hijauan makanan ternak
DESCRIPTION
Tugas ilmu pakan dan nutrisi hewanTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Produktivitas ternak dipengaruhi oleh faktor lingkungan sampai 70%
dan faktor genetik hanya sekitar 30%. Diantara faktor lingkungan tersebut,
aspek pakan mempunyai pengaruh paling besar yaitu sekitar 60%. Hal ini
menunjukkan bahwa walaupun potensi genetik ternak tinggi, namun apabila
pemberian pakan tidak memenuhi persyaratan kuantitas dan kualitas, maka
produksi yang tinggi tidak akan tercapai. Di samping pengaruhnya yang besar
terhadap produktivitas ternak, faktor pakan juga merupakan biaya produksi
yang terbesar dalam usaha peternakan. Biaya pakan ini dapat mencapai 60-
80% dari keseluruhan biaya produksi.
Hijauan makanan ternak (HMT) merupakan salah satu bahan makanan
ternak yang sangat diperlukan dan besar manfaatnya bagi kehidupan dan
kelangsungan populasi ternak. Oleh karenanya, hijauan makanan ternak
sebagai salah satu bahan makanan merupakan dasar utama untuk mendukung
produksi ternak terutama ternak ruminansia yang setiap harinya
membutuhkan cukup banyak hijauan pakan ternak.
Pakan hijauan adalah bahan yang berfungsi sebagai sumber serat atau
sekaligus sebagai sumber vitamin. Untuk memperoleh HMT pada umumnya
peternak mencari di lapangan yang ketersediaannya tergantung pada musim.
Di samping itu peternak juga melakukan penanaman HMT terutama yang
memiliki jumlah ternak banyak sehingga tidak hanya mengandalkan
pencarian di alam. HMT bisa berupa hijauan segar yang terdiri dari rumput
dan daun-daunan. Limbah pertanian mempunyai potensi yang besar untuk
dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Limbah pertanian ini dapat berupa jerami
padi, jerami jagung/tebon, kulit kedelai dan limbah kacang tanah.
Pada saat terjadi musim kemarau, peternak merasa kewalahan dalam
mencari hijauan sebagai bahan pakan ternak ruminansia disebabkan
1
menurunnya produksi hijauan pada saat tersebut. Untuk mengatasi masalah
tersebut, peternak diharapkan dapat mengelola HMT dan limbah pertanian
pada saat produksi berlebihan seperti musim panen, misalnya dengan
pengawetan. Teknologi pakan ternak ruminansia meliputi kegiatan
pengolahan bahan pakan yang bertujuan meningkatkan kualitas nutrisi,
meningkatkan daya cerna dan memperpanjang masa simpan. Sering juga
dilakukan dengan tujuan untuk mengubah limbah pertanian yang kurang
berguna menjadi produk yang berdaya guna. Pengolahan bahan pakan yang
dilakukan secara fisik (pemotongan rumput sebelum diberikan pada ternak)
akan memberi kemudahan bagi ternak yang mengkonsumsinya. Beberapa
teknologi untuk mengawetkan HMT yang sudah banyak dikembangkan dan
disosialisasikan kepada peternak antara lain silase, fermentasi, amoniasi dan
hay. Teknologi ini sangat sederhana karena menggunakan bahan-bahan yang
mudah diperoleh dan tidak mahal sehingga tidak memberatkan peternak.
Peternak juga mudah memahami dan menerapkan pada ternaknya. Dengan
teknologi ini diharapkan mampu mengatasi permasalahan pengadaan bahan
pakan hijauan karena tersedia sepanjang tahun dengan kualitas yang baik
Untuk mengetahui hal-hal tersebut secara mendalam perlu pembelajaran
yang lebih lanjut. Hal inilah yang melatar belakangi pembuatan paper ini.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah yang muncul
sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan Raillietinosis?
2. Bagaimana klasifikasi Raillietina spp. beserta ciri-ciri morfologi, hospes
terinfeksi, predileksi, dan juga cara penularannya?
3. Bagaimana siklus hidup Raillietina spp?
4. Bagaimana patogenesa dan gejala klinis hewan yang terinfeksi Raillietina
spp?
5. Bagaimana diagnose dan pengobatan Raillietiniosis?
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan paper ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk dapat memahami dan menjelaskan pengertian dari Raillietiniosis.
2
2. Untuk dapat memahami dan menjelaskan klasifikasi Raillietina spp.
beserta ciri-ciri morfologi, hospes terinfeksi, predileksi, dan juga cara
penularannya.
3. Untuk dapat memahami dan menjelaskan siklus hidup Raillietina spp.
4. Untuk dapat memahami dan menjelaskan patogenesa dan gejala klinis
hewan yang terinfeksi Raillietina spp.
5. Untuk dapat memahami dan menjelaskan diagnose dan pengobatan
Raillietiniosis.
1.4 Manfaat Penulisan
Adapun manfaat dari penulisan paper ini adalah sebagai berikut:
1. Melalui paper ini diharapkan kalangan mahasiswa Universitas Udayana,
khususnya Kedokteran Hewan memiliki wawasan lebih mengenai
Cestidiosis yang menyerang ayam khususnya Raillietiniosis.
2. Hasil tugas ini dapat menjadi arsip yang dapat membantu untuk
mengerjakan tugas yang berhubungan dengan Raillietiniosis.
3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Raillietiniosis
Raillietiniosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh Raillietina spp.
yang menyerang ayam pada semua umur. Penyebarannya melalui kotoran
ayam yang sakit atau alat-alat yang digunakan. Gejala yang terlihat antara lain
lesu, pucat, kurus dan diikuti dengan sayap yang menggantung serta kondisi
yang berangsur-angsur menurun dan selanjutnya diikuti kematian akibat
komplikasi.
Infeksi Cestoda memiliki tingkat penyebaran lebih luas daripada infeksi
oleh Nematoda dan trematoda. Pada usus ayam buras rata-rata ditemukan
132,27 ekor cacing yang antara lain terdiri dari cacing Cestoda Raillietina spp.
2.2 Peran Hijauan Makanan Ternak bagi Produksi Ternak
Makanan (pakan) sangat berpengaruh pada produksi ternak. Oleh karena
itu, pemberian makanan harus mencukupi kebutuhan ternak, baik untuk hidup
maupun pertumbuhannya. Kekurangan makanan pada musim kemarau
merupakan hal yang sangat umum ditemukan di berbagai daerah. Hal ini
mendorong petani untuk mencari pakan-pakan yang potensial, baik hijauan
makanan yang dibudidayakan maupun yang tumbuh secara alami.
Potensi wilayah dalam menyediakan hijauan makanan ternak dan
kebutuhan untuk mencukupi pakan ternak perlu diketahui agar dapat di
usahakan pemanfaatan sumber daya ijauan secara optimal dengan
memperhatikan kesinambungan penyediaan sepanjang tahun. Makanan ternak
harus mengandung beberapa zat gizi, antara lain energi, protein, mineral,
vitamin, dan air. Zat gizi pada makanan ternak mempunyai beberapa manfaat
bagi ternak, diantaranya sebagai berikut.
1. Memelihara atau mempertahankan tubuh ternak, baik untuk bernapas,
denyut jantung, maupun bergerak di tempat.
4
2. Membangun jaringan tubuh untuk pertumbuhan sehingga ternak menjadi
gemuk.
3. Membangun pertumbuhan janin dalam kandungan induk ternak yang
sedang bunting.
4. Memproduksi air susu pada induk ternak yang baru melahirkan dan sedang
menyusui.
5. Memproduksi tenaga pada ternak yang digunakan untuk kerja.
Gambar 2. Salah satu jenis hijauan makanan ternak
2.3 Kandungan Gizi Hijauan Makanan Ternak
Kandungan gizi makanan ternak sangat tergantung pada bahan hijauan
yang diberikan. Kandungan gizi beberapa jenis makanan yang umum
diberikan kepada ternak adalah sebagai berikut.
a. Rumput Alam (Rumput Lapangan)
Rumput alam adalah rumput yang tumbuh liar di tegalan, semak-semak,
pinggir jalan, pematang, dan sebagainya. Karakteristik rumput alam adalah
tumbuh dengan sendirinya, tidak ditanam dan tidak dipelihara, serta
rendah produksinya. Rumput alam lazim disabit (diarit) oleh para
pemelihara ternak.
Kandungan gizi rumput alam dapat dilihat dalam Tabel 1.
Tabel 1. Kandungan Gzi Rumput Alam
Zat Gizi Kandungan (%) Kandungan dalam 1
kg Segar (g)
Bahan kering 21,60 240,00
Protein 10,20 18,00
Energi (TDN) 52,00 125,00
5
Kalsium (Ca) 0,37 0,89
Fosfor (P) 0,23 0,55
Air 76,00 760,00
Sumber: Kukuh Budi Satoto (1991)
Pada musim kemarau, nilai gizi rumput alam menurun. Oleh karena itu,
pemberian hijauan makanan ternak pada musim kemarau sebaiknya
ditambah dengan hijauan kacang-kacangan atau makanan penguat.
Pengawetan hijauan makanan ternak untuk mengantisipasi kebutuhan
pakan pada musim kekurangan pakan sangat dianjutkan.
Gambar 3. Sapi yang digembalakan hanya memakan rumput alam
b. Rumput Tanam (Rumput Unggul)
Rumput tanam yang sering disebut hijauan atau rumput unggul adalah
rumput yang sengaja dibudidayakan atau ditanam. Karakteristik rumput
unggul adalah produksi dan nilai gizinya tinggi. Jenis rumput yang
banyak dan sengaja ditanam adalah rumput gajah, rumput raja, rumput
bengala, dan lain-lain. Kandungan gizi rumput tanam cukup tinggi
seperti yang disajikan Tabel 2.
Tabel 2. Kandungan Gizi Rumput Tanam
Zat Gizi Kandungan (%) Kandungan dalam 1
kg Segar (g)
Bahan kering 21,60 216,00
Protein 10,20 22,00
Energi (TDN) 52,00 115,00
6
Kalsium (Ca) 0,43 0,93
Fosfor (P) 0,29 0,60
Air 76,40 784,00
Sumber: Kukuh Budi Satoto (1991)
Pada musim kemarau, nilai gizi rumput unggu menurun sehingga ternak
memerlukan makanan tambahan, seperti hijauan kacang-kangan, dedak,
dan sebagainya.
Gambar 4. Hamparan rumput unggul
b.4 Jenis-jenis Hijauan Makanan Ternak
Hijauan adalah bahan pakan vegetative berasal dari tanaman yang terdiri
atas daun, ranting dan batang baik dalam segar maupun sudah diawetkan
(silage dan hay). Peranannya sangat penting bagi ternak ruminansia (sapi,
kerbau, kambing dan domba) baik untuk hidup pokok, pertumbuhan,
produksi maupun untuk reproduksi.
Kebutuhan hijauan sebagai bahan pakan setiap ternak berbeda
sebagaimana tertera pada Tabel 3.
Tabel 3. Kebutuhan Pakan (%) Berbagai Jenis Ternak
Pakan
Ternak
Babi Unggas Sapi Perah Sapi
Potong
Kambing
dan
Domba
Penguat 97,4 95,3 26,2 18,4 6,0
Hijauan 2,6 4,7 73,8 81,6 94,0
Sumber: Susetyo dkk. (1969).
7
Berdasarkan sumbernya hijauan dapat digolongkan dalam 3 golongan
yaitu :
1. Graminae (rumput).
2. Leguminosae (kacang-kacangan).
3. Sisa hasil pertanian.
a. Rumput (Graminae)
Rumput merupakan hijauan pakan yang memiliki ciri perakaran
serabut, bentuk dan dasar sederhana, perakaraan silindris, menyatu dengan
batang, lembar daun terbentuk pada pelepah yang muncul pada buku-buku
(nodus) dan melingkari batang (Soedomo, 1985). Akar utama rumput
terbentuk sesudah perkecambahan dan selama pertumbuhan tanaman muda
(seedling). Akar sekunder berbentuk padat di bawah permukaan tanah
dekat dengan batang dasar (Reksohadiprodjo, 1985).
Rumput sebagai pakan ternak berupa rumput lapang (liar) dan
rumput pertanian. Rumput pertanian disebut juga dengan rumput unggul
merupakan rumput yang sengaja diusahakan dan dikembangkan untuk
persediaan pakan bagi ternak. Rumput unggul ini dibagi menjadi dua jenis
yaitu pertama rumput potongan seperti rumput gajah (Pennisetum
purpureum Schum.), rumput benggala (Pannicum maximum Jacq.),
rumput mexico (Euchlaena mexicana Schrad.), dan Setaria spachelata
Schum. Kedua yaitu rumput gembala seperti Brachiaria brizantha
(Hochst. ex A. Rich.) Stapf., rumput ruzi atau rumput kongo (Brachiaria
ruziziensis R. Germ. and C. M. Evrard), rumput australia (Paspalum
dilatatum Poir.), Brachiaria mutica (Forsk.) Stapf., Cynodon
plectostachyus (K. Schum.) Pilg., rumput pangola (Digitaria decumbens
Stent.), dan Chloris gayana Kunth. (Sudarmono dan Sugeng, 2009).
b. Kacang-kacangan (Leguminasae)
Kacangan merupakan jenis hijauan lain yang digunakan untuk pakan
ternak dari famili Leguminoceae. Gutteridge dan Shelton (1993)
menyatakan bahwa Leguminoceae terdiri lebih dari 1.800 spesies.
Leguminoceae terbagi menjadi tiga subfamili yaitu Papilionoideae,
Mimosoideae, dan Caesalpinioideae (Wojciechowski, 2006).
8
Papilionoideae (Papilionaceae) merupakan subfamilia yang spesiesnya
merupakan tanaman legum makanan manusia dan ternak, sedangkan
Mimosoideae (Mimosaceae) dan Caesalpinioideae (Caesalpiniaceae)
merupakan tanaman legum yang khusus untuk hijauan makanan ternak
(Reksohadiprodjo, 1985).
Rukmana (2005) menyatakan bahwa kacangan dibagi menjadi tiga
kelompok, yaitu kacangan yang tumbuh menjalar, kacangan yang tumbuh
tegak berupa pohon, dan kacangan hasil sisa tanaman pangan. Kacangan
yang tumbuh menjalar digunakan sebagai penutup tanah di perkebunan,
seperti sentro, kalopo, dan kudzu. Kacangan yang tumbuh tegak biasanya
ditanam di tegalan atau pinggir kebun, seperti lamtoro, gamal, kaliandra.
Sedangkan kacangan hasil sisa tanaman pangan merupakan hasil ikutan
dari proses usaha tani seperti kacang tanah dan kacang kedelai.
Legum (kacangan) memiliki kandungan protein yang lebih tinggi
daripada Gramineae. Kandungan protein kacangan (Leguminoceae) lebih
dari 20%, sedangkan rumput kurang dari 10%. Selain kandungan protein
yang tinggi, Leguminoceae mengandung mineral seperti kalsium, fosfor,
magnesium, tembaga dan kobal (Sudarmono dan Sugeng, 2008).
Gutteridge dan Shelton (1993) menyatakan bahwa saat musim kemarau,
jenis kacangan pohon mampu menyediakan hijauan dengan kandungan
protein, mineral dan vitamin yang tinggi.
b.5 Teknologi Pengolahan Hijauan Makanan Ternak
Teknologi pengolahan HMT meliputi kegiatan pengolahan bahan pakan
yang bertujuan meningkatkan kualitas nutrisi, meningkatkan daya cerna dan
memperpanjang masa simpan. Sering juga dilakukan dengan tujuan untuk
mengubah limbah pertanian yang kurang berguna menjadi produk yang
berdaya guna.
Pengolahan bahan pakan yang dilakukan secara fisik (pemotongan
rumput sebelum diberikan pada ternak) akan memberi kemudahan bagi ternak
yang mengkonsumsinya. Pengolahan secara kimiawi (dengan menambah
beberapa bahan kimia pada bahan pakan agar dinding sel tanaman yang
9
semula berstruktur sangat keras berubah menjadi lunak sehingga memudahkan
mikroba yang hidup di dalam rumen untuk mencernanya.
Banyak teknik pengolahan telah dilakukan di negara-negara beriklim
sub-tropis dan tropis, akan tetapi sering menyebabkan pakan menjadi tidak
ekonomis dan masih memerlukan teknik-teknik untuk memodifikasinya,
terutama dalam penerapannya di tingkat peternak.
Beberapa teknik pengolahan bahan pakan yang mudah dilakukan di
lapangan adalah:
a. Pembuatan Hay
Hay adalah tanaman hijauan pakan ternak, berupa
rumput-rumputan/leguminosa yang disimpan dalam bentuk kering
berkadar air: 20-30%. Pembuatan Hay bertujuan untuk menyeragamkan
waktu panen agar tidak mengganggu pertumbuhan pada periode
berikutnya, sebab tanaman yang seragam akan memilik daya cerna yang
lebih tinggi. Tujuan khusus pembuatan Hay adalah agar tanaman hijauan
(pada waktu panen yang berlebihan) dapat disimpan untuk jangka waktu
tertentu sehingga dapat mengatasi kesulitan dalam mendapatkan pakan
hijauan pada musim kemarau.
Ada 2 metode pembuatan Hay yang dapat diterapkan yaitu:
1. Metode Hamparan
Merupakan metode sederhana, dilakukan dengan cara meghamparkan
hijauan yang sudah dipotong di lapangan terbuka di bawah sinar matahari.
Setiap hari hamparan di balik-balik hingga kering. Hay yang dibuat
dengan cara ini biasanya memiliki kadar air: 20 - 30% (tanda: warna
kecoklat-coklatan).
2. Metode Pod
Dilakukan dengan menggunakan semacam rak sebagai tempat menyimpan
hijauan yang telah dijemur selama 1 - 3 hari (kadar air ± 50%). Hijauan
yang akan diolah harus dipanen saat menjelang berbunga (berkadar protein
tinggi, serat kasar dan kandungan air optimal), sehingga hay yang
diperoleh tidak berjamur (tidak berwarna “gosong”) yang akan
menyebabkan turunnya palatabilitas dan kualitas.
10
Gambar 5. Hay
b. Pembuatan Silase
Silase adalah bahan pakan ternak berupa hijauan (rumput-rumputan atau
leguminosa) yang disimpan dalam bentuk segar mengalami proses
ensilase. Pembuatan silase bertujuan mengatasi kekurangan pakan di
musim kemarau atau ketika penggembalaan ternak tidak mungkin
dilakukan.
Prinsip utama pembuatan silase:
1. menghentikan pernafasan dan penguapan sel-sel tanaman.
2. mengubah karbohidrat menjadi asam laktat melalui proses
fermentasi kedap udara.
3. menahan aktivitas enzim dan bakteri pembusuk.
Pembuatan silase pada temperatur 27-35 derajat C., menghasilkan kualitas
yang sangat baik. Hal tersebut dapat diketahui secara
organoleptik, yakni:
1. mempunyai tekstur segar
2. berwarna kehijau-hijauan
3. tidak berbau
4. disukai ternak
5. tidak berjamur
6. tidak menggumpal
Beberapa metode dalam pembuatan silase:
1. Metode Pemotongan Hijauan dipotong-potong dahulu, ukuran 3-5 cm Dimasukkan kedalam lubang galian (silo) beralas plastik
11
Tumpukan hijauan dipadatkan (diinjak-injak) Tutup dengan plastik dan tanah
2. Metode Pencampuran
Hijauan dicampur bahan lain dahulu sebelum dipadatkan (bertujuan untuk mempercepat fermentasi, mencegah tumbuh jamur dan bakteri pembusuk, meningkatkan tekanan osmosis sel-sel hijauan. Bahan campuran dapat berupa: asam-asam organik (asam formiat, asam sulfat, asam klorida, asam propionat), molases/tetes, garam, dedak padi, menir /onggok dengan dosis per ton hijauan sebagai berikut:
asam organik: 4-6kg molases/tetes: 40kg garam : 30kg dedak padi: 40kg menir: 35kg onggok: 30kg
Pemberian bahan tambahan tersebut harus dilakukan secara merata ke seluruh hijauan yang akan diproses. Apabila menggunakan molases/tetes lakukan secara bertahap dengan perbandingan 2 bagian pada tumpukan hijauan di lapisan bawah, 3 bagian pada lapisan tengah dan 5 bagian pada lapisan atas agar terjadi pencampuran yang merata.
3. Metode Pelayuan Hijauan dilayukan dahulu selama 2 hari (kandungan bahan
kering 40% - 50%. Lakukan seperti metode pemotongan
Gambar 6. Silase
c. Amoniasi
12
Amoniasi merupakan proses perlakuan terhadap bahan pakan limbah
pertanian (jerami) dengan penambahan bahan kimia: kaustik soda
(NaOH), sodium hidroksida (KOH) atau urea (CO(NH2) 2. Proses
amoniasi dapat menggunakan urea sebagai bahan kimia agar biayanya
murah serta untuk menghindari polusi. Jumlah urea yang diperlukan dalam
proses amoniasi: 4 kg/100 kg jerami. Bahan lain yang ditambahkan yaitu :
air sebagai pelarut (1 liter air/1 kg jerami).
Gambar 7. Amoniasi
13
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Hijauan pakan merupakan bagian tanaman terutama rumput dan
leguminosa yang digunakan sebagai pakan ternak. Peranannya sangat penting
terutama bagi ternak ruminansia (sapi, kerbau, kambing dan domba) baik
untuk hidup pokok, pertumbuhan, produksi maupun untuk reproduksi.
Kebutuhan hijauan makan ternak (HMT) pada masing-masing ternak berbeda
satu sama lain bergantung pada berat badan, umur, dan lain sebagainya.
Dalam mengatasi kebutuhan hijauan makan ternak pada musim kemarau
pakan hijauan dapat diolah melalui pembuatan hay, pembuatan silase dan
amoniasi.
3.2 Saran
Disarankan bagi masyrakat umum khususnya civitas akademika
kedokteran hewan agar terus mengembangkan teknologi pengolahan hijauan
makanan ternak supaya nantinya bisa menjadi inovasi baru dalam hal pakan
ternak, sehingga peternak tercukupi kebutuhan hijauan makan ternak bagi
ternaknya.
14
DAFTAR PUSTAKA
AAK. 1990. Hijauan Makanan Ternak. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
BIP. 1990. Mengenal Hijauan Makanan Ternak. Balai Informasi Pertanian Jawa
Timur. SurabayaLagman, J. 1985. Embriologi Kedokteran. EGC. Jakarta
Cheng, Y. K. 1984. Breeding of Napier Grass / Pearl Millet Hybrid in Taiwan:
Asian Pasture FFTC. Taiwan. RRC
Crampton and harris, 1969. Applied animal nutrition. Lea & fabiger, Philadelphia.
Edo. Hijauan Makanan Ternak. http://ediskoe.blogspot.com/?expref=next-blog.
2012. Diakses pada tanggal 11 November 2013.
Kartadisastra, H. R. 1997. Penyediaan dan Pengelolaan Pakan Ternak
Ruminansia. Kanisius. Yogyakarta.
Reksohadiprodjo, S. 1985. Produksi Tanaman Hijauan Makanan Ternak Tropik
Edisi Revisi Cetakan ke-1. BPFE. Yogyakarta
Rukmana, R. 2005. Budidaya Rumput Unggul. Kanisius. Yogyakarta
Rukmana, H. R. 2005. Budidaya Rumput Potong. Trubus, Jakarta
Siregar, M. E. 1989. Produksi Hijauan dan Nilai Nutrisi Tiga Jenis
RumputPennisetum dengan Sistem Potong Angkut. Dalam Proceding
Pertemuan Ilmiah Ruminansia Besar. Puslitbang Peternakan. Balitbang
Peternakan. Departemen Pertanian
Soedomo, R 1985. Produksi Tanaman Hijauan Makanan Ternak Tropik. PT
Gramedia, Jakarta
Soegiri, H. S., Ilyas dan Damayanti. 1982. Mengenal Beberapa Jenis Hijauan
Makanan Ternak Daerah Tropik. Direktorat Bina Produksi Pertanian,
Jakarta
15
Sukamto, B. 2006. Ilmu Tanaman Makanan Ternak. Jurusan Nutrisi dan Makanan
Ternak, Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang
Susetyo, S. 1980. Hijauan Makanan Ternak. Direktorat Peternakan Rakyat.
Dirjen Peternakan. Departemen Pertanian. Jakarta
Susilo, Herawati. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. UI Press, Jakarta
Syarief. 1986. Hijauan Makanan Ternak Potong Kerja dan Perah. Kanisius,
Yogyakarta
Widjajanto, D. W. 1992. Pertumbuhan dan Produksi Potong pada Berbagai
Kadar Lengas Tanah. Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro,
Semarang.
16