hipoglikemia

Upload: princess-mira

Post on 02-Mar-2016

819 views

Category:

Documents


85 download

DESCRIPTION

j

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

Diabetes Melitus (DM) atau penyakit kencing manis sudah dikenal sejak lebih kurang dua ribu tahun yang lalu. Pada waktu itu, dua ahli kesehatan Yunani yaitu Cecus dan Areteus, memberikan nama atau sebutan diabetes pada orang yang menderita banyak minum dan banyak kencing. Dalam dunia kedokteran, dikenal dengan istilah Diabetes Melitus (bahasa latin: diabetes = penerusan; mellitus = manis).1Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya.2,3 Prevalensi diabetes melitus di dunia mengalami peningkatan yang cukup besar. Data statistik organisasi kesehatan dunia (WHO) membuat perkiraan bahwa pada tahun 2000 jumlah penderita diabetes diatas umur 20 tahun berjumlah 150 juta orang dan dalam kurun waktu 25 tahun kemudian, jumlah itu akan mencapai menjadi 300 juta orang.4Hiperglikemia kronik pada dibetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi, atau kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah.2 Jika tidak ditangani dengan baik tentu saja angka kejadian komplikasi akut maupun kronik dari DM juga akan meningkat, termasuk komplikasi hipoglikemia. Pada laporan kasus ini, akan dibahas mengenai komplikasi akut dari diabetes mellitus, yaitu hipoglikemia. Sangat penting bagi kita untuk mengetahui bagaimana perjalanan penyakit diabetes bisa menyebabkan komplikasi tersebut, serta tanda dan manifestasi klinisnya karena berpengaruh dalam tatalaksana yang diberikan pada setiap kondisi.

BAB IILAPORAN KASUS

2.1 Identitas PasienNama: Ny. RSMUmur: 57 tahunPekerjaan: IRTAgama: IslamAlamat : RT.9 Kel. Budiman Jambi TimurMRS : 22 April 2013

2.2Anamnesa (Alloanamnesa dan autoanamnesa, 23 April 2013)1. Keluhan UtamaPenurunan kesadaran sejak 3 jam SMRS

2. Riwayat Penyakit SekarangPasien masuk via IGD dengan penurunan kesadaran sejak 3 jam SMRS. Menurut keterangan keluarga, sebelum terjadi penurunan kesadaran pasien mengeluh badannya terasa lemas, keringat dingin, jantungnya berdebar-debar, tangan gemetar dan kepala terasa berat. Sebelumnya pasien meminum obat hiperglikemi oral dan tidak makan setelahnya.Selama beberapa tahun ini pasien merasakan berat badannya semakin menurun, dan badan terasa lemas, nafsu makan kadang menurun dan kadang meningkat. Pasien sering merasa cepat lapar dan haus, dan sering BAK terutama pada malam hari. Pasien juga merasakan kakinya sering merasakan kesemutan atau rasa baal. Tidak ada keluhan dalam BAB selama ini. Keluhan sekarang yang dirasakan pasien saat ini adalah lemas, nafsu makan menurun, mual(+), muntah (-), pusing (-) dan rasa tidak nyaman pada kakinya.3. Riwayat Penyakit Dahulu Penyakit dengan keluhan yang sama disangkal Riwayat kencing manis (+), pasien sudah menderita kencing manis selama 4 tahun, dan selama ini meminum obat hiperglikemi oral glibenklamid, namun tidak diminum teratur dan tidak sesuai dengan anjuran dokter, pasien juga tidak makan setelah meminum obat hiperlikemi oral. Riwayat darah tinggi disangkal Riwayat asma disangkal Riwayat malaria disangkal Riwayat penyakit jantung disangkal riwayat penyakit kuning disangkal

4. Riwayat Penyakit Keluarga Riwayat penyakit yang sama pada anggota keluarga disangkal Riwayat penyakit kencing manis: ibu menderita kencing manis Riwayat penyakit darah tinggi disangkal Riwayat penyakit asma disangkal Riwayat penyakit jantung disangkal

2.3Pemeriksaan Fisik (23 April 2013)1. Keadaan umum: Tampak sakit berat2. Kesadaran: Composmentis, GCS: 15 Di IGD Somnolen, GCS: 103. Tanda Vital: TD = 150/100 mmHgN= 75 x/i RR =20 x/IT = 36,5C4. Status Gizi:BB:45 kg TB:150 cmBBI: (TB-100cm) kg 10%:(150-100) kg 10%:(505) (50+5) = 45kg 55 kgIMT: 45/(1,5)2 = 20 BB Normal

5. Kulit Warna : sawo matang Eflorensensi: (-) Pigmentasi : hiperpigmentasi (+) di lengan kiri, hipopigmentasi (-). Jaringan parut/ koloid : (-) Pertumbuhan rambut : normal Lembab kering : keringat (+) Turgor : < 2 detik (baik)

6. Kepala dan leher Rambut:Warna hitam keputihan, ikal, tidak mudah dicabut, alopesia (-) Kepala:Bentuk simetris, tidak ada trauma maupun memar Mata:Konjungtiva anemis (-/-), Skera ikterik (-/-), edema pelpebra (-/-), Pupil Isokhor : 2,5mm Hidung:Nafas cuping hidung (-), Epistaksis (-), sekret (-) Mulut:Bentuk normal, bibir sianosis (-), Mukosa anemis (-) Tenggorokan:Faring dan tonsil hiperemis (-), Tonsil T1-T1 Leher:Pembesaran KGB (-), pembesaran kel.Tyroid (-), JVP (5 2) cmH2O, Kaku kuduk (-), Pulsasi vena jugularis (-).

7. ThoraksParu Inspeksi:Simetris kanan dan kiri, thoracoabdominal, sela iga melebar (-), sela iga menyempit (-) Palpasi:Vocal Fremitus sama kanan dan kiri Perkusi: Sonor, batas paru hati ICS VI linea midclavikularis dekstra, Auskultasi:Vesikuler (+/+) normal, Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)

Jantung Inspeksi:Iktus kordis tidak terlihat Palpasi:Iktus kordis teraba di sela iga V di linea midklavikula sinistra sekitar 1 jari kearah medial, tidak kuat angkat. Perkusi: Batas atas jantung ICS II linea parasternal sinistra Batas jantung kanan linea parasternal dekstra Batas jantung kiri ICS V sekitar 1 jari kearah medial Pinggang jantung ICS III linea parasternal sinistra Auskultasi: BJ1-BJ2 reguler, murmur (-), gallop (-)

8. Abdomen Inspeksi :Datar, jaringan parut (-), kaput medusa (-), striae (-) Palpasi:supel, nyeri tekan (+) di daerah epigastrium dan hipochondrium sinistra , asites (-), defans muskuler (-), hepatomegali (-), Splenomegali (-), Ballotement (-) Perkusi: Timpani, Shifting dullness (-). Auskultasi: Bising usus normal

9. Genitalia dan anus : Tidak diperiksa secara langsung10. Ekstremitas Superior:Akral hangat, edema (-/-), capillary refill time (N), Clubbing finger (-/-), Palmar eritem (-/-), hiperpigmentasi di antebrachii sinistra Inferior:Akral hangat, Pitting edema pretibial (-/-)Dextra: Tes sensibilitas (-), Refleks fisiologis (-), pemeriksaan arteri dorsalis pedis pulsasi menurun.Sinistra: Tes sensibilitas (-), refeks fisiologis (-), pemeriksaan arteri dorsalis pedis menurun.

2.4Pemeriksaan Penunjang1. Laboratorium Darah rutin (Tanggal 22 April 2013) WBC: 7,1 103/mm3(3,5-10,0 103/mm3) RBC: 3,49 106/mm3(3,80-5,80 106/mm3) HGB: 9,6 g/dl(11,0-16,5 g/dl) HCT: 30,0 %(35,0-50%) PLT : 226 103/mm3(150-390 103/mm3) PCT : .169%(0,100-0,500 %) MCV : 86 m3 (80-97 m3) MCH : 27,4 pg(26,5-33,5 pg) MCHC : 31,8 g/dl(31,5-35,0 g/dl) RDW : 13,3%(10,0-15,0 %) MPV : 7,5 m3 (6,5-11,0 m3) PDW : 14,9%(10,0-18,0 %)Diff: % LYM : 20,0 %(17,0-48,0 %) % MON : 13,8 %(4,0-10,0 %) % GRA : 66,2%(43,0-76,0 %) # LYM : 1,4 103/mm3 (1,2-3,2 103/mm3) # MON : 0,9 103/mm3 (0,3-0,8 103/mm3) # GRA : 4,8 103/mm3 (1,2-6,8 103/mm3) GDS (jam 12.37 WIB, 23 April 2013)46 mg/dl dan 52 mg/dl (2x pemeriksaan)

2.EKG (Tanggal: 22 April 2013)

HR: 75/min, Interval: RR (797 ms), P (48), PR (168), QRS(82 ms), QT (450 ms), QTC (506ms)Axis:P (-), QRS (12), T (28), P (II) (0,03 mV), S (V1) (-1,22 mV),R (V5) (1,91 mV), Sokol (3,34 mV)Kesan:Sinus Rhythm, axis ke kiri, QRS (T) contour abnormality

Pemeriksaan yang dianjurkan untuk pasien ini: GDP, GD2PP/TTGO Cek darah rutin (WBC, RBC, Hb, Ht, Trombosit) Cek Faal hati(SGOT, SGPT) Cek Faal ginjal (Ureum, Kreatinin) EKG

2.5Diagnosis KerjaPenurunan kesadaran e.c hipoglikemia e.c diabetes mellitus tipe II normoweight tidak terkontrol

2.6Diagnosis Banding Hipoglikemi e.c Diabetes Melitus tipe I Koma Hiperglikemi2.7Tatalaksana Tatalaksana awal di IGD: O2 4l nasal canul IVFD D10%, 20 gtt/i Infus D40% 2 flash Inj. Ranitidine 2x1 amp Cek GDS tiap 1 jam

Tatalaksana di ruangan: IVFD Dextrose 10 % 20 gtt/i Inj. Ranitidine 2x1 amp Cek GDS tiap 6 jam

Tatalaksana tambahan/disarankan: Bed rest tidak total Edukasi

2.8PrognosisQuo ad vitam : dubia ad bonamQuo ad fungsionam: dubia ad bonam

2.9Follow UpTanggal 22 April 2013S : Badan terasa lemas, mual (+), muntah (-), pusing (+), nyeri ulu hatiO : TD = 150/100 mmHg, N = 75x/mnt, RR = 22 x/mnt, T = 36,5CGDS = 12.30 : 52 mg/dl18.30 : 91 mg/dl24.30 : 45 mg/dlA: Penurunan kesadaran e.c hipoglikemi e.c diabetes mellitus Tipe II normoweight tidak terkontrolP: IVFD Dextrose 10% 20 gtt/i Inj. Ranitidine 2x1 amp

Saran Pemeriksaan: Cek GDS tiap 6 jam Cek Faal hati Cek Faal ginjal

Tanggal 23 April 2013S : Badan terasa lemas, mual (+), muntah (-), pusing (-), nyeri ulu hatiO : TD = 200/100 mmHg, N = 82x/mnt, RR = 22 x/mnt, T = 36,5CGDS = 06.30 : 27 mg/dl08.15 : 82 mg/dl11.30 : 111 mg/dlA: Hipoglikemi e.c diabetes mellitus Tipe II normoweight tidak terkontrolP: IVFD Dextrose 10% 20 gtt/i Inj. Ranitidine 2x1 amp Inj. Amlodipin 10 mg 1x1

Hasil Pemeriksaan: Faal HatiSGOT : 24 U/L ( 30 tahun)

Berat badanBiasanya kurusSering obesitas

HeredityHLA-DR3 or DR4 in > 90%Tidak ada hubungan HLA

PatogenesisPenyakit Autoimmune :Tidak berhubungan dengan autoimun

Islet cell autoantibodiesInsulin resistance

Insulitis

KlinikalDefisiensi Insulin Defisiensi Partial insulin

Berhungan dengan ketoacidosisBerhubungan dengan hyperosmolar

Pengobatan Insulin, diet, olah ragaDiet, olah raga, tablet, insulin

BiochemicalKemungkinan kehilanganpeptida-CPersisten peptida-C

3.2.4.3 Diabetes Gestasional (GDM)Diabetes gestasional (GDM) dikenali pertama kah selama kehamilan dan memengaruhi 4% dari semua kehamilan. Faktor risiko terjadinya GDM adalah usia tua, etnik, obesitas, multiparitas, riwayat keluarga, dan riwayat diabetes gestasional terdahulu. Karena terjadi peningkatan sekresi berbagai hormon yang mempunyai efek metabolik terhadap toleransi glukosa, maka kehamilan adalah suatu keadaan diabetogenik. Pasien-pasien yang mempunyai predisposisi diabetes secara genetik mungkin akan memerlihatkan intoleransi glukosa atau manifestasi klinis diabetes pada kehamilan.3 Kriteria diagnosis biokimia diabetes kehamilan yang dianjurkan adalah kriteria yang diusulkan oleh O'Sullivan dan Mahan (1973). Menurut kriteria ini, GDM terjadi apabila dua atau lebih dari nilai berikut ini ditemukan atau dilampaui sesudah pemberian 75 g glukosa oral: puasa, 105 mg/dl; I jam, 190 mg/dl; 2 jam, 165 mg/dl; 3 jam, 145 mg/dl. Pengenalan diabetes seperti ini penting karena penderita berisiko tinggi terhadap morbiditas dan mortalitas perinatal dan mempunyai frekuensi kematian janin viabel yang lebih tinggi. kematian janin viabel yang lebih tinggi. Kebanyakan perempuan hamil harus menjalani penapisan untuk diabetes selama usia kehamilan 24 hingga 28 minggu.3

3.2.5 Patofisiologi3.2.5.1 Diabetes Melitus Tipe 1Pada diabetes tipe 1 timbul karena adanya reaksi autoimin yang disebabkan adanya peradangan pada sel- insulinitis. Ini menyebabkan timbulnya anti bodi terhadap sel beta yang disebut ICA (Islet Cell Antibody). Reaksi antigen (sel beta) dengan antibodi (ICA) yang ditimbulkannya menyebabkan hancurnya sel-. Insulinitis bisa disebabkan macam-macam diantaranya virus, seperti virus cocksakie, rubella, CMV, herpes dan lain-lain. Yang diserang pada insulinitis itu hanya sel-, biasanya sel- dan delta tetap utuh.3,9,10

Gambar 3.2 Skema proses perjalanan DM tipe 1.

3.2.5.2 Diabetes Melitus Tipe 2Pada diabetes melitus tipe 2 jumlah insulin normal, malah mungkin lebih banyak tetapi jumlah reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel yang kurang. Reseptor insulin ini dapat diibaratkan sebagai lubang kunci pintu masuk ke dalam sel. Pada keadaan tadi jumlah lubang kuncinya yang kurang, sehingga meskipun anak kuncinya (insulin) banyak, tetapi karena lubang kuncinya (reseptor) kurang, maka glukosa yang masuk sel akan sedikit, sehingga sel akan kekurangan glukosa dan glukosa di dalam pembuluh darah meningkat. Dengan demikian keadaan ini sama dengan pada DM tipe 1. Peebedaannya adalah DM tipe 2 di samping kadar glukosa tinggi, kadar insulin juga tinggi atau normal keadaan ini disebut resistensi insulin.3,9,10

Gambar 3.3: Mekanisme skeresi insulin pada sel- pankreas.10,11

Pada diabetes melitus tipe 2 jumlah sel- berkurang sampai 50-60% dari normal. Jumlah sel- meningkat. Yang menyolok adalah adanya peningkatan jumlah jaringan amiloid pada sel- yang disebut amilin.

Gambar 3.4. Mekanisme signal transduksi insulin normal, berbeda pada orang penderita DM jumlah reseptor insulin menurun sehungga glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel sehingga glukosa darah meningkat.6,11

3.2.5.3 Diabetes GestationalDiabetes gestasional (GDM) dikenali pertama kali selama kehamilan dan memengaruhi 4% dari semua kehamilan. Faktor risiko terjadinya GDM adalah usia tua, etnik, obesitas, multiparitas, riwayat keluarga, dan riwayat diabetes gestasional terdahulu. Karena terjadi peningkatan sekresi berbagai hormon yang mempunyai efek metabolik terhadap toleransi glukosa, maka kehamilan adalah suatu keadaan diabetogenik. Pasien-pasien yang mempunyai predisposisi diabetes secara genetik mungkin akan memerlihatkan intoleransi glukosa atau manifestasi klinis diabetes pada kehamilan.3

Gambar 3.5 Skema pada diabetes gestasional6

3.2.6 Manifestasi dan Gejala Klinis3.2.6.1 Gejala Khas1,3,121. Banyak kencing (poliuria)Karena sifatnya, kadar glukosa darah yang tinggi akan menyebabkan banyak kencing. Kencing yang sering dan dalam jumlah banyak akan sangat mengganggu penderita, terutama pada waktu malam. Untuk mekanisme lihat gambar 05 dibawah ini.2. Banyak minum (polidipsia)Rasa haus amat sering dialami oleh penderita karena banyaknya cairan yang keluar melalui kencing. Keadaan ini justru sering disalahtafsirkan. Dikiranya sebab rasa haus ialah udara yang panas atau beban kerja yang berat. Untuk menghilangkan rasa haus itu penderita minum banyak. Untuk lebih jelanya lihat gambar 05 dibawah ini.

3. Banyak makan (polifagia)Kalori dari makanan yang dimakan, setelah dimetabolisasikan menjadi glukosa dalam darah tidak seluruhnya dapat dimanfaatkan, oleh karena itu penderita selalu merasa lapar.4. Penurunan berat badan dan rasa lemahPenurunan BB yang berlangsung dalam waktu relatif singkat harus menimbulkan kecurigaan. Rasa lemah hebat yang menyebabkan penurunan prestasi di sekolah dan lapangan olah raga juga mencolok. Hal ini disebabkan glukosa dalam darah tidak dapat masuk ke dalam sel, sehingga sel kekurangan bahan bakar untuk menghasilkan tenaga. Untuk kelangsungan hidup, sumber tenaga terpaksa diambil dari cadangan lain yaitu sel lemak dan otot. Akibatnya penderita kehilangan jaringan lemak dan otot sehingga menjadi kurus.

3.2.6.2 Gejala Tidak Khas1,3,121. Gangguan saraf tepi/kesemutanPenderita mengeluh rasa sakit atau kesemutan terutama pada kaki di waktu malam, sehingga mengganggu tidur.2. Gangguan penglihatan Pada fase awal penyakit diabetes sering dijumpai gangguan penglihatan yang mendorong penderita untuk mengganti kacamatanya berulang kali agar ia tetap dapat melihat dengan baik.3. Gatal/bisulKelainan kulit berupa gatal, biasanya terjadi di daerah kemaluan atau daerah lipatan kulit seperti ketiak dan di bawah payudara. Sering pula dikeluhkan timbulnya bisul dan luka yang lama sembuhnya. Luka ini dapat timbul akibat hal yang sepele seperti luka lecet karena sepatu atau tertusuk peniti.

4. Gangguan ereksiGangguan ereksi ini menjadi masalah tersembunyi karena sering tidak secara terus terang dikemukakan penderitanya. Hal ini terkait dengan budaya masyarakat yang masih merasa tabu membicarakan masalah seks, apalagi menyangkut kemampuan atau kejantanan seseorang.5. KeputihanPada wanita, keputihan dan gatal merupakan keluhan yang sering ditemukan dan kadang-kadang merupakan satu-satunya gejala yang dirasakan.

3.2.7 DiagnosisDiagnosis Diabetes Melitus dapat ditegakkan berdasarkan:a. Anamnesisb. Pemeriksaan Fisikc. Pemeriksaan Penunjang

Diagnosis klinis DM umumnya akan dipikirkan bila ada keluhan khas DM berupa poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Keluhan lain yang mungkin dikemukakan pasien adalah lemah, kesemutan, gatal, mata kabur dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada pasien wanita. Jika keluhan khas, pemeriksaan glukosa darah sewaktu 200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM.3,12

Gambar 3.6 Langkah-Langkah Diagnostik DM dan Toleransi Glukosa Terganggu3

Untuk kelompok tanpa keluhan khas DM, hasil pemeriksaan glukosa darah yang baru satu kali saja abnormal, belum cukup kuat untuk menegakkan diagnosis DM. Diperlukan pemastian lebih lanjut dengan mendapat sekali lagi angka abnormal, baik kadar glukosa darah puasa 126 mg/dl, kadar glukosa darah sewaktu 200 mg/dl pada hari lain, atau dari hasil tes toleransi glukosa oral (TTGO) didapatkan kadar glukosa darah pasca pembebanan 200 mg/dl.3,12

Gambar 3.7 Langkah Diagnostik DM dan TGT dari TTGO3

Cara pelaksanaan TTGO:3,12 3 hari sebelum pemeriksaan makan seperti biasa (karbohidrat cukup) Kegiatan jasmani seperti yang biasa dilakukan Puasa paling sedikit 8 jam mulai malam hari sebelum pemeriksaan, minum air putih diperbolehkan Diperiksa kadar glukosa darah puasa Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa), atau 1,75 gram/kgBB (anak-anak), dilarutkan dalam air 250 ml dan diminum dalam waktu 5 menit. Diperiksa glukosa darah 2 jam sesudah beban glukosa Selama proses pemeriksaan subjek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok.

Langkah diagnostik Diabetes MellitusKriteria diagnostik diabetes mellitus * dan gangguan toleransi glukosa1. Kadar glukosa darah sewaktu (plasma vena) 200 mg/dl atau2. Kadar glukosa darah puasa (plasma vena) 126 mg/dl atau3. Kadar glukosa plasma 200 mg/dl pada 2 jam sesudah beban glukosa 75 gram pada TTGO**

* Kriteria diagnostik tersebut harus dikonfirmasi ulang pada hari lain, kecuali untuk keadaan khas hiperglikemia dengan dekompensasi metabolik berat, seperti ketoasidosis, gejala klasik : poliuri, polidipsi, polifagi dan berat badan menurun cepat.** Cara diagnosis dengan kriteria ini tidak dipakai rutin diklinik. Untuk penelitian epidemiologis pada penduduk dianjurkan memakai kriteria diagnostik kadar glukosa darah puasa dan 2 jam pasca pembebanan. Untuk DM gestasional juga dianjurkan kriteria diagnostik yang sama.3,12

Pemeriksaan Penunjang lain:Pemeriksaan penunjang yang digunakan pada pasien DM selain kadar glukosa darah puasa, 2 jam PP, yaitu pemeriksaan glycated hemoglobin, khususnya HbA1C, serta pemeriksaan fruktosamine. Pemeriksaan lain yang digunakan yaitu urine rutin.

Pemeriksaan untuk diagnosis banding:131. Kadar C peptida darahPemeriksaan ini dapat menggambarkan potensi sel untuk memproduksi insulin dan dapat dipakai sebagai pegangan dalam penentuan terapi insulin.Pada semua tipe DM kadarnya lebih rendah dibandingkan orang normal. Makin lemah respon C peptida terhadap rangsang glukosa berarti makin tinggi ketergantungan terhadap insulin. Pemeriksaan C peptida dilakukan dengan metoda RIA (Radio Immuno Assay).2. Kadar insulin darahNIDDM dijumpai dalam kadar rendah, normal, atau bahkan tinggi.3. Pemeriksaan HLAPemeriksaan HLA DR dan B dilakukan untuk memperjelas tipe DM, karena IDDM berkaitan dengan HLA DR 3, DR 4, Bb, B15.

3.2.8 TatalaksanaPengobatan bertujuan untuk mengurangi gejala-gejala, mengusahakan keadaan gizi dimana berat badan ideal dan mencegah terjadinya komplikasi.5,13,14,15Secara garis besar pengobatannya dilakukan dengan:1. Diet5Prinsip umum : diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar dari penatalaksanaan diabetes. Penatalaksanaan nutrisi pada penderita diabetes diarahkan untuk mencapai tujuan berikut ini:a. Memberikan semua unsur makanan esensial (misal : vitamin dan mineral)b. Mencapai dan mempertahankan berat badan yang sesuaic. Memenuhi kebutuhan energid. Mencegah fluktuasi kadar glukosa darah setiap harinya dengan mengupayakan kadar glukosa darah mendekati normal melalui cara-cara yang aman dan praktise. Menurunkan makan pada penderita DMPencernaan makan pada penderita DM1) Kebutuhan kaloriTujuan yang paling penting adalah pengendalian asupan kalori total untuk mencapai atau mempertahankan berat badan yang sesuai dan pengendalian kadar glukosa darah.Rencana makan bagi penyandang diabetes juga memfokuskan presentase kalori yang berasal dari karbohidrat, protein dan lemakAda 2 tipe karbohidrat yang utama, yaitu :a) Karbohidrat kompleks (seperti : roti, sereal, nasi dan pasta)b) Karbohidrat sederhana (seperti : buah yang manis dan gula)Jumlah kalori diperhitungkan sebagai berikut :a) BB ideal = (TB cm 100) kg 10 % . pada waktu istirahat, diperlukan 25 kkal/kg BB idealb) Kemudian diperhitungkan pula Aktivitas, kerja ringan : ditambah 10 20 %, kerja sedang ditambah 30 %, kerja berat ditambah 50 % dan kerja berat sekali ditambah 20 30 %)Stress : ditambah 20 30 %, hamil trimester 2 3 ditambah 400 kal dan laktasi ditambah 600 kal2) KarbohidratTujuan diet ini adalah meningkatkan konsumsi karbohidrat kompleks (khususnya yang berserat tinggi) seperti roti, gandum utuh, nasi beras tumbuk, sereal dan pasta / mie yang berasal dari gandum yang masih mengandung bekatul.Karbohidrat sederhana tetap harus dikonsumsi dalam jumlah yang tidak berlebihan dan lebih baik jika dicampur ke dalam sayuran atau makanan lain daripada dikonsumsi secara terpisah3) LemakPembatasan asupan total kolesterol dari makanan hingga < 300 mg / hr untuk membantu mengurangi faktor resiko, seperti kenaikan kadar kolesterol serum yang berhubungan dengan proses terjadinya penyakit koroner yang menyebabkan kematian pada penderita diabetes4) Protein Makanan sumber protein nabati (misal : kacang-kacangan dan biji-bijian yang utuh) dapat membantu mengurangi asupan kolesterol serta lemak jenuh. (Brunner & Suddarth, 2002)

2. Olah raga / latihanSangat penting dalam penatalaksanaan DM karena afeknya dapat menurunkan kadar glukosa darah dan mengurangi faktor resiko kardiovaskuler. Latihan akan menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian insulin, sirkulasi darah dan tonus otot.Latihan ini sangat bermanfaat pada pendrita diabetes karena dapat menurunkan BB, mengurangi rasa stress dan mempertahankan kesegaran tubuh. Mengubah kadar lemak darah yaitu meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL)-kolesterol dan menurunkan kadar kolesterol total serta trigliserida.Meskipun demikian penderita diabetes dengan kadar glukosa >250 mg/dl (14 mmol/dL) dan menunjukkan adanya keton dalam urine tidak boleh melakukan latihan sebelum pemeriksaan keton urine memperlihatkan hasil negatif dan kadar glukosa darah telah mendekati normal.Latihan dengan kadar glukosa darah yang tinggi akan meningkatkan sekresi glukogen, Growth Hormone (GH) dan katekolamin. Peningkatan hormon ini membuat hati melepas lebih banyak glukosa sehingga terjadi kenaikan kadar glukosa darah

3. Obat-obatan13,14,15Pada umumnya dalam menggunakan obat hipoglikemik oral, baik golongan sulfonilurea, metformin maupun inhibitor glukosidase alfa, harus diperhatikan benar fungsi hati dan ginjal. Tidak dianjurkan untuk memberikan obat-obat tersebut pada pasien dengan gangguan fungsi hati atau ginjal Klasifikasi Obat Hiperglikemik Oral: Golongan Insulin SensitizingGolongan insulin sensitizing terdiri dari: Biguanid dan Glitazone Golongan Sekretagok InsulinGolongan sekretagok insulin terdiri dari: Sulfonil Urea dan Glinid Penghambat Alfa glukosidase

a. Golongan biguanidTidak sama dengan sulfonilurea, karena tidak merangsang sekresi insulin. 1) Menurunkan kadar GD menjadi normal dan istimewanya tidak menyebabkan hipoglikemia 2) Cara kerja belum diketahui secara pasti, tetapi jelas terdapat:a) Gangguan absorbsi glukosa dalam ususb) Peningkatan kecepatan ambalan glukosa dalam ototb. Golongan sulfonilurea1) Cara kerja : a) Merangsang sel beta pancreas untuk mengeluarkan insulin, jadi hanya bekerja bila sel-sel beta utuh b) Menghalangi pengikatan insulin c) Mempertinggi kepekaan jaringan terhadap insulin d) Menekan pengeluaran glukogen2) Indikasia) Bila BB ideal 10% dan BB ideal b) Bila kebutuhan insulin < 40 u/hrc) Bila tidak ada stress akut, misal: infeksi berat / operasid) Dipakai pada diabetes dewasa, baru dan tidak pernah ketoasidosis sebelumnya 3) Efek sampinga) Mual, muntah, sakit kepala, vertigo dan demam b) Dermatitis, pruritus c) Lekopeni, trombositopeni, anemia 4) Kontra indikasiPenyakit hati, ginjal dan thyroid

c.Inhibitor Glukosidase Alfa (Acarbose) Obat golongan ini mempunyai efek utama menurunkan puncak glikemik sesudah makanTerutama bermanfaat untuk pasien dengan kadar glukosa darah puasa yang masih normal. Biasanya dimulai dengan dosis 2 kali 50 mg setelah suapan pertama waktu makan. Jika tidak didapati keluhan gastrointestinal, dosis dapat dinaikkan menjadi 3 kali 100 mg. Pada pasien yang menggunakan acarbose jangka panjang perlu pemantauan faal hati dan ginjal secara serial, terutama pasien yang sudah mengalami gangguan faal hati dan ginjal

d.Insulin 1) Indikasi a) Semua penderita DM dari setiap umur (baik IDDM / NIDDM) dalam keadaan ketoasidosis b) Diabetes yang masuk dalam klasifikasi IDDM yaitu juvenile diabetes c) Penderita yang kurus d) Bila dengan obat oral tidak berhasil e) Kehamilanf) Bila ada komplikasi mikroangiopati, misal: retinopati / nefropati g) ketoasidosis, koma hiperosmolar dan asidosis laktath) stres berat (infeksi sistemik, operasi berat)i) berat badan yang menurun dengan cepatj) kehamilan/DM gestasional yang tidak terkendali dengan perencanaan makan.2) Efek sampinga) Lipodistrofi : atrofi jaringan subkutan pada tempat penyuntikanb) Hipoglikemia : dosis insulin berlebih atau kebutuhan insulin yang berkurangc) Reaksi alergid) Resistensi terhadap insulin 3) Jenis InsulinJenisAwitan kerja (jam)Puncak kerja (jam)Lama kerja (jam)

Insulin kerja pendek0,5 - 12 45 8

Insulin kerja menengah1 24 128 24

Insulin kerja panjang26 2018 36

Insulin campuran0,5 - 12 - 4 dan 6 -128 24

Pada umumnya pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan kadar glukosa darah pasien. Kalau dengan sulfonilurea atau metformin sampai dosis maksimal ternyata sasaran kadar glukosa darah belum tercapai, perlu dipikirkan kombinasi 2 kelompok obat hipoglikemik oral yang berbeda (sulfonilurea + metformin atau metformin + sulfonilurea, acarbose + metformin atau sulfonilurea). Ada berbagai cara kombinasi OHO dan insulin (OHO + insulin kerja cepat 3 kali sehari, OHO + insulin kerja sedang pagi hari, OHO + insulin kerja sedang malam hari). Yang banyak dipergunakan adalah kombinasi OHO dan insulin malam hari mengingat walaupun dapat diperoleh keadaan kendali glukosa darah yang sama, tetapi jumlah insulin yang diperlukan paling sedikit pada kombinasi OHO dan insulin kerja sedang malam hari.

3.2.9 Komplikasi DM16,17Dalam perjalanan penyakit DM, dapat terjadi komplikasi akut dan kronik. a. Komplikasi akut : - ketoasidosis diabetik - hiperosmolar non ketotik - hipoglikemia b. Komplikasi kronik1. Makroangiopati: - Pembuluh darah jantung (penyakit jantung kororner) - Pembuluh darah tepi - Pembuluh darah otak (stroke)2. Mikroangiopati: - retinopati diabetik - nefropati diabetik3. Neuropati4. Rentan infeksi, seperti misalnya tuberkulosis paru, ginggivitis, dan infeksi saluran kemih5. Kaki diabetik/Ulkus Diabetik (gabungan 1 sampai dengan 4)

Gambar 3.8 Komplikasi Kronis Diabetes Melitus

3.3 Hipoglikemia3.3.1 DefinisiHipoglikemia adalah keadaan klinik gangguan saraf yang disebabkan penurunan glukosa darah. Gejala ini dapat ringan berupa gelisah sampai berat berupa koma dengan kejang. Penyebab tersering hipoglikemia adalah obat-obatan hipoglikemik oral golongan sulfonilurea, khususnya glibenklamid.16

3.3.2 EpidemiologiHasil penelitian di RSCM 1990-1991 yang dilakukan Karsono dkk, memperllihatkan kekerapan episode hipoglikemia sebanyak 15,5 kasus pertahun, dengan wanita lebih besar daripada pria, dan sebesar 65% berlatar belakang DM. meskipun hipoglikemia sering pula terjadi pada pengobatan dengan insulin, tetapi biasanya ringan. Kejadian ini sering timbul karena pasien tidak memperlihatkan atau belum mengetahui pengaruh beberapa perubahan pada tubuhnya18

3.3.3 Faktor Predisposisi HipoglikemiaBerbagai faktor yang merupakan predisposisi atau mempresipitasi hipoglikemia adalah:181. Kadar insulin berlebihan Dosis berlebihan Peningkatan bioavaibilitas insulin2. Peningkatan sensitivitas insulin Defisiensi hormone counter-regulatory: penyakit Addison, hipopituitarism Penurunan berat badan Latihan jasmani, postpartum3. Asupan kabohidrat kurang Makan tertunda atau lupa, porsi makan berkurang Diet Muntah Menyusui 4. Lain-lain Absorbsi yang cepat, pemulihan glikogen otot Alklohol, penggunaan obat (salisilat, sulfonamide, dll)3.3.4 Tanda Hipoglikemia191) Stadium parasimpatik: lapar, mual, tekanan darah turun.2) Stadium gangguan otak ringan: lemah, lesu, sulit bicara, kesulitan menghitug sederhana.3) Stadium simpatik: keringat dingin pada muka terutama di hidung, bibir atau tangan, berdebar-debar.4) Stadium gangguan otak berat: koma dengan atau tanpa kejang.

Gambar 3.9 Respon Fisiologis Hipoglikemia183.3.5 DiagnosisDiagnosis hipoglikemia relaif mudah, yaitu dengan pemeriksaan gula darah.Trias Whipple: Keluhan dan gejala hipoglikemia s/d kesadaran menurun, Kadar Glukosa < 45 mg/dL (pada wanita dapat < 30 mg/dL), Bangun kembali setelah diberikan glukosa

3.3.4 Tatalaksana HipoglikemiaTerapi hipoglikemia pada penderita diabetes:18 Glukosa OralSesudah diagnose hipoglikemia ditegakkan, 10-20 g glukosa oral harus segera diberikan. Idealnya dalam bentuk tablet, jelly, atau 150-200ml minuman yang mengandung glukosa. Glukagon IntramuskularGlucagon 1mg intramuscular dpat diberikan dalm 10 mwnit. Kecepatan kerja glucagon sama dengan pemberian glukosa intravena. Bila pasien sudah sadar, pemberian glucagon harus diikuti dengan pemberian glukosa oral 20 g dan dilanjutkan dengan pemberian 40 g kabohidrat. Glukosa IntravenaGlukosa intravena harus diberikan dengan hati-hati. Pemberian glukosa dengan konsentrasi 50% terlalu toksik untuk jaringan dan 75-100ml glukosa 20% atau 150-200ml glukosa 10% dianggap lebih aman. Ekstravasasi glukosa 50% dapat menimbulkan nekrosis yang memerlukan amputasi.

Gambar 3.10 Alur tatalaksana hipoglikemia pada diabetes163.3 Gagal Ginjal Kronik3.3.1 DefinisiGagal ginjal kronik pada diabetes mellitus biasa disebut nefropati diabetic, yang didefiniskan dengan sindrom klinis pada pasien diabetes mellitus yang ditandai dengan albuminuria menetap (>300 mg/24 jam atau >200 lg/menit) pada minimal dua kali pemeriksaan dalam kurun waktu 3 sampai 6 bulan, penurunan kecepatan filtrasi glomerulus yang tidak fleksibel dan peningkatan tekanan darah arterial tetapi tanpa penyakit ginjal lainnya atau penyakit kardiovaskuler.4

3.3.2 EpidemiologiAngka kejadian pada diabetes mellitus tipe 1 dan 2 sebanding, tetapi insiden pada tipe 2 sering lebih besar daripada tipe 1 karena jumlah pasien diabetes mellitus tipe 2 lebih banyak daripada tipe 1. Ras kulit hitam 3-6 kali lipat lebih banyak dari ras kulit putih.

Faktor Resiko4 Hipertensi dan Predisposisi Genetik Kepekaan Nefropati DiabetikTidak semua orang dengan diabetes akan mengalami nefropati diabetik, duduga karena setiap orang memiliki kepekaan yang berbeda-beda terhadap nefropati, yang diduga memegang peranan dalam dal ini adalah antigen HLA dan GLUT. Hiperglikemia Tidak Terkendali Konsumsi Protein Hewani Umur dan ObesitasMerupakan faktor resiko untuk DM tibe 2 juga, karena pada umumnya DM tipe 2 menyerang usia dewasa dan berat badang yang berlebih. Faktor Resiko Progresi Nefropati pada DM II

3.3.3 KlasifikasiTabel 3.2 Klasifikasi Nefropati Diabetik4

Perjalanan penyakit nefropati diabetic dibagi menjadi 5 tahapan oleh mogensen4, yaitu: Tahap 1 (Stadium Hiperfiltrasi)Terjadi hiperfiltrasi dan hipertrofi glomerulotubulus pada saat diagnosis ditegakkan. Laju filtrasi glomerulus dan laju ekskresi albumin dalam urin meningkat, disertai pembesaran ukuran ginjal. Tekanan darah biasanya normal. Tahap ini reversible dan berlangsung 0-5 tahun sejak awal didiagnosis diabetes mellitus. Dengan pengendalian glukosa darah yang ketat, kelainan fungsi maupun struktur ginjal kembali normal. Tahap 2 (Stadium Silent)Secara klinis belum ada kelainan yang berarti, laju filtrasi glomeroulus meningkat, ekskresi albumin dalam urin dan tekanan darah normal. Terdapat perubahan histologis awal berupa penebalan membrane basalis yang tidak spesifik. Terjadi 5-10 tahun setelah didiagnosis diabetes mellitus. Keadaan ini dapat berlangsung lama dan hanya sedikit yang akan berlanjut ke tahap berikutnya. Tahap 3 (Stadium Mikroalbuminuria / Nefropati Insipient)Merupakan tahap awal dari nefropati. Tekanan darah mulai meningkat. Pada tahap ini ditemukan mikroalbuminuria atau nefropati insipient, laju filtrasi glomerulusnya meningkat atau dapat menurun sampai derajat normal. Laju ekskresi albumin dalam urin adalah 20-200 ig/ menit (30-300 mg/ 24 jam). Secara histologis, didapatkan peningkatan ketebalan membrane basalis dan volume mesangium fraksional dalam glomerulus. Tahap ini biasanya terjadi setelah 10-15 tahun didiagnosis diabetes mellitus. Tahap 4 (Stadium Makroalbuminuria / Nefropati Lanjut)Perubahan histologis lebih jelas, juga timbul hipertensi pada sebagian besar pasien. Sindroma nefrotik dan retinopati sering ditemukan pada tahap ini. Laju filtrasi glomerulus menurun, sekitar 10 ml/menit/tahun. Terjadi setelah 15-20 tahun didiagnosis diabetes mellitus. Progresivitas mengarah ke gagal ginjal hanya dapat diperlambat dengan pengendalian glukosa darah, lemak darah, dan tekanan darah. Tahap 5 (Stadium Uremia / Gagal Ginjal Terminal)Memerlukan tindakan khusus yaitu terapi pengganti, dialisis, maupun cangkok ginjal. Rata-rata dibutuhkan waktu 15-17 tahun untuk sampai pada stadium 4 dan 5-7 tahun kemudian akan sampai stadium 5.Ada perbedaan gambaran klinik dan patofisiologi Nefropati Diabetika antara diabetes mellitus tipe I (IDDM) dan tipe II (NIDDM). Mikroalbuminuria seringkali dijumpai pada NIDDM saat diagnosis ditegakkan dan keadaan ini serigkali reversibel dengan perbaikan status metaboliknya. Adanya mikroalbuminuria pada DM tipe II merupakan prognosis yang buruk.

3.3.4 Patofisiologi

Gambar 3.11 Patofisiologi Nefropati Diabetik4

Berbagai teori tentang patogenesis nefropati diabetik adalah peningkatan produk glikosilasi dengan proses non enzimatik yang disebut AGEs (Advanced Glicosylation End Products), peningkatan reaksi jalur poliol (polyol pathway), glukotoksisitas (oto-oksidasi), dan protein kinase-C memberikan kontribusi pada kerusakan ginjal. Kelainan glomerulus disebabkan oleh denaturasi protein karena hiperglikemia dan hipertensi intraglomerulus. Kelainan atau perubahan terjadi pada membran basalis glomerulus dengan proliferasi dari sel-sel mesangium. Keadaan ini akan menyebabkan glomerulosklerosis dan berkurangnya aliran darah, sehingga terjadi perubahan-perubahan pada permeabilitas membran basalis glomerulus yang ditandai dengan timbulnya albuminuria. 4,10,11Hiperfiltrasi dianggap sebagai awal dari mekanisme patogenik dalam laju kerusakan ginjal, dimana saat jumlah nefron mengalami pengurangan progresif, glomerulus akan melakukan kompensasi dengan meningkatkan filtrasi nefron yang masih sehat dan pada akhirnya nefron yang sehat menjadi sklerosis. Peningkatan laju filtrasi glomerulus pada nefropati diabetikum kemungkinan disebabkan oleh dilatasi arteriol aferen oleh efek yang tergantung glukosa, yang diperantarai hormon vasoaktif, IGF-1, Nitric Oxide, prostaglandin, dan glukagon. Efek langsung dari hiperglikemia adalah perangsangan hipertrofi sel, sintesis matriks ekstraseluler, serta produksi Transforming growth factor-beta (TGF-) yang diperantarai oleh aktivasi protein kinase-C (PKC) yang termasuk dalam serine-threonin kinase yang memiliki fungsi pada vaskuler seperti kontraktilitas, aliran darah, proliferasi sel dan permeabilitas kapiler. TGF-beta menyebabkan peregangan mesangial dan fibrosis melalui stimulasi kolagen dan fibronectin.4,17,20Hiperglikemia kronik menyebabkan terjadinya glikasi nonenzimatik asam amino dan protein (reaksi mallard dan Browning). Pada awalnya, glukosa akan mengikat residu amino secara nonenzimatik menjadi basa Schiff glikasi, lalu terjadi penyusunan ulang untuk mencapai bentuk yang lebih stabil tetapi masih reversible dan disebut sebagai produk amadori. Jika proses ini berlanjut terus, akan terbentuk Advanced Glycation End-Products (AGEs) yang irreversible. AGEs diperkirakan menjadi perantara bagi beberapa kegiatan seluler seperti ekspresi molekul adhesi yang berperan dalam penarikan sel-sel mononuklear, juga pada terjadinya hipertrofi sel, sintesa matriks ekstraseluler serta inhibisi sintesis Nitric Oxide. Proses ini akan terus berlanjut sampai terjadi ekspansi mesangium dan pembentukan nodul serta fibrosis tubulointerstitialis sesuai dengan tahap-tahap dari Mogensen. Akibat kelainan rennin-angiotensin system, Angiotensin II (ATII) meningkat pada nefropati diabetikum, sehingga menyebabkan konstriksi arteriola efferentia di glomerulus, menyebabkan peningkatan tekanan kapiler glomerulus dan hipertensi, serta menstimulasi fibrosis dan inflamasi pada glomerulus.4,10,11Patogenesis dari nefropati diabetikum sejalan dengan patogenesis diabetes mellitus pada umumnya, dan mikroangiopati pada khususnya. Progresivitas nefropati diabetikum ditandai dengan adanya proteinuria yang merupakan penanda penurunan fungsi ginjal, peningkatan creatinine clearance (crcl), glomerulosklerosis, dan fibrosis interstitial. Saat ini diketahui bahwa connective tissue growth factor (CTGF) merupakan faktor penting pada nefropati diabetikum. Pada sel ginjal, CTGF diinduksi oleh kadar glukosa darah yang tinggi dan berkaitan dengan perubahan sintesis matriks ekstraselular, migrasi sel, serta transisi epitel menjadi mesenkim. CTGF merupakan protein yang disekresi dan dapat dideteksi di cairan biologis. CTGF plasma pada pasien dengan nefropati diabetikum lebih tinggi daripada pasien dengan normoalbuminuria. Pada pasien dengan nefropati diabetikum, peningkatan CTGF di atas nilai batas 413 pmol/l plasma merupakan prediktor independen terhadap ESRD dan berkaitan dengan penurunan LFG. Selain itu hal tersebut juga dikaitkan dengan penurunan LFG yang lebih tinggi pada pasien dengan nefropati diabetikum dibandingkan normoalbuminuria, yaitu berturut-turut 5,4 dan 3,3ml/menit/1,73 m2 per tahun.4,10,17Pada pasien dengan nefrotik albuminuria >3 g/hari, CTGF plasma hanya sebagai predictor ESRD. Kadar CTGF plasma juga merupakan prediktor independen terhadap mortalitas secara keseluruhan. Namun, CTGF plasma pada pasien normoalbuminuria tidak berkorelasi dengan parameter klinis serta tidak memprediksi hasil. Beberapa kejadian memegang peranan penting, yaitu kelainan pada endotel, membrane basalis glomerulus dan mesangium, serta meningkatnya kompleks imun pada penderita diabetes mellitus.4,17,201. EndotelHiperglikemia pada diabetes mellitus akan menyebabkan pembengkakan endotel akibat timbunan sorbitol dan fruktosa, sehingga faal endotel terganggu yang mengakibatkan celah endotel bertambah luas dan timbulnya proteinuria. Kerentanan terjadinya agregasi trombosit akibat sintesis Faktor VIII meningkat, phosphoglucoisomerase (PGI) sebagai anti agregan menurun dan activator plasminogen yang menurun.2. Membrana basalis glomerulusDiabetes mellitus dan hiperglikemia juga menyebabkan terjadinya penebalan membrane basalis glomerulus sebagai akibat dari deposisi kolagen tipe I, III, IV dan glikoprotein, serta menurunnya kadar glikoaminoglikans dan sistein, sehinggamenyebabkan hilangnya sifat anionik dari membrane basalis glomerulus yang mengakibatkan permeabilititasnya meningkat dan terjadi albuminuria. Albuminuria akan meningkat bila tekanan intraglomeruler meningkat, misalnya pada latihan dan hipertensi. Setelah 2 tahun mengidap diabetes mellitus, membrane basalis glomerulus menebal kurang lebih 15%, sesudah 5 tahun 30%, dan setelah 20 tahun penebalan menjadi dua kali lipat.3. MesangiumPada diabetes mellitus dan hiperglikemia, produksi matriks mesangium meningkat, sehingga pelebaran mesangium terjadi dengan akibat permukaan filtrasi efektif mengecil. Pada diabetes mellitus dengan gangguan faal ginjal yang lanjut, maka permukaan tersebut semakin mengecil dan akhirnya glomerulus tidak berfungsi lagi.4. Kompleks imunKompleks imun (Ag-Ab) pada diabetes mellitus meningkat, dan endapan kompleks Ag-Ab banyak didapatkan pada membrane basalis glomerulus dan mesangium. Dalam keadaan normal, kompleks ini dibersihkan oleh fagosit (RES) dan sel-sel mesangium, sedangkan pada diabetes mellitus dengan kendali glukosa yang rendah, fagosit RES dan sel mesangium kurang mampu membersihkannya, sehingga matriks mesangium bertambah lebar dan permukaan filtrasi efektif bertambah sedikit. Kelebihan kompleks imun di dalam darah juga akan merangsang sistem komplemen dan faktor koagulasi, sehingga memacu terjadinya mikroangiopati diabetes mellitus dengan akibat munculnya dan bertambah beratnya nefropati diabetikum. Kompleks imun yang berlebihan pada diabetes mellitus juga akan merangsang sintesis Tromboksan A di trombosit, sehingga mudah terjadi agregasi trombosit. Seperti diketahui, agregasi trombosit adalah bahan dasar untuk terbentuknya mikrotrombus.

3.3.5 Penegakan Diagnosis4Diagnosis nefropati diabetikum dapat dibuat apabila dipenuhi persyaratan seperti dibawah ini:1. Diabetes Mellitus2. Retinopati Diabetika3. Albuminuria menetap (>300 mg/24 jam atau >200 lg/menit) pada minimal dua kali pemeriksaan dalam kurun waktu 3 sampai 6 bulan tanpa penyebab proteinuria yang lain.

Data yang didapatkan pada pasien antara lain pada:1. AnamnesisDari anamnesis kita dapatkan gejala-gejala khas maupun keluhan tidak khas dari gejala penyakit diabetes. Keluhan khas berupa poliuri, polidipsi, polifagi, penurunan berat badan. Keluhan tidak khas berupa: kesemutan, luka sukar sembuh, gatal-gatal pada kulit, ginekomastia, impotensi.

2. Pemeriksaan FisikPada nefropati diabetikum didapatkan kelainan pada retina yang merupakan tanda retinopati yang spesifik dengan pemeriksaan Funduskopi, berupa (1) obstruksi kapiler, yang menyebabkan berkurangnya aliran darah dalam kapiler retina, (2) mikroaneurisma, berupa tonjolan dinding kapiler, terutama daerah kapiler vena, (3) Eksudat berupa Hard exudates (berwarna kuning, karena eksudasi plasma yang lama), Cotton wool patches (berwarna putih, tak berbatas tegas, dihubungkan dengan iskhemia retina), (4) Shunt arteri-vena, akibat pengurangan aliran darah arteri karena obstruksi kapiler, (5) Perdarahan bintik atau perdarahan bercak, akibat gangguan permeabilitas mikroaneurisma atau pecahnya kapiler, (6) Neovaskularisasi.Bila penderita jatuh pada stadium end stage (stadium IV-V) atau CRF end stage,didapatkan perubahan seperti pembesaran jantung dan edema paru.3. Pemeriksaan LaboratoriumAlbuminuria menetap (>300 mg/24 jam atau >200 lg/menit) pada minimal dua kali pemeriksaan dalam kurun waktu 3 sampai 6 bulan, penurunan kecepatan filtrasi glomerulus yang tidak fleksibel dan peningkatan tekanan darah arterial tetapi tanpa penyakit ginjal lainnya atau penyakit kardiovaskuler. Mikroalbuminuria dianggap sebagai prediktor penting untuk timbulnya nefropati diabetikum.Tabel 3.2 Laju ekskresi albuminurin4

Gambar 3.12 Penapisan Mikroalbuminuria4

3.3.6 Penatalaksanaan4Penatalaksanaan nefropati diabetic adalah dengan melakukan evaluasi terlebih dahulu, melihat kemungkinan adanya penurunan fungsi ginjal. Menurut American Diabetes Association (ADA) evaluasi dilakukan dengan melakukan pemeriksaan terhadap adanya mikroalbuminuria dan penurunan kreatinin serum dan klirens kreatinin.Terapi pada kasus nefropati diabetic tergantung tahapannya, namun prinsip utamanya adalah:1. Pengendalian gula darah2. Pengendalian tekanan darah (diet rendah garam, obat anti hipertensi), targetnya adalah 300 mg/24 jam atau >200 lg/menit) pada minimal dua kali pemeriksaan dalam kurun waktu 3 sampai 6 bulan, penurunan kecepatan filtrasi glomerulus yang tidak fleksibel dan peningkatan tekanan darah arterial tetapi tanpa penyakit ginjal lainnya atau penyakit kardiovaskuler.55

- Cocksakie- Rubella,- CMV- HerpesPeradangan pd sel- (Insulinitis)Terbentuknya Antibodi trhdp sel- / ICARusak sel-Insulin Rx. Antigen-antibodi2