang baik pula dalam melakukan adopsi.

7. Hubungan antara Penguasaan lahan Usahatani dengan Tingkat

Adopsi Petani Terhadap Teknologi PHT Pasca SLPHT

Berdasarkan Tabel 25 dapat diketahui bahwa nilai t hitung lebih

kecil dari t tabel yaitu 0,893 < 2,069 . Hal ini menunjukkan tidak

adanya hubungan yang signifikan antara penguasaan lahan usahatani

dengan tingkat adopsi petani terhadap teknologi PHT pasca SLPHT.

Berdasarkan hasil analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin

tinggi penguasaan lahan usahatani yang dimiliki petani tidak

berhubungan dengan tingkat adopsi petani terhadap teknologi PHT. Hal

ini disebabkan karena luas lahan yang tergolong sempit namun petani

masih dapat menerapkan teknologi PHT yang telah diajarkan selama

SLPHT.

Sempitnya luas lahan bukan menjadi hambatan bagi petani untuk

menerapkan teknologi PHT pada usahataninya. Selain itu luas atau

sempitnya lahan tidak akan mempengaruhi tingkat adopsi petani

terhadap teknologi PHT karena petani akan menerapkan teknologi PHT

yang sama satu sama lain. Penggunaan bibit unggulan yang sama,

pupuk yang sama, dan perlakuan yang sama. Petani yang mempunyai

keyakinan tinggi tentang kelebihan adopsi akan berusaha melakukan

adopsi secara tepat. Selain itu keinginan untuk mendapatkan hasil yang

lebih baik dari usaha taninya akan semakin memotivasinya untuk

melakuka adopsi sebaik mungkin.

8. Hubungan antara Karakteristik Sosial Ekonomi dengan Tingkat

Adopsi Petani Terhadap Teknologi PHT Pasca SLPHT

Berdasarkan Tabel 25 dapat diketahui bahwa nilai t hitung lebih

besar dari t tabel yaitu 5,063 > 2,807 . Hal ini menunjukkan adanya

hubungan yang signifikan dengan arah hubungan yang positif antara

karakteristik sosial ekonomi dengan tingkat adopsi petani terhadap

Page 93: HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI …/Hubungan... · ekonomi petani peserta SLPHT, dan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik sosial ekonomi petani dengan tingkat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

78

teknologi PHT pasca SLPHT. Berdasarkan hasil analisis tersebut dapat

disimpulkan bahwa semakin tinggi karakteristik sosial ekonomi petani

maka tingkat adopsi petani terhadap teknologi PHT akan semakin

tinggi. Petani didalam menanggapi suatu ide atau informasi yang baru

akan berbeda menurut karakteristik kepribadian dan ciri-ciri sosial

ekonomi masing-masing individu. Petani yang memiliki karakteristik

sosial ekonomi yang tinggi akan mengadopsi teknologi PHT yang

didapatkan selama SLPHT dengan baik. Petani dengan karakteristik

sosial ekonomi yang tinggi memiliki kemauan dan keinginan yang

tinggi dalam mengusahakan usahatani nya sehingga petani mampu

menerapkan teknologi PHT pasca SLPHT dengan baik.

Page 94: HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI …/Hubungan... · ekonomi petani peserta SLPHT, dan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik sosial ekonomi petani dengan tingkat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

79

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan maka dapat disimpulkan

bahwa :

1. Tingkat adopsi petani terhadap teknologi PHT pasca SLPHT padi di

Desa Metuk, Kecamatan Mojosongo, Kabupaten Boyolali berada pada

kategori tinggi. Seluruh responden mampu mengadopsi teknologi PHT

dengan baik dan terus menerapkan teknologi PHT pasca SLPHT sesuai

teknik dan metode yang diajarkan penyuluh.

2. Karakteristik sosial ekonomi petani peserta SLPHT padi di Desa

Metuk, Kecamatan Mojosongo, Kabupaten Boyolali berada pada

kategori sedang. Umur petani peserta SLPHT meliputi antara 26 – 70

tahun dan sebagian besar petani menempuh jenjang pendidikan formal

SMP – SMA. Petani yang merupakan peserta SLPHT cukup aktif

mengikuti penyuluhan yang dilaksanakan. Adapun pendapatan mereka

tergolong sedang, selain mengusahakan tanaman padi untuk mencukupi

kebutuhan mereka mencari penghasilan diluar bidang pertanian. tingkat

pengalaman petani dalam membudidayakan tanaman padi tergolong

tinggi, mereka juga aktif terlibat dalam kelompok tani. Luas lahan yang

dimiliki petani peserta SLPHT berkisar antara 0,1 – 0,4 Ha.

Responden cukup aktif mengikuti kegiatan yang mampu meningkatkan

pengetahuan dan pengalamannya dalam membudidayakan tanaman

padi. Adanya faktor internal dan eksternal mempengaruhi petani

responden memiliki keinginan untuk meningkatkan pengetahuan dan

pengalamannya dalam membudidayakan tanaman padi tanpa paksaan

dari pihak lain dan membuat petani tertarik untuk melakukan budidaya

tanaman padi dengan baik.

79

Page 95: HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI …/Hubungan... · ekonomi petani peserta SLPHT, dan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik sosial ekonomi petani dengan tingkat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

80

3. Hubungan antara karakteristik sosial ekonomi dengan tingkat adopsi

petani terhadap teknologi PHT pasca SLPHT padi di Desa Metuk,

Kecamatan Mojosongo, Kabupaten Boyolali adalah sebagai berikut:

a. Hubungan antara umur responden dengan tingkat adopsi petani

terhadap teknologi PHT pasca SLPHT menunjukkan tidak adanya

hubungan yang signifikan, artinya bahwa umur responden tidak

berhubungan dengan tingkat adopsi petani terhadap teknologi PHT

pasca SLPHT.

b. Hubungan antara pendidikan formal responden dengan tingkat

adopsi petani terhadap teknologi PHT pasca SLPHT menunjukkan

tidak adanya hubungan yang signifikan, artinya bahwa tinggi

rendahnya tingkat pendidikan formal yang ditempuh petani tidak

berhubungan dengan tingkat adopsi petani terhadap teknologi PHT.

c. Hubungan antara pendidikan non formal responden dengan tingkat

adopsi petani terhadap teknologi PHT pasca SLPHT menunjukkan

hubungan yang signifikan, artinya bahwa semakin tinggi frekuensi

petani mengikuti pendidikan non formal maka tingkat adopsi petani

terhadap teknologi PHT akan semakin tinggi.

d. Hubungan antara pendapatan responden dengan tingkat adopsi petani

terhadap teknologi PHT pasca SLPHT menunjukkan tidak adanya

hubungan yang signifikan, artinya bahwa tinggi rendahnya

pendapatan yang diperoleh petani tidak berhubungan dengan tingkat

adopsi petani terhadap teknologi PHT.

e. Hubungan antara pengalaman petani dengan tingkat adopsi petani

terhadap teknologi PHT pasca SLPHT menunjukkan hubungan yang

signifikan, artinya bahwa semakin tinggi tingkat pengalaman petani

dalam mengusahakan usahatani nya maka tingkat adopsi petani

terhadap teknologi PHT akan semakin tinggi.

f. Hubungan antara keaktifan keanggotaan petani dengan tingkat

adopsi petani terhadap teknologi PHT pasca SLPHT menunjukkan

hubungan yang signifikan, artinya bahwa semakin tinggi keaktifan

Page 96: HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI …/Hubungan... · ekonomi petani peserta SLPHT, dan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik sosial ekonomi petani dengan tingkat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

81

keanggotaan petani maka tingkat adopsi petani terhadap teknologi

PHT akan semakin tinggi.

g. Hubungan antara penguasaan lahan responden dengan tingkat adopsi

petani terhadap teknologi PHT pasca SLPHT menunjukkan tidak

adanya hubungan yang signifikan, artinya bahwa tinggi rendahnya

penguasaan lahan usahatani yang dimiliki petani tidak berhubungan

dengan tingkat adopsi petani terhadap teknologi PHT.

h. Hubungan antara karakteristik sosial ekonomi petani dengan tingkat

adopsi petani terhadap teknologi PHT pasca SLPHT menunjukkan

hubungan yang signifikan, artinya bahwa semakin tinggi

karakteristik sosial ekonomi petani maka tingkat adopsi petani

terhadap teknologi PHT akan semakin tinggi.

B. Saran

1. Pendidikan non formal petani berhubungan dengan tingkat adopsi

petani terhadap teknologi PHT. Jadi sebaiknya pendidikan non formal

ditingkatkan lagi dengan cara memperbanyak kegiatan penyuluhan

dan pelatihan yang berhubungan dengan teknik budidaya padi dan

pengendalian hama terpadu (PHT).

2. Diharapkan bagi pemerintah untuk menambah jumlah Petugas

POPT/PHP (Pengendali Organisme Pengganggu Tumbuhan/

Pengamat Hama Penyakit). Kurangnya jumlah Petugas POPT/PHP ini

mengakibatkan kurang optimalnya pembinaan terhadap kelompok tani

di Kecamatan Mojosongo terutama dalam pembinaan PHT.

3. Keaktifan keanggotaan petani berhubungan dengan tingkat adopsi

petani terhadap teknologi PHT. Jadi sebaiknya keaktifan keanggotaan

petani ditingkatkan lagi dengan cara membuat diskusi menjadi lebih

menarik dan interaktif maupun mengadakan arisan agar anggota lebih

aktif.