hipermetropia keren

17
HIPERMETROPIA PEMBIMBING Dr. Erin Arsianti, Sp.M, M.Sc Wiliam Alexander Setiawan 112013247 Clement Tirta 112014077 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA RUMAH SAKIT MATA DR. YAP

Upload: william-alexander

Post on 16-Dec-2015

42 views

Category:

Documents


13 download

DESCRIPTION

lala

TRANSCRIPT

HIPERMETROPIA

PEMBIMBINGDr. Erin Arsianti, Sp.M, M.Sc

Wiliam Alexander Setiawan112013247Clement Tirta112014077

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANARUMAH SAKIT MATA DR. YAPKEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATAPERIODE 13 JULI 2015 15 AGUSTUS 2015JOGJAKARTAPENDAHULUANKelainan refraksi adalah keadaan dimana bayangan tegas tidak dibentuk pada retina (makula lutea atau bintik kuning). Pada kelainan refraksi terjadi ketidak seimbangan sistem optik pada mata sehingga menghasilkan bayangan yang kabur. Pada mata normal kornea dan lensa membelokkan sinar pada titik fokus yang tepat pada sentral retina. Keadaan ini memerlukan susunan kornea dan lensa yang sesuai dengan panjangnya bola mata. Pada kelainan refraksi sinar tidak dibiaskan tepat pada bintik kuning, akan tetapi dapat di depan atau di belakang bintik kuning dan malahan tidak terletak pada satu titik yang tajam. Kelainan refraksi dikenal dalam bentuk miopia, hipermetropia, astigmat, dan presbiopi.1Hipermetropia adalah keadaan mata yang tidak berakomodasi memfokuskan bayangan di belakang retina. Hipermetropia terjadi jika kekuatan yang tidak sesuai antara panjang bola mata dan kekuatan pembiasan kornea dan lensa lemah sehingga titik fokus sinar terletak di belakang retina. Hal ini dapat disebabkan oleh penurunan panjang sumbu bola mata (hipermetropia aksial), penurunan indeks bias refraktif (hipermetropia refraktif), seperti afakia (tidak mempunyai lensa).1DEFINISIHipermetropia adalah kelainan refraksi dimana dalam keadaan tidak berakomodasi, semua sinar sejajar yang datang dari benda-benda pada jarak tak hingga dibiaskan dibelakang retina dan sinar divergen yang datang dari benda-benda pada jarak difokuskan (secara imajiner) lebih jauh lagi dibelakang retina. Hal ini dapat disebabkan oleh penurunan panjang sumbu bola mata (hipermetropia aksial), penurunan indeks bias refraktif (hipermetropia refraktif), seperti afakia (tidak mempunyai lensa).2ANATOMI DAN FISIOLOGI PENGLIHATANMata dapat dianggap sebagai kamera yang mempunyai kemampuan menghasilkan bayangan yang di biaskan melalui media refraksi yaitu kornea, akuos humor, sistem diafragma yang dapat berubah-ubah (pupil), lensa, dan korpus vitreus sehingga menghasilkan bayangan terbalik yang diterima retina yang dapat disamakan dengan film. Dari retina, akan diteruskan melalui nervus optikus, chiasama optikus, traktus optikus, korpus genikulatum lateral, brodman 17 lobus occipital.1Indeks bias media refrakta memiliki nilai sendiri-sendiri. Kornea (n=1,33) merupakan permukaan cembung sistem lensa sehingga dapat mengumpulkan cahaya. Humor aquous (n=1,33) dengan indeks bias sama dengan kornea, sehingga cahaya dapat dari kornea diteruskan begitu saja. Lensa (n=1,42) menyebabkan cahaya lebih difokuskan lagi, badan kaca, memiliki indeks bias lebih kecil daripada lensa sehingga cahaya kembali sedikit disebarkan. Dengan demikian biasa dikatakan bahwa kekuatan refraksi mata dapat diwakili oleh kornea yang bersifat lensa cembung dengan kekuatan 42 dioptri. Kornea memiliki daya refraksi yang paling besar. Dengan demikian jika kornea rusak, hampir bisa dipastikan visus orang tersebut bakal menurun sampai buta. Sifat bayangan terbentuk di retina bersifat nyata, terbalik, diperkecil, hitam, dan dua dimensi. Namun demikian, setelah impuls dibawa oleh nervus optikus, bayangann yang dipersepsi di pusat penglihatan di otak tetap tegak, ukurannya sama, berwarna, dan tiga dimensi.1Media refraksi yang sudah disebutkan di atas merupakan satu kesatuan, jadi tidak ada pemisah antara media refrakta yang satu dengan media dibelakang atau didepannya. Kekuatan refraksi terpusat di korena sebesar 42 dioptri. Pada mata normal, apabila kita sedang melihat benda degan jarak tak terhingga (>6 m) maka bayangan akan jatuh tepat di retina (makula lutea). Jarak antara titik tengah dan makula lutea adalah 2,4 cm, jadi fokusnya 2,4 cm. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada emetropia aksis mata adalah 24 mm, fokus di retina, sehingga bayangan jelas saat melihat jauh. Pada miopia panjang aksisnya lebih dari 24 mm, fokus jatuh di depan retina sehingga cahaya sampai di retina sudah menebar, dan bayangan retina kabbur saat melihat jauh. Sedangkan hiperopia dimana aksis mata kurang 24 mm, fokus jatuh di belaang retina dan cahaya sampai di retina belum terfokus, dan bayangan reina kabur saat melihat jauh.1FISIOLOGI AKOMODASIAkomodasi merupakan suatu proses ketika ensa mengubah fokus untuk melihat benda dekat. Pada proses terjadi perubahan bentuk lensa yang dihasilkan oleh kinerja otot siliaris pada serabut zonular. Kelenturan lensa paing tinggi dijumpai pada usia anak-anak dan dewasa muda, dan semakin menurun dengan bertambahnya usia. Ketika lensa berakomodasi, kekuatan refraksi akan bertambah. Perubahan kekuatan refraksi yang diakibatkan oleh akomodasi disebut sebagai amplitudo akomodasi, dalam hal ini amplitudo juga semakin berkurang dengan bertambahnya usia, penggunaan obat, dan pada beberaapa penyakit. Remaja pada umumnya memiliki amplitudo akomodasi sebesar 12-16 dioptri, sedangkan orang dewasa pada umur 40 tahun memiliki amplitudo sebesar 4-8 dioptri, dan bahkan kurang dari 2 dioptri pada usia diatas 50 tahun.2Menurut teori klasik yang diajukan Von Helmholtz, sebagian besar perubahan akomodatif bentuk lensa terjadi pada permukaan depan lensa bagian sentral, karena memiliki ketebalan lebih tipis dibanding dengan bagian perifer dan letak serabut zonular anterior yang ebih dekat dengan serabut zonular posterior. Proses akomodasi terjadi ketika otot siliaris berkontraksi dan merelaksasikan serabut zonular sehingga mengakibatkan lensa menjadi lebih sferis. Akomodasi dapat distimulasi oleh objek pada ukuran dan jarak tertentu, atau oleh suasana remang-remang, dan aberasi kromatis. Proses akomodasi dimediasi oleh serabut parasimpatis nervus okulomotor (n.kranial III).3Menurut teori Tschernig mengatakan bahwa apabila mm.Siliaris berkontraksi, maka iris dan korpus siliaris digerakan ke belakang atas, sehingga zonula zinnii menjadi tegang, bagian perifer lensa juga menjadi tegang sedangkan bagian tengahnya didorong ke sentral dan menjadi cembung.4Berkaitan dengan akomodasi, penting bagi kita memahami apa yang dimaksud dengan punctum remotum dan punctum proksikum. Punctum remotum adalah titik yang terjauh yang dapat dilihat dengan nyata tanpa akomodasi. Sedangkan punctum proksikum adalah titik terdekat yang dapat dilihat dengan nyata tanpa akomodasi.1,3ETIOLOGISeperti yang telah dituliskan di atas, penyebab timbulnya hipermetropi ini diakibatkan oleh empat hal yaitu:1,21. Sumbu utama bola mata yang terlalu pendekHipermetropia jenis ini disebut juga Hipermetropi Axial. Hipermetropi Axial ini dapat disebabkan oleh Mikropthalmia, Retinitis Sentralis, ataupun Ablasio Retina (lapisan retina lepas lari ke depan sehingga titik fokus cahaya tidak tepat dibiaskan).2. Daya pembiasan bola mata yang terlalu lemahHipermetopia jenis ini disebut juga Hipermetropi Refraksi. Dimana dapat terjadi gangguan-gangguan refraksi pada kornea, aqueus humor, lensa, dan vitreus humor. Gangguan yang dapat menyebabkan hipermetropia refraksi ini adalah perubahan pada komposisi kornea dan lensa sehingga kekuatan refraksinya menurun dan perubahan pada komposisi aqueus humor dan vitreus humor (misal pada penderita Diabetes Mellitus, hipermetropia dapat terjadi bila kadar gula darah di bawah normal, yang juga dapat mempengaruhi komposisi aueus dan vitreus humor tersebut).3. Kelengkungan kornea dan lensa tidak adekuatHipermetropia jenis ini disebut juga hipermetropi kurvatura. Dimana kelengkungan dari kornea ataupun lensa berkurang sehingga bayangan difokuskan di belakang retina.4. Perubahan posisi lensaDalam hal ini didapati pergeseran posisi lensa menjadi lebih posterior sehingga bayangan jatuh dibelakang retina.PATOFISIOLOGISinar sejajar yang datang dari benda-benda pada jarak tak terhinga dibiaskan dibelakang retina dan sinar divergen yang datang dari benda-benda pada jarak dekat difokuskan (secara imajiner) lebih jauh lagi dibelakang retina. Fokus jatuh di belakang retina (secara imajiner) dan cahaya sampai di retina belum terfokus (prefocus), dan bayangan di retina kabur saat melihat jauh.1,5

Gambar 1. Anatomi Bola Mata

PEMERIKSAAN FISIKVisus dan Kartu SnellenVisus adalah perbandingan jarak seseorang terhadap huruf optotip snellen yang masih bisa ia lihat jelas dengan jarak seharusnya yang bisa dilihat mata normal. Baik buruknya visus ditentukan oleh alat optic, sel-sel reseptor cahaya di retina, lintasan visual dan pusat penglihatan serta pusat kesadaran. Fakta empiris ini menunjukkan bahwa mata kita bisa melihat sesuatu pada jarak tertentu, jari bisa dilihat jelas sehingga jarak 60 meter, lambaian tangan hingga 300 meter dan cahaya jauh tak terhingga.1Dahulu Profesor Hermann Snellen dari Belanda menciptakan alat uji penglihatan jauh yang sekarang dikenal dengan optotip snellen atau kartu snellen. Kartu ini berupa huruf atau angka yang disusun berdasarkan daya pisah konus di retina. Dua titik yang terpisah dapat dibedakan oleh mata dengan syarat 2 konus yang diselingi 1 konus harus terangsang. Lebar 1 konus adalah 2 mikron, berarti jaraknya adalah 4 mikron. Kalau sinar yang datang ke retina dipantulkan lagi oleh 2 konus yang diselingi 1 konus keluar bola mata, maka sinar ini akan berpotongan tepat di belakang lensa (titik nodus pada mata skematik, titik ini adalah titik pusat kelengkungan kornea) dan membentuk sudut sekitar 1 menit. Apabila sinar yang berpotongan ini diperpanjang ke depan di depan pengamat, maka pada jarak 60 meter, jarak kedua sinar tadi adalah sama dengan diameter jari telunjuk (1,8 cm). Apabila terus diperpanjang 300 meter di depan mata, maka jarak kedua sinar tadi sama dengan diameter tangan (9 cm).5Diameter jari ini kemudian diturunkan dalam bentuk angka atau huruf sebagai patokan digunakan huruf E. Diameter jari telunjuk ini sesuai dengan lebar balok huruf Snellen yang paling besar (paling atas) yaitu 1,8 cm. Huruf Snellen ini semestinya diletakkan 60 meter di depan pasien. Karena ruang pemeriksaan tidaklah sebesar lapangan sepakbola, supaya mudah dibuat jarak 6 meter, dan huruf E nya diperkecil jadi 1,8 mm. Kalau pasien bisa melihat huruf ini, dikatakan visusnya 6/6. Kalau pasien hanya bisa melihat huruf yang paling atas, visusnya dikatakn 6/60. Untuk keperluan pengukuran visus yang besarnya 6/60 sampai 6/6, maka dibuatlah urutan huruf Snellen. Walaupun demikian, dari perhitungan terbaru ternyata ditemukan bahwa ukuran konus kurang dari 2 m dan basilus hanya 1 m, sehingga daya pisah terbaik bukan 1 menit namun bisa sampai 0,5 menit. Dengan demikian visus terbaik yang bisa dicapai mata adalah 6/3. Namun patokan visus terbaik 6/6 masih tetap dipakai.1,5Kalau huruf paling atas tidak dapat dibaca, maka pasien diminta untuk menghitung jari pada jarak 5 meter, 4 meter, 3 meter, 2meter, 1 meter dan visusnya masing-masing dikatakan 5/60, 4/60, 3/60, 2/60, 1/60. Apabila pasien tidak bisa melihat jari pada jarak 1 meter, maka digunakan lambaian tangan pada jarak 1 meter. Apabila pasien bisa melihat arah gerakan tangan dikatakan visusnya 1/300. Kalau masih tidak bisa juga, digunakan rangsang cahaya senter pada jarak 1 meter. Kalau bisa melihat, dikatakan visusnya 1/, tapi kalau tidak bisa melihat apa-apa, maka visusnya nol atau buta. Untuk pasien yang tidak bisa membaca, digunakan optotipe Snellem bertuliskan huruf E (E-chart) dengan berbagai posisi kaki huruf E (atas, bawah, kanan, kiri). Pasien diminta menunjukkan arah kaki huruf E dengan jari tangannya.1,5

1. Visus 1/60 disebut juga FC=1 atau CF1 (counting finger)2. Visus 1/300 disebut juga HM=1 (hand movement atau hand motion)3. Visus 1/ disebut juga LP (light perception)4. Visus 0 disebut juga NLP (no light perception)

Gambar 2. Snellen ChartJaeger ChartPemeriksaan ini digunakan untuk menilai kemampuan melihat jarak dekat. Hipermetropia mengalami gangguan pada jarak dekat sehingga harus diukur berapa besar visus untuk jarak dekatnya. Pasien diminta untuk membaca jaeger chart dengan jarak baca normal sampai tidak mampu membaca lagi karena lensa sudah akomodasi maksimal.1,2,5

Gambar 3. Jaeger Chart

KLASIFIKASIHipermetropia ManifesHipermetropia manifes adalah hipermetropia yang dapat dikoreksi dengan kacamata positif maksimal yang memberikan tajam penglihatan normal. Hipermetropia ini terdiri atas hipermetropia absolut ditambah dengan hipermetropia fakultatif. Hipermetropia manifes didapatkan tanpa siklopegik dan hipermetropia yang dapat dilihat dengan koreksi kacamata yang maksimal.1,2Hipermetropia AbsolutDimana kelainan refraksi tidak diimbangi dengan akomodasi dan memerlukan kacamata positif untuk melihat jauh. Biasanya hipermetropia laten yang ada berakhir dengan hipermetropia absolut ini. Hipermetropia manifes yang tidak memakai tenaga akomodasi sama sekali disebut sebagai hipermetropia absolut, sehingga jumlah hipermatropia fakultatif dengan hipermetropia absolut adalah hipermetropia manifes.1,2Hipermetropia FakultatifDimana kelainan hipermetropia dapat diimbangi dengan akomodasi ataupun dengan kaca mata positif. Pasien yang hanya mempunyai hipermetropia fakultatif akan melihat normal tanpa kaca mata yang bila diberikan kaca mata positif yang memberikan penglihatan normal maka otot akomodasinya akan mendapatkan istrahat. Hipermetropia manifes yang masih memakai tenaga akomodasi disebut sebagai hipermetropia fakultatif.1,2Hipermetropia LatenDimana kelainan hipermetropia tanpa siklopegi (atau dengan obat yang melemahkan akomodasi) diimbangi seluruhnya dengan akomodasi. Hipermetropia laten hanya dapat diukur bila siklopegia. Makin muda makin besar komponen hipermetropi laten seseorang. Makin tua seseorang akan terjadi kelemahan akomodasi sehingga hipermetropia laten menjadi hipermetropia fakultatif dan kemudian akan menjadi hipermetropia absolut. Hipermetropia laten sehari-hari diatasi pasien dengan akomodasi terus menerus, terutama bila pasien masih muda dan daya akomodasinya masih kuat.1,2Hipermetropia TotalHipermetropia yang ukurannya didapatkan sesudah diberikan siklopegia.1,2

GEJALA KLINIS1,31. Sakit kepala frontal, memburuk pada waktu mulai timbul gejala hipermetropia dan makin memburuk sepanjang penggunaan mata dekat.2. Penglihatan tidak nyaman (asthenopia) ketika pasien harus focus pada suatu jarak tertentu untuk waktu yang lama, misalnya menonton pertandingan baseball. Akomodasi akan lebih cepat lelah ketika terpaku pada suatu level tertentu dari ketegangan.3. Penglihatan dekat dan jauh kabur dengan kelainan refraksi tinggi dari 3- 4D atau pada pasien yang lebih tua, dengan penurunan amplitudo akomodasi.4. Penglihatan dekat kabur pada usia muda dibandingkan dengan emmetropia, misalnya pada usia diakhir 30-an. Makin memburuk apabila pasien lelah, cetakan kurang jelas atau kondisi penerangan kurang optimal.5. Sensitifitas terhadap cahaya, merupakan hal yang umum pada hipermetropia yang etiologinya tidak diketahui dan sembuh hanya dengan mengoreksi hipermetropianya tanpa perlu mewarnai lensa.6. Penglihatan kabur tiba-tiba secara sebentar-sebentar disebabkan oleh spasme akomodasi yang dapat menyebabkan pseudomyopia. Penglihatan jelas dengan lensa minus. Spasme akomodasi yang dapat dideteksi dengan siklolegia refraksi yang mana dapat menampakkan hipermetropia paling rendah.PENATALAKSANAANKoreksi OptikalHipermetropia dikoreksi dengan kacamata berlensa plus (konveks) atau dengan lensakontak. Pada anak kecil dengan kelainan berderajat rendah yang tidak menunjukan gejala sakit kepala dan keluhan lainnya, tidak perlu diberi kacamata. Hanya orang-orang yang derajat hipermetropianya berat dengan atau tanpa disertai mata juling dianjurkan menggunakan kacamata. Pada anak-anak dengan mata juling ke dalam (esotropia) yang disertai hipermetropia, diharuskan memakai kacamata berlensa positif. Karena kacamata berlensa plus ini amat bermanfaat untuk menurunkan rangsangan pada otot-otot yang menarik bolamata juling ke dalam. Biasanya sangat memuaskan apabila power yang lebih tipis (1 D) daripada total fakultatif dan absolute hipermetropia yang diberikan kepada pasien dengan tidak ada ketidak seimbangan otot ekstraokular. Jika ada akomodatif esotropia (convergence), koreksi penuh harus diberikan. Pada esotroria, hipermetropianya harus dikoreksi dengan 1-2D. Jika keseluruhan refraksi manifest kecil, misalnya 1 D atau kurang, koreksi diberikan apabila pasien memiliki gejala-gejala.1,2Terapi PenglihatanTerapi ini efektif pada pengobatan gangguan akomodasi dan disfungsi binokuler akibat dari hipermetropia. Respon akomodasi habitual pasien dengan hipermetropia tidak akan memberi respon terhadap koreksi dengan lensa, sehingga membutuhkan terapi penglihatan untuk mengurangi gangguan akomodasi tersebut.2Merubah Kebiasaan PasienModifikasi yang dapat dilakukan adalah pengunaan cahaya yang cukup dalam aktivitas, menjaga kualitas kebersihan mata dan apabila pasien adalah pengguna komputer sebaiknya menggunakan komputer dengan kondisi ergonomis.2Bedah RefraksiTerapi pembedahan refraksi saat ini sedang dalam perkembangan Terapi pembedahan yang mungkin dilakukan adalah Holium Yag laser thermal keratoplasty, Automated Lamellar Keratoplasty, Spiral Hexagonal Keratotomy, Excimer Laser dan ekstraksi lensa diganti dengan Intra Oculer Lens. Akan tetapi pembedahan masih jarang digunakan sebagai terapi terhadap hipermetropia.1KOMPLIKASI3,41. Infeksi PalpebraBlepharitis atau chalazion dapat timbul, kemungkinan infeksi yang terjadi akibat mengososk-gosok mata, yang mana sering dilakukan untuk menghilangkan fatique dan kelelahan.2. Strabismismus convergen akomodatif dapat timbul pada anak (biasanya pada usia 2 3 tahun) akibat pemakaian akomodasi yang berlebihan.3. Amblyopia dapat timbul dalam beberapa kasus. Biasanya anisometropia, strabismus atau ametropia (terlihat pada anak-anak dengan bilateral hypermetropia yang tinggi yang tidak dikoreksi).

PROGNOSISDubia ad bonam. Karena pada hipermetropia dapat dilakukan koreksi menggunakan kacamata lensa cembung. Koreksi ini harus cepat dilakukan sehingga tidak menimbulkan komplikasi lebih lanjut seperti infeksi palpebral, strabismus converge akomodatif, dan amblyopia.6KESIMPULANHipermetropia adalah kelainan refraksi dimana dalam keadaan tidak berakomodasi, semua sinar sejajar yang datang dari benda-benda pada jarak tak hingga dibiaskan dibeakang retina dan sinar divergen yang datang dari benda-benda pada jarak difokuskan (secara imajiner) lebih jauh lagi dibelakang retina. Hal ini dapat disebabkan oleh penurunan panjang sumbu bola mata (hipermetropia aksial), penurunan indeks bias refraktif (hipermetropia refraktif), seperti afakia (tidak mempunyai lensa). Koreksi hipermetropia menggunakan kacamata lensa cembung. Komplikasi yang sering terjadi adalah infeksi palpebral, strabismus converge akomodatif, dan amblyopia.DAFTAR PUSTAKA1. Suhardjo SU, Hartono, et al. Ilmu kesehatan mata. Edisi ke-2. Yogyakarta: FK UGM; 2012.2. Khurana AK. Comprehensive ophthalmology. Edisi ke-4. New Delhi: New Age Publishers; 2007.3. Sehu KW, Lee WR. Opthalmic pathology. USA: Blackwell Publisher; 2005.4. Scholte T, Rohrbach J, Grueb M, Mielke J. Pocket atlas of ophthalmology. New York: Thieme; 2006.5. Crick, Khaw. A textbook of clinical ophthalmology. Edisi ke-3. USA: World Scientific; 2003.6. Sowka JW, Gurwood AS, Kabat AG. The handbook of ocular disease management. Edisi ke-11. USA: Jobson Publication; 2009.HipermetropiaKepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata 11