hidup setelah mati -...

273
HIDUP SETELAH MATI Dialektika Teolog dan Filosof TESIS Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Magister Filsafat Islam Oleh : I S M A I L S O N N Y NIM : 10.2.00.0.091.02.0134 Pembimbing: Prof. Dr. Yunasril Ali, MA. KONSENTRASI FILSAFAT ISLAM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (SPs-UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2014

Upload: ngobao

Post on 30-Apr-2019

298 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

HIDUP SETELAH MATI

Dialektika Teolog dan Filosof

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar

Magister Filsafat Islam

Oleh :

I S M A I L S O N N Y NIM : 10.2.00.0.091.02.0134

Pembimbing:

Prof. Dr. Yunasril Ali, MA.

KONSENTRASI FILSAFAT ISLAM

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

(SPs-UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2014

Page 2: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah
Page 3: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

PERSETUJUAN HASIL UJIAN PENDAHULUAN

Tesis yang berjudul HIDUP SETELAH MATI: Dialektika

Teolog dan Filosof ditulis oleh Ismail Sonny, NIM : 10.2.00.0.091.02.

0134, telah dinyatakan lulus pada ujian Pendahuluan yang

diselenggarakan pada hari Senin, 2 Juni 2014.

Tesis ini telah diperbaiki sesuai saran dan komentar para

penguji sehingga disetujui untuk diajukan ke Ujian Promosi.

Jakarta, 9 Juni 2014

Tim Penguji:

No. Nama Tanda

Tangan Tanggal

1.

Prof. Dr. Suwito, MA (Ketua Sidang/ merangkap penguji)

2.

Prof. Dr. Zainun Kamal, MA (Penguji 1)

3.

Prof. Dr. Abdul Mujib, MSi (Penguji 2)

4.

Prof. Dr. Yunasril Ali, MA (Pembimbing/ merangkap penguji 1)

Page 4: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah
Page 5: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Ismail Sonny

NIM : 10.2.00.091.02.0134

TTL : Jakarta, 21 Oktober 1986

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis yang berjudul HIDUP

SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, adalah benar hasil

karya asli saya, kecuali kutipan yang disebutkan sumbernya. Apabila

terdapat kekeliruan dan kesalahan di dalamnya, maka hal itu

sepenuhnya tanggungjawab saya, yang dapat berakibat pembatalan

gelar akademik saya.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.

Jakarta, 9 Juni 2014

Ismail Sonny

Page 6: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah, Rab alam semesta, atas rahmat dan

karuniaNya penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul HIDUP

SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah satu

syarat untuk meraih gelar magister Sekolah Pascasarjana UIN Jakarta.

Tesis ini mengangkat permasalahan yang menjadi salah satu sebab

pengkafiran filosof (Ibn Si>na>) oleh teolog (al-Ghaza>li>), yaitu pengingkaran

terhadap surga dan neraka beserta perjalanan akhirat material lainnya. Ibn

Si>na> membenturkan akal dengan naqal dengan cara menutup segala skenario

kebangkitan raga, sehingga surga dan neraka merupakan perumpamaan dan

percontohan (al-Tashbi>h wa al-Tamthil) bagi orang awam yang

berpemahaman dangkal. Sementara teolog berusaha menciptakan skenario

kebangkitan raga yang rasional, sehingga pentakwilan ayat-ayat al-Quran

tidak perlu terjadi.

Teolog dalam kajiannya lebih banyak menonjolkan ayat-ayat al-

Quran tentang kebangkitan, namun minim argumentasi rasional. Sementara

filosof lebih mengedepankan alasan argumentatif (Burha>ni>) tidak rasionalnya

kebangkitan raga. Sekalipun lemah dari sisi argumentasinya, namun teolog

berpegang pada teks yang sudah pasti kebenarannya. sekalipun argumentasi

yang dikemukakan filosof banyak dan kuat, namun kebenarannya masih

diragukan.

Prinsip keadilan Tuhan menuntut manusia yang dibalasi

perbuatannya di akhirat adalah manusia si pelaku perbuatan itu sendiri.

Teolog mempertahankan raga dunia dibangkitkan di akhirat minimal bagian

asalnya, yaitu tulang tungging. Tulang tersebut ibaratkan biji tanaman yang

akan tumbuh menjadi raga manusia. Ibn Si>na> berhasil mematahkan teori

teolog dengan isu terkuat yaitu manusia memakan manusia (kanibal). Hal ini

didukung kemajuan ilmu kedokteran modern tentang sel, DNA dan

pencangkokan organ dalam manusia. Tesis ini keluar dengan

mengembangkan teori kebangkitan yang tidak memandang material raga, dan

menjadikan jiwa spiritual sebagai penentu identitas seorang manusia.

Tesis ini berhasil penulis rampungkan dengan kerja keras dan

bantuan berbagai pihak. Penulis menyadari tesis ini masih jauh dari

kesempurnaan, masih banyak kekurangan diberbagai sisi. Namun usaha

untuk mencapai kesempurnaan itu, telah maksimal penulis lakukan. Sebagai

wujud rasa syukur kehadirat Allah swt atas ‘inayah dan kemudahan yang

diberikan, penulis menyucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada

pihak-pihak yang telah berkontribusi dan membantu terwujudnya tesis ini:

1. Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA, direktur Sekolah Pascasarjana

Universitas Islam Negeri Jakarta beserta jajaran deputi direktur, yang

Page 7: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

telah memberikan kesempatan dan pelayanan yang terbaik buat para

mahasiswa dalam segala aktivitas perkuliahan.

2. Prof. Dr. Yunasril Ali, MA yang telah banyak menghabiskan waktu

untuk mengoreksi penulisan ini, dan tidak bosannya memberikan

arahan-arahan dalam mengembangkan ide penulis. Berkat bimbingan

beliau, penulis dapat merampungkan tesis ini.

3. Tim penguji ujian proposal tesis, ujian work in progress Tesis dan ujian

pendahuluan Tesis : Prof. Dr. Suwito MA, Dr. Fuad Jabali MA, Dr.

Yusuf MA, Dr. Euis Nurlailawati MA, M. Zuhdi M.Ed, Ph.D, Prof.

M.H.Yunan Yusuf MA, Suparto M.Ed, Ph.d, Prof. Dr. H. Fathurrahman

Djamil MA, Prof. Dr. Murodi MA, Prof. Dr. Abdul Mujib, MSi, Dr.

Asep Saepudin Jahar, MA dan Prof. Dr. Zainun Kamal, MA atas

koreksian dan arahan yang diberikan untuk perbaikan tesis ini.

4. Para dosen Sekolah Pascasarjana UIN yang telah mencurahkan ilmu

yang begitu berharga kepada penulis, yang secara langsung maupun

tidak langsung mendukung penulisan tesis ini. Begitu juga dengan

rekan-rekan seperjuangan, baik yang telah selesai maupun masih dalam

tahap penyelesaian, sharing ide dan masukannya telah banyak

membantu penulis.

5. Prof. Dr. ‘Abd al-Mu’t}i> Bayu>mi> (Alm), yang telah memberi penulis

sebuah karya Ibn Si>na> yang divonis menyesatkan dan terlarang ‚Risa>lah Ad}h}awiyah fi Amr al-Ma‘a>d‛ yang menjadi sumber primer penulisan

tesis ini. Sungguh penulis tidak akan mendapatkan teks suntingan

Sulaiman Dunya tersebut, kecuali dari perpustakaan pribadinya.

Sekalipun penulis tidak dapat menyelesaikan Dirasat ‘Ulya di al-Azhar,

namun ide tesis ini muncul dari perkulihan yang beliau berikan.

6. Ayahanda dan Ibunda berserta adik-adik tercinta yang telah memberikan

dukungan moril maupun materil demi selesainya cita-cita penulis. Juga

keluarga besar di Bukittinggi yang telah mengasuh dan mendidik penulis

selama mendalami ilmu agama di Madrasah Sumatera Thawalib

Parabek.

Semoga Allah membalasi kebaikan-kebaikan yang telah diberikan

dengan kebaikan yang berlipat-lipat di akhirat kelak. Semoga usaha dan kerja

keras penulis ini dapat bermanfaat bagi para pembacanya, turut memperkaya

khazanah keilmuan Islam, dan menjadi pemberat timbangan amalan baik di

akhirat. Amin Ya> Rab al-‘A<lami>n. Jakarta, 10 Juni 2014

Penulis

Ismail Sonny

Page 8: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

iii

ABSTRAK

HIDUP SETELAH MATI:

Dialektika Teolog dan Filosof

Tesis ini membuktikan bahwa kebangkitan yang tidak

memandang material raga merupakan teori terkuat dalam membangun

akidah hidup setelah mati. Identitas seorang manusia ditentukan oleh

jiwanya, bukan ditentukan oleh raganya. Raga hanyalah alat yang

dapat berganti. Pergantian dan perubahan raga tidak merubah identitas

seorang manusia. Di akhirat, jiwa tidak mesti kembali bergantung

pada raga dunia. Jiwa dapat saja bergantung pada raga dari material

apapun, baik raga yang lama, maupun raga yang baru.

Tesis ini memperkuat pendapat Linne Ruder Baker (2007) yang

menyatakan bahwa seorang manusia dibentuk oleh -tapi tidak identik

dengan - organ tubuh. Begitu juga dengan Wahiduddin Khan (2005)

yang menyatakan bahwa manusia mengganti raganya setiap sepuluh

tahun, namun manusia yang ada di dalamnya tidak berubah. Pendapat

serupa diutarakan Ayatullah Ja’far al-Subh}a>ni> (1990), yang dipandang

dalam perkara kebangkitan adalah bentuk (S}u>rah).

Tesis ini membantah teori kebangkitan yang mempertahankan

raga dunia bertamasya ke akhirat. Seperti Aly Arslan Aydin (1998)

yang menyatakan bahwa I‘a>dah al-Ma’du>m lebih berhati-hati dan Jam’

al-Ajza’ al-As}liyah lebih aman dalam berdiskusi, berdialog dan

berdebat. Muh}ammad H{asan Riba>h} Bukhit (1988) menafsirkan al-

Ajza’ al-As}liyah dengan al-‘Ajab al-Zanab, yaitu tulang tungging.

Sumber primer penulisan tesis ini adalah ‚Risa>lah Ad}h}awiyah

fi Amr al-Ma’a>d‛ karya Ibn Si>na> (370-428 H) yang dibaca dengan

bahasa Arab. Penelitian ini sepenuhnya penelitian kepustakaan.

Penelitian akan menghasilkan data Deskriptif yang disajikan dalam

bentuk Kualitatif. Dalam pengumpulan data digunakan tehnik

pengumpulan data penelitian Dokumentasi. Dalam menganalisis data,

dipakaikan logika Aristoteles (al-Mant}iq al-Qadi>m), yaitu penalaran

Induktif-Abstaktif. Disamping itu, penelitian juga menggunakan

analisis data Deskriftif dan Komparatif.\ Dalam mengkomparasikan

data digunakan pendekatan Teoritis.

Page 9: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

iv

البحث ملخص

حياة بعد الموث:

فالسفتوال علماء الكالمجدليت

التى التلتفت إلى مادة الجسم هى أقوى هذه الطرحة دلت على أن البعثة

نظرة فى بناء عقدة الحاة بعد الموت، وتم تحدد هوة اإلنسان من خالل

تغر، تمكن أن تالتى نفسه ولس من خالل جسمه، ألن الجسم ه مجردة أداة

بدل هوة اإلنسان، ولس من غر وال التغر والتبدل فى مواد الجسمة ال

معاد أن تعلق النفس بالجسم الت كانت فى الدنا، ومكن للنفس ضرورة فى ال

أن تعلق بالجسم من أي مادة كانت، سواء جسم الت كانت فى الدنا أو جسم

خلقت جددا.

أن التى قالت Linne Rudder Baker (7002)هذه الطرحة تدعم فكرة

بأعضاء الجسم، وكذالك -ولكن الدل على هوته–اإلنسان تم تشكله

Wahiduddin Khan (2005) الذى قال أن اإلنسان غر جسمه فى كل عشر

ورأي مماثل قاله آة هللا جعفر سنن، ولكن اإلنسان فى الداخل ال تغر،

، إنما عتبر فى أمر اإلعادة هو الصورة. (1990) السبحانى

حفظ جسم دناوي رحل إلى هذه الطرحة تجادل فكرة البعث التى

الذى قال أن إعادة المعدوم اقرب Aly Arslan Aydin (8991)اآلخرة، كمثل

إلى احتاط، وجمع األجزاء األصلة أسلم فى المناقشة والحوار والمجادلة،

األجزاء األصلة بعجب الزنب وهى عظم (8911)وفسر محمد رباح بخت

عصعص.

مصدر رئسى لهذه الطرحة هو "رسالة أضحوة فى أمر المعاد" و

باللغة العربة، وهذه الدراسة مكتبة تهاهـ( وتتم قراء 871-020إلبن سنا )

بالكامل، وتخرج منها بانات وصفة التى قدمت فى صورة نوعة، وف جمع

ج جمع البانات التوثقة، وفى تحلل البانات تستخدم البانات تستخدم منه

المنطق األرسطة أوالمنطق القدمة أي المنهج قاس الخاصة إلى العامة،

وباإلضافة إلى ذلك تستخدم منهج تحلل البانات الوصفة والمقارنة، وف

مقارنة البانات تستخدم مقاربة النظرة.

Page 10: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

v

ABSTRACT

LIFE AFTER DEATH :

Dialectic of Theologian and Philosopher

This thesis argues for the resurrection, which does not view

material body, is the most powerful theory in developing belief after

death. The identity of human being is not determined by the body, but

by the soul. Body is only a simply tool that can be changed.

Replacements and changes of the body do not alter the identity of

human being. In hereafter, the soul does not have to be return and

dependent on the body in the world life. The soul can be dependent on

the body of any material, not only in the old body, but also in the new

body.

This thesis strengthen the Linne Ruder Baker (2007) opinions

which states that a human person is constituted by –but not identical

to- human organism. Likewise with Wahiduddin Khan (2005) which

states that the human changes his body for every ten years, but the

human in the body does not change. A similar opinion was expressed

by Ayatullah Ja’far al-Subh}a>ni> (1990), which is seen in the case of the

resurrection is the form (Su>rah).

This thesis refuted resurrection theory which keeps world body

to bring into the hereafter. Like Aly Aydin Arslan (1998) which states

that I‘a>dah al-Ma’du>m is more careful and Jam’ al-Ajza’ al-As}liyah is

safer in discussion, dialogue and debate. Muh}ammad H{asan Riba>h}

Bukhit (1988) interpreted al-Ajza 'al-As}liyah with al-' Ajab al-Zanab,

the coccyx.

The primary sources of this thesis are ‚Risa>lah Ad}h}awiyah fi>

Amr al-Ma’ad‛ written by Abu ‘Ali ibnu Si>na> (370-428 H) that is read

in Arabic. The method used in this study is Library Research. It will

generate descriptive data presented in Qualitative form. The technique

in collecting the data is documentation research. Whereas, analyzing

the data is used Aristotle’s logic that is inductive abstractive

reasoning. This study also used Descriptive and Comparative data

analysis. Furthermore, Theoretical Approach is used to compare the

data.

Page 11: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

vi

PEDOMAN TRANSLITERASI

b = ب

z = ز

f = ف

t = ت

s = س

q = ق

th = ث

sh = ش

k = ك

j = ج

s} = ص

l = ل

h} = ح

d} = ض

m = م

kh = خ

t} = ط

n = ن

d = د

z} = ظ

h =

ه

dh = ذ

ع = ‘

w =

و

r = ر

gh = غ

y =

ي

Short : a = ´ ; i = ; u =

Long : a< = ا ; i> = ي ; ū = و

Diphthong: ay = ي ا ; aw = و ا

Page 12: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ........................................................................................ i

ABSTRAK ........................................................................................... iii

PEDOMAN TRANSLITERASI .......................................................... vi

KATA PENGANTAR .......................................................................... vii

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah................................................................ 1

B. Permasalahan ................................................................................. 19

1. Identifikasi Masalah ............................................................... 19

2. Batasan Masalah .................................................................... 20

3. Rumusan Masalah .................................................................. 21

C. Tinjauan Kepustakaan ................................................................... 22

1. Kerangka Teori....................................................................... 22

2. Kajian Terdahulu yang Relevan ............................................. 23

D. Tujuan Penelitian .......................................................................... 25

E. Manfaat Penelitian ........................................................................ 26

F. Metodologi Penelitian ................................................................... 26

G. Sistematika Penulisan ................................................................... 28

BAB II : JIWA DALAM KAJIAN FILOSOF

A. Istilah Operasional ........................................................................ 31

B. Dinamika Kajian Jiwa ................................................................... 37

1. Pemahaman ‚Al-Ru>h}‛ yang Dipertanyakan ........................... 37

2. Pemahaman ‚Amr Rabbi >‛ ....................................................... 41

3. Pemahaman ‚Ilmu yang Sedikit‛ ............................................ 45

C. Kemunculan Jiwa antara Qadi>m dan H{a>dith ................................ 47

1. Jiwa Qadi>m Menurut Filosof .................................................. 50

2. Jiwa H{a>dith Menurut Teolog .................................................. 58

D. Karakteristik Jiwa dan Hubungannya dengan Raga ..................... 67

BAB III : AKHIRAT DI MATA FILOSOF

A. Antara Teolog dan Filosof ....................................................... 91

B. Aliran Filosof Secara Umum .................................................... 104

C. Akhirat Material ....................................................................... 107

1. Manusia Adalah Jiwa Material dan Raga Material ........... 108

2. Pembuktian Kematerialan Jiwa ......................................... 122

Page 13: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

ii

3. Perjalanan Akhirat Material ............................................... 125

a. Barzakh ......................................................................... 125

b. Peniupan Sangkakala (al-Su>r) ...................................... 147

c. Kebangkitan (al-Ba’th) ................................................ 148

d. Pengumpulan (al-Hashr) ............................................... 150

e. Penghitungan Amal (al-Hisa>b) ..................................... 141

f. Timbangan (al-Miza>n).................................................. 152

g. Telaga (al-H{aud}) .......................................................... 156

h. Jembatan (al-S{ira>t}) ....................................................... 158

i. Surga dan Neraka ......................................................... 160

D. Akhirat Spiritual ...................................................................... 165

1. Manusia adalah Jiwa immaterial ....................................... 168

2. Pembuktian kespiritualan jiwa .......................................... 172

3. Pemisahan antara Kalangan Awam dan Khusus ............... 177

4. Kenikmatan Spiritual Jauh Lebih Utama dari

Kenikmatan Material......................................................... 181

5. Kebahagiaan dan Kesengsaraan Spiritual ......................... 186

6. Tingkatan Kebahagiaan dan Kesengsaraan Spiritual ....... 189

E. Akhirat Material dan Spiritual ................................................. 193

BAB IV : KEBANGKITAN RAGA

A. Istilah Operasional ................................................................... 201

B. I‘a>dah al-Ma’du>m ..................................................................... 205

C. Jam’ ba’d al-Tafarruq ............................................................... 209

D. Kebangkitan Raga dari Material Apapun ................................ 219

BAB V : PENUTUP

A. Kesimpulan ............................................................................... 227

B. Saran ......................................................................................... 229

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... 231

GLOSSARY ......................................................................................... 247

INDEKS ............................................................................................... 251

BIODATA PENULIS ........................................................................... 260

Page 14: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Adanya kehidupan setelah kehidupan di dunia, merupakan

kepercayaan kuno semenjak adanya sejarah manusia. Kehidupan

akhirat yang dilandasi ajaran pembalasan amal perbuatan merupakan

fitrah pemikiran manusia.1 Di dunia selalu terjadi perselisihan antara

yang baik dan yang buruk, keluhuran dan kejahatan, namun sering kali

pertarungan dimenangkan oleh yang jahat dan fasik. Sudah suatu

kemestian adanya dunia lain (akhirat) tempat keadilan ditegakkan,

yang jahat diberikan hukuman dan yang berbuat baik diberikan balasan

yang serupa. Semenjak dahulu kala, manusia meyakini adanya

pembalasan amal perbuatan mereka. Orang yang berbuat baik akan

dibalasi dengan kebaikan yang setimpal bahkan berkali-kali lipat

kebaikan. Begitu juga dengan orang yang berbuat jahat, akan dibalasi

kejahatan serupa maupun berlipat-lipat kesengsaraan. Konsep

pembalasan amal perbuatan dapat dengan mudah ditemukan dalam

peradaban mana pun di dunia, dari Timur sampai ke Barat, dahalu

sampai sekarang, pada peradaban-peradaban kuno seperti Babilonia, 2

Mesir, 3

Persia, 4

Yunani5 dan Romawi

6.

1 ‘Isa ‘Abduh dan Ah}mad Ismail Yah}ya, H{aqi>qah al-Insa>n (Cairo: Da>r al-

Ma‘a>rif, 1988), Cet. 2, Vol. II, 25. 2

Babilonia artinya pintu Tuhan. Orang Persia menyebutnya dengan

Babirush, negara kuno yang terletak antara dua sungai. Babilonia dahulunya juga

dikenal dengan nama Sumeriah yang terletak antara sungai Dajlah dan Eufrat di

selatan Bagdad, Irak. Peradaban ini muncul antara abad ke-18 SM. sampai abad ke-6

SM. Negara ini ditopang oleh pertanian. Didirikan oleh Hammurabbi 1763 SM

dengan undang-undangnya yang terkenal. Lihat Horst Kelinxl, H{amu>rabi> wa ‘As}rihi, Trans. Muh}ammad Wahid al-Khayyat}ah (Suriah: Dar al-Mana>r li al-Dira>sa>t wa al-

Tarjamah wa al-Nashr, 1990), Cet. I. 3

Peradaban disepanjang sungai Nil di Afrika utara. Dikenal dengan

peradaban Fir‘aun yang muncul pada 3.150 SM. Lihat Cyril Oldirih, Al-H{ad}a>rah al-Mas}riyah: Min ‘Us}ur ma> Qabla al-Ta>rikh h}atta Niha>yah al-Daulah al-Qadi>mah, Trans. Mukhta>r al-Suwaifi> (Cairo: al-Dar al-Mas}riyah al-Lubna>niyah, 1996), Cet. III.

4Peradaban yang terletak di wilayah Irak dan Iran sekarang yang bermula

sekitar 3500 SM. Nenek moyangnya dikenal dengan nama ‘Ailamiyah yang

menghuni daerah Khuzistan sekarang (Irak). Orang Arab mengenalnya dengan

sebutan Bani Gulaim. Peradaban persia terkenal sebagai imperium besar pada abad

ke-6 SM. dibawah kekaisaran Ukhminiyah dengan menyatukan Babilonia dan Mesir.

Page 15: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

2

Keyakinan adanya pembalasan amal perbuatan dapat tercermin

dalam pemikiran keabadian. Mesir Kuno sebuah bangsa yang terkenal

sepanjang sejarah selalu meyakini keabadian, meskipun mereka tidak

punya kata untuk mengungkapkan makna keabadian dalam bahasa

mereka. Kata ‚hidup‛ digunakan untuk kehidupan di bumi dan setelah

mati.7

Sejarawan Will Durant8

(1885-1981) menegaskan bahwa

keistimewaan agama di Mesir Kuno adalah pemikiran keabadian.

Mesir Kuno membayangkan Tuhan menciptakan manusia dari dua

bagian: Pertama, ‚material‛ yaitu raga yang di dalamnya terkandung

karakteristik kemusnahan dan kehancuran. Kedua, ‚jiwa‛ yang

merupakan esensi kehidupan yang mempunyai karakteristik keabadian,

dan langit adalah kediamannya setelah mati. Mesir kuno

menyimpulkan pemahaman ini di dinding piramid menyatakan: ‚Jiwa

(kediamannya) langit, raga (kediamannya) bumi‛9

Meskipun jiwa berpisah dengan raga, keduanya tetap

mempunyai hubungan. Jiwa akan turut hancur apabila raga binasa.

Oleh karena itu, mereka berusaha keras untuk menjaga raga agar tidak

terurai. Mesir kuno membangun kuburan jauh di tengah gurun yang

Bisa dikatakan peradaban Persia adalah penerus peradaban Babilonia. Lihat ‘Ali

Z{arif al-A’z}ami, Al-Duwal al-Fa>risiyah fi al-‘Irak (Bagdad: Mat{ba’ah al-Furra>t,

1928) 5Peradaban yang bermula dari pulau Kreta pada 3.000 SM, dikenal juga

dengan al-Igri>q (Greek) dan peradaban Helenisme, istilah yang dipakaikan pada

rentang tahun 750 SM sampai 146 SM. Yunani berhasil mempersatukan dunia

(Mesir, Persia, India, Syam) dibawah kekuasaan Alexander Agung. Lihat Mamduh}

Darwish Mus}tafa> dan Ibrahim Sa>yih, Muqaddimah fi al-H{ad}arah al-Ruma>niyah wa al-Yuna>niyah (Alexandria: al-Maktabah al-Ja>mi’i> al-Hadisth, 1998).

6Sejarah Romawi dimulai dari tahun 753 SM. Romulus mendirikan kota

Roma di Tel al-Bala>ti>n di Italia kuno. Pada waktu itu, italia dihuni oleh berbagai

bangsa dari asal yang berbeda-beda. Lihat Mah}mud Ibrahim al-Sa’da>ni>, H{ad}arah al-Ru>ma>n: Mundhu Nash’ah Ru>ma> h}atta Niha>yah al-Qurn al-Awwal al-Mila>di> (Mesir:

‘Ain li al-Dirasa>t wa al-buhuth al-Insaniyah, 1998), Cet. I. 7 Jaroslv Cherny, Al-Diya>nah al-Masriyah al-Qadi>mah,Trans. Ah}mad Qadri>

(Cairo: Dar al-Shuru>q, 1996), Cet I, 106. 8 William James Durant (1885-1981 M.) adalah seorang sejarawan dan

filosof Amerika produktif. Ia terkenal karena bukunya yang populer ‚The Story of

Civilization‛. Sebelumnya dia juga terkenal dengan bukunya ‚The Story of

Philosophy‛ sebuah karya inovatif yang mempopulerkan filsafat. Lihat Profilnya di:

http://jimsafley.com/writings_archive/durant.html (diakses tanggal 22 April

2014) 9 Ah}mad S}alih, Al-Tah}ni>t}: Falsafah al-Khulu>d fi al-Mas}r al-Qadi>mah (Cairo:

Jama>‘ah H{iwa>r al-Thaqa>fiyah, 2000), 18.

Page 16: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

3

kering dan minim kelembaban. Penguburan beberapa barang dan

peralatan-peralatan kehidupan dunia bersama mayat, menunjukkan

dengan pasti bahwa Mesir kuno meyakini kehidupan di akhirat tidak

jauh berbeda dengan kehidupan pertama yang mereka jalani di muka

bumi.10

Lebih dari itu, mereka juga mengawetkan binatang peliharaan

si mayat, seperti kucing, kera, dan ikan.11

Ini membuktikan kehidupan

akhirat hampir sama dengan kehidupan dunia di mata Mesir Kuno.

‚Kitab Kematian‛12

adalah bukti nyata Mesir kuno sangat

meyakini adanya kehidupan akhirat. Di dalamnya diceritakan manusia

memberikan pertanggungjawaban kepada Osiris ‚Dewa Kematian‛

yang dibantu oleh barisan 42 hakim (Dewa) lainnya.13

Seseorang akan

dihakimi tentang amal perbuatannya. Pada akhirnya, hati mayat

diletakkan di piring timbangan, dan di piringan lainnya diletakkan

bulu burung putih sebagai lambang kebenaran. Siapa yang berat

timbanganya, jiwanya akan melayang ke langit, kediaman Tuhan dan

orang suci. Siapa yang timbangannya ringan, jiwanya akan kembali ke

raga lain sampai ia kembali pada kesuciannya yang pertama.14

Berbeda dengan Mesir kuno, keyakinan pembalasan amal

perbuatan dalam peradaban India Kuno sangat menonjolkan

reinkarnasi.15

Tidak ada yang sangat meyakini reinkarnasi seperti

bangsa India.16

Peradaban India Kuno berupa agama Hindu (al-

10

Cyril Oldirih, Al-Had}a>rah al-Mas}riyah, 59. 11

Ah}mad S}alih, Al-Tah}nit}: Falsafah al-Khulu>d fi Mis}r al-Qadi>mah, 141. 12

Kitab suci peninggalan Mesir era baru yang berisikan keutamaan budi

pekerti, adab dan kisah-kisah perjalanan hidup setelah mati. Lihat Breet Im Hero,

Kita>b al-Mauta> al-Fir‘auni>, Trans. Fi>li>p ‘At}iyah (Cairo: Maktabah al-Madbu>li,

1988), Cet. I. 13

Qamar al-Daulah, Dirasa>t fi al-Milal wa al-Nih}al (Zagazig-Mesir: Dar al-

Bansiyah, tt),81. 14

Bagian penghakiman dalam Kitab Kematian, lihat Breet Im Hero, Kita>b al-Mauta> al-Fir’auni>, 12-17.

15Reinkarnasi menurut yang meyakininya adalah kembalinya jiwa setelah

mati ke alam duniawi memakai raga yang baru. Para peneliti mendefenisikan

reinkarnasi dengan: perjalanan keliling jiwa. Disebut juga dengan terlahir kembali.

Dalam ajaran Brahmana, jiwa merupakan makhluk yang bersumber dari eksistensi

Allah dengan zatnya, berkeliling dan berturut-turut berpindah dari satu ke tempat

lain dan menitis ke raga yang satu ke yang lain. Lihat T>{ariq Sarri, Tana>sukh al-Arwa>h} (Giza, Mesir: Dar Masha>riq li al-Nash wa al-Tauzi’, 2009) , Cet. I, 11.

16 Abu al-Fath} Muh}ammad ibn ‘Abd al-Kari>m Ah}mad al-Shahrasata>ni>, Al-

Milal wa al-Nih}al, Ed. Ami>n ‘Ali Mihna> dan ‘Ali Hasan Fa>r’ur (Beirut: Dar al-

Ma’rifah,1993), Cet. III, 606.

Page 17: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

4

Hindu>siyah) atau ajaran Weda17

(al-Fi>diyah) dan ajaran Brahmana18

(al-Bara>himiyah). Dalam ajaran Hindu, balasan amal perbuatan

disebut ‚Karma‛.19

Aturan Tuhan dalam menegakkan prinsip

keadialan. Karma adalah hukum sebab akibat. Balasan amal perbuatan

akan diterima di kehidupan dunia atau di kehidupan lain dengan be-

reinkarnasi. Dunia adalah kampung ujian dan juga kampung

pembalasan amal perbuatan. Karma tidak hanya berlaku untuk

manusia, tapi juga berlaku untuk semua, termasuk para dewa.20

Keyakinan pembalasan amal perbuatan berkaitan erat dengan

keyakinan adanya jiwa dan keabadiannya. Sebagaimana keyakinan

pembalasan amal perbuatan berkaitan erat dengan adanya pahala dan

hukuman setelah kehidupan dunia. Setiap kali memperhatikan sejarah

masyarakat manusia, pastilah ditemukan keyakinan tentang kehidupan

yang abadi.21

Bahkan ditemukan tanda-tanda kemiripan kehidupan

akhirat dengan kehidupan dunia. Bisa dikatakan persis sama,

perbedaannya hanya pada sifat atau kondisinya saja. Kehidupan

akhirat lebih enak, nikmat, sejuk, tentram sebagai balasan perbuatan

baik dan lebih sakit, perih, panas dan sebagainya sebagai hukuman

bagi para pembuat dosa. Adalah sebuah keyakinan, bahwa dalam

kehidupan akhirat ada segala manifestasi kehidupan dunia. Keyakinan

ini bisa ditemui pada ajaran-ajaran kuno, legenda-legenda dan sya'ir-

sya'ir zaman dahulu dalam banyak peradaban yang tersebar di muka

bumi.

17

Kitab suci Weda atau Veda (al-Fi>diyah) bukanlah hasil pemikiran India,

akan tetapi Weda adalah ajaran yang dibawa oleh bangsa Arya ketika menaklukkan

India 1.500 SM dan mewajibkan ajaran itu kepada penduduk setempat untuk

menjaga stabilitas kekuasaannya. Lihat Muh}ammad Ghallab, Al-Falsafah al-Sharqiyah (Cairo, Mat}ba’ah al-Bait al-Akhd}ar, 1938), 93.

18Brahmana adalah nama yang dipakaikan untuk tokoh agama yang diyakini

mempunyai unsur ketuhanan. Mereka adalah pendeta. Sesemblihan tidak sah

dilaksanakan kecuali bila dilakukan dihadapan Brahmana dan disemblih dengan

tangan Brahmana. Brahmana diambil dari kata Bara>hima> yaitu kata yang digunakan

menunjukkan menyendiri beribadah, syiar agama, doa dan nyanyian. Lihat Ali ‘Abd

al-Fatta>h} al-Maghribi>, Al-Fikr al-Di>ni> al-Sharqi> al-Qadi>m wa Mauqif al-Mutakallimi>n (Cairo: Maktabah Wahbah, 1996), Cet. I, 32.

19 Karma adalah Balasan pahala bagi jiwa yang berbuat baik, dan hukuman

bagi jiwa yang berbuat dosa. Lihat T{ariq Sarri, Tana>sukh al-Arwa>h}, 16. 20

Abbas Mahmu>d ‘Aqqa>d, Allah (Cairo: Dar Nahd}ah Masri li al-T{iba’ah wa

al-Tauzi’, 1998), 47. 21

‘Isa Abduh, Haqi>qah al-Insan, Vol II, 25.

Page 18: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

5

Baik agama Langit:22

Yahudi, 23

Kristen,24

dan Islam25

maupun

agama Bumi:26

Majusi,27

Hindu,28

Budha29

dan agama pagan lainnya

22

Agama Langit dalam bahasa Arabnya agama sama>wi, atau disebut juga

dengan agama ilahi>. Agama wahyu yang diturunkan dari sisi Allah ta’ala kepada

Nabi dan Rasulnya as. Lihat Qamar al-Daulah Na>sif dan Tharwat H{asan ‘Abd al-

Mihna>, Dirasa>t fi al-Milal wa al-Nih}al, 31. 23

Yahudi berasal dari kalimat ‚Ha>da‛ yang artinya kembali. Penganut

agama ini mengklaim bahwa mereka pengikut Musa as. sementara mereka bukanlah

Bani Israel (anak-anak Ya’kub). Dalam perjanjian lama, Yahudi berasal dari

‚Yahudha‛ sebuah kerajaan di selatan palestina dengan al-Quds sebagai ibu kotanya.

Kitab sucinya Taurat, yaitu bagian dari perjanjian lama, namun mereka lebih

mengikuti Talmud karena lebih rinci. Lihat ‘Abd al-Qa>dir S{alih, Al-‘Aqa>id wa al-Adya>n (Beirut: Dar al-Ma’rifah, 2006), 285-286.

24Agama yang diturunkan Allah kepada nabi Isa as. dan kitabnya bernama

Injil. Agama ini dalam al-Quran disebut Nasrani, yang dinisbatkan kepada sebuah

negeri di Palestina ‚Na>shirah‛ (Nazareth), atau karena pengikutnya penolong Isa as.

(Ans}arullah). Penganut agama ini lebih suka dengan nama Masi>hi> (Messias) atau

Kristen dari pada Nasrani, berlepas tangan dari celaan al-Quran. Umat Kristiani

meyakini akidah trinitas, kesucian para paus dan pendeta yang menghalal dan

mengharamkan atas nama Allah. Umat Kristiani meyakini akidah penyaliban dan

penebusan dosa, oleh karena itu mereka menyucikan salib. Lihat Abu ‘Abdillah

‘A<mir Adbillah Fa>lih}, Mu’jam Alfa>z} al-‘Aqi>dah (Riyad}: Maktabah al-‘Abi>kah,

1997), 408-409 25

Islam dalam bahasa Arab artinya tunduk dan patuh. Islam adalah amalan-

amalan zahir yang pondasinya melafalkan dua kalimat syahadat, mengesakan Tuhan,

menetapkan kerasulan Muh}ammad saw., konsisten dengan hukum-hukum syariat

yang diwajibkan kepada hambanya dan larangan-larangan terhadap amalan-amalan

tertentu. Dengan adanya perintah dan larangan terwujudlah maslahat hamba. Lihat

‘Abd al-Qadir S{alih, Al-‘Aqa>id wa al-Adya>n, 28-29. 26

Agama Bumi dalam bahasa Arabnya disebut Ard}i>, atau disebut juga

dengan agama Wad}’i>, yaitu agama buatan manusia, hasil kreasi manusia yang tidak

berlandaskan kepada wahyu dari langit. Lihat Qamar al-Daulah, Dira>sa>t fi al-Milal wa al-Nihal, 32.

27Keyakinan Persia kuno tentang adanya dualisme, dua asal yang abadi yang

mengatur dunia, yaitu tuhan baik dan buruk, bermanfaat dan berbahaya, kebaikan

dan kerusakan. Tuhan yang pertama adalah Tuhan cahaya (Yazda>n) darinyalah

sumber kebaikan. Tuhan kedua adalah Tuhan kegelapan (Ahrama>n) darinyalah

sumber kejahatan. Lihat Qamar al-Daulah Na>s}if, Dira>sa>t fi al-Milal wa al-Nihal,87. 28

Hindu merupakan bahasa sansakerta yang artinya kebenaran abadi.

Agama paganisme yang berasal dari anak benua India yang merupakan kelanjutan

agama Weda atau Brahmanisme (al-Bara>himah). Agama ini diperkirakan muncul

3.000 SM. Lihat Will Durant, Qis}s}ah al-H{ad}a>rah: al-Hind wa Jira>nuha>, Trans. Zaki

Najib Mahmu>d (Beirut: Dar al-Jail, 1988). 29

Agama Budha lahir di negara India, lebih tepatnya lagi di wilayah Nepal

sekarang, sebagai reaksi terhadap agama Brahmanisme. Sejarah agama Buddha mulai

dari abad ke-6 SM, dari lahirnya Siddharta Gautama. Agama Budha berkembang

Page 19: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

6

mempunyai konsep tersendiri tentang hidup setelah mati. Semua

agama mengajarkan manifestasi kehidupan dunia di akhirat.

Walaupun dengan beragam perbedaan situasi kondisi dan sifatnya.

Ajaran pembalasan amal perbuatan merupakan salah satu

pokok ajaran Yahudi. Sekalipun gambaran kehidupan akhirat cukup

rumit dalam ajaran Yahudi, filosof Yahudi Ibn Kamu>nah30

(1215-1285

M) memastikan bahwa Yahudi meyakini kehidupan akhirat. Pendeta

menghukumi shalat orang yang tidak menyebutkan keimananya

terhadap kebangkitan tidaklah sah, begitu juga ketika melihat kuburan

Yahudi.31

Ibn Kamu>nah mengakui bahwa Taurat32

sama sekali tidak

menerangkan dengan jelas surga dan neraka. Tetapi surga dan neraka

diriwayatkan turun temurun dari para pendeta. 33

Gambaran surga dan

neraka, kekekalan jiwa, pembalasan amal perbuatan dengan jelas

diterangkan dalam Talmud.34

Buku-buku Yahudi tidak ada yang

membahas akhirat sama sekali.35

Karena memang teks-teks Taurat

dengan unsur kebudayaan India, ditambah dengan unsur-unsur kebudayaan

Helenistik (Yunani), Asia Tengah, Asia Timur dan Asia Tenggara. Agama ini tidak

mempunyai konsep tentang Tuhan, tapi lebih menitik beratkan pada budi pekerti.

Lihat ‘Abd al-‘Azi>z Muh}ammad al-Zaki>, Qis}s}ah Bu>dha> (Cairo: Muassasah al-

Mat}bua>t al-Hadi>thah, tt.) 30

Ibn Kamu>nah merupakan nama populer Sa’d ibn Mans}u>r ibn Sa’d ibn al-

H{asan al-Isra>i>li> (1285-1215 M.). Dia hidup di Bagdad dan pernah bekerja beberapa

waktu dengan penjajah Mongol (Tata>r). Dia menjadi terkenal karena bukunya

‚Tanqi>h al-Abha>s li al-Milal al-Thalath‛yang menarik perhatian muslimin dan

kelompok Yahudi. 31

Sa’d ibn Mans}ur Ibn Kamu>nah al-Yahu>di>, Tanqi>h al-Abha>s li al-Milal al-Thalath: al-Yahu>diyah, al-Masi>h}iyah, al-Isla>m (tt: Dar al-Ans}ar, tt), 26-27.

32 Taurat adalah kitab yang diwahyukan kepada Musa as. terdiri dari lima

safar: Kejadian, Keluaran, Imamat, Bilangan, Ulangan. Taurat merupakan bagian

utama dari perjanjian lama (Old Testament) yang seluruhnya berjumlah 39 safar.

Lihat Ali ‘Abd al-Wa>h}id al-Wa>fi>, Al-Asfa>r al-Muqaddasah fi al-Adya>n al-Sa>biqah li al-Isla>m, 13.

33 Ibn Kamu>nah al-Yahu>di>, Tanqi>h al-Abha>s li al-Milal al-Thalath, 26.

34 Talmu>d adalah catatan tentang diskusi para rabi Yahudi di bidang akidah,

hukum dan sejarah suci. Terdapat 63 safar yang ditulis pada abad pertama dan kedua

Masehi yang disebut dengan ‚Mishnah‛. Kemudian ‚Mishnah‛ ditafsirkan dan

dijelaskan yang disebut dengan ‚Gemara‛ yang ditulis dari abad I sampai

penghujung abad VI. Tafsir dan teksnya inilah yang disebut dengan Talmu>d. Lihat

Ali ‘Abd al-Wa>h}id al-Wa>fi>, Al-Asfa>r al-Muqaddasah fi al-Adya>n al-Sa>biqah li al-Isla>m, 22.

35‘Abba>s Mah }mud ‘Aqqa>d, Allah, 83.

Page 20: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

7

yang menyebutkan akhirat hanyalah sedikit.36

Walau bagaimanapun,

sebagai agama langit, Yahudi meyakini ganjaran ketaatan adalah hidup

abadi di surga, dan neraka adalah ganjaran pembuat dosa, akan tetapi

Yahudi tidak kekal di dalamnya.

Tidak jauh berbeda dengan Yahudi, hidup setelah mati dalam

ajaran Kristen juga merupakan manifestasi kehidupan dunia. Surga

dikenal dengan istilah kerajaan Allah. Alkitab menjelaskan bahwa

Allah akan menciptakan ‚langit yang baru dan bumi yang baru‛. Dia

akan menciptakan ‚kota Allah yang hidup, Yerusalem surgawi‛ (Ibrani

12:22) dan meletakkannya di atas bumi yang baru sebagai ‚Yerusalem

Baru‛. Di dalam kota itu digambarkan terdapat banyak jalan, tembok,

pintu gerbang, bahkan ada juga sebuah sungai dan pepohonan.

Kehidupan di kota itu kelak akan menyenangkan. Disana tidak akan

ada lagi kematian, kesedihan, duka cita, dan penderitaan. Karena Allah

akan membuat ‚semuanya menjadi baru‛. Namun lebih daripada itu,

Allah sendiri akan datang untuk tinggal di tengah-tengah manusia

hingga dapat menjalin hubungan yang akrab bersama-Nya (Wahyu

22:1-5).

Sebagai penutup agama langit, Islam memberikan gambaran

hidup setelah mati dengan sangat rinci. Kehidupan akhirat dalam al-

Quran37

dideskripsikan sebagai manifestasi kehidupan dunia, yang

menyediakan segala kebutuhan manusia. Al-Quran mengambarkan

makanan yang dimakan, minuman yang diminum berupa: buah-

buahan, susu, madu semuanya seperti yang ada di dunia. Sebagaimana

dunia menyediakan segala kebutuhan biologis manusia, begitu pula

akhirat menyediakan segala kebutuhan manusia, termasuk pasangan.38

36

T{a>riq Sarri, Tana>sukh al-Arwa>h}, 80. Diantara teks itu adalah sebagai

berikut:

1. Juga sesudah kulit tubuhku sangat rusak, tanpa dagingku pun aku akan melihat

Allah ( Ayub 19: 26)

2. Ia akan menghidupkan kita sesudah dua hari, pada hari yang ketiga Ia akan

membangkitkan kita, dan kita akan hidup di hadapan-Nya.‛(Hosea 6:2)

3. Dan banyak dari antara orang-orang yang telah tidur di dalam debu tanah, akan

bangun, sebagian untuk mendapat hidup yang kekal, sebagian untuk mengalami

kehinaan dan kengerian yang kekal.‛ (Daniel 12: 2) 37

Al-Qur’an dalam bahasa arab artinya bacaan. Sarjana muslim

mendefinisikannya dengan : Kalam Allah swt. yang diturunkan kepada Muh}ammad

saw., dan beribadah membacanya. Lihat Manna’ al-Qat}t}a>n, Mabah}ith fi ‘Ulum al-Quran (Cairo: Maktabah Wahbah, tt.), 16.

38 Dan sampaikanlah berita gembira kepada mereka yang beriman dan

berbuat baik, bahwa bagi mereka disediakan surga-surga yang mengalir sungai-

Page 21: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

8

Dalam ajaran Islam, bukan hanya manusia yang dibangkitkan,

tapi juga binatang. Islam mengajarkan setiap amal perbuatan ada

balasannya. Binatang turut dibangkitkan di hari kiamat, kemudian

yang memangsa akan dimangsa, yang menanduk akan ditanduk dan

seterusnya.39

Perbedaanya, binatang setelah melakukan proses

pembalasan, mereka akan kembali melebur menjadi tanah. Sedangkan

manusia menjalani proses pembalasan yang berkali-kali lipat, baik

sangat menyenangkan bagi penghuni surga maupun sangat

menyengsarakan bagi penghuni neraka. Karena manusia dianugrahi

akal (pilihan) dan menerima beban syariat (Mukallaf). Pada waktu itu,

orang kafir akan berandai: ‚Alangkah baiknya jika aku turut menjadi

tanah‛ (QS. Al-Naba’[78]: 40) seperti binatang agar terhindar dari

siksa neraka.

Pada dasarnya, kehidupan akhirat adalah ajaran para nabi.

Dalam perjalanannya terjadi penyelewengan, bermetamorfosa dan

berevolusi menjadi legenda yang disucikan. Ibn Rushd40

(520-595 H.)

mengklaim bahwa kepercayaan adanya kehidupan akhirat telah

tersebar ribuan tahun lalu dalam agama-agama terdahulu yang belum

masuk dalam hitungan sejarah.41

Para nabilah yang tak terhitung

sungai di dalamnya. Setiap mereka diberi rezki buah-buahan dalam surga-surga itu,

mereka mengatakan : ‚Inilah yang pernah diberikan kepada kami dahulu.‛ Mereka

diberi buah-buahan yang serupa dan untuk mereka di dalamnya ada isteri-isteri yang

suci dan mereka kekal di dalamnya (QS. Al-Baqarah [2]: 25). 39

‚Sungguh hak-hak akan ditunaikan kepada ahlinya, sampai kambing yang

tidak bertanduk membalasi kambing yang bertanduk‛. H{adi>th S{ah}ih} dari Abu

Hurairah diriwayatkan oleh Ima>m Muslim dalam Kita>b: al-Birr wa al-S{illah wa al-Adab, Ba>b: Tah}ri>m al-Z}ulm (no. 2582). Lihat Abu al-H{usain Muslim ibn al-H{ujja>j

al-Qushairi> al-Naisabu>ri>, S{ah}i>h} Muslim, Ed. Abu> Qut}aibah (Riyad}: Da>r al-T{iayyibah,

2006), Vol. II, 1200. 40

Dia adalah Abu al-Wali>d Muhamamd ibn Ah}mad Ibn Muhamamd Ibn

Rushd. Lahir di Cordova Andalusia tahun 520 H./1.126 M. dan meninggal di

Marakesh 595 H./ 1198 M. Dibesarkan dalam keluarga keturunan fuqaha dan hakim.

Ayahnya hakim Cordova dan kakeknya kepala hakim Andalusia. Dia belajar akidah

aliran Ash’ariyah, fiqih mazhab imam Malik, belajar filsafat dari Ibn Bashkawal dan

beberapa ulama di masanya. Dia belajar ilmu kedokteran dari Abu Ja’far Ha>run.

Lihat Yusuf Farha>t, Falsafah al-Isla>miyah wa A’lamuha> (Cairo: Tradiksim, 1986),

Cet. I, 171. 41

Abu Al-Walid Muh}ammad Ibn Ah}mad Ibn Muh}ammad Ibn Rushd,

Taha>fut al-Tahafut, Ed. S{alah}uddin al-H{awwari (Beirut: al-Maktabah al-‘As}riyah,

2008), 372.

Page 22: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

9

jumlahnya membawa ajaran akhirat. Idris42

as. misalnya, dikenal

dengan sebutan Hermes43

Hidup 82 tahun menyerukan manusia

beribadah kepada Allah, mengesakan-Nya, mensucikan-Nya dari

perbuatan syirik, menyerukan hidup zuhud, cinta, keadilan dan

kebaikan, kurbannya adalah kacang-kacangan dan hewan semblihan.

Dengan menguasai banyak bahasa, Idris as. berdakwah di Mesir,

Babilonia dan India. Di masanya Mesir kuno mengenal Tuhan Yang

Maha Esa, mereka menyebutnya dengan Atu>n dan dikenal juga dengan

nama Amu>n-Ra’.44 Ibrahim as. putra Babilonia yang hidup sekitar

2000-1700 SM45

mendakwahkan tauhid dan hari pembalasan di

Babilonia, Syam, dan Mesir. Itulah diantara jejak para nabi yang

memberikan pengaruh terhadap filsafat hidup setelah mati di zaman

kuno.

Dari beberapa contoh agama dan peradaban, dapat disimpulkan

bahwa mayoritas peradaban manusia meyakini akhirat yang material

(Jasma>ni>) terutama agama langit (Yahudi, Kristen, Islam). Akhirat

yang material menghendaki raga sebagai objek penerima kenikmatan

surga dan kesengsaraan neraka. Namun, apakah akhirat material (surga

dan neraka) ini sejalan dengan rasionalitas? Karena Islam adalah

agama akal dan rasionalitas, hampir segala hal dalam agama Islam

dapat dicerna oleh akal.

Rasionalitas Islam bersumber dan terinspirasi dari al-Quran.

Rasionalitas telah mengkristal semenjak masa sahabat. Hal ini

tertuang dalam pentingnya menggunakan akal dalam membela Islam

ketika berdialog dengan orang yang tidak mengimani teks (wahyu)

yang diyakini muslimin.46

Rasionalitas telah membuat Islam cepat

berkembang dan diterima. Sehingga penaklukan muslimin selama 80

42

Dia adalah Idris ibn Qaina>n ibn A<nu>s ibn Shi>th ibn Adam as. Idris adalah

penamaan dalam al-Quran, dilahirkan di ‚Adfo‛ kemudian pindah ke Mesir.

dinamakan juga ‚Gori>s‛, dalam bahasa Ibrani disebut ‚Akhnu>kh‛ dalam bahasa

Hiroglif disebut ‚Khuris‛ atau ‚Horis‛, dikenal juga dengan nama ‚Hermisa‛. Orang

pertama yang mengenal ilmu alam, geologi, matematika dan banyak bahasa

penduduk bumi. Lihat Qamar al-Daulah, Dira>sa>t fi al-Milal wa al-Nih}al, 69. 43

‘Ima>d al-Di>n Abi al-Fida’ Ismail ibn ‘Umar ibn Kathir, Al-Bidayah wa al-Niha>yah (Giza: Dar Hijr li al-T{iba’ah wa Tauzi’, 1997), 234.

44 Qamar al-Daulah Na>sif , Dira>sa>t fi al-Milal wa al-Nih}al, 70.

45Muh}ammad Qamar al-Daulah Na>s}if, Dirasa>t fi al-Yahu>diyah (Mansora: al-

Da>r al-Isla>m, 2003), 67. 46

Muh}ammad ‘Ima>rah, Maqam al-‘Aql fi al-Isla>m (Cairo: Nahd}ah Masr,

2008), Cet I, 26.

Page 23: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

10

tahun lebih luas dari penaklukan Romawi selama 8 abad, penyebaran

yang tak tertandingi sepanjang sejarah agama.47

Dalam kerangka ini, dapat dipahami pernyataan Imam

Mu’tazilah48

Abu ‘Ali al-Jabba>’i>49

(235-304 H) bahwa ‚kewajiban

pertama manusia adalah berfikir‛,50

dan Imam Abu Hashim al-

Jabba>’i>51

(247-321 H) yang menyatakan ‚kewajiban pertama manusia

adalah ragu‛.52

Begitu juga dengan Qad}i ‘Abd al-Jabba>r53

(359-415 H)

yang menyatakan bahwa dalil yang pertama sekali adalah akal. Dengan

akal dibedakan mana yang baik dan mana yang buruk, dengan akal

diketahui bahwa kitab adalah bukti, begitu juga sunnah dan ijmak54.

47

Lihat Imam Muh}ammad ‘Abduh, Al-A’ma>l al-Ka>milah, Ed. Muh}ammad

‘Ima>rah (Beirut: Dar al-Shuru>q, 1993), Vol. III, 471-479. 48

Mu’tazilah adalah aliran teologis rasionalis yang muncul pada pawal abad

II Hijriyah (dipenghujung era Bani Umayyah) dan berkembang luas dimasa

Abbasiyah. Didirikan oleh Was}il ibn ‘At}a’ (80-131 H). Nama Mu’tazilah artinya

(mengasingkan diri), hal ini disebut pertama kali oleh gurunya Abu H{asan al-Bas}ri>

(21-110 H.), karena Was}il mengasingkan diri dan berbeda pendapat dengannya

tentang pelaku dosa besar. Aliran ini mempunyai lima pokok ajaran: al-Tauhi>d, al-‘Adl, Manzilah baina Manzilatain, al-Wa’d wa al-Wa‘i>d, al-Amr bi al-Ma’ru>f wa al-Nahy ‘an al-Munkar. Lihat Muh}ammad ‘Ima>rah, Tayya>ra>t al-Fikr al-Isla>mi (Cairo:

Dar al-Shuru>q, 1997) Cet. II, 44-47. 49

Abu ‘Ali al-Jabba>’i nama aslinya Muh}ammad ibn ‘Abd al-Wahha>b ibn al-

Sala>m. Dia adalah seorang syaikh Mu’tazilah pendiri kelompok Jabba>i>yah. Dilahirkan di Jabbi> daerah Khuzistan tahun 235 H/ 849 M dan meninggal di Bas}rah

303 H/ 916 M. Lihat ‘Ali Fahmi Khashim, Jabba>iya>ni: Abu ‘Ali wa Abu Ha>shim (Libya: Mat}ba’ah Turablus, 1967), 61.

50 ‘Ali Fahmi Khashim, Jabba>iya>ni: Abu Ali wa Abu Ha>shim, 333.

51 Dia adalah ‘Abd al-Salam Muh}ammad ibn ‘Abd al-Wahha>b ibn al-Sala>m,

anak syaikh al-Mu’tazilah ‚Abu ‘Ali al-Jaba>i. Lahir pada 275 H/ 888 M dan wafat

tahun 321 H/ 933 M, dia belajar dari ayahnya dan ulama zamannya, sampai namanya

terkenal diantara ulama. Dia menguasai Ilmu Kalam, Dialog (debat), namun dia

tidak mempunyai periwayatan hadis. Pengikutnya disebut dengan al-Ha>shimiyah.

Lihat ‘Ali Fahmi Khashim, Jabba>iya>ni: Abu Ali wa Abu Ha>shim, 206. 52

‘Ali Fahmi Khashim, Jabba>iya>ni: Abu Ali wa Abu Ha>shim, 333. 53

Dia adalah ‘Abd al-Jabba>r ibn Ah}mad ibn Khalil, seorang teolog dan

tokoh Mu’tazilah. Dikenal juga dengan Abu al-H{asan al-Hamda>ni> yang mempunyai

kitab Musnad (hadis) dan seorang fuqaha Syafi‘i>. Lahir pada tahun 359 H/ 969 M

dan meningal pada 415 H/ 1025 M. Lihat Imam Shams al-Di>n Muh}ammad ibn

Ah}mad ibn ‘Uthma>n al-Dhahabi>, Siyar al-A’la>m wa al-Nubala’ (Beirut: Muassasah

al-Risa>lah, 1983), Vol. XVII, 244. 54

Ijmak adalah kesepakatan mujtahid umat Islam yang baik (‘A<dil ) pada

suatu masa terhadap suatu hukum syariah. Lihat Sa‘i>d ibn Na>s}ir al-Shathari>, Qawa>id al-Istidla>l bi al-Ijma’ (Riya>d}: Kunu>z Ishbi>liya>, 2009), 40.

Page 24: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

11

Iman kepada Allah, Rasul dan kitab-Nya, pembenaran pertama kali

datang menggunakan akal.55

Dengan semangat rasionalitas, muncullah sebuah pertanyaan:

Munkinkah manusia bertamasya ke surga atau ke neraka? Artinya,

yang di surga dan neraka adalah manusia duniawi si pelaku perbuatan.

Berpegang pada pandangan dualisme manusia, yaitu jiwa dan raga,

jika akhirat itu material (surga dan neraka), hanya ada dua pilihan

dalam kasus ini:56

Opsi pertama, jiwa akan kembali kepada raga

(material) yang dahulu ditinggalkan. Opsi kedua, jiwa akan kembali

kepada raga dari material yang lain.

Pada opsi pertama, jiwa kembali pada raga yang ditinggalkan,

adalah pilihan yang mustahil terjadi. Karena raga telah berubah

menjadi tanah, dimakan ulat, diterbangkan angin, dihanyutkan air,

terpisah, dan tercerai-berai entah kemana.57

Namun, jika kita

memulangkan semuanya pada kekuasaan Allah, bahwa Allah dapat

mengumpulkan bagian-bagian raga (material) yang terurai entah

kemana, hanya ada dua kemungkinan: Pertama, yang dikumpulkan

adalah raga ketika meninggal dunia. Kedua, yang dikumpulkan adalah

seluruh material raga yang pernah menemani jiwa sepanjang umur.58

Kalaulah yang dikumpulkan adalah raga ketika meninggal,

haruslah orang pontong tangan, kurang hidung, kurang telinga, dan

berbadan cacat dibangkitkan apa adanya. Ini tentunya sangat tidak

layak bagi penduduk surga59

terutama para syuhada’ yang kehilangan

anggota badannya dalam berjihad di jalan Allah. Bagaimana kakek tua

renta bergigi ompong menikmati buah-buahan surga? Bagaimana

orang buta menikmati keindahan surga? Bagaimana anak kecil yang

meninggal bayi menikmati makanan, buah-buahan dan bahkan bidadari

surga? dan seterusnya.

Kalaulah yang dikumpulkan adalah seluruh material raga yang

menemani jiwa sepanjang umur, bagaimana jika terjadi manusia

55

Abi Qas>sim al-Balkhi Al-Qa>d}i ‘Abd al-Jabbar al-Hamda>ni> dan Al-Ha>kim

al-Jushammi>, Fad}l al-I’tiza>l wa al-T{abiqa>t al-Mu’tazilah, Ed. Fuad Sayyid (Cairo:

Dar al-Tunisia li al-Nashr, tt), 127. 56

Lihat Abu ‘Ali al-Husain ibn ‘Abdillah ibn ‘Ali Ibn Sina, Risa>lah Ad}h}awiyah fi Amri al-Ma‘a>d, Ed. Sulaiman Dunya> (Cairo: Dar al-Fikr al-‘Arabi,

1949), Cet. I, 55. 57

Hujjah al-Islam Abu H{a>mid al-Gaza>li>, Taha>fut al-Fala>sifah, Ed.

S{ala>h}uddin al-Hawwa>ri> (Beirut: al-Maktabah al-‘As}riyah, 2004), 216. 58

Ibn Si>na>, Risa>lah Ad}h}awiyah fi Amri al-Ma’a>d, 55. 59

Abu H{amid al-Ghaza>li>, Taha>fut al-Fala>saifah, 218

Page 25: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

12

memakan manusia (kanibal)?60

sehingga ada dua jiwa untuk material

yang sama. Kemana dua jiwa akan dikembalikan? Lebih dari itu,

kanibal terjadi dalam mata rantai kehidupan. Mayat dikuburkan,

menjadi tanah, di atasnya tumbuh pohon, berbuah dan berbiji,

kemudian dimakan hewan, dan hewan itu dimakan manusia, menjadi

darah dan daging. Bisa diprediksikan ada 10 jiwa untuk material yang

sama bahkan lebih.61

Dapat disimpulkan bahwa opsi pertama, kembalinya jiwa ke

raga semula merupakan suatu hal yang mustahil. Sementara opsi

kedua, kembalinya jiwa pada raga dari material lain merupakan

reinkarnasi. Reinkarkasi adalah jiwa menempati suatu raga dan

berpindah ke raga lainnya. 62

Reinkarnasi sangat bertentangan dengan

ajaran Islam. Islam bukanlah agama reinkarnasi. Oleh karena itu,

semua opsi pengembalian jiwa kepada raga dunia mustahil terjadi.

Ibn Si>na>63

(370-428 H) melihat adanya pertentangan antara

akal dan naqal. Berdasarkan prinsip universal64

yang dibangun teolog,

bahwa seluruh sekte Islam telah menetapkan bahwa sebagian zahir

ayat al-Quran dan hadis harus ditakwilkan.65

Apa yang telah

ditetapkan oleh akal kemustahilannya, naqal mesti ditakwilkan, tak

terbayangkan naqal menyalahi akal yang pasti.66

Oleh karena itu, ayat-

ayat yang zahirnya tentang akhirat material, haruslah ditakwilkan.

Ayat-ayat material tentang akhirat sama halnya dengan ayat-ayat yang

material tentang Tuhan. Gambaran al-Quran yang material tentang

60

Ibn Si>na>, Risa>lah Ad}h}awiyah fi Amr al-Ma‘a>d, 56. 61

Ibn Si>na>, Risa>lah Ad}h}awiyah fi Amr al-Ma‘a>d, 56. Lihat juga Abu H{amid

al-Ghaza>li>, Taha>fut al-Fala>saifah, 218. 62

Ibn Si>na>, Risa>lah Ad}h}awiyah fi Amr al-Ma‘a>d, 58. 63

Dia adalah Abu ‘Ali al-Husain ibn ‘Abdillah ibn al-H{asan ibn ‘Ali Ibn

Si>na> (980-1037 M.) digelari dengan Shaikh al-Rai>s dan guru kedua (setelah

Aristoteles). Seorang tokoh kedokteran dan filosof terkenal. Barat menyebutnya

dengan Avicenna dan mengelarinya dengan bapak kedokteran modern. Karyanya

lebih dari 200 buku, yang paling terkenal adalah ‚al-Shifa‛ dan ‚Qanun fi al-T{ib‛.

Lihat Muh}ammad Lut}fi> Jum‘ah, Ta>ri>kh Fala>sifat al-Isla>m (Cairo: Maktabat al-Usrat,

2008), 52-56. 64

Prinsip universal adalah kaedah yang dibangun teolog ketika terjadi

tertentangan antara akal dan naqal. Lihat Ibn Taimiyah, Dar‘u Ta‘a>rud} al-‘Aql wa al-Naql, Vol. I, 4.

65Al-Ima>m Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Asa>s al-Taqdi>s, Ed. Ah}mad Hijazi al-Saqa>

(Beirut: Dar al-Jail, 1993), Cet. I, 91. 66

Abu H{a>mid al-Ghaza>li>, Al-Iqtis}a>d fi al-I’tiqa>d, Ed. Husain A<tai (Ankara:

Nur Matbaasi,1962), 1.

Page 26: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

13

Tuhan67

dan akhirat, hanyalah sebagai contoh dan perumpamaan

(Tashbi>h} wa Tamthi>l), bukan hakikat yang sebenarnya, agar dapat di

pahami awam.68

Lebih lanjut Ibn Si>na> (370-428 H) menegaskan bahwa manusia

adalah jiwa, bukan raga.69

Akhirat bersifat spiritual saja, karena hanya

untuk jiwa. Keberadaan raga di akhirat tidak ada gunanya. Pada

hakikatnya yang merasakan kesenangan dan kesengsaraan adalah jiwa.

Pengembalian jiwa kepada raga hanyalah kesia-siaan yang tak

berguna. Kenikmatan spiritual jauh lebih besar dari kenikmatan

material seperti makanan, minuman dan bidadari.

Menyikapi tensi akal dan naqal, Abu H{amid al-Ghazali70

(450-

505 H.) menyatakan\, Ahl al-Sunnah71

telah membuktikan bahwa tidak

ada pertentangan antara syariah yang diwahyukan dengan kebenaran

akal. Kalangan tekstualis (Z{ahiriyah) yang mengharuskan kekakuan

bertaklid dan mengikuti zahir teks, hanyalah orang yang lemah akal

dan berwawasan pendek. Kalangan filosof dan Mu’tazilah yang

berlebih-lebihan menggunakan akal sampai membenturkannya dengan

teks yang pasti, mereka itu hanyalah orang yang berhati busuk.

Kalangan yang pertama cendrung mengurang-ngurangi dan kalangan

67

Yaitu ayat-ayat yang mengambarkan Allah dengan sifat-sifat material,

seperti punya tangan, bersemayam, naik, turun, diatas dan lainnya. Lihat Fakhr al-

Di>n al-Ra>zi, Asa>s al-Taqdi>s. 68

Ibn Sina, Risa>lah Ad}h}awiyah fi Amr al-Mi’a>d, 44. 69

Ibn Sina, Risa>lah Ad}h}awiyah fi Amr al-Mi’a>d, 51. 70

Dia adalah Abu H{a>mid Muh}ammad ibn Muh}ammad ibn Muh}ammad Ibn

Ah}mad al-Ghaza>li>. Lahir pada (450 H/ 1058 M) di kota ‚Thus‛, kota kedua di

Khurasan setelah Naisabur. Seorang faqih, sufi, syafi’i>, dan ash‘ari >. Dia digelari

Hujjah al-Isla>m dan Zain al-Di>n. Dia merupakan salah seorang tokoh pembaharu

abad kelima Hijriyah, dan tokoh sunni terkenal dalam sejarah Islam. Ia wafat di kota

kelahirannya pada (505 H/ 1111 M). Lihat ‘Abd al-Rah}ma>n Badawi, Muallafa>t al-Ghaza>li> (Kuwait: Waka>lah al-Mat}bu‘a>t, 1977), Cet. II, 21-25.

71 Ahl al-Sunnah dan Jamaah adalah sekte Islam terbesar, dikenal juga

dengan istilah Sunni. Sumber syariatnya al-Quran dan Sunnah yang dipresentasikan

dalam hadis-hadis nabawi, mengikuti fiqih imam mazhab yang empat (Malik, Abu

Hanifah, Shafi‘i>, Ah}mbad ibn H{anbal), menetapkan keabsahan Khulafa al-Rashidin

yang empat (Abu Bakr, ‘Umar, ‘Uthma>n, ‘Ali>) dan meyakini ‘udul-nya semua

sahabat. Lihat kelompok yang selamat dari api neraka dalam Abi Mans}u>r ‘Abd al-

Qa>hir ibn T{ahir Muh}ammad al-Bagda>di>, Al-Farqu baina al-Firaq, Ed. Muh}ammad

‘Uthma>n al-Khushin (Cairo: Maktabah Ibnu Sina, tt.).

Page 27: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

14

kedua cendrung melebih-lebihkan. Keduanya jauh dari kebijaksanaan

dan kehati-hatian.72

Ibn Taymiyah73

(661-728 H) menegaskan bahwa apa yang

secara eksplisit kita ketahui dengan akal tak pernah terbayangkan akan

bertentangan dengan naqal yang benar. Itulah hasil renungan dalam

permasalahan yang umum diperselisihkan. Seseorang akan

menemukan yang menyalahi teks yang benar hanyalah shubhat rusak

yang dapat diketahui oleh akal kesalahannya. Bahkan akal dapat

mengetahui bahwa kebenaran lawannya yang sesuai dengan syariah. 74

Apa yang diketahui dengan akal yang jelas tidak pernah menyalahi

naqal sama sekali. Bahkan naqal yang dikatakan menyalahi akal

hanyalah hadis Maudhu’ 75 atau dalilnya lemah, yang tidak layak

menjadi dalil, jika berhadapan dengan akal yang benar.

Ibn Rushd (520-595 H) menyatakan bahwa wahyu adalah

kebenaran yang datang dari Allah, akal juga kebenaran anugrah Allah

Ta’ala. Kebenaran tak akan saling berlawanan, tapi saling mendukung

dan membuktikan.76

Ketika hasil pemikiran akal berseberangan dengan

wahyu ilahi, maka kesalahan bukan terletak pada akal, tetapi terletak

pada proses pemikiran (Istidla>l) yang salah. Salah mengumpulkan dan

menyusun premis mayor dan premis minor, sehingga menghasilkan

(Nati>jah) pemikiran yang salah.

72

Abu H{a>mid al-Ghaza>li>, Iqtis}ad fi ali’tiqa>d, Ed. Ibrahim Agah Cobukcu dan

Husein Atay (Ankara: Nu>r Mat}ba>si>, 1962), 1. 73

Dia adalah Abu ‘Abba>s, Taqi> al-Di>n Ah}mad ibn ‘Abd al-H{ali>m ibn ‘Abd

al-Sala>m Ibn ‘Abd Allah ibn Abi al-Qa>sim al-Khid}r, al-Nami>ri al-H{arra>ni (661-728

H, 1263-1328 M). Filosof salafi yang membawa salafi dari era yang hannya terhenti

pada teks –kadang-kadang hannya zahir teks- ke era filsafat teks dan rasionalitas

teks. Dia adalah salah seorang tokoh pembaharu di zamannya, pengkritik pemikiran

Barat Yunani (Logika dan Filsafat) dan pemikiran Timur Gnosisme Batini. Lihat

Muh}ammad ‘Ima>rah, Raf’ al-Mala>m ‘an al-Shaikh al-Isla>m Ibn Taimiyah (Isma>‘iliyah-Mesir: Maktabah al-Ima>m al-Bukha>ri, 2007), 9.

74 Abu al-‘Abba>s Taqi> al-Di>n Ah}mad ibn ‘Abd al-H{ali>m ibn Taimiyah,

Dar’u Ta‘a>rud} al-‘Aql wa al-Naql, Ed. Muh}ammad Rasha>d Sa>lim (Saudi Arabia:

Ida>rah Thaqa>fah wa al-Nashr bi al-Jami’ah al-Isla>miyah, 1991), Cet. II, Vol. I, 4-8. 75

H{adi>th al-Maud}u’ secara bahasa berarti hadis palsu. Sementara dalam

terminologi Ahl al-H{adi>th, Maud}u’ berarti kebohongan yang dibuat-buat dan

disandarkan kepada Rasul saw. Lihat Mah}mu>d T{ah}a>n, Taisi>r Mus}t}alah al-H{adi>th (Alexandria: Maktabah al-Huda> li al-Dira>sa>t, 1415), 69-70.

76 Abu al-Wali>d ibn Rushd, Fas}l al-Maqa>l fi>ma> baina al-H{ikmah wa al-

Shari>’ah min al-Ittis}al, Ed. Muh}ammad ‘Imarah (Cairo: Dar al-Ma’arif, 1999), Cet.

III, 32-33.

Page 28: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

15

Oleh karena itu, Imam al-Ghaza>li> (450-505 H) melihat tidak

adanya pertentangan antara akal dan naqal, sehingga ayat-ayat

material tidak perlu ditakwilkan. Belum ada alasan (qari>nah) untuk

mentakwilkan ayat-ayat tersebut. Argumen akal belumlah kuat

(Qat}‘i >), masih ada solusi yang dapat diberikan, yaitu opsi kedua:

kembalinya jiwa kepada raga dari material apapun. Identitas seorang

manusia ditunjukkan oleh jiwa, bukan ditunjukkan oleh raganya. Tidak

penting apakah itu disebut reinkarnasi, tidak ada gunanya

memperdebatkan penamaan dan istilah. Apa yang datang dari syariah haruslah dibenarkan adanya.

77

Banyak teolog yang menyayangkan pilihan Imam al-Ghaza>li>

ini.78

Teolog tidak menerima solusi yang diberikan Abu H{amid al-

Ghaza>li>. Al-Ghaza>li> telah mengangkatkan prinsip keadilan Tuhan.

Atas prinsip dasar keadilan Tuhan, raga yang menerima balasan

perbuatannya haruslah si pelaku itu sendiri, yaitu raga (material) yang

menemani jiwa ketika melakukan amalannya di tempat kejadian

perkara di dunia.79

Tangan yang melakukan, kaki yang melangkah,

mata yang melihat, raga (material) tersebutlah yang akan menerima

balasan amalannya sendiri.

Teolog menyadari, pengumpulan seluruh bagian raga

(material) yang terurai adalah sebuah kemustahilan. Karena bagian-

bagian raga berganti dengan siklus makanan. Dari kecil ke dewasa,

dari kurus ke gemuk dan seterusnya. Oleh karena itu, teolog

memandang bahwa raga (material) yang dikumpulkan itu hanyalah

sebagian saja. Bagian tersebut adalah bagian asal raga yang tetap

sepanjang umur dan tidak berganti dengan siklus makanan. Sedangkan

bagian tambahan boleh dari material apapun, karena bagian tambahan

terus berganti dengan siklus makanan. Inilah kata sepakat para teolog

di abad pertengangan tentang permasalahan, baik Mu’tazilah,

Ash’ariyah80

maupun Syiah.81

77

Abu H{a>mid al-GhaZa>li, Taha>fut al-Fala>sifah, 219-220. 78

Muh}ammad Qamar al-Daulah Na>sif, Nus}us al-Falsafiyah bi al-Sharh} wa al-Ta’li>q (Mesir: Dar al-Isla>miyah, 2004), 157.

79 Pada hari (ketika), lidah, tangan dan kaki mereka menjadi saksi atas

mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan (QS. Al-Nu>r [24]: 24) 80

Ash‘a>riyah adalah penisbatan kepada pendiri alirannya, Abu al-H{asan al-

Ash‘ari> (260-324 H). Imam al-Ash‘ari lahir dan tumbuh di Bas }rah kemudian pindah

ke Bagdad dan tinggal disana sampai akhir hayatnya. Dia dibesarkan dalam

lingkungan Mu’tazilah. Alirannya merupakan revolusi terhadap Mu’tazilah yang

terlalu berlebihan menggunakan akal dan terkadang menyepelekan teks. Aliran ini

Page 29: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

16

Imam Mu’tazilah, Qa>d}i ‘Abd al-Jabba>r (359-415 H)

menyatakan bahwa yang harus diperhatikan dalam permasalahan

pengembalian (raga), minimal adalah bagian tubuh yang tidak bisa

hidup tanpanya. Itulah yang harus dikembalikan. Jika tidak, yang

hidup kembali itu bukanlah yang hidup sebelumnya. Adapun bagian

lainnya tidaklah dipandang dalam perkara al-Ma‘a>d.82

Teolog Ash‘ariyah diwakili oleh ‘Ad}d} al-Di>n al-I<ji>83

(708-756

H), Sa’d al-Di>n al-Tafta>za>ni84

(722-792 H) dan al-Sayyid al-Sharif al-

Jarja>ni85

(740-816 H). ‘Ad}d} al-Di>n al-I<ji menyatakan bahwa yang

menghimbau untuk menyeimbangkan antara akal dan naqal, yaitu antara tektualis

(Ahl al-H{adi>th) dan rasionalis (Mu’tazilah). Lihat Muh}ammad ‘Ima>rah, Tayya>ra>t al-Fikr al-Isla>mi, 163.

81 Syiah secara bahasa artinya pengikut, pendukung, dan loyalis. Kemudian

dipakaikan kepada pengikut ‘Ali ibn Abi> T{alib (-23-40 H), Imam-Imam

keturunannya dan keluarga Rasul secara umum. Kemudian Istilah ini mengkristal

untuk yang meyakini bahwa Rasul saw. mewasiatkan kepemimpinan (Imam) kepada

‘Ali ibn Abi> T{a>lib ra. Keyakinan terhadap teks dan wasiat inilah yang menjadi

pembeda antara Syiah dan aliran lainnya. Lihat Muh}ammad ‘Ima>rah, Tayya>ra>t al-Fikr al-Isla>mi, 199.

82 Al-Qa>d}i> Abi al-H}asan ‘Abd al-Jabba>r al-Asad al-Aba>di>, Al-Mughni fi

Abwa>b al-Tauhi>d wa al-‘Adl: al-Takli>f, Ed. Ibrahim Madku>r (tt: Abu Muslim al-

Mu’tazili>, 1958) Vol. XI, 475. 83

Dia adalah al-Qa>d}i> ‘Abd al-Rahma>n ibn Ah}mad ibn ‘Abd al-Gaffa>r

dikenal Abu al-Fad}l ‘Ad}d} al-Di>n al-I<ji> (708-756 H)\. Kata al-I<iji> penisbatan pada

negeri I<j, sebuah kota yang secara pemerintahan mengikut pada Shira>z. Dia adalah

seorang Imam al-Ma’qul (akal) dan al-Manqu>l (teks) di zamannya. Dia seorang

Muhaqqiqin, ahli teologi, fiqih dan logika. Taftaza>ni sangat terpengaruh olehnya, hal

ini Nampak dari penyusunan bukunya ‚al-Maqa>s}id‛ meniru susunan ‚al-Mawa>qif‛.

Lihat Muh}ammad Qamar al-Daulah Na>sif dan Mahmu>d ‘Abd al-Hakim ‘Utma>n,

Ma‘a al-Mawa>qif li ‘Id}d} al-Di>n al-I<ji> (Mansora-Mesir: al-Dar al-Islamiyah, 2006), 7. 84

Dia adalah Sa’d al-Di>n, Mas‘u>d ibn ‘Umar ibn ‘Abd Allah al-Tafta>za>ni>,

lahir di Tafta>za>n (722-792 H), Taftaza>n sebuah negeri dekat Khurasa>n. Dia seorang

Imam di bidang nahwu, s}araf, ma‘a>ni>, baya>n, ushul al-din, ushul fiqih, logika dain

ilmu lainnya. Lihat Abu al-Fala>h ‘Abd al-H{ai ibn al-Ima>d al-Hanbali>, Shadhara>t al-Zahab fi Akhba>r man Dhahab (Beiru>t: Dar al-Masi>rah, 1979), Vol. VI, 319-322.

85‘Ali> ibn al-Sayyid Muh}ammad ibn ‘Ali al-Jarja>ni>, Abu al-H{asan, dikenal

dengan al-Sayyid al-Shari>f, ulama Muhaqqiqin, mazhab Hanafi, dilahirkan di Jarja>n

740 H. dan meninggal di Shira>z 816 H. Bukunya ‚Sharh al-Mawa>qif‛ merupakan

syarah yang paling populer dari yang lainnya. Dia banyak menulis buku dalam

berbagai disiplin ilmu, dimulai dengan ilmu teologi, ilmu-ilmu kearaban, filsafat,

logika, astronomi, matematika, sejarah aliran, fiqih, h}adi>th, tafsir, tasawuf, oleh

karena itu ia digelari al-‘Alla>mah. Lihat Ismail Ba>sha al-Bagda>di, Hadiyah al-‘A<rifi>n: Asma>’ al-Muallifi>n wa Atha>r al-Mus}annifi>n (Beirut: Dar Ih}ya’ al-Turath al-

‘Arabi>, tt.), Vol. I, 728-729.

Page 30: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

17

dikembalikan hanyalah bagian-bagian asal, yaitu yang tetap ada dari

awal hingga akhir umur. Bagi yang memakan (orang) berarti bagian itu

adalah bagian tambahan (bukan asal). Kita menyadari bahwa manusia

tetap sepanjang umurnya, sedangkan bagian-bagian makanan datang

silih berganti.86

Sa’d al-Di>n al-Taftaza>ni> (722-792 H) menyatakan bahwa yang

dimaksud dengan kebangkitan adalah kembali dikumpulkannya

bagian-bagian asal yang tetap dari awal umur sampai akhir hayat,

bukan yang diperoleh dari makanan. Yang dikumpulkan adalah bagian-

bagian asal dari orang yang memakan dan yang dimakan.87

Al-Sayyid

al-Sharif al-Jarja>ni (740-816 H) menjelaskan, jika yang dimakan

adalah bagian tambahan (bukan bagian asal bagi yang memakan),

bagian itu tidak mesti dikembalikan kepada yang memakan tapi

kepada yang dimakan.88

Teolog Syiah diwakili oleh Nas}i>r al-Di>n al-T{u>si>89

(597-672 H)

yang menyatakan bahwa pengumpulan bagian tambahan raga bukanlah

suatu kemestian.90

Komentatornya Ibn al-Mut}ahhir al-H{illi91

(648-

726 H) menjelaskan bahwa setiap manusia mempunyai bagian asal

86

Ad}d} al-Din al-Qa>d}i ‘Abd al-Rahma>n ibn Ah}mad al-I<ji, Al-Mawa>qif, (Beirut: A<lam al-Kutub, tt.), 373.

87 Sa’d al-Di>n al-Tafta>za>ni>, Sharh} al-Maqa>s}id, Ed. ‘Abd al-Rahma>n al-

Ami>rah (Beirut: ‘A<lah al-Kutub, 1998), Vol. V, Cet II, 95. 88

Al-Sayyid al-Shari>f ‘Ali ibn Muh}ammad al-Jarja>ni>, Sharh} al-Mawa>qif li ‘Ad}d} al-Di>n al-I<ji (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1998), Vol. IIIX, 323.

89 Dia adalah Abu Ja’far Muh}ammad ibn Muh}ammad ibn al-H{asan al-T{usi.

Dilahirkan di kota T{us dekat Khurasan pada (597 H./ 1201M.) dan meninggal di

Bagdad pada (672 H./ 1274 M.). Seorang ulama yang menekuni ilmu teologi, filsafat

Islam, astrologi, matematika, kimia, kedokteran dan fisika. Karangannya yang paling

populer adalah ‚Tajri>d al-‘Aqa>id‛ yang merupakan salah satu sumber akidah utama

aliran Shi‘ah. Awalnya T{usi menganut Shi‘ah Isma>‘iliyah kemudian pindah ke

Shi‘ah Ithna> ‘Ashriyah. Lihat Sayyid ‘Ali al-Mila>ni>, Shaikh Nas}ir al-Di>n al-T{u>si wa Suqu>t al-Bagda>d (Qom: Markaz al-Abh}a>s al-‘Aqa>idiyah, 1421 H.).

90 Nas}i>r al-Di>n al-T{u>si>, Tajri>d al-‘Aqa>’id, Ed. ‘Ayya>s Muh}ammad H{asan

Sulaima>n (Alexandria: Da>r al-Ma’rifah al-Ja>mi‘ah, 1996), 153. 91

Dia adalah al-H{asan ibn Yusuf ibn al-Mut}ahhir al-Hilli dikenal dengan al-

‘Alla>mah al-Hilli>, lahir pada 648 H. di kota al-H{illah dan meninggal pada 726 H. Dia

banyak menulis buku tentang fiqih, usul fiqih, teologi, logika, filsafat, tokoh, dan

lainnya yang mencapai 100 buku. Dia belajar fiqih dari pamannya, belajar filsafat

dan logika dari Nas}iruddin T{usi, dan belajar fiqih sunni dari beberapa ulama sunni.

Lihat Khair al-Di>n al-Zirikli>, Al-A’la>m: Qa>mu>s Tara>jim li Ashha >r al-Rija>l wa al-Nisa>’ min al-Arab wa al-Musta’ribi>n wa al-Mustashriqi>n (Beirut: Dar al-‘Ilm li al-

Mala>yi>n, 1980),Vol. II, 227.

Page 31: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

18

yang tidak bisa menjadi bagian asal manusia lainnya. Tapi akan

menjadi bagian tambahan jika ia memakannya.92

Dapat disimpulkan, bahwa teori pengumpulan bagian asal raga

yang terurai merupakan teori yang baku dan terkuat di abad

pertengahan. Awalnya dikemukakan oleh Mu’tazilah kemudian diikuti

oleh Ahl al-Sunnah dan Syiah. Teori mayoritas teolog ini bertahan

selama berabad-abad hingga sekarang. Namun, masihkah teori ini

merupakan teori terkuat untuk zaman sekarang? Kemajuan ilmu

kedokteran abad ke-20 secara tidak langsung telah meruntuhkan teori

ini. Ilmu kedokteran menjelaskan bahwa bagian asal raga yang tetap

sepanjang umur itu ternyata tidaklah ada. Manusia secara terus-

menerus mengganti raganya dengan siklus makanan. Hal ini di

terangkan oleh Wahiduddin Khan93

yang menyatakan bahwa raga

manusia merubah dirinya sendiri secara terus-menerus, sampai datang

waktu tidak satupun sel-sel lama yang tertinggal karena digantikan

oleh sel-sel yang baru. Proses pergantian sel ini terus berulang di

waktu kanak-kanak dan remaja dengan cepat, kemudian melambat di

usia tua. Bila diperkirakan proses pembaharuan raga ini, dapat

diprediksikan raga manusia terlahir kembali setiap sepuluh tahun.94

Teori kebangkitan mayoritas teolog abad pertengahan adalah

teori yang rapuh. Oleh karena itu, perlu sebuah teori alternatif dan

kuat dalam membangun akidah hidup setelah mati. Sehingga tidak

terjadi pertentangan antara naqal yang mengambarkan akhirat material

dan menjadikan raga sebagai objeknya, dengan akal yang

memustahilkan kebangkitan raga, yang berujung pada pentakwilan95

zahir teks al-Quran tentang akhirat material.

92

Jama>l al-Di>n al-H{asan ibn Yu>suf ibn ‘Ali ibn al-Mut}ahhir al-H{illi>, Kasf al-Mura>d fi Sharh} Tajri>d al-‘Aqa>id (Beirut: Muassasah al-A’la>mi, tt.), 256.

93 Ulama kontemporer India kelahiran Uttar Pradesh, India pada 1 Januari

1925 M. Keistimewaan pemikirannya adalah usaha untuk memadukan manhaj salafi,

ilmi dan falsafi. Dengan pemaduan ini, dia berdialog dengan orang ateis dalam bayak

karangannya. Karya-karyanya memadukan antara kesederhanaan dan mendalam,

yang sesuai dengan beragam level pembacanya. Karya-karyanya banyak ditulis

dalam bahasa Inggris dan diterjemahkan ke dalam banyak bahasa. Dia merupakan

pendiri Centre for Peace and Spirituality International. Lihat profilnya di:

http://www.cpsglobal.org/mwk (diakses tanggal 22 April 2014) 94

Wahiduddin Kha>n, Al-Isla>m Yatah}adda>: Madkhal al-‘Ilmi> ila> al-Ima>n, Trans. Z{afar al-Isla>m Kha>n (Cairo:Maktabah al-Risa>lah, 2000), 104-105.

95 Takwil menurut ulama Mutaakhirin adalah mengalihkan perkataan dari

arti yang lebih diutamakan kepada arti yang kurang diutamakan mengingat adanya

bukti/ alasan yang menghendakinya. Maksudnya mengalihkan kalam Allah dan

Page 32: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

19

Pada dasarnya, tesis ini akan kembali mengembangkan teori

kebangkitan raga dari material apapun. Pada hari kebangkitan jiwa

akan kembali bergantung kepada raga dari material apapun (tanpa

memandang material). Selama ini, teori ini ditinggalkan, dan bahkan

dicela oleh para teolog, karena telah mengangkatkan prinsip keadilan

Tuhan yang selama ini mereka pelihara. Prinsip keadilan Tuhan

mengharuskan penerima balasan di akhirat adalah raga (material) yang

menemani jiwa di waktu dan tempat kejadian perkara di dunia.

Sehingga Allah membalasi perbuatan si pelaku itu sendiri baik jiwa

maupun raga.

Tesis ini akan menjawab prinsip keadilan Tuhan yang

dipermasalahkan selama ini dengan hipotesis sebagai berikut: Manusia

umur 20 tahun adalah manusia yang sama pada umur 40 tahun (20

tahun kemudian). Identitas manusia tidak berubah sekalipun raga

manusia telah berganti dengan asupan makanan. Identitas seorang

manusia tidaklah berubah sepanjang umurnya, sekalipun raganya telah

berubah menjadi kurus, kecil, besar dan sebagainya. Identitas manusia

ditentukan oleh jiwanya, bukan titentukan oleh raganya. Analogikan

raga manusia umur 20 tahun adalah raga pelaku di dunia, dan raga

manusia yang baru umur 40 tahun adalah raga manusia penerima

pembalasan di akhirat.

B. Permasalahan

1. Identifikasi Masalah

Mengingat pembahasan tentang hidup setelah mati ini

memiliki cakupan pembahasan yang sangat luas, perlu dilakukan

identifikasi masalah demi tercapainya pembahasan yang sistematis.

Ada beberapa masalah yang terindentifikasi sebagai berikut:

a. Bagaimanakah keyakinan pembalasan amal perbuatan menjadi

fitrah pemikiran semenjak adanya sejarah manusia?

b. Bagaimanakah pengaruh ajaran nabi dan rasul terhadap filsafat

hidup setelah mati dalam sejarah peradaban manusia?

c. Apakah jiwa itu dan bagaimana hubungannya dengan raga?

d. Apakah kehidupan akhirat manifestasi kehidupan dunia yang

material?

e. Bagaimanakah kehidupan akhirat spiritual yang diyakini

filosof?

Rasulnya kepada artinya yang tersembunyi, dengan klaim kiasan atau perumpamaan.

Lihat Manna’ Qat}t}a>n, Mabah}is fi ‘Ulum al-Quran, 318.

Page 33: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

20

f. Bagaimana Islam menjadikan pemikiran akal sebagai senjata

melawan orang berperadaban tinggi dalam membangun

metafisika kebangkitan dan kehidupan akhirat?

g. Bagaimana usaha filosof muslim menyelaraskan filsafat dan

agama?

h. Apakah itu prinsip keadilan Tuhan?

i. Bagaimana jika akal bertentangan dengan naqal?

j. Bagaimanakah proses kebangkitan raga di akhirat?

k. Apakah raga manusia berganti dengan asupan makanan?

2. Batasan Masalah

Pada dasarnya kajian ini adalah kajian filosofis bukan teologis.

Baik filosof maupun teolog berpijak dari landasan teologis yang sama,

yaitu:

a. Keyakinan terhadap adanya dunia dibalik dunia material, yaitu

dunia metafisika.

b. Keyakinan terhadap adanya kekuatan supra natural (Tuhan)

yang maha kuasa atas segala sesuatu.

c. Keyakinan terhadap adanya jiwa yang terpancar (bersumber)

dari Tuhan yang sifatnya hampir sama dengan zat Tuhan.

d. Keyakinan terhadap adanya pembalasan amal perbuatan.

Masalah yang diperdebatkan dalam kajian ini, bukanlah aspek

teologisnya (Ushul al-Di>n), tapi lebih pada aspek filosofisnya, yaitu

bagaimana bentuk, sifat, dan proses terjadinya pembalasan amal

perbuatan tersebut di akhirat. Semua konsep-konsep dibangun dari

teori-teori filsafat yang kemudian dicarikan legitimasinya dalam al-

Quran.

Yang dimaksud dengan HIDUP SETELAH MATI dalam

kajian ini adalah kehidupan setelah:

a. Berpisahnya jiwa dengan raga, bagi yang memahami jiwa

sebagai sebuah esensi material.

b. Putusnya ketergantungan jiwa dengan raga, sehingga jiwa tidak

lagi mengatur raga, bagi yang memahami jiwa sebagai sebuah

esensi spiritual.

c. Hilangnya kehidupan pada raga, bagi yang memahami al-Ru>h} sebagai aksiden.

Kehidupan yang dimaksud dalam kajian ini bukan saja dimulai dari

hari dimana seluruh raga umat manusia dibangkitkan kembali di hari

Page 34: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

21

kiamat, tapi juga termasuk kehidupan pada masa tunggu dari kematian

hingga hari kebangkitan, yang disebut dengan alam Barzakh. Perkara akhirat (eskatologi) tidak bisa terlepas dari perkara

awal (penciptaan). Tentunya ada saling keterkaitan antara awal dan

akhir (al-Mabda’ wa al-Ma‘a>d). Kajian ini akan membahas tentang

perkara awal (al-Mabda’). Tapi tidak akan membahas tentang teori

penciptaan yang rumit dalam filsafat. Cukup hanya sebagai landasan

untuk memahami jiwa sebelum bergantung kepada raga. Selanjutnya

kajian tentang akhirat dibatasi hanya untuk mencari bentuk, karakter

dan sifat akhirat itu sendiri, dan mencari teori kebangkitan raga yang

rasional. Pembatasan masalah bisa disimpulkan dalam poin-poin

berikut:

a. Memahami, mengenal dan mengetahui karakter jiwa baik

sebelum, ketika dan setelah terputus hubungannya dengan raga.

b. Membahas sifat dan bentuk akhirat dari aspek material (surga

dan neraka) dan spiritual (immaterial).

c. Membahas teori kebangkitan raga.

Dialektika berarti dialog, percakapan dua arah. Dialektika

adalah berbahasa dan bernalar dengan berdialog sebagai cara untuk

menyelidiki suatu permasalahan.96

Teolog dan filosof begitu banyak

jumlahnya, sehingga perlu pembatasan yang jelas. Dalam kajian ini,

filosof dipresentasikan oleh Ibn Si>na> (370-428 H) yang kajiannya

tentang jiwa paling komprehensif dari filosof muslim lainnya. Begitu

juga dengan pandangan akhirat spiritual Ibn Si>na> yang sangat jelas.

Sementara teolog dipresentasikan oleh Abu H{amid al-Ghaza>li> (450-

505 H) yang dikenal sebagai H{ujjah al-Isla>m, pelindung agama dari

serangan-serangan filsafat dan akidah yang merusak. 3. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah, dapat dirumuskan bahwa kajian

ini adalah kajian mencari hakikat manusia, serta mencari bentuk dan

sifat akhirat yang sesuai untuk pembalasan amal perbuatan manusia.

Akhirat adalah tempat pembalasan amal perbuatan. Prinsip keadilan

Tuhan menuntut manusia yang dibalasi amal perbuatannya adalah

manusia pelaku amal perbuatan yang dahulu hidup di dunia. Dalam

artian yang menerima pembalasan benar-benar sampai kepada si

pelaku perbuatan.

96

http://artikata.com/arti-325163-dialektika.html (diakses tanggal 6 Juni

2014)

Page 35: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

22

Akhirat hanyalah tempat yang disesuaikan dengan manusia itu

sendiri. Apakah manusia itu adalah raga material? Ataukah jiwa

spiritual? Ataukah jiwa material? Ataukah jiwa dan raga material?

Ataukah jiwa spiritual dan raga material merupakan alatnya. Raga

material pastilah menghendaki akhirat yang material. Jiwa yang

spiritual pastilah menghendahi akhirat yang spiritual. Akhirat yang

material pastilah menghendaki kebangkitan raga. Akhirat spiritual

tidak menghendaki kebangkitan raga. Kajian ini dapat dirumuskan

sebagai berikut:

Apa yang menjadi identitas seorang manusia di akhirat?

C. Tinjaun Kepustakaan

1. Kerangka Teori

Ada lima teori tentang akhirat berdasarkan pandangan terhadap

hakikat manusia:

a. Pengembalian Raga yang telah Tiada (I‘a>dah al-Ma’du>m ): Manusia adalah raga material. Akhirat bersifat material.

Kematian adalah keluarnya al-Ru>h} (kehidupan) dari raga. Kebangkitan

adalah kembalinya raga manusia yang telah tiada. Teori ini

dikemukakan oleh generasi awal Ahl al-Sunnah dan Masha>yikh al-

Mu’tazilah.

b. Pengumpulan Raga yang Terurai (Jam’ ba’d al-Tafarruq):

Manusia adalah jiwa dan atau raga material. Akhirat bersifat

material. Kematian adalah keluarnya al-Ru>h} (kehidupan) dari raga.

Kebangkitan adalah berkumpulnya kembali raga yang terurai, baik

seluruh maupun sebagian. Teori ini dikemukakan oleh Mu’tazilah dan

Ahl al-Sunnah Muta‘akhirin.

c. Jiwa Spiritual tanpa Raga

Manusia adalah jiwa immaterial. Akhirat bersifat spiritual.

Kematian adalah putusnya ketergantungan jiwa dari raga. Kebangkitan

raga mustahil adanya. Akhirat material (surga dan neraka) hanyalah

contoh dan perumpamaan untuk orang awam. Teori ini dikemukakan

oleh Ibn Si>na> (370-428 H) mewakili mayoritas filosof.

d. Kebangkitan Raga dari Material Apapun –revisi teori c-:

Manusia adalah jiwa immaterial, sementara raga material

hanyalah alatnya. Akhirat bersifat spiritual dan juga material.

Kematian adalah putusnya ketergantungan jiwa dari raga. Kebangkitan

adalah kembalinya jiwa bergantung pada raga dari material apapun.

Teori ini dikemukakan oleh Abu H{a>mid al-Ghaza>li> (450-505 H).

Page 36: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

23

e. Pengumpulan Bagian Asal Raga yang Terurai (Jam’ al-Ajza’ al-As}li>yah ) -revisi teori b- :

Manusia adalah jiwa spiritual dan raga material. Akhirat

bersifat spiritual dan juga material. Kematian adalah terputusnya

ketergantungan jiwa dengan raga. Kebangkitan adalah berkumpulnya

kembali bagian asal raga yang terurai, yang tetap sepanjang umur dan

tidak berganti dengan siklus makanan dan kembalinya jiwa bergantung

pada raga. Teori ini dikemukakan oleh Muh}aqqiqi>n. 2. Kajian Terdahulu yang Relevan

Dari lima teori diatas hanya satu teori yang dominan, yaitu

teori ‚Pengumpulan Bagian Asal Raga‛. Hal ini tidak terlepas dari

berkelanjutannya regenerasi dalam lingkungan teolog terutama

kalangan teolog Ash’ariyah. Menariknya, walaupun teori ‚Bagian asal

Manusia‛ menurut teolog adalah teori terkuat, tapi mereka tetap

berdiri tegak dalam membela teori pertama (I‘a>dah al-Ma’du>m).

Teolog masih saja menuliskan dan mendukung teori ini dalam buku-

buku mereka. Entah karena alasan fanatik mengikut kepada salaf atau

memandang teori ini masih kuat dan belum runtuh. Sebaliknya teori

filosof satu-satunya, yaitu teori ‚Jiwa spiritual tanpa raga‛ hanyalah

ditemui dalam buku-buku yang mengkritisi filosof baik secara

langsung maupun tidak. Tentunya ini disebabkan oleh mandul dan

menghilangnya filsafat Islam ditelan masa.

Dapat disimpulkan bahwa teori ‚Pengumpulan Bagian Asal

Raga‛ adalah teori yang eksis dan mempunyai banyak pendukung,

sementara empat teori lainnya hanyalah di atas kertas yang fungsinya

untuk mengungkapkan pendapat terdahulu sebagai perbandingan dan

bukan mengungkapkan pendapat penulisnya. Setidaknya ada dua

kajian yang mendukung teori ‚Pengumpulan Bagian Asal Raga‛

sekalipun keduanya berbeda pandangan dalam menafsirkan bagian asal

raga yang dimaksud:

Pertama, Ali Arslan Aydin dalam al-Ba’th wa al-Khulu>d baina al-Mutakallimi>n wa al-Fala>sifah (Istanbul: Dar Sakha>, 1998)

97

menyatakan bahwa pengembalian raga apa adanya (‘Ainiyah) adalah

pandangan populer yang disepakati oleh sahabat dan generasi

terdahulu. Pandangan salaf (I’a>dah al-Ma’du>m) lebih berhati-hati.

Namun teori pengumpulan kembali bagian asal raga yang terurai

(Jam’ Al-Ajza’ al-As}li>yah) lebih selamat (aman) dalam berdiskusi,

97 Risalah ilmiah untuk meraih gelar Professor dibidang Akidah dan Filsafat

Islam pada Universitas al-Azhar, Mesir tahun 1961.

Page 37: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

24

berdialog dan berdebat. Dalam menafsirkan ‚bagian asal raga yang

tetap sepanjang umur dan tidak berganti dengan siklus makanan‛ yang

dimaksud oleh teolog abad pertengahan, Ali Arslan Aydin

menyatakan bahwa bagian asal itu adalah jiwa. Pembagian raga

menjadi bagian asal dan bagian tambahan sama seperti pembagian

manusia menjadi jiwa dan raga. Karena bagi teolog, jiwa adalah

material halus yang mengalir di dalam raga seperti air di dalam daun

dan api di dalam bara. Tesis ini akan membantah penafsiran Ali

Arslan.

Kedua, Muhammad H{asan Riba>h} Bukhit dalam ‘Aqidah al-

Ba’th baina al-Muthbitin wa al-Munkirin (Khart}u>m: Universitas Islam

Ummu Darman, 1988)98

menyatakan bahwa kematian bukanlah

membuat raga binasa (‘a>dam), tapi kematian membuat raga terurai.

Oleh karena itu, kebangkitan adalah pengumpulan kembali raga yang

terurai (Jam’ al-Ajza’ ba’d al-Tafarruq) bukan pengembalian raga yang

telah tiada (I‘a>dah al-Ma’du>m). Dalam menafsirkan ‚bagian asal raga

yang tetap sepanjang umur‛, menurutnya, bagian asal raga itu adalah

tulang tungging (‘Ajab al-Zanab). Sehingga tulang tersebut ibaratkan

biji tanaman. Kebangkitan manusia seperti tumbuhnya tanaman dari

dalam tanah. Tesis ini cenderung mendukung penafsiran tersebut.

Walau bagaimanapun penafsiran terhadap bagian asal raga

yang dimaksud oleh teolog abad pertengahan, tetap saja tesis ini akan

meruntuhkan teori bagian asal raga. Karena ‚bagial asal raga yang

tetap sepanjang umur dan tidak berganti dengan siklus makanan‛ itu

ternyata tidaklah ada. Hal ini diungkapkan oleh ilmu kedokteran abad

ke-20 yang menyatakan bahwa seluruh raga manusia berganti secara

keseluruhan secara terus menerus dengan siklus makanan, sehingga

lahirlah raga dari material yang baru pada beberapa waktu tertentu.

Oleh karena itu, teori kebangkitan yang mempertahankan raga

(material) -yang dahulu menemani jiwa di dunia- demi menjunjung

prinsip keadilan Tuhan tidaklah relevan dalam perkara kebangkitan.

Pandangan ini didukung oleh:

Pertama, Lynne Rudder Baker dalam Persons and the metaphysics of resurrection (Cambridge: Cambridge University Press,

2007) menyatakan bahwa teori identitas manusia mempunyai

kemampuan yang luar biasa dalam membentuk konsep metafisika

kebangkitan. Dalam ajaran kristen, kebangkitan menuntut manusia

98 Tesis untuk meraih gelar Magister dibidang Aqidah dan Agama di

Universitas Islam Ummu Darman, Sudan tahun 1988.

Page 38: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

25

yang hidup di dunia dan manusia yang dihidupkan kembali di akhirat

adalah manusia yang sama, bahwa raga duniawilah yang bertamasya

ke akhirat dibawa oleh sebuah keajaiban. Berdasarkan pandangan

terhadap manusia (Constitutions View), seorang manusia dibentuk

oleh –tapi tidak identik dengan- organ tubuh. Pada dasarnya, orang

mempunyai sudut pandang utama tentang manusia. Pada dasarnya,

organ tubuh mempunyai keterikatan fungsi biologis utama. Teori

identitas manusia merupakan teori terunggul dalam membangun

metafisika kebangkitan raga.

Kedua, Wahiduddin Khan dalam Isla>m Yatah}adda: Madkhal al-Ilmi ila> al-Islam (Kuwait: Scientific Research House, 2005)

menyatakan bahwa raga manusia merubah dirinya sendiri secara terus-

menerus, sampai datang waktu tidak satupun sel-sel lama yang

tertinggal karena digantikan oleh sel-sel yang baru. Aktivitas ini terus

berulang dengan cepat di usia kanak-kanak kemudian melambat di usia

dewasa. Namun manusia yang ada didalamnya tidaklah berubah,

pengetahuannya, tabiatnya, cita-citanya dan pemikirannya tetap

seperti adanya. Ketiga, Ayatullah al-'Uz}ma> Syaikh Ja'far al-Subh}a>ni> dalam al-

Ila>hiya>t ala> Huda al-Kita>b wa al-Sunnah wa al-Aql’ (Iran: al-Dar al-

Isla>miyah, 1990) menyatakan bahwa teori bagian asal manusia sama

sekali tidak berdasar. Tidak ada bukti yang menyatakan bahwa setiap

manusia mempunyai bagian asal raga yang tetap dan tidak berubah

sepanjang umur. Raga manusia merupakan susunan sel-sel yang hanya

Allah saja yang mengetahui jumlahnya. Para ahli menyatakan bahwa

seluruh sel-sel raga digantikan oleh sel-sel baru setiap sepuluh tahun.

Seorang yang berumur 80 tahun, jiwanya telah bergantung pada 8 raga

yang berbeda. Teori yang mempertahankan raga duniawi bertamasya

ke akhirat didasari oleh pandangan yang memahami bahwa manusia

adalah raga. Sementara Identitas manusia ditentukan oleh jiwanya,

bukan ditentukan raganya. Oleh karena itu, yang dipandang dalam

perkara kebangkitan adalah bentuk (s}urah). Jiwa akan kembali

bergantung pada raga dari material apapun.

D. Tujuan Penelitian

Kajian filosofis tentang Manusia dan Akhirat ini bertujuan

untuk:

1. Mengetahui gambaran akhirat di mata filosof.

Page 39: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

26

2. Mengetahui sejauh mana usaha filosof muslim dalam

menyelaraskan antara agama dan filsafat, terutama perkara

akhirat.

3. Menjelaskan kerja keras teolog muslim dalam membela

agamanya dengan senjata musuhnya (filsafat), terutama perkara

akhirat.

4. Membuktikan bahwa Islam adalah agama rasionalis, segala hal

dalam ajaran Islam dapat diterima akal. Tidak ada perkara yang

mustahil dan tidak dapat dicerna oleh akal.

5. Membuktikan bahwa filsafat bukanlah kajian yang tak berguna

dan selalu merusak Islam dan justru sebaliknya.

6. Membuktikan runtuhnya teori bagian asal manusia yang

dibangun teolog abad pertengahan dan bertahan selama berabad-

abad.

7. Membangun kembali konsep kebangkitan raga dari material

apapun sebagai teori terdepan dan terunggul dalam metafisika

kebangkitan raga.

E. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Memberikan konsep identitas seorang manusia

2. Memberikan teori kebangkitan yang kuat, tidak banyak

menimbulkan permasalahan, sederhana, mudah dipahami dan

gampang dicerna akal.

3. Menambah keimanan terhadap akhirat, kebangkitan raga dan

hari pembalasan yang dijanjikan oleh sang pencipta.

4. Memperkuat keyakinan bahwa Islam adalah agama rasionalis,

dalam Islam tidak ada perkara mustahil yang tidak dapat dicerna

oleh akal manusia.

5. Mengingatkan manusia untuk banyak berbuat baik, dan menjauhi

perbuatan buruk, karena semua ada pembalasannya.

6. Menambah khazanah keilmuan Islam, terutama tentang

eskatologi.

F. Metodologi Penelitian

Penelitian ini sepenuhnya bersifat kepustakaan dan tergolong

pada penelitian kepustakaan (Library Research). Penelitian ini

menggunakan sumber-sumber kepustakaan untuk membahas

problematika yang telah dirumuskan. Kajian ini dikenal juga dengan

Page 40: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

27

kajian dokumen atau teks (Document Study). Kajian yang menitik

beratkan pada analisis atau interpretasi bahan tertulis

berdasarkan konteksnya. Data-data yang dihimpun terdiri atas bahan-

bahan tertulis yang telah dipublikasikan dalam bentuk buku dan artikel

pada jurnal dan website. Data yang dimaksud adalah sumber primer

yaitu Risa>lah Ad}h}awiyah fi Amr al-Ma‘a>d‛99 karya Ibn Si>na> (370-428

H), dibantu dengan sumber-sumber sekunder yang berkaitan langsung

maupun tidak langsung dengan permasalahan jiwea dan akhirat.

Penelitian ini bersifat Kualitatif. Metode penelitian Kualitatif

yang dimaksud adalah sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan

data Deskriptif berupa kata-kata dan catatan-catatan yang

berhubungan dengan pemaknaan, penilaian, dan pengertian. Oleh

karena itu, penelitian ini sepenuhnya akan menggunakan prosedur

penelitian Kualitatif.

Dalam menghasilkan data yang dibutuhkan, penulis akan

menggunakan teknik pengumpulan data. Pengumpulan data digunakan

untuk mengumpulkan pemikiran-pemikiran atau konsep-konsep yang

dalam hal ini bersumber dari sumber primer dan sekunder yang

memuat pemikiran-pemikiran tentang al-Ma’a>d. Dalam melakukan

pengumpulan data maupun analisis data akan digunakan logika

Aristoteles (al-Mant}iq al-Qadi>m) atau penalaran Induktif Abstraktif, yaitu suatu logika yang bertitik tolak dari ‚khusus ke umum‛ dan

bukan sebaliknya.

Dalam menganalisis data, penulis juga menggunakan beberapa

teknik analisis data lainnya. Analisis data merupakan suatu rangkaian

penelitian yang sangat penting, karena merupakan proses penyusunan,

pengkategorian data, dan pencarian pola atau tema dengan maksud

untuk memahami maknanya. Disamping itu, analisis data juga

dimaksudkan untuk melakukan pengeksplorasian dan pengaturan

secara sistematis terhadap data-data yang telah dikumpulkan untuk

mempertajam pemahaman. Oleh karena itu, penelitian ini juga

mengunakan metode analisis data Deskriptif dan metode analisis data

Komparatif. Karena berdasarkan pada kenyataannya, data yang

dihadapi bersifat Deskriptif berupa pernyataan verbal bukan data

Kualitatif.

Dalam mengkomparasikan antara satu pernyataan dengan

pernyataan lainnya, digunakan pendekaran Teoritis (Theority

99

Shaikh al-Rai>s Abu al-Wali>d Ibn Si>na>, Risa>lah Ad}h}awiyah fi Amr al-Ma‘a>d‛, Ed. Sulaima>n Dunya> (Cairo: Dar al-Fikr al-‘Arabi, 1949).

Page 41: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

28

Approach). yaitu suatu metodologi yang membandingkan antara satu

teori dan teori lainnya dan mencari kelebihan dan kelemahannya.

Dalam menganalisa teori tersebut, digunakan metodologi ‚Ragu‛

(Manhaj al-Shakk), salah satu metodologi filsafat yang meletakkan

segala sesuatu harus dikeragui dan harus dibuktikan kebenarannya.

G. Sistematika Penulisan

Pembahasan karya ilmiah memerlukan suatu bentuk penulisan

yang sistematis sehingga tampak adanya gambaran yang jelas, terarah,

serta logis dan saling berhubungan antara bab satu dengan bab

berikutnya. Penelitian dalam tesis ini dibagi menjadi beberapa bab

sebagai berikut :

Bab I berisikan landasan umum berupa pendahuluan yang

mengemukakan latar belakang masalah, pembatasan dan rumusan

masalah, tinjauan kepustakaan, tujuan dan manfaat penelitian,

metodologi penelitian dan sistematika penulisan.

Bab II membahas tentang jiwa sebagai identitas dan hakikat

manusia yang akan dibalasi amal perbuatannya. Dimulai dengan istilah

operasional yang dipakai dalam permasalahan agar tidak terjadi

overlapping karena kesalahan memahami istilah. Pembahasan ini

dimulai dengan konsep munculnya jiwa, kondisi jiwa sebelum dan

sesudah bergantung kepada raga, karakter jiwa yang abadi dan

immaterial yang pada awalnya diungkapkan oleh filosof Yunani

kemudian diadopsi oleh filosof dan teolog muslim. Bab ini lebih pada

mengkaji permulan (al-Mabda’) sebelum berbicara tentang akhirat (al-Ma‘a>d). Karena keduanya mempunyai hubungan yang sangat erat.

Pada Bab III dibahas performa akhirat. Pada bab ini

dikomparasikan pandangan-pandangan yang mengkaji bentuk dan

gambaran akhirat. Pandangan tersebut dibangun atas pandangan

mereka terhadap hakikat manusia. Bagi yang memandang manusia

adalah material raga, manusia setelah meninggal berada di dalam

kuburnya (selama di alam Barzakh) sampai hari kiamat. Bagi yang

memandang manusia adalah jiwa material, perlu diidentifikasi dari

jenis material apakah jiwa tersebut?, dalam pandangan ini, manusia

setelah meninggal berada di tempat kemana perginya jiwa. Baik yang

menyatakan manusia adalah raga material atau jiwa material,

keduanya berpandangan bahwa akhirat bersifat material, di mulai dari

kebangkitan raga, pengumpulan (al-H{ashr), penghitungan (al-Hisa>b),

penimbangan (al-Mi>za>n), jembatan (al-S{ira>t}), dan berakhir pada surga

Page 42: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

29

dan neraka. Bagi yang memandang jiwa transenden bukan material,

akhirat bersifat spiritual saja, karena manusia pada dasarnya hanyalah

jiwa immaterial. Terputusnya ketergantungan jiwa dari raga, sudah

langsung menjadi akhirat tanpa alam Barzakh. Muh}aqqiqin memandang akhirat spiritual dan juga material. Mereka berusaha

memadukan antara pandangan teolog dan filosof.

Bab IV membahas skenario kebangkitan yang rasional menurut

akal. Sebelum masuk kedalam teori terlebih dahulu dijelaskan istilah-

istilah yang dipakai, yang setiap istilah mempunyai bias masing-

masing. Teori-teori kebangkitan raga ini tentunya bagi yang

memahami akhirat bersifat material (Jasmani>). Sedangkan yang

memahami akhirat spiritual (Ru>ha>ni>) berada pada posisi meruntuhkan

segala skenario yang ada. Skenario-skenario tersebut adalah: pertama,

mengembalikan manusia yang telah tiada (I’a>dah al-ma’du>m), kedua

mengumpulkan bagian raga yang terurai (Jam’ al-Ajza’ ba’d al-Tafarruq), ketiga kebangkitan yang tak memandang material raga.

Bab V Berisikan penutup yang terdiri dari kesimpulan dan

saran-saran dan diakhiri dengan daftar pustaka dan biodata penulis.

Page 43: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

30

Page 44: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

31

BAB II

JIWA DALAM KAJIAN FILOSOF

A. Istilah Operasional

Pembahasan jiwa mempunyai beberapa kata kunci yang

digunakan oleh sarjana muslim dalam kajiannya, yaitu: al-Ru>h, al-Nafs, al-Qalb, al-‘Aql. Supaya tidak terjadi tumpang tindih dalam

memahami istilah, perlu sebuah kesamaan perspektif dalam

memahami istilah yang dipakai sehingga menjadi kata operasional

yang dipakaikan dalam kajian ini. Karena tentunya, masing-masing

kata yang dipakai memiliki bias dan konsekuensi masing-masing.

Ditambah lagi dengan perbedaan dalam memahami makna kata yang

dimaksud, akan memperluas pemaknaan dan membuatnya semakin

runyam. Oleh karena itu, perlu pemilahan pemaknaan yang dipakai dan

kesamaan perspektif dalam memahami istilah sehingga menjadi kata

ilmiah yang digunakan dalam kajian.

1. Al-Ru>h} Terdapat 21 kata al-Ru>h} di dalam al-Quran. Semua kata

tersebut berpulang pada 6 pemaknaan.1 Dari 6 pemaknaan hannya satu

pemaknaan yang dimaksud dalam kajian. (a) Al-Ru>h} dipakaikan untuk

malaikat Jibril as.2 (b) Al-Ru>h} dipakaikan untuk Al-Quran,

3 (c) Al-Ru>h}

dipakaikan untuk wahyu yang diturunkan Allah swt.4 (d) Al-Ru>h}

1 Muh}ammad Sayyid al-Musayyar, Al-Ru>h} fi Dirasa>t al-Mutakallimi>n wa

al-Fala>sifah (Cairo: Da>r al-Ma‘a>rif, 2002), 26.

2 Katakanlah: Ru>h} (Jibril as.) yang disucikan menurunkan al-Quran itu dari

Tuhanmu dengan benar‛ (QS. Al-Nah}l [16]: 102). Lihat tafsirnya dalam Abu ‘Abd

Allah Muh}ammad ibn Ahmad ibn Abi Bakr al-Qurt}u>bi>, Al-Ja>mi’ li Ah}ka>m al-Quran:

Wa al-Mubayyin lima> Tad}ammanahu min al-Sunnah wa A<i al-Furqa>n, Ed. ‘Abd

Allah ibn ‘Abd al-H{asan al-Turki> (Beirut: Maktabah al-Risa>lah, 2006), Cet. I, Vol.

XII, 427. 3 Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu Ru>h} (Al-Quran) dengan

perintah Kami (Al-Shura>: 52). Lihat tafsirnya dalam Ima>d al-Di>n Abu al-Fida’ Ismail

Ibn Kathir, Tafsi>r al-Quran al-‘Az}i>m (Giza: Maktabah Aula>d Shaikh li al-Tura>th,

2000), Cet. I, Vol. XII, 295. 4 Yang menyampaikan al-Ru>h} (wahyu) dengan perintah-Nya kepada siapa

yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya, supaya dia memperingatkan

(manusia) tentang hari pertemuan (hari kiamat). (QS. Ga>fir [40]: 15). Lihat tafsirnya

Page 45: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

32

dipakaikan untuk bantuan dan pertolongan Allah kepada hambanya5

(e) Al-Ru>h} dipakaikan untuk Isa al-Masi>h}6 (f) Al-Ru>h} dipakaikan

untuk sumber dan penyebab kehidupan.7

Ketika penyusunan, pembentukan anggota raga dan organ

tubuh Adam as. telah sempurna, Allah ciptakan kehidupan di dalam

raganya. Tiup disini hanyalah perumpamaan untuk membuat raga

menjadi hidup,8 panca indranya berfungsi, dan dapat berfikir setelah

sebelumnya hanyalah material mati. Pemaknaan al-Ru>h} yang menjadi

penyebab kehidupan inilah yang dimaksud dalam kajian ini.

2. Al-Nafs Dalam al-Quran disebutkan ada tiga jenis al-Nafs menurut

sifatnya:

a. Al-Nafs Mut}mainnah9 (Stabil dan Tenang)

Ibn Qayyim al-Jauzi>10

(691-751 H) menerangkan bahwa al-Nafs akan tenang kembali kepada Tuhannya dengan beribadah kepada- dalam Ibn Qayyim al-Jauzi>, D{au al-Muni>r ‘ala> al-Tafsi>r, Ed. ‘Ali> al-Muh}ammad al-

Muh}ammad al-S{a>lih}i> (Riyad}: Maktabah Dar al-Sla>m, tt.), Vol. V, 244. 5 Mereka itulah orang-orang yang telah menanamkan keimanan dalam hati

mereka dan menguatkan mereka dengan Ru>h} (pertolongan)5 yang datang daripada-

Nya (QS. Al-Muja>dilah [58]: 22). Lihat tafsirnya dalam Abu al-Fad} Shiha>b al-Di>n al-

A<lu>si>, Ruh al-Ma‘a>ni fi Tafsi>r al-Quran al-‘Az}i>m wa al-Sab’ al-Matha>ni> (Beirut: Dar

Ih}ya’ al-Turasth al-‘Arabi>, tt.),Vol. XXVIII, 36. 6 Sesungguhnya al-Masih}, Isa putera Maryam itu, adalah utusan Allah dan

kalimat-Nya yang disampaikan kepada Maryam, dan Ru>h} (Isa as. sebagai rahmat)

dari-Nya‛ (QS> Al-Nisa’ [4]: 171). Setiap manusia adalah Ru>h} yang ditiupkan Allah

(QS. Al-Hijr [15]: 29), penyebutan Ru>h} disini sebagai kemulian khusus yang

ditujukan kepada Isa as. karena lahir tanpa ayah. Lihat Abu Ja’far Muh}ammad ibn

Jari>r al-T{abari>, Ja>mi’ al-Baya>n fi Ta’wi>l Ayyi al-Quran (Cairo: Maktabah Ibn

Taymiyah, tt.), Vol. V, 421. 7 Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah aku

tiupkan kedalamnya Ru>h}-Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud

(QS>. Al-Hijr [15]: 29). 8 Abu al-Qa>sim Mah}mu>d ibn Umar al-Zamkhashari>, Al-Kashsha>f ‘an

Haqa>iq Gawa>mid} al-Tanzi>l wa ‘Uyu>n al-Aqa>wi>l fi Wujuh al-Ta’wi>l (Riyad}:

Maktabah Abika>n, 1998), Cet. I, Vol. III, 405. 9 Hai al-Nafs yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang

puas lagi diridhai-Nya (QS. Al-Fajr [89]: 27-28) 10

Dia adalah Muh}ammad ibn Abi Bakr ibn Ayyub ibn Da’d al-Zar‘i> al-

Dimashqi>, Abu ‘Abd Allah Shams al-Di>n yang dikenal sengan sebutan Ibn Qayyim

al-Jauzi>, Qayyim al-Jauzi> adalah ayahnya, yang berarti seorang Kurator di al-

Jauziyah, anak cucunya dikenal dengan istilah tersebut. Dia salah satu murid Ibn

Page 46: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

33

Nya, mencintai-Nya, bertaubat kepada-Nya, berserah diri kepada-Nya,

merasa puas dengan-Nya, dan nyaman dengan-Nya. Diantara tanda

rasa cinta, takut dan berharap kepada-Nya, memastikan tidak adanya

rasa cinta, takut dan berharap kepada selain-Nya. Rasa cinta kepada-

Nya membuat tidak butuh lagi kepada cinta yang lainnya. Ingat

kepada-Nya membuat tidak butuh lagi mengingat selain-Nya.

Kerinduan bertemu dengan-Nya membuat tidak rindu lagi bertemu

dengan selain-Nya. Ketenangan merupakan kebenaran yang diberikan

Allah kepada hambaNya.11

b. Al-Nafs Al-Lawwa>mah12 (Labil dan Goyah)

Ulama berbeda pendapat, apakah al-Lawwa>mah berasal dari

kata al-Talawwum yang berarti bingung dan ragu, maha suci Allah

pembolak-balik hati. Ataukah berasal dari kata al-Lu>m yang berarti

celaan.13

Menurut Ibn Qayyim (691-751 H) kedua penafsiran ini benar.

tidak ada pertentangan antara yang satu dengan yang lainnya. Al-Nafs

bersifat dengan semua pemaknaan tersebut. Itulah sebabnya

dinamakan Lawwa>mah. Oleh karena itu, al-Nafs al-Lawwa>mah dua

macam: (a) Labil yang dicela (Lawwa>mah Malu>mah), yaitu al-Nafs

yang bodoh dan zalim yang dicela Allah dan malaikat. (b) Labil yang

tidak dicela (Lawwa>mah gair al-Malu>mah), yaitu al-Nafs yang masih

saja mencela dirinya sendiri atas kelemahannya dalam ketaatan kepada

Allah setelah berusaha sekuat tenaga, yang demikian tentunya

bukanlah tercela. Al-Nafs yang paling mulia adalah yang mencela

dirinya sendiri dalam ketaatan kepada Allah, dan bersabar atas celaan

yang diterima dalam menjalankan yang diridhai-Nya. Sehingga dia

tidak lagi terpengaruh oleh celaan orang-orang, ketika itu ia telah

terlepas dari celaan Allah. Sedangkan orang yang merasa puas dengan

amalannya, dan tidak pernah mencela dirinya dan tidak bersabar dari

celaan orang-orang pencela, dia itulah al-Nafs yang dicela Allah ‘azza wa jalla>.14

Taymiyah, seorang ulama besar yang di lahirkan di Damaskus (691H./1292 M.) dan

meninggal di tempat yang sama pada (751 H./ 1350 M.). Pernah dipenjarakan di

benteng Damaskus bersama Ibn Taymiyah. Lihat Khair al-Di>n al-Zirikli>, Al-A’la>m, Vol. VI, 56.

11 Shams al-Di>n Abu ‘Abd Allah Ibn al-Qayyim al-Jauzi>. Al-Ru>h}, Ed.

Muh}ammad Ta>mir (Cairo: Dar al-Taqwa, 2003), 234. 12

Aku bersumpah demi hari kiamat. Dan aku bersumpah demi al-Nafs yang

labil (QS. Al-Qiya>mah [75]: 1-2). 13

Muh}ammad al-Musayyar, Al-Ru>h, 23. 14

Ibn Qayyim al-Jauzi>, Al-Ru>h}, 239-240.

Page 47: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

34

c. Al-Nafs al-Amma>rah15 (Jahat)

Ibn Qayyim al-Jauzi> (691-751 H) menerangkan bahwa al-Nafs al-Amma>rah adalah al-Nafs yang selalu menyuruh perbuatan keji dan

munkar. Inilah tabiat asli al-Nafs tersebut. Tak seorangpun bisa

berlepas diri dari hasutannya kecuali yang mendapat petunjuk,

keteguhan dan pertolongan dari Allah Ta‘a>la>>.16 Al-Nafs inilah

temannya setan yang selalu memberikan janji-janji palsu, mencampur-

adukkan kebaikan dengan kebatilan dan menyuruh untuk selalu

mengerjakan perbuatan keji dan munkar.

3. Al-Qalb17 Imam al-Qurt}u>bi>

18> (w. 671 H) menerangkan alasan manusia

dapat dipresentasikan oleh al-Qalb. Menurutnya dikhususkan

penyebutan al-Qalb, karena bila al-Qalb selamat, anggota raga akan

turut selamat. Apabila al-Qalb rusak, seluruh anggota raga akan turut

rusak.19

Sekalipun anggota raga tergantung kepada al-Qalb, anggota

raga dapat mempengaruhi al-Qalb. Karena adanya keterikatan antara

yang zahir (raga) dan yang batin (al-Qalb), sekalipun al-Qalb adalah

pengatur dan penguasa raga dengan segala aktifitasnya.20

4. Al-‘Aql Al-‘Aql adalah istilah asing yang dibawa oleh penerjemah

untuk mengungkapkan sebuah kata dalam bahasa Yunani atau bahasa

lainnya ke dalam bahasa Arab. 21

Istilah al-‘Aql khusus digunakan

15 Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena

sesungguhnya al-Nafs itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali al-Nafs

yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku maha pengampun lagi

maha penyanyang (QS. Yusuf [12]: 53) 16

Ibn Qayyim al-Jauzi>, Al-Ru>h}, 240. 17

Di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang-orang

yang menghadap Allah dengan al-Qalb yang selamat (QS. Al-Shu‘ara’ [26]: 88-89). 18

Dia adalah Muh}ammad ibn Ah}mad ibn Abi Bakr ibn Farh}, Abu ‘Abd

Allah al-Ans}a>ri> al-Khazra>ji, al-Qurtubi>, al-Andalu>si>, al-Ma>liki>. Seorang Imam yang

berwawasan luas, mempunyai banyak karangan yang menunjukkan bahwa ia seorang

yang rajin membaca dan tentunya itu menunjukkan keutamaannya. Buku tafsirnya

dibawa oleh dua kendaraan (unta/keledai). Karyanya merupakan tafsir terbesar

bercorak fiqih. Dia meninggal tahun 671 H di Mesir. Lihat S{ala>h} al-Di>n Khali>l ibn

Aibek al-Safadi>, Wafya>t al-A’ya>n (Beirut: Da>r Ih}ya’ Turath al-‘Arabi>, 2000), Cet. I,

87. 19

Imam al-Qurt}ubi>, Al-Ja>mi’ li Ahka>m al-Quran, Vol. XVI, 44. 20

Imam al-Qurt}u>bi>, Al-Ja>mi’ li Ahka>m al-Quran, Vol. I, 287. 21

Ibn Hazm al-Andalu>si> Al-Z{a>hiri>, Al-Fis}al fi al-Milal wa al-Ahwa>’ wa al-Nih}al (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1999), Cet. II, Vol. III, 252.

Page 48: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

35

oleh filosof muslim. Istilah ini muncul dari teori mereka (al-Fara>bi> dan

Ibn Si>na>) tentang penciptaan alam semesta (kosmologi). Menurut

filosof, penciptaan terjadi dengan emanasi, yaitu segala yang ada,

terpancar dari Allah Yang Maha Kuasa melalui tahapan-tahapan.

Penciptaan terjadi dengan proses berkreasi (Ta‘aqqul), yaitu

Allah (al-‘Aql absolut) sebagai wujud yang pertama (Wajib al-Wuju>d bi Dha>tih) berkreasi tentang dirinya. Dari kreasi itu terpancar wujud

kedua (al-‘Aql-1). Al-‘Aql (1) berkreasi tentang Tuhan sehingga

terpancar wujud ketiga (al-‘Aql-2). Al-‘Aql (1) juga berkreasi tentang

dirinya sendiri sehingga terpancarlah langit. Akal-2 berpikir tentang

Tuhan, terpancar al-Aql (3). Al-‘Aql (2) berkreasi tentang dirinya,

maka terpancarlah bintang-bintang. Begitu seterusnya hingga sampai

pada al-‘Aql (10). Oleh karena itu, Allah adalah al-‘Aql, yang

berkreasi (al-‘A<qil), dan yang dikreasikan (al-Ma’qu>l) bersamaan.22

Terdapat kerancuan dalam karya Ibn Si>na> (370-428 H), ketika

menjadikan al-‘Aql merupakan salah satu daya al-Nafs, dan ketika

menyatakan teori emanasi: al-‘Aql terpancar dari Tuhan kemudian

terpancar dari al-‘Aql itu al-Nafs. 23 Namun yang lebih tepat dalam

pandangan Ibn Si>na> adalah al-‘Aql merupakan salah satu daya al-Nafs.

Jiwa ketika telah berpisah dengan raganya terkadang disebut al-Nafs, akan tetapi lebih tepat untuk disebut al-‘Aql.

Ibn Si>na> membagi al-‘Aql menjadi dua bagian24

: (a) al-‘Aql al-‘Amali > (intelek praktis) yang menjadi sumber gerak raga manusia

setelah melalui proses berfikir, berbeda dengan akal binatang yang

menggerakkan raganya tanpa proses berfikir, tapi berasal dari

dorongan dan emosi. (b) al-‘Aql al-‘Ilmi (intelek saintis) yang

merupakan daya yang mampu memperoleh pemaknaan-pemaknaan

umum yang transenden. Al-‘Aql al-‘Ilmi menguasai badan dan

mempengaruhinya hingga terbentuklah budi pekerti (akhlak).

Sebagian filosof memandang bahwa al-‘Aql adalah wujud

(eksistensi) yang paling mulia. Esensi al-‘Aql al-Mut}laq (absolut)

adalah Allah, intelek manusia (al-‘Aql al-Munfa‘i>l - Poietikos)

terpancar dari al-‘Aql (10)25

(al-‘Aql al-Fa’‘a>l - pothetikos) yang suci

22

Abu ‘Ali al-H{usain ‘abd Allah Ibn Si>na>. Al-Naja>h} fi al-Mant}iq wa al-Ila>hiya>t (tt: www.al-Mostafa.com , tth), Vol. II, 140. Teks aslinya adalah:

اجب انجد بزاح عقم عاقم يعقل23

Muh}ammad al-Musayyar, Al-Ru>h}, 29. 24

Muh}ammad al-Musayyar, Al-Ru>h}, 32. 25

‚Aku tiupkan kedalamnya Ru>h}-Ku‛ (QS. Al-Hijr [15]: 29)

Page 49: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

36

dari material (transenden), kemudian diiringi oleh al-Ru>h} yang lebih

dekat kepada unsur cahaya, kemudian al-Nafs yang lebih dekat pada

unsur tanah dan udara.26

Begitulah pandangan filosof terhadap

tingkatan kemulian dari yang satu ke yang lain, dimulai dari al-‘Aql, selanjutnya al-Ru>h}, terakhir al-Nafs.

5. Pengkristalan Istilah

Abu H{amid al-Ghaza>li> (450-505 H) menegaskan bahwa

keempat istilah diatas (al-Ru>h, al-Nafs, al-Qalb, al-‘Aql) dipakaikan

untuk satu pemaknaan yang sama, yaitu hakikat manusia. Hakikat

itulah yang menerima beban syariah (Mukallaf) dan mendapat perintah

dari Allah Ta‘a>la>>> >. Hakikat itulah yang hidup, yang berbuat, dan yang

berilmu. Istilah-istilah tersebut hanyalah perbedaan pengungkapan

untuk satu hakikat yang sama. Perbedaan pengungkapan timbul dari

sudut pandang yang berbeda. Dari sisi menghidupkan raga disebut al-Ru>h}. Dari sisi keinginan (sahwat) disebut al-Nafs. Dari sisi alat

berfikir (berkreasi) disebut al-‘Aql. Dari sisi tempat pengetahuan

(Ma’rifah) disebut al-Qalb.27 Menurut Ibn Taymiyah (661-728 H) kata al-Ru>h} digunakan

juga untuk menunjukkan al-Nafs.28 Menurutnya, filosof menggunakan

kata al-Ru>h} dan al-‘Aql untuk menunjukkan satu pemaknaan yang

sama, ketika mengatur raga disebut al-Nafs dan ketika telah berpisah

dengan raga filosof menyebutnya dengan al-‘Aql. Karena menurut

filosof al-‘Aql terbebas dari material dan segala ketergantungan

dengan material. Adapun al-Nafs, bergantung kepada raga,

ketergantungan mengatur dan menggerakkan.29

Ibn H{azm30

(384-456 H) menyatakan bahwa kata al-Ru>h} dan

al-Nafs adalah dua kata yang bersinonim untuk satu nama dan satu

26

Abbas Mahmu>d ‘Aqqa>d, Insa>n fi al-Quran (Cairo: Nahd}ah Mis}r, tt.), 27. 27

Abu Ha>mid al-Gaza>li>, Ihya’ ‘Ulu >m al-Di>n (Semarang: Karya Toha Putra,

tt.), Vol III, 3. 28

Shaikh al-Islam Ibn Taymiyah, Majmu‘ah al-Risa>lah al-Muniriyah:

Risa>lah fi al-Aql wa al-Ru>h}, Ed. Muh}ammad Muni>r ‘Abduh (Damaskus: T{iba>‘ah al-

Muniriyah, 1343 H.),Vol. II, 36. 29

Ibn Taymiyah, Risa>lah fi al-Aql wa al-Ru>h}, Vol. II, 22. 30

Dia adalah al-Ima>m Abi> Muh}ammad ‘Ali> ibn Ahmad yang dikenal dengan

Ibn Hazm al-Andalu>si> al-Z{a>hiri> al-Qurtubi>, Lahir di Cordova (384 H/ 994 M). Ulama

besar islam yang banyak menulis buku setelah Ibn Jarir al-T{abari. Dia seorang Imam

yang Hafiz}, faqih tekstualis, pembaharu tekstualis, dan penghidup kembali aliran

tekstualis yang telah padam di Timur. Dia juga seorang teolog, sastrawan,

pengkritik, penganalisa bahkan orang menyebutnya sebagai seorang filosof, Menteri

Page 50: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

37

makna.31

Ibn Qayyim (691-751 H) menegaskan bahwa perbedaan

antara al-Nafs dan al-Ru>h} hanyalah perbedaan pada sifatnya bukan

perbedaan pada zatnya.32

Ibn Qayyim menceritakan bahwa pandangan

kesamaan antara al-Nafs dan al-Ru>h} merupakan pandangan mayoritas

ulama. Kata al-Nafs dipakaikan dalam al-Quran ketika bersatu dengan

raga, sedangkan ketika berpisah dengan raga dipakaikan kata al-Ru>h}.33

B. Dinamika Kajian Jiwa

Semenjak dahulu kala, manusia berusaha menyibak rahasia

alam semesta. Manusia telah berhasil mendapatkan banyak

karakteristik alam natural. Dengan karunia –yang diberikan- Allah

swt. manusia mampu menaklukkan dan menunundukkan alam natural

untuk kepentingan manusia itu sendiri. Namun begitu, rahasia

kehidupan masih saja belum terungkap dan belum dapat diketahui

setelah berabad-abad yang panjang. Jiwa merupakan perkara yang

paling rumit dalam ilmu pengetahuan, filsafat dan aliran-aliran

pemikiran secara umum semenjak manusia mulai berfikir tentang

hakikat kehidupan sepanjang masa.34

Dalam Islam, dinamika kajian

jiwa tergantung pada pemahaman terhadap tiga pokok permasalahan

dari ayat yang mempertanyakan tentang al-Ru>h}:35

1. Pemahaman ‚al-Ru>h}‛ yang dipertanyakan

Tidak dapat dipungkiri, baik ahli tafsir (al-Mufassiri>n) maupun

ahli hadis (al-Muh}addithi>n) tidak sepakat dalam pemaknaan al-Ru>h} yang dipertanyakan. Menurut Ibn Qayyim (691-751 H), ada dua

pendapat tentang permasalan36

:

urusan politik Bani Umayyah, Ulama besar Andalusia. Ulama Maliki menantangnya

dan mengusirnya dari tanah airnya. Dia meninggal di negeri orang tuanya ‚Mint Lishm‛ pada (456 H/ 1064 M). Lihat Shams al-Di>n al-Dhahabi>, Siyar al-A’la>m al-Nubala’, Vol. XVIII, 184.

31 Ibn Hazm al-Andalu>si, Al-Fis}al fi al-Milal, 254.

32 Ibn Qayyim al-Jauzi>, Al-Ru>h}, 232.

33 Ibn Qayyim al-Jauzi>, Al-Ru>h}, 231.

34 Mahmu>d ‘Abba>s ‘Aqqad, Al-Falsafah al-Quraniyah (Beiru>t:Dar al-Kita>b

al-Lubna>ni>, 1986), 117. 35

Dan mereka bertanya kepadamu tentang al-Ru>h}. Katakanlah: al-Ru>h} itu

merupakan urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kalian diberi pengetahuan melainkan

sedikit (QS. Al-Isra’ [17]: 85) 36

Abu ‘Abd Allah ibn Sulaima>n al-Saffa>raini>, Al-Buh}u>r al-Za>khirah fi ‘Ulu>m al-A<khirah, Ed. Muh}ammad Ibrahi>m Shalabi> (Kuwait: Garra>s, 2007), Cet. I,

Vol I, 111.

Page 51: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

38

a. Salaf 37

Salaf memandang bahwa al-Ru>h} yang dipertanyakan disini

adalah al-Ru>h} yang diberitakan berdiri bersama malaikat di hari

kiamat, yaitu malaikat yang agung.38

Oleh karena itu al-Ru>h} (malaikat) tersebut tidak dapat dikenal kecuali adanya pemberitaan

wahyu. 39

b. Khalaf Khalaf memandang bahwa al-Ru>h} yang dipertanyakan adalah

al-Ru>h}-nya manusia. Al-Ru>h} manusia bukanlah hal yang tidak dapat

dikenal (gaib), telah banyak manusia dari berbagai aliran dan agama

yang membahasnya. Sehingga, jawaban tentang al-Ru>h} manusia

sangat tidak pantas menjadi tanda kenabian.40

Al-Quran dan hadis telah

banyak berbicara tentang jiwa, ketergantungan jiwa dengan raga, dan

setelah berpisah dengan raga. Lalu pantaskah mengatakan Rasul saw.

sama sekali tidak tau tentang al-Ru>h}?

Ibn Qayyim (691-751 H) mengklaim bahwa mayoritas salaf bahkan semuanya menyatakan bahwa al-Ru>h} yang dimaksud adalah

malaikat.41

Ayat ini bukanlah menjadi penghalang untuk mengkaji al-Ru>h} manusia. ‘Alla>mah al-A<lu>si>

42 (1217-1270 H) dalam tafsirnya,

37

Salaf merupakan masa keemasan yang dicerminkan dalam kemurnian

pemahaman dan penerapan rujukan agama dan pemikiran, sebelum munculnya

perselisihan dan aliran yang timbul setelah masa penaklukan Islam. Salaf Generasi

awal Islam yang menjadi teladan umat Islam dan telah dicap kebaikannya oleh Rasul

saw.: ‚Sebaik-baik generasi adalah generasiku (Sahabat) kemudian generasi

berikutnya (Ta}}>bi’in) kemudian generasi berikutnya (Ta>bi’ Ta>bi’in)‛ (HR>. Bukhari

Muslim). Lihat Muh}ammad ‘Ima>rah, al-Salaf wa al-Salafiyah (Cairo: Kementrian

Perwaqafan Republik Arab Mesir: 2008), 9. 38

Ibn Qayyim al-Jauzi>, Al-Ru>h, 165. 39

Lihat H{adi>th S{ahi>h dari ‘Abd Allah ibn Mas‘u>d, diriwayatkan oleh Imam

al-Bukha>ri> dalam kitab: al-‘Ilm, Ba>b: Qauluhu ‚Wama> u>ti>tum min ‘ilm illa> qali>la>‛ (no. 125). Lihat Ima>m Abu ‘Abd Allah ibn Isma>’il al-Bukha>ri, Shahi>h al-Bukha>ri> (Riyad}: Bait al-Afka>r al-Dauliyah, 1998), 50.

40 Ibn Qayyim al-Jauzi>, Al-Ru>h}, 165-166.

41 Ibn Qayyim al-Jauzi>, Al-Ru>h}, 165.

42 Dia adalah al-‘Alla>mah Abu al-Fad}l Shiha>b al-Di>n, al-Sayyid mahmu>d al-

A<lu>si> al-Bagda>di>. Lahir pada tahun 1217 H/ 1802 M di dekat kota al-Karakh,

Bagdad. A<lu>s adalah sebuah pulau ditengah sungai Eufrat, Kakeknya melarikan diri

kesana menghindari pembantaian Hulagu Khan (Mongol). Dia seorang ulama Irak

dan mufti Bagdad dan merupakan penutup Muh}aqqiqi>n. Dia ahli dalam perbedaan

mazhab, mengenal agama dan berbagai aliran, berkeyakinan salafi, bermazhab

Sya>fi’i. Hanya saja dia dalam banyak permasalahan mengikut pada Imam Abu

Hanifah, namun diakhir hayatnya lebih cendrung untuk berijtihad. Al-A<lu>si> wafat

Page 52: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

39

membenarkan pandangan mayoritas salaf tersebut dan mengutip

beberapa periwayatan seperti: hadis riwayat Ibn ‘Abba>s43

(3 SH-68 H)

yang menyatakan bahwa al-Ru>h} itu adalah Jibril, dan merupakan

pendapat al-H{asan44

(21-110 H) dan Qata>dah45

(61-118 H).

Diriwayatkan pula dari Ali ibn Abi T{alib46

(23 SH-40 H) yang

pada tahun 1270 H/ 1854 M. Lihat Muh}ammad Husain al-Dhahabi, Tafsi>r wa al-Mufassiru>n (Cairo: Maktabah Wahbah, 2000), Vol I, 250-251.

43 Dia adalah ‘Abd Allah ibn ‘Abba>s, digelari Habr al-Ummah, faqih

zamannya, tokoh mufassir, anak paman Nabi saw: Abu ‘Abba>s ibn ‘Abd al-Mut}allib

ibn Ha>shim. Ia lahir dipemukiman Bani Ha>shim 3 SH. Sewaktu kecil, Nabi

merangkulnya ke ketiaknya dan berdoa ‚Ya Allah faqih-kan (pahamkanlah) ia agama

dan ajarkanlah ia ilmu takwil (tafsir). Nabi saw. meninngal ia masih berumur 13

tahun. Ibn ‘Abba>s meriwayatkan 1660 hadis. Dia digelari dengan al-Bah}r (lautan

ilmu), karena ia tak pernah diam bila ditanya tentang perkara agama. Ibn ‘Abba>s

wafat pada 68 H. di T{a>if. Lihat Shams al-Di>n al-Dhahabi. Siyar A’la>m al-Nubala’.

Vol. III, 331-359. 44

Dia adalah Abu Sa‘i>d, al-H{asan ibn Abi al-H{asan Yassa>r al-Bas}ri>. Lahir

dua tahun penghujung kekhilafahan Umar ibn Khattab di Madinah tahun 21 H.

Ibunya pembantu Ummu Salamah. Dia menangis di waktu kecil, dan Ummu Salamah

menyusuinya, dan tumbuh di keluarga Nabi. Pada tahun 37 H dia pindah ke Bas}rah,

disanalah ia menyenyam ilmu dari para sahabat disana, dan menjadi seorang ulama

paling tersohor di seantaro Bas>rah dan menjadi mufti hingga wafatnya. Ia wafat di

umur 88 tahun di Basrah pada 110 H. Lihat Muh}ammad H{usain al-Dhahabi>. Al-

Tafsi>r wa al-Mufassiru>n. Vol. I, 93. 45

Dia adalah Abu al-Khita>b, Qatadah Ibn Di‘a>mah al-Sasu>si>. Seorang

keturunan Arab asli tinggal di Bas}rah. Dia menimba ilmu dari Anas, Abu T{ufail, Ibn

Siri>n, ‘Ikrimah, ‘Ata’ ibn rabah dan lainnya. Dia seorang ahli Arab: bahasanya, hari-

harinya dan nasabnya. Dari sinilah timbul kepopulerannya dalam tafsir. Ia dikenal

sebagai seorang yang kuat hafalannya, apa yang di dengarkan kepadanya dapat cepat

masuk ke otaknya, ia mampu mengulanginya. Ia wafat pada 117 H pada umur 56

tahun. Lihat Muh}ammad Husain al-Dhahabi>. Al-Tafsi>r wa al-Mufassiru>n. Vol. I, 93-

94. 46

Dia adalah Abu al-H{asan ‘Ali ibn Abi T{a>lib ibn Ha>shim, anak paman

Nabi saw. dan suami anaknya Fa>t}imah, Khalifah al-Ra>shidi>n yang ke-4 dan Ima>m

yang pertama menurut Shi‘ah. Sebagian sumber sejarah menyebut ia dilahirkan di

dalam Ka’bah pada 13 Rajab 23 SH/ 17 Maret 599 M. Dia merupakan orang ke-3

masuk Islam dan anak kecil pertama masuk Islam. Ia turut serta dalam seluruh

perang yang dipimpin Rasulullah selain perang Tabuk. Dia dikenal gagah perkasa di

medan perang, orang kepercayaan Rasulullah Saw. duta dan menterinya, dan salah

seorang penulis wahyu. Kedudukan ‘Ali menjadi konflik yang berkepanjangan dalam

Page 53: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

40

mengatakan: al-Ru>h adalah malaikat yang mempunyai 70.000 wajah,

pada setiap wajah 70.000 lidah yang semuanya mentasbihkan Allah

Ta‘a>la>>. Menurut Muja>hid47

(21-104 H), al-Ru>h} adalah ciptaan seperti

bentuk manusia yang mempunyai tangan, kaki, dan kepala tetapi

bukan malaikat dan bukan manusia, namun dia makan seperti manusia

makan. Menurut Sa‘i>d ibn Jubair48

(46-95 H), al-Ru>h} adalah makhluk

Allah yang terbesar setelah al-‘Arash. Jika Allah berkehendak, al-Ru>h} itu dapat menelan langit 7 tingkat dan bumi 7 tingkat satu kali telan.

49

Sekalipun membenarkan periwayatan salaf, tapi ‘Alla>mah al-

A<lu>si> (1217-1270 H) yang berkeyakinan salafi>50 ini, lebih memilih

pendapat mayoritas ulama dari pada pendapat Ibn Qayyim (691-751 sejarah dan keyakinan antara berbagai aliran Islam. Dia di Bai‘at menjadi khalifah di

Madinah pada 35 H. dan berkuasa selama lima tahun. Masanya di kenal sebagai masa

instabilitas politik. Mala petaka dan peperangan terjadi dimasanya merupakan

perpanjangan kasus pembunuhan ‘Uthma>n ibn ‘Affa>n. Ia meninggal di tangan ‘Abd

al-Rah}ma>n ibn Muljam pada Ramad}a>n 40 H./ 661 M. Lihat Shams al-Di>n al-

Dhahabi>, Siyar al-A’la>m al-Nubala’: Si>rah al-Khulafa’ al-Ra>shidi>n, 225-251. 47

Dia adalah Abu al-H{ujja>j Muja>hid ibn Jabar al-Makki> al-Makhzu>mi>. Dia

populer disebut singkat dengan ‚Muja>hid‛ dalam kitab tura>th. Dia seorang imam,

faqi>h, ‘A<lim, terpecaya (Thiqqah) dan banyak hadis. Dia seorang ahli tafsir, Qurra’

al-Quran dan hadis. Muja>hid banyak meriwayatkan dari ibn ‘Abbas. Ibn ‘Abbas

pernah menerangkan al-Quran kepadanya sebanyak tiga kali, ayat-ayatnya satu

persatu. Mujahid mengambil periwayatan hadis dari ‘A<ishah, Abu Hurairah, Sa’d ibn

Abi Waqqa>s, Jabir, Ibn ‘Umar dan Abu Sa‘i>d al-Khudri. Lihat Shams al-Di>n al-

Dhahabi, Siyar A’la>m al-Nubala’, Vol. VI, 449. 48

Dia adalah Sa‘i>d ibn Jubair ibn Hisha>m al-Asadi>, Imam, al-H{a>fiz al-

Muqri’ al-Mufassir tekenal. Seorang tabi‘i>n keturunan Ethiopia. Dia seorang yang

taat beragama, seorang alim, dia belajar dari ‘Abd Allah ibn ‘Abba>s, ‘Abd Allah ibn

‘Umar dan ‘Aishah di Madinah. Dia menetap di Kufah dan menyebarkan ilmunya

disana. Jadilah dia seorang imam dan guru bagi penduduk Kufah. Dia dibunuh oleh

al-H{ujja>j ibn Yu>suf al-Thaqafi, karena ia bergabung dengan ‘Abd al-Rah}ma>n ibn al-

Ash‘at dalam pemberontakan kepada Bani Umayyah. Lihat Shams al-Di>n al-

Dhahabi>, Siyar A’la>m al-Nubala’, Vol. VI, 321-342. 49

Abu al-Fad} Shiha>b al-Di>n al-A<lu>si>, Ruh al-Ma‘a>ni, Vol. 15, 152. 50

Salafi adalah aliran tekstualis yang di gagas Imam Ah}mad ibn H{anbal

tentang Asma’ wa Sifa>t yang dahulunya dikenal dengan istilah Ahl al-H{adi>th. Aliran ini kembali berkembang di abad ke 7 H ditangan Ibn Taymiyah dan muridnya

Ibn Qayyim al-Jauzi>. Dalam perkembangannya, gelar dan istilah Salafi ini lebih

popular digunakan untuk kelompok tertentu yang mencerminkan pemahaman

sebagian sahabat bukan seluruh sahabat. Muh}ammad ‘Ima>rah, al-Salaf wa al-Salafiyah, 9-11.

Page 54: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

41

H).51

Pengkhususan al-Ru>h} dengan al-Ru>h} manusia pada ayat

merupakan ladang perdebatan, tidak disepakati oleh para ulama.

Pandangan mayoritas ulama adalah al-Ru>h} secara umum. Fakhr al-Di>n

al-Ra>zi>52

(544-606 H) telah menguatkan pandangan mayoritas ulama

pada awal penafsirannya, dan menyebutnya dengan pandangan yang

lebih jelas. 53

2. Pemahaman ‚Amr Rabbi>‛

Al-Amr berarti perkara dan urusan, disandarkan kepada tuhan,

‚Urusan Tuhan‛. Penyandaran (al-Id}a>fah) berfungsi sebagai

pengkhususan dan ekslusifitas. Penyandaran juga menunjukkan bahwa

yang disandarkan (urusan) merupakan hal yang besar dan mulia.54

Ini

berarti, perkara al-Ru>h} hanya diketahui oleh Tuhan, manusia sama

sekali tidak bisa mengetahuinya. Jawaban yang tepat adalah dengan

tidak menjawabnya, karena memberikan jawaban merupakan sebuah

hal yang terlarang. Oleh karena itu, jawaban Nabi saw pantas menjadi

tanda kenabian, karena tak seorang manusia pun yang tahu, sama

seperti kapan terjadinya hari kiamat. 55

Ayat dan hadis menunjukkan penyebab larangan berbicara

panjang lebar tentang al-Ru>h}, yaitu menyalahi tatakrama yang jelas

telah ditentukan oleh syariah. Allah sendiri tidak mau menjelaskan

perkara tersebut kepada Nabi-Nya. Sunah hukumnya tidak berbicara

51

Abu al-Fad} Shiha>b al-Di>n al-A<lu>si>, Ruh al-Ma’a>ni, Vol. 15, 151. 52

Dia adalah Abu ‘Abd Allah, Muh}ammad ibn ‘Umar ibn al-Husain ibn

‘Ali, al-Tami>mi>, al-Bakari>, T{ibrista>ni>, al-Ra>zi>, digelari dengan Fakhr al-Di>n dan

dikenal dengan ibn al-Khat}i>b al-Sha>fi‘i>, lahir di al-Rai pada 544 H. Imam ahli tafsir

bermazhab Shafi‘i>, pengetahuannya begitu luas, kajian dan buku-bukunya begitu

luas, mulai dari ilmu humaniora: bahasa, rasional sampai pada ilmu lainnya seperti

fisika, matematika, kedokteran, dan astronomi. Dia pengikut Ash‘ariyah, membendung Mu’tazilah dan Filosof. Lihat Muh}ammad Husain al-Dhahabi, Tafsi>r wa al-Mufassiru>n, Vol I, 206.

53 D{iya’ al-Di>n Umar Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Mafa>tih al-Gaib (Beirut: Da>r al-

Fikr, 1981), Cet. I, Vol. XXI, 37. 54

Abu al-Fad} Shiha>b al-Di>n al-A<lu>si>, Ruh al-Ma’a>ni, Vol. 15, 153. 55

Lihat hadis riwayat Ibn ‘Abba>s dalam al-Siyar. Menurut Ibn H{ajar al-

‘Asqalani>, kedua hadis yaitu: (a) Hadis Yahudi menanyakan langsung yang berarti

ayat Madani> dan (b) Quraish bertanya atas hasutan Yahudi yang berarti ayat Makki>,

bisa dikompromikan (jama’), karena bisa saja ayat tersebut turun berulang-ulang,

dapat diperkirakan diamnya Rasulullah ketika ditanya kedua kalinya, Rasul ingin

mendapat pengetahuan tambahan. Namun Ibn H{ajar segera menyadari bahwa hadis

Bukhari> lebih S{ahih. Lihat Ibn H}ajar al’Asqala>ni>, Fath} al-Ba>ri bi Sharh} S{ah}ih} al-Bukha>ri>, Vol. VIII, 261-263.

Page 55: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

42

tentang al-Ru>h}, namun berbicara panjang lebar tentang al-Ru>h} hukumnya makruh. Al-Ru>h} merupakan perkara gaib yang hannya

diketahui oleh Allah. Manusia hanya dapat mengetahuinya dari

bocoran-bocoran yang diberitakan dalam wahyu ilahi. Allah swt. tidak

menjelaskan hakikat al-Ru>h}, Nabi pun tidak menjelaskannya kepada

umatnya. Setiap perkara yang seperti ini, sunah hukumnya tidak

membahasnya panjang lebar.

Bahkan menurut Imam Junaid56

(w. 297 H) al-Ru>h} merupakan

perkara yang ekslusif hannya diketahui oleh Allah, tak seorangpun

makhluk yang diberi pengetahuan tentang itu, tidak pantas seorang

hamba membahasnya lebih banyak dari sekedar al-Ru>h} itu ada.57

Suhrawardi al-Baghdadi58

(539-632 H) menyadari bahwa pembicaraan

tentang al-Ru>h} memang sulit sekali. Menahan diri untuk tidak

membahasnya merupakan jalan orang yang bijaksana. Allah telah

mengagungkan perkara al-Ru>h}, dan menggoreskan untuk hambanya

dengan ilmu yang sedikit dengan mengatatan: ‚Tidaklah Aku beri

kalian ilmu kecuali hannya sedikit‛. Rasul saw menahan diri untuk

tidak memberikan pengetahuan tentang al-Ru>h} dan esensinya atas izin

Allah dan wahyu-Nya. Padahal Rasulullah saw. adalah tambang ilmu,

56

Dia adalah Abu al-Qa>sim al-Junaid Muh}ammad al-Khazza>z al-Qawa>ri>ri>,

digelari dengan imam dua kelompok yaitu sufi dan fuqaha. Seorang ulama Ahl al-

Sunah, tokoh sufi Sunni di abad ketiga Hijriyah. Dia berasal dari Na>hawand di

H{amda>n, lahir dan tumbuh di Bagdad. Abu ‘Abd al-Rah}ma>n al-Salami menyatakan;

‚Dia adalah seorang pemuka bangsa dan tuannya, diterima oleh berbagai kalangan‛.

Dia dekat dengan sekelompok syaikh, yang paling dikenal adalah pamannya syaikh

Sarri al-Saqti> dan al-H{a>rith al-Muhasibi>. Dia belajar fiqih dengan Abu Thaur, dia

telah menjadi mufti dikelompoknya pada umur 20 tahun. Ima>m Junaid wafat pada

297 H. Lihat Abu ‘Abba >s ibn Khilka>n, Wafya>t al-A’ya>n wa Anba’ Abna’ al-Zama>n (Beirut: Dar al-S}a>dir, tt.), Vol I, 373-375.

57 Muh}ammad al-Ami>r, H{ashiyah ‘ala> Sharh} al-Shaikh ‘Abd al-Sala>m ‘ala>

al-Jauharah fi Ilm al-Kala>m (Cairo: al-Mat}ba‘ah al-Azhariyah, 1342 H), 134. 58

Dia adalah Shiha>b al-Di>n abu H{afs} Umar al-Suhrawardi al-Baghda>di>,

Seorang ulama Ahl al-Sunnah dan tokoh tasawuf Sunni di abad VII hijriyah, pendiri

tarekat sufi Suhrawardiyah, pengarang kitab ‘Awa>rif al-Ma‘a>rif. Ulama besar teladan

para zuhud dan penuntut ilmu, muh}addi>th, Syaikh al-Isla>m penyatu sufi. Lahir 539

H, berasal dari Suhrawanrd. Dia menemani dan mengikuti pamannya Abu al-Naji>b,

darinya Suhrawardi belajar fiqih, khitabah, dan tasawuf. Dia juga berteman dengan

‘Abd Qadir al-Jailani dan Abu Muh}ammad ibn ‘Abd di Basrah. Dia meninggal di

Bagdad, 632 H dan diatas kuburnya dibangun menara. Lihat Al-Ima>m Shams al-Di>n

ibn ‘Uthma>n al-Dhahabi>, Siyar A’la>m Al-Nubala’, Vol. XXII, 373.

Page 56: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

43

sumber kebijaksanaan, lalu layakkah orang berbicara tentang al-Ru>h} yang Rasul sendiri tidak diizinkan membicarakannya?‛

59

Dapat disimpulkan bahwa dalam ranah pemikiran Islam, ada

kecendrungan menolak pengkajian al-Ru>h} karena tidak sejalan dengan

norma yang telah ditetapkan syariah. Makruh dan bahkan haram

hukumnya mengkaji ilmu yang hannya diketahui oleh Allah semata.

Namun begitu, arah pemikiran dan kencendrungan ini bukanlah

pendapat terkuat dan mayoritas. Banyak juga ulama salaf dan khalaf yang mengambil arah sebaliknya. Ibn H{ajar al-‘Asqala>ni >

60 (773-852 H)

mengungkapkan bahwa sebagian kalangan sufi Muta’akhkhiri>n jelas-

jelas mengklaim mengetahui hakikat al-Ru>h} dan mencela orang yang

menahan diri mengkajinya.61

Dalam ‚al-Jauharah fi ‘Ilm al-Kala>m‛62

dinyatakan bahwa

ulama Ma>liki>63 telah berbicara panjang lebar tentang hakikat al-Ru>h}.

Diskhususkan penyebutan mazhab Ma>liki>, karena mereka merupakan

mazhab yang paling ketat terhadap shubha>t dari mazhab lainnya,

59

Shiha>b al-Di>n al-Umar al-Suhrawardi, ‘Awa>rif al-Ma‘a>rif dalam catatan kaki Ih}ya’ Ulum al-Di>n al-Gaza>li> (Cairo: Dar al-Ihya’ al-Kutub al-‘Arabiyah, tt),

199. 60

Dia adalah Shihab al-Di>n Ahmad ibn ‘Ali ibn Muh}ammad ibn ‘Ali ibn

Mahmu>d ibn Ahmad ibn H{ajar al-Sha>fi‘i> al-‘Asqala>ni> al-Kinna>ni>, dikenal dengan

sebutan Ibn H{ajar al-‘Asqala>ni. Lahir dan wafat di Cairo 773-852 H. dari keluarga

Palestina dari suku Kina>nah yang menghuni daerah ‘Asqala>n dan pidah ke Mesir

sebelum ia dilahirkan. Dia hafal al-Quran di umur 9 tahun, kemudian hafal alfiyah

(1000) h}adith Zainuddin al-Ira>qi, Mukhtas}ar Ibn al-H{ajib tentang Ushul. Dia

menekuni ‘Ilm al-h}adith, menguasai ‘Ilm al-Sanad, al-Matan , al-‘ilal dan al-Mus}t}alah. Dia pernah mengembara ke Syam, Hijaz, dan Yaman, ulama zamannya

mengakui keilmuannya dan menggelarinya dengan al-H{afi>z. Lihat Ibn H}ajar

al’Asqala>ni>, Fath} al-Ba>ri, Vol. I, 19-20. 61

Ibn H}ajar al’Asqala>ni>, Fath} al-Ba>ri, Ed. Abd al-Qa>dir Shaibah al-H{amd

(Riya>d}: Maktabah al-Malik al-Fahd}, 2001), Cet. I, Vol. VIII, 263. 62

Lihat Muh}ammad al-Ami>r, H{ashiyah ‘ala> Sharh} al-Shaikh ‘Abd al-Sala>m ‘ala> al-Jauharah fi ‘Ilm al-Kala>m. (tt: Manuskrip Library of Princeton Aniversary,tt)

63 Ma>liki> penisbatan kepada imam Malik ibn Anas (93-179 H) salah satu

mazhab fiqih sunni yang empat, muncul pada abad kedua hijriyah. Perhatian khusus

terhadap amalan penduduk madinah merupakan ciri khas mazhab ini. Maliki tersebar

secara umum di timur bawah dan afrika, Bahrain, Uni Emirat Arab, Kuwait, Saudi

Arabia, Oman dan Negara lainya di Timur tengah. Eropa dan wilayah Maghrib juga

mayoritas mazhab ini. Lihat Muh}ammad al-Mukhta>r Muh}ammad al-Masa>mi>, Al-

Madhhab al-Ma>liki>: Mada>risuhu wa Muallifatuhu – Khas}aisuhu wa Sama>matuhu

(Uni Emirat Arab: Zayed Center for Heritage and History, 2002), 7.

Page 57: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

44

mereka terkenal sangat memelihara teks syariah.64

Kalaulah

pengkajian tentang jiwa (al-Ru>h}) terlarang, tentunya sebagai ulama

besar yang berpegang kuat pada teks seperti mereka tidak pantas

mengkajinya.

Menurut Fakhr al-Di>n al-Ra>zi> (544-606 H) kata ‚Amr Rabbi>‛

pada ayat maksudnya perbuatan Tuhan (fi’l Rabbi> ), yaitu al-Ru>h} tercipta dari perbuatan ‚kun‛ (jadilah).

65 Dalam kasus ini, Nabi saw.

telah menjawab pertanyaan Yahudi dengan sebaik-baiknya. Ayat ini

tidaklah menunjukkan pelararangan mengkaji al-Ru>h}. Al-Ru>h} telah

banyak dikaji, mulai dari filosof terkecil sampai teolog terlemah.

Kalaulah Nabi saw. sama sekali tidak dapat menjawabnya, tentunya

ini merupakan sebuah pelecehan dan penghinaan. Pantaskah seorang

Nabi yang mulia dan mendapat ilmu langsung dari sang pencipta lebih

bodoh dari filosof dan teolog? Perkara al-Ru>h} tidaklah lebih besar dan

mulia dari perkara Allah.66

Telah banyak Nabi, Rasul dan ulama yang

berbicara tentang sifat Allah ‘Azza wa Jalla, nama-nama-Nya (al-Asma’ al-H{usna) dan segala kesempurnaan-Nya, mendiskusikan-Nya,

mengkaji tentang eksistensi-Nya, keesaan-Nya, melihat-Nya dan

kalam-Nya. Apakah perkara al-Ru>h} lebih besar dan lebih agung dari

perkara Allah?

Shaikh al-Qa>simi>67

> (1283-1332 H) dalam tafsirnya menegaskan

bahwa Ayat tersebut tidak menunjukkan sebuah makna yang pasti.

Ayat sama sekali tidak ada menunjukkan pelarang membahas panjang

lebar tentang al-Ru>h}. Ayat juga tidak menunjukkan bahwa Nabi saw.

tidak tahu tentang al-Ru>h}. Tujuan ayat ini hanyalah perintah untuk

tidak menjawab pertanyaan Yahudi secara terperinci. Kemudian

filosof dan ulama semenjak dahulu berbeda pendapat tentang hakikat

al-Ru>h}. Tidak tepat bila Nabi saw. menjawab ladang perdebatan. Oleh

64

Muh}ammad al-Musayyar, Al-Ru>h}, 20. 65

Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Mafa>tih al-Gaib, Vol. XXI, 39. 66

Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Mafa>tih al-Gaib, Vol. XXI, 38. 67

Dia adalah Abu al-Farj Muh}ammad Jamal al-Di>n ibn Muh}ammad Sa‘i>d

ibn Qa>sim ibn S{alih} ibn Isma‘i>l ibn Abi Bakr, dikenal dengan al-Qa>simi>, penisbatan

kepada nama kakeknya. Ulama Syam kelahiran Damaskus 1283 H/ 1866 M. Al-

Qa>simi> menyerukan ilmu pengetahuan, membuang jauh-jaun fanatik dan taklid buta,

memurnikan akidah dari infiltrasi pemikiran-pemikiran filsafat dan akidah yang

sesat. Al-Qa>simi menyerukan untuk membuka pintu ijtihad bagi yang sudah

memenuhi syarat untut itu. Karyanya lebih dari seratus buku. Ia wafat pada 1332 H/

1914 M. Lihat profilnya di al-Mishka>h.net:

http://www.almeshkat.net/vb/showthread.php?t=29180, (diakses pada 2 Mei 2012)

Page 58: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

45

karena itu, cukup dijawab secara global saja. Demi kebaikan umum

agar tidak turut berbicara tentang al-Ru>h}, karena pembicaraan tentang

al-Ru>h} susah dipahami, terutama bila mengikuti metodologi filosof.‛68

Menurut Syaikh al-Qa>simi> (1283-1332 H) tidak ada bukti kuat

pelarangan mengkaji al-Ru>h}. Sebaliknya, justru banyak ayat-ayat al-

Quran yang menganjurkan untuk mengkaji al-Ru>h}. Bahkan al-Quran

menjadikan kajian tentang jiwa (al-Ru>h}) sebagai sarana mendekatkan

diri kepada Allah Ta‘a>la>>>. 69

3. Pemahaman ‚Ilmu Yang Sedikit‛

‚Tidaklah kalian diberi ilmu kecuali hanya sedikit‛ (QS. Al-

Isra’[17]: 85), yaitu ilmu yang diperoleh dari pengindraan: penglihatan

mata, pendengaran telinga, pengecapan lidah, penciuman hidung, dan

perasaan kulit. Selanjutnya, terkadang perolehan indra itu diproses

oleh akal, untuk menghasilkan pengetahuan tentang alam gaib yang

tak tergapai oleh indra. Ilmu hasil olah akal itu hanya menggapai

tepian alam gaib, dan tidak mampu menggapai esensinya. Oleh karena

itu, masih banyak dan lebih banyak lagi alam gaib yang tak tergapai

oleh pengolahan akal. Ilmu yang sedikit itu adalah ilmu gaib yang di

dapat manusia dari perolehan akal dan sedikit bocoran dari wahyu

ilahi. Tentunya ilmu tentang alam gaib jauh lebih luas dari yang telah

diketahui manusia itu sendiri. Inilah penafsiran ayat menurut ‘Allamah

al-A<lu>si> (1217-1270 H).70

Penafsiran senada diungkapkan oleh Shaikh al-Qa>simi> (1283-

1332 H). Menurutnya, ilmu yang sedikit itu adalah ilmu pengindraan

untuk mengetahui alam material.71

Ilmu alam material ini sangat

sedikit dibanding ilmu Allah yang maha mengetahui, tidak saja

mengetahui alam nyata (material), tapi juga alam gaib (immaterial).

Pembahasan tentang ayat ini melahirkan istilah baru dalam

ranah pemikiran Islam, terutama kalangan Muta’akhkhirin. Istilah

a>lam al-Amr (Urusan Tuhan) dipakaikan untuk menyebutkan makhluk

yang diciptakan Allah tanpa material (Immaterial) seperti al-Ru>h}. Istilah a>lam al-Khalq (Penciptaam) dipakaikan untuk menyebutkan

makhluk yang diciptakan Allah dengan bahan material seperti langit

68

Jamal al-Di>n al-Qa>simi>, Mah}a>sin al-Ta’wi>l, Ed. Muh}ammad ‘Abd al-Ba>qi>

(tt: tp, 1957), Vol. 10, 3983. 69

Jamal al-Di>n al-Qa>simi, Mah}a>sin al-Ta’wi>l, Vol. 10, 3983-3984. 70

Abu al-Fad} Shiha>b al-Di>n al-A<lu>si>, Ruh} al-Ma‘a>ni, Vol. 15, 154. 71

Jamal al-Di>n al-Qa>simi, Mah}a>sin al-Ta’wi>l, Vol. 10, 3981.

Page 59: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

46

dan bumi yang dapat digapai oleh indra manusia. Namun, ‘Alla>mah

al-A<lu>si> (1217-1270 H) memberi catatan72

bahwa: Pemakaian istilah

ini tidak dikenal oleh bangsa Arab. Walaupun begitu, pemakaian

istilah ini ditopang oleh ayat: ‚Ingatlah! Kepunyaan-Nya alam al-Khalq dan alam al-Amr‛ (QS. al-A’ra>f [7]: 54).

Jawaban global yang diberikan Nabi saw. atas pertanyaan

Yahudi tentang hakikat al-Ru>h}, merupakan jawaban dengan gaya

bahasa yang bijaksana.73

Hakikat al-Ru>h} merupakan a>lam al-Amr (immaterial) yang tak dapat digapai akal manusia. Jawaban ini sama

dengan jawaban bijak Musa as. dalam menjawab pertanyaan Fir‘aun:

Siapakah itu Tuhan alam semesta? Musa as. Menjawab: Tuhan

pencipta langit dan bumi (QS. Al-Shu‘ara’[26]: 23-24), sebagai

jawaban yang bijaksana, karena Fir‘aun tak akan bisa mengetahui zat

Tuhan.

Pada dasarnya, kajian tentang al-Ru>h} hampir sama dengan

kajian tentang Allah Ta‘a>la>>>. Al-Ru>h} merupakan tiupan langsung Allah

dari zat-Nya, yang membuat manusia menjadi mulia dan mendapat

penghormatan. Mengenal hakikat al-Ru>h} merupakan sebuah

kemustahilan, sama halnya dengan mengenal zat atau hakikat Tuhan.

Namun, manusia dapat mengenal Tuhan dari gejala-gejala yang

ditimbulkan oleh zat Tuhan.

Gejala-gejala itu, diperoleh manusia dari anugrah indra dan

proses pemikiran akal, seperti: Allah maha kuasa, maha penyayang,

maha pencipta dan sebagainya yang diperoleh indra. Gejala-gejala

yang ditimbulkan oleh zat Tuhan, dikenal dengan sifat-sifat Allah dan

nama-nama-Nya (Asma’ al-H{usna>). Disamping memperoleh gejala zat

Tuhan dari indra, manusia juga mendapatkan gejala zat Tuhan dari

pemberitaan wahyu ilahi tentang zat-Nya. Gejala tersebut dikenal juga

dengan perumpamaan (Tashbi>h) dan penyerupaan (Tamthi>l), yaitu

perumpamaan dan penyerupaan perbuatan dan kondisi Allah yang

immaterial dengan sifat-sifat material, seperti naik, turun,

bersemayam, marah, punya tangan, wajah, dan lainnya, maha suci

Allah dari apa yang mereka sifati.

Sama halnya dengan mengkaji Allah Ta‘a>la>>>, manusia tak akan

mampu mengetahui hakikat manusia (al-Ru>h}), tapi manusia dapat

mengenal al-Ru>h} dari gejala-gejala yang ditimbulkan oleh al-Ru>h} tersebut. Telah banyak pemikir yang mengkaji tentang sifat dan

72

Abu al-Fad} Shiha>b al-Di>n al-A<lu>si>, Ruh al-Ma’a>ni, Vol. 15, 154. 73

Jama>l al-Di>n al-Qa>simi, Mah}a>sin al-Ta’wi>l, Vol. 10, 3982.

Page 60: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

47

kondisi al-Ru>h}, dari dahulu sampai sekarang. Semua kajian yang

dihasilkan, tak ada yang mampu mengenal hakikat al-Ru>h} yang

immaterial. Bahkan menurut ‘Allamah al-A<lu>si> (1217-1270 H)

sebagaian kalangan menegaskan bahwa mengetahui esensi (hakikat)

al-Ru>h} merupakan sebuah kemustahilan, bahkan sebagian mereka

menyatakan bahwa manusia tak akan mampu mengenal hakikat segala

sesuatu‛74

Oleh karena itu, tujuan mengkaji jiwa bagi al-Ghaza>li> (455-

505 H) hanyalah untuk mengungkapkan sifat-sifat dan kondisi jiwa,

bukan mengungkap hakikat jiwa. Kajian ini merupakan ilmu interaksi.

Ilmu interaksi butuh untuk mengenal sifat dan kondisi jiwa, dan tidak

perlu mengungkap hakikat jiwa.75

C. Kemunculan Jiwa antara Qadi>m dan H{a>dith

Qadi>m dan h}a>dith merupakan permasalahan filsafat yang

penting dalam ranah pemikiran Islam. Terjadi perdebatan yang alot,

antara filosof dan teolog Ash‘ariyah. Kedua belah pihak bertahan

dengan argumen masing-masing, berujung dengan pengkafiran filosof

dalam permasalahan.76

Kerumitan dan keruwetan permasalahan

Qadi>m-nya alam membingungkan akal dan mengacaukan pemahaman,

semenjak dahulu sampai sekarang.77

Sulitnya permasalahan, muncul dari latar belakang mendasar

yang tak kunjung selesai. Pada dasarnya, kedua belah pihak yang

bertikai sama-sama mengelukan kesempurnaan hanya milik sang

pencipta alam semesta. Namun, keduanya menempuh jalan yang

berbeda dalam penetapan kesempurnaan sang pencipta.78

Bagi

Ash‘ariyah, penetapan kesempurnaan Allah diwujudkan dalam: Allah

Ta‘a>la>>> tidak punya motif dalam perbuatannya. Allah berbuat dengan

tujuan, pilihan, dan keinginan-Nya yang qadi>m. Dalam doktrin

Ash‘ariyah: Allah ada dan belum ada sesuatu pun bersama-Nya waktu

itu. 79

Allah qadi>m dengan zat-Nya dan sifat-Nya, tak ada awal dan

akhir bagi-Nya.

74

Abu al-Fad} Shiha>b al-Di>n al-A<lu>si>, Ruh} al-Ma’a>ni, Vol. 15, 154. 75

Abu H{a>mid al-Ghaza>li>, Ihya’ Ulu>m al-Di>n, Vol. III, 4. 76

Abu H{a>mid al-Ghaza>li>, Taha>fut al-Fala>sifah, 47. 77

Tharwat H {asan ‘Abd al-Rahma>n al-Mihna>, Fi al-Falsafah al-Isla>miyah (Zagazig: Dar al-Isla>miyah, 2005), 157.

78 Komisi Dosen Fakultas Akidah Filsafat Universitas al-Azhar, Qad}aya>

Falsafiyah fi H{ad}a>rah al-Maghrib al-Isla>miyah (Zagazig: Dar al-Islamiyah, 2007),

127. 79

Tharwat H{asan, Fi al-Falsafah al-Isla>miyah. 157.

Page 61: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

48

Bagi filosof, kesempurnaan Allah Ta‘a>la>>> diwujudkan dalam:

Eksistensi Allah yang harus ada (Wajib al-Wuju>d li Dha>tih) bersamaan

dengan eksistensi alam tanpa adanya waktu pemisah (masa tunggu)

antara adanya Allah dan alam.80

Ada Allah ada alam, alam selalu ada

bersama Allah. Hubungan antara Allah dan alam merupakan hubungan

sebab akibat, tanpa dibatasi oleh waktu. Seperti iring-iringan matahari

dengan cahayanya, satu dengan dua, gerak benda dengan gerak

bayangannya. Qadi>m-nya Allah, dilihat dari sisi zat dan tingkatan

(Qadi>m al-Dhati>), bukan qadim dari sisi waktu (Qadi>m al-Zama>ni>).81

Eksistensi Allah sekaligus diiringi oleh eksistensi alam tanpa

ada waktu yang membatasi. Waktu adalah gerakan alam,82

alam

digerakkan oleh penggerak pertama (Allah). Ukuran gerak putaran

bumi pada porosnya disebut hari. Ukuran gerak bumi mengelilingi

matahari disebut tahun. Alam ada bersama Allah sekalipun tidak, atau

belum digerakkan. Kalaulah Allah ada dan belum ada alam, kemudian

ada alam, sehingga ada pemisah antara Allah dan Alam, sebagaimana

pandangan Ash‘ariyah. Timbul pertanyaan, kenapa diadakan sekarang?

Kenapa tidak diadakan sebelum itu? Motif apa yang membuat Allah

menciptakan alam pada waktu tersebut? Perubahan keinginan, adanya

motif dan dorongan baru dalam perbuatan, mustahil bagi Allah yang

maha sempurna.83

Ibn Rushd (520-595 H) telah berusaha mendamaikan antara

filosof dan teolog Ash‘ariyah.84

Menurutnya, perbedaan antara teolog

yang berpendapat bahwa alam itu h}a>dith dan tercipta dari ketiadaan,

dan pendapat filosof bahwa alam itu qadi>m, hanyalah perbedaan

pengungkapan (semantik). Sebenarnya ada tiga jenis wujud

(eksistensi): (a) Wujud material dari sesuatu (bahan), hasil perbuatan

pelaku, dan didahului oleh waktu, yaitu wujud langit dan bumi. Kedua

belah pihak sepakat menyebutnya h}a>dith. (b) Wujud lawan dari wujud

pertama, yaitu wujud yang tidak berasal dari bahan, bukan hasil

perbuatan, dan tidak didahului oleh waktu, yaitu wujud Allah Ta‘a>la>>. Kedua belah pihak sepakat menyebutnya qadi>m. (c) Wujud yang tidak

80 Ibn Si>na>, Al-Naja>h} fi> al-Mantiq wa al-Ila>hiya>t, Vol. II, 130

81 Abu H{a>mid al-Ghaza>li>, Taha>fut al-Taha>fut, 53, 67.

82 Abu H{a>mid al-Ghaza>li>, Taha>fut al-Taha>fut, 71. Lihat juga Ibn Rushd, Fas}l

al-Maqa>l, 40. 83

Abu H{a>mid al-Ghaza>li>, Taha>fut al-Taha>fut, 54. 84

Komisi Dosen al-Azhar, Qad}aya> Falsafiyah, 156.

Page 62: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

49

berasal dari bahan, hasil perbuatan pelaku dan tidak didahului oleh

waktu, yaitu alam semesta yang diciptakan Allah dari ketiadaan,

geraknyalah yang menjadi ukuran waktu. Wujud ini merupakan wujud

perantara antara kedua sisi wujud diatas.85

Ash‘ariyah memandang wujud perantara tersebut lebih

cenderung pada sisi pertama. Oleh karena itu, mereka menyebutnya

h}a>dith. Sebaliknya, filosof memandang wujud perantara tersebut lebih

cenderung pada sisi kedua. Oleh karena itu, mereka menyebutnya

qadi>m. Wujud ketiga ini bukan h}a>dith sebenarnya (hakiki) dan juga

bukan qadi>m sebenarnya (hakiki). Karena h}a>dith hakiki berasal dari

bahan dan qadi>m hakiki tidak disebabkan oleh sesuatupun.86

Bagi Ibn Rushd (520-595 H), pendekatan antara teolog dan

filosof ini, tak ubahnya menyelaraskan antara pendapat Plato87

(427-

347 SM) yang menyatakan h}a>dith-nya alam dan pendapat Aristoteles88

85

Ibn Rushd, Fas}l al-Maqa>l, 40, 41. 86

Ibn Rushd, Fas}l al-Maqa>l, 42. 87

Plato (Πλάτων) adalah seorang tokoh besar filsafat Yunani kuno,

kelahiran Aigena dekat Athena pada Mei 427 SM. Aigena merupakan tempat tinggal

sementara ayahnya Ariston. Plato hidup 80 tahun dan meninggal pada 347 SM.

Kedua orang tuanya berasal dari keturunan terhormat. Ayahnya keturunan Codrus,

Kaisar terakhir dinasti Athena terdahulu. Ibunya Perictione berasal dari keluarga

pemerintah Athena. Pada awalnya, Plato menggemari sastra, namun ketika ia belajar

dengan Socrates (470-399 SM), Socrates banyak mencela sastra (syair), akhirnya ia

mempelajari ajaran Phitagoras (582-496 SM) tentang dunia akal (al-Ma’qu>la>t). Plato

mendirikan Akademia, sekolah tinggi pertama yang pernah ada. Plato meletakkan

dasar-dasar filsafat Barat dan sains. Plato sangat terpengaruh dengan ajaran gurunya,

Socrates. Apalagi hukuman mati yang zalim kepada gurunya meninggalkan pengaruh

tersendiri baginya. Lihat Jamal al-Di>n abi al-H {asan ‘Ali ibn Yu>suf al-Qift}i, Ikhba>r al-‘Ulama’ bi Akhba>r al-Hukama’ (Mesir: al-Sa‘a>dah, tt.), 13-20. Lihat juga Ah}mad

Fua>d al-Ahwa>ni, Afla>t}u>n (Cairo: Dar al-Ma‘arif, 1991), Cet. IV, 9-21. 88

Aristoteles (Ἀπιστοτέληρ) adalah anak Nicomachus dokter kaisar

Macedonia Amyntas III, seorang tokoh besar filsafat Yunani. Lahir di Stagira,

wilayah Chalcidice pada 384 SM. Aristoteles hidup 62 tahun, meninggal di Kha>liqi>s

pada 322 SM. Di usia 17 tahun, ia menjadi murid Plato, kemudian menigkat menjadi

guru di Akademia Plato sampai umur 37 tahun. Disinilah Aristoteles mempelajari

fisika (Tabi>‘ah) dan Metafisika. Aristoteles meninggalkan Akademia setelah Plato

meninggal, dan menjadi guru dan pembimbing Alexander atas permintaan ayahnya,

kaisar Macedonia Philips. Inilah sebabnya ia berbicara tentang ilmu politik, dan

kebaikan umum. Peninggalan pemikiran Aristoteles yang sangat berarti adalah

tentang logika (al-Manti>q), dialah peletak dasar-dasarnya dengan sempurna.

Pemikirannya banyak di adopsi oleh Ibn Si>na> dan ibn Rushd di dunia muslim. Ia

dijuluki sebagai guru pertama. Lihat Jamal al-Di>n al-Qift}i>, Ikhba>r al-‘Ulama’ bi Akhba>r al-Hukama’, 21-39. Lihat juga Alfred Edward Taylor, Aristotle, Trans. Izzat

Page 63: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

50

(384-322 SM) yang menyatakan qadi>m-nya alam. 89

Baik pandangan

alam itu qadi>m maupun h{a>dith, selama menyatakan alam diciptakan

Allah Ta‘a>la>, filosof telah menjaga akidahnya. Tidak sepantasnya

pengkafiran dilemparkan kepada filosof dalam permasalahan.

1. Jiwa Qadi>m Menurut Filosof

Berdasarkan pandangan terhadap alam, jiwa qadi>m menurut

filosof. Jiwa adalah al-‘Aql atau daya al-‘Aql.90 Istilah al-‘Aql timbul

dari teori emanasi penciptaan alam semesta. Bagaimana yang banyak

(Makhluk) terpancar dari yang satu (Allah)? Berpegang pada prinsip:

‚Satu dari segala sisi hanya dapat memancarkan satu‛,91

demi

memelihara zat Allah yang satu dan sederhana.

Jika ditilik jauh kebelakang, prinsip ‚Satu hanya dapat

memancarkan satu‛ merupakan pemikiran penciptaan alam semesta

pada era Yunani kuno, bagaimana dan dari apa alam semesta tercipta?

Pyhthagoras92

(570-495 SM) merupakan filosof immaterial (al-

Qarni> (Beirut: Da>r al-T{ali‘ah, 1992), Cet. I, 9-20. Lihat juga Ma>jid Fakhri>, Arist}u> T{a>lis Mu‘allim al-Awwal (Beiru>t: Maktabah al-Kathu>likiyah, 1958 M), 10-14. Lihat

juga ‘Abd al-Rah}ma>n Badawi>, Ari>st}u> ‘inda al-‘Arab: Dira>sah wa Nus}us} gair al-manshurah (Kuwait: al-Waka>lah al-Mat}bu‘a>t, 1978).

89 Ibn Rushd, Fas}l al-Maqa>l, 42. Al-Fara>bi> juga pernah berusaha

menyelaraskan permasalahan Plato ketuhanan dan Aristoteles naturalis dengan

karyanya, lihat Abu Nas}r al-Fara>bi>, Jam’ baina Ra’y al-H{akimain, Ed. Albi>r Nas}ri>

Na>dir (Beiru>t: Da>r al-Mashriq, 1986) 90

Al-Nafs membingungkan dalam kajian emanasi Ibn Si>na>. Terkadang dia

menyamakan antara al-Nafs dengan al-‘Aql dan terkadang Ibn Si>na> menjadikan al-‘Aql sebagai salah satu daya al-‘Aql. Lihat Muh}ammad al-Musayyar, Al-Ru>h} fi Dirasa>t Mutakallimi>n wa al-Fala>sifah, 29

91 Ibn Si>na>, Al-Naja>h} Fi al-Mantiq wa al-Ila>hiya>t,Vol II, 145. Teksnya

sebagai berikut:

اناحذ ي حث احذ إا جذ ع احذ فبانحش أ حك األجساو ع انبذعاث

األن أثت جب أ حك فا ظشسة أ كثشة كف كاج92

Pythagoras (Πςθαγόπαρ) berasal dari pulau Samos selatan Italia, dahulu

disebut dengan Yunani Besar, ayahnya bernama Mnesarchus. Dia diberi nama

Pythagoras, karena mampu meramal berita dan benar-benar terjadi. Hidup sekitar 80

sampai 90 tahun. Dikenal sebagai bapak bilangan. Dia pergi menuntut ilmu ke

Timur, mulai dari bangsa Kildan untuk mempelajari ilmu Majusi dan beberapa negeri

timur lainnya seperti Mesir. Kehidupan dan ajarannya tidak begitu jelas akibat

banyaknya legenda dan kisah-kisah buatan mengenai dirinya. Salah satu

peninggalan Pythagoras yang terkenal adalah teorema Pythagoras, yang menyatakan

bahwa kuadrat hipotenusa dari suatu segitiga siku-siku adalah sama dengan jumlah

kuadrat dari kaki-kakinya (sisi-sisi siku-sikunya) dia memberikan sumbangan yang

Page 64: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

51

Ma’qula>t) yang pertama berusaha memecahkan permasalahan: ‚satu-

banyak‛.93

Menurutnya, asal alam semesta adalah satu, dari satulah

timbul bilangan, dari bilangan timbul titik, dari titik timbul garis, dari

garis timbul permukaan, dari permukaan timbul material, dari material

timbul air, api, tanah dan udara yang tersusun, abadi dan tak akan

binasa, yang ada hanya perubahan susunan.94

Ajaran Pythagorism95

yang menyatakan alam semesta pada awalnya berasal dari sesuatu

yang immaterial (al-Ma’qu>la>t)96 di ikuti oleh Plato (427-347 SM)

dengan alam ide-nya97

(al-Muthul) dan muridnya Aristoteles (384-322

SM) dengan forma-nya (al-S}u>rah).

Teori emanasi yang digagas Plotinus98

(205-270 M)

terpengaruh oleh alam ide-nya Plato (427-347 SM), disamping

penting terhadap filsafat dan ajaran keagamaan pada akhir abad ke-6 SM. Alirannya

dikenal dengan Pythagorism. Lihat T{a>les Miletus, Tari>kh al-Fala>sifah, Trans. Al-

Sayyid ‘Abd Allah H{asan (Cairo: Maktabah al-Thaqa>fah al-Diniyah, 2007), 69. Lihat

juga Yu>suf Kira>m, Ta>ri<kh al-Falsafah al-Yuna>niyah (Cairo: Mat}ba‘ah al-Jannah,

1936), 23-31. 93

Pemecahan berbeda dikemukakan Parmenides (540-470) menurutnya,

alam semesta haruslah satu yang tak terbagi, sangat tidak logis berasal dari banyak.

Lihat Ma>jid Fakhri>, Ta>ri>kh al-Falsafah al-Yuna>niyah: min T{ali>s, Aflut}i>n, Buqli>s

(Beirut: Dar al-‘Ilm li al-Malayi>n, 1991), 39-40. 94

Ahmad Fuad Ahwa>ni>, Fajr Falsafah al-Yuna>niah Qabla Suqra>t} (Cairo: Dar

Ih}ya’ al-Kutub al-‘Arabiyah, 1954), Cet. I, 83-84. 95

Ajaran yang didirikan oleh Pythagoras (w.496 SM) di Croton, selatan

Italia. Ajaran ini penuh dengan spirit ketimuran, yang didapat Pythagoras dari

pengembalaannya mencari ilmu ke negeri timur. Ajaran Timur yang paling

berpengaruh adalah reinkarnasi dan hidup zuhud. Lihat Ahmad Fua>d al-Ahwa>ni>,

Mada>ris al-Falsafiyah (Cairo: al-Da>r al-Mas}riyah, 1965), 14-26. 96

Asal mula alam semesta pertama kali bahas oleh T{a>les (624-546 SM)

aliran Miletus. Menurutnya, alam berasal dari air. Masih banyak lagi pendapat

tentang asal-usul alam yang diutarakan oleh filosof, namun semuanya berpulang

kepada salah satu material. Pythagoras bisa dibilang pelopor pertama yang

mengungkapkan alam berasal dari wujud im-material yaitu bilangan. Lihat Walter

Terence Stace, Ta>ri>kh al-Falsafah al-Yuna>niyah, Trans. Muja>hid ‘Abd al-Mun‘im

Muja>hid (Cairo: Da>r al-Thaqa>fah, 1984). 97

Dalam terjemahan bahasa Barat dipakaikan 3 kata, yaitu ‚Idea‛ yang

merupakan istilah Yunani itu sendiri, namun kata Idea di Barat sekarang ini

dipahami dengan pemikiran atau sangkaan. Prancis menggunakan kata ‚Form‛ yang

merupakan salah satu pemaknaan Yunani. Terakhir Amerika mengunakan kata

‚Type‛, sementara Arab menerjemahkannya dengan ‚al-Muthul‛. Lihat Ah}mad Fua>d

al-Ahwa>ni, Afla>t}u>n, 108. 98

Salah seorang tokoh Neo Platonism, hidup 66 tahun sekitar 205-270 M.

Plotinus belajar filsafat dari Ammonius Saccas selama 11 tahun, terutama tentang

Page 65: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

52

berbagai filsafat dan akidah yang berkembang pada waktu itu,

terutama teori astronomi Yunani abad V SM yang menyatakan bahwa

langit terdiri dari beberapa bintang poros (galaxi), bintang yang

sinarnya lebih terang, tetap dan tidak bergerak. Sedangkan bintang

yang sinarnya lemah, masing-masing mempunyai bintang-bintang

yang berkeliling di orbitnya.99

Disamping itu, teori ini merupakan

penyelarasan kepercayaan Timur: ‚Allah berada disegala tempat‛ dan

kepercayaan Yunani tentang Allah yang transenden (immaterial).

Pengaruh agama Timur juga sangat jelas dalam teori ini, yaitu

pemikiran kehadiran Tuhan, atau lebih pantasnya kekuatan Tuhan di

alam semesta melalui perantara antara Tuhan dan Alam (para dewa).100

Plotinus (205-270 M.) mengumpamakan teori emanasi seperti cahaya

yang terpancar dari pusatnya semakin jauh semakin buram, melemah

dan akhirnya berujung kegelapan. Kegelapan itulah bahan pertama

yang disebut al-Hayu>la>,101 yang membatasi dunia immaterial dan

material.

Pemikiran penciptaan Yunani ini, ditanggapi dengan pro dan

kontra oleh kalangan cendekiawan muslim yang berwawasan Yunani.

Kalangan yang pro, berusaha semaksimal mungkin menyelaraskan

antara pemikiran emanasi Yunani dengan agama Islam, seperti al-

Fara>bi>102

(260-339 H) dan Ibn Si>na> (370-428 H). Bagi al-Fara>bi>, al-

tarekat Persia, India dan sistemnya. Plotinus mulai menulis bukunya ketika mengajar

filsafat aliran Ammonius di Roma. Sumbangan besar pemikiran Plotinus diantaranya

adalah: Satu yang esa, Terpancar dari yang esa, Manusia sejati dan bahagia, dan ilmu

Astronomi. Teori metafisikanya sangat berpengaruh kepada Islam, Kristen, agama

pagan dan mistik lainnya. Lihat Ma>jid Fakhri>, Ta>ri>kh al-Falsafah al-Yuna>niyah: min T{ali>s, Aflut}i>n, Buqli>s, 190-200 .

99 Muh}ammad ‘Ali Abu Rayy >an, Ta>ri>kh Fikr al-Falsafi>: Arist}u wa Mada>ris

al-Mutaakhirah (Alexandria: Dar al-Ma’rifah al-Ja>miah, 1972), Cet. III, Vol. II, 328. 100

Must}fa Ga>lib, Aflu>ti>n (Beiru>t: Maktabah al-Hila>l, 1987), 10-11. 101

Walter Terence Stace, Ta>ri>kh al-Falsafah al-Yuna>niyah, 242. 102

Dia adalah Abu Nas}r Muh}ammad ibn Muh}ammad ibn Auzelang ibn

T}arkha>n al-Fa>ra>bi>. Lahir 260 ./ 874 M di Fa>ra>b, sebuah kota dibelakang sungai al-

Furra>t, sekarang Turkymenistan. Ia wafat tahun 339 H/ 950 M, ayahnya seorang

panglima perang, awalnya tinggal di Bagdad, disinilah ia menghadiri pertemuan

ilmiah. Dia belajar logika dari Abi Bashar Mati> ibn Yu>nus, kemudian pindah ke

H{arra>n. Disana dia belajar dengan Yoh}ana ibn H{aila>n, kemudian kembali ke Bagdad.

Dia menekuni filsafat dan memahaminya, dia mampu mengajarkan, menjelaskan dan

mengomentari buku-buku Aristoteles yang diketahuinya. Kebanyakan bukunya di

tulis di Bagdad. Kemudian pindah ke Suriah, dan berpindah-pindah dari satu kota ke

kota lainnnya, kemudian kembali ke Damakus dan menetap sampai akhir hayatnya di

umur 80 tahun. Dia digelari ‚Guru Kedua‛ setelah Aristoles, dialah yang pertama

Page 66: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

53

‘Aql yang sepuluh adalah malaikat-malaikat yang mengurusi bintang

yang ada dibawahnya. Al-‘Aql perantara (al-Mufa>ri>q) ini sama dengan

pengerak kedua (al-Muharrik al-Thawa>ni>) dalam filsafat Aristoteles

(384-322 SM). Selanjutnya, intelek aktif (al-‘Aql al-Fa’‘a>ll) atau al-‘Aql (10) adalah malaikat Jibril as. yang sama dengan pemberi forma

yang mengatur kehidupan bintang di bawah bulan (bumi) dalam

filsafat Aristoteles (384-322 SM). 103

Ibn Si>na> (370-428 H) melanjutkan teori emanasi Plotinus (205-

270 M) yang dikembangkan al-Fa>ra>bi> (260-339 H) dalam

menyelaraskan agama dan filsafat. Ibn Si>na> menjelaskan bahwa segala

yang ada terpancar dari yang satu, zat yang dipancarkan (alam)

berbeda dengan zat yang satu, pemancaran terjadi secara langsung.104

Pemancaran terjadi dengan proses berkreasi (ta‘aqqul). Allah

berkreasi tentang dirinya, terpancarlah al-‘Aql (1). Al-‘Aql (1) berfikir

tentang Allah, terpancarlah al-‘Aql (2). Al-‘Aql (1) berfikir tentang

dirinya, terpancarlah langit (al-Jaram) dan al-Nafs-nya (al-S{u>rah). Al-‘Aql (2) berfikir tentang Allah, terpancarlah al-‘Aql (3) dan begitu

seterusnya sampai al-‘Aql (10) yang disebut juga al-‘Aql al-Fa’‘a>l.105

kali menjelaskan logika Aristoteles kepada Arab. Lihat Yu>suf Farhat\, Falsafah al-Isla>miyah wa A’lamuha>, 77. Lihat juga Muh}ammad Lut}fi Jum‘ah, Tari>kh Fala>sifah al-Isla>m (Cairo: Maktabah al-Usrah, 2007),13.

103 H{asan Ka>mil Ibrahim, Mafhu>m al-Faid} inda Aflu>t}i>n wa Mauqif Fala>sifah

al-Muslimi>n wa Mufakkiri>him minhu (Cairo: Universitas ‘Ain al-Shams,tt), 6. 104

Ibn Si>na>, Al-Naja>h fi al-Mantiq wa al-Ila>hiya>t, 159. Teksnya sebagai

berikut:

فط ع كم فاعم انكم، بع أ انجد انز –قصذ اناحذ – .…

أ إر صح انهضو ، أل ك يا حك ع األل إا عه سبمجد فعا حايا نزاح

فشغا ي با زا انعشض قبم فال جص أ ك أل اناجب انجد ي جع جاح

انجداث ع، انبذعاث كثشة ال بانعذد، ال باالقساو إن يادة صسة، أل ك

…نضو يا هضو ع نزاح ال نشء آخش105

Lihat Ibn Si>na>, Al-Naja>h fi al-Mantiq wa al-Ila>hiya>t, 160:

انعقل انفاسقت كثشة انعذد، فهسج إرا يجدة يعا ع األل، بم جب أ ..…

ك أعالا انجد األل ع، ثى خه عقم عقم، أل ححج كم عقم فهكا يادح

ب أ صسح انخ انفس، عقال د، فخحج كم عقم ثالثت أشاء ف انجد، فج

ك إيكا جد ز انثالثت ع رنك انعقم األل ف اإلبذاع ألجم انخثهث انزكس ف،

األفعم خبع األفعم ي جاث كثشة، فك إرا انعقم األل هضو ع با عقم األل

، انفس، بطبعت جد صسة انفهك األقص كانا جد عقم ححخ، با عقم راح

انجد انحاصهت انخذسجت ف حعقه نزاح جد جشيت نفهك األقص انخذسجت ف إيكا

جهت راث انفهك األقص بع، األيش انشابك نهقة فا عقم األل هضو ع عقم،

با خص نزاح عه جخ انكثشة األن بجضأا، أع انادة انصسة انادة بخسط

Page 67: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

54

Pengaruh teori Aristoteles (384-322 SM.), yaitu penggerak pertama

(al-Muh}arrik al-Awwal) dan penggerak kedua (al-Muh}arrik al-Thawa>ni>) yang didasari oleh kerinduan (al-‘Ishq wa al-Ma’shu>q)

sangat jelas dalam penjelasan Ibn Si>na> (370-428 H).

Adapun jumlah al-‘Aql menjadi sepuluh, filosof muslim

terpengaruh oleh pandangan astrologi Claudius Ptolemaeus106

(83-161

M) yang menyatakan terdapat tujuh bintang di langit,107

masing-

masing bintang dinamai dengan dewa Yunani yaitu: Saturnus, Jupiter,

Mars, Matahari, Venus, Merkurius, Bulan. Tujuh tingkatan langit

tersebut ditambah dengan tiga tingkatan lagi diatasnya yaitu al-‘Arash, Kursi> dan Sang Pencipta.

108 Untuk lebih jelasnya, dapat

memperhatikan gambar berikut:

سكخا، كا إيكا انجد خشج إن انعقم انفعال انز حار صسة انصسة، أ بشا

.…انفهك106

Dia adalah Claudius Ptolemaeus (Κλαύδιος Πτολεμαῖος), seorang ahli

geografi, astronom, dan astrolog yang hidup pada zaman Helenistik di Mesir, salah

satu provinsi Romawi. Ptolemaeus adalah pengarang beberapa risalah ilmiah, tiga di

antaranya kemudian memainkan peranan penting dalam keilmuwan Islam dan Eropa.

Pertama, risalah astronomi yang dikenal sebagai Almagest (dalam bahasa Yunani (

μεγάλη Σύνταξιρ , ‚Risalah Besar‛. Diterjemahkan ke dunia Islam oleh H{unain ibn

Ish}a>q dan direvisi kembali oleh Ibn Si>na>. Kedua, Geographia yang merupakan

diskusi teliti mengenai pengetahuan geografi Helenistik. Ketiga, risalah astrologi

dikenal sebagai Tetrabiblos (Empat buku) dimana dia berusaha mengadaptasi

astrologi horoskop ke filosofi alam Aristotelian. Ia juga melestarikan daftar raja-raja

kuno, disebut ‚Kanon Ptolemaeus‛, yang penting bagi penelitian sejarah Timur

Tengah. Lihat Jamal al-Di>n al-Qift}i>, Ikhba>r al-‘Ulama’ bi Akhba>r al-H{ukama’, 67-

69. 107

Muh}ammad al-Musayyar, Al-Ru>h }, 65. 108

Filosof mengklaim penafsiran ayat: ‚Dan malaikat-malaikat berada di

penjuru-penjuru langit. Dan pada hari itu delapan orang malaikat menjunjung 'Arash Tuhanmu di atas (kepala) mereka‛ (QS. Al-H{a>qqah [69]: 17) menunjukkan al-‘Aql yang delapan, dua al-‘Aql sisanya adalah ‘Arsh dan al-Kursi. Lihat Muh}ammad Bahi>,

Ja>nib al-Falsafi> fi Fikr al-Isla>mi> (Cairo: Maktabah Wahbah, 1982), Vol II, 141.

Page 68: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

55

Page 69: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

56

Sikap kontra terhadap teori emanasi pertama sekali

ditunjukkan oleh Mu’tazilah sebagai Islam rasionalis terdepan.109

Di

antara tokohnya adalah Abu ‘Uthma>n al-Ja>h}iz110

(159-255 H).

Sekalipun penyelarasan yang dilakukan al-Farabi (260-339 H) dan Ibn

Si>na> (370-428 H) dikemudian hari dengan al-‘Aql yang sepuluh,

dimanfaatkan oleh kaum sufi dalam metode penyucian jiwa.111

Namun,

teori ini lebih banyak merusak filosof dari pada manfaatnya, lebih jauh

membuat filsafat didiskreditkan dan dihinakan karenanya. Teori ini

jelas-jelas bertentangan dengan Islam, baik secara moralitas maupun

intelektual.112

Karena kekuatan perantara antara Tuhan dan

makhluknya yang disebut dengan dewa oleh keyakinan Timur, al-‘Aql oleh filosof Yunani, dan Malaikat oleh Filosof muslim bukanlah ajaran

Islam. Bahkan Abu Baraka>t al-Bagdadi113

(470-547 H) menuduh al-

Fa>ra>bi> (260-339 H.) dan Ibn Si>na> (370-428 H.) berfanatik buta kepada

Aristoteles (384-322 SM), tanpa adanya sandaran argumentatif yang

kuat, tanpa mengkaji dan menelitinya terlebih dahulu. Seakan-akan

teori tersebut wahyu yang turun dari langit yang tak perlu diragukan

lagi.114

Kebodohan nampak jelas, ketika Ibn Si>na> melanggar kaidah

yang dibangunnya sendiri, ‚satu hannya dapat memancarkan satu‛.

109

Komentar S}alahuddin al-Hawwa>ri> dalam catatan kaki Abu H{a>mid al-

Ghaza>li, Taha>fut al-Fala>sifah, 96. 110

Dia adalah Abu ‘Uthma>n ibn Bah}r Mah}bu>b al-Kanna>ni> al-Laithi> al-Bas}ri>,

seorang tokoh sastra Mu’tazilah era Abbasiyah. Lahir di Bas}rah 195 H, hidup 90

tahun dan meninggal pada 255 H. Dia belajar al-Quran dan qawaid bahasa Arab dari

syaikh kampungnya. Dia tumbuh dari keluarga miskin, buruk rupa, matanya melotot

(Ja>h}iz), namun semua itu tidak membuatnya putus asa menuntut ilmu. Oleh karena

itu, dia menjual ikan dan roti di siang hari} dan menyewa toko-toko buku di malam

hari dan membacanya. Dia memperoleh wawasan asing (non Arab) seperti Persia,

Yunani, India dari bacaan terjemahan atau diskusi penerjemah seperti H{unain ibn

Ish}a>q. Kemudian ia pergi ke Bagdad, disinilah nampak kecerdasannya hingga

dipercaya mengajar dan menjadi wali kantor admisnistrasi khalifah al-Ma’mu>n.

Bayak buku yang telah dikarangnya, yang popular adalah: Al-Baya>n wa al-Tabyi>n,

al-H{ayawa>n dan al-Bukhala’. Lihat Shams al-Di>n al-Zahabi, Siyar A’la>m al-Nubala’, Vol XI, 226-230, Lihat juga Mahfu>z} ‘Azza>m, Fi Falsafah al-Tabi>‘iyah inda al-Ja>h}iz (al-Minya>: Da>r al-Hida>yah, 1995).

111 Muh}ammad ‘Ali > Abu Rayya>n, Tari>kh Fikr al-Falsafi> fi> al-Isla>m

(Alexandria: Dar al-Ma’rifah al-Ja>mi‘ah, 1992), 327. 112

Muh}ammad al-Musayyar, Al-Ru>h, 65. 113

Lihat Abu al-Baraka>t al-Bagda>di, Al-Mu’tabar fi al-H}ikmah (tt.:

Jam‘iyah al-Ma‘a>rif al-Uthma>niyah, 1357 H), Vol. III, 157. 114

Muh}ammad ‘Ali > Abu Rayya>n, Tari>kh Fikr al-Falsafi> fi al-Isla>m, 250.

Page 70: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

57

Sedangkan al-‘Aql memancarkan tiga: 115

al-‘Aql selanjutnya, al-Nafs

(Su>rah), dan bintang (Jaram). Seharusnya, al-‘Aql juga hanya

memancarkan satu dan begitu seterusnya. Oleh karena itu, Abu> H{amid

al-Gha>za>li (450-505 H) menilainya sebagai sebuah lelucon dan

mengada-ngada. Kalaulah seseorang menceritakan teori tersebut

mengibaratkan mimpi yang dialaminya, niscaya akan menjadi petunjuk

betapa buruk watak orang itu.116

Ibn Rushd (520-595 H) yang mendedikasikan dirinya sebagai

pelindung filsafat dari badai al-Ghaza>li, menuduh al-Fa>ra>bi> (260-339

H) dan Ibn Si>na> (370-428 H) melakukan kebohongan dan memalsukan

pandangan filosof Mashsha>iyi>n117 (Peripatetic) terdahulu.118

Menurutnya, kelakuan kedua filosof tersebut telah mencoreng dan

merendahkan citra, martabat dan wibawa Filosof.119

Ibn Rushd

menerangkan ada dua kelompok perbuatan: (a) ‚Makhluk yang hannya

melakukan satu‛ seperti panas menimbulkan panas dan dingin

menimbulkan dingin, (b) ‚Makhluk yang melakukan hal berbeda

bahkan berlawanan di lain waktu‛, bisa panas, bisa dingin di lain

waktu, yang timbul dari hasil pilihan (berfikir).120

Keduanya

merupakan perbuatan yang terbatas (fi’l al-Muqayyad) berbeda dengan

perbuatan Allah yang absolut (fi’l al-Mut}laq). Sebuah kesalahan ketika

menganalogikan perbuatan yang terbatas (al-Sha>hid) dengan perbuatan

yang absolut (al-Ga>ib). 121

Bulan (al-Jaram) yang bukan material yang empat (air, api,

tanah dan udara) terpancar dari al-‘Aql (10) yang menurut Ibn Si>na>

(370-428 H) jiwanya (al-‘Aql al-Fa’‘a>l) merupakan pengatur alam

bawah bulan (bumi), telah diinjak oleh manusia dalam perjalanan luar

angkasa Apollo 11 pada Juli 1969 M. Teori astronomi Claudius

Ptolemaeus (83-161 M) juga telah terbukti salah. Matahari adalah

poros berkelilingnya planet-planet. Usaha penafsiran saintis tujuh

115

Lihat Abu al-Baraka>t al-Baghda>di>, Al-Mu’tabar fi al-H}ikmah, Lihat juga

Abu H{a>mid al-Gaza>li, Taha>fut al-Fala>sifah, 94. 116

Abu H{a>mid al-Gaza>li, Taha>fut al-Fala>sifah, 96 117

Aliran filsafat yang di ajarkan Aristoteles di sekolah tinggi Lyceum.

Disebut al-Mashsha>iyi>n yang berarti orang-orang yang berjalan, karena sang guru

mengajarkan muridnya sambil berjalan. Lihat Jamal al-Di>n al-Qift}i>, Ikhba>r al-‘Ulama’ bi Akhba>r al-Hukama’, 14.

118 Ibn Rushd, Taha>fut al-Taha>fut. 145.

119 Muh}ammad ‘Ali Abu Rayya>n, Tari>kh Fikr al-Falsafi> fi al-Isla>m, 250.

120 Ibn Rushd, Taha>fut al-Taha>fut, 125.

121 Ibn Rushd, Taha>fut al-Taha>fut, 143.

Page 71: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

58

langit (Sab’ al-Sama>wa>t) yang dilakukan oleh al-Fa>ra>bi> (260-339 H)

dan Ibn Si>na> (370-428 H) dengan teori astronomi Claudius Ptolemaeus

telah terbukti berpijak dari teori saintis yang salah. Tak salah bila teori

emanasi merupakan dongeng dan khurafat yang oleh filosof

ditempatkan pada posisi wahyu ilahi yang harus diterima apa adanya

tanpa kritik.

2. Jiwa H{a>dith Menurut Teolog

Semua sekte Islam sepakat menyatakan h}a>dith-nya jiwa. Tidak

ada yang qadi>m selain Allah Ta‘a>la>. Namun mereka berbeda pendapat,

apakah jiwa diciptakan sebelum ataukah sesudah penyempurnaan

raga? 122

a. Jiwa Diciptakan sebelum Raga

Jiwa telah ada jauh sebelum adanya raga. Jiwa telah terhubung

dengan Allah sebelum raga diciptakan (al-‘A<lam al-Dhar), tanpa ada

pembatas (hijab) yang menghalanginya, baik material berat (raga)

maupun nafsu yang hina. Inilah fitrah dasar manusia. Pandangan ini

dikemukakan oleh mufassir dan muhaddis terdahulu, seperti Sayyid

ibn al-Musi>b123

(14-97 H), Sa’i>d ibn Jubair124

(46-95 H), ‘Ikrimah125

122

‘Ad}d} al-Di>n al-I<ji>, Al-Mawa>qif fi ‘Ilm al-Kala>m, 260. 123

Dia adalah Sa‘i>d ibn al-Musi>b digelari Abu Muh}ammad (637-715 M),

(14-94 H). Lahir tahun ke-2 kekhilafahan Umar ibn Khatta>b. Seorang Tabi‘i>n

terkemuka, pakar hadis, fiqih, ahli tafsir. Dia merupakan pemuka fuqaha’ Madinah

dan pemuka Tabi‘i>n. Dia meriwayatkan h}adi>th dari sejumlah sahabat dan istri-istri

Nabi saw. Dia merupakan orang yang lebih banyak tau tentang keputusan dan

ketetapan Rasul saw. begitu juga dengan ketetapan Abu Bakar dan Umar ibn

Khatta>b. Ia digelari juga dengan ‚Sayyid al-Ta>bi‘i>n‛ dan ‚Faqi>h} al-Fuqah }a’‛. Lihat

Shams al-Di>n al-Dhahabi>, Siyar al-A’la>m al-Nubala’, Vol. IV, 217. 124

Dia adalah Ibn Hisha>m, al-Ima>m al-Ha>fiz} al-Muqri’ al-Mufassir al-

Shahi>d, Abu Muh}ammad, Seorang tabi‘in yang berasal dari Habsyah. Ia belajar dari

Ibn ‘Abbas, ‘Abd Allah ibn ‘Umar dan ‘Aishah di Madinah. Ia tinggal di Kufah dan

menyebarkan ilmunya disana. Jadilah ia Imamnya orang Kufah. Ia dibunuh oleh al-

Hajjaj ibn al-Yu>suf al-Thaqfi> karena ikut serta bersama ‘Abd Allah ibn al-Ash‘ab

dalam pemberontakannya melawan bani Umayyah pada 95 H. Lihat Shams al-Di>n al-

Dhahabi>, Siyar al-A’la>m al-Nubala’, Vol. VII, 321-342. 125

Dia adalah Abu ‘Abd Allah al-Qurshi>, popular dikenal ‘Ikrimah (w.105

H/ 723 M), berkebangsaan Barbar, diperbudak oleh orang Madinah. Dikatakan juga,

dia merupakan budak H{us}ain ibn Abi al-H{urri al-‘Anbari>, kemudian ia

Page 72: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

59

(w. 105 H), al-D{ah}h}ak126

(w. 100 H), al-Kalbi>127

(w. 146 H).128

Ibn

H{azm (384-456 H) menuliskan pendapat ini sebagai ijmak salaf dan

khalaf.129

Kelompok ini menguatkan pendapatnya dengan dalil-dalil

berikut:

1) Ayat tentang kesaksian manusia bertauhid.130

Ayat ini

menunjukkan bahwa jiwa diciptakan secara keseluruhan.131

Kemudian

seluruh jiwa digiring untuk berjanji mentauhidkan Allah. Sesama jiwa

menjadi saksi atas janji yang mereka sepakati. Perjanjian ini tentunya

terjadi sebelum terciptanya raga, karena tidak ada raga pada waktu

itu,132

yang ada hanyalah jiwa masing-masing manusia. Perjanjian

terjadi di alam spiritual (al-‘A<lam al-Dhar). 2) Hadis penciptaan atau pengeluaran keturunan Adam as

dengan cara mengusap punggungnya.133

menghadiahkannya kepada Ibn ‘Abbas. Dia mendapat gelar al-H{a>fiz}, al-Mufassir

karena kahliannya di bidang tafsir, terutama yang ia dapatkan dari Ibn ‘Abbas. Ia

meriwayatkan hadis dari Ibn ‘Abbas sahabat dan majikannya, ‘A<ishah, Abu

Hurairah, Ibn ‘Umar dan sahabat lainnya. Lihat Shams al-Di>n al-Dhahabi>, Siyar al-

A’la>m al-Nubala’, Vol. V, 12-35. 126

Dia adalah Abu> Qa>sim, al-D{ah}h}a>q ibn Maza>h}im al-Hila>li>, digelari juga

Abu Muh}ammad, al-Khurasa>ni> tumbuh dan besar di Balkh, Samarqand dan Naisa>bu>r.

Seorang tabi‘i>n, tokoh Mufassir. Dia meriwayat dari Anas, Ibn ‘Umar, Abu Hurairah

dan sejumlah tabi‘i>n. Dikatakan juga tidak sah periwayatannya dari para sahabat

bahkan dari Ibn ‘Abba>s, sekalipun diriwayatkan ia mendapatinya hidup selama 7

tahun. Lihat Shams al-Di>n al-Dhahabi>, Siyar al-A’la>m al-Nubala’, Vol. IV, 598-600. 127

Dia adalah Abu al-Nad}r Muh}ammad ibn al-Sa>ib ibn Bashar al-Kalbi>,

seorang tokoh mufassir. Dia juga dikenal ahli dalam ilmu pernasaban (silsilah Arab),

namun sayangnya ia seorang syiah, hingga periwayatannya banyak ditinggalkan.

Lihat Shams al-Di>n al-Dhahabi>, Siyar al-A’la>m al-Nubala’, Vol. VI, 248-249. 128

Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Mafa>tih} al-Gaib, Vol. XV, 50. 129

Ibn H{azm al-Andalu>si>, Al-Fis}al fi al-Milal wa al-Nih}al, Vol II, 377-378. 130 Dan ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari

punggung mereka dan Allah mengambil kesaksian mereka (seraya berfirman):

‚Bukankah Aku ini Tuhanmu?‛ Mereka menjawab: ‚Betul (Engkau Tuhan kami),

kami menjadi saksi‛ (QS. Al-A’ra>f [7]: 172-173). 131

Ibn H{azm al-Andalu>si>, Al-Fis}al fi al-Milal wa al-Nih}al, Vol II, 376. 132

Ibn Qayyim al-Jauzi>, Al-Ru>h}, 171. 133

Allah menciptakan Adam as, kemudian mengusap punggungnya dengan

tangan-Nya. Keluarlah dari punggung Adam as anak-anaknya. Kemudian Allah

berfirman: Aku ciptakan mereka itu untuk neraka, dengan amalan penghuni

nerakalah mereka berbuat. Aku ciptakan mereka itu untuk surga, dengan amalan

Page 73: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

60

3) ‚Sesungguhnya Kami telah menciptakan kalian, kemudian

Kami bentuk tubuh kalian‛ (QS. Al-A’ra>f [7]: 11). Kata ‚kemudian‛

(thumma) berfungsi untuk menunjukkan keterlambatan (al-Tara>khi>), ketertinggalan (al-Muhmalah)

134 urutan pekerjaan (al-Tarti>b), dan

keterakhiran (al-Ta’qi>b). Penciptaan manusia secara keseluruhan

ditunjukkan dengan kata kalian (kum), Kemudian dilanjutkan dengan

pembentukan manusia lengkap dengan perasaan dan daya akalnya.

Allah ambil janji dan kesaksian manusia yang merasa dan berakal

untuk bertauhid pada waktu itu sebelum ditiupkan pada raga masing-

masing pada waktunya. Manusia disini tentunya adalah jiwa. Raga

ketika itu hanya berupa air dan tanah. Bagi Ibn H{azm (384-456 H),

janji diambil di alam Barzakh.135 Yaitu alam tempat al-Ru>h} diciptakan

sebelum ditiupkan ke dalam raga. Setelah ajal datang, al-Ru>h} dicabut

dari raga dan kembali ke tempatnya semula di alam Barzakh. Perlu

digaris bawahi, penamaan alam Barzakh sebelum al-Ru>h} ditiupkan ke

dalam raga hanyalah pendapat Ibn H{azm seorang.

4) ‚Allah swt mengambil janji dari punggung Adam as di

Nu’ma>n (sebuah tempat dekat Arafah) pada hari ‘Arafah, dan

mengeluarkan dari tulang punggung (al-S{ulb) Adam as seluruh anak-

anaknya yang telah ditanam disana. Kemudian menebarnya di tangan-

Nya, kemudian berbicara dengannya berhadap-hadapan, mengatakan:

Bukankah aku ini tuhanmu? Mereka menjawab: ya, tentu.136

5) Dari Ibn ‘Abba >s: ‚Sesungguhnya Allah menciptakan al-Ru>h} manusia dua ribu tahun sebelum menciptakan raga manusia. Al-Ru>h}

penghuni surgalah mereka berbuat. Hadis S{ahi>h li Gairih diriwayatkan oleh Abu

Daud dalam kitab al-Sunnah: Bab al-Taqdi>r, (no.4703), Lihat Ima>m al-H{a>fiz} Abi

Daud al-Sajista>ni>, Al-Sunan Abi Daud (Damaskus: Dar al-Risa>lah al-‘A<lamiyah,

2009), Cet I, Vol VII, 90. Diriwayatkan pula oleh Imam al-Tirmidhi dalam kitab

tafsir al-Quran: Bab surat al-A’ra>f (no. 3075), Lihat Al-Ima>m al-Ha{fiz} Muh}ammad

ibn ‘Isa> ibn Saurah al-Tirmi>dhi>, Sunan al-Tirmidhi>, Ed. Na>sir al-Di>n al-Alba>ni>

(Riyad}: Maktabah al-Ma‘a>rif, 1413 H.), Cet I, 688-699. 134

Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Mafa>tih} al-Gaib, Vol. XIV, 32-33. 135

Ibn H{azm al-Andalu>si>, Al-Fis}al fi al-Milal wa al-Nih}al, Vol II, 377. 136

Hadis diriwayatkan al-Nasa>i> dari H{usain ibn Muh}ammad al-Mirwadhi

dalam sunannya: Kitab al-Tafsi>r (no. 11126). Lihat Al-Ima>m Abi ‘Abd al-Rah}ma>n

Ahmad ibn Shu‘aib al-Nasa>i>, Kita>b al-Sunan al-Kubra>, Ed. H{asan ‘Abd al-Mun‘im

al-Shalabi (Beiru>t: Muassasah al-Risa>lah, 2001), Cet I, Vol. X, 101-102.

Page 74: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

61

yang saling mengenal akan berkumpul, yang tidak kenal akan

berpencar.137

6) Sesungguhnya al-Ru>h} itu adalah tentara-tentara yang

dimobilisir. Al-Ru>h} yang saling mengenal akan berkumpul, yang tidak

kenal akan berpencar.138

Ayat-ayat di dukung oleh hadis-hadis diatas dan masih banyak

lagi hadis yang serupa, sangat jelas –menurut pendapat ini-

menunjukkan bahwa jiwa diciptakan secara keseluruhan dan diambil

janjinya untuk bertauhid kepada Allah sebelum diciptakan raga

manusia, dan sujudnya malaikat kepada Adam as.

b. Jiwa Diciptakan Setelah Raga Sempurna

Pandangan ini dikemukakan oleh kalangan rasionalis (Ash}a>b al-Ma’qu>la>t)139

yang memandang penafsiran tekstualis Ahl al-Hadis tidak

rasional. Ibn Hazm (384-456 H) menyebut pandangan ini merupakan

pendapat Ash‘ariyah,140

sementara Fakhr al-Di>n al-Ra>zi (544-606 H)

menuliskan pandangan ini sebagai pandangan Mu’tazilah.141

Dapat

diambil garis tengah, bahwa pandangan penciptaan jiwa bersamaan

dengan raga merupakan pandangan Mu’tazilah, kemudian dikuti oleh

Ash‘ariyah. Mu’tazilah merupakan kalangan yang pertama sekali

mengkritik penafsiran ayat tentang pengambilan janji manusia, yang

menurut mereka tidak rasional.

Sebelum mengkritik penafsiran Ahl al-Hadis dan mentakwilkan

ayat dan hadis-hadis yang dimaksud. Terlebih dahulu mereka

berpegang pada beberapa dalil berikut:

1) Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari tanah.

Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan

kepadanya al-Ru>h}-Ku; maka hendaklah kamu tersungkur dengan

bersujud kepadanya (QS. Al-S{a>d [38]: 71-72). Ayat ini dengan jelas

menyatakan bahwa ketika pembentukan raga Adam as dari tanah telah

sempurna dan selesai, kemudian Allah menciptakan (meniupkan) al-

137

Menurut Ibn Qayyim hadis ini sanadnya D{a‘i>f, karena ada ‘Uqbah ibn al-

Sakn, menurut Da>r al-Qut}ni hadisnya Matru>k karena ada Art}aah ibn al-Munzir. Lihat

Ibn Qayyim al-Jauziyah, Al-Ru>h, 175. 138

Hadis S}ahi>h dari Abu Hurairah diriwayatkan oleh Ima>m Muslim dalam

kitab: al-Birr wa al-S{illah, Bab: al-Arwa>h Junu>d al-Mujannadah (no. 2638). Lihat

Muslim ibn al-Hujjaj > al-Naisa>bu>ri>, S{ahi>h al-Muslim, Cet. I, Vol. II, 1218. 139

Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Mafa>tih} al-Gaib, Vol. XV, 53. 140

Ibn H{azm al-Andalu>si>, Al-Fis}al fi al-Milal wa al-Nih}al, Vol II, 377. 141

Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Mafa>tih} al-Gaib, Vol. XV, 50.

Page 75: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

62

Ru>h} ke raga Adam as. Penyempurnaan raga sangatlah penting,

mengingat kesiapan ragalah yang membuat al-Ru>h} diciptakan.142

Tanpa adanya kesiapan penerimaan, al-Ru>h} tak akan diciptakan. Pada

hakikatnya manusia adalah jiwa dan raga, susunan tanah tanpa jiwa

bukanlah manusia.

2) Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari

suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu

air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim).

Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal

darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu

Kami jadikan tulang belulang, kemudian tulang belulang itu Kami

bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang

(berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik

(QS. Al-Mukminu>n [23]: 12-14).

Kata ‚jadikan‛ disini maksudnya diciptakan, yaitu terciptanya

makhluk baru ‚al-Ru>h}‛. Sehingga menjadi makhluk yang berbeda

dengan sebelumnya, dari yang hanya benda mati menjadi makhluk

yang hidup.143

Ayat ini sangat jelas menunjukkan terciptanya al-Ru>h} setelah raga manusia sempurna berevolusi dari mani, segumpal darah,

segumpal daging dan terbungkus tulang.

3) Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam

keadaan tidak mengetahui sesuatupun (QS. Al-Nah}l [16]: 78). Dalam

ayat ini, Allah meniadakan segala pengetahuan. Manusia terlahir

ibarat selembar kertas kosong yang sama sekali belum tergoreskan.

Kemudian menganugrahkan indra pendengaran, penglihatan, dan hati

sebagai sarana untuk memperoleh pengetahuan.144

Kalaulah manusia

sudah mengenal Tuhan dan berjanji untuk bertauhid atau pengetahuan

lainnya, tentunya manusia akan mengingatnya ketika kecil, pada

waktu organ akal sudah siap untuk mengingat dan berfikir.

4) Sesungguhnya seseorang diantara kalian dikumpulkan

penciptaannya di dalam perut ibunya selama empat puluh hari air

mani, kemudian empat puluh hari segumpal darah, kemudian empat

puluh hari segumpal daging, kemudian diutuslah kepadanya malaikat

142

Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Mafa>tih} al-Gaib, Vol. XXVI, 228. 143

al-Qa>sim al-Zamkhashari>, Al-Kashsha>f , Vol. VI, 221. 144

Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Mafa>tih} al-Gaib, Vol. XX, 91.

Page 76: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

63

untuk meniupkan al-Ru>h} kepadanya, dan menuliskan empat perkara:

rizkinya, ajalnya, amalannya, susah dan senangnya.145

Setelah berpegang pada dalil-dalil tersebut, Mu’tazilah

rasionalis dikuti Ash‘ariyah mengkritik penafsiran literal kalangan Ahl

al-Hadis terhadap ayat pengambilan janji (QS. Al-A’ra>f [7]: 172),

diantaranya adalah:

1) Ayat menyatakan pengambilan keturunan dari ‚punggung

mereka‛ (Z{uhu>rihim) bukan dari ‚punggung Adam as‛. Kalaulah

keturunan Adam di ambil dari punggung Adam as, seharusnya ayat

berbunyi dari punggungnya (Z{uhrih). Begitu pula penyebutan ‚anak-

anak mereka‛ (Dhurriya>tihim) bukan Adam, seharusnya ayat berbunyi

‚anaknya‛ (Dhurriyatih).

2) Ayat selanjutnya menyatakan: ‚Sesungguhnya orang-orang

tua kami telah mempersekutukan Tuhan sejak dahulu‛ (QS. Al-A’ra>f

[7]: 173), yang syirik disini tentunya bukanlah Adam as, tetapi

keturunan Adam as.

3) Pengambilan janji tidak bisa dilakukan kecuali bagi yang

berakal. Kalaulah janji bertauhid diambil ketika itu, tentunya manusia

(al-Ru>h}) ketika itu berakal. Seharusnya, jika manusia pada waktu itu

berakal, tentunya kita mengingatnya sekarang. Kalau tidak,

pengambilan janji tersebut hanyalah kesia-sian. Kelupaan terhadap

kehidupan sebelumnya, merupakan keyakinan reinkarnasi yang sangat

bertentangan dengan Islam.146

Selanjutnya, karena penafsiran literal tidak rasional,

pemahaman ayat haruslah ditakwilkan dari pemaknaan dasarnya.

Pentakwilan ini dapat dilihat dari penafsiran al-Zamkhashari>147

(467-

538 H)[Dari tulang punggung mereka]: sebagai pengganti anak-anak

145

Hadis S{ah}i>h} dari Ibn Mas‘u>d, diriwayatkan oleh Ima>m al-Bukha>ri> dalam

Kitab: al-Qadr, Bab: al-Qadr (no. 6594). Lihat Ima>m al-Ha>fiz} Abi ‘Abd Allah

Muh}ammad ibn Isma‘i>l al-Bukha>ri>, S{ahi>h al-Bukha>ri>, (Riyad}: Bait al-Afka>r al-

Dauliyah, 1998), 1261. 146

Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Mafa>tih al-Gaib, Vol. XV, 50-53. 147

Dia adalah Abu al-Qa>sim: Mahmu>d ibn ‘Umar ibn Muh}ammad ibn

‘Umar al-Khawarizmi> al-Zamkhashari>. Seorang tokoh besar Mu’tazilah bermazhab

fiqih Hanafi>. Lahir di Zamkhashar sebuah negeri Khawarizmiah pada bulan Rajab

467 H. Kemudian ia datang ke Bagdad, bertemu dengan ulama-ulama besar dan

belajar darinya. Al-Zamkhashari> tokoh besar ilmu tafsir, hadis, nahwu, bahasa dan

sastra. Beliau meninggal pada malam Arafah 538 H di Jarja>niyah, negeri

Khawa>rizmiah, sepulangnya dari Makkah. Lihat Muh}ammad Husain al-Dhahabi>,

Tafsi>r wa al-Mufassiru>n, Vol. I, 304-305.

Page 77: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

64

Adam as. Maksudnya, mengeluarkan anak-anak Adam as. dari tulang

punggung melalui jalur keturunan. [Bukankah Aku ini Tuhan kalian,

mereka menjawab: Ya, tentu, kami bersaksi] merupakan kategori

perumpamaan (al-Tamthi>l) dan imaginasi (al-Takhyi>l). Maksudnya,

Allah menegakkan petunjuk-petunjuk ketuhanan dan keesaan-Nya,

yang dapat disaksikan oleh akal dan mata mereka. Dengan akal dan

indra, manusia menjadi dapat membedakan mana yang baik dan mana

yang buruk. Seakan-akan mereka bersaksi atas diri mereka sendiri.148

Ibn Qayyim (691-751 H) telah meneliti tentang permasalah ini.

Pada akhirnya, dia memilih pentakwilan ayat dari makna dasarnya.

Dalam penelitiannya, Ibn Qayyim menyerang (Tajri>h}) hadis-hadis

pengambilan janji yang dianggapnya lemah. Menurutnya, penciptaan

al-Ru>h} sebelum raga dan kesaksian bertauhid itu tidaklah ada. Yang

ada hanyalah penetapan takdir seseorang. Apakah dia termasuk

penghuni surga ataukah neraka?149

Kalangan tekstualis lainnya yang

berpendapat serupa adalah Ibn Kathi>r150

(700-774 H). Menurutnya,

kesaksian itu maksudnya adalah fitrah manusia untuk bertauhid. 151

Dalam penafsirannya, Ibn Kathir berpegang pada hadis yang

menyatakan manusia terlahir dalam keadaan fitrahnya yang cendrung

bertuhan.152

148

Abu al-Qa>sim al-Zamkhashari>, Al-Kashsha>f , Vol. II, 529-520. 149

Ibn Qayyim al-Jauzi>, Al-Ru>h}, 186. 150

Dia adalah al-Ima>m al-H{a>fiz}, ‘Ima>d al-Di>n, Abu al-Fida’: Ismail ibn

‘Umar ibn Kathi>r ibn D{au’ ibn Kathir ibn Zar’ al-Bas}ri> al-Dimashqi>. Seorang tokoh

fikih mazhab Syafi‘i. Dia datang ke Damaskus di umur 7 tahun bersama saudaranya

setelah ayahnya meninggal. Dia belajar dari ibn al-Shajnah, al-A<midi>, ibn ‘Asa>kir

dan ulama besar lainnya. Dia mempunyai hubungan khusus dengan Ibn Taymiyah,

baik dari perbesanan maupun pandangan. Ibn Kathir lahir pada 700 H dan meninggal

pada bulan Sha’ba>n 774 H, dimakamkan di kuburan kaum sufi disisi Ibn Taymiyah.

Lihat Muh}ammad Husain al-Dhahabi>, Tafsi>r wa al-Mufassiru>n, Vol. I, 173-174. 151

Ibn Kathir, Tafsi>r al-Qura>n al-‘Az}i>m, Vol. VI, 447. 152

‚Setiap bayi dilahirkan dalam keadaan fitrah. Kedua orang tuanyalah

yang menjadikan ia beragama Kristen, Yahudi atau Majusi. Sama seperti binatang

yang melahirkan binatang. Apakah kalian melihat ada anggota tubuhnya yang

kurang.‛ Hadis S{ah}i>h} dari Abu Hurairah, diriwayatkan oleh Ima>m al-Bukhari> dalam

Kita>b: al-Jana>iz, Bab: Ma> Qi>la fi al-At}fa>l al-Mushriki>n (no. 1385), Lihat Ima>m al-

Bukha>ri>, S{ahi>h al-Bukha>ri>, 268. Diriwayatkan pula oleh Imam Muslim dalam Kitab

al-Qadr, Bab Ma’na Kullu Maulu>d Yulad ‘ala Fit}rah (no. 2658). Lihat Imam Muslim

ibn al-Hajjaj, Shahi>h al-Muslim, 1226.

Page 78: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

65

Imam al-Sha’ra>ni153

> (898-973 H), seorang tokoh sufi Mesir

tarekat Shaziliyah, dalam sebuah risalahnya, membuat dua belas

pertanyaan154

yang muncul dari penafsiran ayat kesaksian manusia

mentauhidkan Tuhan. Menurutnya, pertanyaan-pertanyaan seputar

kesaksian bertauhid, hanyalah pertanyaan-pertanyaan tanpa

jawaban.155

Sekalipun ada jawabannya, itupun hanya kemungkinan-

kemungkinan saja. Jawaban tidak dilandasi dengan argumen rasionalis

yang kuat, dan hadis-hadis-nya pun tak sampai derajat S{ahi>h. Semua

jawaban tersebut tak layak menjadi akidah. Bahkan sebagiannya

hanyalah sebatas khayalan dan imaginasi.

153

Dia adalah Abu al-Mawa>hib ‘Abd al-Wahha>b ibn Ahmad ibn ‘Ali> al-

Ans}a>ri>, yang populer disebut al-Sha’ra>ni>. Seorang ahli fiqih, ahli hadis,

berkebangsaan Mesir, bermazhab Syafi‘i, seorang sufi aliran Shaziliah, dan dikenal

juga dengan ‚al-Qut}b al-Rabba>ni>‛. Lahir di Qalqeshindah, Mesir 27 Ramad{an 898 H,

kemudian pindah ke Saqiyah Abi Sha’rah, salah satu negeri Munufiyah, disinilah

diambil penisbatan Sha’rani<>. Dia telah menjadi yatim piatu semenjak kecil, namun

begitu dia sangatlah cerdas. Dalam T{abiqa>t al-Kubra al-Sha’rani menyebutkan 50

orang gurunya. Awalnya dia menghafal beberapa buku dari gurunya, seperti matan

Abu Shuja’ (fiqih Shafi‘i>), al-Ajru>miyah (nahwu) dan lainnya. Al-Sha’ra>ni wafat di

Cairo di bulan Jumadil Awal 973 H. Lihat Al-Ima>m ‘Abd al-Rau>f al-Mana>wi>,

Kawa>kib al-Durriyah fi Tara>jum al-Sa>dah al-Su>fiyah, Ed. ‘Abd al-S{a>lih} Himda>ni>,

(Cairo: Maktabah al-Azhariyah li al-Turath, tt), Vol. IV, 69-75. 154

Dua belas pertanyaan tersebut adalah: 1) Dimanakah tempat

pengambilan janji tersebut? 2) Bagaimanakah caranya Allah mengeluarkan anak

cucu Adam as. dari punggungnya? 3) Bagaimana caranya al-Ru>h} menjawabnya

dengan ‚ya, benar‛? 4) Jika Allah menerima kesaksian sebagian, lalu kenapa Allah

menolak kesaksian yang lainnya sehingga menjadi penghuni neraka? 5) Kalaulah

dahulu kita telah berjanji, lalu kenapa kita sama sekali tidak mengingatnya sekarang?

6) Apakah sel-sel (al-Dhurrah) yang diambil dari punggung Adam itu berbentuk

manusia atau bukan? 7) Kapan masing-masing al-Ru>h} bergantung pada sel-sel

tersebut? Apakah sebelum keluar dari punggung Adam atau sesudahnya? 8) Apakah

hikmahnya pengambilan janji tersebut? 9) Apakah sel-sel manusia itu dikembalikan

ke punggung Adam dalam keadaan hidup ataukah al-Ru>h}-nya ditarik kembali dan

dikembalikan ke dalam punggung Adam sebagai tanah mati? 10) Kemana perginya

al-Ru>h} setelah kembalinya sel-sel (al-Dhurrah) ke dalam punggung Adam? 11)

Apakah benar, anak cucu Adam diambil dari punggungnya? 12) Dimanakah

diletakkan kitab (catatan) perjanjian antara Allah dan manusia? Lihat ‘Abd al-

Wahha>b al-Sha’ra>ni>, Al-Qawa>id al-Kashfiyah al-Muwad}d}ih}ah li al-Ma‘a>ni al-S{ifa>t

al-Ila>hiyah, Ed. Mahdi> As‘ad ‘Arra>r (Beiru>t: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, 2006), Cet. I. 155

Muh}ammad al-Musayyar. Al-Ru>h , 72.

Page 79: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

66

Permasalahan terciptanya jiwa sebelum atau sesudah raga

memang cukup rumit. Kedua pandangan tidaklah benar-benar yakin

dengan pandangan yang dipilih. ‘Ad}d} al-Di>n I<ji> (708-756 H) lebih

memilih abstain (Tawaqquf) dalam permasalahan.156

Karena teks ayat

sudah pasti benar (Maqt}u>‘ah al-Matan), namun yang ditunjukkan

tidaklah pasti dan masih diprasangkakan (Maz}nu>nah al-Dala>lah).

Sebaliknya, teks hadis petunjuknya sudah pasti (Maqt}u>‘ah al-Dila>lah),

namun teksnya belum tentu benar (Maz}nu>nah al-Matan). Karena

hadis-hadis yang datang hanyalah hadis Ah}a>d157 yang berasal dari dua

orang (ibn ‘Abba >s dan Ibn ‘Umar). Hadis ah}a>d tidaklah dipandang

dalam urusan akidah.

Ayat peniupan al-Ru>h} setelah raga sempurna (QS. S{a>d [38]: 72)

dan ayat penjadian makhluk baru (QS. Al-Mukminu>n [23]: 14)

tidaklah dengan jelas menunjukkan al-Ru>h} diciptakan sesudah

sempurnanya raga. Bisa jadi tiup (Nafakh) dan jadikan (Ansha’) disini

maksudnya mulai bergantungnya jiwa yang telah ada sebelumnya

dengan raga. Kedua penafsiran sama-sama didukung oleh hadis yang

S{ahi>h.

Satu hal yang perlu dicermati, pandangan penciptaan jiwa

sebelum raga membuka peluang bagi para filosof yang mengklaim

perbedaan antara jiwa personal (al-Nafs al-Juz’i>yah) dan jiwa universal

(al-Nafs al-Kulliyah).158

Jiwa universal satu kesatuan, qadi>m, azali,

kekal dan abadi. Sedangkan jiwa personal akan binasa dengan

hancurnya raga, yang tinggal hanyalah jiwa universal yang menyatu.

Yang membedakan manusia hanyalah raganya.159

Tidak ada lagi

bapak, anak dan cucu. Karena semuanya diciptakan satu waktu.

Pandangan penciptaan jiwa setelah raga sempurna, lebih dekat dengan

spirit syariah Islam dan pandangan teolog tentang ha>dith-nya alam.

156

Ad}d} al-Di>n al-Eiji>, Al-Mawa>qif, 260. 157

Hadis ditinjau dari sampainya kepada kita dibagi menjadi dua:

Mutawatir dan Ahad. Hadis Ah}a>d adalah hadis yang diriwayatkan oleh satu atau dua

orang perawi yang jumlahnya tidak mencapai syarat hadis Mutawa>tir. Lihat

Mahmu>d T{ah}h}a>n, Taisi>r Must}alah} al-H{adi>th, 22. 158

Muh}ammad al-Musaayar. Al-Ru>h}, 78. 159

Teori ini diutarakan oleh al-Farabi dan Ibn Rushd dalam menyelesaikan

masalah qadi>m atau h}}a>dith-nya jiwa manusia. Lihat Muh}ammad Qamar al-Daulah,

Nus}us} al-Falsafiyah bi Sharh} wa Ta’li>q, 161.

Page 80: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

67

D. Karakteristik Jiwa dan Hubungannya Dengan Raga

Karakteristik jiwa dan hubungannya dengan raga tentunya

telah dikaji semenjak dahulu kala. Jiwa merupakan salah satu landasan

agama kuno, baik agama langit maupun agama bumi. Kepercayaan

pembalasan amal perbuatan, keabadian, reinkarnasi dan animisme pada

peradaban Babilonia, India dan Mesir kuno sangat jelas menunjukkan

jiwa telah dikaji semenjak awal peradaban manusia.160

Walaupun

begitu, kajian ini dimulai dari era Yunani kuno, tempat dimana

dimulainya ilmu pengetahuan yang dikenal dengan istilah filsafat.

Tanpa menafikan peradaban Timur yang telah ada sebelumnya. Karena

pada kenyataannya, Yunani kuno mendapatkan ilmu dari Timur dan

berhasil mengembangkannya dengat sangat cemerlang.161

Filosof Yunani begitu banyak jumlahnya, tak mungkin untuk

dikupas pendapatnya satu-persatu. Oleh karena itu, dalam kajian ini

dipilih hanya beberapa saja yang paling popular dan paling kuat

pengaruhnya, baik dimasa hidup maupun sepeninggalnya. Seperti

Plato (427-347 SM) dan Aristoteles (384-322 SM) yang banyak dilirik

oleh sarjana Islam, Kristen dan Yahudi, karena melihat adanya

kecendrungan kepada metafisika yang merupakan pondasi dasar

agama. Filosof muslim mengambil kajian jiwa dari Aristoteles tanpa

perubahan, artinya hanya sebatas menerjemahkan saja. Filosof muslim

hanyalah mengomentari dan menyelaraskan antara teori Plato dan

Aristoteles. Sebagaimana filosof Barat hanya sebatas

menerjemahkannya pula di kemudian hari ke bahasa latin tanpa

perubahan berarti. 162

Klaim tersebut tak sepenuhnya benar. Filosof muslim memang

terkagum-kagum dengan teori Aristoteles tentang jiwa dan lainnya.

Namun, dengan segera mereka menyadari, beberapa diantaranya

bertentangan dengan agama. Filosof muslim berusaha menyelaraskan

antara agama yang diyakini dan filsafat yang dipelajari. Memang tak

dapat dipungkiri, Filosof muslim mengambil daya jiwa dan fungsinya

dari Aristoteles, dan mengambil karakteristik jiwa dan argumen

160

‘I<sa> ‘Abduh, H{aqi>qah al-Insa>n, Vol. II, 25. 161

Mahmu>d Muh}ammad ‘Ali> Muh}ammad, Al-Us}u>l al-Sharqiyah li al-Ilm al-Yuna>ni> (Mesir: ‘Ain li al-Dira>sa>t wa al-Buhu>th al-Insa>niyah wa al-Ijtima‘iyah,

1998). Lihat juga Mus}t}afa> al-Nashsha>r, Mas}a>dir al-Sharqiyah li al-Falsafah al-Yuna>niyah (Cairo: Da>r Quba’, 1998).

162 Mahmu>d Qa>sim, Fi al-Nafs wa al-‘Aql li Falasifah al-Igri>k wa al-Isla>m,

(Cairo: Maktabah al-Anglo al-Masriah, tt),71-72.

Page 81: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

68

keabadiannya dari Plato.163

Bukan berarti Filosof muslim tak

berkontribusi sama sekali, Ibn Si>na> (370-428 H) berhasil membuat

aliran baru tentang jiwa. Ibn Rushd (520-595 H) mampu

mengomentari karya Aristoteles (384-322 SM) jauh lebih baik dari

komentator-komentator Yunani sebelumnya. Begitu juga dengan sikap

mereka terhadap teori filsafat yang bertentangan dengan dasar agama

(Us}ul al-Di>n). Semua langkah mereka diikuti oleh Eropa selama

berabad-abad.

Kajian jiwa dapat dimulai dari Pythagoras (570-495 SM) yang

bisa dikatakan sebagai sesepuh filosof Yunani yang dikenal dengan

spirit ketuhanan dan immaterial, memandang jiwa terpisah dari raga.

Artinya, esensi jiwa berbeda dengan raga. Jiwa kekal, abadi, azali,

telah ada jauh sebelum raga. Jiwa tak hancur dengan hancurnya raga.

Raga merupakan penjara bagi jiwa.164

Manusia tak pantas membunuh

dirinya sendiri untuk keluar dari penjara. Karena manusia hanyalah

ternak milik pengembala, yaitu Tuhan. Manusia tak berhak keluar dari

penjara kecuali atas keinginan-Nya.165

Kematian hanyalah terpisahnya

jiwa dari raga, keluarnya jiwa dari penjara, yang akan mewujudkan

kebebasan jiwa.

Penyucian jiwa adalah satu-satunya cara melepaskan jiwa

setelah mati, agar naik tinggi ke kehidupan langit, dari pada terus

terkungkung dengan reinkarnasi. Pythagoras menegaskan bahwa

sarana penyucian jiwa yang paling tinggi adalah berfikir. Orang yang

membaktikan dirinya untuk ilmu, dialah filosof yang sebenarnya.

Dialah yang dapat secara penuh terlepas dari tarikan kelahiran

(reinkarnasi). Penyucian jiwa hanya dapat dilakukan dengan

mendengarkan musik dan menekuni kajian ilmiah. Sedangkan

penyucian raga dapat dilakukan dengan berolah raga dan berobat.166

Pythagoras tidaklah mendatangkan pandangan yang baru tentang jiwa

163

Mahmu>d Qa>sim, Fi al-Nafs wa al-‘Aql, 66. 164

H{arbi> ‘Abba>s ‘At}i>t}u>, Mala>mih} al-Fikr al-Falsafi> inda Yu>na>n (Alexandria:

Dar al-Ma’rifah al-Ja>mi‘ah, 1992), 43-44. 165

Pemikiran ini sangat jelas pengaruhnya kepada Socrates yang datang

setelahnya. Socrates meminum racun dihadapan para muridnya atas hukuman

pemerintahan demokratis zalim yang memutuskan hukuman mati kepadanya. Lihat

Plato, Muha>kamah Suqra>t}: Muha>warah ‚Euthyphro‛, ‚Apology’‛, ‚Krito‛. Ed. Izzat

Qarni> (Cairo: Dar Quba’, 2001). 166

H{arbi> ‘Abba>s ‘At}i>t}u>, Mala>mih} al-Fikr al-Falsafi> inda Yu>na>n, 44. Lihat

juga Ahmad Ami>n dan Zaki> Najib Mah}mu>d, Qis}s}ah al-Falsafah al-Yuna>niyah (Cairo:

Dar al-Kutub al-Mas}riyah, 1935),48.

Page 82: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

69

dan penyucianya. Hal baru yang dibawa Pytagoras adalah, dia berhasil

mengangkatkan penyucian jiwa dari hanya sebatas amalan menjadi

sebuah teori ilmiah, dari yang sebelummnya hanya sekedar praktisi

menjadi peneliti.167

Pandangan Pythagoras (570-495 SM) tentang jiwa dirasa cukup

mewakili pandangan tukang sihir penjaga kuil (tokoh agama) yang

berkembang ketika itu. Ajaran Pythagoras bukan hannya ajaran

filsafat, tapi juga mencakup ajaran mistik.168

Reinkarnasi merupakan

ajaran popular di India, Mesir, Romawi, Yunani (Orphism), Yahudi,

Budha dan bangsa kuno lainnya. Begitu juga dengan metode penyucian

jiwa. Musik atau nyanyian merupakan sarana untuk memuja dewa

pada hari-hari besar yang dipimpin oleh tukang sihir penjaga kuil.

Musik atau nyanyian keagamaan merupakan ajaran kuno yang masih

dianut oleh berbagai agama sampai sekarang sebagai sarana penyucian

jiwa. Sedangkan penyucian jiwa melalui pemaksimalan fungsi akal

untuk belajar dan berfikir, sudah mewakili pandangan filosof sebelum

dan sesudahnya.

Dialog ‚Phaedo‛169

yang ditulis Plato (427-347 SM.) sekitar

tahun 360 SM mengandung pandangan-pandangan Socrates170

(470-

167

H{arbi> ‘Abba>s ‘At}i>t }u>, Al-Falsafah al-Qadi>mah: min al-Fikr al-Sharqi> ila al-Falsafah al-Yuna>niyah (Alexandria: Dar al-Ma’rifah al-Ja>miah, 1999), 103.

168 H{arbi> ‘Abba>s ‘At}i>t}u>, Al-Falsafah al-Qadi>mah, 93.

169 Dialog terkahir Socrates bersama murid-muridnya di dalam penjara

sebelum dieksekusi mati dengan meminum racun. Plato tidak hadir ketika itu karena

sakit. Dialog diriwayatkan oleh Phaedo dihadiri oleh murid lainnya yaitu

Apollodorus, Simmias, Cebe. Lihat dialognya dalam Plato, Phaedo: Fi Khulu>d al-Nafs, Ed. ‘Izzat Qarni> (Cairo: Da>r Quba’, 2001).

170 Socrates lahir di Athena tahun 470 SM. Ibunya ‚Phainarete‛ seorang

bidan, sedangkan ayahnya ‚Sophronisque‛ seorang pemahat. Riwayat-riwayat Plato

banyak menerangkan bahwa gurunya ini buruk rupa, bentuknya aneh, seperti Satyre

atau Silenus (hewan dongeng Yunani), hidungnya pesek, bibirnya lebar, matanya

cekung. Socrates beristrikan ‚Xantippe‛ dan dikaruniai tiga orang anak. Pemikiran

Socrates pada dasarnya adalah berasal dari catatan Plato, Xenophone (430-357) SM,

dan murid-murid lainnya. Sehingga sangat sulit memisahkan mana gagasan Socrates

yang sesungguhnya dan mana gagasan Plato yang disampaikan melalui mulut

Sorates. Socrates dikenal sebagai seorang yang berpakaian sederhana, tanpa alas kaki

dan berkeliling mendatangi masyarakat Athena berdiskusi soal filsafat. Socrates

pada wafat pada usia tujuh puluh tahun dengan cara meminum racun sebagaimana

keputusan yang diterimanya dari pengadilan dengan hasil voting 280 mendukung

hukuman mati dan 220 menolaknya. Lihat Jama>l al-Di>n al-Qift}i>, Ikhba>r al-Ulama’ bi

Page 83: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

70

399 SM) tentang jiwa: esensi jiwa, keabadian jiwa, dan hubungannya

dengan ide (al-Muthul) yang azali. Teori kejiwaan berkarakter

ketuhanan yang sangat jelas terpengaruh oleh ajaran Pythagorism dan

Orphism.171

Sangat tepat berpegang pada dialog ‚Phaedo‛ dalam

kajian jiwa menurut Socrates.172

Dialog ‚Phaedo‛ pada awalnya,

percakapan berkisar seputar kehidupan dan kematian, dan pada

akhirnya menegaskan bahwa filsafat hanyalah seni mempraktekkan

kematian, atau membebaskan jiwa dari belenggu raga. Manusia

dikatakan hidup ketika ia berjiwa, ketika jiwa menempati raga.

Namun, ketika jiwa menempati raga, jiwa langsung bertempur

melawan nafsu dan emosi. Yang membedakan filosof dengan yang

lainnya adalah perhatian khusus yang diberikannya terhadap jiwa.173

Dalam pembuktian konsep kehidupan diatas, Socrates (470-

399 SM) berpegang pada legenda kuno yang menyatakan bahwa: Jiwa

berada di alam lain sebelum terjatuh ke dunia ini. Jiwa dalam alam lain

itu bersifat transenden (immaterial) dan berilmu. Objek pengetahuan

jiwa adalah ide-ide (al-Muthul) keindahan, persamaan, kebaikan dan

keadilan yang absolut. Ketika jiwa menempati raga sebagaimana

takdirnya, jiwa menderita penyakit lupa, hingga lupa segala-galanya.

Dalam lingkaran reinkarnasi yang berkelanjutan, terutama ketika

bertempat di raga manusia, jiwa mulai ingat apa yang ia ketahui. Oleh

karena itu, pengetahuan (ma’rifah) menurut Socrates adalah

kembalinya jiwa mengingat ide-ide yang telah terlupakan. 174

Akhba>r al-Hukama’, 135-140. Lihat juga Ahmad Ami>n dan Zaki Naji>b, Qis}s}ah al-

Falsafah al-Yuna>niyah (Cairo: Dar al-Kutub al-Mas}riyah, 1935), 105-129. Lihat I. F.

Stone, Muh}akamah Suqra>t}, Trans. Nasi>m Majli> (Cairo: Majlis al-A’la> li al-Thaqa>fah,

2002). 171

Orphism adalah ajaran Orpheus yang dibawa dari Thracians. Sebelumnya

ia mengembara ke Timur, disanalah ia terpengaruh oleh ajaran mistik timur dan

hidup zuhudnya. Orpheus membawa ajaran yang asing ini ke Yunani. Ajaran ini

adalah ajaran rahasia, sehingga sulit untuk diketahui secara pasti. Pythagoras adalah

salah satu pemimpin dan pengikut ajaran ini. Lihat H{arbi> ‘Abba>s ‘At}i>t}u>, Al-Falsafah

al-Qadi>mah, 62-64. 172

Ma>jid Fakhri>, Ta>ri>kh al-Falsafah al-Yuna>niyah , 74. 173

Pengantar Zaki> Najib Mahmu>d dalam dialog ‚Phaedo‛. Lihat Zaki Najib

Mahmu>d, Muh}awara>t Afla>t}un (Cairo: Maktabah al-Usrah, 2005). 141-154. 174

Ma>jid Fakhri>, Ta>ri>kh al-Falsafah al-Yuna>niyah, 75.

Page 84: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

71

Xenophone175

(430-354 SM) meriwayatkan, Jiwa menurut

Socrates hampir sama dengan al-‘Aql Tuhan. Jiwa menguasai dan

mengendalikan raga sama seperti al-‘Aql menguasai dan

mengendalikan alam semesta.176

Menurut Socrates (470-399 SM) jiwa

bersifat spiritual, sama seperti Tuhan yang tak dapat diketahui oleh

akal manusia esensinya.177

Hal yang sama dipenghujung ‚Phaedo‛,

Socrates menyimpulkan perbandingan jiwa dengan raga dalam

menyatakan: ‚Jiwa hampir sama dengan zat Tuhan, kekal, al-‘Aql, sejenis, tidak dapat hancur, harmonis dan tidak akan pernah berubah.

Sementara raga lebih identik dengan kemanusian, hancur, binasa,

beragam bentuk, bukan al-‘Aql, terurai dan tidak pernah harmonis‛

(Phaedo 50).178

Socrates bukanlah orang pertama yang menyatakan

kespiritualan dan keabadian jiwa, Pythagorism dan Orphism telah

terlebih dahulu berbicara serupa.179

Jargon yang diangkatkan oleh Socrates dalam filsafatnya

adalah ‚Kenalilah dirimu dengan jiwamu‛, jiwa merupakan unsur

ketuhanan yang ada pada raga. Ketika manusia mempelajari jiwanya,

dia akan mendapatkan Tuhan yang akan menunjukinya.180

Mengenal

jiwa menjadikan manusia mengenal kekuatan, dorongan dan

kecendrungan jiwa, yang merupakan objek ilmu Psikologi. Mengenal

jiwa membuat manusia mengenal esensi, asal dan tempat kembalinya

jiwa, yang merupakan objek ilmu metafisika. Mengenal jiwa membuat

manusia mengenal kaidah-kaidah berfikir yang benar yang akan

menuntunnya pada yang benar, yang merupakan objek ilmu logika.

Mengenal jiwa menjadikan manusia mengenal metode tingkah lakunya

sesuai dengan spirit kepribaiannya, yaitu kebenaran, kebaikan dan

keindahan.181

175

Seorang tentara, murid dan pengagum berat Socrates. Ia terkenal atas

karyanya mengenai sejarah zamannya (abad ke-4 SM) dan kehidupan Yunani Kuno.

Lihat Ma>jid Fakhri>, Tarikh al-Falsafah al-Yu>na>niyah, 67. 176

Dipahami dari riwayat Xenophone, lihat H{arbi> ‘Abba>s ‘At}i>t}u>, Mala>mih}

al-Fikr al-Falsafi> inda Yuna>n, 210. 177

Mahmu>d Qa>sim, Fi> al-Nafs wa al-‘Aql, 28. 178

Zaki Najib Mahmu>d, Muh}awara>t Afla>t}un. 179

Ma>jid Fakhri>, Tarikh al-Falsafah al-Yu>na>niyah, 75-76. 180

Mahmu>d Qa>sim, Fi> al-Nafs wa al-‘Aql, 23. 181

Muh}ammad ‘Abd al-Rah}ma>n Marh}aba>, Tari>kh al-Falsafah al-Yuna>niyah

min Bida>yatiha> h}atta> al-Marh}alah al-Helensiyah (Beiru>t:’Izz al-Di>n, 1992), 215-216.

Page 85: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

72

Plato (427-347 SM) merupakan filosof pertama yang karya-

karnyanya terpelihara dengan sempurna tanpa ada yang hilang.182

Begitu sulit membedakan mana yang pendapat gurunya, pendapat

Pythagorism, dan mana yang asli pendapat Plato sendiri dalam dialog-

dialognya. Namun, dalam kajian jiwa, pandangan Socrates (470-399

SM) lebih mementingkan permasalahan praktis untuk membersihkan

jiwa sehingga melahirkan budi pekerti yang mulia (akhlak). Sedangkan

kajian Plato tentang jiwa banyak membicarakan permasalahan jiwa

secara teoritis, terutama karakteristik jiwa. Fokus kajian jiwa oleh

Plato mencakup budi pekerti (akhlak), pengetahuan (ma’rifah),

Akhirat, dan alam semesta.183

Dalam dialog ‚Phaedrus‛184

, Plato mengisahkan legenda kuno

yang menyatakan bahwa jiwa manusia berjalan dibelakang iring-

iringan jiwa langit. Iring-iringan dipimpim oleh dewa Zeus yang

mengendarai kendaraan bersayap, mengarahkan dan melindungi

pasukannya. Zeus diiringi oleh pasukan para dewa dan jin. Jiwa

manusia berbentuk kuda yang mempunyai dua sayap. Pendek cerita,

dalam mengikuti iring-iringan itu, bagi jiwa yang patah sayapnya,

akan jatuh terombang ambing ke alam bawah sampai bertabrakan

dengan raga, dan membuatnya hidup,…. dst.‛.185

Dari legenda ini

dapat dipahami kerangka jiwa menurut Plato:

a) Jiwa manusia jatuh atau berasal dari alam Tuhan (dewa) yang

bersifat spiritual

b) Jiwalah yang mempresentasikan manusia yang sebenarnya

c) Jiwalah nantinya yang akan menerima pahala dan dosa yang

dilakukan.

Plato menguatkan konsep jiwa ini dalam berbagai dialognya.

Dalam dialog ‚Gorgias‛,186

jiwa turun penuh dengan kotoran, dan akan

mendapat berbagai musibah akibat kesalahannya. Dalam dialog

182

Muh}ammad Marhaba>, Tari>kh al-Falsafah al-Yuna>niyah, 225 183

‘Izzat Qarni>, Al-Falsafah al-Yu>na>niyah h}atta Afla>tu>n (Kuwait: Zat al-

Sala>sil, 1993), 221. 184

Plato, Muha>warah ‚Phaedrus‛, Ed. Ami>rah H{ilmi> Mat}ar (Cairo: Da>r

Gari>b, 2000), 61-66. 185

Mus}tafa> al-Nashsha>r, Tari>kh al-Falsafah al-Yuna>niyah min Manz}u>r

Sharqi>: Sufistaiyu>n, Suqra>t}, Afla>tu>n (Mesir: Dar Quba’, 2000), Vol II, 235-236. 186

Plato, Muh}a>warah ‚Georgias‛ li Afla>tu>n, Trans. Muh}ammad H{asan Z{az}a

dan ‘Ali Sa>mi> al-Nashsha>r (Cairo: Maktabah al-Usrah, 1970).

Page 86: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

73

‚Meno‛187

, Plato menjelaskan pendapatnya tentang mengingat, yaitu

mengingat pengetahuan (ma’rifah) yang dahulu telah diperoleh jiwa.

Menurutnya, apabila jiwa dibersihkan, mengikhlaskan niatnya, fokus

menghadap objek pengetahuan, satu saja pengetahuan yang dapat

diingat, jiwa akan mengingat semuanya, karena segala sesuatu

tabiatnya satu jenis.

Keyakinan inilah yang membuat Plato (427-347 SM) bercerita

panjang tentang pertempuran antara jiwa dan raga, ketika jiwa

menempati raga dalam dialog ‚Republic‛.188

Plato membagi daya jiwa

menjadi tiga. Ketiga daya inilah yang berperang dan berebut pengaruh,

yaitu:

a) Nafsu, yang berkaitan dengan dorongan dan kenikmatan.

Berfungsi pengatur fungsi makanan, kesenangan, dan seksual.

Keutamaanya adalah kesucian.

b) Emosi, yang berkaitan dengan insting yang cerdas dan mulia.

Berfungsi sebagai penjaga kehormatan. Keutamaanya adalah

keberanian.

c) Akal, daya untuk memandang, berfikir dan merenung. Berfungsi

sebagai pencari dan pegungkap kebenaran. Keutamaanya adalah

kebijaksanaan.

Jika ketiga daya ini mampu saling membantu, akan terwujud

keutamaan yang ke empat, yaitu keadilan.189

Dalam dialog ‚Timaeus‛,

Plato meletakan ketiga daya ini di dalam raga ketika berbicara tentang

susunan makhluk hidup. Daya fikir bertempat di kepala, leher adalah

pemisahnya dengan dua daya lainnya. Daya emosi bertempat di dada.

Antara emosi dan nafsu dipisahkan oleh pembatas. Sedangkan Jantung

berfungsi untuk mengikat bagian-bagian raga melalui aliran darah.190

Terdapat sedikit kerumitan dalam teori penciptaan alam

semesta menurut Plato. Dalam dialog ‚Timaeus‛, Plato menyatakan

h}a>dith-nya jiwa. Jiwa merupakan makhluk pertama yang diciptakan

sang pencipta. Sebaliknya, dalam dialog ‚Laws‛191

, Plato menyatakan

187

Plato, Muh}awarah ‚Meno‛, Tran. ‘Izzat Qarni> (Cairo: Da>r Quba’, 2001) 188

Ami>rah H{ilmi> Mat}ar, Jumhu>riyah Afla>tu>n (Cairo: Maktabah al-Usrah,

1994). 189

H{arbi> ‘Abba>s ‘At}i>t}u>, Mala>mih} al-Fikr al-Falsafi> inda Yuna>n, 254. 190

Mus}tafa> al-Nashsha>r, Tari>kh al-Falsafah al-Yuna>niyah min Manz}u>r

Sharqi>: Sufistaiyu>n, Suqra>t}, Afla>tu>n, Vol. II, 239. 191

Plato, Al-Qawa>ni>n li Afla>tu>n, Trans. Taylor, Trans. Muh}ammad H{asan

Z{a>z}a (Cairo: Maktabah al-Usrah, 1986).

Page 87: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

74

qadi>m-nya jiwa, karena jiwa merupakan sumber gerak dan sumber

wujud yang hidup. Kerumitan ini akan berdampak pada filosof muslim

dikemudian hari.

Dalam dialog ‚Phaedrus‛, dijelaskan bahwa jiwa alam semesta

(jiwa universal) berfungsi sebagai pengurus segala sesuatu baik

makhluk hidup maupun benda mati. Sedangkan jiwa personal,

merupakan pengurus makhluk hidup. Tidak ada yang mengharuskan

adanya Tuhan bersamaan dengan jiwa –seperti yang diklaim oleh

Filosof muslim- dalam filsafat Plato (427-347 SM). Namun, pastinya

jiwa (al-‘Aql) turut punya andil dalam penciptaan, yaitu sebagai

pembantu proses penciptaan.192

Sekalipun masalah penciptaan alam

begitu rumit dalam dialog ‚Timaeus‛, namun penafsiran Plato

terhadap alam natural sungguh menakjubkan. Plato berhasil

menyimpulkan di akhir dialognya bahwa tata arsitektur Alam semesta

yang rapi dan teliti ini dikuasai oleh satu penyebab pertama. Plato

menegaskan bahwa seluruh alam semesta terlahir dari Tuhan yang

satu.193

Plato berbicara panjang lebar tentang kembalinya jiwa

(akhirat) dalam dialog ‚Phaedo‛ dan ‚Republic‛. Jiwa bersifat

sederhana (al-Basi>t}ah) tak tersusun (gair al-Murakkabah), kekal dan

tak akan hancur. Plato meyakini adanya keberagaman kembalinya jiwa

setelah mati (akhirat) sesuai dengan amalannya bersama raga.194

Sudah

suatu kemestian balasan jiwa yang melakukan amalan mulia dan hidup

merenung (berfikir), berbeda dengan jiwa yang hidup penuh

kenikmatan indrawi dan melakukan berbagai dosa dan kejahatan.

Pembicaraan akhirat berkisar antara keyakinan reinkarnasi dan

keyakinan hidup abadi. Plato banyak belajar dari keyakinan Timur

kuno, Pythagorism dan Orphism tentang ini. Terbukti dengan

banyaknya ia mengisahkan legenda-legenda Timur kuno untuk

menguatkan pendapatnya, dan agar mudah dicerna dan dipahami

murid-muridnya.

192

Mus}tafa> al-Nashsha>r, Tari>kh al-Falsafah al-Yuna>niyah, Vol II, 233. 193

Mus}tafa> al-Nashsha>r, Tari>kh al-Falsafah al-Yuna>niyah, Vol II,

233. Lihat juga R. Waltzer, Aflat}u>n: Tas}awwuruhu li Ila>h Wa>h}id wa Naz}rah al-

Muslimi>n fi Falsafatih, Trans. Ibrahi>m Khurshi>d dkk. (Beiru>t: Da>r al-Kita>b al-

Lubna>ni>, 1982). 194

Mus}tafa> al-Nashsha>r, Tari>kh al-Falsafah al-Yuna>niyah, Vol II, 240.

Page 88: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

75

Muridnya, Aristoteles (384-322 SM) menaruh perhatian besar

untuk mengkaji makhluk hidup.195

Hal ini tentunya tak terlepas dari

pengaruh keluarganya, ayahnya seorang dokter kaisar Macedonia. Tak

heran bila sepertiga karyanya berbicara tentang makhluk hidup.

Aristoteles tidak memisahkan antara kajian jiwa dan makhluk hidup.

Baginya, jiwa merupakan sumber kehidupan.196

Aristoteles

meninggalkan sebuah karya besar tentang jiwa, ‚Kita>b al-Nafs‛197

atau

‚De Anima‛ yang pernah diringkas198

oleh Ibn Rushd (520-595 H),

filosof muslim pengagumnya. Secara umum, kajian Aristoteles tentang

jiwa merupakan rujukan untuk mengkaji makhluk hidup. Oleh karena

itu, sangat tepat berpegang pada ‚Kitab al-Nafs‛ dalam kajian jiwa

menurut Aristoteles.

Aristoteles memulai kajian karakteristik jiwa dengan mencoba

mendefinikannya. Menurutnya, cukup sulit untuk mendefenisikan

jiwa. Setidaknya ada dua aliran pendefenisian, pertama melihat

partikelnya, dan yang kedua melihat fungsinya. 199

Filosof naturalis

terdahulu mendefenisikan jiwa melihat kepada materialnya saja.

Sementara filosof dialektika mendifenisikan jiwa melihat pada

formanya (su>rah) saja. Contohnya dalam mendefinisikan marah.

Filosof naturalis mendefiniskannya dengan ‚mendidihnya darah di

jantung‛. Filosof dialektika mendefenisikannya dengan ‚hasrat untuk

membalas‛. Defenisi yang benar haruslah mencakup keduanya, materi

(al-Hayu>la) dan forma (Su>rah).200

Setelah mengkritik berbagai pendefenisian jiwa, Aristoteles

melanjutkan dengan kajian jiwa oleh filosof-filosof terdahulu dan

mengkritiknya satu-persatu. 201

Terutama Democritus202

(470-370 SM)

195

Will Durant\, Qis}s}ah al-Falsafah: min Afla>tu>n ila Johnny Dio, Trans. Fath

Allah Muh}ammad al-Musha’sha’ (Beiru>t: Maktabah al-Ma‘a>rif, 1988), 73. 196

Ami>rah H{ilmi, Al-Falsafah al-Yu>na>niyah: Tarikh wa Mushkilatuha>

(Cairo: Da>r Quba’, 1998), 305. 197

Aristoteles, Kita>b al-Nafs, Trans. Ahmad Fua>d al-Ahwa>ni> (Cairo, Da>r

ih}ya’ al-Kutub al-‘Arabiyah, 1949). 198

Abu al-Wali>d Ibn Rushd, Talkhi>s Kita>b al-Nafs, Ed. Ibrahi>m Madku>r

(Cairo, Majlis al-A’la> lial-Thaqa>fah, 1994). 199

Aristoteles, Kita>b al-Nafs, 4-5. 200

Abu al-Wali>d Ibn Rushd, Talkhis Kitab al-Nafs, 8. 201

Filosof tersebut adalah aliran Pytagorism spiritualis dan filosof natural

materialis, seperti: Democritos, Anaxagoras (499-428 SM), Empedocles (490-430

Page 89: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

76

dan penyikutnya, aliran atomisme (al-Dhurriyu>n) yang menyatakan

bahwa jiwa tersusun (al-Murakkabah) dari partikel-partikel yang terus

bergerak. Menurutnya, jiwa itu sederhana (al-Basi>t}ah) tidak tersusun.

Aristoteles juga mengkritik filosof-filosof terdahulu yang hampir

semuanya menyatakan jiwa bergerak. Termasuk gurunya, Plato (427-

347 SM) yang dalam ‚Timaus‛ menyatakan jiwa mengerakkan dirinya

sendiri.203

Bagi Aristoteles, jiwa itu mengerakkan material (raga)

tanpa bergerak. Jika jiwa bergerak, jiwa tentunya tersusun (al-Murakkabah) dari elemen yang bergerak dan elemen yang

menggerakkan. Dapat disimpulkan, tersusun (al-Murakkabah) dan

bergerak merupakan sifat material menurut Aristoteles. Baginya jiwa

bersifat spiritual yang suci dari material. Jiwa tidak akan ada tanpa

raga, tapi jiwa bukanlah raga.204

Aristoteles mengkritik teori

reinkarnasi Pytagorism dan Orphism, jiwa tidak dapat pindah

(bergerak) ke raga lain, dan jiwa tidaklah abadi. Jiwa (forma) akan

turut hancur bila raga (material) binasa.

Pada bagian kedua, Aristoteles (384-322 SM) kembali berusaha

membuat defenisi jiwa yang tepat. Jiwa adalah penyempurna pertama

bagi material alami mekanik yang mempunyai potensi kehidupan.205

‚Penyempurna pertama‛ adalah aktual pertama, maksudnya derajat

pertama terwujudnya eksistensi (wujud). Aristoteles membagi derajat

SM), T{ales (624-546 SM), Heraclitus (535-475 SM) dan lainnya. Lihat Aristoteles,

Kita>b al-Nafs, 9-38. 202

Dia adalah Democritus murid Leukippos pendiri aliran Atomisme. Lahir

di Abdeba Yunani utara. Hidup sekitar 470-370 SM. Ia berasal dari keluarga kaya

raya. Di usia mudanya, ia menggunakan harta warisannya untuk pergi ke Mesir dan

Asia. Ia juga berguru kepada Anaxagoras dan Philolaos. Hannya sedikit informasi

tentang riwayat hidupnya. Meski sezaman dengan Socrates, dia digolongkan sebagai

filosof pra-Socratik, karena masih mengembangkan ajaran Atomisme. Democritus

banyak berbicara tentang ilmu alam, astronomi, matematika, sastra, epistimologi dan

etika. Ada sekitar 300 kutipan tentang pemikiran Domocritos dalam sumber-sumber

kuno. Sayangnya karya Domocritus tidak ada yang tersimpan. Lihat Ali Sa>mi> al-

Nashsha>r, Muh}ammad ‘Abbu>di> Ibra>hi>m dan ‘Ali ‘Abd al-Mu’t}i>, Di>mu>qrit}is: Failasu>f

al-Dhurrah wa Atharuhu fi fikr al-Falsafi> h}atta> ‘Us}u>r al-Hadi>thah (Alexandria: al-

Haiah al-Mas}riyah al-‘A<mah, 1972), 5-13. 203

Aristoteles, Kita>b al-Nafs, 20. 204

Aristoteles, Kita>b al-Nafs, 49. 205

Aristoteles, Kita>b al-Nafs, 42-43. Teks aslinya adalah:

اة بقةال أل نجسى انطبع ان ر حك

Page 90: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

77

wujud menjadi tiga: (a) Wujud potensial (bi al-Quwwah), (b) Wujud

aktual pertama (bi al-Fi’l al-Awwal), (c) Wujud aktual kedua (bi al-Fi’l al-Tha>ni>), yang merupakan wujud aktual yang tertingi. ‚Material

alami‛ lawannya material buatan. Material alami bergerak spontanitas

(al-Dha>tiah) sedangkan material buatan gerakannya dipaksakan (al-Qasariah). ‚Material mekanik‛ maksudnya dari sisi anatomi, alat dan

anggotanya memenuhi syarat, sehingga mampu melaksanakan fungsi

jiwa. ‚Mempunyai potensi kehidupan‛ maksudnya dari sisi fisiologi,

material alami tersebut memenuhi syarat untuk melakukan aktivitas

kehidupan.206

Aristoteles (384-322 SM) membagi daya jiwa menjadi tiga

tingkatan. Tingkatan yang tertinggi mencakup tingkatan yang ada

dibawahnya, yaitu:

a. Jiwa nutritif (al-Gha>dhiah) atau vegetatif (al-Naba>tiyah)207

berfungsi untuk memperoleh makan, tumbuh dan berkembang

biak. Jiwa nutritif merupakan tingkatan terendah dan paling

sederhana. Jiwa ini dimiliki oleh makhluk hidup setingkat

tumbuhan.

b. Jiwa sensitif (al-Hassa>sah)208

berfungsi untuk memperoleh

pengetahuan. Jiwa sensitif dimiliki oleh makhluk hidup setingkat

hewan. Jiwa sensitif diawali dengan yang paling sederhana, yaitu

indra peraba yang hampir dimiliki semua hewan, dilanjutkan

dengan indra perasa, lalu penciuman, lalu pendengaran dan

terakhir penglihatan. Fungsi jiwa sensitif juga berfungsi untuk

mengenal rasa sakit dan senang yang akan diiringi oleh dorongan

dan keinginan. Jiwa sensitif juga berfungsi untuk mengamati dan

menyimpan pengalaman bagi hewan tingkat tinggi.

c. Jiwa intelek (al-‘A<qilah) yang berfungsi untuk memperoleh

pemaknaan-pemaknaan universal. Jiwa intelek dimiliki oleh

hewan setingkat manusia. Aristoteles mengkhususkan bagian

ketiga bukunya untuk membahas panjang lebar tentang jiwa ini.209

Aristoteles membagi daya jiwa intelek menjadi dua macam: (a)

Intelek aktif atau ‚Poeticos‛ (al-‘Aql al-Fa’‘a>l) dan (b) Intelek pasif

206

Ami>rah H{ilmi>, Al-Falsafah al-Yu>na>niyah: Tari>kh wa Mushkilatuha>, 308 207

Aristoteles, Kita>b al-Nafs, 53. 208

Aristoteles, Kita>b al-Nafs, 59. 209

Aristoteles, Kita>b al-Nafs, 91

Page 91: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

78

atau ‚Patheticos‛ (al-‘Aql al-Munfa‘il).210 Intelek pasif tak mampu

berfikir secara aktual kecuali dengan bantuan intelek aktif yang

sifatnya terus berfikir. Sekalipun dengan jelas kedua daya tersebut

terdapat dalam raga manusia, namun Aristoteles juga membedakan

kedua intelek (al-‘Aql) tersebut dengan menyatakan bahwa intelek

aktif (al-‘Aql al-Fa’‘a>l) terpisah, kekal, azali, dan diperoleh manusia

dari luar. Disamping itu, karakteristik intelek aktif adalah berfikir

murni atau berfikir selamanya. Inilah yang membuat intelek aktif (al-‘Aql al-Fa’‘a>l) dekat dengan al-‘Aql Tuhan.

Ketidakjelasan pandangan Aristoteles (384-322 SM) tentang

intelek aktif (al-‘Aql al-Fa’‘a>l) berdampak kepada para komentatornya

dikemudian hari. Titus Aurelius Alexander of Aphrodisias211

(150-211

M) menafsirkan intelek aktif (al-‘Aql al-Fa’‘a>l) terpisah (al-Mufa>riq)

dari jiwa, kekal, azali, dan bersatu dengan al-‘Aql Tuhan yang

mengatur alam semesta. Penafsiran yang didukung oleh karya

Aristoteles lainnya seperti ‚Ma> ba’da al-T{abi>ah‛212

dan ‚al-Akhlak Nicomachus‛ dibawah pengaruh ajaran dualisme Plato (427-347 SM):

materi dan ide, yang tak dapat diselesaikan oleh Aristoteles.

Sebaliknya, Thamsitiues213

(317-388 M) menafsirkan intelek aktif (al-‘Aql al-Fa’‘a>l) dan intelek pasif (al-‘Aql al-Munfa‘il) keduanya ada

dalam jiwa manusia. Kemudian perbedaan penafsiran ini merebak ke

dunia Islam. Filosof negeri Timur (al-Mashriq): Al-Kindi (185-252 H),

210

Aristoteles, Kita>b al-Nafs, 112. 211

Dia adalah Alexander (150-211M), penduduk asli Aphrodisias, Caria asia

kecil. Dia belajar filsafat dari guru-guru Peripatetic. Dipenghujung abad kedua dia

datang ke Atena dan karirnya menanjak dengan menjadi kepala sekolah Peripatetic.

Dia memimpin Lyceum dari 195-211 M. Dia merupakan komentator besar

Aristoteles, dan popular selama berabad-abad hingga digelari Aristoteles kedua.

Lihat Muh}ammad Fath}i> ‘Abd Allah, Mutarjimu> wa Sharra>h} Arist}u ‘Ibra al-‘Us}u>r

(Alexandria: Dar al-Delta>, 1994), 47-48. 212

Aristoteles, Ma> Ba’da al-T{abi>‘ah, Ed. ‘Abd al-Rah}ma>n Badawi (Cairo:

Maktabah al-Usrah, 1995). 213

Dia adalah Thamsitieus guru kaisar Romawi Julian the Apostate. Tokoh

filosof berwawasan Konstantinopel, dengan ilmunya dan kota-kotanya. Dia terkenal

di seantaro Romawi dan mendapat perhatian besar dati Patriach Kristen terutama

Gereja Konstantinopel, sehingga dia diberi kepercayaan untuk memegang jabatan

peranan politik. Ketika Julian menjadi Kaisar, dia merupakan pihak yang mendukung

Julian membangkitkan kembali ajaran Paganisme. Lihat Muh}ammad Fathi> ‘Abd

Allah, Mutarjimu> wa Sharra>h} Arist}u ‘Ibra al-‘Us}u>r, 56.

Page 92: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

79

al-Fara>bi> (260-339 H) dan Ibn Si>na> (370-428 H) lebih memilih

penafsiran Alexander of Aphrodisias. Sebaliknya Ibn Rushd (520-595

H) lebih memilih penafsiran Thamsitiues.214

Selanjutnya, Plotinus (205-270 M) merupakan tokoh utama

Neo-Platonism, yang berusaha membangkitkan kembali filsafat

Platonism yang telah redup, dengan menguatkan penafsirannya

dengan filsafat terdahulu, terutama Aristoteles (384-322 SM) dan

Pythagorism. Ditambah lagi dengan berbagai aliran filsafat Timur:

mistik Persia dan India. Bahkan Tak terbatas hanya pada filsafat yang

berkembang saja, Plotinus juga berhasil memadukan Platonism dengan

agama Kristen yang diyakininya.215

Karena memang waktu itu di

Alexandria sedang gandrung penyelarasan antara agama Yahudi dan

Kristen dengan filsafat Yunani.216

Plotinus meninggalkan 54 karya. Karya tersebut disusun dalam

6 jilid, yang masing-masing terdiri dari 9 makalah, karya ini disebut

dengan ‚al-Ta>su‘a>t‛217 atau ‚Ennead‛. Yang menjadi pokok bahasan

dalam kajian ini adalah ‚Ennead‛ yang ke-4, atau ‚al-Tisa>‘iyah al-Ra>bi‘ah‛

218 yang berisikan tentang karakteristik jiwa. Gambaran jiwa

Platonism dalam ‚Phaedo‛, Timaeus‛ dan ‚Phaedrus‛ sangat jelas di

dalamnya.

Jiwa merupakan oknum ketiga sesudah intelek (al-‘Aql) dan

yang esa (al-Wa>h}id) dalam trinitas Plotinus (205-270 M). Setelah

mengkritik karakteristik jiwa oleh filosof terdahulu, terutama

Pythagorism dan Aristoteles, Plotinus berusaha menjelaskan

kerumitan karakteristik jiwa yang sederhana (al-Basi>t}ah) dan terbagi

(al-Munqasimah) menjadi beberapa bagian menurut Plato (427-347

214

Ami>rah H{ilmi> Mat}ar, Al-Falsafah al-Yu>na>niyah, 315-316. Lihat juga

Muh}ammad Jala>l Sharf, Allah wa al-‘A<lam wa al-Insa>n Fi Fikr al-Isla>mi> (Beiru>t: Da>r

al-Nahd}ah al-Isla>miyah, tt.). 215

Muh}ammad Mahmu>d Abu Qah}f, Madrasah al-Iskandariah al-Falsafiyah:

Ta>ri>kh al-H{ad}ari> wa al-H{iwa>r al-Thaqafi baina al-Falsafah wa al-Di>n (Alexandria:

Da>r al-Wafa’ li Dunya>, 2004), Cet, I, 104. 216

Mus}tafa> al-Nashsha>r, Madrasah al-Iskandariah al-Falsafiyah baina al-

Turath al-Sharqi> wa al-Falsafah al-Yu>na>niyah (Cairo: Da>r al-Ma‘a>rif, 1995), 53, 79. 217

Plotinus, Ta>su>‘a>t Aflu>t}i>n, Trans. Fari>d Jabar, Ji>ra>r Jaha>mi> dan Sami>h}

Dagi>m (Beirut: Maktabah LubNa>n, 1997). 218

Plotinus, Al-Tisa> ‘iyah al-Ra>bi ‘ah li Aflu>ti>n fi al-Nafs, Trans. dan Ed.

Fua>d Zakaria dan Muh}ammad Sali>m Sa>lim (Cairo: al-Haiah al-Mas}riyah al-‘A<mah,

1970).

Page 93: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

80

SM). Menurutnya, Jiwa hampir sama dengan al-‘Aql, dan jiwa

merupakan urutan lanjutan dari al-‘Aql (terpancar setelah al-‘Aql). Oleh karena itu, jiwa serupa dengan esensi Tuhan yang sederhana dan

tak terbagi. Namun, bertempatnya jiwa di dalam raga membuat jiwa

tersebut tebagi. Itulah yang membuat karakteristik jiwa kadang

sederhana dan terkadang terbagi. Jiwa tidaklah pantas benar-benar

sederhana atau benar-benar terbagi. Kedua karakteristik tersebut

haruslah dijaga. Jiwa merupakan wujud perantara antara wujud

immaterial (al-Ma’qu>l) dan material (al-Mah}su>s). 219

Jiwa ada dalam setiap bagian raga, baik tangan, kaki dan

lainnya. Artinya, jiwa terbagi kepada beberapa bagian. Tetapi, tetap

semuanya satu kesatuan (Wihdah} al-Nafs). Sama halnya dengan jiwa

alam semesta yang disebut dengan jiwa universal (al-Nafs al-Kulliyah)

yang mengatur alam, dan jiwa manusia yang disebut jiwa personal (al-Nafs al-Juz’iyah) yang mengatur raga dan banyak jumlahnya.

Sekalipun jiwa terbagi kepada personal-personal, tapi seluruhnya tetap

satu kesatuan, jiwa pada akhirnya hanyalah satu.220

Plotinus (205-270 M) mengibaratkan hubungan jiwa universal

(al-Nafs al-Kulliyah) dengan jiwa personal (al-Nafs al-Juz’iyah) seperti

terbaginyanya ilmu yang universal221

(al-Kulli): macam ‚Species‛ (al-Nau’), jenis ‚Genus‛ (al-Jins), pemisah ‚Differentia‛ (al-Fas}l), menjadi partikular-partikular (al-Ajza’). Seperti hewan (al-Kulli) yang

terbagi menjadi partikular (al-Juz’i): kucing, anjing, ayam dan lainnya.

Seperti manusia (al-Kulli) yang terbagi menjadi personal-personal (al-Ajza’): Ahmad, Muhammad, Abdullah dan lainnya. Karena Jiwa

manusia (personal) terpancar dari jiwa alam (universal) akibat dari

kerja renungannya terhadap al-‘Aql yang setingkat diatasnya, tanpa

mengurangi al-‘Aql yang memancarkan.222

Jiwa universal (al-Nafs al-Kulliyah) inilah yang benar-benar forma, kekal dan abadi. Sedangkan

jiwa personal (al-Nafs al-Juz’iyah) inilah yang hancur dan binasa

dengan hancurnya raga. Dengan ini selesailah permasalah jiwa qadi>m

menurut Plato (427-347 SM) dan ha>dith menurut Aristoteles (384-322

SM).

219 Plotinus, Al-Tisa> ‘iyah al-Ra>bi ‘ah li Aflu>ti>n fi al-Nafs, 169-174.

220 Lihat bagian ‚Wihdah al-Nafs‛ dalam Plotinus, Al-Tisa> ‘iyah al-Ra>bi ‘ah

li Aflu>ti>n fi al-Nafs, 335-341. 221

‘Ali ‘Abd al-Mu’t}i>, Al-Fikr al-Falsafi wa al-Di>ni> fi Madrasah al-

Iskandariah al-Qadi>mah (Beirut: Da>r ‘Ulu>m al-‘Arabiyah, 1992), Cet. I, 161.

\222

‘Ali ‘Abd al-Mu’t}I, Al-Fikr al-Falsafi wa al-Di>ni>, 155.

Page 94: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

81

Kajian filosof ketuhanan Yunani tentang jiwa begitu besar

pengaruhnya terhadap filosof muslim. Lihat saja al-Kindi>223

(185-252

H) yang medefenisikan jiwa mengikut pada Aristoteles(384-322 SM):

‚Penyempurna raga (al-Jaram) alami yang mempunyai kelengkapan

(alat) untuk menerima kehidupan‛. Ia mendefenisikannya juga dengan:

‚Penyempurna pertama bagi material alami mekanik yang mempunyai

potensi kehidupan.‛224

Selain dari defenisi Aristoteles ini, al-Kindi>

juga mempunya defenisi lain yang berkarakter Plato (427-347 SM) dan

Plotinus (205-270 M): ‚Jiwa seherhana (al-Basi>t}ah), mulia dan

sempurna, perkara yang agung, esensinya berasal dari esensi

Allah‘Azza wa Jalla, seperti cahaya matahari dari matahari…..

Esensinya esensi Tuhan yang spiritual (immaterial)… Jiwa berasal dari

cahaya Tuhan, Apabila jiwa meninggalkan raga, niscaya jiwa akan

223

Dia adalah Abu Yusuf Ya’qu>b ibn Ishaq al-Kindi>. Penisbatan kepada

qabilah ‚al-Kindah‛ sebuah negeri Yaman. Kakek-kakeknya dahulunya penguasa

Kindah. Ayahnya ‚Ishaq‛ menjabat Amir Kufah di masa al-Mahdi dan al-Rashid. Al-

Kindi lahir di Kufah sekitar 185 H/ 801 M. dan menghabiskan masa kecilnya disana.

Kemudian dia pergi ke Bagdad belajar sastra dan ilmi-ilmu filsafat. Al-Kindi> sangat

senang dan gemar meraih seluruh jenis ilmu yang diterjemahkan ke dalam bahasa

Arab. Al-Kindi menguasai ilmu astronomi, filsafat, kimia, fisika, kedokteran,

matematika, musik, psikologi, logika dan ilmu kalam. Dia memang salah seorang

tokoh yang pro dengan gerakan penerjemahan ilmu asing (Yunani). Bisa dikatakan

al-Kindi> merupakan orang Arab pertama berfilsafat dan mendalami ilmunya. Oleh

karena itu dia digelari ‚Filosof Arab‛. Al-Kindi> dekat dengan Mu’tazilah, dan

mempunyai hubungan baik dengan istana, dia bekerja sebagai Dokter dan Ahli

Astrologi pada masa al-Makmun, al-Mu’tas}im dan al-Wa>thiq yang pro kepada aliran

Mu’tazilah. Namun ketika al-Mutawakkil berkuasa, dan mennjadikan Ahl al-Sunnah

menjadi mazhab negara, ia kehilangan posisinya di Bait al-Hikmah. Al-Kindi>

meninggal 252 H./ 866 M. Lihat Ahmad Fua>d al-Ahwa>ni, Al-Kindi> al-Failasu>f al-

‘A<rab (Cairo: Muassasah al-Mas}riyah al-‘A<mah, 1964.). Lihat juga Antuwa>n Saif,

Al-Kindi> wa Maka>natuhu ‘inda Muarrikh al-Falsafah al-‘Arabiyah (Beiru>t: Da>r al-

Jail, 1985). 224

Abu Yu>suf Ya’qu>b ibn Ish}aq al-Kindi>, Al-Rasa>il al-Kindi al-Falsafiyah:

Risa>lah fi H{udu>d al-Ashya’ wa Rusu>miha, Ed. Muh}ammad ‘Abd al-Ha>di> Abu Ri>dah (

Cairo: Da>r al-Fikr al-‘Arabi>, 1978), Cet. II, Vol. I, 113. Teks aslinya sebagai berikut:

ى آلة قابل للحياة، ويقال : هى استكمال أول لجسم النفس هى تمامة جرم طبيعى ذ

طبيعى ذى حياة بالقوة

Page 95: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

82

mengenal seluruh yang ada di alam semesta, tanpa ada yang

tersebunyi.‛225

Yang didefenisikan al-Kindi> (185-252 H) tentunya jiwa

manusia bukan yang lainnya. Sepertinya al-Kindi> lebih cendrung pada

filsafat Plato (427-347 SM) dari pada Aristoteles (384-322 SM).226

Al-Kindi> menyanjung Plato dalam risalah tersebut mengatakan:

‚Sungguh benar pendapat Plato dalam analogi ini‛ dan ungkapan

lainnya.227

Mungkin karena filsafat Plato lebih dekat dengan ajaran

Islam yang menyatakan jiwa merupakan tiupan dari al-Ru>h} Allah

Ta‘a>la>, dan mengajarkan manusia untuk mengendalikan hasrat dan

syahwatnya untuk meraih kebahagian di dunia dan akhirat. Pengaruh

teori emanasi Plotinus (205-270 M) juga sangat jelas dalam

membandingkan esensi jiwa dengan esensi Tuhan. Jiwa terpancar dari

Tuhan seperti matahari memancarkan cahaya. Dalam kajian tentang daya atau fungsi jiwa, al-Kindi> berusaha

memadukan pendapat Aristoteles dan Plato tanpa membedakannya.228

Plato membagi daya jiwa menjadi tiga: Hasrat, emosi, intelek (fikir).

Menurut Plato, Jiwa kekal dan abadi sekalipun raga telah binasa.

Sebaliknya, Aristoteles membagi daya jiwa menjadi tiga: Vegetatif

(tumbuhan), sensitif (hewan), berfikir (manusia). Menurut Aristoteles,

Jiwa merupakan forma bagi raga, jiwa turut hancur bila mana raga

binasa. Pandangan al-Kindi> memang membingungkan, karena memang

al-Kindi> berada pada masa awal gerakan penerjemahan. Al-Kindi>

punya kesalahan besar, ketika menerjemahkan ‚al-Ta>su>‘a>t‛ atau

225

Abu Yu>suf Ya’qu>b ibn Ish}aq al-Kindi>, Al-Rasa>il al-Kindi al-Falsafiyah:

Risa>lah fi al-Qaul fi al-Nafs, al-Mukhtas}ar min Kita>b Arist}u> wa Afla>tu>n wa Sa>ir al-

Falasifah, Ed. ‘Abd al-Ha>di> Abu Ri>dah (Cairo: Mat}ba‘ah al-H{assa>n,1978), Vol II.

Lihat juga Muh}ammad ‘Abd al-Rahma>n, Al-Kindi: Falsafatuha> al-Muntakhaba>t:

Risa>lah fi al-Qaul fi al-Nafs (Beiru>t: ‘Uwaida>t, 1985(, Cet. I, 182. Teks aslinya

sebagai berikut:

إن النفس بسيطة ذات شرف و كمال، عظيمة الشأن، جوهرها من جوهر البارى

وهذه النفس التى هى من نور البارى عز عزوجل، كقياس ضياء الشمس من الشمس ....

وجل، إذا هى فارقت البدن، علمت كل ما فى العالم، ولم يخفى عنها خافية....226

Muh}ammad ‘Ustma>n Naja>ti>, Al-Dirasa>t al-Nafsaniyah ‘Inda al-Ulama’

al-Muslimi>n (Cairo: Da>r al-Shuru>q, 1993), Cet. I, 26. 227

Ali Arslan Aydin, Al-Ba’th wa al-Khulu>d baina al-Mutakallimi>n wa

Falasifah. 158. Dikutip dari Risa>lah al-Kindi: Fi al-Qaul fi al-Nafs. 228

Ahmad Fua>d al-Ahwa>ni>, Al-Kindi: al-Failasu>f al-‘Arab, 239.

Page 96: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

83

‚Ennead‛ karya Plotinus (205-270 M), dengan menisbatkannya kepada

Aristoteles dan memberinya judul ‚al-Rubu>biyah‛.229

Filosof muslim dengan gelar guru kedua ‚al-Mu‘allim al-Tha>ni >‛ setelah guru pertama untuk Aristoteles (384-322 SM)

diperoleh al-Fara>bi> atas dedikasi yang luar biasa dalam mengkaji

karya-karya Aristoteles dan mengomentarinya. Tak jauh berbeda

dengan al-Kindi> (185-252 H), defenisi jiwa oleh al-Fara>bi> mengikut

pada Aristoteles:230

‚Penyempurna pertama bagi material alami

mekanik yang mempunyai potensi kehidupan‛. Jiwa merupakan forma

bagi raga. Berdasarkan dualisme pandangan Aristoteles, bahwa semua

wujud alami terdiri dari material (al-Hayu>la>) dan forma (al-Su>rah).

Al-Fara>bi> (260-339 H) juga cendrung pada karakteristik jiwa

menurut Plato (427-347 SM) yang lebih dekat dengan ajaran Islam.

Bahwa jiwa manusia merupakan esensi spiritual berdiri sendiri, yang

merupakan esensi manusia yang sebenarnya. Jadi, manusia terdiri dari

esensi spiritual dari ‚‘A<lam al-Amr‛ (immaterial) dan raga dari ‚

‘A<lam al-Khalq‛ (material). 231

Jiwa merupakan forma raga menurut Aristoteles, dalam artian

tercetaknya forma (bentuk) pada material, dan akan lenyap dengan

lenyapnya material, bertentangan dengan esensi spiritual menurut

Plato. Oleh karena itu, al-Fara>bi> berusaha menyelaraskannya dua

pandangan filosof tersebut. Menurutnya, Jiwa adalah esensi dan forma,

jiwa pada hakikatnya esensi, dan jiwa adalah forma bila dilihat dari

hubungannya dengan raga.232

Pembagian daya jiwa oleh al-Fara>bi tak

jauh berbeda dengan al-Kindi yang mengembangkan teori Plato dan

229

Ahmad Fua>d al-Ahwa>ni>, Al-Kindi: al-Failasu>f al-‘Arab, 238. 230

Muh}ammad ‘Ustma>n Naja>ti>, Al-Dirasa>t al-Nafsaniyah ‘Inda al-Ulama’

al-Muslimi>n, 56. Dikutip dari ‚Risa>lah fi Rasa>il Mutafarriqah‛ dan ‚’Uyu>n al-

Masa>il‛ karya al-Fara>bi. 231

Muh}ammad ‘Ustma>n Naja>ti>, Al-Dirasa>t al-Nafsaniyah ‘Inda al-Ulama’

al-Muslimi>n, 55. Dikutip dari Al-Fara>bi>, Fus}u>s al-Hikam. Ed. Muh}ammad A<li> Ya>si>n.

(Bagda>d: al-Ma‘a>rif, 1976), 71-72. Lihat juga Mahmu>d Qa>sim. Fi al-Nafs wa al-‘Aql

li Falasifah al-Igri>k wa al-Isla>m. 74. Teks aslinya sebagai berikut:

انت مركب من جوهرين أحدهما مشكل مصور مكيف متحرك وساكن متجسد

له فى حقيقة الذات، يناله العقل، منقسم، والثانى مباين لألول فى هذه الصفات غير مشارك

ويعرض عنه الوهم. فقد جمعت من عالم الخلق ومن عالم األمر، ألن روحك من أمر ربك،

وبدنك من خلق ربك.232

Mahmu>d Qa>sim, Fi> al-Nafs wa al-‘Aql, 75-76.

Page 97: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

84

Aristoteles (384-322 SM). Dalam masalah terciptanya jiwa sesudah

atau sebelum raga, al-Fara>bi (260-339 H) dalam analisanya lebih

memilih pendapat Aristoteles: ‚Jiwa tidak boleh ada sebelum raga,

seperti pendapat Plato. Jiwa juga tidak boleh berpindah dari raga ke

raga, sebagaimana keyakinan reinkarnasi.‛233

Seorang pemikir Islam yang terkenal karena karya besarnya

tentang filsafat akhlak, yaitu Maskawaih234

(320-421 H). Maskawaih

mengemukakan pandangannya tentang akhlak dengan mengkaji jiwa.

Menurutnya, metode untuk memperoleh akhlak adalah dengan terlebih

dahulu mengenal jiwa itu sendiri, apa daya atau fungsinya,

karakteristiknya, tujuannya, dan kesempurnaannya.235

Bagi

Maskawaih jiwa adalah esensi sederhana tidak dapat digapai oleh indra

yang ada. Jiwa bukanlah raga, bukan bagian raga, bukanlah salah satu

kondisi raga. Jiwa dengan esensinya, hukumnya, keistimewaanya, dan

aktivitasnya merupakan sesuatu yang lain yang terpisah dari raga. Jiwa

berasal dari esensi yang lebih tinggi, mulia, utama dari segala material

yang ada di jagat raya. 236

Maskawaih mengemukakan teori Plato (427-

347 SM) yang membagi daya jiwa menjadi tiga: daya fikir, emosi,

hasrat. Sebagaimana filosof sebelumnya, menurutnya jiwa itu satu,

hanya saja dayanya (fungsinya) banyak. Namun, Maskawaih tidak

terlalu panjang menjelaskannya, dengan alasan tidak sejalan dengan

tujuan penulisan bukunya.237

233

Abu Nas}r Al-Fara>bi, Majmu’ al-Rasa>il: ‘Uyu>n al-Masa>il (Cairo:

Maktabah al-Usrah, 2007), 141. 234

Dia adalah Ah}mad ibn Muh}ammad ibn Ya’qu>b, digelari Maskawaih,

dipanggil juga dengan Abu ‘A<li al-Kha>zin karena menjabat sebagai bendaharawan

pada dynasty Buwaihi. Maskawaih lahir di ‚Rai‛, berumur panjang dan meninggal di

Isfaha>n pada 420 H./ 1030 M. Karya Maskawaih mencakup ilmu kedokteran, sejarah,

akhlak, psikologi (ilmu jiwa), ilmu bahasa, sastra dan ilmu kuno (Yunani).

Maskawaih terkenal dengan aliran filsafat akhlaknya. Pemikirannya merupakan

campuran dari pemikiran Plato, Aristoteles, Claudius Galenus, dan hukum-hukum

syariah Islam. Hannya saja pengaruh Aristoteles sangat menonjol padanya. Lihat

Muh}ammad ‘Ustma>n Naja>ti>, Al-Dirasa>t al-Nafsaniyah ‘Inda al-Ulama’ al-Muslimi>n,

73-74. Lihat juga Jama>l al-Di>n al-Qift}i>, Ikhba>r al-‘Ulama>’ bi Akhba>r al-Hukama>’,

217-218. 235

Muh}ammad ‘Ustma>n Naja>ti>, Al-Dirasa>t al-Nafsaniyah, 75. 236

Abu ‘A<li> Maskawaih, Tahzi>b al-Akhla>q wa Tat}hi>r al-A’ra>q, Ed. Ibn al-

Khati>b (Cairo: Mat|baah al-Mas}riah, 1924), 13-15. 237

Abu ‘A<li> Maskawaih, Tahzi>b al-Akhla>q wa Tat}hi>r al-A’ra>q, 24.

Page 98: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

85

Organisasi kaum terpelajar ekslusif dengan wawasan keilmuan

dan tujuan suci mengembangkan ilmu pengetahuan yang dikenal

dengan sebutan Ikhwa>n al-S{afa>>238

memandang jiwa sebagai esensi

spriritual, ketuhanan, cahayawi, hidup dengan zatnya, berpotensi

keilmuan, aktif secara alami, dapat menerima pengajaran, aktif di

dalam material (raga), dipergunakan untuk material (raga), dapat

mengetahui forma (al-S{u>rah) segala sesuatu.239 Menurut Ikhwa>n al-

S{afa> jiwa itu 15 tingkatan. Manusia hannya mengetaui 5 tingkat saja,

yaitu: jiwa tumbuhan, jiwa hewan, jiwa manusia, jiwa kebijaksanaan

(al-Milkiyah), jiwa kesucian (al-Nabawiyah). Tingkatan jiwa

selebihnya hanya Allah yang tahu. Jiwa manusia berada di tengah-

tengah antara lima jiwa ini. Jiwa manusia mengandung karakteristik

dua jiwa dibawahnya: jiwa tumbuhan dan hewan. Jiwa manusia

mampu naik sampai dua tingkat diatasnya: kebijaksanaan dan

kesucian, dengan cara konsisten berbuat baik, merenungkan ilmu

ketuhanan, naik tinggi ke aliran spiritual.240

Tak salah bila julukan ‚Shaikh al-Rai>s‛ diperoleh Ibn Si>na>

(370-428 H). Selain keilmuan Yunaninya lebih matang dari para

pendahulunya, ia menaruh perhatian besar terhadap\ kajian jiwa. Bisa

238

Ikhwa>n al-S{afa> wa Khulla>n al-Wafa> adalah organisasi rahasia didirikan

di Irak, sepertinya awalnya muncul dari Basrah, kemudian mempunyai cabang di

Irak, setelah itu cabangnya tersebar di seantero negeri muslim. Tidak diketahui

dengan pasti kapan organisasi ini muncul, namun Ikwa>n al-S}afa> mulai dikenal pada

abad ke-4 H. Sejarawan hanya mengenal 5 orang namanya, yaitu; Zaid ibn Rifa>’ah,

Abu Sulaima>n al-Maqdasi>, Abu Hasan ‘Ali> al-Zanja>ni>, Abu Ahmad al-Mihraja>ni>, dan

Abu H{asan al-Aufi>. Mereka berusaha untuk menyelaraskan filsafat Yunani dengan

syariat Islam. Menurut mereka, syariah telah dikotori oleh kebodohan, telah banyak

bercampur dengan kesesatan, satu-satunya cara untuk membersihkan dan

mensucikannya hanyalah dengan filsafat. Filsafat mengandung hikmah keyakinan

dan maslahat ijtihadiyah. Kesempurnaan akan terwujud bila filsafat dan syariah

bersatu. Akidah Ikhwa>n al-S{afa> diragukan, karena mereka banyak mengunakan

symbol-simbol. Dikatakan juga mereka kelompok Syiah Isma’iliyah. Lihat Fua>d

Ma’s}u>m, Ikhwa>n al-S{afa>: Falsafatuhum wa Ga>yatuhum (Suriah: Dar al-Madi>, 2002).

Lihat juga Jama>l al-Di>n al-Qift}i>. Ikhba>r al-‘Ulama>’ bi Akhba>r al-Hukama>’. 58-63. 239

Ikhwa>n al-S{afa>, Rasa>il Ikhwa>n al-S{afa> wa Khulla>n al-wafa>’ (Beiru>t: Da>r

al-S{a>dir, tt.), Vol. III, teks aslinya sebagai berikut:

جوهرة روحانية سماوية نورانية، حية بذاتها، عالمة بالقوة، فعالة بالطبع، قابلة

.مستعملة لها، دراكة صور األشياء للتعاليم، فعالة فى األجسام،240

Ikhwa>n al-S{afa, Rasa>il Ikhwa>n al-S{afa> wa Khulla>n al-wafa>’, Vol. III,

Page 99: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

86

dikatakan, Ibn Si>na> filosof terdepan dalam mengkaji jiwa dari ulama

muslimin sebelum dan sesudahnya.241

Begitu banyak karyanya tentang

jiwa. Bagian ‚al-Shifa’‛242 tentang jiwa yang ditulis Ibn Si>na>

merupakan kajian jiwa terlengkap dalam filsafat Islam. Ibn Si>na>

banyak terpengaruh oleh al-Fa>ra>bi (260-339 H) dalam kajiannya. Ibn

Si>na mendefenisikan jiwa mengikut kepada Aristoteles (384-322

SM):243

‚Penyempurna pertama bagi material alami mekanik yang

mempunyai potensi kehidupan‛. Penyempurna pertama maksudnya

yang menjadikan al-Nau’ (Species) benar-benar menjadi al-Nau’, seperti bentuk bagi pedang. Sedangkan penyempurna kedua

merupakan fungsi dan tugas, seperti memotong bagi pedang, dan

mengindra bagi manusia. Bisa disimpulkan, yang dimaksud

penyempurna pertama adalah jiwa, dan penyempurna kedua adalah

kehidupan.244

Namun arti ‚penyempurna‛ (Kama>l) bagi Ibn Si>na (370-428 H)

lebih umum dari Aristoteles. Tidaklah setiap jiwa merupakan forma

(al-S{u>rah) bagi material. Jiwa intelek terpisah (al-Mufa>riq) dari raga.

Jiwa bukanlah tercetak pada raga. 245

Jiwa merupakan esensi spiritual

karena dapat mengenal alam immaterial (al-Ma’qu>la>t) dan dapat

mengenal zatnya sendiri tanpa bantuan alat. Berbeda dengan indra luar

(panca indra) dan indra dalam yang mengenal dengan bantuan alat, dan

kedua jenis indra tersebut tak dapat mengenal zatnya sendiri. 246

Jadi, sekalipun jiwa merupakan forma bagi raga, namun jiwa

terpisah (al-Mufa>riq) dengan raga. pada akhirnya, dalam ‚al-Ishara>t wa

241

Mahmu>d Qa>sim, Fi al-Nafs wa al-‘Aql, 77. 242

Ibn Si>na>, Kitab al-Nafs: Fan al-Sa>dis min al-T{abi’iya>t (Beiru>t: M.A.I.D,

1988). 243

Muh}ammad ‘Ustma>n Naja>ti>, Al-Dirasa>t al-Nafsaniyah, 117. 244

Fath} Allah Khali>f, Ibn Si>na wa Mazhabuhu fi al-Nafs (Beiru>t: Da>r al-

Ahad, 1974), 64. 245

Muh}ammad Naja>ti>, Al-Dirasa>t al-Nafsaniyah, 118. 246

Abu ‘Ali Ibn Si>na \, Al-Shifa>: al-T{abi’iya>t. (Beiru>t: M.A.I.D, 1988), 106.

Tek aslinya sebagai berikut:

كل صورة كمال فليس كل كمال صورة، فان الملك كمال المدينة، والربان كمال

السفينة، و ليسا بصورتين للمدينة والسفينة فما كان من الكمال مفارق الذات لم يكن بالحقيقة

صورة للمادة وفى المادة، والصورة التى هى فى المادة وهى الصورة المنطبعة فيها القائمة

بها

Page 100: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

87

al-Tanbiha>t‛247 yang ditulis pada masa akhir hayatnya, Ibn Si>na> (370-

428 H) menegaskan bahwa jiwa adalah esensi spiritual, tanpa

menyebutkan jiwa adalah forma. Berbeda dengan karya sebelumnya,

‚al-Shifa‛ dan ‚al-Naja>h‛ yang terkadang menyebut forma dan

terkadang menyebut esensi.248

Sepertinya Ibn Si>na> dalam hubungan

jiwa dengan raga lebih memilih teori Plato (427-347 SM) yang lebih

dekat dengan ajaran Islam dengan beberapa koreksian,249

yaitu jiwa

hanyalah satu, tidak berbilang dan jiwa ha>dith, tercipta ketika raga

telah mempunyai potensi kehidupan, yang diberikan oleh intelek aktif

(al-‘Aql al-Fa’‘a>l) sang pemberi forma.

Hujjah al-Isla>m, pembela agama Islam dari serangan-serangan

pemikiran musuh yang merusak pada Islam dan umatnya ‚Abu H{amid

al-Ghaza>li>‛ (450-505 H) banyak terpengaruh dan bahkan turut

mengadopsi konsep kejiwaan aliran ‚Peripatetic‛ Yunani maupun

filosof muslim. Kajian al-Ghaza>li> tentang jiwa dapat dibagi ke dalam

dua kelompok. Pertama, kajian jiwa yang berkaitan dengan daya jiwa,

al-Ghaza>li> hanyalah meniru filosof muslim sebelumnya. Terutama Ibn

Si>na (370-428 H), bahkan bisa dikatakan hanya sebatas pengutip saja.

Hal ini dapat disimpulkan bila membandingkan ‚Ma‘a>rij al-Quds fi Mada>rij Ma’rifah al-Nafs‛

250 dengan ‚al-Naja>h‛ karya Ibn Si>na>. Oleh

karena itu, jiwa bagi Abu H{amid al-Ghaza>li> adalah penyempurna

material mekanik, meniru Aristoteles (384-322 SM). Kedua, kajian

jiwa yang berkaitan dengan pendidikan akhlak, al-Ghaza>li> berkreasi

dan berinovasi dalam bidang ini.251

Al-Ghaza>li> memberikan perhatian

besar untuk memkaji jiwa. Baginya, kajian jiwa merupakan sarana

mengenal Allah, mengenal jiwa merupakan kunci mengenal Allah.252

247

Abu ‘Ali Ibn Si>na, Al-Isha>ra>t wa al-Tanbi>ha>t, Ed. Sulaiman Dunya>

(Cairo: Da>r al-Ma‘a>rif, 1985), Cet. III. 248

‘Ali Arslan Aydi>n, Al-Ba’th wa al-Khulu>d, 253. 249

Mahmu>d Qa>sim, Fi> al-Nafs wa al-‘Aql , 153. 250

Abu Ha>mid al-Ghaza>li>, Ma ‘a>rij al-Quds fi Mada>rij Ma’rifah al-Nafs,

(Beiru>t: Da>ral-Kutub al-Ilmiyah, 1988). 251

Muh}ammad \Naja>ti>, Al-Dirasa>t al-Nafsaniyah, 166. 252

Abu Ha>mid al-Ghaza>li>, Kimiya>’ al-Sa‘a>dah, Ed. Muh}ammad ‘Abd al-

‘Ali>m (Cairo: Maktabah al-Qur’a>n, 1987), 23-25. Lihat juga Abu Ha>mid al-Ghaza>li>,

Ma‘a>rij al-Quds fi> Mada>rij Ma’rifah al-Nafs, 32.

Page 101: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

88

Filosof muslim dari negeri sebelah Barat, ‚Ibn Ba>jjah253

(475-

533 H) menulis buku khusus tentang jiwa ‚Kita>b al-Nafs‛ seperti

Aristoteles (384-322 SM). Baginya, kajian jiwa merupakan

pendahuluan dan pengantar yang harus dikaji terlebih dahulu sebelum

memasuki ilmu yang lain, termasuk mengenal Allah Ta‘a>la>.254

Urgensitas dan keutamaan mengkaji ilmu jiwa dan bahkan untuk

mengenal Allah swt yang diungkapkan Ibn Ba>jjah sepertinya

terpengaruh oleh al-Ghaza>li> (450-505 H).255

Sementara pentingnya

mengkaji jiwa dalam mengkaji alam, sangat jelas terpengaruh oleh

Aristoteles (384-322 SM) yang tidak memisahkan kajian jiwa dengan

kajian makhluk hidup. Setidaknya tampak dalam pembagian daya jiwa

yang mengadopsi pembagian Aristoteles.

Pengaruh Ibn Rushd (520-595 H) begitu besar terhadap

pemikiran Eropa. Dari komentar-komentarnyalah Eropa mengenal

Aristoteles. Oleh karena itu, gelar komentator besar Aristoteles

dianugrahkan kepadanya. Ibn Rushd banyak mengenal karya

Aristoteles yang tidak dikenal filosof Timur (al-Mashriq).256 Ibn Rushd

seperti filosof Timur sebelumnya, menyatakan bahwa jiwa manusia

ha>dith seperti teori Aristoteles. Jiwa tercipta ketika material alami

mekanik telah mempunyai potensi untuk hidup, yaitu suatu kondisi

pencampuran sperma di rahim hingga siap menerima jiwa. 257

Ibn Rushd lebih Aristotelian, baginya jiwa manusia akan binasa

dan tidak kekal seperti pendapat Aristoteles. Jiwa manusia akan

hancur dan bersatu dengan jiwa universal. Jiwa Universal inilah yang

menurutnya kekal dan abadi. Sehingga, yang membedakan antara

personal manusia adalah material (al-Ma>dah) sedangkan bentuknya

253

Dia adalah Abu Bakr Muh}ammad ibn Yah}ya ibn S{aig al-Tajibi>, dikenal

dengan gelar Ibn Ba>jjah, yang berarti perak dalam bahasa Eropa barat. Sarjana Barat

mengenalnya dengan Avempace. Dia lahir di Saragoza (Saraqustah), negeri Andalus

(Spanyol) sekitar 475 H./ 1082 M. Dia dipercaya Abu Bakr ibn Ibrahi>m manjadi wali

Granada (Garna>t}ah), kemudian Saragoza. Sebelum invasi Alfonso I raja Aragon dia

pindah ke Fa>s, negeri daulah Mura>bit}in, dan meninggal disana pada 533 H./ 1138 M.

Ibn Ba>jjah merupakan tokoh filsafat, kedokteran, matematika, sastra, dan musik.

Lihat Jama>l al-Di>n al-Qift}i>, Ikhba>r ‘Ulama’ bi Akhba>r al-Hukama’, 265. 254

Abu Bakr Muh}ammad Ibn Ba>jjah al-Andalu>si>, Kita>b al-Nafs, Ed.

Muh}ammad S{agi>r H{asan al-Ma’s}u>mi> (Beiru>t: Da>r S{a>dir, 1991), 29. 255

Muh}ammad ‘Uthma>n Naja>ti>, Al-Dirasa>t al-Nafsaniyah, 207. 256

Muh}ammad ‘Uthma>n Naja>ti>, Al-Dirasa>t al-Nafsaniyah, 234. 257

Mahmu>d Qa>sim, Fi al-Nafs wa al-‘Aql, 150.

Page 102: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

89

(al-Su>rah) sama dan menyatu. Oleh karena itu, dalam membaca karya

Ibn Rushd tentang jiwa, bila ia berbicara kekekalan jiwa berarti yang

dimaksud adalah jiwa alam semesta (jiwa universal), bila ia berbicara

jiwa binasa berarti yang dimaksud adalah jiwa manusia.258

258

Muh}ammad Qamar al-Daulah, Nus}us} al-Falsafiyah, 126.

Page 103: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

90

Page 104: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

91

BAB III

AKHIRAT DI MATA FILOSOF

A. Antara Teolog dan Filosof

Bila disebut filosof dan filsafat Islam, yang muncul tentunya:

al-Kindi> (185-252 H), al-Fa>ra>bi> (260-339 H), Ibn Si>na> (370-428 H),

Ibn Rushd (520-595 H) dan filsafat mereka. Bila disebut Teolog dan

‘Ilm al-Kala>m, yang mucul tentunya: al-Qa>di> ‘Abd al-Jabba>r (359-415

H), al-Ghaza>li> (455-505 H), Fakhr al-Di>n al-Ra>zi> (544-606 H), Sa’d

al-Di>n al-Taftaza>ni> (722-792 H), berserta alirannya seperti Mu’tazilah,

Ash‘ariyah, Syi‘ah, dan lainnya. Seorang teolog sering kali disebut

filosof merangkap teolog, berbeda dengan filosof yang tak layak

menyandang gelar teolog. Bisa dirumuskan, setiap teolog biasanya

juga seorang filosof dan tidak sebaliknya. Karena pada kenyataanya

teolog turut berfilsafat, memakai filsafat melawan filsafat.

Apakah dan siapakah itu filosof dan filsafat Islam yang

sebenarnya? Baik penulis muslim maupun peneliti Barat dengan jelas

menyimpulkan bahwa filsafat Islam adalah filsafat Yunani kuno dan

Helenisme kuno yang diselaraskan dengan agama Islam. Filosof

muslim adalah orang-orang yang berwawasan Yunani dan berusaha

menyelaraskan antara ilmu Yunani dengan agama yang diyakininya.1

Semua peneliti membatasi pemikiran filsafat Islam hannya pada satu

bagian, yaitu filsafat Islam dengan metodologi Yunani. Filsafat Islam

yang bermula ketika dilakukannya transformasi keilmuan Yunani:

filsafat, matematika, kedokteran, kimia, astrologi, dan lainnya ke

dunia Islam melalui gerakan penerjemahan yang digalakkan khilafah

‘Abbasiyah. 2

1 ‘Ali Sa>mi > al-Nashsha>r, Nash’ah Fikr al-Falsafi> fi> al-Isla>m (Cairo: Da>r al-

Sala>m, 2008), Vol. I, 37. 2 Khilafah Bani Abbasiyah adalah kekhilafahan ke-3 dalam sejarah Islam,

setelah al-Ra>shi>di>n dan Bani Umayyah. Didirikan oleh Abu ‘Abba>s al-Safah pada

132 H./ 750 M. dengan Irak sebagai ibukotanya. Al-Mu’tas}im bi Allah khalifah

terakhirnya, hancur oleh serangan bangsa Mongol (Tata>r) dibawah pinpinan Jengis

Khan pada 656 H/ 1258 M Lihat Jala>l al-Di>n al-Sayu>t}i>, Tari>kh al-Khulafa’ (Beiru>t:

Da>r Ibn H{azm, 2003), 204.

Page 105: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

92

Pada awal tahun 40-an abad ini, seorang guru besar filsafat

Islam pertama: Mus}t}afa> ‘Abd al-Ra>ziq3 (1885-1947 M) datang

membawa gagasan baru. Menurut Grand Shaikh al-Azhar yang pernah

menjadi tenaga pengajar di Sorbone University Prancis ini menyatakan

bahwa filsafat Islam adalah ilmu kalam, filsafatnya al-Fa>ra>bi> (260-339

H) dan Ibn Si>na> (370-428 H), bukanlah filsafat Islam yang sebenarnya,

tapi filsafat Yunani yang diislamkan. Filsafat Islam bukan hanya

filsafat Peripatetic Yunani saja, tapi juga mencakup ilmu al-Kalam,

Tasawwuf, dan bahkan Usul al-Fiqh. 4

Pemikiran Mustafa ‘Abd al-Ra>ziq ini cukup besar pengaruhnya

terhadap penulis-penulis filsafat Islam sesudahnya. Banyak karya-

karya dengan label filsafat Islam yang justru isinya Ilmu al-Kalam.

Pendukung utama pemikiran Mustafa> ‘Abd al-Ra>ziq adalah muridnya

sendiri, ‘Ali Sa>mi> al-Nashsha>r5 (1917-1980 M) dalam bukunya

‚Nash’ah al-Fikr al-Falsafi> fi> al-Isla>m‛. Bahkan ia memasukkan ilmu

3 Dia adalah Mustafa ‘Abd al-Ra>ziq pembaharu filsafat Islam di era modern,

penulis pertama sejarah filsafat Islam dengan bahasa Arab di era modern, penggagas

ajaran filsafat Arab yang didirikan diatas agama Islam. Ia lahir di al-Minya>, Mesir

pada 24 Rabiul Awal 1304 H/ 1985 M dari keluarga kaya. Ayahnya pendiri Koran

‚al-Jari>dah‛ dan pendiri partai ‚Hizb al-Ummah‛. Dia hafal al-Quran semenjak kecil

dan mengecap pendidikan di al-Azhar, disanalah ia bertemu dengan Imam

Muhammad ‘Abduh. Dia pernah menjadi tenaga pengajar ‚Us}u>l Shari‘ah al-

Isla>miyah, di Sorbone University dan Lion university di Prancis. Dia pernah

menjabat menteri perwaqafan sebanyak 8 kali, Guru besar Filsafat Islam Universitas

Cairo, dan terakhir Grand Syaikh al-Azhar. Mustafa ‘Abd al-Razza>q wafat pada 15

Februari 1947. Lihat Khair al-Di>n al-Zirikli>, Al-A’la>m, Vol. VII, 231. 4 Must}afa> ‘Abd al-Ra>ziq, Tamhi>d li Ta>ri>kh al-Falsafah al-Isla>miyah (Cairo:

Maktabah al-Usrah, 2007), 31. 5 Dia adalah ‘Ali Sa>mi al-Nashsha>r, Lahir di Cairo pada 19 Januari 1917,

kemudian keluarganya pindah ke kampungnya di Dimyat}. Dia menempuh pendidikan

di Fakultas Adab Universitas Cairo. Disanalah ia belajar filsafat dari guru-guru

filsafat dan guru orientalis seperti Andre Lalande. Tesisnya dengan judul ‚Mana>hij

al-Bah}th ‘inda Mufakkiri al-Isla>m wa Naqd al-Muslimi>n li al-Mantiq Arist}u>t}a>lis‛

dibawah bimbingan Mustafa ‘Abd al-Ra>ziq. Gelar doktoral diperolehnya di

Cambridge University dibawah bimbingan Arthur John Arberry. Lihat profilnya

dalam ‘Ali Sa>mi al-Nashsha>r, Mana>hij al-Bah}th inda al-Mufakkiri> al-Isla>m (Cairo:

Da>r al-Sala>m, 2007), 316-317.

Page 106: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

93

sosial atau filsafat politik, filsafat sejarah, dan filsafat al-Nahw

(bahasa) termasuk ke dalam kategori filsafat Islam.6

Filsafat Yunani tersebar di dunia Islam, sebagian muslimin

mengikutinya, muncullah al-Kindi> (185-252 H), al-Fara>bi> (260-339 H),

Ibn Si>na> (370-428 H) dan lainnya. Kontribusi mereka lebih identik

dengan para komentator belaka. Mu’tazilah sebagai teolog pertama,

telah menyadari adanya jurang pemisah yang dalam antara unsur-unsur

filsafat Yunani dengan akidah Islam. Secepatnya terjadilah

perselisihan antara teolog dan filosof, kemudian teolog mengadopsi

filsafat Yunani itu sendiri. Perselisihan antara keduanya terus

membara, apinya tak kunjung padam. Ketika terbentuk aliran

Ash‘ariyah yang mempresentasikan Islam, tokoh-tokoh besarnya

seperti al-Ba>qila>ni>7 (328-402 H), Ima>m al-H{aramain al-Juwaini>

8 (419-

6 ‘Ali Sa>mi al-Nashsha>r, Nash’ah Fikr al-Falsafi> fi al-Isla>m, 47-48.

7 Dia adalah al-Qa>d}i Abu Bakr Muhammad ibn al-T{ayyib ibn Muh}ammad

ibn Ja’far ibn Qa>sim, al-Bas}ri, al-Bagda>di>, Ibn al-Ba>qila>ni (328-402 H), (950-1013

M). Dia digelari juga dengan ‚Saif al-Sunnah‛ dan ‚Lisa>n al-Ummah‛. Teolog

dengan lidah Ahl al-Hadis dan aliran Abu al-H{asan al-‘Ash‘ari>. Tidak ada riwayat

pasti kelahirannya, namun ia dinisbatkan ke Basrah kemudian pindah ke Bagda>d,

disanalah ia menuntut ilmu. Dia belajar ilmu dialektika (al-Naz}r) dari ‘Abd Allah ibn

Muja>hid al-T{a>i> sahabat al-Ash‘ari>. Dia seorang tokoh besar teolog As‘ari>, banyak

karyanya yang ditulisnya untuk melawan aliran melenceng dari ajaran Islam, seperti

al-Ra>fida}ah, al-Mu’tazilah, al-Jahmiyah, al-Khawa>rij dan lainnya. Lihat profilnya

dalam: Abu Bakr al-Ba>qila>ni>, Tamhi>d al-Awa>il wa Talkhi>s al-Dala>il, Ed. ‘Ima>d al-

Di>n Ahmad H{aidar (Beiru>t: Muassasah al-Kutub al-Thaqa>fiyah, 1987), 9-21. 8 Dia adalah ‘Abd al-Malik ibn ‘Abd Allah ibn Yu>suf ibn ibn Muhammad

ibn Juwaih, al-Juwaini>, al-Sinbasi>, al-T{a>i>, al-Naisa>bu>ri>, al-Sha>fi‘i>. Digelari dengan

abu al-Ma‘a>li, digelari juga dengan Imam al-H{aramain, D{iya’ al-Di>n dan Fakhr al-

Isla>m. Lahir di Naisabu>r 419 H. Tumbuh dalam keluarga yang taat dan saleh,

ayahnya imam tafsir, fiqih, adab, dan mengajar fiqih disebuah sekolah di Naisabu>r.

Awalnya ia Berjaya di Naisabu>r dan sekitarnya, kemudian gaungnya sampai ke Irak,

Sha>m, Hija>z dan Mesir. Namun dia mendapat beberapa masalah (konflik), hingga

harus meninggalkan Naisabur, dan pindah ke Bagdad, kemudian Hija>z, dan Makkah.

Setelah perjalanan panjang menuntut dan menebar ilmu, dia tertimpa sakit dan pergi

ke Bushtiqa>n untuk berobat, dan bertambah parah hingga meninggal di sana pada

478 H. Lihat profilnya Ibrahi>m al-Fazza>wi> ibn al-Firka>h} al-Shafi‘i >, Sharh} al-Waraqa>t

li Ima>m al-H{aramain al-Juwaini, Ed. Sa>rah Sha>fi> al-Ha>jiri> (Kuwait: Da>r al-Bashsha>ir

al-Isla>miyah, 1997 H). Lihat Ashraf H{arfu>sh, Falsafah al-Kala>m ‘inda Ima>m al-

H{aramain al-Juwaini (Damaskus: al-H{ismah, 1994), 7-24.

Page 107: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

94

478 H) dan lainnya, berdiri tegak mengikuti jejak pendahulunya

berdebat melawan filosof. Sampailah puncak perdebatan ketika Abu>

H{amid al-Ghaza>li> (450-505 H) mengkampanyekan pengkafiran filosof

muslim atas nama Islam.9

Islam telah meletakkan dengan jelas dasar-dasar metafisika (al-Ghaibiya>t), tidak ada celah bagi akal untuk berijtihad dalam berbagai

sisinya. Ajaran metafisika telah diletakkan dengan sempurna.

Sementara filsafat Yunani membahas segala hal yang ada dari sisi

keberadaanya, dan berusaha menafsirkan sebatas kemampuan. Filosof

muslim mendapatkan filsafat Yunani, mempelajarinya, dan menulis

karya-karya filsafat. Namun, yang didapatkan dari karya-karya mereka

bukanlah barang baru. Karya mereka hanyalah campur aduk dan

tumpang tindih filsafat Peripatetic, Platonism, Neo-Platonism disertai

usaha yang sering kali gagal dalam menyelaraskan filsafat-filsafat

tersebut dengan pemikiran Islam.10

Ciri khas filsafat yang disebut dengan ‚filsafat Islam‛ tersebut

adalah kemiripannya dengan filsafat Yunani, dengan beberapa

perbedaan yang tak berarti, yang tak menyubah esensi filsafat

Helenisme Yunani. Filsafat mereka hanyalah perluasan dan

perpanjangan filsafat Yunani kuno. Mereka merupakan pusat-pusat

kajian Yunani yang berada di dunia Islam. Islam tidak menerima dan

menolak filsafat Yunani. Islam memandangnya sebagai infiltrasi asing

ke dalam peradaban Islam.11

Ernest Renan (1823-1892 M.) menyatakan bahwa yang

menerima filsafat Yunani adalah para pemikir muslim, bukan

muslimin. Pemikir muslim menerimanya dengan tangan terbuka,

bahkan hampir sempurna, tanpa ada kreasi yang berarti. Namun,

Ernest Renan juga menyadari kejeniusan dan orisinalitas filsafat Islam

yang berada pada ‘Ilm al-Kala>m: ‚Identitas Arab dan kejeniusannya

yang sebenarnya hanya ditemukan pada aliran-aliran Islam

keagamaan‛. Dengan berpengang pada al-Quran dan al-Sunnah, teolog

meletakkan dasar-dasar metafisika berlawanan dengan metafisika

Yunani. Teolog memerangi filsafat Yunani, terbentuklah aliran filsafat

dalam setiap lini yang digeluti Yunani: Allah, esensi, wuju>d,

9 Abu H{a>mid al-Ghaza>li>, Taha>fut al-Fala>sifah, 225.

10 ‘Ali Sa>mi> al-Nashsha>r, Nash’ah Fikr al-Falsafi> fi al-Isla>m, Vol. I, 40.

11 ‘Ali Sa>mi> al-Nashsha>r, Nash’ah Fikr al-Falsafi> fi al-Isla>m, Vol. I, 40.

Page 108: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

95

kausalitas, gerak, ruang berisi, ruang hampa.. dst. Teolog punya

pemahaman keislaman tersendiri.12

‘Ilm al-Kalam merupakan produk filsafat murni muslimin. Tak

diragukan lagi, muslimin berada di tengah-tengah filsafat dan

dihadapan serangan filosofis dari berbagai agama, akidah-akidah

filosofis yang beragam, aliran filsafat Timur yang tersebar di negeri

yang ditaklukkan. Terutama dalam menghadapi serangan uskup-uskup

gereja, yang berbicara tentang karakteristik ‚Jesus‛ dan ‚firman‛

dalam kitab-kitab muslimin. Harus diakui, teolog mengadopsi

beberapa pemikiran filsafat asing secara parsial, namun tidak

mengubah esensi ‘Ilmu al-Kala>m secara umum.13

Tasawwuf merupakan filsafat akhlak murni muslimin.

Berpegang kepada al-Quran dan al-Sunnah, pada awalnya berbentuk

hidup zuhud, dari sinilah dibangun filsafat akhlak Islam. Namun akibat

pengaruh filsafat yang ada, sebagian sufi mulai membahas metafisika

perspektif Yunani. Akhirnya sebagian sufi mengadopsi ajaran ‚Weda‛

India, ‚Illuminati‛ Persia, berpegang pada teori emanasi Plotinus (205-

270 M), terpengaruh Plato (427-347 SM) dan Aristoteles (384-322

SM), kemudian mereka juga menemukan ajaran penting dalam aliran

Hermesianism,14

yang berujung pada lahirnya berbagai akidah seperti

H{ulu>l dan Wih}dah al-Wuju>d.15

Us}u>l al-Fiqh merupakan filsafat hukum (Falsafah al-Tashri>‘i>yah) murni muslimin. Logika Ushu>l al-Fiqh setara dengan

logika Aristoteles. Kaidahnya diletakkan oleh sebagian sahabat, ketika

berbicara tentang kritik hadis dan analogi (qiya>s). Kemudian Tabi‘i>n

12

‘Ali Sa>mi> al-Nashsha>r, Nash’ah Fikr al-Falsafi> fi al-Isla>m, Vol. I, 43-44. 13

‘Ali Sa>mi> al-Nashsha>r, Nash’ah Fikr al-Falsafi> fi al-Isla>m, Vol. I, 40. 14

Hermensianism merupakan pengikut Hermes. Dalam literatur Islam

Hermes disebut sebagai nabi Idris as. Mungkin karena banyak peninggalannya yang

sangat dekat dengan kisah nabi Idris berikut ajarannya. Sedangkan dalam literatur

Yunani, Hermes dikenal sebagai salah satu dewa. Herodotus menuliskan bahwa

nama-nama dewa Yunani datang dari Mesir. Sepertinya ajaran Hermes disampaikan

secara lisan pada penyikutnya, namun tulisan tentang ajaran ini baru di mulai di

Alexandria pada abad I atau II Masehi. Manuskrip yang diperoleh telah tercampur

dengan pengaruh filsafat Yunani di Alexandria ketika itu. Lihat Mustafa> al-

Nashsha>r, Madrasah al-Iskandariyah al-Falsafiyah baina Tura>th al-Sharqi> wa

Falsafah al-Yuna>niyah, 111-118. 15

Ali Sa>mi> al-Nashsha>r, Nash’ah Fikr al-Falsafi> fi al-Isla>m, Vol. I, 45.

Page 109: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

96

menambahkan berbagai unsur ke dalamnya. Imam al-Shafi‘i>16

(150-

204 H) dan murid-muridnya mengonsepnya dengan bentuk yang

sempurna.17

Kemudian diadopsi oleh Mu’tazilah dan ‘Ash‘ariyah.

Mereka tidak hanya mengadopsi analogi (qiya>s) Aristoteles, tapi

mampu mengembangkannya dengan cemerlang, menjadi metodologi

eksperimental yang baru, yang ditemukan Eropa dikemudian hari di

era Modern.18

Islam telah meletakkan dalam al-Quran dan hadis teori umum

tentang politik, ima>mah, atau khilafah. Muslimin berbeda pendapat

dalam penafsirannya. Akibatnya muncullah perang berdarah, dan

terbentukkan partai (aliran) politik. Setiap kelompok menggunakan

gaya yang berbeda dalam mengekspresikan alirannya. Pada akhirnya

muncullah ilmu sosial. Lahirnya filsafat politik muslimin dikemudian

hari, yang setara dengan filsafat politik Yunani dan Persia yang

dibawa para penerjemah. Sehingga ada dua filsafat potitik di dunia

Islam, yang murni dan yang telah disesuaikan dengan peradaban lain.19

Tak semua kalangan menerima penyamaan teolog dan filosof.

Ahmad Fuad al-Ahwa>ni> (1908-1970 M) menunjukkan sikap kontra

terhadap gagasan Mustafa ‘Abd al-Ra>ziq (1885-1947 M) dan

alirannya.20

Ada problema yang harus diluruskan. Apakah benar

filsafat Islam yang sebenarnya adalah ‘Ilm al-Kala>m? Ataukah filsafat

Islam satu disiplin ilmu, dan ‘Ilm al-Kala>m disiplin ilmu lain yang

jelas-jelas berbeda? Ataukah ‘Ilm al-Kala>m merupakan cabang dari

16

Dia adalah Abu ‘Abd Allah ibn Muhammad ibn Idri>s al-Shafi‘i>, tokoh Ahl

al-Sunnah wa al-Jama>‘ah terkemuka, Imam Mazhab fiqih, pencetus ilmu Us}u>l al-

Fiqh. Dia lahir di Gaza, Palestina pada 150 H/ 766 M. Ayahnya meninggal diwaktu

kecil, dan ia dibawa ibunya ke Makkah, tumbuh dan belajar disana. Ia hafal al-

Muwat}t}a’ di umur sepuluh tahun. Dia belajar kepada Ima>m al-Malik di Madinah

sampai wafatnya, kemudian pindah ke Yaman, ke Irak belajar fiqih Hanafi, dan

terakhir ke Mesir. Di Iraklah dia mulai menulis buku dengan ‚Qaul al-Qadi>m‛

sehingga digelari Na>s{ir al-Sunnah dan diperbaharuinya di Mesir ‚Qaul al-jadi>d‛.

Shafi‘i> meninggal di Mesir pada Rajab 204 H. Lihat ‘Abd al-H{ali>m al-Jundi>, Ima>m

al-Sha>fi‘i>: Na>s}ir al-Sunnah, Wa>d}i’ al-Us}u>l (Cairo:Da>r al-Ma‘a>rif, 1994), Cet. IV. 17

Mustafa> ‘Abd al-Ra>ziq, Tamhi>d li Ta>rikh al-Falsafah al-Islamiyah, 80,

236-252. 18

Ali Sa>mi> al-Nashsha>r, Nash’ah Fikr al-Falsafi> fi al-Isla>m, Vol. I, 46. 19

Ali Sa>mi> al-Nashsha>r, Nash’ah Fikr al-Falsafi> fi al-Isla>m, Vol. I, 47. 20

Ahmad Fua>d al-Ahwa>ni>, Al-Falsafah al-Isla>miyah (Cairo: al-Hai’ah al-

Masriyah al-‘A<mah li al-Kutub, 1985), 18.

Page 110: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

97

filsafat? Menurutnya, ‘Ilm al-Kala>m tidak sama dengan filsafat.

Filsafat merupakan kajian tentang alam dan manusia. Sedangkan ‘Ilm

al-Kala>m adalah ilmu memperkokoh akidah-akidah keagamaan dengan

argumentasi rasionalis.

Ahmad Fuad al-Ahwa>ni (1908-1970 M) mengakui, memang

banyak pakar filsafat yang menyamakan antara filosof dan teolog.

Namun, menurutnya penyamaan itu tidaklah tepat dengan berbagai

alasan. Pertama, karena adanya perbedaan mendasar pada landasan

utama dan metodologi yang digunakan. ‘Ilm al-Kala>m berlandaskan

agama, ‘Ilm al-Kala>m merupakan ilmu agama, setara dengan ilmu

teologi Kristen pada waktu itu. Sekalipun dengan beberapa perbedaan

dalam kedua ilmu tersebut. Tidak diragukan lagi, filsafat merupakan

kajian yang berbeda dengan kalam dan teologi. Filsafat menggunakan

metodologi argumentatif rasionalis, sedangkan ‘Ilm al-Kalam

menggunakan metodologi dialektik (debat).‛21

Kedua, ‘Ilm al-Kala>m dan filsafat berbeda dari segi objek

bahasan. Objek kajian ‘Ilm al-Kala>m adalah Allah dan sifatnya serta

hubungannya dengan alam dan manusia. Sedangkan objek kajian

filsafat adalah membahas segala yang ada dari sisi keberadaannya.

Tidak masalah bila seorang filosof dalam pemikirannya berakhir

dengan menetapkan adanya penyebab pertama alam semesta ini, yaitu

Allah. Atau penggerak pertama seperti pemikiran Aristoteles (384-322

SM), dan Allah disebut dengan penggerak alam semesta yang tak

bergerak. Tidak sedikit pula filosof naturalis pemikirannya berujung

mengingkari adanya Tuhan. Alam semesta qadi>m dan bergerak dengan

sendirinya.22

Objek dasar kajian ‘Ilm al-Kalam adalah Allah dan sifatnya,

dan hubungannya dengan alam dan manusia yang hidup di muka bumi

sesuai dengan tuntunan syariah yang diturunkan dalam kitab suci.

Teolog menerima akidah Islam apa adanya dari al-Quran tanpa ada

yang diragukan lagi, seperti eksistensi Allah, keesaan-Nya, keadilan-

Nya, akhirat dan kemudian berusaha untuk menguatkannya dengan

argumentasi rasionalis. Perbedaan yang sangat besar, antara orang

yang menempuh medan pemikiran yang bebas dari pemikiran

sebelumnya, dengan orang yang menempuh medan pemikiran yang

21

Ahmad Fua>d al-Ahwa>ni>, Al-Falsafah al-Isla>miyah, 19. 22

Ahmad Fua>d al-Ahwa>ni>, Al-Falsafah al-Isla>miyah, 19.

Page 111: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

98

terikat dengan pemikiran sebelumnya, yang tak dapat ditembus kecuali

dengan upaya pentakwilan.23

Ketiga, istilah filosof sendiri dipakaikan dengan jelas bahwa

dia seorang yang berwawasan Yunani, dengan segala disiplin ilmunya.

Kata filsafat merupakan infiltrasi bahasa asing ke dalam bahasa Arab.

Jama>l al-Di>n al-Qift}i>24

(568-646 H) dalam ‚Ikhba>r al-‘Ulama’ bi Akhba>r al-H{ukama’‛ menyatakan bahwa ‚Oleh karena Aristoteles

muncullah banyak filsafat dan ilmu-ilmu kuno lainnya di dunia

Islam.‛25

Kajian tentang Tuhan (al-Ila>hiya>t) adalah mahkota dari kajian

filsafat Yunani, bukan segala-galanya. Pada dasarnya filosof adalah

seorang dokter, matematikawan, ahli kimia, ahli fisika, astronomi,

bootani, zoologi, dan disiplin ilmu lainnya yang turut serta bersama

filsafat. Sementara ‚al-Kala>m‛ bahasa Arab, tidak ada yang

meragukan ‘Ilm al-Kala>m orisinal milik Arab. Pada awalnya tumbuh

dari perdebatan antara Hana>bilah,26

Mu’tazilah dan Ash‘ariyah tentang

al-Quran, apakah qadi>m atau makhluk? Permasalahan yang hangat

diperdebatkan pada masa khilafah Abbasiyah.27

Pro kontra seputar penyamaan ‘Ilm al-Kala>m dengan filsafat

Islam tak kunjung selesai, keduanya mempunyai pendukung masing-

masing. Perbedaan pandangan sebenarnya timbul dari pemahaman

mereka terhadap kata filsafat itu sendiri. Ahmad Fuad al-Ahwa>ni>

23

Ahmad Fua>d al-Ahwa>ni>, Al-Falsafah al-Isla>miyah, 20. 24

Dia adalah Jama>l al-Di>n Abu al-H{usain ‘Ali ibn Yu>suf ibn Ibra>hi>m al-

Shaiba>ni> al-Qift}i> al-Misri>, seorang sejarawan dan dokter Arab (568-646 H), (1172-

1248 M). Lahir di Qift} (S{a‘i>d, Mesir) dan tinggal di H{alab. Dia diangkat menjadi

Qa>d}i> oleh al-Z{a>hir, dan diangkat menjadi menteri oleh al-‘Azi>z, dan digelari ‚Wazi>r

al-Akram‛ (Menteri yang mulia). Ia lapang dada dan rendah hati, suka mengoleksi

buku, perpustakaannya senilai 50.000 Dinar, tidak ada yang ia cintai di dunia ini

selain buku-bukunya itu. Dia tidak punya rumah dan tidak beristri dan meninggal di

H{alab. Lihat Shams al-Di>n al-Dhahabi>, Siyar al-A’la>m al-Nubala’, Vol. 23, 227. 25

Jama>l al-Di>n al-Qift}i>, Ikhba>r al-‘Ulama’ bi Akhba>r al-H{ukama’, 22. 26

Hana>bilah adalah pengikut Imam Ahmad ibn Hanbal, imam mazhab Ahl

al-H{adi>th. Pada awalnya hanyalah mazhab fiqih berpegang pada Imam Ahmad ibn

H{anbal, namun kemudian hari berkembang menjadi aliran teologis tentang Asma>’

dan S{ifa>t terutama masalah makhluknya al-Quran. Aliran ini merupakan genre aliran

salafi yang berpegang kuat pada teks dan menolak penguasaan akal dalam urusan

agama. Lihat Muhammad ‘Ima>rah, Tayyara> al-Fikr al-Isla>mi>, 130-132. 27

Ahmad Fua>d al-Ahwa>ni>, Al-Falsafah al-Isla>miyah, 20-21.

Page 112: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

99

(1908-1970 M) yang memandang filsafat sebagai peradaban asing

Yunani sama dengan pandangan Abu Qa>sim S{a>‘id al-Andalu>si>28

(420-

462 H) dalam ‚T{a>biqa>t al-Umam‛ menyatakan bahwa ‚Belum ada

dalam Islam yang dikenal sebagai ahli filsafat hingga disebut seorang

filosof selain Ya’qu>b ibn Isha>q al-Kindi>.‛29

Pemakaian gelar ‚Filosof‛ pertama kali untuk al-Kindi> (185-

252 H) tak ada yang menyangsikan. Arab mempunyai padanan kata

filosof, yaitu ‚al-H{aki>m‛ atau ‚al-H{ukama’‛. Istilah al-H{ukama’ dan

Fala>sifah bersinonim dalam literatur Islam. Namun, S{a‘id al-Andalu>si>

(420-462 H) juga turut menafikan sebutan orang bijak (al-H{aki>m)

pada Arab jahiliyah sebelum Islam: ‚Adapun seluruh suku Arab pada

masa jahiliyah……..belum ada diantara mereka seorang berilmupun

(al-A<lim) yang disebut, dan orang bijak (al-H{aki>m) yang terkenal.‛30

Yang dimaksud dengan orang alim dan bijak oleh S{a>‘id al-

Andalusi> adalah orang yang mengusai filsafat dengan berbagai disiplin

ilmu yang turut ikut bersamanya, terutama kedokteran yang sangat

dibutuhkan Arab. Bahkan menurutnya, susah mencari dokter asli Arab

di zaman Nabi saw.31

Begitulah kondisi keilmuan sampai pada masa

Bani Umayyah.32

Keilmuan baru menggeliat semenjak Khalifah II

Bani Abbasiyah ‚Abu Ja’far al-Mansu>r‛ (95-158 H), dan puncaknya

28

Dia adalah seorang faqih, ilmuan, sejarawan, dan juga hakim. Nama

lengkapnya Abu al-Qa>sim S{a>id ibn Ahmad ibn ‘Abd al-Rah}ma>n ibn Muhammad ibn

S{a’id al-Tagli>bi>. Berasal dari kabilah Tagallub yang datang pada penaklukan Islam

ke Andalus. Lahir di Mariah 420 H/ 1029 M. T{abiqa>t al-Umam merupakan buku ke

empat, tiga buku pertama ‚H{araka>>t al-Nuju>m wa al-Kawa>kib‛, ‚Diyana>t wa al-

Mu’taqida>t wa al-Firaq al-Islamiyah wa gair al-Isla>miyah‛, ‚Jawa>mi’ al-Akhba>r al-

Arab wa al-‘Ajam‛ tak ditemukan lagi. S{a‘id meninggal pada 460 H/1070 M. Lihat

H{ayah ‘I<d bu ‘Ilwa>n, Tabiqa>t al-Umam: Dira>sah wa Tahqi>q (Beiru>t: American

University, 1983), 40-45. 29

Abu al-Qa>sim S{a>‘id al-Andalu>si>, T{abiqa>t al-Umam, Ed. Saint Louis

Jesuit Shaikha (Beiru>t: Maktabah al-Kathu>likiyah li Aba>’ al-Yasu>‘i>yi>n, 1912), 52. 30

Abu al-Qa>sim S{a> ‘id al-Andalu>si>, T{abiqa>t al-Umam, 42. 31

Abu al-Qa>sim S{a> ‘id al-Andalu>si>, T{abiqa>t al-Umam, 47. 32

Khilafah Bani Ummayyah adalah kekhilafahan kedua setelah al-Rashi>di>n.

Bermula dari akad perdamaian yang disepakati antara H{asan Ibn ‘Ali dengan

Mu‘awiyah pada tahun 41 H/662 M yang dikenal dengan tahun al-Jama>‘ah.

Damaskus dipilih sebagai Ibu kota, Bani Umayyah berakhir dengan pembersihan

yang dilakukan Abu Abbas al-Saffa>h{ pada 132 H/ 750 M. Lihat Jala>l al-Di>n al-

Sayu>ti>, Tari>kh al-Kulafa’, 155.

Page 113: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

100

pada khalifah VII ‚al-Ma’mu>n‛ (170-218 H), dengan kepiawaian

diplomatiknya, mengirim hadiah besar kepada kaisar Romawi Timur,

dan meminta kaisar membalasnya dengan buku-buku filsafat Plato

(427-347 SM), Aristoteles (384-322 SM), Plotinus (205-270 M),

Galenus (129-200 M) dan lainnya. Kemudian terbentuklah gerakan

penerjemahan besar-besaran, terjadilah transformasi keilmuan Yunani,

yang berujung dengan apa yang disebut dengan malapetaka Yunani

(al-Fitnah al-Yuna>niyah).33

Sebaliknya, Mustafa ‘Abd al-Ra>ziq (1885-1947 M)

memandang filsafat dengan pemahaman yang lebih luas, filsafat

sebagai sebuah pemikiran, inovasi dan kreasi akal yang rapi, sama

dengan pandangan al-Shahrasata>ni>34

(479-548 H) yang memandang

filsafat bukan dalam artian sempit, yang terbatas pada peradaban

Yunani saja. 35

Al-Shahrasata>ni dengan jelas menyatakan adanya

Hukama’ Arab, walaupun jumlahnya sedikit. Al-Shahrasata>ni juga

dengan jelas menyetarakan antara teolog dan filosof. 36

Ibn Khaldu>n37

(732-808 H) juga berpemikiran sama, filsafat

bukanlah domain Yunani, tapi milik seluruh bangsa yang berkreasi dan

berinovasi: ‚Adapun ilmu akal yang merupakan pembawaan alami

33

Abu al-Qa>sim S{a> ‘id al-Andalu>si>, T{abiqa>t al-Umam, 47. 34

Dia adalah Muhammad ibn ‘Abd al-Kari>m ibn Ahmad, digelari abu al-

Fath}, dan popular dikenal dengan ‚al-Shahrasata>ni>‛, tempat kelahirannya di daerah

Khurasan pada 479 H/ 1086 M. Tokoh besar As‘ariyah di zamannya, bermazhab

fiqih al-Shafi‘i>. Karyanya yang paling populer adalah ‚al-Milal wa al-Nih}al‛ dan

‚Niha>yah al-Iqda>m‛. Ia wafat pada 548 H/ 1153 M Lihat profilnya dalam Abu al-

Fath} al-Shahrasata>ni>, Al-Milal wa al-Nih}al, Vol. I, 11-15. 35

Abu al-Fath} al-Shahrasata>ni>, Al-Milal wa al-Nih}al, Vol I, 372-373. 36

Abu al-Fath} al-Shahrasata>ni>, Al-Milal wa al-Nih}al, Vol II, 305. 37

Dia adalah Abu Zaid ‘Abd al-Rah}ma>n ibn Muhammad ibn Khildu>n al-

H{adrami>. Lahir pada 1 Ramad}a>n 732 H/ 27 Mei 1332 M di Tunisia tepatnya di Da>r

al-Ka>inah dan meninggal pada 28 Ramad}a>n 808 H/ 19 Maret 1406 M di Cairo.

Khildu>n merupakan satu kabilah Arab yang turut dalam ekspansi Islam ke Andalusia,

dan menetap di Sevilla (Ashbelia), kemudian pindah ke Tunisia akibat pembersihan

yang dilakukan pasukan salib. Ibn Khaldu>n seorang ahli astronomi, ekonomi,

sejarawan, faqih, ha>fiz}, matematikawan, ahli strategi militer, filosof, pejabat negara,

dan peletak ilmu sosial. Lihat profilnya dalam T{ah}a> Husain, Falsafah ibn Khaldu>n al-

Ijtima>‘iyah: Tahli>l wa Naqd (Cairo: Maktabah al-I’tima>d, 1925), 9-22.

Page 114: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

101

manusia, dari sisi manusia itu berfikir, tidaklah dimonopoli oleh satu

golongan (al-Milah).‛38

Mendefenisikan filsafat sebagai sebuah ilmu, sulit dan bahkan

mustahil. Karena objek kajian filsafat berbeda dari masa ke masa. Pada

satu waktu, filsafat mempunyai objek kajian yang sesuai dengan spirit

zamannya. Bahkan di waktu yang sama, objek kajian filsafat dapat

beragam, sesuai dengan kecendrungan pemikiran dan berbagai faktor

yang mempengaruhi seorang filosof untuk membahas objek tertentu.39

Era pra Socrates (470-399 SM) berbeda dengan masa setelahnya.

Begitu juga filsafat era Helenisme, dan era abad pertengahan.

Alasan Ah}mad Fua>d al-Ahwani> (1908-1970 M) yang

membedakan teolog dan filosof melihat dari objek kajiannya tidaklah

tepat. Baik filosof maupun teolog telah disatukan oleh satu objek yang

sama, yaitu ketuhanan, akhirat, metafisika pembalasan amal

perbuatan. Baik teolog maupun filosof sama-sama berfilsafat

mempertahankan argument masing-masing. Ditambah lagi, istilah

filosof telah dipakai secara luas, cukup misalnya penyebutan Ibn

Taymiyah (661-728 H) yang anti filsafat dengan sebutan ‚Filosof

salafi‛ yang mengeluarkan salafi dari kungkungan teks kepada filsafat

teks.40

Tidak diragukan, filsafat datang dari wawasan keyunanian, dan

‘Ilm al-Kala>m datang dari wawasan al-Quran dan al-Sunnah. Bila

dilihat dari sejarah filsafat dan ‘Ilm al-Kalam di dunia Islam, dapat

dibagi menjadi dua fase:

1. Fase Disintegrasi

Fase ini bermula dipenghujung abad ke-2 Hijriyah dan awal

abad ke-3. Pada masa ini, filosof dan teolog sangatlah berbeda,

bahkan bisa dikatakan musuh bebuyutan. Teolog memandang filosof

sebagai pembid’ah sesat. Sebaliknya, filosof memandang teolog

sebagai orang yang bodoh dan lemah akalnya. Begitu seterusnya pada

abad ke-4, ke-5 dan ke-6 Hijriyah.41

Puncaknya adalah pengkafiran

filosof oleh al-Ghaza>li> (455-505 H) sebagai tokoh teolog Ash‘ariyah

38

‘Abd al-Rah}ma>n Ibn al-Khildu>n, Muqaddimah al-Tari>kh, Ed. Khali>l

Shah}a>dah (Beiru>t: Da>r al-Fikr, 2001), 629. 39

Muhammad Qamar al-Daulah Nas}if, Dirasa>t fi Falsafah al-‘A<mah wa al-

Akhla>q (Mansora:al-Da>r al-Isla>miyah, 2007), 31-32. 40

Muhammad ‘Ima>rah, Raf’ al-Mala>m ‘an Shaikh al-Isla>m Ibn Taimiyah.

(Isma‘iliyah: Maktabah al-Ima>m al-Bukhari>, 2007), 9. 41

Ahmad Fua>d al-Ahwa>ni>, Falsafah al-Islamiyah. 22

Page 115: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

102

dalam ‚Taha>fut al-Fala>sifah‛. Kemudian Ibn Rushd (520-595 H)

memjawabnya dengan ‚Taha>fut al-Taha>fut‛, yang memandang al-

Ghaza>li tak lebih sebagai debator yang rela menelan pil pahit untuk

menjaga pemahaman dangkal orang awam. Tak seorangpun teolog

yang disebut sebagai filosof, dan begitu sebaliknya, dalam buku-buku

yang ditulis pada masa itu, seperti Ish}a>q Ibn H{unain42

(215-298 H)

dalam ‚Tarikh al-At}ibba’ wa al-Fala>sifah‛43

, Ibn Juljul al-Andalu>si44

>

(332-384 H) dalam ‚Tabiqa>t al-At}ibba’ wa al-Hukama’‛,45

Ibn al-

Nadi>m46

(w. 385 H) dalam ‚al-Fihrisa>t‛,47

dan S{a>‘id al-Andalu>si> (420-

462 H) dalam ‚Tabiqa>t al-Umam‛.

42 Dia adalah Abu Ya’qu>b Ish}a>q ibn H{unain ibn Ish}a>q al-‘Iba>di> (215-298 H/

830-910 M), seorang dokter Arab terkenal. Dia mengikuti jejak ayahnya H{unain Ibn

Ish}a>q dalam menerjemah karya Yuna>ni> ke dalam bahasa Arab. Namun ia lebih

banyak menerjemahkan karya Aristoteles dan lainnya dari pada buku kedokteran.

Dia membantu ayahnya mengabdi untuk khalifah ‘Abbasiyah. Dia seorang Arab al-

‘Iba>di> kristen, dan akhirnya menganut agama Islam. Bisa dikatakan dia adalah

penulis sejarah kedokteran atau filsafat di dunia Islam Timur. Lihat jama>l al-Di>n al-

Qift}i>, Ikhba>r al-‘Ulama’ bi Akhba>r al-H{ukama’, 57. 43

Isha>q ibn H}unain, Tari>kh al-At}ibba’ wa al-Fala>sifah, Ed. Fua>d Sayyid

(Beiru>t: Muassasah al-Risa>lah, 1985). 44

Dia adalah Abu Daud Sulaima>n ibn Hassa>n yang lebih populer dikenal

sebagai Ibn Juljul. Seorang ilmuan dan dokter Andalusia. Dia lahir di Cordova 332

H/ 943 M dari keluarga Arab yang terlahir di Andalusia. Dia mempelajari ilmu

kedokteran, ‘Ilm al-H{adi>th, bahasa, al-Nahw di Cordova, namun ia lebih banyak

dikenal sebagai seorang dokter. Sekalipun Juljul dalam bahasa Arab berarti lonceng,

namun sepertinya Juljul sebuah nama Spanyol salah seorang kakeknya. Sepertinya

Ibn Juljul merupakan orang Arab yang kakeknya masuk bersamaan dengan

penaklukan Andalusia. Ibn Juljul mengabdi kepada Hisha>m ibn al-H{akam dan

mendapat posisi yang mulia disisinya. Lihat Muhammad Fa>ris, Mausu>‘ah ‘Ulama’

al-‘Arab wa al-Muslimi>n: ‘Ulama’, Muhandisu>n , Mukhtari‘u>n (Beiru>t: Muassasah

al-‘Arabiyah li al-Dirasa>t wa al-Nashr. 1993), 26-27. 45

Abu Daud Sulaima>n Ibn Juljul al-Andalu>si>, T{abiqa>t al-At}ibba’ wa al-

Hukama’, Ed. Fua>d Sayyid (Beiru>t: Muassasah al-Risa>lah, 1985) 46

Dia adalah Abu al-Farj Muhammad ibn Ish}a>q ibn Muh}ammad Ish}a>q

dikenal sebagai Ibn al-Nadi>m, ayahnya penjual buku. Dia seorang sastrawan, penulis

sejarah dan pengumpul daftar-daftar buku yang dikenal di masanya. Tidak banyak

riwayat hidupnya yang diketahui, begitu juga sebab digelari Ibn al-Nadi>m, yang

jelas dia orang Arab Bagda>d. Dia mewarisi pekerjaan ayahnya sebagai penulis dan

penyalin buku. Dia belajar dengan al-Sira>fi>, ‘Ali ibn Ha>ru>n al-Munazzam dan filosof

Abu Sulaima>n al-Mantiqi. Di dinisbatkan kepada kelompok ‘Ali ibn ‘I>sa menteri

Page 116: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

103

2. Fase Integrasi

Fase ini dimulai setelah perang setengah hati yang dilakukan

al-Ghazali (455-505 H) terhadap filosof.48

Al-Ghaza>li> membagi filsafat

menjadi dua: bagian yang bertentangan dengan dasar agama (Us}u>l al-Di>n) dan bagian yang tidak bertentangan dengan dasar agama.

49

Sekalipun al-Ghaza>li> hanya mengharamkan bagian pertama, bagian

kedua juga turut terseret dianggap haram. Pada dasarnya, teolog banyak

sekali mengadopsi teori-teori filsafat, dan memanfaatkannya. Akhirnya,

kajian filsafat bersembunyi di balik ‘Ilm al-Kala>m. Seperti ‚al-Mawa>qif‛ yang menjadi buku ajar selama berabad-abad di Al-Azhar

sebagai lembaga ‘Ash‘ariyah terbesar di dunia Islam, memulai

pembahasannya dengan pengantar logika Aristoteles (384-322 SM).

Bagian ketuhanan (al-Ila>hiya>t) hanyalah bagian terakhir dari buku

tersebut.

Fase integrasi bukan saja antara ‘Ilm al-Kala>m dan filsafat, tapi

juga dengan integrasi ilmu-ilmu Islam lainnya, yang sebelumnya saling

bermusuhan, seperti ilmu tasawuf dengan perdebatan antara shari’ah

dan h{aqi>qah.50

Fase ini dikenal juga dengan era ‚Muhaqqiqi>n‛, hampir

seluruh permasalahan yang ada telah terselesaikan. Telah dipilah mana

yang murni ajaran Islam, mana yang ajaran luar yang sesuai dan tidak

bertentangan sama sekali dengan dasar agama Islam, dan mana yang

sama sekali tidak sesuai dan bertentangan dengan dasar agama Islam.

Karya-karya setelah al-Ghaza>li> (455-505 H) seperti al-Shahrasata>ni>

(479-548 H) dan Ibn Khaldu>n (732-808 H) dengan jelas menunjukkan

integritas keilmuan Islam. Al-Ghaza>li> disebut sebagai seorang teolog,

filosof, s}ufi>, faqih,51

empat disiplin ilmu yang dahulu saling

Bani al-Jarra>h yang terkenal menguasai ilmu logika dan ilmu Yunani, Persia, dan

India. Bukunya yang paling terkenal adalah al-Fihrisa>t yang memuat seluruh buku

Arab dan non Arab yang dikenal dimasanya. Lihat Khair al-Di>n al-Zirikli>, Al-A’la>m:

Qa>mu>s al-Tara>jum li Ashhar al-Rija>l wa al-Nisa>’ min al-‘Arab wa al-Musta’ribi>n wa

al-Mustashriqi>n, Vol. 6, 29. 47

Abu al-Farj Muh}mmad ibn Ish}a>q ibn al-Nadi>m, Kita>b al-Fihrisat, Ed.

Rid}a-Tajaddud. (tt. www.waqfeya.com, 2008) 48

Sulaima>n Dunya>, H{aqi>qah fi Naz}r al-Ghaza>li> (Cairo: Da>r al-Ma’rifah,

1965). 49

Abu H{a>mid al-Ghaza>li>, Taha>fut al-Fala>sifah, 46-47. 50

Ibrahi>m Madku>r, Fi> al-Falsafah al-Isla>miyah, Vol II, 135. 51

S{alih} Ah}mad Sha>mi>, Ima>m al-Ghaza>li>: Hujjah al-Isla>m wa Mujaddid al-

Miah al-Kha>misah (Damaskus: Da>r al-Qalam, 1993).

Page 117: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

104

bertentangan. Fakhr al-Di>n al-Ra>zi> (544-606 H) disebut ‚Ima>m Us}u>lain‛ yaitu ima>m Us}u>l al-Fiqh dan Us}u>l al-Di>n. begitu juga dengan

istilah ‚Ima>m fi al-Ma’qu>l wa al-Manqu>l‛, Imam ilmu akal dan ilmu

teks. Semua keilmuan Islam terintegrasi satu kesatuan.

Dari pemaparan dan berbagai argument, kajian ini memandang

teolog juga seorang filosof, karena pada hakikatnya mereka turut

berfilsafat dan merupakan filosof muslim yang sebenarnya. Kajian ini

adalah kajian filosofis, bukan teologis. Yang difilsafatkan adalah

bentuk dan sifat akhirat itu sendiri, bukanlah akhirat itu ada atau

tidaknya. Ditambah lagi, teolog-teolog yang dijadikan rujukan,

merupakan teolog Muh}aqqiqi>n. Fase dimana kajian filsafat terintegrasi

dengan ‘Ilm al-Kala>m.

B. Aliran Filosof Secara Umum

Hidup setelah mati merupakan kepercayaan kuno semenjak

adanya sejarah manusia. Para filosof berbeda pandangan dalam

menyikapinya. Ada baiknya, jika terlebih dahulu mengelompokkan

aliran filosof tentang permasalahan akhirat secara umum agar dapat

dengan mudah memahaminya. Fakhr al-Di>n al-Ra>zi> (543-606 H) dalam

‚Arba‘i>n fi Us}u>l al-Di>n‛ membagi sikap filosof menjadi 5 aliran besar:

(a) Akhirat bersifat material saja, atau (b) Akhirat bersifat spiritual

saja, atau (c) Keduanya benar (Akhirat bersifat material dan spiritual),

atau (d) Keduanya tidak ada yang benar (tidak ada akhirat), atau (e)

Sikap absten (Tawaqquf) yang dikutip dari Galenus”52

Pembagian Fakhr al-Di>n al-Ra>zi> terhadap aliran filosof tentang

akhirat ini banyak diikuti oleh teolog dan filosof sedudahnya, misalnya

Sa’d al-Di>n al-Taftaza>ni> (722-792 H) dalam ‚Sharh al-Maqa>s}id‛53

, al-

Sayyid al-Shari>f al-Jarja>ni (740-816 H) dalam ‚Sharh} al-Mawa>qif‛54,

Mulla S{adra al-Shira>zi> ( 980-1050 H) dalam ‚al-Mabda’ wa al-Ma‘a>d‛

55, dan Ibn Khaldu>n (732-808 H) dalam ‚al-Muqaddimah‛.

56

Teori Akhirat bersifat material saja, dan teori akhirat bersifat material

dan juga spiritual, keduanya merupakan pendapat teolog. Sementara

52

Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Arba‘i>n fi Us}ul al-Di>n, Ed. Ah}mad H{ija>zi> al-Saqa>

(Cairo: Maktabah al-Kullya>t al-Azhariyah, 1986), Vol. II, 55. 53

Sa’d al-Di>n al-Taftaza>ni>, Sharh} al-Maqa>s}id, Vol. V, 88. 54

Al-Sayyid al-Shari>f al-Jarja>ni>, Sharh} al-Mawa>qif, Vol. VIII, 317-328. 55

S{adruddin Muhammad al-Shira>zi>, Al-Mabda’ wa al-Ma’ad, Ed. Sayyid

Jala>luddin al-A<shiyata>ni> (Tehran: Markaz Intishara>t Daftar Tabliga>t Islami>, 1422 H) 56

Ali Arslan Aydin, Al-Ba’th wa al-Khulu>d, 53-54.

Page 118: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

105

tiga teori sisanya: akhirat bersifat spiritual saja, akhirat tidaklah ada,

dan sikap abstain merupakan pendapat filosof. Untuk lebih jelasnya

sebagai berikut:

1. Akhirat bersifat material saja

Akhirat bersifat material saja merupakan aliran mayoritas

teolog yang menafikan adanya jiwa intelek yang transenden. Pendapat

ini dibangun dari pandangan mereka terhadap jiwa. Bagi mereka, jiwa

adalah material halus cahayawi yang mengalir di dalam raga, seperti

mengalirnya api di dalam bara dan air di dalam daun.57

Oleh karena

itu, jiwa bukanlah esensi transenden (immaterial). Akhirat hanyalah

tempat pembalasan amal berbuatan manusia yang bersifat material,

karena manusia hanyalah material.

2. Akhirat bersifat spiritual saja.

Pendapat ini diutarakan oleh filosof ketuhanan berdasarkan

pada pandangan mereka terhadap hakikat manusia. Manusia adalah

jiwa, jiwa merupakan esensi transenden (immaterial), kekal, abadi dan

tak dapat hancur binasa. Raga merupakan penjara bagi jiwa. Kematian

adalah kemerdekaan jiwa. Akhirat adalah kembalinya jiwa ke alam

spiritual tanpa raga. Pembalasan amal perbuatan, senang dan sengsara

dirasakan langsung oleh jiwa tanpa memerlukan raga. Karena raga

telah hancur dan takkan dapat kembali.58

3. Akhirat bersifat Material dan Spiritual.

Pendapat ini diutarakan oleh Muh}aqqiqi>n, yaitu para teolog

yang mengadopsi konsep jiwa filosof. Bagi filosof, jiwa merupakan

esensi transenden, bukan material.59

Manusia pada hakikatnya adalah

jiwa, sementara raga hanyalah alatnya. Akhirat bersifat spiritual dan

material. Karena ‚jiwa‛ transenden spiritual dan alatnya ‚raga‛

material.

4. Akhirat tidaklah ada, tidak bersifat material dan tidak spiritual.

Pendapat ini diutarakan oleh filosof naturalis yang memandang

manusia pada hakikatnya adalah postur raga, jiwa tak lain hanyalah

postur raga. Kematian akan menghancurkan postur raga manusia, yang

tinggal hanyalah unsur dasar material: tanah, air dan udara. Raga

57

Sa’d al-Di>n al-Taftaza>ni, Sharh} al-Maqa>s}id, Vol. II, 456. 58

Al-Sayyid al-Shari>f al-Jarja>ni>, Sharh} al-Mawa>qif, Vol VII, 325. 59

Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Al-Nafs wa al-Ru>h} wa Sharh} Quwa>huma>, Ed.

Muhammad Ma’s}u>m H{asan al-Ma’s}u>mi> (Islamabad: Islamic Research Institute, tt.),

27.

Page 119: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

106

hancur, dan yang telah tiada tak pernah dapat kembali. Singkatnya,

mereka merupakan filosof yang mengingkari adanya kehidupan

akhirat. Aliran ini disebut oleh Ibn H{azm (384-456 H) dengan istilah

‚al-Dahriyu>n‛60

yang memandang waktu (al-Dahr) sebagai penghancur

manusia. Aliran filosof ini lebih tepatnya disebut ateis, yang

memandang alam semesta bergerak spontanitas tanpa ada yang

mengatur, tanpa ada Tuhan yang membalasi amal perbuatan. Manusia,

hewan dan tumbuhan tak ada bedanya. Bila kematian datang,

hilanglah segalanya. Kebahagian dan kesengsaraan, kenikmatan dan

kesengsaraan hanya diperoleh dalam kehidupan ini. Alamlah yang

memberi kehidupan, dan waktulah yang membinasakan.61

5. Sikap Abstein (tawaqquf) Pendapat ini diriwayatkan dari Claudius Galenus

62 (129-200

M), seorang dokter dan filosof Yunani era Helenisme yang besar

pengaruhnya terhadap dunia muslim. Ia belum dapat membuktikan

apakah jiwa adalah postur raga ataukah esensi yang kekal dan berdiri

sendiri. Jika jiwa postur raga, tentunya yang hancur tak dapat kembali,

60

Ibn H{azm, Al-Fis}al fi al-Milal wa al-Nih}al, Vol I, 19-20. 61

Abu al-Fath} al-Shahrasata>ni.Al-Milal wa al-Nih}al, Vol. II, 582. 62

Dia adalah Caludius Galenus, dilahirkan di Pergamum (kini: Bergama,

Turki), putra dari Nicon, seorang arsitek kaya. Ia memiliki ketertarikan pada bidang

pertanian, arsitektur, astronomi, astrologi, filsafat, hingga akhirnya ia memilih untuk

berkonsentrasi pada kedokteran. Pada usia 20 tahun ia telah menjadi seorang tabib

pada kuil Asclepius selama 4 tahun. Setelah kematian ayahnya pada 148 M atau 149

M, ia merantau untuk belajar di Smyrna, Korintus, dan Alexandria selama 12 tahun.

Ketika ia kembali ke Pergamum pada 157 M, ia bekerja sebagai seorang dokter di

sekolah gladiator sleama 3 sampai 4 tahun. Selama masa itu, ia banyak belajar

mengenai perawatan dan penyembuhan trauma dan luka. Kemudian ia

mengistilahkan luka sebagai ‚jendela untuk masuk ke tubuh‛. Pada 162 M, ia pindah

ke Roma di mana ia banyak menyebarkan ilmu anatomi. Reputasinya kian naik dan

dikenal sebagai ahli kedokteran yang berpengalaman dan memiliki klien yang

tersebar luas. Salah satunya adalah konsul Flavius Boethius yang akhirnya

memperkenalkan ia menjadi dokter kerajaan. Ia turut merawat Lucius Verus,

Commodus dan Spetimius Severus. Ia sempat kembali ke tanah airnya, Pergamum

selama 166 M hingga 169 M. Karyanya banyak diterjemahkan ke dalam bahasa Arab

oleh Hunain Ibn Ish}a>q pada era penerjemahan Abbasiyah. Lihat Jama>l al-Di>n al-

Qift}i>, Ikhba>r al-Ulama’ bi Akhba>r al-Hukama’, 85-92. Lihat juga Ahmad ‘Abd al-

H{ali>m ‘At}iyah, Ja>li>nu>s fi Fikr al-Qadi>m wa al-Ma‘a>s}ir (Cairo: Da>r al-Quba’, 1999).

Lihat juga Ibn Juljul al-Andalu>si>. T{abiqa>t al-At}ibba’ wa al-Hukama’, 41.

Page 120: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

107

tapi bilamana jiwa esensi yang kekal pengembalian raga bisa saja

terjadi. 63

Pembagian aliran filosof tentang akhirat menjadi lima aliran

ini, dirasa masih cukup relevan. Masing-masing aliran dan penyikutnya

masih dapat ditemui sekarang. Namun, dalam kajian ini, hannya 3

aliran pertama yang dibahas. Sedangkan dua terakhir, yaitu aliran ateis

dan aliran abstain yang tidak tahu-menahu tentang akhirat tidak turut

dibahas, sekalipun jumlah mereka banyak ditemui sepanjang masa.

Karena Kajian ini telah dilandasi dengan keyakinan pada adanya

Tuhan yang maha kuasa, alam metafisika dan pembalasan amal

perbuatan.

C. Akhirat Material

Akhirat merupakan tempat pembalasan amal perbuatan

manusia. Akhirat tentunya haruslah disesuaikan dengan manusia

sebagai penggunanya. Manusia adalah material, akhirat juga material:

yaitu surga dan neraka, tempat material raga mendapatkan balasan

amal perbuatannya. Oleh karena itu, Akhirat tergantung pada siapakah

itu manusia yang sebenarnya? Pada dasarnya, teori akhirat bersifat

material dibangun atas teori yang memandang manusia sebagai

material.

Filosof semenjak dahulunya berbeda pendapat tentang hakikat

manusia yang ditunjukkan oleh kata ‚saya‛: saya duduk, saya tahu,

saya sakit dan sebagainya. Fakhr al-Di>n al-Ra>zi> (543-606 H)

menuturkan: ‚Yang kita maksud dengan kata ‚al-Nafs‛, adalah sesuatu

yang ditunjukkan oleh setiap manusia dengan ungkapan ‚saya‛.64

Menurutnya, ada beberapa pendapat tentang hakikat al-Nafs: (a) jiwa

adalah raga dan material, (b) jiwa bukanlah raga dan material, (c) jiwa

adalah susunan dari dualisme (jiwa dan raga) atau trialisme (jiwa, ruh,

raga)‛65

Abu al-H{asan al-Ash‘ari>66

(260-324 H) mengungkapkan

63

Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Arba ‘i>n fi Us}ul al-Di>n, Vol. II, 55. 64

Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Arba ‘i>n fi Us}u>l al-Di>n. Vol. II, 18. Teori ini

diadopsi Fakhr al-Di>n al-Ra>zi> dari Ibn Si>na>. Lihat Ibn Si>na>, Risa>lah al-Adh}awiyah fi

Amr al-Ma‘a>d, 94. 65

Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Arba ‘i>n fi Us}u>l al-Di>n. Vol. II, 18. 66

Dia adalah Abu al-H{asan ‘Ali ibn Isma‘i>l ibn Abi Bashar al-Ash‘ari>, lahir

di Basrah 260 H. Dia merupakan keturunan Abu Musa al-Ash‘ari sahabat Rasul dan

salah satu Hakim pada masa tahkim antara ‘Ali dan Mu‘awiyah. Dia tumbuh dan

besar dalam keilmuan Mu’tazilah dari Abu ‘Ali al-Jabba>i> di Basrah. Pada Umur 40

Page 121: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

108

adanya 19 perbedaan pendapat seputar hakikat manusia dalam

‚Maqala>t al-Islamiyi>n wa Ikhtila>f al-Mus}alli>n‛.67

1. Manusia Adalah Jiwa Material dan Raga Material

Pendapat yang menyatakan bahwa hakikat manusia adalah

material, terbagi ke dalam dua kelompok. Kelopok pertama,

menyatakan manusia adalah postur raga. Kelompok kedua,

menyatakan al-Nafs atau hakikat manusia adalah material yang ada di

dalam raga. Menurut Fakhr al-Di>n al-Ra>zi> (544-606 H) pendapat

pertama merupakan pilihan mayoritas teolog (generasi awal), namun

pendapat itu lemah.68

a. Manusia Adalah Raga Material.

Manusia adalah raga material: tangan, kaki, badan, kepala dan

semua anggota tubuh lainya. Teori ini merupakan pemahaman

sederhana yang mudah dipahami dari pertanyaan siapakah manusia?

Pemikiran ini dapat ditemukan semenjak era filsafat naturalis

materialisme Yunani kuno sampai era filsafat Barat Modern, yang

memandang segala yang ada hanyalah material. Tidak ada alam lain

selain material bumi dan langit yang tampak, terasa dan digapai indra.

Oleh kerena itu, kalangan ini dikenal tidak mengakui adanya jiwa dan

segala hal metafisika, tapi manusia hanyalah raga yang tampak dan

jelas ini.69

Manusia adalah raga, merupakan pemahaman sederhana yang

dapat dengan mudah dipahami berbagai kalangan. Tak diragukan,

generasi pertama Islam yang berfikiran sederhana juga berpandangan

seperti ini, berpegang pada ‚Nabi saw meninggal dan tidak tahu

tahun dia mengumumkan bertaubat dari mazhab Mu’tazilah, dan kembali kepada al-

Quran dan al-Sunnah. Manhaj aliran barunya merupakan tengah-tengah antara Ahl al-H{adi>th yang tekstualis dan Mu’tazilah yang rasionalis. Dikenal juga sebagai aliran

yang mengedepankan naqal ketika berbenturan dengan akal. Lihat profilnya dalam

H{amu>dah al-Gara>bah, Abu al-H{asan al-Ash‘ari> (Cairo: Mat}a>bi’ al-Ami>riah, 1973). 67

Lihat Abu H{asan al-Ash‘ari>, Maqa>la>t al-Islamiyi>n wa Ikhtila>f al-Mus}alli>n,

Ed. Muhammad Muh}y al-Di>n ‘Abd al-H{ami>d (Cairo: Maktabah al-Nahd}ah al-

Masriyah, 1950), Vol. II, 24-27. 68

Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Arba‘i>n fi Us}u>l al-Di>n, Vol. II, 18. . Lihat juga

Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Mafa>tih} al-Gaib, Vol. XXI, 38-39. 69

Lihat fase penafian jiwa oleh ulama Muslimin, filosof naturalis Yunani

kuno, dan Filosof materialisme modern Barat seperti Darwinisme, Marxisme, dan

lainnya. Lihat Muhammad Sayyid al-Musayyar, Al-Ru>h fi Dirasa>t al-Mutakallimi>n

wa al-Fala>sifah, 39-41.

Page 122: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

109

apakah itu al-Ru>h}‛.70

Namun, pemahaman generasi pertama Islam

tentunya bukanlah murni pemahaman materialisme yang tidak

mengakui adanya Tuhan dan berbagai hal yang tak dapat diraih indra

(metafisika).

Pendapat mayoritas Mu’tazilah, dapat ditunjukkan oleh Qadi}

‘Abd al-Jabba>r (359-415 H) yang membela pendapat syaikh

Mu’tazilah Abu ‘Ali al-Jabba>i> (235-304 H) dan anaknya Abu Ha>shim

al-Jabba>i> (247-321 H) yang menyatakan bahwa manusia adalah orang

ini, yang bentuknya seperti postur tertentu ini, yang membedakannya

dengan postur seluruh hewan. Postur raga inilah yang mendapat

perintah, yang dilarang, yang dicela dan yang dipuji.71

Manusia adalah

raga. Pendapat serupa diutarakan madrasah al-Hudhailiah72

yang

menyatakan: ‚Manusia adalah raga ini, yang nampak, yang melihat,

yang makan, dan yang minum‛.73

Qa>d}i> ‘Abd al-Jabba>r dalam

pembahasannya mengkritisi pendapat Mu’tazilah lain yang

berpendapat berbeda, seperti al-Niz}a>miyah,74

al-Mu‘ammariyah75

dan

70

Diriwayatkan dari ‘Abd Allah ibn Buraidah, hadis dikeluarkan oleh ibn

Abi H{atim Abu Shaikh. Lihat Jala>l al-Di>n al-Sayu>t}i>, Al-Du>r al-Manthu>r fi Tafsi>r bi

al-Ma’thu>r (Beiru>t: Da>r al-Fikr, 1993), Vol. IV, 200. 71

Al-Qa>d}i> ‘Abd al-Jabba>r, Al-Mugni, Vol. XI, 311. 72

Al-Hudhailiyah adalah pengikut Abu al-Hudhail Hamda>n ibn Hudhail al-

‘Alla>f, syeikh Mu’tazilah, pemuka dan pengokoh aliran Mu’tazilah. Dia belajar dari

‘Ustma>n ibn Khalid al-T{awi>l, sahabat Wa>s}il ibn ‘At}a’ pendiri Mu’tazilah. Perbedaan

antara al-Hudhailiyah dengan kelompok Mu’tazilah lainnya hannya dalam 10 prinsip.

Salah satunya adalah menyatakan sifat merupakan zatNya. Lihat Abu al-Fath} al-

Shahrasata>ni>, Al-Milal wa al-Nih}al, Vol. I, 64. 73

Al-Qa>d}i> ‘Abd al-Jabba>r, Al-Mugni, Vol. XI, 310. 74

Al-Niz}a>miyah adalah pengikut Ibrahi>m ibn Yasa>r ibn Hani’ al-Niz}z}a>m.

Dia banyak membaca dan mempelajari buku-buku filsafat, dan menggabungkan

pendapat filosof dengan pendapat Mu’tazilah. Kelompok ini berbeda dengan

kelompok Mu’tazilah lainnya dalam beberapa prinsip. Salah satunya, bahwa Allah

tidak disifati dengan maha kuasa melakukan kejahatan dan maksiat, berbeda dengan

pendapat aliran lainnya yang menyatakan Allah maha kuasa melakukan kejahatan

dan maksiat tapi tidak melakukannya. Lihat Abu al-Fath} al-Shahrasata>ni>, Al-Milal

wa al-Nih}al, Vol. I, 67. 75

Al-Mu‘ammariyah adalah pengikut ibn ‘Iba>d al-Salami>, yang merupakan

tokoh Qadariyah tulen yang menyatakan tidak adanya Sifat (Naf al-S{ifa>t) Allah

ta‘ala. Menurutnya tidak ada takdir baik dan buruk yang ditetapkan Allah ta‘ala, dan

memvonis kafir dan sesat bagi orang yang menyakini adanya takdir. Salah satu

Page 123: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

110

yang lainnya.76

Aliran materialisme ini merupakan aliran mayoritas

pada era awal generasi Islam. Kemudian aliran ini terpecah menjadi

dua kelompok:

1) Kelompok yang Menafikan Aksiden.

Seperti Hisha>m ibn al-H{akam77

(w. 199 H) yang menyatakan

bahwa di alam ini segala yang ada hanyalah material, alam semesta

semuanya material. Warna dan gerak merupakan material. Ciri

material adalah mempunyai panjang, lebar, dan isi. Bila melihat

material pastilah terlihat warnanya. Oleh karena itu, warna

mempunyai sifat panjang, lebar dan isi. Sehingga warna termasuk

material. 78

Konsekwensi dari penafian aksiden ini, bagi mereka sifat

Allah adalah zatnya. Permasalahan Allah dan sifatnya merupakan

permasalahan yang hangat diperdebatkan dalam ranah pemikiran Islam

klasik.

Material (al-Jism) disepakati keberadaanya, namun keberadaan

aksiden diperdebatkan. Aliran yang menafikan aksiden ini hanyalah

minoritas cendekiawan muslim pada waktu itu. Aliran ini dikenal

menafikan adanya al-Ru>h} yang tak dapat diraih indra. Seperti Abu

Bakr al-As}am79

(201-279 H) yang menyatakan: ‚Saya tidak tahu,

kecuali apa yang saya dapat ketahui dari panca indraku‛.80

pendapatnya yang berbeda dengan Mu’tazilah lain, menurutnya Allah hanya

menciptakan material (jism) sedangkan aksiden merupakan ciptaan material. Lihat

Abu al-Fath} al-Shahrasata>ni>. Al-Milal wa al-Nih}al. Vol. I, 79. 76

Al-Qa>d}i> ‘Abd al-Jabba>r, Al-Mugni, Vol. XI, 310-312. 77

Dia adalah Hisha>m ibn al-H{akam berasal dari suku Kindah, lahir di

Kufah, ditempat Bani Shaiba>n, kemudian pindah ke Bagdad. Dia merupakan seorang

teolog Syi‘ah al-Ra>fid}ah atau Ima>miyah. Banyak karya-karyanya yang mengkonter

Mu’tazilah. Banyak literatur-literatur Syi‘ah yang memujinya. Lihat profilnya dalam

Sayyid ‘Ali al-Brujurdi>, T{ara>if al-Maqa>l, (Shiaonlinelibrary), Vol. II, 557. 78

Ibn H{azm al-Andalu>si>, Al-Fis}al fi al-Milal wa al-Nih}al, Vol. III, 246 79

Dia adalah Abu Bakr ‘Abd al-Rah}ma>n ibn Kaisa>n al-As}am (201-279 H,

816 -892 M), seorang faqih dan mufassir Mu’tazilah. Dia sangat dihormati, sultan

mengangkatnya menjadi juru tulisnya. Dia menjadi imam s}alat di masjidnya di

Bas}rah sekitar 80 syaikh. Disebutkan Abu ‘Ali al-Jabba>i> tidak menyebutkan seorang

ahli tafsir pun selain al-As}am. Lihat Ahmad ibn Yah}ya ibn al-Murtad}a>, T{abiqa>t al-

Mu’tazilah (Beiru>t: Muassasah Dimashld, 1987), Cet. II, 56-57. 80

Abu Hasan al-Ash‘ari>, Maqa>la>t al-Islamiyi>n, Vol. II, 25. Lihat juga Ibn

H{azm al-Andalu>si>, Al-Fis}al fi al-Milal wa al-Nih}al, Vol. III, 235.

Page 124: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

111

Teolog mempunyai beberapa istilah dalam menyebut material:

al-Jauhar, al-Jism dan al-Jaram. Material dapat dibagi menjadi bagian-

bagian, bagian tersebut dapat dibagi lagi menjadi bagian-bagian,

sampailah pada partikel terkecil yang tak dapat dibagi lagi (atom)

yang disebut dengan esensi tunggal (al-Jauhar al-Fard). Al-Jism bagi

Ash‘ariyah digunakan untuk menyebut material yang tersusun dari dua

esensi atau lebih. Al-Jism bagi Mu’tazilah digunakan untuk menyebut

material yang mempunyai panjang, lebar dan isi. Sedangkan al-Jaram digunakan untuk menyebut keduanya, baik al-Jauhar maupun al-Jism. Karakteristik material adalah menempati ruang dan mempunyai

aksiden (sifat) yang melekat pada material.81

Penggunaan istilah esensi (al-Jauhar) bagi teolog tentunya

berbeda dengan filosof. Bagi filosof, esensi digunakan untuk sesuatu

yang tak menempati ruang (transenden). Uskup gereja menyebut Allah

sebagai sebuah esensi (al-Jauhar). Sehingga terjadilah perdebatan

antara Islam yang menolak penyebutan Allah sebagai sebuah esensi

dan Kristen yang menyatakan Allah sebagai sebuah esensi. 82

Menariknya, menurut Ibn H{azm (384-456 H) ada sebagian teolog yang

menggunakan kata esensi dengan pemaknaan filosof. 83

Sehingga

dalam mengkaji kata esensi (al-Jauhar) perlu ditinjau pemaknaannya si

penulis, apakah yang menempati ruang (material) atau tidak

menempati ruang (immaterial).

Mayoritas teolog menggunakan Aksiden (al-‘Ard}) untuk

menyebut apa yang melekat pada esensi.84

Seperti kayu adalah esensi,

sedangkan warnanya, bentuknya dan lainnya disebut aksiden. Esensi

dapat bertahan dalam dua waktu, sementara aksiden tidak dapat

bertahan dalam dua waktu. Kayu tetap, tapi warnanya, kerasnya dan

sifat-sifat lainnya dapat berubah di lain waktu. Panjang, lebar,

bergerak, berwarna, makan, minum, tidur dan lainnya adalah aksiden

bukan esensi. Oleh karena itu, Ibn H{azm menepis aliran yang

menyatakan seluruh yang ada hanyalah esensi tanpa adanya aksiden. 85

Menurut Ibn H{azm, segala yang ada hanyalah sang pencipta dan

ciptaanya. Setiap yang diciptakan pastilah esensi (material) bersamaan

81

Muhammad Qamar al-Daulah, Ma’a al-Mawa>qif, 49-50. 82

Ibn H{azm al-Andalu>si>, Al-Fis}al fi al-Milal wa al-Nih}al, Vol. III, 246 83

Ibn H{azm al-Andalu>si>, Al-Fis}al fi al-Milal wa al-Nih}al, Vol. III, 249. 84

Muhammad Qamar al-Daulah, Ma’a al-Mawa>qif, 53. 85

Ibn H{azm al-Andalu>si>, Al-Fis}al fi al-Milal wa al-Nih}al, Vol. III, 246.

Page 125: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

112

dengan aksiden-aksidennya. Aksiden ikut terbawa oleh esensi, salah

satu dari keduanya tak boleh kosong. Setiap esensi (al-Jauhar) adalah

material (al-Jism) dan setiap material adalah esensi (al-Jauhar). Keduanya sama maknanya, tak lebih.

86

2) Kelompok yang Menetapkan Aksiden.

Bagi kelompok ini, esensi manusia adalah raga, sementara al-Ru>h} dan kehidupan adalah aksiden yang melekat pada raga.

Konsekuensinya dalam masalah ketuhanan, zat Tuhan bukanlah

sifatnya, tapi tambahan atas sifat Tuhan (Za>idah ‘ala al-Dha>t).87 Jiwa

hanyalah aksiden dan bukan esensi manusia merupakan pendapat

mayoritas teolog generasi pertama. Mu’tazilah diwakili oleh Abu

Hudhail al-‘Alla>f88

(134-235 H) yang menyatakan jiwa sama seperti

aksiden manusia yang lainnya. Raga manusia bisa berdiri sendiri tanpa

adanya jiwa pada waktu tidur.89

Tokoh As‘ariyah diwakili oleh Abu Bakr al-Ba>qila>ni>90

(328-

402 H) yang menyatakan al-Ru>h} adalah kehidupan, hidup adalah

86

Ibn H{azm al-Andalu>si>, Al-Fis}al fi al-Milal wa al-Nih}al, Vol. III, 249. 87

Bagi As‘ariyah sifat Allah merupakan tambahan atas zat Allah, Allah

mengetahui dengan ilmu, Allah maha kuasa dengan kekuasaanya, dst. Lihat Al-

Sayyid al-Shari>f al-Jarja>ni>, Sharh} al-Mawaqif , Vol. VII, 52. 88

Dia adalah Abu al-Hudhail Muhammad ibn al-Hudhail al-‘Abi>di>, Menurut

Abu Salamah ia digelari dengan al-‘Alla>f karena tempat tinggalnya berada di tempat

penggemukan (makan) ternak. Yah}ya ibn Bashar menceritakan bahwa ia mempunyai

60 buku menkontra orang-orang yang tidak sepemahaman dengannya tentang ‘Ilm

al-Kala>m. Dia belajar dari ‘Uthma>n al-T{awi>l, sedangkan Ibrahi>m al-Niz}z{a>m

merupakan muridnya. Banyak diskusi dan debatnya baik sesama Mu’tazilah maupun

musuh Mu’tazilah. Pendapatnya berbeda dengan mayoritas Mu’tazilah dalam 10

perkara tentang ketuhanan, akhlaq, kesanggupan, sifat Allah. Lihat Ah}mad ibn

Yah}ya ibn al-Murtad}a, T{abiqa>t al-Mu’tazilah, 44-49. Lihat juga Rashi>d al-Khayyu>n,

Mu’tazilah Bas}rah wa Bagda>d (London: Da>r al-Hikmah, 1997), Cet. I. 89

Ibn Qayyim al-Jauzi>, Al-Ru>h}, 192. 90

Dia adalah al-Qad}i> Abu Bakr Muh}ammad ibn al-T{ayyib ibn Muh}ammad

ibn Ja’far ibn Qa>sim, (328-402 H), (950-1013 M) orang Basrah yang pindah ke

Bagdad dan menetap disana. Al-Qad}i> ‘Iya>d} menyebutkan bahwa ia digelari dengan

Saif al-Sunnah dan Lisa>n al-Ummah seorang teolog berlidah Ahl al-H{adi>th beraliran

Abu H{asan al-Ash‘ari>, kepadanyalah berakhirnya kepemimpinan mazhab Maliki> di

masanya. Banyak orang yang menghadiri kajiannya di Mesjid Basrah. Dia belajar

hadis di Bagda>d dari Abu Bakr ibn Ma>lik al-Qat}i>‘i>, Abu Muh}ammad Ibn Ma>si>, dan

Abu Ah}mad al-H{usain ibn ‘Ali> al-Naisabu>ri>. Dia belajar ‘Ilm al-Kala>m dari Abu

Page 126: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

113

aksiden bukan esensi manusia.91

Teori ini sebenarnya bukanlah barang

baru. Generasi awal memperolehnya dari Claudius Galenus (129-200

M), seorang dokter Yunani era Helenisme yang bukunya banyak

beredar di Syam ketika itu, menyatakan ‚jiwa adalah postur yang

muncul dari susunan struktur raga‛.92

Bila ditelusuri jauh ke belakang,

teori ini merupakan teorinya Aristoteles (384-322 SM), yang

menyatakan pada setiap material (al-Ma>dah) ada forma atau bentuk

(al-su>rah). Pada setiap esensi (al-Jauhar) pastilah membawa aksiden

(al-‘Ard}) bersamanya, sebagaimana penjelasan Ibn H{azm (384-456 H).

Dalam perjalanannya, teori manusia adalah raga mulai

ditinggalkan oleh teolog Muta’akhkhirin. Bagi mereka, pendapat

generasi terdahulu sangat lemah. Fakh al-Di>n al-Ra>zi> (544-606 H)

mengungkapkan dua argumen rasionalis dalam ‚Arba‘i>n fi Us}u>l al-Di>n‛, sedangkan dalam ‚Mafa>tih} al-Gaib‛ terdapat tujuh belas

pembuktian, sebagian ‘aqli> (rasional) dan sebagiannya Naqli> (Tekstual). Di antara argumen terkuat adalah sebagai berikut:

a) Dapat dengan mudah dipahami, bahwa seorang manusia

sekarang adalah manusia yang ada 20 tahun yang lalu. Raga manusia

sekarang, bukanlah raga manusia 20 tahun yang lalu. Bagian-bagian

raga telah berganti, kadang gemuk dan kadang kurus. Raga dapat

terurai, baik lewat keringat, pembuangan sisa makanan dan lainnya.

Makanan berfungsi sebagai pengganti bagian raga yang hilang. Raga

ini panas dan terdiri dari air. Air dalam kondisi panas akan menuai

menjadi uap. Setiap saat raga manusia berkurang. Oleh karena itu,

manusia bukanlah raga.93

Raga semakin tua semakin berubah dan

melemah, namun manusia yang sebenarnya tetap dan tidak berubah.

b) Raga tidak dapat mempresentasikan perbuatan ‚saya‛: saya

memukul, saya berfikir, saya marah. Tak satu anggota raga pun yang

dapat memenuhi kata saya, baik tangan yang memukul, otak yang

berfikir, maupun hati yang marah. Karena Ini tangan saya, ini kepala

saya, ini kaki saya, ini mulut saya, lalu yang manakah saya yang

sebenarnya? Yang disandarkan (al-Mud}a>f) tentunya berbeda dengan

tempat penyandaran (al-Mud}a>f ilaih). Tangan bukanlah saya, kaki

‘Abd Allah Muja>hid al-T{a>i, salah seorang murid al-Ash‘ari>. Lihat Jala>l Muhammad

‘Abd al-H{ami>d Mu>sa>, Nash’ah al-Ash‘ariyah wa Tat}awwuruha>, 317. 91

Ibn H{azm al-Andalu>si>, Al-Fis}al fi al-Milal wa al-Nih}al, Vol. III, 253-254. 92

Ibn H{azm al-Andalu>si>, Al-Fis}al fi al-Milal wa al-Nih}al, Vol. III, 254. 93

Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Arba‘i>n fi Us}u>l al-Di>n, Vol. II, 18.

Page 127: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

114

bukanlah saya dan begitu seterusnya. Bahkan ketika bagian raga

tertentu hilang, seperti tangan dan kaki yang pontong atau pun hilang

telinga, manusia tetaplah manusia sekalipun raganya berkurang.94

c) Manusia masih tetap dikatan ada, bahkan dikatakan masih

hidup sekalipun raganya telah hancur terurai dimakan tanah, dimakan

binatang dan lainnya (QS. Ali Imra>n [3]: 169). Tentunya yang ada dan

hidup tersebut bukanlah raga, tapi sesuatu yang lain. d) Manusia yang

saleh akan kembali ke sisi Tuhannya (QS. Al-Fajr [89]: 27-28).

Kembali disini tentunya bukanlah raga, tapi sesuatu yang lain.95

e)

Ayat-ayat al-Quran dan hadis banyak menerangkan bahwa Allah

merubah sekelompok Yahudi menjadi kera dan babi. Apakah kera dan

babi tersebut tetap manusia? Bila manusia adalah raga, Yahudi

tersebut sudah mati dengan berubah menjadi kera. Tapi, bila manusia

adalah sesuatu yang lain, kera tersebut tetaplah manusia sekalipun

raganya telah berubah menjadi kera.96

f) Hampir seluruh agama dan aliran di dunia, Islam, Kristen,

Yahudi, Majusi, Hindu, dan lainnya memberikan sedekah untuk

keluarga atau orang yang telah meninggal dan mendoakannya.

Kalaulah manusia adalah raga, tentunya sedekah dan do’a tersebut sia-

sia, karena raga telah hancur binasa.97

g) Semua dalil yang

membuktikan bahwa manusia adalah material di dalam raga,

merupakan pembuktian manusia bukanlah raga.98

b. Manusia Adalah Material di dalam Raga

Aliran kedua, manusia yang sebenarnya bukanlah raga, tapi

material yang ada di dalam raga. Material halus yang mengalir di

dalam raga, seperti aliran api di dalam bara, air di dalam daun, minyak

dalam buah zaitun, dan listrik di dalam kabel. Hidup dengan zatnya

sendiri, keberadaannya di dalam raga merupakan penyebab kehidupan,

keluarnya dari raga merupakan penyebab kematian.99

Pendapat ini

diutarakan oleh mayoritas teolog Muta’akhkhirin yang telah

meninggalkan teori para pendahulunya. Pemikiran ini tentunya tak

terlepas dari berkembangnya kajian jiwa oleh filosof muslim dalam

94

Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Mafa>tih} al-Gaib, Vol. XXI, 41. 95

Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Mafa>tih} al-Gaib, Vol. XXI, 42. 96

Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Mafa>tih} al-Gaib, Vol. XXI, 43. 97

Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Mafa>tih} al-Gaib, Vol. XXI, 42. 98

Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Mafa>tih} al-Gaib, Vol. XXI, 43. 99

Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Arba ‘i>n fi Us}u>l al-Di>n, Vol. II. 26.

Page 128: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

115

ranah pemikiran Islam, terutama Ibn Si>na> (370-428 H) yang hampir

semua karyanya berbicara tentang jiwa.

Material yang ada di dalam raga tersebut mandiri, hidup

dengan sendirinya, bukan aksiden yang tak berdiri sendiri. Material

tersebut aktif, bereaksi, berfikir, mengetahui, merasa, melihat,

mendengar dan aktivitas lainnya.100

Dialah yang mengatur raga dan

menggerakkannya. Material tersebutlah yang dinamakan jiwa (al-Nafs).

101 Bahkan menurut Ibn H{azm (384-456 H) pendapat ini

merupakan kata sepakat ulama Islam.102

Ibn Qayyim (691-751 H) yang

juga beraliran tekstualis dan anti filsafat dan ‘Ilm al-Kala>m,

mendukung pernyataan Ibn H{azm. Tidak ada generasi pertama (salaf)

yang menyatakan manusia adalah raga. Mereka yang menyatakan

manusia adalah raga sebenarnya hanyalah para pembid‘ah (teolog) dan

orang-orang sesat (filosof). Menurutnya, kutipan Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>

(544-606 H) dalam bukunya menyesatkan.103

Adapun masalah hubungan jiwa dengan raga, bertempatnya

jiwa di dalam raga, tak jauh dari perkara penjelmaan (al-H{ulu>l) kaum

sufi dan bersatunya Tuhan (al-La>hu>t) dengan raga manusia (al-Na>su>t) dalam doktrin teologi Kristen.

104 Abu al-H{asan al-Ash‘ari> (260-324 H)

mengungkapkan adanya sepuluh aliran tentang ‚al-Muda>khalah‛

(saling mengisi), ‚al-Muja>warah‛ (berdampingan), dan ‚al-Muka>manah‛ (terpendam).

105 Inilah tiga tipe bertempatnya jiwa

material di dalam raga material yang tak ada empatnya:106

100

Merupakan teori yang di pilih Niz}z}a>miyah aliran syaikh Mu’tazilah.

Lihat Abu H{asan al-Ash‘ari>, Maqala>t al-Isla>miyi>n, 26. Lihat Ibn H{azm al-Andalu>si>\,

Al-Fis}al fi al-Milal wa al-Nih}al, Vol. III, 255. 101

Istilah dan kajian menggunakan al-Nafs merupakan hal yang baru dalam

terminologi salaf, kajian ini biasa dipakaikan filosof selanjutnya menyebar dalam

ranah pemikiran Islam. Lihat Al-Qa>d}i ‘Abd al-Jabba>r, Al-Mugni> fi Abwa>b al-Tauhi>d,

Vol. XI, 312. 102

Ibn H{azm al-Andalu>si>, Al-Fis}al fi al-Milal wa al-Nih}al, Vol. III, 254. 103

Ibn Qayyim al-Jauzi>, Al-Ru>h}, 193 104

Al-Shahrasata>ni membagi aliran-aliran Kristen pada abad ke-6 H

menjadi tiga aliran: Melkitism, Nestorianism dan Yakobism. Dasar perbedaan aliran

tersebut dilihat dari perbedaan pendapat seputar karakteristik Jesus, yaitu bagaimana

bertempatnya Tuhan di raga manusia. Lihat Abu al-Fath} al-Shahrasata>ni>, Al-Milal

wa al-Nih}al, Vol. I, 265. 105

Abu Hasan al-Ash‘ari>, Maqa>la>t al-Islamiyi>n, Vol. II, 23-24. 106

Ibn H{azm al-Andalu>si>, Al-Fis}al fi al-Milal wa al-Nih}al, Vol. III, 258.

Page 129: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

116

1) Bersatu padu dan bercampur, disebut dengan istilah ‚al-Muda>khalah‛ dan ‚al-Mukha>lat}ah‛ .107

Seperti merembesnya air dalam

tanah liat, air di dalam daun, api di dalam besi, listrik di dalam kabel,

jin ke dalam raga keserupan, dan air ke dalam awan. Jiwa merupakan

material halus dan ringan, sementara raga merupakan material tebal.

Merembesnya material halus ke dalam material tebal sesuatu yang

biasa terjadi. Merembesnya jiwa ke dalam raga lebih mudah dari

merembesnya air ke dalam tanah, karena jiwa lebih halus dan lebih

ringan. Sehingga, dalam setiap anggota raga ada jiwa, di tangan ada

jiwa, di kaki ada jiwa, jiwa dan raga bersatu padu.

2) Berdampingan, melengket, dan tidak menyatu, disebut juga

dengan istilah ‚al-Muja>warah‛, ‚al-Mula>basah‛ dan ‚al-Mula>s}aqah‛.

108 Seperti air ke dalam wadahnya, dan manusia ke dalam

bajunya. Jiwa dan raga tidaklah menyatu, tapi jiwa menyampuli raga.

Raga bersebelahan dan berdampingan dengan jiwa yang melapisinya.

Sehingga manusia teridiri dari dua lapis: lapisan dalamnya raga yang

tampak, dan lapisan luarnya jiwa yang tak tampak.

3) Jiwa bertempat di suatu tempat di dalam raga yang disebut

dengan istilah ‚al-Muka>manah‛. Hanya ada dua opsi untuk tempat

tersebut: di dalam otak atau di dalam jantung. Jiwa mengatur raga

melalui daya yang ditimbulkan melalui urat-urat saraf.109

Sekalipun

ada jarak antara jiwa dan anggota raga yang digerakkan, jarak tersebut

tidaklah memakan waktu, karena kerjanya sangat cepat, seperti tarikan

magnet terhadap besi.

Ibn H{azm (384-456 H) tidak memilih satu teori yang terkuat,

merurutnya ketiga opsi tersebut sah-sah saja. Bagi Ibn Qayyim (691-

751 H) hubungan jiwa dan raga adalah teori yang pertama, yaitu jiwa

dan raga bersatu padu, mengalir di seluruh raga, seperti api di dalam

bara.110

Berbeda dengan Fakhr al-Di>n al-Ra>zi> (544-606 H) yang lebih

cenderung pada teori ketiga, jiwa berada di jantung atau di otak.

Namun pada akhirnya, al-Ra>zi> lebih memilih jantung sebagai tempat

keberadaan jiwa,111

karena lebih dekat dengan wahyu ilahi.112Al-Qalb

107

Ibn Qayyim al-Jauzi>>, Al-Ru>h}, 230. Lihat juga Al-Qa>d}i> ‘Abd al-Jabba>r,

Al-Mugni, Vol. XI, 310. 108

Ibn Qayyim al-Jauzi>>, Al-Ru>h}, 214. 109

Ibn H{azm al-Andalu>si>, Al-Fis}al fi al-Milal wa al-Nih}al, Vol. III, 258. 110

Ibn Qayyim al-Jauzi>, Al-Ru>h}, 230, 194. 111

Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Mafa>tih} al-Gaib, Vol. XXI, 44.

Page 130: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

117

sering kali diterjemahkan dengan ‚hati‛ ke dalam bahasa Indonesia.

Al-Qalb dalam bahasa Arab berarti organ ‚jantung‛. Sedangkan organ

hati dipakaikan kata ‚al-Kibd‛. Material jiwa berada di dalam jantung,

dengan cara meresap (al-Muda>khalah) seperti air di dalam daun.

Menurut Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Jantung adalah tempat ilmu, sumber

gerak, yang mengatur raga. Jantunglah yang memberi perintah kepada

otak, dan otak memerintahkan anggota raga lainnya melalui urat-urat

saraf.

Adapun dalam mengidentifikasi jenis material penciptaan jiwa,

teolog berbeda pendapat tentang material jiwa yang ada di dalam raga

yang dimaksud. Uniknya, pendapat-pendapat yang diutarakan tak jauh

berbeda dengan pendapat-pendapat filosof terdahulu yang diutarakan

dan dikritik oleh Aristoteles (384-322 SM) dalam kitab ‚al-Nafs‛.113

Hal ini membuktikan telah meluasnya kajian keilmuan Yunani di

dunia Islam. Sebut saja Fakhr al-Di>n al-Razi> (544-606 H) yang

mengutip beberapa pengidentifikasian yang menurutnya terkuat dan

mempunyai banyak pendukung di dunia Islam.114

Lihat juga Qad}i> ‘Abd

al-Jabba>r (359-415 H), ketika mengidentifikasi siapakah itu manusia

yang dibebani syariah (al-Mukkalaf)?115 Baik yang hanya menyebut

tokoh muslim saja, maupun yang merunutnya jauh ke belakang, ke

filosof Yunani. Teolog yang anti filsafat, biasanya hanya menyebut

‚dikatakan‛, ‚menurut sekelompok orang‛ tanpa menyebut nama

filosofnya. Menurut al-Shahrasata>ni> (479-548 H) filosof Muta’akhirin seperti filosof muslim mengabaikan penyebutan nama filosof Yunani.

116 Bisa jadi untuk memalsukan maupun menyamarkannya di dunia

Islam sehingga terhindar dari kericuhan.

Teori-teori tersebut diantaranya adalah sebagai berikut:

1) Teori Leucippus of Miletus117

(h. abad ke-5 SM) dan

muridnya Democritus (470-370 SM) pendiri aliran Atomisme yang

112

‚Mereka mempunyai al-Qalb, tetapi tidak dipergunakannya untuk

memahami (ayat-ayat Allah)‛ (QS. Al-A’ra>f [7]: 179) 113

Lihat ‚Sejarah aliran-aliran kejiwaan‛, Aristoteles, Kita>b al-Nafs, 9. 114

Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Arba‘i>n fi Us}u>l al-Di>n, Vol. II, 24-27. 115

Qa>d}i> ‘Abd al-Jabba>r, Al-Mugni> fi Abwa>b al-Tauh}i>d wa al-‘Adl, Vol. XI,

310. 116

Al-Shahrasata>ni>, Al-Milal wa al-Nih{al, Vol. II, 374. 117

Liucippus adalah pendiri aliran atomisme. Tidak diketahui biografinya,

kehidupannya, lahir dan wafatnya. Riwayatnya hanya diketahui dari beberapa

penuturan muridnya terutama Democritus. Sepertinya ia lahir di Miletus. Dia banyak

Page 131: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

118

menyatakan bahwa jiwa adalah material terkecil yang tak dapat dibagi

lagi (atom). Material yang tak terbagi tersebut adalah api, yang dapat

menjalar diseluruh tubuh. Ada dua karakteristik utama api: Pertama

panas bersinar atau menghasilkan cahaya, dan kedua bergerak. Oleh

karena itu, jiwa juga mempunyai dua karakter: mengetahui dan

menggerakkan. ‚Mengetahui‛ merupakan salah satu jenis cahaya.

Sedmentara raga digerakkan oleh panas insting menurut dokter

(Yunani).118

2) Teori Diogenes of Apollonia119

(h. 425 SM) dan

Anaximenes120

(585-528 SM) yang menyatakan jiwa berasal dari

udara. Menurutnya, udara merupakan material paling halus. Udaralah

yang terus bergerak dan menggerakkan raga. Oleh karena itu, selagi

udara keluar masuk raga, manusia akan tetap hidup. Namun, bila udara

tidak bergerak keluar masuk raga, manusia akan menemui ajalnya.

Bisa dikatakan hidup adalah bernafas, berhenti bernafas adalah

kematian. 121

terpengaruh oleh Parmanedes. Dia mendirikan sekolahnya di Abdera. Yang pasti,

Liucippus adalah filosof abab ke-5 SM. Diatas angkatan Democritus muridnya. Lihat

‘Ali Sa>mi al-Nashsha>r, Di>muqri>tus wa Atha>ruhu fi> Fikr al-Falsafi h}atta ‘Us}u>rina> al-

H{adi>thah, 191-197. 118

Aristoteles, Kita>b al-Nafs, 10. Lihat juga Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>,Arba‘i>n fi

Us}u>l al-Di>n, Vol. II. 24. Lihat juga Ibn Qayyim al-Jauzi>, Al-Ru>h}, 191. 119

Diogenes lahir di Apollonia, namun tidak di ketahui apakah Apollonia di

pulau Kreta atau di Laut Hitam. Dia dikenal sebagai filosof terakhir pra-Socratik.

Socrates diriwayatkan pernah belajar dengan Diogenes di Apollonia. Menurut

kesaksian Antisthenes, Diogenes belajar dari anaximenes. Lihat Tales of Miletus,

Tari>kh al-Fala>sifah, 149-166. 120

Anaximenes mulai terkenal sekitar tahun 545 SM, tidak banyak yang

diketahui tentang riwayat hidupnya, sementara tahun kematiannya diperkirakan

sekitar tahun 528/526 SM. Ia diketahui lebih muda dari Anaximandros. Ia menulis

satu buku, dan dari buku tersebut hanya satu fragmen yang masih tersimpan hingga

kini. Dia merupakan representasi terakhir filsafat Miletos. Anaximenes hidup

sezaman dengan Tales dan Anaximandros, dalam tradisi Barat mereka disebut

beraliran Miletos. Lihat Ami>rah H{ilmi Mat}ar, Al-Falsafah al-Yu>na>niyah: Tari>kh wa

Mushkila>tuha>, 55-56. 121

Aristoteles, Kita>b al-Nafs, 14. Lihat juga Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Arba‘i>n fi

Us}u>l al-Di>n, Vol. II, 25. Lihat juga Ibn Qayyim al-Jauzi>, Al-Ru>h}, 192. Lihat juga Ibn

H{azm al-Andalu>si>, Al-Fis}al fi al-Milal wa al-Nih}al, Vol. III, 255. Lihat juga ‘Ad}d} al-

Di>n al-Eiji>, Al-Mawaqif, 260.

Page 132: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

119

3) Teori Thales of Miletus122

(624-546 SM>) yang menyatakan

jiwa berasal dari air. Airlah yang menggerakkan raga. Airlah yang

membuat raga menjadi hidup, tumbuh dan berkembang. Air meresap

diseluruh raga, menghidupkan dan menggerakkannya.123

4) Teori Empedocles124

(490-430 SM) dan Anaxagoras125

(500-

428 SM) yang menyatakan jiwa terdiri dari pencampuran empat

elemen dasar: tanah, air, api dan udara. Keseimbangan pencampuran

antara keempat elemen tersebut dengan kadar kualitas dan kuantitas

122

Tales adalah seorang filosof yang mengawali sejarah filsafat Barat pada

abad ke-6 SM. Sebelum Thales, pemikiran Yunani dikuasai cara berpikir mitologis

dalam menjelaskan segala sesuatu. Pemikiran Tales dianggap sebagai kegiatan

berfilsafat pertama karena mencoba menjelaskan dunia dan gejala-gejala di dalamnya

tanpa bersandar pada mitos melainkan pada rasio manusia. Dia dikenal sebagai salah

satu filosof yang tujuh (Asat}i>n al-Sab‘ah). Thales (624-546 SM) lahir di kota Miletus

yang merupakan tanah perantauan orang-orang Yunani di Asia Kecil. Tales adalah

seorang saudagar yang sering berlayar ke Mesir. Di Mesir, Tales mempelajari

matematika dan membawanya ke Yunani. Ia dikatakan dapat mengukur piramida

dari bayangannya saja. Lihat profilnya dalam Tales of Miletus, Tari>kh al-Fala>sifah,

5-11. Lihat juga Yusuf Kiram, Tari>kh al-Falsafah al-Yuna>niyah, 12. 123

Aristoteles. Kita>b al-Nafs, 14. Lihat juga Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Arba‘i>n

fi Us}u>l al-Di>n, Vol. II, 25. 124

Empedocles lahir 490 SM di Agrigentum (Acragas) di Sisilia dari

keluarga terhormat. Empedocles melanjutkan tradisi demokrasi keluarganya dengan

membantu menggulingkan pemerintahan oligarki. Kepribadiannya dihikayatkan

antara khayalan dan realitas. Dia dikenal sebagai seorang filosof, penyair, politikus,

dokter, alim, tokoh agama, dan orang yang mengklaim mengetaui berita langit

(kenabian). Diriwayatkan dia belajar dari Pythagorism. Dia wafat di umur 60 tahun

pada 430 SM. Lihat profilnya dalam Mus}t}afa> al-Nashsha>r, Tari>kh al-Falsafah al-

Yu>na>niyah min Manz}ur al-Sharqi>, Vol. II, 271-274. Lihat juga Jama>l al-Di>n al-Qift}i>,

Ikhbar al-Ulama’ bi Akhba>r al-H{ukama’, 12-13. 125

Menurut Apollodoros, Anaxagoras lahir 500 SM hidup 72 tahun dan

meninggal pada tahun kelahiran Plato 427 SM. Ia lahir dan meniggal di Klazomenai,

Ionia, asia kecil. Namun ia berkarya dan berkarir di Athena selama 50 tahun. Oleh

karena itu, dia filosof Athena yang pertama. Pericles lalim belajar filsafat darinya

sebagaimana penuturan Plato, begitu juga Euripides, dramawan Yunani tersohor.

Ketika Pericles berusia lanjut, musuh-musuhnya berhasil memfitnahnya sebagai

murtad. Dari pertolongan Pericles dia selamat dari hukuman mati dan pindah ke

Lampsakos. Lihat profilnya dalam Ami>rah H{ilmi> Mat}ar, Al-Falsafah al-Yuna>niyah:

Tari>kh wa Mushkila>tuha>,104-105. Lihat juga Jama>l al-Di>n al-Qift}i>, Ikhba>r al-Ulama’

bi Akhba>r al-H{ukama’, 44.

Page 133: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

120

tertentu, itulah yang membuat kehidupan. Apabila kadar percampuran

keempat elemen tersebut tidak seimbang atau rusak, baik secara

kualitas maupun kuantitas, itulah yang menyebabkan kematian. Jadi,

jiwa adalah racikan dari empat unsur dasar dengan kadar kualitas dan

kuantitas tertentu.126

5) Teori Critias127

(460-403 SM) yang menyatakan Jiwa adalah

darah, tempatnya di jantung (al-Qalb), aliran darahlah penyebab

kehidupan, sumber kekuatan, penggerak raga. Apabila darah berhenti

mengalir di dalam raga, datanglah kematian.128

Masih banyak lagi teori yang mengklaim berbagai material

sebagai dasar jiwa. Namun Aristoteles (384-322 SM) mengklaim

bahwa tidak ada pendapat yang mengatakan jiwa tercipta murni dari

tanah, kecuali teori pencampuran elemen yang empat, yang salah

satunya adalah tanah. 129

Tidak heran, teori-teori tentang asal-usul jiwa

diatas serupa dengan teori asal usul penciptaan alam semesta

(kosmologi). Tak diragukan, mereka memandang manusia sebagai

makhluk mikrokosmos di alam semesta. Bagi filosof, yang pertama

kali diciptakan adalah jiwa yang disebut dengan al-‘Aql atau al-Nafs.

Pada akhirnya Aristoteles menolak semua asal jiwa dari material,

baginya jiwa berasal dari sesuatu yang immaterial. Namun, Lima teori

diatas bisa dikatakan teori terkuat dan mempunyai banyak pendukung.

Dari berbagai pendapat tersebut, Fakhr al-Di>n al-Ra>zi> (544-606

H\) memilih material halus yang berbeda dengan material raga yang

tebal. Material halus tersebut menurutnya, dapat mengalir di dalam

raga. Dalam ‚Mafa>tih} al-Gaib‛, al-Ra>zi> menjelaskan adanya dua jenis

126

Aristoteles. Kita>b al-Nafs, 12. Lihat juga Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Arba‘i>n fi

Us}u>l al-Di>n, Vol. II, 25. Lihat juga Ibn Qayyim al-Jauzi>, Al-Ru>h}, 191. Lihat juga

Abu H{asan al-Ash‘ari, Maqa>la>t al-Isla>miyi>n, Vol. II, 27. Lihat juga ‘Ad}d} al-Di>n al-

Eiji>, Al-Mawaqif, 259. 127

Critias (460-403 SM) adalah seorang penulis dan politikus Athena. Dia

adalah anak dari Callaeschrus dan merupakan Paman Plato. Dia seorang rekan

Socrates. Setelah jatuhnya Athena ke tangan Spartan, dia menjadi buronan. Critias

tewas dalam pertempuran dekat Piraeus. Critias merupakan figur dalam dialog-

dialog Plato. Bahkan salah satu dialog terakhirnya berjudul ‚Critias‛ . 128

Aristoteles, Kita>b al-Nafs, 15. Lihat juga Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Arba‘i>n fi

Us}u>l al-Di>n, Vol. II, 26. Lihat juga Ibn Qayyim al-Jauzi>, Al-Ru>h}, 191. Lihat juga

‘Ad}d} al-Di>n al-Eiji>, Al-Mawaqif, 260. Lihat juga pendapat Ibn al-Rawandi dalam

Abu H{asan al-Ash‘ari>, Maqa>la>t al-Isla>miyi>n, Vol. II, 26. 129

Aristoteles, Kita>b al-Nafs, 15.

Page 134: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

121

material: (a) material dasar yaitu tanah, air, api dan udara, (b) material

campuran dari satu atau lebih dari empat material dasar. Menurutnya,

jiwa tercipta dari jenis material kedua, yaitu pencampuran material

dasar.130

Material yang terlahir dari keempat unsur tersebut, seringkali

ada satu unsur yang dominan. Material yang didominasi tanah dan air

cenderung tebal. Sebaliknya material yang didominasi oleh api dan

udara cenderung tipis dan halus. Raga merupakan material tebal,

karena didominasi unsur air dan tanah. Sementara jiwa merupakan

material halus, karena didominasi oleh unsur udara dan api.

Karakteristik material air dan tanah adalah tebal, berwarna dan

berpermukaan. Oleh karena itu, air dan tanah dapat di gapai oleh indra.

Sebaliknya, karakteristik material udara dan api adalah halus, tak

bewarna, tak berpermukaan, sehingga sulit diperoleh oleh indra.

Material halus (api dan udara) identik dengan material langit

(samawi), material tebal (air dan tahah) identik dengan material

bumi.131

Lebih lanjut Fakhr al-Di>n al-Ra>zi> (544-606 H) menjelaskan

bahwa al-Ru>h} didominasi oleh material udara dan api. Akan tetapi ada

dua pendapat tentang material tersebut: (a) Material unsur udara yang

bercampur dengan panas keinginan (insting) yang timbul bisa jadi di

jantung atau di otak. Ada yang mengatakan itulah dia al-Ru>h}, itulah

dia manusia. Ada juga yang mengatakan bahwa manusia adalah al-Ru>h} yang berada di jantung. Ada juga yang mengatakan manusia adalah

bagian yang tak terbagi di otak. Ada juga yang mengatakan al-Ru>h} merupakan partikular-partikular api yang bercampur dengan udara

yang ada di jantung dan otak. Partikular-partikular api itulah yang

dinamakan panas dorongan atau keinginan (insting), itulah manusia. 132

(b) Al-Ru>h} merupakan material cahayawi kelangitan lagi

halus, sebuah esensi yang berkarakter seperti cahaya matahari, yang

tak dapat terurai, berubah, terbagi dan terpecah-pecah. Apabila raga

telah terbentuk, dan telah benar-benar siap, sebagaimana firman Allah

‚Apabilah telah Aku sempurnakan penciptaannya‛ dirembeskanlah

material mulia kelangitan ketuhanan itu ke dalam anggota badan

130

Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Mafa>tih al-Gaib, Vol. XXI, 44. 131

Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Mafa>tih al-Gaib, Vol. XXI, 44. 132

Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Mafa>tih al-Gaib, Vol. XXI, 45.

Page 135: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

122

seperti merembesnya api di dalam bara, lemak di dalam daging, air di

dalam daun.‛133

Pendapat yang mulia, dan argumen yang kuat ini, perlu untuk

direnungkan, karena sangat banyak sesuai dengan al-Quran dan al-

Sunnah. Udara atau anginlah yang di tiupkan sebagaimana firman

Allah ‚Aku tiupkan kepadanya al-Ru>h-Ku‛ (QS. Al-H{ijr [15]: 29).

Sementara unsur api merupakan bahan diciptakannya malaikat dan jin.

Malaikat diciptakan dari cahaya atau sinar yang dipancarkan api. Jin

diciptakan dari nyala api.134

Dua jenis makhluk bermaterial halus yang

dapat menembus material tebal, hampir sama dengan jiwa atau al-Ru>h}-nya manusia.

Fakhr al-Di>n al-Ra>zi> (544-606 H) dalam permasalahan ini

hanyalah mengulas perdebatan lama. Sejarah Yunani kuno menuliskan

perdebatan antara kalangan pendukung aliran spiritual yang dipimpin

Plato (427-347 SM) dengan aliran material atomisme yang dipimpin

Democritus (470-370 SM). Bagi pendukung aliran atomisme, jiwa

merupakan material yang sangat kecil dan cepat bergerak. Material ini

hanya bisa dipresentasikan oleh api.135

Berbeda dengan tokoh

Ash‘ariyah pendahulunya, ‘Ad}d} al-Di>n al-I<ji> (708-756 H) memberi

catatan dipenghujung bahasannya bahwa tak satupun teori yang dapat

membuktikan teorinya dengan pasti. Oleh karena itu, semua teori

tidak layak untuk dipegangi.136

2. Pembuktian Kematerialan Jiwa

Jiwa adalah material. Berkarakterkan panjang, lebar dan berisi.

Material tersebut esensinya berbeda dengan esensi raga yang dapat

diperoleh indra. Material itu adalah material cahaya, mulia, ringan,

hidup, bergerak menembus anggota raga, mengalir seperti air di dalam

daun, seperti lemak di dalam buah zaitun, seperti api di dalam bara.

Selama raga dapat menerima daya efek yang ditimbulkan, material

halus tersebut akan tetap berhubungan dengan seluruh anggota raga.

133

Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Mafa>tih al-Gaib, Vol. XXI, 45. 134

‚Malaikat diciptakan dari cahaya, dan jin diciptakan dari nyala api‛.

Hadis S{ah}ih} dan Marfu’ dari ‘Aishah riwayat Imam Muslim, dalam Kita>b: al-Raqa>iq

wa al-Zuhd Bab: Ah{a>di>th Mutafarriqah, (no. 2996), Lihat Ima>m al-Muslim, Shahi>h

al-Muslim, Vol. II, 1364. 135

Muh}ammad Jala>l Sharf, Allah wa al-A<lam wa al-Insa>n, 223-224. 136

‘Ad}d} al-Di>n al-I<ji>, Al-Mawa>qif, 260.

Page 136: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

123

Daya atau efek yang ditimbulkan digunakan untuk mengindra dan

melakukan gerak opsional. Apabila anggota raga dirusak oleh zat

tertentu, sehingga tak dapat menerima efek yang ditimbulkan, jiwa

akan meninggalkan raga dan pindah ke alam Barzakh. Menurut Ibn

Qayyim (691-751 H) hanya teori inilah teori yang benar sebagaimana

ditunjukkan al-Quran, al-Sunnah, ijmak sahabat, petunjuk akal dan

fitrah.137

Untuk menguatkan pendapatnya, Ibn Qayyim mengemukakan

116 pembuktian.138

Sebagian besar merupakan dalil naqli>, dan

sebagiannya dalil ‘aqli>. Dalil naqli> yang dikemukakan sangat kuat,

sebaliknya dalil ‘aqli> yang dikemukakan sangatlah lemah. Dalil naqli> mencakup seluruh ayat dan hadis yang menunjukkan sifat material,

seperti jiwa keluar, naik, dicabut, dan sifat-sifat material lainnya. Oleh

karena itu, teori filosof yang menyatakan jiwa bukanlah material, dan

hubungannya dengan raga adalah hubungan ketergantungan,

bertentangan dengan al-Quran dan al-Sunnah, dan merupakan

pendapat yang batil dan jauh dari kebenaran.139

Adapun diantara dalil-dalil yang menunjukkan jiwa merupakan

material adalah sebagai berikut:

1) Jiwa dipengang, ditahan, dimatikan, dan dilepaskan, semua ini

jelas sifat material (QS. Al-Dhumar [39]: 42).140

2) Kehidupan adalah masuknya material jiwa ke dalam raga,

kematian adalah keluarnya material jiwa dari raga (QS.Al-An‘a>m [6]:

93), (QS. Al-Fajr [89]: 27-30). ‚Masuk‛, ‚Keluar‛ dan ‚Kembali‛

sangat jelas menunjukkan kematerialan jiwa.141

3) Keluarnya jiwa dari raga terlihat oleh mata, manusia meninggal

matanya melihat ke atas.142

4) Al-Ru>h} al-Shuhada’ berada di perut burung berbulu hijau, yang

mempunyai sarang-sarang yang bergantung di ‘Arash,143 hadis ini

sangat jelas menunjukkan bahwa al-Ru>h} merupakan material:

137

Ibn Qayyim al-Jauzi>, Al-Ru>h}, 194. 138

Ibn Qayyim al-Jauzi>, Al-Ru>h}, 194-211. 139

Ibn Qayyim al-Jauzi>, Al-Ru>h}, 192. 140

Ibn Qayyim al-Jauzi>, Al-Ru>h}, 194. 141

Ibn Qayyim al-Jauzi>, Al-Ru>h}, 194-195. Lihat juga Ibn H{azm, Al-Fis}al fi

al-Milal wa al-Ahwa’ wa al-Nih}al, Vol. III, 254. 142

‚Apabila jiwa dipegang (dicabut, keluarnya) diikuti oleh mata‛. Hadis

S{ahih dari Ummu al-Salamah, dalam Kita>b: al-Jana>iz, Bab: al-Igma>d} al-Mayyit, (no.

920). Lihat Ima>m al-Muslim, S{ah}i>h} al-Muslim, Vol. I, 409.

Page 137: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

124

5) Al-Ru>h} yang baik keluar dari raga dengan mudah, berbau

wangi, dan naik ke langit. Al-Ru>h} yang jahat keluar dari raga dengan

susah payah, berbau busuk, kemudian naik ke langit. Namun, malaikat

tidak membukakan pintu langit.144

Semua ini dengan jelas

menunjukkan al-Ru>h} adalah material.

Masih banyak hadis-hadis yang serupa, yang menyatakan al-Ru>h} atau jiwa manusia keluar dari raga dengan berbagai sifatnya yang

material. Begitu juga dengan hadis-hadis tentang ziarah kubur,

memberi salam kepada penghuni kubur, hadis tentang pengetahuan si

mayat dengan orang yang menziarahinya, dan menjawab salam

penziarahnya.145

Sementara dalil ‘Aqli yang dikumpulkan Ibn Qayyim

al-Jauzi> (691-751 H) tentang kematerialan jiwa, diantaranya adalah

sebagai berikut:

1) Setiap orang yang berfikir waras, bila ditanya yang manakah

manusia itu? Pastilah dia akan menunjukkan postur raga ini, dan apa

yang ada di dalamnya. Tak seorangpun yang berfikir bahwa manusia

tidak di dalam raga, tidak juga di luar raga. Hal yang seperti ini tak

perlu diragukan dan dipikirkan.146

2) Semua orang pastilah menetapkan bahwa pembicaraan

mengarah pada postur raga dan apa yang ada di dalamnya. Begitu juga

dengan pujian, celaan, pahala, dosa, bujukan (al-Targi>b), dan menakut-

nakuti (al-Tarhi>b). Kalaulah ada orang yang menyebutkan bahwa

manusia yang diperintah, dilarang, dicela, dipuji dan berakal adalah

esensi transenden (immaterial), orang yang berfikiran waras pasti akan

tertawa mendengarnya, dan menyebutnya sebagai khayalan belaka. 147

3) Raga ini adalah tempat seluruh sifat jiwa, dan pengetahuannya,

baik yang universal maupun partikular, tempat daya gerakan opsional.

143

‚Al-Ru>h} para shuhada’ berada di dalam perut burung berbulu hijau,

burung itu mempunyai sarang-sarang yang tergantung di ‘Arsy, burung-burung

itupun dapat berkeliaran dengan bebas di surga.‛ Hadis S{ah}ih} dari Ibn Mas‘u>d secara

Mauqu>f, dalam Kita>b: al-Ima>rah, Bab: Baya>n Arwa>h} al-Shuhada’ fi al-Jannah, (no.

1887). Lihat Imam Muslim, S{ah}i>h} al-Muslim, Vol. II, 912. 144

Lihat hadis riwayat Ima>m al-Nasa>’i> dari Abu Hurairah, dalam Kita>b al-

Mala>ikah, (no. 11925). Lihat Imam> al-Nasa>’i>, Sunan al-Kubra>>,Vol.X, 423-424. 145

Ibn Qayyim al-Jauzi>, Al-Ru>h}, 207. 146

Ibn Qayyim al-Jauzi>, Al-Ru>h}, 210. 147

Ibn Qayyim al-Jauzi>, Al-Ru>h}, 210.

Page 138: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

125

Raga ini haruslah menjadi tempat yang membawa seluruh sifat dan

pengetahuan, tempat itu adalah raga dan apa yang ada di dalamnya.148

4) Raga adalah kendaraan dan tempat aktivitas jiwa. Masuk,

keluar, dan pindahnya jiwa seperti masuknya kapten ke dalam

kapalnya, dan penunggang ke atas kudanya. Kalaulah jiwa tidak dapat

masuk, keluar, pindah, bergerak, diam, itu sama saja dengan masuknya

kuda ke suatu kampung tanpa manusia itu di atasnya. Ini jelas-jelas

salah, karena yang masuk bukanlah manusianya, tapi yang masuk

adalah kuda, alias kendaraanya.149

5) Kalaulah jiwa manusia adalah esensi yang transenden, tidak di

dalam alam semesta, tidak diluar, tidak tersambung, tidak terputus,

tidak dihadapan dan tidak berdampingan dengan alam semesta,

tentunya manusia tahu tentang itu semua. Manusia lebih tau tentang

dirinya sendiri dari yang lainnya. Pengetahuan manusia tentang yang

lainnya dibangun atas pengetahuannya terhadap dirinya. Mayoritas

manusia penduduk bumi pastilah sepakat bahwa wujud jiwa yang

transenden adalah sebuah kemustahilan dan tak dapat dicerna akal

yang sehat.150

3. Perjalanan Akhirat Material

Bila telah jelas, baik jiwa maupun raga manusia adalah

material, jelas pula akhirat sebagai tempat pembalasan amal perbuatan

manusia semuanya juga material. Manusia material haruslah dibalasi

amalannya di tempat yang material. Tidaklah munkin manusia

material sedangkan akhirat tempat pembalasan amalannya spiritual.

Objek yang akan dibalasi haruslah sesuai dengan tempat yang

menampung objek tersebut untuk mendapatkan balasan amalannya.

Manusia material akan melewati beberapa tempat dalam perjalannya

menuju akhirat yang bersifat material. Beberapa fase yang akan

dilewati tersebut adalah sebagai berikut:

a. Barzakh Ketika ajal menjemput, kematian datang, jiwa manusia keluar

dari raganya. Kematian membuat jiwa manusia pindah dari yang

disebut alam dunia ke alam Barzakh. Kata ‚Barzakh‛ dalam bahasa

148

Ibn Qayyim al-Jauzi>, Al-Ru>h}, 209. 149

Ibn Qayyim al-Jauzi>, Al-Ru>h}, 208. 150

Ibn Qayyim al-Jauzi>, Al-Ru>h}, 209.

Page 139: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

126

Arab biasanya digunakan dengan kata ‚antara‛. Barzakh adalah antara

ini dan itu. Karena Barzakh digunakan untuk pembatas dan

penghalang antara dua sesuatu.151

Dalam al-Quran‚Barzakh‛

mempunyai makna etimologi dan terminologi. Secara etimologi

‚Barzakh‛ digunakan untuk pembatas atau penghalang (QS. Al-Furqa>n

[25]: 53), seperti pembatas antara putih telur dengan kuning telur.

‚Barzakh‛ digunakan untuk pembatas agar dua material tidak

bercampur. Sementara secara terminologi, ‚Barzakh‛ digunakan untuk

pembatas waktu, waktu dunia dan akhirat (QS. Al-Mu’minu>n [23]: 99-

100). Dimulai dari kematian yang memisahkan jiwa dan raga, sampai

hari kiamat, pada waktu dibangkitkan dan bersatunya kembali jiwa

dan raga.152

Generasi salaf, Ahl al-Sunnah dan Mu’tazilah sepakat bahwa

Barzakh adalah pendahuluan akhirat.153

Manusia akan merasakan

kebahagian atau kesengsaraan sesuai dengan amal perbuatannya154

di

alam Barzakh sambil menunggu datangnya hari kiamat (QS. Ga>fir

[40]: 46). Penampakan neraka kepada Fir‘aun dan kaumnya baik pagi

maupun petang, tentunya bukanlah neraka akhirat, tapi alam

Barzakh.155

Begitu juga dengan masuknya kaum nabi Nuh as ke neraka

setelah tenggelam (QS. Nu>h} [71]: 25). Dari tenggelam dalam lautan

menjadi tenggelam dalam api yang membara.156

Neraka yang

dimaksud adalah alam Barzakh, bukan neraka akhirat. Akhirat dimulai

semenjak hari kiamat dan dibangkitkannya raga manusia. Rizki yang

diberikan Allah kepada para shuhada’ dalam ayat bukanlah di dalam

surga, tapi di alam Barzakh.

Hadis-hadis tentang karunia yang diberikan Allah kepada

hambanya yang soleh dan azab bagi para pelaku dosa menjelang

datangnya hari kiamat sangatlah banyak. Setelah manusia mati, dua

151

Muhammad Muz}ahari>, Al-Insa>n wa al-‘A<lam al-Barzakh (Beiru>t: Da>r al-

Muh}ajjaj al-Baid}a’, 1996), Cet. I, 19. 152

Muhammad Muz}ahari>, Al-Insa>n wa al-‘A<lam al-Barzakh, 20. 153

Muhammad al-Musayyar, Al-Ru>h}, 110. 154

‚Apabila salah seorang di antara kamu meninggal, maka diperlihatkan

kepadanya setiap pagi dan petang tempat tinggalnya (kelak di akhirat).‛ H{adi>th

S{ah}ih} riwayat Imam al-Bukhari dari Ibn ‘Umar dalam Kita>b: al-Jana>iz, Ba>b: al-

Mayyit Yu’rad}u ‘alaihi Maq‘adah, (no. 1379). Lihat Ima>m al-Bukha>ri>, S{ah}ih} al-

Bukha>ri>, 268. 155

Ibn Kathi>r, Tafsi>r al-Quran al-‘Az}i>m, Vol. XII, 194-195. 156

Ibn Kathi>r, Tafsi>r al-Quran al-‘Az}i>m, Vol. XIV, 144.

Page 140: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

127

malaikat datang mengintrogasinya.157

Apakah dia akan menjadi

penduduk surga atau neraka. Jawaban yang diberikan akan berdampak

pada apa yang akan mereka dapatkan di alam Barzakh, bisa berupa

rizki, atau berupa azab yang pedih.

Kediaman jiwa material setelah meninggalkan raga banyak

diperselisihkan. Hal ini timbul dari banyaknya hadis, pendapat sahabat

maupun salaf tentang kediaman jiwa yang beragam. Kediaman jiwa

setelah mati merupakan perkara gaib (metafisika) yang hanya dapat

diketahui melalui berita langit (al-Sam‘iya>t). Oleh karena itu, yang

dipandang dalam permasalahan ini adalah dalil Naqli> yang

dikemukakan:

1) Jiwa Mukmin di Surga dan Jiwa Kafir di Neraka

Pendapat ini diutarakan oleh Abu Hurairah158

(19 SH-57 H)

dan pengikutnya berpegang pada (QS. Al-Wa>qi‘ah [56]: 88-89). Jiwa

seorang mukmin berada di surga, baik yang mati syahid maupun

mukmin biasa, dengan syarat tidak ada dosa besar atau pun hutang

yang menjeratnya. Dia akan mendapatkan pengampunan dan rahmat

dari Tuhan alam semesta.159

Al-Muqarrabi>n dalam ayat adalah orang

yang melaksanakan amalan wajib dan amalan sunat, meninggalkan

yang haram, makruh, bahkan meninggalkan sebagian amalan yang

diperbolehkan. Tempat mereka adalah surga, dengan segala

157

‚Seorang hamba bila diletakkan di dalam kuburnya dan para

pengantarnya telah kembali pulang, sunggguh dia akan mendengarkan gesekan

sandal-sandal mereka. Lalu datanglah kepadanya dua malaikat, maka keduanya

mendudukkannya dan bertanya kepadanya.‛ Hadis S{ah}ih} riwayat Imam al-Bukhari,

dari ‘Abd Allah Ibn ‘Umar, dalam Kita>b: al-Jana>iz, Ba>b: al-Mayyit Yasma’ Khafq al-

Ni‘a>l, (no. 1338). Lihat Ima>m al-Bukha>ri>, S{ah}ih} al-Bukha>ri>, 260. 158

Dia adalah ‘Abd al-Rah}ma>n ibn S{akhr ibn Tha’labah ibn Fahm ibn

Ganim ibn Du>s al-Yama>ni> (19 SH-57 H), (599-676 M). Dahulu namanya ‘Abd al-

Shams, kemudian Rasulullah menggantinya dengan ‘Abd Allah. Digelari Abu

Hurairah karena dia mengembalakan ternak keluarganya bersama kucing kecil, pada

malam hari kucing itu diletakkan di atas pohon, di siang hari ikut bersamanya. Oleh

karena itu Rasul menggelarinya ‚Bapak kucing‛. Abu Hurairah adalah sahabat

Rasulullah dan salah seorang pembesar sahabat. Ahl al-H{adi>th sepakat bahwa Abu

Hurairah merupakan sahabat yang paling banyak periwayatan dan menghafal hadis

Nabi saw. Dia masuk Islam di tangan al-T{ufail ibn ‘Umar al-Du>si> dan hijrah ke

Madinah pada waktu perang Khaibar di tahun 7 H. Lihat Muhammad ‘Ijja>j al-

Khati>b, Abu Hurairah: Ra>wiyah al-Isla>m (Cairo: Maktabah Wahbah, 1982), Cet. III. 159

Ibn Qayyim al-Jauzi>, Al-Ru>h}, 103.

Page 141: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

128

ketentraman dan kesenangannya. As}h}a>b al-Yami>n adalah orang yang

telah dicap sebagai seorang muslim. Kelompok ini sekalipun

dinyatakan masuk surga, namun levelnya dibawah al-Muqarrabi>n.

Sebaliknya, Al-Mukadhdhibi>n adalah orang yang mendustakan fitrah

dirinya sendiri untuk beriman kepada Allah. 160

Mereka adalah orang-

orang sesat dan penghuni neraka jahannam. Hal ini dikuatkan oleh

panggilan Allah swt kepada jiwa hambanya yang saleh setelah dicabut

dari raga untuk masuk surga (QS. Al-Fajr [89]: 27-30). Bahkan

diriwayatkan: ‚Jiwa orang mukmin menjadi burung yang bertengger di

pepohonan surga, sampai pada waktu Allah membangkitkan raganya di

hari kiamat‛161

Sebagian kalangan menafsirkan ‚orang mukmin‛ yang

dimaksud dalam hadis adalah para shuhada’. Sehingga jiwa yang

masuk ke dalam surga hanyalah jiwa para shuhada’, bukan seluruh jiwa

mukmin. Menurut mereka, hadis tersebut telah diidentifikasi oleh

hadis shuhada’ perang Uh}ud yang mana mereka berada dalam

tembolok-tembolok burung hijau mengarungi sungai-sungai di surga.

Burung itu memakan buah-buahnya, dan berlindung pada sarang-

sarang emas yang tergantung dalam naungan ‘Arash. 162

Menurut Abu Umar ibn ‘Abd al-Bar163

(368-463 H), hadis-

hadis menunjukkan bahwa jiwa yang berada di surga adalah jiwa para

shuhada’ bukan mukmin biasa. Terkadang diungkapkan dengan ‚di

160

Ibn al-Kathi>r, Tafsi>r al-Quran al-‘Az}i>m, Vol. XIII, 396. 161

Hadis S{ah}ih} riwayat Imam al-Nasa>’i>, dari Ka‘ab Ibn Ma>lik, dalam Kitab

al-Jana>iz, Ba>b Arwa>h al-Mukmini>n, (no. 2211). Lihat Ima>m al-Nasa>’i>, al-Sunan al-

Kubra, Vol. II, 481. 162

Lihat hadis S{ah}ih } riwayat Abu Daud dari Ibn ‘Abba>s, dalam kitab: al-

Jiha>d, Bab: al-Fad}l al-Shaha>dah, (no. 2520). Lihat Imam Abu Daud, Sunan Abi Daud

(Beiru>t: Da>r al-Risa>lah al-‘A<lamiyah, 2009), Vol IV, 173. 163

Dia adalah Abu ‘Umar Yu>suf ‘Abd Allah ibn Muh}ammad ibn ‘Abd al-

Bar ibn ‘A<s}im al-Namari> al-Andalu>si>, al-Qurtubi>, al-Ma>liki>, lebih popular disebut

Ibn ‘Abd al-Bar (368-463 H.). Dia seorang faqi>h, Mujtahid, al-H{afiz} dan muh}addith

di masanya. Dia seorang Qad}i> dan juga sejarawan. Ibn H{azm adalah sahabatnya yang

paling terkenal. Dalam masalah Aqidah, dia bermazhab Ahl al-Sunnah wa al-Jamaah.

Pada awalnya dia seorang tekstualis, kemudian pindah ke Maliki> dengan

kecendrungan yang jelas kepada fiqih Shafi‘i> dalam banyak permasalahan. Ibn ‘Abd

al-Bar dilahirkan di Cordova, kemudian pindah ke Bat}lius di saat runtuhnya Bani

Umayyah II. Lihat Shams al-Di>n al-Dhahabi>, Siyar al-A’la>m al-Nubala’, Vol XVIII,

153-162.

Page 142: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

129

dalam perut burung‛ seperti dalam riwayat Imam Muslim164

(206-261

H), terkadang ‚seperti burung hijau‛seperti riwayat Imam al-

Tirmidhi165

(209-279 H). Menurutnya, mudah-mudahan yang benar

adalah seperti burung atau seperti bentuk burung,166

terbang

berkeliaran menikmati surga beserta isinya.

Ibn Qayyim (691-751 H) menepis pengidentifikasian (takhs}is})

hadis surga hanya untuk para shuhada’. Menurutnya, tidak ada

pertentangan antara hadis yang menyatakan al-Ru>h} shuhada’ di dalam

surga dengan al-Ru>h} mukmin biasa di dalam surga. Oleh karena itu,

hadis haruslah diterima sebagaimana adanya. Baik mukmin yang mati

shahid maupun tidak, semuanya di dalam surga. Dikhususkan

penyebutan al-Ru>h}} para shuhada’menunjukkan tingginya martabat dan

posisinya di dalam surga.167

Seperti keberadaan Harithah -yang mati

shahid pada perang Badar- di surga Firdaus yang tertinggi.168

Surga

164

Dia adalah Abu al-Husain Muslim ibn al-Hajjaj ibn Muslim al-Qushairi>,

al-Naisabu>ri>, imam Ahl al-Hadi>th. Lahir 206 H/ 821 M di kota yang terkenal sebagai

gudang ‘Ilm al-H{adi>th dan riwa>yah. Nasab keluarganya merujuk kepada suku Arab

asli, kabilah Qushair. Awalnya ia belajar dibawah didikan ayahnya, kemudian belajar

kepada banyak ulama, al-H{afi>z} dan imam-imam terkemuka di masanya. Namun

gurunya yang paling menonjol adalah Imam al-Bukha>ri>. Karyanya yang paling

menakjubkan adalah kitab al-S{ah}ih}, banyak bukunya yang telah hilang. Dia

meninggal pada 261 H/ 875 M di Naisa>bu>r. Lihat Abu Zakariya al-Nawawi>, Sharh}

S}ah}ih} Muslim (Cairo: al-Mat}ba‘ah al-Masriah bi al-Azhar, 1929), Cet. I, Vol. I, b-d. 165

Dia adalah Muh}ammad ibn ‘I<sa> ibn Saurah ibn Mu>sa> ibn al-D{ah}h}a>k, al-

Salami> al-Tirmi>dhi>, Abu ‘I<sa>. Lahir (209 H/ 824 M) di Tirmi>dh, sebuah kota selatan

Uzbekistan. Dia banyak mendengar (belajar) hadis dari ulama-ulama Khurasa>n, Irak,

H{ija>z dan lainnya. Karya terbaiknya adalah kitab ‚al-Ja>mi’ al-Kabi>r‛ atau ‚al-Ja>mi’

li al-Sunan‛, yang mengantarkannya mendapat gelar Ima>m. Tirmidhi menjadi buta di

akhir hayatnya, ia wafat di kampungnya ‚Bu>g‛ pada (279 H/ 892 M). Lihat

Muh}ammad ‘Abd al-Rah}ma>n ‘Abd al-Rah}i>m al-Muba>rkafu>ri>, Tuh}fah al-Ah}wa>dhi>:

Sharh} Ja>mi’ al-Tirmidhi>, Ed. ‘Abd al-Rah}ma>n Muh}ammad ‘Usthma>n (Damaskus:

Da>r al-Fikr, tt.), Vol. I, 327. 166

Ibn Qayyim al-Jauzi>, Al-Ru>h}, 109. 167

Ibn Qayyim al-Jauzi>, Al-Ru>h}, 110-111. 168

‚Wahai Ummu H{arithah, Terdapat banyak surga, anakmu berada di surga

Firdaus yang tirtinggi‛. Lihat hadis S{ah}ih} dari Anas ibn Ma>lik, riwayat Imam al-

Bukhari>, dalam Kita>b: al-Jiha>d, Ba>b: man Ata>hu Sahm Garb fa Qatalah, (no. 2809).

Lihat Imam al-Bukha>ri, S{ah}ih} al-Bukha>ri>, 546.

Page 143: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

130

Firdaus juga merupakan tempat dan impian Rasul saw. Dia

mendoakannya sebelum ajal menjemput. 169

Menurut Muja>hid170

(21-104 H), al-Ru>h} para shuhada’

bukanlah di dalam surga, tapi di halamannya. Arwah para shuhada’

mendapatkan rizki dari pintu surga. Pendapat ini berpegang pada

hadis: ‚Syuhada’ berada di ‚Ba>riq‛ (kilauan cahaya), yaitu sebuah

sungai di pintu surga, di kubah hijau, dari sanalah keluar rezki mereka

di pagi dan petang.‛171

Bagi Ibn Qayyim (691-751 H), hadis tersebut

tidaklah menafikan surga. Sudah jelas bahwa mereka menikmati rezki

dari surga, dan sungai tersebut adalah salah satu sungai surga.

Menurutnya, Muja>hid (21-104 H) hanyalah menafikan masuknya al-Ru>h} secara sempurna ke dalam surga.

172 Surga yang sebenarnya,

tempat yang disediakan khusus untuk penghuninya, hanya akan di

masuki setelah hari kiamat, setelah berbagai proses perjalanan, seperti

Mah}sha>r, penghitungan amal dan lainnya.

Adapun orang yang menyatakan bahwa al-Ru>h} mukmin berada

di sisi Allah swt, itu hanyalah ungkapan yang sopan dan luhur, yang

pada hakikatnya sisi Allah itu adalah sidrat al-Muntaha> di dekat surga,

tempat Nabi bertemu Allah pada waktu Mi’ra>j. Karena surga adalah

tempat bertemu dan melihat Allah,173

nikmat yang terbesar yang ingin

169

Rasul berdoa sebelum meninggal: ‚Ya Allah ampunilah aku, kasihanilah

aku, dan pertemukanlah aku dengan sahabat-sahabatku (di surga yang tertinggi)‛.

Lihat hadis S{ah}ih} riwayat Imam al-Bukhari, dari ‘Aishah ra, dalam Kita>b: al-

Maga>zi>, Ba>b: Marad} al-Nabi> wa Wafa>tuh, (no. 4440). Lihat Ima>m al-Bukha>ri>, S}ahi>h

al-Bukha>ri>, 840. 170

Dia adalah Abu al-Hajja>j Muja>hid ibn Jabar al-Makki al-Makhzu>mi> (21-

104 H/ 642-722 M). Namanya sering disingkat ‚Mujahid‛ dalam buku-buku klasik.

Dia seorang imam, faqi>h, muh}addith, tersohor di bidang tafsir dan qiraah al-Quran

dan hadis. Muja>hid banyak meriwayatkan dari Ibn ‘Abba>s, yang telah

mengemukakan kepadanya al-Quran sebanyak tiga kali. Ia berhenti disetiap ayat,

bertanya bagaimana ayat ini dan tentang apa diturunkan. Mujahid belajar dari Ibn

‘Abba>s tafsir al-Quran dan qiraahnya. Lihat Shams al-Di>n al-Dhahabi>,Siyar al-A’la>m

wa al-Nubala’, Vol. IV, 449-457. 171

Hadis S{ah}ih} al-Isna>d riwayat Imam Ah}mad Ibn H{anbal, dalam musnad

Abd Allah ibn ‘Abba>s (no. 2390). Lihat Ima>m Ahmad ibn H{anbal, Al-Musnad. Ed.

Syaikh Shu ‘aib Arnaut} (Beiru>t: Muassasah al-Risa>lah, 1995), Vol. IV, 220. 172

Ibn Qayyim al-Jauzi>, Al-Ru>h}, 112. 173

‚Seorang mayat (salih) bila jiwanya telah keluar, akan naik ke langit

sampai berakhir pada langit tempat dimana Allah berada.‛ Hadis S{ah}i>h riwayat

Page 144: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

131

diraih setiap muslim: ‚Tetapi mereka berada di sisi Allah mendapat

rezki‛ (QS. Ali Imran [3]: 169).‚ (yaitu) di Sidratil Muntaha. Di

dekatnya ada surga tempat tinggal‛ (QS. Al-Najm [53]: 14-15)

2) Jiwa Mukmin Berada di Liang Kuburnya

Pendapat ini dikemukakan oleh Ibn ‘Abd al-Bar (368-463 H)

dalam bukunya ‚Tamhi>d lima> fi> al-Muwat}t}a’ min al-Ma‘a>ni wa al-Asa>ni>d‛.

174 Menurutnya, al-Ru>h} para shuhada’ berada di surga,

sebagaimana hadis yang telah berlalu. Sementara jiwa seorang

mukmin tetap berada di liang kuburnya dan tak keluar dari sana.

Pemahaman ini diambil dari sejumlah hadis yang menyatakan

datangnya dua malaikat di dalam kubur, di siksa dan diberi nikmat di

dalam kubur, ditambah lagi dengan hadis-hadis tentang si mayat yang

menjawab salam bagi penziarahnya.175

Ima>m Muslim (206-261 H)

meriwayatkan, si mayat yang dapat menjawab pertanyaan malaikat,

kuburnya dilapangkan 70 hasta, dan dipenuhi dengan tumbuhan hijau.

176 Dalam riwayat Imam al-Tirmidhi (209-279 H) dikisahkan bahwa

orang yang tak dapat menjawab, kuburnya akan disempitkan hingga

Imam Ah}mad dalam Musnad-nya Vol. II, 364 (no. 8754). Lihat takhrijnya dalam Ibn

Qayyim al-Jauzi>, Al-Ru>h}, 117. 174

Terdiri dari 26 volume, lihat Abu ‘Umar Ibn ‘Abd al-Bar al-Qurt}ubi>,

Tajri>d al-Tamhi>d Li Ma> fi al-Muwat}ta’ min al-Ma‘a>ni> wa al-Masa>ni>d, Ed. Mus}tafa>

ibn Ah}mad al-‘Alawi dan Muh}ammad ‘Abd al-kabi>r al-Bakri> (al-Riba>t}: Waza>rah

Shuu>n al-Isla>miyah bi al-Magrib, 1963), Vol. XIV, 103. 175

‚Tidaklah seorang muslim melewati kuburan saudaranya yang

dikenalnya ketika hidup di dunia, kemudian dia memberi salam kepadanya, niscaya

Allah mengembalikan kepadanya al-Ru>h}-nya untuk menjawab salam.‛ Hadis D{a‘i>f

Mu‘allaq riwayat Ibn ‘Abd al-Bar tanpa sanad, dan diriwayatkan oleh Ibn Qayyim

al-Jauzi> dalam ‚al-‘Ilal al-Mutana>hiyah fi Ah}a>di>th al-Wa>hiyah‛, dengan sanad

lengkap dari Ibn ‘Asa>kir yang tersambung kepada Abu Hurairah. Lihat Ibn Qayyim

al-Jauzi>, Al- ‘Ilal al-Mutana>hiyah fi Ah{adi>th al-Wa>hiyah, Ed. Shaikh Khali>l al-Ma>is

(Beiru>t: Da>r al-Kutub al-Ilmiyah, 1983), Vol. II, 911. 176

Imam Muslim menambahkan: ‚Qata>dah berkata: Disebutkan kepada

kami, mukmin yang dapat menjawab akan dilapangkan kuburnya 70 hasta, dan

dipenuhi oleh tumbuhan hijau sampai hari dibangkitkan‛Penambahan ini hanya di

dapatkan pada Imam Muslim, sedangkan sumber Qatadah ‚disebutkan kepada kami‛

tidaklah tersambung (Mauqu>f) kepada Rasulullah saw. Hadis dalam Kita>b: al-Jannah wa S{ifah Na‘i>miha>, Ba>b: ‘Ard} maq al-Mayyit min al-Jannah wa al-Na>r, (no. 2870).

Lihat Ima>m al-Muslim, S{ah}ih} al-Muslim, Vol. II, 1313.

Page 145: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

132

tulang-tulang rusuknya bertautan. 177

Liang kubur merupakan salah

satu taman surga atau jurang neraka. 178

Hadis-hadis sangat jelas menunjukkan bahwa al-Ru>h} berada di

liang kuburnya bersama raga. Dimulai dengan didudukkan untuk

menjawab pertanyaan malaikat Munkar dan Nakir.179

Bagi yang

menjawab dengan benar akan dilapangkan kuburnya, dan diberi

nikmat. Bagi yang tidak dapat menjawab, kepalanya di ketok dengan

palu, kuburannya menjadi sempit dan disiksa. Jawaban yang diberikan

adalah jawaban spontan atas amalan mereka, bukan jawaban opsional

yang dikendalikan akal. Seorang mukmin akan dapat menjawab, dan

seorang kafir maupun munafik tak dapat menjawabnya, karena seorang

mukmin diberikan keteguhan hati untuk menjawabnya (QS. Ibrahi>m

[14]: 27).180

Al-Ru>h} juga dapat menjawab salam para penziarahnya. Hadis

Nabi saw melewati kuburan dua orang mukmin, dia mendengar

keduanya sedang di azab, lalu meletakkan pelepah kurma di atasnya,

agar meringankan siksa kuburnya sampai pelepah itu kering. Hadis

juga menerangkan, bahwa seluruh binatang selain manusia dan jin (al-Thaqlain) yang ada disekitarnya, mendengar jeritan orang yang di

siksa di dalam kuburnya.181

Semua ini sangat jelas menunjukkan

bahwa al-Ru>h} berada di liang kuburnya bersama raga.

Ibn Qayyim (691-751 H) menepis pendapat Ibn ‘Abd al-Bar

(368-463 H), menurutnya pendapat ini bertentangan dengan sunnah

177

‚Himpitlah dia, bumi pun menghimpitnya hingga tulang-tulang rusuknya

bertautan. Dia terus diazab sampai Allah membangkitkannya dari tidur panjang.‛

Hadi>th H{asan Gari>b riwayat Ima>m al-Tirmidhi> dalam Kita>b: al-Jana>iz, Ba>b: Ma> Ja>’a

fi> ‘Adha>b al-Qabr, (no. 1071). Lihat Ima>m al-Tirmidhi>, Sunan al-Tirmidhi, 253-254. 178

‚Kuburan merupakan salah satu taman surga atau salah satu jurang

neraka‛. Hadis D{a‘i>f Riwayat Imam Tirmidhi dari Sa‘i>d al-Khudri, dalam Kita>b:

S{ifah al-Qiya>mah, (no. 2460). Lihat Ima>m al-Tirmi>dhi>, Sunan al-Tirmi>dhi>, 555. 179

Lihat hadis S{ah}ih} riwayat Imam al-Bukhari, dari ‘Abd Allah Ibn ‘Umar,

dalam Kita>b: al-Jana>iz, Ba>b: al-Mayyit Yasma’ Khafq al-Ni‘a>l, (no. 1338). Lihat

Ima>m al-Bukha>ri>, S{ah}ih} al-Bukha>ri>, 260. 180

Abu ‘Abd Allah al-Qurt}u>bi>, Al-Tadhkirah bi Ahwa>l al-Mauta> wa Umu>r

al-A<khirah, Ed. Ahmad ‘Abd al-Razza>q al-Bakri>dan Muhammad ‘A<dil Muhammad.

(Cairo: Da>r al-Sala>m, 2008), Cet. II, 139. 181

Hadis S}ah}ih} riwayat Imam al-Bukha>ri> dari Ibn ‘Abba>s dalam Kita>b: al-

Jana>iz, Ba>b: ‘Aza>b al-Qubr min al-Gi>bah wa al-Baul, (no. 1378). Lihat Imam al-

Bukhari, S{ahi>h al-Bukha>ri>. 267.

Page 146: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

133

yang tak terbantahkan. Al-Quran dan hadis yang benar telah jelas

menunjukkan bahwa al-Ru>h} para shuhada’ dan para Nabi berada di

surga yang tertinggi yang disebut dengan ‚al-Rafi>q al-A’la‛ ataupun

‚al-A’la> ‘Illi>yi>n‛.182

Beragamnya posisi mukmin di surga sesuai

dengan martabat amalan mereka masing-masing. Surga tertinggi

ditempati oleh para nabi, para shuhada’, dan s}iddi>qi>n (QS. Al-Nisa>’

[4]: 69). Ada pula al-Ru>h} yang tertahan di pintu surga, ada pula yang

terbang berkeliaran di pepohonan surga, semua sesuai dengan

tingkatan dan amal perbuatan mereka. Bahkan ada pula al-Ru>h} yang

terkatung-katung antara langit dan bumi, karena hutang yang masih

membelitnya, sehingga tidak dibukakan pintu langit untuknya. 183

Menurut Ibn Qayyim (691-751 H), al-Ru>h} memang

dikembalikan ke dalam kubur, baik yang memang di dalam tanah

maupun yang kuburnya di perut hewan, di tiang salib, dan

sebagainya.184

Al-Ru>h} dikembalikan untuk menjawab pertanyaan

Munkar dan Naki>r. Setelah itu, al-Ru>h} naik ke atas, ke langit, dan

terus ke surga. Ada yang terhenti di pintu langit karena hutang, ada

yang di pintu surga, ada yang di dalam surga, ada yang di surga

tertinggi sesuai amalannya masing-masing. Sementara al-Ru>h} munafik

dan kafir, tidak dapat naik ke langit, karena tidak dibukakan pintu

langit untuknya (QS. Al-A’ra>f [7]: 40), dan al-Ru>h}-nya terombang-

ambing jatuh ke bumi (QS. Al-Haj [22]: 31).185

Menurut Ibn Qayyim, al-Ru>h} masih memiliki hubungan dengan

raganya, baik yang masih ada maupun raga yang telah binasa.

Sekalipun al-Ru>h} berada pada posisi tertinggi di surga, Allah

mengembalikan al-Ru>h} ke dalam raga untuk menjawab salam

penziarahnya. Dalam peristiwa Mi’ra>j, nabi melihat Musa as shalat

berdiri di atas kuburnya, Nabi juga melihatnya di langit ke-6 dan ke-7.

Bisa jadi al-Ru>h} itu sangat cepat bergerak dan pindahnya, seperti

182

Ibn al-Qayyim al-Jauzi>, Al-Ru>h}, 115. 183

‚Jiwa seorang mukmin terkatung-katung karena hutangnya sampai

hutang tersebut dilunasi‛. Hadis S{ah}i>h} riwayat Imam al-Tirmi>dhi> dari Abu

Hurairah, dalam Kita>b: al-Jana>iz, Ba>b: Ma> Ja>a fi Raf’ al-Yadain ‘Ala al-Jana>zah,

(no. 1078-1079). Lihat Ima>m al-Tirmi>dhi>, Sunan al-Tirmi>dhi>, 255. 184

Ibn Qayyim al-Jauzi>, Al-Ru>h}, 80. 185

Ima>m al-Qurt}u>bi>, Al-Tadhkirah,117.

Page 147: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

134

kedipan mata. Bisa jadi al-Ru>h} berhubungan dengan raga seperti

pancaran cahaya matahari dengan planetnya.186

Pernyataan adanya hubungan al-Ru>h} dengan raga yang

berlainan tempat, menunjukkan Ibn Qayyim (691-751 H) tidak

konsisten dengan pendapatnya. Keterhubungan jiwa dengan raga

merupakan teori filosof, yang menyatakan hubungan jiwa dengan raga

adalah hubungan mengatur, tidak dari dalam raga tidak pula dari

luarnya. Sepertinya Ibn Qayyim terpengaruh dengan teori filosof

dalam memecahkan permasalahan ini. Begitu juga dengan teori

pancaran cahaya, Fakhr al-Di>n Al-Ra>zi (544-606 H) telah menganalisa

bahwa jiwa terbuat dari pencampuran elemen api dan udara.187

Elemen

api berupa cahaya yang dipancarkan, hampir sama dengan penciptaan

malaikat. Kendaraan nabi ketika Mi’raj disebut ‚Bu>ra>q‛ yang berarti

kilauan cahaya. Ilmuan telah menetapkan kecepatan cahaya

299.792.458 meter/detik. Sangat mustahil bila ditempuh jiwa dari

surga ke bumi hanya untuk menjawab salam. Padahal Ibn Qayyim

telah menyadari bahwa hadis menjawab salam dan penyempitan dan

perluasan kubur adalah hadis D{a‘>if dan Mauqu>f.188 Namun Ibn Qayyim

sebenarnya menerapkan aliran tekstualis Hana>bilah (salafi), yang lebih

mengutamakan hadis lemah sekalipun dari pada rasio (Qiya>s). Apabila

tidak ada satu hadis S{ah}ih} pun dalam suatu permasalahan, hadis D{a‘i>f lebih kuat dari pada ‚Qiya>s‛.

189

3) Jiwa Manusia Berada di Suatu Tempat di Bumi

Jiwa manusia berkumpul di suatu tempat di bumi (al-Ard}) sebagaimana dipahami dari ayat ‚bumi ini diwariskan kepada hamba-

hamba-Ku yang saleh‛ (QS. Al-Anbiya’ [21]: 105). Sekalipun

pemahaman tersebut merupakan salah satu bentuk penafsiran, namun

penafsiran tersebut tidaklah tepat. Para Mufassir berbeda pendapat

dalam memahami bumi (al-Ard}) yang dimaksud.190

Pertama, pendapat

mayoritas ulama yang menafsirkan bumi tersebut adalah bumi surga,

186

Ibn Qayyim al-Jauzi>, Al-Ru>h}\, 113-114. 187

Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Mafa>tih al-Gaib, Vol. XXI, 45. 188

Ibn Qayyim al-Jauzi>, Al-‘Ilal al-Mutana>hiyah, Vol. II, 911. 189

Apabila tidak ada satu teks pun dalam suatu permasalahan, tidak ada

pendapat sahabat, atau salah seorang sahabat, tidak juga ada h}adi>th mursal bahkan

d{a‘i>f, barulah digunakan Qiya>s. Lihat Ibnu Qayyim Al-Jauzi>, I’la>m Muqa’i>n ‘an

Rabbi al-‘Alami>n (Saudi Arabia: al-Da>r Ibnu al-Jauzi>, 1423 H) Vol. I, 29-33. 190

Ibn Qayyim al-Jauzi>, Al-Ru>h}, 120.

Page 148: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

135

pengganti bumi dunia ini (QS. Ibra>hi>m [14]: 48).191

Kedua, bumi yang

dimaksud adalah bumi ini, Allah mewariskan bumi ini bagi hambanya

yang beriman. ‚mewariskan‛ disini maksudnya berkuasa atas umat

lainnya (QS. Al-Nu>r [24]: 55).192

Ada pula yang berpendapat bahwa al-Ru>h} mukmin berada di al-‘Illi>yi>n di langit ke-7, dan al-Ru>h} kafir berada di al-Sijji>n di bumi ke

tujuh berpegang pada hadis yang menyatakan malaikat mencabut al-Ru>h} mukmin membawa kain sutera dan wewangian. Kemudian

dicabutlah al-Ru>h} dari raga seperti menarik rambut dari dalam tepung.

Kemudian al-Ru>h dibungkus dengan kain dan wewangian tersebut

hingga dibawa ke ‘Illiyi>n. Sebaliknya malaikat membawa kain kasar

berkerikil untuk membungkus al-Ru>h} seorang kafir untuk selanjutnya

dibawa ke al-Sijji>n. 193

Ada juga yang berpendapat bahwa al-Ru>h} mukmin berkumpul

di sumur zamzam. Berkumpulnya al-Ru>h} mukmin di sumur zamzam

merupakan pendapat yang tak berdalil dan merusak.194

Ada juga

sekelompok orang yang menafsirkan bumi tersebut dengan Bait al-Maqdis (Palestina).

195 Ada yang berpendapat bahwa al-Ru>h} mukmin di

‚al-Ja>biah‛ dan al-Ru>h} kafir berada di ‚Barhu>t‛ di Had}arat al-Maut. Menurut Ibn H{azm

196 (384-456 H), pendapat ini diutarakan oleh

Syi‘ah al-Ra>fid}ah.197

Namun menurut Ibn Qayim (691-751 H),

191

‚(Yaitu) pada hari (ketika) bumi diganti dengan bumi yang lain dan

(demikian pula) langit.‛ (QS. Ibra>hi>m [15]: 48). Lihat Ibn Kathi>r, Tafsi>r al-Quran al-‘Az}i>m, Vol. IX, 457.

192 Ibn Qayyim al-Jauzi>, Al-Ru>h}, 120.

193 Hadis dikutip oleh Imam al-Qurtubi> dalam kitab al-Tadhkirah, pentakhrij

hadis memberi nilai S{ah}i>h} Isna>d, diriwayatkan oleh Imam al-Nasa>i> (no. 1959),

namun tak ditemukan hadis tersebut pada nomor itu. Lihat Imam al-Qurt}ubi>. Al-

Tadhkirah bi Ah}wa>l al-Mauta> wa Umu>r al-A<khirah, 56. 194

Ibn Qayyim al-Jauzi>, Al-Ru>h}, 121. 195

Ibn Kathi>r, Tafsi>r al-Quran al-‘Az}i>m, Vol. IX, 457. 196

Ibn H{azm al-Andalu>si>, Al-Fis}al fi al-Milal wa al-Nih}al,Vol II, 375. 197

Al-Ra>fid}ah merupakan istilah yang dipakaikan muslimin untuk

menyebut sekte syi‘ah yang menolak kepemimpinan Zaid ibn ‘Ali ibn H{usain ibn

‘Ali ibn Abi T{a>lib, namun ketika ditanya Abu Bakr dan Umar, mereka

mendoakannya. Pada waktu itu, Syi‘ah terbagi menjadi dua, al-Ra>fid}ah bagi yang

menolak, dan al-Zaidiayah bagi pendukung Imam Zaid ibn ‘Ali. Ahl al-Sunnah,

Syi‘ah al-Zaidiyah dan Iba>d}iyah menggunakan sebutan ini untuk Syi‘ah Isma>‘i>liyah

dan Ithna> al-‘Ashriyah. Lihat Shaikh al-Isla>m Ibn Taimiyah, Minha>j al-Sunnah al-

Page 149: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

136

pendapat ini diutarakan oleh Ahl al-Sunnah diriwayatkan dari sahabat

dan tabi‘i>n.198

4) Jiwa Manusia Berada di Tempat Awal Penciptaannya

Pendapat ini diutarakan oleh Ibn H{azm al-Anda>lu>si> (384-456

H). Menurutnya, setelah seseorang meninggal, al-Ru>h-}nya akan

kembali ke tempat semula, tempat al-Ru>h} diciptakan sebelum

ditiupkan ke dalam raga masing-masing. Pendapat ini tentunya

dilandasi oleh teori terciptanya jiwa secara keseluruhan jauh sebelum

raga. Bagi Ibn H{azm, Barzakh adalah nama tempat ketika al-Ru>h}

diciptakan dan diambil janjinya untuk bertauhid. Setelah

meninggalkan raga al-Ru>h} kembali ke alamnya, yaitu alam ‚Barzakh‛

yang terletak di langit, dan dilihat Nabi saw ketika Mi’ra>j. Penghuni

surga disebelah kanan Adam as dan penghuni neraka disebelah kiri

Adam as.199

Menurut Ibn Qayyim (691-751 H) pendapat ini sama

sekali tidak berdalil. Tidak ada disebutkan baik dalam al-Quran

maupun al-Sunnah bahwa Barzakh tempat al-Ru>h} diciptakan sebelum

raga.200

Perdebatan seputar kediaman jiwa setelah meninggalkan raga

dan sebelum datangnya hari kiamat, meninggalkan sebuah

permasalahan berar. Apakah sebenarnya hakikat Barzakh ? Tempat

siksa kubur dan kebahagian kubur itu? Pada dasarnya permasalah ini

kembali pada topik utama pembahasan. Siapakah manusia yang

dibalasi amalannya tersebut? Bagi yang berpendapat manusia adalah

material raga, tentunya siksa kubur terjadi di liang kubur. Bagi yang

berpendapat manusia adalah jiwa material yang ada di dalam raga,

azab dan nikmat kubur tentunya ditentukan oleh kemana perginya jiwa

material setelah keluar dari raga. Selanjutnya, apakah siksa hanya

untuk raga, atau jiwa saja atau kedua-duanya? Rumitnya masalah,

mulai dari dalil yang dipegangi sampai rasionalitas perkara, membuat

sekelompok muslim rasionalis mengingkari adanya siksa kubur:

1) Siksa dan Nikmat Kubur untuk Jiwa dan Raga

Nabawiyah fi Naqd} Kala>m al-Shi‘ah al-Qadariyah, Ed. Muh}ammad Risha>d Sa>lim

(Riya>d}: Ja>mi‘ah Ibn Su‘u>d al-Isla>miyah, 1986), Vol. I, 35. 198

Ibn Qayyim al-Jauzi>, Al-Ru>h}, 119. 199

Ibn H{azm al-Andalu>si>, Al-Fis}al fi al-Milal wa al-Nih}al,Vol II, 377. 200

Ibn Qayyim al-Jauzi>, Al-Ru>h}, 121.

Page 150: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

137

Pendapat ini merupakan kata sepakat salaf sebelum timbulnya

perselisihan dan pendapat mayoritas Khalaf.201

Siksa kubur untuk jiwa

dan raga, dalam artian jiwa dikembalikan ke dalam raga di dalam

kuburnya, atau jiwa masih mempunyai hubungan dengan raga

sekalipun telah berpisah. Menurut pendapat ini, manusia dihidupkan di

dalam kuburnya untuk ditanya malaikat Munkar dan Naki>r. Bagi yang

tak dapat menjawab akan disiksa, bagi yang dapat menjawabnya akan

diberi nikmat. Makna ‚hidup‛ adalah kembalinya jiwa ke dalam raga,

baik sebagai esensi (material) maupun aksiden. Raga manusia hanya

dapat merasa bila al-Ru>h} ada padanya. Bila tidak, raga tak ubahnya

benda mati yang tak merasa. Ibn Qayyim (691-751 H) menyatakan

bahwa ini merupakan mazhab salaf dan imamnya, yaitu jiwa yang

kekal setelah keluar dari raga akan diberi nikmat atau akan disiksa.

Terkadang jiwa berhubungan dengan raga, sehingga sama-sama

merasakan nikmat atau siksa.202

Tanya jawab yang berlangsung di dalam kubur pastilah terjadi

kepada orang yang berakal waras dan penuh kesadaran, bila tidak,

tentunya hanyalah kesia-sian. Teks hadis yang dengan jelas

menyatakan kembalinya al-Ru>h} ke dalam raga waktu ditanya malaikat

Munkar dan Naki>r kesahihannya diperdebatkan. 203

Ibn Qayyim

mengklaim hadis tersebut Sahih. Awal hadis dengan lafaz yang

berbeda juga diriwayatkan oleh Imam Abu Daud204

(202-275 H). 205

201

Al-Sayyid al-Shari>f al-Jarja>ni>, Sharh} al-Mawa>qif li Ad}d} al-Di>n al-Eiji>,

Vol. VIII, 345. Lihat juga Ibn Qayyim al-Jauzi>, Al-Ru>h}, 59. 202

Ibn Qayyim al-Jauzi>, Al-Ru>h}, 59. 203

Hadis dari Barra’ ibn ‘A<zib diriwayatkan oleh Abu ‘Awwa>nah al-

Asfiraini, dikutip oleh Ibn Qayyim al-Jauzi> dalam kitabnya al-Ru>h}, pentakhrij hadis

buku tersebut ‚Dr. Muhammad Muhammad Ta>mir‛ mengaku tidak mampu atau

tidak menemukan hadis tersebut. Lihat Ibn Qayyim al-Jauzi>, Al-Ru>h, 48-49. 204

Dia adalah Abu> Daud Sulaima>n ibn al-Ash‘at ibn Ish}a>q ibn Bashi>r al-

Azdi> al-Sajista>ni> yang populer dikenal sebagai Abu Daud pengarang kitab ‚Sunan

Abi Daud‛. Lahir di Sajista>n, Iran pada 202 H/ 817 M. Dia me-nuqil-kan hadis dari

ulama Irak, Khurasa>n, Sha>m, dan Mesir. Dia menghimpun dalam kitab Sunan 4.800

hadis yang tidak saja s}ah{ih} tapi juga mencakup yang H{asan dan D}a‘i>f dan yang

belum terkumpulkan. Jumlah itu didapat setelah memilah 500.000 hadis yang

menjadi dalil dan rujukan fuqaha dalam berfatwa. Dia wafat pada 275 H/ 888 M.

LihatMah}mu>d Muh}ammad Khita>b al-Subki>, Al-Manhal al-‘Adhb al-Mauru>d (Beiru>t:

Muassasah al-Ta>ri>kh al-‘Arabi>, tt),Vol. I, 15.

Page 151: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

138

Bahkan menurutnya, seluruh Ahl al-Sunnah dan Ahl al-Hadis

menekankan kes}ah}ih}an hadis ini. Sementara yang berpendapat

berbeda, banyak melemahkan hadis yang matannya berbau khayalan

tentang siksa kubur, seperti penyempitan kubur, perluasan kubur

sepanjang mata memandang, ditumbuhi tumbuhan hijau, menjawab

salam dan lainnya. Disamping dinilai cacat dari sisi matan, sanad-nya

juga dipandang lemah, dan tidak sampai derajat sahih dan mutawatir

sehingga tidak dapat menjadi pijakan dalam urusan akidah.

Ibn H{azm (384-456 H) menegaskan bahwa tidak satupun hadis

Rasulullah saw. yang sahih menyatakan al-Ru>h} orang yang telah mati

kembali ke raganya ketika ditanya. Seluruh hadis yang telah jelas

kesahihannya berlawanan dengan hadis tersebut.206

Ibn Qayyim (691-

751 H) menyadari adanya kelemahan tersebut dan membantahnya.

Menurutnya, pendapat itu merupakan pendapat serampangan (dari Ibn

H{azm). Hadis tersebut kesahihannya tak perlu diragukan. Hadis dapat

dikuatkan dengan periwayatan sekelompok orang lainnya yang

senada.207

Disamping menghadapi serangan dari sisi tekstual (Naqli>), aliran ini juga mendapat serangan dari sisi rasionalitas (‘Aqli >) yang

luar biasa. Bagaimana raga di dalam kubur mendapatkan kesenangan

berupa: tanaman hijau, seluas mata memandang, kenikmatan surga,

dan mendapat siksaan berupa: diketok dengan palu besi, dibakar

dengan api yang menyala dan sebagainya. Sementara kondisi mereka

tak berubah di dalam kuburnya. Tidak ada bekas api, palu besi dan

sebagainya, bahkan raga telah menjadi tanah, dimakan ulat dan

diterbangkan angin. 208

Kalaulah kita ingin coba memastikan dengan membongkar

kuburan yang ada. Tidak ditemukan adanya ular-ular maupun api yang

menyala sebagai siksa bagi kaum durhaka. Bagaimana bisa kuburnya

menjadi luas seluas mata memandang atau menyempit hingga tulang

205

‚Kami pergi dengan Rasulullah mengurus jenazah seorang Ans}a>r. Kami

sampai di kuburannya, dan jenazah belum dimasukkan ke dalam lahatnya. Kemudian

Rasul saw. duduk menghadap kiblat dan kami duduk bersamanya.‛ Hadis S{ah}i>h}

Isna>d riwayat Imam Abu Daud dari Barra’ ibn ‘A<zib, dalam Kitab: al-Jana>iz, Ba>b:

Julu>s ‘Inda al-Qubr, (no. 3212). Lihat Imam Abu Daud,Sunan Abi Daud, Vol. V, 122. 206

Ibn H{azm al-Andalu>si>, Al-Fis}al fi al-Milal wa al-Nihal, Vol. II, 373-374. 207

Ibn Qayyim al-Jauzi>, Al-Ru>h}, 53. 208

Sa’d al-Di>n al-Taftaza>ni, Sharh} al-Maqa>s}id, Vol. V, 112-113. Lihat juga

Al-Sayyid al-Shari>f al-Jarja>ni>, Sharh} al-Mawa>qif, Vol. VIII, 348.

Page 152: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

139

rusuknya remuk. Belum lagi tempat untuk malaikat yang berbentuk

orang yang lembut (bagi penghuni surga) dan sangar (bagi penghuni

neraka). Ukuran lahat si mayat juga tidak pernah berubah, tetap

sebagaimana dibuatkan untuknya. Tak ada perubahan apapun yang

terlihat dari lahatnya. 209

Terlebih pada kasus mayat yang tidak

dikuburkan, tak ada perubahan pada raganya, dalam artian tidak ada

bekas siksaan atau pun kebahagian ditemukan pada raga si mayat.210

Seperti mayat yang mati di tiang salib dan dibiarkan dalam waktu

yang lama, tidak ada secercah bekas kenikmatan maupun kesengsaraan

pada si mayat.

Setiap hadis yang tidak sesuai dengan kehendak akal dan indra,

yang salah pastilah orang yang menyatakannya (periwayatan). Kritik

para rasionalis baik dari kalangan ateis maupun muslim sendiri cukup

telak dalam kasus ini. Untuk menjawabnya, Ibn Qayyim (691-751 H)

membagi masa menjadi tiga: (a) masa dunia, (b) masa Barzakh, dan (c)

masa akhirat. Setiap zaman memiliki aturan (sunnah) yang tersendiri.

211 Manusia terdiri dari jiwa dan raga. Allah menjadikan al-Ru>h}

bergantung kepada raga dalam kehidupan dunia. Itulah sebabnya

hukum syariah bergantung pada gerakan raga yang tampak, seperti

menggerakkan lidah, gerakan anggota raga, sekalipun jiwa menyimpan

sesuatu yang berbeda dengan amalan raga. Sebaliknya dalam

kehidupan Barzakh, Allah menjadikan raga bergantung kepada al-Ru>h}. Raga turut merasakan apa yang dirasakan al-Ru>h} seperti sebaliknya

pada kehidupan dunia. Raga turut merasa sakit jika al-Ru>h} merasa

sakit, dan begitu seterusnya. Sama ketika ada anggota raga sakit al-Ru>h} turut merasakannya waktu di dunia.

Menurut Ibn Qayyim, api yang menyala dan tanaman hijau,

bukanlah seperti api dan tanaman hijau di dunia. Api dan tanaman itu

tak terlihat oleh penghuni dunia. Karena api dan tamanan tersebut

merupakan api dan tanaman akhirat.212

Api akhirat jauh lebih panas

tapi tidak dirasakan penghuni dunia. Malaikat memang tak terlihat,

Nabi saw. berbicara dengan jibril dihadapannya, tapi para sahabat tak

melihatnya. Begitu juga dengan kembalinya al-Ru>h} ke dalam raga

yang di salib, raga yang tercerai berai, kembalinya al-Ru>h} tak seperti

209

Ibn Qayyim al-Jauzi>, Al-Ru>h}, 70. 210

Sa’d al-Di>n al-Taftaza>ni, Sharh} al-Maqa>s}id, Vol. V, 116. Lihat juga Al-

Sayyid al-Shari>f al-Jarja>ni>, Sharh} al-Mawa>qif, Vol. VIII, 348. 211

Ibn Qayyim al-Jauzi>, Al-Ru>h},71-12. 212

Ibn Qayyim al-Jauzi>, Al-Ru>h}, 74.

Page 153: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

140

di dunia. Mereka ditanya dan menjawab di tiang salib, namun manusia

yang hidup di dunia tak menyaksikannya.213

Tercerainya raga di

berbagai tempat bukanlah masalah, semua berpulang pada kekuasaan

Allah swt. Bagi yang mengingkarinya berarti mengingkari kekuasaan

Allah swt. dan segala hal diluar kebiasaan (mu’jiza>t).

Ibn Qayyim (691-751 H) membagi ketergantungan jiwa kepada

raga menjadi lima macam, masing-masing memiliki hukum atau aturan

yang tersendiri:214

a) Ketergantungan jiwa dengan raga di dalam rahim sewaktu baru

menjadi janin.

b) Ketergantungan jiwa dengan raga setelah dilahirkan.

c) Ketergantungan jiwa dengan raga sewaktu tidur.

d) Ketergantungan jiwa dengan raga setelah meninggal (Barzakh)

e) Ketergantungan jiwa dengan raga di akhirat setelah raga

dibangkitkan.

Jiwa keluar dari raga di waktu tidur, namun masih mempunyai

hubungan dengan raga. Raga masih tetap hidup, sekalipun tidak

sadarkan diri ketika jiwa keluar dari raga. Di alam Barzakh, jiwa juga

tidak meninggalkan raga secara keseluruhan. Jiwa tetap mengetahui

dan menjawab salam para penziarah raganya. Ketergantungan jiwa

dengan raga paling sempurna terjadi di akhirat, jiwa tidak pernah lagi

membuat jiwa tertidur, mati, dan binasa. Pada dasarnya, hubungan

jiwa dengan raga di alam Barzakh mirip dengan hubungan jiwa dengan

raga sewaktu tidur (QS. Al-Dhumar [39]: 42).

Sa’d al-Di>n al-Taftaza>ni> (722-792 H) mengklaim bahwa

teolog yang benar (Ahl al-H{aq) sepakat menyatakan bahwa Allah

mengembalikan secercah kehidupan kepada mayat di dalam kuburnya

sekedar untuk merasa sakit dan merasa senang, pendapat ini didukung

oleh al-Quran, al-Sunnah, dan jejak para sahabat. 215

Namun mereka

ragu apakah al-Ru>h} kembali kepada raga atau tidak? Dan bolehkah

raga hidup tanpa al-Ru>h}? Mereka memilih tawaqquf (abstain) dalam

permasalahan. Diragukan raga dapat hidup tanpa al-Ru>h}. Kehidupan

raga dengan al-Ru>h} hanya terjadi pada kehidupan yang sempurna, yang

bertenaga, dan dapat melakukan aktivitas opsional.

213

Ibn Qayyim al-Jauzi>, Al-Ru>h}, 80. 214

Ibn Qayyim al-Jauzi>, Al-Ru>h}, 50. 215

Bagian itu disebut bagian asal manusia, yang tetap dan tak berubah

sepanjang umur. Lihat Sa’d al-Di>n al-Taftaza>ni>, Sharh} al-Maqa>s}id, Vol. V, 117.

Page 154: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

141

Menurut sebagian teolog, kehidupan haruslah dikembalikan

kepada raga, minimal sebagiannya. Bagian itulah yang dihidupkan dan

ditanya dan disiksa,216

sekalipun kehidupan itu tak dapat disaksikan.

Begitu juga dengan raga yang terpisah-pisah, kehidupan haruslah

dikembalikan pada raga yang terpisah-pisah, sekalipun itu perkara

yang luar biasa, namun tak menghalangi kekuasaan Allah. Pendapat

inilah yang dipilih Ima>m al-H{aramain al-Juwaini (419-478 H). bahkan

menurutnya, orang yang mengingkari hal ini, tak ubahnya dengan

orang yang mengingkari Rasul saw melihat malaikat, dan duduk

dihadapan mereka.217

Jawaban aliran ini tak lebih hanya ritorika belaka, masih

membuat banyak celah untuk dikritisi, tidak memiliki bukti tekstual

(Naqli>) ataupun rasional (‘Aqli >) yang kuat, belum bisa membungkam

kalangan rasionalis. Benarkah tumbuhan dan api akhirat berbeda

dengan dunia? Begitu juga dengan palu besinya? Bukankah menurut

mereka, raga yang di surga adalah raga yang di dunia? Kaki yang

melangkah, mata yang melihat dan tangan yang melakukan? Mereka

telah menetapkan bahwa material akhirat adalah material dunia, yang

berbeda hanyalah beberapa sifatnya.218

Dapatkah malaikat berbentuk

manusia, duduk dan bahkan memukulnya dengan palu besi di liang

kubur? Bisakah material besi padat masuk ke ruang padat (tanah)

tanpa membuat celah? Benarkah hubungan jiwa dengan raga masih ada

sekalipun jiwa telah keluar dan raga telah hancur? Kalaulah hubungan

itu masih ada, lahat menjadi sempit, tulang rusuknya remuk, betapa

menderitanya jiwa ketika raga dimakan ulat, dicabik binatang buas,

dipatok burung dan seterusnya.

2) Siksa dan Nikmat Kubur hanya untuk Jiwa

Teori ini dikemukakan oleh Ibn H{azm al-Andalu>si> (384-456 H).

Raga telah menjadi benda mati, terurai, dimakan tanah, dimakan

binatang, diterbangkan angin, dihanyutkan air, terbakar api, menjadi

abu. Namun, jiwa tetap, kekal, meneruskan kehidupannya. Oleh

karena itu, siksa kubur hanyalah untuk jiwa tanpa raga. Jiwa

216

Al-Sayyid al-Shari>f al-jarja>ni>, Sharh} al-Mawa>qif, Vol. VIII, 348. 217

Muhammad al-Musayyar, Al-Ru>h}, 112-113, dikutip dari kitab al-Irsha>d,

karya Ima>m al-H{aramain al-Juwaini. 218

Teolog menjaga prinsip keadilan Tuhan, sehingga raga manusia yang

dibalasi amal perbuatannya haruslah raga dunia sebagai sang pelaku. ‚Pada hari

(ketika), lidah, tangan dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang

dahulu mereka kerjakan‛ (QS. Al-Nu>r [24]: 24)

Page 155: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

142

mendapatkan kesenangan atau siksa setelah meninggalkan raga, baik

yang raganya dikubur maupun tidak. Disebut dan disandarkan siksa

kepada kubur, karena biasanya mayat manusia dikuburkan. Sekalipun

tidak semua yang dikubur,219

sebagian ada yang di perut binatang,

tenggelam, terbakar, disalib. Kalaulah siksa kubur benar-benar di

dalam kubur, tentulah kasus seperti itu menjadi masalah. Mereka

menjadi tidak diuji, tidak ditanya, tidak disiksa.

Setiap mayat haruslah diuji, ditanya, dan selanjutnya diberi

nikmat atau disiksa sampai datang hari kiamat. Kuburan seseorang

yang sebenarnya adalah tempat kediaman al-Ru>h}-nya, bukan kediaman

raganya.220

Alam kubur maksudnya adalah alam Barzakh, bukan

tempat terkuburnya raga. Walau bagaimanapun, raga akan hancur

menjadi tanah, dan akan kembali menjadi tanah (QS. T{a>h}a> [20]: 54).

Kehidupan Barzakh adalah kehidupan jiwa. Sebuah kesalahan

bagi orang yang mengira manusia dihidupkan di dalam kuburnya.221

Dalam artian, al-Ru>h} dikembalikan ke dalam raga. Karena raga telah

rusak, tak ubahnya seperti batu yang tak merasa. Hubungan

ketergantungan antara jiwa dan raga telah putus dengan kematian.

Sekalipun mayat remuk tulangnya, terbakar, terjepit dan sebagainya,

jiwa tidak lagi merasakan sakitnya. Kalaulah hubungan

ketergantungan jiwa dan raga itu masih ada, tentunya orang yang

raganya koyak tercerai-berai terus menerus merasakan sakitnya.

Apapun yang terjadi pada raga, seperti dimakan ulat, hancur, al-Ru>h} tak lagi merasakannya. Salam diberikan kepada al-Ru>h} bukan kepada

raganya yang hancur di dalam kubur, begitu juga pembicaraan dan

do‘a. Seperti ucapan Rasulullah saw kepada kafir Quraish yang

terbunuh dalam perang Badar222

setelah tiga hari dikuburkan. Rasul

memanggil namanya satu persatu. Ketika ditanya kenapa memanggil

219

Ibn H{azm al-Andalu>si>, Al-Fis}al fi al-Milal wa al-Nih}al. Vol. II, 372. 220

Ibn H{azm al-Andalu>si>, Al-Fis}al fi al-Milal wa al-Nih}al. Vol. II, 373. 221

Ibn H{azm al-Andalu>si>, Al-Fis}al fi al-Milal wa al-Nih}al. Vol. II, 373. 222

Perang Badar disebut juga ‚Badar Kubra‛, yaitu perang yang terjadi pada

17 Ramad}an 2 H./ 3 Maret 624 M. antara Muslimin yang dipimpin Muhammad saw.

dengan kabilah Quraish dibawah pimpinan ‘Umar ibn Hisha>m al-Makhzu>mi>. Badar

merupakan perang pertama Muslimin. Dinamakan Badar, karena terjadi di dekat

sumur Badar yang terletak antara makkah dan Madinah. Lihat Shams al-Di>n al-

Dhahabi>, Siyar al-A’la>m al-Nubala’: al-Si>rah al-Nabawiyah 1, 301-313.

Page 156: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

143

orang yang telah membusuk, Rasul menjawab: ‚Tidaklah kalian lebih

mendengar dari mereka apa yang aku katakan‛.223

Allah menghidupkan manusia dua kali: waktu di dunia dan

waktu di akhirat. Kalaulah manusia dihidupkan di alam Barzakh,

berarti Allah menghidupkan manusia tiga kali,224

dan ini menyalahi

ayat ‚Ya Tuhan kami Engkau telah mematikan kami dua kali dan telah

menghidupkan kami dua kali‛ (QS. Ga>fir [40]: 11). Al-Ru>h} atau jiwalah yang ditanya oleh malaikat Munkar dan Naki>r, disiksa, atau

diberi nikmat. Teori Ibn H{azm (384-456 H) ini lebih aman dan dapat

membungkam serangan kalangan rasionalis.225

Sangat rasional bila

jiwa yang juga makhluk halus ditanya oleh malaikat yang makhluk

halus. Jiwa merasakan sakit dan senang langsung tanpa bantuan raga.

Sebagaimana fungsi raga hanyalah sebagai alat. Sakit dan senang

bukanlah raga manusia yang merasakannya, tapi jiwa yang ada di

dalamnya. Karena pada hakikatnya, manusia adalah jiwa, bukan raga.

Sementara hadis-hadis yang bernuansa khayalan, seperti penyempitan

kubur, perluasan sejauh mata memandang, kebanyakan tidaklah

sampai derajat Sahih dan Mutawatir sehingga tak layak dipegangi

dalam urusan akidah. Kalaupun hadis-hadis tersebut ada yang Sahih,

sangat mudah diterima, bila semua siksa dan kesenangan itu terjadi

untuk jiwa, bukan raga.

3) Siksa dan Nikmat Kubur hannya untuk Raga

Al-S{a>lih}i>226

> salah saru sekte Mu’tazilah, Ibn Jari>r al-T{abari>227

(224-310 H), dan sekelompok al-Kara>miah228

berpendapat bahwa siksa

223

Hadis S{ah}i>h} dari Anas Ibn Malik, riwayat Imam Ahmad dan Bukhari

dalam Kita>b: al-Maga>zi>, Ba>b: Qatl Abu Jahl, no. 3976, dan teks hadis merupakan

teks Imam Ah}mad, Lihat Ima>m al-Bukha>ri>, S{ah}i>h} al-Bukhari>, 755. 224

Sa’d al-Di>n al-Taftaza>ni>, Sharh} al-Maqa>s}id, Vol. V, 112. 225

Muhammad al-Musayyar, Al-Ru>h}, 115. 226

Dia adalah S{alih Ibn ‘Umar dan sahabat-sahabatnya: Muh}ammad ibn

Shabi>b, Abu Shukr, Gaila>n ibn Muslim al-Dimashqi>. Aliran ini mengkombinasikan

Qadariyah dan Murjiah. S{alih menulis banyak buku, diantaranya ‘Aza>b al-Qabr,

Tauh}i>d namun semua karyanya telah hilang. Tidak diketahui riwayat hidupnya

dengan jelas. Lihat Shams al-Di>n al-Dhahabi>, Siyar al-A’la>m al-Nubala’, Vol. XI,

523-524. Lihat Ah}mad ibn Yah}ya al-Murtad}a, T{abiqa>t al-Mu’tazilah, 25. Lihat juga

Abu al-Fath} Shahrasata>ni>,Al-Milal wa al-Nih}al.Vol. I, 167 227

Dia adalah Muh}ammad ibn Jari>r ibn Yazi>d ibn Kathi>r ibn Ga>lib, lebih

dikenal dengan Imam Abu Ja’far al-T{abari. Lahir di A<mul, ibukota Tabarista>n 224

H/ 838 M. Dia merupakan sejarawan, ahli tafsir, faqih dan seorang ulama besar

Page 157: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

144

dan nikmat kubur dirasakan oleh raga di dalam kubur tanpa perlu

adanya jiwa.229

Pendapat ini sebenarnya tak terlepas dari teori manusia

adalah raga. Kehidupan atau al-Ru>h} hanyalah aksiden, bukan esensi

manusia. Jiwa adalah aksiden, ibarat warna, ukuran, bentuk pada suatu

benda yang dapat hilang dan berganti. Hakikat manusia adalah

raganya. Teori ini sangatlah tidak rasional, raga hanyalah benda mati

yang tak merasa.230

Ibaratkan batu, sekalipun dipukul hingga hancur

tak ada yang merasakan sakit. Begitulah bila raga masih utuh, namun

bila raga telah hancur dimakan ulat, dimakan tanah, raga yang

manakah yang disiksa dan di azab? Bagaimana bila yang memakan

raga tersebut adalah manusia, dan menjadi darah dan daging manusia

pula ?

Ada juga teolog yang berpendapat bahwa rasa sakit dan senang

yang diterima raga di dalam kubur berkumpul, berlipat-lipat tanpa

terasa. Pada saat dibangkitkan di hari kiamat, jiwa dikembalikan ke

dalam raga, raga menjadi hidup dan merasakan rasa sakit dan senang

dan berlipat-lipat tersebut sekaligus.231

Solusi yang diberikan dalam

teori ini sangatlah bertentangan dengan teks yang telah dipahami

kebenarannya. Mereka tak ada bedanya dengan kalangan yang

mengingkari siksa dan nikmat kubur.

Islam. Karyanya paling popular adalah kitab tafsir ‚Jami’ al-Baya>n ‘an Ta’wi>l A<yi

al-Qur’a>n‛ dan kitab sejarah ‚Ta>ri>kh al-Umam wa al-Mulu>k‛. Perselisihan dan

fanatik buta ‚Abu Bakr ibn Daud‛ peminpin H{ana>bilah yang menguasai Bagdad

ketika itu, memfatwakan sesatnya Ibn Jarir, sehingga ia dikucilkan. Ia terkurung di

dalam rumahnya hingga wafat pada 310 H/ 923 M. Lihat Shams al-Di>n al-Dhahabi,

Siyar al-A’la>m al-Nubala’, Vol. XVI, 267-282. 228

Al-Kara>miyah adalah penyikut Muh}ammad ibn Kira>m al-Sajista>ni>,

pendapat kontroversialnya adalah mengatakan Allah jism (material). Shahrasata>ni>

menempatkannya pada kelompok s}ifa>tiah. Ibn Kira>m mensifati Tuhannya disebagian

bukunya dengan sebutan ‚esensi‛ seperti pendeta Kristen, hal ini disebutkan dengan

jelas dalam kitabnya ‚‘Aza>b al-Qabr‛. Lihat Abu al-Fath} al-Shahrasata>ni>, Al-Milal

wa al-Nih}al, Vol. I, 124. Lihat juga ‘Abd al-Qa>hir al-Bagda>di>, Al-Farq bain al-Firaq,

189. 229

Ima>m ‘Ad}d} al-Di>n al-Eiji, Al-Mawa>qif, 382. 230

Al-Sayyid al-Shari>f al-Jarja>ni>, Sharh} al-Mawa>qif, Vol. VIII, 346 231

Muhammad al-Musayyar, Al-Ru>h} , 114

Page 158: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

145

Menurut Ibn Ra>wandi>232

(210-250 H), kematian bukanlah

kebalikan dari kehidupan. Mayat masih tetap hidup, kematian

hanyalah virus yang menyerang keseluruhan raga, hingga melemahkan

aktivitas gerak opsional, tapi tidak melemahkan pengetahuan si

mayat.233

Teori ini sangat jauh dari kebenaran, bagaimana si mayat

mendengar penziarahnya, sedangkan telinganya telah hancur, begitu

juga seluruh organ indra lainnya.

4) Tidak untuk Jiwa dan Raga (Inkar Siksa dan Nikmat Kubur)

D{ira>r ibn ‘Umar al-Gat}afa>ni>234

(w. 190 H/ 805 M) salah

seorang syaikh Mu’tazilah, Bashar al-Muri>si>235

(138-218 H) dan lebih

banyak lagi Mu’tazilah Muta’akhkhiri>n yang mengingkari adanya

232

Dia adalah Abu al-H{asan Ah}mad ibn Yah}ya ibn Ish}a>q al-Ra>wandi>.

Rawand terletak antara Isfahan dan Ka>sha>n, Persia. Awalnya dia seorang tokoh

Mu’tazilah, kemudian berubah menjadi orang yang mengkritik habis Mu’tazilah

dalah kitab ‚Fad}i>h}ah al-Mu’tazilah‛ sebagai kritik dari ‚Fad}i>lah al-Mu’tazilah‛

karya Jah}iz}. Kemudian menganut keyakinan syiah untuk waktu yang pendek, jejak

Syiah-nya adalah karnyanya tentang ‚al-Ima>mah‛. Namun pertemuannya dengan

Abu ‘I<sa al-Warra>q mengantarkannya keluar dari syi‘ah dan Islam. Ia termasuk orang

murtad yang dikenal dalam sejarah Islam. Lihat Rashi>d Khaiyu>n, Mu’tazilah al-

Bas}rah wa al-Bagda>d, 217-328. Lihat Juga ‘Abd al-Rah}ma>n al-Badawi>, Min Tari>kh

al-Ilh}a>d fi al-Isla>m (Cairo: Si>na> li al-Nashr, 1993), 89. 233

Sa’d al-Di>n al-Taftaza>ni>, Sharh} al-Maqa>s}id, Vol. V, 116-117. 234

Dia adalah D}irra>r ibn ‘Umar al-Gat}afa>ni>, seorang syaikh Mu’tazilah,

bersahabat dan belajar dari Wasil ibn ‘Ata’, mungkin dia turut berkontribusi dalam

pendirian aliran Mu’tazilah. Umurnya panjang, sampai berdebat dengan Ibrahi>m al-

Niz}z}a>m. Ibn Al-Murtad}a menyebut ia keluar dari Mu’tazilah. Yang benar, ia seorang

Mu’tazilah, namun pada akhirnya berbeda pendapat dengan Mu’tazilah pada

beberapa masalah. Pendapatnya yang menyimpang menurut Ahl al-Hadi>th adalah

tentang siksa kubur, surga dan neraga; membuat Imam Ah}mad menfatwakan

kematian untuknya. Lihat Shams al-Di>n al-Dhahabi, Siyar al-A’la>m al-Nubala’, Vol.

10, 544-545. Lihat juga Rashi>d Khaiyu>n, Mu’tazilah al-Bas}rah wa al-Bagda>d, 309-

315. 235

Dia adalah ‘Abd al-Rah}ma>n Bashar ibn Giya>th al-Muri>thi>, lahir sekitar

138 H/755 M. Ayahnya seorang Yahudi, masuk Islam dan menjadi loyalis keluarga

Zaid ibn al-Khatta>b. Bashar pada awalnya seorang faqih dan Muh}addith. Dia belajar

fiqih dari H{ima>d ibn Salamah dan Sufya>n ibn ‘Uyainah. Namun setelah itu

terpengaruh oleh Mu’tazilah dan bergabung dengannya. Ia wafat pada 218 H / 883 M

pada usia 80 tahun. Lihat Shams al-Di>n al-Dhahabi>, Siyar al-A’la>m al-Nubala’, Vol.

10, 199-202.

Page 159: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

146

nikmat dan siksa kubur. 236

Manusia dibalasi amal perbuatannya di

akhirat. Kematian membawa manusia menjadi binasa. Tak ada

kehidupan di alam kubur. Kehidupan hanyalah ketika al-Ru>h} ditiupkan

ke dalam janin dan ketika dibangkitkan di akhirat kelak. Tidak ada

kehidupan kubur, tidak ada nikmat kubur dan siksa kubur. Manusia

menemui ajalnya hanya satu kali, yaitu kematian dari kehidupan dunia

(QS. al-Dukhkha>n [44]: 56).237

Sebagaimana firman Allah yang menyatakan manusia

dihidupkan dua kali dan dimatikan dua kali dalam (QS. Ga>fir [40]: 11).

Dua kematian yang dimaksud adalah kematian sebelum ditiupkan al-Ru>h} dan sesudah dicabutnya. Dua kehidupan yang dimaksud adalah

kehidupan dunia dan akhirat sebagaimana dalam (QS. al-Baqarah [2]:

28). Begitu juga dengan semua dalil yang mengingkari nikmat dan

siksa kubur yang telah dipakaikan Ibn H{azm (384-456 H) untuk

memperkuat argumennya bahwa al-Ru>h} tidaklah dikembalikan ke

dalam raganya di dalam kubur.238

Bedanya, bagi Ibn H{azm al-Ru>h} tetap hidup dan merasa. Sementara aliran pengingkar nikmat dan siksa

kubur ini, manusia baik jiwa maupun raga, telah binasa dan hanya

hidup kembali di hari kiamat. Kematian membuat manusia menjadi

benda mati yang tak dapat melakukan, mengetahui, merasa,

mengindra: ‚kamu sekali-kali tidaklah sanggup menjadikan orang yang

didalam kubur dapat mendengar‛ (QS. Fa>t}ir [35]: 22).

Inkar nikmat dan siksa kubur pada dasarnya muncul dan

disebabkan oleh dua hal:

a) Tidak adanya ayat al-Quran yang dengan jelas (S{ari>h})

menerangkan nikmat dan siksa kubur. Padahal nikmat dan siksa kubur

sangat penting dalam akidah Islam. Oleh karena itu, Ibn Qayyim (691-

751 H) menulis satu sub judul dalam bukunya ‚al-Ru>h}‛ tentang

hikmah dibalik tidak adanya penjelasan siksa dan nikmat kubur dalam

al-Quran. Kesimpulannya, al-Sunnah merupakan wahyu yang

diturunkan Allah kepada nabinya, berfungsi sebagai sumber kedua, dan

menjelaskan apa yang masih belum jelas dalam al-Quran.239

236

Ibn H{azm al-Andalu>si>, Al-Fis}al fi al-Milal wa al-Nih{al, Vol. II, 372.

Lihat juga al-Sayyid al-Shari>f al-Jarja>ni>, Sharh} al-Mawa>qif, Vol. VIII, 346. 237

Sa’d al-Di>n al-Taftaza>ni>, Sharh} al-Maqa>s}id, Vol. V, 114. 238

Ibn H{azm al-Andalu>si>, Al-Fis}al fi al-Milal wa al-Nih}al, Vol. II, 372. 239

Ibn Qayyim al-Jauzi>, Al-Ru>h}, 84.

Page 160: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

147

b) Banyaknya hadis tentang penjelasan nikmat dan siksa kubur

yang bernuansa khayalan, seperti sejauh mata memandang,

disempitkan kuburnya, diketok palu dan sebagainya. Hadis-hadis

tersebut banyak yang lemah dan tak pantas dalam perkara akidah.

Khayalan dan khurafat dalam hadis-hadis tersebut sangat tidak

rasional, sehingga matan hadis diragukan kebenarannya.

b. Peniupan Sangkakala (al-S{u>r) Sangkakala (al-S{u>r) adalah tanduk (al-Qarn) atau terompet

yang ditiup malaikat Isra>fi>l. 240 Terompet telah siap ditiup sang

malaikat jika perintah Allah datang.241

H{asan al-Bas}ri> (21-110 H)

membacanya dengan fath}ah} (S{uwar) yang berarti bentuk. Baginya, al-S{uwar merupakan kiasan (maja>z), yang dimaksud adalah raga. Jadi,

yang ditiup bukanlah sangkakala, tapi ditiupkannya kembali al-Ru>h} kedalam raga. Pendapat ini jelas-jelas menyalahi kata sepakat Ahl al-Sunnah wa al-Jama‘ah.

242 Sekalipun hadis yang menamakan malaikat

peniup terompet dengan ‚Isra>fi>l‛ lemah, namun penamaan itu telah

popular di kalangan salaf. 243

Ulama berbeda pendapat tentang jumlah

tiupan. Menurut Ibn H{azm (384-456 H), ada empat kali tiupan di hari

kiamat244

: (a) Tiupan yang mematikan semua yang ada di langit dan

bumi. (b) Tiupan yang menghidupkan, setiap yang mati bangkit dari

kuburnya dan berkumpul untuk dihisab. (c) Tiupan yang mengejutkan

yang menutupi (pingsan), dan tidak mematikan. (d) Tiupan yang

menyadarkan.

Menurut Ibn Taymiyah (661-728 H) dan Ibn Kathi>r (700-774

H) tiupan terjadi tiga kali: (a) Tiupan yang mengejutkan, (b) Tiupan

yang mematikan, (c) Tiupan yang menghidupkan dan membangkitkan.

240

‚Apakah sangkakala itu? Rasul menjawab: Tanduk (al-Qarn) yang

ditiup‛. Lihat Hadis S{ah}i>h } dari Ibn ‘Umar, riwayat Imam al-Tirmidhi dalam Kita>b: Tafsi>r al-Qura>n ba>b min su>rah al-Zumar, (no. 3244). Lihat Ima>m al-Tirmidhi, Sunan al-Tirmidhi>, 733.

241 ‚Sesungguhnya kepala pemegang sangkakala semenjak diberikan

kepadanya, bersiap-siap melihat ke arah ‘Arash, khawatir Allah menyuruh

meniupnya sebelum kepalanya menoleh ke yang lain, seakan-akan kedua matanya

dua bintang yang bersinar‛. Hadis S{ah}ih} riwayat al-H{a>kim dalam al-Mustadrak,

Lihat Ah}mad Mus}tafa> al-Mutawalli>, Riya>d} al-Na>d}irah fi S{ah}ih} Da>r al-A<khirah (Cairo: Da>r Ibn al-Jauzi>, 2005), 144.

242 Ibn al-H{ajar al-‘Asqala>ni>, Fath} al-Ba>ri>, Vol. XI, 375.

243 Ibn al-H{ajar al-‘Asqala>ni>, Fath} al-Ba>ri>, Vol. XI, 376.

244 Ibn al-H{ajar al-‘Asqala>ni>, Fath} al-Ba>ri>, Vol. XI, 375.

Page 161: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

148

245 Menurut Ibn al-H{ajar al-‘Asqala>ni> (773-852 H) dan Ima>m al-

Qurtu>bi> (w. 671 H), tiupan hanya dua kali, mematikan dan

menghidupkan. Tiupan mengejutkan (s}a‘iqa) (An-Naml: 87) dan

tiupan mematikan (fazi‘a) (QS. Al-Zumar [39]: 68), bagi yang

berpendapat dua tiupan adalah sama. Terkejut dan setelah itu mereka

mati. 246

Sementara pendapat yang menyatakan empat tiupan sama

sekali tak berdalil.247

Perbedaan pendapat pada dasarnya muncul dari

penafsiran ayat.

c. Kebangkitan (al-Ba’th)

Al-Ba'th berarti mengutus, membangunkan, membangkitkan.

Al-Ba'th disini maksudnya mengeluarkan manusia dari kuburnya

menjadi hidup kembali di hari kiamat.248

Sangkakala ditiup, matahari

di gulung, bintang-bintang berjatuhan, gunung-gunung berhancuran,

air laut meluap, langit terbelah, bintang-bintang jatuh berserakan.

Langit dan bumi beserta isinya hancur lebur, semuanya menjadi

binasa. Bumi menjadi rata, tinggallah hamparan yang luas. Tak

satupun kehidupan, (QS. Al-Takwi>r [81], Al-Infit}a>r [82], Al-Inshiqa>q

[84]). ‚Empat puluh‛ setelah itu, ditiuplah sangkakala yang kedua,

yang kembali menghidupkan segala yang bernyawa. Tidak jelas satuan

apa yang dipakai dalam menghitung ‚empat puluh‛ tersebut. 249

Hari

adalah perputaran bumi para porosnya, tahun adalah perputaran bumi

mengelilingi matahari. Pada waktu langit dan bumi telah hancur,

hanya Allah-lah yang mengetahui satuan waktu ‚empat puluh‛ yang

dimaksud.

Sangkakala yang kedua merupakan sangkakala kebangkitan.

Manusia kembali dihidupkan. Al-Ru>h} kembali ditiupkan kepada raga.

Jiwa kembali berhubungan dengan raga. Manusia benar-benar hidup

seperti sedia kala. Manusia bangkit dari dalam kuburnya. Baik yang

245

Ah}mad Mus}tafa>, Riya>d} al-Na>d}irah fi S{ah}ih} Da>r al-A<khirah. 144. 246

Ima>m al-Qurt}u>bi>, Al-Tadhkirah, 188. 247

Ibn al-H{ajar al-‘Asqala>ni>, Fath} al-Ba>ri>, Vol. XI, 376. 248

Ah}mad Mus}tafa> Mutawalli>, S{ah}i>h} al-Da>r al-A<khirah, 148. 249

‚Rasulullah saw. berkata: ‚Antara dua tiupan empat puluh‛. Mereka

bertanya: Wahai abu Hurairah apakah empat puluh hari? Saya abaikan. Mereka

bertanya: Apakah empat puluh bulan? Saya abaikan. Mereka bertanya: Apakah

empat puluh tahun? Saya abaikan.‛ Hadis S{ah}ih} riwayat Imam Muslim dari Abu

Hurairah dalam Kita>b: al-Fitan wa Ashra>t al-Sa>‘ah, Ba>b: Ma> baina Nafkhatain, (no. 2955). Lihat Ima>m Muslim, S{ah}i>h} Muslim, 1351.

Page 162: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

149

kuburnya di dalam perut binatang, ditiup angin dan tercerai-berai,

disalib, telah hancur, dan tinggal tulang belulang (QS. Al-Na>zi‘a>t [79]:

10-12), (QS. Ya>si>n [36]: 78-79).

Semua bangkit dari permukaan hamparan yang luas.

Bangkitnya raga manusia dari hamparan, sama seperti tumbuhnya

tanaman dari dalam tanah. Tanah terbelah, timbulah tunas. Manusia

bangkit muncullah kepalanya. Begitulah menurut Imam al-Qurt}u>bi> (w.

671 H), kepala manusia merupakan anggota raga pertama yang yang

diciptakan di akhirat. Inilah yang dipahaminya dari (QS. Al-A’ra>f [7]:

58).250

Sementara Nabi saw merupakan manusia pertama yang

dibangkitkan. 251

Manusia dibangkitkan sebagaimana kondisi ia meninggal

dunia.252

Orang yang baik, dibangkitkan sebagaimana kebaikan yang

dilakukannya. Orang yang meninggal menunaikan ibadah haji, akan

dibangkitkan sebagaimana sedang menunaikan ibazah haji. 253

Orang

yang mati dalam berperang di jalan Allah. Akan dibangkitkan

sebagaimana kondisinya meninggal di medan jihad. 254

Begitu juga

orang yang melakukan maksiat, akan dibangkitkan dengan maksiat

250

Ima>m al-Qurtu>bi>, Al-Tadhkirah, 181. 251

‚Aku adalah pemimpin anak Adam di hari kiamat. Orang pertama yang

kuburnya terbelah (dibangkitkan). Orang pertama yang memberi shafa‘at dan diberi

shafa‘at.‛ H{adi>th S{ah}i>h} dari Abu Hurairah, riwayat Ima>m Muslim dalam Kita>b: al-

Fad}a>il, Ba>b: Tafd}i>l Nabi>yuna> ‘ala al-Khla>iq, (no. 2278). Lihat Ima>m Muslim ibn al-

Hujjaj, S{ah}i>h} Muslim. 1080. 252

Ima>m al-Qurtu>bi>, Al-Tadhkirah,178. 253

‚Di saat wuquf di ‘Arafah, jatuhlah seseorang dari untanya dan terinjak.

Dikatakan juga: Jatuh dari untanya hingga lehernya patah. Rasul saw. menghimbau:

Mandikanlah ia dengan air dan bunga lotus (Sidr). Kafanilah ia dengan dua helai

pakaian (ihramnya). Jangan kasih wewangian. Jangan tutup kepalanya.

Sesungguhnya ia dibangkitkan di hari kiamat ber-talbiyah‛ H{adi>th S{ah}ih} dari Ibn

‘Abba>s, diriwayatkan oleh ima>m al-Bukha>ri> dalam Kita>b: al-Jana>iz, Ba>b: al-Kafan ‘ala al-Thaubain, (no. 1265). Lihat Abu ‘Abd Allah al-Bukha>ri>, S{ah}i>h} al-Bukhari>, 247.

254 ‚Demi Zat yang jiwaku ditangannya, seseorang terluka di jalan Allah -

dan Allah maha tahu dengan orang yang terluka di jalannya- niscaya akan

dibangkitkan di hari kiamat, dengan lukanya mengalirkan darah. Warnanya memang

warna darah, namun baunya bau parfum.‛ Hadis S{ah}i>h} dari Abu Hurairah,

diriwayatkan oleh Ima>m al-Bukhari> dalam Kita>b: al-Jiha>d wa al-Siyar, Ba>b: Man Yujrah fi Sabil Allah, (no. 2803). Lihat Abu ‘Abd Allah al-Bukha>ri>, S{ah}i>h} al-Bukha>ri>, 541.

Page 163: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

150

yang dilakukannya (QS. Ali Imran [3]: 161). Karena ‚setiap hamba

dibangkitkan sebagaimana ia meninggal dunia‛.255

d. Pengumpulan (al-H{asr) Setelah manusia dibangkitkan dari hamparan tanah yang luas.

Lalu mereka semuanya tanpa terkecuali digiring untuk berkumpul di

padang Mah}sha>r, berbaris rapi menghadap sang pencipta. Calon

penghuni neraka berjalan dengan muka mereka (diseret) dalam

keadaan buta, bisu dan tuli (QS. Al-Isra’[17]: 97). Seluruh manusia

dikumpulkan di bumi yang datar tanpa gunung (QS. Al-Kahfi [18]: 47-

48). Mereka datang kepada Allah sendiri-sendiri (QS. Maryam [19]:

93-95). Manusia digiring di padang Mah}sha>r seperti bayi yang baru

lahir dari dalam tanah (QS. Al-Anbiya’[21]: 104). Tak memakai alas

kaki, tak berpakaian, dan berjalan kaki.256

Semua sibuk dengan

urusan masing-masing sehingga tidak ada lagi ayah, ibu, dan anak,

saudara (QS. Al-‘Abasa: [80] 34-37) dan sebagainya.

Bukan manusia dan jin saja yang dibangkitkan dan

dikumpulkan, tapi juga termasuk binatang ternak, hewan melata,

burung dan semua makhluk yang bernyawa.257

‚Dan tiadalah binatang-

binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan

kedua sayapnya, melainkan umat (juga) seperti kamu‛ (QS. Al-An‘a>m

[6]: 38). Keadilan ditegakkan, amalan mereka dibalasi di padang

Mah}shar. Kemudian mereka kembali menjadi tanah. Berbeda dengan

mukallaf (manusia dan jin), melanjutkan perjalanan menuju surga atau

neraka. Melihat binatang berakhir menjadi tanah, orang kafir berangan

untuk ikut dilenyapkan menjadi tanah agar terhindar dari siksa neraka

(QS. Al-Nisa’[4]: 42).

255

Hadis S{ah}ih} dari Ja>bir, diriwayatkan oleh Ima>m Muslim dalam Kita>b: al-

Fitan wa Ashra>t} al-Sa>‘ah, Ba>b: al-Amr bi al-H{usn al-Z{an bi Allah, ‘inda al-Maut,

(no. 2878). Lihat Ima>m Muslim, S{ah}i>h} al-Muslim, 1316. 256

‚Saya mendengar Rasul saw. mengatakan: Manusia digiring dipadang

Mah}shar dalam keadaan tanpa alas kaki, tanpa pakaian, dan belum dikhitan. Saya

bertanya: Wahai Rasulullah, apakah laki-laki dan perempuan saling melihat?. Rasul

menjawab: Wahai ‘Aishah, urusan mereka ketika itu sangat dahsyat, hingga hal yang

demikian luput dari perhatian mereka.‛ Hadis S{ah}ih} dari ‘Aishah, diriwayatkan oleh

Ima>m al-Bukha>ri> dalam Kita>b: al-Riqa>q, Ba>b: Kaif al-H{asr, (no. 6527). Lihat Ima>m

al-Bukha>ri>, S{ah}i>h} al-Bukha>ri, 1250. 257

Shaikh al-Isla>m Ibn Taimiyah, Majmu>’ al-Fata>wa>, (Madinah: Mujamma’

al-Malik Fahd, 2004),Vol. IV, 248.

Page 164: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

151

Bumi padang Mah}sha>r bukanlah bumi sekarang ini. Langit dan

bumi beserta isinya telah digulung pada hari kiamat. Kemudian diganti

dengan bumi baru yang satu dan maha luas (QS. Ibra>hi>m [14]: 48). Di

bumi baru itulah manusia di bangkitkan, dan dikumpulkan. Bumi baru

atau padang Mah}sha>r mampu menampung seluruh makhluk hidup,

sejak alam semesta diciptakan. Adam as sampai manusia terakhir

dikumpulkan. Bumi tersebut juga berbentuk bulat, namun hanya

padang pasir putih tandus, datar dan tak ada suatu tanda pun yang

dapat membedakan antara satu tempat dengan tempat yang lainnya. 258

e. Penghitungan Amal (al-H{isa>b)

Manusia dibebani syariah, melaksanakan perintah dan

menjauhi larangan. Segala amal perbuatan manusia akan dihitung di

akhirat: ‚Maka demi Tuhanmu, Kami pasti akan menanyai mereka

semua. tentang apa yang telah mereka kerjakan dahulu‛ (QS. Al-Hijr

[15]: 92-93). Manusia diminta pertanggungjawaban atas karunia yang

telah diberikan Allah kepadanya. Umur yang panjang, ilmu yang

didapat, badan yang sehat, harta yang banyak dihitung baik dan

buruknya. 259

Kemudian manusia akan menerima buku catatan

amalnya. Calon penghuni surga menerimanya dari sebelah kanan,

calon penghuni neraka menerimanya dari belakang (QS. Al-Inshiqa>q

[84]: 7-11). Dahulu banyak yang menyanksikan malaikat pencatat

amal. Namun sekarang justru menguatkan. ‚Mencatat‛ yang dalam

bahasa Arab ‚Kataba‛ bisa diterjemahkan ‚merekam‛, dengan

kemajuan teknologi manusia sekarang dapat menyimpan data dalam

chip yang sangat kecil.

258

‚Manusia dikumpulkan di hari kiamat di bumi yang putih bersih, seperti

bulatan murni (rata) yang tak ada satupun tanda untuk seorang pun‛ Hadis S{ah}i>h}

dari Sahl ibn Sa’d, diriwayatkan oleh Ima>m al-Bukha>ri>, dalam Kita>b: S{ifah al-Jannah wa al-Na>r wa al-yaum al-Qiya>mah, Ba>b: fi al-Ba’th wa al-Nushu>r wa S{ifah al-Ard} Yaum al-Qiya>mah, (no. 2790). Lihat Ima>m al-Bukha>ri>, S{ah}i>h} al-Bukha>ri>, 1285.

259 ‚Seorang hamba tetap berdiri tegak di hari kiamat sampai ditanya

tentang empat perkara: Umurnya untuk apa ia habiskan? Ilmunya untuk apa ia

pergunakan? Hartanya dari mana dan untuk apa ia belanjakan? Badannya untuk apa

ia pergunakan?‛ Hadis H{asan dari Mu‘a>dh ibn Jabal, diriwayatkan oleh al-T{abra>ni

dalam Mu’jam al-Kabi>r, (no. 16569).

http://library.islamweb.net/hadith/display_hbook.php?bk_no=477&hid=110

21&pid=285429 (diakses tanggal 2 Agustus 2012)

Page 165: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

152

Allah menjamin kitab catatan yang diterima tak menzalimi si

pelaku sidikitpun. Ibarat pengadilan, untuk membuktikan kebenaran

catatan amal perbuatan tersebut, Allah mendatangkan para saksi.

Imam al-Qurt}u>bi> (671 H) menyebutkan, anggota raga dan bahkan

benda mati disekitar seperti batu dan harta yang dimiliki dapat

menjadi saksi atas amal perbuatan manusia dan berbicara di hari

kiamat.260

Sa’d al-Di>n al-Taftaza>ni (722-792 H) menyebutkan adanya

sepuluh saksi yang disebutkan dalam al-Quran atau al-Sunnah261

untuk

memastikan tak ada kesalahan dalam catatan tersebut -Allah maha

mengetahui segala sesuatu-. Saksi-saksi tersebut adalah: a) lidah, b)

tangan, c) kaki, d) telinga, e) mata, f) kulit,262

g) malam, h) siang, 263

i)

dan j) malaikat penjaga.264

f. Timbangan (al-Mi>za>n)

Setelah manusia menerima buku catatan amal perbuatannya,

baik amalan yang baik maupun amalan yang buruk, selanjutnya akan

ditimbang mana yang lebih berat antara amalan baik atau amalan

buruknya. Siapa yang berat timbangan kebaikannya, maka mereka

itulah orang-orang yang beruntung. Siapa yang ringan timbangan

kebaikannya, maka itulah orang-orang yang merugi (QS. Al-A’ra>f [7]:

8-9). Timbangan begitu tepat, dipastikan tak seorangpun yang

dirugikan, walaupun hanya sebesar biji sawi (QS. Al-Anbiya’[21]: 47).

Al-Sayyid al-Shari>f al-Jarja>ni (740-816 H) menuliskan, semua

Mu’tazilah sebagai kalangan rasionalis Islam, menginkari adanya

timbangan amal perbuatan di akhirat. Ada juga yang membolehkan

(Ja>iz ‘Aqli > ) seperti Abu Hudhail al-‘Alla>f (134-235 H) dan Bishar Ibn

260 Ima>m al-Qurtu>bi>, Al-Tadhkirah, 274.

261 Sa’d al-Di>n al-Taftaza>ni>, Sharh} al-Maqa>s}id, Vol. V, 118.

262 ‚Sehingga apabila mereka sampai disana, pendengaran, penglihatan dan

kulit mereka menjadi saksi terhadap mereka tentang apa yang telah mereka

kerjakan.‛ (QS. Al-Fus}s}ilat [41]: 20-21) 263

‚Tidaklah suatu hari pun datang kepada manusia kecuali dia akan

menghimbau: Wahai manusia aku adalah ciptaan baru, Saya akan menjadi saksi

terhadap amalanmu diesok harinya. Beramallah padaku kebaikan, niscaya aku akan

menjadi saksi bagimu di kemudian hari. Sungguh bila aku telah berlalu, kalian sekali-

kali tidak dapat menemuiku lagi, dan malam berkata hal serupa.‛ Hadis D{a‘i>f dan Gari>b dari Mi’qal ibn Yasa>r, diriwatkan oleh Abu Na‘i>m. Lihat Abu Na ‘i>m Ah}mad

al-As}faha>ni>, H{illiyah al-Auliya’wa T{abiqa>t al-As}fiya’ (Beiru>t: Da>r al-Kutub al-

‘Ilmiyah, 1988), Vol. II, 303. 264

‚Dan datanglah tiap-tiap diri, bersama dengan dia seorang malaikat

penggiring dan seorang malaikat penyaksi.‛ (QS. Qa>f [50]: 21)

Page 166: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

153

al-Mu’tamar265

(w. 210 H), namun mereka tidak menetapkan

timbangan benar-benar akan terjadi di akhirat.266

Amal perbuatan bukanlah sebuah esensi (al-Jauhar) tapi amal

adalah aksiden (al-‘Ard }).267

Aksiden bukanlah sesuatu yang tetap.

Amal pebuatan telah menghilang dengan selesainya pekerjaan. Yang

telah hilang tak dapat dikembalikan. Teori ‘Ia>dah al-Ma’du>m teori

yang batil bagi filosof dan juga Mu’tazilah. Sekalipun mengembalikan

yang telah tiada merupakan teori yang baku bagi ‘Ash‘ariyah, lantas

bagaimana menimbangnya? Tetap saja amalan itu tak dapat

ditimbang. Yang dapat ditimbang hanyalah material (Jauhar). Aksiden

tidak disifati dengan berat dan ringan. Berat dan ringan merupakan

sifat material.

Alat penimbang amalan bukanlah dua piring timbangan, tapi

dikatakan juga timbangan itu adalah pengetahuan, timbangan warna

adalah mata, timbangan suara adalah telinga, timbangan makanan

adalah rasa, begitu semua panca indra. Timbangan untuk yang

immaterial (al-Ma’qu>la>t) adalah ilmu dan akal.268

Sesuatu yang

immaterial hanya bisa ditimbang dengan ilmu dan akal. Amal

perbuatan seorang hamba diketahui oleh Allah swt tanpa melalui

proses menimbang. Menimbang merupakan perbuatan jelek dan tak

berguna bagi Allah swt, maha suci Allah untuk melakukan perbuatan

jelek dan sia-sia. 269

265

Dia adalah Abu Sahl, pendiri Mu’tazilah Bagdad, kepadanyalah

dinisbatkan aliran Mu’tazilah Bashariyah. Dia belajar dari al-Fad}l ibn Yahya> al-

Barkamiki>, dan muncul di masa Harun al-Rashi>d, wafat 210 H/ 825 M. Dia memiliki

dua sisi yang menonjol, pertama dari sisi sastra Arab, dia merupakan peletak pertama

ilmu Balagah. Kedua sisi ke-Mu’tazilah-annya, banyak bukunya yang telah hilang,

karena perang Ahl al-Sunnah kepadanya. Hanya sedikit pendapat I’tizal-nya yang

tertinggal. Banyak yang belajar kepadanya, diantara murid-muridnya yang menonjol

dan berpengaruh dalam aliran Mu’tazilah adalah: Abu Mu>sa> al-Mirda>ri>, Thama>mah

ibn al-Ashras, dan Ah}mad ibn Abi Daud. Lihat Shahrasata>ni>, Al-Milal wa al-Nih}al,

Vol. I, 78-79. Lihat juga Khair al-Di>n al-Zirikli>, Al-A’la>m: Qa>mu>s al-Tara>jum li

Ashhar al-Rija>l wa al-Nisa>’, Vol. 6, 266

Al-Sayyid al-Shari>f al-Jarja>ni>, Sharh al-Mawa>qif. Vol. VIII, 350. Lihat

juga Yasud Muhammad Sa’i>d al-Mubayyad}, Al-Yaum al-Akhi>r fi al-Adya>n al-

Sama>wiyah wa al-Diya>nah al-Qadi>mah (Qatar: Da>r al-Thaqa>fah, 1992), 125. 267

Sa’d al-Di>n al-Taftaza>ni>, Sharh} al-Maqa>s}id, Vol. V. 121. 268

Sa’d al-Di>n al-Taftaza>ni>, Sharh} al-Maqa>s}id, Vol. V. 121. 269

Al-Sayyid al-Shari>f al-Jarja>ni>, Sharh al-Mawa>qif, Vol. VIII, 350.

Page 167: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

154

Tidak rasionalnya timbangan material menurut Mu’tazilah,

membuat mereka mentakwilkan ayat tentang timbangan. al-Sayyid al-

Shari>f al-Jarja>ni> (740-816 H) mencatat, menurut mereka timbangan

adalah perintah untuk selalu memelihara keadilan dan bertindak adil.

Kata timbangan yang terdapat di dalam al-Quran haruslah ditakwilkan

dengan memelihara keadilan dan bertindak adil, sehingga tidak ada

lagi ketimpangan. Timbangan bukanlah timbangan (material) yang

sebenarnya.270

Oleh karena itu, ayat datang dengan bentuk plural

(Mawa>zi>n). Bila tidak, timbangan yang populer adalah satu timbangan

(Mi>za>n). 271

Pendapat Mu’tazilah tentang timbangan ini bukanlah barang

baru dalam ranah pemikiran Islam. Ibn H{ajar al-‘Aqala>ni> (773-852 H)

menyebutnya sebagai pendapat sebagian salaf.272

Fakr al-Di>n al-Ra>zi>

(544-606 H) dalam tafsirnya juga turut menjelaskan bahwa menurut

Mujahid (21-104 H) timbangan disini maksudnya perumpamaan.

Riwayat serupa juga didapatkan dari Qata>dah (61-118 H) dan D{ah}h}a>q

(w. 100 H). Siapa yang berat timbangan baiknya akan menjadi baik.

Maksudnya kebaikannya menghapuskan kesalahannya. Sebaliknya

siapa yang berat timbangan jeleknya akan menjadi jelek, maksudnya

kejelekannya menghapuskan kebaikannya. 273

Ibn H{ajar al-‘Asqala>ni> mengklaim bahwa mayoritas Ahl al-

Sunnah meyakini adanya timbangan yang sebenarnya (H{aqi>qi>) bukan

kiasan (Majazi>) seperti yang diklaim Mu’tazilah.274

Timbangan akhirat

mempunyai sepasang piringan, yang kanan tempat amalan baik dan

yang kiri untuk amalan buruk. Timbangan ini berpegang pada hadis

yang mengkisahkan seorang hamba diberi sebuah kartu bertuliskan dua

shahadat, dan ternyata kartu itu lebih berat dari piringan catatan amal

buruknya. 275

270

Al-Sayyid al-Shari>f al-Jarja>ni>, Sharh al-Mawa>qif, Vol. VIII, 350. 271

Sa’d al-Di>n al-Taftaza>ni>, Sharh} al-Maqa>s}id, Vol. V. 121. 272

Ibn H{ajar al-‘Asqala>ni>, Fath} al-Ba>ri>, Vol. XIII, 548. 273

Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Mafa>tih} al-Gaib, Vol. XXII, 176. 274

Ibn H{ajar al-‘Asqala>ni>, Fath} al-Ba>ri>, Vol. XIII, 548. 275

‚....Allah berfirman: Benar kamu mempunyai catatan kebaikan, lalu

Allah mengeluarkan sebuah kartu yang bertuliskan ‚Aku bersaksi tiada Tuhan selain

Allah dan aku bersaksi Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya. Allah berfirman:

Datangilah timbanganmu. Hamba itu bertanya: Wahai Tuhanku apa gunanya kartu

dan arsip catatan ini? Allah menjawab: Kamu tidaklah dizalimi. Rasul berkata: Lalu

diletakkanlah arsip catatan di satu piring timbangan dan kartu di piring lainnya.

Arsip catatan menjadi ringan dan kartu menjadi berat. Tidak sesuatupun yang lebih

Page 168: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

155

Sekalipun meyoritas Ahl al-Sunnah sepakat menyatakan

timbangan itu timbangan yang sebenarnya –sebagaimana klaim Ibn

H{ajar-, mereka berbeda pendapat tentang apa yang ditimbang.

Sebagian ulama berpendapat bahwa yang ditimbang adalah amal

perbuatan manusia, berpegang pada hadis ‚Dua kata yang mudah

diucapkan lidah, begitu berat timbangannya, disukai oleh yang maha

Pengasih: Subh}a>n Allah al-‘Az}i>m, Subh}a>n Allah wa bi H{amdih.‛276 Ibn H{ajar al-‘Asqala>ni> (773-852 H) memilih pendapat ini dan

mengklaim bahwa pendapat ini merupakan pendapat mayoritas ulama. 277

Ada juga teolog yang berpendapat bahwa Allah menciptakan wujud

(material) untuk amal perbuatan manusia,278

sebagai solusi rasionalis,

sehingga terhindar dari kritik Mu’tazilah. Berpegang pada hadis

Barzakh yang menceritakan Allah menjadikan amal baik seseorang

menjadi seorang manusia yang saleh, baik rupa, wangi, menyenangkan

dan menjadikan amalan buruk menjadi seorang manusia yang buruk

dan busuk, kemudian itulah yang ditimbang. 279

Pendapat kedua, yang ditimbang bukanlah amal perbuatan, tapi

catatan amal perbuatan. Pendapat ini berpegang pada hadis

penimbangan kartu shahadah.280 Terlebih al-Quran banyak berbicara

tentang kitab atau catatan amal perbuatan yang diterima manusia di

akhirat kelak. ‚Kami keluarkan baginya pada hari kiamat catatan amal

(kita>b) yang dijumpainya terbuka‛ (QS. Al-Isra’[17]: 13). Pendapat

berat dari nama Allah.‛ Hadis H{asan Gari>b, dari ‘Abd Allah ibn ‘Umar ibn ‘A<s},

diriwayatkan oleh Imam al-Tirmi>dhi dalam Kita>b: al-I<ma>n ‘an Rasul Allah, Ba>b: Ma> Ja>a fi man Yamu>t wa huwa Yashhad an la> Ila>ha illa> Allah, (no. 2639). Lihat Ima>m al-

Tirmi>dhi>, Suna>n al-Tirmi>dhi, 595. 276

Hadis S{ah}i>h}, dari Abu Hurairah, diriwayatkan oleh Ima>m al-Bukha>ri>

dalam Kita>b: al-Da‘awa>t, Ba>b: Fad}l al-Tasbi>h}, (no. 6406). Lihat Ima>m al-Bukha>ri>,

S{ah}i>h} al-Bukha>ri>, 1230. 277

Ibn H{ajar al-‘Asqala>ni>, Fath} al-Ba>ri>. Vol. XIII, 548. 278

Sa’d al-Di>n al-Taftaza>ni>, Sharh} al-Maqa>s}id. Vol. V, 121. 279

‚…Seorang hamba apabila menghadapi kehidupan akhirat dan

meninggalkan kehidupan dunia, ...Lalu datanglah kepadanya seorang yang baik rupa,

berpakaian bagus, dan berbau harum. Dia berkata: Bergembiralah dengan berita yang

menggembirakanmu. Inilah hari yang dijanjikan. (si mayat) bertanya: Siapakah

kamu? Dijawab: Saya adalah amal salehmu…‛ Hadi>th dari Barra’ ibn ‘A<zib

diriwayatkan oleh Abu ‘Awwa>nah al-Asfiraini, dikutip oleh Ibn Qayyim al-Jauzi>

dalam kitabnya. Lihat Ibn Qayyim al-Jauzi>, Al-Ru>h, 48-49 280

Ah}mad Mustafa Mutawalli, S{ah}i>h} al-Da>r al-A<khirah, 266.

Page 169: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

156

inilah yang dipilih oleh Imam al-Qurt}u>bi>281

(w. 671 H) dan Sa’d al-Di>n

al-Taftaza>ni>282

(722-792 H). Pendapat ketiga, yang ditimbang dihari

kimat adalah raga pelaku itu sendiri.283

Raga manusialah yang akan

ditimbang. Sebagaimana hadis yang menyatakan bahwa kaki kecil Ibn

Mas’u>d284

(w. 32 H) lebih berat dari gunung uhud. 285

g. Telaga (al-H{aud})

Al-H{aud} pada dasarnya merupakan tempat berkumpulnya air,

yang dimaksud disini adalah telaga atau danau Nabi saw di hari

kiamat.286

Hadis-hadis mendeskripsikan telaga tersebut merupakan

telaga besar, mengalir dari minuman penduduk surga, dari sungai ‚al-Kauthar‛. Air telaga berwarna putih pekat, lebih dingin dari es, lebih

manis dari madu, baunya lebih wangi dari parfum. Panjang dan

lebarnya sama, jarak antara satu sisi dengan yang lainnya sepanjang

perjalanan satu bulan. Gayung atau cangkirnya sebanyak bintang di

langit. 287

281

Ima>m al-Qurtu>bi>, Al-Tadhkirah, 301. 282

Sa’d al-Di>n al-Taftaza>ni>, Sharh} al-Maqa>s}id, Vol. V, 121. 283

Al-Sayyid al-Shari>f al-Jarja>ni>, Sharh}al-Mawa>qif, Vol. VIII, 350. Lihat

juga Ah}mad Mustafa Mutawalli, S{ah}i>h} al-Da>r al-A<khirah, 265. 284

Dia adalah Ibn Mas‘u>d sahabat Rasul saw. yang mulia. Salah seorang

Muhajirin generasi pertama, turut hijrah dua kali, dan shalat dua kiblat, orang

pertama yang membaca al-Quran dengan suara keras (jahar). Dia pernah menjabat

Qa>di> untuk Ku>fah, dan Bait al-Ma>l pada masa kekhilafahan Umar. Dia berbadannya

kurus dan pendek. Lihat Muh}ammad H{usain al-Dhahabi>, Tafsi>r wa al-Mufassiru>n.

Vol. I, 63. 285

‚‘Abd Allah ibn Mas‘u>d memetik pohon arak untuk siwak (gosok gigi),

Ibn Mas‘u>d berkaki kecil. Angin menyingkap kaki kecilnya. Para sahabat tertawa

melihatnya. Lalu Rasul saw. bertanya: Apa yang kalian tertawakan? Wahai

Rasulullah, kami tertawa melihat kaki ibn Mas‘u>d yang kecil. Rasul saw. berkata:

Demi yang jiwaku ditangannya, kedua kaki itu lebih berat dari gunung Uh}ud dalam

timbangan di hari kiamat.‛ Hadis S{ah}ih} diriwayatkan oleh Ima>m Ah}mad ibn H{anbal

dalam Musnad Ibn Mas‘u>d, no. 3981. Lihat Ah}mad ibn H{anbal, Musnad, Ed. Shu‘aib

Arnauth (Beiru>t: Muassasah al-Risa>lah, 1996), Vol. VII, 88. 286

Ah}mad Mustafa Mutawalli, S{ah}i>h} al-Da>r al-A<khirah, 280. 287

‚Telagaku (luasnya) perjalanan satu bulan, airnya lebih putih dari susu,

baunya lebih wangi dari parfum, sudut-sudutnya sama, cangkirnya (timbanya)

sebanyak bintang di langit. Siapa yang meminumnya tak akan pernah haus

selamanya.‛ Hadis S{ah}i>h} dari ‘Abd Allah ibn ‘Umar, diriwayatkan oleh Ima>m al-

Bukha>ri, dalam Kita>b:al-Riqa>q, Ba>b: fi al-H{aud}, (no. 6579). Lihat Ima>m al-Bukha>ri>,

S{ah}i>h al-Bukha>ri>, 1258.

Page 170: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

157

Menurut Ibn H{ajar al-‘Asqala>ni> (773-852 H), al-H{aud} (telaga)

bukanlah ‚al-Kauthar‛. Telaga berada di luar surga, sedangkan ‚al-Kauthar‛ berada di dalam surga. Namun air telaga mengalir dari ‚al-Kauthar‛. Oleh karena itu, jenis airnya sama.

288 ‚Al-Kauthar‛ sendiri

adalah sungai milik Nabi saw di surga.289

Berbeda dengan Ima>m al-

Qurt}u>bi> (w.671 H), menurutnya telaga Nabi ada dua: yang pertama

berada di padang Mah}shar>,290 dan yang kedua berada di surga.

Keduanya disebut ‚al-Kauthar‛.291

Disamping banyak kesamaan

antara al-H{aud} dan al-Kauthar. Ulama memang berselisih tentang susunan antara timbangan

(al-Mi>za>n), telaga (al-H{aud}) dan jembatan (al-S{ira>t}). Sekelompok

ulama lebih memilih telaga merupakan rute terakhir, yaitu: jembatan,

penimbangan dan terakhir telaga. Pandangan ini berpegang pada

sebuah hadis.292

Ima>m al-Qurt}ubi> (w. 671 H) meninggalkan hadis

tersebut dan memilih alasan rasionalis. Menurutnya, telaga berada di

padang Mah}sha>r, yaitu setelah manusia bangkit dari kuburnya. Telah

datang hadis yang menyatakan manusia dibangkitkan dalam keadaan

haus. Telaga lebih dahulu dari timbangan dan jembatan tentunya lebih

288

Ibn H{ajar al-‘Asqala>ni>, Fath} al-Ba>ri>, Vol. XI, 481. 289

Penjelasan ‘Aishah ra. Tentang al-Kauthar, diriwayatkan oleh Ima>m al-

Bukha>ri> dalam Kita>b: al-Tafsi>r, Surah: al-Kauthar, (no. 4965). Lihat Ima>m al-

Bukha>ri>, S{ah}i>h} al-Bukha>ri>, 987. 290

‚Rasul saw. tahukah kalian apa itu ‚al-Kauthar‛? Kami menjawab: Allah

dan Rasulnya lebih tahu. Rasul berkata:Sesungguhnya ‚al-Kauthar‛ itu adalah sungai

yang dijanjikan Tuhan untukku. Padanya banyak kebaikan. Al-Kauthar adalah al-H{aud} yang di datangi ummatku di hari kiamat. Cangkirnya sebanyak bintang…‛

H{adi>th S{ah}i>h} dari Anas ibn Ma>lik, diriwayatkan oleh Imam Muslim, dalam Kita>b: al-S{ala>h, Ba>b: H{ujjah man Qa>l: al-Basmalah Ayah Awwal Kullu Su>rah siwaal-Bara>ah,

(no. 400). Lihat Ima>m Muslim ibn al-H{ujjaj, S{ah}i>h} al-Muslim, 188. 291

Ima>m al-Qurt}u>bi>. Al-Tazkirah, 291. 292

‚Aku (Anas Ibn Ma>lik) memohon agar Rasu>l saw. memberi syafa‘at

kepadaku di hari kiamat. Rasul menjawab: Saya lakukan. Aku bertanya: Wahai

Rasulullah dimana aku akan menemuimu? Rasul menjawab: Carilah pertama kamu

mencariku pada waktu di jembatan (al-S{ira>t}). Aku bertanya: Bagaimana bila tidak

aku temukan engkau disana? Rasul menjawab: Carilah aku pada waktu di timbangan.

Aku bertanya: Bagaimana bila tidak aku temukan engkau disana? Rasul menjawab:

Carilah aku ketika di telaga, aku pasti ada di salah satu dari tiga tempat itu.‛ Hadi>th

H{asan Gari>b, dari Anas ibn Ma>lik, diriwayatkan oleh Ima>m al-Tirmi>dhi dalam al-

Sunan pada Kita>b: S{ifah al-Qiya>mah, Ba>b: Ma> Ja>’a fi Sha’n al-S{ira>t}, (no. 2433).

Lihat Ima>m al-Tirmi>dhi>, Sunan al-Tirmi>dhi>, 548.

Page 171: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

158

tepat.293

Abu H{a>mid al-Ghaza>li> (455-505 H) dalam ‚Kasf al-‘Ulu>m al-A<khirah‛ mengoreksi hadis tersebut, menurutnya ada kesalahan dalam

periwayatan, sehingga sebagian salaf dari Ahl al-Hadis mengakhirkan

telaga karena berpegang pada hadis yang salah.294

h. Jembatan (al-S{ira>t}) Al-S{ira>t} adalah jalan yang melintas sepanjang atas neraka,

yang akan dilewati oleh setiap manusia.295

Siapa yang berhasil

melewatinya akan melanjutkan perjalanan ke surga, sedangkan yang

gagal akan jatuh ke neraka dibawahnya. Jembatan atau jalan tersebut

tidak dapat membuat pijakan kaki seimbang, tapi licin dan

menggelincirkan, ada penyambar, penggigit dan duri,296

bahkan

diriwatkan jalan tersebut lebih tajam (tipis) dari pedang dan lebih

halus dari rambut.297

Sekelompok ulama mentakwilkan gambaran

hadis tentang perlintasan (jembatan), menurut mereka maksud tipis

dan halusnya perlintasan berpulang pada mudah dan susahnya mereka

melewatinya sesuai dengan amalan masing-masing. Ima>m al-Qurt}u>bi>

(w.671 H) menyanggah pentakwilan tersebut. Menurutnya, hadis

haruslah dipahami sebagaimana teks aslinya.298

Setiap manusia, mukmin dan kafir, dari Adam as sampai hari

kiamat pasti akan melewatinya. Hanya orang mukmin calon penghuni

surgalah yang akan dapat melewatinya, yang lainnya tidak dapat

melewatinya dan jatuh tinggal di neraka. Demikianlah penafsiran Ibn

293

Ima>m al-Qurt}u>bi>, Al-Tazkirah , 291. 294

Abu H{a>mid al-Ghaza>li>, Al-Durrah al-Fa>khirah fi Kashf ‘Ulu>m al-

A<khirah, Ed. Muwaffiq Fauzi al-Jabar (Damaskus: Al-Hikmah, 1995), 52. Lihat juga

Ima>m al-Qurt}u>bi>, Al-Tazkirah fi Ah}wa>l al-Mauta> wa Umu>r al-A<khirah, 291. 295

‘Ad}d} al-Di>n al-Eiji>, Al-Mawa>qif. 383 296

‚Mereka bertanya: Wahai Rasulullah, Apakah itu jalan (jembatan)?Rasul

menjawab: Jalan yang licin lagi menggelincirkan, dijalan itu ada penyambar,

penggigit, dan duri.‛ H{adi>th S{ah}i>h dari Abu Sa‘i>d al-Khudri diriwayatkan oleh Ima>m

Muslim dalam Kita>b: al-I<ma>n, Ba>b: Ma’rifah al-T{ari>q al-Rukyah, (no. 302). Lihat

Ima>m Muslim ibn Hujja>j, S{ah}i>h} Muslim, 99. 297

‚Sesungguhnya jembatan itu lebih tipis dari pedang dan lebih halus dari

rambut‛ Hadis S{ah}ih} Mauqu>f dari Abu Sa‘i>d al-Khudri diriwayatkan oleh Ima>m

Muslim dalam Kita>b: al-I<ma>n, Ba>b: Ma’rifah al-T{ari>q al-Rukyah, (no. 302). Lihat

Ima>m Muslim ibn Hujja>j, S{ah}i>h} Muslim, 101. 298

Ima<m Abu ‘Abd Allah al-Qurt}u>bi>, Al-Tadhkirah bi Umu>r al-Mauta> wa

Ah}wa>l al-A<khirah, Ed.Al-S{a>diq ibn Muhammad ibn Ibrahi>m (Riya>d}: Dar al-Minha>j,

1425 H.),757-758.

Page 172: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

159

‘Abbas (3 SH- 68 H), Ibn Mas‘u>d (w. 32 H) dan Ka‘ab al-Ah}ba>r299

dari

ayat:300

‚Dan tidak ada seorangpun dari padamu, melainkan

mendatanginya (jembatan itu)‛ (QS. Maryam [19]: 71-72). Orang

mukmin calon penghuni surga akan dapat melewati jembatan diatas

neraka tersebut sesuai dengan amalan mereka. Ada yang melewatinya

dengan kecepatan cahaya (kilat), ada yang melewatinya dengan

kecepatan suara, kecepatan burung terbang, lari kuda, seterusnya lebih

pelan dan pelan lagi. 301

Qad}i> ‘Abd al-Jabbar (359-415 H) dan banyak kalangan

Mu’tazilah mengingkari adanya jembatan (al-S}ira>t}) seperti yang

diyakini Ahl al-Sunnah.302

Syaikh Mu’tazilah, Abu ‘Ali al-Jabba>i>

(235-304 H) membingungkan, kadang menafikan dan terkadang

menetapkan.303

Sementara Abu Hudhail al-‘Alla>f (134-235 H) dan

Bishar ibn al-Mu’tamar (w. 210 H) berpendapat bahwa jembatan (al-S{ira>t) mungkin terjadi, namun mereka tidak menetapkan jembatan

perlintasan akan benar-benar terjadi kelak.304

Mu’tazilah sebagai

kalangan rasionalis Islam terdepan beralasan bahwa jembatan yang

lebih tipis dari pedang dan lebih halus dari rambut sangatlah tidak

rasional bisa dilewati. Sekalipun bisa dilewati, itu merupakan siksaan,

kesulitan dan kesusahan yang diberikan Allah kepada seorang muslim.

299

Dia adalah Ka‘ab ibn Ma>ti’ al-H{imyari al-Yamani>, yang dahulunya

seorang Yahudi, lalu masuk Islam setelah Nabi saw. wafat. Dia datang dari Yaman

ke Madinah di masa Umar ibn Khatta>b. Penguasaannya terhadap kitab-kitab Yahudi

membuat para sahabat banyak mendengarkan kitab-kitab israiliya>t darinya.

Sementara Ka’ab banyak belajar hadis dari para sahabat. Lihat Shams al-Di>n al-

Dhahabi>, Siyar A’la>m al-Nubala’, 494. 300

Ibn Kathi>r, Tafsi>r al-Quran al-‘Az}i>m,Vol. IX, 280-281. 301

‚Mukmin akan melewatinya seperti kedipan mata, seperti kilat, seperti

angin, seperti burung, seperti kuda dan tunggangan terbaik. Seorang muslim akan

selamat (melintasinya)‛ Hadis S{ah}i>h} dari Abu Sa‘i>d al-Khudri diriwayatkan oleh

Ima>m Muslim dalam Kita>b: al-I<ma>n, Ba>b: Ma’rifah al-T{ari>q al-Rukyah, (no. 302).

Lihat Ima>m Muslim ibn Hujja>j, S{ah}i>h} Muslim. 100. 302

Sa’d al-Di>n al-Taftaza>ni>, Sharh} al-Maqa>s}id, Vol. V, 120. 303

‘Ad}d} al-Di>n al-Eiji, Al-Mawa>qif, 384. 304

Al-Sayyid al-Shari>f al-Jarja>ni>, Sharh} al-Mawa>qif, Vol. VIII, 349.

Page 173: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

160

Atas prinsip dasar keadilan Tuhan, tidaklah pantas Allah memberikan

kesulitan kepada muslim yang taat di akhirat.305

‘Add al-Di>n al-I<ji> (708-756 H) sebagai Teolog Ash‘ariyah yang

mempresentasikan Ahl al-Sunnah, menjawab kritik Mu’tazilah.

Menurutnya, Allah yang maha kuasa bisa saja membuat manusia

melintasinya tanpa merasa kesulitan dan kelelahan. Sebagaimana yang

telah dikabarkan dalam hadis tentang sifat orang-orang-orang yang

melintasinya. Ada yang melintasinya secepat kilat, ada yang secepat

angin, ada yang secepat tunggangan (kuda) terbaik, ada yang kakinya

telah jatuh dan bergantung dengan tangannya, bahkan ada yang

bergantung dengan kepalanya.306

Sa’d al-Di>n al-Tafta>za>ni> (722-792 H)

menganalogikannya dengan berjalan di atas air, dan burung terbang di

udara. Keduanya aneh dan diluar aturan kebiasaan manusia. Namun

semua itu bukanlah mustahil, tapi sangat jelas memungkinkan menurut

akal.307

Wajib hukumnya berpegang kepada teks yang telah jelas

kebenarannya dan mungkin menurut akal. Tidak ada alasan untuk

memalingkan (mentakwilkan) makna zahir teks kepada makna yang

lainnya.

i. Surga dan Neraka

Surga dan neraka merupakan tempat peristirahatan akhir raga

material. Tempat memanen apa yang telah di tanam di dunia. Yang

berbuat baik, melaksanakan perintah Tuhan dengan segala halangan

dan rintangannya, akan mendapatkan kesenangan yang telah di

janjikan. Surga diterjemahkan dari kata ‚al-Jannah‛ yang dalam

bahasa Arab berarti kebun korma dan pepohonan yang lebat, yang

menaungi dari terik mentari serta dahan-dahannya yang rindang.

Dikarenakan kebun itu lebat dan menaungi disebutlah ‚al-Jannah‛

yang berasal dari kata ‚Janna‛ yang berarti menutupi. Kemudian

dipakaikan untuk tempat pembalasan amal baik di akhirat kelak.308

Kesenangan yang diperoleh raga di surga sama seperti

kesenangan dunia. Surga menyediakan seluruh kesenangan ragawi

305

‘Ad}d} al-Di>n al-Eiji, Al-Mawa>qif, 384. Lihat juga Sa’d al-Di>n al-

Taftaza>ni>, Sharh} al-Maqa>s}id, Vol. V, 120. Lihat juga Al-Sayyid al-Shari>f al-Jarja>ni>,

Sharh} al-Mawa>qif, Vol. VIII, 349. 306

‘Add al-Di>n al-Eiji>, Al-Mawa>qif, 384. 307

Sa’d al-Di>n al-Taftaza>ni>, Sharh} al-Maqa>s}id, Vol. V. 120. 308

Fakh al-Di>n al-Ra>zi>, Mafa>tih} al-Gaib, Vol. II, 140. Lihat juga Abu Qa>sim

al-Zamkhashari>, Al-Kashsha>f ‘, Vol. I, 229.

Page 174: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

161

yang dibutuhkan manusia. Mulai dari makanan, minuman yang enak

dan lezat, tempat tinggal berupa Istana nan indah dan luas, lengkap

dengan bidadari-bidadarinya. Akhirat merupakan manifestasi

kehidupan dunia, yang berbeda hanya sifatnya saja (QS. al-Baqarah

[2]: 25).

Dalam tafsirnya, Fakhr al-Di>n al-Ra>zi> (544-606 H) membagi

kesenangan dan kenikmatan yang diinginkan manusia dalam hidup di

dunia ini dalam tiga kelompok yang tiada empatnya.309

Pertama,

tempat tinggal berupa istana yang ‚Surga-surga yang mengalir sungai-

sungai di bawahnya‛. Kedua makanan yang lezat dan nikmat, ‚Inilah

rezeki yang pernah diberikan kepada kami dahulu di dunia‛. Ketiga,

pasangan berupa bidadari sebagai ‚istri mereka yang suci‛. Apabila

ketiga hal tersebut telah diperoleh, akan diiringi oleh rasa takut

kehilangan. Oleh karena itu, Allah menjelaskan tidak perlu merasa

takut dan cemas dengan mengatakan: ‚Mereka semua kekal di

dalamnya‛. Ayat ini menunjukkan betapa sempurnanya kenikmatan,

kesenangan dan kebahagian yang di peroleh di surga.

Ibn Kathi>r (700-774 H) dalam tafsirnya bercerita tentang

makanan surga, ia meriwayatkan dari Ibn Mas‘u>d (w. 32 H) dan

sekelompok sahabat lainnya bahwa makanan dan buah-buahan surga

sama dengan yang di dunia. Sama dari sisi warna dan bentuknya saja,

tapi rasanya berbeda. Makanan surga jauh lebih enak dan nikmat. Bagi

‘Ikrimah (w. 105 H) yang sama hanya jenis-jenisnya saja, rasanya

tentunya berbeda. Berbeda dengan Ibn ‘Abbas (3 SH- 68 H), baginya

tidak ada yang sama kecuali nama-namanya saja. 310

Sebaliknya, manusia yang tidak menjalankan perintah

Tuhannya, berbuat kejahatan, kerusakan, dan bahkan mengingkari

Tuhan yang maha kuasa akan mendapatkan siksaan material yang

ditimpakan kepada raga. Neraka merupakan kediaman raga sebagai

balasan keingkarannya. Neraka dalam al-Quran disebut al-Na>r (api),

manusia merupakan bahan bakarnya (QS. Al-Baqarah [2]: 24). Ahl al-

Sunnah meyakini, seorang mukmin pelaku dosa akan di bakar dosanya

di neraka, kemudian akan dimasukkan ke surga tempat kediamannya

yang sebenarnya, berbeda dengan seorang kafir, ia akan kekal di dalam

neraka.311

309

Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Mafa>tih> al-Gaib, Vol. II, 138. 310

Ibn Kathi>r, Tafsi>r al-Qura>n al-‘Az}i>m, Vol. I, 321-322. 311

‘Ad}d} al-Di>n al-Eiji, Al-Mawa>qif, 380.

Page 175: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

162

Teolog berbeda pendapat, apakah surga dan neraka telah

diciptakan dan ada saat sekarang ini? Menurut kalangan Ash'ariyah

dan beberapa syaikh Mu'tazilah seperti Abu 'Ali al-Jabba>'i> (235-304

H), Bishar ibn al-Mu’tamir (w. 210 H) dan Abu Husain al-Bas}ri> (w.

436 H):312

berpendapat bahwa surga dan neraka telah diciptakan dan

telah ada saat sekarang ini. Sebaliknya, mayoritas Mu'tazilah

diantaranya seperti ‘Iba>d al-D{aimiri>, D{irar ibn ‘Umar (h. 190 H/ 805

M), Abu Ha>shim al-Jabba>'i> (247-321 H), dan al-Qa>d}i> 'Abd al-Jabba>r

(359-415 H) menyanggahnya, menurut mereka surga dan neraka belum

diciptakan sekarang ini. Surga dan neraka baru diciptakan kelak di hari

kiamat, sebagai tempat pembalasan amal perbuatan.313

Menurut Sa'd

al-Di>n al-Tafta>za>ni (722-792 H), mayoritas umat islam meyakini surga

dan neraka telah tercipta. Hanya Abu Ha>shim (247-321 H) dan al-Qa>d}i>

'Abd al-Jabba>r (359-415 H) dan Mu'tazilah pengikutnya yang

berpendapat surga dan neraka belum diciptakan.314

Al-Qurt}u>bi> (w. 671 H) menghikayatkan hanya Mu'tazilah dan

Qad}ariyah yang meyakini surga dan neraka baru tercipta di hari

kiamat.315

Hal senada diungkapkan Ibn Qayyim al-Jauzi> (691-751 H),

menurutnya ‚Para sahabat, Ta>bi'i>n, dan Ta>bi' al-Ta>bi'i>n, Ahl al-

Sunnah, Ahl al-Hadis semuanya dan fuqaha' muslimin, Ahl al-

Tasawwuf dan al-Zuhd selalu berkeyakinan bahwa surga dan neraka

telah diciptakan dan telah ada saat sekarang ini.316

Pihak yang mengklaim surga dan neraka telah diciptakan

berpegang pada alasan berikut: Pertama, kisah Adam as dan istrinya

Hawa’ tinggal di surga, lalu keduanya dikeluarkan dari surga akibat

kesalahan memakan buah terlarang sebagaimana dengan jelas tertuang

dalam al-Quran. Kalaulah surga telah diciptakan, tentunya neraka juga

telah diciptakan semenjak dahulunya. Kedua, Allah berfirman bahwa

surga telah dipersiapkan untuk hambanya yang bertaqwa (QS. Ali

312

Dia adalah Abu al-Husain, Muhammad ibn 'Ali> ibn alT{ayyib, al-Bas}ri>.

Seorang shaikh Mu'tazilah yang banyak menulis tentang ‘Ilm al-Kalam. Ia wafat di

Bagdad pada Rabiul Akhir 436 H. di usia tua. Lihat Shams al-Di>n al-Dhahabi>,Siyar

al-A’la>m wa al-Nubala’. Vol. XVII, 587-589. 313

'Add al-Di>n al-Eiji>, Al-Mawa>qif, 374-375. Lihat juga Al-Sayyid al-Shari>f

al-Jarja>ni>, Sharh} al-Mawa>qif, Vol. VIII, 328. 314

Sa'd al-Di>n al-Taftaza>ni>, Sharh} al-Maqa>s}id, Vol. V, 108. 315

Ima>m al-Qurt}u>bi>, Al-Ja>mi' li Ah}ka>m al-Qura>n, Vol. I, 450. 316

Ibn Qayyim al-Jauzi>, H{a>di> al-Arwa>jh} ila Bila>d al-Afra>h{ (Cairo:

Maktabah al-Mutanabbi>, tt.), 15.

Page 176: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

163

‘Imra>n [3]: 133), dan neraka telah dipersiapkan untuk orang kafir (QS.

Al-Baqarah [2]: 24) dengan kata "telah" (fi'l al-Ma>d}i>).317 Ketiga,

kalaulah kita mencermati berbagai hadis dan ayat-ayat al-Quran

tentang surga, pastilah akan menemukan banyak hal yang dengan jelas

menunjukkan bahwa surga dan neraka telah diciptakan. 318

Seperti

peristiwa Mi’raj-nya Nabi saw. ke ‚S}idrah al-Muntaha‛ yang posisinya

dekat dengan surga (QS. Al-Najm [53]: 12)

Adapun kalangan yang menyangkal surga dan neraka telah

diciptakan seperti Abu Ha>shim al-Jabba>'i> (247-321 H) dan para

pendukungnya, berdalih bahwa segala sesuatu akan hancur di hari

kiamat: ‚Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali Allah‛(QS. Al-Qas}as

[28]}: 88).319

Kalaulah surga dan neraka telah diciptakan, dan

dihancurkan di hari kiamat, tentunya itu sebuah kesia-sian, surga

dibiarkan kosong tanpa penghuni dalam jangka waktu yang lama,

maha suci Allah dari melakukan perbuatan yang sia-sia lagi jelek.

Logiskah seorang raja membangun istana dan menyediakan di

dalamnya berbagai macam makanan, perabotan dan fasilitas lainnya,

namun sang raja membiarkannya kosong tanpa penghuni dan

rakyatnya tidak diperbolehkan masuk ke dalamnya dalam jangka

waktu yang lama? Sugguh tindakan yang tidak bijaksana. Sang raja

telah membuat kalangan cerdik pandai memprotesnya.320

Argumen

yang dilandasi pemikiran rasionalis dan kewajiban Allah untuk selalu

melakukan perbuatan baik yang menjadi landasan aliran Mu'tazilah.

Adapun ayat-ayat tentang surga telah ada, Mu'tazilah

memalingkannya ('Udu>l) dari makna aslinya, dan memahaminya

sebagai kiasan (Maja>z). Terutama surga nabi Adam as, menurut

mereka surga Adam as bukanlah surga abadi tempat pembalasan amal

perbuatan. Tapi surga yang diciptakan khusus untuk menguji Adam as

dan istrinya. Selanjutnya mereka berbeda pendapat dalam menentukan

letak surga Adam as tersebut. Menurut H{asan al-Bas}ri> (21-110 H),

surga itu terletak dilangit, menurut Abu Ha>shim al-Jabba'i> (247-321

H) surga tersebut terletak dilangit ke tujuh, menurut Abu Muslim al-

317

Fakh al-Di>n al-Ra>zi>, Mafa>tih al-Gaib, Vol. II, 137-138. 318

Al-Sayyid al-Shari>f al-Jarja>ni>, Sharh al-Mawa>qif, Vol. VIII, 328. 319

Al-Sayyid al-Shari>f al-Jarja>ni>, Sharh al-Mawa>qif, Vol. VIII, 328, Lihat

juga Sa'd al-Di>n al-Tafta>za>ni>. Sharh} al-Maqa>s{id, Vol. V, 108. 320

Ibn Qayyim al-Jauzi>, H{a>di> al-Arwa>jh} ila Bila>d al-Afra>h, 15.

Page 177: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

164

As}baha>ni321

(254 -322 H), Abu Qa>sim al-Balkhi322

(273-327 H) dan

Ibn H{ajar al-'Asqala>ni> (773-852 H) surga tersebut merupakan salah

satu kebun yang terletak di suatu tempat di bumi.

Ulama berbeda pendapat dalam menentukan surga tersebut,

Ibn Qayyim (691-751 H) membahasnya secara khusus dalam "H{adi> Arwa>h} ila> Bila>d al-Afra>h}". Saking alotnya perdebatan, dan tidak

bisanya menguatkan pendapat yang satu dari yang lainnya, pada

akhirnya ia mengikuti jejak Fakhr al-Di>n al-Ra>zi> (544-606 H) yang

memilih tawaqquf dalam permasalahan.323

Bagi Ash'ariyah, surga

Adam as (QS. Al-Baqarah [2]: 35) adalah surga abadi, tempat

pembalasan amal perbuatan. Mereka menolak pemalingan ('Udu>l) ataupun pentakwilan ayat-ayat surga. Tidak ada alasan membawa teks

kepada makna kiasan (Maja>z). Pentakwilan menyalahi ijmak muslimin

sebelum munculnya perselisihan. Pemaknaan surga Adam as dengan

suatu kebun diantara kebun di bumi, merupakan suatu bentuk bermain-

main dalam urusan agama dan memperolokkan ijmak muslimin.324

D. Akhirat Spiritual

Pada dasarnya, pemikiran ini berpegang pada teori yang

memandang manusia sebagai sesuatu yang spiritual, bukan material.

321

Dia adalah Muhammad ibn ‘Ali ibn Mahribizd ibn Bah}r, dikenal sebagai

Abu Muslim al-Asfaha>ni>. Dia adalah seorang teolog Mu’tazilah, penulis ulung, gaya

bahasa yang faseh, ahli debat, menguasai ilmu tafsir al-Quran dan berbagai cabang

ilmu lainnya. Dia merupakan penduduk Isfahan (Iran), dia menjadi wali di Isfahan

dan beberapa negeri Persia pada masa khalifah al-Muqtadir bi Allah al-Abba>si>,

sampai ibn Babawiyah datang kesana pada Z{ulqaidah 321 H. Ia wafat pada tahun

322 H. Lihat Abu Muslim al-As}faha>ni>, Mausu>‘ah Tafa>si>r al-Mu’tazilah: Ja>mi’ al-

Ta’wi>l li Muhkam al-Tanzi>l, Ed. Khid}ir Muhammad Banha> (tt: Abu Salu>m al-

Mu’tazili>, tt), 5. 322

Dia adalah 'Abd Allah ibn Ah}mad ibn Mah}mu>d al-Ka'bi>, Abu al-Qasim

al-Balkhi>, salah seorang syaikh Mu'tazilah, teman debat dan diskusi Abu 'Ali al-

Jabba>’i>. Dia bekerja sebagai penulis untuk pemerintahan Ahmad ibn Suhail penguasa

Naisabur. Diantara karya besarnya adalah kitab: "Al-Maqa>la>t", "Al-Gurar", "Istidla>l

bi al-Shahid 'ala al-Ga>ib", "Al-Jadl", Sunnah wa al-Jama>'ah, "Al-Tafsir al-Kabi>r",

kitab yang mengkritik al-Ra>zi> tentang filsafat ketuhanan dan lainnya. Lihat Shams

al-Di>n al-Dhahabi, Siyar 'Ala>m al-Nubala', Vol. XVI, 313. 323

Ibn Qayyim al-Jauzi>, H{a>di> al-Arwa>jh} ila Bila>d al-Afra>h, 23-39. Lihat

juga Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Mafa>tih} al-Gaib, Vol. III, 3-4. 324

Sa'd al-Di>n al-Tafta>za>ni>, Sharh} al-Maqa>s}id, Vol. V, 108-109.

Page 178: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

165

Sehingga akhirat bersifat spiritual karena manusia yang dibalasi amal

perbuatannya adalah jiwa spiritual yang immaterial. Kenikmatan

akhirat terbesar adalah kembalinya jiwa kepada sang pencipta. Jiwa

yang merupakan pancaran (emanasi) dari zat Tuhan, kembali pada

kondisinya semula (al-Ruju>’ ila al-Bida>yah). Gambaran akhirat

material merupakan perumpamaan dan percontohan agar mudah

dipahami awam. Kenikmatan akhirat terbesar dalam Islam

diumpamakan dengan bertemu dan melihat yang maha agung.

Al-Sayyid al-Shari>f al-Jarja>ni> (740-816 H) mengungkapkan

bahwa akhirat spiritual merupakan istilah baru dalam ranah pemikiran

Islam. Akhirat spiritual digunakan filosof sebagai pengungkapan

berpisahnya jiwa dari raga dan terhubung ke alam ide (‘Aqli>) yang

merupakan alam immaterial. 325

Balasan amal perbuatan hanya

dirasakan oleh jiwa, karena manusia pada hakikatnya adalah jiwa

immaterial tanpa raga. Di akhirat jiwa dapat langsung merasakan

kenikmatan atau kesengsaraan tanpa butuh perantara raga. Sebuah

kesia-sian bila jiwa kembali tergantung kepada raga di akhirat. Raga

hanyalah alat yang diatur dan dipakai jiwa. Pendapat ini merupakan

pendapat filosof ketuhanan Yunani.

Al-Shahrasata>ni> (479-548 H) menjelaskan bahwa yang

dimaksud dengan filosof ketuhanan adalah filosof yang telah

mempunyai semacam perolehan, yang telah menaikannya dari alam

material, dan menetapkan (Tuhan) yang immaterial (al-Ma’qu>l), namun mereka tidak menyatakan batasan, hukum, syariah dan Islam.

Mereka mengira, bila mereka telah mendapatkan yang immaterial (al-Ma’qu>l) dan telah menetapkan asal usul alam (al-Mabda’) dan akhirat

(al-Ma‘a>d), mereka telah mencapai kesempurnaan yang selama ini

dicari.326

Dapat dipahami, bahwa mereka adalah filosof yang telah

menemukan kebenaran dengan pemikiran akalnya. Kebenaran itu

adalah bahwa segala sesuatu berasal dari satu yang immaterial, yaitu

Tuhan. Mereka menyebutnya dengan istilah al-‘Aql. Sesuatu yang

immaterial itulah yang mengatur alam semesta dengan

mengerakkannya. Sesuatu yang immaterial itulah yang mengatur

setiap material, termasuk raga manusia. Kualitas kebahagiaan dapat

diukur dengan seberapa jauh pengetahuannya tentang hal yang

325

Al-Sayyid al-Shari>f al-Jarja>ni>, Sharh} al-Mawa>qif, Vol. VIII, 325. 326

Al-Shahrasata>ni>, Al-Milal wa al-Nih}al, Vol. II, 306.

Page 179: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

166

immaterial. Semakin dalam pengetahuan yang dicapai akan

membuatnya semakin bahagia. Sebaliknya ketidaktahuan membuatnya

menderita, semakin tidak tahu semakin menderita.

Lebih lanjut al-Shahrasata>ni> (479-548 H) menjelaskan bahwa

mereka tidak membawa syariah seperti seorang nabi, tapi hukum

syariah dihasilkan dari hasil pemikiran akal mereka, hasil olah akal

dengan memikirkan yang immaterial. Syariah dan pemegangnya

merupakan perkara kepentingan umum. Batasan, hukuman, halal,

haram merupakan produk buatan manusia. Pemegang syariah

merupakan orang yang mempunyai kebijaksanaan praktis. Bisa jadi

dikuatkan oleh sang pemberi forma (Wa>hib al-S{u>r) dalam menetapkan

hukum. Hukum halal dan haram dibuat demi kebaikan manusia, dan

kemakmuran negeri. 327

Filosof ketuhanan dalam pemikiran Yunani kuno

dipresentasikan oleh Socrates (470-399 SM), Plato (427-347 SM) dan

Aristoteles (384-322 SM).328

Hanya saja Socrates lebih fokus dalam

membentuk pemahaman-pemahaman rasionalis, nilai-nilai universal

dan perhatian yang besar terhadap nilai-nilai kemanusian dalam

menghadapi Sophisme.329

Sementara Plato merupakan filosof

ketuhanan Yunani kuno terbesar dan pandangannya tentang Tuhan

sangat jelas. Ajarannya cukup komprehensif, dan paling luas

pengaruhnya dalam filsafat Islam, terutama kajian jiwa. Adapun

Aristoteles, ajarannya tentang jiwa cukup rumit, para komentatornya

saling bertentangan dalam menyikapi apakah jiwa itu berbeda (al-Muga>yarah) dengan raga atau tidak, apakah jiwa itu kekal atau binasa.

Hal inilah yang dikeluhkan Shahrasata>ni (479-548 H): Aristoteles

dalam penuturannya lebih cendrung pada ajaran Plato menyatakan

327

Al-Shahrasata>ni>, Al-Milal wa al-Nih}al, Vol. II, 306. 328

Muhammad Sayyid al-Musayyar, Al-Ru>h},174. 329

Sophisme merupakan aliran pemikiran filsafat yang berkembang di

Yunani pada akhir abad VI SM dan awal abad V SM setelah surutnya pemerintahan

‚Oligarki‛ (minoritas) dan munculnya golongan pemerintahan baru ‚Demokrasi‛

yang mempresentasikan rakyat. Ibn Hazm mewakili teolog dan filosof muslim

menyebut aliran ini sebagai pembatal kebenaran (Mubt}il al-H{aqa>iq), Lihat Ibn Hazm

al-Andalu>si, Al-Fis}al fi al-Milal wa al-Nih}al,Vol. I, 18. Adapun Abd al-Rah}ma>n

Marh}aba> menyebutnya sebagai gerakan pencerahan Yunani, sigma negative untuk

aliran ini berhasil dikumandangkan oleh Socrates, Plato, dan Aristoteles yang

merupakan filosof Ketuhanan. Lihat ‘Abd al-Rah}ma>n al-Marhaba, Tari>kh al-Falsafah

al-Yuna>niyah: min Bida>yatiha> h}atta> al-Marh}alah al-Heleniyah, 147.

Page 180: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

167

kekalnya jiwa dan telah ada sebelum raga. Namun filosof Muta’akhiri>n menuliskan pernyataan yang berbeda, jiwa tercipta setelah raga.

330

Ajaran Plato (427-347 SM) tentang akhirat secara garis besar

dapat disimpulkan sebagai berikut:331

a. Jiwa manusia telah ada di alam ide (al-‘A<lam al-Muthul) jauh

sebelum adanya raga. Jiwa mengetahui seluruh yang ada di alam

ide. (Dialog Timaeus)

b. Jiwa manusia qadi>m seperti qadi>mnya alam ide, yang merupakan

alam yang sebenarnya (hakiki). Alam material ini hanyalah

bayangan (pantulan) dari jejaknya. Alam material ini ha>dith.

(Dialog ‚Laws‛)332

c. Ma’rifah (pengetahuan) adalah mengingat kembali apa yang telah

diketahui di alam ide. Kebodohan adalah kelupaan yang

disebabkan oleh tebalnya material yang ditempati jiwa. (Dialog

‚Meno‛)333

d. Jiwa manusia jatuh dari alam ide ke alam material karena

ketidakberhasilannya menyaksikan kebenaran (Musha>hadah al-H{{aqa>iq). Jiwa-jiwa ditengah keramaiannya dalam Musha>hadah al-H{aqa>iq satu dengan yang lainnya saling berbenturan, hingga

kehilangan sayap yang digunakan untuk terbang di dunia langit.

Kemudian semua jatuh ke bumi, menempati raga-raga anak

manusia. (Dialog Phaedrus)334

e. Akhirat adalah kembalinya jiwa ke alamnya (alam ide) setelah

berpisah dengan raga yang merupakan kelompok al-Murakkaba>t (tersusun) yang akan terurai dan hancur. (Dialog Phaedo)

335

Ajaran Plato ini sangat besar pengaruhnya kepada muridnya.

Bahkan Aristoteles (384-322 SM) tak dapat terlepas dari bayangan

ajaran gurunya. Disaat ia menyatakan jiwa manusia ha>dith, ia juga

menyatakan jiwa manusia berasal dari luar. Ibn Si>na> (370-428 H) yang

merupakan filosof terdepan dalam mengkaji jiwa, sangat terpengaruh

oleh ajaran Platonism, terutama tentang permasalahan akhirat (al-Ma‘a>d). Dalam usaha menyelaraskan antara agama dan filsafat, Ibn

330

Al-Shahrasata>ni>, Al-Milal wa al-Nih}al, Vol. II, 411. 331

Muhammad al-Musayyar, Al-Ru>h}, 175. 332

Plato, Al-Qawa>ni>n li Aflatu>n. 333

Plato, Muh}a>warah ‚Meno‛ >, 124. 334

Plato, Muha>warah ‚Phaedrus‛, 61-66. 335

Plato, ‚Phaedo‛, 124.

Page 181: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

168

Si>na> membahasakan alam idenya Plato dengan alam malaikat.336

Teori kejiwaan filosof ketuhanan Yunani, menjadi aliran besar dalam

filsafat Islam dan tasawuf.

1. Manusia adalah jiwa spiritual (Immaterial).

Manusia adalah jiwa spiritual pada dasarnya merupakan teori

yang berasal dari kearifan dan keyakinan Timur. Kemudian di adopsi

oleh Barat melalui ajaran Orpishm, lalu Phytagorism, lalu Platonism,

lalu Hermenism, lalu Neo Platonism, kemudian diadopsi oleh filosof

muslim. Filosof muslim terutama Ibn Si>na> (370-428 H) yang kajiannya

tentang jiwa paling luas dan komprehensif, tampak ragu-ragu antara

memilih teori Plato (427-347 SM) dan Plotinus (205-270 M) dari satu

sisi dan teori Aristoteles (384-322 SM) dari sisi lainnya. Filosof

muslim terkadang berusaha menyelaraskan antara teori-teori yang

saling bertentangan. Terkadang filosof muslim mengadopsi teori Plato

dan Plotinus dengan menyatakan bahwa jiwa merupakan esensi yang

berdiri sendiri (Qa>im bi Dha>tih) sama sekali tidak membutuhkan raga.

Pada waktu yang sama raga sangat dan bahkan benar-benar

membutuhkan jiwa.337

Baik berdiri sendiri atau tidak, yang penting

jiwa adalah suatu esensi immaterial.

Dalam ‚Risa>lah fi Ma’rifah al-Nafs al-Na>t}iqah wa Ah}wa>liha >‛

Ibn Si>na> (370-428 H) menyatakan bahwa esensi jiwa tidaklah

membutuhkan raga. Bahkan jiwa justru menjadi lemah ketika

mengiringi raga dan menjadi kuat dengan rusaknya raga. Apabila raga

telah menjadi mayat dan hancur, esensi jiwa terbebas dari belenggu

raga. Bila jiwa memiliki ilmu, kebijaksanaan dan amalan yang baik,

jiwa akan tertarik pada cahaya ilahi, cahaya para malaikat, dan tempat

yang mulia. Jiwa tertarik seperti unta dengan tali magnet besar, yang

memancarkan ketentraman kepada jiwa dan menimbulkan ketenangan

untuk jiwa. 338

Ibn Si>na> mengungkapkan sepuluh pembuktian tentang

keimmaterialan esensi jiwa dalam karya khusus yang berjudul ‚Risa>lah fi> al-Sa‘a>dah wa al-H{ujaj al-‘Ashr ‘ala> anna al-Nafs al-Insa>niyah

336 Fath} Allah Khali>f, Ibn Si>na> wa Mazhabuhu fi al-Nafs (Beiru>t: Da>r al-

Ah}ad, 1974), 116. 337

Fath} Allah Khali>f, Ibn Si>na> wa Mazhabuhu fi al-Nafs, 110. 338

Fath} Allah Khali>f, Ibn Si>na> wa Mazhabuhu fi al-Nafs, 111. Dikutip dari

Ibn Si>na>, Risa>lah fi al-Nafs al-Na>t}iqah wa Ah}wa>liha>, Ed. Tha>bit al-Fandi> (Cairo: cet.

II, tt.), 11-12.

Page 182: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

169

Jauhar‛. 339 Argumen-argumen yang diutarakan Ibn Si>na> dalam

kespiritualan jiwa semuanya berpulang pada perolehan pemaknaan-

pemaknaan semata (al-Ma‘a>ni> al-Mujarradah) yang dimiliki khusus

oleh jiwa manusia yang merupakan tempat kebijaksanaan (al-Hikmah)

yang mengharuskan jiwa sebagai sebuah esensi yang intelek, berdiri

sendiri, tidak membutuhkan raga.

Setelah menuliskan bukti-bukti keimmaterialan jiwa Ibn Si>na>

menegaskan bahwa jiwa sama sekali tidak membutuhkan raga dalam

fungsi zatnya (Qawa>muha> li al-Dha>t), dan tidak juga dalam meyimpan

forma-forma akal (al-S{u>rah al-‘Aqliyah). Raga tidaklah dibutuhkan

dalam melakukan aktivitas khusus jiwa, hanya saja barangkali raga

berfungsi sebagai alat. Kemudian, bila jiwa telah memperoleh

pemaknaan (al-Ma’qu>la>t), jiwa tak lagi membutuhkan raga. Bila jiwa

telah menjadi kuat zat-nya, jiwa telah mencapai titik

kesempurnaannya. Pada waktu itu, jiwa tak lagi butuh mengkreasikan

(ta‘aqqul) sesuatu material pun dan tidak pula daya material. Bahkan

jiwa tidak suka suatu aksiden pun melekat padanya. Jiwa menjadi

transenden (Mujarrad) dengan memakaikan zat-nya untuk

menghasilkan perbuatannya. 340

Namun filosof muslim seperti Ibn Si>na> (370-428 H) terkadang

mengadopsi teori Aristoteles (384-322 SM), dengan jelas menyatakan

bahwa jiwa merupakan forma material raga, tercipta ketika raga

tercipta (h}a>dith). Dalam ‚al-Shifa’‛ Ibn Si>na> menerangkan: Kalaulah

boleh jiwa manusia (al-Nafs al-Juz’iyah) telah tercipta, sementara raga

belum tercipta, yang mana dengan jiwalah raga menjadi sempurna dan

dapat beraktivitas, tentunya keberadaan jiwa tidaklah ada fungsinya.

Tidak ada sesuatupun yang tak berfungsi di alam natural. 341

Dalam al-‚Naja>h}‛ Ibn Si>na> menjelaskan bahwa jiwa tercipta setiap kali raga

yang layak untuk dipergunakan tercipta. Jadilah raga yang baru

tercipta sebagai kerajaan dan alatnya.342

Bila tercipta suatu bentuk

kesesuaian dan kesiapan sebuah alat (raga), ketika itu haruslah tercipta

dari ‘Illah al-Mufa>raqah -penyebab yang membagi jiwa universal

menjadi jiwa personal- sesuatu yang disebut dengan jiwa.

339 Fath} Allah Khali>f, Ibn Si>na> wa Mazhabuhu fi al-Nafs, 111-112.

340 Fath} Allah Khali>f, Ibn Si>na> wa Mazhabuhu fi al-Nafs, 111-112, dikutip

dari Ibn Si>na>, Risa>lah fi al-Sa‘a>dah wa al-H{ujaj al-‘Ashr ‘ala> anna al-Nafs al-

Insa>niyah Jauhar, 12. 341

Ibn Si>na>, Al-Shifa’: Al-Fan al-Sa>dis min al-T{abi ‘i>ya>t, 225. 342

Ibn Si>na>, Al-Naja>h fi al-Mant}iq wa al-Ila>hiya>t, 106.

Page 183: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

170

Pendapat filosof muslim tentang kespiritualan jiwa cukup

membingungkan. Bagaimana mugkin menyelaraskan antara teori Plato

(427-347 SM) dan Aristoteles (384-322 SM) yang saling

bertentangan? Menurut Fath} Allah al-Khalif, sepertinya Ibn Si>na> (370-

428 H) mengisyaratkan bahwa yang dimaksud dengan h}a>dith-nya jiwa

yang transenden adalah tergantungnya jiwa tersebut dengan raga yang

telah disiapkan Allah untuknya. Ketika raga telah siap menerima jiwa,

jatuhlah jiwa ke dalam raga, dan tergantung dengan raga.

Ketergantungan inilah yang h}a>dith, sementara jiwa itu sendiri qadi>m seperti qadi>mnya zat Tuhan.

343 Karena jiwa terpancar dari Tuhan,

digantungkan kepada cetakan tanah (raga), yang telah disiapkan Allah

untuk jiwa, raga pun telah siap menerima jiwa.344

Jiwa tidaklah turut mati dengan kematian raga, dan sama

sekali tidak dapat hancur dan binasa.345

Hubungan jiwa dengan raga

menurut filosof ketuhanan adalah hubungan mengatur, menindak, dan

memimpin raga. Tentunya esensi jiwa sebagai sang pengatur lebih

kuat dari esensi raga.346

Kalaulah hubungan raga mengikut pada

pengaturan jiwa yang terpisah dengannya, tentunya jiwa tersebut tetap

ada (kekal) setelah raga tiada. Jiwa kekal sebagaimana kekalnya sang

pencipta. Hal ini dikuatkan oleh: raga dalam kondisi tidur, indra dan

pengetahuannya tidaklah berfungsi, raga menjadi seperti raga yang

mati. Disamping itu, manusia dalam tidurnya melihat sesuatu,

mendengar dan memperoleh berita gaib dalam mimpi yang benar (al-S}a>diqah) yang dengan jelas menunjukkan bahwa jiwa tidaklah

membutuhkan raga. Bahkan jiwa malah menjadi lemah dengan

keberadaanya di dalam raga, dan justru menjadi kuat dengan

kehilangan raga. Bila raga telah terurai, terlepaslah jiwa dari

kungkungan raga, seterusnya jiwa akan naik kehadirat sang pencipta.

Jiwa tidaklah masuk ke dalam kelompok alam yang diciptakan

dan rusak (al-Kaun wa al-Fasa>d). Tapi jiwa masuk ke dalam kelompok

alam para malaikat (al-Malaku>t), yang tidak lagi tercipta dan rusak.

Oleh karena itu, jiwa itu sederhana (al-Bas}i>t}ah}), tidak tersusun (al-Murakkabah) dengan segala makna dan konsekwensinya. Jiwa

bukanlah tersusun dari beberapa bagian. Jiwa tidak tersusun dari jenis

343

Fath} Allah Khali>f, Ibn Si>na> wa Mazhabuhu fi al-Nafs. 113. 344

Ibn Si>na>, Al-Naja>h fi al-Mant}iq wa al-Ila>hiya>t, 106-107. 345

Ibn Si>na>, Al-Naja>h fi al-Mant}iq wa al-Ila>hiya>t, 107. 346

Fath} Allah Khali>f, Ibn Si>na> wa Mazhabuhu fi al-Nafs, 114.

Page 184: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

171

‚genus‛ (al-Jins) dan pemisah ‚Differentia‛ (al-Fas}l), jiwa tidaklah

tersusun dari material (al-Ma>dah) dan forma (al-S{u>rah). Selama jiwa

itu sederhana (al-Basi>t}ah), jiwa takkan pernah hancur dan binasa.

Karena kebinasaan artinya adalah terurainya susunan.347

Pengaruh ‚Phaedo‛ dalam pemikiran Ibn Si>na> (370-428 H)

sangat jelas sekali. Dalam dialog ‚Phaedo‛ yang berbicara tentang

keabadian jiwa, pembicaraan dimulai dengan percakapan Socrates

(470-399 SM) yang menjelaskan bahwa filosof sejati tidak takut mati,

tapi malah senang menyambutnya. Sekalipun begitu, bunuh diri adalah

tindakan yang tercela. Manusia harus menunggu ketetapan Tuhan.

Hubungan Allah dengan manusia seperti hubungan pengembala domba

dengan dombanya. Tak diragukan, sang pengembala akan marah bila

ada domba keluar dari garis perjalanan yang telah ditentukan. Tampak

jelas, Socrates dalam dialog Platonism tidak risau dengan hukuman

mati yang dijatuhkan kepadanya. Ia yakin, ia akan pergi menemui para

dewa yang baik, intelek (al-‘A<qilah), dan bijaksana di alam lain.

Kematian hanyalah berpisahnya jiwa dari raga atau terlepasnya jiwa

dari raga. Dengan kata lain, kematian hanya mewujudkan

kemerdekaan jiwa. Tujuan seorang filosof dalam kehidupan ini adalah

mewujudkan kemerdekaan jiwa. Dengan cara terus berfikir (al-Ta‘aqqul al-Mah}d}) manusia dapat mewujudkan begitu besar

kemerdekaan dan keterlepasan dari belenggu raga dalam kehidupan

ini.348

Begitu juga dengan teori kesedernahaan (al-Basa>t}ah) jiwa, teori

ini juga telah dipergunakan Plato (427-347 SM) dalam membuktikan

keabadian jiwa. Jiwa sederhana menurut Plato karena jiwa dapat

memperoleh (al-Idra>k) alam ide. Alam ide sederhana, yang sederhana

tak terurai, yang terurai hanyalah yang tersusun. Jiwa yang sederhana

haruslah memperoleh yang sederhana. Jiwa yang sederhana haruslah

memikirkan ide (al-Muthul) yang serupa dengannya. Sebagaimana

teori kuno yang populer menyatakan ‚yang serupa memperoleh yang

serupa‛ (al-Shabi>h Yudrik al-Shabi>h).349

Jiwa tidak berafiliasi kepada dunia material ini menurut Plato.

Hal ini terbukti ketika jiwa berpegang kepada indra dalam aktivitas

memperoleh pengetahuan, jalannya menuju terungkapnya rahasia

347

Fath} Allah Khali>f, Ibn Si>na> wa Mazhabuhu fi al-Nafs, 115. 348

Plato, ‚Phaedo‛ fi Khulu>d al-Nafs,124-136 349

Plato, ‚Phaedo‛ fi Khulu>d al-Nafs, 155-163.

Page 185: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

172

(hakikat) alam ini begitu sulit. Indra sering kali menyesatkan jalan dan

memperunyam permasalahan. Namun, ketika jiwa berpegang pada

daya inteleknya, dan berkonsentrasi kepada objek-objek yang

berkarakterisktik tetap, sederhana, sempurna, jiwa dapat menemukan

jalan menuju hakikat tanpa susah. Hal ini menunjukkan bahwa jiwa

tidak berafiliasi kepada alam indrawi. Jiwa justru merasa tidak asing

dihadapan alam yang bukan indrawi. Malah disana jiwa merasakan

ketenangannya. 350

Pemikiran Plato (427-347 SM) dalam ‚Phaedo‛ tentang

keabadian jiwa, yaitu: a) Pemikiran terlepasnya jiwa dari belenggu

raga, b) Pemikiran kesederhanaan jiwa, c) Pemikiran afiliasi jiwa ke

alam ide yang disebut oleh filosof muslim dengan alam malaikat,

merupakan tiga pilar utama membangun teori kespiritualan jiwa yang

menjadi inti pokok pemikiran akhirat bersifat spiritual. Sa’d al-Di>n al-

Taftaza>ni> (722-792 H) memberi catatan, setelah menetapkan

keimmaterialan jiwa, dan keabadian jiwa setelah hancurnya raga,

akhirat spiritual tidak lagi membutuhkan lebih banyak penjelasan.

Akhirat (al-Ma‘a>d) merupakan istilah untuk kembalinya jiwa

tansenden (immaterial) seperti sedia kala. Atau terlepasnya jiwa dari

derita ketergantungan baik senang maupun susah atas apa yang telah

dilakukan.351

2. Pembuktian Kespiritualan Jiwa

Jiwa bukanlah material dan bukan juga aksiden yang melekat

pada esensi material. Jiwa tidaklah berada di suatu tempat, tidak bisa

diukur dengan panjang, lebar, isi, warna, dan bagian: Jiwa bukanlah

berada di dalam alam semesta, bukan di luarnya, bukan di sampingnya,

juga bukan dihadapannya. Hubungan jiwa dengan raga bukanlah

penempatan (al-Muda>khalah), bukanlah berdampingan (al-Muja>warah)

dengan raga, bukanlah mendiami suatu tempat di dalam raga (al-Musa>kanah), bukanlah menempel (al-Mula>s}aqah) dengan raga, bukan

juga dihadapan raga. Tapi hubungan antara jiwa dan raga hanyalah

hubungan mengatur saja.352

Al-Sayyid al-Shari>f al-Jarja>ni> (740-816 H)

menjelaskan, jiwa manusia transenden (al-Mujarradah) maksudnya

jiwa bukanlah kekuatan material yang menempati suatu material, jiwa

350

Plato, ‚Phaedo‛ fi Khulu>d al-Nafs, 144-154. 351

Sa’d al-Di>n al-Taftaza>ni>, Sharh} al-Maqa>s}id, Vol. V, 97. 352

Ibn Qayyim al-Jauzi, Al-Ru>h}, 240.

Page 186: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

173

tidak pula menempati raga. Tapi jiwa tak menempati tempat dan tidak

dapat ditunjuk seperti arah material. Hubungannya dengan raga

hanyalah hubungan ketergantungan mengatur dan menggerakkan tanpa

masuk ke dalam satu bagian raga pun, tanpa menempati raga. Inilah

pendapat populer baik filosof kuno (al-Qudama’) maupun filosof

belakangan (al-Muta‘akhhiri>n).353

Untuk membuktikan kespiritualan jiwa, Ibn Si>na> (370-428 H)

beragumen dengan teori ‚saya‛. Setiap orang menyatakan inilah saya.

Tapi saya yang disebut tidak dapat diwakili oleh bagian raga manapun,

dan bahkan seluruh raga. Ini kaki saya, ini tangan saya, ini kepala saya,

ini mata saya, semua ini dari ujung rambut sampai ujung kaki adalah

badan atau raga saya. Tapi bisakah orang menunjukkan saya itu yang

mana? Kata saya tak dapat ditunjukkan oleh raga dan seluruh

anggotanya, baik organ dalam maupun organ yang tampak. Saya yang

dimaksud adalah sesuatu yang lain, bukan raga. ‚Saya‛ tidak berubah

statusnya sekalipun ada anggota raga yang berkurang, seperti pontong

tangan, telinga dan bahkan sampai anggota utama raga, seperti otak,

jantung, hati dan seterusnya. Ketiadaan anggota utama tersebut

tidaklah menghilangkan pemaknaan ‚Saya‛.354

Ketika berbicara tentang seseorang manusia dengan

memakaikan kata ‚Dia‛, tidak mesti orang itu punya jantung, otak dan

organ lainnya. 355

Tanpa organ itu, masih bisa dikatakan manusia

dengan kata ‚Dia‛. Ketika berbicara tentang manusia, tidaklah mesti

harus diketahui ‚Dia‛ itu dimana, ‚Dia‛ itu bagaimana, ‚Dia‛ itu

seperti apa rupanya, dan sebagainya yang menjelaskan sifat raga.

Pada akhirnya, Ibn Si>na> menyimpulkan bahwa jiwa manusia

yang ditunjukkan oleh kata ‚Saya‛ bukanlah raga maupun bagian dari

raga ini. Raga adalah tempat dan kediaman jiwa. Walaupun pada

kenyataannya tidaklah begitu, karena jiwa bukanlah material yang

merembes atau pun melengket pada raga. Jiwa sesuatu diluar raga

yang berfungsi mengerakkan dan mengatur raga. Hanya saja manusia

lebih akrab menyatakan jiwa berada di dalam raga, dan lebih banyak

merasakan begitu, dan lebih yakin dengan keberadaan jiwa di dalam

raga. Sampai-sampai mengira bahwa jiwa itu adalah raga. Sehingga

353

Al-Sayyid al-Shari>f al-Jarja>ni>, Sharh} al-Maqa>s}id, Vol. VII, 254. 354

Ibn Si>na>, Risa>lah Ad}h}awiyah fi Amr al-Ma‘a>d, 94. 355

Ibn Si>na>, Risa>lah Ad}h}awiyah fi Amr al-Ma‘a>d, 94.

Page 187: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

174

mereka susah memisahkan antara jiwa dan raga. Mereka susah

memisahkan hal-hal di luar raga, dari sisi tradisi dan kebiasaan.356

Manusia bukanlah raga, tapi manusia adalah jiwa. Manusia

yang di tunjukkan oleh kata ‚Saya‛ tidak dapat dipresentasikan oleh

raga ataupun sesuatu di dalam raga. ‚Saya‛ itulah manusia yang

sebenarnya. Hakikat manusia adalah ‚Saya‛. Hakikat itulah yang

sebenarnya melakukan amal perbuatan. Tangan hanya alat yang di

pakai untuk mencuri, kepala hanya alat yang dipakai untuk bersujud.

Yang mencuri dan bersujud yang sebenarnya bukanlah tangan dan

kepala, tapi hakikat manusia itu sendiri, yaitu jiwa immaterial. Jiwalah

yang merasakan sakit dan senang, raga hanyalah benda mati yang tak

merasa. 357

Oleh karena itu, di akhirat, jiwalah yang akan

mendapatkan balasan amal perbuatannya di dunia, bukan raga. Jiwalah

si pelaku perbuatan itu. Jiwalah yang bertanggungjawab penuh atas

apa yang ia lakukan. Kebaikan dan kejahatan yang sampai pada raga

bukanlah dalam artian yang sebenarnya, tapi karena turut andil di

dalamnya berupa: rasa sedih, sakit, senang, gembira.

Banyak peneliti muslim yang menulis argumen-argumen

tentang keimmaterialan jiwa. Tapi sayangnya tidak ada yang memilah

mana yang benar-benar argumen filosof yang menyatakan akhirat

bersifat spiritual saja, dengan argument-argumen tambahan khusus

teolog yang menyatakan akhirat spiritual dan juga material. Seperti

yang dilakukan Abu Ha>mid al-Ghaza>li> (455-505 H) dalam "Al-Ma'arij al-Quds: fi Mada>rij Ma'rifah al-Nafs"

358, Fakhr al-Di>n al-Ra>zi> (544-

606 H) dalam "Al-Maba>hith al-Mashriqiyah"359

, dan Ibn Qayyim al-

Jauzi> (691-751 H) dalam ‚Al-Ru>h}‛. Sebagai seorang peneliti, Ibn

Qayyim mengumpulkan dua puluh dua argumen pembuktian

keimmaterialan jiwa yang ditorehkan pendukungnya, diantaranya

adalah:

356

Ibn Si>na>, Risa>lah Ad}h}awiyah fi Amr al-Ma‘a>d, 95. 357

Ibn Si>na>, Risa>lah Ad}h}awiyah fi Amr al-Ma‘a>d, 95. 358

Abu Ha>mid al-Ghaza>li>, Ma ‘a>rij al-Quds fi Mada>rij Ma’rifah al-Nafs, 21. 359

Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Maba>hith al-Mashriqiyah: fi 'Ilm al-Ila>hiya>t wa al-

T{abi>'i>ya>t (India: Maktabah Da>irah al-Ma'a>rif, 1343 H.), 345-409.

Page 188: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

175

a) Orang yang berfikir waras sepakat menyatakan ruh dan badan,

jiwa dan raga. Mereka menjadikan jiwa sesuatu bukan raga. Kalaulah

jiwa itu raga, tentunya penyebutan keduanya tidaklah ada artinya.360

b) Gambaran (S{u>rah) yang diterima akal, tak diragukan bersifat

universal immaterial (al-Kulliyah al-Mujarradah). Keimmaterialannya

bisa jadi karena diambil dari yang immaterial atau mengambil dari

yang immaterial. Yang pertama salah, karena gambaran tersebut

diambil dari personal-personal yang disifati dengan kadar berbeda dan

kondisi tertentu. Dapatlah ditetapkan bahwa keimmaterialannya

disebabkan oleh pengambilannya. Daya akal (fikir) itulah yang disebut

dengan jiwa. Ini merupakan dalil filosof yang terkuat.361

c) Daya akal (jiwa) mampu melakukan aktivitas-aktivitas yang

tak terbatas. Daya akal mampu memperoleh pengetahuan yang tak

terbatas. Daya raga tidak dapat melakukan aktivitas-aktivitas yang tak

terbatas, karena daya raga terbagi dengan terbaginya tempatnya. 362

d) Kalulah daya akal (jiwa) adalah material ragawi, tentunya daya

akal akan melemah di usia tua, dan justru sebaliknya.363

Daya akal

(jiwa) tidak membutuhkan raga dalam melakukan aktivitasnya. Setiap

yang tidak membutuhkan raga dalam aktivitasnya, zatnya mesti juga

tidak membutuhkan raga.

f) Daya raga melemah dengan banyaknya pekerjaan yang

dilakukan. Daya raga tidak dapat menjadi kuat setelah lemah.

Penyebabnya jelas, daya raga dihasilkan melalui aktivitas yang

membuat raga melunak dan layu, yang berujung kelemahan. Sementara

daya akal (jiwa) tidak melemah dengan banyaknya aktivitas yang

dilakukan. Daya akal dapat kuat setelah lemah. Oleh karena itu, daya

akal (jiwa) haruslah bukan material.364

360

Ibn al-Qayyim al-Jauzi>, Al-Ru>h, 210. Argumen inilah yang

dikemukankan Ibn Si>na> dengan teori ‚Saya‛ diatas. Lihat Ibn Si>na>, Risa>lah

Ad}h}awiyah fi Amr al-Ma‘a>d, 94-95. 361

Ibn al-Qayyim al-Jauzi>, Al-Ru>h, 265. Lihat juga ‘Ad}d} al-Di>n al-Eiji, Al-

Mawa>qif, 258. Lihat juga a-Sayyid al-Shari>f al-Jarja>ni>, Sharh} al-Mawa>qif, Vol. VII,

255. 362

Ibn al-Qayyim al-Jauzi>, Al-Ru>h, 211. 363

Ibn al-Qayyim al-Jauzi>, Al-Ru>h, 211. 364

Ibn al-Qayyim al-Jauzi>, Al-Ru>h, 211.

Page 189: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

176

g) Argumen Abu Baraka>t al-Bagda>di>365

(470-547 H): Tak

diragukan seseorang mungkin membayangkan lautan mercury (air

raksa), gunung yakut (batu mulia), beberapa matahari dan beberapa

bulan. Gambaran-gambaran bayangan tersebut bukanlah sesuatu yang

tidak ada. Daya khayal menunjukkan kepada gambaran-gambaran

tersebut, dan membedakan antara satu gambaran dengan gambaran

yang lainnya. Bahkan si penghayal mampu menjadikan gambaran

tersebut seperti benar-benar disaksikan dan di gapai indra.

Sebagaimana diketahui, yang benar-benar tidak ada (al-‘Adam al-Mah{d}) tidaklah seperti itu. Kita juga pasti tahu, gambaran-gambaran

tersebut bukanlah berada di mata, tapi adanya di dalam pikiran. Kita

simpulkan: tempat gambaran tersebut bisa jadi raga, atau menempati

raga, atau bukan raga dan bukan menempati raga. Dua yang diawal

salah. Gambaran laut dan gunung merupakan gambaran yang besar,

dan otak adalah material kecil. Tercetaknya material besar pada

material kecil sebuah kemustahilan. Jadi, tempat gambaran khayalan

tersebut bukanlah raga dan bukan material.366

h) Material raga, bila telah terdapat pola tertentu, keberadaan pola

tersebut menghalangi keberadaan pola lainnya. Adapun pola akal

malah sebaliknya. Jiwa bila kosong dari seluruh pengetahuan, tentunya

proses belajar menjadi sulit. Apabila anda mempelajari sesuatu, jadilah

perolehan pengetahuan itu menentukan mudahnya pengetahuan yang

lain. Pola material berubah dan saling meniadakan. Pola akal saling

membantu dan menolong.367

i) Kalaulah jiwa itu material, tentunya raga menjadi berat dengan

masuknya jiwa ke dalam raga. Kondisi material kosong bila diisi oleh

material lainnya, material tersebut akan menjadi lebih berat, seperti

kantong air. Justru sebaliknya, raga menjadi ringan bila ada jiwanya,

dan menjadi berat bila jiwa telah tiada, menjadi mayat.368

j) Argumen Jaham ibn S{afwa>n369

(w. 128 H): Kalaulah jiwa itu

material, tentunya juga bersifat seperti material, ringan atau berat,

365

Jama>l Rajab Si>rabi>, Abu Baraka>t al-Bagda>di> wa Falsafatihi al-Ila>hiyah:

Dira>sah li Mauqifhi al-Naqdi li Ibn Si>na> (Cairo: Maktabah Wahbah, 1996),184. 366

Ibn al-Qayyim al-Jauzi>, Al-Ru>h, 212. 367

Ibn al-Qayyim al-Jauzi>, Al-Ru>h, 213. 368

Ibn al-Qayyim al-Jauzi>, Al-Ru>h, 213. 369

Dia adalah Abu Muh}arraz, al-Jaham ibn S{afwa>n al-Tirmidhi>, dia seorang

loyalis Bani Ra>sib. Ia lahir dan tumbuh di Kufah. Ia seorang yang cerdas,

berargument kuat, ahli debat, dan seorang teolog mahir dalam ‘Ilm al-Kalam. Ia

Page 190: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

177

panas atau dingin, halus atau kasar, hitam atau putih. Begitu juga

dengan ukuran, seperti panjang atau pendek, dalam atau dangkal,

semua ukuran itu hanya cocok untuk material dan yang menempati

ruang.370

k) Raga membutuhkan jiwa dalam keberlangsungan hidup dan

keberadaannya. Oleh karena itu, raga hancur bila kehilangan jiwa.

Kalaulah jiwa itu raga (material) tentunya juga membutuhkan kepada

jiwa yang lain, dan begitu seterusnya, dan ini mustahil.371

3. Pemisahan Antara Awam (‘A<mah) dan Khusus (Kha>s}ah)

Ibn Si>na> (370-428 H) membagi manusia mejadi dua kelompok

besar.372

Yang pertama kelompok orang awam, yang fikirannya tak

jauh dari apa yang bisa dilihat, diraba dan diraih indra. Kelompok

orang seperti ini, hakikat yang sebenarnya haruslah dirahasiakan dari

jangkauan mereka. Yang kedua, kelompok orang khusus, yaitu orang

yang telah memiliki bekal berupa insting yang bersih dan akal yang

jernih. Kelompok ini tidak akan puas kecuali bila mendapatkan hakikat

yang sebenarnya, yang terang benderang tanpa ada yang

disembunyikan. Mereka adalah para filosof pencari kebenaran.

Begitulah pengelompokan manusia dalam perkara ilmu hakikat

menurut Ibn Si>na> yang mewakili para filosof. Di dunia ini, orang

awam jauh lebih banyak jumlahnya dari pada orang berilmu. Oleh

karena itu, syariah datang sesuai dengan pemahaman mereka. Syariah

yang datang dibawa nabi Muhammad saw adalah syariah untuk

mayoritas orang, yaitu orang awam. 373

Sementara bagi orang-orang

yang cerdas seperti para filosof, bagi mereka adalah hakikat, bukan

z}ahir syariah.

bersahabat dengan al-Ja'ad ibn Dirham setelah kedatangannya ke kufah dan

terpengaruh oleh ajarannya. Jaham menjadi pembawa simbol Mu'at}t}alah; menafikan

sifat bagi Allah, menyatakan al-Quran mahkluk, Keimanan dilakukan di dalam hati

sekalipun mulut melafazkan kekufuran. Ia dibunuh oleh Salim ibn Ah}waz pada 128

H karena mengingkari Allah berbicara dengan nabi Musa as. Lihat Shams al-Di>n a-

Dhahabi>, Siyar A'la>m al-Nubala', Vol. VI, 26-27, Lihat juga Shahrasata>ni>, Al-Milal

wa al-Nih}al, Vol. I, 97-99. 370

Ibn al-Qayyim al-Jauzi>, Al-Ru>h, 214. 371

Ibn al-Qayyim al-Jauzi>, Al-Ru>h, 214. 372

Pengantar Sulaima>n Dunya> dalam Ibn Si>na>, Risa>lah} Ad}h}awiyah fi Amr

al-Ma‘a>d, 20. 373

Ibn Si>na>, Risa>lah Ad}h}awiyah fi Amr al-Ma‘a>d, 44.

Page 191: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

178

Dalam ‚al-Naja>h}‛ Ibn Sina (370-428 H) bercerita tentang dua

jenis akhirat ini. Pertama akhirat untuk orang awam, yaitu akhirat

material. Akhirat jenis ini datang dari syariah. Satu-satunya jalan

untuk menetapkan akhirat material yang membangkitkan raga di hari

kiamat hanyalah melalui al-Quran dan hadis. Kesenangan ragawi dan

kesengsaraan ragawi sudah dimaklumi, tidak lagi butuh penjelasan.

Syariah yang dibawa nabi Muhammad saw telah menjelaskan panjang

lebar tentang kondisi kebahagian dan kesengsaraan yang akan diterima

raga.374

Kedua, akhirat untuk orang khusus, yaitu akhirat spiritual.

Akhirat jenis ini hanya untuk kalangan filosof yang tercerahkan.

Akhirat spiritual diperoleh dari pemikiran akal, pembuktian rasionalis

dan analogi argumentatif. Bahkan syariah secara eksplisit turut

mendukung akhirat jenis ini, yaitu kebahagian dan kesengsaraan akan

dirasakan hanya oleh jiwa spiritual tanpa raga. 375

Akhirat jenis ini

merupakan akhirat yang sebenarnya. Tidak dijelaskan untuk kalangan

awam karena mereka begitu susah dan sulit untuk memahaminya.

Sehingga akhirat jenis ini dijauhkan dari jangkauan awam.

Gambaran kehidupan akhirat bersifat material yang

dideskripsikan syariah, yaitu kenikmatan ragawi bagi hambanya yang

bertaqwa, yang mencakup nikmat makanan dan minuman, kenikmatan

tempat tinggal, dan kenikmatan seksual berupa: ‚Bidadari-bidadari

bermata jeli, anak-anak muda yang tetap muda, buah-buahan dan

daging dari jenis yang mereka inginkan, gelas yang berisi khamar dari

sungai yang mengalir, yang tidak membuat pusing dan tidak

memabukkan, dan taman-taman yang mengalir dibawahnya sungai

sungai berupa: susu, madu, khamar, dan air tawar, dipan emas dan

permata, rumah-rumah, pakaian dari sutera yang halus dan yang tebal,

dan surga seluas langit dan bumi, dan seterusnya.‛376

Gambaran

kenikmatan ragawi tersebut hanyalah perumpamaan dan percontohan

(al-Tashbi>h wa al-Tamthi>l) untuk orang awam. Itulah yang diinginkan

dan dipahami orang awam dalam kehidupan ini. Sehingga syariah

datang sesuai dengan apa yang mereka pahami. 377

374 Ibn Si>na>, Al-Naja>h fi al-Mant}iq wa al-Ila>hiya>t, 167-168.

375 Ibn Si>na>, Al-Naja>h fi al-Mant}iq wa al-Ila>hiya>t, 168.

376 Ibn Si>na>, Risa>lah Ad}h}awiyah fi Amr al-Ma‘a>d, 59.

377 Ibn Si>na>, Risa>lah Ad}h}awiyah fi Amr al-Ma‘a>d, 50. Lihat juga Al-

Shahrasata>ni>, Al-Milal wa al-Nih}al, Vol. II, 306. Lihat juga Ibn Taymiyah,Dar’ al-

Ta‘a>rud baina al-‘Aql wa al-Naql, Vol. I, 8.

Page 192: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

179

Bagi Ibn Si>na> (370-428 H) ayat-ayat tentang akhirat bersifat

material berupa gambaran surga dan neraka ke dalam kategori

permasalahan perumpamaan dan percontohan. Kasus akhirat tak

ubahnya dengan kasus ketauhidan Allah swt. 378

Ayat-ayat tentang

Allah swt datang sebagai bentuk perumpamaan dan percontohan,

bukan hakikat yang sebenarnya. Dalam kajian tauhid untuk orang

awam, Allah itu punya tangan, naik, turun, bersemayam dan sifat

material, ruang dan waktu. Namun bagi kalangan berilmu seperti

teolog dan filosof, hal itu tak dapat mereka terima. Allah tidak punya

bagian eksistensi baik secara jumlah (kammi>) maupun secara

pemaknaan (Maknawi). Allah itu tidak mungkin berada di dalam alam

semesta, tidak pula di luarnya, tidak juga bisa ditunjuk dengan arah

mata angin, bahwa Ia disini atau disana. Namun hal ini terlarang

disampaikan kepada kalangan awam.

Dalam ‚Al-Naja>h}‛ Ibn Si>na> menulis judul khusus ‚Bagian tentang pengukuhan Nabi dan metode Nabi dalam mendakwahkan Allah dan akhirat‛ menerangkan bahwa seorang nabi tidaklah pantas

menyibukkan umatnya tentang perkara Allah lebih dari Allah itu satu

dan tidak ada yang menyerupainya.379

Bila seorang nabi mengharuskan

umatnya membenarkan keberadaan Allah dengan konsep rasionalis

argumentatif teolog dan filosof, bahwa Allah tidak dapat ditunjuk arah

tempatnya, zatnya tidak terbagi, tidak di luar alam semesta tidak pula

di dalamnya, dan seterusnya. Justru membuat permasalahan baru yang

mereka tidak bisa menyeelesaikannya. Barangkali hanya segelintir

orang yang dengan ketekunan luar biasa yang dapat membayangkan

akhirat spiritual.

Suatu kesalahan bila seorang nabi menjelaskan hakikat yang

disembunyikannya dari khalayak ramai. Seorang nabi tidak

mempunyai kewajiban untuk membocorkan sesuatu pun tentang

permasalahan. Nabi haruslah mengenalkan kepada mereka kebesaran

Allah Ta‘a>la> dan keagungannya dengan simbol-simbol dan contoh-

contoh yang menurut mereka agung dan mulia. Cukuplah sebatas itu

disampaikan kepada mereka. Seperti itu jugalah tentang perkara

akhirat. Malaikat, kenikmatan surga dan kesengsaraan neraka yang

378

Ibn Si>na>, Risa>lah Ad}h}awiyah fi> Amr al-Ma‘a>d, 44-45. 379

Ibn Si>na>, Al-Naja>h fi al-Mant}iq wa al-Ila>hiya>t, 175.

Page 193: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

180

sebenarnya semuanya spiritual sebagai contoh yang dapat mereka

bayangkan. 380

Orang awam tidak akan mampu memahami hakikat zat Allah

dan akhirat, oleh karena itu, -menurut Ibn Si>na>-, perumpamaan dan

percontohan adalah sebuah keharusan dan merupakan kebijakan yang

disyariahkan (al-Siya>sah al-Shar‘iyah) dalam perkara Allah dan

akhirat.381

Kalaulah tauhid dan akhirat disampaikan dalam bentuk

yang sebenarnya kepada orang awam, tentunya mereka akan segera

berpaling, dan sepakat bahwa keimanan yang diserukan adalah

keimanan kepada yang sama sekali tak pernah ada.382

Menurut Ibn Si>na> (370-428 H), Allah berlebihan bila

menugaskan rasulnya untuk menyampaikan hakikat perkara tauhid dan

akhirat kepada khlayak ramai terutama Arab ketika itu yang bertabiat

kasar dan pemikiran mereka sangat bergantung pada material yang

dapat digapai indra. Apalagi bila mengharuskan Rasulnya menjelaskan

hakikat yang sebenarnya kepada setiap manusia sehingga mereka

mampu memahaminya. Tentunya Allah menugaskan Rasulnya untuk

melakukan hal-hal yang di luar batas kemampuan manusia.383

Maha

suci Allah dari hal yang demikian.

Ungkapan senada juga dilontarkan Ibn Rushd (520-595 H),

Akhirat spiritual yang berdasarkan pada pentakwilan syariah hanya

untuk orang khusus (berilmu). Akhirat material yang berdasarkan pada

zahir teks syariah merupakan akidah untuk orang awam. Haram

hukumnya bagi seorang yang berilmu (filosof) membocorkan rahasia

akhirat spiritual kepada orang awam yang berpikiran dangkal, karena

akan mengantarkan mereka pada kekufuran. Orang yang menyerukan

kekufuran adalah kafir. Bahkan menurutnya, hakikat hanya boleh

ditulis pada buku-buku argumentatif yang hannya akan disentuh oleh

filosof. Abu H{a>mid al-Ghaza>li> (455-505 H) telah melakukan

kesalahan besar ketika menulis buku argumentatif (Taha>fut al-Fala>sifah) dengan metode dialektik untuk orang awam, itu

membahayakan syariah (agama) dan hikmah (filsafat), sekalipun ia

bertujuan baik.384

380

Ibn Si>na>, Al-Naja>h fi al-Mant}iq wa al-Ila>hiya>t, 175. 381

Ibn Si>na>, Risa>lah Ad}h}awiyah fi Amr al-Ma ‘a>d, 46. 382

Ibn Si>na>, Risa>lah Ad}h}awiyah fi Amr al-Ma‘a>d, 45. 383

Ibn Si>na>, Risa>lah Ad}h}awiyah fi Amr al-Ma ‘a>d, 49-50. 384

Ibn Rushd, Fas}l al-Maqa>l, 51-52.

Page 194: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

181

4. Kenikmatan Spiritual Jauh lebih Utama dari Kenikmatan Material

Menurut Ibn Si>na> (370-428 H), orang bijak (al-Hukama') dan

para filosof lebih mengutamakan akhirat spiritual dari pada akhirat

ragawi. Kebahagiaan yang didapatkan manusia pada akhirat spiritual

jauh lebih dahsyat dari pada kebahagiaan ragawi.385

Bahkan seakan-

akan mereka sama sekali tidak berminat pada kebahagian ragawi.

Sekalipun mereka mendapatkan kebahagiaan ragawi, sepertinya

mereka menyepelekannya, bila dibandingkan dengan mendapatkan

kebahagian spiritual.

Manusia biasa pastilah mebayangkan kenikmatan yang paling

dahsyat adalah kenikmatan makanan, seksual, dan kekuasaan.386

Namun pada kenyataannya, manusia lebih memilih kenikmatan

spiritual dari pada kenikmatan ragawi (makanan dan seksual). Lihat

saja seorang yang sedang asyik main catur, terkadang ia lebih

mementingkan kenikmatan spiritualnya (permainan caturnya) dari

pada makanan yang lezat sekalipun. Kalaulah bukan karena

kenikmatan spiritual lebih dahsyat dari kenikmatan makanan dan

seksual, tentunya manusia meninggalkan permainan caturnya.

Manusia juga terkadang lebih memilih meninggalkan makanan

dan seksualitas demi menjaga kehormatan dan kesucian. Jadilah

kehormatan dan kesucian jauh lebih tinggi dari kenikmatan ragawi.

Terkadang manusia berada pada posisi lapar, sekalipun begitu,

manusia medahulukan orang lain dari pada dirinya sendiri. Ini berarti,

sikap mementingkan orang lain (altruisme) lebih nikmat ketimbang

kenikmatan makanan. Manusia sering kali mampu bertahan menahan

rasa haus dan lapar hannya demi menjaga wibawa dan kehormatannya.

Manusia terkadang menganggap remeh kematian demi menjaga prinsip

atau tujuan tertentu.387

Demikianlah beberapa argument yang

disampaikan Ibn Si>na>388

(370-428 H) dalam al-Shifa' dan al-Naja>h

untuk membuktikan bahwa kenikmatan spiritual jauh lebih tinggi dari

pada kenikmatan material (ragawi).

Pengutamaan kenikmatan spiritual tidak terbatas pada manusia

saja, tapi juga hewan lebih mengutamakan kenikmatan spiritual dari

385

Ibn Si>na>, Al-Naja>h fi al-Mantiq wa Al-Ila>hiya>t, 168. 386

Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Al-Nafs wa Al-Ru>h}, Vol I, 88. 387

Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Al-Maba>hith al-Mashriqiyah, Vol. II, 427. 388

Fath} Allah Khali>f, Ibn Si>na> wa Mazhabuhu fi al-Nafs, 119.

Page 195: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

182

kenikmatan ragawi.389

Seperti seekor anjing pemburu yang terkadang

berburu dengan kondisi perut yang lapar, kemudian ia lebih

mengutamakan majikannya memakan hasil buruannya. Seperti seekor

hewan betina yang lebih mengutamakan anaknya ketimbang dirinya

sendiri, bahkan seekor betina lebih memperhatikan bahaya yang akan

menimpa anaknya dari pada bahaya yang akan menimpa dirinya

sendiri. Semua ini menunjukkan kesamaan antara manusia dan hewan

dalam pengutamaan kenikmatan spiritual.

Ada beberapa dasar pemikiran yang dijadikan oleh Ibn Si>na>

(370-428 H) sebagai pijakan dalam membangun teori kenikmatan

spiritual dalam kehidupan akhirat:390

Pertama, setiap daya jiwa

mempunyai kenikmatan dan kebaikan tertentu, dan mempunyai

kepedihan dan kejelekan tertentu. Contohnya kenikmatan syahwat

(keinginan), kenikmatan akan dirasakan bila terwujudnya kondisi yang

sesuai, yang datang melalui panca indra. Bila terasa di mata -

maksudnya daya penglihatan yang merupakan salah satu daya jiwa-,

suatu kondisi yang cocok dan harmonis, itulah kenikmatan dan

kebaikan untuk daya penglihatan. Apabila sampai ke telinga suatu

kondisi suara yang cocok dan sesuai, itulah kenikmatan dan kebaikan

untuk daya pendengaran. Begitulah seterusnya pada setiap indra. Hal

ini juga berlaku untuk daya jiwa yang lainnya. Seperti marah,

kenikmatan dan kebaikan tertentu untuknya adalah kemenangan.

Seperti hafal, kenikmatan dan kebaikan tertentu untuknya adalah

mengingat perkara yang sesuai dengan yang telah berlalu.391

Daya-daya jiwa semuanya sama-sama menunjukkan bahwa rasa

sesuai merupakan kebaikan dan kenikmatan. Oleh karena itu, Ibn Si>na>

mendefenisikan kenikmatan dengan: ‚Pengetahuan dan perolehan

untuk mendapatkan apa yang menurut si perasa sempurna‛, dan

kebaikan juga seperti itu. Ini berarti bahwa kenikmatan adalah

tercapainya kesempurnaan tertentu. Kesempurnaan daya jiwa adalah

mendapatkan apa yang diinginkan dan apa yang sesuai dengannya. Ibn

Si>na> dalam dasar pemikiran ini berpegang pada teori yang dibangun

Aristoteles (384-322 SM) tentang kebahagiaan manusia.392

389

Fath} Allah Khali>f, Ibn Si>na> wa Mazhabuhu fi al-Nafs, 119. 390

Fath} Allah Khali>f, Ibn Si>na> wa Mazhabuhu fi al-Nafs, 119. 391

Ibn Si>na>, Risalah Ad}h}awiyah fi Amr al-Ma'a>d, 112-113. Ibn Si>na>. Al-

Naja>h} fi al-Mantiq wa al-Ila>hiya>t, 168. 392

Fath} Allah Khali>f, Ibn Si>na> wa Mazhabuhu fi al-Nafs, 120.

Page 196: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

183

Kedua, daya-daya jiwa sekalipun sama-sama menyatakan

bahwa kebaikan dan kenikmatan adalah tercapainya kesempurnaan

tertentu, hanya saja daya-daya jiwa berbeda tingkatannya dalam

kesempurnaan tersebut. Daya jiwa yang kesempurnaannya lebih

sempurna, lebih baik, lebih banyak, lebih lama, lebih terasa, lebih

sampai tentunya kenikmatannya lebih tinggi. Kesempurnaan terbaik

dimiliki daya jiwa yang jiwanya lebih sempurna dan lebih mulia.393

Dasar ketiga, pengetahuan bahkan keyakinan tentang adanya

kenikmatan, tidak mesti menimbulkan kerinduan pada kenikmatan

tersebut. Orang buta contohnya, sekalipun ia mengetahui betapa

nikmat melihat gambar yang indah, namun ia tidak menginginkan dan

merindukannya. Tidak seperti orang yang melihat dan pernah

merasakannya, merindukan melihat gambar yang indah. Hal serupa

terjadi pada orang tuli terhadap nada-nada yang merdu. 394

Oleh karena

itu, dalam medefinisikan kenikmatan, Ibn Si>na> tidak mencukupkan

dengan pengetahuan saja (al-Idra>k), tapi juga perolehan (al-Nail). Dasar keempat, kenikmatan terkadang terhalang oleh suatu

aktivitas. Seperti perut yang keyang menjadi penghalang merasakan

kenikmatan makanan. Seperti orang yang takut, ia tidak merasakan

nikmatnya kemenangan. Terkadang daya jiwa terkena lawan

kesempurnaannya, jiwa tidak merasakan dan tidak menghindar

darinya. Seperti orang sakit yang harus meminum obat yang pahit.

Seperti orang yang di bius, tidak merasakan panas dan dingin. Apabila

lawan dari kesempurnaan itu telah hilang, rasa nikmat yang benar akan

kembali dirasakan. Manusia akan menghindari makanan yang pahit,

dingin dan panas.395

Demikianlah beberapa dasar yang dijadikan pijakan oleh Ibn

Si>na> (370-428 H) untuk membangun teori kebahagiaan jiwa manusia

di akhirat. Kebahagiaan jiwa intelek di akhirat akan terwujud dengan

terwujudnya kesempurnaan tertentu.396

Kesempurnaan yang

diinginkan jiwa menurut filosof ketuhanan adalah: Menjadi alam

intelek yang padanya terlukis segala forma, dan tatanan ma'qu>l (yang

difikirkan) pada segalanya, dan kebaikan yang memancar pada

segalanya, yang bermula dari permulaan segalanya, menuju esensi-

393

Ibn Si>na>, Al-Naja>h} fi al-Mantiq wa al-Ila>hiya>t, 168. 394

Ibn Si>na>, Al-Naja>h} fi al-Mantiq wa al-Ila>hiya>t, 168. 395

Ibn Si>na>, Al-Naja>h} fi al-Mantiq wa al-Ila>hiya>t, 168. 396

Ibn Si>na>, Risa>lah al-Ad}h}awiyah Fi Amr Al-Ma'a>d, 114.

Page 197: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

184

esensi yang mulia, menjadi spiritual yang sempurna, kemudian

menjadi spiritual yang tergantung sejenis ketergantungan dengan raga,

kemudian material-material yang mulia dengan segala kondisi dan

dayanya, kemudian terus berlanjut hingga sempurna pada dirinya

segala kondisi wujud, lalu berubah menjadi alam ma'qu>l (yang

difikirkan), yang sejajar dengan alam semua yang ada, menyaksikan

keelokan yang sempurna, dan kebaikan yang sempurna, keindahan

yang hakiki, bersatu dengannya, memantulkan dengan serupa dan

dengan kondisinya, bergabung dalam aktivitasnya, dan menjadi

esensinya.397

Ini artinya, jiwa manusia akan mencapai kebahagiaan dan

kesempurnaan di akhirat, ketika jiwa telah menjadi cermin seluruh

ilmu dan pengetahuan. Ketika jiwa memantulkan makna-makna ilmu

khusus tentang segala yang ada, dan ilmu khusus tentang hukum-

hukum dan prinsip-prisipnya. Pengetahuan tersebut dapat digolongkan

pada ilmu teoritis. Kemudian Ibn Si>na> (370-428 H) juga menambahkan

bagian-bagian ‚kebaikan yang memancar pada segalanya‛, yang

merupakan sisi praktis dari ilmu dan filsafat.

Kesempurnaan, kebaikan dan kebahagiaan jiwa intelek tidak

akan tercapai dan tidak akan didapat kecuali apabila jiwa telah

menjadi cermin bagi seluruh ilmu-ilmu khusus tentang seluruh wujud

dan hukum-hukum wujud. Begitu juga dengan keyakinan bahwa

kebaikan tersebar disegala wujud dan memancar pada alam semesta.

Kesempurnaan ini akan didapatkan dari sisi praktis dengan prilaku

jiwa sesudah mengetahui al-Mabda' al-Awwal (Tuhan) dan

memikirkannya. Kemudian mengetahui jiwa (al-Ru>h}) yang merupakan

esensi transenden yang tidak bergantung pada raga. Lalu mengetahui

jiwa (al-Nafs) yang merupakan esensi spiritual yang bergantung pada

raga, minimal ketergantungan mengatur dan menuntun. Jiwalah yang

mengatur, menuntun, dan memimpin raga kepada yang semestinya.

397

Ibn Si>na>. Al-Naja>h} fi al-Mantiq wa al-Ila>hiya>t, 168. Teks tersebut

dikutip Abu H{amid al-Ghaza>li> seperti apa adanya, lihat Abu H{amid al-Ghaza>li>, Ma ‘a>rij al-Quds, 149. Teks aslinya adalah sebagai berikut:

انخيز انكم، في انعقل انكم،انظبو صرة فيب يزتسب عقهيب تصيزعبنب أ

ثى انطهقت، فبنزحبيت انشزيفت، إنىانجاز سبنكب انكم، يبذأ ي انكم،يبتذئب في انفبئض

زتست ،ثى قاب بيئبتب انعهيت األجسبو األبذا،ثى انتعهق ي يب عب انتعهقت انزحبيت

انجد نهعبنى يعقال ،ياسيب عبنب فتقهب كه، انجد يئت فسب في تستفي حتى كذنك

يتقشب ب، يتحذا انحق، انجبل انطهق، انخيز انطهق، انحس نب ،يشبذا كه

.جز ي صبئزا ،سهك في يخزطب ،يئت بثبن

Page 198: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

185

Lalu mengetahui material-material 'alawiyah (atas), seperti bintang-

bintang yang teratur, berbentuk dan bergerak. Lalu berlanjut hingga

mengetahui jiwa intelek. Begitulah sampai lengkap pada dirinya segala

kondisi wujud. Jadilah jiwa dirinya sendiri, seakan-akan segalanya

adalah dirinya, dirinya adalah pusat segalanya yang diminimalis. Tapi

sebenarnya itu adalah gambaran yang benar. Lalu jiwa akan

menyaksikan kebenaran, keindahan dan kebaikan yang sempurna.398

Kesempurnaan ini tidak bisa dibandingkan dengan

kesempurnaan-kesempurnaan daya jiwa yang lainnya, baik dari sisi

kesempurnaan maupun keutamaan. Bahkan, tidak ada bandingannya

dengan kesempurnaan yang lain dari segi apapun. Sehingga jadilah dia

adalah dia tanpa dapat dipisahkan. Karena intelek (al-'Aql), yang

dipikirkan, (al-Ma'qu>l) dan yang memikirkan (al-'A<qil) adalah satu

atau mendekati satu.399

Ibn Si>na> (370-428 H) bukanlah pendukung pendapat al-Ittih}a>d.

Kebahagiaan di akhirat tidaklah didapat dari bersatunya jiwa dengan

Tuhan. Tapi kebahagiaan didapat dari memikirkan tuhan (Ta'aqqul al-Mabda' al-Awwal) dan segala wujud yang ada. Pemikiran atau

perolehan ini lebih dahsyat, lebih sempurna, lebih abadi, lebih sampai

dan lebih lengkap dari perolehan-perolehan daya jiwa yang lainnya.

Bahkan kenikmatan yang diperoleh tidak dapat dibandingkan dengan

kenikmatan indrawi hewani. Kenikmatan spiritual jauh lebih dahsyat

baik secara kuantitas maupun kualitas dari kenikmaan indrawi. Dari

sudut pandang kualitas, kenikmatan spiritual sampai pada inti yang

dipikirkan (al-Ma’qu>l) dan memikirkan hakikatnya. Sementara

kenikmatan indrawi hanyalah perolehan pada permukaan saja. Dari

sudut pandang kuantitas, karena seluruh wujud terpikirkan (al-Ma'qu>lah) dan tidak terbatas. Hubungan yang terjadi antara al-Ma'qu>lat juga tidak ada batasnya. Sementara itu, perolehan indrawi

terbatas pada individu-individu yang terhitung. Sekalipun menjadi

banyak, hanyalah menjadi banyak dengan lebih kuat dan lebih lemah.

Contohnya seperti dua buah manisan yang berbeda.

Penjelasan Ibn Si>na> tentang akhirat spiritual menunjukkan

eratnya hubungan pemikiran akhirat spiritual ini dengan dasar-dasar

pemikiran sebelumnya dalam membandingkan antara berbagai

398

Fath} Allah Khali>f, Ibn Si>na> wa Madhhabuhu fi al-Nafs, 122. 399

Ibn Si>na>, Al-Naja>h} fi al-Mantiq wa al-Ila>hiya>t, 169.

Page 199: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

186

kesempurnaan daya-daya jiwa dengan yang lainnya.400

Manusia hidup

di dunia ini tak merasakan kenikmatan spiritual seperti di akhirat

dikarenakan manusia di dunia bergelimang kehinaan (dosa) dan

ketergantungan dengan raga. Sehingga manusia tidak mencari dan

merindukannya, padahal kenikmatan itu benar adanya. 401

Manusia

bila berhasil melepaskan kungkungan belenggu syahwat, emosional

dan semisalnya. Boleh jadi dengan usahanya itu manusia akan

membayangkan kenikmatan akhirat spiritual walaupun hanya

bayangan yang kecil, sedikit dan lemah.

5. Kebahagiaan dan Kesengsaraan Akhirat Spiritual

Kebahagiaan dan kesengsaraan yang belum pernah diketahui

manusia bukanlah sebuah kemustahilan. Sering kali manusia meyakini

adanya kebahagiaan maupun kesengsaraan sekalipun ia belum pernah

mengenal dan merasakannya. Ibn Si>na> (370-428 H) mencontohkan

seperti orang yang lemah syahwat pun meyakini betapa nikmatnya

pernikahan sekalipun ia tak pernah merasakannya. Sebagaimana orang

yang tuli meyakini betapa nikmatnya suara yang merdu, walau belum

pernah mendengarkannya. Sebagaimana orang buta meyakini betapa

nikmatnya memandang pemandangan yang indah, sekalipun ia tidak

dapat memandangnya.402

Akhirat spiritual menurut filosof muslim sebagaimana yang

dikemukakan Ibn Si>na> adalah ketika terpisahnya jiwa dari raga.

Setelah berpisah, jiwa benar-benar berfikir (ta'aqqul bi al-Fi'l ) tentang

kesempurnaan dan perwujudannya. Kesempurnaan itu belum pernah

diperoleh sedikitpun di dunia karena jiwa sibuk mengurusi raga dengan

segala kenikmatannya, yang telah membuat jiwa melupakan zatnya

sendiri dan apa yang ia rindukan (al-Ma'shu>q).403

Sama seperti orang

sakit yang terlupa betapa nikmatnya manisan dan bahkan ia tidak

menginginkannya. Ketika berpisah dari raga, jiwa merasa mendapat

petaka dan kesengsaraan yang besar. Jiwa terhalang dari kenikmatan-

kenikmatan yang akrab dirasakan di kehidupan dunia, dan tidak ada

cara untuk mewujudkannya dalam kehidupan akhirat.

400

Fath} Allah Khali>f, Ibn Si>na> wa Madhhabuhu fi al-Nafs, 122. 401

Ibn Si>na>, Al-Naja>h} fi al-Mantiq wa al-Ila>hiya>t, 169. 402

Ibn Si>na>, Risalah Ad}h}awiyah fi Amr al-Ma'a>d, 117-118. 403

Ibn Si>na>, Al-Naja>h} fi al-Mantiq wa al-Ila>hiya>t, 169.

Page 200: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

187

Kesengsaraan dalam kehidupan akhirat diperoleh bilamana

manusia membiasakan dirinya meraih kenikmatan-kenikmatan ragawi

dalam kehidupan dunia. Ketika meninggal, raga menjadi binasa,

tinggallah jiwa tanpa raga. Manusia menjadi terhalang dari

kenikmatan-kenikmatan ragawi yang dahulu didapat di dunia. Manusia

terus menerus merasakan keterhalangan ini dalam kehidupan akhirat.

Tidak ada cara untuk mewujudkan kenikmatan ragawi tersebut di

akhirat, karena Raga telah tiada. Itulah dia kesengsaraan dan petaka

besar dalam kehidupan akhirat.404

Kebahagian akhirat diperoleh bilamana daya jiwanya sampai

pada batas sempurna. Apabila jiwa telah berpisah dengan raga, jiwa

menjadi benar-benar sempurna. Ibn Si>na> mengibaratkanseperti orang

yang dibius, yang telah merasakan makanan lezat, lalu dihidangkan

kepadanya makanan yang lebih lezat, tetap saja ia tidak merasa.

Kemudian pengaruh bius hilang darinya, ia langsung mendapat

kelezatan yang luar biasa sekaligus.405

Kenikmatan itu tentunya

bukanlah berupa kenikmatan indrawi dan hewani. Tapi kenikmatan

yang berbentuk kondisi baik untuk esensi-esensi yang hidup saja.

Itulah kenikmatan tertinggi dan mulia.

Menurut Ibn Si>na> (370-428 H), kebahagiaan jiwa di akhirat

tidaklah sempurna kecuali bila jiwa turut mengalami perbaikan dari

sisi praktis ('amali>) dalam kehidupan dunia.406

Dari sisi praktis itulah

bersumber perbuatan moralitas. Pada sisi praktis itulah kesempatan

untuk memilih, dan mengarahkan tingkah laku. Perbaikan ini dicapai

dengan memperoleh tabiat moderat (tengah-tengah). Prilaku mulia

adalah pertengahan antara melebih-lebihkan dan mengurang-ngurangi

(al-Ifra>t} wa al-Tafri>t)}. Seperti sifat dermawan, yang merupakan prilaku

mulia, merupakan pertengan antara melebih-lebihkan yaitu

pemborosan, dan mengurang-ngurangi yaitu pelit. Melebih-lebihkan

dan mengurang-ngurangi merupakan prilaku tercela. Pertengahan

disini bukanlah pertengahan dalam ilmu matematika yang

mengharuskan jarak yang sama antara melebih-lebihkan dan

mengurang-ngurangi. Pertengahan adalah pertengahan yang adil,

karena terkadang lebih cenderung pada melebih-lebihkan dan

404

Ibn Si>na>, Al-Naja>h} fi al-Mantiq wa al-Ila>hiya>t, 169. 405

Ibn Si>na>, Al-Naja>h} fi al-Mantiq wa al-Ila>hiya>t, 170. 406

Ibn Si>na>, Al-Naja>h} fi al-Mantiq wa al-Ila>hiya>t, 170.

Page 201: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

188

terkadang lebih cenderung pada mengurang-ngurangi, tergantung

situasi kondisi dan kebijaksanaan akal.

Tabiat daya jiwa hewani lebih cenderung berlebih-lebihan

dalam kenikmatan ragawi, atau lebih cenderung mengurang-ngurangi

demi menjaga ketenangan atau karena lebih cenderung malas berbuat.

Bila manusia dalam tingkah laku dan perbuatannya telah terbiasa

cendrung untuk berlebih-lebihan atau mengurang-ngurangi, pada

waktu itu terciptalah suatu kondisi yang disebut kepasrahan jiwa atau

ketundukannya (Idh‘a>niyah).407

Kemudian segala keinginan tunduk

pada kebutuhan raga. Raga menguasai jiwa, dan memimpin jiwa untuk

memenuhi kebutuhannya.

Adapun bila manusia mampu menjadikan akalnya sebagai

penentu, mampu mengambil prilaku yang tengah-tengah (moderat).

Prilaku tengah-tengah ini tidak akan sempurna kecuali dengan

menjadikan akal sebagai penguasa dan penentu. Pada waktu itu

terciptalah suatu kondisi yang disebut superioritas (Isti’la>iyah),408

yaitu suatu kondisi jiwa menguasai raga. Jadilah akal dan pikiran yang

benar sebagai penentu akhir dalam mengarahkan prilaku manusia.

Prilaku manusia adalah tabiat yang bersumber dari jiwa berupa

suatu perbuatan dengan mudahnya dan tanpa proses berfikir. Prilaku

mulia merupakan daya jiwa yang diperoleh dari proses latihan, bukan

pembawaan lahir manusia. Pembawaan lahir manusia hanyalah daya

dan kesiapan untuk itu. Bila manusia terus-terusan mengarahkan daya

dan kesiapan itu untuk kebaikan, tertanamlah pada jiwa manusia

prilaku moderat. Jadilah perbuatan-perbuatan mulia bersumber

darinya, seakan-akan itu merupakan pembawaan manusia. Bila pada

jiwa telah tertanam prilaku moderat, terjauh dari pengaruh tuntutan

raga dan kenikmatan hewani, kebahagiaan akhirat telah terjamin

untuknya. Tapi bila yang tertanam pada jiwa manusia adalah kondisi

kepasrahan, jiwa tersebut sudah pasti mendapat kesengsaraan dalam

kehidupan akhirat, karena alat untuk meraih tuntutan raga dan

kenikmatan hewani adalah raga yang telah tiada. Jiwa akan merasa

sengsara karena masih adanya rasa ketergantungan pada raga.

Kebahagaian yang dideskripsikan Ibn Si>na> (370-428 H) ini

adalah kebahagian intelek (spiritual), yang hanya diperoleh oleh jiwa

di akhirat dengan bantuan akal (intelek). Kebahagiaan ini takkan dapat

407

Ibn Si>na>, Al-Naja>h} fi al-Mantiq wa al-Ila>hiya>t, 170. 408

Ibn Si>na>, Al-Naja>h} fi al-Mantiq wa al-Ila>hiya>t, 170.

Page 202: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

189

diraih dengan perantaraan raga manapun. Bisakah kebahagiaan ini

diperoleh oleh orang-orang saleh yang telah membersihkan jiwa

mereka dengan mempraktekkan ibadah dan mengikuti syariah?

Bisakah orang-orang yang telah membiasakan diri membayangkan

kebahagiaan yang tidak ada berhubungan dengan raga, dan menahan

diri dari kenikmatan ragawi di dunia ini untuk mendapatkan

kenikmatan di akhirat? Ibn Si>na> mengecualikan orang-orang seperti

ini.409

Mereka tetap mendapatkan kebahagian di akhirat. Menurutnya,

orang-orang ini dikaruniani raga mulia agar dapat mewujudkan

kebahagiaan yang mereka bayangkan. Daya khayal dalam aktivitasnya

membutuhkan perantara alat dan raga. Namun orang-orang seperti ini,

derajat kebahagiaannya lebih rendah dari pada orang-orang yang

menjadikan akal praktis sebagai penuntun dan pengarah tingkah laku

dan perbuatan.

6. Tingkatan Kebahagiaan dan Kesengsaraan Akhirat Spiritual

Kitab ‚Al-Maba>h}ith al-Mashriqiyah‛ merupakan pegangan

dalam pembahasan ini. Fakrh al-Di>n al-Ra>zi> (544-606 H) berbicara

tentang kondisi jiwa setelah berpisah dengan raga, terutama tentang

tingkatan kebahagiaan dan kesengsaraan jiwa di akhirat. Ia

menjelaskan dengan ringkas dan jelas pendapat filosof tentang

tingkatan kebahagiaan dan kesengsaraan akhirat spiritual. Ia

menuliskan bahwa penjelasan ini bersumber dari kitab "Al-Mubah}asa>t", "Al-Shifa'" dan "Al-Naja>h}" karya Ibn Si>na> (370-428

H).410

Tingkatan kebahagiaan dan kesengsaraan akhirat spiritual

didasarkan atas sudut pandang pembagian intelek menjadi teoritis (al-Naz}ari>) dan praktis (al-'Amali>). Pada tingkatan teoritis ada tiga

kemungkinan: a) Telah mendapatkan akidah yang benar, atau b) Telah

mendapatkan akidah yang batil, atau c) Sama sekali tidak

mendapatkan akidah yang benar maupun yang batil. Pada tingkatan

praktis juga ada tiga kemungkinan: a) Berbuat baik, b) Berbuat buruk,

c) Tidak berbuat baik dan juga buruk. Berikut penjelasan enam

tingkatan akhirat spiritual menurut filosof sebagaimana yang

diutarakan Ibn Si>na> :

a. Tingkatan jiwa yang telah memperoleh akidah yang benar

409

Ibn Si>na>, Risa>lah Ad}h}awiyah Fi Amr al-Ma'a>d, 125. 410

Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Al-Maba>h}ith al-Mashriqiyah, 429.

Page 203: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

190

Jiwa yang telah memperoleh akidah yang benar tentunya

mendapatkan kesenangan spiritual dan berbahagian dengan

keterhubungannya dengan prinsip yang tinggi, mulia dan suci. Adapun

ukuran pengetahuan sehingga jiwa dapat memperoleh kebaagiaan ini,

Ibn Si>na> menyatakan tidak dapat mengukur atau menuliskannya.

Namun dalam "Al-Muba>h}a>tha>t" Ibn Si>na> mencukupkan dengan "Al-Tafat}t}u>n li al-Mufa>raqa>t411

yang berarti memikirkan, mengenal dan

mengetahui al-Mufa>raqa>t. Sebuah istilah dalam teori emanasi yang

membagi satu ke yang lainnya. Seperti al-‘Aql(1) menjadi al-‘Aql(2), al-Nafs dan al-Jaram, seperti terbaginya jiwa universal ke jiwa

personal.

Dalam "Al-Shifa' " dan "Al-Naja>h}" Ibn Si>na> mengklaim bahwa

jiwa manusia megimaginasikan seluruh "Maba>di> al-Mufarraqah"

imaginasi yang sebenarnya, dan membenarkannya dengan pembenaran

yang yakin dan nyata, mengenal ‚’Illah al-Ga>iyah‛ bagi seluruh gerak

universal bukan yang personal. Sehingga tetaplah pada jiwa manusia

suatu kondisi keseluruhan dan keharmonisan antara satu bagian

dengan lainnya, dan tatanan yang terambil dari ‚Mabda’ al-'Ula>‛ sampai ke ujung wujud yang terletak pada urutannya.

412 Ini berarti

jiwa mengetahui rentetan penciptaan dari yang maha kuasa (al-Mabda’ al-U>la>) sampai wujud terakhir, begitu juga dengan tujuan penciptaan

(‘Illah al-Ga>iyah) beserta tatanan dan keharmonisan antara seluruh

wujud. Dalam artian jiwa mengetahui segalanya. Inilah kebahagiaan

yang hakiki menurut filosof. Sangat jelas pengaruh teori emanasi

dalam penjelasan akhirat spiritual menurut filosof. Bahkan bisa

dikatakan akhirat spiritual menurut filosof berlandaskan pada teori

penciptaan alam semesta.

b. Jiwa yang telah mendapatkan akidah yang batil

sebagaimana teori rindu dan yang dirindukan (al-'Ishq wa al-Ma'shu>q) yang diadopsi Ibn Si>na> (370-428 H) dari Aristoteles (384-

322 SM), jiwa sangat merindukan kembali pada kesempurnaannya

setelah berpisah dengan raga. Namun, dengan memperoleh akidah

yang batil, jiwa manusia tidak mendapatkan kesempurnaan yang ia

rindukan. Itu terjadi ketika terbukti baginya bahwa kondisi jiwa

haruslah memperoleh esensi segalanya. Hanya saja jiwa tidak

memperoleh kesempurnaan ini, tapi malah sebaliknya. Jadi, sesudah

411

Fakh al-Di>n al-Ra>zi, Maba>h}is al-Mashriqiyah, Vol. II, 429. 412

Fakh al-Di>n al-Ra>zi, Maba>h}is al-Mashriqiyah, Vol. II, 429.

Page 204: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

191

berpisah dengan raga jiwa merasa tersiksa karena kehilangan

kesempurnaan yang ia rindukan. Kerinduan inilah yang membuat ia

terus tersiksa. 413

c. Jiwa yang tidak mendapatkan akidah yang benar maupun yang batil

Jiwa ini disebut juga sebagai jiwa yang bodoh, karena tidak

memperoleh akidah benar maupun yang batil. Tentunya jiwa ini tidak

memiliki rasa rindu pada kesempurnaan jiwanya. Jiwa seperti ini

kebahagiaan dan kesengsaraannya bergantung pada amalannya (Akal

Praktis). Bila ia berbuat baik maka ia akan mendapatkan kebahagian

dari sisi Allah yang maha pemurah. Bila ia berbuat buruk ia akan

mendapatkan kesengsaraan. 414

Jiwa yang bodoh ini tentunya tidak

dapat memperoleh kebahagiaan karena tidak memiliki pengetahuan

(al-Tafat}t}un), juga tidak memperoleh kesengsaraan karena ketidak

tahuannya tentang segalanya. Oleh karena itu, menurut Ibn Si>na> jiwa

yang bodoh mendapatkan kebahagiaan atau kesengsaraan dengan cara

yang berbeda.

Jiwa yang bodoh, ketika berpisah dengan raga, jiwa akan

mengimaginasikan perkara-perkara akhirat yang dikatakan kepadanya

di dunia. Kemudian jiwa akan menyaksikan kondisi kubur,

kebangkitan, dan seterusnya. Jiwa bodoh yang berbuat baik akan

mengimajinasikan kenikmatan material yang diketahuinya seperti

istana dan bidadari dan seterusnya. Sebaliknya jiwa bodoh yang

berbuat buruk akan mengimaginasikan kesengsaraan material berupa

api, ular, nanah dan seterusnya. Gambaran imaginasi tidaklah lebih

lemah dari gambaran indrawi. Bahkan bertambah luas pengaruhnya

sebagaimana disaksikan dalam mimpi. Boleh jadi pengaruhnya lebih

besar pada jiwa dari pada pengaruh indrawi. 415

d. Jiwa yang berbuat baik

Jiwa yang berbuat baik adalah jiwa yang berhasil keluar dari

kungkungan keinginan ragawi. Berhasil menjadikan akal sebagai

penentu, bukan hawa nafsu dan segala keinginan raga. Tidak diragukan

jiwa yang seperti ini tidak merasa tersiksa dengan berpisahnya dengan

413

Fakh al-Di>n al-Ra>zi, Maba>h}is al-Mashriqiyah, Vol. II, 429. 414

Ibn Si>na>, Al-Naja>h}, 171, Penuqilan Ibn Si>na> sepenuhnya dikutip dalam:

Fakhr al-Di>n al-Ra>zi,. Al-Maba>h}ith al-Mashriqiyah, Vol. II, 430. 415

Ibn Si>na>, Al-Naja>h}, 171, Penuqilan Ibn Si>na> sepenuhnya dikutip dalam:

Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Al-Maba>h}ith al-Mashriqiyah, Vol. II, 430.

Page 205: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

192

raga. Karena raga telah berhasil ditundukkan dan tidak ada keinginan

dan kerinduan pada raga di akhirat.416

e. Jiwa yang berbuat buruk

Jiwa yang berbuat buruk adalah jiwa yang tunduk pada segala

keinginan raga, sangat cinta pada hubungan ragawi. Jadilah jiwa itu

lemah dan selalu mengikuti kehendak ragawi (hawa nafsu). Sehingga

terbentuklah rasa cinta yang mendalam terhadap raga. Ketika raga

telah tiada, jiwa merasa sangat rindu kepada raga. Kerinduannya itulah

yang membuatnya tersiksa. Namun menurut filosof lama-kelamaan

rasa cinta itu menghilang, sehingga ketika kerinduannya pada raga

telah hilang, terhentilah kesengsaraan jiwa. 417

Bagi jiwa yang rasa

cintanya pada raga tak kunjung hilang, tentunya jiwa itu akan tersiksa

selamanya. Hal ini dalam artian si pelaku dosa lama-kelamaan dosanya

akan habis dan berujung kebahagiaan. Tapi ada juga jiwa yang tetap

tersiksa selamanya.

Perubahan pada jiwa dengan cinta dan tidak cintanya dengan

raga membuat celah untuk kritikan. Kalaulah rasa cinta itu tergantung

pada hubungannya dengan raga, seharusnya rasa cinta telah hilang

ketika berpisah dengan raga, sehingga jiwa pun tidak tersiksa dengan

hubungan ini. Kalaulah rasa cinta itu bukan karena hubungannya

dengan raga, mustahil rasa cinta itu hilang begitu saja ketika berpisah

dengan raga. 418

Bagi filosof hal ini tidaklah masalah, karena rasa

cinta kadang menguat dan terkadang melemah.419

Sesuatu yang

dicintai, bila telah lama berpisah, rasa cinta menjadi berkurang.

Bahkan panjangnya masa perpisahan sedikit demi sedikit akan

menghapuskan rasa cinta. Begitu pulalah rasa cinta jiwa pada raga.

Semakin lama berpisah semakin lemah dan bahkan habislah rasa cinta

pada raga.

Jawaban filosof tidaklah mengena dan memuaskan. Perubahan

yang terjadi pada jiwa setelah berpisahnya dengan raga sungguh

meragukan. Kalaulah rasa cinta bisa melemah dan menguat, dan

bahkan semakin lama semakin melemah dimakan waktu, tentunya

tidak ada siksaan yang abadi bagi yang berakidah sesat. Namun cocok

untuk hukuman orang fasik, yang mana setelah mendapat siksaan

416

Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Maba>h}ith al-Mashriqiyah, Vol. II, 431. 417

Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Maba>h}ith al-Mashriqiyah, Vol. II, 431. 418

Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Maba>h}ith al-Mashriqiyah, Vol. II, 431. 419

Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Maba>h}ith al-Mashriqiyah, Vol. II, 431-432.

Page 206: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

193

sesuai dosa yang ia lakukan, pada akhirnya ia akan mendapatkan

kesenangan.

f. Jiwa yang tidak berbuat baik dan juga tidak berbuat buruk

Filosof menyebutnya dengan istilah ‚al-Nafs al-Hayu>la>niyah‛ , yaitu jiwa yang belum mendapatkan akidah yang benar mapupun batil

dan belum berbuat baik maupun buruk. Seperti jiwa seorang bayi kecil,

anak belum balig, orang gila dan yang seumpamanya. Tentang hal ini

Fakhr al-Di>n al-Ra>zi> (544-606 H) mengaku belum menemukan

pendapat satu filosof pun tentang permasalahan. Bisa jadi jiwa di

akhirat tidak mendapat kebahagiaan dan juga tidak mendapat

kesengsaraan. Jadilah jiwa tidak berfungsi, dan tidak ada yang tidak

berfungsi di alam ini. Bisa jadi jiwa setelah berpisah dengan raga

diberi imaginasi akal oleh Tuhan Yang Maha Agung, yang menjadikan

jiwa mendapat kenikmatan. Akan tetapi pembolehan ini mengantarkan

pada pembolehan jiwa mendapatkan ilmu setelah berpisah dengan

raga. Kalaulah yang demikian itu boleh, tentunya jiwa yang

memperoleh akidah yang rusak juga dapat memperoleh imaginasi akal

tersebut, dan mendapatkan kebahagiaan. 420

Dalam ‚Risa>lah fi Ma’rifah al-Nafs‛ Ibn Si>na> mencoba

menafsirkan (QS. Al-Wa>qi‘ah [56]: 6-11), dan membagi tingkatan

akhirat spiritual menjadi tiga tingkatan. Pertama, tingkatan ‚al-Muqarrabu>n‛, yaitu tingkatan jiwa yang sempurna (al-Ka>mil). Maksudnya, jiwa sempurna, baik dari sisi teoritis maupun praktis. Jiwa

berhasil memperoleh akidah yang benar dan berbuat baik. Kedua,

tingkatan ‚As}h}a>b al-Maimanah‛, yaitu tingkatan jiwa yang baik hanya

dari salah satu sisi saja, baik sisi praktis maupun teoritis. Maksudnya,

orang yang mendapat akidah benar tapi beramal buruk, atau orang

yang mendapat akidah batil tapi berlaku baik. Ketiga, tingkanan

‚As}h}a>b al-Mashamah‛, yaitu tingkatan jiwa yang sama sekali tidak

ada kesempurnaanya, baik praktis maupun teoritis. Maksudnya, orang

yang memperoleh akidah batil dan beramal buruk pula.421

E. Akhirat Material dan Spiritual

Akhirat material saja berpegang pada teori yang memandang

manusia adalah raga dan atau jiwa material. Akhiral material

merupakan pendapat yang sederhana, bahkan generasi awal Islam

420

Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Maba>h}ith al-Mashriqiyah, Vol. II, 432. 421

Muh}ammad Jala>l Sharf, Allah wa al-‘A<lam wa al-Insa>n, 244-245.

Page 207: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

194

memahami akhirat yang material saja. Akhirat bersifat spiritual saja

berpegang pada teori jiwa manusia adalah sesuatu yang immaterial

yang merupakan ajaran filosof ketuhanan Yunani, banyak ilmuwan

muslim (filosof) yang berwawasan Yunani mengadopsi pendapat ini

hingga runtuhnya pemikiran filsafat Islam.

Akhirat bersifat material dan spiritual merupakan

penggabungan dari teori yang sederhana dan teori yang rumit. Banyak

Muhaqqiqi>n dari cendekiawan muslim yang memilih teori ini, seperti

Al-H{ali>mi422

> (338-403 H), Abu al-Qa>sim al-Ka’bi>423

(w. 329 H), Abu

H{amid al-Ghaza>li> (455-505 H), al-Ra>gib al-As}faha>ni>424

(w. 502 H),

Qa>d}i Abu Zaid al-Dabu>si>425

(w. 430 H), dan mayoritas Muta'akhirin

422

Dia adalah Abu ‘Abd Allah, al-H{usain ibn al-H{asan ibn Muhammad ibn

H{ali>m al-Bukha>ri> al-Sha>fi‘i>, seorang> tokoh Muh}addithi>n dan Mutakallimin negeri

belakang sungai. Lahir tahun 338 H di Jarja>n, lalu pindah dan besar di Bukha>ra>, ada

juga yang mengatakan ia terlahir di Bukha>ra>. Ia wafat pada Rabiul Awal 403 H.

Lihat islamweb kolom Islamiyah:Tara>jum al-A’la>m :

http://library.islamweb.net/newlibrary/showalam.php?id=3784 (diakses tanggal 15

Januari 2014) 423

Dia adalah Abu al-Qa>sim, ‘Abd Allah ibn Ahmad ibn Mah}mu>d al-Balkhi>,

dikenal dengan al-Ka’bi>. Seorang syaikh Mu’tazilah Bagdad yang sepadan dengan

Abu ‘Ali al-Jabba>i. Ia memiliki banyak karya tentang ‘Ilm al-Kalam. Ia tinggal di

Bagdad cukup lama, dan disanalah buku-bukunya tersebar. Kemuadian ia kembali ke

Balakh hingga akhir hayatnya pada 329 H. Lihat Shams al-Di>n al-Dhahabi>, Siyar al-

A’la>m al-Nubala’, Vol. 14, 313. 424

Dia adalah Abu al-Qa>sim, al-H{usain ibn Muhammad ibn al-Mufad}d}al al-

As}faha>ni>, digelari dengan al-Ra>gib. Ia memiliki banyak karya, di antaranya adalah

kitab ‚Dhari‘ah ila> al-maka>rim al-Shari>‘ah‛ yang selalu dibawa imam al-Ghaza>li>

dalam perjalanannya. Lihat Shams al-Di>n al-Dhahabi>, Siyar al-A’la>m al-Nubala’,

Vol. 18, 120-121. 425

Dia adalah syaikh Hanafiyah, al-Qa>d}i> Abu Zaid, ‘Abd Allah ibn ‘Umar

ibn ‘Isa> al-Dabu>si> al-Bukha>ri>, seorang ulama belakang sungai. Orang pertama dan

seorang tokoh yang meletakkan ilmu konflik (‘Ilm al-Khila>f). Ia wafat di Bukha>ra>

430 H. Lihat Shams al-Di>n al-Dhahabi>, Siyar al-A’la>m al-Nubala’. Vol. 17, 521.

Page 208: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

195

Syi‘ah Ima>miyah seperti S{adr al-Di>n al-Shira>zi>426

(980-1050 H),

mayoritas kalangan sufi, dan Kara>miyah.427

Sebenarnya teori ini

berusaha untuk memadukan antara syariah (agama) dan hikmah

(filsafat). Akal menunjukkan kebahagiaan jiwa diperoleh dalam

mengenal Allah dan dalam kecintaan kepadanya. Sementara

kebahagiaan raga didapat dalam perolehan indrawi. 428

Muh}aqqiqi>n beralasan bahwa penggabungan dua jenis

kebahagiaan ini (Material dan Spiritual) tidaklah memungkinkan

dalam kehidupan dunia ini. Manusia pada kondisi asyik dalam

ketersingkapan cahaya alam gaib, manusia tidak mungkin menoleh

kepada suatu kelezatan ragawi pun. Pada kondisi manusia sibuk dalam

pemenuhan kenikmatan ragawi, manusia tidak mugkin menoleh pada

kenikmatan spiritual. Namun, penggabungan (kedua kenikmatan)

terhalang karena jiwa manusia lemah di alam ini. Apabila manusia

mati, jiwa meminta bantuan ke alam yang kudus dan suci, ia akan

menjadi kuat dan sempurna. Kalaulah dikembalikan kepada raga untuk

yang kedua kalinya, jadilah ia memiliki kekuatan yang mampu untuk

menggabungkan kedua kenikmatan. Tidak diragukan ini merupakan

tujuan akhir dalam tingkatan kebahagiaan. 429

Penggabungan kenikmatan spiritual dan material menjadikan

kenikmatan akhirat lebih sempurna. Sehingga menurut pendapat ini,

semua fase akhirat material dimulai dari Barzakh, al-Ba'th, al-H{ashr, al-H{isa>b, al-Miza>n, al-H{aud}, al-S{ira>t}, surga dan neraka tetap

sebagaimana mestinya, tidak ada pentakwilan seperti yang dilakukan

filosof muslim. Begitu juga dengan akhirat spiritual yang mana

kebahagiaan dan kesengsaraan dirasakan oleh jiwa, baik yang langsung

dirasakan oleh jiwa maupun dengan perantaraan alatnya, yaitu raga.

426

Dia adalah Muhammad ibn Ibrahi>m al-Qawwa>mi> al-Shi>ra>zi>, disebut juga

dengan Mulla S{adra (980-1050 H/ 1572-1640 M). Seorang tokoh penutup filosof

Syi‘ah yang menyatukan ilmu teoritis dan ilmu praktis, disebut juga metode

menyatukan antara filsafat dengan ‘Irfa>n yang dikenal juga dengan istilah al-

Hikmah al-Muta‘a>liyah. Oleh karena itu ia juga dikenal sebagai S{adr al-Mutaallihi>n.

Lihat profilnya dalam: Jami>lah Muh}y al-Di>n al-Bashati>, S{adr al-Di>n al-Shi>ra>zi> wa

Mauqifuhu al-Nuqdi> li Maza>hib al-Kalamiyah (Beirut: Da>r al-‘Ulu>m al-‘Arabiyah,

2008), 17. 427

Ali Arslan Aydin. Al-Ba’th wa al-Khulud , 104. 428

Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Arba'i>n fi Us}u>l al-Di>n, Vol. II, 71. 429

Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Arba'i>n fi Us}u>l al-Di>n, Vol. II, 71-72.

Page 209: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

196

Perbedaan mendasar antara Jumhur teolog yang menyatakan

akhirat material saja dengan teolog Muh}aqqiqi>n yang menyatakan

akhirat material dan juga spiritual hanyalah terletak pada cara mereka

memandang jiwa. Jumhur teolog memandang jiwa sebagai sebuah

yang material, sementara teolog Muh}aqiqi>n memandang jiwa sebagai

suatu yang immaterial mengikut pada teori filosof. Namun Sa'd al-Di>n

al-Taftaza>ni> (722-792 H) mengutip pernyataan Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>

(544-606 H) dalam ‚Niha>yah al-'Uqu>l‛ bahwa pendapat yang

menyatakan jiwa itu immaterial, tidaklah menghilangkan dasar agama

(Us}u>l al-di>n), bahkan barangkali justru menguatkan dasar-dasar agama

dan membantu menerangkan jalan untuk menetapkan akhirat, sehingga

terhindar dari celaan-celaan orang yang mengingkarinya.430

Abu H{amid al-Ghaza>li> (450-505 H) membid’ahkan klaim

filosof yang dapat mengetahui keimmaterialan jiwa hanya melalui

akal. Menurutnya, bukti-bukti rasionalis tentang jiwa manusia yang

spiritual, berdiri sendiri, tidak bertempat, bukan material, bukan

tercetak pada material, tidak bersambung dan tidak terputus dari raga,

sebagaimana Allah tidak di dalam dan diluar, begitu juga para

malaikat adalah bukti-bukti yang lemah. Al-Ghaza>li> mendiskusikan

sepuluh bukti kespiritualan jiwa menurut filosof, dan semuanya lemah.

Ia menegaskan bahwa kespiritualan jiwa kita ketahui melalui syariah

bukan semata-mata melalui perolehan akal sebagaimana yang di klaim

filosof.431

Bahkan menurut S{adr al-Di>n al-Shira>zi> (980-1050 H) begitu

banyak pemahaman dan penafsiran dialektik (al-Khit}a>biyah) terhadap

ayat-ayat al-Quran yang menunjukkan keimmaterialan jiwa.432

Diantaranya adalah Seperti firman Allah tentang Adam dan

keturunannya ‚dan aku tiupkan padanya Ruh}-Ku‛ (QS. Al-H{ijr [15]:

29), begitu juga firman Allah tentang Isa as.; ‚dan kalimah-nya yang ia

sampaikan kepada Maryam dan Ruh} darinya‛ (QS. Al-Nisa’ [4]: 171).

Penyandaran kepada Allah menunjukkan bahwa esensi manusia

bukanlah material dan betapa mulianya esensi manusia itu. ‚Sungguh

telah aku ciptakan manusia dalam sebaik-baik bentuk‛ (QS. Al-Ti>n

[95]: 4), maksudnya perkara jiwa manusia yang merupakan cahaya

430

Sa'd al-Di>n al-Taftaza>ni>, Sharh} al-Maqa>s}id, Vol. II, 156. 431

Abu H{amid al-Ghaza>li>, Taha>fut al-Fala>sifah, 184-203. 432

S{adr al-Di>n al-Shira>zi>, Al-Mabda’ wa al-Ma‘a>d, Ed. Al-Sayyid Jala>l al-

Di>n al-A<shiyata>ni> (Tehran: Maktab al-I’la>m al-Isla>mi>, 1422 H.), 410.

Page 210: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

197

semata dan raga manusia yang merupakan pencampuran yang

seimbang yang menyatu dan menyerupai material langit.

Dalam penafsiran kesempurnaan penciptaan manusia S{adr al-

Di>n al-Shira>zi> (980-1050 H) menuliskan Secara umum penciptaan

manusia disebutkan [Kami baguskan rupamu] (QS. Ga>fir [40]: 64), dan

ditafsirkan secara terperinci dalam ayat: [Dan sesungguhnya telah

kami muliakan anak-anak Adam], maksudnya: mempunyai

keistimewaan dari yang lainnya berupa jiwa intelek yang kekal tak

akan rusak dan binasa, siap menerima keutamaan-keutamaan yang

sebenarnya. [Dan kami angkut mereka di daratan] maksudnya:

perolehan-perolehan indrawi, [Dan lautan] maksudnya: lautan

pengetahuan dan perolehan akal. [Dan kami beri mereka rizki dari

yang baik-baik] yaitu berupa ilmu-ilmu yang pasti dan hakikat tujuan.

[Dan kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas

kebanyakan makhluk yang telah kami ciptakan] (QS. Al-Isra’ [17]:

70), yaitu dari sisi lahirnya berupa keseimbangan bentuk dan

penampilan, dari sisi batinnya berupa keseimbangan perwatakan, dan

didalam batinnya berupa kekuatan yang dapat menggerakkan dan

memperoleh pengetahuan yang membuat manusia lebih dari binatang

bumi lainnya, dan inti di dalam batinnya berupa cahaya Tuhan dan

nyala api kemalaikatan berupa akal teoritis dan akal praktis. 433

Begitu juga dengan hadis nabawi, begitu banyak pemahaman

dialektik yang membuktikan keimmaterialan jiwa. Seperti ‚Siapa yang

mengenal dirinya (jiwanya) maka sungguh ia telah mengenal

Tuhannya‛,434

dan hadis ‚Siapa yang melihatku (dalam tidurnya)

sungguh ia telah melihat Tuhan‛435

Kalaulah antara Allah Ta‘a>la> dan

jiwa tidak ada kesesuaian seperti antara Allah dengan material,

433

S{adr al-Di>n al-Shira>zi>, Al-Mabda’ wa al-Ma‘a>d, 410. 434

Hadis Maud}u>’ yang tidak diketahui siapa yang mengeluarkan hadis ini

dan juga sahabat yang merawikannya. Walaupun begitu, hadis ini populer di

kalangan sufi, bahkan Ibn ‘Arabi menulis kajian khusus tentang hadis ini berjudul

‚Al-Risa>lah al-Wuju>diyah‛. Lihat ‘Ali ibn Sult}a>n al-Harawi> al-Qa>ri>, Al-Mas}nu>’ fi

Ma’rifah al-H{adi>th al-Maud}u’, Ed. ‘Abd al-Fatta>h} Abu Guddah (Beiru>t: Muassasah

al-Risa>lah, 1398 H.), 189. 435

Hadis tidak ditemukan periwayatannya, namun hadis yang S{ah}ih}

berbunyi: ‚Siapa yang melihatku (Muhammad saw.) di dalam tidurnya sungguh ia

telah melihatku dengan sebenarnya‛ diriwayatkan oleh Abu Hurairah dikeluarkan

oleh Ima>m al-Bukha>ri> dalam Kita>b: al-‘Ilm Ba>b: Ithm Man Kadhdhaba ‘ala al-Nabi>,

(no. 110). Lihat Ima>m al-Bukha>ri>, S{ahi>h al-Bukha>ri>, 46.

Page 211: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

198

tentunya Nabi saw tidak mensyaratkan mengenal Tuhan dengan

mengenal jiwa. Pada dasarnya ada kesesuaian antara Tuhan dan jiwa

berupa esensi yang tidak membutuhkan arah dan tempat.436

Lebih lanjut dalam sebuah hadis ‚Aku tinggal disisi Tuhanku,

dia memberiku makan dan memberiku minum‛,437

hadis ini

menunjukkan betapa mulia dan agungnya jiwa, dan betapa dekatnya

jiwa dengan sang pencipta. Dekat dalam artian secara zat, sifat dan

terbebas dari belenggu material. Nabi Isa> as berkata pada Muhammad

saw ketika Mi’ra>j: ‚Tidaklah naik ke langit kecuali orang yang telah

turun darinya‛.438

Hadis ini merupakan penjelasan dari firman Allah

‚Wahai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati

puas dan diridainya‛ (QS. Al-Fajr [89]: 26-27), Kata kembali tidaklah

mungkin dipakai kecuali setelah kepergian.439

Ungkapan ‚seorang sufi bersama Allah tanpa tempat‛

menunjukkan keimmaterialan jiwa yang tidak membutuhkan tempat.

Kebersamaan jiwa dan Tuhan tidak membutuhkan tempat. Yang tidak

membutuhkan tempat hanya bisa bersama dengan yang tidak

membutuhkan tempat pula. Menurut S{adr al-Di>n al-Shira>zi> (980-1050

H), metodologi sufi merupakan pembuktian yang paling kuat dari yang

lainnya, setara dengan ilmu pasti tentang hakikat jiwa. 440

Lebih kuat

dari argumen rasional filosof maupun argumen retorikal Muta’allihi>n. Seorang sufi itu menyaksikan keunikan-keunikan kondisi jiwa dan

esensinya. Begitu juga pengaruh-pengaruh jiwa yang langka, mereka

rasakan sendiri tanpa perlu bukti lagi.

Akhirat bersifat material dan juga spiritual yang diutarakan

Muh}aqqiqi>n merupakan konstruksi pemikiran Islam yang memandang

permasalahan dengan hati yang bersih serta akal yang cerdas.

Muh}aqqiqi>n dengan semangat menerima kebanaran mengadopsi

konsep keimmaterialan jiwa yang diutarakan filosof. Akan tetapi

mereka juga punya pegangan yang kuat berupa wahyu ilahi sebagai

436

S{adr al-Di>n al-Shira>zi>, Al-Mabda’ wa al-Ma‘a>d, 411. 437

Hadis S{ah}i>h} dari Abu Hurairah diriwayatkan oleh Ima>m al-Bukha>ri>

dalam kita>b: al-I’tis}a>m dalam ba>b: Ma> Yukrahu min al-Ta‘ammuq wa al-Tana>zu’ fi

al-Ilm’ wa al-Guluw fi al-Di>n wa al-Bid’(no. 7299). Lihat Ima>m al-Bukha>ri>, S{ahi>h al-

Bukha>ri>, 1391. 438

Tidak ditemukan hadis ini dan yang seperti ini, bisa jadi periwayatannya

berasal dari periwayatan Syi‘ah. 439

S{adr al-Di>n al-Shira>zi>, Al-Mabda’ wa al-Ma‘a>d, 412. 440

S{adr al-Di>n al-Shira>zi>, Al-Mabda’ wa al-Ma‘a>d, 412.

Page 212: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

199

landasan utama, bukan akal. Kebanyakan dari perkara ini tidaklah

bertentangan dengan syariah. Muh}aqqiqi>n tidaklah mengingkari bahwa

di akhirat itu bermacam-macam kenikmatan, yang mana kenikmatan

itu lebih agung dari pada kenikmatan indrawi. Muh}aqqiqi>n juga tidak

mengingkari kekekalan jiwa setelah berpisah dengan raga. Namun

menurut al-Ghaza>li> (450-505 H) yang berbeda dengan filosof muslim

adalah semua itu diketahui dengan jalan syariah, bukan dengan jalan

akal semata, karena syariah telah berbicara tentang akhirat.441

Filosof muslim telah berfanatik buta pada filosof ketuhanan

Yunani, hingga mereka menggadaikan syariah yang telah jelas

kebenarannya. Oleh karena itu, Ima>m al-Ga>za>li> (450-505 H) sebagai

seorang Muh}aqqiqi>n memberi beberapa catatan kesalahan yang

dilakukan filosof muslim karena menyalahi syariah islam yaitu berupa:

(a) Mengingkari kebangkitan raga, (b) Mengingkari kenikmatan

material (ragawi) di surga, (c) Mengingkari kesengsaraan material

(ragawi) di neraka, (d) Mengingkari adanya surga dan neraka

sebagaimana yang digambarkarkan dalam al-Quran.442

Tidak ada penghalang dalam mengumpulkan kebahagiaan

spiritual dan material di akhirat, begitu juga dengan kesengsaraan.443

‚Tak seorangpun mengetahui (nikmat) apa yang disembunyikan bagi

mereka berupa yang indah dipandang‛ (QS. Al-Sajdah [32]: 17),

maksudnya, manusia tidak mengetahui kenikmatan yang akan

diberikan Allah kepada hambanya yang berbuat baik. Begitu juga

dengan hadis Qudsi yang berbunyi ‚Aku telah menyiapkan untuk

hamba-hambaku yang saleh, apa yang tidak terlihat oleh mata, dan

tidak terdengar oleh telinga, dan tidak tersirat dalam hati manusia‛444

Kenikmatan bersifat material diwakili oleh kata ‚Qurrah al-A’yun‛ dalam ayat, yang berarti perhiasan mata, enak dipandang dan

dapat diraih indra. Akhirat bersifat spiritual diwakili oleh hadis Qudsi

yang menyatakan surga tak dapat diraih oleh indra. Yaitu berupa tak

terlihat oleh mata, tak terdengar oleh telinga dan bahkan tidak

terfikirkan oleh manusia. Oleh karena itu, penggabungan akhirat

441

Abu> H{a>mid al-Ga<za>li>, Taha>fut al-Fala>sifah, 214. 442

Abu> H{a>mid al-Ga<za>li>, Taha>fut al-Fala>sifah, 215. 443

Abu> H{a>mid al-Ga<za>li>, Taha>fut al-Fala>sifah, 215. 444

H{adi>th S{ah}i>h} dari Abu Hurairah diriwayatkan oleh Ima>m al-Bukha>ri>

dalam Kita>b: Bad’u al-Khulq Ba>b: Ma> Ja>a fi S{ifah al-Jannah, (no. 3244). Lihat Ima>m

al-Bukha>ri>, S{ah}ih} al-Bukha>ri>, 623.

Page 213: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

200

bersifat material dan juga bersifat immaterial membuat kenikmatan

maupun kesengsaraan akhirat menjadi lebih sempurna.

Adapun tentang metode filosof muslim yang membagi umat

menjadi kalangan umum (awam) dan kalangan khusus (berilmu), dan

menyatakan akhirat bersifat material hanyalah untuk orang-orang

awam yang tak mengerti kerumitan akhirat spiritual, sehingga posisi

ayat-ayat tentang surga dan neraka material merupakan contoh dan

perumpamaan (al-Tashbi>h wa al-Tamthi>l) sebagaimana sifat-sifat

Tuhan yang immaterial, merupakan tindakan sewenang-wenang untuk

memuluskan pemikiran filosof ketuhanan Yunani. Ima>m al-Ghaza>li>

telah menuliskan dua perbedaan mendasar antara pentakwilan ayat-

ayat Tashbi>h wa Tamthi>l tentang Allah yang biasa dilakukan teolog

dan pentakwilan ayat-ayat tentang surga dan neraka yang dilakukan

filosof.

Pertama, ayat-ayat tentang Tashbi>h, memang memungkinkan

untuk ditakwilkan sebagaimana kebiasaan orang Arab dalam gaya

bahasa kiasan. Sementara ayat-ayat tentang sifat surga dan neraka,

berikut rincian kondisinya, telah mencapai jumlah yang begitu besar

yang tidak memungkinkan lagi untuk ditakwilkan. Kalaulah tetap

dipaksakan pentakwilannya, tentunya semua itu adalah pemalsuan,

dengan cara mengatakan lawan dari yang sebenarnya, demi

kemaslahatan manusia. Maha suci tugas kenabian dari melakukan hal

demikian.445

Kedua, Petunjuk akal menunjukkan mustahilnya tempat,

arah, bentuk, tangan ragawi, mata ragawi, berpindah-pindah, berdiam

atas Allah swt, sehingga haruslah ditakwilkan dengan pertunjuk akal.

Sementara perkara akhirat sebagaimana yang dijanjikan, bukanlah

mustahil dalam kekuasaan Allah. Sehingga haruslah ayat tersebut

berjalan sebagaimana zahir teks, dan bahkan sebagaimana dalam artian

dan maksud yang benar-benar sudah jelas.446

Adapun tentang petunjuk akal yang memustahilkan

kebangkitan raga di akhirat yang berujung mustahilnya akhirat bersifat

material karena membutuhkan raga dalam pelaksanaannya, sehingga

terjadi pertentangan antara akal yang pasti dengan naqal yang pasti

dan berujung pentakwilan, tidaklah benar. Petunjuk akal yang di klaim

pasti belumlah pasti kemustahilannya. Teolog memiliki beberapa teori

dalam menyelesaikan permasalahan kebangkitan raga.

445

Abu H{amid al-Ghaza>li>, Taha>fut al-Fala>sifah, 215. 446

Abu H{amid al-Gaza>li, Taha>fut al-Fala>sifah, 215-216.

Page 214: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

201

BAB IV

KEBANGKITAN RAGA

A. Istilah Operasional

Kajian tentang kebangkitan ditopang oleh empat landasan

dasar, karena manusia adalah alam kecil (mikrocosmos) dan dunia ini

adalah alam besar (makrocosmos).1 Pembahasan kebangkitan harus

mencakup keduanya, mulai dari cara penghancuran keduanya,

kemudian cara membangun kembali keduanya setelah kehancuran:2 (a)

cara penghancuran mikrocosmos, yaitu kematian manusia. (b) Cara

membangun kembali mikrocosmos tersebut setelah penghancurannya.

(c) Cara menghancurkan makrocosmos, apakah dengan cara mengurai

dan memecah bagian-bagiannya, ataukah dengan cara membinasakan

dan meniadakannya. (d) Cara membangun kembali makrocosmos

setelah hancurnya.

Ada beberapa kata yang populer digunakan dalam pembahasan

kebangkitan raga. Masing-masing kata tentunya mempunyai makna

dan bias masing-masing. Ditambah lagi, terkadang antara teolog dan

filosof berbeda pemahaman atau pemakaian dalam kata tersebut. Pada

dasarnya, filosof berada pada posisi kontra terhadap kebangkitan raga

yang merupakan akhirat material. Baik filosof maupun teolog sama-

sama berfilsafat dalam permasalahan. Tidak heran ada kata yang sama

tetapi pemaknaan dan pemakaiannya berbeda. Namun begitu, tentunya

antara satu dengan yang lain masih mempunyai garis kesamaan

pemahaman. Sudah semestinya terlebih dahulu membahas sejauh

mana perbedaan dan kesamaan penggunaan kata-kata tersebut, baik

secara bahasa maupun pemakaian (istilah) kata oleh teolog dan filosof.

1 Istilah ini dipopulerkan oleh Ikhwa>n al-S{afa>, mereka memandang manusia

adalah alam kecil yang pengaturannya terpusat pada akal atau jiwa sebagaimana

alam yang besar ini diatur dan digerakkan oleh Allah sang penciptanya. Lihat Qut}b

al-Aqt}ab Maulana Ahmad ibn ‘Abd Allah. Rasa>il Ikhwa>n al-S{afa> wa Khullan al-

Wafa>. (India: Nukhbah al-Akhba>r, 1305 H.), Vol. II, 297. 2 Fakr al-Di>n al-Ra>zi>, Arba‘i>n fi Us}u>l al-Di>n, Vol. II, 53-54.

Page 215: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

202

1. Al-Ba’th Kata ‚al-Ba’th‛ dalam bahasa Arab digunakan dalam beberapa

pemakaian; (a) Mengutus-utusan (al-Rasu>l),3 seperti firman Allah:

‚Kemudian sesudah rasul-rasul itu, Kami utus (Ba‘athna >) Musa dan

Harun kepada Fir‘aun dan pemuka-pemuka kaumnya‛ (QS. Yu>nus

[10]: 53). (b) Bangun tidur (Aiqaz}a, Ahabba), sebagaimana dalam

hadis Nabawi: ‚Sungguh suatu malam datang kepadaku dua orang,

keduanya membangunkanku (Ibta‘atha>ni>)‛4. (c) Bangun atau bangkit

dari kematian (al-Nashr), terkadang dipakaikan juga untuk

menghidupkan kembali orang yang telah mati, seperti firman Allah:5

‚Setelah itu Kami bangkitkan kamu (ba‘athna>kum) sesudah kamu

mati‛ (QS. Al-Baqarah [2]: 56). Hari kebangkitan adalah suatu hari

dimana Allah membakitkan atau mengeluarkan manusia dari

kuburnya.6

Dalam terminologi teolog, al-Ba’th berarti Allah

menghidupkan kembali orang yang telah mati dan mengeluarkan

mereka dari kuburnya. Pemaknaan ini begitu luas dipakaikan oleh

seluruh aliran teolog dalam perkara kebangkitan. Bagi teolog yang

memandang kehidupan kembali dengan cara mengumpulkan bagian

asal raga setelah tercerai berai, tentunya memiliki tambahan

penjelasan untuk menunjukkan teori mereka. Kebangkitan adalah

Allah menghidupkan kembali orang yang telah mati dan mengeluarkan

mereka dari kuburnya setelah mengumpulkan bagian asal mereka.

Bagi teolog yang berpendapat akhirat material dan juga spiritual,

kebangkitan adalah Allah menghidupkan kembali orang mati dan

mengeluarkan mereka dari kubur mereka setelah mengumpulkan

bagian asal dan mengembalikan ketergantungan jiwa kepada raga. 7

3 Abu al-Fad}l Jamal al-Di>n Muhammad ibn Mukarram ibn Manz}u>r al-Afri>qi>

al-Mas}ri>, Lisa>n al-‘Arab (Beiru>t: Da>r S{a>dir, tt.), Vol. II, 116. 4 Hadis S{ah}ih} dari Samurah ibn Jundub diriwayatkan oleh Ima>m al-Bukha>ri>

dalam kita>b: Ta’bi>r al-Ru’y ba’da S{ala>h al-S{ubh} (no. 7047), Lihat Ima>m al-Buka>ri>.

S{ah}i>h} al-Bukha>ri>, 1346. 5 Ibn Manz}u>r, Lisa>n al-‘Arab, Vol. II, 117.

6 Abu al-Qa>sim Muhammad ibn ‘Umar al-Zamkhashari>, Asa>s al-Bala>gah,

Ed. Muhammad Ba>sil ‘Ayu>n al-Saud (Beiru>t: Da>r al-Kutub al-Ilmiyah, 1998), 67. 7 Mas‘u>d ibn ‘Umar ibn ‘Abd Allah Sa’d al-Di>n al-Taftaza>ni>, Sharh} al-

‘Aqa>id al-Nasafiyah, Ed. Ah}mad H{ija>zi> al-Saqa> (Cairo: Maktabah Kulliyah al-

Azhariyah, 1988), 68.

Page 216: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

203

Filosof pada dasarnya tidak menggunakan kata ‚al-Ba’th‛,

apalagi dengan pemaknaan penghidupan kembali orang mati. Filosof

naturalis yang mengingkari akhirat sudah pasti tidak menggunakan

kata ini sama sekali. Begitu juga dengan filosof ketuhanan yang

dikenal tidak menyatakan adanya akhirat material, yang biasa

diungkapkan dengan kata al-Ba’th oleh teolog. Filosof mengingkari

pengumpulan raga manusia, penggiringan ke padang Mahshar, kenikmatan ragawi disurga dan kesengsaraan ragawi di neraka. Jiwa

tidaklah hancur dengan hancurnya raga, tapi kembali pada

keimmaterialannya lalu naik ke alam akal dan malaikat. Kebahagian

dan kesengsaraan spiritual yang hanya dirasakan oleh jiwa tanpa raga.

2. Al-Ma‘a>d Al-Ma‘a>d dalam bahasa Arab bisa jadi ‚Masdar Mimmi>‛ atau

‚Z{araf‛: nama tempat (Ism al-Maka>n) atau nama waktu (Ism al-Zama>n).

8 Al-Ma‘a>d berarti kembali, tempat kembali dan waktu

kembali. Akhirat adalah kembalinya manusia, tempat kembali manusia

dan waktu kembali manusia. Dalam kajian ini, yang dipakai adalah al-Ma‘a>d sebagai ‚Masdar‛, karena yang dibahas bukanlah tempat

kembali dan juga bukan waktu kembali, tapi kembalinya itu sendiri.

Apakah pengembalian itu mustahil, atau mungkin? Bagaimanakah cara

pengembalian itu? Apakah material saja, atau spiritual saja, atau

malah keduanya sekaligus? Al-Ma‘a>d secara bahasa berarti

kembalinya sesuatu seperti semula, atau kembali kepada kondisi

semula.9

Sa’d al-Di>n al-Tafta>za>ni> (722-792 H) menjelaskan, Al-Ma‘a>d mempunyai empat terminologi,

10 masing-masing sesuai dengan aliran

pemikiran mereka tentang al-Ma‘a>d. Tiga terminologi milik teolog dan

satu terakhir milik filosof:(a) Bagi yang meyakini akhirat material saja

dan dikembalikan dari ketiadaan, al-Ma‘a>d adalah kembali ada setelah

tiada, ini merupakan pendapat mayoritas teolog. (b) Bagi yang

meyakini akhirat material saja tapi kembali dari keteruraian, al-Ma‘a>d adalah kembali berkumpulnya bagian-bagian raga setelah terurai, dan

kembali hidup setelah mati. (c) Bagi yang meyakini akhirat material

dan juga spiritual, al-Ma‘a>d adalah kembali berkumpulnya bagian-

bagian raga setelah terurai, dan kembali hidup setelah kematian, dan

8 Ibn Manz}u>r, Lisa>n al-‘Arab, Vol. III, 317.

9 Muhammad Qamar al-Daulah Na>s}if, Nus}u>s} Falsafiyah, 124.

10 Sa’d al-Di>n al-Tafta>za>ni>, Sharh} al-Maqa>s}id, Vol. V, 82.

Page 217: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

204

kembalinya al-Ru>h} kedalam raga setelah berpisah. Pendapat ini

diutarakan oleh Muh}aqqiqi>n. (d) Bagi yang meyakini akhirat spiritual

saja, yaitu filosof ketuhanan, al-Ma‘a>d adalah kembalinya al-Ru>h} pada

kondisi semula, yaitu terlepas dari ketergantungan dengan raga,

terbebas dari pemakaian alat, atau terbebas dari cobaan di alam

kegelapan.

3. Al-H{ashr Pakar linguistik Arab menyebutkan beberapa pemaknaan untuk

kata al-H{ashr, diantaranya: (a) Pengumpulan (al-Jam’), dikatakan

mengumpulkan unta, mengumpulkan pasukan. ‚Yaum al-H{ashr‛ hari

pengumpulan berarti hari kiamat. ‚al-Mah}shar‛ berarti tempat

pengumpulan suatu kaum.11

(b) Penggiringan (al-Su>q), manusia

digiring ke padang Mah}shar.12 (c) Kebangkitan (al-Ba’th) atau

kematian (al-Maut), seperti pada firman Allah: ‚Kemudian kepada

Tuhanlah mereka di H{ashr‛ (QS. Al-An‘a>m [6]: 38). H{ashr disini

maksudnya kematian dikatakan juga kebangkitan.13

Dalam

terminologi teolog, al-H{ashr berarti penggiringan manusia ke padang

Mah}shar. Filosof tidak menggunakan terminologi ini.14

4. Al-Nashr Al-Nasrh dalam bahasa arab mempunyai beberapa pemaknaan;

(a) pembentangan (inbasat}a), (b) Kebangkitan (al-Ba’th) dan

penghidupan (al-Ih}ya’), (c) Tersebar (al-Intisha>r) dan terpisah (al-Tafarruq).

15 Dalam terminologi teolog, al-Nashr adalah ungkapan

untuk mengeluarkan manusia dari dalam kuburnya atau menghidupkan

kembali manusia yang telah mati.

Al-Nashr dan al-Ba’th pemaknaannya sama. Oleh karena itu,

tidak ditemukan pembahasan khusus dengan judul al-Nashr dalam

buku-buku teolog. Dalam buku-buku teolog banyak dipakaikan istilah

al-Ba’th dan al-Ma‘a>d, sebagian kecil memakaikan istilah al-H{ashr dan

al-Nashr. Semua itu hanyalah untuk satu pembahasan dengan objek

yang sama. Teolog memandang al-Ba’th dan al-Ma‘a>d satu

pemaknaan, karena membangkitkan orang mati adalah menghidupkan

mereka. Dalam artian kembali pada kondisi semula, yaitu orang mati

11 Ibn Manz}u>r, Lisa>n al-‘Arab, Vol. IV, 190.

12 Abu al-Qa>sim al-Zamankhashari>, Asa>s al-Bala>gah, Vol. I, 190.

13 Ibn Manz}u>r, Lisa>n al-‘Arab, Vol. IV, 190.

14 Aly Arslan Aydin, Al-Ba’th wa al-Khulu>d, 47.

15 Ibn Manz}u>r. Lisa>n al-‘Arab, Vol. V, 206-209. Lihat juga Abu al-Qa>sim al-

Zamankhashari>, Asa>s al-Bala>gah, Vol. II, 470.

Page 218: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

205

sebelumnya adalah orang hidup. Kembali pada kondisi semula berarti

hidup kembali. 16

B. I‘a>dah al-Ma’du>m Teori I‘a>dah al-Ma’du>m berarti pengembalian yang telah tiada.

Teori ini pada dasarnya berpegang pada ketiadaan alam semesta

setelah adanya sekarang. Sebelum membahas bisa atau tidaknya

pengembalian (I‘a>dah), perlu terlebih dahulu membahas objek yang

ditiadakan (al-Ma’du>m). Al-Ma’du>m mencakup makrocosmos (alam

semesta) beserta mikrocosmos (manusia). Pada hari kiamat, alam

semesta menjadi hancur dan binasa. Pendukung teori ini mengklaim

bahwa sahabat, dan teolog generasi awal (salaf) telah berijmak menyatakan kebenaran teori ini, berlandaskan pada al-Quran dan al-

Sunnah. Ijmak telah tercapai sebelum munculnya pertikaian yang pada

akhirnya disebut dengan istilah Ahl al-Sunnah dan Ahl al-Takwil.17

Tidak ada yang kekal selain Allah ta’ala,18itulah pijakan awal

dari teori I‘a>dah al-Ma’du>m. Baik mikrocosmos (manusia) maupun

makrocosmos, semuanya hancur dan binasa pada hari kiamat.

Semuanya menjadi tiada (al-Ma’du>m). Termasuk manusia, jiwa dan

raganya turut menjadi tiada. Dalam artian, jiwa tidaklah kekal

sebagaimana yang diklaim filosof. Semua jiwa hancur dan binasa

menjadi Ma’du>m di hari kiamat. Analisis rasionalis menunjukkan

bahwa segala sesuatu selain Allah, boleh saja menjadi tiada. Tetapi,

tidak semua yang boleh terjadi benar-benar terjadi. Boleh atau

mustahil terjadi, bisa ditentukan melalui petunjuk akal. Sementara

benar terjadi atau tidaknya, hanya bisa diketahui melalui petunjuk al-

Quran dan al-Sunnah.19

Pendukung teori ini memastikan benar-benar terjadinya

ketiadaan alam semesta dengan al-Quran dan al-Sunnah. Seperti

‚Segala sesuatu pasti binasa, kecuali Allah‛ (QS. Al-Qas}as} [28]: 88).

Fakhr al-Di>n al-Ra>zi> (544-606 H) menuliskan adanya dua penafsiran

kata ‚al-Halla>k‛.20 Pertama (al-Halla>k) dengan artian ketiadaan (al-

16

Aly Arslan Aydin, Al-Ba’th wa al-Khulu>d, 48. 17

Aly Arslan Aydin, Al-Ba’th wa al-Khulu>d, 48. Lihat Juga Sa’d al-Di>n al-

Tafta>za>ni>, Sharh} al-Maqa>s}id, Vol. V, 100. 18

Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Arba ‘i>n fi Us}u>l al-Di>n. Vol. II, 44. 19

Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Arba ‘i>n fi Us}u>l al-Di>n. Vol. II, 50. 20

Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Mafa>tih al-Gaib. Vol. XXV, 23. Lihat juga Jama>l

al-Di>n al-Qa>simi>, Mah}a>sin al-Takwi>l, 4733.

Page 219: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

206

‘Adam), yaitu Allah meniadakan segala sesuatu selain dirinya. Kedua

‚al-Halla>k‛ berarti mengeluarkan dari kondisi memberi manfaat. Bisa

jadi dengan cara mematikan atau dengan cara memisahkan bagian-

bagiannya. Sekalipun bagian-bagian sesuatu tetap, namun itu tetap

disebut binasa, seperti hilangnya pakaian, dan perhiasan digunakan

kata ‚al-Halla>k‛, maksudnya sudah hilang manfaat pakaian dan

perhiasan tersebut, bukan hilangnya bagian-bagiannya.

Pendukung teori I‘a>dah al-Ma’du>m menolak penafsiran yang

kedua. Menurut mereka, pemaknaan binasa dengan hilangnya manfaat

dari zat atau bagian-bagiannya, tidaklah benar. Kalaulah alam semesta

dipisahkan bagian-bagiannya, kemudian masih bisa dijadikan bahan

untuk surga, neraka dan sebagainya, berarti tidak mengeluarkan zat

dari sifat manfaatnya. Kata ‚Halaka‛ berarti menjadi binasa dan tiada.

Al-Quran menyebut orang yang tidak punya keturunan dengan orang

yang ‚Halak‛ (QS. Al-Nisa’ [4]: 176) maksudnya orang itu benar-

benar menjadi tiada, sampai penerusnya pun turut tiada.21

‚Dialah yang pertama dan terakhir‛ (QS. Al-H{adi>d [57]: 3).

‚Yang pertama‛ berarti bahwa Allah Ta‘a>la> ada semenjak azali>, dan

tidak satupun yang ada bersamanya. ‚Yang terakhir‛ berarti bahwa

Allah tetap ada selamanya dan tidak ada satupun yang ada

bersamanya. Kondisi ‚yang terakhir‛ tidak akan terwujud kecuali

dengan ketiadaan seluruh alam semesta. Kemudian kembali diciptakan

agar kebenaran janji pembalasan amal perbuatan berupa kehidupan

kekal dan abadi di surga dan neraka benar-benar terwujud.22

‚Dialah yang menciptakan ciptaan dan dialah yang akan

kembali menciptakannya‛ (QS. Al-Ru>m [30]: 27). Ciptaan (al-Khalq)

merupakan kalimat umum, yang berarti mencakup semua makhluk.

Kalimat ‚menciptakan kembali‛ tentunya tidak akan terjadi kecuali

setelah ketiadaan ciptaan tersebut. 23

Penciptaan kedua ini sama

dengan penciptaan yang pertama kali, yaitu menciptakan dari

ketiadaan: ‚Sebagaimana kami telah memulai penciptaanya pertama,

begitulah kami akan mengulanginya‛ (QS. Al-Anbiya’[21]: 104).

Pengunaan gaya bahasa penyerupaan (Tashbi>h) dengan kata

sebagaimana (Kama>) disini maksudnya menyamakan kekuasaan Allah

21

Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Arba‘i>n fi Us}u>l al-Di>n, Vol. II, 50. 22

Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Arba‘i>n fi Us}u>l al-Di>n, Vol. II, 51. Aly Arslan

Aydin, Al-Ba’th wa al-Khulu>d, 90. 23

Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Arba‘i>n fi Us}u>l al-Di>n, Vol. II, 51.

Page 220: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

207

dalam menciptakan yang pertama dan menciptakan kembali untuk

yang kedua kalinya. Allah menciptakan dunia pertama kali dari

ketiadaan sebagaimana Allah menciptakan akhirat dari ketiadaan.24

‚Segala sesuatu diatas (bumi) akan binasa‛(QS. Al-Rahma>n

[55]: 26). Kata binasa (fa>n) berarti ketiadaan (‘Adam). Segala sesuatu

menjadi binasa dan tidak ada. ‚Siapakah yang dapat menghidupkan

tulang belulang, yang telah hancur luluh? Katakanlah: ia akan

dihidupkan oleh Tuhan yang menciptakannya kali yang pertama‛ (QS.

Ya>sin [36]: 78-79). I’a>dah merupakan kali yang kedua, karena ada kali

pertama sebelumnya. Tidak ada yang membedakan penciptaan kali

pertama dan kali kedua.25

Begitu banyak dalil naqli> yang diutarakan oleh teolog

pendukung teori I‘a>dah al-Ma’du>m. Namun bagi filosof I‘a>dah al-Ma’du>m merupakan sebuah kemustahilan.

26 Permasalahan utama

dalam I‘a>dah al-Ma’du>m adalah ‘Ainiyah dan Mithliyah. ‘Ainiyah

berarti bahwa raga yang dikembalikan atau kembali diciptakan adalah

raga yang pertama, yaitu raga dunia. Mithliyah berarti bahwa raga

yang dikembalikan atau kembali diciptakan adalah raga yang serupa

dengan raga dunia. Filosof memandang tidak rasional pengembalian

‘Ainiyah sementara Mithliah dapat diterima pemikiran yang benar. Prinsip keadilan Tuhan yang dipelihara teolog mengharuskan

pengembalian ‘Ainiyah, yang diciptakan kembali haruslah raga si

pelaku perbuatan di dunia, bukan raga yang serupa dengannya,

sehingga penerima pembalasan di akhirat benar-benar diperoleh oleh

yang berhak mendapatkannya.

Menurut filosof, pengembalian ‘Ainiyah menuntut

pengembalian waktu.27

Waktu terus berjalan dan tak bisa

dikembalikan. Pengembalian juga menuntut pengembalian raga dengan

24

Abu al-Qa>sim al-Zamankhashari>, Al-Kashsha>f, Vol. IV, 168. Lihat juga

Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Mafa>tih} al-Gaib, Vol. XXII, 228. 25

Muhammad H{asan, ‘Aqi>dah al-Ba’th, 113. 26

Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Arba ‘i>n fi > Us}uL al-Di>n, Vol. II, 39. Lihat juga ‘Id}d}

al-Di>n al-I<ji>, al-Mawa>qif, 371. Lihat juga Sa’d al-Di>n al-Tafta>za>ni>, Sharh} al-

Maqa>s}id, Vol. V, 82. Lihat juga Sayyid al-Shari>f al-Jarja>ni>, Sharh} al-Mawa>qif, Vol.

VIII, 316. 27

‘Id}d} al-Di>n al-I<ji>, al-Mawa>qif, 371. Lihat juga Sa’d al-Di>n al-Tafta>za>ni>,

Sharh} al-Maqa>s}id, Vol. V, 84. Lihat juga Sayyid al-Shari>f al-Jarja>ni>, Sharh} al-

Mawa>qif, Vol. VIII, 320. Lihat juga Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Arba ‘i>n fi Us}uL al-Di>n,

Vol. II, 42.

Page 221: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

208

kasiden-aksiden lainnya, sementara aksiden tidak dapat bertahan

dalam dua waktu.28

Bagi teolog, waktu bukanlah petunjuk identitas

raga.29

Raga sekarang adalah raga esok hari. Waktu bukanlah

penghalang pengembalian ‘Ainiyah.

Sa’d al-Di>n al-Tafta>za>ni> (722-792 H) menuliskan bahwa

mayoritas teolog sepakat membolehkan I’a>dah al-Ma’du>m, sementara

filosof juga sepakat memustahilkannya.30

Hanya saja menurut

Mashayikh Mu’tazilah ketiadaan itu merupakan sesuatu yang tetap

(Shai’iyah al-Ma’du>m), sementara menurut Ash‘ariyah ketiadaan

merupakan benar-benar ketiadaan tanpa ada sesuatun yang tetap

(‘Adam al-Mah}d}). Fakhr al-Di>n al-Ra>zi> (544-606 H) menuliskan

bahwa yang mengklaim bolehnya I‘a>dah al-Ma’du>m Ainiyah dari

ketiadaan hanyalah teolog Ash‘ariyah.31

Shai’iyah al-Ma’du>m berarti adanya sesuatu yang tetap, zat

tersendiri yang tetap, baik pada kondisi ada (al-Wuju>d) maupun tidak

ada (al-‘Adam). Ibn H{azm (384-456 H) menuliskan penjelasan salah

seorang Syaikh Mu’tazilah menyatakan bahwa al-Ma’du>m merupakan

material (al-Hayu>la>) pada konsidi ketiadaan, hanya saja material itu

tidak bergerak, tidak diam, bukan makhluk, juga bukan hal yang baru

pada kondisi ketiadaan.32

Bagi Ash‘ariyah sesuatu yang telah

ditiadakan benar-benar menghapuskan segalanya, tak ada zat yang

tersisa (‘Adam al-Mahd}). Oleh karena itu, pijakan teori I‘a>dah al-Ma’du>m Mu’tazilah lebih kuat dari Ash‘ariyah, pengembalian sesuatu

yang masih ada zat yang tetap, lebih rasional dari pada pengembalian

dari kekosongan.

Berpijak dari Shai’iyah al-Ma’du>m, Mu’tazilah membolehkan

pengembalian esensi, sementara tentang pengembalian aksiden mereka

berbeda pendapat. Sebagian berpendapat bahwa aksiden sama sekali

tak bisa dikembalikan. Penciptaan kedua hanyalah pengembalian

pemaknaan. Sebuah pemaknaan harus berdiri dengan pemaknaan,

bahkan sebagian Ash‘ariyah berpendapat seperti ini. Sebagian yang

lain berpendapat bahwa yang terlarang hanyalah pengembalian aksiden

28

Ibn H{azm, Al-Fis}al fi al-Milal wa al-Nih}al, Vol. III, 288, Lihat juga Sa’d

al-Di>n al-Taftaza>ni>, Vol. II, 160-166. Lihat juga ‘Ad}d} al-Di>n al-I<ji>, al-Mawa>qif, 101. 29

Sa’d al-Di>n al-Tafta>za>ni>, Sharh} al-Maqa>s}id, Vol. V, 85. 30

Sa’d al-Di>n al-Tafta>za>ni>, Sharh} al-Maqa>s}id, Vol. V, 83. 31

Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Arba ‘i>n fi Us}u>l al-Di>n, Vol. II, 39. 32

Ibn H{azm, Al-Fis}al fi Milal wa al-Nih}al, Vol. III, 217.

Page 222: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

209

yang tidak tetap, seperti suara dan keinginan. Hal ini dikarenakan

aksiden-aksiden tersebut berhubungan dengan waktu. 33

Teolog berargumen bahwa makhluk setelah tiada, hukumnya

tetap pada kondisi boleh ada (Ja>iz al-Wuju>d). Makhluk pada kondisi

belum ada dan pada kondisi telah tiada, tidak ada yang membedakan

kondisinya, keduanya sama-sama dalam kondisi boleh tercipta.34

Sehingga tidak ada penghalang dalam I‘a>dah al-Ma’du>m. Ibn

Taymiyah (661-728 H) telah mengingatkan, perkara akhirat (al-Ma‘a>d) dibangun atas pengetahuan tentang al-Mabda’, dan perkara

kebangkitan dibangun atas perkara penciptaan. Filosof maupun teolog

memakai metode penciptaan yang kacau, sehingga menjadikan perkara

kebangkitan turut menjadi kacau.35

C. Jam’ Ba’d al-Tafarruq Jam’ Ba’d al-Tafarruq berarti kebangkitan raga dilakukan

dengan cara mengumpulkan bagian-bagian raga yang telah terpisah

dan tercerai-berai. Teori ini dilandasi oleh tetapnya material.

Kebangkitan adalah pengumpulan material-material raga dan

memberinya kehidupan36

dengan kembali bergantungnya jiwa dengan

raga. Material raga tetap adanya, bahkan kekal menurut filosof.

Kematian bukanlah membuat manusia menjadi tiada, tapi kematian

membuat material raga terurai dan kebangkitan merupakan

pengumpulan kembali material-material raga yang terurai.

Pemikiran pengumpulan material raga ini menunjukkan telah

meluasnya pengaruh filsafat Materialism Yunani dalam peradaban

muslimin ketika itu. Terutama aliran Atomisme yang digagas

Democritus (470-370 SM) yang menyatakan bahwa alam semesta ini

terdiri dari partikel-partikel kecil yang tak dapat dibagi lagi, yang

terus bergerak, berkumpul dan berpisah. Pemikiran yang populer dalam

33

Sa’d al-Di>n al-Tafta>za>ni>, Sharh} al-Maqa>s}id, Vol. V, 83. 34

Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Arba‘i>n fi Us}u>l al-Di>n, Vol. II, 40. Lihat juga ‘Id}d}

al-Di>n al-I<ji>, al-Mawa>qif, 371. Lihat juga Sa’d al-Di>n al-Tafta>za>ni>, Sharh} al-

Maqa>s}id, Vol. V, 83. Lihat juga Sayyid al-Shari>f al-Jarja>ni>, Sharh} al-Mawa>qif, Vol.

VIII, 316-318. 35

Taqi> al-Di>n Abi al-‘Abba>s Ibn Taymiyah al-H{arra>ni al-Dimashqi>, Thubu>t

al-Nubu>wa>t ‘Aqlan wa Naqlan wa al-Mu’jiza>t wa al-Kara>ma>t (Cairo: Da>r Ibn al-

Jauzi>, 2006), 250. 36

Aly Arslan Aydin, Al-Ba’th wa al-Khulu>d, 80.

Page 223: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

210

Islam klassik dengan istilah Juz’ al-Ladhi la> Yatajazza’ ini telah

tersebar luas di negeri antara dua sungai. Sejarah mencatat perdebatan

teolog dengan uskup-uskup gereja tentang esensi Tuhan atau partikel

Tuhan.37

Allah menghancurkan raga manusia dengan cara mengurai

bagian-bagiannya (al-Tafarruq), bukan dengan cara meniadakannya

(‘Adam). Allah menghancurkan alam semesta di hari kiamat dengan

cara memporak-porandakan, memisah-misahkan dan mencerai-

beraikan langit dan bumi. Di akhirat Allah menyusun kembali bagian-

bagian bumi dan langit yang terpisah-pisah, menjadi bumi yang baru

dan langit yang baru (QS. Ibrahi>m [14]: 48). Allah membangkitkan

manusia dengan cara menyusun kembali material-material raganya

yang telah lama terpisah.38

Teori ini memandang material sebagai bahan (al-Ma>dah).

Sementara identitas sesuatu ditunjukkan oleh susunan bahan atau

bentuknya (al-Su>rah).39

Kayu merupakan bahan. Kursi merupakan

susunan kayu dengan bentuk tertentu yang berfungsi sebagai tempat

duduk. Apabila bentuk tersebut telah hancur dan tidak lagi bisa

berfungsi untuk duduk, kursi bisa dikatakan telah hancur. Begitu juga

dengan manusia, manusia merupakan susunan dari material dengan

bentuk tertentu. Apabila susunan material manusia dan segala angota

tubuhnya sudah tidak berfungsi, manusia disebut telah hancur atau

meninggal.

Pada awalnya, teori ini diungkapkan oleh segelintir generasi

akhir Mu’tazilah seperti Abu al-H{usain al-Bas}ri>40

, (w. 436 H),

Mah}mu>d al-Khawarizmi> al-Zamkhashari> (467-538 H), dan sebagian

37

S. Pines, Mazhab al-Dhurrah ‘inda al-Muslimi>n wa ‘Ala>qatihi bi

Madha>hib al-Yu>na>n wa al-Hanu>d, Trans. Abu Raidah (Cairo: Maktabah al-Nahd}ah

al-Mas}riyah, 1946). 38

Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Arba‘i>n fi Us}u>l al-Di>n, Vol. II, 40. 39

Ibn Taymiyah, Thubu>t al-Nubuwa>t, 252. 40

Dia adalah Muh}ammad ibn ‘Ali> al-T{ayyib, Abu al-H{usain al-Bas}ri>. Salah

seorang tokoh Mu’tazilah yang lahir di Bas}rah dan tinggal di Bagda>d. Dia memiliki

karya yang cukup banyak dan mengajarkan aliran Mu’tazilah di Bagdad. Ia wafat

pada 436 H di bagdad. Lihat Shams al-Di>n al-Dhahabi>, Siyar al-A’la>m al-Nubala’,

Vol. XVII, 588.

Page 224: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

211

Kara>miyah.41

Mereka mengikut filosof yang tidak menerima I‘a>dah al-Ma’du>m. Dalam perjalanannya, teori ini banyak diadopsi oleh teolog

Muta’akhiri>n sebagai teori alternatif. Karena mereka tidak yakin

dengan I‘a>dah al-Ma’du>m. Mereka ingin memastikan pahala benar-

benar sampai pada raga yang taat dan siksaan benar-benar sampai pada

raga pelaku maksiat.42

Sehingga kematian merupakan terurainya

susunan raga, dan kebangkitan adalah tersusun kembali bagian raga.

Hal ini popular disebut dengan gerakan penciptaan dan penghancuran

(al-H{arakah al-Kaun wa al-Fasa>d). Teori ini lebih jelas dalam

memastikan prisip keadilan Tuhan.

Fakhr al-Di>n al-Ra>zi> (544-606 H) menuliskan bahwa teolog

meninggalkan I‘a>dah al-Ma’du>m karena memandang teori itu

terlarang.43

Seperti Abu> H{amid al-Ghaza>li> (450-505 H) yang

menegaskan bahwa I‘a>dah al-Ma’du>m berdiri diatas pondasi mereka-

reka dan prasangka, bukan dilandasi penelitian dan keyakinan.44

Begitu jarang teolog yang menyatakan dengan jelas lemahnya I‘a>dah al-Ma’du>m. Teolog seringkali pada sikap cenderung tetap membela

I‘a>dah al-Ma’du>m dan menuliskannya dalam buku-buku mereka.

Apakah dilandasi menghormati salaf? Ataukah karena teori tersebut

begitu sederhana? Akan tetapi, bagi Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Jam’ Ba’d al-Tafarruq berdiri atas I‘a>dah al-Ma’du>m. Menurutnya, pengumpulan

bagian-bagian raga tidak akan terjadi tanpa pengembalian yang telah

tiada. 45

Zat manusia bukan hanya pengumpulan material, tapi juga

pengembalian aksiden-aksidennya. Orang yang mengingkari I‘a>dah al-Ma’du>m

berarti mengingkari Jam’ Ba’d al-Tafarruq, dan berujung

penginkaran akhirat material.

41

Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Arba‘i>n fi Us}u>l al-Di>n, Vol. II, 39. Lihat juga ‘Id}d}

al-Di>n al-I<ji>, al-Mawa>qif, 371. Lihat juga Sayyid al-Shari>f al-Jarja>ni>, Sharh} al-

Mawa>qif, Vol. VIII, 316-318. 42

Aly Arslan Aydin, Al-Ba’th wa al-Khulu>d, 80. 43

Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Arba‘i>n fi Us}u>l al-Di>n, Vol. II, 52. 44

Abu H{amid al-Ghaza>li>, Miza>n al-‘Amal, Ed. Sulaima>n Dunya> (Mesir: Da>r

al-Ma‘a>rif, 1964), 34. 45

Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Mah}s}al al-Afka>r al-Mutaqaddimin wa al-

Mutaakhiri>n min al-‘Ulama>’ wa al-H}ukama>’ wa al-Mutakallimi>n, Ed. T{aha Abd al-

Rau>f Sa’d (Cairo: Maktabah al-Kulliya>t al-Azhariyah, tth), 232. Lihat juga

Muh}ammad Ribah} Bukhi>t, al-Bath wa al-Khulu>d, 158.

Page 225: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

212

Ibn Qayyim (691-751 H) menerangkan bahwa Jam’ Ba’d al-Tafarruq dilandasi tiga pondasi dasar.

46 Pertama, kesempurnaan ilmu

Allah: bahwa Allah mengetahui bagian-bagian raga hambanya

sekalipun terpisah sekecil apapun dan sejauh manapun. Kedua,

kesempurnaan kekuasaan Allah: bahwa Allah mampu mengumpulkan

bagian-bagian raga manusia sekalipun telah menjadi tulang-belulang

dan sebagiannya diterbangkan angin, dimakan burung, ditelan bumi

dan sebagainya. Ketiga, kesempurnaan kebijaksanaan Allah: bahwa

Allah menciptakan manusia dan menurunkan syariah bukanlah tanpa

tujuan, semua yang telah dilakukan manusia, baik dan buruk ada

ganjarannya.

Kisah Ibrahim as yang meminta untuk diperlihatkan cara Allah

menghidupkan manusia yang telah mati untuk mengokohkan

keimanannya merupakan bukti nyata Jam’ Ba’d al-Tafarruq. Allah

memerintahkan Ibrahim as menyemblih empat ekor burung dan

memotongnya kecil-kecil. Kemudian bagian-bagian yang telah

bercampur itu diletakkan diatas puncak-puncak gunung yang berbeda.

Kemudian Allah menyuruh Ibrahim as memanggilnya, dan datanglah

keempat burung tersebut dalam bentuk utuh seperti sedia kala (QS.

Al-Baqarah [2]: 260). Allah menghidupkan keempat burung tersebut

dengan cara mengumpulkan kembali bagian-bagian raganya yang telah

berpisah-pisah dan berjauhan. Seperti itulah kebangkitan manusia di

akhirat.47

Begitu juga dengan beberapa ayat yang dengan jelas

menunjukkan Jam’ Ba’d al-Tafarruq,48 seperti: Apakah manusia

mengira, bahwa Kami tidak akan mengumpulkan (kembali) tulang

belulangnya? Bukan demikian, sebenarnya Kami kuasa menyusun

(kembali) jari jemarinya dengan sempurna (QS. Al-Qiya>mah [75]: 3-

4). Seperti kisah seorang hamba Allah dan keledainya: Lihatlah kepada

tulang belulang keledai itu, kemudian Kami menyusunnya kembali,

kemudian Kami membalutnya dengan daging (QS. Al-Baqarah [2]:

259).

46

Ibn Qayyim al-Jauzi>, Al-Fawa>id (Beirut: Dar Maktabah al-Haya>h, tt), 8. 47

Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Mafa>tih} al-Gaib, Vol. 7, 40-46. Lihat Juga Al-

Sayyid al-Shari>f al-Jarja>ni>, Sharh} al-Mawaqif, Vol. VIII, 316. 48

Aly Arslan Aydin, Al-Ba’th wa al-Khulu>d, 94. Lihat juga Sa’d al-Di>n al-

Tafta>za>ni>, Sharh} al-Maqa>s}id, Vol. V, 106.

Page 226: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

213

Ayat pengumpulan tersebut didukung oleh ayat yang

menjelaskan tercerai-berainya raga manusia. Sehingga kebangkitan

dipastikan dari pisahan-pisahan raga (‘an Tafri>q), bukan dari ketiadaan

(‘an ‘Adam). Seperti: pada hari itu manusia adalah seperti anai-anai

yang bertebaran. Dan gunung-gunung adalah seperti bulu yang

dihambur-hamburkan (QS. Al-Qa>ri‘ah [101]: 4-5). Seperti: apabila

badanmu telah dikoyak sekoyak-koyaknya, sesungguhnya kamu benar-

benar (akan dibangkitkan kembali) dalam ciptaan yang baru (QS.

Saba’[34]: 7).

Teori alternatif yang diharapkan dapat menyelesaikan masalah

ini, ternyata justru mendatangkan banyak masalah. Jam’ Ba’d al-Tafarruq menjadi sasaran empuk kritikan filosof yang mengingkari

akhirat material. Ibn Si>na> (370-428 H) mempertanyakan raga yang

akan dikumpulkan dan dibangkitkan.49

Apakah raga ketika manusia

meninggal? Ataukah seluruh raga dari kecil hingga akhir hayat? Tidak

ada kemungkinan ketiga selain yang dua ini.

Kalaulah yang dikumpulkan adalah material raga ketika

manusia meninggal, tentunya orang yang cacat dibangkitkan dalam

kondisi cacat pula.50

Layakkah seorang mujahid yang meninggal di

medan perang dalam kondisi pontong tangan, pontong kaki, dan

kekurangan anggota raga lainnya dibangkitkan dalam kondisinya yang

sedemikian rupa? Pantaskah seorang saleh dibangkitkan raganya

dalam kondisi tua renta, kulit keriput pembungkus tulang, dan bergigi

ompong? Pantaskah manusia dibangkitkan dalam kondisi bayi munyil

yang belum pandai berjalan, makan sendiri dan belum mandiri dalam

kebutuhan pribadi raganya? Lalu bagaimana orang tua renta ataupun

bayi kecil munyil menikmati buah-buahan, bidadari dan segala

kenikmatan surga? Sungguh skenario pengumpulan raga material

ketika meninggal jauh dari pemikiran yang sehat.

Kalaulah yang dikumpulkan itu seluruh material raga dari awal

kehidupan hingga akhir hayat, yang berarti pengumpulan seluruh

material seumur hidup, tentunya material raga haruslah dikumpulkan

satu-persatu menjadi tangan, kepala, jantung, hati dan organ lainnya.

Ilmu kedokteran –menurut Ibn Si>na>- telah menjelaskan bahwa

makanan organ tubuh manusia berpindah dari satu organ ke organ

49

Ibn Si>na>, Risa>lah Ad}h}awiyah, 55. 50

Abu H{amid al-Ghaza>li>, Taha<fut al-Fala>sifah, 217. Lihat Juga Ibn Si>na>,

Risa>lah Ad}h}awiyah, 55.

Page 227: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

214

lainnya. Sebagian organ tubuh manusia memakan sisa makanan organ

tubuh lainnya. Seperti organ hati yang memakan sisa makanan organ

jantung. Bisa dipastikan material tertentu telah menjadi beberapa

organ tubuh manusia. Lalu mau dijadikan apa material tersebut,

apakah menjadi organ A, B, atau C dan seterusnya.51

Lebih dari itu, bagaimana bila manusia memakan manusia?

Satu material bisa menjadi dua atau lebih raga manusia. Tidak

mungkin satu material dikumpulkan untuk dua manusia. Kemanakah

material tersebut dikumpulkan? Pada raga yang memakan ataukah

pada raga yang dimakan?52 Bahkan bila mencermati lapisan tanah

paling atas, setelah waktu yang lama, tanah tersebut merupakan

bangkai yang telah menjadi tanah, ditanami tanaman, keluarlah

kacang-kacangan dan buah-buahan, dimakan hewan, menjadi daging,

dimakan manusia dan menjadi raga manusia. Bisa diprediksi satu

material bisa menjadi dua atau lebih raga manusia.53

Mustahil material

tersebut disatu waktu dikumpulkan untuk beberapa raga. Mustahil

material tersebut dikumpulkan untuk salah satu raga.

Sunnah Nabawiyah telah menerangkan bahwa manusia

dibangkitkan berumur tiga puluh tahun.54 Sebagaimana para bidadari

diciptakan berumur serupa: Kami jadikan mereka gadis-gadis perawan,

penuh cinta lagi sebaya umurnya (QS. Al-Wa>qi‘ah [56]: 36-37). Ibn

Kathi>r (700-774 H) menuliskan manusia dibangkitkan seukuran raga

Adam as setinggi 60 hasta.55

Syariah telah menetapkan manusia

dibangkitkan dalam kondisi sempurna, sehat dan kuat. Tidak ada yang

tua renta, tidak ada yang kecil munyil, tidak ada yang cacat dan

51

Abu H{amid al-Ghaza>li>, Taha<fut al-Fala>sifah, 218. Lihat juga Ibn Si>na>,

Risa>lah Ad}h}awiyah, 56. 52

Al-Sayyid al-Shari>f al-Jarja>ni>, Sharh} al-Mawa>qif, Vol VII, 322. Lihat Juga

Ibn Taymiyah, Thubu>t al-Nubuwa>t, 250. 53

Abu H{amid al-Ghaza>li>, Taha<fut al-Fala>sifah, 218. Ibn Si>na>, Risa>lah

Ad}h}awiyah, 57. 54

Hadis H{asan Gari>b diriwayatkan Ima>m Tirmidhi dalam Kita>b: S}ifah al-

Jannah, Ba>b: Ma> Ja>’a fi Sinn Ahl al-Jannah, no. (2545). Lihat Ima>m al-Tirmi>dhi>,

Sunan al-Tirmi>dhi>, 572-573. Diriwayatkan juga oleh Ima>m Ah}mad dalam Musnad

Mu‘a>z ibn Jabal. Lihat Ima>m Ah}mad ibn H{anbal, Al-Musnad, Vol. V, 232. Teksnya

sebagai berikut:

)رواه أحمد( يبعث المؤمنون يوم القيامة جردا مردا مكحلين بني ثالثين سنة55

Ibn Kathi>r, Tafsi>r al-Quran al-‘Az}i>m, Vol. XII, 379.

Page 228: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

215

kekurangan, semuanya berukuran sama dan sempurna. Sehingga

pertanyaan Ibn Si>na> (370-428 H) tentang umur dan ukuran raga yang

dibangkitkan sudah terjawab dan terbantahkan.

Teolog menyadari bahwa raga manusia bertambah dan

berkurang, terkadang kurus dan terkadang gemuk.56

Raga manusia

bertambah dengan asupan makanan dan minuman. Raga manusia

berkurang dengan pembuangan sisa makanan. Raga menusia yang juga

terdiri dari air, menuai disetiap waktu karena hangatnya suhu raga.

Kekurangan yang dialami raga harus ada penggantinya secara terus

menerus. Bila tidak, satu bulan saja tidak makan, manusia tinggal kulit

pembungkus tulang.

Mu’tazilah sebagai teolog rasionalis terdepan telah terlebih

dahulu membahas permasalahan ini. Syaikh Mu’tazilah, al-Qa>d}i ‘Abd

al-Jabba>r (359-415 H) membahas panjang lebar tentang ukuran sah

atau tidaknya kebangkitan raga manusia dengan mengulas pendapat

pendahulunya. Sebagian besar bagian raga manusia boleh berganti.

Bentuk ragapun terkadang boleh berubah. Ia menyimpulkan bahwa

yang dipandang dalam perkara kebangkitan, minimal bagian-bagian

raga yang tidak bisa hidup tanpanya. Itulah yang yang harus

dikembalikan. Bila tidak, yang hidup kembali itu bukanlah yang hidup

sebelumnya. Adapun bagian lainnya, tidaklah dipandang dalam

perkara kebangkitan.57

‚Bagian yang tak bisa hidup tanpanya‛ masih berupa argumen

umum yang belum defenitif. Tapi dapat dipahami bahwa anggota raga

yang tidak terpengaruh pada kehidupan tidak termasuk yang harus

dikembalikan. Seperti tangan, kaki, hidung, telinga dan bahkan

beberapa organ dalam yang tanpanya manusia masih dapat hidup.

Pemikiran ini sudah tidak mempermasalahkan seorang bayi maupun

orang tua renta dibangkitkan berbadan muda umur tiga puluhan. Akan

tetapi, begitu sulit untuk mendefinisikan ‚Bagian yang tidak bisa

hidup tanpanya‛. Apakah itu organ tertentu? Ataukah beberapa organ

tertentu?

Kalaulah yang dimaksud dengan ‚bagian yang tak bisa hidup

tanpanya‛ merupakan sebuah organ atau beberapa organ tubuh

manusia, kemajuan ilmu kedokteran di era modern akan lebih

56

Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Arba‘i>n fi> Us}u>l al-Di>n, Vol. II, 18. Lihat juga al-

Qa>d}i> ‘Abd al-Jabba>r, Al-Mugni> fi Abwa>b al-Tauh}i>d wa al-‘Adl, Vol. XI, 467-475. 57

al-Qa>d}i> ‘Abd al-Jabba>r, Al-Mugni> ,Vol. XI, 475.

Page 229: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

216

memperumit permasalahan. Organ seorang manusia dapat

dicangkokkan kepada manusia lainnya. Misalkan saja kasus

pencangkokan jantung. Pada awalnya jantung tersebut dipakai oleh si

A yang soleh. Kemudian dicangkokkan pada raga si B pelaku maksiat.

Bila jantung tersebut di akhirat dikumpulkan pada raga si A, jantung

tersebut akan masuk surga. Bila dikumpulkan bersama si B, jantung

akan masuk neraka. Lalu sampaikah balasan amal perbuatan kepada

yang berhak menerimanya?

Pemikiran Mu’tazilah ini memberikan kontruksi pemikiran luar

biasa besar. Akhirnya teolog mengenal istilah bagian asal dan bagian

tambahan. Raga manusia terdiri dari bagian asal yang tetap seumur

hidup dan bagian tambahan yang terus berganti dengan asupan

makanan. Teolog Ash‘ariyah, Na>s}ir al-Di>n al-Baid}a>wi58

> (585-685 H)

menyatakan, bila terjadi manusia makan manusia, yang dikumpulkan

hanyalah bagian-bagian asal, itulah dia manusia. Bagian itu tetap dari

awal hingga akhir hayat. Bagian itu bukanlah postur yang berganti dan

seringkali terlupakan. Raga yang dimakan merupakan bagian

tambahan, sehingga tidak mesti dikumpulkan pada orang yang

memakan.59

Begitu juga dengan Teolog Syi‘ah seperti Na>s}ir al-Di>n al-T{u>si>

(597-672 H), ia menuliskan bahwa bagian tambahan tidak harus

dikembalikan.60

Komentatornya, ibn al-Mut}ahhir al-H{illi> (648-726 H)

menjelaskan, yang mesti dikembalikan hanyalah bagian-bagian asal,

sementara bagian yang lainnya tidak mesti dikembalikan, bisa saja

diganti dengan material yang lain.61

Yang dipandang dalam

58

Dia adalah ‘Abd Allah ibn ‘Umar ibn Muh}ammad ibn ‘Ali>, digelari Na>s}ir

al-Di>n, seorang ulama Ahl al-Sunnah, faqih, bermazhab fiqih Shafi‘i>, teolog,

Muh}addi>th, Mufassir dan ahli Nahwu . Dinisbatkan pada Baid}a>’ sebuah kota Persia

tempat kelahirannya. Terkadang dinisbatkan pada Shira>z, kota tempat ia menjabat

sebagai Qa>d}i> dan menghabiskan sebagian besar didupnya. Ia meninggal di Tibri>z

pada 685 H dengan usia 100 tahun. Diantara karya besarnya adalah tasir ‚Anwa>r al-

Tanzi>l wa Asra>r al-Ta’wi>l‛, ‚Minha>j al-Wus}u>l ila> ‘Ilm al-Di>n‛ tentang Ushl al-Fiqh,

dan ‚T{awali’ al-Anwa>r‛ tentang ‘Ilm al-Kala>m. Lihat Nas}ir al-Di>n al-T{u>si>, Tajri>d al-

‘Aqaid, Ed. ‘Abba>s Muh}ammad H{asan Sulaiman (Alexandria: Da>r al-Ma’rifah al-

Ja>mi‘ah, 1996), 17-63. 59

Na>s}ir al-Di>n al-Baid}a>wi>, T{awa>li’ al-Anwa>r, 331. 60

Nas}ir al-Di>n al-T{u>si>, Tajri>d al-‘Aqaid, 153. 61

Ibn al-Mut}ahhir al-H{illi>, Kashf al-Mura>d, 381.

Page 230: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

217

kebangkitan seorang manusia adalah bagian asalnya. Dalam artian

orisinalitas dan identitas raga manusia ditunjukkan oleh bagian asal

raga.

Teori ‚pengumpulan bagian asal raga‛ menjadi populer dan

bahkan menjadi teori baku oleh teolog dalam menghadapi isu

kanibalisme yang dilontarkan para pengingkar kebangkitan raga.

Tokoh besar ‘Ash‘ariyah Ad}d} al-Di>n al-I<ji> (708-756 H) menyatakan

bahwa yang dipandang dalam perkara kebangkitan hanyalah bagian-

bagian asal, yaitu bagian yang tetap dari awal kehidupan hingga akhir

hayat, bukan seluruh bagian raga. Bagian tersebut menjadi bagian

tambahan bagi yang memakannya. Manusia tetap sepanjang umurnya,

sementara bagian-bagian makanan datang dan pergi.62

Al-Sayyid Shari>f al-Jarja>ni> (740-816 H) menjelaskan, bila

bagian itu merupakan bagian tambahan, bagian tersebut dikembalikan

kepada yang dimakan, bukan kepada yang memakan.63

Lebih lanjut,

Sa’d al-Di>n al-Taftaza>ni> (722-792 H) menjelaskan bahwa yang

dimaksud dengan kebangkitan adalah pengembalian bagian-bagian asal

yang tetap dari awal hingga akhir hayat, bukan bagian yang diperoleh

dari asupan makanan. Pengembalian hanyalah bagian asal dari orang

yang memakan dan orang yang dimakan. Bagian asal itu diperoleh dari

awal fitrah dan tak akan rusak.64

Hal senada diungkapkan Ibn Khaldu>n

(732-808 H.), bila terjadi manusia memakan manusia, bagian tersebut

kembalikan kepada yang dimakan, karena itu bagian asal65

yang

dimakan.

Teori ‚pengumpulan bagian asal raga‛ meluas dan sepertinya

telah menjadi kata sepakat mayoritas teolog abad pertengahan.

‚Pengumpulan bagian asal raga‛ sudah lebih jelas dari ‚bagian yang

tidak bisa hidup tanpanya‛, akan tetapi tetap saja masih belum

defenitif. Masih banyak penafsiran tentang ‚bagian asal raga‛ yang

tetap sepanjang umur tersebut. Bahkan menurut Mu’tazilah, atas

prinsip kebijaksanaan Tuhan, wajib hukumnya bagi Allah untuk

memelihara bagian asal setiap manusia. Sehingga kesenangan dan

62

‘Ad}d} al-Di>n al-I<ji>, Al-Mawa>qif, 373. 63

Al-Sayyid al-Shari>f al-Jarja>ni>, Sharh} al-Mawa>qif, Vol. VIII, 323. 64

Sa’d al-Di>n al-Taftaza>ni>, Sharh} al-Maqa>s}id,Vol. V, 95. 65

‘Abd al-Rah}ma>n Ibn Khildu>n, Luba>b al-Mah}s}al fi Us}u>l al-Di>n, Ed. ‘Abbas

Muh}ammad H{asan Sulaima>n (Alexandria: Da>r al-Ma’rifah al-Ja>mi‘ah, 1996), 188.

Page 231: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

218

kesengsaraan benar-benar sampai pada material raga yang berhak

untuk mendapatkannya.66

Teolog begitu yakin manusia memiliki bagian asal raga yang

tetap sepanjang umur. Akan tetapi mereka tidak menafsirkan lebih

lanjut bagian asal tersebut. Disinilah peranan Ahl al-Hadis dalam

menjelaskannya. Abu Hurairah (19 SH-57 H) telah meriwayatkan

beberapa hadis yang meriwayatkan manusia mempunyai sebuah tulang

yang diciptakan semenjak lahir, dan tulang itu tak akan hancur

dimakan tanah. Tulang tersebut adalah ‘Ajab al-Zanab. 67 Ima>m al-

Nawa>wi>68

(631-676 H) menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan

‘Ajab al-Zanab oleh Rasul saw. adalah tulang lunak yang terdapat

dalam tulang yang keras, yaitu kepala tulang tungging (Ra’s al-‘As}’as}). Disebut juga ‘Ajam al-Zanab, itulah yang pertama kali

diciptakan, itulah yang akan tinggal dan disusun kembali untuk

dibangkitkan.69

Muh}ammad H{asan Riba>h} Bukhit, salah seorang pendukung

teori ini mengklaim telah melakukan penelitian dengan mewawancarai

beberapa penganut Hindu India yang membakar mayat keluarga

mereka yang meninggal. Hasilnya, seluruh yang diwawancarai

memastikan mayat dapat terbakar hanya dalam beberapa jam. Akan

tetapi, pengalaman mereka membuktikan adanya tulang kecil yang tak

terbakar, tidak terpengaruh dan tidak akan menjadi abu seberapa lama

pun dibakar. Itulah dia ‘Ajab al-Zanab, tulang tungging yang

66

Sa’d al-Di>n al-Taftaza>ni>, Sharh} al-Maqa>s}id,Vol. V, 95.

67 Hadis S{ah}ih} riwayat Imam Muslim dari Abu Hurairah dalam Kita>b: al-

Fitan wa Ashra>t al-Sa>‘ah, Ba>b: Ma> baina Nafkhatain, (no.2955). Lihat Ima>m

Muslim, S{ah}i>h} Muslim, 1351. Teks aslinya sebagai berikut:

)رواه مسلم( يركبمنه خلق وفيه عجب الذنبكل ابن آدم يأكله التراب إال 68

Dia adalah Muh}y al-Di>n Abu Zakariya> Yah}ya ibn Sharf ibn H{azza>m>,

dikenal dengan al-Nawawi>, penisbatan pada Nawa, sebuah desa di H{u>ra>n di Suriah,

Disanalah tempat lahir dan meninggalnya (631-676 H) /(1233-1277 M). Seorang

faqih dan Muh}addith sunni bermazhab Shafi‘i>. Karyanya yang paling populer adalah

Sharah} S{ah}ih} Muslim dan kumpulan 40 hadi>th} ‚Arba‘i>n‛. Lihat Khair al-Di>n al-

Zirikli>, Al-A’la>m,Vol. VIII, 148. 69

Muh}y al-Di>n al-Nawa>wi>, S{ah}i>h} Muslim bi Sharh} al-Nawa>wi>, (Cairo: al-

Mat}ba‘ah al-Mas}riyah bi al-Azhar, 1929), Vol. XVII, 92.

Page 232: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

219

disebutkan dalam hadis. Mereka biasanya menguburkan tulang kecil si

mayat tersebut.70

Tulang tungging bagi manusia ibaratkan sebuah biji bagi

tanaman.71

Sebuah biji menyimpan informasi tentang tanaman, bentuk

daunnya, kayunya, dahannya, rantingnya, semuanya tersimpan di

dalamnya. Informasi yang tersimpan lebih tepat disebut materi

genetik. Ketika tumbuh, biji tersebut dapat menjadi tanaman

sebagaimana induknya dan informasi yang tersimpan di dalamnya. Biji

manga akan tumbuh menjeadi pohon manga, biji salak akan tumbuh

menjadi pohon salak. Begitulah kebijaksanaan Allah swt menciptakan

‘Ajab al-Zanab untuk memelihara identitas dan orisinalitas seorang

manusia.

Al-Quran menyamakan proses kebangkitan manusia di akhirat

dengan proses tumbuhnya tanaman: Hingga apabila angin itu telah

membawa awan mendung, Kami halau ke suatu daerah yang tandus,

lalu Kami turunkan hujan di daerah itu, maka Kami keluarkan dengan

sebab hujan itu pelbagai macam buah-buahan. Seperti itulah Kami

membangkitkan orang-orang yang telah mati (QS. Al-A’ra>f [7]: 57).

Manusia dibangkitkan di akhirat seperti tumbuhnya sebuah pohon dari

dalam tanah. Pohon tumbuh mengeluarkan pucuknya, manusia bangkit

mengeluarkan kepalanya, sebagaimana dituliskan Ima>m al-Qurtu>bi> (w.

671 H).72

D. Kebangkitan Raga dari Material Apapun

I‘a>dah al-Ma’du>m dilandasi ketiadaan raga manusia, sementara

Jam’ ba’d al-Tafarruq dilandasi terurainya raga manusia. Berbeda

dengan dua teori sebelumnya, kebangkitan raga dari material apapun

dilandasi oleh pandangan manusia pada hakikatnya adalah jiwa. Baik

yang memandang jiwa merupakan suatu yang immaterial sebagaimana

yang diutarakan teolog dan filosof spiritualis, maupun jiwa merupakan

suatu material di dalam raga sebagaimana yang diutarakan teolog dan

filosof materialis.

Lemahnya I‘a>dah al-Ma’du>m, dan begitu banyaknya masalah

yang ditimbulkan oleh Jam’ ba’d al-Tafarruq membuat Abu H{amid al-

70

Muh}ammad Riba>h} Bukhit, ‘Aqi>dah al-Ba’th, 89.

71 Muh}ammad Riba>h} Bukhit, ‘Aqi>dah al-Ba’th, 89.

72 Abu> ‘Abd Allah al-Qurt}u>bi>, al-Tadhkirah, 178.

Page 233: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

220

Ghaza>li> (450-505 H) memilih teori ini dalam ‚Taha>fut al-Fala>sifah‛

untuk menghadapi kritikan filosof yang ingin mematahkan segala teori

kebangkitan raga dan akhirat material. Menurutnya, jiwa kembali

bergantung kepada raga, baik material raga tersebut adalah raga

material yang dahulu di dunia, maupun raga dari material yang lain.

Material tidaklah dipandang dalam perkara kebangkitan, karena

identitas manusia bukanlah ditunjukkan oleh material raga, tapi

identitas manusia ditentukan oleh jiwanya.73

Abu H{amid al-Ghaza>li> (450-505 H) bukanlah orang pertama

yang mengungkapkan teori pengembalian jiwa pada raga manapun.

Sebelumnya, Ibn Si>na> (370-428 H) telah mematahkan skenario ini.

Menurutnya, mengembalikan ketergantugan jiwa kepada raga dari

material tanah, air, api dan udara mana saja yang sesuai merupakan

reinkarnasi. Hanya saja pemikiran kebangkitan raga dari material

apapun, dibungkus sedemikian rupa dengan tipu daya kata dan

istilah.74

Padahal tak ubahnya merupakan reinkarnasi, yaitu jiwa

berpindah-pindah dari satu raga ke raga yang lainnya.

Bagi al-Ghaza>li> tidak ada gunanya memperdebatkan penamaan.

Apakah itu disebut reinkarnasi, atau disebut kebangkitan dengan raga

yang baru. Apa yang datang dari syariah haruslah dibenarkan apa

adanya. Biarlah dikatakan reinkarnasi. Islam hanyalah mengingkari

reinkarnasi di dunia ini. Islam tidak mengingkari kebangkitan atau

reinkarnasi di akhirat.75

Islam mengajarkan pembalasan amal

perbuatan di akhirat, Islam mengingkari pembalasan perbuatan di

kehidupan dunia yang fana ini.

Keterbatasan material merupakan salah satu alasan Ibn Si>na>

menbantah teori ini. Jiwa personal jumlahnya tak terbatas, sementara

material berupa air, api, tanah dan udara terbatas hanya pada bintang

dibawah bulan (bumi).76

Jiwa manusia semenjak Adam as sampai

manusia terakhir di hari kiamat begitu banyak jumlahnya. Terlebih

bukan hanya manusia yang dibangkitkan, tapi juga binatang. Material

bumi ini tidaklah cukup untuk membangkitkan manusia setinggi 60

hasta ditambah seluruh makhluk yang bernyawa disatu waktu.

73 Abu H{amid al-Ghaza>li>, Taha>fut al-Fala>sifah, 216.

74 Ibn Si>na>, Risa>lah Ad}h}awiyah fi Amr al-Ma‘a>d, 57.

75 Abu H{amid al-Ghaza>li>, Taha>fut al-Fala>sifah, 220. Lihat juga Muh}ammad

al-Musayyar, Al-Ru>h}, 161. 76

Abu H{amid al-Ghaza>li>, Taha>fut al-Fala>sifah, 218. Lihat juga Muh}ammad

al-Musayyar, Al-Ru>h}, 162.

Page 234: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

221

Material bumi tak akan cukup untuk menyediakan raga seluruh

makhluk yang berjiwa (bernyawa).

Syaikh Ja’far al-Subh}a>ni>, seorang tokoh Syi‘ah Iran menjawab

isu ketidak cukupan material ini dengan jawaban saintis. Ia mencoba

memperkirakan kebutuhan material untuk satu raga manusia, dan

mengukur luas bumi. Hasilnya, perhitungan geologi membuktikan

kecukupan material bumi untuk dijadikan raga seluruh manusia. Bumi

terus bertambah, peradaban manusia ribuan tahun lalu berada pada

lapisan bawah. Benda-benda langit yang jatuh ke bumi, turut

menambah material bumi. Kalaupun kurang, masih bisa diambil dari

planet lain. 77

Jawaban yang sepertinya ilmiyah ini sebenarnya tidaklah

ilmiyah. Karena tidak bisa ditentukan dengan pasti berapa jumlah

manusia sampai akhir zaman nanti. Semuanya hanyalah mengukur

perkiraan diatas perkiraan. Argumen rasionalis teolog lebih cocok

untuk menjawab permasalahan ini.

Bagi al-Ghazali (450-505 H), ketidak cukupan material bumi

sama sekali tidak berdasar. Pemikiran tersebut pastinya dilandasi

Qadi>m-nya alam, dan teori emanasi yang diyakini filosof. Teolog

meyakini H{a>dith-nya alam, tidak meyakini penciptaan alam semesta

melalui proses al-‘Aql yang sepuluh sebagaimana yang diyakini

filosof. Teolog meyakini jiwa jumlahnya terbatas. Jiwa tidak akan

lebih banyak dari material yang ada. Kalaulah memang jiwa lebih

banyak dari material yang tersedia, Allah maha kuasa menciptakan dan

memulai pengadaanya. Bagi yang mengingkarinya berarti mengingkari

kekuasaan Allah menciptakan sesuatu yang baru. Permasalahan ini

telah panjang diperdebatkan dalam perkara H{a>dith-nya alam.78

Filosof juga mengkritisi proses terjadinya kebangkitan.

Berpegang pada prinsip universal yang telah berlaku di alam semesta,

kapas tidak bisa langsung menjadi baju. Kecuali kapas itu terlebih

dahulu dipintal menjadi benang, lalu dirangkai pada alat tenun, lalu

dijahit sedemikian rupa, sehingga jadilah sebuah baju. Penciptaan

haruslah melalui proses tahapan-tahapan. Tanah tidak bisa langsung

menjadi manusia. Tapi harus melalui proses air mani di dalam rahim,

77

Shaikh Ayatullah Ja’far al-Subh}a>ni>, Al-Ila>hiya>t ‘ala al-Huda> wa al-

Sunnah wa al-‘Aql, Ed. H{asan Muh}ammad al-Maki> al-‘A<mili> (Beiru>t: Da>r al-

Isla>miyah, 1990), Vol. II, 889-891 78

Abu H{amid al-Ghaza>li>, Taha>fut al-Fala>sifah, 219-220. Lihat juga

Muh}ammad al-Musayyar, Al-Ru>h}, 162.

Page 235: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

222

lalu menjadi segumpal darah, lalu menjadi segumpal daging, sampai

menjadi suatu kondisi tertentu yang telah dapat menerima pengaturan

jiwa.79

Karena jiwa tidak bisa mengatur material tanah tanpa adanya

kondisi tersebut. Inilah aturan Allah di alam semesta. ‚Kamu tidak

akan mendapatkan aturan-aturan Allah itu berganti. Kamu tidak akan

menemui aturan-aturan Allah itu menyimpang (QS. Fa>t}ir [35]: 43-44).

Kritikan ini muncul dari perdebatan lama antara teolog dan

filosof, yaitu tentang hukum kausalitas (sebab-akibat).80

Bagi filosof

peciptaan haruslah melalui perantara, yaitu al-‘Aql. Jiwa tidak dapat

mengatur tanah, air, api dan udara keculai telah menjadi kondisi

tertentu dengan kadar tertentu. Sementara bagi teolog, penciptaan

dapat terjadi secara langsung ‚Kun fa Yaku>n‛, karena inti dari

penciptaan adalah kekuasaan Allah. Allah maha kuasa menciptakan

makhluknya secara gradual melalui proses perantara, maupun

menciptakan secara langsung.81

Api diciptakan sifatnya untuk

membakar, tapi bisa saja berubah fungsinya menjadi dingin seperti

kisah Ibrahim as Tanah dapat langsung ditiupkan al-Ru>h} kepadanya,

sebagaimana Adam as diciptakan dari tanah, bukan dari sari pati tanah

atau setetes mani.

Banyak teolog yang menyayangkan pilihan al-Ghaza>li> (450-505

H) terhadap teori ini.82

Al-Ghaza>li> telah keluar dari pendapat

mayoritas teolog. Ia dituduh telah mengangkatkan prinsip keadilan

Tuhan dalam perkara kebangkitan. Raga baru tak layak menerima

pembalasan, karena raga itu bukanlah si pelaku, raga itu bukanlah raga

yang berhak untuk mendapatkan pembalasan. Bahkan sampai ada

kalangan teolog yang memahami al-Ghaza>li> mengingkari kebangkitan

raga dan akhirat material.83

Namun tuduhan itu tidaklah benar. Dalam

‚Iqtis}a>d fi al-I’tiqa>d‛ al-Ghaza>li> menuturkan bahwa ia dalam ‚Taha>fut al-Fala>sifah‛ hanyalah mengikuti cara pikir dan metodologi filosof,

bukan mengungkapkan teori yang ia yakini. Kitab tersebut dibuat

79

Abu H{amid al-Ghaza>li>, Taha>fut al-Fala>sifah, 221. Lihat juga Muh}ammad

al-Musayyar, Al-Ru>h}, 162. 80

Muh}ammad al-Musayyar, Al-Ru>h}, 163. 81

Abu H{amid al-Ghaza>li>, Taha>fut al-Fala>sifah, 221. 82

Qamar al-Daulah Na>sif, Nus}us Falsafiyah, 157 83

Ali Arslan Aydin, Al-Ba’th wa al-Khulu>d, 126.

Page 236: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

223

untuk membungkam filosof, bukan untuk menunjukkan pendapat yang

benar.84

Teori yang dibangun setengah hati oleh al-Ghaza>li>

mendapatkan dukungannya di era modern. Kajian ilmiyah

membuktikan bahwa raga manusia berganti terus-menerus sampai tak

satupun sel kecuali telah digantikan dengan sel yang baru.85

Inilah

yang membuat Ali Arslan Aydin salah menafsirkan ‚bagian asal raga‛

yang menurut teolog tetap sepanjang umur. Menurutnya, yang

dimaksud dengan ‚bagian asal raga‛ itu adalah jiwa. Manusia terdiri

dari bagian asal yang tetap sepanjang umur, dan bagian tambahan yang

terus berganti dengan asupan makanan. Bagian asal dan bagian

tambahan raga merupakan istilah lain dari jiwa dan raga. Bagian asal

disebut jiwa, sementara bagian tambahan disebut raga.86

Penafsiran Ali Arslan Aydin tidaklah berdasar. Selayang

pandang memang ‚bagian asal raga‛ yang ada semenjak awal hingga

akhir hayat, dan tidak berganti dengan asupan makanan hampir identik

dengan jiwa material yang mengalir di dalam raga seperti air di dalam

daun. Akan tetapi, kalaulah bagian asal yang dimaksud oleh teolog

abad pertengahan itu adalah jiwa, mengapa meraka harus membuat

sebuah istilah baru? Bukankah kata (al-Nafs) telah meluas digunakan

pada waktu itu? Istilah jiwa dan raga lebih mudah dipahami dari pada

bagian asal dan bagian tambahan. Bukankah kebangkitan ‚bagian asal

raga‛ berarti kebangkitan jiwa? Seharusnya isu ‚makan dan dimakan‛

dan pengembalian bagian asal raga kepada pemililk aslinya tak perlu

terjadi. Bukankah jiwa tidak bisa dimakan? Bukankah raga yang

dimakan sudah tidak berjiwa?

Teolog begitu yakin adanya bagian raga yang tetap sepanjang

umur, bahkan bagian itu wajib ada menurut Mu’tazilah. Akan tetapi,

mereka tidak pernah mendefinisikan bagian tersebut secara pasti. Ahl

al-Hadislah yang mendefenisikannya dengan tulang tungging (‘Ajab al-Zanab). Ayatullah Ja’far al-Subh}a>ni> mematahkan teori ‚bagian asal

raga‛ mayoritas teolog abad pertengahan. Menurutnya, pemikiran

tersebut sama sekali tidak berdasar. Karena tidak satupun bukti yang

84

Abu H{amid al-Ghaza>li>, Iqtis}a>d fi al-I’tiqa>d, Ed. Ins}a>f Ramad}a>n (Beiru>t:

Da>r Qutaibah, 2003). Lihat juga Muh}ammad Riba>h} Bukhit, ‘Aqi>dah al-Ba’th wa al-

Khulu>d, 116. 85

Muh}ammad al-Musayyar, Al-Ru>h}, 161. 86

Ali Arslan Aydin, Al-Ba’th wa al-Khulu>d, 65.

Page 237: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

224

menunjukkan setiap manusia memiliki bagian asal. Memang ada hadis

yang menunjukkan ‚bagian asal raga‛ itu. Namun hadisnya Ah}a>d, tidak layak dijadikan landasan dalam perkara akidah.

87

Manusia semenjak awal penciptaan, kelahiran sampai akhir

hayatnya selalu berubah-rubah dan berganti. Raga manusia terdiri dari

sel-sel yang tak terhingga, dan hanya Allah yang tau jumlahnya. Setiap

sel berfungsi untuk menyangga kehidupan raga. Sel-sel selalu berubah

dan berganti secara terus menerus. Sel-sel yang mati akan digantikan

oleh sel-sel yang baru. Seperti itulah tercipta kesiapan raga untuk

meneruskan kehidupan. Tanpa terkecuali sel-sel otak. Hanya saja sel-

sel otak tetap jumlahnya.88

Penjelasan serupa diutarakan Wahiduddin Khan, 89

raga

manusia bagaikan sungai yang selalu berganti airnya, sampai tidak ada

satu sel lama pun yang tertinggal karena digantikan oleh sel-sel yang

baru. Proses pergantian ini terjadi di masa kanak-kanak dan remaja

dengan cepat. Kemudian melambat perlahan di masa dewasa. Kalaulah

diperkirakan ukuran proses pergantian ini, bisa dipastikan raga

manusia berganti secara keseluruhan setiap sepuluh tahun. Raga yang

lama telah menjadi material mati dan berganti dengan raga yang baru,

tetapi manusia yang ada di dalamnya tetap dan tak berubah.

Pengetahuannya, kebiasaannya, pemikirannya, cita-citanya tetap apa

adanya. Manusia merasa dia adalah manusia di semua masa hidupnya.

Dia adalah manusia yang hidup sepuluh tahun yang lalu. Manusia tak

merasakan bahwa anggota raganya telah berubah, mulai dari ujung

kaki hingga ujung rambut.

‚Bagian asal manusia‛ yang tetap sepanjang umur juga tidak

dapat diwakili oleh DNA (deoxyribonucleic acid). DNA adalah cetak

biru, ‚kode kehidupan‛, di mana tiap sel hidup pasti mengandung kode

kehidupan ini. Kode ini mengandung semua informasi yang diperlukan

untuk membuat sel yang akan menjadi sel saraf, sel otot atau sel

kulit.90

Asam deoksiribonukleat, yang berfungsi sebagai materi

genetik, yang lebih dikenal dengan DNA umumnya terletak di dalam

87

Ja’far al-Subh}a>ni>, Al-Ila>hiya>t, Vol. II, 897. 88

Ja’far al-Subh}a>ni>, Al-Ila>hiya>t, Vol. II, 894-895. 89

Wahiduddin Khan, Isla>m Yatahadda>: Madkhal al-‘Ilm ila> al-I<ma>n, Trans.

Zafarul Islam Khan (Kuwait: Scientific Researdh House, 2005), 103-104. 90

http://www.referensimakalah.com/2013/01/pengertian-dna-

deoxyribonucleic-acid.html (Diakses tanggal 3 Maret 2014)

Page 238: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

225

inti sel. Sebagaimana diketahui, sel-sel dalam raga manusia berganti.

Sehingga DNA hampir sama dengan sidik jari pada manusia. Bentuk

sidik jari tidak berubah, namun kulit-kulit jari terus berganti.

Dengan ini, teori kebangkitan yang digadang mayoritas teolog

abad pertengahan: pengumpulan bagian raga setelah terpisah, minimal

bagian asal raga yang tetap sepanjang umur telah runtuh dengan

kemajuan ilmu kedokteran modern. Sementara teori ‚pengembalian

yang telah tiada‛ telah lama ditinggalkan. Jadilah teori kebangkitan

raga dari material apapun yang memandang manusia dari sisi jiwa saja,

tanpa memandang material raga merupakan teori terkuat dalam

membangun akidah hidup setelah mati.

Teori kebangkitan yang menurut al-Ghaza>li> (450-505 H) hanya

mengikuti pola pikir filosof ini, merupakan pilihan Mulla S{adra ( 980-

1050 H). Menurutnya, identitas seorang manusia ditunjukkan oleh

jiwanya, bukan ditunjukkan oleh raganya. Raga yang dijadikan

patokan hanyalah perkara abtrak. Patokan seorang manusia hanya

dapat diperoleh dari jiwanya. Manusia tidak dapat diidentifikasi dari

sudut pandang raganya. Raga yang dibangkitkan tidak mesti raga yang

dimakan binatang buas atau manusia lain. Setiap raga yang

berhubungan dengan jiwa, itulah dia raganya.91

Ketika raga

dibangkitkan dari kuburnya dihari kiamat, inilah si A dan inilah si B.

Manusia tidak mesti dibangkitkan serupa dengan asalnya, tidak mesti

berbentuk buruk, cacat dan nilai-nilai jelek lainnya.

Pemikiran kebangkitan tanpa memandang material raga

dikuatkan oleh Lynne Rudder Baker. Dia menyebutnya dengan ‚The Constitution View‛. Seorang manusia dibentuk oleh –tapi tidak

identik dengan- organ tubuh. Pada dasarnya, seseorang mempunyai

sudut pandang utama tentang manusia, dan organ tubuh mempunyai

keterikatan fungsi bilogis utama.92

Seseorang mempunyai sudut

pandang pertama tentang manusia, yaitu raganya. Tapi raga tidak

dapat menjadi identitas seorang manusia.

91

Ja’far al-Subh}a>ni>, Al-Ila>hiya>t, Vol. II, 896-897. 92

Lynne Rudder Baker, ‚Persons and the Metaphysics of Resurrection,‛

Cambridge Journals, 14 August 2007.

http://journals.cambridge.org/action/displayAbstract;jsessionid=96717CB5

CFC625EEAE615EBFAE895C3A.journals?fromPage=online&aid=1299968

(Diakses 4 Februari 2014)

Page 239: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

226

Al-Quran menjadikan beberapa anggota raga menjadi saksi atas

apa yang dilakukan manusia di dunia, seperti mata yang melihat,

telinga yang mendengar dan kulit yang merasa . Namun al-Quran tidak

mempermasalahkan organ raga tersebut berganti-ganti: ‚Setiap kali

kulit mereka hangus, Kami ganti kulit mereka dengan kulit yang lain,

supaya mereka merasakan azab‛ (QS al-Nisa’: 56). Tidak masalah bila

material raga berganti, karena raga fungsinya hanyalah sebagai alat

untuk merasa, ‚supaya merasakan azab‛. Yang merasa adalah jiwa,

bukan raga material alatnya. Teori hakikat manusia merupakan teori

kebangkitan terkuat dalam membangun metafisika hidup setelah mati.

Page 240: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

227

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah semua tahap penelitian dilakukan, mulai dari

pembuatan kajian teori, sampai dengan pengumpulan data, pengolahan

dan analisis data. Pada akhirnya peneliti dapat menyimpulkan bahwa

akhirat material berupa surga dan neraka merupakan mayoritas

keyakinan umat manusia. Keyakinan manusia pada peradaban kuno

menunjukkan bahwa kehidupan akhirat tak jauh berbeda dengan

kehidupan dunia yang material. Agama langit seperti Yahudi, Kristen

dan Islam juga menjelaskan bahwa kehidupan akhirat merupakan

manifestasi dari kehidupan dunia. Kristen menggambarkan surga

dengan kota Allah, disana ada jalan, sungai dan bahkan Allah pun

hidup bersama mereka. Islam mengambarkan surga dengan istana

dihiasi sungai-sungai susu, madu, khamar, buah-buahan berbagai jenis,

berserta para bidadari yang jelita. Surga memenuhi segala kebutuhan

manusia berupa makanan, minuman, tempat tinggal dan pasangan.

Ajaran surga dan neraka sebagai tempat pembalasan amal

perbuatan tentunya menuntut raga manusia sebagai penghuninya.

Maksudnya, surga dan neraka disediakan untuk raga manusia.

Kenikmatan surga dan kesengsaraan neraka dirasakan oleh manusia

melalui raganya. Tanpa raga, manusia tidaklah dapat memperoleh

kenikmatan surga dan siksaan neraka. Semua kenikmatan surga dan

kesengsaraan neraka tertuju pada manusia melalui raganya.

Agar keadilan benar-benar terwujud, raga yang menerima

pembalasan haruslah raga pelaku di tempat kejadian perkara (dunia).

Generasi awal Islam yang memandang manusia adalah raga material.

Pemahaman yang sederhana ini merupakan pemahaman yang umum

dan cepat dipahami manusia awam. Generasi awal meyakini kematian

dan kiamat membawa manusia dan alam semesta menjadi tiada (al-Ma’du>m). Di akhirat, raga manusia akan dikembalikan menjadi ada

(I‘a>dah al-Ma’du>m). Mereka mengklaim, raga manusia yang

dibangkitkan itu adalah seratus persen orisinal raga dunia dengan

kekuasaan Allah.

I‘a>dah al-Ma’du>m begitu lemah dihadapan filosof. Diragukan

raga manusia yang dikembalikan merupakan raga dunia. Teolog

Page 241: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

228

beralih pada Jam’ ba’d al-Tafarruq, yaitu teori yang memandang

kematian dan kiamat membawa manusia dan alam semesta menjadi

tercerai-berai. Di akhirat, raga manusia akan dibangkitkan dengan cara

mengumpulkan kembali bagian-bagian raga yang terurai. Raga

manusia disusun ulang, sehingga dipastikan raga tersebut merupakan

raga pada kehidupan sebelumnya.

Jam’ ba’d al-Tafarruq menyelesaikan masalah keadilan, tapi

justru menimbulkan banyak permasalahan baru. Terutama

permasalahan kanibalisme, bagaimana bila manusia memakan manusia

dan telah menjadi darah dan daging? Sementara kedokteran modern

telah mampu mencangkok organ dalam manusia, kemanakah organ

dalam yang dicangkok dikumpulkan? Manusia juga berubah dari

gemuk ke kurus, anak-anak ke dewasa, muda ke tua, manusia

mengganti bagain-bagian raganya melalui makanan. Pada akhirnya,

teolog meyakini bahwa manusia memiliki bagian asal raga yang tetap

sepanjang umur. Bahkan menurut Mu’tazilah Allah wajib memelihara

bagian asal raga setiap manusia, sehingga pembalasan sampai kepada

sang pelakunya. Ahl al-Hadis mendefenisikan bagian asal raga tersebut

dengan tulang tungging (Ajab al-Zanab). Tulang tersebut ibaratkan

biji tanaman, manusia bangkit dari kuburnya seperti tanaman yang

tumbuh dari dalam tanah.

Ilmu kedokteran modern telah mematahkan keyakinan teolog

abad pertengahan. Bagian asal yang mereka yakini harus ada ternyata

tidak pernah ada. Manusia secara terus menerus mengganti raganya

sampai tidak ada satu sel lama pun kecuali telah digantikan oleh sel-

sel yang baru. Proses pergantian begitu cepat dimasa kanak-kanak dan

melambat diusia dewasa. Diperkirakan raga manusia berganti secara

keseluruhan setiap sepuluh tahun. Kebangkitan yang mengharuskan

raga akhirat adalah raga pelaku di dunia demi memelihara prinsip

keadilan mustahil akan terwujud.

Kebangkitan yang tidak memandang material raga, yaitu

kebangkitan raga dari material apapun, baik material raga dunia

maupun raga dari material yang lain merupakan teori terkuat dalam

meyakini akidah hidup setelah mati. Kebangkitan yang mengharuskan

raga dunia di akhirat berpijak dari pemikiran yang salah, yaitu

memandang manusia adalah raga, ragalah esensi seorang manusia,

ragalah yang menunjukkan seorang manusia. Padahal identitas dan

orisinalitas seorang manusia bukanlah ditentukan oleh raganya, tapi

ditentukan oleh jiwanya.

Page 242: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

229

Jiwa dapat bergantung, mengatur dan mengendalikan raga dari

material apapun. Raga mana yang berhubungan dengan jiwa, itulah

raga manusia. Manusia secara terus menerus mengganti raganya

dengan asupan makanan, sementara jiwanya tetap dan tak berubah

sepanjang umur. Raga manusia berubah dan berganti bentuk dari bayi

menjadi anak-anak, menjadi remaja, menjadi dewasa, dan menjadi tua.

Manusia bayi adalah manusia dewasa, identitasnya tidaklah berubah,

yang berubah hanyalah raganya. Sekalipun raga akhirat bukanlah raga

dunia, yang dibalasi tetaplah manusia yang sama. Prinsip keadilan

Tuhan yang selama ini dipermasalahkan telah dapat terpenuhi. Raga

hanyalah alat, pelaku yang sebenarnya adalah jiwa manusia. Kepala

yang bersujud, lidah yang membaca al-Quran, tangan yang mencuri,

namun yang bersujud, membaca dan mencuri yang sebenarnya adalah

jiwa.

Kebangkitan raga, surga dan neraka merupakan pokok ajaran

Islam. Namun cara kebangkitan raga, apakah dengan pengembalian

yang telah tiada (I‘a>dah al-Ma’du>m) atau dengan pengumpulan bagian

asal raga (Jam’ al-Ajza’ al-As}liyah) atau pun kebangkitan raga dari

material apapun, bukanlah bagian dari dasar agama (Us}u>l al-Di>n).

Syariah tidak menjelaskan dengan pasti cara kebangkitan raga manusia

di akhirat. Semua itu hanyalah usaha untuk menghasilkan skenario

kebangkitan yang rasional, kemudian dicarikan legitimasinya dalam

al-Quran. Skenario atau cara kebangkitan raga bermuatan filosofis,

bukan teologis. Berangkat dari tujuan suci untuk menguatkan

keimanan terhadap akhirat dan mematahkan syubhat-syubhat tentang

akhirat yang merusak.

B. Saran

Kajian ini masih sangat dangkal dalam mengungkapkan akhirat

spiritual menurut filosof ketuhanan. Akhirat spiritual yang merupakan

alam ide (al-‘Aql) oleh Plato (427-347 SM) dan di Islamkan oleh

filosof muslim sangat menarik untuk dikaji lebih lanjut. Kajian ini

terkendala sumber yang kurang mencukupi untuk itu. Karya tentang

akhirat spiritual merupakan kajian untuk kalangan khusus, tidak

beredar luas, dan sering kali dibakar karena dianggap menyesatkan.

Alangkah baiknya penulisan akhirat spiritual lebih deskriptif dan

naratif.

Penelitian ini didasari runtuhnya teori ‚pengumpulan bagian

asal raga yang tetap sepanjang umur‛ yang menjadi pendapat

Page 243: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

230

mayoritas teolog abad pertengahan. Keruntuhan tersebut berpegang

pada ilmu kedokteran modern. Penelitian ini berpegang pada sumber

yang bukan ahli ilmu kedokteran, tetapi dari hasil penelitian

kedokteran yang diungkapkan oleh tokoh yang kurang otoritatif dalam

ilmu kedokteran. Penelitian objektif tentang tidak adanya bagian raga

yang tetap sepanjang umur secara ilmiyah dirasa sangat perlu untuk

mendukung kajian ini.

Penelitian ini banyak berpegang pada ajaran Islam dalam

menyelaraskan antara agama dan filsafat. Membandingkan akhirat

dalam ajaran Islam dan Kristen yang sama-sama menunjukkan

manifestasi kehidupan dunia (akhirat material) khususnya dalam

permasalah kebangkitan raga dirasa menarik untuk dikaji lebih lanjut.

Tentunya ada perbedaan pada bagian-bagian tertentu yang bisa saja

membuyarkan teori yang telah ada. Karena Yesus, Tuhan mereka

adalah material.

Penelitian ini sering kali mengeneralisir pendapat tokoh-tokoh

tententu. Seperti akhirat spiritual yang digeneralisir merupakan

keyakinan filosof muslim. Padahal al-Kindi> (185-252 H.) tidak

menyatakan demikian. Kajian yang mengklasifikasi pemikiran teolog

dan filosof satu persatu dirasa perlu untuk menghasilkan data yang

lebih akurat. Seperti siapa saja teolog yang mengadopsi konsep jiwa

spiritual filosof? Siapa saja ulama yang meyakini akhirat material?

Atau Spiritual? Atau material dan spiritual?

Penelitian ini hanya menyungkapkan adanya tiga teori

kebangkitan raga di akhirat: I‘a>dah al-Ma’du>m, Jam’ al-Ajza’ al-As}liyah ba’d al-Tafarruq, dan kebangkitan yang tidak memandang

material raga. Penelitian memilih dan mengklaim teori kebangkitan

raga dari material apapun, yang membangkitkan manusia dilihat dari

sisi jiwanya saja dan mengabaikan material merupakan teori terkuat.

Hal ini tidak menutup kemungkinan untuk memunculkan teori baru

yang lebih kuat dalam membangun akidah hidup setelah mati.

Page 244: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

231

DAFTAR PUSTAKA

‘Abd al-‘Azi>z Muhammad al-Zaki>. Qis}s}ah Bu>za>. Cairo: Muassasah al-

Mat}bua>t al-Hadi>thah, tt.

‘Abd al-Jabba>r, Al-Qa>d}i Abi al-H}asan al-Asad al-Aba>di>. Al-Mugni fi Abwa>b al-Tauhi>d wa al-‘Adl. Ed. Ibrahim Madku>r. tt: Abu

Muslim al-Mu’tazili>, 1958. Vol. XI

‘Abd Allah, Muhammad Fath}i>. Mutarjimu> wa Sharra>h} Arist}u ‘Ibra al-‘Us}u>r. Alexandria: Dar al-Delta>, 1994.

‘Abd al-Rahma>n, Muhammad. Al-Kindi: Falsafatuha> al-Muntakhaba>t; Risa>lah fi al-Qaul fi al-Nafs. Beiru>t: ‘Uwaida>t, 1985, Cet. I.

‘Abd al-Ra>ziq, Mustafa. Tamhi>d li Ta>ri>kh al-Falsafah al-Isla>miyah. Cairo: Maktabah al-Usrah, 2007.

‘Abduh, Imam Muhammad. Al-A’Ma>l al-Ka>milah. Ed. Muhammad

‘Imarah. Beirut: Dar al-Shuruq, 1993.

Abduh, ‘Isa dan Ahmad Ismail Yahya. Haqi>qah al-Insa>n. Cairo: Da>r al-

Ma’arif, 1988, Cet. 2.

Abu ‘Ilwa>n, H{ayah ‘I<d. Tabiqa>t al-Umam: Dira>sah wa Tahqi>q. Beiru>t:

American University, 1983.

Abu Daud, Imam al-H{afi>z} Sulaima>n ibn al-Ash‘ab al-Azdi> al-Sajista>ni>.

Sunan Abi Daud. Beiru>t: Da>r al-Risa>lah al-‘A<lamiyah, 2009.

Abu Qah}f, Muhammad Mahmu>d. Madrasah al-Iskandariah al-Falsafiyah; Ta>ri>kh al-H{ad}ari> wa al-H{iwa>r al-Thaqafi Baina al-Falsafah wa al-Di>n. Alexandria: Da>r al-Wafa’ li Dunya>, 2004,

Cet, I.

Abu Rayya>n, Muhammad ‘Ali. Tari>kh Fikr al-Falsafi> fi al-Isla>m. Alexandria: Dar al-Ma’rifah al-Ja>mi‘ah, 1992.

---------. Ta>ri>kh Fikr al-Falsafi>: Arist}u wa Mada>ris al-Mutaakhirah. Alexandria: Dar al-Ma’rifah al-Ja>miah, 1972, Cet. III.

Abu Zahrah, Muhammad. Al-Diyana>t al-Qadi>mah. Beirut: Dar al-Fikr

al-‘Arabi, tt.

Al-Ahwa>ni>, Ahmad Fuad. Fajr Falsafah al-Yuna>niah Qabla Suqra>t}. Cairo: Dar Ih}ya’ al-Kutub al-‘Arabiyah, 1954, Cet. I.

---------. Al-Kindi> al-Failasu>f al-‘A<rab. Cairo: Muassasah al-Mas}riyah

al-‘A<mah, 1964.

---------. Al-Falsafah al-Isla>miyah. Cairo: al-Hai’ah al-Masriyah al-

‘A<mah li al-Kutub, 1985.

Page 245: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

232

---------. Mada>ris al-Falsafiyah. Cairo: al-Da>r al-Mas}riyah, 1965.

‘Aqqa>d, Abbas Mahmu>d. Allah. Cairo: Dar Nahd}ah Masri li al-T{iba’ah

wa al-Tauzi’, 1998.

---------. Insa>n fi al-Quran. Cairo: Nahd}ah Mis}r, tt.

---------. Al-Falsafah al-Quraniyah. Beiru>t:Dar al-Kita>b al-Lubna>ni>,

1986.

‘At}i>t}u>, Harbi> ‘Abba>s. Al-Falsafah al-Qadi>mah: min al-Fikr al-Sharqi> ila al-Falsafah al-Yuna>niyah. Alexandria: Dar al-Ma’rifah al-

Ja>miah, 1999. ---------. Mala>mih} al-Fikr al-Falsafi> inda Yu>na>n. Alexandria: Dar al-

Ma’rifah al-Ja>mi‘ah, 1992.

‘Azza>m, Mahfu>z}. Fi Falsafah al-Tabi>‘iyah inda al-Ja>h}iz. Al-Minya>:

Da>r al-Hida>yah, 1995. Al’Asqala>ni, Ibn H}ajar >. Fath} al-Ba>ri. Ed. Abd al-Qa>dir Shaibah al-

Hamd. Riya>d}: Maktabah al-Malik al-Fahd}, 2001, Cet. I.

Al-A’z}ami, ‘Ali Z{arif. Al-Duwal al-Farisiyah fi al-Irak. Bagdad:

Mat{ba’ah al-Fura>t, 1928

Al-A<lu>si>, Abu al-Fad} Shiha>b al-Di>n. Ruh al-Ma‘a>ni fi Tafsi>r al-Quran al-‘Az}i>m wa al-Sab’ al-Matha>ni>. Beirut: Dar ih}ya’ al-Turasth

al-‘Arabi>, tt.

Al-Ami>r, Muhammad. H{ashiyah ‘ala> Sharh} al-Shaikh ‘Abd al-Sala>m ‘ala> al-Jauharah fi Ilm al-Kala>m. Cairo: al-Mat}ba‘ah al-

Azhariyah, 1342 H.

Al-As}faha>ni>, Abu Muslim. Mausu>‘ah Tafa>si>r al-Mu’tazilah: Ja>mi’ al-Ta’wi>l li Muhkam al-Tanzi>l. Ed. Khid}ir Muhammad Banha>.

tt: Abu Salu>m al-Mu’tazili>, tt.

Al-As‘ari>, Abu Hasan. Maqa>la>t al-Islamiyi>n wa Ikhtila>f al-Mus}alli>n. Ed. Muhammad Muh}y al-Di>n ‘Abd al-H{ami>d. Cairo:

Maktabah al-Nahd}ah al-Masriyah, 1950.

Al-Qa>simi>, Jamal al-Di>n. Maha>sin al-Ta’wi>l. Ed. Muhammad ‘Abd al-

Ba>qi>. tt: tp, 1957.

Al-Qamani, Mahmud Sayyid. Osiris: Rab al-Thaurah wa ‘Aqidah al-Khulu>d fi Misr. Ed. Ahmad Amin. Cairo: Al-Markaz al-Mas}ri li

Buhu>th al-H}ad}arah, 1999.

Al-Qurt}u>bi>, Abu ‘Abd Allah Muhammad ibn Ahmad ibn Abi Bakr. Al-Tadhkirah bi Ahwa>l al-Mauta> wa Umu>r al-A<khirah. Ed.

Ahmad ‘Abd al-Razza>q al-Bakri>dan Muhammad ‘A<dil

Muhammad. Cairo: Da>r al-Sala>m, 2008, Cet. II.

Page 246: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

233

---------. Al-Tadhkirah bi Umu>r al-Mauta> wa Ah}wa>l al-A<khirah. Ed.Al-

S{a>diq ibn Muhammad ibn Ibrahi>m. Riya>d}: Dar al-Minha>j,

1425 H.

---------. Al-Ja>mi’ li Ahka>m al-Quran: Wa al-Mubayyin lima Tad}ammanahu min al-Sunnah wa A<i al-Furqa>n. Ed. ‘Abd

Allah ibn ‘Abd al-Hasan al-Turki>. Beirut: Maktabah al-

Risa>lah, 2006, Cet. I.

Al-Ra>zi, Al-Imam Fakhr al-Di>n. Al-Ma’a>lim fi Us}u>l al-Di>n. Ed. ‘Adil

Muhammad Abd al-Mauju<d dan ‘Ali Muhammad Mu’awid}.

Cairo: Dar al-‘A>lam al-Ma’rifah, 1994.

---------. Asa>s al-Taqdi>s. Ed. Ahmad Hijazi al-Saqqa>. Beirut: Dar al-

Jail, 1993, Cet I.

---------. Mah}s}al al-Afka>r al-Mutaqaddimin wa al-Mutaakhiri>n min al-‘Ulama>’ wa al-H}ukama>’ wa al-Mutakallimi>n. Ed. T{aha Abd al-

Rau>f Sa’d. Cairo: Maktabah al-Kulliya>t al-Azhariyah, tt.

---------. Mafa>tih al-Gaib. Beirut: Da>r al-Fikr, 1981, Cet. I.

---------. Arba‘i>n fi Us}ul al-Di>n. Ed. Ah}mad H{ija>zi> al-Saqa>. Cairo:

Maktabah al-Kullya>t al-Azhariyah, 1986.

---------. Al-Nafs wa al-Ru>h} wa Sharh} Quwa>huma>. Ed. Muhammad

Ma’s}u>m H{asan al-Ma’s}u>mi>. Islamabad: Islamic Research

Institute, tt. ---------. Maba>hith al-Mashriqiyah: fi 'Ilm al-Ila>hiya>t wa al-T{abi>'i>ya>t.

India: Maktabah Da>irah al-Ma'a>rif, 1343 H.

---------. Mah}s}al al-Afka>r al-Mutaqaddimin wa al-Mutaakhiri>n min al-‘Ulama>’ wa al-H}ukama>’ wa al-Mutakallimi>n, Ed. T{aha Abd al-

Rau>f Sa’d. Cairo: Maktabah al-Kulliya>t al-Azhariyah, tt.

Al-S{afa>, Ikhwa>n. Rasa>il Ikhwa>n al-S{afa> wa Khulla>n al-wafa>’. Beiru>t:

Da>r al-S{a>dir, tt, Al-Sa’da>ni, Mahmud Ibrahim >. H{ad}arah al-Ru>ma>n: Mundhu Nashah

Ru>ma h}atta Niha>yah al-Qurn al-Awwal al-Mila>di >. Mesir: ‘Ain

li al-Dirasa>t wa al-Buhuth al-Insaniyah, 1998, Cet. I.

Al-Saffa>raini>, Abu ‘Abd Allah ibn Sulaima>n. Al-Buh}u>r al-Za>khirah fi ‘Ulu>m al-A<khirah. Ed. Muhammad Ibrahi>m Shalabi>. Kuwait:

Garra>s, 2007, Cet. I.

Al-Sayu>t}i>, Jala>l al-Di>n. Al-Du>r al-Manthu>r fi Tafsi>r bi al-Ma’thu>r. Beiru>t: Da>r al-Fikr, 1993.

---------. Tari>kh al-Khulafa’. Beiru>t: Da>r Ibn H{azm, 2003.

Page 247: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

234

Al-Sha’ra>ni>, ‘Abd al-Wahha>b. Al-Qawa>id al-Kashfiyah al-Muwad}d}ih}ah li al-Ma‘a>ni al-S{ifa>t al-Ila>hiyah. Ed. Mahdi>

As‘ad ‘Arra>r. Beiru>t: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, 2006, Cet. I.

Al-Shahrasata>ni, Abu al-Fath Muhammad ibn ‘Abd al-Kari>m Ahmad.

Al-Milal wa al-Nih}al. Ed. Ami>n ‘Ali Mihna> dan ‘Ali Hasan

Fa>r’ur. Beirut: Dar al-Ma’rifah,1993, Cet. III.

Al-Shira>zi>, S{ad al-Di>n Muhammad. Al-Mabda’ wa al-Ma’ad. Ed.

Sayyid Jala>luddin al-A<shiyata>ni>. Tehran: Markaz Intishara>t

Daftar Tabliga>t Islami>, 1422 H.

Al-Subki>, Mah}mu>d Muh}ammad Khita>b.Al-Manhal al-‘Adhb al-Mauru>d. Beiru>t: Muassasah al-Ta>ri>kh al-‘Arabi>, tt.

Al-T{abari>, Abu Ja’far Muhammad ibn Jari>r. Ja>mi’ al-Baya>n fi Ta’wi>l Ayyi al-Quran. Cairo: Maktabah Ibn Taymiyah, tt.

Al-Tafta>za>ni, Mas‘u>d ibn ‘Umar ibn ‘Abd Allah Sa’d al-Di>n >. Sharh} al-Maqa>shid. Ed. ‘Abd al-Rahma>n al-Ami>rah. Beirut: ‘A<lah al-

Kutub, 1998, Cet II.

---------. Sharh} al-‘Aqa>id al-Nasafiyah. Ed. Ah}mad H{ija>zi> al-Saqa>.

Cairo: Maktabah Kulliyah al-Azhariyah, 1988.

Al-Tirmi>dhi>, Al-Ima>m al-Ha{fiz} Muhammad ibn ‘Isa> ibn Saurah. Sunan al-Tirmidhi>. Ed. Na>sir al-Di>n al-Alba>ni>. Riyad}: Maktabah al-

Ma‘a>rif, 1413 H., Cet I.

Al-Wa>fi, Ali ‘Abd al-Wa>hid >. Al-Asfa>r al-Muqaddasah fi al-Adya>n al-Sa>biqah li al-Isla>m. Cairo: Maktabah Nahd}ah Misr bi al-

Fuja>lah,1964, Cet. I.

Ami>n, Ahmad dan Zaki> Najib Mahmu>d. Qis}s}ah al-Falsafah al-Yuna>niyah. Cairo: Dar al-Kutub al-Mas}riyah, 1935.

Aristoteles. Kita>b al-Nafs. Trans. Ahmad Fua>d al-Ahwa>ni>. Cairo, Da>r

ih}ya’ al-Kutub al-‘Arabiyah, 1949.

---------. Ma> Ba’da al-T{abi>‘ah. Ed. ‘Abd al-Rah}ma>n Badawi. Cairo,

Maktabah al-Usrah, 1995.

Aydin, Ali Arslan. Al-Ba’th wa al-Khulud baina al-Mutakallimin wa al-Fala>sifah. Istanbul: Dar Sakha>, 1998.

Ba>sha, Ismail Ba>sha al-Bagda>di. Hadiyah al-‘A<rifi>n: Asma>’ al-Muallifi>n wa Atha>r al-Mus}annifi>n. Beirut: Dar Ih}ya’ al-Turath

al-‘Arabi>, tt. Vol. I.

Badawi, ‘Abd al-Rah}ma>n. Ari>st}u> ‘inda al-‘Arab: Dira>sah wa Nus}us} gair al-Manshurah. Kuwait: al-Waka>lah al-Mat}bu‘a>t, 1978.

---------. Min Tari>kh al-Ilh}a>d fi al-Isla>m. Cairo: Si>na> li al-Nashr, 1993.

Page 248: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

235

---------. Muallafa>t al-Gaza>li>. Kuwait: Waka>lah al-Mat}bu‘a>t, 1977, Cet.

II

Al-Ba>qila>ni>, Abu Bakr. Tamhi>d al-Awa>il wa Talkhi>s al-Dala>il. Ed.

‘Ima>d al-Di>n Ahmad H{aidar. Beiru>t: Muassasah al-Kutub al-

Thaqa>fiyah, 1987.

Al-Baid}awi, Na>sir al-Di>n Abdullah ibn ‘Umar. T{awa>li’ al-Anwa>r min Mat}ali’ al-Anz}a>r. Ed. Muhammad Rabi’ Jauhari. Cairo: Dar al-

I’tis}a>m, 1998.

Bahi>, Muhammad. Ja>nib al-Falsafi fi Fikr al-Isla>mi>. Cairo: Maktabah

Wahbah, 1982.

Al-Bagawi>, Abu Muhammad al-Husain Ibn al-Mas’u>d. Ma‘a>lim al-Tanzi>l. Riyad}: Dar T{ayyibah, 1411 H.

Al-Bagda>di, Abi Mans}u>r ‘Abd al-Qa>hir ibn T{ahir Muhammad. Al-Farqu baina al-Firaq. Ed. Muhammad ‘Uthma>n al-Khushin.

Cairo: Maktabah Ibnu Sina, tt.

Al-Bagda>di>, Abu al-Baraka>t. Al-Mu’tabar fi al-H}ikmah. tt.: Jam‘iyah

al-Ma‘a>rif al-Uthma>niyah, 1357 H.

Al-Balkhi, Abi Qas>sim dan Al-Qa>d}i ‘Abd al-Jabbar al-Hamda>ni> dan

Al-Ha>kim al-Jushammi>. Fad}l al-I’tiza>l wa al-T{abiqa>t al-Mu’tazilah . Ed. Fuad Sayyid. Cairo: Dar al-Tunisia li al-Nashr,

tt.

Al-Bashati>, Jami>lah Muh}y al-Di>n. S{adr al-Di>n al-Shi>ra>zi> wa Mauqifuhu al-Nuqdi> li Maza>hib al-Kalamiyah. Beirut: Da>r al-

‘Ulu>m al-‘Arabiyah, 2008.

Al-Brujurdi>, Sayyid ‘Ali. T{ara>if al-Maqa>l. Shiaonlinelibrary, Vol. II

Al-Bukha>ri, Ima>m Abu ‘Abd Allah ibn Isma>’il. Shahi>h al-Bukha>ri>. Riyad}: Bait al-Afka>r al-Dauliyah, 1998.

Cherny, Jaroslv. Al-Diya>nah al-Masriyah al-Qadi>mah.Trans. Ahmad

Qadri>. Cairo: Dar al-Shuru>q, Cet I, 1996.

Al-Dhahabi, Imam Shams al-Di>n Muhammad ibn Ahmad ibn ‘Uthma>n.

Siyar al-A’la>m wa al-Nubala’. Beirut: Muassasah al-Risa>lah,

1983.

Al-Dhahabi>, Muhammad Husain. Tafsi>r wa al-Mufassiru>n. Cairo:

Maktabah Wahbah, 2000.

Dunya>, Sulaima>n. Haqi>qah fi Naz}r al-Gaza>li>. Cairo: Da>r al-Ma’rifah,

1965.

Durant, Will. Qis}s}ah al-Falsafah: min Afla>tu>n ila Johnny Dio. Trans.

Fath Allah Muhammad al-Musha’sha’. Beiru>t: Maktabah al-

Ma‘a>rif, 1988.

Page 249: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

236

---------. Qis}s}ah al-H{ad}a>rah: al-Hind wa Jira>nuha>. Trans. Zaki Najib

Mahmu>d. Beirut: Dar al-Jail, 1988.

Al-Eiji, ‘Ad}d}uddin al-Qa>d}i ‘Abd al-Rahma>n. Al-Mawa>qif. Beirut:

A<lam al-Kutub, tt.

Fa>lih, Abu ‘Abdillah ‘A<mir Adbillah }. Mu’jam Alfa>z} al-‘Aqi>dah. Riyad}: Maktabah al-‘Abi>kah, 1997.

Al-Fara>bi>, Abu Nas}r. Majmu’ al-Rasa>il: ‘Uyu>n al-Masa>il. Cairo:

Maktabah al-Usrah, 2007.

---------. Fus}u>s al-Hikam. Ed. Muhammad A<li> Ya>si>n. (Bagda>d: al-

Ma‘a>rif, 1976.

---------. Jam’ baina Ra’y al-H{akimain. Ed. Albi>r Nas}ri> Na>dir. Beiru>t:

Da>r al-Mashriq, 1986.

Fa>ris, Muhammad. Mausu>‘ah ‘Ulama’ al-‘Arab wa al-Muslimi>n: ‘Ulama’, Muhandisu>n , Mukhtari‘u>n. Beiru>t: Muassasah al-

‘Arabiyah li al-Dirasa>t wa al-Nashr. 1993.

Fakhri>, Ma>jid. Arist}u> T{a>lis Mu ‘allim al-Awwal. Beiru>t: Maktabah al-

Kathu>likiyah, 1958.

---------. Ta>ri>kh al-Falsafah al-Yuna>niyah: min T{ali>s, Aflut}i>n, Buqli>s.

Beirut: Dar al-‘Ilm li al-Malayi>n, 1991.

Farha>t, Yusuf. Falsafah al-Isla>miyah wa A’lamuha>. Cairo: Tradiksim,

Cet. I, 1986.

Ga>lib, Must}fa. Aflu>ti>n. Beiru>t: Maktabah al-Hila>l, 1987.

Gallab, Muhammad. Al-Falsafah al-Sharqiyah. Cairo, Mat}ba’ah al-

Bait al-Akhd}ar, 1938.

Al-Gara>bah, H{amu>dah. Abu al-H{asan al-Ash‘ari>. Cairo: Mat}a>bi’ al-

Ami>riah, 1973.

Al-Ghaza>li, Hujjah al-Islam Abu Ha>mid. Al-Iqtis}a>d fi al-I’tiqa>d. Ed.

Husain A<tai. Ankara: Nur Matbaasi,1962

---------. Al-Munqidh min al-D{ala>l. Ed. Sa’d Kari>m al-Faqi>.

Alexandria: Dar Ibn Khildu>n, tt.

---------. Fad{a>ih} al-Ba>t}ini>yah. Ed. Abdurahman Baddawi. Cairo: Dar al-

Qaumiyah, 1964.

---------. Fais}al al-Tafarruqah Baina al-Isla>m wa al-Zindiqah. www. al-

Mostafa.com, tt.

---------. Ihya’ ‘Ulu>m al-Di>n. Ed. Badawi T{iba>nah. Semarang:

Krapyak Putra, tt.

---------. Iqtis}ad fi al-I’tiqa>d. Ed. Ibrahim Agah Cobukcu dan Husein

Atay. Ankara: Nu>r Mat}ba>si>, 1962.

Page 250: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

237

---------. Iqtis}a>d fi al-I’tiqa>d. Ed. Ins}a>f Ramad}a>n. Beirut: Dar Qutaibah,

2003, Cet I.

---------. Ma’a>rij al-Quds fi Mada>rij Ma’rifah al-Nafs. Beirut: Dar al-

Kutub al-Ilmiyah, 1988, Cet. I.

---------. Miza>n al-‘Amal. Ed. Sulaima>n Dunya. Cairo: Dar al-Ma’a>rif,

1964, Cet. I.

---------. Qawa>id al-‘Aqa>id. www. Al-Mostafa.com, tt.

---------. Taha>fut al-Fala>sifah. Ed. S{ala>h}uddin al-Hawwa>ri>. Beirut: al-

Maktabah al-‘As}riyah, 2004.

---------. Ihya’ ‘Ulu>m al-Di>n. Semarang: Karya Toha Putra, tt.

---------. Al-Durrah al-Fa>khirah fi Kashf ‘Ulu>m al-A<khirah. Ed.

Muwaffiq Fauzi al-Jabar. Damaskus: Al-Hikmah, 1995.

---------. Kimiya>’ al-Sa‘a>dah. Ed. Muhammad ‘Abd al-‘Ali>m. Cairo:

Maktabah al-Qur’a>n, 1987.

H{arfu>sh, Ashraf. Falsafah al-Kala>m ‘inda Ima>m al-H{aramain al-Juwaini. Damaskus: al-H{ismah, 1994.

Al-Harawi>, ‘Ali ibn Sult}a>n al-Qa>ri>. Al-Mas}nu>’ fi Ma’rifah al-H{adi>th al-Maud}u’. Ed. ‘Abd al-Fatta>h} Abu Guddah. Beiru>t:

Muassasah al-Risa>lah, 1398 H.

Herodotus. H{uru>b baina al-Igri>q wa al-Furs (Tari>kh Herodotus). Trans.

‘Abd al-Ilah al-Mila>h}. Abu Dhabi: al-Mujamma’ al-Thaqa>fi>,

2001.

Husain, T{ah}a>. Falsafah ibn Khaldu>n al-Ijtima>‘iyah: Tahli>l wa Naqd. Cairo: Maktabah al-I’tima>d, 1925.

Al-H{illi>, Jamaluddin al-Hasan ibn Yu>suf ibn Al-Mut}t}ahhir ‘Ali ibn.

Kashf al-Mura>d fi Sharh} Tajri>d al-‘Aqa>id. Beirut: Muassasah

al-A’lami, tt.

Al-Jarja>ni, Al-Sayyid al-Shari>f Ali ibn Muhammad. Sharh} al-Mawa>qif li Ad}d}uddi>n al-Eiji. Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1998.

Al-Jauzi>, Al-Ima>m Ibn Qayyim. Al-Fawa>id. Beirut: Dar Maktabah al-

Haya>h, tt.

---------. Al-Ru>h. Edir. Muhammad Muhammad Ta>mir. Cairo: Dar al-

Taqwa, 2003.

---------. Al-Tibya>n fi Aqsa>m al-Qur‘an. www.al- Mostafa.com, tt.

---------. Mada>rij al-Sa>liki>n baina Mana>zil Iyya>ka Na’budu wa Iyya>ka Nasta’in. Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, tt.

---------. D{au al-Muni>r ‘ala> al-Tafsi>r. Ed. ‘Ali> al-Muhammad al-

Muhammad al-S{a>lihi>. Riyad}: Maktabah Dar al-Sla>m, tt.

---------. Al-Ru>h. Ed. Muhammad Ta>mir. Cairo: Dar al-Taqwa, 2003.

Page 251: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

238

---------. Al- ‘Ilal al-Mutana>hiyah fi Ah{adi>th al-Wa>hiyah. Ed. Syaikh

Khali>l al-Mais. Beiru>t: Da>r al-Kutub al-Ilmiyah, 1983. ---------. H{a>di> al-Arwa>h} ila Bila>d al-Afra>h{. Cairo: Maktabah al-

Mutanabbi>, tt.

---------. I’la>m Muqa’i>n ‘an Rabbi al-‘Alami>n. Saudi Arabia: al-Da>r

Ibnu al-Jauziah, 1423 H.

Al-Jundi, Anwa>r. Al-Isla>m fi al-Muwa>jahah al-Falsafah al-Qadi>mah. Beirut: Dar al-Kita>b al-Lubna>ni>, 1987.

Al-Jundi>, ‘Abd al-H{ali>m. Ima>m al-Sha>fi‘i>: Na>s}ir al-Sunnah, Wa>d}i’ al-Us}u>l. Cairo:Da>r al-Ma‘a>rif, 1994, Cet. IV.

Ibn ‘Abd al-Bar, Abu ‘Umar al-Qurt}ubi>. Tajri>d al-Tamhi>d Li Ma> fi al-Muwat}ta’ min al-Ma‘a>ni> wa al-Masa>ni>d. Ed. Mus}tafa> ibn

Ah}mad al-‘Alawi dan Muh}ammad ‘Abd al-kabi>r al-Bakri>. Al-

Riba>t}: Waza>rah Shuu>n al-Isla>miyah bi al-Magrib, 1963, Vol.

XIV.

Ibn al-Firka>h, Ibrahi>m al-Fazza>wi> al-Shafi‘i>. Sharh} al-Waraqa>t li Ima>m al-H{aramain al-Juwaini. Ed. Sa>rah Sha>fi> al-Ha>jiri>. Kuwait: Da>r

al-Bashsha>ir al-Isla>miyah, 1997 H.

Ibn al-Ima>d, Abu al-Fala>h ‘Abd al-H{ai al-Hanbali>. Shadhara>t al-Zahab fi Akhba>r man Zahab. Beiru>t: Dar al-Masi>rah, 1979, Vol. VI.

Ibn al-Murtad}a>, Ahmad ibn Yah}ya. T{abiqa>t al-Mu’tazilah. Beiru>t:

Muassasah Dimasq, 1987, Cet. II.

Ibn al-Nadi>m , Abu al-Farj Muhmmad ibn Ish}aq. Kita>b al-Fihrisat. Ed.

Rid}a-Tajaddud. Tt. www.waqfeya.com, 2008.

Ibn Ba>jjah, Abu Bakr Muhammad al-Andalu>si>. Kita>b al-Nafs. Ed.

Muhammad S{agi>r H{asan al-Ma’s}u>mi>. Beiru>t: Da>r S{a>dir, 1991.

Ibn H{anbal, Ima>m Ahmad. Al-Musnad. Ed. Syaikh Shu ‘aib Arnaut}.

Beiru>t: Muassasah al-Risa>lah, 1995.

Ibn H}unain, Isha>q. Tari>kh al-At}ibba’ wa al-Fala>sifah. Ed. Fua>d Sayyid.

Beiru>t: Muassasah al-Risa>lah, 1985.

Ibn Juljul, Abu Dau>d Sulaima>n H{assa>n al-Andalu>si>. T{abiqa>t al-At}ibba’ wa al-Hukama’. Ed. Fua>d Sayyid. Beiru>t: Muassasah al-

Risa>lah, 1985.

Ibn Kamu>nah, Sa’ad ibn Mans}ur al-Yahu>di>. Tanqi>h al-Abha>s li al-Milal al-Thalath. tt: Dar al-Ans}ar, tt.

Ibn Kathir, ‘Ima>d al-Di>n Abi al-Fida’ Ismail ibn ‘Umar. Al-Bidayah wa al-Niha>yah. Giza: Dar Hijr li al-T{iba’ah wa Tauzi’, 1997.

Page 252: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

239

---------. Tafsi>r al-Quran al-‘Az}i>m. Giza: Maktabah Aula>d Syaikh li al-

Turath, 2000, Cet. I.

Ibn Khildu>n, ‘Abd al-Rah}ma>n. Luba>b al-Mah}s}al fi Us}u>l al-Di>n. Ed.

‘Abbas Muh}ammad H{asan Sulaima>n. Alexandria: Da>r al-

Ma’rifah al-Ja>mi‘ah, 1996.

---------. Muqaddimah al-Tari>kh. Ed. Khali>l Shah}a>dah. Beiru>t: Da>r al-

Fikr, 2001.

---------. Luba>b al-Mahs}al fi Us}ul al-Di>n. Ed. ‘Abbas Muhammad

Hasan Sulaima>n. Cairo: Dar al-Ma’rifah al-Ja>mi’ah, 1996.

Ibn Khilka>n, Abbu ‘Abba>s. Wafya>t al-A’ya>n wa Anba’ Abna’ al-Zama>n. Beirut: Dar al-S}a>dir, tt.

Ibn Manz}u>r, Abu al-Fad}l Jamal al-Di>n Muhammad ibn Mukarram al-

Afri>qi> al-Mas}ri>. Lisa>n al-‘Arab. Beiru>t: Da>r S{a>dir, tt.

Ibn Rushd, Abu al-Wali>d al-Andalusi. Fas}l al-Maqa>l fi>ma> baina al-hikmah wa al-Shari>’ah min al-Ittis}al. Ed. Muhammad ‘Imarah.

Cairo: Dar al-Ma’arif, 1999, Cet III.

---------. Taha>fut al-Taha>fut. Ed. S}ala>h} al-Di>n al-Hawwari. Beirut:

Maktabah al-‘As}riyah, 2008.

---------. Taha>fut al-Tahafut. Ed. S{alah}uddin al-H{awwari. Beirut: al-

Maktabah al-‘As}riyah, 2008

---------. Talkhi>s Kita>b al-Nafs. Ed. Ibrahi>m Madku>r. Cairo, Majlis al-

A’la> lial-Thaqa>fah, 1994.

Ibn Si>na>, Al-Isha>ra>t wa al-Tanbi>ha>t. Ed. Sulaiman Dunya>. Cairo: Da>r

al-Ma‘a>rif, 1985, Cet. III.

---------. Al-Mabda’ wa al-Ma‘a>d, Ed. ‘Abd Allah Nu>ra>ni>. T{ehra>n:

Institute of Islamic Studies McGill University Tehran Branch,

1984.

---------.Al-Naja>h} fi al-Mant}iq wa al-Ila>hiya>t. (tt: www.al-

Mostafa.com , tt).

---------. Al-Shifa>: al-T{abi’iya>t. Beiru>t: M.A.I.D, 1988.

---------. Kitab al-Nafs: Fan al-Sa>dis min al-T{abi’iya>t. Beiru>t: M.A.I.D,

1988.

---------. Risa>lah Ad}h}awiyah fi Amri al-Mi’a>d. Ed. Sulaiman Dunya>.

Cairo: Dar al-Fikr al-‘Arabi, 1949, Cet I.

---------. ‘Uyu>n al-Hikmah. Ed. Abd al-Rah}ma>n al-Badawi>. Beirut: Da>r

al-Qalam, 1980.

Ibn Taimiyah, Shaikh al-Isla>m . Minha>j al-Sunnah al-Nabawiyah fi Naqd} Kala>m al-Shi‘ah al-Qadariyah. Ed. Muh}ammad Risha>d

Sa>lim. Riya>d}: Ja>mi‘ah Ibn Su‘u>d al-Isla>miyah, 1986.

Page 253: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

240

---------. Majmu>’ al-Fata>wa>. Madinah: Mujamma’ al-Malik Fahd, 2004.

---------. Majmu‘ah al-Risa>lah al-Muniriyah: Risa>lah fi al-Aql wa al-Ru>h. Ed. Muhammad Muni>r ‘Abduh. Damaskus: T{iba>‘ah al-

Muniriyah, 1343 H.

---------. Al-Nubuwa>t}. Ed. Ibrahi>m Ramad}a>n. Beiru>t: Dar al-Fikr al-

Lubna>ni, 1992, Cet. II.

---------.Dar‘u Ta’a>rud} al-Aql wa al-Naql. Ed. Muhammad Rasha>d

Sa>lim. Saudi Arabia: Ida>rah Thaqa>fah wa al-Nashr bi al-

Jami’ah al-Isla>miyah, 1991, vol I, Cet II.

---------. Majmu’ al-Fata>wa>. Mansora: Dar al-Wafa’, 2005. ---------. Thubu>t al-Nubu>wa>t ‘Aqlan wa Naqlan wa al-Mu’jiza>t wa al-

Kara>ma>t . Cairo: Da>r Ibn al-Jauzi>, 2006.

‘Ima>rah, Muhammad. Tayya>ra>t al-Fikr al-Isla>mi. Cairo: Dar al-Shuru>q,

1997. Cet. II.

---------. Al-Salaf wa al-Salafiyah. Cairo: Kementrian Perwaqafan

Republik Arab Mesir: 2008.

---------. Maqa>m al-‘Aql fi al-Islam. Cairo: Nahd}ah Masr li al-T{iba’ah

wa al-Tauzi’, 2008, Cet I.

---------. Raf’ al-Mala>m ‘an Shaikh al-Isla>m Ibn Taimiyah. Isma‘iliyah:

Maktabah al-Ima>m al-Bukhari>, 2007.

Im Hero, Breet. Kita>b al-Mauta> al-Fir’auni >. Trans. Fi>li>p ‘At}iyah.

Cairo: Maktabah al-Madbu>li, 1988, Cet.I.

Jum‘ah, Muhammad Lut}fi. Tari>kh Fala>sifah al-Isla>m. Cairo: Maktabah

al-Usrah, 2007.

Kafu>ri, Muh}ammad ‘Abd al-Rah}ma>n ‘Abd al-Rah}i>m al-Muba>r >.

Tuh}fah al-Ah}wa>dhi>: Sharh} Ja>mi’ al-Tirmidhi>. Ed. ‘Abd al-

Rah}ma>n Muh}ammad ‘Usthma>n. Damaskus: Da>r al-Fikr, tt.

Kelinxl, Horst. H{amu>rabi> wa ‘As}rihi. Trans. Muhammad Wahid al-

Khayyat}ah. Suriah: Dar al-Mana>r li al-Dira>sa>t wa al-Tarjamah

wa al-Nashr, 1990 , Cet. 1.

Kha>n, Wah}iduddin. Al-Isla>m Yatah}adda: Madkhal al-Ilmi> ila al-Ima>n.Trans. Z{afar al-Isla>m Kha>n. Cairo:Maktabah al-Risa>lah,

2000.

Khali>f, Fath} Allah. Ibn Si>na> wa Mazhabuhu fi al-Nafs. Beiru>t: Da>r al-

Ah}ad, 1974.

Khashim, ‘Ali Fahmi. Jabba>iya>ni: Abu Ali wa Abu Hashim. Libya:

Mat}ba’ah Turablus, 1967.

Al-Khati>b, Muhammad ‘Ijja>j. Abu Hurairah: Ra>wiyah al-Isla>m. Cairo:

Maktabah Wahbah, 1982, Cet. III.

Page 254: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

241

Al-Khayyu>n, Rashi>d. Mu’tazilah Bas}rah wa Bagda>d. London: Da>r al-

Hikmah, 1997\, Cet. I.

Al-Kindi >, Abu Yu>suf Ya’qu>b ibn Ish}aq. Al-Rasa>il al-Kindi al-Falsafiyah: Risa>lah fi H{udu>d al-Ashya’ wa Rusu>miha. Ed.

Muhammad ‘Abd al-Ha>di> Abu Ri>dah. Cairo: Da>r al-Fikr al-

‘Arabi>, 1978, Cet. II.

---------. Al-Rasa>il al-Kindi al-Falsafiyah: Risa>lah fi al-Qaul fi al-Nafs, al-Mukhtas}ar min Kita>b Arist}u> wa Afla>tu>n wa Sa>ir al-Falasifah. Ed. ‘Abd al-Ha>di> Abu Ri>dah. Cairo: Mat}ba‘ah al-

H{assa>n,1978.

Kira>m,Yu>suf. Ta>ri<kh al-Falsafah al-Yuna>niyah. Cairo: Mat}ba‘ah al-

Jannah, 1936.

Komisi Dosen Fakultas Akidah Filsafat Universitas al-Azhar. Qad}aya> Falsafiyah fi H{ad}a>rah al-Magrib al-Isla>miyah. Zagazig: Dar al-

Islamiyah, 2007.

Ma’s}u>m, Fua>d. Ikhwa>n al-S{afa>: Falsafatuhum wa Ga>yatuhum. Suriah:

Dar al-Madi>, 2002

Al-Magribi>, Ali ‘Abd al-Fatta>h. Al-Fikr al-Di>ni al-Sharqi al-Qadi>m wa Mauqif al-Mutakallimi>n. Cairo: Maktabah Wahbah, 1996.

Mahmu>d, Zaki Najib. Muh}awara>t Afla>t}un .Cairo: Maktabah al-Usrah,

2005.

Al-Mana>wi>, Al-Ima>m ‘Abd al-Rau>f. Kawa>kib al-Durriyah fi Tara>jum al-Sa>dah al-Su>fiyah. Ed. ‘Abd al-S{a>lih} Himda>ni>. Cairo:

Maktabah al-Azhariyah li al-Turath, tt.

Marhaba>, Muhammad ‘Abd al-Rah}ma>n. Tari>kh al-Falsafah al-Yuna>niyah min Bida>yatiha> h}atta> al-Marh}alah al-Helensiyah. Beiru>t:’Izz al-Di>n, 1992.

Maskawaih, Abu ‘A<li>. Tahzi>b al-Akhla>q wa Tat}hi>r al-A’ra>q. Ed. Ibn

al-Khati>b. Cairo: Mat|baah al-Mas}riah, 1924.

Al-Masa>mi>, Muh}ammad al-Mukhta>r Muh}ammad. Al-Madhhab al-Ma>liki>: Mada>risuhu wa Muallifatuhu – Khas}aisuhu wa Sama>matuhu. Uni Emirat Arab: Zayed Center for Heritage and

History, 2002.

Mat}ar, Ami>rah H{ilmi. Al-Falsafah al-Yu>na>niyah: Tarikh wa Mushkilatuha>. Cairo: Da>r Quba’, 1998.

---------. Jumhu>riyah Afla>tu>n. Cairo: Maktabah al-Usrah, 1994.

Miletus, Thales.Tari>kh al-Fala>sifah. Trans. Al-Sayyid ‘Abd Allah

H{asan. Cairo: Maktabah al-Thaqa>fah al-Diniyah, 2007.

Page 255: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

242

Al-Mihna>, Tharwat H{asan ‘Abd al-Rahma>n. Fi al-Falsafah al-Isla>miyah. Zagazig: Dar al-Isla>miyah, 2005.

Al-Mila>ni, Sayyid ‘Ali . Syaikh Nas}ir al-Di>n al-T{u>si wa Suqu>t al-Bagda>d. (Qum: Markaz al-Abh}a>s al-‘Aqa>idiyah, 1421 H.).

Al-Mubayyad, Yasud Muhammad Sa’i>d. Al-Yaum al-Akhi>r fi al-Adya>n al-Sama>wiyah wa al-Diya>nah al-Qadi>mah. Qatar: Da>r

al-Thaqa>fah, 1992.

Muhammad, Mahmu>d Muhammad ‘Ali>. Al-Us}u>l al-Sharqiyah li al-Ilm al-Yuna>ni>. Mesir: ‘Ain li al-Dira>sa>t wa al-Buhu>th al-Insa>niyah

wa al-Ijtima‘iyah, 1998.

Mulla S{adra, S{adr al-Di>n Muhammad al-Shira>zi>. Al-Mabda’ wa al-Ma’ad, Ed. Sayyid Jala>luddin al-A<shiyata>ni>. Tehran: Markaz

Intishara>t Daftar Tabliga>t Islami>, 1422 H.

Mus}tafa, Mamduh Darwish dan Ibrahim Sa>yih. Muqaddimah fi al-Had}arah al-Ruma>niyah wa al-Yuna>niyah. Alexandria: al-

Maktabah al-Ja>mi’i> al-Hadisth, 1998

Musayyar, Muhammad Sayyid Ahmad. Al-Ru>h fi Dira>sa>t al-Mutakallin wa al-Fala>sifah. Cairo: Dar al-Ma’arif, 2002, Cet

III.

Muslim, Abu al-H{usain Muslim ibn al-H{ujja>j al-Qushairi al-Naisabu>ri>.

S{ah}i>h} Muslim. Ed. Abu> Qut}aibah. Riya>d}: Da>r al-T{ayyibah,

2006.

Muz}ahari>, Muhammad. Al-Insa>n wa al-‘A<lam al-Barzakh. Beiru>t: Da>r

al-Muh}ajjaj al-Baid}a’, 1996, Cet. I.

Al-Mu’t}i, ‘Ali ‘Abd. Al-Fikr al-Falsafi wa al-Di>ni> fi Madrasah al-Iskandariah al-Qadi>mah. Beirut: Da>r ‘Ulu>m al-‘Arabiyah,

1992, Cet. I.

Al-Mutawalli>, Ah}mad Mus}tafa>. Riya>d} al-Na>d}irah fi S{ah}ih} Da>r al-A<khirah. Cairo: Da>r Ibn al-Jauzi>, 2005.

Naja>ti>, Muhammad ‘Ustma>n. Al-Dirasa>t al-Nafsaniyah ‘Inda al-Ulama’ al-Muslimi>n. Cairo: Da>r al-Shuru>q, 1993, Cet. I.

Al-Nasa>i>, Al-Ima>m Abi ‘Abd al-Rah}ma>n Ahmad ibn Shu‘aib. Kita>b al-Sunan al-Kubra>. Ed. H{asan ‘Abd al-Mun‘im al-Shalabi.

Beiru>t: Muassasah al-Risa>lah, 2001, Cet I.

Al-Nawa>wi>, Muh}y al-Di>n. S{ah}i>h} Muslim bi Sharh} al-Nawa>wi>. Cairo:

al-Mat}ba‘ah al-Mas}riyah bi al-Azhar, 1929.

Al-Nashsha>r , ‘Ali Sa>mi. Mana>hij al-Bah}th inda al-Mufakkiri> al-Isla>m. Cairo: Da>r al-Sala>m, 2007.

Page 256: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

243

---------, Muhammad ‘Abbu>di> Ibra>hi>m dan ‘Ali ‘Abd al-Mu’t}i>.

Di>mu>qrit}is: Failasu>f al-Dhurrah wa Atharuhu fi fikr al-Falsafi> h}atta> ‘Us}u>r al-Hadi>thah. Alexandria: al-Haiah al-Mas}riyah al-

‘A<mah, 1972.

---------. Nash’ah Fikr al-Falsafi> fi al-Isla>m. Cairo: Da>r al-Sala>m, 2008,

Vol. I.

---------, ‘Ali ‘Abd al-Mu’ti dan Muh}ammad ‘Abbu>di> Ibrahi>m,

Democritus Failasu>f al-Dhurrah wa Atharuhu fi al-Fikri al-Falsafi> H{atta> ‘Usu>rina> al-H{adithah. Alexandria: Hai’ah al-

Mas}riyah al-‘A<mah, 1972.

Al-Nashsha>r, Mus}t}afa>. Mas}a>dir al-Sharqiyah li al-Falsafah al-Yuna>niyah. Cairo: Da>r Quba’, 1998.

---------. Madrasah al-Iskandariah al-Falsafiyah baina al-Turath al-Sharqi> wa al-Falsafah al-Yu>na>niyah. Cairo: Da>r al-Ma‘a>rif,

1995. ---------. Tari>kh al-Falsafah al-Yuna>niyah min Manz}u>r Sharqi>:

Sufistaiyu>n, Suqra>t}, Afla>tu>n. Mesir: Dar Quba’, 2000.

Na>s}if, Muhammad Qamar al-Daulah. Nus}us} al-Falsafiyah bi al-Sharh} wa al-Ta’li>q. Mesir:al-Dar al-Isla>miyah, 2004.

---------, Tharwat Hasan ‘Abd al-Mihna. Dirasa>t fi al-Milal wa al-Nih}al. Zagazig: Dar al-Bansiyah, tt.

---------. Dirasa>t fi Falsafah al-‘A<mah wa al-Akhla>q. Mansora:al-Da>r

al-Isla>miyah, 2007.

---------, Mahmud ‘Abd al-h}aki>m Utma>n. Ma’a al-Mawa>qif li ‘Ad}d al-Di>n al-Eiji> bi al-Sharh al-Sayyid al-Shari>f al-Jarja>ni. Mansora-

Mesir: al-Dar al-Islamiyah, 2006.

---------. Dirasa>t fi al-Yahu>diyah. Mansora: Al-Da>r al-Isla>m li al-

T{iba’ah wa al-Tauzi’, 2003.

Oldirih, Cyril. Al-Had}arah al-Mas}riyah: Min ‘Ushur ma Qabla Tarikh hatta Nihayah al-Daulah al-Qadi>mah. Trans. Mukhta>r al-

Suwaifi>. Cairo: al-Dar al-mas}riyah al-Lubna>niyah, 1996, Cet. 3.

Pines, Shlomo. Mazhab al-Dhurrah ‘inda al-Muslimi>n wa ‘Ala>qatihi bi Madha>hib al-Yu>na>n wa al-Hanu>d. Trans. Abu Raidah. Cairo:

Maktabah al-Nahd}ah al-Mas}riyah, 1946.

Plato. Al-Qawa>ni>n li Afla>tu>n. Trans. Taylor, Trans. Muhammad Hasan

Z{a>z}a. Cairo: Maktabah al-Usrah, 1986.

---------., Muh}a>warah ‚Georgias‛ li Afla>tu>n. Trans. Muhammad Hasan

Z{az}a, ‘Ali Sa>mi> al-Nashsha>r. Cairo: Maktabah al-Usrah, 1970.

Page 257: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

244

---------. Muh}awarah ‚Meno‛. Tran. ‘Izzat Qarni>. Cairo: Da>r Quba’,

2001.

---------. Muha>kamah Suqra>t}: Muha>warah ‚Euthyphro‛, ‚Apology’‛, ‚Krito‛. Ed. Izzat Qarni>. (Cairo: Dar Quba’, 2001).

---------. Muha>warah ‚Phaedrus‛. Ed. Ami>rah H{ilmi> Mat}ar. Cairo: Da>r

Gari>b, 2000.

---------. Phaedo: Fi Khulu>d al-Nafs. Trans. ‘Izzat Qarni>. Cairo: Da>r

Quba’, 2001.

Plotinus. Al-Tisa> ‘iyah al-Ra>bi ‘ah li Aflu>ti>n fi al-Nafs. Trans. dan Ed.

Fua>d Zakaria dan Muhammad Sali>m Sa>lim. Cairo: al-Haiah

al-Mas}riyah al-‘A<mah, 1970.

---------. Ta>su>‘a>t Aflu>t}i>n. Trans. Fari>d Jabar, Ji>ra>r Jaha>mi> dan Sami>h}

Dagi>m. Beirut: Maktabah LubNa>n, 1997.

Qa>sim, Mahmu>d. Fi al-Nafs wa al-‘Aql li Falasifah al-Igri>k wa al-Isla>m. (Cairo: Maktabah Angglu> al-Mas}riah, 2002.

Qarni>, ‘Izzat. Al-Falsafah al-Yu>na>niyah h}atta Afla>tu>n. Kuwait: Zat al-

Sala>sil, 1993.

Qasha, Al-Abb Sahi>l. Athar al-Kita>ba>t al-Ba>biliyah fi al-Mudawwana>t al-Taura>tiyah. Beirut: Baisa>n li al-Nashr wa al-Tauzi’, Cet. I,

1998.

R. Waltzer. Aflat}u>n: Tas}awwuruhu li Ila>h Wa>h}id wa Naz}rah al-Muslimi>n fi Falsafatih. Trans. Ibrahi>m Khurshi>d dkk. Beiru>t:

Da>r al-Kita>b al-Lubna>ni>, 1982.

S{a>‘id, Abu al-Qa>sim al-Andalu>si>. T{abiqa>t al-Umam. Ed. Saint Louis

Jesuit Shaikha. Beiru>t: Maktabah al-Kathu>likiyah li Aba>’ al-

Yasu>‘i>yi>n, 1912.

S{ala>h} al-Di>n Khali>l ibn Aibek al-Safadi>. Wafya>t al-A’ya>n. Beirut: Da>r

Ih}ya’ Turath al-‘Arabi>, 2000, Cet. I.

S{alih, ‘Abd al-Qadir. Al-‘Aqa>id wa al-Adya>n. Beirut: Dar al-Ma’rifah,

2006

S}alih, Ahmad. Al-Tah}nit}: Falsafah al-Khulu>d fi Misr al-Qadi>mah. Cairo: Jama>’ah Hiwar al-Thaqa>fiyah, 2000.

Sa>ri, T>{ariq. Tana>sukh al-Arwa>h. Giza, Mesir: Dar Masha>riq li al-Nash

wa al-Tauzi’, 2009, Cet. I.

Saif, Antuwa>n. Al-Kindi> wa Maka>natuhu ‘inda Muarrikh al-Falsafah al-‘Arabiyah. Beiru>t: Da>r al-Jail, 1985.

Sharf, Muhammad Jala>l. Allah wa al-‘A<lam wa al-Insa>n Fi Fikr al-Isla>mi>. Beiru>t: Da>r al-Nahd}ah al-Isla>miyah, tt.

Page 258: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

245

Sha>mi>, S{alih} Ahmad. Ima>m al-Gaza>li>: Hujjah al-Isla>m wa Mujaddid al-Miah al-Kha>misah. Damaskus: Da>r al-Qalam, 1993.

Shalabi, Ahmad. Al-Adya>n al-Hind al-Kubra. Cairo: Maktabah al-

Nahd}ah al-Masriyah, 2000, Cet IX.

Al-Shathari>, Sa‘i>d ibn Na>s}ir >. Qawa>id al-Istidla>l bi al-Ijma’. Riya>d}:

Kunu>z Ishbi>liya>, 2009.

Si>rabi>, Jama>l Rajab. Abu Baraka>t al-Bagda>di> wa Falsafatihi al-Ila>hiyah; Dira>sah li Mauqifhi al-Naqdi li Ibn Si>na>. Cairo:

Maktabah Wahbah, 1996.

Stace, Walter Terence. Ta>ri>kh al-Falsafah al-Yuna>niyah. Trans.

Muja>hid ‘Abd al-Mun‘im Muja>hid. Cairo: Da>r al-Thaqa>fah,

1984.

Stone, Isidor Feinstein. Muh}akamah Suqra>t}. Trans. Nasi>m Majli>. Cairo: Majlis al-A’la> li al-Thaqa>fah, 2002.

Al-Subh}a>ni>, Shaikh Ayatullah Ja’far. Al-Ila>hiya>t ‘ala al-Huda> al-Kita>b wa al-Sunnah wa al-‘Aql. Ed. H{asan Muh}ammad al-Maki> al-

‘A<mili>. Beiru>t: Da>r al-Isla>miyah, 1990.

T{ah}h}a>n, Mahmu>d. Taisi>r Must}alah} al-H{adi>th. Riyad}: Maktabah al-

Ma‘a>rif, 1996.

T{ah}a>n, Mah}mu>d. Taisi>r Mus}t}alah al-H{adi>th. Alexandria: Maktabah al-

Huda> li al-Dira>sa>t, 1415.

T}alib, Hasan. As}l al-Falsafah: Haul Nash’ah al-Falsafah Fi Misr al-Qadi>mah wa Taha>fut Naz}riyah al-Mu’jizah al-Yuna>niyah. Cairo: ‘Ain li al-Dirasa>t wa al-Buhush al-Insa>niyah wa al-

Ijtima’iyah, 2003

Taylor, Alfred Edward. Aristotle. Trans. Izzat Qarni>. Beirut: Da>r al-

T{ali‘ah, 1992, Cet. I.

Al-T{u>si, Nas}i>r al-Di>n al-T{u>si>. Tajri>d al-‘Aqaid. Ed. ‘Abba>s

Muh}ammad H{asan Sulaiman. Alexandria: Da>r al-Ma’rifah al-

Ja>mi‘ah, 1996. Al-Qa>ri>, ‘Ali ibn Sult}a>n al-Harawi>. Al-Mas}nu>’ fi Ma’rifah al-H{adi>th

al-Maud}u’. Ed. ‘Abd al-Fatta>h} Abu Guddah. Beiru>t: Muassasah

al-Risa>lah, 1398 H.

Al-Qat}t}a>n, Manna’. Mabah}ish fi ‘Ulum al-Quran.Cairo: Maktabah

Wahbah, tt.

Qut}b al-Aqt}ab, Maulana Ahmad ibn ‘Abd Allah. Rasa>il Ikhwa>n al-S{afa> wa Khullan al-Wafa>. India: Nukhbah al-Akhba>r, 1305 H.

Page 259: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

246

Wahiduddin Khan, Isla>m Yatahadda>: Madkhal al-‘Ilm ila> al-I<ma>n, Trans. Zafarul Islam Khan. Kuwait: Scientific Researdh House,

2005.

Al-Z{a>hiri>, Ibn Hazm al-Andalu>si>. Al-Fis}al fi al-Milal wa al-Ahwa>’ wa al-Nih}al. Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1999, Cet. II.

Zai’ur, Ali. Al-Falsafah fi al-Hind. Beirut: ‘Izz al-Di>n, 1993.

Al-Zamkhashari>, Abu al-Qa>sim Muhammad ibn ‘Umar, Asa>s al-Bala>gah, Ed. Muhammad Ba>sil ‘Ayu>n al-Saud. Beiru>t: Da>r al-

Kutub al-Ilmiyah, 1998.

---------. Al-Kashsha>f ‘an Haqa>iq Gawa>mid} al-Tanzi>l wa ‘Uyu>n al-Aqa>wi>l fi Wujuh al-Ta’wi>l. Riyad}: Maktabah Abika>n, 1998,

Cet. I.

Al-Zirikli>, Khair al-Di>n. Al-A’la>m: Qa>mu>s Tara>jim li Ashhar al-Rija>l wa al-Nisa> min al-Arab wa al-Musta’ribi>n wa al-Mustashriqi>n. Beirut: Dar al-Ilm li al-Mala>yi>n, 1980.

http://artikata.com/arti-325163-dialektika.html (diakses tanggal 6 Juni

2014)

http://dar-alifta.org.eg/ViewScientist.aspx?ID=60&LangID=1 (diakses

tanggal 26 Maret 2014)

http://jimsafley.com/writings_archive/durant.html (diakses tanggal 22

April 2014)

http://journals.cambridge.org/action/displayAbstract;jsessionid=96717

CB5CFC625EEAE615EBFAE895C3A.journals?fromPage=onli

ne&aid=1299968 (Diakses 4 Februari 2014)

http://library.islamweb.net/hadith/display_hbook.php?bk_no=477&hid

=11021&pid=285429 (diakses tanggal 2 Agustus 2012)

http://library.islamweb.net/newlibrary/showalam.php?id=3784

(diakses tanggal 15 Januari 2014)

http://www.almeshkat.net/vb/showthread.php?t=29180, (diakses pada

2 Mei 2012)

http://www.cpsglobal.org/mwk (diakses tanggal 22 April 2014)

http://www.referensimakalah.com/2013/01/pengertian-dna-

deoxyribonucleic-acid.html (Diakses tanggal 3 Maret 2014)

Page 260: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

247

GLOSSARY

‘Aqli> (Arab) rasional, berpegang pada pemikiran akal

‘Arasy (Indonesia, dari bahasa Arab) = tempat bersemayam Tuhan

Ah}a>d (Arab) satu, hadis yang hanya diriwayatkan oleh satu orang

Aksiden (Indonesia, dari bahasa Inggris Accident, dalam bahasa Arab

disebut al-‘Arad}) = bukan inti/ zat, sifat yang melekat pada

esensi

Al-‘Amali > (Arab) = Praktis, perbuatan

Al-‘Ilmi > (Arab) = teoritis, saintis, ilmiyah

Al-Amma>rah (Arab) = mendorong pada kejahatan

Al-Ma‘a>d (Arab) pengembalian, tempat kembali, akhirat

Analogi (Indonesia, dari bahasa Yunani ana logon) = persamaan dan

persesuaian, kesepadanan, perbandingan

Argumentatif (Indonesia, dari bahasa Inggris argumentation) =

mengandung alasan yang bisa dijadikan sebagai bukti

Ateis (Indonesia, dari bahasa Yunani Atheos) = tidak percaya adanya

Tuhan

Eksistensi (Indonesia, dari bahasa Inggris existence) = keberadaan

Ekslusif (Indonesia, dari bahasa Inggris Exlusive) = khusus Eksplisit (Indonesia, dari bahasa Inggris) = gamblang, tegas, terus terang,

tidak berbelit-belit

Emanasi (Indonesia, dari bahasa Inggris Emanation) = sesuatu yang

memancar

Esensi (Indonesia, dari bahasa Inggris Essemtial, dalam bahasa Arab

disebut al-Jauhar) = hakikat, inti, hal pokok

Etimologi (Indonesia, dari bahasa Yunani Etimo logos) = abang ilmu

bahasa yg menyelidiki asal-usul kata serta perubahan dl bentuk

dan makna

H{a>dith (Arab) = baru, wujud karena penyebab dan masuk hitungan

waktu

Haram (Indonesia, dari bahasa Arab) = terlarang

Hipotesa (Indonesia dari bahasa Yunani Hypo dan Thesis) = jawaban

sementara terhadap masalah yang masih bersifat praduga

karena masih harus dibuktikan kebenarannya

I‘a>dah al-Ma’du>m (Arab) = Pengembalian yang telah tiada menjadi

ada

Ijma’ (Arab) = kesepakatan mujtahid umat Islam yang baik pada suatu masa

terhadap suatu hukum syariah

Page 261: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

248

Immaterial (Inggris) = bukan material, transenden

Interpretasi (Indonesia, dari bahasa Inggris Interpretation) = tafsiran,

pandangan teoritis terhadap sesuatu

Jam’ ba’d al-Tafarruq (Arab) = Pengumpulan bagian-bagian yang telah

terurai

Karma (Indonesia, berasal dari bahasa Sansakerta) = pembalasan

perbuatan dari hidup masa lalu

Lawwa>mah (Arab) = labil, goyah, bingung dan ragu

Makruh (Indonesia, dari bahasa Arab) = dianjurkan untuk ditinggalkan

Matan (Arab) batang, isi teks hadis atau isi teks suatu kitab

Maud}u’ (Arab) = palsu, hadis yang sama sekali tidak memenuhi

syarat-syarat hadis yang benar

Menafikan (Indonesia, dari bahasa Arab) = meniadakan, menyangkal

Mentasbihkan (Indonesia, dari bahasa Arab) = menyucikan, membaca

pujian

Metafisika (Indonesia, dari bahasa Yunani Meta dan Phusika) =

pengetahuan tentang non fisik atau tidak kelihatan

Mufassir (Indonesia, dari bahasa Arab) orang yang ahli dalam

menafsirkan ayat al-Quran

Muhaddis (Indonesia, dari bahasa Arab) orang yang ahli dalam hadis

Nabi saw

Muhaqqiqi>n (Arab) = peneliti, ulama pada era kematangan keilmuan

Islam

Mut}mainnah (Arab) = tenang, tentram, damai

Naqli> (Arab) tekstual, berpegang pada tek al-Quran dan al-Hadis

Qadi>m (Arab) = lama, wujud tanpa sebab bagi teolog, wujud tanpa

waktu bagi filosof

Reinkarnasi (Indonesia, dari bahasa latin) = lahir kembali, penjelmaan

kembali makhluk yang telah mati

Sahih (Arab) hadis yang mencukupi syarat-syarat sebagai hadis yang

diterima kebanarannya dari Nabi saw.

Salaf (Indonesia, dari bahasa Arab) = generasi pertama Islam, yaitu

sahabat, tabi‘in dan tabi’ tabi‘in

Supranatural (Indonesia, dari bahasa Inggris Supra dan Nature) =

sebutan untuk kejadian yang tidak bisa dijelaskan dengan

hukum alam, berkaitan dengan kekuatan mukjizat atau Tuhan.

Syariah (Indonesia, dari bahasa Arab) = aturan agama bersumber dari

al-Quran dan hadis

Page 262: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

249

Syubhat (Indonesia, dari bahasa Arab) = Sesuatu yang tidak jelas halal

dan haramnya Syuhada’ (Indonesia, dari bahasa Arab) orang yang meninggal di jalan Allah,

terutama mati di medan perang membela Islam

Tabi‘in (Indonesia, dari bahasa Arab) = pengikut Nabi saw setelah

sahabat, generasi kedua Islam. Takwil (Arab) = mengalihkan perkataan dari arti yang lebih diutamakan

kepada arti yang kurang diutamakan mengingat adanya bukti yang

menghendakinya

Tamthi>l (Arab) penyontohan Tuhan dengan zat atau sifat makhluknya

Taqlid (Arab) mengambil pendapat ulama tanpa mengetahui dalilnya

Tashbi>h (Arab) penyamaan Tuhan dengan makhluknya dalam beberapa sisi

Terminologi (Indonesia, dari bahasa Yunani Terminus dan logos) =

lmu mengenai batasan atau definisi istilah

Page 263: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

250

Page 264: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

251

INDEKS

__________________

A ‘Aqli>, 113, 123, 138, 141, 152,

165

Al-‘Aql, 31, 34, 35, 36, 37, 50, 53,

54, 56, 57, 71, 74, 77, 78,

79, 80, 87

‘Ainiyah, 23, 207

Al-‘Arash, 40, 123, 128

Aksiden, 20, 110, 111, 112, 113,

115, 137, 153, 169, 172

Amr al-Rabbi>, 41, 44

Agama Bumi, 5

Alkitab, 7

Atu>n-Amu>n Ra’, 9

Adam as, 32, 59, 60, 61, 62, 63,

64, 136, 151, 159, 162,

163, 196, 197, 220

‘A<dam, 24, 176, 206, 207, 208,

210, 213, 176

‘A<lam al-Amr, 45, 46

‘A<lam al-Khalq, 45

‘Arafah, 60

‘Abba>siyah, 91

Abu Zaid al-Dabu>si, 194

‘Ad}d} al-Di>n al-I<ji>, 16, 66, 122,

160, 217

‘Ajab al-Zanab, 24, 218, 219, 223,

228

Ah}a>d, 66, 224

‘Ali Sa>mi> Nashsha>r, 92

‘Arafah, 58

Ateis, 106, 107, 139

Abu ‘Usthma>n al-Ja>hiz}, 56

Abu al-Qa>sim al-Ka’bi>, 194

Abu Bakr al-As}am, 110

Abu Baraka>t al-Baghda>di>, 56, 176

Abu Daud, 137

Abu H{asan al-Ash‘ari>, 107, 115

Abu H{usain al-Bas}ri>, 147, 163,

210

Abu ‘Ali> al-Jabba>’i >, 10, 109, 159

Abu Ha>shim al-Jabba>’i>, 10, 109,

162, 163

Abu Hudhail al-‘Alla>f, 115, 152,

159

Abu Hurairah, 127, 218

Abu Ja’far al-Mans}u>r, 99

Abu Muslim al-Asbaha>ni>, 164

Abu Qa>sim al-Balkhi>, 164

Ah}mad Fuad al-Ahwa>ni>, 96, 97,

98

Ahl al-Hadis, 61, 63, 138, 158,

162, 218, 223, 228

Ahl al-Takwil, 205

Ahl Tasawuf, 162

Al-A<lu>si>, 38, 40, 45, 46, 47

Alexander of Aphrodisias, 78, 79

Alexandria, 79

‘Ali Ibn Abi T{a>lib, 39

Anaxagoras, 119

Anaximenes, 118

Aristoteles, 27, 49, 51, 53, 54, 56,

67, 68, 75, 76, 77, 78, 79,

80, 81, 82, 83, 84, 86, 87,

88, 95, 96, 97, 98, 100,

103, 113, 117, 120, 166,

167, 168, 169, 170, 182,

190

As}h}a>b al-Maimanah, 193

As}h}a>b al-Mashamah, 193

As}h}a>b al-Yami>n, 128

Atomisme, 76, 117, 122, 209

‘Abd al-Jabba>r, 10, 16, 91, 109,

117, 162, 214

Agama Langit, 5, 7, 227

INDEKS

Page 265: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

252

Ahl al-Sunnah, 13, 18, 22, 126,

136, 138, 147, 154, 155,

159, 160, 161, 162, 205

Ali Arslan Aydin, 23, 24, 223

Akhirat, 3, 6, 7, 8, 9, 11, 12, 13,

18, 19, 20, 21, 22, 23, 24,

25, 26, 27, 28, 29, 72, 74,

82, 91, 97, 101, 104, 105,

106, 107, 125, 126, 139,

140, 141, 143, 146, 149,

151, 152, 153, 154, 155,

160, 161, 164, 165, 167,

172, 174, 178, 179, 180,

181, 182, 183, 184, 185,

186, 187, 188, 189, 190,

191, 192, 193, 194, 195,

196, 198, 199, 200, 201,

202, 203, 204, 207, 209,

210, 211, 212, 213, 216,

219, 220, 222, 227, 228,

229, 230

Ash‘ariyah, 15, 16, 23, 47, 48, 49,

61, 63, 91, 93, 96, 98,

101, 103, 111, 122, 153,

160, 162, 164, 208, 216,

217

___________________________

B Al-Ba’th, 148, 195, 202, 203, 204

Ba>riq, 130

Bashar al-Muri>si>, 145

Brahmana, 4

Bait al-Maqdis, 135

Bani Umayyah, 99

Barhu>t, 135

Bashar al-Muri>si>, 145

Al-Ba>qila>ni>, 93, 112

Bishar ibn al-Mu’tamar, 152, 159,

162

Babilonia, 1, 9, 67

Budha, 6, 69

Bu>ra>q, 134

Barzakh, 21, 28, 29, 60, 123, 125,

126, 127, 136, 139, 140,

142, 155, 195

___________________________

C Cambridge, 24

Claudius Galenus, 100, 104, 106,

113

Critias, 120

___________________________

D

Dewa, 3, 4, 52, 54, 56, 69, 72

DNA, 224

D{ira>r ibn ‘Umar, 145, 162

Dialektika, 21

D{ah}h}a>k, 59

D{aif, 134

Democritus, 75, 117, 122, 209

Diogenes of Apollonia, 118

___________________________

E

Emanasi, 35, 50, 51, 52, 53, 56,

58, 82, 95, 165. 190, 221

Empedocles, 119

Ernest Renan, 94

Esensi, 20, 35, 42, 45, 47, 68, 70,

71, 80, 81, 82, 83, 84, 85,

86, 87, 94, 95, 105, 106,

107, 111, 112, 113, 121,

122, 124, 125, 137, 144,

153, 168, 169, 170, 172,

183, 184, 187, 190, 196,

198

Eskatologi, 21, 26 ___________________________

F Al-Fara>bi>, 35, 52, 79, 84, 91, 92

Page 266: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

253

Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, 31, 44, 61,

91, 104, 107, 108, 115,

116, 117, 120, 121, 122,

134, 161, 164, 174, 193,

196, 205, 208, 211

Fath} Allah al-Khalif, 170

Filosof Dialektika, 75

Filosof Ketuhanan, 105, 165, 166,

168, 170, 183, 194, 199,

200, 229

Filosof Naturalis, 75, 97, 105, 203

Filosof, 6, 13, 20, 21, 22, 23, 25,

26, 28, 29, 31, 35, 44, 45,

47, 48, 49, 50, 54, 56, 57,

58, 66, 67, 68, 69, 70, 72,

74, 76, 78, 79, 81, 83, 84,

86, 87, 88, 91, 93, 94, 95,

96, 97, 98, 99, 100, 101,

102, 103, 104, 105, 106,

107, 111, 114, 117, 120,

123, 134, 153, 165, 166,

167, 168, 169, 170, 171,

172, 173, 174, 175, 177,

178, 179, 180, 181, 183,

186, 189, 190, 192, 193,

194, 195, 196, 198, 199,

200, 201, 203, 204, 205,

207, 208, 209, 211, 213,

219, 221, 222, 225

Filsafat Islam, 23, 86, 91, 92, 93,

94, 98, 167, 168, 194

Filsafat Yunani, 79, 91, 92, 93,

94, 98

Fir‘aun, 46, 126

Firdaus, 129, 130

Fuqaha’, 162

__________________________

G Al-Ghaza>li>, 13, 15, 21, 22, 36, 47,

57, 87, 88, 91, 94, 101,

102, 103, 158, 174, 180,

194, 196, 199, 200, 211,

219, 220, 222, 225

Gorgias, 72

__________________________

H H{a>dith, 47, 48, 49, 50, 58, 73, 221

H{ad}ara al-Maut, 135

H{ana>bilah, 98, 134

Al-H{ali>mi>, 194

Al-H{arakah al-Kaun wa al-Fasa>d,

211

Al-H{asan, 39

H{asan al-Bas}ri>, 147, 163

Al-H{ashr, 28, 150, 204

Al-H{aud}, 156, 157, 195

Al-Hayu>la>, 52, 75, 83

Al-Hisa>b, 28, 151, 195

Al-Hudhailiyah, 109, 162, 163

H{aqi>qah, 103

H{arithah, 129

H{awa’, 162

H{ulu>l, 95

Hadis, 12, 38, 39, 41, 59, 61, 63,

64, 65, 66, 95, 96, 114,

123, 124, 126, 127, 128,

129, 130, 131, 132, 133,

134, 135, 137, 138, 139,

143, 147, 154, 155, 156,

157, 158, 160, 163, 178,

197, 198, 199

Haram, 43

Helenisme, 91, 94, 101, 106, 113

Hermes, 9

Hermesinism, 95, 168

Hindu, 3, 4, 5, 114, 218

Hisha>m Ibn H{akam, 110

___________________________

I I‘a>dah al-Ma’du>m, 21, 23, 29,

154, 205, 206, 207, 208,

Page 267: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

254

209, 211, 219, 227, 229,

230

‘Iba>d al-D{ami>ri>, 162

Ibn ‘Abba>s, 39, 60, 66, 158, 161

Ibn ‘Abd al-Bar, 128, 131 , 13\2

Ibn ‘Umar, 66

Ibn al-Mut}ahhir al-H{illi>, 17, 216

Ibn Ba>jjah, 88

Ibn H{ajar al-‘Asqala>ni>, 43, 148,

154, 155, 157, 164

Ibn H{azm, 36, 59, 60, 106, 111,

113, 115, 116, 135, 136,

138, 141, 143, 146, 147,

208

Ibn Jari>r al-T{abari>, 143

Ibn Juljul al-Andalu>si>, 102

Ibn Kamu>nah, 6

Ibn Kathi>r, 64, 147, 161, 214

Ibn Khaldu>n, 100, 103, 104

Ibn Mas‘u>d, 156, 159, 161

Ibn Nadi>m, 102

Ibn Qayyim al-Jauzi>, 32, 33, 34,

37, 38, 40, 64, 115, 116,

123, 124, 129, 130, 133,

134, 136, 137, 138, 139,

140, 146, 162, 164, 174,

212

Ibn Ra>wandi>, 145

Ibn Rushd, 8, 14, 48, 49, 57, 68,

75, 79, 88, 89, 91, 102,

180

Ibn Si>na>, 12, 13, 21, 22, 27, 35,

52, 53, 54, 56, 57, 58, 68,

79, 85, 86, 87, 91, 92, 93,

115, 168, 169, 170, 171,

173, 177, 179, 180, 181,

182, 183, 184, 185, 186,

187, 188, 189, 190, 191,

213, 215, 220

Ibn Taymiyah, 14, 36, 101, 147,

209

Ibrahim as, 9, 212, 222

Ibrani, 7

Idris as, 9

Ijmak, 10, 59, 123, 164, 205

Ikhwa>n al-S{afa>, 85

‘Ikrimah, 58, 161

Al-‘Illiyi>n, 135

Illuminati, 95

Ima>m al-H{aramain al-Juwaini, 93,

143

Ima>m al-Nawa>wi>, 218

Ima>m al-Shafi‘i>, 96

Ima>m al-Tirmi>dhi>, 129, 131

Ima>m Muslim, 129, 131

Immaterial, 22, 28, 29, 45, 46, 47,

50, 51, 52, 68, 70, 80, 81,

83, 86, 105, 111, 120,

124, 153, 165, 166, 168,

169, 174, 175, 194, 196,

197, 190, 198, 200, 203,

219

India, 3, 9, 67, 69, 79

Iran, 25, 221, 223

Isa as, 32,

Ish}aq ibn H{unain, 102

Islam, 5, 7, 8, 9, 12, 20, 26, 37, 43,

45, 47, 52, 56, 58, 63, 66,

67, 78, 82, 83, 84, 86, 87,

91, 93, 94, 95, 96, 97, 98,

99, 101, 103, 104, 108,

109, 110, 111, 114, 115,

117, 147, 153, 154, 160,

162, 165, 193, 194, 198,

210, 220, 227, 229, 230

Isra>fi>l, 146

Istanbul, 23

Al-Ittih}a>d, 185

___________________________

J Al-Ja>biah, 135

Ja’far Subh}a>ni>, 25, 221, 223

Page 268: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

255

Jaham ibn S{afwa>n, 176

Jam’ Al-Ajza’ al-As}li>yah, 23, 230

Jam’ ba’d al-Tafarruq, 22, 24, 29,

209, 211, 212, 213, 219,

228, 229

Jama>l al-Di>n al-Qift}i>, 98

Al-Jaram, 53, 57, 81, 111, 190

Jibril as, 31, 39, 53, 139

Al-Jism, 110, 111, 112

Jiwa, 2, 11, 12, 13, 15, 19, 20, 21,

22, 23, 24, 25, 28, 29, 31,

35, 37, 38, 44, 45, 47, 50,

56, 57, 58, 59, 60, 61, 62,

66, 67, 68, 69, 70, 71, 72,

73, 74, 75, 76, 77, 78, 79,

80, 81, 82, 83, 84, 85, 86,

87, 88, 89, 105, 106, 108,

112, 113, 114, 115, 116,

117, 118, 119, 120, 121,

122, 123, 124, 125, 126,

127, 128, 131, 134, 136,

137, 139, 140, 141, 142,

143, 144, 145, 146, 148,

165, 166, 167, 168, 169,

170, 171 ,172, 173, 174,

175, 176, 177, 178, 182,

183, 184, 185, 186, 187,

188, 189, 190, 191, 192,

293, 294, 195, 196, 197,

108, 199, 228, 229, 230

Junaid, 42

Juz al-Ladhi La> Yatajazza’, 210

__________________________

K Ka‘ab al-Ah}ba>r, 159

Al-Kalbi>, 59

Kanibal, 12, 228

Al-Kara>miyah, 194, 211

Karma, 4

Al-Kauthar, 156, 157

Kebamgkitan, 18, 19, 20, 21, 23,

24, 25, 26, 28, 29, 148,

191, 199, 200, 201, 202,

204, 209, 211, 212, 213,

215, 217, 219, 220, 221,

222, 225, 226

Khalaf, 38, 43, 59, 137

Khartu>m, 24

Al-Kindi>, 78, 81, 82, 83, 91, 93,

99, 230

Kitab Kematian, 3

Kosmologi, 35

Kristen, 5, 7, 9, 24, 67, 79, 97,

111, 114, 115, 227, 230

Kun fa Yakun>, 222

Kuwait, 25

__________________________

L Laws, 167

Leucipus of Miletus, 117

Lynne Ruder Baker, 24, 225

___________________________

M Al-Ma‘a>d, 6, 21, 27, 28, 203, 204

Al-Mabda’, 21

Macedonia, 75

Mah}sha>r, 130, 150, 151, 157, 204

Majusi, 5, 114

Al-Makmu>n, 100

Makrokosmos, 201, 205

Makruh, 42, 43

Ma>liki>, 43

Maskawaih, 84

Material, 9, 11, 12, 13, 15, 18, 19,

20, 21, 22, 23, 24, 25, 26,

28, 29, 32, 36, 45, 46, 47,

51, 52, 57, 58, 75, 76, 77,

80, 81, 83, 84, 85, 85, 87,

88, 104, 105, 107, 108,

110, 111, 112, 113, 114,

Page 269: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

256

115, 116, 117, 118, 120,

121, 122, 123, 124, 125,

126, 136, 137, 141, 153,

154, 155, 160, 161, 165,

166, 167, 169, 171, 172,

173, 174, 175, 176, 177,

178, 179, 180, 184, 185,

191, 193, 194, 195, 196,

197, 198, 199, 200, 201,

202, 203, 208, 209, 210,

211, 213, 214, 216, 218,

219, 220, 221, 222, 223,

224, 225, 226

Materilism, 110, 108, 109, 209

Maudhu’, 14

Mauqu>f, 134

Meno, 73, 167

Mesir, 1, 2, 3, 9, 65, 67, 69

Metafisika, 20, 25, 26, 67, 71, 94,

95, 101, 107, 108, 109,

127

Mi’raj, 130, 133, 136, 163, 198

Mikrocosmos, 120, 201, 205

Mithliyah, 207, 208

Al-Mi>za>n, 28, 152, 157, 195

Al-Mu‘ammariyah, 109

Al-Muda>khalah, 115, 116, 117,

172

Mufassir, 37, 58, 134

Al-Muh}addithi>n, 37

Muh}ammad Riba>h} Bukhit, 24,

218

Muh}aqqiqi>n, 23, 29, 103, 104,

194, 204

Muja>hid, 40, 130

Al-Muja>warah, 115, 116, 172

Al-Muka>manah, 115, 116

Al-Mukadhdha>bi>n, 128

Al-Mukha>lat}ah, 116

Mulla S{adr al-Shira>zi>, 104, 195,

196, 197, 198, 225

Munkar dan Nakir, 132, 133, 137,

143

Muta’akhiri>n, 22, 43, 45, 113,

114, 117, 145, 167, 173,

194

Al-Mula>basah, 116

Al-Mula>s}aqah, 116

Mus}t}afa> ‘Abd al-Ra>ziq, 92, 96,

100

Musa as, 46, 133

Mustahil, 11, 12, 15, 18, 26, 46,

47

Al-Muqarrabi>n, 127, 128, 193

Mu’tazilah, 10, 13, 15, 16, 18, 22,

56, 61, 63, 91, 93, 96, 98,

109, 111, 112, 126, 144,

145, 146, 153, 154, 155,

159, 160, 162, 163, 208,

216, 217, 228

Mutawatir, 138, 143

__________________________

N Nabi as, 8, 9, 19, 133, 146, 166,

179

Nabi saw, 41, 42, 44, 46, 99, 108,

130, 132, 134, 136, 139,

149, 156, 157, 163, 198,

218

Al-Nafs, 31, 32, 33, 34, 35, 36, 37,

53, 57, 66, 75, 80, 87, 88,

107, 108, 115, 117, 120,

168, 169, 174, 184, 190,

193, 223

Na>s}ir al-Di>n al-Baid}a>wi>, 216

Na>s}ir al-Di>n al-T{u>si>, 17, 216

Al-Nashr, 202, 204

Naqal, 12, 13, 14, 15, 18, 20

Naqli>, 113, 123,127, 138, 141,

207

Neo-Platonism, 79, 94, 168

Page 270: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

257

Neraka, 6, 7, 8, 11, 22, 29, 107,

126, 127, 128, 132, 136,

139, 150, 151, 158, 159,

160, 161, 162, 163, 179,

195, 199, 200, 203, 206,

216, 227, 229

Nicumachus, 78

Al-Niz}a>miyah, 109

Nu’ma>n, 60

Nuh as, 126

___________________________

O Orpishm, 67, 70, 71, 74, 76, 168

Osiris, 3

_________________________

P Pagan, 5

Pendeta, 6

Peripatetic, 57, 87, 92, 94

Persia, 1, 79, 95, 96

Phaedo, 70, 69, 71, 74, 79, 167,

171, 172

Phaedrus, 72, 74, 79, 167

Plato, 49, 51, 67, 68, 69, 72, 73,

74, 76, 78, 79, 80, 81, 82,

83, 84, 87, 95, 100, 122,

166, 167, 168, 170, 171,

172, 229

Platonism, 79, 94, 167, 168, 171

Plotinus, 51, 52, 53, 79, 80, 81,

82, 83, 95, 100, 168

Ptolemaus, 54, 57, 58

Pytagorism, 51, 70, 71, 74, 79,

168

Pythagoras, 50, 68, 69

__________________________

Q Qad}ariyah, 162

Qadi>m, 47, 48, 49, 50, 58, 66, 74,

80, 97, 98, 167, 170, 221

Al-Qalb, 31, 54, 36, 116, 117, 120

Al-Qa>simi>, 44, 45

Al-Quran, 7, 12, 18, 20, 31, 32,

37, 38, 45, 94, 95, 96, 98,

101, 114, 122, 123, 126,

133, 136, 140, 147, 152,

154, 156, 161, 163, 178,

196, 199, 205, 206, 219,

225, 229

Qata>dah, 39, 154 Qiya>s, 95, 96, 134

Al-Qurt}u>bi>, 34, 148, 152, 156,

157, 158, 162, 219

Quraisy, 142

Qurrah al-A’yun, 199

__________________________

R Al-Ra>fid}ah, 135

Al-Ra>gib al-As}faha>ni, 194

Rafi’ al-A’la> - A’la> ‘Illiyi>n, 133

Raga, 9, 11, 12, 13, 15, 16, 18, 19,

20, 21, 22, 23, 24, 25, 26,

28, 29, 32, 34, 35, 36, 37,

38, 58, 59, 60, 61, 62, 64,

66, 67, 68, 70, 71, 72, 73,

74, 76, 78, 80, 81, 82, 83,

84, 85, 86, 87, 105, 106,

107, 108, 109, 112, 113,

114, 115, 116, 117, 118,

119, 120, 121, 122, 123,

124, 125, 126, 127, 128,

132, 133, 134, 135, 136,

137, 138, 139, 140, 141,

142, 143, 144, 145, 146,

147, 148, 149, 152, 156,

160, 161, 165, 166, 167,

168, 169, 170, 171, 172,

173, 174, 175, 176, 177,

178, 181, 189, 190, 191,

Page 271: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

258

192, 193, 195, 196, 197,

199, 200, 201, 202, 203,

204, 205, 207, 208, 209,

210, 211, 212, 213, 214,

215, 216, 217, 218, 219,

220, 221, 222, 223, 224,

225, 226, 227, 228, 229,

230, 227, 228, 229, 230

Rasionalis, 26, 56, 61, 63, 65, 97,

113, 136, 139, 141, 143,

152, 155, 157, 159, 163,

166, 178, 179, 196, 229

Rasionalitas, 9, 11

Rasul saw, 11, 19, 38, 42, 43, 38,

42, 43, 130, 138, 141,

142, 143, 218

Republic, 73, 74

Reinkarnasi, 3, 4, 12, 15, 63, 67,

68, 69, 70, 74, 76, 84, 220

Romawi, 1, 10, 69, 100

Al-Ru>h}, 20, 22, 31, 32, 36, 37, 38,

39, 40, 41, 42, 43, 44, 45,

46, 47, 60, 61, 62, 63, 64,

66, 82, 109, 110, 112,

113, 121, 122, 123, 124,

129, 130, 131, 132, 133,

134, 135, 136, 137, 139,

144, 146, 148

Al-Ruju>’ ila al-Bida>yah, 165

___________________________

S Al-S{a>lih}i>, 143

Al-Sayyid al-Sharif al-Jarja>ni>, 16,

17, 104, 152, 154, 165,

173, 217

S{a>‘i>d al-Andalu>si>, 94, 102

Sa‘i>d ibn Jubair, 40, 58

Sa’d al-Di>n al-Taftaza>ni>, 16, 17,

91, 104, 140, 152, 156,

172, 196, 203, 208, 217

S{ah}ih}, 65, 66, 134, 138, 143

Sa’i>d ibn Jubair, 40

Sahabat ra, 95, 123, 127, 136,

139, 140, 161, 162, 205

Salaf, 23, 38, 39, 40, 43, 59, 115,

126, 127, 137, 147, 154,

158

Salafi, 40, 101, 134

Sayyid ibn al-Musi>b, 58

Al-Sha’ra>ni>, 65

Al-Shahrasata>ni>, 100, 103, 117,

165, 166

Shai’iyah al-Ma’du>m, 208

Shaziliyah, 65

Shubhat, 14, 43

Shuhada’, 11, 123, 126, 128, 129,

130, 131, 133

S{iddi>qi>n, 133

S{idrat al-Muntaha, 130, 162

Al-S{ira>t}, 157, 158, 195

Al-S{ira>t}, 28 Al-S{u>r, 146

Al-Sijji>n, 135

Socrates, 69, 70, 71, 72, 101, 166,

171

Sophisme, 166

Sorbone, 92

Spiritual, 13, 19, 20, 21, 22, 23,

29, 59, 71, 72, 76, 81, 83,

85, 86, 87, 104, 105, 122,

125, 164, 165, 168, 169,

170, 172, 173, 178, 179,

180, 181, 182, 184, 185,

186, 188, 189, 190, 193,

194, 195, 196, 198, 199,

200, 204, 229, 230

Suhrawardi al-Bagda>di>, 42

Sunnah- al-Sunnah, 10, 94, 95,

101, 122, 123, 136, 140,

147, 152, 205

Surga, 6, 7, 8, 11, 22, 28, 126,

127, 128, 129, 130, 131,

Page 272: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

259

132, 133, 134, 136, 138,

139, 141, 150, 151, 156,

157, 158, 159, 160, 161,

162, 163, 164, 178, 179,

195, 194, 200, 203, 206,

213, 216, 227, 229

Syam, 9, 113

Syariah, 13, 14, 15, 26, 41, 43, 44,

66, 97, 117, 139, 151,

165, 166, 177, 178, 180,

195, 196, 199, 212, 214,

220, 229

Syiah, 15, 17, 18, 91, 135, 195,

216, 221

__________________________

T Tabi‘i>n, 95, 136,

Takwil, 12, 15, 18, 61, 63, 64, 98,

154, 158, 160, 164, 195,

200

Talmud, 6

Tashbi>h} wa Tamthi>l, 12, 46, 178,

200

Taurat, 6

Tekstualis, 13, 61, 64, 115, 134

Teolog, 12, 15, 18,19, 20, 21, 44,

47, 48, 49, 58, 66, 91, 93,

94, 95, 96, 97, 100, 101,

102, 103, 104, 105, 108,

111, 112, 113, 114, 115,

117, 140, 141, 145, 155,

160, 162, 174, 179, 196,

200, 203, 204, 205, 207,

208, 209, 210, 211, 215,

216, 217, 218, 219, 221,

223

Thales of Miletus, 119

Thamsitieus, 78, 79

Timaeus, 73, 74, 79,167

____________________

U Uh}ud, 128, 156

_______________________

W Wahiduddin Khan, 18, 25, 224

Wahyu, 7, 9, 14, 31, 38, 42, 45,

46, 56, 58, 116, 146, 198

Weda, 4

Wih}dah al-Wuju>d, 95

Will James Durant, 2

__________________________

X Xenophone, 71

__________________________

Y Yahudi, 5, 6, 7, 9, 44, 46, 67, 69,

79, 114, 227

Yerusalem, 7

Yunani, 1, 34, 50, 52, 54, 56, 67,

68, 69, 79, 81, 85, 87, 91,

92, 94, 95, 96, 98, 99,

101, 103, 104, 108, 109,

110, 111, 114, 115, 117,

147, 153, 154, 160, 162,

165, 193, 194, 198, 209

____________________

Z Al-Zamkhashari>, 63, 210

Zamzam, 135

Zeus, 72

Page 273: HIDUP SETELAH MATI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41642/1/ISMAIL... · SETELAH MATI: Dialektika Teolog dan Filosof, yang menjadi salah

260

BIODATA PENULIS

Ismail Sonny, anak pertama dari enam

bersaudara pasangan Nefrizal dan

Zarnita. Lahir di Jakarta pada 1986.

Menamatkan pendidikan dasar di SDN

14 Pakan Sinayan (1998). Kemudian

melanjutkan MTs di Madrasah

Sumatera Thawalib Parabek, Bukittingi,

Sumatera Barat (2001). Jenjang Aliyah

Keagamaan juga ditempuh di Madrasah

Sumatera Thawalib Parabek,

Bukittinggi (2004). Selama masa

pendidikan, diasuh oleh kakek, nenek, dan etek di kampung halaman

orang tua tercinta.

Gelar Licence (Lc) diperoleh dari Fakultas Usul al-Din dan

Dakwah, Jurusan Akidah Filsafat Islam, Universitas al-Azhar Zagazig,

Republik Arab Mesir (2008). Penulis pernah mengecap satu tahun

Tamhidi Dirasa>t ‘Ulya (S2) Akidah Filsafat Islam Universitas Al-

Azhar Cairo (2008/2009). Pada musim haji 2009, bekerja sebagai

Petugas Penyelenggara Haji (PPIH) KJRI Arab Saudi, dan

ditempatkan di Daerah kerja Madinah, tepatnya Sektor III Ija>bah.

Pada 2010, mengabdikan diri selama satu tahun di Pondok

Modern Tehnik Ibnu Rusd, Padurenan, Bekasi. Penulis juga pernah

bekerja sebagai penerjemah freelance buku Arab-Indonesia. Pada

2012-2013 dipercaya sebagai pimpinan Pondok Pesantren Modern

Khaira Ummah, Kabupaten Kepulauan Anambas, Kepulauan Riau.

Penulis dapat dihubungi pada kontak 082110764226, atau

email [email protected], dan alamat di Jl. Jatijajar I, no. 20 06/03,

Kel. Jatijajar, Kec. Tapos, Kota Depok.