helicobacter pylori

Upload: abdurrahmanto-part-iii

Post on 09-Jul-2015

242 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB I PENDAHULUAN

Pada tahun 1982, Marshall dan Warren mengisolasi Helicobacter pylori (H.pylori) dari biopsi lambung pasien yang menderita gastritis kronik dan ulkus peptikum.(1) Untuk membuktikan hubungan kedua kejadian tersebut, dua orang sukarelawan yaitu Marshall (Australia) dan Morris (Selandia Baru) memasukkan kultur murni H.pylori ke dalam tubuhnya. Pada pemeriksaan endoskopi dan histopatologi yang dilaksanakan memperlihatkan adanya gastritis dan ulkus peptikum.(2) Sejak saat itu ulkus peptikum pada orang dewasa ditanggulangi sebagai penyakit infeksi dan pengobatan dilakukan dengan cara eradikasi agen penyebab. Pada tukak peptik infeksi H.pylori merupakan faktor etiologi yang utama sedangkan untuk kanker lambung termasuk karsinogentipe I, yang definitif. Pada keadaan lain seperti dispepsia non ulser dengan infeksi H.pylori, para ahli belum bersepakat tentang perannya sebagai faktor etiologi.1 Prevalensi H. pylori di Negara berkembang dilaporkan lebih tinggi dibanding Negara maju. Penegakkan diagnosis dari infeksi H. pylori adalah dengan metode invasif dan n o n i n v a s i f . M e t o d e i n v a s i f meliputi endoskopi dan biopsy yang diikuti oleh

p e m e r i k s a a n histology, biakan, uji urease, dan PCR, sedangkan metode noninvasif meliputi serologi dan ujiC-urea napas.2

Alur penularan H.pylori adalah fekal-oral atau oral-oral. Manusia merupakan tempat hidup primer H.pylori. Pernah dilaporkan H.pylori ditemukan pada kucing maupun di tempat lainnya seperti tinja dan air. Sampai saat ini, belum diketahui secara pasti hubungan antara H.pylori yang hidup di luar tubuh manusia dan terjadinya infeksi bakteri tersebut pada manusia. Beberapa keadaan diduga sebagai factor risiko terjadinya infeksi H.pylori, yaitu kepadatan tempat tinggal, daerah endemik, dan sosial ekonomi rendah. (3,5)

BAB II PEMBAHASAN

A. Epidemiologi Prevalensi infeksi H. pylori di Negara berkembang lebih tinggi dibandingkand e n g a n N e g a r a m a j u . P r e v a l e n s i p a d a p o p u l a s i d i N e g a r a m a j u s e k i t a r 3 0 - 4 0 % , s e d a n g k a n dinegaraberkembang mencapai 80-90 %. Dari jumlah tersebut hanya sekitar 10-20 % yang akanmenjadi penyakit gastroduodenal.1 Studi sero epidemiologi di Indonesia menunjukkan prevalensi 36-46,1 % dengan usia termuda 5 bulan. Pada kelompok usia muda di bawah 5 tahun . 5,3 -15,4 % telah terinfeksi, dan diduga infeksi pada usia dini berperan sebagai faktor risiko timbulnya degenerasi maligna pada usia yang lebih lanjut. Asumsi ini perlu diamati lebih lanjut, karena

kenyatannya prevalensi kanker lambung di Indonesia relatif rendah semikian pula prevalensi tukak peptik. Agaknya s e l a i n f a k t o r bakteri, faktor pejamu dan faktor lingkungan yang berbeda a k a n m e n e n t u k a n terjadinya kelainan patologis akibat infeksi.1 Secara umum telah diketahui bahwa infeksi H.pylori m e r u p a k a n m a s a l a h g l o b a l , t e t a p i mekanisme transmisi apakah oral-oral atau fekal-oral belum diketahui dengan pasti. Studi di Indonesia menunjukkan adanya hubungan antar tingkat sanitasi

lingkungan dengan prevalensi i n f e k s i H . p y l o r i , s e d a n g k a n d a t a di luar negeri menunjukkan hubungan antara infeksi

d e n g a n penyediaan atau sumber air minum.1 Data penelitian klinis di Indonesia menunjukkan bahwa prevalensi tukak peptik pada pasien dispepsia yang tukak peptik diendoskopi berkisar antara 5,78 % di Jakarta hingga 16,91 % di Medan. 1 Pada kelompok pasien dispepsia non ulkus, prevalensi infeksi H.pylori yang dilaporkan berkisar antara 20-40 % dengan metode diagnostik yang berbeda yaitu serologi,

k u l t u r d a n histopatologi. Angka tersebut memberi gambaran bahwa pola infeksi di Indonesia tidak terjadi pada usia dini tetapi pada usia yang lebih lanjut, tidak sama dengan pola Negara berkembang lain seperti afrika. Agaknya yang berperan adalah faktor lingkungan dan perbedaan ras.1 Tingginya prevalensi infeksi dalam masyrakat tidak sesuai dengan prevalensi penyakit Saluran cerna bagian atas (SCBA) seperti tukak peptik ataupun karsinoma lambung. Diperkirakan hanya sekitar 10-20 %saja yang kemudian menimbulkan penyakit gastroduodenal.1

B. Morfologi Helicobacter pylori

Helicobacter pylori adalah bakteri gram negatif berbentuk batang atau kokoid (beberapa kepustakaan menyebutnya spiral atau seperti huruf S), mempunyai flagel yang memungkinkan bakteri ini memiliki daya motilitas tinggi, dan bersifat mikroaerofilik. Tempat yang sesuai di dalam tubuh manusia adalah antrum.H.pylori dapat berkonversi dari bentuk batang ke bentuk kokoid. Bentuk batang lebih virulen dibanding bentuk kokoid, sedangkan bentuk kokoid sendiri dikatakan berperan terhadap kekambuhan infeksi.(9) Secara biokimiawi, H.pylori memproduksi enzim urease. Enzim ini mengkatalisis proses hidrolisis urea yang terdapat pada mukosa lambung menjadi amonia dan CO2. Amonia diduga berperan sebagai mekanisme pertahanan hidup H.pylori dalam lingkungan asam.(10)

C. Patogenesis Mukosa gaster terlindungi sangat baik dari infeksi bakteri, namun H.pylori memiliki kemampuan adaptasi yang sangat baik terhadap ekologi lambung, dengan serangkaian langkah unik masuk dalam mucus, berenang dan orientasi spasial di dalam mucus, melekat pada sel epitel lambung, menghindar dari respon imun dan sebagai akibatnya terjadi kolonisasi dan transmisi persisiten.1 S e t e l a h m e m a s u k i s a l u r a n c e r n a , b a k t e r i H.Pylori harus menghindari aktivitas bakterisidal yang terdapat dalam isi lumen lambung, dan masuk ke dalam lapisan mucus.

Produksi urease dan motilitas sangat penting berperan pada langkah awal infeksi ini. Urease menghidrolisis urea menjadi karbondioksida dan ammonia, sehingga H.Pylori mampu bertahan hidup dalam lingkungan yang asam. Aktivitas enzim ini diatur oleh suatu saluran urea yang tergantung pH (pH- gated urea channel), Ure-1, yang terbuka p a d a p H y a n g r e n d a h , d a n menutup aliran urea pada keadaan netral. Motilitas bakteri sangat penting pada kolonisasi, dan flagel H. Pylori sangat baik beradaptasi pada lipatan-lipatan lambung. 1 H. Pylori dapat terikat erat pada sel-sel epitel melalui berbagai komponen permukaan bakteri. Adhesis yang sangat dikenal baik karakteristiknya adalah BabA, suatu protein membrane luar yang terikat pada group antigen darah Lewis B. Beberapa protein lain family Hop protein(protein membran luar) juga merupakan mediasi adhesi pada sel epitel. Bukti-bukti menunjukkan bahwa adhesi, terutama oleh BabA, sangat relevan dengan penyakit-penyakit terkait H.Pylori dan dapat

mempengaruhi derajat beratnya penyakit, meskipun beberapa hasil studi terdapat beberapa pula yang bertentangan.1 Sebagian besar strain H.Pylori mengeluarkan suatu eksotoksin, vacA. Toksin tersebut masuk ke dalam membrane sel epitel dan membentuk suatu saluran tergantung voltase, suatu anion hexamer selektif, yang mana melalui saluran tersebut bikarbonat dan anion-anion organic d a p a t d i l e p a s k a n , t a m p a k n y a j u g a u n t u k m e n y e d i a k a n nutrisi bagi bakteri. VacA juga menyerang membrane

mitokondria, sehingga menyebabkan lepasnya sitokrom c d a n mengakibatkan apotopsis. Peran patogenik dari toksin masih diperdebatkan. Pada studi-studi hewan, bakteri mutan tanpa VacA juga dapat melakukan kolonisasi, dan strain dengan gen V a c A y a n g inaktif telah pula diisolasi dari pasien-pasien, menunjukkan b a h w a V a c A t i d a k essential untuk untuk kolonisasi. Beberapa strain H.Pylori memiliki cag-PAI (cag pathogenicityisland), suatu fragmen genom yang mengandung 29 gen. beberapa gen ini menyandi komponen-komponen sekresi yang mentranslokasi CagA kedalam sel penjamu. Setelah memasuki sel epitel, CagA difosforilasi dan terikat pada SHP-2 tirosin fosfatase, menimbulkan respons selular growth faktor-like dan produksi sitokin oleh sel pejamu.1,5

Gambar 1: Patogenesis Helicobacter pylori H.pylori menyebabkan peradangan lambung yang terus menerus. Respon peradangan ini mula-mula terdiri dari penarikan neutrofil, diikuti limfosit T dan B, sel plasma, dan makrofag, bersamaan dengan terjadinya kerusakan sel epitel. Karena H.Pylori sangat jarang menginvasi m u k o s a g a s t e r , r e s p o n p e j a m u t e r u t a m a d i p i c u o l e h m e n e m p e l n y a b a k t e r i p a d a s e l e p i t e l . Pathogen tersebut dapat terikat pada molekul MHC class II di permukaan sel epitel gaster dan menginduksi terjadinya apotosis. Perubahan lebih lanjut

d a l a m s e l e p i t e l t e r g a n t u n g p a d a protein-protein yang disandi pada cag- P A I dan translokasi CagA ke dalam sel epitel

g a s t e r . Urease H.Pylori dan porin juga dapat berperan pada terjadinya ekstravasasi dan kemotaksis neutrofil 1,5 Epitel gaster pasien terinfeksi H.Pylori meningkat kadar interleukin -1B, interleukin-6, interleukin-8 dan tumor nekrosis faktor alfa. Diantara semua itu, interleukin-8, suatu neutrophil activating chemokine yang poten yang diekspresikan oleh sel epitel gaster, tampaknya berperan penting. Strain H.Pylori yang mengandung ca-PAI menimnulkan respons interleukin-8 yang jauh lebih kuat dibandingkan strain yang tidak mengandung cag, dan respons ini tergantung pada aktivasi nuclear faktor-kB (NF-kB) dan respons segera dari faktor transkripsi activator protein I (AP-1). 1 Infeksi H.Pylori merangsang timbulnya respons humoral mukosa dan sitemik. Produksia n t i b o d y y a n g t e r j a d i t i d a k d a p a t m e n g h i l a n g k n

infeksi. beberapa

Bahkan pasien

menimbulkan yang terinfeksi

kerusakan jaringan H.Pylori timbul

pada

respons

a n t i b o d y t e r h a d a p H+/K+ ATPase sel-sel parietal lambung yang berkaitan dengan meningkatnya atrofi korpusgaster.1 Selama yang berbeda respons timbul. imun spesifik, subgroup sel T

Sel-sel

i n i berpartisipasi

dalam

proteksi mukosa lambung dan membantu membedakan antar bakteri pathogen dan komensal. Sel T-helper immature (Th 0) b e r d i f e r e n s i a s i m e n j a d i 2 s u b t i p e fungsional : sel Th-1, mensekresi interleukin 2 dan interferon gamma, dan th-2 mensekresi IL-4, I L - 5 , d a n I L 10. Sel Th-2 menstimulasi sel b sebagai respons terhadap pathogen e k s t r a s e l , sedangkan Th-1 terutama timbul sebagai

respons terhadap pathogen intrasel. Karena H.Pylori b e r s i f a t t i d a k invasif dan merangsang timbulnya respons humoral yang kuat, maka yang d i h a r a p k a n Namun timbul paradox, adalah sel-sel respons mukosa sel Th2. gaster

y a n g spesifik terhadap H.pylori umumnya justru menunjukkan fenotip Th-1, yang menyebakan gastritis,sedangkan sitokin Th2 proteksi terhadap peradangan lambung. Orientasi Th1 tersebut tampaknyam e n i n g k a t k a n p r o d u k s i I L 18 di antrum sebagai rrspon terhadap i n f e k s i H.Pylori

menjadi persisten.1 Kerusakan sel epitel lambung juga disebabkan oleh reactive oxygen dan nitrogen speciesyang dihasilkan oleh neutrofil teraktivasi. Inflamasi kronik juga

meningkatkan turnover sel epiteldan apotosis. Polimorfisme proinflamasi dari gen IL-1beta mengarahkan perkembangan gastritist e r u t a m a t e r j a d i d i korpus gaster dan berkaitan dengan hipoklorjidria, atrofi g a s t e r , d a n adenokarsinoma gaster. Bila poliforfisme proinflamasi tidak ada, gastritis berkembang terutamadi antrum, dan berikatan dengan kadar sekresi asam yang normal atau tinggi.1