hipertensi-emergensi

3
Hipertensi Emergensi Andra Hendriarto 0706258656 PENDAHULUAN Hipertensi emergensi termasuk dalam golongan krisis hipertensi. 1 Menurut klasifikasi JNC VII tahun 2003, pasien dengan tekanan darah sistolik > 180 mmHg atau diastolik > 110 mmHg dimasukkan ke dalam kategori tersebut. 1 Hampir seluruh episode krisis hipertensi berhubungan dengan tekanan darah diastolik > 120 mmHg. 2 Hanya sebagian kecil pasien dengan hipertensi yang datang dengan krisis hipertensi, sekitar 1-2%. 1,3 KLASIFIKASI Krisis hipertensi dimasukkan ke dalam hipertensi emergensi bila terdapat kerusakan organ target, sebaliknya pada urgensi. 1 Sumber lain membagi menjadi tiga kategori, yaitu hipertensi berat, urgensi, dan emergensi. Seorang pasien dikatakan hipertensi berat bila tekanan darah melebihi 180/110 tanpa gejala selain nyeri kepala ringan atau sedang, dan tidak ditemukan tanda-tanda kerusakan target organ. Hipertensi urgensi ditemukan bila tekanan darah melebihi 180/110 dengan gejala signifikan seperti nyeri kepala berat atau sesak, tanpa atau dengan sedikit kerusakan target organ. Hipertensi emergensi ditemukan bila tekanan darah sangat tinggi (dapat mencapai 220/140) dengan adanya tanda-tanda disfungsi organ yang mengancam nyawa. 3 Selain itu, ada istilah lama yaitu hipertensi maligna, dimana tekanan darah tinggi disertai papilledema (retinopati grade IV). Klasifikasi yang umum dipakai adalah klasifikasi pertama, yaitu hipertensi emergensi dan urgensi saja. Membedakan kedua kondisi tersebut penting dalam hal tatalaksana. Pada pasien dengan hipertensi urgensi, tekanan darah perlu diturunkan dalam waktu 24-48 jam, sementara pada hipertensi emergensi tekanan darah diturunkan secepatnya, walaupun tidak sampai kondisi normal. 1 PATOFISIOLOGI Cepatnya kerusakan target organ dan beratnya peningkatan tekanan darah pada saat pasien datang disebabkan oleh kegagalan fungsi autoregulasi normal dan peningkatan mendadak tahanan vaskular perifer. Kondisi tersebut menyebabkan kerusakan endovaskular dengan nekrosis pada arteriol. Peristiwa yang terjadi kemudian yaitu iskemia, deposisi platelet, dan pelepasan zat-zat vasoaktif memperparah kondisi klinis pasien. Pada kondisi normal, perfusi ke jaringan otak, jantung dan ginjal relatif konstan, walaupun terjadi perubahan tekanan darah. Pada kondisi hipertensi berat, kemampuan untuk autoregulasi bergeser ke atas agar tidak terjadi kerusakan akibat tekanan darah berlebihan. Pada kondisi normal dan kondisi autoregulasi bergeser ke atas, ambang batas untuk autoregulasi (ambang batas sebelum terjadi hipoperfusi) adalah sebesar 20-25% dari tekanan darah saat itu. Observasi tersebut menjadi dasar rekomendasi penurunan tekanan darah sebesar 20% pada hipertensi emergensi. 2 Walaupun seluruh pasien dengan hipertensi emergensi datang dengan tekanan darah tinggi, gejala yang dikeluhkan seringkali bervariasi tergantung organ mana yang terpengaruh. Organ terget penting pada hipertensi emergensi yaitu otak, jantung, ginjal, dan uterus gravid. Sebuah studi oleh

Upload: asri-mukti-nanta

Post on 19-Jan-2016

36 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

kardiologi

TRANSCRIPT

Page 1: Hipertensi-Emergensi

Hipertensi Emergensi

Andra Hendriarto 0706258656

PENDAHULUAN

Hipertensi emergensi termasuk dalam golongan krisis hipertensi.1 Menurut klasifikasi JNC VII tahun

2003, pasien dengan tekanan darah sistolik > 180 mmHg atau diastolik > 110 mmHg dimasukkan ke

dalam kategori tersebut.1 Hampir seluruh episode krisis hipertensi berhubungan dengan tekanan

darah diastolik > 120 mmHg.2 Hanya sebagian kecil pasien dengan hipertensi yang datang dengan

krisis hipertensi, sekitar 1-2%.1,3

KLASIFIKASI

Krisis hipertensi dimasukkan ke dalam hipertensi emergensi bila terdapat kerusakan organ target,

sebaliknya pada urgensi.1 Sumber lain membagi menjadi tiga kategori, yaitu hipertensi berat,

urgensi, dan emergensi. Seorang pasien dikatakan hipertensi berat bila tekanan darah melebihi

180/110 tanpa gejala selain nyeri kepala ringan atau sedang, dan tidak ditemukan tanda-tanda

kerusakan target organ. Hipertensi urgensi ditemukan bila tekanan darah melebihi 180/110 dengan

gejala signifikan seperti nyeri kepala berat atau sesak, tanpa atau dengan sedikit kerusakan target

organ. Hipertensi emergensi ditemukan bila tekanan darah sangat tinggi (dapat mencapai 220/140)

dengan adanya tanda-tanda disfungsi organ yang mengancam nyawa.3 Selain itu, ada istilah lama

yaitu hipertensi maligna, dimana tekanan darah tinggi disertai papilledema (retinopati grade IV).

Klasifikasi yang umum dipakai adalah klasifikasi pertama, yaitu hipertensi emergensi dan urgensi

saja. Membedakan kedua kondisi tersebut penting dalam hal tatalaksana. Pada pasien dengan

hipertensi urgensi, tekanan darah perlu diturunkan dalam waktu 24-48 jam, sementara pada

hipertensi emergensi tekanan darah diturunkan secepatnya, walaupun tidak sampai kondisi normal.1

PATOFISIOLOGI

Cepatnya kerusakan target organ dan beratnya peningkatan tekanan darah pada saat pasien datang

disebabkan oleh kegagalan fungsi autoregulasi normal dan peningkatan mendadak tahanan vaskular

perifer. Kondisi tersebut menyebabkan kerusakan endovaskular dengan nekrosis pada arteriol.

Peristiwa yang terjadi kemudian yaitu iskemia, deposisi platelet, dan pelepasan zat-zat vasoaktif

memperparah kondisi klinis pasien.

Pada kondisi normal, perfusi ke jaringan otak, jantung dan ginjal relatif konstan, walaupun terjadi

perubahan tekanan darah. Pada kondisi hipertensi berat, kemampuan untuk autoregulasi bergeser

ke atas agar tidak terjadi kerusakan akibat tekanan darah berlebihan. Pada kondisi normal dan

kondisi autoregulasi bergeser ke atas, ambang batas untuk autoregulasi (ambang batas sebelum

terjadi hipoperfusi) adalah sebesar 20-25% dari tekanan darah saat itu. Observasi tersebut menjadi

dasar rekomendasi penurunan tekanan darah sebesar 20% pada hipertensi emergensi.2

Walaupun seluruh pasien dengan hipertensi emergensi datang dengan tekanan darah tinggi, gejala

yang dikeluhkan seringkali bervariasi tergantung organ mana yang terpengaruh. Organ terget

penting pada hipertensi emergensi yaitu otak, jantung, ginjal, dan uterus gravid. Sebuah studi oleh

Page 2: Hipertensi-Emergensi

Zampaglione et al menyebutkan bahwa pada 83% kasus terjadi kerusakan satu target organ, 14%

pada dua organ, dan 3% pada tiga organ atau lebih.1,2 Tabel 1 menunjukkan prevalensi kerusakan

masing-masing target organ.

Tabel 1. Prevalensi kerusakan target organ2

EVALUASI

Evaluasi awal krisis hipertensi cukup dilakukan dengan runut. Anamnesis dan pemeriksaan fisis dapat

menunjukkan organ mana yang mengalami gangguan. Pemeriksaan tekanan darah harus dilakukan

dengan manset yang sesuai. Begitu pula nadi diperiksa pada keempat ekstremitas, auskultasi paru

untuk mencari edema paru, auskutasi jantung untuk mencari murmur/gallop, auskultasi arteri

renalis untuk mencari bruit dan pemeriksaan neurologis serta funduskopi.

Setelah pemeriksaan fisik dapat dilakukan pemeriksaan EKG atau kimia klinik yang sesuai. Foto

Rontgen thorax dapat dilakukan untuk menilai volume darah dan ukuran jantung serta penapisan

awal terjadinya diseksi aorta akut. Pasien diseksi aorta akut datang dengan gejala nyeri dada berat

atau menyayat atau nyeri abdomen terutama menjalar ke punggung, dapat dilakukan pemeriksaan

CT dengan kontras. Akan tetapi, fungsi ginjal perlu diperhatikan mengingat ginjal juga merupakan

organ target hipertensi emergensi. Pada pasien dengan keluhan neurologis yang dicurigai berasal

dari otak, CT tanpa kontras dapat dilakukan.2

PENATALAKSANAAN

Setelah mendapatkan kecurigaan adanya kerusakan target organ, terapi harus diberikan secepatnya

dengan beberapa prinsip:

1. Inisiasi terapi dengan obat yang tersedia, walaupun evaluasi menyeluruh belum selesai.

2. Pastikan staf medis familiar rentang dosis, teknik pemberian, pengawasan tekanan darah, dan

efek samping pemberian obat.

3. Perhatikan aspek praktis pemberian terapi. Pasien yang perlu ditransport ke beberapa tempat

untuk evaluasi radiologi, ICU, cath lab, dan kamar operasi menyulitkan dalam pemberian infus

secara kontinyu.

4. Ingat prinsip primum non no cere, jangan membuat organ yang sudah hipoperfusi menjadi lebih

berat, cegah perubahan tekanan darah naik-turun agar fungi autoregulasi dapat berjalan.

Page 3: Hipertensi-Emergensi

Pengobatan hipertensi emergensi perlu mempertimbangkan kerusakan organ target sehingga obat

yang diberikan spesifik untuk organ target yang mengalami kerusakan. Tabel 2 menunjukkan obat

untuk masing-masing kondisi.

Tabel 2. Kerusakan organ target dan terapi yang sesuai.1

Pemberian obat dalam penanganan hipertensi emergensi perlu dilakukan dengan cermat dan

dengan dosis yang sesuai. Pemantauan terhadap kondisi klinis, tekanan darah, dan efek samping

obat yang mungkin timbul harus dilakukan secara berkala. Pada tabel 3 ditunjukkan cara pemberian

obat, dosis, dan efek samping yang mungkin timbul.

Tabel 3. Obat antihipertensi, dosis dan efek samping yang mungkin timbul.1

REFERENSI

1. Marik PE, Varon J. Hypertensive crisis: challenges and management. Chest 2007;131:1949-62.

2. Flanigan JS, Vitberg D. Hypertensive emergency and severe hypertension: what to treat, who to

treat and how to treat. Med Clin N Am 2006;90:439-51.

3. Hebert CJ. Vidt DG. Hypertensive crises. Prim Care Clin Office Pract 2008:35:475-87.