hmm

48
REFARAT ALERGI SUSU SAPI PADA BAYI DISUSUN OLEH : DiholandiaRidlin M. SembiringMilala 09000009 PEMBIMBING Dr. Nelly SaurmaSimarmata, Sp.A Dr. Theodora Hutagalung FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HKBP NOMMENSEN MEDAN KEPANITERAAN KLINIK SENIOR RSU HKBP BALIGE

Upload: surya-perdana-siahaan

Post on 29-Dec-2015

20 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

Page 1: Hmm

REFARAT

ALERGI SUSU SAPI PADA BAYIDISUSUN OLEH :

DiholandiaRidlin M. SembiringMilala

09000009

PEMBIMBING

Dr. Nelly SaurmaSimarmata, Sp.A

Dr. Theodora Hutagalung

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

HKBP NOMMENSEN

MEDAN

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR RSU

HKBP BALIGE

2014

Page 2: Hmm

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas

rahmatNya, penulis selesai menyusun makalah ini guna memenuhi persyaratan

Kepaniteraan Klinik Senior Ilmu Kesehatan Anak di RSU HKBP Balige, dengan

judul “ Alergi Susu Sapi Pada Bayi”.

Pada kesempatan ini penulis mengucapakan terima kasih kepada dr.Nelly

Saurma Simarmata, Sp.A dan dr. Theodora Hutagalung yang telah memberikan

bimbingan dan arahan dalam menyelesaikan penulisaan makalah ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini memiliki banyak kekurangan baik dari

kelengkapan teori maupun penuturan bahasa, karena itu saya mengharapkan kritik dan saran

yang membangun untuk kesempurnaan makalah ini. Harapan penulis semoga makalah ini dapat

memberi manfaat bagi kita semua.

B a l i g e , 2 5 J a n u a r i 2 0 1 4

P e n u l i s

( D i h o l a n d i a S e m b i r i n g , S . K e d )

Page 3: Hmm

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR …………………………………………………………………………ii

DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………...iii

BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………………………1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA……………………………………………………………….7

2.1. DefinisiAlergiSusuSapi…………………………………………………………………….11

2.2.Prevalensi dan Insidensi…………………………………………………………………….11

2.3.Patogenesis………………………………………………………………………………….11

2.4.Patofisiologi………………………………………………………………………………...13

2.5.Manifestasi Klinis…………………………………………………………………………..15

2.6. Diagnosis AlergiSusuSapi…………………………………………………………………20

2.7. Pitfall Diagnosis danPenanganan………………………………………………………….24

2.8.Penatalaksanaan……………………………………………………………………………27

2.9.Pemilihan Susu dan Makanan untuk Penderita…………………………………………….29

2.10.PemberianMakanan…………………………………………………………………… ....33

2.11. Prognosis……………………………………………………………………………… ...33

BAB III KESIMPULAN……………………………………………………………………...35

DAFTAR PUSTAKA

Page 4: Hmm

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Alergi merupakan masalah penting yang harus diperhatikan karena terdapat pada semua lapisan

masyarakat dan insidennya meningkat terus pada tiga periode terakhir. Pada usia tahun pertama

kehidupan, sistem imun seorang anak relatif masih imatur dan sangat rentan. Bila ia mempunyai

bakat atopik akan mudah tersensitisasi dan berkembang menjadi penyakit alergi terhadap alergen

tertentu misalnya makanan dan inhalan.1

Susu sapi adalah protein asing utama yang diberikan kepada seorang bayi, dan penyakit

alergi susu sapi (ASS) sering merupakan penyakit atopik pertama pada seorang anak. Harus

dibedakan antara ASS suatu reaksi imunologis dan reaksi intoleransi yang bukan berdasarkan

kelainan imunologis seperti efek toksik dari stafilokok, defek metabolik akibat kekurangan

enzim laktase dan reaksi idiosinkrasi.1

Alergi susu sapi merupakan suatu penyakit yang berdasarkan reaksi imunologis yang

timbul sebagai akibat pemberian susu sapi atau makanan yang mengandung susu sapi. Alergi

susu sapi adalah suatu kumpulan gejala yang mengenai banyak organ dan sistem tubuh yang

ditimbulkan oleh alergi terhadap susu sapi dengan keterlibatan mekanisme sistem imun.

Mekanisme reaksi terhadap susu yang dasarnya adalah reaksi hipersensitifitas tipe I dan

hipersensitifitas terhadap makanan yang dasarnya adalah reaksi hipersensitifitas tipe III dan IV.3

Penelitian di beberapa negara di dunia prevalensi alergi susu sapi pada anak dalam tahun

pertama kehidupan sekitar 2%. Sekitar 1-7% bayi pada umumnya menderita alergi terhadap

protein yang terdapat dalam susu sapi. Sedangkan diantara bayi umur 1 tahun dengan dermatitis

atopik, 30-45% disebabkan Alergi susu sapi dan sekitar 80% susu formula bayi yang beredar di

pasaran ternyata menggunakan bahan dasar susu sapi.1,2

Alergi terhadap protein susu sapi atau alergi terhadap susu formula yang mengandung

protein susu sapi merupakan suatu keadaan dimana seseorang  memiliki sistem reaksi kekebalan

tubuh yang abnormal terhadap protein yang terdapat dalam susu sapi. Sistem kekebalan tubuh

bayi akan melawan protein yang terdapat dalam susu sapi sehingga gejala-gejala reaksi alergi

akan muncul. Disamping gejala pada kulit, ASS dapat menunjukkan gejala paru dan gejala

Page 5: Hmm

saluran cerna tipe segera bahkan gejala sistemik berupa reaksi anafilaksis. Diperkirakan ASS

dapat juga memberikan gejala reaksi tipe lambat yang timbul setelah 24 jam berupa sindrom

kolik pada usia bayi (infantile colic syndrome).1,3

Diagnosis penyakit ASS pada bayi dan anak yang dicurigai melibatkan pemeriksaan in

vitro dan in vivo. Setelah anamnesis dan pemeriksaan fisik, maka dibuktikan adanya sensitisasi

susu sapi dengan pemeriksaan IgE spesifik susu sapi dan/atau uji kulit terhadap susu sapi. Bila

hasil positif dilanjutkan dengan uji provokasi dengan cara double blind placebo controle food

challenge (DBPCFC), karena cara ini adalah cara baku emas untuk menegakkan diagnosis ASS

secara objektif.1,3

Alergi susu sapi 85% akan menghilang atau menjadi toleran sebelum usia 3 tahun.

Penanganan alergi susu sapi adalah penghindaran susu sapi dan makanan yang mengandung susu

sapi, dengan memberikan susu kedele sampai terjadi toleransi terhadap susu sapi. Perbedaan

yang mencolok antara penyakit alergi susu sapi dan alergi terhadap makanan lain pada bayi

adalah bahwa toleransi dapat terjadi secara spontan semasa usia dini.1,4

Walaupun akan terjadi toleransi pada usia tersebut, tindakan pencegahan maupun

tatalaksanan yang tepat perlu untuk mencegah terjadinya alergi yang lebih parah serta alergi

terhadap makanan alergen lain dikemudian hari. Pitfall diagnosis alergi susu sapi sering dialami

karena gejalanya mirip gejala reaksi simpang  komponen susu sapi formula dan pengaruh diet

ibu saat pemberian ASI. Pemberian susu sapi hipoalergenik dengan hidrolisis parsial dilaporkan

dapat mencegah terjadinya sensitisasi tehadap protein susu sapi lain.1,4

Page 6: Hmm

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Alergi Susu Sapi (ASS)  merupakan salah satu jenis alergi makanan yang merupakan

reaksi yang tidak diinginkan  (reaksi yang berlebihan) yang diperantarai secara imunologis

terhadap protein susu sapi. Peran reaksi imunologi pada ASS disebut sebagai reaksi

hipersensitivitas tipe 1 yang diperantarai oleh Immunoglobulin E (IgE),  tetapi ASS dapat

diakibatkan oleh reaksi imunologis yang tidak diperantarai oleh IgE ataupun proses gabungan

antara keduanya.1,2

Ale rg i su su s ap i ada l ah sua tu kumpu lan ge j a l a yang mengena i

banyak  organ dan sistem tubuh yang disebabkan oleh alergi terhadap susu sapi

dengan keterlibatan mekanisme sistem imun. Reaksi alergi yang terjadi ini diprovokasi

oleh protein yang ada dalamsusu sapi. Susu merupakan protein yang spesifik untuk tiap

spesiesnya, karenanya protein dalam susu sapi memang sesuai untuk usus sapi, tetapi belum

tentu sesuaidengan usus manusia.

Bagi kebanyakan bayi, protein susu sapi merupakan protein asing yang pertama kali

dikenalnya saat ia mendapat susu formula. Gejala alergi susu sapi tidak ada yang khas. Pada

kelompok dengan reaksi yang diperantarai oleh IgE manifestasi alergi biasanya terlihat dalam

waktu durasi tertentu setelah konsumsi protein susu sapi, yaitu antara  30 menit sampai 1 jam

(sangat jarang > 2 jam).

Page 7: Hmm

Alergi susu paling sering terjadi pada bayi dan anak-anak dengan gejala meliputi muntah,

diare,sakit perut dan muncul ruam di kulit akibat sistem kekebalan tubuh merespons protein yang

terkandung dalam susu. Sedangkan intoleransi laktosa terjadi karena tubuh tidak

memproduksienzim untuk mencerna laktosa dengan gejala meliputi diare, mual, kram perut,

kembung dangas.

Alergen pada susu sapi

Protein susu sapi merupakan alergen tersering pada berbagai reaksi hipersensitivitas pada

anak. Susu sapi mengandung sedikitnya 20 komponen protein yang dapat merangsang produksi

antibodi manusia. Protein susu sapi terdiri 2 fraksi yaitu casein dan whey. Fraksi casein yang

membuat susu berbentuk kental (milky) dan merupakan 76% sampai 86% dari protein susu sapi.

Fraksi casein dapat dipresipitasi dengan zat asam pada pH 4,6 yang menghasilkan 5 casein dasar

yaitu a, ad , b , k dan g.

Beberapa protein whey mengalami denaturasi dengan pemanasan ekstensif (albumin

serum bovin, gamaglobulin bovin, dan a-laktalbumin). Akan tetapi, dengan pasteurisasi rutin

tidak cukup untuk denaturasi protein ini tetapi sebaliknya meningkatkan sifat alergenitas

beberapa protein susu seperti b-laktoglobulin.

Barier saluran cerna terhadap allergen makanan

Fungsi utama saluran cerna ialah memproses makanan yang dikonsumsi menjadi bentuk

yang dapat diserap dan digunakan untuk energi dan pertumbuhan sel. Selama proses ini

berlangsung, mekanisme imunologik dan non-imunologik berperan dalam pencegahan masuknya

Page 8: Hmm

antigen asing ke dalam tubuh. Pada bayi baru lahir kadar SIgA dalam usus masih rendah

sehingga antigen mudah menembus mukosa usus dan kemudian dibawa ke aliran darah sistemik.

Pada kelompok reaksi imunologis yang tidak diperantarai oleh IgE gejala klinis muncul

lebih  lambat, yaitu sekitar 1-3 jam setelah konsumsi protein susu sapi. Manifestasi klinis

kelompok ini antara lain: gejala pada saluran cerna (kolitis,  kolik, muntah, diare dengan darah,

distensi abdomen), anemia, dermatitis, dan  gagal tumbuh.

Untuk memastikan diagnosis alergi susu sapi dilakukan berbagai pemeriksaan.

Pemeriksaan tersebut antara lain uji alergi kulit, pemeriksaan darah untuk antibodi IgE spesifik

(bukan antibodi IgE total) terhadap protein susu sapi dengan IgE RAST (Radio Allergo Sorbent

Test), uji diet eliminasi dan provokasi protein susu sapi. Pemeriksaan tambahan lain seperti atopy

patch test, pemeriksaan darah pada tinja, endoskopi dan biopsi.

2.2. Prevalensi dan Insidensi

Dalam survei nasional ahli alergi anak, tingkat prevalensi alergi susu

sapidilaporkan 3,4% di Amerika Serikat. Sedangkan di Denmark, pada studi

kohortd a r i 1 . 7 4 9 b a y i b a r u l a h i r d a r i p u s a t k o t a O d e n s e y a n g

Page 9: Hmm

d i m o n i t o r s e c a r a  prospektif untuk pengembangan intoleransi terhadap protein susu sapi

selamatahun pertama kehidupan, dilaporkan besarnya insidensi dalam 1 tahun

adalah2,2%.

S e b u a h p e n e l i t i a n p r o s p e k t i f m e n u n j u k k a n b a h w a 4 2 % b a y i

y a n g mengalami gejala akibat intoleransi protein susu sapi terjadi dalam waktu 7

hari (70% dalam waktu 4 minggu) setelah pemberian susu sapi. Intoleransi

proteinsusu sapi telah didiagnosis pada 1,9-2,8% dari populasi umum bayi berumur

2tahun atau lebih muda di berbagai negara di Eropa bagian utara, namun

kejadianturun menjadi sekitar 0,3% pada anak-anak yang berusia lebih dari 3 tahun.

Karakteristik komponen protein susu sapi.1,2

Komponen Protein Berat Molekul 

(kD)

PersentaseProtei

n Total

Alerginisitas Stabilitas Pada

Suhu 100 C

β -lactoglobulin 18.3 10 +++ ++

Casein 20-30 82 ++ +++

α -lactalbumin 14.2 4 ++ +

Serum albumin 67 1 + +

Immunoglobulins 160 2 + +

Banyak penelitian mengenai alergenitas protein susu sapi. Terdapat lebih dari 40 jenis

protein yang berbeda dalam susu sapi yang berpotensi untuk menyebabkan sensitivitas.

Kandungan pada susu sapi yang paling sering menimbulkan alergi adalah lactoglobulin,

selanjutnya casein, lactalbumin  bovine serum albumin (BSA). Analisa Immunoelectrophoretic

menunjukkan bahwa casein berkurang alergenisitasnya setelah pemanasan sekitar 120 C selama

15 menit, sedangkan lactoglobulin, lactalbumin berkurang terhadap pemanasan lebih dari 100C.

BSA and gammaglobulin kehilangan antigenisitasnya pada suhu antara 70C – 80C.

Pemanasan penuh akan terjadi denaturasi dari beberapa protein whey. β –lactoglobulin

merupakan penyebab alergen paling kuat. Penelitian lain menyebutkan antibodi IgE antibodi

terhadap  α -lactalbumin, β -lactoglobulin, bovine serum albumin, and bovine gamma globulin

adalah penyebab alergi paling sering pada manusia, sedangkan caseins adalah penyebab alergi

Page 10: Hmm

terbanyak. Penelitian terakhir menyebutkan casein-specific IgE didapatkan 100% pada kelompok

penderita alergi, IgE dari  β –lactoglobulin sekitar 13%,  α -lactalbumin sekitar 6%.

2.3. Patogenesis

Alergi susu sapi terjadi karena mekanisme pertahanan spesifik dan non-spesifik saluran

cerna bayi belum sempurna. Susu sapi adalah protein asing utama yang diberikan kepada seorang

bayi, Harus dibedakan antara alergi susu sapi suatu reaksi imunologis dan reaksi intoleransi yang

bukan berdasarkan kelainan imunologis seperti efek toksik dari bakteri stafilokok, defek

metabolik akibat kekurangan enzim laktase, reaksi idiosinkrasi atau reaksi simpang dari bahan-

bahan lain yang terkandung dalam susu formula.Protein susu sapi merupakan alergen tersering

pada berbagai reaksi hipersensitivitas pada anak. Susu sapi mengandung sedikitnya 40

komponen protein yang dapat mengganggu respon imun yang menyimpang pada seseorang.

Protein susu sapi terbagi menjadi kasein and whey. Kasein yang berupa bagian susu

berbentuk kental biasanya didapatkan pada terdiri dari 76-86% dari protein susu sapi. Kasein

dapat dipresipitasi dengan zat asam pada pH 4,6.  Whey terdiri dari  20% total protein susu, yang

terdiri dari  β -lactoglobulin (9% total protein susu), α -lactalbumin (4%), bovine

immunoglobulin (2%), bovine serum albumin (1%), dan sebagian kecil beberapa  proteins seperti

lactoferrin, transferrin, lipases (4%).Dengan pasteurisasi rutin tidak cukup untuk menghilangkan

protein ini tetapi sebaliknya meningkatkan sifat alergenitas beberapa protein susu seperti b-

laktoglobulin.1,5,8

2.4. Patofisiologi 1,2,4,5,8

Protein susu sapi adalah salah satu dari alergen utama yang terlibat dalamkedua jenis

alergi, dan diagnosis yang tepat sangat penting untuk manajemen yang tepat. Susu sapi

mengandung lebih dari 20 fraksi protein. Dalam dadih, dapatdiidentifikasi 4 kasein

(yaitu, S1, S2, S3, S4) yang jumlahnya sekitar 80% dari  protein susu. 20% protein

sisanya, pada dasarnya adalah protein glubular (misalnya, laktoalbumin, lactoglobulin, bovine

serum albumin), yang terkandungdalam air dadih.

Kasein sering dianggap kurang imunogenik karena strukturnyayang

f l eks ibe l , t i dak pada t . Seca ra h i s t o r i s , l a c tog lobu l i n me rupakan

Page 11: Hmm

a l e rgenu t ama da l am in to l e r ans i p ro t e in su su s ap i . Namun , po l i s ens i t i s a s i

bebe rapa  protein terjadi pada sekitar 75% dari pasien dengan alergi terhadap protein susu sapi.

Anak-anak adalah kelompok usia yang paling sering terkena penyakit ini dan

ha rus d i i ku t i dengan ha t i - ha t i ka r ena adanya kompl ika s i yang pa rah

da r i  pembatasan diet seperti keterlambatan pertumbuhan berat badan,

kwashiorkor,hipokalsemia dan rakitis. Istilah "intoleransi protein sapi" sering digunakan

dalamkasus-kasus gejala non spesifik yang dikaitkan dengan susu, apakah

termasuk  jenis reaksi imun mediasi IgE atau non-IgE, mekanisme patologi ini disebabkanoleh

reaksi imun terhadap protein susu.

A le rg i t e rhadap makanan ( a t au da l am ha l i n i su su s ap i ) mengacu

pada reaksi imun terhadap protein dalam makanan dan dapat dibagi menjadi 2

(dua) jenis mekanisme yaitu reaksi mediasi IgE dan non-IgE (kebanyakan adalahselular).

Reaksi mediasi IgE dapat diketahui melalui tes diagnostik  yang telah disahkan,

sedangkan reaksi imun mediasi non IgE yang dapat timbuldalam saluran

gastrointestinal belum diketahui dan dijelaskan dengan baik dan l eb ih su l i t un tuk

d ikena l i . Bebe rapa r eaks i dapa t j uga me l iba tkan kedua j en i s mekanisme

tersebut atau berevolusi sekunder menuju alergi mediasi IgE.

Page 12: Hmm

A l e r g i s u s u m e d i a s i I g E t e r j a d i k e t i k a o r g a n i s m e

g a g a l u n t u k mendapatkan daya tahan (toleransi) terhadap alergen makanan. Alergen

makananutama pada anak-anak ialah panas, asam, dan protease yang stabil,

glikoprotein yang water soluble dengan ukuran 10-70 kd. Contohnya yaitu protein dalam

susu(kasein), kacang (vicilin), dan telur (ovumucoid) dan protein transfer lemak yangtidak

spesifik yang ditemukan pada buah apel (Mald 3). Ketika antigen makanan dicerna,

makanan diproses dalam usus dimanat e rdapa t banyak mekan i sme f i s i k yang

kompleks ( l end i r , a s am, s e l ep i t e l dan asam) dan proteksi imunologis.

Hilangnya pelindung seperti keadaan netralisasi  pH lambung dapat membuat

alergi. Serupa seperti pada bayi dimana pelindung- pelindung usus (aktivitas enzim dan produksi

IgA) masih belum matang sehinggameningkatkan prevalensi alergi makanan pada masa bayi.

Antigen presenting cells ( A P C ) , k h u s u s n y a s e l e p i t e l u s u s d a n

s e l dendritik, dan sel T memiliki peran utama pada daya tahan oral melalui

ekspresiIL-10 dan IL-4. Bakteri komensal usus juga mempengaruhi respon imun mukosa.Daya

t ahan d iben tuk da l am 24 j am pe r t ama se t e l ah l ah i r dan

memproduks i molekul imunomudulator yang memiliki efek bermanfaat dalam

pembentukani m u n r e s p o n .

A le rg i yang d imed i a s i I gE d imu la i da r i s ens i t i s a s i . A l e rgen

d i ce rna , diinternalisasi dan diekspresikan pada permukaan APC. APC berinteraksi

denganlimfosit T dan menghasilkan transformasi dari limfosit B menjadi sel

sekretoriantibodi. Setelah dibentuk dan dilepaskan ke sirkulasi, IgE mengikat,

melalui bagian Fc, ke reseptor sel mast yang memiliki afinitas yang tinggi,

meninggalkanreseptor spesifik alergen mereka yang ada untuk berinteraksi dengan

alergen dimasa depan suatu saat nanti.

P rose s a l e rg i yang d iben tuk t anpa d imed i a s i o l eh IgE ku rang

beg i t u dimengerti namun fase pengenalan antigen awal kemungkinan adalah sama,

danmerangsang reaksi inflamasi utama melalui mediasi sel T dan eosinofil,

meliputiaktivasi sitokin-sitokin yang berbeda seperti IL-5.Hubungan yang t e rben tuk

da r i s e jumlah s e l mas t / an t i bod i I gE yang  berikatan dengan basophil yang cukup oleh

alergen merangsang proses intra-s e lu l e r , ha l i n i menyebabkan deg ranu l a s i s e l ,

dengan pe l epasan h i s t amin dan mediator peradangan lainnya.

Page 13: Hmm

2.5. Manifestasi Klinis

Gejala yang terjadi pada alergi susu sapi secara umum hampir sama dengan gejala alergi

makanan lainnya. Gejala ASS pada umumnya dimulai pada usia 6 bulan pertama kehidupan. Dua

puluh delapan persen timbul setelah 3 hari minum susu sapi, 41% setelah 7 hari dan 68% setelah

1 bulan19. Berbagai manifestasi klinis dapat timbul. Pada bayi terdapat 3 sistem organ tubuh

yang paling sering terkena yaitu kulit, sistem saluran napas, dan saluran cerna.

Gejala klinis yang dapat terjadi pada ketiga system tersebut adalah :

- Kulit: urtikaria, kemerahan kulit, pruritus, dermatitis atopic

- Saluran napas: hidung tersumbat, rinitis, batuk berulang dan asma

- Saluran cerna: muntah, kolik, konstipasi, diare, buang air besar berdarah

- Gejala sistemik: syok

Target organ utama reaksi terhadap alergi susu sapi adalah kulit, saluran cerna dan

saluran napas.  Reaksi akut (jangka pendek) yang sering terjadi adalah  gatal dan anafilaksis.

Sedangkan reaksi kronis (jangka panjang) yang terjadi adalah astma, dermatitis (eksim kulit) dan

gangguan saluran cerna. Beberapa manifestasi reaksi simpang karena susu sapi melalui

mekanisme IgE dan Non IgE.

Page 14: Hmm

Target organ yang sering terkena adalah kulit berupa urticaria dan angioedema. Sistem

saluran cerna yang terganggu adalah sindrom oral alergi, gastrointestinal anaphylaxis, allergic

eosinophilic gastroenteritis. Saluran napas yang terjadi adalah asma, pilek, batuk kronis

berulang. Target multiorgan berupa anafilaksis karena makanan atau anafilaksis dipicu karena

aktifitas berkaitan dengan makanan

Selain target organ yang sering terjadi tersebut di atas, manifetasi klinis lainnya berupa

Manifestasi tidak biasa (Anussual Manifestation). Diantaranya adalah manifestasi kulit berupa

vaskulitis, fixed Skin Eruption. Sistem saluran cerna yang terganggu adalah chronic Pulmonary

disease (Heiner Syndrome), hypersensitivity pneumonitis. Saluran cerna yang terjadi adalah

konstipasi, gastroesophageal refluk, saluran napas hipersekresi bronkus dan obstruksi duktus

naso lakrimalis. Target multiorgan berupa irritability/Sleeplessness in infants, artropati, nefropati

dan trombositopeni. Beberapa penelitian lainnya menyebutkan alergi makanan termasuk susu

sapi dapat mengganggu perilaku anak seperti gangguan tidur, hiperaktif, gangguan emosi,

gangguan konsentrasi, dan memperberat gejala autis.

Reaksi susu sapi  yang timbul karena reaksi non Ige berupa dermatitis atopik, ermatitis

Herpetiformis, proktokolitis, entero colitis, alergi eosinophilic gastroenteritis, sindrom

enteropati, penyakit celiac  dan sindrom Heiner. Terdapat 3 pola klinis respon alergi protein susu

pada anak : Reaksi Cepat, waktu dari setelah minum susu hingga timbulnya gejala. Reaksi

sedang (pencernaa), 45 menit hingga 20 jam.

Sedangkan Reaksi Lambat (kulit dan sal.cerna), Lebih dari 20 jam. Reaksi awal kulit

gejala timbul dalam 45 menit setelah mengkonsumsi susu. Reaksi tersebut dapat berupa bintik

Page 15: Hmm

merah (seperti campak) atau gatal. Gejala lain berupa gangguan system saluran napas seperti

napas berbunyi “ngik” (wheezing), atau rhinoconjuncytivitis (bersin, hidung dan mata gatal, dan

mata merah). Gejala tersebut bias terjadi meskipun hanya mengkonsumsi sedikit susu sapi. Hill

dkk telah mellaporkan bahwa hamper semua (92% penderita dalam kelompok ini dalam

pemeriksaan skin prick test   terhadap susu sapi hasilnya positif. Anafilaksis susu sapi adalah

merupakan reaksi paling penting dalam kelompok ini.

Page 16: Hmm
Page 17: Hmm

Dalam kelompok reaksi sedang gejala yang sering timbul adalah muntah, diare dimulai

setelah 45 menit hingga 20 jam setelah mendapatkan paparan dengan susu. Menurut penelitian

sekitar sepertiga dari kelompok ini didapatkan hasil positif hasil tes kulit (skin prick test). Gejala

yang timbul dalam reaksi lambat terjadi dalam sekitar 20 jam setelah terkena paparan susus sapi. 

Untuk terjadinya reaksi ini dibutuhkan jumlah volume susu sapi yang cukup besar.

Dalam kelompok ini hanya sekitar 20% yang didapatkan hasil uji kulit yang positif. Uji

temple alergi ( Patch Test) yang dilakukan selama 48 jam sering terdapat  hasil positif pada

kelompok ini. Sebagian besar terjadi dalam usia lebih dari 6 bulan. Tanda dan gejala yang sering

timbul adalah diare, konstipasi (sulit uang air besar)  dan dermatitis (gangguan kulit).

Beberapa penelitian menunjukkan alergi susu sapi sekitar 80% akan menghilang atau

menjadi toleran sebelum usia 3 tahun. Sebagian besar ASS pada bayi adalah tipe cepat yang

diperan oleh IgE dan gejala utama adalah ras kulit, eritema perioral, angioedema, urtikaria dan

anafilaksis, sedangkan bila gejala lambat dan mengenai saluran cerna berupa kolik, muntah dan

diare biasanya bukan diperan oleh IgE.Penelitian yang dilakukan penulis terhadap 120 penderita

alergi susu sapi menunjukkan bila gejalanya ringan akan bisa toleran 90% usia di atas 1 tahun.

Pada gangguan berat, disertai gangguan kulit dan mengakibatkan  batuk dan pilek biasanya akan

toleran terhadap susu sapi di atas usia 2 – 5 tahun.

2.6. Diagnosis Alergi Susu Sapi

Diagnosis ASS ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan

penunjang

1. Anamnesis

- Jangka waktu timbulnya gejala setelah minum susu sapi/ makanan yang mengandung

susu sapi

- Jumlah susu yang diminum/makanan mengandung susu sapi

- Penyakit atopi seperti asma, rinitis alergi, dermatitis atopik, urtikaria, alergi makanan,

dan alergi obat pada keluarga (orang tua, saudara, kakek, nenek dari orang tua), dan

pasien sendiri.

Page 18: Hmm

- Gejala klinis pada kulit seperti urtikaria, dermatitis atopik, ras

- Saluran napas: batuk berulang terutama pada malam hari, setelah latihan asma, rinitis

alergi

- Saluran cerna, muntah, diare, kolik dan obstipasi.

2. Pemeriksaan fisis

Pada kulit tampak kekeringan kulit, urtikaria,dermatitis atopik allergic shiner’s, Siemen

grease,geographic tongue, mukosa hidung pucat, danmengi.

3. Pemeriksaan penunjang1,2,4,5,7,8,9

1) Darah tepi

Hitung jenis eosinofil >3% ataueosinofil total >300/ml. Kadar IgE total,

nilainormal disesuaikan dengan umur. Kadar IgEspesifik susu sapi. Bila kadar IgE total

dan atauIgE spesifik susu sapi meninggi, berarti sudahterjadi sensitisasi dengan susu sapi.

PemeriksaanIgE spesifik dapat dilakukan dengan berbagai cara,misalnya cara IgE RAST

(radio allergo sorbent test)dinyatakan positif bila nilainya > atau sama dengan1.

Uji IgE RAST positif mempunyai korelasi yangbaik dengan uji kulit.Dapat juga

diperiksadengan cara CAP sistim FEIA dinyatakan positifbila nilainya > 32 kUa/l, cara

ini akan mempunyaikorelasi yang baik dengan gejala klinis dan ujieliminasi dan

provokasi buta ganda (double blindplacebo control food challenge). Untuk uji

tapisbahwa seorang sudah tersensitisasi, tidak cukuphanya dengan kadar IgE saja, karena

kadar IgEdapat juga tinggi pada orang normal dan kadarnormal tidak menyingkirkan

ASS, sehingga untukmenghindarkan negatif palsu maka harus dilanjutkandengan uji

kulit.

2) Uji kulit

Terdapat berbagai cara uji kulit; uji kulit gores, ujitusuk dan uji kulit

intradermal.Diantara uji tersebut, yang sering dilakukan adalahuji kulit tusuk, walaupun

uji intradermal lebihsensitif. Beberapa hal harus diperhatikan untukmelakukan uji kulit

(Tabel 2). Bila hasil uji kulitpositif kemungkinan ASS 50% karena prediksipositif

akurasinya <50%, sedangkan bila hasil ujikulit negatip berarti ASS IgE mediated

dapatdisingkirkan karena prediksi negatip akurasinya95%.Uji kulit pada usia < 1 tahun

Page 19: Hmm

seringmemberikan hasil negatip palsu, tetapi bila hasilnyapositif maka dugaan sangat

mungkin menjurusASS.

Penilaian besar indurasi berbeda antara anakusia < 2 tahun dan anak > 2 tahun.

Bila indurasi >8 mm pada usia > 2 tahun dan indurasi > 6 mmpada usia < 2 tahun akan

mempunyai korelasi yangbaik dengan uji DBPCFC. Bila salah satu uji kulitatau kadar

IgE total atau IgE spesifik positif dandisertai pada anamnesis dan pemeriksaan

fisikdugaan ASS, maka dilanjutkan dengan ujieliminasi dan provokasi susu sapi.

3) Ada beberapa cara untuk provokasi makanan,sebagai baku emas adalah DBPCFC.

Cara inimemerlukan waktu dan mahal, sehingga dicari carayang lebih mudah.

Provokasi makanan terbuka, setelah eliminasi susu sapi selama 2-3 minggu dan gejala

berkurang atau menghilang, maka susu sapi diberikan secara bertahap mulai 3 ml dinaikkan

menjadi 6 ml, 12 ml sampai tercapai jumlahsusu yang diminum, interval pemberiannya tiap 10

menit. Bila setelah 2 jam tidak timbul gejala, berarti uji provokasi negatip dan anak dinyatakan

tidak ASS. Provokasi ini sering dilakukan pada anak di bawah 3 tahun.

Untuk anak > 3 tahun diberikan buku harian. Buku dinilai setelah 2 minggu, untuk

menduga bahwa gejala yang timbul akibat mengkonsumsi susu sapi (Tabel 3). Lalu diberikan

diet eliminasi selama 2 minggu, bila gejala membaik atau hilang, diberikan provokasi dengan

susu sapi bertahap secara terbuka mulai dengan jumlah 10 ml dinaikkan bertahap dengan interval

10 menit, sampai jumlah yang dikonsumsi. Provokasi terbuka dapat dikerjakan di rumah, kecuali

bila gejala yang timbul anafilaksis atau angioedem, sebaiknya di rumah sakit.

Rogier Schade membuat modifikasi doubleblind, placebo controlled cow’s milk

challenge, dapat dilakukan di ruang rawat sehari untuk bayi dan anak yang tersangka

ASS.

Page 20: Hmm

Disediakan 2 formula, formula plasebo yang berisikan Nutramigen suatu formula

hidrolisat. Pada formula yang berisi susu sapi yang diminum (1,8 gram/100ml) dengan

mencampur Nutramigen dan Protifar berbanding 11:3. Kedua jenis formula mempunyai aroma

dan rasa yang sama kemudian dimasukkan dalam botol yang sama bentuk dan warnanya, diberi

nama formula A dan formula B. Anak dirawat di ruang rawat sehari, setelah dilakukan

pemeriksaan fisik, diberikan formula A setetes di bibir, diawasi gejala setelah 15 menit, bila

negatip dilanjutkan dengan skema tabel 3. Bila setelah 1 jam diprovokasi dengan formula A

tidak timbul gejala, maka dilanjutkan dengan formula B dengan cara danskema sama seperti

sebelumnya.

Bila pada kedua formula tidak timbul gejala, maka pasien dipulangkankeesokan harinya

dan sudah boleh minum susu sapi seperti biasa. Ketika provokasi berlangsung, pemeriksaan fisis

dilakukan dan diawasi gejala yang timbul dan dicatat. Bila gejala yang timbul meragukan, maka

diulang dengan dosis yang diberikan terakhir, sebelum melanjutkan ke dosis lebih tinggi. Bila

timbul gejala, maka provokasi dihentikan segera dan diberikan obat. Kemudian formula tersebut

dibuka, hasil provokasi positif bila formula yang mengandung susu sapi yang menimbulkan

gejala.

4) Pemeriksaan kadar histamin yang dilepaskan sel mas dan sel basofil. Dengan cara

setelah provokasi dengan susu sapi dilakukan diukur histamin dengan memasang

Page 21: Hmm

intragastric tube. Untuk menyingkirkan cow’s milk protein induced enterocolitis,2

dilakukan biopsi yeyunum.

5) Pemeriksaan hambatan migrasi leukosit untuk membuktikan imunitas selular

terlibat pada ASS.

2.7. PitfallDiagnosis dan Penanganan

Pitfall terjadi pada awal penentuan diagnosis dilakukan hanya berdasarkan data

laboratorium baik  tes kulit atau IgE spesifik terhadap susu sapi. Padahal baku emas diagnosis

adalah dengan melakukan menggunakan provokasi makanan secara buta (Double Blind Placebo

Control Food Chalenge = DBPCFC). Penelitian yang dilakukan penulis terungkap bahwa 25

anak dengan hasil IgE spesifik terhadap susu sapi positif, ternyata setelah dilakukan elimisasi

provokasi terbuka sekitar 48% dapat toleran terhadap susu sapi “nutrien dense”, 40% toleran

terhadap susu sapi evaporasi, 24% toleran terhadap susu formula sapi  biasa.

Pitfall diagnosis juga sering terjadi hanya berdasarkan anamnesa tanpa pemeriksaan

penunjang dan DBPCFC. Bila anamnesis tidak cermat sering terjadi kesalahan karena faktor

yang mempengaruhi gejala yang timbul bukan hanya protein susu sapi.  Reaksi simpang yang

terjadi dapat juga diakibatkan oleh beberapa kandungan tambahan yang ada di dalam susu

formula dan reaksi yang ditimbulkan karena diet ibu saat pemberian ASI. Faktor lain yang

memicu timbulnya gejala adalah faktor terjadinya infeksi pada anak. Saat terjadi infeksi seperti

Page 22: Hmm

batuk, pilek atau panas sering memicu timbulnya gejala alergi. Misalnya saat infeksi saluran

napas akut pada penderita alergi sering disertai gejala diare, muntah dan dermatitis.

Terlalu cepat memastikan suatu anak menderita alergi susu sapi biasanya didasarkan

ketidakcermatan dalam menganalisa permasalahan kesehatan pada penderita. Dalam menentukan

kecurigaan apakah suatu anak mengalami alergi susu sapi diperlukan ketelitian dan kecermatan. 

Bila anak minum PASI (Pengganti Air Susu Ibu) dan ASI (Air Susu Ibu), harus cermat dalam

menentukan penyebab gangguan tersebut.

Dalam kasus tersebut, PASI atau ASI dapat dicurigai sebagai penyebab alergi. Pada

pemberian ASI, diet yang dimakan ibunya dapat mempengaruhi bayi. Bila pemberian PASI

sebelumnya sudah berlangsung lebih dari 1 – 2 minggu tidak terdapat gangguan, kemungkinan

susu formula sapi tersebut bukan sebagai penyebab alergi. Harus diperhatikan apakah diet ibunya

sebagai penyebab alergi.1,2

Kadang ada beberapa anak dengan susu formula sapi yang satu tidak cocok tetapi susu

formula sapi lainnya bisa diterima. Hal inilah yang menunjukkan bahwa komposisi dan

kandungan lain di dalam susu formula tersebut yang ikut berperanan. Faktor yang berpengaruh

mungkin saja karena perbedaan dalam proses pembuatan bahan dasar susu sapi. Dengan

pemanasan dan proses tertentu yang berbeda beberapa kandungan protein tertentu yang

mengganggu akan menghilang.1,2

Page 23: Hmm

Sebagian besar alergi susu sapi pada bayi adalah tipe cepat yang diperan oleh IgE dan

gejala utama adalah ras kulit, eritema perioral, angioedema, urtikaria dan anafilaksis. Sedangkan

bila gejala lambat pada saluran cerna berupa muntah, konstipasi dan diare dan gangguan kulit

dermatitis herpertiformis biasanya bukan diperani oleh IgE.  Peranan Non IgE inilah biasanya

disebabkan bukan oleh kandungan protein susu sapi. Melihat berbagai jenis kandungan protein

dalam susu sapi dan beberapa zat tambahan seperti AA, DHA, sumber komponen lemak (minyak

safflower, minyak kelapa sawit, minyak jagung, minyak kedelai) atau aroma rasa (coklat, madu

dan strawberi).  Masing masing kandungan tersebut mempunyai potensi berbeda sebagai

penyebab alergi atau reaksi simpang dari susu formula..

Kandungan DHA dalam susu formula kadang dapat mengakibatkan gangguan pada anak

tertentu berupa gangguan kulit. Sedangkan kandungan minyak kelapa sawit dapat

mengakibatkan gangguan saluran cerna berupa konstipasi. Aroma rasa susu seperti coklat sering

menimbulkan reaksi batuk atau kosntipasi. Begitu juga kandungan lemak tertentu, minyak

jagung dan laktosa pada susu formula tersebut dapat mengakibatkan manifestasi yang hampir

sama dengan alergi susu sapi.

Bila gangguan akibat susu formula tersebut hanya ringan mungkin penggantian susu sapi

formula tanpa DHA atau susu sapi formula tertentu keluhannya dapat berkurang. Jadi bila ada

keluhan dalam pemakaian susu sapi formula belum tentu harus diganti dengan susu soya atau

susu hidrolisat. Tapi bila keluhannya cukup berat mungkin penggantian susu sapi formula

tersebut perlu dipertimbangkan untuk pemberian susu soya atau hidrolisat protein.

Bayi atau anak yang sebelumnya telah mengkonsumsi salah satu jenis susu sapi dan tidak

mengalami keluhan dalam  waktu lebih 2 minggu. Biasanya setelah itu tidak akan mengalami

alergi susu yang sama dikemudian hari. Hal ini sering disalah artikan ketika anak mengalami

gejala alergi, kemudian susunya diganti. Padahal sebelumnya anak telah beberapa bulan

mengkonsumsi susu yang diganti tersebut tanpa keluhan.

Sering terjadi saat terjadi gangguan terdapat faktor penyebab lainnya. Riwayat pemberian

makanan lainnya atau adanya infeksi yang diderta anak saat itu dapat menimbulkan gejala yang

Page 24: Hmm

sama. Kasus yang seperti ini menunjukkan bahwa kita harus cermat dan teliti dalam mencurigai

apakah seorang anak alergi susu sapi atau bukan.

Pitfal penanganan yang sering terjadi adalah saat gejala alergi timbul, penderita paling

sering direkomendasikan oleh para klinisi adalah pemberian susu partial hidrolisa. Padahal

relkomendasi yang seharusnya diberikan adalah susu formula ekstensif hidrolisat atau susu soya,

Pemberian partial hidrolisa secara klinis hanya digunakan untuk pencegahan alergi bagi

penderita yang beresiko alergi yang belum timbul gejala.

Meskipun demikian pada beberapa kasus gejala alergi ringan ternyata pemberian susu

parsial hidrolisa bisa bermanfaat.Pemberian obat anti alergi baik peroral atau topikal bukan

merupakan jalan keluar yang terbaik untuk penanganan jangka panjang. Pemberian anti alergi

jangka panjang merupakan bukti kegagalan dalam mengidentifikasi penyebab alergi.

2.8. Penatalaksanaan

Bila diagnosis ASS sudah ditegakkan maka susu sapi harus dihindarkan dengan ketat

supaya toleransi dapat cepat tercapai. Lima puluh persen akan toleran pada usia 2 tahun, 60%

pada usia 4 tahun dan 80% pada usia 6 tahun. Keluarga pasien, teman, dan guru harus dijelaskan

mengenai keadaan pasien serta harus membaca label setiap makanan siap olah sebelum

dikonsumsi. Pada tabel 4 tertera daftar makanan yang mengandung susu sapi.

1. Penghindaran susu sapi pada bayi harus digantikan susu kedele, walaupun demikian 30-

40% kasus ASS akan alergi juga terhadap kedele namun Zeiger dkk mendapatkan hanya

14% ASS yang alergi susu kedele pada anak usia <3,5 tahun Eliminasi susu sapi

direncanakan selama 6-18 bulan. Bila gejala menghilang, dapat dicoba provokasi setelah

eliminasi 6 bulan. Bila gejala tidak timbul lagi berarti anak sudah toleran dan susu sapi

dapat diberikan kembali. Bila gejala timbul kembali maka eliminasi dilanjutkan kembali

sampai 1 tahun dan seterusnya. Umumnya bayi akan toleran sekitar umur 3 tahun. Bila

alergi terhadap susu sapi dan susu kedele dapat diberikan susu sapi hidrolisat.1,2,5

2. Gejala yang ditimbulkan ASS diobati secara simptomatis

Page 25: Hmm

Diagnosis dan Tata Laksana Alergi Susu Sapi pada Bayi

1. Untuk bayi dengan ASI ekslusif:

o Diagnosis ditegakkan dengan cara eliminasi protein susu sapi pada diet ibu

selama 2-4 minggu.

o Bila gejala menghilang setelah eliminasi, perkenalkan kembali dengan protein

susu sapi. Bila gejala muncul kembali, maka dapat ditegakkan diagnosis alergi

susu sapi. Bila gejala tidak menghilang setelah eliminasi, maka perlu

dipertimbangkan diagnosis lain.

o Tata laksana alergi susu sapi pada kelompok ini adalah pemberian ASI diteruskan

dan Ibu harus menghindari susu sapi dan produk turunannya pada makanan

sehari-harinya sampai usia bayi 9-12 bulan atau minimal 6 bulan. Setelah kurun

waktu tersebut, uji provokasi dapat diulang kembali, bila gejala tidak timbul

kembali berarti anak sudah toleran dan susu sapi dapat dicoba diberikan kembali.

Bila gejala timbul kembali, maka eliminasi dilanjutkan kembali selama 6 bulan

dan seterusnya.

2. Untuk bayi yang mengonsumsi susu formula standar

o Diagnosis ditegakkan dengan cara eliminasi protein susu sapi yaitu dengan

mengganti susu formula berbahan dasar susu sapi dengan susu formula hidrolisat

ekstensif (untuk kelompok dengan gejala klinis ringan atau sedang) atau formula

asam amino (untuk kelompok dengan gejala klinis berat). Eliminasi dilakukan 2-4

minggu.

o Bila gejala menghilang  setelah eliminasi, perkenalkan kembali dengan protein

susu sapi. Bila gejala muncul kembali, maka dapat ditegakkan diagnosis alergi

susu sapi. bila gejala tidak menghilang setelah eliminasi, maka perlu

dipertimbangkan diagnosis lain.

o Tata laksana alergi susu sapi pada kelompok ini adalah pemberian susu formula

berbahan dasar susu sapi dengan susu formula terhidrosilat ekstensif (untuk

kelompok dengan gejala klinis ringan atau sedang) atau formula asam amino

(untuk kelompok dengan gejala klinis berat). Penggunaan formula khusus ini

dilakukan sampai usia bayi 9-12 bulan atau minimal 6 bulan. Setelah kurun waktu

Page 26: Hmm

tersebut, uji provokasi dapat diulang kembali, bila gejala tidak timbul kembali

berarti anak sudah toleran dan susu sapi dapat diberikan kembali. Bila gejala

timbul kembali, maka eliminasi dilanjutkan kembali selama 6 bulan dan

seterusnya.

3. Pada bayi yang sudah mendapatkan makanan padat, maka perlu penghindaran protein

susu sapi dalam makanan pendamping ASI (MP-ASI).

4. Apabila susu formula terhidrosilat ekstensif tidak tersedia atau terdapat kendala biaya,

maka formula kedelai dapat diberikan pada bayi berusia di atas 6 bulan dengan

penjelasan kepada orangtua mengenai kemungkinan reaksi alergi terhadap kedelai.

Pemberian susu kedelai tidak dianjurkan untuk bayi di bawah usia 6 bulan.

5. Pemeriksaan IgE spesifik (uji tusuk kulit/IgE RAST) untuk mendukung penegakan

diagnosis dapat dilakukan pada alergi susu sapi yang diperantarai IgE.5

Indikasi rawat

- Dehidrasi berat

- Gizi buruk

- Anafilaksis

- Anemia yang memerlukan transfusi darah10

2.9. Pemilihan Susu dan Makanan untuk Penderita

Pemberian susu adalah merupakan masalah yang tersendiri pada penderita alergi susu

sapi. Untuk menentukan penderita alergi susu sapi pilihan utama adalah susu ektensif hidrolisat.

Tetapi beberapa penderita juga bisa toleran terhadap susu soya. Beberapa bayi dengan gejala

alergi yang ringan dapat mengkonsumsi susu hodrolisat parsial. Meskipun sebenarnya susu ini

untuk pencegahan alergi bukan untuk pengobatan.

Secara klinis dan laboratoris seringkali sulit untuk memastikan anak menderita alergi

susu sapi. Tidak mudah untuk menentukan pemilihan susu yang terbaik untuk anak tersebut.

Seringkali sulit memastikan apakah seseorang alergi susu sapi atau intoleransi atau bereaksi

terhadap kandungan tertentu dari kandungan yang ada di dalam formula. Dalam menghadapi

Page 27: Hmm

kasus seperti ini klinik Children Allergy Center Rumah Sakit Bunda Jakarta melakukan eliminasi

provokasi terbuka sederhana.

Secara awal penderita diberikan susu ekstensif hidrolisat. Bila gejala alergi membaik

selanjutnya dilakukan provokasi formula berturut turut yang lebih beresiko seperti soya, parsial

hidrolisat, dan susu formula yang minimal kandungan AA, DHA, minyak kelapa sawit dan

sebagainya. Formula yang paling tepat adalah yang tidak menimbulkan gangguan. Bila timbul

gejala pada salah satu formula tersebut kita harus pilih formula satu tingkat lebih aman di

atasnya. Bila susu parsial hidrolisa dan soya timbul gangguan dilakukan provokasi terhadap susu

laktosa dan lemah rantai tunggal (Monochain Trigliceride/MCT).

Banyak keraguan terhadap kualitas gizi susu pengganti susu sapi.  Keraguan tersebut

seperti “soya tidak menggemukkan”, “susu hipoalergenik  tidak mebuat anak pintar karena tidak

mengadung DHA” dan sebagainya. Secara umum semua susu formula yang beredar secara resmi

kandungan gizinya sama. Karena mengikuti standard RDA (Recomendation Dietery Allowence)

dalam jumlah kalori, vitamin dan mineral harus sesuai dengan kebutuhan bayi dalam mencapai

tumbuh kembang yang optimal.

Keraguan bahwa susu formula tertentu tidak menggemukkan tidak beralasan karena

kandungan kalori, vitamin dan mineral tidak berbeda. Penggunaan apapun merek susu formula

yang sesuai kondisi dan usia anak selama tidak menimbulkan gangguan fungsi tubuh adalah susu

yang terbaik untuk anak tersebut. Bila ketidakcocokan susu sapi terus dipaksakan pemberiannya,

akan mengganggu fungsi tubuh terutama saluran cerna sehingga membuat gangguan

pertumbuhan dan perkembangan anak..

British Nutrition Foundation, ESPGAN (European Society for Pediatric Gastroenterology

and Nutrition), WHO (World Health Organization) dan FAO (Food Agriculture Organization)

merekomendasikan penambahan DHA dan AA hanya perlu untuk susu formula bayi prematur.

Secara teoritis dan bukti klinis penambahan tersebut hanya bermanfaat untuk bayi prematur,

karena belum bisa mensintesa AA dan DHA secara baik. Penambahan AA dan DHA secara

langsung tidak terlalu penting karena sebenarnya tubuh bayi cukup bulan sudah bisa mensitesa

atau memproduksi sendiri AA dan DHA dari asam lemak esessial lain.1,2,5,8

Page 28: Hmm

Beberapa alternatif pilihan untuk pengganti susu sapi sangat bervariasi tergantung kondisi

setiap anak. Susu pengganti tersebut meliputi ASI, susu soya, susu kambingI, susu ektensif

hidrolisa, susu parsial hidrolisat, sintesi asam amino dan sebagainya.

Air Susu ibu ASI  adalah pilihan terbaik bagi bayi yang mengalami alergi susu sapi.

Pemberian ASI secara klinis sudah terbukti dapat mencegah kejadian alergi di kemudian

hari.Meskpiun dapat mencegah alergi, tetapi diet yang dikonsumsi ibu ternyata juga bisa

menimbulkan alergi pada bayinya. Sehingga sebaiknya ibu juga melakukan eliminasi diet

tertentu yang dapat mengganggu bayi. Ibu harus menghindari berbagai jenis susu sapi atau bahan

makanan yang mengandung susu sapi.

Susu Soya Susu formula soya adalah salah satu susu formula pengganti bagi bayi dan

anak yang mengalami alergi terhadap protein susu sapi. Susu formula soya juga bebas laktosa

yang aman dipakai oleh bayi dan anak yang memerlukan diet bebas laktosa. Soya menggunakan

isolat protein kedelai sebagai bahan dasar.

Isolat protein kedelai tersebut memiliki kandungan protein tinggi yang setara dengan susu

sapi. Seperti halnya pada ASI, kalsium dan fosfor pada susu formula soya memiliki

perbandingan 2: 1 untuk menunjang pembentukan tulang dan gigi yang kuat. Susu formula ini

juga ada yang mengandung asam lemak esensial, yaitu Omega 6 dan Omega 3 dengan rasio yang

tepat sebagai bahan dasar pembentukan AA & DHA untuk tumbuh kembang otak yang optimal.

Karbohidrat pada formula soya adalah maltodextrin, yaitu sejenis karbohidrat yang dapat

ditoleransi oleh sistem pencernaan bayi yang terluka saat mengalami diare ataupun oleh sistem

pencernaan bayi yang memang alergi terhadap susu sapi. Susu  formula soya (kedelai) kurang

lebih sama manfaat nutrisinya dibandingkan formula hidrolisat ekstensif, tetapi lebih murah dan

rasanya lebih familiar. Pada penelitian yang dilakukan terhadap 170 bayi alergi susu sapi

didapatkan susu soya bisa diterima oleh sebagian besar bayi dengan alergi susu sapi baik IgE dan

Non IgE .

Perkembangan IgE berkaitan dengan susu soya termasuk jarang. Susu soya

direkomendasikan untuk alternatif pilihan p;ertama pada penderita alergi susu sapi pada usia di

atas 6 bulan. Tetapi bukan berarti penelitian ini merubah pemberian susu formula soya di bawah

Page 29: Hmm

usia 6 bulan. Anak yang mengalami alergi susu sapi, ternyata didapatkan sekitar 30 – 40%

mengalami alergi susu soya.

Susu Kambing Pada beberapa negara secara tradisional susu kambing sering diberikan

terhadap penderita alergi susu sapi. Susu kambing bukan merupakan susu dengan nutrisi yang

lengkap untuk bayi. Kandungan vitamin tertentu sangat kecil, seperti asam folat, vitamin  B6,

B12, C, and D, tetapi kaya mineral. Susu kambing dan susu sapi memiliki epitop yang identik

sebagai bahan allergen. Sehingga susu kambing biasanya tidak bisa ditoleransi juga oleh

penderita alergi susu sapi.

Susu Formula Ekstensif Hidrolisa Alternatif pengganti pada alergi susu sapi adalah susu

formula yang mengandung protein susu sapi hidrolisa (melalui pemrosesan khusus). Susu

formula ini rasanya  memang tidak begitu enak dan relatif lebih mahal.. Protein Whey sering

lebih mudah di denaturasi (dirusak) oleh panas dibandingkan protein kasein yang lebih tahan

terhadap panas. Sehingga proses denaturasi whey dapat diterima oleh penderita alergi susu sapi,

seperti susu sapi evaporasi.

European Society of Paediatric Allergy dan Clinical Immunology (ESPACI)

mendefinisikan formula ekstensif hidrolisa adalah formula dengan bahan dasar protein hidrolisa

dengan fragmen yang cukup kecil untuk mencegah terjadinya alergi pada anak. Formula

ekstensif hidrolisa akan memenuhi criteria klinis bila secara klinis dapat diterima 90% oleh

penderita proven IgE-mediated alergi susu sapi (95% confidence interval) seperti yang

direkomendasikan American Academy of Paediatrics Nutritional Committee. Sejauh ini sekitar

10% penderita alergi susu sapi dapat menimbulkan reaksi terhadap susu formula ekstensif

hidrolisa.

Secara pasti penderita yang alergi terhadap formula ekstensif hidrolisa belum diketahui,

diperkirakan lebih dari 19%. Pengalaman penggunaan hidrolisa kasein telah dilakukan hampir 50

tahun lebih, Beberapa penelitian menunjukkan sangat efektif untuk penderita alergi susu sapi.

Susu Hidrolisa kasein yang terdapat dipasaran adalah Nutramigen (Mead Johnson) dan

Pregestimil (Mead Johnson).  Sedangkan hidrolisa whey dalam waktu terakhir ini mulai

dijadikan alternatif, dan tampaknya toleransi secara klinik hampir sama dengan hidrolisa kasein.

Page 30: Hmm

Beberapa contoh susu hidrolisa whey adalah Aalfa-Re (nestle) dan Pepti- Junior (Nutricia).

Protein Whey lebih mudah didenaturasi dengan suhu panas tetapi kasein sangat tahan panas..

Formula Parsial hidrolisa  Susu formula parsial hidrolisa masih mengandung peptida

cukup besar sehingga masih berpotensi untuk menyebabkan reaksi alergi susu sapi.Susu ini tidak

direkomendasikan untuk pengiobatan atau pengganti susu untuk penderita alergu susu sapi. Susu

hipoalergenik atau rendah alergi ini contohnya NAN HA dan  Enfa HA. Susu ini

direkomendasikan untuk penderita yang beresiko tinggi alergi sebelum menunjukkan adanya

gejala alergi. Penelitian menunjukkan pemberian Formula hidrolisa Parsial mengurangi onset

gejala alergi yang dapat ditimbulkan.

Formula sintetis asam amino Neocate adalah sintetis asam amino 100% yang merupakan

bahan dasar susu formula hipoalergenik. Rasa susu formula ini relatif lebih enak dan lebih bisa

rasanya lebih bisa diterima oleh bayi pada umumnya, tetapi harganya sangat mahal. Neocate

digunakan untuk mengatasi gejala alergi makanan persisten  dan berat. Seperti Multiple Food

Protein Intolerance, alergy terhadap extensively hydrolysed formulae, alergi makanan dengan

gangguan kenaikkan berat badan, alergi colitis, GER yang tidak berespon dengan  terapi standar.

Multiple food protein intolerance atauMFPI didefinisikan sebagai intoleransi terhadap lebih dari

5 makanan utama termasuk EHF (extensive Hydrolysa Milk)  dan susu formula soya. MFPA

(Multiple food protein allergy) didefinisikan sebagai alergi lebih dari 1 makanan dasar seperti

susu, tepung, telur dan kedelai. Susu ini juga digunakan sebagai placebo dalam DBPCFC untuk

mendiagnosis alergi susu sapi

2.10. Pemberian Makanan

Penderita alergi susu sapi juga harus menghindari makanan yang mengandung bahan

dasar susu sapi seperti  skim, dried, susu evaporasi maupun susu kondensasi. Lactaid,

yaitu produk susu yang diproses secara khusus untuk mereka yang mengalami gangguan

lactose intolerance. Lactaid diduga masih mengandung protein susu sapi, jadi sebaiknya

jangan diberikan kepada anak-anak yang menderita alergi. Mentega atau susu mentega,

Produk kedelai yang mengandung susu sapi, Produk-produk makanan yang mengandung

kasein, kaseinat, sodium atau kalsium kaseinat, lactalbumin, dan wheyArtificial butter,

Page 31: Hmm

Butter, Buttermilk, Casein, Keju, Cream, Keju cottage, Yoghurt, Kasein hidrolisat, Susu

kambing, Laktalbumin, Laktglobulin, Laktosa, Laktulosa, Sour cream, Whey.

Penderita alergi susu sapi biasanya juga mengalami alergi terhadap makanan lainnya.

Makanan yang harus diwaspadai adalah telor, buah-buahan tertentu, kacang dan ikan laut.

Penderita alergi susu sapi sangat jarang juga mengalami alergi terhadap daging sapi.

Banyak penderita alergi susu sapi dapat mengkonsumsi daging sapi tanpa mengalami

gejala alergi.1,2,5

2.11. Prognosis

Pada umumnya alergi susu sapi tidak menetap, sebagian besar penderita akan menjadi

toleran sesuai dengan bertambahnya usia. umumnya diketahui bahwa ASS akan membaik pada

usia 3 tahun : sekitar 50% toleran pada usia 1 tahun, 70% usia 2 tahun, dan 85% usia 3 tahun.

Pada anak dengan alergi yang tidak diperantarai IgE, toleransi lebih cepat terjadi yaitu pada usia

sekitar 1 tahun yang dapat dibuktikan dengan memakai metode uji provokasi. Pada anak dengan

alergi yang diperantarai IgE sebaiknya pemberiannya ditunda lebih lama lagi dan untuk

menentukan waktu yang tepat, dapa dibantu dengan panduan tes alergi.2

Page 32: Hmm

BAB III

KESIMPULAN

Protein susu sapi merupakan protein asing yang pertama kali dikenal oleh bayi, sehingga

ASS sering diderita pada bayi usia dini. Alergi susu sapi dapat bermanifestasi berbagai macam

penyakit alergi. Pencegahan terjadinya ASS harus dilakukan sejak dini, saat sebelum terjadi

sensitisasi terhadap protein susu sapi, yaitu sejak intrauterin. Penghindaran harus dilakukan

dengan pemberian susu sapi hipoalergenik yaitu susu sapi yang dihidrolisis parsial untuk

merangsang timbulnya toleransi susu sapi di kemudian hari.

Bila sudah terjadi sensitisasi terhadap protein susu sapi atau sudah terjadi manifestasi

penyakit alergi, maka harus diberikan susu sapi yang dihidrolisis sempurna atau pengganti susu

sapi misalnya susu kacang kedele. Alergi susu sapi yang sering timbul dapat memudahkan

terjadinya alergi makanan lain di kemudian hari bila sudah terjadi kerusakan saluran cerna yang

menetap. Oleh karena itu tata laksana ASS yang tepat sangat diperlukan untuk mencegah alergi.

Page 33: Hmm

DAFTAR PUSTAKA

1. Siregar SP dan Zakiudin M. Pentingnya Pencegahan Dini dan Tata laksana Alergi Susu

Sapi. Vol. 7. Sri Pediatri, 2006. Hal. 237 – 43

2. Pujdiadi AH, Hegar B, Handryastuti S, Idris NS, Gandaputra EP dan Harmoniati ED.

Alergi Susu Sapi, dalam Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2009.

3. Judarwanto W. Alergi Makanan, Diet dan Autism. 2005.

4. Endaryanto A. Tatalaksana Alergi Susu Sapi. Semarang. 2011.

http://penelitian.unair.ac.id/artikel_dosen_Seminar%20TATALAKSANA%20ALERGI

%20SUSUSAPI%20untuk%20Dokter%20di%20Semarang,%2014%20Mei

%202011_4013_755

5. Sampson HA. Food allergy. Part I:Immunopathogenesis and clinical disorders. J.Allergy

Clin Immunol, 1999. Hal. 717-28.

6. Konsensuspenatalaksanaanalergisususapi. UKK AlergidanImunologi,

Gastroenterohepatologi, GizidanMetabolik IDAI 2009. http://idai.or.id/professional-

resources/rekomendasi/diagnosis-dan-tata-laksana-alergi-susu-sapi.html

7. http://idai.or.id/public-articles/seputar-kesehatan-anak/waspadai-alergi-susu-sapi-pada-

bayi.html

8. http://childrenallergyclinic.wordpress.com/2009/12/02/intoleransi-susu-protein-

kedelai/

9. http://allergycliniconline.com/2012/03/08/alergi-susu-sapi-permasalahan-dan-

penanganannya/

10. http://www.scribd.com/doc/119787539/Alergi-Susu-Sapi-Pada-Anak