hak-hak yang terabaikan: suatu tinjauan atas peran negara terhadap perlindungan waktu kerja dan...

39
1 LOMBA KARYA TULIS ILMIAH MAHASISWA SCIENCESATIONAL FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA HAK – HAK YANG TERABAIKAN: Suatu Tinjauan atas Peran Negara terhadap Perlindungan Waktu Kerja dan Waktu Istirahat Kerja Pekerja/Buruh Pada Sektor Industri Rumah Makan Oleh: Margaretha Quina (NPM. 0806342636) Najmu Laila (NPM. 0806342806) FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK 2011

Upload: najmu-laila-sopian

Post on 04-Jan-2016

329 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Makalah ini disusun untuk diperlombakan dalam Kompetisi Karya Tulis Ilmiah Nasional Sciensational yang diselenggarakan oleh Lembaga Kajian Keilmuan (LK2) Fakultas Hukum Universitas Indonesia, dan berhasil memperoleh Juara Kedua dalam kompetisi tersebut.

TRANSCRIPT

Page 1: Hak-Hak Yang Terabaikan: Suatu Tinjauan atas Peran Negara terhadap Perlindungan Waktu Kerja dan Waktu Istirahat Kerja Pekerja/Buruh Pada Sektor Industri Rumah Makan

1

LOMBA KARYA TULIS ILMIAH MAHASISWA

SCIENCESATIONAL

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA

HAK – HAK YANG TERABAIKAN:

Suatu Tinjauan atas Peran Negara terhadap Perlindungan Waktu Kerja dan

Waktu Istirahat Kerja Pekerja/Buruh Pada Sektor Ind ustri Rumah Makan

Oleh:

Margaretha Quina (NPM. 0806342636)

Najmu Laila (NPM. 0806342806)

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK

2011

Page 2: Hak-Hak Yang Terabaikan: Suatu Tinjauan atas Peran Negara terhadap Perlindungan Waktu Kerja dan Waktu Istirahat Kerja Pekerja/Buruh Pada Sektor Industri Rumah Makan

2

DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan Kata Pengantar ........................................................................................................ i Daftar Isi ................................................................................................................ ii Ringkasan .............................................................................................................. iv BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1 A. Latar Belakang .................................................................................................... 1 B. Rumusan Permasalahan ...................................................................................... 2 C. Konstruksi Gagasan ............................................................................................ 2 D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ........................................................................... 3

1. Tujuan Penelitian ............................................................................................ 3 2. Manfaat Penelitian .......................................................................................... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 4 A. Hukum Ketenagakerjaan Pada Umumnya

1.Ruang Lingkup Hukum Ketenagakerjaan ........................................................ 4 2. Sifat Hukum Ketenagakerjaan ........................................................................ 4

B. Perlindungan Pekerja/Buruh ................................................................................. 1 Tinjauan Filosofis Terhadap Konsepsi Perlindungan Pekerja/Buruh ............ 5 2. Perlindungan Terhadap Pekerja/Buruh .......................................................... 6 3. Kesehatan Kerja Sebagai Salah Satu Elemen Perlindungan Pekerja/Buruh .. 9

C. Waktu Kerja dan Waktu Istirahat Pekerja/Buruh .................................................. 1. Hak Mendapatkan Waktu Istirahat Yang Layak Sebagai Hak Mendasar Para

Pekerja/Buruh ................................................................................................. 7 2. Pentingnya Pembatasan Waktu Kerja dan Pemberian Waktu Istirahat Bagi

Pekerja/Buruh ................................................................................................. 8 3. Pengaturan Waktu Kerja dan Waktu Istirahat di Indonesia ........................... 9

D. Jaminan Kesehatan dan Kaitannya dengan Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Indonesia 1. Jaminan Kesehatan Sebagai Bentuk Pemenuhan Kesehatan dan Keselamatan

Kerja Pekerja/Buruh ..................................................................................... 11 2. Pengaturan Jaminan Kesehatan Bagi Pekerja/Buruh di Indonesia ............... 12 3. Hubungan Pemenuhan Kesehatan dan Keselamatan Kerja dengan Jaminan

Kesehatan Pekerja/Buruh ............................................................................. 13 E. Kerangka Konseptual ........................................................................................ 13 BAB III METODE PENELITIAN ........................ ............................................ 14 BAB IV ANALISIS SINTESIS .......................................................................... 15 A. Praktik Pemberian Waktu Kerja dan Waktu Istirahat Antara Jam Kerja Pada

Pekerja/Buruh Industri Rumah Makan.................................................................. 1. Gambaran Lokasi Penelitian ......................................................................... 15 2. Hasil Temuan ................................................................................................ 15

B. Ketika Das Sein Berbenturan dengan Das Sollen ................................................. 1. Pelanggaran HAM Secara Terang-Terangan ............................................... 21

Page 3: Hak-Hak Yang Terabaikan: Suatu Tinjauan atas Peran Negara terhadap Perlindungan Waktu Kerja dan Waktu Istirahat Kerja Pekerja/Buruh Pada Sektor Industri Rumah Makan

3

2. Mengapa Hal Tersebut Terjadi? ................................................................... 22 1) Struktur Hukum: Kurangnya Pengawasan dari Pemerintah .................... 23 2) Substansi Hukum: Sanksi yang Tidak Tegas ........................................... 24 3) Budaya Hukum: Kurangnya kepatuhan dan Penerimaan Kultural .......... 24

C. Kemana Kita Harus Melangkah? .......................................................................... 1. Perkuat Pengawasan ..................................................................................... 26 2. Sanksi yang Tegas ........................................................................................ 27 3. Sosialisasi Norma dan Pembinaan Berkelanjutan ....................................... 28

BAB V PENUTUP .............................................................................................. 30 A. Simpulan ........................................................................................................... 30 B. Rekomendasi ..................................................................................................... 30

Page 4: Hak-Hak Yang Terabaikan: Suatu Tinjauan atas Peran Negara terhadap Perlindungan Waktu Kerja dan Waktu Istirahat Kerja Pekerja/Buruh Pada Sektor Industri Rumah Makan

4

HAK – HAK YANG TERABAIKAN: Suatu Tinjauan atas Peran Negara terhadap Perlindungan Waktu Kerja dan Waktu Istirahat Kerja Pekerja/Buruh Pada Sektor Ind ustri Rumah Makan.

RINGKASAN

Industri rumah makan merupakan suatu fenomena yang unik dalam hal pengaturan waktu kerja dan waktu istirahat para Pekerja/Buruh dibandingkan dengan jenis usaha lainnya, mengingat karakteristik jam kerja sektor ini yang justru mencapai puncak kesibukannya di saat sektor lain menikmati waktu istirahat. Temuan lapangan sementara menunjukkan bahwa pemenuhan dan perlindungan terhadap Pekerja/Buruh rumah makan terkait pengaturan waktu kerja dan waktu istirahat seringkali terabaikan. Meskipun secara sekilas tampaknya sepele, namun tidak dapat dipungkiri bahwa pengaturan waktu kerja dan waktu istirahat berhubungan erat dengan pemenuhan kesehatan kerja yang merupakan hak Pekerja/Buruh, yang berdampak pula pada kinerja dan kesejahteraan Pekerja/Buruh. Patut diakui pula bahwa industri rumah makan begitu banyak jumlahnya sehingga jumlah keseluruhan Pekerja/Buruh yang berhadapan dengan permasalahan ini sangatlah besar, dan di sisi lain keberadaan industri ini dan Pekerjanya merupakan penunjang yang tidak terpisahkan dari kegiatan manusia sehari-hari.

Bertolak belakang dari hal di atas, penelitian ini mengangkat tiga permasalahan utama. Pertama, yaitu mengkaji kondisi ketenagakerjaan di Indonesia terkait dengan waktu kerja dan waktu istirahat antara jam kerja para Pekerja/Buruh pada sentor industri rumah makan. Kedua, merumuskan alasan dari terjadinya ketidaksesuaian antara pengaturan mengenai waktu kerja dan waktu istirahat antara jam kerja para Pekerja/Buruh pada sektor industri rumah makan dengan implementasi di lapangan. Dan terakhir, menganalisis langkah yang dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan tersebut.

Dalam meneliti ketiga pokok permasalahan tersebut, Penulis melakukan studi kepustakaan dengan metode yuridis normatif yang bertujuan untuk menemukan solusi atas permasalahan. Dengan beranjak pada pemaparan mengenai hakikat hukum ketenagakerjaan, Penulis menyuguhkan das sollen perlindungan bagi para Pekerja/Buruh. Penulis meninjau pula menganai kesehatan dan keselamatan kerja sebagai salah satu elemen perlindungan Pekerja/Buruh dan kaitannya dengan manajemen waktu kerja dan waktu istirahat yang layak bagi para Pekerja/Buruh, serta jaminan kesehatan dan kaitannya dengan kesehatan dan keselamatan kerja di Indonesia.

Dalam bagian analisis-sintetis, Penulis menemukan bahwa dari hasil penelitian di Kota Depok, yaitu di tujuh rumah makan Kategori I yang terdapat di Margo City, Depok Town Square, ITC Depok, serta di sepanjang Jalan Margonda, permasalahan yang sebagian besar dialami Pekerja/Buruh pada industri rumah makan adalah adanya jam kerja yang panjang, waktu istirahat yang tidak terlalu lama serta belum diikutsertakannya perhitungan upah lembur sesuai peraturan yang berlaku. Dari wawancara terhadap para narasumber yang merupakan pegawai berbagai rumah makan yang diteliti, ditemukan berbagai pola pembagian kerja serta variasi waktu kerja dan waktu istirahat yang semuanya menunjukkan bahwa dalam praktik hak atas

Page 5: Hak-Hak Yang Terabaikan: Suatu Tinjauan atas Peran Negara terhadap Perlindungan Waktu Kerja dan Waktu Istirahat Kerja Pekerja/Buruh Pada Sektor Industri Rumah Makan

5

waktu kerja yang layak dan pemberian waktu istirahat bagi para Pekerja/Buruh pada industri rumah makan kerap kali diabaikan.

Kondisi yang ditemukan Penulis sebenarnya telah diatur dalam UU Ketenagakerjaan dalam ketentuan yang bersifat imperatif, yang artinya merupakan norma yang harus ditaati secara mutlak dan tidak dapat dikesampingkan oleh perjanjian atau peraturan internal perusahaan. Namun, hal ini tetap diabaikan. Dari hasil kajian penulis, ditemukan tiga alasan yang menyebabkan ketidaksesuaian antara pengaturan dan praktik pemberian waktu kerja dan waktu istirahat bagi para Pekerja/Buruh di industri rumah makan, yaitu dari segi struktur hukum karena kurangnya pengawasan dari pemerintah, substansi hukum karena sanksi yang tidak tegas, dan budaya hukum karena adanya penerimaan kurtural dari para pihak yang terlibat.

Untuk memecahkan permasalahan ini, Penulis menyarakankan suatu gagasan sinkronisasi dari segi struktur, substansi, dan budaya hukum agar norma hukum terkait dengan waktu kerja dan waktu istirahat kerja dapat berlaku secara efektif di masyarakat. Beberapa solusi yang diajukan adalah dengan memperkuat peran negara dalam melakukan pengawasan dan perlindungan terhadap Pekerja/Buruh serta memberikan sanksi yang tegas kepada pelanggar. Strategi penerapan dari solusi ini dilakukan dengan memperkuat perangkat pada struktur hukum dengan pengawasan, substansi hukum dengan pengaturan sanksi yang lebih tegas, dan budaya hukum dengan sosialisasi dan pembinaan.

Page 6: Hak-Hak Yang Terabaikan: Suatu Tinjauan atas Peran Negara terhadap Perlindungan Waktu Kerja dan Waktu Istirahat Kerja Pekerja/Buruh Pada Sektor Industri Rumah Makan

6

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan industri dalam kurun waktu empat puluh tahun terakhir tidak

dapat disangkal lagi telah menempatkan para Pekerja/Buruh1 sebagai elemen yang

penting dalam pembangunan nasional. Dengan demikian, sejatinya pembangunan

ketenagakerjaan haruslah berkorelasi positif, bahkan menjadi bagian yang tidak

terpisahkan dari pembangunan nasional. Namun dalam kenyataannya, Pekerja/Buruh

masih menjadi kelompok yang tersubordinasi oleh penguasa dan pengusaha.2 Oleh

karena itu, diperlukan berbagai pengaturan di bidang ketenagakerjaan sehingga hak-

hak dan perlindungan yang mendasar bagi para Pekerja/Buruh dapat terpenuhi.

Salah satu bidang perlindungan yang penting di dalam hukum

ketenagakerjaan adalah perlindungan yang terkait dengan kesehatan kerja

Pekerja/Buruh. Kesehatan kerja merupakan instrumen yang menjaga para

Pekerja/Buruh, perusahaan, lingkungan hidup dan masyarakat sekitar dari bahaya

akibat kecelakaan kerja. Perlindungan tersebut merupakan hak asasi setiap

Pekerja/Buruh yang wajib dipenuhi oleh perusahaan dan dilindungi oleh Pemerintah.

Ironisnya, tingkat kepedulian pengusaha ataupun pihak-pihak yang terkait dalam

proses produksi terhadap kesehatan kerja di bidang jam istirahat kerja Pekerja/Buruh

masih berada pada level bawah. Apalagi terhadap Pekerja/Buruh yang bekerja pada

sektor industri rumah makan.

Para Pekerja/Buruh yang bekerja pada sektor industri rumah makan

seharusnya mendapatkan perhatian khusus mengingat industri tersebut memiliki

spesifikasi jenis pekerjaan yang dapat dikatakan berbeda dengan sektor usaha lainnya

tekait dengan waktu kerja dan waktu istirahat. Pasalnya, waktu istirahat antara jam

kerja (seperti jam makan pada pukul 12.00 -13.00) pada sektor industri kebanyakan

1 Dalam kehidupan sehari-hari masih terdapat beberapa peristilahan mengenai pekerja

seperti: buruh, karyawan atau pegawai. Terhadap peristilahan yang demikian, Darwan Prints menyatakan bahwa maksud dari semua peristilahan tersebut mengandung makna yang sama; yaitu orang yang bekerja pada orang lain dan mendapat upah sebagai imbalannya. Dalam hal ini, penulis mempergunakan istilah Pekerja/Buruh dengan mengacu kepada istilah yang diberikan oleh Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

2 Tim Pengajar Hukum Perburuhan FHUI, Buku Ajar Seri A: Hukum Perburuhan (Depok: FHUI, 2000), hlm. 9.

Page 7: Hak-Hak Yang Terabaikan: Suatu Tinjauan atas Peran Negara terhadap Perlindungan Waktu Kerja dan Waktu Istirahat Kerja Pekerja/Buruh Pada Sektor Industri Rumah Makan

7

lainnya, justru merupakan waktu kerja yang sibuk bagi para Pekerja/Buruh di sektor

industri rumah makan. Temuan lapangan sementara menunjukkan bahwa pemenuhan

dan perlindungan terhadap hak tersebut sering terabaikan.

Fenomena ini jarang diperhatikan oleh Pemerintah sebagai pemangku

kebijakan dan oleh pihak pengusaha sendiri sebagai pelaku usaha. Padahal para

Pekerja/Buruh pada sektor industri rumah makan juga sama-sama manusia yang

secara fisiologis mempunyai kebutuhan yang sama dengan para Pekerja/Buruh di

sektor industri lainnya, yaitu sama-sama memiliki kebutuhan untuk istirahat dan

makan pada waktu yang layak sebagaimana mestinya. Hak untuk menikmati waktu

kerja dan waktu istirahat yang layak adalah hak yang melekat kepada para

Pekerja/Buruh, tanpa dikotak-kotakkan status maupun jenis pekerjaan.

B. Rumusan Permasalahan

Berdasarkan pemaparan yang diuraikan di dalam latar belakang, masalah

yang akan dibahas di dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana kondisi ketenagakerjaan di Indonesia, khususnya terkait dengan

waktu kerja dan waktu istirahat antara jam kerja para Pekerja/Buruh pada sektor

industri rumah makan?

2. Bagaimana langkah yang dapat digunakan jika terjadi ketidaksesuaian antara

pengaturan mengenai waktu kerja dan waktu istirahat para Pekerja/Buruh pada

sektor industri rumah makan dengan implementasi di lapangan?

C. Konstruksi Gagasan/Ide Pokok

Penelitian ini bertitik tolak dari suatu pandangan bahwa waktu bekerja perlu

dibatasi agar Pekerja/Buruh mendapatkan perlindungan untuk mempertahankan dan

mencegah terjadinya penurunan derajat kesehatannya. Bekerja tanpa batas waktu

yang wajar akan sangat merugikan dan melanggar hak asasi Pekerja/Buruh.

Pemberian waktu istirahat yang layak bagi para Pekerja/Buruh, merupakan sebuah

jalan dalam rangka mewujudkan kesehatan dan keselamatan kerja para

Pekerja/Buruh itu sendiri. Hal itu merupakan salah satu usaha untuk menciptakan

kondisi kerja yang kondusif dan menjunjung tinggi harkat dan martabat serta hak

asasi manusia. Artinya, sudah menjadi kewajiban bagi negara untuk memberikan

perlindungan terhadap kesehatan para Pekerja/Buruh, yang dalam hal ini difokuskan

Page 8: Hak-Hak Yang Terabaikan: Suatu Tinjauan atas Peran Negara terhadap Perlindungan Waktu Kerja dan Waktu Istirahat Kerja Pekerja/Buruh Pada Sektor Industri Rumah Makan

8

pada pemberian jam kerja dan jam istirahat bagi para Pekerja/Buruh di sektor

industri rumah makan.

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan sebagai berikut:

a. Menggambarkan praktik waktu kerja dan waktu istirahat antara jam kerja para

Pekerja/Buruh pada sektor industri rumah makan.

b. Mengkaji serta menganalisis langkah-langkah apa yang dapat digunakan ketika

terjadi ketidaksesuaian antara pengaturan dengan implementasi mengenai waktu

kerja dan waktu istirahat antara jam kerja para Pekerja/Buruh pada sektor industri

rumah makan.

2. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan akan memberikan kegunaan sebagai berikut:

1. Bagi Pemerintah, khususnya Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi,

penelitian ini diharapkan dapat memberikan rekomendasi positif terhadap

kebijakan dalam pemberian waktu kerja dan waktu istirahat Pekerja/Buruh.

2. Bagi para pengusaha sektor industri rumah makan, penelitian ini diharapkan

dapat meningkatkan perhatian mereka dan membuat peraturan kerja yang

berorientasi kepada pemenuhan kesehatan kerja para Pekerja/Buruh.

3. Bagi para Pekerja/Buruh, khususnya yang bekerja pada sektor industri rumah

makan, penelitian ini diharapkan akan membangun kesadaran mereka terhadap

hak-hak yang mereka miliki, terkait dengan hak untuk mendapatkan waktu kerja

dan waktu istirahat yang layak.

4. Bagi kalangan akademisi dan masyarakat pada umumnya penelitian ini dapat

menambah khazanah ilmu pengetahuan mengenai Hukum Ketenagakerjaan,

terutama mengenai waktu kerja dan waktu istirahat antara jam kerja para

Pekerja/Buruh yang bertumpu pada temuan lapangan.

Page 9: Hak-Hak Yang Terabaikan: Suatu Tinjauan atas Peran Negara terhadap Perlindungan Waktu Kerja dan Waktu Istirahat Kerja Pekerja/Buruh Pada Sektor Industri Rumah Makan

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

"Katakan kepada saya, bukankah si petani miskin? Bukankah padi menguning sering kali untuk memberi makan orang yang tidak menanamnya?"

– Max Havelaar –

A. Hukum Ketenagakerjaan Pada Umumnya

1. Ruang Lingkup Hukum Ketenagakerjaan

Untuk meninjau mengenai ruang lingkup Hukum Ketenagakerjaan, tentunya

Penulis harus menguraikan pendapat para ahli mengenai definisi dari Hukum

Ketenagakerjaan itu sendiri. Menurut Soetiksno, Hukum Ketenagakerjaan adalah

keseluruhan peraturan hukum mengenai hubungan kerja yang mengakibatkan

seseorang secara pribadi ditempatkan di bawah pimpinan (perintah) orang lain dan

keadaan-keadaan penghidupan yang langsung bersangkut-paut dengan hubungan

kerja tersebut.3 Definisi tersebut selaras dengan Iman Soepomo yang mengatakan

bahwa Hukum Ketenagakerjaan adalah himpunan peraturan, baik tertulis maupun

tidak, yang berkenaan dengan kejadian dimana seseorang bekerja pada orang lain

dengan menerima upah”.4

Jika mengacu kepada rumusan di dalam UU Ketenagakerjaan, bahwa

Pekerja/Buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan

dalam bentuk lain,5 dapat dirumuskan pengertian Hukum Ketenagakerjaan adalah

segala peraturan hukum yang berkaitan dengan tenaga kerja baik sebelum bekerja,

selama atau dalam hubungan kerja, dan sesudah hubungan kerja. Jadi ruang lingkup

Hukum Ketenagakerjaan menjadi lebih luas, tidak hanya berkenaan dengan

hubungan hukum antara Pekerja/Buruh dengan majikan dalam hubungan kerja saja.

2. Sifat Hukum Ketenagakerjaan

Ditinjau dari sifatnya, terdapat dua macam kaedah hukum, yaitu kaedah

hukum yang bersifat imperatif (dwingend recht atau hukum memaksa) dan kaedah

hukum yang bersifat fakultatif (regelend recht, aanvulend recht atau hukum

3 Soetiksno, Hukum Perburuhan (Jakarta: tanpa penerbit, 1977), hlm. 5. 4 Iman Soepomo (b), Pengantar Hukum Perburuhan (Jakarta: Jambatan, 1985), hlm 12. 5 Indonesia, Undang-Undang tentang Ketenagakerjaan, UU No. 13 Tahun 2003, LN. No. 39

Tahun 2003, TLN No. 4279, Pasal 1 butir 3.

Page 10: Hak-Hak Yang Terabaikan: Suatu Tinjauan atas Peran Negara terhadap Perlindungan Waktu Kerja dan Waktu Istirahat Kerja Pekerja/Buruh Pada Sektor Industri Rumah Makan

10

tambahan).6 Menurut Budiono Abdul Rachmad, hukum imperatif adalah hukum yang

harus ditaati secara mutlak, sedangkan hukum fakultatif adalah hukum yang dapat

dikesampingkan (biasanya menurut perjanjian).7

Berkaitan dengan hal tersebut, sebagian besar Hukum Ketenagakerjaan

bersifat imperatif. Kenyataan ini sesuai dengan fungsi dan tujuan Hukum

Ketenagakerjaan untuk (1) mencapai atau melaksanakan keadilan sosial dalam

bidang ketenagakerjaan; dan (2) melindungi tenaga kerja terhadap kekuasaan yang

tidak terbatas dari pengusaha. Dengan membuat atau menciptakan peraturan yang

bersifat memaksa, diharapkan pengusaha tidak bertindak sewenang-wenang terhadap

para tenaga kerja sebagai pihak yang lemah.8

B. Perlindungan Pekerja/Buruh

1. Tinjauan Filosofis Terhadap Konsepsi Perlindungan Pekerja/Buruh

Di Indonesia seperti di negara dunia ketiga lainnya, sistem kapitalisme telah

memasuki segala aspek kehidupan.9 Max Weber bahkan mengemukakan bahwa

Kapitalisme adalah orientasi rasional terhadap keuntungan-keuntungan ekonomi.

Dalam sistem kapitalis, Pekerja/Buruh seringkali ditempatkan menjadi pihak yang

dieksploitasi dan menjadi inferior dalam hubungan dengan penguasa dan pengusaha.

Kondisi demikianlah yang menurut Karl Marx sebagai sumber konflik antara kelas

buruh dengan majikan.10

Membicarakan perlindungan terhadap Pekerja/Buruh haruslah bermula dari

pemahaman terhadap hubungan yang terjadi antara Pekerja/Buruh dengan pengusaha

itu sendiri,11 yang dapat dianalisis dengan teori ketidakseimbangan kompensasi yang

6 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum: Suatu Pengantar, edisi 5, (Yogyakarta: Liberty

Yogyakarta, 2003), hlm. 32. 7 Budiono Abdul Rachmad, Hukum Perburuhan di Indonesia (Jakarta: Raja Grafindo

Persada, 1999), hlm.x. 8 Manulang Sendjun H, Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia (Jakarta: Rineka

Cipta, 1995), hlm. 2. 9 Agnes Widanti, Hukum Berkeadilan Jender: Aksi – Interaksi Kelompok Buruh Perempuan

dalam Perubahan Sosial (Jakarta: Buku Kompas, 2005), hlm. 40 10 Terkait dengan hal tersebut menarik juga untuk menyimak pendapat dari Noam Chomsky.

Di dalam bukunya yang berjudul “Profit over People: Neoliberalism and Global Order”, Chomsky mengkritik sistem politik dan sistem ekonomi kapitalisme. Ia juga mengkiritk neoliberalisme, sistem pro-korporasi dalam kebijakan ekonomi dan politik yang kini memicu perang kelas di seluruh dunia. Noam Chomsky, Profit over People: Neoliberalism and Global Order (New York: Seven Stories Press, 2003).

11 A.S. Finawati, “Buruh di Indonesia: Dilemahkan dan Ditindas,” Teropong: Media Hukum dan Keadilan (Vol.III No.5, Februari, 2004), hlm. 4.

Page 11: Hak-Hak Yang Terabaikan: Suatu Tinjauan atas Peran Negara terhadap Perlindungan Waktu Kerja dan Waktu Istirahat Kerja Pekerja/Buruh Pada Sektor Industri Rumah Makan

11

diperkenalkan oleh M.G Rood. Teori ini bertitik tolak pada pemikiran bahwa

pemberi kerja (pengusaha) dengan penerima kerja (Pekerja/Buruh), baik secara sosial

ekonomi, tidak mempunyai kedudukan yang sama karena penerima kerja sangat

tergantung pada pemberi kerja.12 Kelemahan inilah yang disebut oleh A.A.G Peters

sebagai kelemahan struktural.13

Oleh karena itu, hukum berfungsi untuk mengkompensasi ketidakseimbangan

kedudukan tersebut dengan memberi hak yang lebih banyak kepada pihak yang

lemah dari pada pihak yang kuat, yang dirasa tepat bagi rasa keadilan umum. Hal

tersebut diwujudkan dalam pembentukan perundang-undangan yang bertujuan untuk

melindungi Pekerja/Buruh sebagai pihak yang memiliki kedudukan yang lebih lemah

dibandingkan dengan pihak pengusaha.

Sejatinya, perlindungan terhadap mereka yang memiliki kedudukan lemah

ternyata telah menjiwai Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945 dalam wujud keadilan sosial yang berdasar kekeluargaan14 yang dijabarkan

lebih lanjut di dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

(untuk selanjutnya disebut “UU Ketenagakerjaan”), yang diperkuat 17 Konvensi

Ketenagakerjaan Internasional yang diadopsi Pemerintah pada sidang Organisasi

Ketenagakerjaan Internasional (International Labour Organization – ILO). Di antara

17 konvensi tersebut terdapat 8 konvensi dasar ILO, yang memuat hak-hak dan dan

prinsip-prinsip mendasar di tempat kerja. Salah satu diantaranya adalah hak-hak yang

terkait dengan kesehatan kerja.15

2. Perlindungan Terhadap Pekerja/Buruh

Secara teoritis, perlindungan terhadap Pekerja/Buruh mencakup hal-hal

sebagai berikut:16 Pertama, Norma Keselamatan Kerja, yang meliputi: keselamatan

kerja yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat-alat kerja bahan dan proses

pengerjaanya, keadaan tempat kerja dan lingkungan serta cara-cara melakukan

12 M.G. Rood, dalam Tim Pengajar Hukum Perburuhan FHUI, op.cit., hlm. 89 – 90. 13 A.A.G. Peters dan Koesriani Siswosoebroto, Hukum dan Perkembangan Sosial, Buku Teks

Sosiologi Hukum, Buku III, (Jakarta: Sinar Harapan, 1990), hlm. 69. 14 Lihat pendapat DR. K.R.T. Radjiman Wedyodiningrat dalam Risalah Sidang Badan

Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), (Jakarta: Sekretariat Negara Republik Indonesia, 1995), hlm. 255.

15 Sulistyowati Irianto (ed), Perempuan dan Hukum: Menuju Hukum yang Berperspektif Kesetaraan dan Keadilan (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2006), hlm. 447 – 448.

16 Zainal Asikin (ed) et al. Dasar-Dasar Hukum Perburuhan, Cet.4, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), hlm. 76.

Page 12: Hak-Hak Yang Terabaikan: Suatu Tinjauan atas Peran Negara terhadap Perlindungan Waktu Kerja dan Waktu Istirahat Kerja Pekerja/Buruh Pada Sektor Industri Rumah Makan

12

pekerjaan. Kedua, Norma Kesehatan Kerja dan Heigiene Kesehatan Perusahaan,

yang meliputi: pemeliharaan dan mempertinggi derajat kesehatan kerja, dilakukan

dengan mengatur pemberian obat, perawatan tenaga kerja yang sakit. Ketiga, Norma

Kerja, yang meliputi: perlindungan terhadap tenaga kerja yang bertalian dengan

waktu bekerja, sistem pengupahan, istirahat, cuti, kerja perempuan, anak, kesusilaan

ibadah menurut agama dan kepercayaan masing-masing yang diakui oleh

pemerintah. Keempat, bagi Pekerja/Buruh yang mendapat kecelakaan dan/atau

menderita penyakit kuman akibat pekerjaan, berhak atas ganti rugi perawatan dan

rehabilitasi akibat kecelakaan dan atau penyakit akibat pekerjaan, ahli warisnya

berhak mendapatkan ganti rugi.

Kesehatan kerja merupakan salah satu elemen perlindungan Pekerja/Buruh.

Menurut Suma’mur, kesehatan kerja merupakan rangkaian usaha untuk menciptakan

suasana kerja yang aman dan tentram bagi para karyawan yang bekerja di suatu

perusahaan.17 Kesehatan kerja ini dimaksudkan agar pekerja dan masyarakat sekitar

suatu perusahaan terhindar dari bahaya akibat kerja serta dimungkinkan menikmati

derajat kesehatan setinggi-tingginya18, dijelmakan dalam ketentuan-ketentuan

mengenai waktu kerja, waktu mengaso, dan waktu istirahat.19

C. Waktu Kerja dan Waktu Istirahat Pekerja/Buruh

1. Hak Mendapatkan Waktu Istirahat Yang Layak sebagai Hak Mendasar

Para Pekerja/Buruh

Salah satu hak yang melekat bagi para Pekerja/Buruh adalah hak untuk

mendapatkan waktu istirahat yang layak20, yang tercantum dalam Pasal 7 Konvensi

Internasional Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya.21

17 Helena Purwanto, Kesehatan dan Keselamatan Kerja (Depok: UI Press, 2005), hlm.x. 18 Suma’mur (a), Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (Jakarta: Penerbit Gunung

Agung, 1976), hlm. 1. 19 Iman Soepomo (c), op.cit, hlm. 67. 20 Menurut Darwan Prints, yang dimaksud dengan hak adalah sesuatu yang harus diberikan

kepada seseorang sebagai akibat dari kedudukan atau status dari seseorang, sedangkan kewajiban adalah suatu prestasi baik berupa benda atau jasa yang harus dilakukan oleh seseorang karena kedudukan atau statusnya. Darwan Prints, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2000), hlm. 22-23.

21 Hak-hak untuk mendapatkan kehidupan yang layak bagi para Pekerja/Buruh dan keluarga mereka, meliputi: (1) kondisi kerja yang aman dan sehat; (2) kesempatan yang sama bagi setiap orang untuk dipromosikan ke tingkat yang lebih tinggi dan layak dalam pekerjaannya, tanpa didasari pertimbangan apapun selain senioritas dan kemampuan; serta (3) istirahat, liburan dan pembatasan jam kerja yang wajar, dan liburan yang berkala dengan gaji maupun imbalan-imbalan lain pada hari

Page 13: Hak-Hak Yang Terabaikan: Suatu Tinjauan atas Peran Negara terhadap Perlindungan Waktu Kerja dan Waktu Istirahat Kerja Pekerja/Buruh Pada Sektor Industri Rumah Makan

13

Pembatasan jam kerja dan pemberian waktu istirahat yang layak telah lama

diatur sebagai suatu standar oleh ILO. Hak atas syarat kerja mencakup hak-hak

turunan sebagai berikut: hak atas pembatasan jam kerja, hak atas istirahat, hak atas

hari libur umum, hak atas libur berkala yang dibayar, serta hak atas kondisi kerja

yang sehat dan aman. 22

2. Pentingnya Pembatasan Waktu Kerja dan Pemberian Waktu Istirahat

bagi Pekerja/Buruh

Kerja yang terus menerus dari suatu otot, meskipun bersifat dinamik selalu

diikuti dengan kelelahan, dan diperlukan isirahat untuk pemulihan. Atas dasar

kenyataan seperti itu, maka waktu istirahat dalam kerja atau sesudah kerja sangat

penting. Hal tersebut diperkuat oleh berbagai penelitian mengenai kesehatan kerja di

bidang jam istirahat kerja buruh, salah satu diantaranya adalah penelitian yang

dilakukan oleh Wahyu Ratna Sulistyarini tentang produktivitas kerja karyawan di

CV Sahabat. Dikatakannya bahwa, karyawan CV Sahabat akan bekerja dengan baik

apabila mereka dalam kondisi fisik yang baik, yang mana sangat ditentukan oleh

adanya alokasi jam istirahat yang tepat dan cukup.23

Studi yang dilakukan oleh Sarwo Widodo pun menunjukkan hal yang

demikian. Dalam penelitiannya, Widodo menjelaskan bahwa jam istirahat, termasuk

di dalamnya istirahat antar jam kerja, harus diberikan sesuai dengan beban kerja dan

pada saat yang tepat. Jangan sampai kemudian alokasi jam istirahat yang salah malah

menyebabkan kecelakaan kerja dan menurunnya kesehatan Pekerja/Buruh. Hal

tersebut terkait dengan teori "Domino Kecelakaan” yang dikemukakan oleh HW.

Heinrich yang mengatakan bahwa sebagian besar kecelakaan kerja disebabkan oleh

faktor manusia (unsafe act).24

libur umum. Indonesia telah meratifikasi Konvensi Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant On Economic, Social and Cultural Rights (Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya).

22 Dedi Widjajanto, “Pengaturan Waktu Kerja dan Waktu Istirahat sebagai Perlindungan Bagi Buruh/Pekerja”, Skripsi Sarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok, 2009, hlm.112.

23 Wahyu Ratna Sulistyarini, “Pengaruh Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja Terhadap Produktivitas Kerja Karyawan Pada CV. Sahabat di Klaten,” (Skripsi Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Surakarta, 2006), hlm. 68.

24 Affan Ahmad, “Upaya Mengurangi Kecelakaan di Unit-Unit Kerja Melalui Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja”, Buletin Keselamatan STATUTA (Volume 1 Nomor 1, Agustus – November 2000), hlm. 15.

Page 14: Hak-Hak Yang Terabaikan: Suatu Tinjauan atas Peran Negara terhadap Perlindungan Waktu Kerja dan Waktu Istirahat Kerja Pekerja/Buruh Pada Sektor Industri Rumah Makan

14

Selain terkait dengan kesehatan Pekerja/Buruh itu sendiri, pemberian waktu

istirahat yang cukup juga menentukan produktivitas kerja.25 Menurut Suma’mur,

pada suatu penelitian terhadap pekerjaan yang biasa, tidak terlalu ringan atau berat,

produktivitas mulai menurun setelah 4 jam bekerja26 karena menurunnya kadar

gula di dalam darah. Istirahat setengah jam sesudah 4 jam kerja terus-menerus

sangat penting artinya. Istirahat pendek yang sering dilakukan lebih baik daripada

melakukan istirahat satu kali dalam waktu yang panjang.27

Faktor pemulihan energi sangat penting diperhatikan karena selama proses

kerja terjadi kelelahan. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi pemulihan

energi adalah istirahat dengan periode dan frekuensi yang sesuai dengan beban

kerja.28 Ketidaksesuaian waktu istirahat dengan beban kerja yang diberikan akan

menyebabkan Pekerja/Buruh berada dalam kondisi yang tidak optimal. Kondisi

yang demikian dapat menyebabkan dampak yang negatif, seperti waktu pengerjaan

yang lebih lama, terjadinya produk cacat, timbulnya kecelakaan kerja, dan

sebagainya.29

3. Pengaturan Waktu Kerja dan Waktu Istirahat Kerja di Indonesia

Dalam UU Ketenagakerjaan, perlindungan mengenai hak-hak waktu kerja

dan waktu istirahat termasuk ke dalam kelompok perlindungan norma kerja.

Perlindungan ini dimaksudkan untuk memberikan kepastian Pekerja/Buruh yang

berkaitan dengan norma kerja yang meliputi waktu kerja, mengaso, istirahat (cuti),

lembur dan waktu kerja malam hari bagi Pekerja/Buruh wanita. 30

25 Rudy Satrio, “Modul Instrumen HAM Nasional Hak Atas Kesejahteraan”, Jakarta:

Desember 2004, hlm. 12 – 13. 26 Suma’mur (b), Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan, Cet.4, (Jakarta: CV Haji

Masagung, 1989), hlm. 23. 27 Sedarmayanti, Sumber Daya Manusia dan Produtivitas Kerja (Bandung: Mandar Maju,

2001), hlm. 12 28 Ibid. 29 Sarwo Widodo, “Penentuan Lama Waktu Istirahat Berdasarkan Beban Kerja Dengan

Menggunakan Pendekatan Fisiologis (Studi Kasus: Pabrik Minyak Kayu Putih Krai)”, (Skripsi Sarjana Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2008), hlm 1-2.

30 Berdasarkan Pasal 79 Undang-Undang Ketenagakerjaan, waktu istirahat dan cuti meliputi: a. istirahat antara jam kerja, sekurang-kurangnya setengah jam setelah bekerja selama 4 jam terus

menerus dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja; b. istirahat mingguan 1 hari untuk 6 hari kerja dalam 1 minggu atau 2 hari untuk 5 hari kerja dalam

1 minggu; c. cuti tahunan sekurang-kurangnya 12 hari kerja setelah pekerja/buruh yang bersangkutan bekerja

selama 12 bulan secara terus menerus;

Page 15: Hak-Hak Yang Terabaikan: Suatu Tinjauan atas Peran Negara terhadap Perlindungan Waktu Kerja dan Waktu Istirahat Kerja Pekerja/Buruh Pada Sektor Industri Rumah Makan

15

UU Ketenagakerjaan menyatakan bahwa setiap pengusaha wajib memberi

waktu istirahat dan cuti kepada Pekerja/Buruh, salah satunya adalah waktu istirahat

antara jam kerja. Pasal 79 ayat (2) butir a UU Ketenagakerjaan menggariskan bahwa

istirahat antara jam kerja harus diberikan oleh pengusaha kepada Buruh/Pekerja

sekurang-kurangnya setengah jam setelah bekerja selama 4 (empat) jam terus

menerus. Waktu istirahat tersebut tidak termasuk waktu istirahat di sela-sela jam

kerja.

Selanjutnya, berdasarkan pasal 78 ayat (1) huruf b UU Ketenagakerjaan,

lamanya waktu kerja lembur pada hari kerja biasa, maksimum 3 jam per-hari atau

secara kumulatif selama 14 jam per-minggu. Jumlah total waktu kerja yang

diperbolehkan menurut UU Ketenagakerjaan adalah 40 jam/minggu. Perusahaan

yang mempekerjakan Pekerja/Buruh melebih batas waktu tersebut wajib

membayarkan upah lembur. Apabila perusahaan tidak memberikan upah lembur atau

melanggar ketentuan mengenai waktu kerja dan waktu istirahat kerja, maka

perusahaan tersebut bisa terkena sanksi pidana/administratif.31

Setidaknya ada tiga hal yang harus dipertimbangkan dalam pemberian waktu

kerja dan waktu istirahat. Pertama, Aspek Fisiologis. Dengan waktu tersebut

Pekerja/Buruh dapat melakukan istirahat dengan cukup untuk memulihkan fisik dari

pekerjaan yang monoton. Kedua, Aspek Psikologis. Waktu istirahat dipertimbangkan

pada jam-jam tersebut adalah waktu yang tepat karena bertepatan dengan waktu

makan (siang, pagi dan malam), juga bertepatan dengan waktu-waktu ibadah. Ketiga,

Aspek Sosiologis. Waktu istirahat dapat memberikan kesempatan bagi bekerja untuk

berinteraksi dengan sesama Pekerja/Buruh.

D. Jaminan Kesehatan dan Kaitannya dengan Kesehatan dan Keselamatan

Kerja di Indonesia

d. istirahat panjang sekurang-kurangnya 2 bulan dan dilaksanakan pada tahun ketujuh dan kedelapan masing-maisng 1 bulan bagi pekerja/buruh yang telah bekerja selama 6 Tahun berturut-turut pada perusahaan yang sama dengan ketentuan pekerja/buruh tersebut tidak berhak lagi atas istirahat tahunannya dalam 2 tahun berjalan dan selanjutnya berlaku untuk setiap kelipatan masa kerja 6 tahun.

31 Pasal 187 ayat (1) UU Ketenagakerjaan menyatakan, “Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2), Pasal 44 ayat (1), Pasal 45 ayat (1), Pasal 67 ayat (1), Pasal 71 ayat (2), Pasal 76, Pasal 78 ayat (2), Pasal 79 ayat (1), dan ayat (2), Pasal 85 ayat (3), dan Pasal 144, dikenakan sanksi pidana kurungan paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).”

Page 16: Hak-Hak Yang Terabaikan: Suatu Tinjauan atas Peran Negara terhadap Perlindungan Waktu Kerja dan Waktu Istirahat Kerja Pekerja/Buruh Pada Sektor Industri Rumah Makan

16

1. Jaminan Kesehatan Sebagai Bentuk Pemenuhan Kesehatan dan

Keselamatan Kerja Pekerja/Buruh

Kesehatan dan keselamatan kerja bagi para Pekerja/Buruh tidak hanya

terbatas pada usaha pencegahan, namun termasuk pula pengamanan atas resiko32

berupa gangguan kesehatan dan keselamatan kerja yang mungkin timbul baik di

masa kini maupun di masa depan. Pembatasan waktu kerja dan pemberian waktu

istirahat merupakan usaha preventif untuk mencegah Pekerja/Buruh dari kelelahan

dan penyakit yang belum terjadi.

Namun ketika Pekerja/Buruh sudah jatuh sakit, tentu harus ada

perlindungan untuk mengamankan resiko kesehatan dan keselamatan kerja yang

diberikan kepada mereka. Salah satunya adalah melalui program jaminan

kesehatan33 yang diberikan oleh pemberi kerja kepada para Pekerja/Buruh. Secara

umum, jaminan kesehatan adalah jaminan terhadap resiko dikeluarkannya ongkos

medis oleh individual. Filosofi dasar dari jaminan kesehatan adalah keadilan sosial,

di mana kesehatan yang dapat memungkinkan Pekerja/Buruh menjalani kehidupan

yang produktif secara sosial dan ekonomi harus dijamin.34

2. Pengaturan Jaminan Kesehatan Bagi Pekerja/Buruh di Indonesia

Jaminan sosial merupakan hak asasi setiap warga negara sebagaimana

tercantum dalam UUD 1945 Pasal 27 ayat (2)35 tentang pekerjaan dan penghidupan

yang layak, Pasal 28H ayat (3)36 mengenai hak terhadap jaminan sosial dan Pasal

32 Risiko adalah potensi kehilangan atau kerugian. Risiko dapat dibedakan atas tiga (3) hal:

yaitu risiko finansial, risiko operasional dan risiko murni. Etter, I.B., “Safety Committees: The Eyes and Ears of a Good Safety Program”, Safety & Health, (Volume 148 Tahun 1994 No. 5), hlm. 4.

33 Jaminan kesehatan merupakan bagian dari sistem jaminan sosial. Jaminan sosial sendiri memiliki pengertian yaitu sebuah sistem proteksi bagi komunitas khususnya tenaga kerja melalui fungsi manajemen risiko yang antara lain melakukan identifikasi, analisis dan mitigasi risiko untuk penanganan yang efektif terhadap peristiwa-peristiwa sakit, kecelakaan, kematian prematur, pemutusan hubungan kerja (PHK) sebelum usia pensiun dan PHK karena usia pensiun. Bambang Purwoko, “Sistem Jaminan Sosial: Asas, Prinsip, Sifat Kepesertaan dan Tata Kelola Penyelenggaraan di Berbagai Negara”, Makalah disampaikan dalam Seminar Sehari Sosialisasi Program Jamsostek yang diselenggarakan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan PT. Jamsostek pada tanggal 15 Desember 2010 di Hotel Mulya, Jakarta., hlm. 2.

34 George Pickett dan John J. Harlon, Kesehatan Masyarakat Administrasi dan Praktik (Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1995), hlm. 7

35 Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 berbunyi, “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.”

36 Pasal 28H ayat (3) UUD 1945 berbunyi, “Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat.”

Page 17: Hak-Hak Yang Terabaikan: Suatu Tinjauan atas Peran Negara terhadap Perlindungan Waktu Kerja dan Waktu Istirahat Kerja Pekerja/Buruh Pada Sektor Industri Rumah Makan

17

34 ayat (2)37 tentang jaminan sosial bagi masyarakat tidak mampu. Di sini terlihat

bahwa Pemerintah seharusnya berperan dan bertanggung jawab untuk mendorong

terselenggaranya program jaminan sosial itu.38

Sejak Oktober 2004, Indonesia memiliki Undang-undang Sistem Jaminan

Sosial Nasional (UU SJSN).39 Jaminan Kesehatan merupakan bagian dari sistem

ini. Pasal 19 – pasal 28 UU SJSN ini mengatur mengenai Jaminan Kesehatan, yang

diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dan prinsip

ekuitas40, sehingga Jaminan Kesehatan diberikan bagi setiap orang yang telah

membayar iuran.41 Selain itu, UU Jaminan Sosial Tenaga Kerja juga mewadahi

jaminan kesehatan dalam program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan.42

Jaminan Pemeliharaan Kesehatan yang diberikan berdasarkan UU

Jamsostek melingkupi pencegahan, pelayanan di klinik kesehatan, rumah sakit,

kebutuhan alat bantu peningkatan fungsi organ tubuh, dan pengobatan, secara

efektif dan efisien. Setiap tenaga kerja yang telah mengikuti program JPK akan

diberikan KPK (Kartu Pemeliharaan Kesehatan) sebagai bukti diri untuk

mendapatkan pelayanan kesehatan.43

3. Hubungan Pemenuhan Kesehatan dan Keselamatan Kerja dengan

Jaminan Kesehatan Pekerja/Buruh

Baik pemenuhan kesehatan dan keselamatan kerja maupun jaminan

kesehatan merupakan suatu usaha integral yang saling bergantung satu sama lain

37 Pasal 34 ayat (2) UUD 1945 berbunyi, “Negara mengembangkan sistem jaminan sosial

bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.”

38 Sulastomo, Manajemen Kesehatan (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2000), hlm. 302. 39 Indonesia, Undang-Undang tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, UU No. 40 Tahun

2004, LN No. 150 Tahun 2004, TLN No. 4456). 40 Pendekatan asuransi sosial atau compulsory social insurance dibiayai dari kontribusi/premi

yang dibayarkan oleh setiap tenaga kerja dan atau pemberi kerja. Kontribusi/ premi dimaksud selalu harus dikaitkan dengan tingkat pendapatan/ upah yang dibayarkan oleh pemberi kerja. Yamil Ch. Agoes Achir, “Jaminan Sosial Nasional Indonesia”, Jurnal Ekonomi Rakyat (Tahun I No. 7, September 2002).

41 Pasal 19 Undang-Undang No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. 42 Perusahaan yang mempunyai pekerja sebanyak 10 (sepuluh) orang atau lebih dan juga

mengeluarkan untuk menggaji pekerjaannya sebesar 1 (satu) juta rupiah untuk setiap bulannya wajib mendaftarkan Pekerja/Buruh yang bekerja padanya dalam program Jamsostek. Sumber: http://www.jamsostek.co.id/ \content /i.php? mid=3&id=16.

43 Website Resmi Jamsostek, “Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan” http://www.jamsostek.co.id/content/i.php?mid=3&id=16, diakses pada 19 Oktober 2011.

Page 18: Hak-Hak Yang Terabaikan: Suatu Tinjauan atas Peran Negara terhadap Perlindungan Waktu Kerja dan Waktu Istirahat Kerja Pekerja/Buruh Pada Sektor Industri Rumah Makan

18

untuk terpenuhinya kesehatan kerja.44 Kedua hal ini haruslah dilakukan secara

selaras, dengan titik berat pada usaha preventif.45 Kelelahan kerja yang disebabkan

tidak terpenuhinya standar kesehatan dan keselamatan kerja akan menyebabkan

inefisiensi dari pemenuhan jaminan kesehatan itu sendiri.

Selain itu, terdapat limitasi dari resiko yang ditanggung dalam Jaminan

Kesehatan ini, yang menyebabkan tidak terlindunginya kepentingan

Pegawai/Buruh secara utuh karena gangguan kesehatan yang tidak dijamin tersebut

harus ditanggulangi secara mandiri oleh Pegawai/Buruh sekalipun disebabkan

tidak terpenuhinya standar kesehatan dan keselematan kerja.

E. Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual merupakan kerangka yang menggambarkan hubungan

antara konsep-konsep khusus yang ingin atau akan diteliti.46 Di dalam penelitian

ini, dirumuskan serangkaian definisi operasional sebagai berikut.

1. Tenaga Kerja

Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna

menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri

maupun untuk masyarakat.47

2. Buruh/Pekerja

Dewasa ini, istilah Buruh telah diganti dengan Pekerja karena istilah lebih

cenderung menunjuk pada golongan yang selalu ditekan dan berada di bawah

pihak lain yakni majikan.48 Dalam hal ini, Penulis mempergunakan istilah

Pekerja/Buruh dengan mengacu kepada istilah yang diberikan oleh UU

Ketenagakerjaan yang menyatakan bahwa Pekerja/Buruh adalah setiap orang

yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.

44 A.A. Anwar Prabu Mangkunegara, Manajemen Sumber Daya Manusia Perubahan

(Jakarta: Remaja Rosdakarya, 2000), hlm. 161. 45 Silalahi menyatakan bahwa cara menanggulangi kesehatan dan kecelakaan kerja adalah

dengan meniadakan unsur penyebab gangguan kesehatan dan kecelakaan dan atau mengadakan pengawasan yang ketat. Rumendang B. Silalahi, Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, (Jakarta: Lembaga PPM, 1995), hlm. 89.

46 Soerjono Soekanto (a), Pengantar Penelitian Hukum, Cet.3, (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press), 1986), hlm.132.

47 Indonesia, op.cit. Pasal 1 ayat (2) UU Ketenagakerjaan. 48 Lalu Husni, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia (Jakarta: Raja Grafindo Persada, Jakarta,

2000), hlm. 22.

Page 19: Hak-Hak Yang Terabaikan: Suatu Tinjauan atas Peran Negara terhadap Perlindungan Waktu Kerja dan Waktu Istirahat Kerja Pekerja/Buruh Pada Sektor Industri Rumah Makan

19

3. Pengusaha

Pasal 1 angka 5 UU Ketenagakerjaan49 menjelaskan pengertian

Pengusaha yakni: (a) orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang

menjalankan suatu perusahaan50 milik sendiri; (b) orang perseorangan,

persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan

perusahaan bukan miliknya; (c) orang perseorangan, persekutuan, atau badan

hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud

dalam huruf a, b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.

4. Industri Rumah Makan

Industri Rumah Makan mencakup kegiatan yang menyediakan jasa

makanan untuk konsumen, baik dilayani maupun swalayan atau diantar.

Termasuk penyiapan dan penyajian makanan untuk dikonsumsi segera dari

restoran, kafetaria, restoran cepat saji, kereta penjaja es krim, kendaraan

bermotor atau tidak bermotor, kereta makan keliling dan penyediaan makanan

dalam kedai pasar. Juga termasuk kegiatan restoran yang terdapat dalam sarana

angkutan, bila dilaksanakan oleh unit ekonomi yang terpisah.51

49 Lihat pula rumusan di dalam Pasal 1 butir 6 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004. 50 Adapun pengertian Perusahaan mengacu pada Pasal 1 angka 6 UU Ketenagakerjaan: (a)

setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum, baik milik swasta maupun milik negara yang mempekerjakan pekerja/buruh dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain; (b) Usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.

51 Definisi tersebut didasarkan kepada pembagian sektor industri yang dilakukan oleh Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Industri Rumah Makan termasuk ke dalam Kategori I, lihat: Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (a), Buku Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia, 2009, hlm. 279 – 281.

Page 20: Hak-Hak Yang Terabaikan: Suatu Tinjauan atas Peran Negara terhadap Perlindungan Waktu Kerja dan Waktu Istirahat Kerja Pekerja/Buruh Pada Sektor Industri Rumah Makan

20

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan di dalam penelitian ini adalah penelitian

yuridis normatif yang bertumpu kepada studi kepustakaan. Tipe penelitian yang

digunakan menurut sifatnya adalah penelitian deskriptif karena memberikan data

yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan, atau gejala-gejala lainnya dengan

maksud terutama untuk mempertegas hipotesa, memperkuat teori lama, atau untuk

menyusun teori baru.52 Menurut bentuknya, penelitian ini adalah penelitian

prespkriptif sedangkan menurut tujuannya adalah penelitian untuk menemukan

solusi atas permasalahan.

Jenis data yang digunakan adalah data sekunder yang terdiri dari bahan

hukum primer, sekunder, dan tersier.53 Bahan hukum primer yang Penulis

pergunakan adalah berbagai peraturan perundang-undangan yang terkait dengan

permasalahan yang tengah dibahas. Adapun bahan hukum sekunder yang

dipergunakan adalah berbagai literatur seperti buku, artikel, media massa, makalah

serta jurnal ilmiah yang terkait dengan masalah yang tengah dibahas. Bahan

hukum tersier yaitu bahan yang Penulis peroleh dari ensiklopedia, kamus, dan

berbagai bahan yang dapat memberikan petunjuk dan penjelasan mengenai bahan

hukum primer dan bahan hukum sekunder.

Metode analisis data yang dipergunakan di dalam penelitian ini adalah

dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif digunakan

karena penelitian ini mencoba untuk membangun atau menghasilkan sebuah teori

dari bawah (induktif). Peneliti mengumpulkan data/informasi, kemudian

mengklasifikasi data berdasarkan kategori-kategori dalam upaya menemukan pola

atas realitas/gejala yang terjadi.54 Selanjutnya, penelitian yang dihasilkan di dalam

penelitian ini berbentuk deskriptif analisis.

52 Soerjono Soekanto (b), op.cit., hlm. 10. 53 Ibid., hlm. 32. 54 John W. Creswell, Research Design: Qualitative and Quantitative Approach, (Sage

Publication. Inc.: 1994), hlm. 5.

Page 21: Hak-Hak Yang Terabaikan: Suatu Tinjauan atas Peran Negara terhadap Perlindungan Waktu Kerja dan Waktu Istirahat Kerja Pekerja/Buruh Pada Sektor Industri Rumah Makan

21

BAB IV

ANALISIS – SINTESIS

A. Praktik Pemberian Waktu Kerja dan Waktu Istirahat A ntara Jam Kerja

Pada Pekerja/Buruh Industri Rumah Makan

1. Gambaran Lokasi Penelitian

Sebagai kota penyangga Ibukota, Depok merupakan salah satu kota yang

termasuk ke dalam lokasi padat penduduk. Berdasarkan data Pemerintah Kota

Depok, kepadatan pendudukan kota Depok berjumlah 1.374.522 jiwa, dan sebagian

besar tersentralisasi di daerah jalan Margonda dan sekitarnya.55 Kepadatan penduduk

yang demikian banyak otomatis menyebabkan tingkat kebutuhan penduduk akan

makanan dan rumah makan menjadi semakin tinggi. Hal tersebut ditandai dengan

maraknya rumah makan yang berdiri di Depok, khususnya di sepanjang Jalan

Margonda. Atas dasar itulah Penulis memilih Kota Depok sebagai tempat yang

dijadikan objek penelitian ini.

Rumah makan yang menjadi objek penelitian ini dibatasi hanya pada rumah

makan yang terdapat di Margo City, Depok Town Square, ITC Depok, dan rumah

makan yang berada di sepanjang Jalan Margonda, Depok. Adapun kriteria rumah

makan yang menjadi objek penelitian Penulis adalah rumah makan yang termasuk ke

dalam kategori I berdasarkan penggolongan yang dilakukan oleh Kementerian

Tenaga Kerja dan Transmigrasi di dalam buku, “Klasifikasi Baku Lapangan Usaha

Indonesia Tahun 2009.”56

2. Hasil Temuan

Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa permasalahan yang sebagian

besar dialami Pekerja/Buruh pada industri rumah makan adalah jam kerja yang

panjang, waktu istirahat yang tidak terlalu lama, serta belum diikutsertakannya

perhitungan upah lembur sesuai peraturan yang berlaku.57 Jam kerja yang panjang

55 Pemerintah Kota Depok, “Demografi Kota Depok Tahun 2005,”

http://www.depok.go.id/profil-kota/demografi, diunduh 1 Oktober 2011. 56 Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (a), op.cit. 57 Hasil yang sama juga terungkap dari penelitian yang pernah dilakukan oleh Ratna Dewi

Wuryandari terkait dengan waktu kerja dan waktu kerja para pekerja yang bekerja di perusahaan waralaba. Lihat: Ratna Dewi Wuryandari, “ Kajian Perlindungan Hak-hak Pekerja Pada Perusahaan Waralaba”, http://www.depnakertrans.go.id/litbang.html,50,naker, diunduh 6 Oktober 2011.

Page 22: Hak-Hak Yang Terabaikan: Suatu Tinjauan atas Peran Negara terhadap Perlindungan Waktu Kerja dan Waktu Istirahat Kerja Pekerja/Buruh Pada Sektor Industri Rumah Makan

22

dan waktu istirahat pendek ini terjadi karena sebagian besar Pekerja/Buruh yang

diwawancarai adalah pekerja di bagian operasional rumah makan yang

membutuhkan pelayanan yang tinggi. Pada beberapa kasus ditemukan bahwa waktu

kerja tergantung pada waktu tutupnya rumah makan tersebut. Pekerja/Buruh

mempunyai posisi tawar yang lemah sehingga kondisi jam kerja yang panjang

dirasakan sebagai suatu konsekuensi bekerja pada rumah makan tersebut.

Di sektor industri rumah makan ini waktu istirahat berkisar antara 30 menit

sampai dengan 1 jam sehari dan kebanyakan diberikan jauh setelah waktu makan

siang. Pada beberapa kasus, kendati telah diatur di dalam kontrak kerja, waktu

istirahat di industri rumah makan tidak menentu dan tergantung pada pekerjaannya.

Pada kasus yang lain, para Pekerja/Buruh istirahat pada saat tidak ada pelanggan

dan makan dilakukan secara bergilir.58 Hal ini tentunya menimbulkan

keperihatinan karena dengan waktu kerja mereka yang demikian, jaminan terhadap

waktu istirahat, waktu makan, dan waktu untuk melaksanakan sholat bagi para

Pekerja/Buruh yang beragama Islam menjadi terabaikan.

Hasil temuan selengkapnya akan Penulis uraikan sebagai berikut:

Pertama, Rumah Makan D’Cost Cabang ITC Depok.

Dalam sebuah wawancara yang dilakukan oleh Penulis dengan salah satu

Pekerja/Buruh D’Cost Cabang ITC, Depok, Pekerja/Buruh tersebut mengatakan

bahwa waktu kerja mereka terbagi ke dalam dua shift yaitu shift pertama dari jam

10.00 WIB sampai jam 15.00 WIB, dan shift kedua dari jam 15.00 WIB sampai

jam 20.00 WIB. Berdasarkan hasil wawancara tersebut, ditemukan fakta lapangan

bahwa para Pekerja/Buruh tersebut bekerja secara terus menerus dari selama 5

jam (yaitu 10.00 – 15.00, dan 15.00 – 20.00) tanpa istirahat.

58 Hal tersebut juga terungkap di dalam penelitian yang telah dilakukan oleh Tianggur Sinaga

terkait dengan kondisi kerja para Pekerja/Buruh yang bekerja di sektor-sektor ekonomi informal. Lihat: Tianggur Sinaga, “ Studi Hubungan Kerja Pada Usaha-usaha Ekonomi Informal,” http://www.depnakertrans.go.id/litbang.html,56,naker, diunduh 6 Oktober 2011.

Page 23: Hak-Hak Yang Terabaikan: Suatu Tinjauan atas Peran Negara terhadap Perlindungan Waktu Kerja dan Waktu Istirahat Kerja Pekerja/Buruh Pada Sektor Industri Rumah Makan

23

Kedua, Hoka-Hoka Bento Cabang Depok Town Square

Berdasarkan wawancara Penulis dengan salah seorang Pekerja/Buruh,

diketahui bahwa terdapat 4 shif kerja yang diberlakukan di Hoka-Hoka Bento,

dengan waktu kerja selama 7 jam untuk setiap shiftnya. Shitf pertama dimulai

pada pukul 8.00 – 15.00 WIB, shift kedua pada pukul 15.00 – 21.00 WIB, shift

ketiga pada pukul 16.00 – 23.00 WIB, dan shift terakhir pada pukul 23.00 – 07.00

WIB. Untuk shift terakhir, Pekerja/Buruh tersebut menjelaskan bahwa shift

tersebut hanya diberlakukan untuk para Pekera/Buruh laki-laki.

Fakta menarik yang Penulis temukan adalah dengan jam kerja dan jam

istirahat demikian, para Pekerja/Buruh kerap kali terlambat makan. Hal tersebut

sangat berpengaruh kepada kesehatan para Pekerja/Buruh sehingga banyak

diantara mereka yang mengalami penyakit maag. Keadaan tersebut tentunya amat

memprihatinkan karena kesehatan kerja menjadi terbengkalai.

Ketiga, Pizza Hut Cabang Margo City Depok

Kondisi kerja yang paling baik Penulis temukan di Pizza Hut Cabang

Margo City, Depok. Terdapat kurang lebih 50 Pekerja/Buruh yang bekerja di

rumah makan tersebut. Jam kerja di rumah makan tersebut terbagi ke dalam 4

shift, dengan durasi jam kerja 9 jam untuk masing-masing shift, yaitu (1) shift

pertama dimulai dari pukul 07.00 WIB, (2) shift kedua pukul 09.00 WIB, (3) shift

ketiga pukul 11.00 WIB, dan (4) shift keempat pukul 13.00 WIB. Setelah bekerja

selama 4 – 5 jam, para Pekerja/Buruh mendapatkan waktu istirahat selama satu

jam. Mereka juga diberikan makanan catering dan tempat istirahat khusus untuk

para Pekerja/Buruh, baik yang bertugas sebagai pelayan (mereka menyebutnya

“orang depan”) ataupun para juru masak (“orang belakang”). Selain itu, mereka

juga mendapatkan waktu libur 2 hari selama seminggu yang dapat mereka pilih

pada hari kerja (weekday).

Keempat, Solaria Cabang Margo City Depok lantai 1

Waktu kerja rumah makan Solaria terbagi ke dalam 2 shift dengan waktu

kerja selama 8 jam untuk masing-masing shift. Jatah hari libur satu hari dalam

seminggu yang diberikan pada hari kerja (weekday). Tidak ada pengaturan yang

tegas mengenai waktu istirahat kerja. Waktu istirahat kerja diberikan secara

Page 24: Hak-Hak Yang Terabaikan: Suatu Tinjauan atas Peran Negara terhadap Perlindungan Waktu Kerja dan Waktu Istirahat Kerja Pekerja/Buruh Pada Sektor Industri Rumah Makan

24

fleksibel dan dilakukan secara bergiliran. Karena tidak disediakan makanan

(catering) bagi para Pekerja/Buruh, mereka harus membeli dan mencari sendiri

makanan di luar rumah makan tersebut. Hal ini dapat menjadi catatan tersendiri

terkait dengan jarak antara rumah makan tempat Pekerja/Buruh bekerja, dengan

tempat dimana mereka makan dan membeli makanan. Tentunya bukan hal yang

mudah untuk mencari makan, makan, dan kembali ke tempat kerja dalam waktu

istirahat yang sebentar.

Kelima, Ramen 21 Margo City Depok

Terdapat 2 shift yaitu shift pertama pada pukul 09.00 – 19.00 WIB dan

shift kedua pada pukul 12.00 – 21.00 WIB (bahkan sering sampai pukul 21.30

WIB). Libur diberikan 1 hari dalam seminggu pada hari kerja selain hari jumat

sampai minggu. Waktu istirahat pada hari kerja (weekday) dan akhir pekan

(weekend) berbeda. Pada akhir pekan (Sabtu-Minggu), istirahat diberikan selama

1 jam, yaitu diantara pukul 13.00 sampai 15.00 WIB. Sedangkan pada hari kerja

biasa (Senin-Jumat), libur diberikan selama 2 jam, pada kisaran jam yang sama.

Namun demikian, waktu istirahat tersebut kerap tidak dapat dinikmati oleh para

juru masak mengingat keterbatasan personil dan pesanan makanan yang terus

menerus.

Keenam, Baskin and Robins (BnR) Cabang Depok Town Square

Pada satu booth BnR cabang Depok Town Square, terdapat tiga orang

Pekerja/Buruh yang waktu kerjanya dibagi ke dalam tiga shift kerja, yaitu (1)

shift 1 dimulai pada pukul 08.00 – 16.00 WIB, (2) shift 2 pada pukul 12.00 –

20.00 WIB, dan (3) shift 3 pada pukul 13.30 – 21.30 WIB. Istirahat diberikan

kepada Pekerja/Buruh selama satu jam setelah Pekerja/Buruh shift berikutnya

telah datang. Contohnya Pekerja/Buruh pada shift pertama akan beristirahat

ketika Pekerja/Buruh shift kedua datang, yaitu pada pukul 12.00. Begitu pula

dengan waktu Istirahat Pekerja/Buruh berikutnya.

Libur diberikan selama satu hari dalam satu minggu yang harinya dapat

dipilih sendiri oleh Pekerja/Buruh dengan catatan bahwa hari libur tersebut

jatuh pada hari kerja (weekday). Selain libur mingguan tersebut, mereka juga

mendapatkan libur tahunan selama 12 hari, dengan catatan tidak dapat diberikan

Page 25: Hak-Hak Yang Terabaikan: Suatu Tinjauan atas Peran Negara terhadap Perlindungan Waktu Kerja dan Waktu Istirahat Kerja Pekerja/Buruh Pada Sektor Industri Rumah Makan

25

sekaligus. Artinya, tidak dapat libur selama 12 hari berturut, tetapi dilakukan

pada hari yang berlainan.

Hal yang penting untuk menjadi catatan adalah tidak disediakannya

tempat duduk bagi para Pekerja/Buruh sehingga mereka terpaksa berdiri

sepanjang waktu kerja. Ketika Penulis mengungkapkan keprihatinan Penulis

terhadap kondisi kerja tersebut, mereka hanya mengatakan, “…ya mau gimana

lagi mba, itu kan sudah resiko pekerjaan kami. Kalau capek biasanya kita duduk

selonjoran di lantai, itu juga jangan sampai ketahuan sama manajer.”

Ketujuh, Pecel Lela Cabang Jalan Margonda (1), Depok

Penulis menemukan kondisi yang paling mengkhawatirkan pada rumah

makan Pecel Lela. Di rumah makan tersebut, tidak ada pembagian waktu kerja

berdasarkan shift. Para Pekerja/Buruh laki-laki bekerja dari pukul 11.00 –23.00

WIB malam. Sementara para Pekerja/Buruh perempuan dari pukul 9.00 – 21.00

WIB. Dengan jam kerja lebih dari 12 jam, mereka hanya diberikan waktu

istirahat satu kali selama satu jam, yaitu pada siang hari.

Jumlah Pekerja/Buruh yang bekerja berjumlah 21 orang. Hari kerja 6

hari seminggu dengan waktu libur satu hari pada hari biasa (weekday).

Pekerja/Buruh dapat memilih sendiri hari liburnya pada hari biasa, tapi tidak

diperbolehkan untuk libur pada hari sabtu atau minggu (weekend). Disediakan

tempat istirahat dan makanan catering bagi Pekerja/Buruh.

Berdasarkan pemaparan hasil temuan tersebut, dapat diketahui bahwa, di

dalam praktik hak atas waktu kerja yang layak dan pemberian waktu istirahat bagi

para Pekerja/Buruh pada industri rumah makan kerap kali diabaikan. Penulis

mengkhawatirkan bahwa fenomena ini bagaikan sebuah gunung es, artinya hanya

sedikit yang mencuat ke permukaan sementara keadaan yang sebenarnya adalah

lebih parah. Hal ini tentu saja tidak dapat dibiarkan dan dibenarkan dengan alasan

apapun. Terlebih lagi UU Ketenegakerjaan dengan tegas telah mengatur mengenai

pemberian waktu kerja dan waktu istirahat bagi para Pekerja/Buruh. Aturan

tersebut tentunya tidak dapat dipandang sepele dan tidak dapat dikesampingkan

begitu saja mengingat ada ancaman sanksi pidana dan/atau denda bagi para

pelanggarnya.

Page 26: Hak-Hak Yang Terabaikan: Suatu Tinjauan atas Peran Negara terhadap Perlindungan Waktu Kerja dan Waktu Istirahat Kerja Pekerja/Buruh Pada Sektor Industri Rumah Makan

26

Terkait dengan hal tersebut, Pasal 187 ayat (1) UU Ketenagakerjaan

menyatakan:

“Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2), Pasal 44 ayat (1), Pasal 45 ayat (1), Pasal 67 ayat (1), Pasal 71 ayat (2), Pasal 76, Pasal 78 ayat (2), Pasal 79 ayat (1), dan ayat (2), Pasal 85 ayat (3), dan Pasal 144, dikenakan sanksi pidana kurungan paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).”59

Dengan demikian jelas bahwa norma yang terkandung di dalam ketentuan

mengenai waktu kerja dan waktu istirahat antara jam kerja adalah norma yang

bersifat imperatif. Artinya, norma tersebut harus ditaati secara mutlak dan tidak

dapat dikesampingkan oleh perjanjian atau peraturan internal perusahaan.60 Hal ini

sesuai dengan paradigma yang melandasari Hukum Ketenagakerjaan, yakni

perlindungan terhadap Pekerja/Buruh sebagai kompensasi atas ketidaksamaan

kedudukannya dengan pengusaha. Disinilah peran negara, khususnya Pemerintah,

untuk melindungi dan memastikan hukum yang bersifat memaksa tersebut dipatuhi

oleh para pengusaha sehingga Pekerja/Buruh sebagai pihak yang lemah, dapat

dilindungi.

B. Ketika Das Sein Berbenturan dengan Das Sollen

1. Pelanggaran HAM Secara Terang-Terangan

Ketika menganalisis ketidaksesuaian praktik waktu kerja dan waktu

istirahat sebagaimana telah dikemukakan, kita tentunya akan terlibat dalam

diskursus klasik mengenai benturan antara yang sejogjanya terjadi (das sein) dan

kenyataan yang senyatanya terjadi (das sollen).61 Secara yuridis-formal, jaminan

terhadap hak para Pekerja/Buruh, termasuk hak mengenai waktu kerja dan waktu

istirahat – sekalipun oleh berbagai kalangan dianggap belum memadai – telah

diberikan; namun acapkali tersendat di tingkat praktik.

59 Indonesia, op.cit, pasal 187 ayat (1). 60 Lihat: Budiono Abdul Rachmad, op.cit. 61 Dalam konteks yang agak berbeda, Soejono Soekanto dan Purnadi Purbacaraka

mengatakan bahwa sebagai suatu sistem ajaran, maka disiplin hukum mencakup antara lain (1) ajaran yang menentukan apakah yang seyogjanya atau seharusnya dilakukan (perskriptif), maupun (2) yang senyatanya dilakukan (deskriptif) di dalam hidup. Soerjono Soekanto dan Purnadi Purbacaraka, Sendi-Sendi Ilmu dan Tata Hukum, Cet.6, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1993), hlm. 1.

Page 27: Hak-Hak Yang Terabaikan: Suatu Tinjauan atas Peran Negara terhadap Perlindungan Waktu Kerja dan Waktu Istirahat Kerja Pekerja/Buruh Pada Sektor Industri Rumah Makan

27

Dalam tataran normatif, telah ada pengaturan yang jelas mengenai

pemberian waktu kerja dan waktu istirahat kerja bagi para Pekerja/Buruh.

Persoalan muncul tatkala terjadi kesenjangan diantara produk hukum tersebut

dengan kenyataan yang terjadi di lapangan. Meminjam istilah Aswab Mahasin,

titik soalnya adalah bagaimana mentransformasikan jaminan hak asasi manusia

dari “konstitusionalisme ke kenyataan struktural”, sebab yang nampak terlihat

adalah adanya kesenjangan antara konstitusionalisme di satu pihak dengan

kenyataan struktural di pihak lain.62

Persoalan di bidang Ketenagakerjaan merupakan bentuk paling popular

sekaligus paling memperihatinkan dari pelanggaran Hak Asasi Manusia melalui

cara eksploitasi ekonomi ini. Laporan yang dikeluarkan oleh Lembaga Informasi

dan Kajian Masyarakat (LINK), misalnya, menunjukkan bahwa keadaan

pelanggaran hak-hak Pekerja/Buruh yang amat memprihatinkan baik secara

kualitatif maupun kuantitatif.63 Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang dimiliki oleh

Pekerja/Buruh ini berada dalam spektrum yang luas, mulai dari upah yang sangat

rendah, hingga waktu kerja yang melebih batas.

Waktu kerja yang melebihi batas dengan mengabaikan waktu istirahat

sejatinya merupakan bagian dari praktik eksploitasi ekonomi dan sosial dari para

Pekerja/Buruh. Hal ini tentu saja merupakan pelanggaran terhadap Hak Asasi

Manusia. Ironisnya, praktik eksploitatif tersebut masih kerap kita temui di tengah

masyarakat dan dilakukan oleh pelaku-pelaku yang terorganisir dan terlembaga

(seperti negara, perusahaan nasional dan multitinasional), maupun eksploitasi yang

tidak terorganisir, tidak terlembaga, dan biasanya tertutup (seperti sektor

perekonomian informal dan industri rumah makan).64

2. Mengapa Hal Tersebut Terjadi?

Dalam tulisan ini, Penulis akan mencoba menggunakan teori efektivitas

sistem hukum menurut Lawrence Friedman sebagai pisau analitis untuk membahas

ketidaksesuaian antara pengaturan dan implementasi pemberian waktu kerja dan

62 Aswab Mahasin, “Hak Asasi Manusia: dari Konstitusionalisme ke Persoalan Struktural”,

dalam Prisma (No. 12 Tahun VIII, Desember 1979), hlm. 4. 63 LINK, “Peristiwa Sebulan Masalah Buruh”, April, Mei, Juli 1991 dalam Eep Saefullah

Fatah, Masalah dan Prospek Demokrasi di Indonesia (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1994), hlm. 99. 64 Eep Saefullah Fatah, ibid.

Page 28: Hak-Hak Yang Terabaikan: Suatu Tinjauan atas Peran Negara terhadap Perlindungan Waktu Kerja dan Waktu Istirahat Kerja Pekerja/Buruh Pada Sektor Industri Rumah Makan

28

waktu istirahat kerja para Pekerja/Buruh yang bekerja di sektor industri rumah

makan. Berdasarkan teori tersebut, efektivitas sistem hukum dibentuk berdasarkan

struktur hukum, substansi hukum, dan budaya hukum.65 Berikut adalah

penjabarannya.

1. Struktur Hukum: Kurangnya Pengawasan dari Pemerintah

Sejak otonomi daerah, pengawasan peraturan perundang-undangan dan

organisasi pengawasan disusun berdasarkan kebutuhan daerah. Kenyataan yang ada

menunjukkan bahwa, penempatan personil banyak yang tidak sesuai dengan

keahliannya sehingga yang bersangkutan tidak menguasai semua aspek yang

diawasi. Sementara itu, adanya penyederhanaan organisasi pemerintahan di daerah

berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi

Perangkat Daerah, telah menyebabkan terjadi penggabungan tugas-tugas

pemerintahan di daerah, termasuk juga di bidang ketenagakerjaan.

Akibatnya, unit organisasi yang membidangi ketenagakerjaan di banyak

tempat, semakin mengecil, ada yang digabung dengan tugas fungsi pemerintahan

lainnya, dan tidak jarang unit kerja dimaksud dipimpin oleh pejabat yang secara

teknis tidak menguasai substansi ketenagakerjaan. Bahkan ada unit kerja di

kabupaten/kota yang tidak ada pegawai pengawas atau pengawas spesialis.66 Secara

kuantitas aparat pengawas perburuhan sangat terbatas jika dibandingkan dengan

jumlah perusahaan yang harus diawasi, belum lagi di antara pegawai pengawas

tersebut ada yang diberikan tugas ganda yaitu beban tanggung jawab struktural,

misalnya sebagai kepala seksi, kepala bidang dan lain-lain. Demikian juga kualitas

dalam melaksanakan tugasnya sebagai penyidik yang masih terbatas.

Keterbatasan baik secara kuantitas maupun kualitas dari aparat pengawas

ketenagakerjaan inilah yang menjadi salah satu penyebab pelaksanaan hak-hak

normatif Pekerja/Buruh di Indonesia saat ini yang masih jauh dari harapan.67 Hal ini

berimplikasi pada ketidakpatuhan para pengusaha dalam menaati peraturan

65 Tiga unsur subsistem hukum ini diambil dari Lawrence W. Friedman, American Law. An

Introduction, (New York: W.W. Norton and Company, 1984), juga dalam Lawrence W. Friedman, A History of American Law (New York: Simon and Schuster, 1973).

66 Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (b), “Studi Pelaksanaan Pengawasan Ketenagakerjaan dan Kepatuhan Pengusaha Terhadap Peraturan Perundang-Undangan Ketenagakerjaan”, http://www.depnakertrans.go.id/litbang.html,35,naker, diunduh 6 Oktober 2011.

67 I Dewa Rai Astawa, “Aspek Perlindungan Hukum Hak – Hak Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri,” (Tesis Magister Ilmu Hukum Universitas Diponegoro, Semarang 2006), hlm. 74-75.

Page 29: Hak-Hak Yang Terabaikan: Suatu Tinjauan atas Peran Negara terhadap Perlindungan Waktu Kerja dan Waktu Istirahat Kerja Pekerja/Buruh Pada Sektor Industri Rumah Makan

29

perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan, khususnya yang terkait dengan

waktu kerja dan waktu istirahat kerja.

2. Substansi Hukum: Sanksi yang Tidak Tegas

Menurut Roscoe Pound, di dalam masyarakat yang sedang membangun,

selain sebagai sistem pengendalian sosial, hukum juga berfungsi sebagai alat

rekayasa perubahan sosial atau as a tool of social engineering, yaitu sebagai sarana

yang ditujukan untuk mengubah perilaku warga-warga masyarakat sesuai dengan

tujuan-tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.68 Di Indonesia, fungsi hukum dalam

pembangunan adalah sebagai sarana pembaharuan pola pikir masyarakat dan sarana

untuk mengkondisikan terjadinya perubahan perilaku warga masyarakat ke tujuan

yang dikehendaki sesuai rumusan tujuan pembangunan.69

Dalam kaitannya dengan hal ini, Penulis menemukan bahwa salah sau faktor

ketidakpatuhan para pengusaha terhadap ketentuan dalam UU Ketenagakerjaan

adalah sanksi yang tidak tegas dan lemahnya penegakkan hukum. UU

Ketenagakerjaan memang mengatur sanksi administratif dan/atau denda bagi para

pelanggarnya, tetapi ketentuan tersebut tidak dibarengi dengan aturan pelaksanaan

dan sanksi yang tegas. Hal inilah yang kemudian menjadi kendala penegakkan aturan

yang ada di dalam UU Ketenagakerjaan, khususnya yang terkait dengan pengaturan

waktu kerja dan waktu istirahat kerja Pekerja/Buruh.

3. Budaya Hukum: Kurangnya Kepatuhan dan Penerimaan Kultural

Dari segi sosiologis, kekuatan keberlakuan hukum dapat dilihat di dalam

efektivitas atau hasil guna kaedah hukum tersebut di dalam kehidupan masyarakat.70

Keseluruhan interaksi antara lembaga-lembaga penegak hukum dan perilaku

masyarakat akan membentuk dan memberikan corak pada budaya hukum.71 Dalam

konteks ini, kurangnya kepatuhan hukum dan penerimaan kultural dari masyarakat

menjadi kendala tersendiri dalam budaya hukum.

68 Roscoe Pound, New Path of the Law (Nebraska: The University of Nebraska Press, 1950),

hlm. 47. 69 Mochtar Kusumaatmadja, Hubungan antara Hukum dan Masyarakat. Landasan Pikiran,

Pola dan Mekanisme Pelaksanaan Pembaharuan Hukum (Jakarta: BPHN dan LIPI, 1976), hlm. 9. 70 Sudikno Mertokusumo, op.cit. 71 Sunaryati Hartono, “Membangun Kembali Kepercayaan Masyarakat terhadap Hukum dan

Lembaga-Lembaga Penegak Hukum,” Majalah Hukum Nasional (No. 2 Tahun 2007), hlm. 2.

Page 30: Hak-Hak Yang Terabaikan: Suatu Tinjauan atas Peran Negara terhadap Perlindungan Waktu Kerja dan Waktu Istirahat Kerja Pekerja/Buruh Pada Sektor Industri Rumah Makan

30

Di Indonesia, sebagai negara berkembang yang tengah mengalami transisi

demokrasi,72 kesadaran hukum masyarakat masih rendah. Begitu pula dengan

kesadaran hukum di bidang Hukum Ketenagakerjaan. Selain itu, secara tentatif,

pelanggaran terhadap hak-hak para Pekerja/Buruh ini dikontruksikan oleh kenyataan

ada penerimaan kultural masyarakat atas pelanggaran ini. Para Pekerja/Buruh

menerima bahwa mereka tidak dapat menikmati hak untuk beristirahat sebagaimana

seharusnya kendati pun hak tersebut sebetulnya telah diakomodir di dalam kontrak

kerja mereka. Sudah ada di dalam kontrak tapi ketika pun kenyataannya tidak

dijalankan, para Pekerja/Buruh tetap membiarkannya dengan berfikir bahwa itu

adalah sesuatu yang wajar.

Seorang Pekerja/Buruh dari Hoka-Hoka Bento, misalnya, mengatakan bahwa

ia mengetahui bahwa di dalam kontrak kerja tercantum hak istirahat bagi para

Pekerja/Buruh selama satu jam, namun ketika dalam pelaksanaannya mereka tidak

dapat menikmati hak untuk beristirahat itu mereka mengganggap bahwa hal tersebut

adalah bagian dari konsekuensi pekerjaan mereka.

Permasalahan kultural inilah yang membuat agenda pembangunan dan

perlindungan terhadap Pekerja/Buruh menjadi tidak sederhana dan mudah. Jika

dicermati secara lebih mendalam, kultur ini bermuara pada cara pandang yang

melihat manusia tidak dalam hakikatnya sebagai manusia. Hal tersebut terpola

manakala seorang manusia atau sekelompok orang meletakkan seseorang atau

sekelompok lain tidak dalam kesamaan nilai dan martabat sebagai manusia,

melainkan dikelaskan berdasarkan perbedaan-perbedaan lahiriah. Lebih jauh lagi,

kultur ini mereduksi kemanusiaan seseorang atau sekelompok orang sehingga

manusia hanya diwakili oleh sejumlah artibut artifisial yang melekat padanya.73

Di dalam konteks ini Y.B. Mangunwijaya mengatakan bahwa manusia

Indonesia saat ini belum dihargai karena ia manusia, melainkan karena pangkat,

kekayaan, kepintaran, kepakaran, dan sebagainya yang melekat kepada orang

72 Berdasarkan pembagian Samuel P. Huntington mengenai periode demokratisasi suatu

negara, Indonesia termasuk ke dalam negara yang masih berada dalam masa transisi demokrasi. Lihat: Samuel P. Huntington, The Third Wave of Democratization in the Late Tweentieth Century (Norman: University of Oklahoma Press, 1991), hlm. 58.

73 Eep Saefullah Fatah, op.cit, hlm. 119-120.

Page 31: Hak-Hak Yang Terabaikan: Suatu Tinjauan atas Peran Negara terhadap Perlindungan Waktu Kerja dan Waktu Istirahat Kerja Pekerja/Buruh Pada Sektor Industri Rumah Makan

31

bersangkutan.74 Kultur ini merupakan sebuah kendala serius bagi akselerasi

pembangunan secara umum dan bagi upaya peningkatan keadilan sosial, khususnya

perlindungan terhadap hak-hak Pekerja/Buruh.

C. Kemana Kita Harus Melangkah?

Penulis telah memaparkan bagaimana pemberian jam kerja yang terlalu

lama pada hakikatnya merupakan pelanggaran HAM para Pekerja/Buruh di

industri rumah makan. Ironisnya, pelanggaran HAM tersebut terjadi di tengah-

tengah masyarakat dan hanya sedikit –kalau tidak mau disebut tidak ada- yang

menyadarinya. Pertanyaan selanjutnya adalah, apa yang dapat dilakukan untuk

mengatasi permasalahan tersebut? Berikut ini beberapa solusi yang akan Penulis

uraikan untuk mengatasi permasalahan tersebut.

1. Perkuat Pengawasan

Ketidaksesuaian antara pengaturan mengenai waktu kerja dan waktu istirahat

kerja Pekerja/Buruh pada sektor industri rumah makan dapat diminimalisir dengan

adanya pengawasan yang efektif dan intensif dari pegawai pengawas

ketenagakerjaan. Campur tangan negara dalam melakukan pengawasan dan

perlindungan terhadap Pekerja/Buruh merupakan sebuah konsekuensi logis dari

semakin luasnya peranan negara dalam kehidupan sosial, ekonomi, dan budaya

masyarakat. Hal tersebut menurut Soerjono Soekanto, merupakan salah satu karakter

Negara kesejahteraan.75 Hal tersebut sesuai dengan fungsi Negara modern yang

dirumuskan oleh W. Friedmann yaitu, “as a protector, as disposes of social services,

as industrial manager, as economic controller, and as arbitrator.”76

Untuk meningkatkan pengawasan tersebut, tentunya perlu ada penambahan

pegawai pengawas ketenagakerjaan, terutama pengawas di daerah karena jumlah

pengawas yang ada saat ini dinilai kurang mencukupi. Perlu juga adanya mekanisme

pengawasan ketenagakerjaan dari pusat ke daerah karena semenjak pemberlakuan

otonomi daerah, penyampaian data dari daerah ke pusat tidak berjalan dengan baik.

74 Y.B. Mangunwijaya dalam St. Sularto, ed. Menuju Masyarakat Indonesia Baru: Antisipasi

Terhadap Tantangan Abat XXI (Jakarta: Gramedia, 1990), hlm. 144. 75 Soerjono Soekanto (b), Beberapa Permasalahan Hukum dalam Kerangka Pembangunan

di Indonesia (Jakarta: Yayasan Penerbit UI, 1974), hlm.54-55. 76 W. Friedmann, Law in Changing Society (London: Stevens & Sons, 1959), hlm. 495.

Page 32: Hak-Hak Yang Terabaikan: Suatu Tinjauan atas Peran Negara terhadap Perlindungan Waktu Kerja dan Waktu Istirahat Kerja Pekerja/Buruh Pada Sektor Industri Rumah Makan

32

Selain dari segi kualitas, harus ada peningkatan kualitas pengawas melalui berbagai

pendidikan dan latihan. Pengawas juga tidak diberikan tugas-tugas struktural, apabila

memungkinkan dijadikan jabatan fungsional sehingga dapat melaksanakan tugas

secara profesional.

Dalam konteks pengawasan ini, penting juga bagi Pemerintah untuk

melibatkan masyarakat sipil,77 misalnya bekerja sama dengan lembaga swadaya

masyarakat yang berkecimpung di bidang ketenagakerjaan. Pengawasan terhadap

pelaksanaan ketentuan hukum (law enforcement) di bidang ketenagakerjaan akan

menjamin pelaksanaan hak-hak normatif Pekerja/Buruh, yang pada gilirannya

mempunyai dampak terhadap stabilitas usaha. Selain itu pengawasan juga akan dapat

mendidik pengusaha dan Pekerja/Buruh untuk selalu menaati ketentuan dalam

Hukum Ketenagakerjaan.

2. Sanksi yang Tegas

Salah satu kendala yang menyebabkan tidak berjalannya ketentuan dalam

Hukum Ketenagakerjaan adalah ketidakpatuhan masyarakat. Robert Bierstedt

mengatakan bahwa salah satu dasar kepatuhan seseorang terhadap hukum adalah

kebiasaan (habitual).78 Seseorang mematuhi kaidah-kaidah yang berlaku karena

sejak kecil mengalami proses sosialisasi sehingga kepatuhan akan kaidah tersebut

telah menjadi sebuah kebiasaan.79

Kepatuhan masyarakat dapat dibentuk melalui paksaan dari kelompok orang

yang memang memiliki wewenang untuk berbuat demikian. Hal tersebut bertolak

pada asumsi bahwa penguasa memiliki monopoli terhadap sarana-sarana paksaan

77 Contohnya Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia, Front Nasional Perjuangan Buruh Indonesia

(FNPBI), dan berbagai lembaga swadaya masyarakat atau organisasi Pekerja/Buruh lainnya. Dewasa ini kehadiran masyarakat sipil yang terdiri dari berbagai organisasi dan lembaga swadaya masyarakat telah berperan cukup untuk kuat untuk mengimbangi negara tanpa menghalangi negara untuk menjalankan perannya sebagai peace keeper dan arbitrator. Lihat: Martin Griffith dan Terry O’Callaghan, International Relations: the Key Concept (London dan New York: Routledge, 2002), hlm. 122-123.

78 Menurut Robert Bierstedt terdapat 4 macam hal yang menjadi dasar kepatuhan seseorang terhadap suatu kaidah, yaitu: (1) Indoctrination, (2) Habituation, (3) Utility , dan (4) Group Indentification. Robert Bierstedt, The Social Order (Tokyo: McGraw Hill Kogakusha, Ltd. 1970), hlm. 227.

79 Goffman menyebut proses tersebut sebagai institusionalisasi, yaitu proses pelembagaan dimana manusia hidup menuntut konformitas dari para anggotanya untuk mematuhi aturan-aturan perilaku yang dibutuhkan bagi efisiensi organisasi. Erving Goffman et all, The Goffman Reader (Oxford: Blackwell, 1997), hlm. 265.

Page 33: Hak-Hak Yang Terabaikan: Suatu Tinjauan atas Peran Negara terhadap Perlindungan Waktu Kerja dan Waktu Istirahat Kerja Pekerja/Buruh Pada Sektor Industri Rumah Makan

33

secara fisik, sebagai dasar bagi tujuan hukum untuk mencapai ketertiban.80 Disinilah

hukum bekerja untuk membentuk kepatuhan awal masyarakat terhadap suatu kaidah

melalui sanksi yang tegas dan terukur. berfungsi untuk memastikan hukum tersebut

berjalan dalam masyarakat.

Dalam konteks ini, kepatuhan masyarakat terhadap Hukum Ketenangakerjaan

dapat dibentuk dengan menetapkan sanksi81 yang tegas bagi pelanggarnya. Sanksi

tersebut harus dapat dipaksakan, dapat dilaksanakan di luar kemauan yang

bersangkutan, dan bersifat memaksa.82 Para pihak yang tidak patuh terhadap

peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan harus diberikan hukuman yang tegas

seperti pencabutan izin usaha, denda yang tinggi, bahkan hukuman pidana penjara.

Pemberian sanksi yang tegas ini selain untuk menimbulkan efek jera, juga akan

menimbulkan dampak sosial kepada para pengusaha yang lain sehingga secara

berangsur-angsur diharapkan akan memperbaiki keadaan kerja para Pekerja/Buruh

industri rumah makan.

3. Sosialisasi dan Pembinaan Berkelanjutan

Untuk membentuk budaya hukum juga diperlukan sosialisasi dan pembinaan

yang intensif kepada manajemen perusahaan mengenai pentingnya penerapan jam

kerja dan waktu istirahat yang sesuai peraturan untuk menghindari Pekerja/Buruh

dari kelelahan yang berlebihan. Sosialisasi dan pembinaan ini juga harus diberikan

kepada para Pekerja/Buruh supaya mereka mengetahui dan sadar akan hak-hak yang

mereka miliki.

Dalam sosialisasi juga harus diberikan pengertian bahwa jam kerja panjang

harus diimbangi dengan pemberian vitamin ataupun pemberian insentif yang menarik

sehingga akan memperkuat daya tahan tubuh dan motivasi yang tinggi dari

Pekerja/Buruh dalam meningkatkan produktivitasnya. Tidak dapat dipungkiri kondisi

kesehatan Pekerja/Buruh yang buruk dapat menyebabkan pembengkakan biaya

80 Teori yang demikian dikemukakan oleh Max Weber, yaitu melalui apa yang dinamakan

dengan teori paksaan (dwangtheorie). Soerjono Soekanto (b), op.cit, hlm. 330. 81 Pada hakikatnya, sanksi merupakan reaksi terhadap pelanggaran kaidah-kaidah kelompok

yang mencakup suatu sistem imbalan (reward) dan hukuman (punishment). Lihat: J.A.A van Doorn dan C.J. Lammers dalam Soerjono Soekanto (a), op.cit., hlm. 331.

82 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum: Suatu Pengantar, Edisi 5, (Yogyakarta: Liberty Yogyakarta, 2003), hlm. 18.

Page 34: Hak-Hak Yang Terabaikan: Suatu Tinjauan atas Peran Negara terhadap Perlindungan Waktu Kerja dan Waktu Istirahat Kerja Pekerja/Buruh Pada Sektor Industri Rumah Makan

34

perusahaan akibat biaya kesehatan yang meningkat.83 Jika kedua belah pihak, baik

Pekerja/Buruh maupun penguasaha telah memahami hak dan kewajibannya masing-

masing dan budaya hukum yang baik telah tercipta maka niscaya hubungan industrial

yang harmonis akan tercapai.

83 Ronny Hanitijo Soemitro, Perspektif Sosial dalam Pemahaman Masalah-Masalah Hukum

(Semarang: Agung Perss, 1989), hlm. 130

Page 35: Hak-Hak Yang Terabaikan: Suatu Tinjauan atas Peran Negara terhadap Perlindungan Waktu Kerja dan Waktu Istirahat Kerja Pekerja/Buruh Pada Sektor Industri Rumah Makan

35

BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan uraian yang telah Penulis kemukakan, maka dapat ditarik

simpulan sebagai berikut:

1. Perlindungan terhadap hak-hak Pekerja/Buruh pada industri rumah makan dalam

hal waktu kerja dan waktu istirahat kerja, kerap kali terbaikan. Permasalahan

yang sebagian besar dialami Pekerja/Buruh pada industri rumah makan adalah

jam kerja yang panjang, waktu istirahat yang tidak terlalu lama, serta belum

diikutsertakannya perhitungan upah lembur sesuai peraturan yang berlaku. Hal

tersebut disebabkan karena kurangnya pengawasan dari Pemerintah, sanksi yang

tidak tegas, ketidakpatuhan, dan penerimaan kultural dari masyarakat.

2. Pemberian jam kerja yang terlalu lama pada hakikatnya merupakan pelanggaran

HAM para Pekerja/Buruh di industri rumah makan. Ironisnya, pelanggaran

HAM tersebut terjadi di tengah-tengah masyarakat dan hanya sedikit yang

menyadarinya. Terdapat tiga upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi

permasalahan tersebut, yaitu memperkuat pengawasan, memberikan sanksi yang

tegas, dan melakukan sosialisasi serta pembinaan yang berkelanjutan kepada

masyarakat, khususnya Pekerja/Buruh dan pelaku usaha.

B. Rekomendasi

Perlindungan terhadap Pekerja/Buruh merupakan kompensasi atas

ketidakseimbangan kedudukan antara Pekerja/Buruh dengan pengusaha.

Perlindungan tersebut harus dilakukan secara terpadu antara instansi Pemerintah baik

Pusat maupun Daerah dan peran serta masyarakat dalam suatu sistem hukum guna

melindungi para Pekerja/Buruh. Selain itu, pengawasan ketenagakerjaan kepada

industri rumah makan perlu lebih ditingkatkan terutama terkait dengan waktu kerja

dan waktu istirahat. Di samping itu, perlunya adanya sosialisasi dan pembinaan yang

berkelanjutan untuk menumbuhkan budaya hukum dan kepatuhan masyarakat

terhadap norma-norma hukum ketenagakerjaan.

Page 36: Hak-Hak Yang Terabaikan: Suatu Tinjauan atas Peran Negara terhadap Perlindungan Waktu Kerja dan Waktu Istirahat Kerja Pekerja/Buruh Pada Sektor Industri Rumah Makan

36

DAFTAR PUSTAKA Buku Asikin, Zainal (ed) et al. Dasar-Dasar Hukum Perburuhan. Cet.4. Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada, 2002. Awaludin, Hamid. Solusi JK: Logis, Spontan, Tegas, dan Jenaka. Jakarta: PT

Gramedia, 2009. Bierstedt, Robert. The Social Order. Tokyo: McGraw Hill Kogakusha Ltd, 1970. Chomsky, Noam. Profit over People: Neoliberalism and Global Order. New York:

Seven Stories Press, 2003. Creswell, John W. Research Design: Qualitative and Quantitative Approach. Sage

Publication. Inc.: 1994. Fatah, Eep Saefullah. Masalah dan Prospek Demokrasi di Indonesia. Jakarta: Ghalia

Indonesia, 1994. Friedman, Lawrence W. American Law. An Introduction. New York: W.W. Norton

and Company, 1984. ________________. A History of American Law. New York: Simon and Schuster,

1973. Friedmann, W. Law in Changing Society. London: Stevens & Sons, 1959. Goffman, Erving et all. The Goffman Reader. Oxford: Blackwell, 1997. Griffith, Martin dan Terry O’Callaghan. International Relations: The Key Concept.

London dan New York: Routledge, 2002. Hardiman, Fransisco Budi. Kritik Ideologi: Menyikapi Kepentingan Pengetahuan

Bersama Jurgen Habermas. Yogyakarta: Buku Baik, 2003. Huntington, Samuel P. The Third Wave of Democratization in The Late Tweentieth

Century. Norman: University of Oklahoma Press, 1991 Husni, Lalu. Hukum Ketenagakerjaan Indonesia (Jakarta: Raja Grafindo Persada,

Jakarta, 2000 H, Manulang Sendjun. Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia. Jakarta:

Rineka Cipta, 1995. Irianto, Sulistyowati. Perempuan dan Hukum: Menuju Hukum yang Berperspektif

Kesetaraan dan Keadilan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2006. JB, Thomson (ed). Habermas: Critical Debate. London: The Macmillan Press, 1982. Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Buku Klasifikasi Baku Lapangan

Usaha Indonesia, 2009. Kusumaatmadja, Mochtar. Hubungan antara Hukum dan Masyarakat. Landasan

Pikiran, Pola dan Mekanisme Pelaksanaan Pembaharuan Hukum. Jakarta: BPHN dan LIPI, 1976.

Mangkunegara, A.A. Anwar Prabu. Manajemen Sumber Daya Manusia Perubahan. Jakarta: Remaja Rosdakarya, 2000.

Mertokusumo, Sudikno. Mengenal Hukum: Suatu Pengantar. Edisi 5. Yogyakarta: Liberty Yogyakarta, 2003.

Peters, A.A.G. dan Koesriani Siswosoebroto. Hukum dan Perkembangan Sosial, Buku Teks Sosiologi Hukum. Buku III. Jakarta: Sinar Harapan, 1990.

Pickett, George dan John J. Harlon. Kesehatan Masyarakat Administrasi dan Praktik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1995.

Page 37: Hak-Hak Yang Terabaikan: Suatu Tinjauan atas Peran Negara terhadap Perlindungan Waktu Kerja dan Waktu Istirahat Kerja Pekerja/Buruh Pada Sektor Industri Rumah Makan

37

Pound, Roscoe. New Path of the Law. Nebraska: The University of Nebraska Press, 1950.

Prints, Darwan. Hukum Ketenagakerjaan Indonesia. Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2000.

Purbacara, Purnadi dan Soejono Soekanto. Perihal Kaedah Hukum. Cet.6. Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1993.

_________________. Sendi-Sendi Ilmu dan Tata Hukum. Cet.6. Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1993.

Purwanto, Helena. Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Depok: UI Press, 2005. Rachmad, Budiono Abdul. Hukum Perburuhan di Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo

Persada, 1999. Sedarmayanti. Sumber Daya Manusia dan Produtivitas Kerja. Bandung: Mandar

Maju, 2001. Silalahi, Rumendang B. Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta:

Lembaga PPM, 1995. Soekanto, Soerjono. Beberapa Permasalahan Hukum dalam Kerangkan

Pembangunan di Indonesia. Jakarta: Yayasan Penerbit UI, 1974. _________________. Pengantar Penelitian Hukum. Cet.3. Jakarta: Penerbit

Universitas Indonesia (UI-Press), 1986. Soemitro, Ronny Hanitijo. Perspektif Sosial dalam Pemahaman Masalah-Masalah

Hukum. Semarang: Agung Perss, 1989. Soepomo, Iman. Cet. 7. Hukum Perburuhan Bidang Kesehatan Kerja (Perlindungan

dan Buruh). Jakarta: Pradnya Paramitha, 1988. _________________. Pengantar Hukum Perburuhan. Jakarta: Jambatan, 1985. _________________. Hukum Perburuhan Undang-undang dan Peraturan–

peraturan. Jakarta: Jambatan, 1972. Soetiksno. Hukum Perburuhan. Jakarta: tanpa penerbit, 1977. Sularto, St. (ed). Menuju Masyarakat Indonesia Baru: Antisipasi Terhadap

Tantangan Abat XXI. Jakarta: Gramedia, 1990. Sulastomo. Manajemen Kesehatan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2000. Suma’mur. Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: Penerbit Gunung

Agung, 1976. _____________. Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan. Cet.4. Jakarta:

CV Haji Masagung, 1989. Tim Pengajar Hukum Perburuhan FHUI. 2000. Buku Ajar Seri A: Hukum

Perburuhan. Depok: FHUI. Weber, Max. The Protestant Ethic and The Spirit of Capitalims. New York:

Scribners, 1958. Widanti, Agnes. Hukum Berkeadilan Jender: Aksi – Interaksi Kelompok Buruh

Perempuan dalam Perubahan Sosial. Jakarta: Buku Kompas. 2005. Jurnal dan Makalah Lainnya Achir, Yamil Ch. Agoes. “Jaminan Sosial Nasional Indonesia.” Jurnal Ekonomi

Rakyat (Tahun I No. 7, September 2002)

Page 38: Hak-Hak Yang Terabaikan: Suatu Tinjauan atas Peran Negara terhadap Perlindungan Waktu Kerja dan Waktu Istirahat Kerja Pekerja/Buruh Pada Sektor Industri Rumah Makan

38

Ahmad, Affan. “Upaya Mengurangi Kecelakaan di Unit-Unit Kerja Melalui Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.” Buletin Keselamatan STATUTA (Volume 1 Nomor 1, Agustus – November 2000).

Astawa, I Dewa Rai. “Aspek Perlindungan Hukum Hak – Hak Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri.” Tesis Magister Ilmu Hukum Universitas Diponegoro, Semarang 2006.

Etter, I.B. “Safety Committees: The Eyes and Ears of a Good Safety Program” Safety & Health Journal (Volume 148 No. 5, 1994).

Finawati, A.S. “Buruh di Indonesia: Dilemahkan dan Ditindas”, Teropong: Media Hukum dan Keadilan (Vol.III No.5, Februari, 2004).

Mahasin, Aswab. “Hak Asasi Manusia: dari Konstitusionalisme ke Persoalan Struktural.” Prisma (No. 12 Tahun VIII, Desember 1979).

Purwoko, Bambang. “Sistem Jaminan Sosial: Asas, Prinsip, Sifat Kepesertaan dan Tata Kelola Penyelenggaraan di Berbagai Negara”. Makalah dalam Seminar Sehari Sosialisasi Program Jamsostek yang diselenggarakan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan PT. Jamsostek pada tanggal 15 Desember 2010 di Hotel Mulya, Jakarta, 2010.

Satrio, Rudy. “Modul Instrumen HAM Nasional Hak Atas Kesejahteraan”, Jakarta: Desember 2004.

Sulistyarini, Wahyu Ratna. “Pengaruh Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja Terhadap Produktivitas Kerja Karyawan Pada CV. Sahabat di Klaten,” (Skripsi Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri ( STAIN ) Surakarta, 2006.

Sunaryati Hartono, “Membangun Kembali Kepercayaan Masyarakat terhadap Hukum dan Lembaga-Lembaga Penegak Hukum.” Majalah Hukum Nasional (No. 2 Tahun 2007).

Widjajanto, Dedi. “Pengaturan Waktu Kerja dan Waktu Istirahat sebagai Perlindungan Bagi Buruh/Pekerja”. Skripsi Sarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok, 2009.

Widodo, Sarwo. “Penentuan Lama Waktu Istirahat Berdasarkan Beban Kerja Dengan Menggunakan Pendekatan Fisiologis (Studi Kasus: Pabrik Minyak Kayu Putih Krai)”. Skripsi Sarjana Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2008.

Artikel, Media Massa, dan Sumber Lainnya Jamsostek, PT. “Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan”

http://www.jamsostek.co.id/content/i.php?mid=3&id=16. Diunduh 19 Oktober 2011

Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. “Kecelakaan Kerja di Indonesia Menurut Provinsi Tahun 2008 – 2009.” http://www.depnakertrans.go.id/. Diunduh 6 Oktober 2011.

_________________. “Studi Pelaksanaan Pengawasan Ketenagakerjaan Dan Kepatuhan Pengusaha Terhadap Peraturan Perundang-Undangan Ketenagakerjaan.” http://www.depnakertrans.go.id/litbang.html,35,naker. Diunduh 6 Oktober 2011.

Pemerintah Kota Depok. “Demografi Kota Depok.” http://www.depok.go.id/profil-kota/demografi. Diunduh 1 Oktober 2011.

Page 39: Hak-Hak Yang Terabaikan: Suatu Tinjauan atas Peran Negara terhadap Perlindungan Waktu Kerja dan Waktu Istirahat Kerja Pekerja/Buruh Pada Sektor Industri Rumah Makan

39

Risalah Sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Jakarta: Sekretariat Negara Republik Indonesia, 1995.

Sinaga, Tianggur. “Studi Hubungan Kerja Pada Usaha-Usaha Ekonomi Informal.” http://www.depnakertrans.go.id/litbang.html,56,naker. Diunduh 6 Oktober 2011.

Wuryandari, Ratna Dewi. “ Kajian Perlindungan Hak-hak Pekerja Pada Perusahaan Waralaba.” http://www.depnakertrans.go.id/litbang.html,50,naker. Diunduh 6 Oktober 2011.

Indriani Dyah Setiowati, “MK Kabulkan Permohonan Judicial Review Atas UU Ketenagakerjaan,” http://www.tempo.co.id/hg/nasional/2004/10/28/brk,20041028-19,id.html, diunduh 8 Oktober 2011.

Hukum Online, “Aktivis Buruh Ajukan Judicial Review atas UU Ketenagakerjaan,” http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol8199/aktivis-buruh-ajukan-judicial-review-atas-uu-ketenagakerjaan, diunduh 8 Oktober 2011.

Peraturan Perundang-Undangan Indonesia, Undang-Undang tentang Ketenagakerjaan, UU No. 13 Tahun 2003, LN.

No. 39 Tahun 2003, TLN No. 4279 Indonesia, Undang-Undang tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, UU No. 40

Tahun 2004, LN No. 150 Tahun 2004, TLN No. 4456 Indonesia, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Tentang Penyelenggaraan

Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja, PP Nomor 14 Tahun 1993, LN Tahun 1993 No. 20, TLN No. 3520

Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi tentang Waktu Kerja dan Istirahat pada Sektor Usaha Energi dan Sumber Daya Mineral pada Daerah Tertentu. Kepmentransker No. Kep-234/Men/2003.

_________________. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi tentang Waktu Kerja Lembur dan Upah Kerja Lembur. Kepmentransker No. Kep-102/Men/VI/2004.

_________________. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi tentang Waktu Kerja dan Istirahat Pada Sektor Usaha Pertambangan Umum pada Daerah Operasi Tertentu. Kepmentransker No. Per-15/Men/VII/2005.