harun nasution
DESCRIPTION
tugas kuliahTRANSCRIPT
Harun Nasution lahir Selasa, 23 September 1919 di Pematang Siantar,
Sumatera Utara. Putra dari Abdul Jabbar Ahmad, seorang pedagang asal
Mandailing dan qadhi (penghulu) pada masa pemerintahan Belanda di Kabupaten
Simalungun, Pematang Siantar.
Harun memulai pendidikannya di sekolah Belanda. Selama 7 tahun ia
belajar di Hollandsch Inlandche School (HIS) dan tamat pada tahun 1934 ketika
berumur 14 tahun. Pada usia 24 tahun telah menyelesaikan studinya di
Uninversitas Amerika di Cairo yang berhasil mendapatkan gelar B. A (serjana
muda). Pada tahun 1960-an beliau kembali mengeluti dunia ilmu di
sebuah sekolah tinggi studi islam ,di bawah bimbingan seorang
ulama fiqih Mesir terkemuka , Abu Zahrah. Beliau melanjutkan
pendidikannya di Universitas McGill, Kanada. Beliau
menyelesaikan magister di universitas ini dengan menuliskan
tentang “ Pemikiran Negara Islam di Indonesia” dan untuk
disertasi Ph.D. I menulis tentang “Posisi Akal dalam Pemikiran
Teolog Muhammad Abduh” setelah meraih doctor ,Harun kembali
ke tanah air dan mencurahkan pehatiannya pada pengembangan
pemikiran islam lewat IAIN.
Harun adalah seorang figur yang dapat dicatat dalam sejarah Islam
Indonesia, sebab dengan pemikiran-pemikiran rasionalnya Harun mencoba untuk
menghilangkan salah satu sebab kemunduran umat Islam Indonesia, yaitu
dominasi Asy’arisme yang sangat bersifat Jabariyah (terlalu mengarah kepada
takdir) atau faham fatalisme. Sebagai usaha ke arah itu, Harun dalam berbagai
tulisannya selalu menghubungkan akal dengan wahyu dan lebih tajam lagi melihat
fungsi akal itu ke dalam pandangan Al-Qur’an yang demikian penting dan bebas.
Akal yang berasal dari kata bahasa arab yaitu ‘aqala mengandung arti
mengerti, memahami dan berpikir. Dalam Al-Qur’an, sebagaimana dijelaskan di
atas oleh ayat 46 dari surah Al-Hajj, pengertian, pemahaman dan pemikiran
dilakukan melalui kalbu yang berpusat di dada.
Wahyu dalam bentuk pertama kali kelihatannya adalah pengertian atau
pengetahuan yang tiba-tiba dirasakan seseorang timbul dalam dirinya, timbul
dengan tiba-tiba sebagai suatu cahaya yang menerangi jiwanya. Kedua, wahyu
berupa pengalaman dan penglihatan dalam keadaan tidur atau dalam keadaan
trance, ru’yat atau kasyf (vision). Ketiga, wahyu dalam bentuk yang diberikan
melalui utusan atau malaikat, yaitu Jibril, dan wahyu serupa ini disampaikan
dalam bentuk kata-kata.
Menurut ajaran tassawuf, komunikasi dengan Tuhan dapat dilakukan
melalui daya rasa manusia yang berpusat dihati sanubari. Kalau filosof dalam
Islam mempertajam daya pikir atau akalnya dengan memusatkan perhatian pada
hal-hal yang bersifat murni abstrak, sufi mempertajam daya rasa atau kalbunya
dengun menjauhi hidup kematerian dan memusatkan perhatian dan usaha pada
pensucian jiwa.
Akal, menurut Muhammad Abduh, adalah suatu .daya yang hanya dimiliki
manusia, dan oleh karena itu dialah yang memperbedakan manusia dari makhluk
lain. Akal adalah tonggak kehidupan manusia dan dasar kelanjutan wujudnya.
Peningkatan daya akal merupakan salah satu dasar pembinaan budi pekerti mulia
yang menjadi dasar dan surnber kehidupan dan kebahagiaan bangsa-bangsa.
Keharusan manusia mempergunakan akalnya, bukanlah hanya merupakan
ilham yang terdapat dalam dirinya, tetapi juga adalah ajaran AI-Qur’an. Kitab suci
ini, kata Muhammad Abduh, memerintahkan kita untuk berpikir dan
mempergunakan akal serta melarang kita memakai sikap taklid.
Menurut ajaran tassawuf, komunikasi dengan Tuhan dapat dilakukan
melalui daya rasa manusia yang berpusat dihati sanubari. Kalau filosof dalam
Islam mempertajam daya pikir atau akalnya dengan memusatkan perhatian pada
hal-hal yang bersifat murni abstrak, sufi mempertajam daya rasa atau kalbunya
dengun menjauhi hidup kematerian dan memusatkan perhatian dan usaha pada
pensucian jiwa.