hematemesis

18
PENANGANAN HEMATEMESIS Tindakan umum 1. Resusitasi Infus/Transfusi darah Penderita dengan perdarahan 500 -- 1000cc perlu diberi infus Dextrose 5%, Ringer laktat atau Nacl 0,9%. Pada penderita sirosis hati dengan asites/edema tungkai sebaiknya diberi infus Dextrose 5%. Penderita dengan perdarahan yang masif lebih dari 1000 cc dengan Hb kurang dari 8g%, perlu segera ditransfusi. Pada hipovolemik ringan diberi transfusi sebesar 25% dari volume normal, sebaiknya dalam bentuk darah segar. Pada hipovolemik berat/syok, kadangkala diperlukan transfusi sampai 40 -- 50% dari volume normal. Kecepatan transfusi berkisar pada 80 -- 100 tetes atau dapat lebih cepat bila perdarahan masih terus berlangsung, sebaiknya di bawah pengawasan tekanan vena sentral. Pada perdarahan yang tidak berhenti perlu dipikirkan adanya DIC, defisiensi faktor pembekuan path sirosis hati yang lanjut atau fibrinolisis primer. Bilamana darah belum tersedia, dapat diberi infus plasma ekspander maksimal 1000 cc, selang seling dengan Dextrose 5%, karena plasma ekspander dapat mempengaruhi agregasi

Upload: aji-imaduddin

Post on 30-May-2017

216 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: hematemesis

PENANGANAN HEMATEMESIS

Tindakan umum

1. Resusitasi

Infus/Transfusi darah

Penderita dengan perdarahan 500 -- 1000cc perlu diberi infus Dextrose

5%, Ringer laktat atau Nacl 0,9%. Pada penderita sirosis hati dengan asites/edema

tungkai sebaiknya diberi infus Dextrose 5%. Penderita dengan perdarahan yang

masif lebih dari 1000 cc dengan Hb kurang dari 8g%, perlu segera ditransfusi.

Pada hipovolemik ringan diberi transfusi sebesar 25% dari volume normal,

sebaiknya dalam bentuk darah segar. Pada hipovolemik berat/syok, kadangkala

diperlukan transfusi sampai 40 -- 50% dari volume normal. Kecepatan transfusi

berkisar pada 80 -- 100 tetes atau dapat lebih cepat bila perdarahan masih terus

berlangsung, sebaiknya di bawah pengawasan tekanan vena sentral. Pada

perdarahan yang tidak berhenti perlu dipikirkan adanya DIC, defisiensi faktor

pembekuan path sirosis hati yang lanjut atau fibrinolisis primer.

Bilamana darah belum tersedia, dapat diberi infus plasma ekspander

maksimal 1000 cc, selang seling dengan Dextrose 5%, karena plasma ekspander

dapat mempengaruhi agregasi

trombosit. Setiap pemberian 1000 cc darah perlu diberi 10 cc kalsium glukonas

i.v. untuk mencegah terjadinya keracunan asam sitrat.

2. Lavas lambung

Setelah keadaan umum penderita stabil, dipasang pipa nasogastrik untuk

aspirasi isi lambung dan lavas air es, mula-mula setiap 30 menit 1 jam. Bila air

kurasan lambung tetap merah, penderita terus dipuasakan. Sesudah air kurasan

menjadi merah muda atau jernih, maka disarankan dilakukan pemeriksaan

endoskopi yang dapat menentukan lokasi perdarahannya. Pada perdarahan varises

esofagus yang tidak berhenti setelah lavas air es, diperlukan tindakan medik

intensif yang akan dibicarakan kemudian.Sedangkan pada perdarahan ulkus

Page 2: hematemesis

peptikum, gastritis hemoragika dan lainnya, setelah perdarahan berhenti dapat

mulai diberi susu + aqua calcis 50 -- 100 cc/jam, dan secara bertahap ditingkatkan

pada diit makanan lunak/bubur saring dalam porsi kecil setiap 1 -- 2 jam.

3. Hemostatika

Yang dianjurkan adalah pemberian Vitamin K dalam dosis 10 -- 40 mg

sehari parenteral, karena bermanfaat untuk memperbaiki- defisiensi kompleks

protrombin. Pemberian asam traneksamat dan karbazokrom dapat pula diberikan.

4. Antasida dan simetidin

Pemberian antasida secara intensif 10 -- 15 cc setiap jam disertai simetidin

200 mg tiap 4 -- 6 jam i.v. berguna untuk menetralkan dan menekan sekresi asam

lambung yang berlebihan, terutama pada penderita dengan ulkus peptikum dan

gastritis hemoragika. Bila perdarahan berhenti, antasida diberikan dalam dosis

lebih rendah setiap 3 -- 4 jam 10 cc, demikian juga simetidin dapat diberi per oral

200 mg tiap 4 – 6 jam. Sebagai pengganti simetidin dapat diberikan :

-- sucralfate sebanyak 1 -- 2 gram tiap 6 jam melalui pipa nasogastrik,

kemudian per oral.

-- pirenzepin 20 mg tiap 8 jam i.v. atau 50 mg tablet tiap 12 jam.

-- somatostatin dilarutkan dalam infus NaCl 0,9% dengan dosis 250 ug/jam.

Tindakan khusus

MEDIK INTENSIF

Lavas air es dan vasopresor/trombin intragastrik

Bila perdarahan tetap berlangsung, dicoba lavas lambung dengan air es

ditambah 2 ampul Noradrenalin atau Aramine 2 -- 4 mg dalam 50 cc air. Dapat

pula diberikan bubuk trombin (Topostasin) misalnya 1 bungkus tiap 2 jam melalui

pipa nasogastrik. Ada ahli yang menyemprotkan larutan trombin melalui saluran

endoskop tepat di daerah perdarahan di lambung, sehingga di bawah pengawasan

Page 3: hematemesis

endoskopik dapat mengikuti langsung apakah perdarahannya berhenti dan apakah

terbentuk gumpalan darah yang agak besar yang perlu aspirasi dengan endoskop.

Sterilisasi usus dan lavement usus

Terutama pada penderita sirosis hati dengan perdarahan varises esofagus

perlu dilakukan tindakan pencegahan terjadinya koma hepatikum/ensefalopati

hepatik yang disebabkan antara lain oleh peningkatan produksi amoniak pada

pemecahan protein darah oleh bakteri usus. Hal ini dapat dilakukan dengan jalan :

-- Sterilisasi usus dengan antibiotika yang tidak dapat diserap misalnya

Neomisin 4 x 1 gram atau Kanamycin 4 x 1 gram/hari, sehingga

pembuatan amoniak oleh bakteri usus berkurang.

-- Dapat diberikan pula laktulosa atau sorbitol 200 gram/hari dalam bentuk

larutan 400 cc yang bersifat laksansia ringan atau magnesiumsulfat 15g/400cc

melalui pipa nasogastrik.Selain itu perlu dilakukan lavement usus dengan air

biasa setiap 12 -- 24 jam. Untuk pencegahan ensefalopati hepatik dapat diberi

infus Aminofusin Hepar 1000 -- 1500 cc per hari.Bila penderita telah berada

dalam keadaan prekoma atau koma hepatikum, dianjurkan pemberian infus

Comafusin Hepar 1000 -- 1500 cc per hari.

Beta Bloker

Pemberian obat-obat golongan beta bloker non selektif seperti propanolol,

oksprenolol, alprenolol ternyata dapat menurunkan tekanan vena porta pada

penderita sirosis hati, akibat penurunan curah jantung sehingga aliran darah ke

hati dan gastrointestinal akan berkurang. Obat golongan beta bloker ini tidak

dapat diberikan pada penderita syok atau payah jantung, juga pada penderita asma

dan penderita gangguan irama jantung seperti bradikardi/AV Blok.

Infus Vasopresin

Vasopresin mempunyai efek kontraksi pada otot polos seluruh sistem

baskuler sehingga terjadi penurunan aliran darah di daerah splanknik, yang

Page 4: hematemesis

selanjutnya menyebabkan penurunan tekanan portal. Karena pembuluh darah

arteri gastrika dan mesenterika ikut mengalami kontraksi, maka selain di esofagus,

perdarahan dalam lambung dan doudenum juga ikut berhenti.

Vasopresin terutama diberikan pada penderita perdarahan varises esofagus

yang perdarahannya tetap berlangsung setelah lavas lambung dengan air es. Cara

pemberian vasopresin ialah 20 unit dilartkan dalam 100 -- 200 cc Dextrose 5%,

diberikan dalam 10 -- 20 menit intravena.

Efek samping pada pemberian secara cepat ini yang pernah dilaporkan

adalah angina pektoris, infark miokard, fibrilasi ventrikel dan kardiak arest pada

penderita

- penderita jantung koroner dan usia lanjut, karena efek vaso kontriksi

dari vasopresin pada arteri koroner. Selain itu juga ada penderita yang

mengeluh tentang kolik abdomen, rasa mual, diare. Beberapa ahli lain

menganjurkan pemberian infus vasopresin dengan dosis rendah, yaitu

0,2 unit vasopresin per menit untuk 16 jam pertama dan bila

perdarahan berhenti setelah itu, dosis diturunkan 0,1 unit per menit

untuk 8 jam berikutnya. Pada cara pemberian infus vasopresin dosis

rendah lebih sedikit efek sampingyang ditemukan.

- Efek vasopresin dalam menghentikan perdarahan SMBA berkisar

antara 35 - 100%, perdarahan ulang timbul pada 21 - 100% dan

mortalitas berkisar pada 21 - 80%.

Balontamponade

Tamponade dengan balon jenis Sengstaken Blakemore Tube atau Linton

Nachlas Tube diperlukan pada penderita –penderita varises esofagusyang

perdarahannya tetap berlangsung setelah lavas lambung dan pemberian infus

vasopresin. Tindakan pemasangan balon ini merupakan pilihan pertama pada

penderita jantung koroner dan usia lanjut, yang tidak dapat diberikan infus

vasopresin. Prinsip bekerjanya SB atau LN Tube adalah mengembangkan balon di

daerah kardia dan esofagus yang akan menekan, dan dengan demikian

Page 5: hematemesis

menghentikan perdarahan di esofagus dan kardia. SB Tube terdiri dari 2 balon,

masing-masing untuk lambung dan esofagus, sedangkan LN Tube terdiri hanya

dari 1 balon yang mengkompresi daerah distal esofagus dan kardia.

Protokol pemasangan SB Tube :

-- Penderita secara klinis menderita perdarahan varises esofagus, bila mungkin

telah diendoskopi.

-- Keadaan umum cukup baik, tidak koma/syok/gelisah dan kooperatif.

-- Pemasangan dilakukan sedini mungkin, kurang dari 12 jam setelah dirawat.

-- Sebelumnya dilakukan lavas lambung untuk mengeluarkan isi lambung

terutama gumpalan darah.

-- Pemasangan dilakukan oleh dokter atau perawat yang berpengalaman.

-- Balon SB sebelum dipasang harus dites tidak bocor dan kemudian diolesi

dengan salep zylocain atau parafin.

--SB Tube dimasukkan secara perlahan-lahan melalui lubang hidung, sambil

penderita disuruh menelan sampai SB Tube masuk ke lambung, hingga garis

ukuran pipa bagian luar menunjukkan 50 cm dekat lubang hidung.

-- Balon lambung dikembangkan dengan 30 - 50 cc udara dan SB Tube ditarik

perlahan-lahan ke luar sampai balon lambung mencapai kardia dan terasa adanya

tahanan pada penarikan lebih lanjut. Angka pada garis ukuran SB Tube di lubang

hidung berkisar antara 40 - 45 cm.

-- SB Tube difiksasi dengan plester, balon esofagus kemudian dikembangkan

dengan 100 - 200 cc udara tergantung ukuran SB Tube.

-- Penderita dipuasakan selama SB. Tube terpasang. Lavas lambung dan

pemberian obat -obatan dapat dilakukan melalui pipa sentral. Sekret di hipofaring

perlu diaspirasi secara berkala.

Page 6: hematemesis

-- Pemasangan SB Tube berkisar antara 12 - 24 jam, kemudian dicoba

dikempeskan dari dikontrol tiap-tiap jam dengan lava lambung apakah terjadi

perdarahan ulang. Bila terjadi perdarahan ulang, balon SB Tube yang belum

ditarik keluar itu dapat segera dikembangkan kembali. SB Tube dipasang

maksimal48 jam.

Menurut laporan peneliti -peneliti, pemasangan SB Tube dapat

menghentikan 55 - 92% perdarahan varises esofagus, tetapi 25 - 60% penderita

kemudian mengalami perdarahan ulang,sedangkan mortalitas berkisar antara 20 -

60%. Komplikasi pemasangan SB Tube adalah obstruksi laring serta asfiksi akibat

migrasi balonke hipofaring dan ulserasi esofagus, karena pemasangan terlalu

lama.

Sklerosis varises endoskopik

Sejak 1970 ahli-ahli mencoba menghentikan perdarahan varises esofagus

dengan penyuntikan bahan-bahan sklerotik seperti etanolamin, polidokanol,

sodium morrhuate melalui esofagoskop kaku atau serat optik. Karena pemakaian

esofagoskop kaku membutuhkan anestesi umum, dan sebagai komplikasi dapat

terjadi ruptur esofagus, maka metoda ini telah ditinggalkan. Sekarang lebih

banyak digunakan endoskop serat optik baik yang umum maupun yang khusus

dengan 2 saluran, sehingga sewaktu penyuntikan dilakukan melalui saluran

pertama, penghisapan perdarahan yang mungkin terjadi dapat dilakukan melalui

saluran kedua. Teknik penyuntikan dapat paravasal atau intravasal. Terapi ini

dapat dilakukan segera setelah hematemesis berhenti, tetapi tergantung dari

keahlian dokternya dapat dilakukan juga pada penderita yang sedang mengalami

perdarahan akut, bila tindakan medik intensif lainnya tidak berhasil. Di sini

perdarahan dapat dihentikan pada 80 - 100%, perdarahan ulang terjadi pada 10 -

40% sedangkan mortalitas selama dirawat mencapai 30%.

Bila perdarahan dapat dihentikan dengan SB Tube atau infus vasopresin,

terapi sklerosis ini dilakukan beberapa hari kemudian. Varises yang luas

umumnya membutuhkan 2 - 3 x terapi dengan jangka waktu 7 - 10 hari.

Page 7: hematemesis

Mortalitas penderita yang diterapi dalam stadium interval ini lebih rendah 4 -

14%. Komplikasi metoda ini yang pernah dilaporkan adalah nyeri retrosternal,

ulserasi, nekrosis, striktur dan stenosis dari esofagus, effusi pleura, mediastinitis.

Koagulasi laser endoskopik

Bila pemberian vasopresin, pemasangan SB Tube dan sklerosis varises

endiskopik gagal dalam menghentikan perdarahan varises esofagus, mungkin

dapat diterapkan terapi koagulasi dengan Argon/Neodym Yag Laser secara

endoskopik. Ada ahli yang melaporkan keberhasilan sampai 91,3% (116 dari 127

penderita). Hanya alat ini sangat mahal. Demikian juga perdarahan SMBA lainnya

seperti pada ulkus peptikum dan keganasan ternyata dapat dihentikan dengan

koagulasi laser endoskopik.

Embolisasi varises transhepatik

Caranya, dengan tuntunan ultrasonografi dimasukkan jarum ke dalam hati

sampai mencapai vena porta yang melebar, kemudian disorong kateter melalui

mandrin tersebut sepanjang vena porta sampai mencapai vena koronaria gastrika

dan disuntikkan kontras angiografin. Pada transhepatik portalvenografi ini akan

terlihat vena-vena kolateral utama termasuk varises esofagus. Selanjutnya

sebanyak 30 -- 50 cc Dextrose 50% disuntikkan melalui kateter diikuti dengan

suntikan trombin, ditambah gel foam atau otolein. Perdarahan varises esofagus

umumnya segera berhenti.

Metoda ini belum banyak laporannya dalam kepustakaan, karena

tekniknya sukar dan sering mengalami kegagalan yang disebabkan trombosis vena

porta atau adanya asites. Komplikasi yang membahayakan adalah perdarahan

intraperitoneal dari bekas tusukan jarum tersebut. Seorang peneliti melaporkan

bahwa 5 bulan sesudah embolisasi timbul varises esofagus yang baru.

TINDAKAN BEDAH

Setelah usaha-usaha medik intensif di atas mengalami kegagalan dan

perdarahan masih berlangsung, maka perlu dilakukan tindakan bedah darurat,

Page 8: hematemesis

seperti pintasan portosistemik atau transeksi esofagus untuk perdarahan varises

esofagus. Perdarahan dari ulkus peptikum ventrikuli atau duodeni serta keganasan

SMBA yang tidak berhenti dalam 48 jam juga memerlukan tindakan bedah. Bila

tidak diperlukan tindakan bedah darurat, setelah keadaan umum penderita

membaik dan pemeriksaan diagnostik telah selesai dilakukan, dapat dilakukan

tindakan bedah elektif setelah 6 minggu.

·

Page 9: hematemesis

Gambar 1. Penilaian Awal dan Resusitasi

Anamnesis dan pemeriksaan fisik

Tanda vital

Akses vena

Selang nasogastrik

Pemeriksaan laboratorium

Hb, Ht, trombosit

Pemeriksaan hemostasis

Cairan kristaloid

Cairan koloid

Transfusi darah

Hemodinamik tidak stabil

Perdarahan aktif

Hemodinamik stabil

Perdarahan menetap

Hemodinamik stabil

Tidak ada perdarahan aktif

Hemodinamik stabil

Perdarahan berhenti

Terapi empiris

Perdarahan berhenti

Endoskopi saluran cerna bagian atas elektif

EMERGENSI or AWAL endoskopi UGI

Variasi esofagus/gaster Ulkus Sumber perdarahan tidak tampak

Skleroterapi atau ligasi atau selang

SB

Penyuntikan obat hemostatik atau operasi segera

Diagnosis tindakan dan terapi radiologi intervensional atau

operasi segera

Terapi bedahTerapi definitif

Jika gagal

Obat vasoaktif Somatostatin Octreotide

vasopresin + nitrat

Terapi definitif Terapi bedah

Page 10: hematemesis

Gambar 2. Pengkajian/evaluasi awal dan resusitasi

Anamnesis dan pemeriksaan fisik

Tanda vital

Akses vena

Selang nasogastrik

Pemeriksaan laboratorium

Hb, Ht, trombosit

Pemeriksaan hemostasis

Crystalloid solution

Colloid solution

Blood transfusions

Hemodinamik tidak stabil perdarahan aktif

Hemodinamik stabil perdarahan aktif (-)

Terapi empiris :

Vitamin K 3 x 1 amp, obat-obatan, antisekresi, Antasid, sukralfat

Hemodinamik instabil perdarahan berlanjut

Hemodinamik stabil perdarahan berhenti

Tekanan darah > 90/60 mmHg tekanan darah rata-rata >70 mmHg nadi < 100/m, Hb > 9 g%, tes Tilt (-)

Tekanan darah > 90/60 mmHg tekanan darah rata-rata <70 mmHg nadi 100/m, Hb < 9 g%, tes Tilt (+)

Perdarahan berhenti Perdarahan berlanjut

Obat vasoaktif Somatostatin Octreotide

vasopresin + nitrat

Evaluasi efektif

Perdarahan berhenti

Tamponade balon/selang SB

Perdarahan berlanjut

Radiologi barlin saluran cerna bagian atas atau rujuk untuk endoskopi saluran cerna bagian atas

Terapi definitifOperasi segera

Page 11: hematemesis

Gambar 3. Pengkajian/evaluasi awal dan resusitasi

Anamnesis dan pemeriksaan fisik

Tanda vital

Akses vena

Selang nasogastrik

Pemeriksaan laboratorium

Hb, Ht, trombosit

Pemeriksaan hemostasis

Crystalloid solution

Colloid solution

Blood transfusions

Hemodinamik tidak stabil perdarahan aktif

Hemodinamik stabil perdarahan aktif (-)

Terapi empiris :

Vitamin K 3 x 1 amp, obat-obatan, antisekresi, Antasid, sukralfat

Hemodinamik instabil perdarahan berlanjut

Hemodinamik stabil perdarahan berhenti

Tekanan darah > 90/60 mmHg tekanan darah rata-rata >70 mmHg nadi < 100/m, Hb > 9 g%, tes Tilt (-)

Tekanan darah > 90/60 mmHg tekanan darah rata-rata <70 mmHg nadi 100/m, Hb < 9 g%, tes Tilt (+)

Perdarahan berhenti Stabilisasi

Obat vasoaktif Somatostatin Octreotide

vasopresin + nitrat

Rujuk untuk evaluasi efektif lebih lanjut

Radiologi barlin saluran cerna bagian atas atau rujuk untuk endoskopi saluran cerna bagian atas

Terapi definitif

REFERRAL INSTABLE HEMODYNAMIC

Page 12: hematemesis

DAFTAR PUSTAKA

1. Abdurachman SA, Hematemesis dan Melena. Tinjauan kasus di Bagian

Ilmu Penyakit Dalam RS Hasan Sadikin Bandung, selama 1970 - 1974.

Proceeding KOPAPDI III di Bandung, 1975.

2. Gross R. Die akute Magen-Darmblutung in Der internistische Not fall,

F.K. Sehattauer Verlag Stuttgart 1973, haL 545 - 576.

3. Fruhmorgen P. Neue Verfahren zur Blutstillung dalam Operative

Endoskopie. Acron Verlag 1979, haL 83 - 90.

4. Hadi S. Hematemesis Melena dalam Gastroenterologi. Alumni Bandung

1981, hal 161- 191.

5. Hadi S. Langkah pendekatan penatalaksanaan perdarahan saluran makan

bagian atas. Makalah pada pertemuan Ilmiah PPHI ke 3. Kongres

PGI/PEGI Palembang 1 – 3 Agustus 1985.

6. Hernomo K. Terapi medik perdarahan hipertensi portal. Buku Ilmu

Penyakit Dalam Jilid I, th. 1984 hal 795 - 807.

7. Kiefhaber P. Endoskopische Blutstillung blutender Osophagus und

Magenvarizen mit Neodym-Yag-Laser dalam Operative Endoskopie haL

19 - 26.

8. Paquet KJ. Wandsklerosierung bei Osophagusvarizen dalam Operative

Endoskopie. Acron Verlag, Berlin, hal 33 - 46.

9. Soehendra N. Sclerotherapy of Oesophageal Varices by Means of

Fibreendoscopy in Clinical Hepatology. Springer Verlag Berlin 1983.

10. Tondobala TH. Hematemesis dan Melena. Buku Ilmu Penyakit Dalam

1984, haL 737 - 743.

11. Westaby D, Macdougall B, Williams R. New Approaches to the

Management of Portal Hypertension and Variceal Haemorrhage in Clinical

Hepatology. Springer. Verlag Berlin 1983