hewan dan lingkungan

13
HEWAN DAN LINGKUNGAN Kisaran Toleransi dan Faktor Pembatas Tempat : Laboratorium Biologi Tanggal : 18 Februari 2014 Pukul : 15:30-18:00 I. PENDAHULUAN A. Tujuan: Mengetahui perubahan gerakan operculum Ikan Mas Komet (Carassius auratus) terhadap perubahan suhu air. Mengetahui respon tingkah laku Ikan Mas Komet (Carassius auratus) akibat perubahan suhu air. B. Tinjauan Pustaka Setiap organisme didalam habitatnya selalu dipengaruhi oleh berbagai hal disekelilingnya. Setiap faktor yang berpengaruh terhadap kehidupan organisme tersebut disebut faktor lingkungan. Lingkungan mempunyai dimensi ruang dan waktu, yang berarti kondisi lingkungan tidak mungkin seragam baik dalam arti ruang maupun waktu. Kondisi lingkungan akan berubah sejalan dengan perubahan ruang, dan akan berubah pula sejalan dengan waktu. Organisme hidup akan bereaksi terhadap 1 | Hewan dan Lingkungan

Upload: eko-komarudin-sadiman

Post on 19-Oct-2015

20 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

ekoloogi hewan

TRANSCRIPT

HEWAN DAN LINGKUNGANKisaran Toleransi dan Faktor PembatasTempat: Laboratorium BiologiTanggal: 18 Februari 2014Pukul: 15:30-18:00

I. PENDAHULUANA. Tujuan: Mengetahui perubahan gerakan operculum Ikan Mas Komet (Carassius auratus) terhadap perubahan suhu air. Mengetahui respon tingkah laku Ikan Mas Komet (Carassius auratus) akibat perubahan suhu air.B. Tinjauan PustakaSetiap organisme didalam habitatnya selalu dipengaruhi oleh berbagai hal disekelilingnya. Setiap faktor yang berpengaruh terhadap kehidupan organisme tersebut disebut faktor lingkungan. Lingkungan mempunyai dimensi ruang dan waktu, yang berarti kondisi lingkungan tidak mungkin seragam baik dalam arti ruang maupun waktu. Kondisi lingkungan akan berubah sejalan dengan perubahan ruang, dan akan berubah pula sejalan dengan waktu. Organisme hidup akan bereaksi terhadap variasi lingkungan ini, sehingga hubungan nyata antara lingkungan dan organisme hidup ini akan membentuk komunitas dan ekosistem tertentu, baik berdasarkan ruang maupun waktu (Odum, 1993).Ada dua hukum yang berkenaan dengan faktor lingkungan sebagai faktor pembatas bagi organisme , yaitu Hukum Minimum Liebig dan Hukum Toleransi Shelford. Hukum Minimum Liebig menyatakan bahwa pertumbuhan suatu tanaman akan ditentukan oleh unsur hara esensial yang berada dalam jumlah minimum kritis, jadi pertumbuhan tanaman tidak ditentukan oleh unsur hara esensial yang jumlahnya paling sedikit. Dengan demikian unsur hara ini dikatakan sebagai faktor pembatas karena dapat membatasi pertumbuhan tanaman (Howard, 1992).Hukum Toleransi Shelford menyatakan bahwa untuk setiap faktor lingkungan suatu janis organisme mempunyai suatu kondisi minimum dan maksimum yang mampu diterimanya, diantara kedua harga ekstrim tersebut merupakan kisaran toleransi dan didalamnya terdapat sebuah kondisi yang optimum. Dengan demikian setiap organisme hanya mampu hidup pada tempat-tempat tertentu saja, yaitu tempat yang cocok yang dapat diterimanya. Diluar daerah tersebut organisme tidak dapat bertahan hidup dan disebut daerah yang tidak toleran (Polunin, 1997).Apabila organisme terdedah pada suatu kondisi faktor lingkungan yangmendekati batas kisaran tolrensinya, maka organisme tersebut akan mengalami cekaman(stress). Fisiologis. Organisme berada dalam kondisi kritis. Contohnya, hewan yangdidedahkan pada suhu ekstrim rendah akan menunjukkan kondisi kritis Hipotermia dan padasuhu ekstirm tinggi akan mengakibatkan gejala Hipertemia apabila kondisi lingkungan suhuyang demikian tidak segera berubah maka hewan akan mati (Darmawan, 2005).Dalam menentukan batas-batas kisaran toleransi suatu hewan tidaklah mudah. Setiap organisme terdedah sekaligus pada sejumlah faktor lingkungan, oleh adanya suatu interaksi faktor maka suatu faktor lingkungan dapat mengubah efek faktor lingkungan lainnya. Misalnya suatu individu hewan akan merusak efek suhu tinggi yang lebih keras apabila kelembaban udara yang relative rendah. Dengan demikian hewan akan lebih tahan terhadapsuhu tinggi apabila udara kering dibanding dengan pada kondisi udara yang lembab (Kramadibrata, 1996).Setiap hewan memiliki kisaran toleransi yang bervariasi, maka kehadiran di suatuhabitat sangat ditentukan oleh kondisi dari faktor lingkungan di tempat tersebut. Kehadirandan kinerja populasi hewan di suatu tempat menggambarkan tentang kondisi faktor-faktor lingkungan di tempat tersebut. Oleh karena itu ada istilah spesies indikator ekologi, baik kajian ekologi hewan maupun ekologi tumbuhan. Species indikatoe ekologi adalah suatuspecies organisme yang kehadirannya ataupun kelimpahannya dapat memberi petunjuk mengenai bagaimana kondisi faktor-faktor fisiko kimia di suatu tempat. Faktor pembatas adalah suatu yang dapat menurunkan tingkat jumlah dan perkembangan suatu ekosistem (Susatyo, 2003)Faktor Lingkungan Yang Berpengaruh Pada HewanBeberapa faktor fisik yang berpengaruh pada kehidupan hewan adalah: Air Dan KelembapanAir sangat menentukan kondisi lingkungan fisik dan biologis hewan. Perwujudan air dapat berpengaruh terahadap hewan. Misalnya jika air dalam tubuh hewan akan berubah menjadi dingin atau membeku karena penurunan suhu lingkungan, menyebabkan sel dan jaringan tubuh akan rusak dan metabolosme tidak akan bejalan normal, sebaliknya penguapan air yang berlebihan dari dalam tubuh hewan menyebabkan tubuh kekeurangan air. CahayaPada umumnya kehidupan tumbuhan sangat tergantung pada adanya cahaya matahari, karena energi cahaya matahari atau foton sangat mutlah untuk fotosentesis. Tidak demikian halnya dengan hewan, yang seolah-olah tidak selalu membutuhkan cahaya secara langsung. Namun sebenarnya cahaya matahari mempunyai peranan yang penting khususnya bagi hewan-hewan diurnal, yang mencari makan dan melakukan interaksi biotik lainnya secara visual atau mempergunakan rangsang cahaya untuk melihat benda. Untuk mengetahui efek ekologis dari cahaya matahari, yang perlu deperhatikan ialah aspek intensitasnya, kalitasnya serta lamanya penyinaran. Salinitas Dan GaramSalinitas adalah kondisi lingkungan yang menyangkut konsentrasi garam di lingkungan perairan dan air yang terkandung di dalam tanah. Di lingkungan perairan tawar, air cenderung meresap ke dalam tubuh hewan karena salinitasi air lebih rendah daripada cairan tubuh. Hewan yang hidup di shabitat laut umumnya bersifat isotonic terhadap salinitas air laut sehingga tidak ada peresapan air ke dalam tubuh hewan. TemperaturTemperatur merupakan faktor lingkungan yang dapt menembus dan menyebar ke berbagai tempat. Temperatur dapat berpengaruh terhadap hewan dalam proses reproduksi, metabolisme serta aktivitas hidup lainnya. Suhu optimum adalah batas suhu yang dapat ditolerir oleh hewan, lewat atau kurang dari suhu tersebut menyebabkan hewan terganggu bahkan menuju kematian karena tidk tahan terhadap suhu. Adaptasi OrganismeAdaptasi diartikan merupakan kemampuan individu untuk mengatasi keadaan lingkungan dan menggunakan sumber-sumber alam lebih banyak untuk mempertahankan hidupnya dalam relung yang diduduki. Ini bahwa setiap organisme mempunyai sifat adaptasi untuk hidup pada berbagai macam keadaan lingkungan. Beberapa jenis adaptasi yakni; adaptasi morfologis, adaptasi fisiologis dan adaptasi tingkah laku ((Djamal. 1992).Pisces (Ikan) merupakan superkelas dari subfilum Vertebrata yang memiliki keanekaragaman sangat besar. Ikan adalah anggota vertebrata poikilotermik (berdarah dingin) yang hidup di air dan bernapas dengan insang. Ikan merupakan kelompok vertebrata yang paling beraneka ragam dengan jumlah spesies lebih dari 27,000 di seluruh dunia (Sukiya, 2005).Secara keseluruhan ikan lebih toleran terhadap perubahan suhu air suhu air, seperti vertebrata poikiloterm lain suhu tubuhnya bersifat ektotermik, artinya suhu tubuh sangat tergantung atas suhu lingkungan. Beberapa ikan mempunyai perilaku istimewa seperti ikan Glodok yang dapat berjalan di atas daratan dan memanjat pohon (Nawangsari, 1984).Sebagai biota perairan, Ikan merupakan mendapatkan Oksigen terlarut dalam air. Pada hampir semua Ikan, insang merupakan komponen penting dalam pertukaran gas, insang terbentuk dari lengkungan tulang rawan yang mengeras, dengan beberapa filamen insang di dalamnya (Fujaya. 1999).Setiap kali mulut dibuka, maka air dari luar akan masuk menuju farink kemudian keluar lagi melalui melewati celah insang, peristiwa ini melibatkan kartilago sebagai penyokong filamen ikan. Selanjutnya Sukiya menambahkan bahwa lamella insang berupa lempengan tipis yang diselubungi epitel pernafasan menutup jaringan vaskuler dan busur aorta, sehingga karbondioksida darah dapat bertukar dengan oksigen terlarut di dalam air (Sukiya, 2005).Organ insang pada ikan ditutupi oleh bagian khusus yang berfungsi untuk mengeluarkan air dari insang yang disebut operculum yang membentuk ruang operkulum di sebelah sisi lateral insang Laju gerakan operculum ikan mempunyai korelasi positif terhadap laju respirasi ikan (Nawangsari, 1984).II. METODEA. Alat dan BahanNo.AlatJumlahBahanJumlah

1.Beaker Glass6 buahIkan Mas Komet (Carassius auratus)8 buah

2.Termometer6 buahEs batu dan air esSecukupnya

3.Stopwatch1 buahKertasSecukupnya

4.Panci1 buahAlat tulis1 set

5.Akuarium sedang1 buahAirSecukupnya

B. Cara Kerja Air Dipanaskan dalam panic hingga hangat suam-suam kuku Dimasukkan kedalam akuarium hingga 1/5 volume akuarium Diukur suhu awalnya Ikan Diletakkan di beaker glass Dimasukkan ke dalam akuarium Diamati tingkah lakunya Dihitung gerakan operkulumnya selama 1 menit Diambil ikannya Dimasukkan kembali kedalam beaker glass Dimasukkan kembali kedalam akuarium dengan modifikasi perlakuan pada keadaan suhu yang berbeda (13oC, 23oC, 28oC, 40oC dan 50oC) Diamati tingkah lakunya dan diukur operkulumnya dalam 1 menit Dicatat hasilnya Hasil

III. Hasil dan PembahasanA. Hasil PengamatanSuhu AirJumlah Gerakan OperkulumAktivitas Berenang

13oC98Lemas

23oC124Normal

28oC144Normal

40oC108Liar

50oC5Mati

B. PembahasanBerdasarkan hasil praktikum kali ini, mengenai kisaran toleransi dan faktor pembatas pada Ikan Mas Komet (Carassius aureus). Dari hasil pengamatan data diperoleh bahwa kisaran suhu yang baik untuk ikan mas komet ini berada pada suhu 28oC dan aktivitas ikan mulai berkurang pada suhu 40oC dimana ikan berenang secara liar seolah gelisah. Pada suhu 50oC, ikan sudah tidak mampu lagi berenang karena mulai kelelahan dan mati dengan kondisi operkulum dan mulut yang terbuka. Pada suhu 13oC, ikan masih mampu bertahan dengan aktivitas berenang yang lambat. Namun, pada suhu tinggi ikan tidak mampu bertahan karena laju metabolisme yang dialami ikan mengalami peningkatan sehingga membutuhkan energi yang banyak akibatnya ikan mengalami stress kemudian lesu dan akhirnya mati. Menurut (Kordi, 2000), seiring dengan peningkatan suhu, proses respirasi dan metabolism ikanpun ikut meningkat. Perubahan suhu yang mendadak sebesar 10oC dapat menyebabkan stress pada ikan bahkan kematian. Setiap hewan memiliki suhu optimum agar bisa bertahan hidup pada kondisi lingkungan yang didiaminya. Menurut (Efffendy, 2007), untuk kisaran suhu pada ikan mas komet sebesar 23.5-25.5oC, namun suhu yang optimum untuk pertumbuhannya ialah sebesar 24oC.QS.An Nuur: 45

KESIMPULANBerdasarkan praktikum kali ini mengenai kisaran toleransi dan faktor pembatas pada ikan mas komet yang diberikan modifikasi pada suhu air yang beragam. Pada suhu 13oC, ikan berenang secara lambat dengan jumlah gerakan operkulum sebanyak 98. Ketika dipindahkan pada suhu yang lebih tinggi yaitu 23oC, jumlah gerakan operkulumnya bertambah menjadi 124 dengan aktifitas renang yang normal hal ini juga terjadi pada perlakuan suhu 28oC dimana gerakan renang ikan normal dengan jumlah gerakan operculum sebanyak 144. Lain halnya dengan suhu air 40oC, aktifitas renang ikan mulai liar dengan jumlah gerakan operculum sebanyak 108. Perlakuan terakhir pada suhu 50oC, ketika ikan dimasukkan jumlah gerakan operculum hanya terjadi selama 5 kali setelah itu ikan mati. Ikan mas komet ini mati dengan keadaan mulut dan operkulum terbuka.DAFTAR PUSTAKADarmawan, Agus. 2005. Ekologi Hewan. Malang: Universitas Negeri MalangDjamal, Zoeraini. 1992. Prinsip-Prinsip Ekologi dan Organisasi. Jakarta: Penerbit P.T Bumi Aksara. Effendie, M.I. 1997. Biologi Perikanan. Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusantara.Fujaya, Yushinta. 2004. Fisisologi Ikan. Jakarta. Penerbit P.T Rineka Cipta Howard, T. 1992. Ekologi Sistem, Yogyakarta: Universitas Gajah Mada Press.Kramadibrata, H. 1996. Ekologi Hewan. Bandung: Institut Teknologi Bandung Press.Nawangsari. 1984. Zoologi Umum. Jakarta: Penerbit Erlangga.Odum, Eugene, P. 1993. Dasar-Dasar Ekologi, edisi ketiga, Yogyakarta: Universitas. Gajah Mada Press.Polunin, Nicholas. 1997. Teori Ekosistem dan Penerapannya. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada Press.Sukiya. 2005. Biologi Vertebrata. Malang: Penerbit Universitas Negeri Malang.Susatyo, Ari. 2003. Petunjuk Praktikum Ekologi. Semarang: IKIP PGRI Semarang.6 | Hewan dan Lingkungan