hart at in aku 11672

132
PERSEPSI PERAWAT TERHADAP KOMPENSASI DAN MOTIVASI KERJA DI RUMAH SAKIT ALOEI SABOE KOTA GORONTALO Tesis Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S - 2 Minat Utama Manajemen Rumahsakit Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Jurusan Ilmu-Ilmu Kesehatan Fakultas Kedokteran Diajukan Oleh : Hartati Inaku 11672/PS/IKM/03 Kepada PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2005

Upload: hanifa-bi-barito

Post on 12-Apr-2016

20 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

skripsi

TRANSCRIPT

Page 1: Hart at in Aku 11672

PERSEPSI PERAWAT TERHADAP KOMPENSASI DAN MOTIVASI KERJA DI RUMAH SAKIT ALOEI SABOE

KOTA GORONTALO

Tesis

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S - 2

Minat Utama Manajemen Rumahsakit Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat

Jurusan Ilmu-Ilmu Kesehatan Fakultas Kedokteran

Diajukan Oleh :

Hartati Inaku 11672/PS/IKM/03

Kepada PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA

2005

Page 2: Hart at in Aku 11672

ii

ii

Page 3: Hart at in Aku 11672

iii

iii

DAFTAR ISI

halaman

HALAMAN JUDUL …………………………………………………… i

HALAMAN PENGESAHAN…………………………………………… ii

PERNYATAAN…………………………………………………………. iii

KATA PENGANTAR………………………………..…………………. iv

DAFTAR ISI……………………………………………………………. vi

DAFTAR TABEL ……………………………………………………… viii

DAFTAR GAMBAR …………………………………………………… ix

INTISARI ………………………………………………………………. x

ABSTRACT ……………………………………………………………. xi

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang…………………….………………………………. 1

1.2. Perumusan Masalah………………………………………………. 8

1.3. Tujuan Penelitian…………………………………………………… 9

1.4. Manfaat Penelitian…………………………………………………. 9

1.5. Keaslian Penelitian………………………………………………… 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Manajemen Keperawatan ……………………………………….. 12

2.2. Kompensasi ………………………………………………………. 17

2.3. Motivasi Kerja……………………………………………………… 23

2.4. Persepsi Terhadap Pemberian Kompensasi………………….. 32

2.5. Hubungan Persepsi Perawat Mengenai Kompensasi

dan Motivasi Kerja ………………………………………………… 34

2.6. LandasanTeori………..……………………………………………. 35

2.7. Hipotesis Penelitian ………………………………………………. 36

2.8. Kerangka Konsep ………………………………………………… 36

2.9. Pertanyaan Penelitian …………………………………………… 37

Page 4: Hart at in Aku 11672

iv

iv

BAB III METODE PENELITIAN

3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian ……………….……………… 38

3.2. Lokasi dan Subyek Penelitian..…………………………………… 38

3.3. Definisi Operasional……………………………………..………… 40

3.4. Variabel Penelitian…………...…………………………………… 42

3.5. Metode Pengambilan Data…………………………………….… 42

3.6. Pengujian Validitas dan Reliabilitas….………………………….. 43

3.7. Jalannya Penelitian …….………………………………………… 44

3.8. Analisis Data………………………………………………………… 45

3.9. Kesulitan dan Kelemahan Penelitian …………………………… 46

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil ………………………………………………………………… 47

4.2. Pembahasan ………………………………………………………. 61

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan ……………………………………………………….. 66

5.2. Saran ……………………………………………………………….. 67

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN - LAMPIRAN

Page 5: Hart at in Aku 11672

v

v

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Kapasitas Tempat Tidur Rumah Sakit Aloei Saboe Tahun 2003 …………………………………………. 2

Tabel 2. Kinerja Rumah Sakit Aloei Saboe Tahun 1999 – 2003 ………………………………… 2

Tabel 3. Pendapatan Rumah Sakit Aloei Saboe Tahun 2000 – 2003 ………………………………. 3

Tabel 4. Jenis dan Jumlah Tenaga Rumah Sakit Aloei Saboe Tahun 2003……………………….. 3

Tabel 5. Pembagian Kompensasi di Rumah Sakit Aloei Saboe ………………………………………. 6

Tabel 6. Teori Hirarki Kebutuhan Maslow …………………. 25 Tabel 7. Alasan Pemilihan Responden……………………. 38 Tabel 8. Responden, Jumlah dan Cara Perolehan data Primer ……………………………………….. 39 Tabel 9. Deskripsi Jenis Kelamin Responden ……………. 46 Tabel 10. Deskripsi Usia Responden ……………………….. 46 Tabel 11. Deskripsi Tingkat Pendidikan Responden ………. 46 Tabel 12. Deskripsi Tingkat Golongan Responden………… 47 Tabel 13. Deskripsi Lama Kerja Responden ……………….. 47 Tabel 14. Deskripsi Tingkat Gaji Responden ………………. 48 Tabel 15. Score Variabel Kompensasi …………………….. 62 Tabel 16 Skor Variabel Persepsi Perawat terhadap Sistem Kompensasi ……………………………….. 62

Tabel 17 Skor Variabel Motivasi Kerja …………………….. 65

Page 6: Hart at in Aku 11672

vi

vi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Teori Isi Motivasi ……………………………………. 24

Gambar 2 Teori Dua Faktor Herzberg ………………………….. 26

Gambar 3 Teori Pengharapan Dari Vroom ……………………. 28

Gambar 4 Teori Reinforcement …………………………………. 29

Gambar 5 Kerangka Konsep ……………………………………. 36

Page 7: Hart at in Aku 11672

vii

vii

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat

karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu

Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat

karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain,

kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam

daftar pustaka

Yogyakarta, 31 Mei 2005

Page 8: Hart at in Aku 11672

viii

viii

KATA PENGANTAR

Dengan penuh sukacita diiringi kebahagiaan, rasa syukur yang

dalam penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkat

dan karunia-Nya telah memberikan kesempatan kepada penulis

menyelesaikan penulisan tesis ini untuk memenuhi sebagian persyaratan

mencapai derajat sarjana S-2 pada Universitas Gajah Mada, Jurusan Ilmu

– Ilmu Kesehatan Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Utama

Magister Manajemen Rumahsakit dengan judul Persepsi Perawat Terhadap Kompensasi dan Motivasi Kerja Di Rumahsakit Aloei Saboe Kota Gorontalo.

Segala sesuatu yang dapat penulis sampaikan melalui tesis ini

bukanlah semata atas kemauan sendiri melainkan berkat dukungan dan

dorongan dari berbagai pihak yang telah membantu sehingga penulisan

ini dapat terselesaikan. Untuk itu secara khusus penulis sampaikan terima

kasih yang tulus dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang

terhormat :

1. Sumarni, Dra, Msi, selaku pembimbing I, yang dalam kesibukannya

telah memberikan bimbingan dengan kesabaran kepada penulis untuk

menyelesaikan tesis ini.

2. Meidiana Dwidiyanti, SKp, MSc, selaku pembimbing II, yang dalam

kesibukkannya telah memberikan bimbingan dengan kesabaran

kepada penulis untuk menyelesaikan tesis ini.

3. Dr. Ir. H. Amir Tjoneng, MS selaku, Rektor Universitas Gorontalo

yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti

pendidikan

4. Direktur Rumahsakit Aloei Saboe Kota Gorontalo beserta staf, yang

telah memberikan ijin penelitian

5. Semua dosen dan staf Program Pasca sarjana, Minat Utama

Magister Manajemen Rumahsakit yang telah memberikan dorongan

dan semangat untuk menyelesaikan tesis ini.

Page 9: Hart at in Aku 11672

ix

ix

6. Responden yaitu tenaga keperawatan di rumahsakit Aloei Saboe yang

telah mendukung dan bersedia ikut terlibat dalam penelitian ini.

7. Kepada Bapak tercinta, Hi. Saleh Inaku (alm), dan Ibu tercinta Nona

Inaku, serta saudara-saudaraku : Lily, Reni, Meyke, Popy, Riky, Yayu,

Oppo yang telah memberikan doa dan pengorbanan serta memberikan

pengertian, dorongan, semangat, dan kesempatan kepada penulis

untuk menyelesaikan studi dan penulisan tesis ini.

8. Kepada teman-teman MMR angkatan 2003 dan teman dalam suka

dan duka : dr. Katy, Asmaripa SSi, dr. Liasari. Atas segala bantuan,

perhatian dan dorongan serta kerja samanya kepada penulis untuk

menyelesaikan studi dan penulisan tesis ini.

9. Juga kepada seseorang yang selalu memberikan motivasi dan

dorongan, untuk menyelesaikan studi dan penulisan tesis ini.

Pada akhirnya, penulis mengharapkan kiranya tesis ini dapat

berguna bagi Rumahsakit Aloei Saboe dan semua pihak yang berkaitan.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan. Segala

saran dan kritik untuk perbaikan, sangat kami harapkan agar tesis

bermanfaat bagi semua pihak.

Yogyakarta, Juni 2005

Hartati Inaku

Page 10: Hart at in Aku 11672

x

x

INTISARI

Latar Belakang : Rumah sakit Aloei Saboe dari tahun ketahun mengalami

peningkatan pendapatan tetapi tidak diikuti oleh kesehjateraan karyawan

terutama perawat, kebijakan rumah sakit mengenai kompensasi

menimbulkan persepsi yang berbeda beda sehingga dampaknya

terhadap motivasi dan kinerja rumah sakit.

Metode: Jenis penelitian ini adalah non eksperimen dengan pendekatan

cross section. Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner tertutup

dengan sistem penilaian yang menggunakan skala likert dan diskusi/tanya

jawab. Analisis datanya menggunakan analisis deskriptif kuantitatif,

regresi

Hasil : Persamaan regresi yang diperoleh menunjukkan bahwa variabel

dependen motivasi kerja perawat (Y) dipengaruhi oleh variabel

independen kompensasi (X1), dan persepsi terhadap sistem kompensasi

(X2). Hasil penelitian yang diperoleh sesuai dengan hipotesis yang

diajukan, kompensasi berpengaruh secara positif terhadap motivasi kerja.

Hal tersebut dapat diartikan bahwa peningkatan kompensasi yang

diberikan terhadap perawat akan meningkatkan pula motivasi kerja pada

diri perawat.

Persamaan regresi yang diperoleh menunjukkan pula bahwa

persepsi perawat tentang sistem kompensasi berpengaruh secara positif

terhadap motivasi kerja, yang dapat diartikan pula bahwa peningkatan

persepsi perawat terhadap sistem kompensasi yang diterapkan oleh pihak

rumah sakit akan menyebabkan peningkatan motivasi kerja perawat.

Kata kunci : Persepsi, kompensasi, motivasi kerja

Page 11: Hart at in Aku 11672

xi

xi

ABSTRACT Background: Annual revenue of Aloei Saboe Hospital had increased, but

it did not be followed by employees’ incentive especially nurses. Hospital

policy on compensation might arouse different perceptions among the

nurses, thus it influences the motivation and hospital performance. Method: This research is a non experimental quantitative research, with

cross sectional approach. The researcher uses closed-end questionnaire

with 5 levels Likert scale. Data analyses used in this research are

quantitative descriptive analysis, regression analysis, and FGD analysis.

Results: According to the regression analysis, indicate that job motivation

of the nurses (Y) is positively influenced by independent variables

compensation (X1) and the perception on compensation system (X2). The

results appropriate to proposed hypothesis. From the research findings, it

can be concluded that the increasing of compensation and the perception

on compensation system will also be followed by the increasing of job

motivation of the nurses in Aloei Saboe Hospital.

Keywords: Perception, compensation, job motivation.

Page 12: Hart at in Aku 11672

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

1.1.1. Gambaran Umum Rumah Sakit Aloei Saboe Rumah Sakit Umum Daerah Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota

Gorontalo dibangun tahun 1926, semula bernama RSU Kotamadya

Gorontalo. Seiring dengan perkembangan pelayanan kesehatan maka

melalui Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 51/Menkes/SK/II/79

RSU Kotamadya Gorontalo ditetapkan kelasnya menjadi RSU kelas C.

Selanjutnya Rumah Sakit Aloei Saboe menjadi Badan Pengelola

berdasarkan SK. Walikota Gorontalo Nomor 315 tahun 2002 tentang

organisasi dan tata kerja Badan Pengelola RSUD Kota Gorontalo, dan

berkedudukan sebagai unit pelaksana pemerintahan Kota Gorontalo

dibidang pelayanan kesehatan masyarakat.

Misi Rumah Sakit Aloei Saboe adalah menyelenggarakan

pelayanan kesehatan yang bermutu dengan dilandasi sentuhan

manusiawi serta terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat dengan misi

keselamatan, kesembuhan dan kepuasan pelanggan sebagai tugas utama

pelayanan menuju rumah sakit yang mandiri dan sejahtera bagi semua

pihak yang terkait. Dengan demikian maka dalam pelaksanaannya,

Rumah Sakit Aloei Saboe memiliki unit-unit pelayanan rawat jalan, rawat

inap, instalasi gawat darurat, rehabilitasi medik, instalasi radiology,

instalasi laboratorium, instalasi farmasi dan apotik, instalasi gizi dan

instalasi pemeliharaan sarana rumah sakit.

Pelayanan rawat jalan dilaksanakan melalui unit pelayanan rawat

jalan yaitu poliklinik umum, klinik penyakit dalam, klinik bedah, klinik

kebidanan, klinik mata dan kesehatan gigi. Sedangkan pelayanan rawat

inap tersedia dalam beberapa kelas rawatan mulai dari kelas VIP sampai

kelas III. Adapun kapasitas untuk masing-masing kelas adalah:

Page 13: Hart at in Aku 11672

2

2

Tabel 1. Kapasitas Tempat Tidur Rumah Sakit Aloei Saboe Th 2003 No. Ruang Jumlah Tempat Tidur 1. VIP 31 2. Kelas I 14 3. Kelas II 12 4. Kelas III 143

Sumber: Profil RS. Aloei Saboe Tahun 2003

Rumah Sakit Aloei Saboe mempunyai indikator kinerja yang terus

meningkat secara signifikan, dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kinerja Rumah Sakit Aloei Saboe Tahun 1999 – 2003 No. Kinerja Th.1999 Th.2000 Th.2001 Th.2002 Th.2003 1 BOR 65.17 67.02 70.02 77.84 78 2 LOS 4 3 4 6 4 3 TOI 3 2 2 3 1 4 BTO 47 49 45 43 37 5 NDR 28 26 16 11 24 6 GDR 22 11 14 22 21

Sumber : Rekam Medis RSUD Aloei Saboe Tahun 2003

Keterangan : BOR : Bed Occupancy Rate LOS : Length Of Stay TOI : Turn Over Interval BTO : Bed Turn Over NDR : Net Death Rate GDR : Gross Death Rate

Pendapatan Rumah Sakit Aloei Saboe dari tahun ke tahun juga

menunjukkan peningkatan. Adapun target dan realisasi pendapatan

rumah sakit pada Tahun 2000 sampai 2003 dapat dilihat pada Tabel 3.

Page 14: Hart at in Aku 11672

3

3

Tabel 3. Pendapatan Rumah Sakit Aloei Saboe Th. 2000 – 2003 Realisasi

Tahun Anggaran

Target (Rp)

Dana Intern PEMDA Jumlah

2000

2001

2002

2003

1.030.800.000 1.849.000.000 2.948.300.000 3.602.500.000

795.274.414 1.574.161.949 2.916.724.880 3.044.710.959

416.391.379 715.137.836 815.442.914 1.095.755.589

1.211.665.793 2.289.299.785 3.732.167.794 4.140.466.548

Sumber : Bagian Keuangan Tahun 2003

Karyawan yang dimiliki Rumah Sakit Aloei Saboe adalah 24 orang

dokter umum, 3 dokter gigi, 12 orang dokter spesialis, 3 orang apoteker, 6

orang asisten apoteker, 133 paramedis perawatan, 23 paramedis non

keperawatan, 72 tenaga non medis dengan perbandingan antara PNS dan

Non PNS adalah 185 orang berstatus PNS dan 91 orang berstatus Non

PNS, dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Jenis dan Jumlah Tenaga Rumah Sakit Aloei SaboeTh. 2003 No Jenis Tenaga Jumlah 1 Medis 39 2 Paramedis perawatan 133 3 Paramedis non perawatan 32 4 Non medis 72

Jumlah 276 Sumber : Rekam Medis RSUD Aloei Saboe Tahun 2003

1.1. 2. Kebijakan Rumah Sakit dalam Pengembangan SDM

Rumah Sakit Aloei Saboe dan Pemda Kota Gorontalo telah

berupaya dalam rangka mengembangkan SDM secara kuantitas maupun

kualitas dengan melakukan pendekatan kepada pihak-pihak terkait dalam

memperoleh penempatan Tenaga Dokter Spesialis, Dokter Umum, Dokter

Gigi dan tenaga kesehatan lainnya serta tenaga administrasi dan

memberikan kesempatan/rekomendasi kepada pegawai yang ingin

Page 15: Hart at in Aku 11672

4

4

melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Bertambahnya

jumlah tenaga sesuai dengan kebutuhan akan memberikan dampak

terhadap kualitas dan jangkauan pelayanan yang diberikan, salah satu

dampak tersebut yakni keberadaan dokter jaga yang sebelumnya hanya

bertugas dibagian depan (UGD). Saat ini telah dilaksanakan tugas dokter

jaga dibagian dalam (Instalasi Rawat Inap) dan dalam waktu yang dekat

ini pada setiap bagian/UPF yang besar seperti anak, bedah, penyakit

dalam dan kebidanan diupayakan ada dokter jaga.

Program/kegiatan dalam meningkatkan Sumber Daya Manusia

yang telah dilaksanakan antara lain terjalinnya hubungan kerja sama

dalam penempatan Residen Senior Spesialis (Program Akademik dalam

menyelesaikan Pendidikan Spesialis) dengan Universitas Hasanuddin

Makassar dan Universitas Samratulangi Manado, dimana RSUD Prof. Dr.

Aloei Saboe Kota Gorontalo menjadi teaching hospital satellite sesuai

memorandum of understanding (MOU) tertanggal 9 Januari 2003 (Profil

Rumah Sakit Aloei Saboe, 2003). Dilakukan pula kegiatan pemberdayaan

tenaga yang ada untuk menciptakan tenaga-tenaga yang memiliki sumber

daya melalui pemberian kesempatan mengikuti pendidikan dan latihan

khususnya dalam menyongsong rumah sakit baru. Kesempatan ini

merupakan bantuan dari program Pemda Provinsi dan Pemda Kota

Gorontalo.

1.1. 3. Kebijakan kompensasi Berdasarkan SK Walikota Nomor 11/Tahun 2000, dinyatakan

komponen tarif terdiri dari bahan dan alat, jasa rumah sakit, konsultasi dan

jasa medis yang terdiri dari jasa dokter ahli, dokter umum dan paramedis.

Komponen jasa medis, paramedis dan non paramedis diatur

sebagai berikut: 15% disetor ke Pemda, 75% untuk jasa petugas (medis,

paramedis dan non medis), dan 10% untuk biaya umum rumah sakit.

Komponen jasa anastesi diatur sebagai berikut: 15% disetor ke Pemda,

50% untuk dokter anestesi, 25% untuk penata anestesi, dan 10% untuk

Page 16: Hart at in Aku 11672

5

5

biaya umum rumah sakit. Pendapatan rawat inap, rawat jalan dan intensif

keseluruhannya masuk ke kas daerah.

Selain berdasarkan kebijakan pemerintah daerah, Rumah Sakit

Aloei Saboe juga menetapkan kebijakan kompensasi. Untuk tenaga

administrasi dan tenaga lainnya yang dalam ketetapan pemerintah daerah

tidak mendapat porsi, diberikan 20% dari jatah paramedis. Pembagian ini

disepakati bersama berdasarkan pertimbangan beban kerja dan tanggung

jawab paramedis yang dinilai lebih besar dibandingkan tenaga

administrasi, sehingga persentasinya lebih besar yaitu 80%. Adapun

pembagian kompensasi di Rumah Sakit Aloei Saboe dapat dilihat pada

Tabel 5.

Tabel 5 menjelaskan pembagian kompensasi di Rumah Sakit Aloei

Saboe. Terlihat bahwa untuk paramedis, pembagian kompensasi adalah

80% paramedis dan 20% tenaga administrasi. Untuk askes terbagi atas

60% jasa medis, dan sisanya sebesar 40% dibagi lagi menjadi 75%

paramedis dan 25% non paramedis. Sedangkan untuk dokter mendapat

bagian yang lebih besar yaitu untuk dokter spesialis 75% tarif tindakan

dan 100% jasa konsultasi. Untuk dokter umum 100% jasa pemeriksaan.

Selain gaji, karyawan PNS juga menerima insentif. Insentif dokter jaga Rp

200.000 per bulan, tenaga paramedis perawatan adalah Rp 75.000 per

bulan dan tenaga paramedis non keperawatan Rp 50.000 per bulan.

Sebagai catatan, insentif di Rumah Sakit Aloei Saboe dinilai berdasarkan

absensi. Setiap kali tidak hadir dipotong Rp 5.000 dan pemotongan

tersebut diberikan kepada orang lain yang melakukan atau menggantikan

petugas yang absen.

Pada dasarnya realisasi dari pembagian kompensasi di atas tidak

sepenuhnya diterima jasa medis atau paramedis secara utuh. Masih

terdapat potongan-potongan, yaitu 15% harus disetor kepada Pemda dan

10% untuk biaya umum rumah sakit. Dengan demikian karyawan hanya

menerima 75% dari jasa yang semestinya menjadi hak penuh mereka.

Page 17: Hart at in Aku 11672

6

6

Tabel 5. Pembagian Kompensasi di Rumah Sakit Aloei Saboe

Komponen SK Kebijakan Kompensasi Sasaran Isi

Jasa Profesi SK Dir. No. 900/ RS/ 280A/2001

Medis, paramedis, pegawai administrasi dan tenaga lainnya

Dokter Spesialis: - 75% tarif tindakan - 100% jasa konsultasi

dan pemeriksaan Dokter Umum: - 100% jasa pemeriksaan Paramedis: - 80% paramedis - 20% tenaga

administrasi Askes: - 60% jasa medis - 40% dibagi menjadi

75% paramedis dan 25% non paramedis

Insentif Berdasarkan Prestasi Kerja

SK Dir. No. 900/ RS/ 295A/2002

Dokter umum, paramedis, non paramedis PNS dan non PNS

- Dokter jaga Rp 200.000 per bulan

- PNS paramedis perawatan Rp 75.000 per bulan

- PNS paramedis non perawatan Rp 50.000 per bulan

- Honor paramedis Rp 150.000 per bulan

- Honor tenaga administrasi dan tenaga lainnya Rp 6000 per hari

Sumber : Rekam Medis RSUD Aloei Saboe Tahun 2003

1.1.4. Permasalahan di Rumah Sakit Aloei Saboe Pada sistem pelayanan kesehatan di rumah sakit, di samping

dokter, perawat dan bidan juga memiliki posisi yang sangat penting.

Perawat merupakan ujung tombak rumah sakit dalam memberikan

pelayanan kepada pasien. Baik buruknya pelayanan yang diberikan akan

sangat berpengaruh pada keberadaan rumah sakit.

Permasalahan yang sering muncul adalah adanya ketidakpuasan

karyawan, terutama tenaga keperawatan, terhadap kebijakan kompensasi

Page 18: Hart at in Aku 11672

7

7

yang dilakukan pihak manajeman rumah sakit. Tenaga keperawatan

menginginkan adanya pembagian kompensasi yang sebanding dengan

volume, beban kerja dan resiko kerja. Keadaan ini timbul karena mereka

tidak puas dan merasa pembagian kompensasi yang dilakukan pihak

manajemen kurang adil. Selain itu faktor pendidikan, masa kerja dan

golongan juga belum menjadi perhatian pihak rumah sakit dalam

menentukan kebijakan kompensasi. Akan tetapi disatu sisi sebagian

karyawan memandang sistem kompensasi rumah sakit sudah merata dan

adil, terutama bagi karyawan senior yang walaupun berpangkat rendah

tetapi sudah lama mengabdi di Rumah Sakit Aloei Saboe.

Permasalahan yang sama juga adalah bahwa sampai saat ini

belum dilakukan pengkajian tentang pandangan atau persepsi karyawan,

terutama tenaga keperawatan terhadap sistem pemberian kompensasi

yang dilaksanakan rumah sakit. Pengkajian perlu dilakukan untuk

mengetahui apakah karyawan mempunyai persepsi yang baik atau buruk

terhadap sistem pemberian kompensasi yang sudah dilaksanakan rumah

sakit. Baik atau tidaknya persepsi karyawan mengenai sistem pemberian

insentif akan mempengaruhi sikap mereka terhadap kebijakan manajemen

dalam penetapan kebijakan kompensasi. Selain itu dapat juga digunakan

sebagai masukan untuk mengetahui apakah kompensasi dapat menjadi

motivator karyawan untuk bekerja dengan lebih baik. Apabila karyawan

merasa tidak puas terhadap kompensasi yang diterima, maka keadaan ini

berdampak pada kinerja rumah sakit secara umum seperti pada

pemberian pelayanan di rumah sakit. Kasus yang muncul di Rumah Sakit

Aloei Saboe adalah di bagian kebidanan, dimana pasien mengeluhkan

bahwa layanan petugas kurang ramah dan kurang tanggap, fasilitas

ruangan yang kurang diperhatikan serta adanya keluhan bahwa petugas

jaga kerap tidak ada di tempat. Di pihak karyawan timbul keluhan bahwa,

rajin atau malas, disiplin atau tidak sama saja karena kenyataannya gaji

yang diterima tetap sama.

Page 19: Hart at in Aku 11672

8

8

Permasalahan kompensasi sering juga berhubungan dengan tinggi

rendahnya motivasi kerja. Kasus di Rumah Sakit Aloei Saboe

menunjukkan bahwa motivasi kerja karyawan rumah sakit masih rendah.

Hal ini bisa terlihat dari data absensi karyawan, ternyata pada saat apel

pagi, para dokter yang hadir hanya sekitar 20%, sedangkan karyawan

paramedis 50%, non medis/administrasi sekitar 60%. Banyak karyawan

yang datang terlambat, sedangkan sebagian karyawan pulang sebelum

waktunya, terutama karyawan non paramedis dan juga dokter. Pengisian

rekam medik oleh petugas banyak yang tidak lengkap.

Menurut Robbins (1993), jika seseorang itu termotivasi maka dia

akan berusaha keras. Tetapi, karena usaha keras ini nantinya akan

disalurkan kepada keuntungan organisasi/perusahaan, maka perusahaan

juga harus terus membina motivasi karyawan melalui proses pemuasan

kebutuhan. Selanjutnya kesejahteraan karyawan yang tinggi akan

memotivasi untuk bekerja lebih giat lagi, bahkan kesejahteraan akan

meningkatkan komitmen karyawan terhadap organisasi. Apabila hal ini

belum bisa diciptakan dalam suatu rumah sakit, kebutuhan karyawan akan

aktualisasi dirinya menjadi karyawan yang produktif akan jauh dari

harapan.

Rumah sakit perlu mengetahui efektifitas kompensasi untuk

mengetahui apakah program yang sudah ada sudah sesuai dengan

keinginan karyawan rumah sakit. Selain itu juga perlu diketahui

pandangan karyawan yang sesungguhnya terhadap sistem kompensasi

yang sudah dilakukan, sehingga dapat meminimalkan atau bahkan

menghilangkan rasa ketidakpuasan.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka perumusan masalah yang

diajukan adalah:

Page 20: Hart at in Aku 11672

9

9

Bagaimana persepsi perawat terhadap kompensasi dan pengaruhnya

terhadap motivasi kerja di Rumah Sakit Aloei Saboe Kota Gorontalo

Propinsi Gorontalo?

1.3. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui apakah kompensasi mempengaruhi motivasi kerja

perawat di Rumah Sakit Aloei Saboe Kota Gorontalo Propinsi

Gorontalo.

2. Untuk mengetahui apakah persepsi perawat mengenai kompensasi

mempengaruhi motivasi kerja perawat di Rumah Sakit Aloei Saboe

Kota Gorontalo Propinsi Gorontalo.

3. Untuk mengetahui bagaimana persepsi perawat tentang sistem

kompensasi dan motivasi kerja di Rumah Sakit Aloei Saboe Kota

Gorontalo

4. Mendeskripsikan faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi kerja

tenaga keperawatan di Rumah Sakit Aloei Saboe, yaitu factor

kompensasi dan persepsi perawat terhadap sistem kompensasi.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Sebagai informasi yang menggambarkan tentang persepsi perawat

mengenai kompensasi yang telah dilaksanakan di rumah sakit agar

dapat dijadikan sebagai masukan bagi pihak manajemen rumah sakit

dalam menangani masalah kompensasi

2. Bagi rumah sakit sendiri hasil penelitian ini dapat digunakan untuk

mengevaluasi tentang pemberian kompensasi terhadap karyawan di

Rumah Sakit Aloei Saboe Kota Gorontalo

3. Bagi PEMDA penelitian ini sebagai masukkan tentang besarnya

kompensasi yang layak bagi karyawan yang bertugas di RSUD Aloei

Saboe Kota Gorontalo

Page 21: Hart at in Aku 11672

10

10

4. Bagi peneliti diharapkan dapat menambah wawasan dan

pengetahuan dalam penelitian tentang kompensasi

1.5. Keaslian Penelitian

Pontoh (2002) melakukan penelitian tentang kompensasi pegawai

di rumah sakit pemerintah studi kasus RSUD Aloei Saboe Kota Gorontalo.

Penelitian ini mempelajari bentuk-bentuk kompensasi bagi karyawan yang

di buat oleh manajer rumah sakit dengan menyimpulkan bahwa di Rumah

Sakit Aloei Saboe sudah diterapkan kompensasi finansial dan non

finansial. Walaupun demikian kebijakan rumah sakit mengenai

kompensasi masih menimbulkan ketidakpuasan karyawan. Metode

penelitian yang digunakan adalah rancangan studi kasus dengan

penelitian kualitatif murni. Sedangkan Trisno (1998), melakukan penelitian

analisis persepsi keadilan dan kepuasan kompensasi karyawan di RSU

PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Penelitian ini membahas tentang tingkat

kepuasan karyawan terhadap komponen kompensasi total, hubungan

antara persepsi keadilan kompensasi karyawan dengan tingkat

kepuasannya dan hubungan antara ciri-ciri karyawan dengan kepuasan

kompensasi. Hasil penelitian menyatakan bahwa tingkat kepuasan

kompensasi total tinggi (nonfinansial tinggi sedangkan finansialnya

rendah) : gaji pokok, insentif dan bonus, lingkungan kerja, pekerjaan dan

benefit. Terdapat korelasi kuat antara persepsi keadilan dan persepsi nilai

kompensasi terhadap kepuasan kompensasi sedangkan ciri-ciri karyawan

tidak membedakan tingkat kepuasan kompensasinya.

Penelitian lain tentang kompensasi adalah hubungan antara

kompensasi, iklim kerja, ciri kerja, ciri individu dan kepuasan kerja dokter

spesialis di instalasi bedah sentral di RSUP Sanglah Denpasar. Penelitian

ini membahas tentang sejauh mana faktor-faktor kompensasi, iklim kerja,

ciri kerja dan ciri-ciri individu berpengaruh terhadap kepuasan kerja. Hasil

penelitian menyatakan bahwa ada hubungan bermakna antara variabel

Page 22: Hart at in Aku 11672

11

11

kompensasi, iklim kerja, ciri kerja, dan kepuasan kerja bagi dokter

spesialis. Sedangkan ciri-ciri individu tidak mempunyai hubungan

bermakna dengan kepuasan kerja (Sanjana, 1998).

Di Rumah Sakit Aloei Saboe Kota Gorontalo belum pernah

dilakukan penelitian tentang sistem kompensasi dan motivasi kerja

perawat. Penelitian berkonsentrasi pada kompensasi finansial yang ingin

mengetahui hubungan antara kompensasi dengan motivasi kerja perawat.

Page 23: Hart at in Aku 11672

12

12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Manajemen Keperawatan

2.1.1. Pengertian Perawat Menurut Kepmenkes Nomor 1239/Menkes/SK/XI/2001, perawat

adalah seseorang yang telah lulus pendidikan perawat baik di dalam

maupun di luar negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan yang berlaku. Lokakarya Keperawatan Nasional Tahun 1983

menetapkan bahwa perawat profesional adalah perawat dengan

pendidikan minimal Diploma III, yang disebut dengan perawat profesional

pemula. Kemudian Peraturan Pemerintah RI. Nomor 32 Tahun 1996,

menyebutkan bahwa tenaga keperawatan meliputi perawat dan bidan.

2.1.2. Manajemen Keperawatan Manajemen keperawatan adalah suatu proses bekerja melalui

anggota staf keperawatan untuk memberikan asuhan keperawatan secara

profesional (Gillies, 1996). Perawat sebagai manajer keperawatan dituntut

untuk dapat merencanakan, mengorganisir, memimpin dan mengevaluasi

sarana dan prasarana yang tersedia untuk dapat memberikan asuhan

keperawatan yang seefektif dan seefisien mungkin bagi individu, keluarga

dan masyarakat

Proses manajemen keperawatan diharapkan sejalan dengan

proses keperawatan, yaitu sebagai satu metode pelaksanaan asuhan

keperawatan secara profesional, sehingga diharapkan keduanya dapat

saling menopang.

Asuhan keperawatan menurut Swansburg (1996) adalah tindakan

yang diterima oleh klien yang dilakukan oleh perawat untuk membantu

klien/keluarga meningkatkan derajat kesehatan. Staf perawatan

memberikan asuhan keperawatan selama 24 jam dengan menggunakan

Page 24: Hart at in Aku 11672

13

13

metode proses keperawatan dan hasilnya didokumentasikan dalam

dokumentasi asuhan keperawatan.

Menurut Peraturan Pemerintah RI. No. 32 tahun 1996, tenaga

keperawatan adalah perawat dan bidan. Menurut Sudarsono (2002),

perawat terdiri dari dua kategori yaitu: Perawat Profesional dan Perawat

Vokasional (Non profesional). Perawat profesional adalah perawat ahli

madya, perawat ahli, ners, ners spesialis dan ners konsultan lulusan

pendidikan keperawatan. Sedangkan perawat non profesional adalah

tenaga pembantu pelaksana pelayanan/asuhan keperawatan yang

merupakan tenaga non profesional yang dihasilkan melalui pendidikan

pada jenjang menengah dan pendidikan kejuruan.

Keperawatan Indonesia sampai saat ini masih berada dalam

proses mewujudkan keperawatan sebagai profesi, yaitu suatu proses

yang berjangka panjang, ditujukan untuk memenuhi tuntutan dan

kebutuhan masyarakat Indonesia. Perubahan yang terjadi akan mencakup

seluruh aspek keperawatan yakni: 1) penataan pendidikan tinggi

keperawatan, 2) pelayanan dan asuhan keperawatan, 3) pembinaan dan

kehidupan keprofesian, dan 4) penataan lingkungan untuk perkembangan

keperawatan.

Menurut Nursalam (2002), keperawatan sebagai pelayanan/asuhan

profesional bersifat humanistik. Berorientasi kepada kebutuhan objektif

klien, mengacu pada standar profesional keperawatan dan etika

keperawatan sebagai tuntutan utama.

2.1. 3. Tuntutan Profesi Keperawatan Menurut Kelly dan Joel (1995), keyakinan bahwa keperawatan

merupakan profesi yang harus disertai dengan realisasi pemenuhan

karakteristik keperawatan sebagai profesi yaitu :

1. Memiliki dan memperkaya pengetahuan melalui penelitian

2. Memiliki kemampuan memberikan pelayanan yang unik kepada orang

lain

Page 25: Hart at in Aku 11672

14

14

3. Pendidikan yang memenuhi standar

4. Terdapat pengendalian terhadap praktik

5. Bertanggung jawab dan bertanggung gugat terhadap tindakan

keperawatan yang dilakukan

6. Merupakan karier seumur hidup

7. Mempunyai fungsi mandiri dan kolaborasi

2.1.4. Faktor yang Memperlambat Perkembangan Peran Perawat secara Profesional Menurut Nursalam (1998) terdapat enam faktor yang dapat

memperlambat perkembangan peran perawat secara profesional, yaitu:

1. Antithetical terhadap perkembangan ilmu keperawatan. Karena

rendahnya dasar pendidikan profesi dan belum dilaksankannya

pendidikan keperawatan secara profesional, perawat lebih cenderung

untuk melaksanakan perannya secara rutin dan menunggu perintah

dari dokter. Mereka cenderung untuk menolak terhadap perubahan

ataupun sesuatu yang baru dalam melaksankan perannya secara

profesional 2. Rendahnya rasa percaya diri/harga diri (low self-confidence/self-

esteem). Banyak perawat yang tidak melihat dirinya sebagai sumber

informasi bagi klien. Perasaan rendah diri/kurang percaya diri tersebut

timbul karena rendahnya penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi

yang kurang memadai serta sistem pelayanan kesehatan Indonesia

yang menempatkan perawat sebagai “second class citizen”, dimana

perawat dipandang tidak cukup memiliki kemampuan yang memadai

dan kewenangan dalam pengambilan keputusan di bidang pelayanan

kesehatan.

3. Kurangnya pemahaman dan sikap untuk melaksanakan riset

keperawatan. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh

Nursalam (1998) menemukan bahwa lebih dari 90 % perawat tidak

melaksanakan perannya dalam melaksanakan riset. Hal ini lebih

Page 26: Hart at in Aku 11672

15

15

disebabkan oleh pengetahuan/keterampilan riset yang sangat kurang,

keterbatasan waktu, tidak adanya anggaran karena policy yang tidak

mendukung pelaksanaan riset.

4. Pendidikan keperawatan hanya difokuskan pada pelayanan kesehatan

yang sempit. Pembinaan keperawatan dirasakan kurang memenuhi

sasaran dalam memenuhi tuntutan perkembangan zaman. Pendidikan

keperawatan dianggap sebagai suatu obyek untuk kepentingan

tertentu dan tidak dikelola secara profesional.

5. Rendahnya standar gaji bagi perawat. Gaji perawat, khususnya yang

bekerja di instansi pemerintah dirasakan sangat rendah bila

dibandingkan dengan negara lain, baik di Asia maupun Amerika.

Keadaan ini berdampak terhadap kinerja perawat dalam

melaksanakan asuhan keperawatan yang profesional.

6. Sangat minimnya perawat yang menduduki pimpinan di institusi

kesehatan. Masalah ini sangat sulit bagi pengembangan profesi

keperawatan, karena sistemnya sangat berpengaruh terhadap

pelayanan yang baik. Meskipun kita semua menyadari bahwa perawat

memiliki anggota terbesar di sistem pelayanan kesehatan di Indonesia,

akan tetapi dapat dikatakan hampir 80% pimpinan di Instansi

Kesehatan bukan dipegang oleh perawat meskipun jabatan tersebut

berhubungan dengan peran perawat (misalnya kepala bidang/seksi

keperawatan di RS, Direktur Akper). Hal ini tentunya akan

mempengaruhi perkembangan keperawatan di Indonesia, karena

semua policy yang ada dan biasanya berdampak kurang berpihak

kepada profesi keperawatan.

2.1. 5. Peran dan Fungsi Perawat

Menurut Depkes R.I (1999), peran dan fungsi perawat adalah

sebagai berikut :

Page 27: Hart at in Aku 11672

16

16

1. Dalam asuhan/pelayanan keperawatan memberikan asuhan

keperawatan secara profesional yang meliputi treatment keperawatan,

observasi, pendidikan kesehatan dan menjalankan medical treatment

2. Melakukan pengkajian dalam upaya-upaya mengumpulkan data dan

informasi yang benar

3. Menegakkan diagnosa keperawatan berdasarkan analisa data dari

hasil pengkajian

4. Merencanakan intervensi sebagai upaya untuk mengatasi masalah

yang timbul dan membuat langkah/cara pemecahan masalah

5. Melaksanakan tindakan keperawatan sesuai dengan yang telah

direncanakan

6. Melakukan evaluasi berdasarkan respon klien terhadap tindakan

keperawatan yang telah dilakukan terhadapnya

7. Sebagai advokat klien, perawat berfungsi sebagai penghubung antara

klien dengan tim kesehatan lain, membela kepentingan klien dan

membantu klien agar memahami semua informasi dan upaya

kesehatan yang diberikan oleh tim kesehatan. Pada advokasi

mengharuskan perawat membantu klien/keluarga untuk mengambil

keputusan berdasarkan pemahaman informasi yang diberikan oleh

perawat.

8. Sebagai pendidik klien, perawat memberikan pengetahuan kepada

klien dalam rangka meningkatkan kesehatan, tentang tindakan

keperawatan dan tindakan medik yang diterima, sehingga

klien/keluarga dapat bertanggung jawab terhadap hal-hal yang

diketahuinya

9. Sebagai koordinator, perawat memanfaatkan kemampuan klien dan

sumber-sumber yang ada, untuk digunakan secara maksimal,

sehingga tidak ada tumpang tindih tindakan karena ada koordinasi

yang dilakukan oleh perawat

Page 28: Hart at in Aku 11672

17

17

10. Sebagai kolaborator, perawat bekerja sama dengan anggota tim

kesehatan lain dan keluarga dalam menentukan rencana atau

pelaksanaan asuhan keperawatan

11. Sebagai pembaharu, perawat mengadakan inovasi agar klien/keluarga

mempunyai cara berpikir yang benar dalam mengatasi masalah

sehingga sikap dan tingkah laku menjadi efektif, serta meningkatkan

keterampilan yang diperlukan untuk hidup lebih sehat

12. Sebagai pengelola, perawat mengatur kegiatan dalam upaya

mencapai tujuan yang diharapkan, sehingga pasien dan perawat

mendapatkan kepuasan karena asuhan keperawatan yang diberikan.

2.1. 6. Tanggung Jawab Perawat

Menurut Depkes R.I (1994), perawat mempunyai tanggung jawab

dalam memberikan asuhan keperawatan, meningkatkan ilmu

pengetahuan dan meningkatkan diri sebagai profesi.

Tanggung jawab dalam memberikan asuhan keperawatan kepada

klien mencakup aspek bio-psiko-sosio-kultural-spiritual dalam upaya

memenuhi kebutuhan dasarnya dengan menggunakan pendekatan proses

perawatan meliputi:

1. Membantu klien memperoleh kembali kesehatannya

2. Membantu klien yang sehat untuk bisa memelihara kesehatannya

3. Membantu klien yang tidak bisa disembuhkan untuk menerima

kondisinya

2.2. Kompensasi

2. 2.1. Pengertian Kompensasi Kenyataan yang tidak dapat dipungkiri bahwa motivasi dasar bagi

sebagian besar orang untuk menjadi pegawai pada suatu organisasi

tertentu adalah untuk memperoleh penghasilan bagi keperluan

kebutuhannya. Hal itu berarti disatu sisi seseorang menggunakan

Page 29: Hart at in Aku 11672

18

18

pengetahuan, keterampilan, tenaga dan sebagian waktunya untuk

berkarya pada suatu organisasi, sementara disisi lain dia mengharapkan

menerima imbalan/kompensasi tertentu (Siagian, 1999).

Handoko (1984) menyatakan bahwa kompensasi adalah segala

sesuatu yang diterima karyawan sebagai balas jasa untuk kerja dan

kinerja mereka dan sebagai motivator untuk pelaksanaan kegiatan di

waktu yang akan datang. Kompensasi dapat dibagi menjadi kompensasi

langsung dan kompensasi tidak langsung. Kompensasi langsung (direct

compensation) terdiri atas gaji, upah dan insentif. Sedangkan kompensasi

tidak langsung merupakan kompensasi tambahan (finansial dan non

finansial) yang diberikan berdasarkan kebijakan perusahaan terhadap

semua karyawan dalam usaha meningkatkan kesejahteraan mereka.

Kompensasi ini dapat berupa penghargaan, hadiah, promosi maupun

pelatihan.

Kompensasi karyawan merujuk pada semua bentuk upah atau

imbalan yang berlaku bagi pekerjaan mereka. Kompensasi mempunyai

dua komponen yaitu pembayaran keuangan langsung dalam bentuk upah,

gaji, insentif, komisi dan bonus dan pembayaran yang tidak langsung

dalam bentuk tunjangan keuangan seperti asuransi dan uang liburan.

Pada kenyataannya ada dua cara utama untuk pembayaran langsung

kepada karyawan: pertama, berdasarkan tambahan waktu dan

berdasarkan kinerja, tetapi kebanyakan karyawan dibayar berdasarkan

waktu yang mereka gunakan ditempat kerja dan yang kedua adalah

membayar kinerja (Dessler, 1997)

Menurut Schuler (1987), kompensasi dibagi menjadi kompensasi

intrinsik dan kompensasi ekstrinsik. Kompensasi ekstrinsik dibedakan

menjadi kompensasi ekstrinsik langsung (gaji, upah, imbalan berdasarkan

kinerja) dan kompensasi ekstrinsik tidak langsung (program proteksi,

bayaran di luar jam kerja, fasilitas-fasilitas untuk karyawan).

Page 30: Hart at in Aku 11672

19

19

2.2.2. Kompensasi uang Kompensasi uang disebut juga kompensasi ekstrinsik yaitu imbalan

yang diterima seseorang atas jerih payahnya dalam bentuk uang. Imbalan

uang dibagi dua, yaitu imbalan langsung dan tidak langsung. Imbalan

langsung adalah berupa gaji pokok dan pembayaran lainnya berdasarkan

hasil produktifitas yang terdiri dari insentif dan bonus. Imbalan tak

langsung adalah pembayaran sejumlah uang untuk perlindungan

asuransi, pensiun, tunjangan anak-istri dan tunjangan lainnya, paid leave,

social benefit seperti piknik bersama, dan lain-lain (Schuler, 1993 dan

Kushadiwijaya, 1996).

Beberapa program imbalan berupa uang yang banyak dikaitkan

dengan prestasi kerja karyawan, yaitu :

1. Hadiah keberhasilan adalah penambahan upah atau penambahan gaji

seorang karyawan sebagai hadiah atas hasil kerjanya yang tinggi

2. Bonus kinerja perorangan adalah pembayaran tunai untuk prestasi

kerja yang tinggi untuk jangka waktu yang tertentu, biasanya akhir

tahun atau hari raya. Apabila prestasinya menurun maka karyawan

tersebut tidak mendapat bonus lagi.

3. Upah borongan perorangan adalah penambahan sejumlah uang yang

diterima karyawan untuk setiap unit produksi yang berhasil melampaui

standar

4. Insentif kinerja kelompok adalah insentif yang diberikan akibat prestasi

kerja kelompok, karena karyawan bekerja sebagai suatu tim dan sulit

untuk mengukur prestasi individual

5. Pembagian keuntungan adalah keuntungan perusahaan yang

dibagikan kepada karyawan berdasarkan proporsi gaji karyawan atau

menurut tipe pekerjaannya. Bentuk ini tidak terlalu berpengaruh pada

peningkatan kinerja

Menurut Handoko (1997) tujuan yang hendak dicapai melalui

kompensasi dapat diuraikan sebagai berikut :

Page 31: Hart at in Aku 11672

20

20

1. Menghargai Prestasi Kerja

Pemberian kompensasi yang memadai merupakan suatu penghargaan

organisasi terhadap prestasi kerja para karyawannya. Hal ini

selanjutnya akan mendorong perilaku-perilaku atau performance

karyawan sesuai yang diinginkan organisasi.

2. Menjamin Keadilan

Dengan adanya sistem kompensasi yang baik akan menjamin

terjadinya keadilan di antara karyawan dalam organisasi. Masing-

masing karyawan akan memperoleh imbalan yang sesuai dengan

tugas, fungsi, jabatan dan prestasi kerjanya.

3. Mempertahankan Karyawan

Dengan sistem kompensasi yang baik, para karyawan akan betah atau

bertahan bekerja pada organisasi itu. Hal ini berarti mencegah

keluarnya karyawan dari organisasi itu untuk mencari pekerjaan yang

lebih baik.

4. Pengendalian Biaya

Dengan sistem kompensasi yang baik, akan mengurangi seringnya

melakukan rekruitmen, sebagai akibat dari makin seringnya karyawan

yang keluar akan mencari pekerjaan yang lebih menguntungkan. Hal

ini berarti penghematan biaya untuk rekruitmen dan seleksi calon

karyawan baru

5. Memperoleh personalia yang berkualitas

Kompensasi yang cukup tinggi untuk menarik para pelamar. Kadang-

kadang dengan pemberian gaji yang relatif tinggi dimaksudkan untuk

menarik para pekerja yang sudah cakap dan bekerja di perusahaan

lain.

6. Kepatuhan kepada peraturan perundang-undangan

Di negara manapun pemerintah selalu berusaha menjamin agar

tenaga kerja mendapat perlakuan yang baik dari organisasi tempat

mereka bekerja.

Page 32: Hart at in Aku 11672

21

21

2.2.3. Kompensasi bukan uang Kompensasi bukan uang disebut juga imbalan intrinsik adalah

penghargaan-penghargaan yang diterima seseorang sebagai imbalan

atas jerih payahnya yang tidak dalam bentuk uang, biasanya penghargaan

tersebut dapat berupa rasa aman dalam pekerjaan, simbol status,

penghargaan masyarakat, dan harga diri (Sculer, 1993 dan Desantis,

1996). Menurut Herzberg (1957), imbalan bukan uang yang dapat

memberikan perasaan telah mencapai sesuatu dan pengakuan atas

pencapaian itu justru merupakan faktor intrinsik. Jadi kondisi faktor

intrinsik ini dapat memotivasi pegawai untuk mencapai kinerja yang tinggi.

2.2.4. Prinsip Dasar Pemberian Kompensasi Peningkatan kesehjateraan pegawai menjadi suatu hal yang sangat

penting untuk diperhatikan. Namun demikian pemberian upah berupa

uang dapat menjadi bomerang bila metode pembagiannya dianggap tidak

adil

Teori Porter-Lawler mengenai teori keadilan dan ketidak-adilan.

Teori ini mengemukakan bahwa orang akan selalu cenderung

membandingkan antara: 1) masukan-masukan yang mereka berikan pada

pekerjaannya dalam bentuk pendidikan, pengalaman, latihan dan usaha,

dengan 2) hasil-hasil (penghargaan-penghargaan) yang mereka terima,

seperti juga mereka membandingkan balas jasa yang diterima karyawan

lain dengan yang diterima dirinya untuk pekerjaan yang sama.

Keyakinan atas dasar pembandingan tentang adanya

ketidakadilan, dalam bentuk pembayaran kurang atau lebih, akan

mempunyai pengaruh pada perilaku dalam pelaksanaan kegiatan.

Misalnya orang akan termotivasi bukan oleh uang saja tetapi hal-hal

seperti pengakuan, jaminan (kepastian) dan perlakuan adil adalah

persoalan yang besar. Walaupun demikian, bila karyawan diminta untuk

bertanggung jawab atas kinerja dan profitabilitas, mereka juga ingin

menikmati keuntungannya. Jika semua keuntungan dari kemampuan dan

Page 33: Hart at in Aku 11672

22

22

upaya ekstra karyawan hanya dinikmati oleh manajemen puncak atau

oleh pemegang saham para karyawan akan memandang situasi ini tidak

adil, dan menjadikannya hilang semangat karena kecewa, dan karyawan

akan menghentikan usahanya. Karenanya, banyak organisasi berusaha

memberi imbalan atas kinerja dalam bentuk-bentuk kompensasi yang

bersifat tidak tentu.

Pada dasarnya pemberian gaji pokok (basic salary) hanya dapat

membuat para pekerja merasa aman, namun tidak mampu memberikan

motivasi. Sistem pengupahan yang hanya memberikan gaji pokok

cenderung membuat karyawan bekerja seenaknya. Karyawan yang rajin

maupun yang malas dan karyawan yang pintar maupun yang bodoh akan

menerima gaji yang sama setiap bulannya. Upah yang dikaitkan dengan

kinerja (insentif) dikatakan mampu memberikan motivasi untuk

meningkatkan produktivitas kerja karyawan. Oleh karena itu, penilaian

kinerja merupakan suatu hal yang wajib dilakukan oleh suatu organisasi

untuk dapat mengetahui sejauh mana prestasi/produktivitas telah dicapai

dari tujuan yang telah ditetapkan. Diperlukan suatu alat ukur yang jelas

yang dipakai dasar untuk menilai kinerja/produktivitas karyawan yang

dikaitkan dengan pemberian insentif.

Persoalan pertama yang dihadapi dalam pemberian kompensasi

adalah mendudukan dan memposisikan berbagai komponen/individu

dalam struktur organisasi, menyadarkan para karyawan pada perannya

masing-masing. Dalam rumah sakit ada tenaga Medis, Paramedis,

Nonmedis, Direksi, Manajer, tenaga fungsional, tenaga struktural, tenaga

ahli dll. Pada hakekatnya semua orang/komponen akan merasa dirinya

paling berperan, sehingga diperlukan analogi-analogi yang dapat diterima

oleh berbagai pihak.

Persoalan kedua adalah bahwa rumah sakit merupakan organisasi

yang sangat unik. Penataan anggaran dan keuangan yang harus

diterapkan memiliki standar yang ganda. Disatu sisi dengan tingkat

turbulensi yang sangat tinggi diperlukan suatu gerak dan langkah

Page 34: Hart at in Aku 11672

23

23

antisipasif yang cepat, sedangkan disisi lain pengelolaannya terbentur

pada sistem keuangan dan anggaran yang harus melalui APBD dengan

segala aturan yang sangat birokratis. Pemberian insentif yang baik hanya

dapat dilaksanakan apabila telah dilaksanakan perhitungan unit cost dan

perhitungan biaya total rumah sakit

2.3. Motivasi Kerja

2.3.1. Definisi Motivasi Istilah motivasi (motivation), berasal dari perkataan bahasa latin

yaitu: movere, yang berarti “menggerakkan” (to move). Dengan demikian

motivasi merupakan sesuatu yang mendorong seseorang bertindak atau

berperilaku tertentu (Hanafi, 1997). Motivasi membuat seseorang

memulai, melaksanakan dan mempertahankan kegiatan tertentu. Selain

itu Shung dan Megginson (1981) dalam Gomes (2000) menyatakan

bahwa motivasi merupakan perilaku yang ditujukan pada sasaran tertentu.

Motivasi berkaitan dengan tingkat usaha yang dilakukan seseorang dalam

mengejar sesuatu tujuan, disamping itu motivasi juga berkaitan erat

dengan kepuasan pekerja dan performansi pekerjaan.

Motivasi merupakan sesuatu yang ada dalam diri seseorang dan

tidak tampak dari luar. Motivasi akan terlihat melalui perilaku seseorang

yang dapat dilihat. Dalam dunia usaha, motivasi merupakan faktor penting

yang mendukung prestasi kerja, disamping faktor lain seperti kemampuan

dan keahlian.

Kesediaan atau motivasi seorang karyawan untuk bekerja biasanya

ditunjukkan oleh aktivitas yang terus menerus dan yang berorientasikan

tujuan (Gomes, 2000). Jadi yang disebut karyawan yang bermotivasi

adalah karyawan yang perilakunya diarahkan kepada tujuan organisasi

dan aktivitasnya tidak mudah terganggu oleh gangguan-gangguan kecil.

Page 35: Hart at in Aku 11672

24

24

2.3.2. Teori-teori Motivasi Motivasi dapat digolongkan dalam tiga klasifikasi yaitu Teori Isi

(content theory), Teori Proses (process theory) dan Teori Reinforcement

(reinforcement theory)

1. Teori Isi (Content Theory) Teori Isi pada dasarnya menekankan pada karakteristik internal

seseorang (Antic, 2004). Teori ini ingin melihat faktor-faktor dalam diri

seseorang yang menyebabkan dia berperilaku tertentu dan kebutuhan apa

yang ingin dipenuhi seseorang. Gambaran dari teori ini dapat dilihat dalam

Gambar 1 dibawah ini:

Gambar 1. Teori Isi Motivasi

Sumber: Hanafi (1997)

Kajian teori ini terdiri dari Teori Hirarki Kebutuhan dari Abraham

Maslow, Teori Dua Faktor dari Herzbergh dan Teori Prestasi dari

McClelland.

2. Teori Hirarki Kebutuhan dari Abraham Maslow Inti dari teori ini adalah bahwa kebutuhan tersusun dalam suatu

hirarki. Manusia akan memenuhi kebutuhannya secara hirarkis (Hanafi,

1997). Kebutuhan yang pertama adalah kebutuhan fisiologis. Setelah

kebutuhan tersebut terpenuhi, kemudian manusia tersebut akan bergerak

Needs/

Kebutuhan

Kepuasan

Drive/

Dorongan

Action/

Tindakan

Page 36: Hart at in Aku 11672

25

25

memenuhi kebutuhan selanjutnya yang lebih tinggi, yaitu kebutuhan

keamanan. Setelah kebutuhan keamanan terpenuhi, orang akan bergerak

lagi memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi, dan seterusnya.

Bagi manajer, dengan memahami kebutuhan hirarkis Maslow, dia

dapat menyediakan gaji yang cukup untuk memberi makan, minum dan

tempat tinggal. Kebutuhan keamanan dipenuhi dengan memberi jaminan

keamanan pekerjaan dan peraturan kerja yang jelas. Setelah dua

kebutuhan tersebut terpenuhi, manajer kemudian meningkatkan lagi

pemenuhan kebutuhan karyawan. Kebutuhan sosial dipenuhi dengan

menciptakan situsi kerja yang mendorong kebersamaan dan perasaan

memiliki atau membuat suatu kegiatan sperti pengajian dan sebagainya.

Tahap berikutnya adalah pemenuhan kebutuhan pengakuan (self

esteem). Manajer dapat memberi penugasan, pengakuan akan prestasi

dan memberi otonomi dalam mengambil keputusan. Tahap yang paling

tinggi adalah aktualisasi diri, dimana karyawan ingin mengembangkan

pribadi maupun kerja dan tanggung jawabnya.

Tabel 6. Teori Hirarki Kebutuhan dari Maslow

Kebutuhan Penjelasan Contoh Aktualisasi

Kebutuhan untuk berkembang dan mewujudkan potensi diri

Mencapai suatu prestasi, pekerjaan menantang

Pengakuan

Kebutuhan dihormati orang lain, kemampuan menyelesaikan pekerjaan, self esteem

Status, posisi sosial

Sosial

Kebutuhan akan cinta, perhatian, perasaan bersatu dan kontak dengan manusia lainnya

Kebersamaan, teman kerja

Keamanan

Kebutuhan akan keamanan, bebas dari ketakutan dan ancaman

Stabilitas pendapatan, rencana pension

Fisiologis Kebutuhan paling dasar manusia

Makanan, gaji dasar

Sumber: Hanafi (1997)

Page 37: Hart at in Aku 11672

26

26

3. Teori Dua Faktor dari Herzberg Menurut Hanafi (1997), teori ini menyatakan ada dua faktor yang

menentukan motivasi seseorang, yaitu faktor pendorong motivasi

(satisfiers) dan faktor hygiene (dissatisfiers).

Satisfiers merupakan faktor yang mendorong motivasi seseorang.

Adanya faktor tersebut membuat motivasi seseorang terdorong.

Sebaliknya disstisfiers bukan merupakan faktor pendorong motivasi.

Apabila dissatisfiers ada, seseorang akan merasa terganggu kerjanya.

Tetapi kalau faktor dissatisfiers dihilangkan, motivasi tidak akan muncul

dengan sendirinya. Motivasi hanya muncul apabila faktor satisfiers ada.

Gambar 2 berikut ini adalah contoh faktor satisfiers dan dissatisfiers dari

Teori Dua Faktor Herzberg.

Gambar 2. Teori Dua Faktor Herzberg Ada satisfiers Ada kepuasan kerja Motivasi terdorong

Tidak ada satisfiers Tidak ada kepuasan kerja

Tidak ada motivasi

Faktor Motivasi: Prestasi kerja Pengakuan

Kerja itu sendiri Tanggung jawab

Promosi dan pengembangan kerja Tidak ada dissatisfiers Suasana kerja nyaman Tapi motivasi tidak terdorong

Ada dissatisfiers

Suasana kerja tidak nyaman

Faktor Higienis:

Kebijakan dan administrasi perusahaan Pengawasan kondisi kerja (yang kurang)

Hubungan interpersonal dengan teman kerja (yang kurang) Gaji dan keamanan (yang kurang) Kehidupan pribadi (yang kurang)

Sumber: Hanafi (1997)

Page 38: Hart at in Aku 11672

27

27

4. Teori Prestasi dari McClelland Menurut McClelland, ada tiga kebutuhan dasar yang memotivasi

manusia yaitu keinginan terhadap kekuasaan, afiliasi dan prestasi (Antic,

2004).

1. Kebutuhan akan kekuasaan (need for power atau n-pow)

Manusia ingin mempunyai kekuasaan. Orang semacam ini biasanya

menginginkan posisi kepemimpinan, lebih outspoken, agresif,

menuntut banyak dan menyukai pembicaraan di depan public.

2. Kebutuhan akan afiliasi (need for affiliation atau n-aff)

Manusia ingin berinteraksi dengan orang lain, mempunyai rasa cinta

dan ingin menghindari penolakan oleh kelompoknya. Orang semacam

ini menyukai hubungan yang akrab, saling memahami, bersedia

menolong orang lain dan menyukai hubungan yang baik dengan orang

lain.

3. Kebutuhan akan prestasi (need for achievement atau n-ach)

Manusia ingin berprestasi dan mempunyai keinginan kuat untuk

sukses sekaligus kekhawatiran yang besar terhadap kegagalan. Orang

tersebut menginginkan tantangan, seka bekerja keras dan ingin

menjalankan usahanya sendiri.

5. Teori Proses (Process Theory) Gibson et al. (1992) dalam Juliandi (2003) menyatakan bahwa

Teori Proses merupakan teori yang menguraikan dan menganalisis

bagaimana perilaku itu dikuatkan, diarahkan, didukung dan dihentikan.

Selain itu Antic (2004) juga menyatakan bahwa teori ini menjelaskan

motivasi yang menekankan pada bagaimana individu tersebut dimotivasi.

Teori-teori yang berhubungan dengan teori proses antara lain Teori

Pengharapan dan Teori Keadilan.

Page 39: Hart at in Aku 11672

28

28

6. Teori Pengharapan (Expectancy Theory) Dikembangkan oleh Vroom, dimana dalam teori ini motivasi

seseorang akan tergantung pada antisipasi hasil dari tindakannya dan

probabilitas tujuan orang tersebut akan tercapai (Hanafi, 1997). Model

teori ini dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Teori Pengharapan dari Vroom

Lingkungan Hasil Valence

Motivasi Usaha Prestasi Hasil Valence

Kemampuan Hasil Valence

Sumber: Hanafi (1997)

Vroom menjelaskan bahwa motivasi adalah hasil dari tiga faktor

(Juliandi, 2003), yaitu:

1. Valence, mengacu kepada kekuatan seseorang untuk memperoleh

imbalan.

2. Harapan, merupakan kadar kuatnya keyakinan bahwa upaya kerja

akan menghasilkan penyelesaian suatu tugas.

3. Instrumentalitas, menunjukkan keyakinan pegawai bahwa ia akan

memperolehsuatu imbalan apabila tugas dapat diselesaikan.

Teori Pengharapan ini menjadi landasan dalam membicarakan

kepuasan kerja seseorang, karena pemenuhan harapan-harapan di atas

oleh organisasi menyebabkan terbentuknya kepuasan kerja anggota

organisasi (Juliandi, 2003).

7. Teori Keadilan (Equity Theory) Inti dari teori ini adalah individu-individu membandingkan masukan

dengan keluaran dari pekerjaan mereka dengan masukan dan keluaran

orang lain, dan kemudian meresponnya untuk menghapuskan setiap

ketidakadilan (Juliandi, 2003). Selain itu individu tersebut tidak hanya

Page 40: Hart at in Aku 11672

29

29

peduli akan jumlah mutlak ganjaran atas kerja mereka, tetapi juga

berhubungan dengan jumlah yang diterima orang lain.

Hal serupa juga dikemukakan Hanafi (1997) bahwa teori ini

menyatakan bahwa motivasi, prestasi dan kepuasan kerja merupakan

fungsi dari persepsi keadilan (atau kewajaran) yang dirasakan oleh

karyawan terhadap balasan yang diterimanya. Keadilan tersebut diukur

berdasarkan rasio antara output yang dihasilkan orang tersebut (missal

gaji atau promosi) dengan input seseorang (missal usaha atau

ketrampilan). Kemudian dia akan membandingkan rasio dia dengan rasio

orang lain pada situasi yang sama.

8. Teori Pengukuhan (Reinforchement Theory) Teori ini mencoba menjelaskan peranan balasan dalam membentuk

perilaku tertentu. Teori ini mengatakan bahwa jika suatu perilaku akan

diberi balasan yang menyenangkan (rewarding), maka perilaku tersebut

akan diulangi lagi di masa yang akan datang. Sebaliknya jika suatu

perilaku diberi hukuman (balasan yang tidak menyenangkan atau

punishment) maka perilaku tersebut tidak akan diulangi di masa datang.

Proses reinforcement dapat berjalan dengan adanya stimulus

tertentu (missal perintah dari atasan) yang kemudian mendorong perilaku

tertentu (missal bawahan menjalankan perintah tersebut). Kemudian

karena menjalankan perintah dengan baik ada konsekuensi tertentu

(missal kenaikan gaji). Karena balasan yang diterima menyenangkan,

maka dimasa mendatang dia akan mengulangi respon yang sama, yaitu

apabila diperintah atasan dia akan mengerjakan dengan baik. Model teori

ini dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Teori Reinforcement

Stimulus

Respons

Konsekuensi Respons masa

mendatang

Sumber: Hanafi (1997)

Page 41: Hart at in Aku 11672

30

30

2.3.3. Motivasi Instrinsik dan Motivasi Ekstrinsik Ada macam-macam alasan mengapa manusia bekerja. Apabila kita

menerima pandangan yang menyatakan bahwa orang-orang bekerja

untuk mendapatkan imbalan-imbalan maka imbalan tersebut dapat kita

urai menjadi dua macam yaitu imbalan ekstrinsik (misalnya upah/gaji,

promosi, pujian) sedangkan imbalan intrinsik (misalnya suatu perasaan

keberhasilan dalam hal melaksanakan tugas tertentu, yang sangat

menarik dan menantang) merupakan bagian integral dari tugas yang

dihadapi, dan mereka ditentukan oleh individu yang melaksanakan tugas

tersebut. Jadi dapat dikatakan bahwa motivasi ekstrinsik timbul karena

antisipasi akan dicapainya imbalan-imbalan ekstrinsik, sedangkan

motivasi intrinsik, timbul karena imbalan-imbalan intrinsik potensial.

Apabila kita menerima pandangan bahwa motivasi intrinsik sangat

kuat, maka secara ideal, perlu ditetapkan struktur-struktur kebutuhan

khusus semua karyawan, dan kemudian menyuruh mereka bekerja

dengan cara demikian rupa, hingga motivasi intrinsik dapat dimaksimasi.

Karena berbagai macam alasan, hal tersebut tidak mungkin dilakukan,

hingga dengan demikian para manajer mengandalkan diri pada motivator-

motivator ekstrinsik. Ada periset yang berpendapat bahwa imbalan-

imbalan ekstrinsik, dapat mengurangi motivasi intrinsik.

Seseorang yang secara intrinsik termotivasi untuk melakukan

pekerjaan sukarela, mungkin akan mengalami peristiwa, dimana apabila ia

mendapatkan imbalan untuk pekerjaan tersebut, maka hal tersebut akan

mengurangi motivasi intrinsiknya. Secara ekstrim, hal tersebut

menunjukkan bahwa gaji/upah para pekerja, sebaiknya jangan dikaitkan

dengan kinerja. Tetapi, kesimpulan tersebut membantah sejumlah hasil

riset yang menyatakan bahwa imbalan-imbalan harus dikaitkan dengan

kinerja.

Page 42: Hart at in Aku 11672

31

31

2.3.4. Gejala Penurunan Motivasi Kerja Perencanaan tenaga kesehatan atau rumah sakit dapat dilakukan

bila manajemen mengobservasi terjadinya penurunan motivasi kerja

personel. Salah satu faktor yang dapat menimbulkan penurunan kerja

personel adalah keluhan tingginya beban kerja personel. Hal ini bisa

tampak bila terjadinya kenaikan jumlah kunjungan pasien dan

meningkatnya Bed Occupancy Rate (BOR), sedangkan jumlah personel

tetap dalam periode waktu yang lama.

Tingginya beban kerja personel kesehatan atau rumah sakit dapat

berefek penurunan terhadap prestasi kerja. Hal ini dapat terjadi terutama

bila naiknya beban kerja tanpa diikuti dengan peningkatan imbalan.

Artinya produktivitas meningkat tidak berefek secara finansial terhadap

personel. Penurunan motivasi kerja dan prestasi akan berakibat terhadap

tingkat kepuasan kerja personel. Artinya sejumlah faktor yang

mempengaruhi motivasi dan prestasi juga dapat berefek langsung

maupun tidak langsung terhadap kepuasan kerja. 2.3. 5. Asumsi-asumsi Dasar tentang Motivasi dan Upaya Memotivasi Sewaktu kita mempelajari berbagai teori tentang motivasi dan

praktek-praktek memotivasi yang dilakukan para manajer, maka perlu

dipahami dahulu asumsi dasar teorinya (Stoner et al., 1995), yaitu :

1. Pendapat umum yang menyatakan bahwa motivasi merupakan suatu

hal yang baik. Pernakah kita mendengar bahwa orang-orang

mendapatkan pujian, karena mereka tidak termotivasi? Dalam suatu

varietas kondisi (ditempat kerja) bahwa kita tidak akan memiliki

perasaan enak, apabila kita tidak termotivasi.

2. Motivasi merupakan salah satu diantara berbagai macam faktor yang

masuk ke dalam kinerja seseorang. Hal yang juga tidak kalah

pentingnya adalah misalnya faktor-faktor seperti misalnya kemampuan,

sumber-sumber daya, dan kondisi-kondisi di mana seseorang bekerja.

Kita mungkin sangat termotivasi untuk mengikuti suatu karier, dimana

Page 43: Hart at in Aku 11672

32

32

kita membantu orang-orang sebagai seorang profesional medikal.

Tetapi, pada motivasi tersebut perlu ditambahkan kemampuan ilmiah

kita, sumber-sumber belajar di universitas kita (seperti laboratorium

canggih).

3. Baik para manajer maupun periset, mengasumsi bahwa motivasi

merupakan hal yang langka, dan ia memerlukan penggantian secara

periodik. Teori motivasi, dan praktek-praktek motivasional berkaitan

dengan proses-proses yang tidak pernah berakhir, hal mana

berlandaskan asumsi bahwa motivasi dapat “menguap” dengan

berlangsungnya waktu

4. Motivasi merupakan sebuah alat dengan apa para manajer dapat

mengatur hubungan-hubungan pekerjaan di dalam organisasi-

organisasi. Apabila para manajer memahami apa yang merangsang

orang-orang yang bekerja untuk mereka, maka mereka dapat

menyesuaikan tugas-tugas pekerjaan dan imbalan-imbalan sehingga

orang bergairah untuk bekerja.

2.4. Persepsi terhadap Pemberian Kompensasi 2.4.1. Pengertian Persepsi Suatu hal yang tidak dapat dipungkiri bahwa dalam suatu

organisasi selalu terjadi proses komunikasi antara orang yang satu

dengan yang lainnya, baik secara perorangan maupun secara kelompok.

Dalam proses tersebut, siapapun yang mengambil inisiatif, apakah

seorang bawahan ataukah seorang manager, pengambil inisiatif selalu

berharap agar tujuannya berkomunikasi dapat diterima dan dimengerti

oleh yang menerima. Penerimaan inilah yang kita sebut persepsi

(Indrawijaya, 1983)

Robbin (1993) mendefinisikan persepsi sebagai proses di mana

individu mengorganisasikan dan menginterpretasikan impressi

sensorisnya supaya dapat memberikan arti kepada lingkungan sekitarnya.

Page 44: Hart at in Aku 11672

33

33

Gilmer (1971) menyatakan bahwa persepsi merupakan fungsi psikologis

yang memberikan arti pada apa yang dirasakan individu. Sedangkan

Luthan (1985) menyatakan bahwa persepsi merupakan suatu proses

kognisi yang komplek yang meliputi seleksi, pengorganisasian dan

interpretasi terhadap suatu objek. Berdasarkan beberapa pendapat di atas

dapat disimpulkan bahwa persepsi adalah pemberian arti, tanggapan dan

interpretasi oleh individu terhadap suatu objek sehingga dapat

mempengaruhi perilaku dan sikap individu tersebut.

Penelitian Lowery et al. (1995) mengenai persepsi karyawan

terhadap kompensasi dan kinerja karyawan menunjukkan bahwa 70 %

responden setuju pemberian kompensasi akan meningkatkan kebiasaan

kerja karyawan yang pada akhirnya akan meningkatkan produktifitasnya.

2.4.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi persepsi, antara

lain:

1. Pelaku Persepsi

Bila seorang individu memandang pada suatu target dan mencoba

menafsirkan apa yang dilihatnya, penafsiran itu akan banyak

dipengaruhi oleh karakteristik-karakteristik pribadi dari pelaku persepsi

individu itu. Di antara karakteristik pribadi yang lebih relevan yang

mempengaruhi persepsi adalah sikap, motif, kepentingan atau minat,

pengalaman masa lalu, dan pengharapan (ekspektasi).

Penilaian akan karakteristik dan watak seseorang dilihat dari sikap

yang diekspresikannya. Sikap ini timbul dari belajar atau pengalaman

dan menempatkannya dalam kerangka berpikir suka atau tidak suka

terhadap suatu objek. Motif seseorang bisa muncul kalau ada

kebutuhannya yang belum terpenuhi. Hal ini akan memberikan

stimulasi atau mempengaruhinya untuk persepsi kuat terhadap obyek

tertentu yang sesuai dengan motifnya.

Page 45: Hart at in Aku 11672

34

34

2. Target Persepsi

Karakteristik dalam target persepsi yang sedang di observasi, dan

mempengaruhi apa saja yang dipersepsikan misalnya, orang yang

bersuara keras akan lebih diperhatikan daripada mereka yang relatif

pendiam. Seperti gerakan, suara, ukuran, dan berbagai atribut lainnya

dapat memperbaiki cara persepsi obyek yang kita lihat sebelumnya.

2.5. Hubungan Persepsi Perawat Mengenai Kompensasi

dan Motivasi Kerja

Perawat dan bidan memiliki posisi yang sangat penting dalam

sistem pelayanan di rumah sakit. Perawat merupakan ujung tombak

rumah sakit dalam memberikan pelayanan kepada pasien. Baik buruknya

pelayanan yang diberikan akan sangat berpengaruh pada keberadaan

rumah sakit. Dengan demikian baik buruknya pelayanan rumah sakit

seringkali juga berhubungan dengan pelayanan yang diberikan perawat.

Oleh karena itu pihak rumah sakit harus memperhatikan faktor-faktor apa

saja yang dapat mempengaruhi motivasi kerja tenaga keperawatan. Salah

satu cara untuk memotivasi tenaga keperawatan adalah dengan

memberikan kompensasi. Sejauh mana kompensasi akan berpengaruh

terhadap motivasi berkaitan dengan apakah kompensasi tersebut dapat

memenuhi kebutuhan hidupnya.

Menurut Henderson (1994), seberapa besar arti dari segala bentuk

bayaran karyawan sangat tergantung dari persepsi karyawan itu sendiri.

Sedangkan persepsi masing-masing individu berhubungan dengan

karakteristik demografinya (misal umur, jenis kelamin, pendidikan, masa

kerja, status ekonomi) dan berhubungan juga dengan kondisi fisik dan

emosi karyawan tersebut.

Berdasarkan hal tersebut, maka pemberian kompensasi diharapkan

dapat meningkatkan motivasi kerja tenaga keperawatan, sehingga

produktivitas kerja dapat meningkat. Lebih lanjut Murray (1999)

Page 46: Hart at in Aku 11672

35

35

menyatakan bahwa karyawan pada dasarnya akan lebih produktif dan

loyal ketika keberhasilan kerjanya diakui dan diberi balas jasa sebesar

pengorbanannya. Sejauh mana motivasi seseorang akan meningkat

tergantung dari hasil persepsi dari individu tersebut terhadap kompensasi.

Bila persepsinya positif maka motivasi kerjanya diharapkan meningkat,

sedangkan apabila persepsinya terhadap kompensasi negatif maka

kemungkinan motivasinya tidak akan meningkat.

2.6. Landasan Teori Menurut Depkes R.I. (1999) salah satu peran dan fungsi perawat

adalah sebagai pemberi asuhan/pelayanan keperawatan secara

professional yang meliputi treatment keperawatan, observasi, pendidikan

kesehatan serta menjalankan medical tereatment. Profesi perawat, seperti

profesi kerja lainnya, dituntut untuk dapat bekerja secara professional.

Akan tetapi, adanya ketidakpuasan perawat terhadap kebijakan rumah

sakit seringkali berdampak pada kinerja rumah sakit secara umum, seperti

pada pemberian pelayanan di rumah sakit. Ketidakpuasan tersebut

seringkali dipicu oleh masalah kompensasi (Sudjoko, 1998 dan Pontoh,

2002).

Rasa ketidakpuasan dan ketidakadilan yang dialami tenaga

keperawatan seringkali menimbulkan persepsi yang mendorong

seseorang untuk mengorganisir, menafsirkan, merasakan dan mengolah

pertanda atau segala sesuatu yang terjadi di lingkungannya (Hamner dan

Organ). Hal ini pula yang nantinya akan mempengaruhi perilaku orang

tersebut. Keadaan ini sesuai dengan penelitian Lowery et al (1995)

tentang persepsi karyawan terhadap kompensasi dan kinerja karyawan,

dimana 70% responden setuju bahwa pemberian kompensasi akan

meningkatkan produktifitasnya.

Menurut Robbins (1993), jika seseorang termotivasi maka dia akan

berusaha keras. Lebih lanjut disebutkan bahwa kesejahteraan karyawan

Page 47: Hart at in Aku 11672

36

36

yang tinggi akan memotivasi seseorang untuk bekerja lebih giat. Tidak

dapat dipungkiri bahwa motivasi dasar bagi sebagain besar orang untuk

menjadi pegawai pada organisasi tertentu adalah untuk memperoleh

penghasilan bagi pemenuhan kebutuhannya. Hal ini sesuai dengan

Notoatmojo (1998) yang menyatakan bahwa pemberian kompensasi

adalah sebagai perangsang kerja. Selain itu Nawawi (2001) juga

menyatakan bahwa pemberian kompensasi menjadi tidak berfungsi

memotivasi apabila nilai finansialnya dianggap terlalu rendah, sehingga

kurang bermanfaat. Penelitian Lum et al. (1998) tentang faktor yang

mempengaruhi keinginan perawat untuk keluar dari pekerjaannya,

menemukan bahwa pay satisfaction akan mempengaruhi job satisfaction

dan akhirnya akan mempengaruhi keinginan perawat untuk keluar.

2.7. Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah:

H1 =

H2 =

Kompensasi berpengaruh secara positif terhadap motivasi kerja.

Persepsi perawat tentang sistem kompensasi berpengaruh secara

positif terhadap motivasi kerja.

2.8. Kerangka Konsep

Persepsi mengenai Sistem

Kompensasi - Pelaksanaan - Mekanisme - Transparansi - Keadilan

Motivasi Kerja

- Pekerjaan - Pendapatan - Rekan Kerja - Pengembangan - Supervisi

Kompensasi Finansial - Gaji - Insentif - Sistem Pembagian

Page 48: Hart at in Aku 11672

37

37

2.9. Pertanyaan Penelitian

1. Apakah kompensasi mempengaruhi motivasi kerja tenaga

keperawatan di Rumah Sakit Aloei Saboe Kota Gorontalo?

2. Apakah persepsi perawat tentang sistem kompensasi mempengaruhi

motivasi kerja tenaga keperawatan di Rumah Sakit Aloei Saboe Kota

Gorontalo?

3. Bagaimana persepsi perawat tentang kompensasi dan motivasi kerja

di Rumah Sakit Aloei Saboe Kota Gorontalo?

Page 49: Hart at in Aku 11672

38

38

BAB III METODE PENELITIAN

3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini adalah non eksperimen dengan pendekatan

cross section. Analisis data yang digunakan adalah kuantitatif dan

kualitatif. Analisis kuantitatif dilakukan untuk menguji hipotesis yang

diajukan dengan menggunakan teknik analisis regresi. Sedangkan analisis

kualitatif dilakukan dengan wawancara mendalam kepada direktur dan

kepala seksi keuangan rumah sakit dan forum discussion group (FGD)

antara tenaga keperawatan. Analisis kualitatif dilakukan untuk

memperkuat hasil analisis yang diperoleh dalam analisis kuantitatif.

3.2. Lokasi dan Subyek Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Aloei Saboe Kota

Gorontalo, yang merupakan rumah sakit rujukan untuk wilayah Gorontalo,

juga merupakan rumah sakit yang dipakai latihan kerja lapangan oleh

peneliti, selama mengikuti pendidikan. Subjek penelitian ini adalah tenaga

keperawatan, direktur rumah sakit serta seksi keuangan. Adapun alasan

pemilihan sampel dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Alasan Pemilihan Responden Responden Alasan Pemilihan

Tenaga Keperawatan Rumah Sakit Aloei Saboe

Mereka wajib dan terikat untuk mengerjakan pekerjaan dan berhak memperoleh kompensasi

Direktur Rumah Sakit Aloei Saboe

Pelaksana kebijakan pemda dan perumus kebijakan rumah sakit. Memimpin, mengkoordinasikan, mengendalikan dan mengawasi semua kegiatan rumah sakit.

Page 50: Hart at in Aku 11672

39

39

Responden Alasan Pemilihan Seksi Keuangan Dokumentasi dan pendistribusian/pemberian

kompensasi dan dianggap mengetahui masalah

yang akan diteliti

Pemilihan responden tenaga keperawatan dalam penelitian ini

dilakukan dengan kriteria-kriteria tertentu, yaitu:

1. Tenaga keperawatan tersebut telah menjadi PNS di Rumah Sakit Aloei

Saboe.

2. Tenaga keperawatan tersebut telah bekerja lebih dari satu tahun di

Rumah Sakit Aloei Saboe.

Berdasarkan kriteria tersebut di atas, maka dari 133 tenaga

keperawatan hanya 70 orang saja yang dapat dijadikan sebagai

responden. Akan tetapi karena kesibukan tenaga keperawatan dan waktu

yang kurang memadai, maka penyebaran kuesioner dan FGD hanya

dilakukan kepada 35 tenaga keperawatan. FGD dilakukan dengan

membagi responden dalam 5 kelompok yang mewakili populasi, dengan

6 kali FGD pada kelompok yang berbeda. Hal ini dilakukan karena

dianggap cukup memadai untuk menggali semua fenomena yang ada di

rumah sakit. Adapun jumlah responden dan cara mendapatkan data dapat

dilihat dalam Tabel 8.

Tabel 8. Responden, Jumlah dan Cara Perolehan Data Primer

No Responden Jumlah Cara perolehan data primer

1 2 3

Tenaga perawat Direktur RSUD Aloei Saboe Seksi Keuangan

35 1 1

Kuesioner dan FGD (5 kali) Wawancara Wawancara

Page 51: Hart at in Aku 11672

40

40

3.3. Definisi Operasional

1. Persepsi

Persepsi didefinisikan sebagai pemberian arti, tanggapan dan

interpretasi oleh individu terhadap suatu objek sehingga dapat

mempengaruhi perilaku dan sikap individu tersebut. Pengukuran

menggunakan kuesioner dengan menggunakan Skala Likert lima

point, yaitu dari sangat setuju sampai sangat tidak setuju.

a. Pelaksanaan, adalah bagaimana pelaksanaan sistem pemberian

kompensasi yang dilakukan pihak rumah sakit.

b. Mekanisme, adalah kapan waktunya atau periode waktu

pemberian kompensasi.

c. Transparansi, adalah apakah sistem pemberian kompensasi yang

dilakukan sudah transparan dan diketahui semua pihak

d. Keadilan, adalah apakah seseorang sudah menganggap adil

kompensasi yang diterima apabila dibandingkan dengan

pekerjaan, beban kerja, lama kerja dan pendidikan.

2. Perawat

Pengertian perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan

perawat baik di dalam maupun di luar negeri sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan yang berlaku. Adapun dalam

penelitian ini, tenaga keperawatan adalah pelaksana keperawatan

dengan dasar pendidikan AKPER, SPK/Bidan, SPRG, PKC maupun D

IV Keperawatan yang bekerja di Rumah Sakit Aloei Saboe. Diukur

dengan menggunakan kuesioner untuk mengetahui identitas dan

karakteristik subjek penelitian.

a. Jabatan, adalah posisi yang diduduki dalam rumah sakit.

b. Umur, adalah lamanya kehidupan seseorang dari lahir sampai

dilakukannya penelitian

c. Jenis kelamin, adalah laki-laki atau perempuan.

Page 52: Hart at in Aku 11672

41

41

d. Status perkawinan, adalah kawin, belum kawin atau sudah

janda/duda.

e. Jumlah tanggungan keluarga, adalah jumlah tiap kepala

(suami/istri/anak/keluarga lain) yang dibiayainya.

f. Pekerjaan suami/istri, adalah bekerja atau tidak bekerja.

g. Status kepegawaian, adalah status di rumah sakit yaitu pegawai

negeri atau pegawai honorer.

h. Lama bekerja, yaitu lamanya waktu antara seseorang mulai

tercatat sebagai karyawan di rumah sakit sampai penelitian ini

dilakukan.

i. Penghasilan, yaitu jumlah uang yang diterima tiap bulan dari

rumah sakit yaitu dari gaji, tunjangan dan insentif.

j. Pengeluaran, yaitu jumlah uang yang dibelanjakan tiap bulan yaitu

untuk belanja kebutuhan, kesehatan, pendidikan dan biaya lain-

lain.

k. Pendidikan, yaitu tingkat pendidikan formal yang pernah ditempuh

yaitu AKPER, SPK/Bidan, SPRG, PKC atau D IV Keperawatan.

3. Kompensasi

Kompensasi adalah segala sesuatu yang diterima karyawan sebagai

balas jasa untuk kerja dan kinerja mereka dan sebagai motivator untuk

pelaksanaan kegiatan di waktu yang akan datang. Pengukuran

menggunakan kuesioner dengan menggunakan Skala Likert lima

point, yaitu dari sangat setuju sampai sangat tidak setuju.

a. Gaji, adalah jumlah uang yang diterima secara periodik tiap bulan.

b. Insentif, adalah jumlah uang yang diterima sebagai imbalan yang

diberikan rumah sakit karena prestasinya, yang bekerja di atas

standar yang ditentukan rumah sakit.

c. Sistem pembagian, adalah mekanisme, pelaksanaan, transparansi

dan keadilan dalam pembagian kompensasi.

Page 53: Hart at in Aku 11672

42

42

4. Motivasi

Motivasi adalah sesuatu yang mendorong seseorang bertindak atau

berperilaku tertentu. Pengukuran menggunakan kuesioner dengan

menggunakan Skala Likert lima point, yaitu dari sangat setuju sampai

sangat tidak setuju.

a. Pekerjaan, adalah tugas yang harus dikerjakan sesuai dengan

deskripsi yang diberlakukan pihak rumah sakit.

b. Pendapatan, adalah imbalan yang diterima karyawan sebagai

balas jasa atas hasil pekerjaannya yang telah dilakukan di rumah

sakit dalam bentuk uang.

c. Rekan kerja, adalah karyawan lain di rumah sakit.

d. Pengembangan/promosi, adalah kesempatan untuk maju dalam

pekerjaan, misalnya kenaikan pangkat, kesempatan pendidikn dan

pelatihan.

e. Supervisi, adalah pengawasan yang dilakukan oleh atasan atau

pihak manajemen rumah sakit.

3.4. Variabel Penelitian

1. Variabel independen (prediktor) adalah kompensasi finansial dan

persepsi perawat tentang sistem kompensasi.

2. Variabel dependen (kriterion) adalah motivasi kerja tenaga

keperawatan di Rumah Sakit Aloei Saboe

3.5. Metode Pengambilan Data Pengambilan data dilakukan dengan penyebaran kuesioner,

wawancara mendalam dan FGD. Kegiatan tersebut dilakukan berdasarkan

daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan untuk menggali topik tertentu.

Untuk wawancara mendalam dan FGD, pengarah diskusi dilakukan oleh

Page 54: Hart at in Aku 11672

43

43

peneliti sendiri dibantu seorang asisten peneliti, yaitu kepala seksi

keperawatan dari lingkungan rumah sakit, yang sebelumnya sudah diberi

arahan dan penjelasan yang berkaitan dengan perannya.

Alat pengumpul data untuk menyebarkan kuesioner adalah dengan

memberi pertanyaan-pertanyaan tertutup kepada tenaga keperawatan

untuk mengetahui seberapa besar pengaruh kompensasi terhadap

motivasi. Adapun wawancara mendalam maupun diskusi kelompok

terarah adalah memakai pedoman wawancara/diskusi yang berisi

pertanyaan-pertanyaan terbuka (terlampir). Jalannya wawancara/diskusi

tidak selalu berurutan seperti didalam urutan pertanyaan, jadi disesuaikan

dengan kondisi para responden. Alat-alat yang digunakan tape recorder,

kaset.

3.6. Pengujian Validitas dan Reliabilitas

Pengambilan data dengan wawancara mendalam dan FGD akan

memenuhi syarat validitas dan reliabilitas apabila pengumpulan data

dilakukan dengan metode, sumber dan penyidik yang berbeda. Prosedur

ini banyak memakan waktu tetapi akan memberikan kedalaman hasil

penelitian, karena apabila terjadi kekurangan informasi dari pihak pertama

akan dapat diperoleh tambahan dari pihak lainnya.

Pengujian dengan menyebar kuesioner juga harus memenuhi syarat

bahwa kuesioner yang disebarkan tersebut adalah valid dan reliabel, yaitu

memenuhi kriteria yang sudah ditetapkan.

1. Uji Validitas Menurut Nasution (2004) suatu alat ukur dikatakan valid jika alat itu

mampu mengukur apa yang harus diukur oleh alat itu. Untuk menguji

apakah kuesioner yang digunakan mempunyai kekuatan validitas, tidak

dapat terpisahkan dari dua prinsip validitas yaitu unsur ketepatan dan

unsur ketelitian (Hadi, 1993). Ketepatan adalah seberapa jauh alat ukur

Page 55: Hart at in Aku 11672

44

44

dapat mengungkapkan dengan tepat gejala yang diukur, sedangkan

ketelitian adalah seberapa jauh alat ukur dapat menunjukkan dengan

sebenarnya status dan keadaan gejala yang diukur.

Berdasarkan analisis validitas, ditemukan bahwa semua butir dari

variabel motivasi adalah valid. Begitu pula untuk variabel kompensasi

serta persepsi perawat terhadap sistem kompensasi, semua butir juga

valid.

2. Uji Reliabilitas Selain valid, syarat alat ukur yang baik adalah reliabel. Menurut

Nasution (2004) suatu alat ukur dikatakan reliabel bila alat itu dalam

mengukur suatu gejala pada waktu yang berlainan senantiasa

menunjukkan hasil yang sama. Pernyataan ini mengandung arti bahwa

hasil pengukuran dapat dipercaya apabila dalam beberapa kali

pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok subjek yang sama diperoleh

hasil relatif sama selama aspek dalam diri subjek yang diukur memang

belum berubah. Dengan demikian kuisioner dikatakan reliabel bila

jawaban seseorang terhadap pertanyaan-pertanyaan dalam kuisioner

adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu.

Berdasarkan analisis realibilitas, ditemukan bahwa butir-butir yang

reliabel dari variabel motivasi ada 27 butir, sedangkan yang tidak reliabel

ada empat butir yaitu butir 1, butir 13, butir 21 dan butir 24. Butir-butir yang

reliabel dari variabel kompensasi ada 16 butir, sedangkan yang tidak

reliabel hanya satu butir yaitu butir 16. sedangkan butir-butir yang reliabel

dari variabel persepsi perawat ada 13 butir, sedangkan yang tidak reliabel

hanya tiga butir yaitu butir 4, 13 dan 15.

Page 56: Hart at in Aku 11672

45

45

3.7. Jalannya Penelitian 1. Tahap Persiapan

a. Melatih asisten peneliti

Asisten peneliti ini diambil dari lingkungan RSUD Aloei Saboe,

seorang kasi perawatan, serta diberi arahan jalannya penelitian

b. Uji coba pedoman wawancara mendalam dan FGD.

Pedoman wawancara tersebut yang terdiri dari pertanyaan-

pertanyaan tersebut setelah mendapat persetujuan dari

pembimbing, diuji cobakan kepada 3 orang responden lain yang

tidak termasuk dalam sampel (tenaga keperawatan) di RSUD Aloei

Saboe. Dilakukan uji coba terhadap pemakaian bahasa untuk

melihat apakah ada masalah yang timbul selanjutnya penelitian

dilaksanakan.

c. Uji coba kuesioner.

Dilakukan uji coba untuk mengetahui validitas dan reliabilitas

kuesioner.

2. Tahap Pelaksanaan

a. Melakukan diskusi kelompok terarah. Diskusi kelompok ini dibagi

menjadi lima kelompok tenaga keperawatan dengan anggota

kelompok masing-masing 6 orang tenaga perawat.

b. Wawancara mendalam dilakukan kepada kasie keuangan dan

direktur rumah sakit dan direkam dengan tape recorder.

c. Penyebaran kuesioner kepada 35 tenaga keperawatan.

3.8. Analisis Data

1. Tahap persiapan

Setelah seluruh kuesioner dan hasil diskusi terkumpul, dilakukan

pemeriksaan kelengkapannya.

Page 57: Hart at in Aku 11672

46

46

2. Tabulasi

Data diklasifiksikan menjadi dua kelompok, yaitu kelompok data

kuantitatif diolah dan dipaparkan dalam bentuk tabel, sedangkan data

kualitatif digambarkan dengan kata-kata atau kalimat, dipisah-

pisahkan menurut kategorinya.

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan:

a. Analisis deskriptif untuk mendapatkan distribusi frekwensi ciri-ciri

karyawan. b. Analisis OLS Regression untuk mengetahui pengaruh kompensasi

terhadap motivasi kerja tenaga keperawatan di Rumah Sakit Aloei

Saboe. c. Analisis kualitatif untuk mengungkap lebih jauh persepsi tenaga

keperawatan tentang kompensasi dan motivasi kerja tenaga

keperawatan di Rumah Sakit Aloei Saboe.

3.9. Kesulitan dan Kelemahan Penelitian

Penelitian ini menyangkut masalah persepsi perawat terhadap

kompensasi finansial dimana karyawan rumah sakit masih belum jelas

tentang kebijakan rumah sakit. Bagi rumah sakit ini belum pernah ada

penelitian menyangkut perawat yang dihubungkan dengan masalah

penghasilan dan motivasi kerja di rumah sakit. Hal ini agak menyulitkan

proses pengumpulan data dengan pertanyaan-pertanyaan terbuka atau

wawancara, terutama dengan pihak stake holder karena alasan

kesibukkan pekerjaan mereka. Terlebih lagi peneliti tidak bekerja di rumah

sakit ini (bukan karyawan).

Sebelum angket disebarkan, peneliti (atas ijin direktur)

mengundang semua kepala bagian keperawatan dan wakil keperawatan

dalam satu pertemuan untuk menjelaskan tujuan penelitian dan tata cara

mengisi angket. Agar semua perawat mengerti dan mendapat kesempatan

untuk melakukan tanya jawab.

Page 58: Hart at in Aku 11672

47

47

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

Penelitian tentang persepsi perawat terhadap kompensasi dan

motivasi kerja di Rumah Sakit Aloei Saboe Kota Gorontalo dilakukan

secara kuantitatif dan kualitatif. Penelitian kuantitatif dilakukan dengan

menyebar kuesioner kepada tenaga keperawatan yang dipilih menjadi

responden. Adapun penelitian kualitatif dilakukan wawancara mendalam

kepada direktur dan seksi keuangan Rumah Sakit Aloei Saboe dan juga

dilakukan FGD kepada tenaga keperawatan untuk mencari pendapat dan

menghimpun fakta dari responden. Penelitian kualitatif dilakukan untuk

mendukung hasil analisis yang diperoleh dari penelitian kuantitatif.

Dengan demikian diharapkan akan semakin memperkuat hasil penelitian

secara keseluruhan.

Data kuesioner diperoleh dari masing-masing responden yang

dipilih berdasarkan kriteria tertentu, yaitu responden adalah tenaga

keperawatan yang bekerja di Rumah Sakit Aloei Saboe Gorontalo yang

telah menjadi PNS dan sudah mengabdi di rumah sakit sedikitnya selama

1 tahun.

Kuisioner yang berhasil kembali kepada peneliti adalah 34

kuesioner dari 35 yang disebarkan. Identitas responden dalam kuesioner,

yaitu: nama, jenis kelamin, umur, pangkat/golongan, status perkawinan,

jumlah tanggungan keluarga, lama bekerja dan tingkat pendidikan

(AKPER, APK/Bidan atau SPRG). Adapun gambaran tentang identitas

responden dapat dilihat mulai dari Tabel 9.

Berdasarkan Tabel 9 dapat dikatakan bahwa responden tenaga

keperawatan laki-laki jumlahnya 10 responden (29,41%) dan responden

tenaga keperawatan perempuan sebanyak 24 responden (70,59%).

Page 59: Hart at in Aku 11672

48

48

Tabel 9. Deskripsi Jenis Kelamin Responden

Jenis Kelamin Jumlah Responden Persentase Laki-laki Perempuan

10 24

29,41% 70,59%

Jumlah 34 100%

Berdasarkan Tabel 10 di bawah ini dapat dikatakan bahwa

sebagian besar responden adalah berusia antara 26-30 tahun yaitu

berjumlah 9 atau 26,47%, dan responden yang berusia antara 21-25

tahun serta 46-50 tahun masing-masing hanya berjumlah satu orang atau

2,94%.

Tabel 10. Deskripsi Usia Responden

Usia Jumlah Responden Persentase

21 – 25 tahun 26 – 30 tahun 31 – 35 tahun 36 – 40 tahun 41 – 45 tahun 46 – 50 tahun 51 – 55 tahun

1 9 5 7 5 1 6

2,94% 26,47% 14,71% 20,59% 14,71% 2,94% 17,65%

Jumlah 34 100%

Tabel 11 menunjukkan bahwa sebagian besar responden adalah

lulusan AKPER yaitu sebanyak 21 responden (61,76%), dan hanya satu

responden (2,94%) yang lulusan SPRG dan lulusan D IV Keperawatan.

Table 11. Deskripsi Tingkat Pendidikan Responden

Tingkat Pendidikan Jumlah Responden Persentase AKPER SPK/Bidan SPRG PKC D IV Keperawatan

21 8 1 3 1

61,76% 23,53% 2,94% 8,82% 2,94%

Jumlah 34 100%

Page 60: Hart at in Aku 11672

49

49

Tabel 12 menunjukkan bahwa sebagian besar responden adalah

golongan 2C, yaitu 8 responden (23,53%). Sedangkan untuk golongan 2B

tidak ada.

Tabel 12. Deskripsi Tingkat Golongan Responden

Tingkat Golongan Jumlah Responden Persentase 2A 2B 2C 2D 3A 3B 3C 3D

2 0 8 5 6 6 6 1

5,88% 0%

23,53% 14,71% 17,65% 17,65% 17,65% 2,94%

Jumlah 34 100%

Tabel 13 menunjukkan bahwa responden yang paling lama masa

kerjanya adalah 9 responden (26,47%), yaitu mempunyai lama kerja

antara 6-10 tahun.

Tabel 13. Deskripsi Lama Kerja Responden

Lama Kerja Jumlah Responden Persentase 1 – 5 tahun 6 – 10 tahun 11 – 15 tahun 16 – 20 tahun 21 – 25 tahun 26 – 30 tahun 31 – 35 tahun

6 9 8 8 0 0 3

17,65% 26,47% 23,53% 23,53%

0% 0%

8,82% Jumlah 34 100%

Tabel 14 menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki

gaji yang berkisar antara Rp 1.000.000-1.500.000 yaitu sebanyak 23

responden (67,65%), 9 responden (26,47%) mempunyai gaji kurang dari

Rp 1.000.000 dan 2 responden (5,88%) memiliki gaji lebih dari Rp

1.500.000.

Page 61: Hart at in Aku 11672

50

50

Tabel 14. Deskripsi Tingkat Gaji Responden

Tingkat Gaji Jumlah Responden Persentase < 1.000.000 1.000.000 – 1.500.000 > 1.500.000

9 23 2

26,47% 67,65% 5,88%

Jumlah 34 100%

4.1.1. Pengukuran Variabel Kompensasi dan Persepsi Perawat Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana tingkat

kepuasan tenaga keperawatan di Rumah Sakit Aloei Saboe terhadap

kompensasi yang diterimanya dan juga untuk mengetahui bagaimana

persepsi tenaga keperawatan terhadap sistem kompensasi yang

diberlakukan di rumah sakit. Selain itu pengujian ini juga ditujukan untuk

mengetahui bagaimana motivasi tenaga keperawatan di rumah sakit.

Pengukuran variabel dilakukan dengan skoring sebagai berikut:

1. Sangat Setuju = 5

2. Setuju = 4

3. Netral = 3

4. Tidak Setuju = 2

5. Sangat Tidak Setuju = 1

Selanjutnya dilakukan perhitungan untuk masing-masing atribut

dengan rumus sebagai berikut (Rangkuti, 2002):

n

Ni)x(NjNs ∑=

dimana:

Ns = Nilai sikap yang diberikan responden

Nj = Jumlah jawaban responden dari setiap variabel

Ni = Nilai masing-masing responden dari setiap variabel

n = Jumlah keseluruhan responden

Page 62: Hart at in Aku 11672

51

51

Sedangkan untuk mengukur nilai indikator digunakan rumus

(Rangkuti, 2002):

aNsIndikatorNilai ∑=

dimana:

NI = Nilai sikap responden terhadap indicator

a = Jumlah variabel yang membentuk suatu indikator

Adapun menurut Rangkuti (2002), kriteria penilaian adalah:

1. 1,00 ≤ Nilai Indikator ≤ 2,50 adalah sikap negatif

2. 2,51 ≤ Nilai Indikator ≤ 3,50 adalah sikap netral

3. 3,51 ≤ Nilai Indikator ≤ 5,00 adalah sikap positif

4.1.1.1. Variabel Kompensasi Skor tingkat kepuasan tenaga keperawatan terhadap kompensasi

yang diterima dari Rumah Sakit Aloei Saboe dapat dilihat dalam Tabel 15.

Tabel 15. Skor Variabel Kompensasi

ITEM SS S N TS STS n NjxNi NS B1 0 0 3 20 11 34 60 1.76 B2 0 1 15 12 6 34 79 2.32 B3 0 0 16 15 3 34 81 2.38 B4 0 0 7 13 14 34 61 1.79 B5 0 0 14 16 4 34 78 2.29 B6 0 0 6 10 18 34 56 1.65 B7 0 2 16 13 3 34 85 2.50 B8 0 3 17 9 5 34 86 2.53 B9 0 4 21 6 3 34 94 2.76 B10 0 1 14 12 7 34 77 2.26 B11 0 1 13 13 7 34 76 2.24 B12 0 0 19 10 5 34 82 2.41 B13 0 0 11 11 12 34 67 1.97 B14 0 0 12 7 15 34 65 1.91 B15 0 0 21 11 2 34 87 2.56 B16 0 0 19 15 0 34 87 2.56 B17 0 13 21 0 0 34 115 3.38

TOTAL 39.29 NILAI INDIKATOR 2.31

Page 63: Hart at in Aku 11672

52

52

Berdasarkan perhitungan di atas diketahui bahwa nilai indikator

variabel kompensasi adalah 2,31. Menurut kriteria penilaian maka variabel

kompensasi memiliki indikator negatif, atau dapat dikatakan bahwa tenaga

keperawatan di Rumah Sakit Aloei Saboe tidak puas dengan kompensasi

yang mereka terima. Keadaan ini dapat ditunjukkan berdasarkan

pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner, antara lain:

a. Perawat tidak puas dengan gaji yang diterima.

b. Kompensasi yang diterima tidak meningkatkan motivasi perawat.

c. Kompensasi tidak mendorong perawat untuk bekerja lebih produktif.

d. Cara pembagian kompensasi tidak sesuai dengan yang diharapkan

perawat.

e. Waktu pemberian juga tidak sesuai dengan yang diharapkan.

f. Kompensasi yang diterima tidak memberi pengaruh positif terhadap

kinerja kualitas kerja dan produktifitas.

g. Besar kompensasi tidak sesuai dengan beban dan tanggung jawab

kerja.

4.1.1.2. Variabel Persepsi Perawat terhadap Sistem Kompensasi Skor persepsi tenaga keperawatan terhadap system kompensasi

yang diterima dari Rumah Sakit Aloei Saboe dapat dilihat dalam Tabel 16.

Berdasarkan perhitungan diketahui bahwa nilai indikator variabel

persepsi adalah 2,29. Menurut kriteria penilaian maka variabel persepsi

memiliki indikator negatif, atau dapat dikatakan bahwa tenaga

keperawatan di Rumah Sakit Aloei Saboe mempunyai persepsi yang tidak

baik dengan sistem kompensasi rumah sakit. Keadaan ini dapat

ditunjukkan berdasarkan pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner, antara

lain:

a. Tidak ada sosialisasi tentang kompensasi.

b. Perawat tidak dilibatkan dalam penyusunan kompensasi.

Page 64: Hart at in Aku 11672

53

53

c. Perbedaan jenjang pendidikan, kerumitan pekerjaan, lama kerja,

keahlian, beban kerja, jabatan, dan kinerja tidak mempengaruhi

kompensasi yang diterima perawat.

d. Wakil perawat tidak diikutsertakan dalam penyusunan kompensasi.

Tabel 16. Skor Variabel Persepsi Perawat terhadap

Sistem Kompensasi

ITEM SS S N TS STS n NjxNi NS B1 4 9 3 6 12 34 89 2.62 B2 5 6 7 3 13 34 89 2.62 B3 3 7 2 6 16 34 77 2.26 B4 2 5 9 3 15 34 78 2.29 B5 3 8 4 9 10 34 87 2.56 B6 4 4 7 2 17 34 78 2.29 B7 4 3 7 11 9 34 84 2.47 B8 4 4 3 12 11 34 80 2.35 B9 3 6 5 5 15 34 79 2.32 B10 4 3 5 8 14 34 77 2.26 B11 4 0 3 6 21 34 62 1.82 B12 2 6 2 6 18 34 70 2.06 B13 3 4 5 10 12 34 78 2.29 B14 3 0 8 10 13 34 72 2.12 B15 2 4 7 3 18 34 71 2.09 B16 2 3 8 8 13 34 75 2.21

TOTAL 36.65

NILAI INDIKATOR 2.29

4.1.1.3. Variabel Motivasi Skor motivasi kerja tenaga keperawatan di Rumah Sakit Aloei

Saboe dapat dilihat dalam Tabel 17.

a. Berdasarkan perhitungan diketahui bahwa nilai indikator variabel

motivasi kerja adalah 3,09. Menurut kriteria penilaian maka variabel

kompensasi memiliki indikator netral, atau dapat dikatakan bahwa

tenaga keperawatan di Rumah Sakit Aloei Saboe tetap mempunyai

Page 65: Hart at in Aku 11672

54

54

motivasi kerja walaupun terdapat berbagai masalah atau keluhan

mengenai kompensasi.

Tabel 17. Skor Variabel Motivasi Kerja

ITEM SS S N TS STS n NjxNi NS B1 0 23 10 0 1 34 123 3.62 B2 0 3 3 15 13 34 64 1.88 B3 0 7 14 9 4 34 92 2.71 B4 3 2 16 6 7 34 90 2.65 B5 3 5 22 0 4 34 105 3.09 B6 3 3 16 9 3 34 96 2.82 B7 1 17 2 10 4 34 103 3.03 B8 19 12 3 0 0 34 152 4.47 B9 19 13 2 0 0 34 153 4.50 B10 0 7 14 9 4 34 92 2.71 B11 7 11 14 2 0 34 125 3.68 B12 0 7 14 9 4 34 92 2.71 B13 24 10 0 0 0 34 160 4.71 B14 3 3 16 10 2 34 97 2.85 B15 3 2 16 6 7 34 90 2.65 B16 2 17 2 9 4 34 106 3.12 B17 0 5 17 8 4 34 91 2.68 B18 3 15 2 10 4 34 105 3.09 B19 3 3 15 11 2 34 96 2.82 B20 3 3 18 8 2 34 99 2.91 B21 1 4 9 14 6 34 82 2.41 B22 3 1 18 6 6 34 91 2.68 B23 0 7 15 8 4 34 93 2.74 B24 11 13 2 6 2 34 127 3.74 B25 3 3 16 10 2 34 97 2.85 B26 3 15 2 10 4 34 105 3.09 B27 7 12 11 3 1 34 123 3.62 B28 3 15 2 10 4 34 105 3.09 B29 3 5 15 4 7 34 95 2.79 B30 3 15 2 10 4 34 105 3.09 B31 6 3 15 8 2 34 105 3.09

TOTAL 95.85

NILAI INDIKATOR 3.09

Hasil yang menunjukkan sikap netral tersebut dapat ditunjukkan

berdasarkan pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner, antara lain:

Page 66: Hart at in Aku 11672

55

55

a. Perawat bersikap netral atau biasa saja saat dia masuk kerja.

b. Perawat tidak menunjukkan dengan jelas apakah dia akan pindah

bekerja atau tidak apabila dia tidak puas dengan keadaan lingkungan

tempat kerjanya.

c. Pada keadaan tertentu dimana perawat masuk kerja dan absent.

d. Perawat bersikap biasa saja atas tanggung jawabnya terhadap

keberhasilan rumah sakit dan pelayanan yang harus diberikan kepada

pasien,

e. Perawat tidak terlalu mengejar keinginan untuk bekerja dengan

sempurna.

f. Perawat bersikap netral atas pujian, bonus dan penghargaan dari

rumah sakit.

g. Kerja sama kurang antar rekan kerja.

h. Sikap kepada atasan biasa saja.

i. Kepuasan terhadap kebijakan rumah sakit tidak ditanggapi secara

serius.

4.1.2. Pengujian Kuantitatif Pengujian kuantitatif dilakukan dengan analisis Ordinary Least

Square (OLS) Regression. Data untuk pengujian ini diambil dengan

menyebarkan kuesioner kepada tenaga keperawatan di Rumah Sakit

Aloei Saboe. Berdasarkan data yang diperoleh dari kuesioner tersebut,

maka dilakukan pengujian hipotesis dengan menggunakan OLS

Regression.

4.1.2.1. Analisis Regresi Berganda (Multiple Ordinary Least Square)

Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan metode

analisis regresi berganda (Multiple Ordinary Least Square). Hal ini

digunakan untuk menguji apakah kompensasi mempengaruhi motivasi

kerja perawat. Hasil penghitungan analisis regresi berganda secara

Page 67: Hart at in Aku 11672

56

56

sistematis dengan bantuan paket program SPSS 12.0 for Windows

diperoleh hasil sebagai berikut.

Tabel 18. ANOVA Sumber Variansi

Jumlah Kuadrat db Rataan

Kuadrat F hitung Regresi 4,977 2 2,488 6,263 Residual 12,317 31 0,397 Total 17,293 33

Sumber : data sekunder diolah

Dalam tabel ANOVA tersebut, dilakukan pengujian signifikansi

koefisien regresi berganda dengan uji F. Pengujian ini dimaksud menguji

apakah kedua variabel independen kompensasi (X1), dan persepsi

perawat terhadap sistem kompensasi (X2) secara bersama-sama

mempunyai pengaruh signifikan terhadap motivasi kerja perawat sehingga

model persamaan regresi dapat digunakan sebagai alat analisis.

Tabel 19.Koefisien Regresi

Variabel Beta Standar Error t

Konstanta 2,422 0,846 2,863 Kompensasi 0,632 0,244 2,587 Persepsi 0,320 0,193 2,560

Sumber : data sekunder diolah

Dari uji F didapat nilai F hitung 6,263 dengan nilai F tabel

(0,05;2;31) sebesar 3,305. Karena nilai F hitung lebih besar dibanding nilai

F tabel maka disimpulkan bahwa dapat dikatakan bahwa variabel

independen secara bersama-sama memiliki pengaruh signifikan terhadap

variabel dependen, sehingga model persamaan regresi dapat digunakan

sebagai alat analisis.

Page 68: Hart at in Aku 11672

57

57

Koefisien model regresi yang diperoleh dari hasil analisis,

dilakukan pengujian untuk mengetahui tingkat signifikansi setiap koefisien.

Pengujian dilakukan dengan hipotesis sebagai berikut :

Ho : ∃i = 0 ( koefisien regresi tidak signifikan )

Ho : ∃i ≠ 0 ( koefisien regresi signifikan )

Dengan uji t dua sisi yang menggunakan nilai kepercayaan 5% dan

derajat kebebasan, df = (n – k – 1) = 31 maka nilai tα/2; 31 = 2,039. Dengan

kriteria daerah penolakan H0, bila thitung > tα/2; 31 atau thitung < –tα/2; 31 maka

H0 ditolak.

Dengan melihat nilai-nilai output analisis regresi yang diperoleh

pada tabel diatas, maka didapat hasil sebagai berikut :

a) Nilai koefisien konstanta (a) sebesar 2,422 dengan kesalahan standar

sebesar 0,846 sehingga diperoleh nilai statistik thitung sebesar 2,863.

Karena nilai statistik t (thitung) sebesar 2,863 > 2,039 (tα/2;31), dengan

demikian dikatakan koefisien konstanta signifikan.

b) Nilai koefisien X1 (b1) sebesar 0,632 dengan kesalahan standar

sebesar 0,244 sehingga diperoleh nilai statistik thitung sebesar 2,587.

Karena nilai statistik t (thitung) sebesar 2,587 > 2,039 (tα/2;31), maka

dapat dikatakan koefisien X1 signifikan.

c) Nilai koefisien X2 (b2) sebesar 0,320 dengan kesalahan standar

sebesar 0,193 sehingga diperoleh nilai statistik thitung sebesar 2,560.

Karena nilai statistik t (thitung) sebesar 2,560 > 2,039 (tα/2;31), maka

dapat disimpulkan bahwa koefisien X2 signifikan.

Berdasarkan pengujian signifikansi koefisien, model persamaan

regresi yang diperoleh dari analisis data tersebut adalah sebagai berikut:

Y = 2,422 + 0,632 (X1) + 0,320 (X2)

Dimana :

Y = Motivasi Kerja Perawat

Page 69: Hart at in Aku 11672

58

58

X1 = Kompensasi

X2 = Persepsi terhadap Sistem Kompensasi

Persamaan regresi yang diperoleh menunjukkan bahwa variabel

dependen motivasi kerja perawat (Y) dipengaruhi oleh variabel

independen kompensasi (X1), dan persepsi terhadap sistem kompensasi

(X2). Hasil penelitian yang diperoleh sesuai dengan hipotesis yang

diajukan, kompensasi berpengaruh secara positif terhadap motivasi kerja.

Hal tersebut dapat diartikan bahwa peningkatan kompensasi yang

diberikan terhadap perawat akan meningkatkan pula motivasi kerja pada

diri perawat.

Persamaan regresi yang diperoleh menunjukkan pula bahwa

persepsi perawat tentang sistem kompensasi berpengaruh secara positif

terhadap motivasi kerja, yang dapat diartikan pula bahwa peningkatan

persepsi perawat terhadap sistem kompensasi yang diterapkan oleh pihak

rumah sakit akan menyebabkan peningkatan motivasi kerja perawat.

Besarnya pengaruh variabel independen kompensasi (X1), dan

persepsi terhadap sistem kompensasi (X2) terhadap variabel dependen

motivasi kerja perawat (Y) dapat diketahui dari nilai koefisien determinasi

(R2) yang diperoleh dari hasil analisis regresi linear berganda, dengan

perhitungan program komputer SPSS 12.0 for Windows diperoleh hasil

sebagai berikut.

Tabel 20. Koefisien Determinasi (R2)

Model R R Square Adjusted R

Square

Std. Error of the

Estimate

1 0,536 0,288 0,242 0,63033

Sumber : data sekunder diolah

Analisis ini diperoleh nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,288

nilai tersebut dapat pula dinyatakan dengan persentase 28,8%. Hasil

Page 70: Hart at in Aku 11672

59

59

perhitungan koefisien determinasi menunjukkan bahwa variabel motivasi

kerja perawat sebesar 28,8% dipengaruhi oleh variabel kompensasi dan

persepsi terhadap sistem kompensasi. Berarti sisa sebesar 71,2%

menunjukkan bahwa motivasi kerja perawat dipengaruhi oleh variabel lain

yang tidak terungkapkan dalam penelitian ini, antara lain promosi dan

pengembangan kerja, hubungan interpersonal dengan rekan kerja,

kehidupan pribadi, dan lain-lain.

4.1.3. Pengujian Kualitatif Pengujian kualitatif dilakukan dengan mengadakan wawancara

mendalam kepada direktur dan seksi keuangan Rumah Sakit Aloei Saboe

serta melakukan diskusi kelompok terarah dengan tenaga keperawatan

rumah sakit. Data pengujian ini akan digunakan untuk memperkuat hasil

analisis yang sudah dilakukan sebelumnya. Hasil analisis kuantitatif yang

merupakan analisis awal mencoba untuk menemukan hubungan antara

kompensasi dan persepsi tentang sistem kompensasi dengan motivasi

kerja tenaga keperawatan Rumah Sakit Aloei Saboe, dimana hasilnya

menunjukkan bahwa kompensasi dan persepsi tentang sistem

kompensasi berpengaruh secara positif terhadap motivasi kerja.

Pengujian kualitatif dilakukan untuk melihat lebih jauh tentang

persepsi tenaga keperawatan terhadap kompensasi dan motivasi kerja di

Rumah Sakit Aloei Saboe. Selain dilakukan wawancara mendalam dan

diskusi kelompok, pengujian kualitatif juga dilakukan dengan mempelajari

berbagai hal yang berhubungan dengan tujuan penelitian, antara lain

dengan mempelajari pola pembagian kompensasi, kebijakan yang

berkaitan dengan pemberian kompensasi serta keluhan yang dirasakan

tenaga keperawatan. Berdasarkan masukan yang diperoleh dari

wawancara mendalam dan diskusi kelompok lebih lanjut penelitian ini

diharapkan akan dapat menjelaskan persepsi tenaga keperawatan

terhadap kompensasi dan motivasi kerja.

Page 71: Hart at in Aku 11672

60

60

4.1.3.1. Pembagian Kompensasi di Rumah Sakit Aloei Saboe Penentuan kompensasi bagi tenaga keperawatan ditentukan

berdasarkan kebijakan rumah sakit. Pada dasarnya kebijakan rumah sakit

juga tidak terlepas dari peraturan yang dikeluarkan pemerintah daerah,

dimana hal tersebut akan berpengaruh terhadap langkah dan strategi

rumah sakit dalam merumuskan kebijakan rumah sakit termasuk kebijakan

kompensasi.

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Direktur dan Seksi

Keuangan di rumah sakit, maka sistem pembagian kompensasi di Rumah

Sakit Aloei Saboe adalah sebagai berikut: 80% paramedis dan 20%

tenaga administrasi, sedangkan untuk askes terbagi atas 60% jasa medis,

dan sisanya sebesar 40% dibagi lagi menjadi 75% paramedis dan 25%

non paramedis. Untuk dokter mendapat bagian yang lebih besar yaitu

untuk untuk dokter spesialis 75% tarif tindakan dan 100% jasa konsultasi.

Untuk dokter umum 100% jasa pemeriksaan. Selain gaji, karyawan PNS

juga menerima insentif. Insentif dokter jaga Rp 200.000 per bulan, tenaga

paramedis perawatan adalah Rp 75.000 per bulan dan tenaga paramedis

non keperawatan Rp 50.000 per bulan. Sebagai catatan, insentif di

Rumah Sakit Aloei Saboe dinilai berdasarkan absensi. Setiap kali tidak

hadir dipotong Rp 5.000 dan pemotongan tersebut diberikan kepada

orang lain yang melakukan atau menggantikan petugas yang absen.

4.1.3.2. Keluhan tentang Pembagian Kompensasi Melalui FGD sebagian besar tenaga keperawatan menyatakan

bahwa kompensasi yang mereka terima kurang memadai. Alasan yang

muncul adalah persentase kompensasi untuk semua tenaga keperawatan

adalah lebih kecil daripada kompensasi tenaga dokter.

Page 72: Hart at in Aku 11672

61

61

Pernyataan di atas menunjukkan bahwa tenaga keperawatan

Merasakan adanya ketidakadilan dalam pembagian kompensasi.

Mereka merasa perlu membandingkan pekerjaannya dan pekerjaan orang

lain. Mereka merasa bahwa pekerjaan yang mereka lakukan juga berat

tapi imbalannya tidak memadai.

Selain itu masalah kompensasi yang tidak 100% mereka terima

juga menjadi keluhan tenaga keperawatan. Mereka menyatakan tahu

kalau ada potongan, tapi tidak mengetahui secara persis jenis potongan

yang diterapkan dan mengapa dilakukan pemotongan kompensasi.

Alasan lain dikemukakan dalam petikan FGD berikut:

Alasan lain juga dikemukakan dalam FGD berikut

Kotak 1.

“…dan untuk perawat bagian yang kecil itu harus dibagi ratusan orang,

sedangkan dokter…sudah bagiannya banyak, hanya dibagi puluhan

orang…”

Kotak 2.

“…kami tahu ada potongan PPH, tapi masih ada potongan lain…kami

tidak tahu kenapa harus dipotong…mungkin karena kurang sosialisasi

ya…”

“…Yah selama ini kami hanya menerima melalui koordinator ruangan

dan kalo ada masalah pak koordinator menjelaskannya…yah… mau

bagaimana lagi….”

Kotak 3.

“Perawat tidak diberi kebebasan untuk bertanya mengenai masalah

kompensasi…kalau sudah ada tuntutan atau keluhan baru diberi tahu

bahwa sudah ada aturannya…”

Page 73: Hart at in Aku 11672

62

62

Keadaan di atas menimbulkan ketidakpuasan tenaga keperawatan.

Mereka merasa mempunyai kontribusi yang besar terhadap pendapatan

rumah sakit tetapi jasa pelayanan mereka harus dipotong. Pada dasarnya

hal terpenting dari penerapan sistem pembagian kompensasi adalah

sosialisasi, disamping adanya musyawarah atau rapat yang melibatkan

semua pihak. Akan tetapi peserta FGD mengaku tidak pernah dilibatkan

dalam penyusunan sistem pembagian kompensasi. Sebagian besar

perawat menganggap bahwa pihak rumah sakit tidak pernah melakukan

sosialisasi mengenai masalah tersebut.

Alasan petikan FGD lainnya

Kotak 4.

“Kalo bertanya juga nanti tunggu jo satu minggu dapa kase pindah di

tempat yang jauh…. Dari kami ada calon-calon yang akan dipindahkan

karena dorang anggap provokator…”

Kotak 5.

“….sampe sekarang ini kami hanya tahu bahwa insentif perbulan Rp

75.000 itu kalo kita hadir terus kalo tidak hadir 1 hari dipotong

Rp.5000…..”

Kotak 6.

“Yah…kami rasakan biasa-biasa cuman memang sekarang ini dipihak

kami perawat dan teman-teman yang lainnya lagi menuntut kejelasan

pembagian ini….soalnya dari tahun ketahun biasa-biasa dan kalo ada

masalah hanya ditampung…..tidak tahu bagimana orang-orang diatas

itu…??”

Page 74: Hart at in Aku 11672

63

63

Alasan petikan FGD lainnya

Kurangnya sosialisasi menjadi persoalan tersendiri yang

menyebabkan karyawan rumah sakit diliputi tanda tanya. Walaupun

demikian peserta FGD mengakui bahwa transparansi keuangan di rumah

sakit sudah berjalan baik.

Keluhan juga muncul dari peserta FGD yang sudah mempunyai

masa tugas lima tahun, sepuluh tahun, bahkan lebih dari duapuluh tahun.

Ada juga keluhan dari tenaga keperawatan yang bekerja pada ruang yang

mempunyai tingkat tanggung jawab dan pekerjaan yang lebih berat.

Meraka menganggap bahwa gaji maupun insentif yang mereka terima

kurang adil. Masa pengabdian dan juga beban kerja belum dimasukkan

dalam pokok bahasan tentang pembagian kompensasi.

Kotak 7.

“Pernah ini dibahas sewaktu kita mogok kerja…tapi janji..yah janji tidak

diselesaikan…pihak diatas juga sama dan kalo macam-macam bisa-

bisa kita dibuang di desa terpencil…..sudah ada buktinya, teman kita

langsung disurati pindah kerja karena dia yang dianggap provokator…”

“…Kalo dari pihak keuangan….memperbolehkan bertanya,tapi siapa

yang berani bertanya kalo sendiri-sendiri nanti kena masalah lagi.

Keadilan juga….sudah jo torang mar yang lain? seperti administrasi

dan tenaga honor…..”

Kotak 8.

“…kami memang merasa pihak rumah sakit kurang sosialisasi tentang

aturan atau kebijakan yang menyangkut kompensasi, tapi transparansi

keuangan rumah sakit sudah transparan…”

Page 75: Hart at in Aku 11672

64

64

Seluruh pernyataan di atas menunjukkan adanya rasa

ketidakadilan dan ketidakpuasan peserta FGD terhadap kompensasi yang

telah mereka terima selama ini. Hal ini sesuai dengan penelitian Lum et al.

(1998), Sudjoko (1998) dan Pontoh (2002) yang menyatakan bahwa

ketidakpuasan kerja sering dipicu oleh masalah kompensasi. Pada

umumnya masalah kompensasi yang sedang dihadapi adalah mengenai:

a) jasa yang mereka terima masih sedikit, b) tidak adanya keadilan atas

apa yang mereka kerjakan dengan yang mereka terima, c) sosialisasi

masalah kompensasi yang sangat kurang, d) tidak dilibatkannya mereka

dalam penyusunan pembagian kompensasi.

4.1.3.3. Persepsi Tenaga Keperawatan terhadap Kompensasi dan Motivasi Kerja Berdasarkan penelitian awal, diketahui bahwa kompensasi

mempengaruhi motivasi secara positif, atau dapat dikatakan bahwa

apabila kompensasi tinggi maka motivasi kerja akan tinggi dan sebaliknya.

Akan tetapi, berdasarkan pelaksanaan FGD, terungkap fakta bahwa

tenaga perawat merasa ada ketidakadilan dan rasa tidak puas terhadap

kompensasi yang diterimanya. Berdasarkan hal tersebut maka penelitian

diarahkan untuk mengetahui bagaimana persepsi mereka terhadap

hubungan antara kompensasi dan motivasi. Berikut ini pernyataan peserta

FGD tentang hal tersebut:

Kotak 9.

“…contohnya kami yang bekerja di ruang Irna, disana banyak tindakan

yang harus dilakukan…seharusnya insentif lebih besar…”

“Kami ingin keadilan, seharusnya kompensasi harus sesuai beban

kerja di ruang masing-masing dan juga masa kerja…”

Page 76: Hart at in Aku 11672

65

65

Pernyataan di atas menunjukkan bahwa persepsi tenaga

keperawatan terhadap kompensasi dan motivasi kerja adalah

berhubungan positif atau motivasi kerja akan meningkat bila kompensasi

yang diterima juga besar. Hal ini sesuai dengan pernyataan Lowery et al.

(1995) yaitu bahwa kompensasi dapat meningkatkan produktifitas. Selain

itu Notoatmojo (1998) juga menyatakan bahwa kompensasi adalah

sebagai peransang kerja. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Nawawi

(2001) yaitu pemberian kompensasi menjadi tidak berfungsi sebagai

motivator apabila nilai finansialnya terlalu rendah.

4.2. Pembahasan

4.2.1. Pembagian Kompensasi di Rumah Sakit Aloei Saboe Sistem pembagian kompensasi di Rumah Sakit Aloei Saboe

dilakukan berdasarkan kebijakan rumah sakit dan juga berdasarkan

peraturan yang dikeluarkan pemerintah daerah.

Berdasarkan kebijakan yang sudah dilakukan, ternyata realisasi

dari pembagian kompensasi tidak sepenuhnya diterima jasa medis atau

paramedis secara utuh. Masih terdapat potongan-potongan, yaitu 15%

Kotak 10.

“…jasa belum selamanya berhubungan dengan motivasi, sebaiknya

memang ditingkatkan, tetapi akan lebih baik jika manajemennya juga

diperbaiki…”

“Memotivasi perawat memang sebaiknya berdasarkan atas jasa atau

kinerjanya…”

“…jelas harus disesuaikan…jelas itu kalau jumlah uang besar maka

motivasi juga besar”

Page 77: Hart at in Aku 11672

66

66

harus disetor kepada Pemda dan 10% untuk biaya umum rumah sakit.

Dengan demikian karyawan hanya menerima 75% dari jasa yang

semestinya menjadi hak penuh mereka.

Keadaan tersebut di atas memicu timbulnya rasa tidak puas dalam

diri tenaga keperawatan di Rumah Sakit Aloei Saboe. Tenaga

keperawatan tersebut menginginkan adanya pembagian kompensasi yang

sebanding dengan volume, beban kerja dan resiko kerja mereka.

Keadaan tersebut di atas adalah wajar, yaitu sesuai dengan teori

yang dikembangkan oleh Vroom dimana ada tiga faktor yang dapat

membentuk kepuasan kerja anggota organisasi yaitu valence, harapan

dan instrumentalis (Juliandi, 2003). Adapun valence mengacu kepada

kekuatan seseorang untuk memperoleh imbalan, harapan merupakan

kadar kuatnya keyakinan bahwa upaya kerja akan menghasilkan

penyelesaian suatu tugas dan instrumentalitas menunjukkan keyakinan

pegawai bahwa ia akan memperolehsuatu imbalan apabila tugas dapat

diselesaikan. Selain itu terdapat juga teori keadilan yang menyatakan

bahwa motivasi, prestasi dan kepuasan kerja merupakan fungsi dari

persepsi keadilan (atau kewajaran) yang dirasakan oleh karyawan

terhadap balasan yang diterimanya (Hanafi, 1997). Keadilan tersebut

diukur berdasarkan rasio antara output yang dihasilkan orang tersebut

(missal gaji atau promosi) dengan input seseorang (misal usaha atau

ketrampilan). Kemudian dia akan membandingkan rasio dia dengan rasio

orang lain pada situasi yang sama.

4.2.2. Keluhan tentang Pembagian Kompensasi Berdasarkan data yang ada, penelitian ini dilanjutkan dengan

mencari keterangan, pendapat ataupun fakta dari direktur, seksi keuangan

dan tenaga keperawatan di Rumah Sakit Aloei Saboe. Selain itu penelitian

ini juga mencari isu-isu ataupun keluhan yang terlontar dari para tenaga

keperawatan melalui FGD.

Page 78: Hart at in Aku 11672

67

67

Melalui FGD sebagian besar tenaga keperawatan menyatakan

kompensasi yang mereka terima kurang memadai. Selain itu masalah

kompensasi yang tidak 100% mereka terima juga menjadi keluhan tenaga

keperawatan. Permasalahan lain adalah pernyataan dari peserta FGD

yang mengaku tidak pernah dilibatkan dalam penyusunan sistem

pembagian kompensasi. Sebagian besar perawat menganggap pihak

rumah sakit tidak pernah melakukan sosialisasi tentang masalah tersebut.

Menurut Direktur Rumah Sakit Aloei Saboe, keluhan-keluhan dari

tenaga keperawatan sebenarnya adalah keinginan untuk memperoleh

pendapatan yang lebih besar. Tuntutan tersebut dianggap kurang tepat,

karena sesuai dengan pernyataan Direktur Rumah Sakit Aloei Saboe para

tenaga keperawatan pada dasarnya sudah mengetahui bahwa

kompensasi yang akan mereka terima tidak besar.

Masalah lain adalah bahwa tenaga perawat merasa kurangnya

sosialisasi mengenai kebijakan kompensasi. Mengenai hal tersebut, Seksi

Keuangan Rumah Sakit menyatakan bahwa pihak rumah sakit sudah

memberikan akses bagi tenaga keperawatan untuk dapat menanyakan

kebijakan kompensasi pada bagian keuangan. Jadi tenaga keperawatan

dianjurkan untuk lebih aktif mencari tahu tentang kebijakan kompensasi.

Kotak 11.

“Hal tersebut (keluhan dan demonstrasi) sebetulnya tidak pantas

dilakukan mereka. Karena pada awalnya para pelamar sudah

mengetahui bahwa kompensasi yang akan diterima tidak

besar…mereka datang pertama kali tersebut tidak menuntut gaji yang

besar, tapi lebih didorong oleh keinginan untuk cepat kerja, karena

malu kalau tidak bekerja…mereka itu sudah sarjana dan didorong

untuk tidak merepotkan orang tuanya lagi…”

Page 79: Hart at in Aku 11672

68

68

4.2.3. Persepsi Tenaga Keperawatan terhadap Kompensasi dan Motivasi Kerja Berdasarkan hasil analisis ditemukan bahwa tenaga keperawatan

sependapat bahwa kompensasi akan mempengaruhi motivasi kerja. Hal

ini sesuai dengan pernyataan Stoner et al. (1995) yang menyatakan

bahwa motivasi merupakan sebuah alat dengan apa para manajer dapat

mengatur hubungan-hubungan pekerjaan di dalam organisasi-organisasi.

Apabila para manajer memahami apa yang merangsang orang-orang

yang bekerja untuk mereka, maka mereka dapat menyesuaikan tugas-

tugas pekerjaan dan imbalan-imbalan sehingga orang bergairah untuk

bekerja. Akan tetapi bukan berarti kompensasi yang dinilai kurang akan

membuat mereka malas bekerja. Mereka berpendapat bahwa kompensasi

yang selama ini mereka terima hanya membuat mereka tetap bekerja

sesuai standar yang berlaku dan tidak memberikan pelayanan lebih

kepada pasien. Tenaga keperawatan setuju apabila kompensasi yang

mereka terima semakin besar, maka pelayanan prima terhadap pasien

bukan tidak mungkin terwujud.

Kotak 12.

“Transparansi di rumah sakit ini sudah terlaksana… para karyawan

dapat melihat kebijakan yang sudah ditetapkan di bagian ini (seksi

keuangan)….”

Page 80: Hart at in Aku 11672

69

69

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang

dikemukakan pada bab sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan

sebagai berikut:

1. Dugaan adanya hubungan yang positif antara kompensasi dan

persepsi perawat tentang sistem kompensasi terhadap motivasi kerja

dalam pengujian kuantitatif, secara signifikan terbukti. Kondisi ini

ditunjukkan dengan koefisien yang bertanda positif antara variabel

kompensasi dan persepsi perawat tentang sistem kompensasi

terhadap motivasi kerja.

2. Pengukuran skor variabel kompensasi menunjukkan indikator negatif,

atau dapat dikatakan bahwa tenaga keperawatan di Rumah Sakit Aloei

Saboe tidak puas dengan kompensasi yang mereka terima. Keadaan

ini antara lain terlihat dari ketidalpuasan perawat terhadap aji yang

mereka terima, perawat menganggap bahwa kompensasi yang

diterima tidak meningkatkan motivasi mereka serta tidak mendorong

mereka bekerja lebih poduktif, dan adanya keluhan tentang besar

kompensasi tidak sesuai dengan beban dan tanggung jawab kerja.

Kotak 13.

“…tidak benar kalau kita terus kerja seenaknya atau malas-

malasan…memang benar ada omongan masyarakat yang tidak baik

tentang rumah sakit ini, yaa…kita tidak tahu bagaimana omongan

pasien setelah pergi dari sini…”

“Bekerja itu sudah ada standarnya, bila tidak bisa memenuhi standar

maka kita akan mendapat teguran atau hukuman…tetapi memang

benar kompensasi bisa membuat kita bekerja melebihi standar yang

sudah ditetapkan…yaa…bisa melalui pemberian pelayanan mulai dari

saat pasien datang sampai mengantarnya ke depan pintu luar saat si

pasien hendak pulang…”

Page 81: Hart at in Aku 11672

70

70

3. Pengukuran skor variabel persepsi perawat terhadap system

kompensasi menunjukkan indikator negatif, atau dapat dikatakan

bahwa tenaga keperawatan di Rumah Sakit Aloei Saboe mempunyai

persepsi yang tidak baik dengan sistem kompensasi rumah sakit.

Keadaan ini dapat ditunjukkan berdasarkan pertanyaan-pertanyaan

dalam kuesioner, antara lain tentang tidak ada sosialisasi, perawat

tidak dilibatkan dalam penyusunan kompensasi, serta perbedaan

jenjang pendidikan, kerumitan pekerjaan, lama kerja, keahlian, beban

kerja, jabatan, dan kinerja yang tidak diperhitungkan dalam system

pembagian kompensasi yang diterima perawat.

4. Pengukuran skor variabel motivasi kerja perawat menunjukkan

indikator netral, atau dapat dikatakan bahwa tenaga keperawatan di

Rumah Sakit Aloei Saboe tetap mempunyai motivasi kerja walaupun

terdapat berbagai masalah atau keluhan mengenai kompensasi.

Keadaan ini dapat ditunjukkan antara lain dalam pernyataan sebagai

berikut: perawat bersikap netral atau biasa saja saat dia masuk kerja,

perawat tidak menunjukkan dengan jelas apakah dia akan pindah

bekerja atau tidak apabila dia tidak puas dengan keadaan lingkungan

tempat kerjanya, perawat tidak terlalu mengejar keinginan untuk

bekerja dengan sempurna, perawat bersikap netral atas pujian, bonus

dan penghargaan dari rumah sakit, kerja sama tidak terlalu

diutamakan antar rekan kerja, sikap kepada atasan biasa saja, serta

kepuasan terhadap kebijakan rumah sakit tidak ditanggapi secara

serius.

5. Hasil pengujian kualitatif menunjukkan adanya keinginan tenaga

keperawatan untuk dilakukan penyesuaian dalam pembagian

kompensasi dengan volume, beban kerja dan masa kerja mereka.

Mereka juga menginginkan dilibatkan dalam penyusunan kebijakan

rumah sakit dan perlunya dilakukan sosialisasi secara menyeluruh.

6. Hasil penelitian kualitatif menunjukkan dukungan terhadap penelitian

kuantitatif, yaitu kompensasi dapat mempengaruhi motivasi kerja.

Page 82: Hart at in Aku 11672

71

71

Akan tetapi bukan berarti kompensasi yang dinilai kurang akan

membuat mereka malas bekerja. Mereka berpendapat bahwa

kompensasi yang selama ini mereka terima hanya membuat mereka

tetap bekerja sesuai standar yang berlaku dan tidak memberikan

pelayanan lebih kepada pasien. Tenaga keperawatan setuju apabila

kompensasi yang mereka terima semakin besar, maka pelayanan

prima terhadap pasien bukan tidak mungkin terwujud.

5.2. Saran/Rekomendasi

Sesuai dengan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat

memberikan beberapa saran bagi kemungkinan pengembangan pada

penelitian selanjutnya, sebagai berikut:

1. Pengujian kuantitatif dalam penelitian ini menguji hubungan

kompensasi dan motivasi kerja. Hasil yang lebih baik kemungkinan

akan diperoleh apabila digunakan variabel independen yang lebih

banyak untuk mendapatkan gambaran yang lebih baik tentang faktor-

faktor yang mempengaruhi motivasi kerja.

2. Fokus kompensasi dalam penelitian ini hanya pada kompensasi

finansial saja. Hasil yang lebih baik kemungkinan akan diperoleh

apabila digunakan kompensasi non finansial seperti penghargaan,

promosi, pelatihan kerja dan pengembangan karir.

3. Rumah Sakit Aloei Saboe sebaiknya membentuk Tim Indeks yang

ditujukan untuk menilai kinerja karyawan rumah sakit, sehingga

nantinya pihak rumah sakit dapat menentukan besarnya kompensasi

yang seharusnya diterima karyawan rumah sakit tersebut. Dengan

demikian karyawan rumah sakit akan menerima kompensasi yang

sesuai dengan kinerja, profesionalisme dan kompetensinya.

4. Pihak Rumah Sakit Aloei Saboe sebaiknya melakukan komunikasi dan

sosialisasi secara efektif dengan semua pihak termasuk karyawan

rumah sakit menganai kebijakan rumah sakit.

Page 83: Hart at in Aku 11672

72

72

5. Manajemen Rumah Sakit Aloei Saboe harus lebih memperhatikan

kebijakan rumah sakit dalam hal pemeberian kompensasi, yaitu lebih

memperhatikan kinerja, beban kerja, lama kerja, pendidikan,

ketrampilan, keahlian dan volume kerja, disamping usaha

pengembangan sumber daya manusia.

Page 84: Hart at in Aku 11672

73

73

RINGKASAN

Pendahuluan Rumah Sakit Umum Daerah Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota

Gorontalo dibangun tahun 1926, semula bernama RSU Kotamadya

Gorontalo. Seiring dengan perkembangan pelayanan kesehatan maka

melalui Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 51/Menkes/SK/II/79

RSU Kotamadya Gorontalo ditetapkan kelasnya menjadi rumah sakit

umum kelas C. Badan pengelola rumah sakit memiliki komitmen dan

keinginan untuk mendambakan suatu tingkat pelayanan lebih optimal

(prima) yang diformulasikan dalam visi rumah sakit yaitu

terselenggaranya pelayanan kesehatan yang bermutu dengan dilandasi

sentuhan manusiawi serta terjangkau oleh seluruh masyarakat.

Sebagi unit pelaksana pemerintahan dibidang pelayanan kesehatan,

langkah strategi yang digunakan dalam merumuskan kebijakan rumah

sakit juga didasarkan atas kebijakan pemerintah, termasuk kebijakan

kompensasi. Kebijakan rumah sakit tersebut menyatakan bahwa

komponen tarif terdiri dari bahan dan alat, jasa rumah sakit, konsultasi dan

jasa medis yang terdiri dari jasa dokter ahli, dokter umum dan paramedis.

Saat ini pihak rumah sakit menghadapi banyak keluhan dari

karyawannya, termasuk tenaga keperawatan yang merupakan ujung

tombak rumah sakit dalam memberikan pelayanan, terhadap kebijakan

kompensasi sehingga berdampak pada kinerja rumah sakit secara umum

seperti pada pemberian pelayanan di rumah sakit. Di pihak karyawan

juga timbul keluhan bahwa, rajin atau malas, disiplin atau tidak sama saja

karena kenyataannya gaji yang diterima tetap sama. Keadaan ini membuat motivasi kerja karyawan rumah sakit rendah.

Hal ini bisa terlihat dari data absensi karyawan, yang menunjukkan pada

saat apel pagi, para dokter yang hadir hanya sekitar 20%, sedangkan

karyawan paramedis 50%, non medis/administrasi sekitar 60%. Banyak

karyawan yang datang terlambat, sedangkan sebagian karyawan pulang

Page 85: Hart at in Aku 11672

74

74

sebelum waktunya, terutama karyawan non paramedis dan juga dokter.

Pengisian rekam medik oleh petugas banyak yang tidak lengkap.

Menurut Robbins (1993), jika seseorang itu termotivasi maka dia

akan berusaha keras. Selanjutnya kesejateraan karyawan yang tinggi

akan memotivasi untuk bekerja lebih giat, bahkan kesejahteraan akan

meningkatkan komitmen karyawan terhadap organisasi. Apabila hal ini

belum bisa diciptakan dalam suatu rumah sakit, kebutuhan karyawan akan

aktualisasi dirinya menjadi karyawan yang produktif akan jauh dari

harapan.

Peningkatan kesejahteraan pegawai menjadi suatu hal yang penting

untuk diperhatikan. Rumah Sakit Aloei Saboe sudah mencoba mengatasi

masalah kinerja karyawan, khususnya perawat, dengan mengeluarkan

kebijakan mengenai kompensasi karyawan tapi kebijakan ini dirasa masih

belum cukup. Keadaan ini pada akhirnya menimbulkan rasa

ketidakpuasan dan rasa ketidakadilan bagi tenaga keperawatan.

Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah kompensasi dan

persepsi perawat tentang sistem kompensasi mempengaruhi motivasi

kerja perawat di Rumah Sakit Aloei Saboe. Selain itu penelitian ini juga

ditujukan untuk mengetahui bagaimana persepsi perawat terhadap

kompensasi dan motivasi kerja di Rumah Sakit Aloei Saboe.

Tinjauan Pustaka Suatu hal yang tidak dapat dipungkiri bahwa dalam suatu organisasi

selalu terjadi proses komunikasi antara orang yang satu dengan yang

lainnya, baik secara perorangan maupun secara kelompok. Dalam proses

tersebut, siapapun yang mengambil inisiatif, apakah seorang bawahan

ataukah seorang manager, pengambil inisiatif selalu berharap agar

tujuannya berkomunikasi dapat diterima dan dimengerti oleh yang

menerima. Penerimaan inilah yang kita sebut persepsi (Indrawijaya,

Page 86: Hart at in Aku 11672

75

75

1983). Adapun Hamner dan Organ mendefinisikan persepsi sebagai suatu

proses seseorang mengorganisasi dalam pikirannya, menafsirkan,

merasakan dan mengolah pertanda atau segala sesuatu yang terjadi di

lingkungannya. Bagaimana segala sesuatu tersebut mempengaruhi

persepsi seseorang, nantinya akan mempengaruhi pula perilaku yang

akan dipilihnya.

Kompensasi merupakan semua pendapatan yang berbentuk uang,

barang langsung atau tidak langsung yang diterima tenaga keperawatan

sebagai imbalan atas jasa yang diberikan kepada rumah sakit. Adapun

kompensasi dibedakan menjadi dua, yaitu kompensasi langsung berupa

gaji, upah dan insentif serta kompensasi tidak langsung yaitu kompensasi

tambahan finansial atau non finansial yang diberikan berdasarkan

kebijakan perusahaan terhadap semua karyawannya dalam usaha

meningkatkan kesejahteraan mereka.

Istilah motivasi (motivation), berasal dari perkataan bahasa latin

yaitu: movere, yang berarti “menggerakkan” (to move). Adapun motivasi

itu sendiri dapat diartikan sebagai sesuatu yang mendorong seseorang

bertindak atau berperilaku tertentu. Motivasi membuat seseorang

memulai, melaksanakan dan mempertahankan kegiatan tertentu.

Peningkatan kesehjateraan pegawai menjadi suatu hal yang sangat

penting untuk diperhatikan. Namun demikian pemberian upah berupa

uang dapat menjadi bomerang bila metode pembagiannya dianggap tidak

adil. Teori Porter – Lawler mengenai teori keadilan dan ketidak-adilan

mengemukakan bahwa orang akan selalu cenderung membandingkan

antara: 1) masukan-masukan yang mereka berikan pada pekerjaannya

dalam bentuk pendidikan, pengalaman, latihan dan usaha, dengan 2)

hasil-hasil (penghargaan-penghargaan) yang mereka terima, seperti juga

mereka membandingkan balas jasa yang diterima karyawan lain dengan

yang diterima dirinya untuk pekerjaan yang sama.

Profesi perawat, seperti profesi kerja lainnya, dituntut untuk dapat

bekerja secara profesional. Akan tetapi, adanya ketidakpuasan perawat

Page 87: Hart at in Aku 11672

76

76

terhadap kebijakan rumah sakit seringkali berdampak pada kinerja rumah

sakit secara umum, seperti pada pemberian pelayanan di rumah sakit.

Ketidakpuasan tersebut seringkali dipicu oleh masalah kompensasi

(Sudjoko, 1998 dan Pontoh, 2002). Tingginya beban kerja personel

kesehatan atau rumah sakit dapat berefek penurunan terhadap prestasi

kerja. Hal ini dapat terjadi terutama bila naiknya beban kerja tanpa diikuti

dengan peningkatan imbalan.

Kenyataan yang tidak dapat dipungkiri bahwa motivasi dasar bagi

sebagian besar orang untuk menjadi pegawai pada suatu organisasi

tertentu adalah untuk memperoleh penghasilan bagi keperluan

kebutuhannya. Hal itu berarti disatu sisi seseorang menggunakan

pengetahuan, keterampilan, tenaga dan sebagian waktunya untuk

berkarya pada suatu organisasi, sementara disisi lain dia mengharapkan

menerima imbalan/kompensasi tertentu (Siagian, 1999). Menurut

Nursalam (1998) salah satu faktor yang dapat memperlambat

perkembangan peran perawat secara profesional adalah gaji perawat.

Penelitian menunjukkan bahwa gaji perawat, khususnya yang bekerja di

instansi pemerintah dirasakan sangat rendah bila dibandingkan dengan

negara lain, baik di Asia maupun Amerika. Keadaan ini berdampak

terhadap kinerja perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan yang

profesional.

Menurut Robbins (1993), jika seseorang termotivasi maka dia akan

berusaha keras. Lebih lanjut disebutkan bahwa kesejahteraan karyawan

yang tinggi akan memotivasi seseorang untuk bekerja lebih giat. Tidak

dapat dipungkiri bahwa motivasi dasar bagi sebagain besar orang untuk

menjadi pegawai pada organisasi tertentu adalah untuk memperoleh

penghasilan bagi pemenuhan kebutuhannya. Hal ini sesuai dengan

Notoatmojo (1998) yang menyatakan bahwa pemberian kompensasi

adalah sebagai perangsang kerja. Selain itu Nawawi (2001) juga

menyatakan bahwa pemberian kompensasi menjadi tidak berfungsi

Page 88: Hart at in Aku 11672

77

77

memotivasi apabila nilai finansialnya dianggap terlalu rendah, sehingga

kurang bermanfaat.

Landasan Teori 1. Persepsi merupakan suatu proses seseorang mengorganisasi dalam

pikirannya, menafsirkan, merasakan dan mengolah pertanda atau

segala sesuatu yang terjadi di lingkungannya. Bagaimana segala

sesuatu tersebut mempengaruhi persepsi seseorang, nantinya akan

mempengaruhi pula perilaku yang akan dipilihnya.

2. Kompensasi merupakan semua pendapatan yang berbentuk uang,

barang langsung atau tidak langsung yang diterima tenaga

keperawatan sebagai imbalan atas jasa yang diberikan kepada rumah

sakit.

3. Motivasi adalah sesuatu yang mendorong seseorang bertindak atau

berperilaku tertentu. Motivasi membuat seseorang memulai,

melaksanakan dan mempertahankan kegiatan tertentu. Menurut Teori

Hirarki Kebutuhan (Maslow), bila ingin memotivasi seseorang perlu

mengetahui dimana karyawan tersebut sekarang berada dalam hirarki

kebutuhan. Apabila sudah diketahui maka usaha selanjutnya adalah

memfokuskan pada usaha memuaskan kebutuhan-kebutuhan tersebut

pada tingkatannya atau di atas tingkatannya. Menurut Robbins (1993),

jika seseorang termotivasi maka dia akan berusaha keras. Lebih lanjut

disebutkan bahwa kesejahteraan karyawan yang tinggi akan

memotivasi seseorang untuk bekerja lebih giat.

Pertanyaan Penelitian 1. Apakah kompensasi mempengaruhi motivasi kerja tenaga

keperawatan di Rumah Sakit Aloei Saboe Kota Gorontalo?

2. Apakah persepsi perawat tentang sistem kompensasi mempengaruhi

motivasi kerja tenaga keperawatan di Rumah Sakit Aloei Saboe Kota

Gorontalo?

Page 89: Hart at in Aku 11672

78

78

3. Bagaimana persepsi perawat terhadap kompensasi dan motivasi kerja

di Rumah Sakit Aloei Saboe Kota Gorontalo?

Metode Penelitian

Jenis penelitian ini adalah non eksperimen dengan pendekatan

cross section. Dan menggunakan analisis data kuantitatif dengan statistik

maka hipotesis yang diajukan akan di analisis dengan teknik analisis

regresi. Subjek penelitian adalah perawat PNS yang berjumlah 34 orang

yang sudah bekerja selama lebih dari 1 tahun.

Pengambilan data dilakukan dengan penyebaran kuesioner,

wawancara mendalam dan FGD. Kegiatan tersebut dilakukan berdasarkan

daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan untuk menggali topik tertentu.

Untuk wawancara mendalam dan FGD, pengarah diskusi dilakukan oleh

peneliti sendiri dibantu seorang asisten peneliti, yaitu kepala seksi

keperawatan dari lingkungan rumah sakit, yang sebelumnya sudah diberi

arahan dan penjelasan yang berkaitan dengan perannya.

Alat pengumpul data untuk menyebarkan kuesioner adalah dengan

memberi pertanyaan-pertanyaan tertutup kepada tenaga keperawatan

untuk mengetahui seberapa besar pengaruh kompensasi terhadap

motivasi. Adapun wawancara mendalam maupun diskusi kelompok

terarah adalah memakai pedoman wawancara/diskusi yang berisi

pertanyaan-pertanyaan terbuka (terlampir). Jalannya wawancara/diskusi

tidak selalu berurutan seperti didalam urutan pertanyaan, jadi disesuaikan

dengan kondisi para responden. Alat-alat yang digunakan tape recorder,

kaset.

Analisis Data

1. Tahap persiapan

Setelah seluruh kuesioner dan hasil diskusi terkumpul, dilakukan

pemeriksaan kelengkapannya.

Page 90: Hart at in Aku 11672

79

79

2. Tabulasi

Data diklasifiksikan menjadi dua kelompok, yaitu kelompok data

kuantitatif diolah dan dipaparkan dalam bentuk tabel, sedangkan data

kualitatif digambarkan dengan kata-kata atau kalimat, dipisah-

pisahkan menurut kategorinya.

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan:

a. Analisis deskriptif untuk mendapatkan distribusi frekwensi ciri-ciri

karyawan.

b. Analisis OLS Regression untuk mengetahui pengaruh kompensasi

terhadap motivasi kerja tenaga keperawatan di Rumah Sakit Aloei

Saboe.

c. Analisis kualitatif untuk mengungkap lebih jauh persepsi tenaga

keperawatan tentang kompensasi dan motivasi kerja tenaga

keperawatan di Rumah Sakit Aloei Saboe.

Hasil dan Pembahasan Penyusunan kebijakan kompensasi Rumah Sakit Aloei Saboe

dilakukan berdasarkan SK Walikota Nomor 11/Tahun 2000, yang

menyatakan bahwa komponen tarif terdiri dari bahan dan alat, jasa rumah

sakit, konsultasi dan jasa medis yang terdiri dari jasa dokter ahli, dokter

umum dan paramedis. Adapun komponen jasa medis, paramedis dan non

paramedis diatur sebagai berikut: 15% disetor ke Pemda, 75% untuk jasa

petugas (medis, paramedis dan non medis), dan 10% untuk biaya umum

rumah sakit. Komponen jasa anastesi diatur sebagai berikut: 15% disetor

ke Pemda, 50% untuk dokter anestesi, 25% untuk penata anestesi, dan

10% untuk biaya umum rumah sakit. Pendapatan rawat inap, rawat jalan

dan intensif keseluruhannya masuk ke kas daerah.

Selain berdasarkan kebijakan pemerintah daerah, Rumah Sakit

Aloei Saboe juga menetapkan kebijakan kompensasi. Untuk tenaga

administrasi dan tenaga lainnya yang dalam ketetapan pemerintah daerah

tidak mendapat porsi, diberikan 20% dari jatah paramedis. Pembagian ini

Page 91: Hart at in Aku 11672

80

80

disepakati bersama berdasarkan pertimbangan beban kerja dan tanggung

jawab paramedis yang dinilai lebih besar dibandingkan tenaga

administrasi, sehingga persentasinya lebih besar yaitu 80%.

Sejauh ini rumah sakit telah berusaha memberikan kompensasi

finansial yang sesuai dengan tuntutan karyawan tanpa mengabaikan

aturan yang telah ditetapkan Pemda. Akan tetapi bagi tenaga

keperawatan, kebijakan yang telah ditetapkan pihak rumah sakit dirasakan

belum sepenuhnya sesuai dengan harapan mereka. Hal inilah yang

kemudian memicu rasa ketidakpuasan tenaga keperawatan. Berdasarkan

hal tersebut maka penelitian ini mencoba menganalisis pengaruh

kompensasi terhadap motivasi kerja tenaga keperawatan.

1. Pengujian Kuantitatif 1.1. Pengujian Validitas dan Reliabilitas Pengujian kuantitatif dilakukan dengan analisis Ordinary Least

Square (OLS) Regression. Data untuk pengujian ini diambil dengan

menyebarkan kuesioner kepada tenaga keperawatan di Rumah Sakit

Aloei Soboe. Berdasarkan data yang diperoleh dari kuesioner tersebut,

maka dilakukan pengujian hipotesis dengan menggunakan OLS

Regression. Sebelum data yang diperoleh dari kuesioner digunakan,

maka harus dilakukan pengujian validitas dan reliabilitas data tersebut.

Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah alat ukur yang digunakan

mampu mengukur apa yang hendak diukur dan apakah alat ukur tersebut

dapat dipercaya (Suryabrata, 1987). Pengujian OLS Regression

merupakan langkah selanjutnya untuk menguji hipotesis penelitian, yaitu

untuk mengetahui apakah kompensasi mempengaruhi motivasi kerja

perawat di Rumah Sakit Aloei Saboe, Gorontalo.

Hasil pengujian validitas menunjukkan semua butir-butir pertanyaan

valid, yaitu untuk variabel motivasi yang valid adalah 31 butir dan variabel

kompensasi 17 butir. Semua butir yang valid mempunyai faktor loading

yang lebih besar dari 0,4, sehingga dianggap signifikan dan dapat

Page 92: Hart at in Aku 11672

81

81

dimasukkan sebagai anggota suatu faktor. Adapun hasil pengujian

reliabilitas menunjukkan butir-butir pertanyaan yang realiabel dari variabel

motivasi ada 27 butir sedangkan yang tidak realiabel ada empat butir yaitu

butir 1, butir 13, butir 21 dan butir 24. Adapun butir-butir pertanyaan yang

realiabel dari variabel kompensasi ada 16 butir sedangkan yang tidak

realiabel hanya ada satu butir yaitu butir 16. Untuk variabel persepsi

perawat butir 4, 13 dan 15 tidak valid sedangkan 13 butir lainnya valid.

Semua butir yang reliabel mempunyai item total correlation yang lebih

besar dari 0,5 dan nilai cronbach alpha minimal 0,7.

1.2. Pengukuran Variabel Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana tingkat

kepuasan tenaga keperawatan di Rumah Sakit Aloei Saboe terhadap

kompensasi yang diterimanya dan juga untuk mengetahui bagaimana

persepsi tenaga keperawatan terhadap sistem kompensasi yang

diberlakukan di rumah sakit. Selain itu pengujian ini juga ditujukan untuk

mengetahui bagaimana motivasi tenaga keperawatan di rumah sakit.

Pengukuran variabel dilakukan dengan skoring sebagai berikut:

6. Sangat Setuju = 5

7. Setuju = 4

8. Netral = 3

9. Tidak Setuju = 2

10. Sangat Tidak Setuju = 1

Selanjutnya dilakukan perhitungan untuk masing-masing atribut

dengan rumus sebagai berikut (Rangkuti, 2002):

n

Ni)x(NjNs ∑=

dimana:

Ns = Nilai sikap yang diberikan responden

Nj = Jumlah jawaban responden dari setiap variabel

Ni = Nilai masing-masing responden dari setiap variabel

Page 93: Hart at in Aku 11672

82

82

n = Jumlah keseluruhan responden

Sedangkan untuk mengukur nilai indikator digunakan rumus

(Rangkuti, 2002):

aNsIndikatorNilai ∑=

dimana:

NI = Nilai sikap responden terhadap indicator

a = Jumlah variabel yang membentuk suatu indikator

Adapun menurut Rangkuti (2002), kriteria penilaian adalah:

4. 1,00 ≤ Nilai Indikator ≤ 2,50 adalah sikap negatif

5. 2,51 ≤ Nilai Indikator ≤ 3,50 adalah sikap netral

6. 3,51 ≤ Nilai Indikator ≤ 5,00 adalah sikap positif

1.2.1. Variabel Kompensasi Skor tingkat kepuasan tenaga keperawatan terhadap kompensasi

yang diterima dari Rumah Sakit Aloei Saboe dapat dilihat dalam Tabel 1.

Berdasarkan perhitungan diketahui bahwa nilai indikator variabel

kompensasi adalah 2,31. Menurut kriteria penilaian maka variabel

kompensasi memiliki indikator negatif, atau dapat dikatakan bahwa tenaga

keperawatan di Rumah Sakit Aloei Saboe tidak puas dengan kompensasi

yang mereka terima. Keadaan ini dapat ditunjukkan berdasarkan

pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner, antara lain:

a. Perawat tidak puas dengan gaji yang diterima.

b. Kompensasi yang diterima tidak meningkatkan motivasi perawat.

c. Kompensasi tidak mendorong perawat untuk bekerja lebih produktif.

d. Cara pembagian kompensasi tidak sesuai dengan yang diharapkan

perawat.

e. Waktu pemberian juga tidak sesuai dengan yang diharapkan.

f. Kompensasi yang diterima tidak memberi pengaruh positif terhadap

kinerja kualitas kerja dan produktifitas.

Page 94: Hart at in Aku 11672

83

83

g. Besar kompensasi tidak sesuai dengan beban dan tanggung jawab

kerja.

Tabel 1. Skor Variabel Kompensasi ITEM SS S N TS STS n NjxNi NS

B1 0 0 3 20 11 34 60 1.76 B2 0 1 15 12 6 34 79 2.32 B3 0 0 16 15 3 34 81 2.38 B4 0 0 7 13 14 34 61 1.79 B5 0 0 14 16 4 34 78 2.29 B6 0 0 6 10 18 34 56 1.65 B7 0 2 16 13 3 34 85 2.50 B8 0 3 17 9 5 34 86 2.53 B9 0 4 21 6 3 34 94 2.76 B10 0 1 14 12 7 34 77 2.26 B11 0 1 13 13 7 34 76 2.24 B12 0 0 19 10 5 34 82 2.41 B13 0 0 11 11 12 34 67 1.97 B14 0 0 12 7 15 34 65 1.91 B15 0 0 21 11 2 34 87 2.56 B16 0 0 19 15 0 34 87 2.56 B17 0 13 21 0 0 34 115 3.38

TOTAL 39.29 NILAI INDIKATOR 2.31

1.2.3. Variabel Persepsi Perawat terhadap Sistem Kompensasi Skor persepsi tenaga keperawatan terhadap system kompensasi

yang diterima dari Rumah Sakit Aloei Saboe dapat dilihat dalam Tabel 2.

Berdasarkan perhitungan diketahui bahwa nilai indikator variabel

persepsi adalah 2,29. Menurut kriteria penilaian maka variabel persepsi

memiliki indikator negatif, atau dapat dikatakan bahwa tenaga

keperawatan di Rumah Sakit Aloei Saboe mempunyai persepsi yang tidak

baik dengan sistem kompensasi rumah sakit. Keadaan ini dapat

ditunjukkan berdasarkan pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner, antara

lain:

a. Tidak ada sosialisasi tentang kompensasi.

b. Perawat tidak dilibatkan dalam penyusunan kompensasi.

Page 95: Hart at in Aku 11672

84

84

c. Perbedaan jenjang pendidikan, kerumitan pekerjaan, lama kerja,

keahlian, beban kerja, jabatan, dan kinerja tidak mempengaruhi

kompensasi yang diterima perawat.

d. Wakil perawat tidak diikutsertakan dalam penyusunan kompensasi.

Tabel 2. Skor Variabel Persepsi Perawat terhadap

Sistem Kompensasi ITEM SS S N TS STS n NjxNi NS

B1 4 9 3 6 12 34 89 2.62 B2 5 6 7 3 13 34 89 2.62 B3 3 7 2 6 16 34 77 2.26 B4 2 5 9 3 15 34 78 2.29 B5 3 8 4 9 10 34 87 2.56 B6 4 4 7 2 17 34 78 2.29 B7 4 3 7 11 9 34 84 2.47 B8 4 4 3 12 11 34 80 2.35 B9 3 6 5 5 15 34 79 2.32 B10 4 3 5 8 14 34 77 2.26 B11 4 0 3 6 21 34 62 1.82 B12 2 6 2 6 18 34 70 2.06 B13 3 4 5 10 12 34 78 2.29 B14 3 0 8 10 13 34 72 2.12 B15 2 4 7 3 18 34 71 2.09 B16 2 3 8 8 13 34 75 2.21

TOTAL 36.65

NILAI INDIKATOR 2.29

1.2.3. Variabel Motivasi Skor motivasi kerja tenaga keperawatan di Rumah Sakit Aloei

Saboe dapat dilihat dalam Tabel 3.

Page 96: Hart at in Aku 11672

85

85

Tabel 3. Skor Variabel Motivasi Kerja ITEM SS S N TS STS n NjxNi NS

B1 0 23 10 0 1 34 123 3.62 B2 0 3 3 15 13 34 64 1.88 B3 0 7 14 9 4 34 92 2.71 B4 3 2 16 6 7 34 90 2.65 B5 3 5 22 0 4 34 105 3.09 B6 3 3 16 9 3 34 96 2.82 B7 1 17 2 10 4 34 103 3.03 B8 19 12 3 0 0 34 152 4.47 B9 19 13 2 0 0 34 153 4.50 B10 0 7 14 9 4 34 92 2.71 B11 7 11 14 2 0 34 125 3.68 B12 0 7 14 9 4 34 92 2.71 B13 24 10 0 0 0 34 160 4.71 B14 3 3 16 10 2 34 97 2.85 B15 3 2 16 6 7 34 90 2.65 B16 2 17 2 9 4 34 106 3.12 B17 0 5 17 8 4 34 91 2.68 B18 3 15 2 10 4 34 105 3.09 B19 3 3 15 11 2 34 96 2.82 B20 3 3 18 8 2 34 99 2.91 B21 1 4 9 14 6 34 82 2.41 B22 3 1 18 6 6 34 91 2.68 B23 0 7 15 8 4 34 93 2.74 B24 11 13 2 6 2 34 127 3.74 B25 3 3 16 10 2 34 97 2.85 B26 3 15 2 10 4 34 105 3.09 B27 7 12 11 3 1 34 123 3.62 B28 3 15 2 10 4 34 105 3.09 B29 3 5 15 4 7 34 95 2.79 B30 3 15 2 10 4 34 105 3.09 B31 6 3 15 8 2 34 105 3.09

TOTAL 95.85

NILAI INDIKATOR 3.09

Berdasarkan perhitungan diketahui bahwa nilai indikator variabel

motivasi kerja adalah 3,09. Menurut kriteria penilaian maka variabel

kompensasi memiliki indikator netral, atau dapat dikatakan bahwa tenaga

keperawatan di Rumah Sakit Aloei Saboe tetap mempunyai motivasi kerja

walaupun terdapat berbagai masalah atau keluhan mengenai kompensasi.

Page 97: Hart at in Aku 11672

86

86

Hasil yang menunjukkan sikap netral tersebut dapat ditunjukkan

berdasarkan pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner, antara lain:

a. Perawat bersikap netral atau biasa saja saat dia masuk kerja.

b. Perawat tidak menunjukkan dengan jelas apakah dia akan pindah

bekerja atau tidak apabila dia tidak puas dengan keadaan lingkungan

tempat kerjanya.

c. Ada keadaan dimana perawat masuk kerja dan absent.

d. Perawat bersikap biasa saja atas tanggung jawabnya terhadap

keberhasilan rumah sakit dan pelayanan yang harus diberikan kepada

pasien,

e. Perawat tidak terlalu mengejar keinginan untuk bekerja dengan

sempurna.

f. Perawat bersikap netral atas pujian, bonus dan penghargaan dari

rumah sakit.

g. Kerja sama tidak terlalu diutamakan antar rekan kerja.

h. Sikap kepada atasan biasa saja.

i. Kepuasan terhadap kebijakan rumah sakit tidak ditanggapi secara

serius.

1.3. Analisis Regresi Berganda (Multiple Ordinary Least Square)

Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan metode

analisis regresi berganda (Multiple Ordinary Least Square). Hal ini

digunakan untuk menguji apakah kompensasi mempengaruhi motivasi

kerja perawat. Hasil penghitungan analisis regresi berganda secara

sistematis diperoleh hasil sebagai berikut.

Tabel 4. ANOVA Sumber Variansi

Jumlah Kuadrat db Rataan

Kuadrat F hitung Regresi 4,977 2 2,488 6,263 Residual 12,317 31 0,397 Total 17,293 33

Sumber : data sekunder diolah

Page 98: Hart at in Aku 11672

87

87

Dalam tabel ANOVA tersebut, dilakukan pengujian signifikansi

koefisien regresi berganda dengan uji F. Pengujian ini dimaksud menguji

apakah kedua variabel independen kompensasi (X1), dan persepsi

perawat terhadap sistem kompensasi (X2) secara bersama-sama

mempunyai pengaruh signifikan terhadap motivasi kerja perawat sehingga

model persamaan regresi dapat digunakan sebagai alat analisis.

Tabel 5.Koefisien Regresi

Variabel Beta Standar Error t

Konstanta 2,422 0,846 2,863 Kompensasi 0,632 0,244 2,587 Persepsi 0,320 0,193 2,560

Sumber : data sekunder diolah

Dari uji F didapat nilai F hitung 6,263 dengan nilai F tabel

(0,05;2;31) sebesar 3,305. Karena nilai F hitung lebih besar dibanding nilai

F tabel maka disimpulkan bahwa dapat dikatakan bahwa variabel

independen secara bersama-sama memiliki pengaruh signifikan terhadap

variabel dependen, sehingga model persamaan regresi dapat digunakan

sebagai alat analisis.

Koefisien model regresi yang diperoleh dari hasil analisis,

dilakukan pengujian untuk mengetahui tingkat signifikansi setiap koefisien.

Pengujian dilakukan dengan hipotesis sebagai berikut :

Ho : ∃i = 0 ( koefisien regresi tidak signifikan )

Ho : ∃i ≠ 0 ( koefisien regresi signifikan )

Dengan uji t dua sisi yang menggunakan nilai kepercayaan 5% dan

derajat kebebasan, df = (n – k – 1) = 31 maka nilai tα/2; 31 = 2,039. Dengan

kriteria daerah penolakan H0, bila thitung > tα/2; 31 atau thitung < –tα/2; 31 maka

H0 ditolak.

Dengan melihat nilai-nilai output analisis regresi yang diperoleh

pada tabel diatas, maka didapat hasil sebagai berikut :

Page 99: Hart at in Aku 11672

88

88

a) Nilai koefisien konstanta (a) sebesar 2,422 dengan kesalahan standar

sebesar 0,846 sehingga diperoleh nilai statistik thitung sebesar 2,863.

Karena nilai statistik t (thitung) sebesar 2,863 > 2,039 (tα/2;31), dengan

demikian dikatakan koefisien konstanta signifikan.

b) Nilai koefisien X1 (b1) sebesar 0,632 dengan kesalahan standar

sebesar 0,244 sehingga diperoleh nilai statistik thitung sebesar 2,587.

Karena nilai statistik t (thitung) sebesar 2,587 > 2,039 (tα/2;31), maka

dapat dikatakan koefisien X1 signifikan.

c) Nilai koefisien X2 (b2) sebesar 0,320 dengan kesalahan standar

sebesar 0,193 sehingga diperoleh nilai statistik thitung sebesar 2,560.

Karena nilai statistik t (thitung) sebesar 2,560 > 2,039 (tα/2;31), maka

dapat disimpulkan bahwa koefisien X2 signifikan.

Berdasarkan pengujian signifikansi koefisien, model persamaan

regresi yang diperoleh dari analisis data tersebut adalah sebagai berikut:

Y = 2,422 + 0,632 (X1) + 0,320 (X2)

Dimana :

Y = Motivasi Kerja Perawat

X1 = Kompensasi

X2 = Persepsi terhadap Sistem Kompensasi

Persamaan regresi yang diperoleh menunjukkan bahwa variabel

dependen motivasi kerja perawat (Y) dipengaruhi oleh variabel

independen kompensasi (X1), dan persepsi terhadap sistem kompensasi

(X2). Hasil penelitian yang diperoleh sesuai dengan hipotesis yang

diajukan, kompensasi berpengaruh secara positif terhadap motivasi kerja.

Hal tersebut dapat diartikan bahwa peningkatan kompensasi yang

diberikan terhadap perawat akan meningkatkan pula motivasi kerja pada

diri perawat.

Persamaan regresi yang diperoleh menunjukkan pula bahwa

persepsi perawat tentang sistem kompensasi berpengaruh secara positif

terhadap motivasi kerja, yang dapat diartikan pula bahwa peningkatan

Page 100: Hart at in Aku 11672

89

89

persepsi perawat terhadap sistem kompensasi yang diterapkan oleh pihak

rumah sakit akan menyebabkan peningkatan motivasi kerja perawat.

Besarnya pengaruh variabel independen kompensasi (X1), dan

persepsi terhadap sistem kompensasi (X2) terhadap variabel dependen

motivasi kerja perawat (Y) dapat diketahui dari nilai koefisien determinasi

(R2) yang diperoleh dari hasil analisis regresi linear berganda, dengan

perhitungan program komputer SPSS 12.0 for Windows diperoleh hasil

sebagai berikut.

Tabel 6. Koefisien Determinasi (R2)

Model R R Square Adjusted R

Square

Std. Error of the

Estimate

1 0,536 0,288 0,242 0,63033

Sumber : data sekunder diolah

Analisis ini diperoleh nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,288

nilai tersebut dapat pula dinyatakan dengan persentase 28,8%. Hasil

perhitungan koefisien determinasi menunjukkan bahwa variabel motivasi

kerja perawat sebesar 28,8% dipengaruhi oleh variabel kompensasi dan

persepsi terhadap sistem kompensasi. Berarti sisa sebesar 71,2%

menunjukkan bahwa motivasi kerja perawat dipengaruhi oleh variabel lain

yang tidak terungkapkan dalam penelitian ini, antara lain promosi dan

pengembangan kerja, hubungan interpersonal dengan rekan kerja,

kehidupan pribadi, dan lain-lain.

2. Pengujian Kualitatif Pengujian kualitatif dilakukan dengan mengadakan wawancara

mendalam kepada direktur dan seksi keuangan Rumah Sakit Aloei Saboe

serta melakukan FGD dengan tenaga keperawatan rumah sakit. Data

pengujian ini akan digunakan untuk memperkuat hasil analisis yang sudah

dilakukan sebelumnya. Hasil analisis kuantitatif yang merupakan analisis

awal mencoba untuk menemukan hubungan antara kompensasi dengan

Page 101: Hart at in Aku 11672

90

90

motivasi kerja tenaga keperawatan Rumah Sakit Aloei Saboe, dimana

hasilnya menunjukkan bahwa kompensasi berpengaruh secara positif

terhadap motivasi kerja.

Pengujian kualitatif dilakukan untuk melihat lebih jauh tentang

persepsi tenaga keperawatan terhadap kompensasi dan motivasi kerja di

Rumah Sakit Aloei Saboe. Selain dilakukan wawancara mendalam dan

FGD, pengujian kualitatif juga dilakukan dengan mempelajari berbagai hal

yang berhubungan dengan tujuan penelitian, antara lain dengan

mempelajari pola pembagian kompensasi, kebijakan yang berkaitan

dengan pemberian kompensasi serta keluhan yang dirasakan tenaga

keperawatan. Berdasarkan masukan yang diperoleh dari wawancara

mendalam, FGD maupun sumber lainnya diharapkan akan diketahui

derajat kepuasan tenaga keperawatan terhadap kompensasi yang

diterimanya. Lebih lanjut penelitian ini diharapkan akan dapat menjelaskan

persepsi tenaga keperawatan terhadap kompensasi dan motivasi kerja.

2.1. Pembagian Kompensasi di Rumah Sakit Aloei Saboe

Penentuan kompensasi bagi tenaga keperawatan ditentukan

berdasarkan kebijakan rumah sakit. Pada dasarnya kebijakan rumah sakit

juga tidak terlepas dari peraturan yang dikeluarkan pemerintah daerah,

dalam dimana hal tersebut akan berpengaruh terhadap langkah dan

strategi rumah sakit dalam merumuskan kebijakan rumah sakit termasuk

kebijakan kompensasi. Adapun pembagian kompensasi di Rumah Sakit

Aloei Saboe dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 menjelaskan pembagian kompensasi di Rumah Sakit Aloei

Saboe. Terlihat bahwa untuk paramedis, pembagian kompensasi adalah

80% paramedis dan 20% tenaga administrasi. Untuk askes terbagi atas

60% jasa medis, dan sisanya sebesar 40% dibagi lagi menjadi 75%

paramedis dan 25% non paramedis. Sedangkan untuk dokter mendapat

bagian yang lebih besar yaitu untuk untuk dokter spesialis 75% tarif

tindakan dan 100% jasa konsultasi. Untuk dokter umum 100% jasa

Page 102: Hart at in Aku 11672

91

91

pemeriksaan. Selain gaji, karyawan PNS juga menerima insentif. Insentif

dokter jaga Rp 200.000 per bulan, tenaga paramedis perawatan adalah

Rp 75.000 per bulan dan tenaga paramedis non keperawatan Rp 50.000

per bulan. Sebagai catatan, insentif di Rumah Sakit Aloei Saboe dinilai

berdasarkan absensi. Setiap kali tidak hadir dipotong Rp 5.000 dan

pemotongan tersebut diberikan kepada orang lain yang melakukan atau

menggantikan petugas yang absen.

Tabel 2. Pembagian Kompensasi di Rumah Sakit Aloei Saboe

Komponen SK Kebijakan Kompensasi Sasaran Isi

Jasa Profesi SK Dir. No. 900/ RS/ 280A/2001

Medis, paramedis, pegawai administrasi dan tenaga lainnya

Dokter Spesialis: - 75% tarif tindakan - 100% jasa konsultasi

dan pemeriksaan Dokter Umum: - 100% jasa

pemeriksaan Paramedis: - 80% paramedis - 20% tenaga

administrasi Askes: - 60% jasa medis - 40% dibagi menjadi

75% paramedis dan 25% non paramedis

Insentif Berdasarkan Prestasi Kerja

SK Dir. No. 900/ RS/ 295A/2002

Dokter umum, paramedis, non paramedis PNS dan non PNS

- Dokter jaga Rp 200.000 per bulan

- PNS paramedis perawatan Rp 75.000 per bulan

- PNS paramedis non perawatan Rp 50.000 per bulan

- Honor paramedis Rp 150.000 per bulan

- Honor tenaga administrasi dan tenaga lainnya Rp 6000 per hari

Page 103: Hart at in Aku 11672

92

92

Pada dasarnya realisasi dari pembagian kompensasi di atas tidak

sepenuhnya diterima jasa medis atau paramedis secara utuh. Masih

terdapat potongan-potongan, yaitu 15% harus disetor kepada Pemda dan

10% untuk biaya umum rumah sakit. Dengan demikian karyawan hanya

menerima 75% dari jasa yang semestinya menjadi hak penuh mereka.

6.2. Keluhan tentang Pembagian Kompensasi Berdasarkan data yang ada, penelitian ini dilanjutkan dengan

mencari keterangan, pendapat ataupun fakta dari direktur, seksi keuangan

dan tenaga keperawatan di Rumah Sakit Aloei Saboe. Selain itu penelitian

ini juga mencari isu-isu ataupun keluhan yang terlontar dari para tenaga

keperawatan melalui FGD.

Melalui FGD sebagian besar tenaga keperawatan menyatakan

bahwa kompensasi yang mereka terima kurang memadai. Alasan yang

muncul adalah persentase kompensasi untuk semua tenaga keperawatan

adalah lebih kecil daripada kompensasi tenaga dokter. Mereka merasa

perlu membandingkan pekerjaannya dan pekerjaan orang lain. Mereka

merasa bahwa pekerjaan yang mereka lakukan juga berat tapi imbalannya

tidak memadai.

Selain itu masalah kompensasi yang tidak 100% mereka terima juga

menjadi keluhan tenaga keperawatan. Mereka menyatakan pada

dasarnya tahu kalau ada potongan, tapi tidak mengetahui secara persis

jenis potongan yang diterapkan dan mengapa dilakukan pemotongan

kompensasi.

Keadaan ini menimbulkan ketidakpuasan tenaga keperawatan.

Mereka merasa mempunyai kontribusi yang besar terhadap pendapatan

rumah sakit tetapi jasa pelayanan meraka harus dipotong. Pada dasarnya

hal terpenting dari penerapan sistem pembagian kompensasi adalah

sosialisasi, disamping adanya musyawarah atau rapat yang melibatkan

semua pihak. Akan tetapi peserta FGD mengaku tidak pernah dilibatkan

dalam penyusunan sistem pembagian kompensasi. Sebagian besar

Page 104: Hart at in Aku 11672

93

93

perawat menganggap bahwa pihak rumah sakit tidak pernah melakukan

sosialisasi mengenai masalah tersebut.

Kurangnya sosialisasi menjadi persoalan tersendiri yang

menyebabkan karyawan rumah sakit diliputi tanda tanya. Walaupun

demikian peserta FGD mengakui bahwa transparansi keuangan di rumah

sakit sudah berjalan baik.

Keluhan juga muncul dari peserta FGD yang sudah mempunyai

masa tugas lima tahun, sepuluh tahun, bahkan lebih dari duapuluh tahun.

Ada juga keluhan dari tenaga keperawatan yang bekerja pada ruang yang

mempunyai tingkat tanggung jawab dan pekerjaan yang lebih berat.

Meraka menganggap bahwa gaji maupun insentif yang mereka terima

kurang adil. Masa pengabdian dan juga beban kerja belum dimasukkan

dalam pokok bahasan tentang pembagian kompensasi.

Keadaan di atas menunjukkan adanya rasa ketidakadilan dan

ketidakpuasan peserta FGD terhadap kompensasi yang telah mereka

terima selama ini. Pada umumnya masalah kompensasi yang sedang

dihadapi adalah mengenai: a) jasa yang mereka terima masih sedikit, b)

tidak adanya keadilan atas apa yang mereka kerjakan dengan yang

mereka terima, c) sosialisasi masalah kompensasi yang sangat kurang, d)

tidak dilibatkannya mereka dalam penyusunan pembagian kompensasi.

6.3. Persepsi Tenaga Keperawatan terhadap Kompensasi dan

Motivasi Kerja Berdasarkan penelitian awal, diketahui bahwa kompensasi

mempengaruhi motivasi secara positif, atau dapat dikatakan bahwa

apabila kompensasi tinggi maka motivasi kerja akan tinggi dan sebaliknya.

Atas penemuan tersebut, apabila langsung diterapkan tanpa

memperhatikan persepsi tenaga keperawatan maka dapat disimpulkan

bahwa motivasi kerja tenaga keperawatan di Rumah Sakit Aloei Saboe

rendah.

Page 105: Hart at in Aku 11672

94

94

Peserta FGD menyatakan bahwa mereka merasa ada ketidakadilan

dan rasa tidak puas terhadap kompensasi yang diterimanya. Berdasarkan

hal tersebut maka penelitian diarahkan untuk mengetahui bagaimana

persepsi mereka terhadap pernyataan bahwa apabila kompensasi rendah

maka motivasi juga rendah.

Hasil FGD menunjukkan bahwa persepsi tenaga keperawatan

terhadap kompensasi dan motivasi kerja adalah berhubungan positif atau

motivasi kerja akan meningkat bila kompensasi yang diterima juga besar.

Pernyataan di atas tidak dibenarkan seluruhnya oleh peserta FGD.

Mereka menganggap kompensasi memang perlu untuk memotivasi, tetapi

bukan berarti mereka akan malas bekerja atau bekerja seenaknya.

Keadaan di atas menunjukkan tenaga keperawatan sependapat

bahwa kompensasi akan mempengaruhi motivasi kerja. Akan tetapi bukan

berarti kompensasi yang dinilai kurang akan membuat mereka malas

bekerja. Mereka berpendapat bahwa kompensasi yang selama ini mereka

terima hanya membuat mereka tetap bekerja sesuai standar yang berlaku

dan tidak memberikan pelayanan lebih kepada pasien. Tenaga

keperawatan setuju apabila kompensasi yang mereka terima semakin

besar, maka pelayanan prima terhadap pasien bukan tidak mungkin

terwujud.

Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang

dikemukakan pada bab sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan

sebagai berikut:

1. Dugaan adanya hubungan yang positif antara kompensasi dan

persepsi perawat tentang sistem kompensasi terhadap motivasi kerja

dalam pengujian kuantitatif, secara signifikan terbukti. Kondisi ini

ditunjukkan dengan koefisien yang bertanda positif antara variabel

Page 106: Hart at in Aku 11672

95

95

kompensasi dan persepsi perawat tentang sistem kompensasi

terhadap motivasi kerja.

2. Pengukuran skor variabel kompensasi menunjukkan indikator negatif,

atau dapat dikatakan bahwa tenaga keperawatan di Rumah Sakit Aloei

Saboe tidak puas dengan kompensasi yang mereka terima. Keadaan

ini antara lain terlihat dari ketidalpuasan perawat terhadap aji yang

mereka terima, perawat menganggap bahwa kompensasi yang

diterima tidak meningkatkan motivasi mereka serta tidak mendorong

mereka bekerja lebih poduktif, dan adanya keluhan tentang besar

kompensasi tidak sesuai dengan beban dan tanggung jawab kerja.

3. Pengukuran skor variabel persepsi perawat terhadap system

kompensasi menunjukkan indikator negatif, atau dapat dikatakan

bahwa tenaga keperawatan di Rumah Sakit Aloei Saboe mempunyai

persepsi yang tidak baik dengan sistem kompensasi rumah sakit.

Keadaan ini dapat ditunjukkan berdasarkan pertanyaan-pertanyaan

dalam kuesioner, antara lain tentang tidak ada sosialisasi, perawat

tidak dilibatkan dalam penyusunan kompensasi, serta perbedaan

jenjang pendidikan, kerumitan pekerjaan, lama kerja, keahlian, beban

kerja, jabatan, dan kinerja yang tidak diperhitungkan dalam system

pembagian kompensasi yang diterima perawat.

4. Pengukuran skor variabel motivasi kerja perawat menunjukkan

indikator netral, atau dapat dikatakan bahwa tenaga keperawatan di

Rumah Sakit Aloei Saboe tetap mempunyai motivasi kerja walaupun

terdapat berbagai masalah atau keluhan mengenai kompensasi.

Keadaan ini dapat ditunjukkan antara lain dalam pernyataan sebagai

berikut: perawat bersikap netral atau biasa saja saat dia masuk kerja,

perawat tidak menunjukkan dengan jelas apakah dia akan pindah

bekerja atau tidak apabila dia tidak puas dengan keadaan lingkungan

tempat kerjanya, perawat tidak terlalu mengejar keinginan untuk

bekerja dengan sempurna, perawat bersikap netral atas pujian, bonus

dan penghargaan dari rumah sakit, kerja sama tidak terlalu

Page 107: Hart at in Aku 11672

96

96

diutamakan antar rekan kerja, sikap kepada atasan biasa saja, serta

kepuasan terhadap kebijakan rumah sakit tidak ditanggapi secara

serius.

5. Hasil pengujian kualitatif menunjukkan adanya keinginan tenaga

keperawatan untuk dilakukan penyesuaian dalam pembagian

kompensasi dengan volume, beban kerja dan masa kerja mereka.

Mereka juga menginginkan dilibatkan dalam penyusunan kebijakan

rumah sakit dan perlunya dilakukan sosialisasi secara menyeluruh.

6. Hasil penelitian kualitatif menunjukkan dukungan terhadap penelitian

kuantitatif, yaitu kompensasi dapat mempengaruhi motivasi kerja.

Akan tetapi bukan berarti kompensasi yang dinilai kurang akan

membuat mereka malas bekerja. Mereka berpendapat bahwa

kompensasi yang selama ini mereka terima hanya membuat mereka

tetap bekerja sesuai standar yang berlaku dan tidak memberikan

pelayanan lebih kepada pasien. Tenaga keperawatan setuju apabila

kompensasi yang mereka terima semakin besar, maka pelayanan

prima terhadap pasien bukan tidak mungkin terwujud.

Saran Sesuai dengan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat

memberikan beberapa saran bagi kemungkinan pengembangan pada

penelitian selanjutnya, sebagai berikut:

1. Pengujian kuantitatif dalam penelitian ini menguji hubungan

kompensasi dan motivasi kerja. Hasil yang lebih baik kemungkinan

akan diperoleh apabila digunakan variabel independen yang lebih

banyak untuk mendapatkan gambaran yang lebih baik tentang faktor-

faktor yang mempengaruhi motivasi kerja.

2. Fokus kompensasi dalam penelitian ini hanya pada kompensasi

finansial saja. Hasil yang lebih baik kemungkinan akan diperoleh

apabila digunakan kompensasi non finansial seperti penghargaan,

promosi, pelatihan kerja dan pengembangan karir.

Page 108: Hart at in Aku 11672

97

97

3. Rumah Sakit Aloei Saboe sebaiknya membentuk Tim Indeks yang

ditujukan untuk menilai kinerja karyawan rumah sakit, sehingga

nantinya pihak rumah sakit dapat menentukan besarnya

kompensasi yang seharusnya diterima karyawan rumah sakit

tersebut. Dengan demikian karyawan rumah sakit akan menerima

kompensasi yang sesuai dengan kinerja, profesionalisme dan

kompetensinya.

4. Pihak Rumah Sakit Aloei Saboe sebaiknya melakukan komunikasi

dan sosialisasi secara efektif dengan semua pihak termasuk

karyawan rumah sakit menganai kebijakan rumah sakit.

5. Manajemen Rumah Sakit Aloei Saboe harus lebih memperhatikan

kebijakan rumah sakit dalam hal pemeberian kompensasi, yaitu

lebih memperhatikan kinerja, beban kerja, lama kerja, pendidikan,

ketrampilan, keahlian dan volume kerja, disamping usaha

pengembangan sumber daya manusia.

Page 109: Hart at in Aku 11672

98

98

DAFTAR PUSTAKA

Antic, Ljilja., 2004. Information Support to Motivation as A Phase of Management Process, Economics and Organization, Vol. 2 (2): 93-100.

Arikunto, S., 1998. Prosedur Penelitian; Suatu Pendekatan Praktek, Edisi

Revisi 4. Rineka Cipta, Jakarta. Azwar, A., 1996. Menjaga Mutu Pelayanan Kesehatan. Pustaka Sinar

Harapan, Jakarta Departemen Kesehatan RI, 1997. Standar Asuhan Keperawatan.

Direktorat Pelayanan Medik. Departemen Kesehatan RI, Jakarta Dessler G., 1997. Human Resources Management, Seventh Edition,

Prentice Hall, Inc. New Jersey Gillies, D., 1989. Nursing Management a Sistem Approach, W.B.

Sanders, Philadelphia Hadi, S., 1993. Metodologi Research II, Yogyakarta: Yayasan Penerbit

Faultas Psikologi, UGM. Hamidi, 2004. Metode Penelitian Kualitatif: Aplikasi Praktis Pembuatan

Proposal dan Laporan Penelitian. Edisi Pertama, Penerbit UMM Press, Malang.

Hamzah, A., 2002. Sistem Insentif Tenaga Keperawatan di RSUD Cut

Nya Dhien Meulaboh Aceh Barat. Tesis, MMR-UGM, Yogyakarta Hanafi, M. H., 1997. Manajemen, Cetakan Pertama, Penerbit UPP AMP

YKPN, Yogyakarta. Handoko, T.H., 1999. Manajemen, Edisi 2, BPFE, Yogyakarta Henderson, R., 1994. Compensation Management: Rewording

Performance. Sixth Edition. Printed in the United States Of America

Hidayat, W., 1999. Sistem Kompensasi dan Motivasi Kerja Dokter di

RSUD Tasikmalaya. Tesis, MMR- UGM, Yogyakarta

Page 110: Hart at in Aku 11672

99

99

Ilyas Y., 2000. Perencanaan SDM Rumah Sakit; Teori, Metoda dan Formula, Cetakan 1, Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan FKM-UI, Depok

Juliandi, Azuar. Kepuasan dan Ketidakpuasan Kerja dalam Mempengaruhi

Intensi untuk Bertahan atau Keluar dari Lingkungan Pekerjaan, Jurnal Ilmiah: Manajemen dan Bisnis, Vol. 3, No. 1, April, 2003.

Lum, Lillie; Kervin, John; Clark, Kathleen; Reid, Frank and Sirola, Wendi.

1998. Explaining Nursing Turnover Intent: Job Satisfaction, Pay Satisfaction or Organizational Commitment? Journal of Organizational Behaviour, Vol. 19: 305-320.

Milkovich, G.T. dan Newman, J.M., 1984 Conpentation. Business

Publication Inc., Plano, Texas 75075 Muchlas, M., 1999. Perilaku Organisasi I, Cetakan 2. Penerbit Program

Pendidikan Pascasarjana Magister Manajemen Rumah Sakit. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

Murray, Mark. 1999. The Whys and Hows of Employee Motivation, The

Cantor Executive Search Solution, www.cantorconcern.com. Nasution, S., 2004. Metode Research: Penelitian Ilmiah. Penerbit Bumu

Aksara, Jakarta. Notoatmojo, S., 2003. Pengembangan Sumber Daya Manusia, Cetakan 3.

Penerbit PT. Rineka Cipta, Jakarta ., Metodologi Penelitian Kesehatan, 2002. Cetakan 2. PT Rineka

Cipta, Jakarta Nursalam., 2002. Manajemen Keperawatan: Aplikasi dalam Praktik

Keperawatan Profesional, Penerbit Salemba Medika, Jakarta Patra, G. et al., 2003. Dilematika Sistem Insentif Perawat-Bidan: Bagai

Pedang Bermata Dua “Sosialisasi Awal Clinical Key Performance Indikators dan Model Sistem Insentif Berbasis Performance Clinical Untuk Perawat-Bidan. [Naskah Makalah Seminar] Pusat Manajemen Pelayanan Kesehatan, FK. Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

Pontoh, M., 2002. Kompensasi Pegawai di Rumah Sakit Pemerintah Studi

Kasus RSUD Aloei Saboe,Gorontalo, Tesis, MMR-UGM, Yogyakarta.

Page 111: Hart at in Aku 11672

100

100

Rangkuti, F. 2002. Measuring Customer Satisfaction. Penerbit PT.

Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Robbins, S.,1993. Organizational Behavior; Consepts, Controversies,

Aplications. Seventh Edition. Prentice Hall, Inc. New Jersey Sabarguna, B. dan Sumarni., 2003. Sumber Daya Manusia Rumah Sakit.

Penerbit KONSORSIUM Rumah Sakit Islam Jateng- DIY Sanjana, K., 1998. Hubungan antara Kompensasi, Iklim Kerja, Ciri Kerja,

Ciri Individu dan Kepuasan Kerja Dokter Spesialis di Instalasi Bedah Sentral RSUP. Sanglah, Denpasar, Tesis, MMR – UGM, Yogyakarta.

Schuller, R.S. dan Huber, V.L., 1993. Personnel and Human Resource

Management. West Publishing Company. St. Paul MN 55164-0526

Siagian, S.P. 1995. Teori Motivasi dan Aplikasinya. PT. Rineka Cipta,

Jakarta Simamora, H., 1999. Manajemen Sumber Daya Manusia. Ed. 2, STIE

YKPN, Yogyakarta Stiernberg C., 2001. Compensation and Incentive Plans for Physicians,

Medical Director, University Care Plus dan Professor of Otolaryngology University of Texas Medika School,Houston, Texas,

Sudarsono, R.S., 2000. Model Praktek Keperawatan sebagai Upaya

Peningkatan Profesionalisme dalam Pelayanan. Munas VI. PPNI, Bandung

Swansburg, R.C., 1990. Management and Leadership For Nurse

Managers, Jones and Barlett publishers, Boston Trisnantoro, L., 2004. Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi dalam

Manajemen Rumah Sakit, Cetakan 1. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta

Trisno, I., 1998. Analisis Persepsi Keadilan dan Kepuasan Kompensasi

Karyawan di RSU PKU Muhammadiyah Yogyakarta, Tesis, MMR-UGM, Yogyakarta.

Page 112: Hart at in Aku 11672

101

101

Wexley, K.N. dan Yukl, G.A., 1992. Perilaku Organisasi dan Psikologi Personalia (Terjemahan), Edisi 1. Penerbit Rineka Cipta Jakarta

Winardi, J., 2002. Motivasi dan Pemotivasian dalam Manajemen, Edisi 1,

Cetakan 2. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta

Page 113: Hart at in Aku 11672

102

102

LAMPIRAN

Page 114: Hart at in Aku 11672

103

103

Lampiran 1 Lembar Permohonan Kesediaan Mengisi Kuesioner

Kepada Yth: ……………………..

Dengan hormat,

Saya adalah mahasiswa Universitas Gadjah Mada Yogyakarta,

Fakultas Kedokteran, Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat, Jurusan

Ilmu-ilmu Kesehatan, yang sedang menyusun thesis dengan:

Nama : Hartati Inaku

No. Mhs. : 11672/PS/IKM/03

sedang mengadakan penelitian tentang “Persepsi Perawat terhadap Kompensasi dan Motivasi Kerja di Rumah Sakit Aloei Saboe Kota Gorontalo”.

Melalui kuesioner ini, saya mengharapkan sumbangan pikiran,

pendapat dan kesanggupan anda dalam mengisinya, sehingga dapat

terjamin ketepatan data yang nantinya akan kami olah kembali. Jawaban

yang anda sumbangkan merupakan masukan yang sangat berharga bagi

kami, terutama dalam menerapkan disiplin ilmu secara nyata.

Sebelumnya saya ucapkan terima kasih atas waktu yang telah

anda luangkan dan pendapat yang anda berikan.

Hormat saya,

Hartati Inaku

Page 115: Hart at in Aku 11672

104

104

Lampiran 2 Daftar Pertanyaan Data Pribadi

Pilihlah salah satu jawaban yang sesuai dengan data pribadi Anda,

dengan cara mengisi dan melingkari jawaban yang Anda pilih.

Pangkat/Golongan : …………………………………………………..

Jabatan : …………………………………………………..

Tanggal Lahir/Umur : …………………………………………………..

Jenis Kelamin : a. Laki-laki b. Wanita

Status Perkawinan : a. Kawin b. Belum Kawin c.

Janda/Duda

Jumlah Tanggungan Keluarga : …… orang (suami/istri/anak/keluarga

lain)

Suami/Istri : a. Bekerja b. Tidak Bekerja

Status Kepegawaian : a. Peg. Negri b. Honorer

Lama bekerja di RS Aloei Saboe : …… tahun

Renghasilan per Bulan : a. Gaji + Tunjangan Rp ………………

b. Insentif Rp ………………

Pengeluaran per Bulan : a. Belanja Biaya Hidup Rp ………………

b. Pemeliharaan Kesehatan Rp ……………...

c. Biaya Pendidikan Rp ……………...

d. Lain-lain Rp ……………...

Dasar Pendidikan : a. AKPER b. SPRG c. SPK/Bidan

Page 116: Hart at in Aku 11672

105

105

Lampiran 3 Kuesioner Motivasi Kerja Jawablah setiap pertanyaan dengan memberikan tanda silang (X) pada

huruf yang sesuai dengan jawaban anda, yaitu: (TP) Tidak Pernah, (J) Jarang,

(R) Ragu-ragu, (SR) Sering, (SL) Selalu. Jawaban

No Pertanyaan TP J R SR SL

1. Apakah Anda senang dan gembira bila

berangkat bekerja? TP J R SR SL

2. Apakah Anda puas setelah dapat bekerja

di rumah sakit ini? TP J R SR SL

3. Apakah sering terlintas dalam benak Anda

untuk pindah kerja dari rumah sakit ini? TP J R SR SL

4. Apakah Anda masuk kerja setiap hari

datang tepat pada waktunya? TP J R SR SL

5. Apakah Anda memiliki kecenderungan

merasa berdosa bila berbuat kesalahan

dalam bekerja? TP J R SR SL

6. Apakah Anda selalu siap membantu teman

sekerja bila mendapat kesulitan dalam

menyelesaikan tugasnya? TP J R SR SL

7. Apakah setiap bulan Anda sering minta izin

untuk tidak masuk kerja karena alas an

sakit atau alas an lain pada hari kerja? TP J R SR SL

8. Apakah Anda merasa bahwa keberhasilan

yang dicapai rumah sakit merupakan

keberhasilan Anda juga? TP J R SR SL

9. Apakah Anda merasa ikut bertanggung

jawab bila pelayanan yang diberikan rekan

Anda tidak menyenangkan pasien? TP J R SR SL

10. Apakah pendapatan Anda setiap bulan

mencukupi kebutuhan ekonomi sehari-

hari? TP J R SR SL

Page 117: Hart at in Aku 11672

106

106

Jawaban No Pertanyaan

TP J R SR SL 11. Apakah Anda sering merasa khawatir akan

kelangsungan pekerjaan Anda di rumah

sakit ini? TP J R SR SL

12. Menurut Anda, apakah tujuan utama

bekerja adalah untuk mendapatkan uang? TP J R SR SL

13. Apakah Anda sering menghindari

tanggung jawab atas pekerjaan yang

dibebankan kepada Anda bila pekerjaan

tersebut mempunyai resiko?

TP J R SR SL

14. Apakah Anda memperoleh bonus dari

atasan Anda bila hasil pekerjaan Anda

sesuai target yang ditetapkan? TP J R SR SL

15. Apakah Anda memperoleh penghargaan

dari hasil kerja yang telah Anda capai

selama ini? TP J R SR SL

16. Apakah Anda selalu bekerja sebaik-

baiknya walaupun tanpa pengawasan

atasan? TP J R SR SL

17. Apakah Anda merasa bahwa pengawasan

yang dilakukan oleh rumah sakit Anda

terlaluk ketat? TP J R SR SL

18. Apakah Anda selalu mendapat teguran

dari atasan bila hasil kerja Anda tidak

sesuai dengan ketentuan rumah sakit? TP J R SR SL

19. Apakah Anda mendapat pujian bila hasil

kerja Anda sesuai dengan ketentuan

rumah sakit? TP J R SR SL

20. Apakah Anda selalu menginginkan hasil

pekerjaan yang sempurna? TP J R SR SL

21. Apakah Anda mendapatkan variasi tugas

untuk mengurangi kejenuhan/kebosanan? TP J R SR SL

Page 118: Hart at in Aku 11672

107

107

Jawaban No Pertanyaan

TP J R SR SL 22. Apakah Anda sering mendapat tugas lain

di luar tugas sehari-hari yang menyangkut

kepentingan rumah sakit? TP J R SR SL

23. Apakah Anda sering merasa tidak cocok

dalam bekerja sama dengan rekan

sekantor?

TP J R SR SL

24. Apakah Anda selalu menerima bantuan

dari rekan sekerja bila menemui kesulitan

dalam menyelesaikan pekerjaan?

TP J R SR SL

25. Apakah Anda sering memperoleh

bimbingan, pengarahan dan petunjuk dari

atasan tentang pelaksanaan tugas yang

belum Anda mengerti?

TP J R SR SL

26. Pernahkah Anda mendapat pertentangan

dalam melaksanakan pekerjaan karena

perlakuan atasan yang membedakan satu

karyawan dengan karyawan lainnya?

TP J R SR SL

27. Apakah Anda selalu merasa puas dengan

sikap dan perlakuan atasan terhadap Anda

selama ini? TP J R SR SL

28. Menurut Anda, hasil kerja yang telah Anda

capai selama ini apakah dinilai dan diberi

penghargaan yang layak? TP J R SR SL

29. Apakah Anda selalu merasa puas dengan

sistem penilaian hasil kerja yang

diterapkan rumah sakit? TP J R SR SL

30. Apakah Anda diajak berdiskusi oleh atasan

bila unit Anda mengalami kesulitan? TP J R SR SL

31. Apakah Anda merasa puas terhadap

kebijakan pimpinan yang diterapkan di

bidang kerja Anda sekarang TP J R SR SL

Page 119: Hart at in Aku 11672

108

108

Lampiran 4 Kuesioner Kompensasi Jawablah setiap pertanyaan dengan memberikan tanda silang (X) pada

huruf yang sesuai dengan jawaban anda, yaitu: (SS) Sangat Setuju, (S) Setuju,

(N) Netral, (TS) Tidak Setuju, (STS) Sangat Tidak Setuju.

Jawaban No Pertanyaan

SS S N TS STS 1. Saya puas dengan kompensasi yang saya

terima. SS S N TS STS

2. Kompensasi yang saya terima

meningkatkan motivasi saya SS S N TS STS

3. Kompensasi yang saya terima jumlahnya

sesuai dengan yang saya harapkan. SS S N TS STS

4. Kompensasi yang saya terima jenisnya

sesuai dengan yang saya harapkan. SS S N TS STS

5. Kompensasi yang saya terima mendorong

saya untuk bekerja lebih produktif. SS S N TS STS

6. Cara pembagian kompensasi sesuai

dengan harapan saya. SS S N TS STS

7. Keterbukaan dalam pemberian

kompensasi sesuai dengan harapan saya. SS S N TS STS

8. Waktu pemberian kompensasi sesuai

dengan yang saya harapkan. SS S N TS STS

9. Kompensasi yang saya terima mempunyai

pengaruh yang positif terhadap kebiasaan

kerja dan kinerja saya.

SS S N TS STS

10. Kompensasi yang saya terima dapat

meningkatkan kualitas kerja saya. SS S N TS STS

11. Kompensasi yang saya terima dapt

meningkatkan produktifitas kerja saya. SS S N TS STS

12. Kompensasi yang saya terima mempunyai

pengaruh positif terhadap kinerja. SS S N TS STS

Page 120: Hart at in Aku 11672

109

109

Jawaban No Pertanyaan

TP J R SR SL 13. Besar kompensasi sesuai dengan tugas

dan tanggung jawab. SS S N TS STS

14. Pimpinan selalu memberitahukan sumber

yang diterima SS S N TS STS

15. Pembagian kompensasi selalu

dimusyawarahkan dengan petugas SS S N TS STS

16. Kompensasi tidak mempengaruhi kinerja

saya SS S N TS STS

17. Apabila dapat menjalankan tugas dengan

baik, maka harus diberi insentif khusus SS S N TS STS

Page 121: Hart at in Aku 11672

110

110

Lampiran 5 Kuesioner Persepsi Perawat tentang Sistem Kompensasi

Jawablah setiap pertanyaan dengan memberikan tanda silang (X) pada huruf

yang sesuai dengan jawaban anda, yaitu: (SS) Sangat Setuju, (S) Setuju, (N)

Netral, (TS) Tidak Setuju, (STS) Sangat Tidak Setuju.

Jawaban No Pertanyaan

SS S N TS STS

1. Dilakukan sosialisasi sistem pembagian kompensasi

SS S N TS STS

2. Dilakukan evaluasi prosedur pembagian kompensasi finansial

SS S N TS STS

3. Karyawan dilibatkan dalam kegiatan rapat keuangan rumahsakit

SS S N TS STS

4. Sebelum penerimaan, pihak karyawan sudah diberitahukan insentif yang akan diterima sesuai dengan kinerja

SS S N TS STS

5. Makin rumit suatu pekerjaan kompensasi yang diterima makin tinggi

SS S N TS STS

6. Makin tinggi pendidikan seseorang, insentif yang diterimanya makin besar

SS S N TS STS

7. Makin lama kerja makin tinggi kompensasi finansial

SS S N TS STS

8. Banyaknya latihan seseorang ikut menentukan besar kompensasi finansial yang diterima

SS S N TS STS

9. Karyawan yang pekerjaannya menuntut keahlian lebih banyak, insentifnya lebih banyak

SS S N TS STS

10. Insentif ditetapkan berdasarkan beban kerja

SS S N TS STS

11. Perbedaan/struktur gaji ditetapkan berdasarkan jabatan

SS S N TS STS

12. Kompensasi finansial ditetapkan berdasarkan kinerja

SS S N TS STS

13. Dokumentasi/catatan kompensasi finansial yang ditandatangani menimbulkan kepuasan

SS S N TS STS

14 Wakil perawat dilibatkan dalam penyusunan sistem kompensasi finansial

SS S N TS STS

15 Ada sanksi yang berhubungan dengan kompensasi

SS S N TS STS

16 Pemberian kompensasi berbasis kinerja SS S N TS STS

Page 122: Hart at in Aku 11672

111

111

Lampiran 6 Lembar Pertanyaan Diskusi Kelompok Terarah (FGD) dengan Tenaga Keperawatan

FGD dilakukan untuk mengetahui pendapat tenaga keperawatan tentang

kompensasi yang sudah dilaksanakan.

1. Apakah Saudara mengetahui tentang sistem pembagian kompensasi

selama ini?

2. Bagaimana pendapat Saudara tentang kompensasi yang Saudara

terima setiap bulan?

3. Apakah Saudara pernah dijelaskan tentang peraturan rumah sakit dan

peraturan daerah yang menyangkut tentang pembagian kompensasi?

4. Bagaimana penetapan standar kerja dan sistem penilaian kinerja

tenaga keperawatan sebagai ukuran untuk memperoleh kompensasi?

5. Bagaimana pendapat Saudara tentang transparansi dan keadilan

dalam proses pembagian kompensasi?

6. Bagaimana pendapat Saudara mengenai penerapan kompensasi yang

berlaku selama ini?

7. Bagaimana keinginan saudara tentang sistem kompensasi yang

diharapkan?

8. Apakah kompensasi yang Saudara terima selama ini memiliki

pengaruh dalam pelaksanaan kerja Saudara sehari-hari?

Page 123: Hart at in Aku 11672

112

112

Lampiran 7 Faktor Loading untuk Variabel Motivasi

Communalities

1.000 .8471.000 .9381.000 .9911.000 .9911.000 .6131.000 .9951.000 .9931.000 .9051.000 .4961.000 .9911.000 .9731.000 .9911.000 .6561.000 .9951.000 .9911.000 .9931.000 .9911.000 .9931.000 .9951.000 .9951.000 .4161.000 .9911.000 .9911.000 .5891.000 .9951.000 .9931.000 .9731.000 .9931.000 .9911.000 .9931.000 .995

B1B2B3B4B5B6B7B8B9B10B11B12B13B14B15B16B17B18B19B20B21B22B23B24B25B26B27B28B29B30B31

Initial Extraction

Extraction Method: Principal Component Analysis.

Page 124: Hart at in Aku 11672

113

113

Lampiran 8 Faktor Loading untuk Variabel Kompensasi

Communalities

1.000 .7481.000 .8461.000 .3901.000 .7201.000 .7541.000 .7151.000 .8161.000 .8141.000 .6131.000 .8861.000 .8911.000 .7061.000 .7301.000 .6901.000 .5041.000 .7281.000 .668

b1b2b3b4b5b6b7b8b9b10b11b12b13b14b15b16b17

Initial Extraction

Extraction Method: Principal Component Analysis.

Lampiran 9 Faktor Loading untuk Variabel Persepsi Perawat

Page 125: Hart at in Aku 11672

114

114

Communalities

1.000 .9141.000 .8301.000 .9141.000 .9501.000 .9231.000 .9161.000 .8361.000 .7601.000 .9141.000 .7601.000 .6991.000 .6651.000 .7321.000 .8301.000 .9501.000 .923

b1b2b3b4b5b6b7b8b9b10b11b12b13b14b15b16

Initial Extraction

Extraction Method: Principal Component Analysis.

Lampiran 10 Nilai Cronbach Alpha dan Item-Total Correlation untuk Variabel Motivasi

Page 126: Hart at in Aku 11672

115

115

Reliability Statistics

.955 27

Cronbach'sAlpha N of Items

Item-Total Statistics

78.97 361.120 .593 .95478.12 361.622 .547 .95478.18 355.968 .569 .95477.76 353.216 .566 .95577.97 356.151 .667 .95377.74 342.443 .812 .95276.41 360.916 .689 .95376.32 368.771 .545 .95578.12 361.622 .547 .95477.21 356.896 .628 .95478.12 361.622 .547 .95477.97 356.151 .667 .95378.18 355.968 .569 .95477.74 342.443 .812 .95278.12 361.622 .547 .95477.74 342.443 .812 .95277.97 356.151 .667 .95377.97 356.151 .667 .95378.18 355.968 .569 .95478.12 361.622 .547 .95477.97 356.151 .667 .95377.74 342.443 .812 .95277.21 356.896 .628 .95477.74 342.443 .812 .95278.18 355.968 .569 .95477.74 342.443 .812 .95277.97 356.151 .667 .953

B2B3B4B5B6B7B8B9B10B11B12B14B15B16B17B18B19B20B22B23B25B26B27B28B29B30B31

Scale Mean ifItem Deleted

ScaleVariance if

Item Deleted

CorrectedItem-TotalCorrelation

Cronbach'sAlpha if Item

Deleted

Lampiran 11 Nilai Cronbach Alpha dan Item-Total Correlation untuk

Page 127: Hart at in Aku 11672

116

116

Variabel Motivasi

Reliability Statistics

.900 16

Cronbach'sAlpha N of Items

Item-Total Statistics

34.12 50.592 .520 .89633.62 45.819 .797 .88534.24 50.731 .570 .89534.29 51.365 .534 .89633.56 47.042 .789 .88634.26 49.291 .540 .89533.35 48.963 .531 .89633.47 47.529 .607 .89333.12 48.774 .555 .89533.62 45.819 .797 .88533.65 45.690 .820 .88433.44 46.133 .771 .88633.97 48.029 .584 .89433.74 48.867 .579 .89433.29 49.729 .570 .89432.50 60.439 -.619 .923

b1b2b3b4b5b6b7b8b9b10b11b12b13b14b15b17

Scale Mean ifItem Deleted

ScaleVariance if

Item Deleted

CorrectedItem-TotalCorrelation

Cronbach'sAlpha if Item

Deleted

Page 128: Hart at in Aku 11672

117

117

Lampiran 12 Nilai Cronbach Alpha dan Item-Total Correlation untuk Variabel Persepsi Perawat

Reliability Statistics

.932 16

Cronbach'sAlpha N of Items

Item-Total Statistics

57.71 87.244 .919 .92057.47 98.317 .733 .92757.71 87.244 .919 .92057.53 101.045 .432 .93357.24 99.276 .694 .92857.94 92.724 .727 .92658.00 92.909 .593 .93158.03 94.757 .603 .93057.71 87.244 .919 .92057.24 96.852 .631 .92957.76 98.064 .535 .93157.50 98.500 .581 .93057.56 100.678 .472 .93257.47 98.317 .733 .92757.53 101.045 .432 .93357.24 99.276 .694 .928

b1b2b3b4b5b6b7b8b9b10b11b12b13b14b15b16

Scale Mean ifItem Deleted

ScaleVariance if

Item Deleted

CorrectedItem-TotalCorrelation

Cronbach'sAlpha if Item

Deleted

Lampiran 13 OLS Regression

Page 129: Hart at in Aku 11672

118

118

Model Summary

.536a .288 .242 .63033Model1

R R SquareAdjustedR Square

Std. Error ofthe Estimate

Predictors: (Constant), persepsi, kompensasia.

ANOVAb

4.977 2 2.488 6.263 .005a

12.317 31 .39717.293 33

RegressionResidualTotal

Model1

Sum ofSquares df Mean Square F Sig.

Predictors: (Constant), persepsi, kompensasia.

Dependent Variable: motivasib.

Coefficientsa

2.422 .846 2.863 .007.632 .244 .406 2.587 .015.320 .193 .261 2.560 .017

(Constant)kompensasipersepsi

Model1

B Std. Error

UnstandardizedCoefficients

Beta

StandardizedCoefficients

t Sig.

Dependent Variable: motivasia.

Lampiran 14 Hasil Wawancara dan FGD

Page 130: Hart at in Aku 11672

119

119

No. Pertanyaan Jawaban 1. Ditujukan kepada Direktur:

Bagaimana tanggapan

Bapak terhadap tuntutan

atau demonstrasi tenaga

keperawatan mengenai

sistem kompensasi?

Hal tersebut (keluhan dan demonstrasi)

sebetulnya tidak pantas dilakukan mereka.

Karena pada awalnya para pelamar sudah

mengetahui bahwa kompensasi yang akan

diterima tidak besar…mereka datang pertama

kali tersebut tidak menuntut gaji yang besar,

tapi lebih didorong oleh keinginan untuk cepat

kerja, karena malu kalau tidak

bekerja…mereka itu sudah sarjana dan

didorong untuk tidak merepotkan orang tuanya

lagi…

2. Ditujukan kepada Seksi

Keuangan:

Bagaimana transparansi

keuangan rumah sakit

mengenai kebijakan

kompensasi?

Apakah kebijakan yang

diterapkan sudah diketahui

oleh semua karyawan?

Transparansi di rumah sakit ini sudah

terlaksana… para karyawan dapat melihat

kebijakan yang sudah ditetapkan di bagian

keuangan.

3. Ditujukan kepada Direktur,

Seksi Keuangan dan

Perawat:

Bagaimana sistem

pembagian kompensasi

selama ini?

Jawaban Direktur dan Seksi Keuangan:

Seperti dalam Tabel 5.

Jawaban Perawat:

80% paramedis dan 20% tenaga administrasi,

sedangkan untuk askes terbagi atas 60% jasa

medis, dan sisanya sebesar 40% dibagi lagi

menjadi 75% paramedis dan 25% non

paramedis.

No. Pertanyaan Jawaban 4. Ditujukan kepada Perawat: 1. Perawat tidak diberi kebebasan untuk

Page 131: Hart at in Aku 11672

120

120

Apakah Saudara pernah

dijelaskan tentang peraturan

rumah sakit dan peraturan

daerah yan menyangkut

tentang pembagian

kompensasi?

bertanya mengenai masalah

kompensasi…kalau sudah ada tuntutan

atau keluhan baru diberi tahu bahwa sudah

ada aturannya.

2. Kami memang merasa pihak rumah sakit

kurang sosialisasi tentang aturan atau

kebijakan yang menyangkut kompensasi,

tapi transparansi keuangan rumah sakit

sudah transparan.

5. Ditujukan kepada Perawat:

Bagaimana pendapat

Saudara tentang

kompensasi yang Saudara

terima tiap bulan?

1. Untuk perawat bagian yang kecil itu harus

dibagi ratusan orang, sedangkan

dokter…sudah bagiannya banyak, hanya

dibagi puluhan orang.

6. Ditujukan kepada Perawat:

Bagaimana pendapat

Saudara tentang

transparansi dan keadilan

dalam proses pembagian

kompensasi?

1. … transparansi keuangan rumah sakit

sudah transparan.

2. Untuk perawat bagian yang kecil itu harus

dibagi ratusan orang, sedangkan

dokter…sudah bagiannya banyak, hanya

dibagi puluhan orang.

7. Ditujukan kepada Perawat:

Bagaimana pendapat

Saudara mengenai

penerapan kompensasi

yang berlaku selama ini?

1. Contohnya kami yang bekerja di ruang Irna,

disana banyak tindakan yang harus

dilakukan…seharusnya insentif lebih besar.

2. Kami ingin keadilan, seharusnya

kompensasi harus sesuai beban kerja di

ruang masing-masing dan juga masa kerja.

8. Ditujukan kepada Perawat:

Bagaimana keinginan

Saudara tentang sistem

kompensasi yang

diharapkan?

1. jJsa belum selamanya berhubungan dengan

motivasi, sebaiknya memang ditingkatkan,

tetapi akan lebih baik jika manajemennya

juga diperbaiki.

2. Memotivasi perawat memang sebaiknya

berdasarkan atas jasa atau kinerjanya.

3. Jelas harus disesuaikan…kalau jumlah

uang besar maka motivasi juga besar.

No. Pertanyaan Jawaban

Page 132: Hart at in Aku 11672

121

121

9. Ditujukan kepada Perawat:

Apakah kompensasi yang

Saudara terima selama ini

memiliki pengaruh dalam

pelaksanaan kerja Saudara

sehari-hari?

1. Tidak benar kalau kita terus kerja

seenaknya atau malas-malasan…memang

benar ada omongan masyarakat yang tidak

baik tentang rumah sakit ini, yaa…kita tidak

tahu bagaimana omongan pasien setelah

pergi dari sini.

2. Bekerja itu sudah ada standarnya, bila tidak

bisa memenuhi standar maka kita akan

mendapat teguran atau hukuman…tetapi

memang benar kompensasi bisa membuat

kita bekerja melebihi standar yang sudah

ditetapkan…yaa…bisa melalui pemberian

pelayanan mulai dari saat pasien datang

sampai mengantarnya ke depan pintu luar

saat si pasien hendak pulang.