ham dan gender dalam tafsir agama islam
DESCRIPTION
HAM DAN GENDER DALAM TAFSIR AGAMA ISLAMTRANSCRIPT
HAM DAN GENDER DALAM TAFSIR AGAMA ISLAM
PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN
Disusun oleh kelompok 3 :
1. Suswati (084254215)2. Agista Rizky Ridha Ayu (084254216)3. Rizki Anggun Azizah (084254217)4. Ela Lutfiana Agustin (084254218)5. Johan Dwi Nurdiantono (084254219)6. Yul Erda Agustin (084254220)
FAKULTAS ILMU SOSIALJURUSAN PENDIDIKAN MORAL
PANCASILA DAN KEWARGANEGARAANUNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
2009
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah Agama Islam yang
berjudul “ Ham dan Gender Dalam Tafsir Agama”. Makalah ini disusun untuk
memenuhi tugas Agama Islam.
Terselesainya makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, oleh
karena itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1. M. Turhan Yani, S. Ag, M.A , selaku pengajar Agama Islam.
2. Teman-teman kelompok yang membantu menyelesaikan makalah ini.
3. Semua pihak yang mendukung penyelesaian makalah ini.
Penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna, sehingga penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun.
Surabaya, Maret 2009
Tim Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman JudulKata Pengantar……………………………………………………………… iDaftar Isi……………………………………………………………...……… iiBAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang………………………………………………….…..1
1.2 Rumusan Masalah………………………………………………..…1
1.3 Tujuan Pembahasan…………………………………..……..………1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Perspektif HAM dalam Agama Islam………………………………3
2.2 Pandangan Islam Tentang Perempuan………………………………7
2.3 Pandangan Islam dalam Hubungan Laki-laki dan perempuan………10
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan…………………………………………………………11
3.2 Saran………………………………………………………………..12
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di Jaman modern seperti ini,permasalahan HAM dan Gender dalam tafsir
agama semakin mencuat,dimana HAM dan Gender menjadi permasalahan yang
sensitif dan sekarang sudah masuk jaman emansipasi dimana kedudukan wanita
dan laki-laki sama rata.Dan disini HAM juga dipermasalahkan,sekarang HAM
antara wanita dan laki-laki harus sama.
Disini kami akan mengupas atau membahas tentang permasalahan di
atas,yaitu memahami persoalan HAM dan Gender dalam tafsir agama.Dalam
Islam,konsep mengenai HAM sebenarnya telah mempunyai tempat tersendiri
dalam pemikiran islam.Perkembangannya wacana demokrasi dengan islam
sebenarnya yang telah mendorong adanya wacana HAM dalam islam.Karena
dalam demokrasi ,pengakuan terhadap HAM mendapat tempat yang
spesial.Berbagai macam pemikiran tentang demokrasi dapat dengan mudah kita
temukandi dalamnya konsep tentang penegakan HAM.
Bahkan HAM dalam Islam telah dibicarakan sejak empat belas tahun yang
lalu(Anas Urbaningrum,2004:91).Fakta ini menyatakan,bahwa Islam tidak
memiliki konsep tentang pengakuan HAM,berangkat dari itu makalah ini akan
mencoba memberikan sedikit penerangan mengenai wacana HAM dalam Islam.
1.2 Rumusan Masalah
Beberapa hal yang menjadi topik sentral permasalahan dalam masalah ini yang akan di bahas adalah:
1. Apa pengertian HAM dan Bagaimana HAM menurut pandangan islam?
2. Bagaimana pandangan islam terhadap perempuan?
3. Bagaimana pandangan islam terhadap hubungan laki – laki dan perempuan?
1.3 Tujuan Masalah
Setiap kegiatan yang di lakukan secara sistematis pasti mempunyai tujuan yang diharapkan,begitu pula makalah ini.Tujuan masalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengertian HAM dan HAM menurut pandangan islam.
2. Untuk mengetahui pandangan islam terhadap perempuan.
3. Untuk mengetahui pandangan islam terhadap hubungan laki – laki dan perempuan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian HAM dan HAM Menurut Pandangan Islam
Pengertian HAM
Seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia
sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Kuasa dan merupakan anugerahNya yang
wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah
dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat
manusia (dalam Pasal 1 Angka 1 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM dan UU
No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM).
Dari pengertian di atas, maka HAM mengandung 2 makna :
1. HAM (Hak Asasi Manusia) merupakan hak alamat yang melekat dalam
diri manusia sejak manusia dilahirkan ke dunia.
2. HAM (Hak Asasi Manusia) merupakan instrumen untuk menjaga
hakekat dan martabat manusia dengan kodrat kemanusiaannya yang
luhur.
HAM Menurut Pandangan Islam
Islam memandang bahwa manusia adalah obyek penghormatan dari Allah
SWT, menganugerahi penghormatan itu dan memberikannya kepada manusia
sebagai keutamaan (karunia) yang berasal dari Allah SWT. Setiap manusia
dengan sifatnya sebagai manusia adalah sama – sama mendapatkan penghormatan
ini, meskipun berbeda – beda warna kulitnya, tempat tinggal dan nasabnya. Begitu
juga antara laki – laki dan perempuan, dalam hal ini juga sama – sama
mendapatkan penghormatan itu.
Allah SWT , berfirman :
“Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak – anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri rizki dari yang baik – baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan”. (TQS. Al-Isra’ [17] : 70)
B. Pandangan Islam Terhadap Perempuan
Berkembangnya diskursus hak asasi manusia, khususnya hak asasi
perempuan, dilatarbelakangi oleh adanya kesadaran akan fakta-fakta kekerasan
dan diskrimi-nasi yang dialami perempuan. Kekerasan dan diskriminasi terhadap
perempuan merupakan salah satu bentuk kejahatan yang cukup tua. Kejahatan
jenis ini, sebelumnya merupakan kejahatan yang tidak pernah diakui sebagai
sebuah kejahatan dan tidak pernah diadili. Berbeda dengan catatan sejarah
kejahatan yang menimpa umat manusia pada umumnya, kejahatan terhadap
perempuan menjadi semakin sulit tertangani oleh karena dominasi pandangan/
perspektif patriarkat yang melekat dan membatu pada pikiran manusia. Berangkat
dari perspektif patriarkat inilah budaya patriarkat terbentuk dan menyatu dalam
kebudayaan umat manusia. Dari sini, ketidakadilan gender menimpa perempuan.
Terminologi kesetaraan gender dibangun di atas dasar kesadaran
pengakuan adanya ketidakadilan dan ketidaksetaraan gender. Karena
ketidaksetaraan itu maka, segenap ikhtiar untuk membangun kesetaraan gender
antara laki – laki dan perempuan muncul. Pengakuan adanya ketidakadilan gender
adalah modal awal bagi upaya membangun kesetaraan gender. Tanpa pengakuan,
ketidakadilan gender akan tetap menjadi titik awal terjadinya berbagai bentuk
kekerasan terhadap perempuan.
Perempuan, secara biologis memiliki perbedaan dengan laki – laki.
Perbedaan biologis itu bukanlah menjadi pembenar bagi pemeranan perempuan
secara tidak adil, tapi justru menuntut setiap orang, institusi sosial, dan negara
untuk memberikan perlindungan khusus kepada perempuan. Fakta perbedaan
bilogis ini yang kemudian menjadi argumen perlunya perlindungan khusus bagi
perempuan. Namun demikian, yang terjadi di sekitar kita, perbedaan biologis ini
justru menjadi justifikasi praktik ketidakadilan gender: subordinasi, marginalisasi,
beban ganda (double burden), kekerasan, dan stereotipe.
Meskipun telah terjadi berbagai kemajuan menyangkut hak-hak perempuan, akan
tetapi sejauh yang dapat dilihat dalam tradisi pemikiran Islam dan perundang-undangan
yang berlaku di banyak negara muslim, termasuk Indonesia, perempuan masih
menghadapi berbagai kendala serius untuk menikmati hak-hak asasinya. Perempuan
masih mengalami problem diskriminasi gender. Problem diskriminasi berdasarkan gender
muncul baik dalam pandangan dominan kaum muslimin maupun dalam hukum-hukum
keluarga dan perdata Islam.
Pertama, perempuan diposisikan sebagai makhluk subordinat dengan
tugas-tugas domestik. Al Qur’an secara eksplisit menyebutkan posisi perempuan
ini : “Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum perempuan oleh karena Allah
telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagai yang lain (perempuan),
dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka
untuk perempuan”.(Q.S. al Nisa, 4:34). Superioritas laki-laki atas perempuan ini
juga dinyatakan pada ayat yang lain: “Kaum perempuan mempunyai hak yang
seimbang dengan kewajibannya. Akan tetapi kaum laki-laki (suami) mempunyai
satu tingkatan kelebihan daripada kaum perempuan (isterinya)”.(Q.S. al Baqqarah,
2:228).
Kedua, meskipun konteks ayat 34 surah al Nisa tersebut berkaitan dengan
urusan domestik, tetapi sejumlah pandangan ahli tafsir ayat ini juga dirujuk
melalui argumen analogis utama (qiyas awlawi) untuk menjustifikasi seluruh
peran-peran perempuan di dalam wilayah publik-politik. Pemikiran ini juga
dikuatkan oleh sumber otoritatif lain yaitu hadits sahih (valid) yang secara
eksplisit menegaskan ketidakberuntungan bangsa yang dipimpin presiden
perempuan : “lan yufliha qawmun wallau amrahum imra-atan” (negara tidak akan
maju apabila menyerahkan urusannya kepada perempuan). Argumen paling
banyak dikemukakan adalah karena kapasitas intelektual dan fisik perempuan
lemah. Argumen lain adalah bahwa kehadirannya di hadapan dan bersama laki-
laki dapat menimbulkan “fitnah” atau berpotensi menggoda. Argumen keagamaan
yang sama digunakan mayoritas besar ulama untuk menolak peran perempuan
dalam wilayah legislatif dan yudikatif.
Ketiga, hak cerai ada di tangan laki-laki (suami). Dalam khazanah hukum
Islam suami dibenarkan menceraikan isterinya kapan saja dia mau. Sementara
perempuan (isteri) hanya bisa bercerai dari suaminya melalui pengajuan gugatan
atau yang biasa disebut “khulu’” (gugat cerai). Hal ini juga didasarkan atas teks-
teks al Qur’an. Antara lain : “Perceraian (yang boleh rujuk) itu adalah dua kali.
Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang patut, atau menceraikannya dengan
cara yang patut pula”.(Q.S. al Baqarah, 2:229). Teks-teks al Qur’an yang
berhubungan dengan perceraian semuanya ditujukan kepada laki-laki. Norma
hukum yang diskriminatif seperti ini juga memiliki implikasi yang bisa sangat
merugikan bagi kaum perempuan.
Keempat, poligami dibenarkan berdasarkan ayat-ayat al Qur’an surah al
Nisa, 4:3, dan prakik Nabi. Undang-undang Keluarga di negara-negara Islam,
kecuali Turki dan Tunisia, mengikuti ketentuan eksplisit sumber-sumber Islam
tersebut. Walaupun demikian telah banyak negara Islam yang melakukan
perubahan penting atas ketentuan Poligami tersebut. UU Perkawinan 1/1974,
misalnya, membolehkan poligami dengan sejumlah syarat yang ketat. Demikian
juga dalam Kompilasi Hukum Islam yang menjadi pegangan para hakim.
Kelima, hukum waris. Bagian waris untuk perempuan adalah separoh dari
laki-laki. Ketentuan pembagian harta waris yang dianggap diskriminatif ini
merujuk pada ayat-ayat suci al Qur’an. Ayat al Qur’an tersebut berbunyi : “Aku
wasiat (pesan) kepadamu tentang anak-anakmu. Bagi laki-laki sebanding dua kali
bagian perempuan”. (Q.S. Al Nisa, 4:11).
Menafsir ajaran-ajaran keagamaan secara adil harus dimulai dengan
mengkritisi pandangan-pandangan fiqh yang relatif dan sangat sosiologis
menggunakan landasan prinsip- prinsip dasar universal islam. Serta pada dasarnya
ajaran agama islam adalah adil dan setara dalam memandang laki-laki dan
perempuan.
C. Pandangan Islam Dalam Hubungan Laki – laki dan
Perempuan
Islam telah membatasi hubungan lawan jenis atau hubungan seksual antara
pria dan wanita hanya dengan perkawinan dan pemilikan hamba sahaya.
Sebaliknya, islam telah menetapkan bahwa setiap hubungan lawan jenis selain
dengan 2 cara tersebut adalah sebuah dosa besar yang layak diganjar dengan
hukuman yang paling keras. Di luar hubungan lawan jenis, yakni interaksi –
interaksi yang lain yang merupakan manifestasi dari “GHARIZAH AN-
NAW”(naluri melestarikan jenis manusia), seperti hubungan antara bapak, ibu,
anak, saudara, paman,dan lain – lain. Islam telah membolehkannya sebagai
hubungan silaturahim antar mahram, membolehkan pria atau wanita melakukan
aktivitas perdagangan, pertanian, industri, Selain itu juga membolehkan mereka
dalam menghadiri kajian, keilmuan, melakukan shalat berjamaah, mengemban
dakwah.
Islam telah menjadikan kerjasama antara pria dan wanita dalam berbagai
aspek kehidupan serta interaksi antar sesama manusia sebagai perkara yang pasti
dalam seluruh muamalat sebab, semuanya adalah hamba Allah SWT dan
semuanya saling menjamin untuk mencapai kebaikan serta menjalankan
ketaqwaan dan pengabdian-Nya. Ayat – ayat Al-Qur’an telah menyeru manusia
kepada islam tanpa membedakan apakah dia seorang pria ataukah wanita. Allah
SWT berfirman dalam QS. Al-A’raf 7 : 158) “ Hai sekalian manusia, bertaqwalah
kepada Tuhanmu”.
Meskipun demikian, islam sangat berhati – hati menjaga masalah ini,
karena itulah, islam melarang segala sesuatu yang dapat mendorong tarjadinya
hubungan yang bersifat seksualyang tidak disyariatkan. Islam melarang siapapun,
baik wanita maupun prianya. Keluar dari sistem islam yang keras mengatur
hubugan lawan jenis, larangan dalam persoalan ini demikian tegas. Atas dasar itu,
islam menetapkan sifat’iffah (menjaga kehormatan) sebagai suatu kewajiban.
Islam pun menetapkan setiap metode maupun sarana yang dapat menjaga
kemuliaan dan akhlak terpuji sebagai sesuatu yang juga wajib dilaksanakan,
sebagaimana kaidah rasul menyatakan :
“ Suatu kewajiban yang tidak akan sempurna kecuali dengan adanya
sesuatu yang lain, maka sesuatu itupun hukumnya wajib pula”
Lebih dari itu islam telah menetapkan hukum – hukum islam tertentu yang
berkenaan dengan hal ini. Hukum – hukum tersebut banyak sekali jumlahnya,
diantaranya ada 5 yaitu :
1. Islam telah memerintahkan kepada manusia baik pria maupun wanita
untuk menundukkan pandangan terhadap lawan jenis. Allah berfirman
yang artinya :
“katakanlah kepada laki – laki beriman : hendaklah mereka
menundukkan padangannya dan memelihara kemaluannya.” (QS. an-
Nur:30). Allah juga berfirman yang artinya,”dan katakanlah kepada
wanita beriman : hendaklah mereka menundukkan pandangannya dan
kemaluannnya.”(QS. an-Nur:31)
2. Islam melarang pria dan wanita untuk berkhalwat (berdua – duaan),
kecuali jika wanita itu di dampingi mahramnya. Rasulullah
shallallahu’alaihi wa sallam bersabda :
“Jaganlah seorang laki – laki berdua – duaan(kholwat) dengan wanita
kecuali bersama mahramnya.”(HR. Bukhari & Muslim)
3. Tidak menyentuh lawan jenis
Di dalam sebyah hadits, aisyah radiyallahu’ anha berkata,
“ Demi Allah, tangan Rasulullah shallallahu sallam bersabda “
Seandainya kepala seseorang ditusuk dengan jarum besi, itu masih
lebih baik daripada menyentuh wanita yang tidak halal baginya.” (HR
Bukhari)
4. Islam sangat menjaga agar dalam kehidupan dalam komunitas wanita
terpisah dari komunitas pria, baik di dalam masjid, di sekolah, dan lain
– lain. Artinya islam telah menetapkan bahwa wanita hendaknya hidup
di tengah – tangah kaum wanita, sedangkan seorang pria hendaknya
hidup di tengah – tengah kaum pria.
5. Islam sangat menjaga agar hubungan kerjasama antara pria dan wanita
hendaknya bersifat umum dalam urusan muamalat, bukan hubungan
yang bersifat khusus seperti saling mengunjungi antara wanita dengan
pria yang bukan mahramnya atau keluar`bersama untuk
berdarmawisata.
Dengan hukum- hukum ini, islam dapat menjaga interaksi pria dan wanita,
sehingga tidak menjadi interaksi yang mengarah pada hubungan lawan jenis atau
hubungan yang bersifat seksual. Artinya interaksi mereka tetap dalam koridor
kerja sama semata dalam menggapai berbagai permasalahan dan melakukan
berbagai macam aktivitas. Dengan hukum-hukum inilah islam mampu
memecahkan hubungan-hubungan yang muncul dari adanya kepentingan
individual, baik pria maupun wanita, ketika masing-masing saling bertemu dan
saling berinteraksi.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Agama islam sangat menjunjung Hak Asasi Manusia, dimana Hak Asasi
Manusia itu sendiri adalah hak mutlak yang dimiliki setiap manusia di muka bumi
ini. Manusia merupakan makhluk Allah yang paling sempurna, mempunyai akal
serta pikiran, lalu akal pikiran itu hendaknya digunakan untuk saling bantu
membantu antara sesama manusia, bertukar pikiran, dan saling melengkapi. Untuk
itulah agama islam mengatur dan sangat menghargai Hak Asasi Manusia.
Begitu pula dengan wanita, Allah menciptakan adam dan hawa
berpasangan, begitu pula dengan keturunannya, manusia senantiasa diberi oleh
Allah pasangan hidup, mereka diciptakan berpasang- pasangan, meskipun didalam
ajaran agama laki-laki lebih dominan terhadap wanita, tetapi ini haruslah
dipandang dari segi yang positif, laki- laki melindungi wanita, menjaga serta
membimbingnya ke arah yang benar, tetapi itu juga tidak luput dari campur
tangan wanita, peran wanita tidak bisa hanya di pandang sebelah mata. Apa
jadinya bila di dunia ini tidak ada wanita yang notabene berhati lembut, welas asih
dan pemaaf, maka dunia ini akan hancur.
Agama islam juga mengatur tentang hubungan antar laki- laki dan wanita,
untuk memberi pengetahuan dan menjauhkan manusia dari perbuatan zina. Tidak
lain bahwa kita tidak boleh melakukan apa saja tanpa melihat dan memahami
ajaran agama. Serta mengamalkannya dengan baik dan optimal.
3.2Saran
Kami berharap bahwa manusia dengan akal dan pikirannya akan
mengamalkan ilmunya tentang agama islam dalam kehidupan sehari-hari. Serta
terus menggali ilmu dan pengetahuan khususnya yang berhubungan tentang
agama islam, dimana islam sudah mengatur semua hal-hal dalam kehidupan
manusia.
DAFTAR PUSTAKA
www.google.co.id/ pandangan islam dalam hubungan laki-laki dan
perempuan/
www.google.co.id/ kesetaraan gender dalam konteks hukum islam.