hipertiroid

34
1 HIPERTIROID DAN TIROTOKSIKOSIS Oleh SITI FATIMAH., S.Ked (I11108072) Pembimbing dr. Ivan LT, Sp.PD KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TANJUNGPURA RSUD DOKTER SOEDARSO

Upload: cdma-sity-ssi

Post on 08-Feb-2016

38 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

referat interna

TRANSCRIPT

Page 1: hipertiroid

1

HIPERTIROID DAN TIROTOKSIKOSIS

Oleh

SITI FATIMAH., S.Ked (I11108072)

Pembimbing

dr. Ivan LT, Sp.PD

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS TANJUNGPURA

RSUD DOKTER SOEDARSO

PONTIANAK

2014

Page 2: hipertiroid

2

HIPERTIROID DAN TIROTOKSIKOSIS

1. ANATOMI MAKROSKOPIK KELENJAR TIROID

Kelenjar tiroid mulai terbentuk pada janin berukuran 3,4-4 cm, yaitu pada akhir

bulan pertama kehamilan. Kelenjar tiroid berasal dari lekukan faring antara branchial

pouch pertana dan kedua. Kelenjar tiroid terletak dibagian bawah leher, terdiri atas

dua lobus, yang dihubungkan oleh ismus yang menutupi cincin trakea 2 dan 3.

Kapsul fibrosa menggantungkan kelenjar ini pada fasia pratrakea sehingga pada

setiap gerakan menelan selalu diikuti dengan gerakan terangkatnya kelenjar kearah

kranial, yang merupakan ciri khas kelenjar tiroid. Sifat inilah yang digunakan klinik

untuk menentukan apakah suatu bentukan dileher berhubungan dengan kelenjar tiroid

atau tidak.

Setiap lobus tiroid yang berbentuk lonjong berkuran panjang 2,5-4 cm, lebar 1,5-2

cm dan tebal 1-1,5 cm. Berat kelenjar tiroid dipengaruhi oleh berat badan masukan

yodium. Pada orang dewas beratnyab berkisar antara 10-20 gram. Vaskularisasi

kelenjar tiroid termasuk amat baik. A tiroidea superior berasal dari a.karotis komunis

atau a.karotis eksterna, a.tiroidea inferior dari a.subklavia dan a.tiroid ima berasal dari

a.brakiosefalik salah satu cabang dari arkus aorta. Ternyata setiap folikel tiroid

diselubungi oleh jala-jala kapiler dan limfatik, sedangkan sistem venanya berasal dari

pleksus perifolikular yang manyatu di permukaan membentuk vena tiroidea superior,

lateral dan inferior. Aliran darah ke kelenjar tiroid diperkirakan 5 ml/gram

kelenjar/menit, dalam keadaan hipertiroidisme aliran ini akan meningkat sehingga

dengan stetoskop terdengar bising aliran darah dengan jelas di ujung bawah kelenjar.

(Snell, Richard,2006; Djokomoeljanto,R, 2007)

Page 3: hipertiroid

3

2. HISTOLOGI KELENJAR TIROID

Sel pada kebanyakan organ endokrin menimbun produk sekresinya di dalam

sitoplasmanya. Kelenjar tiroid adalah organ endokrin unik karena sel-selnya tersusun

membentuk struktur bulat yang disebut folikel, bukan berupa kelompok atau deretan

seperti biasanya. Sel-sel yang mengelilingi folikel, yaitu sel folikel, menyekresi dan

menimbun produknya di luar sel, di dalam lumen folikel sebagai substansi mirip

gelatin yang disebut koloid. Koloid terdiri atas tiroglobulin, yaitu suatu glikoprotein

yang mengandung sejumlah asam amino teriodinasi.

Hormon kelenjar tiroid disimpan di dalam folikel sebagai koloid terikat pada

tiroglobulin. Oleh karena itu, folikel adalah satuan struktural dan fungsional kelenjar

Page 4: hipertiroid

4

tiroid. Selain sel folikel, sel-sel parafolikel yang lebih besar juga terdapat di kelenjar

tiroid. Sel-sel ini terdapat di dalam epitel folikel atau dicelah anatar folikel. Adanya

banyak pembuluh darah di sekitar folikel memudahkan pencurahan hormon ke dalam

aliran darah( Ereschenko, V, 2003).

3. METABOLISME HORMON TIROID

Bahan dasar untuk sintesis hormon tiroid adalah tirosin dan iodium, yang

keduanya harus diserap dari darah oleh sel-sel folikel. Tirosin, suatu asam amino,

disintesis dalam jumlah memadai oleh tubuh, sehingga bukan merupakan kebutuhan

esensial dalam mekanan. Dipihak lain, iodium diperlukan untuk sintesis hormon

tiroid, harus diperoleh dari makanan. Pembentukan, penyimpanan dan sekresi hormon

tiroid terdiri dari langkah-langkah berikut (Sherwood, L, 2001):

3.1. Semua langkah sintesis hormon tiroid berlangsung di molekul tiroglobulin di

dalam koloid. Tiroglobulin itu sendiri dihasilkan oleh kompleks Golgi/retikulum

endoplasma sel folikel tiroid. Tirosin menyatu ke dalam molekul tiroglobulin

sewaktu molekul besar ini diproduksi. Setelah diproduksi, tiroglobulin yang

mengandung tirosin dikeluarkan dari sel folikel ke dalam koloid melalui

eksositosis (langkah 1)

Page 5: hipertiroid

5

3.2. Tiroid menangkap iodium dari darah dan memindahkannya ke dalam koloid

melalui suatu pompa iodium yang sangat aktif atau iodine-trapping mechanism,

suatu protein pembawa yang sangat kuat dan memerlukan energi yang terletak di

membran luar sel folikel (langkah 2). Hampir semua iodium di tubuh dipindahkan

melawan gradien konsentrasinya ke kelenjar tiroid untuk mensisntesis hormon

tiroid. Selain untuk sintesis hormon tiroid, iodium tidak memiliki manfaat lain di

tubuh.

3.3. Di dalam koloid, iodium dengan cepat melekat ke sebuah tirosin di dalam

molekul tiroglobulin. Perlekatan sebuah iodium ke tirosin menghasilkan

monoiodotirosin (MIT) (langkah 3a). Perlekatan dua iodium ke tirosin

menghasilkan diiodotirosin (DIT) (langkah 3b).

3.4. Kemudian, terjadi proses penggaabungan antara molekul-molekul tirosin

beriodium untuk membentuk hormon tiroid. Penggabungan dua DIT (masing-

masing mengandung dua atom iodiumir) menghasilkan tetraiodotironin (T4 atau

tiroksin), yaitu bentuk hormon tiroid dengan empat iodium (langkah 4a).

Penggabungan satu MIT (dengan satu iodium) dan sati DIT (dengan dua iodium)

menghasilkan triiodotironin atau T3 (dengan tiga iodium) (langkah 4b).

Penggabungan tidak terjadi antara dua molekul MIT.

Pengaluaran hormon-hormon tiroid ke dalam sirkulasi sistemik memerlukan

proses yang agak rumit karena dua alasan. Pertama, sebelum dikeluarkan T4 dan T3

tetap terikat ke molekul tiroglobulin. Kedua, hormon-hormon ini disimpan di tempat

ekstrasel pedalaman, lumen folikel, sebelum dapat memasuki pembuluh darah yang

berjalan di ruang interstisium, mereka harus diangkut menembus folikel. Proses

sekresi hormon tiroid pada dasarnya melibatkan “penggigitan” sepotong koloid oleh

sel folikel sehingga molekul tiroglobulin terpecah menjadi bagian-bagiannya dan

“peludahan” T4 dan T3 bebas ke dalam darah. Apabila terdapat rangsangan yang

sesuai untuk mengeluarkan hormon tiroid, sel-sel folikel memasukan sebagian dari

kompleks hormon tiroglobulin dengan memfagositosis sekeping koloid (langkah 5).

Di dalam sel, butir-butir koloid terbungkus membran menyatu dengan lisosom, yang

Page 6: hipertiroid

6

enzim-enzimnya kemudian memisahkan hormon tiroid aktif secara biologid, T4 dan

T3 serta iodotirosin yang nonaktif, MIT dan DIT (langkah 6).

Hormon-hormon tiroid, karena sangat lipofilik, dengan mudah melewati membran

luar sel folikel dan masuk ke dalam darah (langkah 7a). MIT dan DIT tidak memiliki

nilai endokrin. Sel-sel folikel mengandung suatu enzim yang sangat cepat

mengeluarkan iodium dari MIT dan DIT, sehingga iodium yang dibebaskan dengan

didaur ulang untuk sintesis lebih banyak hormon (langkah 7b) enzim yang sangat

spesifik ini akan mengeluarkan iodium hanya dari MIT dan DIT, yang tidak berguna,

bukan dari T4 dan T3.

Sebagian besar T4 yang disekresikan kemudian diubah menjadi T3, atau

diaktfkan, melalui proses pengeluaran satu iodium di hati dan ginjal. Sekitar 80% T3

dalam darah berasal dari sekresi T4 yang mengalami proses pengeluaran iodium di

jaringan perifer. Dengan demikian, T3 adalah bentuk hormon tiroid yang secara

bilogis aktif ditingkat sel, walaupun tiroid mengeluarkan lebih banyak T4 (Sherwood,

L, 2001).

Setelah dikeluarkan di dalam darah, hormon tiroid yang sangat lipofilik dengan

cepat berikatan dengan beberapa protein plasma. Kurang dari 1% T3 dan kurang daro

0,1% T4 tetap berada dalam bentuk tidak terikar (bebas). Keadaan ini memang luar

biasa mengingat bahwa hanya hormon bebas dari keseluruhan hormon tiroid memiliki

akses ke reseptor sel sasaran dan mampu menimbulkan suatu efek. Terdapat tiga

protein plasma yang penting dalam pengikat hormon tiroid : globulin pengikat

tiroksin (thyroxine-binding globulin) yang secra selektif mengikat hormon tiroid

(55%) dari T4 dan 65% dari T3 dalam sirkulasi, walaupun namanya hanya

menyebutkan secara khusus “tiroksin” (T4) ; albumin yang secara non selektif

mengikat banyak hormon lipofilik, termasuk 10% dari T4 dan 35% dari T3 dan

thyroxine-binding prealbumin yang mengikat sisa 35% T4 (Sherwood, L, 2001).

Page 7: hipertiroid

7

4. EFEK METABOLIK HORMON TIROID

Hormon tiroid memang satu hormon yang dibutuhkan oleh hampir semua proses

tubuh termasuk proses metabolisme, sehingga perubahan hiper atau hipotiroidisme

berpengaruh atas berbagai peristiwa. Efek metaboliknya antara alin seperti di bawah

ini (Sherwood, L, 2001):

4.1. Termoregulasi (jelas pada miksedema atau koma miksedema dengan

temperatur sub-optimal) dan kalorigenik.

4.2. Metabolisme protein. Dalam dosis fisiologis kerjanya bersifat anabolik, tetapi

dalam dosis besar bersifat katabolik.

Page 8: hipertiroid

8

4.3. Metabolisme karbohidrat. Bersifat diabeto-genik, karena resorpsi intestinal

meningkat, cadangan glikogen hati menipis, demikian pula glikogen otot menipis

dan degradasi insulin meningkat.

4.4. Metabolisme lipid. Meski t4 mempercepat sintesis kolesterol, tetapi proses

degradasi kolesterol dan ekskresinya lewat empedu ternyata jauh lebih cepat,

sehingga pada hiperfungsi tiroid kolesterol rendah. Sebaliknya pada hipotiroidsm

kolesterol total, kolesterol ester dan fosfolipid meningkat.

4.5. Vitamin A. Konversi provitamin A menjadi vitamin A di hati memerlukan

hormon tiroid. Sehingga pada hipotiroidsme dapat dijumpai karotenemia, kulit

kekuningan.

4.6. Lain-lain : gangguan metabolisme kreatinin fosfat menyebabkan miopati,

tonus traktus gastrointestinal meninggi, hiperperistaltik, sehingga sering terjadi

diare, gangguan faal hati, anemia defisiensi besi dan hipertiroidsm.

5. EFEK FISIOLOGIK HORMON TIROID

Efeknya membutuhkan waktu beberapa jam sampai hari. Efek genomnya

menghasilkan panas dan konsumsi oksigen meningkat, pertumbuhan, maturasi otak

dan susunan saraf yang melibatkan Na+K+ATPase sebagian lagi karena reseptor beta

adrenergik yang bertambah. Tetapi ada juga efek yang nongenomik misalnya

meningkatnya transpor asam amino dan glukosa, menurunnya enzim tipe-2 5’-

deyodinasi di hipofisis. Efek fisilogi dapat berupa (Sherwood, L, 2001):

5.1. Pertumbuhan Fetus. Sebelum mi 11 tiroid fetus belum bekerja, juga TSHnya.

Dalam keadaan ini karena DIII tinggi di plasenta hormon tiroid bebas yang masuk

fetus amat sedikit, karena di inaktivasi di plasenta. Meski amat sedikit krusial,

tidak adanya hormon yang cukup menyebabkan lahirnya bayi kretin (retardasi

mental dan cebol).

5.2. Efek pada konsumsi oksigen, panas dan pembentukan radikal bebas. Kedua

peristiwa diatas dirangsang oleh T3 lewat Na+K+ATPase disemua jaringan

kecuali otak, testis dan limpa. Metabolisme basal meningkat. Hormon tiroid

Page 9: hipertiroid

9

menurunkan kadar superoksida dismutase hingga radikal bebas anion superoksida

meningkat.

5.3. Efek Kardiovaskular. T3 menstimulasi a). Transkripsi miosin hc-B dan

menghambat miosin hcB, akibatnya kontraksu otot miokard menguat. b).

Transkripsi Ca2+ ATPase di retikulum sarkoplasma meningkatkan tonus diatolik.

c). Mengubah konsentrasi protein G,b reseptor adrenergik, sehingga akhirnya

hormon tiroid ini punya efek yonotropik positif. Secara klinis terlihat sebagai

naiknya curah jantung dan takikardi.

5.4. Efek simpatik. Karena bertambahnya reseptor adrenergik-beta miokard, otot

skelet, lemak dan limfosit, efek pasca reseptor dan menurunnya reseptor

adrenergik alfa miokard, maka sensitivitas terhadap katekolamin amat tinggi pada

hipertiroidsme dan sebaliknya pada hipotiroidsme.

5.5. Efek hematopoetik. Kebutuhan akan oksigen pada hipertiroidsme

menyebabkan eritopoesis dan produksi eritopoetin meningkat. Volume darah

tetap namun red cell turn over meningkat.

5.6. Efek Gastrointestinal. Pada hipertiroidisme motilitas usus meningkat. Kadang

ada diare. Pada hipotiroidisme terjadi obstipasi dan transit lambung melambat.

Hal ini dapat menyebabkan bertambah kurusnya seseorang.

5.7. Efek pada skelet. Turn over tulang meningkat resprbsi tulang lebih

terpengaruh dari pada pembentukannya. Hipertiroidisme dapat menyebabkan

osteopenia. Dalam keadaan berat mampu menghasilkan hiperkalsemia,

hiperkalsiuria dan penanda hidroksiprolin dan cross-link piridium.

5.8. Efefk neuromuskular. Turn over meningkat juga menyebabkan miopati

disamping hilangnya otot. Dapat terjadi kreatinuria spontan. Kontraksi serta

relaksasi otot meningkat (hiperfleksia).

5.9. Efek Endokrin. Hormon tiroid meningkatkan metabolik turn-over banyak

hormon serta bahan farmakologik. Contoh : waktu paruh kortisol adalah 100

menit pada orang normal tetapi menurun jadi 50 menit pada pada hipertiroidsme

Page 10: hipertiroid

10

dan 150 menit pada hipotiroidsme. Untuk ini perlu diingat bahwa hipertiroidsme

dapat menutupi (masking) atau memudahkan unmusking kelainan adrenal.

6. PENGATURAN FAAL KELENJAR TIROID

Ada 3 dasar pengaturan faal tiroid yaitu oleh(Sherwood, L, 2001) :

6.1. Autoregulasi

Seperti disebutkan di atas, hal ini lewat terbentuknya yodolipid pada pemberian

yodium banyak dan akut, dikenal sebagai efek Wolff-Chaikoff. Efek ini bersifat

selflimiting. Dalam beberapa keadaan mekanisme escape ini dapat gagal dan

terjadilah hipotiroidisme

6.2. TSH

TSH disintesis oleh sel tirotrop hipofisis anterior. Efek pada tiroid akan terjadi

dengan ikatan TSH dengan reseptor TSH (TSHr) di membran folikel. Sinyal

selanjutnya terjadi lewat protein G (khusus Gsa). Dari sinilah terjadi perangsangan

protein kinase oleh cAMP untuk ekspresi gen yang penting untuk fungsi tiroid seperti

pompa yodium, Tg, pertumbuhan sel tiroid dan TPO, serta faktor transkripsi TTF1,

TTF2 dan PAX8. Efek klinisnya terlihat sebagai perubahan morfologi sel, naiknya

produksi hormon, folikel dan vaskularisasinya bertambah oleh pembentukan gondok

dan peningkatan metabolisme.

T3 intratirotrop mengendalikan sintesis dan keluarnya (mekanisme umpan balik)

sedang TRH mengontrol glikosilasi, aktivitas dan keluarnya TSH. Beberapa obat

bersifat menghambat sekresi TSH : somatostatin, glukokortikoid, dopamin, agonis

dopamin (misalnya bromokriptin), juga berbagai penyakit kronik dan akut.

Pada morbus Graves, salah satu penyakit autoimun, TSHr ditempati dan

dirangsang oleh imunoglobulin, antibodi-anti-TSH (TSAb = thyroid stimulating

antibody, TSI = thyroid stimulat-ing immunoglobulin), yang secara fungsional tidak

dapat dibedakan oleh TSHr dengan TSH endogen. Rentetan peristiwa selanjutnya

juga tidak dapat dibedakan dengan rangsangan akibat TSH endogen.

Page 11: hipertiroid

11

6.3. TRH

TRH melewati median eminence, tempat ia disimpan dan dikeluarkan lewat

sistem hipotalamohipofiseal ke sel tirotrop hipofisis. Akibatnya TSH meningkat.

Meskipun tidak ikut menstimulasi keluarnya growth hormone dan ACTH, tetapi TRH

menstimulasi keluarnya prolaktin, kaddang-FSH dan LH. Apabila TSH naik dengan

sendirinya kelenjar tiroid mengalami hiperplasi dan hiperfungsi.

Sekresi hormon hipotalamus dihambat oleh hormon tiroid (mekanisme umpan

balik), TSH, dopamin, hormon korteks adrenal dan somatostatin, serta stres dan sakit

berat (non thtoidal illness).

Kompensasi penyesuaian terhadap proses umpan balik ini banyak memberi

informasi klinis, sebagai contoh, naiknya TSH serum sering menggambarkan

produksi hormon tiroid oleh kelenjar tiroid yang kurang memadai, sebaliknya respon

yang rata (blunted response) TSH terhadap stimulasi TRH eksogen menggambarkan

supresi kronik ditingkat TSH karena kebanyak hormon, dan sering merupakan tanda

dini bagi hipertiroidisme ringan atau subklinis.

7. HIPERTIROID DAN TIROTOKSIKOSIS

7.1. Definisi

Tirotoksikosis ialah manifestasi klinis kelebihan hormon tiroid yang beredar

dalam sirkulasi. Hipertiroidisme adalah tirotoksikosis yang diakibatkan oleh kelenjar

tiroid yang hiperaktif. Dengan kata lain hipertiroid terjadi karena adanya peningkatan

hormon tiroid dalam darah dan biasanya berkaitan dengan keadaan klinis

tirotoksikosis (Djokomoeljanto,R, 2007).

7.2. Etiologi

Penyebab hipertiroidisme sebagian besar adalah penyakit Graves, goiter

miltinodular toksik dan mononodular toksik. Hipertiroidisme pada penyakit Graves

adalah akibat antibodi reseptor TSH yang merangsang aktivitas tiroid. Sedang pada

goiter multinodular toksik ada hubungannya dengan autoimun tiroid itu sendiri.

Page 12: hipertiroid

12

Berikut table mengenai berbagai penyebab tirotokskosis (Fauci, Anthony S, et al,

2008):

7.3. Epidemiologi

Penyakit Graves menyumbang 60-80% dari tirotoksikosis. Prevalensi bervariasi

antara populasi, tergantung terutama pada asupan yodium (asupan yodium yang

tinggi berhubungan dengan peningkatan prevalensi penyakit Graves). Penyakit

Graves terjadi 2% dari wanita. Gangguan tersebut jarang dimulai sebelum masa

remaja dan biasanya terjadi antara 20 dan 50 tahun, tetapi juga terjadi juga pada usia

tua (Fauci, Anthony S, et al, 2008).

7.4. Patofisiologi

Kombinasi antara faktor lingkungan dan faktor genetik, termasuk polimorfisme di

HLADR, CTLA-4, dan PTPN22 (gen regulasi sel T), berperan terhadap kerentanan

penyakit Graves. Kerentanan penyakit Graves pada kembar monozigot adalah 20-

30%, dibandingkan dengan <5% pada kembar dizigot. Merokok merupakan faktor

risiko minor untuk penyakit Graves dan faktor risiko utama untuk komplikasi

ophthalmopathy. Peningkatan asupan yodium secara mendadak dapat memicu

penyakit Graves dan ada peningkatan tiga kali lipat pada postpartum.

Page 13: hipertiroid

13

Hipertiroidisme penyakit Graves disebabkan oleh thyroid stimulating

immunoglobulin (TSI) yang disintesis dalam kelenjar tiroid serta dalam sumsum

tulang dan kelenjar getah bening. Antibodi tersebut dapat dideteksi dengan bioassay

atau dengan menggunakan TBII tes. Positifnya tes TBII pada pasien dengan

tirotoksikosis menunjukkan keberadaan TSI dan tes ini berguna dalam memantau

pasien Graves dengan kehamilan yang dengan kadar TSI yang tinggi yang dapat

melewati plasenta dan menyebabkan tirotoksikosis neonatal.

Pada penyakit graves, limfosit T didensitisasi terhadap antigen dalam kelenjar

tiroid dan merangsang limfosit B untuk mensintesis antibodi terhadap antigen-antigen

ini. Satu dari antibodi ditunjukan terhadap tempat reseptor TSH pada membran sel

tiroid dan mempunyai kemampuan untuk merangsang sel tiroid dalam peningkatan

pertumbuhan dan fungsi. Adanya antibodi dalam darah berkorelasi positif dengan

penyakit aktif dan kekambuhan penyakit. Ada predisposisi genetik yang mendasari,

namun tidak jelas apa yang mencetus episode akut ini. Beberapa faktor yang

mendorong respon imun pada penyakit graves ialah kehamilan, kelebihan iodida,

khusus di daerah defisiensi iodide, infeksi bakterial atau viral dan stres dapat

mencetus suatu episode penyakit Graves.

Sitokin tampaknya memainkan peran utama dalam tiroid terkait ophthalmopathy.

Dalam hal ini, terjadi infiltrasi otot-otot ekstraokular yang mengaktifkan sel-sel T ,

pelepasan sitokin seperti IFN-a, TNF, dan IL-1 yang mana berperan dalam aktivasi

fibroblast dan peningkatan sintesis glikosaminoglikan yang dapat menyerap air,

sehingga menyebabkan penmbengkakan otot. Peningkatan lemak merupakan

penyebab tambahan ekspansi jaringan retrobulbar yang dapat menyebabkan

terjadinya peningkatan tekanan intraorbital berupa proptosis diplopia dan optik

neuropati (Fauci, Anthony S, et al, 2008).

Page 14: hipertiroid

14

7.5. Manifestasi Klinik

Gambaran klinis umumnya memburuk tanpa pengobatan; mortalitas adalah 10-

30% sebelum mendapat terapi yang tepat. Beberapa pasien dengan penyakit Graves

ringan sering mengalami kekambuhan spontan. Sekitar 15% dari pasien yang

mencapai remisi setelah pengobatan dengan obat antitiroid mengalami kondisi

hipotiroidisme. Berikut merupakan table mengenai evaluasi tirotoksikosis:

Page 15: hipertiroid

15

7.6. Pemeriksaan penunjang

Pada penyakit graves terjadi supresi TSH dan kadar hormon tiroid total dan

terikat meningkat. Pada 2-5% dari pasien (dan lebih di daerah dengan intake yodium

borderline), hanya T3 meningkat (T3 toksikosis). Keadaan kebalikan dari T4

toksikosis ditandai dengan kadar T4 terikat yang tinggi dan tingkat kadar T3 normal,

misalnya pada hipertiroidisme yang diinduksi oleh kelebihan intake yodium, dimana

dalam hal ini terjadi penyediaaan substrat untuk sintesis hormon tiroid yang banyak.

Pengukuran antibodi TPO berguna untuk diferensial diagnosis. Pengukuran dari TBII

atau thyroid stimulating immunoglobulin (TSI ) akan mengkonfirmasi diagnosis tetapi

tidak diperlukan secara rutin.

Page 16: hipertiroid

16

7.7. Penatalaksanaan

Hipertiroidisme pada penyakit Graves dapat diatasi dengan mengurangi

sintesis hormon tiroid menggunakan obat antitiroid, mengurangi jumlah hormone

tiroid di jaringan dengan radioiodine (131I), ataupun dengan tiroidektomi. Obat

antithyroid merupakan terapi yang paling banyak digunakan di Eropa dan Jepang ,

sedangkan radioiodine lebih sering digunakan di Amerika Utara. Perbedaan ini

membuktikan bahwa tidak ada pengobatan pasti yang optimal dan pasien mungkin

memerlukan kombinasi pengobatan untuk mencapai remisi.

a. Obat Antitiroid

Golongan Tionamid

Terdapat 2 kelas obat golongan tionamid, yaitu tiourasil dan imidazol. Tiourasil

dipasarkan dengan nama propiltiourasil (PTU) dan imidazol dipasarkan dengan nama

metimazol dan karbimazol. Obat golongan tionamid lain yang baru beredar ialah

tiamazol yang isinya sama dengan metimazol.

Obat golongan tionamid mempunyai efek intra dan ekstratiroid. Mekanisme aksi

intratiroid yang utama ialah mencegah/mengurangi biosintesis hormon tiroid T-3 dan T-

4, dengan cara menghambat oksidasi dan organifikasi iodium, menghambat coupling

iodotirosin, mengubah struktur molekul tiroglobulin dan menghambat sintesis

tiroglobulin. Sedangkan mekanisme aksi ekstratiroid yang utama ialah menghambat

konversi T-4 menjadi T-3 di jaringan perifer (hanya PTU, tidak pada metimazol). Atas

dasar kemampuan menghambat konversi T-4 ke T-3 ini, PTU lebih dipilih dalam

pengobatan krisis tiroid yang memerlukan penurunan segera hormon tiroid di perifer.

Sedangkan kelebihan metimazol adalah efek penghambatan biosintesis hormon lebih

panjang dibanding PTU, sehingga dapat diberikan sebagai dosis tunggal.

Belum ada kesesuaian pendapat diantara para ahli mengenai dosis dan jangka

waktu pengobatan yang optimal dengan OAT. Beberapa kepustakaan menyebutkan

bahwa obat-obat anti tiroid (PTU dan methimazole) diberikan sampai terjadi remisi

spontan, yang biasanya dapat berlangsung selama 6 bulan sampai 15 tahun setelah

pengobatan.

Page 17: hipertiroid

17

Untuk mencegah terjadinya kekambuhan maka pemberian obat-obat antitiroid

biasanya diawali dengan dosis tinggi. Bila telah terjadi keadaan eutiroid secara klinis,

diberikan dosis pemeliharaan (dosis kecil diberikan secara tunggal pagi hari). Regimen

umum terdiri dari pemberian PTU dengan dosis awal 100-200 mg setiap 6-8 jam. Setelah

4-8 minggu, dosis dikurangi menjadi 50-100 mg. Propylthiouracil mempunyai kelebihan

dibandingkan methimazole karena dapat menghambat konversi T4 menjadi T3, sehingga

efektif dalam penurunan kadar hormon secara cepat pada fase akut dari penyakit Graves

Fauci, Anthony S, et al, 2008).

Methimazole mempunyai masa kerja yang lama sehingga dapat diberikan dosis

tunggal sekali sehari. Terapi dimulai dengan dosis methimazole 40 mg setiap pagi selama

1-2 bulan, dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan 5 – 20 mg perhari. Ada juga pendapat

ahli yang menyebutkan bahwa besarnya dosis tergantung pada beratnya tampilan klinis,

tetapi umumnya dosis PTU dimulai dengan 3x100-200 mg/hari dan metimazol/tiamazol

dimulai dengan 20-40 mg/hari dosis terbagi untuk 3-6 minggu pertama. Setelah periode

ini dosis dapat diturunkan atau dinaikkan sesuai respons klinis dan biokimia. Apabila

respons pengobatan baik, dosis dapat diturunkan sampai dosis terkecil PTU 50mg/hari

dan metimazol/ tiamazol 5-10 mg/hari yang masih dapat mempertahankan keadaan klinis

eutiroid dan kadar T-4 bebas dalam batas normal. Bila dengan dosis awal belum

memberikan efek perbaikan klinis dan biokimia, dosis dapat di naikkan bertahap sampai

dosis maksimal, tentu dengan memperhatikan faktor-faktor penyebab lainnya seperti

ketaatan pasien minum obat, aktivitas fisis dan psikis (Djokomoeljanto,R, 2007; Rani,

A, 2009).

Meskipun jarang terjadi, harus diwaspadai kemungkinan timbulnya efek samping,

yaitu agranulositosis (metimazol mempunyai efek samping agranulositosis yang lebih

kecil), gangguan fungsi hati, lupus like syndrome, yang dapat terjadi dalam beberapa

bulan pertama pengobatan. Agranulositosis merupakan efek samping yang berat sehingga

perlu penghentian terapi dengan Obat Anti Tiroid dan dipertimbangkan untuk terapi

alternatif yaitu yodium radioaktif.. Agranulositosis biasanya ditandai dengan demam dan

sariawan, dimana untuk mencegah infeksi perlu diberikan antibiotika.

Page 18: hipertiroid

18

Efek samping lain yang jarang terjadi namun perlu penghentian terapi dengan

Obat Anti Tiroid antara lain Ikterus Kholestatik, Angioneurotic edema, Hepatocellular

toxicity dan Arthralgia Akut. Untuk mengantisipasi timbulnya efek samping tersebut,

sebelum memulai terapi perlu pemeriksaan laboratorium dasar termasuk leukosit darah

dan tes fungsi hati, dan diulang kembali pada bulan-bulan pertama setelah terapi. Bila

ditemukan efek samping, penghentian penggunaan obat tersebut akan memperbaiki

kembali fungsi yang terganggu, dan selanjutnya dipilih modalitas pengobatan yang lain

seperti 131I atau operasi.

Bila timbul efek samping yang lebih ringan seperti pruritus, dapat dicoba ganti

dengan obat jenis yang lain, misalnya dari PTU ke metimazol atau sebaliknya.

Evaluasi pengobatan perlu dilakukan secara teratur mengingat penyakit Graves adalah

penyakit autoimun yang tidak bisa dipastikan kapan akan terjadi remisi. Evaluasi

pengobatan paling tidak dilakukan sekali/bulan untuk menilai perkembangan klinis dan

biokimia guna menentukan dosis obat selanjutnya. Dosis dinaikkan dan diturunkan sesuai

respons hingga dosis tertentu yang dapat mencapai keadaan eutiroid. Kemudian dosis

diturunkan perlahan hingga dosis terkecil yang masih mampu mempertahankan keadaan

eutiroid, dan kemudian evaluasi dilakukan tiap 3 bulan hingga tercapai remisi. Remisi

yang menetap dapat diprediksi pada hampir 80% penderita yang diobati dengan Obat

Anti Tiroid bila ditemukan keadaan-keadaan sebagai berikut :

- Terjadi pengecilan kelenjar tiroid seperti keadaan normal.

- Bila keadaan hipertiroidisme dapat dikontrol dengan pemberian Obat Anti Tiroid

dosis rendah.

- Bila TSH-R Ab tidak lagi ditemukan didalam serum.

Parameter biokimia yang digunakan adalah FT-4 (atau FT-3 bila terdapat T-3

toksikosis), karena hormon-hormon itulah yang memberikan efek klinis, sementara kadar

TSH akan tetap rendah, kadang tetap tak terdeteksi, sampai beberapa bulan setelah

keadaan eutiroid tercapai. Sedangkan parameter klinis yang dievaluasi ialah berat badan,

nadi, tekanan darah, kelenjar tiroid, dan mata.

Page 19: hipertiroid

19

b. Obat Golongan Penyekat Beta

Obat golongan penyekat beta, seperti propranolol hidroklorida, sangat

bermanfaat untuk mengendalikan manifestasi klinis tirotoksikosis (hyperadrenergic

state) seperti palpitasi, tremor, cemas, dan intoleransi panas melalui blokadenya pada

reseptor adrenergik. Di samping efek antiadrenergik, obat penyekat beta ini juga

dapat -meskipun sedikit- menurunkan kadar T-3 melalui penghambatannya terhadap

konversi T-4 ke T-3. Dosis awal propranolol umumnya berkisar 80 mg/hari. Di

samping propranolol, terdapat obat baru golongan penyekat beta dengan durasi kerja

lebih panjang, yaitu atenolol, metoprolol dan nadolol. Dosis awal atenolol dan

metoprolol 50 mg/hari dan nadolol 40 mg/hari mempunyai efek serupa dengan

propranolol (Djokomoeljanto,R, 2007).

Pada umumnya obat penyekat beta ditoleransi dengan baik. Beberapa efek

samping yang dapat terjadi antara lain nausea, sakit kepala, insomnia, fatigue, dan

depresi, dan yang lebih jarang terjadi ialah kemerahan, demam, agranulositosis, dan

trombositopenia. Obat golongan penyekat beta ini dikontraindikasikan pada pasien

asma dan gagal jantung, kecuali gagal jantung yang jelas disebabkan oleh fibrilasi

atrium. Obat ini juga dikontraindikasikan pada keadaan bradiaritmia, fenomena

Raynaud dan pada pasien yang sedang dalam terapi penghambat monoamin oksidase.

Umumnya obat anti tiroid lebih bermanfaat pada penderita usia muda dengan

ukuran kelenjar yang kecil dan tirotoksikosis yang ringan. Pengobatan dengan Obat

Anti Tiroid (OAT) mudah dilakukan, aman dan relatif murah, namun jangka waktu

pengobatan lama yaitu 6 bulan sampai 2 tahun bahkan bisa lebih lama lagi.

Kelemahan utama pengobatan dengan OAT adalah angka kekambuhan yang tinggi

setelah pengobatan dihentikan, yaitu berkisar antara 25% sampai 90%. Kekambuhan

dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain dosis, lama pengobatan, kepatuhan

pasien dan asupan yodium dalam makanan. Kadar yodium yang tinggi didalam

makanan menyebabkan kelenjar tiroid kurang sensitif terhadap OAT.

Pemeriksaan laboratorium perlu diulang setiap 3 - 6 bulan untuk memantau

respons terapi, dimana yang paling bermakna adalah pemeriksaan kadar FT4 dan TSH.

Page 20: hipertiroid

20

c. Pembedahan

Tiroidektomi subtotal merupakan terapi pilihan pada penderita dengan struma

yang besar. Sebelum operasi, penderita dipersiapkan dalam keadaan eutiroid dengan

pemberian OAT (biasanya selama 6 minggu). Disamping itu , selama 2 minggu pre

operatif, diberikan larutan Lugol atau potassium iodida, 5 tetes 2 kali sehari, yang

dimaksudkan untuk mengurangi vaskularisasi kelenjar dan mempermudah operasi.

Sampai saat ini masih terdapat silang pendapat mengenai seberapa banyak jaringan

tiroid yangn harus diangkat.

Tiroidektomi total biasanya tidak dianjurkan, kecuali pada pasein dengan

oftalmopati Graves yang progresif dan berat. Namun bila terlalu banyak jaringan

tiroid yang ditinggalkan , dikhawatirkan akan terjadi relaps. Kebanyakan ahli bedah

menyisakan 2-3 gram jaringan tiroid. Walaupun demikan kebanyakan penderita

masih memerlukan suplemen tiroid setelah mengalami tiroidektomi pada penyakit

Graves. Hipoparatiroidisme dan kerusakan nervus laryngeus recurrens merupakan

komplikasi pembedahan yang dapat terjadi pada sekitar 1% kasus.

d. Terapi Yodium Radioaktif

Pengobatan dengan yodium radioaktif (I131) telah dikenal sejak lebih dari 50

tahun yang lalu. Radionuklida I131 akan mengablasi kelenjar tiroid melalui efek

ionisasi partikel beta dengan penetrasi kurang dari 2 mm, menimbulkan iradiasi local

pada sel-sel folikel tiroid tanpa efek yang berarti pada jaringan lain disekitarnya.

Respons inflamasi akan diikuti dengan nekrosis seluler, dan dalam perjalanan waktu

terjadi atrofi dan fibrosis disertai respons inflamasi kronik. Respons yang terjadi

sangat tergantung pada jumlah I131 yang ditangkap dan tingkat radiosensitivitas

kelenjar tiroid. Oleh karena itu mungkin dapat terjadi hipofungsi tiroid dini (dalam

waktu 2-6 bulan) atau lebih lama yaitu setelah 1 tahun. Iodine131 dengan cepat dan

sempurna diabsorpsi melalui saluran cerna untuk kemudian dengan cepat pula

terakumulasi didalam kelenjar tiroid. Berdasarkan pengalaman para ahli ternyata cara

pengobatan ini aman , tidak mengganggu fertilitas, serta tidak bersifat karsinogenik

Page 21: hipertiroid

21

ataupun teratogenik. Tidak ditemukan kelainan pada bayi-bayi yang dilahirkan dari

ibu yang pernah mendapat pengobatan yodium radioaktif.

Yodium radioaktif tidak boleh diberikan pada pasien wanita hamil atau menyusui.

Pada pasien wanita usia produktif, sebelum diberikan yodium radioaktif perlu

dipastikan dulu bahwa yang bersangkutan tidak hamil. Selain kedua keadaan diatas,

tidak ada kontraindikasi absolut pengobatan dengan yodium radioaktif. Pembatasan

umur tidak lagi diberlalukan secara ketat, bahkan ada yang berpendapat bahwa

pengobatan yodium radioaktif merupakan cara terpilih untuk pasien hipertiroidisme

anak dan dewasa muda, karena pada kelompok ini seringkali kambuh dengan OAT.

Cara pengobatan ini aman, mudah dan relatif murah serta sangat jarang kambuh.

Reaksi alergi terhadap yodium radioaktif tidak pernah terjadi karena massa yodium

dalam dosis I131 yang diberikan sangat kecil, hanya 1 mikrogram.

Efek pengobatan baru terlihat setelah 8 – 12 minggu, dan bila perlu terapi dapat

diulang. Selama menunggu efek yodium radioaktif dapat diberikan obat-obat

penyekat beta dan / atau OAT. Respons terhadap pengobatan yodium radioaktif

terutama dipengaruhi oleh besarnya dosis I131 dan beberapa faktor lain seperti faktor

imun, jenis kelamin, ras dan asupan yodium dalam makanan sehari-hari.

Page 22: hipertiroid

22

DAFTAR PUSTAKA

Djokomoeljanto,R. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Kelenjar Tiroid, Hipotiroidisme

dan Hipertiroidsme. Pusat Penerbit FKUI. Jakarta. 2007

Ereschenko, V. Atlas Histologi di Fiore. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta .

2003.

Fauci, Anthony S, et al. Disorder of the Thyroid Gland in Harrison’s Principal of

Internal Medicine,17th.chapter 335 :2233-2247. 2008.

Rani, A. Panduan Pelayanan Medik. Pusat Penerbit Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta. 2009

Sherwood, L .Fisiologi Manusia. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.2001

Snell, Richard. Anatomi Klinik. Penerbit Buku Kedokteran.Jakarta. 2006