hasil

11
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bab ini memaparkan hasil penelitian faktor – faktor yang berkontribusi terhadap kepatuhan pasien DM tipe 2 di Poliklinik Puskesmas Suradita. Waktu penelitian selama 1 minggu. Dengan koresponden pasien DM tipe 2 laki-laki maupun perempuan yang tidak terkontrol. DM tipe 2 yang tidak terkontrol adalah pasien yang tidak rutin meminum obat atau dengan kadar gula darah sewaktu pasien lebih dari 200 mg/dl. Hasil penelitian disajikan dalam bentuk tabel dan narasi. variable Katagori Jumlah Presentase Status ekonomi Rendah 13 43,3% Tinggi 17 56,6% Faktor sosial Baik 10 33,4% Kurang 20 66,6% Faktor pelayanan kesehatan Baik 19 63,4% Kurang 11 36,6% Faktor psikologi Baik 17 50% Kurang 13 50% Durasi menderita penyakit DM < 1 tahun 14 46,7% > 1 tahun 16 53,3% Komplikasi yang dialami < 3 penyakit 12 40% > 3 penyakit 18 60% Kepatuhan Patuh 9 70% Tidak patuh 21 30% Table 1. Table Hasil penelitian

Upload: noorgianilestari

Post on 17-Sep-2015

9 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

EVPROG

TRANSCRIPT

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini memaparkan hasil penelitian faktor faktor yang berkontribusi terhadap kepatuhan pasien DM tipe 2 di Poliklinik Puskesmas Suradita. Waktu penelitian selama 1 minggu. Dengan koresponden pasien DM tipe 2 laki-laki maupun perempuan yang tidak terkontrol. DM tipe 2 yang tidak terkontrol adalah pasien yang tidak rutin meminum obat atau dengan kadar gula darah sewaktu pasien lebih dari 200 mg/dl. Hasil penelitian disajikan dalam bentuk tabel dan narasi.

variableKatagoriJumlahPresentase

Status ekonomiRendah1343,3%

Tinggi1756,6%

Faktor sosialBaik1033,4%

Kurang2066,6%

Faktor pelayanan kesehatanBaik 1963,4%

Kurang 1136,6%

Faktor psikologiBaik 1750%

Kurang 1350%

Durasi menderita penyakit DM < 1 tahun1446,7%

> 1 tahun 1653,3%

Komplikasi yang dialami< 3 penyakit1240%

> 3 penyakit1860%

Kepatuhan Patuh970%

Tidak patuh2130%

Table 1. Table Hasil penelitian

Pasien DM tipe 2 di puskesmas suradita yaitu sebanyak 13 orang (43,3 %) status ekonominya rendah dan sebagian besar berpenghasilan cukup yaitu 17 orang (56,6 %). Sejumlah 20 pasien (66,6 %) merasa dukungan sosial yang diperoleh dari keluarga kurang. Hasil yang hampir sama diperoleh pada 19 pasien (63,4 %) yang merasa kurangnya dukungan dari tenaga medis (faktor pelayanan kesehatan). Hampir sebagian dari pasien yaitu 18 orang (60 %) memiliki faktor psikologis yang baik dan sebanyak 16 pasien (53.3 %) telah menderita penyakit DM kurang dari 1 tahun. Pada tabel tersebut juga terlihat bahwa sebagian besar pasien memiliki lebih dari 3 (tiga) penyakit sebagai akibat komplikasi dari penyakit DM 15 pasien (50 %) dan tidak mematuhi rekomendasi terapi 21 pasien dengan presentase (30%). Distribusi responden berdasarkan status ekonomi, tingkat pendidikan, faktor sosial, faktor psikologi, faktor pelayanan kesehatan, durasi menderita penyakit DM, komplikasi lain yang dialami oleh pasien sekarang akibat penyakit DM, dan kepatuhan di Puskesmas suradita. 1. Status Ekonomi

Kuisioneir yang ditanyakan kepada pasien yaitu pendapatan kepala keluarga yang diperoleh selama 1 bulan. Dengan menggunakan upah minimum Tangerang selatan sebagai standar yang di ajukan ke pasien. Apabila kurang dari dua juta tujuh ratus sepuluh ribu rupiah maka disimpulkan status ekonomi rendah dan sebaliknya.

Status ekonomipatuh

Tidak patuhTotal P value

n%n%n%

Rendah58131000,2420

Tinggi31417100

Jumlah82230100

Didapatkan pasien DM tipe 2 yang status sosialnya kurang sebanyak 13 orang (43,3%) dan 17 orang yang sosial ekonominya menengah atau cukup (56,6%), hasil dari chi square p = 0,2420. Disimpulkan bahwa kepatuhan DM tidak berhubuhan dengan status ekonomi rendah yang dimana sejalan dengan penelitian yang sudah di lakukan di RS Hasan Sadikin Bandung tahun 2009 dimana didapatkan p=0,143 .

Kontribusi yang tidak signifikan antara status ekonomi dan kepatuhan disebabkan informasi mengenai pendapatan untuk sebagian orang dianggap sebagai hal yang sensitif dan bersifat pribadi sehingga koresponden tidak mengatakan hal yang sebenarnya atau responden tidak memasukan pendapatan lainnya atau asset pribadi lainnya.

2. Faktor sosial dan keluarga

Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan mengenai seberapa besar dukungan keluarga pasien dan sejauh mana dukungan yang didapatkan. Sering atau selalu ada seseorang yang dapat membantunya dalam setiap keluhan yang pasien rasakan. Apabila seperti itu berarti faktor sosial atau dukungan keluarga baik dan sebaliknya apabila pasien merasakan tidak adanya seseorang yang dapat mendengarkan keluh-kesahnya, memberikan saran atau mengantar kontrol rutin, dan membantu memahami masalah yang dirasakan oleh pasien (menjawab sering atau selalu paling tidak 4 dari 6 pertanyaan) berarti pasien memiliki faktor sosial yang rendah.

Status sosialpatuh

Tidak patuhTotal P value

n%n%n%

baik82101000,010

kurang31720100

Jumlah111930100

Hasil yang didapatkan 20 pasien memiliki faktor sosial yang rendah ( 66,6%) dan faktor sosial yang baik sebanyak 10 orang (33,4%), yang didapatkan dari chi square p=0,0010. Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0.001 pada maka dapat disimpulkan bahwa faktor sosial berkontribusi secara signifikan terhadap kepatuhan pasien DM tipe 2.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Delamater (2006) yang menyimpulkan bahwa rendahnya tingkat konflik, tingginya tingkat kohesi dan organisasi, serta pola komunikasi berhubungan dengan baiknya kepatuhan pasien terhadap penatalaksanaan DM. Peran keluarga sebagai sistem pendukung yang berperan membentuk individu menjadi pribadi yang lebih adaptif terhadap stress, baik itu stress fisik maupun emosi. Seperti juga yang dikemukakan oleh Griffith (1990 dalam Delamater, 2006) bahwa dukungan sosial juga berfungsi mencegah efek stress lebih lanjut pada penatalaksanaan DM.

3. Faktor pelayanan medis

Sistem pelayanan kesehatan mencakup pelayanan kedokteran (medical services) dan pelayanan kesehatan masyarakat (public health services) yang diberikan oleh tenaga profesional kesehatan. Pertanyaan yang diajukan berupa perhatian, kepedulian, dan sikap menghormati dari pelayanan kesehatan maupun tenaga medis. Apabila pasien menjawab petugas medis memberikan perhatian, kepedulian serta sikap menghormati minimal 4 dari 6 pertanyaan, dapat disimpulkan bahwa pasien memiliki dukungan petugas medis yang baik dan sebaliknya.

Pelayanan kesehatan patuh

Tidak patuhTotal P value

n%n%n%

baik118191000,1424

kurang3811100

Jumlah141630100

Hasil yang didapatkan bahwa 19 pasien (63,4%) pasien merasakan kepedulian, perhatian dan sikap menghormati dari pelayanan petugas medis di poliklinik dan 11 orang (36,6%) merasakan dukungan petugas medis yang kurang, hasil chi square p=1424. Sejalan dengan penelitian sebelumnya didapatkan Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0.245 , maka dapat disimpulkan bahwa faktor sistem pelayanan kesehatan tidak berkontribusi secara signifikan terhadap kepatuhan pasien DM tipe 2. Ketidakbermaknaan hasil ini dimungkinkan karena pasien DM tipe 2 yang menjadi responden penelitian merasa sungkan untuk menyampaikan kesan yang sebenarnya tentang peran dan fungsi petugas medis di poliklinik. Terbukti saat ditanya mengenai perilaku caring tenaga medis yang meliputi sikap menghormati pasien serta kepedulian terhadap kekhawatiran maupun harapan pasien, banyak responden yang menyampaikan kesan yang positif. Meskipun sebagian besar dari mereka juga mengakui harus menunggu lama untuk dapat dilayani oleh perawat. 4. Faktor psikologis

Hasil kuisioneir dikatakan baik apabila pasien menjawab dengan baik pertanyaan yang diajukan dan faktor psikologis hanya menilai aspek persepsi dan pengetahuan pasien mengenai terapi penatalaksanaan DM di rumah. Faktor psikologipatuh

Tidak patuhTotal P value

n%n%n%

Baik 152171000,005

kurang31013100

Jumlah181230100

Hasil yang didapatkan 17 orang (56,6%) memiliki pemikiran yang baik mengenai persepsi tentang DM tipe 2 dan penatalaksanaan baik farmakologis maupun nonfarmakologis dan sebagian lagi memiliki kecenderungan belum mengerti dengan baik, chi square yang di dapatkan p=0,0005. Penelitian Klein, 2006 menyatakan bahwa untuk mencapai keberhasilan, seseorang harus melalui 3 (tiga) tahapan kepatuhan, yaitu pertama adalah percaya, seseorang harus percaya pada akurasi dari diagnosa, kesesuaian terapi, kemampuannya untuk melaksanakan terapi, dan validasi serta kecenderungan terapi untuk mencapai keberhasilan. Tahap yang kedua adalah pengetahuan, bahwa seseorang perlu mengetahui apa yang hendak dilakukan agar dapat mengerjakan tindakan itu dengan tepat dan benar. Instruksi yang jelas dan mental model yang dikembangkan dengan baik membantu individu dalam melakukan tindakan dengan efektif. Sehingga pengetahuan yang baik tentang kapan dan bagaimana melaksanakan suatu terapi akan membantu pasien DM tipe 2 untuk mengembangkan petunjuk petunjuk kritis dan mengingatkan untuk selalu bersikap patuh terhadap rekomendasi terapi. Tahap yang terakhir adalah tindakan. Pasien DM tipe 2 akan patuh dalam melaksanakan rekomendasi terapi jika percaya percaya pada tujuan dan efektifitas dari terapi, tahu bagaimana melaksanakannya dengan sesuai, dan mampu melaksanakan terapi yang dianjurkan karena setiap kali terapi dilaksanakan (atau tidak) adalah penegasan ulang dari kepercayaan, pengetahuan, dan kemampuan untuk bertindak. Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0.032 pada 5 % maka dapat disimpulkan bahwa faktor psikologis berkontribusi secara signifikan terhadap kepatuhan pasien DM tipe 2.

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa pasien DM Tipe 2 yang memiliki health beliefs yang baik dan positif akan lebih patuh terhadap program penatalaksanaan DM. Pendapat ini didukung oleh Brownlee (1987, dalam dalam Delamater, 2006) yang menyatakan bahwa keyakinan terhadap konsep sehat yang sesuai, seperti tingkat keparahan DM yang diderita, potensi terhadap komplikasi, dan efektifitas pengobatan mampu memprediksikan kepatuhan dengan lebih baik.5. Menderita DM > 1 Tahun terakhir

Hasil analisis menunjukan bahwa diantara pasien yang menderita penyakit DM 1 (satu) tahun, sebanyak 16 (53,3%) pasien tidak mematuhi rekomendasi terapi penatalaksanaan DM, hasil chi square p=0,0001.

Durasi menderitapatuh

Tidak patuhTotal P value

n%n%n%

< 1 tahun104141000,0001

> 1 tahun11516100

Jumlah111930100

Sejalan dengan hasil uji statistik penelitian sebelumnya diperoleh nilai p = 0.001 pada 5 % maka dapat disimpulkan bahwa durasi menderita penyakit DM berkontribusi secara signifikan terhadap kepatuhan pasien DM tipe 2. Kebermaknaan durasi menderita penyakit ini disebabkan oleh timbulnya perasaan jenuh, bosan, dan depresi pada sebagian besar pasien DM tipe 2 yang menjalani terapi jangka panjang. Walaupun 14 pasien (46,7%) pasien menderita DM tipe 2 kurang dari 1 tahun juga tidak mematuhi rekomendasi terapi bisa dikarenakan adanya faktor-faktor lain yang mempengaruhi keadaan tersebut sebelumnya seperti dukungan sosial ataupun faktor psikologis mengenai persepsi penyakit DM tipe 2 belum mengerti dengan baik. 6. Komplikasi DM tipe 2

Komplikasi kronis ( 5-10 tahun ) paling utama adalah Penyakit kardiovaskuler dan stroke, kaki diabetik, Retinopati, serta nefropati diabetika. penderita DM 5 x Iebih besar untuk timbul gangren, 17 x Iebih besar untuk menderita kelainan ginjal dan 25 x Iebih besar untuk terjadinya kebutaan. Selain komplikasi-komplikasi yang disebutkan di atas, penderita DM juga memiliki risiko penyakit kardio -sebrovaskular seperti stroke, hipertensi dan serangan jantung yang jauh Iebih tinggi daripada populasi normal. Komplikasi akut yakni ketoasidosis DM.

Komplikasi yang dialamipatuh

Tidak patuhTotal P value

n%n%n%

3 penyakit21618100

Jumlah112830100

Hasil analisis yang didapat bahwa lebih dari 3 penyakit yang diderita pasien ada 18 pasien (60%) dan kurang dari 3 penyakit yang diderita juga oleh pasien DM tipe 2 ini adalah 12 pasien(40%), chi square yg didapatkan p =0,0002 . Penyakit yang diderita pasien yakni Hipertensi, Pruritus vagina, paraesthesia ujung-ujung jari tangan atau kaki dan gangguan ereksi.

Hasil uji statistik pada penelitian sebelumnya diperoleh nilai p = 0.007 pada 5 % maka dapat disimpulkan bahwa komplikasi akibat penyakit DM berkontribusi secara signifikan terhadap kepatuhan pasien DM tipe 2. Hal ini sesuai dengan penelitian, dimana pasien DM menunjukan kepatuhan yang lebih baik terhadap medikasi dibandingkan kepatuhan terhadap perubahan gaya hidup dan kepatuhan yang lebih baik pada penatalaksanaan yang sederhana dibandingkan yang lebih kompleks. Hal diatas bermakna bahwa pasien yang menderita komplikasi akibat penyakit DM harus menjalani terapi tambahan yang bertujuan untuk mengobati atau meminimalisasi dampak komplikasi DM terhadap organ atau sistem tubuh yang lain selain tentu saja terapi penatalaksanaan DM. Kondisi tersebut membutuhkan komitmen yang positif dari pasien DM untuk melakukan serangkaian perubahan gaya hidup sehingga dapat berpotensi menyebabkan ketidakpatuhan akibat penatalaksanaan terapi yang lebih kompleks.