HAK HAK REPRODUKSI PEREMPUAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM

Islam untuk disiplin ilmu kedokteran

Endang Lestari, M.Pd. M.Med.Ed.

“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepada-nya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (An Nahl 97)

“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Q.S. Al-Hujurat 49:13)

ن نفس يا أيها الناس اتقوا ربكم الذي خلقكم م

واحدة وخلق منها زوجها وبث منهما رجالا كثيرا

الذي تساءلون به والأرحام إن ونساء واتقوا الل

كان عليكم رقيب الل “Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan isterinya; dan daripada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.” (An Nisa’ 1)

Sultan al-Ulama` ‘Izzuddin Ibn ‘Abd as-Salam menjelaskan:

sesungguhnya dalam perspektif medis, serupa dengan perspektif syari’at; pertimbangannya diletakkan untuk mendatangkan kemaslahatan, keselamatan dan kesehatan, menolak kerusakan, kebinasaan dan penyakit

Jika menolak keseluruhan atau mendatangkan keseluruhan tidak memungkinkan, maka apabila tingkat kemaslahatan dan kerusakannya sama, dia bisa memilih. Akan tetapi jika berbeda, maka digunakan yang lebih besar maslahahnya atau yang lebih kecil kerusakannya apabila diketahui, dan ditangguhkan apabila tidak diketahui.

Apa yang diperuntukkan oleh syari’at itulah yang diperuntukkan oleh ilmu kedokteran

Perempuan sebagai pengemban tugas utama reproduksi

ه كرها ووضعته ينا الإنسان بوالديه إحسانا حملته أم ووص

كرها وحمله وفصاله ثلاثون شهرا

“Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan…” (Al Ahqaf 46)

Dalam ayat lain bahkan tugas ini merupakan tugas berat di atas berat :

ه وهنا على وهن وفصاله ينا الإنسان بوالديه حملته أم ووص

المصير في عامين أن اشكر لي ولوالديك إلي

“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.” (QS Luqmân, 31: 14)

4 hal pokok dalam kesehatan reproduksi perempuan

Kesehatan reproduksi dan seksual (reproductive and sexual health)

Penentuan dalam keputusan reproduksi (reproductive decision making)

Kesetaraan pria dan perempuan (equality and equity for men and women)

Keamanan reproduksi dan seksual (sexual and reproductive security)

Faktor prediktor permasalahan kesehatan reproduksi perempuan

Jender; yaitu peran masing-masing pria dan perempuan berdasarkan jenis kelamin menurut budaya yang berbeda-beda. Perlakuan terhadap perempuan akibat jender, berpengaruh terhadap tingkat kesehatan.

Kawin muda

Kemiskinan; yang antara lain mengakibatkan:

– Makanan yang tidak cukup atau makanan yang kurang gizi

– Persediaan air yang kurang, sanitasi yang jelek dan perumahan yang tidak layak

– Tidak mendapatkan pelayanan yang baik

Pendidikan rendah

Beban kerja yang berat

Lingkup reproduksi

proses reproduksi yang perlu mendapatkan jaminan

Menstruasi

memilih dan menentukan pasangan,

hubungan seks/ kenikmatan seksual

Mengandung/ menentukan kehamilannya sendiri, melahirkan, nifas

menyusui, dan merawat anak

Khitan bagi perempuan

mentruasi

“Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: “Haidh itu adalah suatu kotoran”. oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci apabila mereka telah Suci, Maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.” Al Baqoroh : 222

Memilih dan menentukan pasangan

Pelarangan berduaan antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram:

"Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji serta suatu jalan yang buruk.” (Q.S. Al-Isra, 32).

hadis yang diriwayatkan oleh ath-Thabarani dari Ibnu Abbas, Rasulullah s.a.w. bersabda:

يخلو رجل مع امرأة، ولا يسافر معها إلا ومعها ذو محرم لا

”Janganlah sekali-kali seorang laki-laki berdua-duaan dengan seorang perempuan dan jangan pula melakukakan safar dengannya, kecuali jika ada mahramnya.”

Pelarangan ini merupakann tindakan preventif agar tidak terjadi perzinaan, kehamilan diluar nikah aborsi dan

penyakit menular seksual bahkan HIV/AIDS

Memilih dan menentukan pasangan

Islam menetapkan salah satu fungsi perkawinan adalah untuk menjaga kesehatan reproduksi laki laki dan perempuan

Hunna libasullakum wa antum libasul lahun (mereka adalah pakaian bagi kamu dan kamu adalah pakaian bagi mereka)

konsep kesetaraan

Imam Syafi’i pernah menyatakan : “Sebaiknya ayah tidak mengawinkan anak gadisnya sampai dia baligh, agar dia bisa menyampaikan izinnya (kerelaannya) karena perkawinan akan membawa berbagai kewajiban dan tanggungjawab” (Najib Muthi’i, Takmilah al Majmu’, XV/58).

Kecukupan usia dalam pernikahan. UU perkawinan di Indonesia 16 tahun

Akibat perkawinan muda:

– psikis (kematangan mental dan emosional) rentan

menghadapi masalah keluarga, tidak bisa saling menguatkan dalam menghadapi masalah keluarga dan pendidikan anak

– Kesehatan reproduksi alat reproduksinya belum siap

Ketentuan bahwa ayah adalah pemilik hak ijbar yang diterjemahkan sebagai hak memaksa anak gadis untuk dikawinkan dengan laki-laki yang boleh jadi tidak dikehendakinya tidak tepat.

Pemaknaan hak ijbar sebagai hak memaksakan kehendak tanpa persetujuan yang bersangkutan adalah tidak tepat.

Perkawinan yang dihasilkan dengan cara pemaksaan sama dengan sebuah transaksi yang tidak didasarkan atas kerelaan (taradhin)

Aisyah RA pernah menceritakan tentang seorang perempuan muda yang dipaksa kawin oleh ayahnya dengan orang yang tidak dia sukai. Dia mengadukan masalahnya kepada Nabi SAW. Mendengar pengaduan perempuan itu beliau kemudian memanggil ayahnya dan memintanya agar menyerahkan urusan itu kepada anak perempuannya itu (Ibnu Al Atsir, Jami’ Al Ushul, XII/140).

Kewajiban perempuan memberikan layanan seksual kepada suaminya tanpa bisa menolaknya sesungguhnya dapat menyulitkan perempuan untuk mengendalikan hak-hak reproduksinya.

– tidak mendapatkan kenikmatan seksual,

– tekanan yang berat secara psikologis.

– dapat menimbulkan akibat-akibat buruk bagi kesehatan reproduksinya.

Islam mengajarkan: pentingnya relasi yang dibangun atas dasar “mu’asyarah bi al ma’ruf” memahami, menghargai dan menjaga kesehatan reproduksinya masing-masing

Hak menentukan kehamilan

Kehamilan, kata AlQur’an, merupakan proses reproduksi yang sangat berat :”wahnan ‘ala wahnin” (kelemahan yang berganda) (Q.S. Luqman, 14 dan Q.S. Al Ahqaf, 15).

Kondisi sangat lemah dan sangat berat tersebut mencapai puncaknya pada saat melahirkan.

Terdapat banyak fakta sosial dan data penelitian tentang kematian ibu yang diakibatkan oleh komplikasi-komplikasi kehamilan dan proses melahirkan.

Oleh karena itu kehendak untuk hamil atau tidak, mempunyai anak atau tidak, perlu mempertimbangkan suara perempuan lebih dari suara laki-laki.

Dalam masa Islam klasik persoalan kehendak untuk tidak hamil dibahas dalam bab Azl atau coitus interuptus.

Meskipun ada pandangan yang mengharamkan azl, karena dianggap sebagai “pembunuhan tersamar”, tetapi mayoritas ulama berdasarkan teks hadits yang lain membolehkannya.

Mayoritas ulama memperbolehkan penggunaan konrasepsi dengan berbagai pertimbangan untuk

kesetaraan pertimbangkan kontrasepsi untuk pria

Hak mendapatkan informasi kesehatan

Edukasi Petugas kesehatan harus menyampaikan informasi

kesehatan secara jujur terkait kesehatan reproduksi, misalnya mengenai risiko menggunakan alat kontrasepsi, akibat pernikahan dini, dan lain sebagainya.

Edukasi menerapkan prinsip kesetaraan

– Masalah kesehatan reproduksi bukan hanya perlu diketahui oleh perempuan akan tetapi juga oleh laki-laki.

Hak menentukan kelahiran

Pada prinsipnya, Islam mengharamkan segala bentuk perusakan dan pembunuhan manusia.

Al Qur-an menyatakan: “jangan kamu jatuhkan dirimu dalam kebinasaan” (Al Baqarah; 195)

Dalam sebuah hadits nabi pernah menyatakan: “la dharar wa la dhirar” (tidak ada hak orang untuk membuat tindakan yang membahayakan dirinya dan orang lain).

Oleh karena itu, aborsi hanya bisa dilakukan atas dasar hukum yang benar demi keadilan manusia.

Kehamilan dengan risiko kematian jika kehamilan dilanjutkan salah satu pertimbangan

Aturan aborsi

Perbedaan menafsirkan QS Al-Mukminun 12-14 mengenai fase penciptaan manusia: nutfah, ‘alaqah dan mudghah.

Jumhur ulama sebelum 120 hari

mayoritas mazhab Maliki dan Ibnu Hazm dari mazhab Zhahiri (leteralis) menyatakan aborsi diharamkan sejak fase pembuahan

mayoritas mazhab Syafi’I, mengharamkan aborsi sesudah fase nutfah

mazhab Hanafi, Al Hashkafi: aborsi dapat dilakukan saat janin dibawah usia 120 hari

“Jika kita dihadapkan pada sebuah dilemma yang membahayakan, maka korbankan hal yang paling kecil risikonya dengan menyelamatkan hal yang memiliki risiko lebih besar/berat”. “Idza ta’aradhat al mafsadatani ruu’iya a’zhamuhuma dhararan”, atau “Al Akhdz bi Akhaff al dhararain”.

Dari keterangan tersebut, perlu memahami bahwa persoalan aborsi sesungguhnya sekali lagi bukan terletak pada soal hukum boleh atau tidak boleh dan bukan pula karena suatu alasan tertentu, melainkan berkaitan dengan hal lain yang lebih prinsipil, yaitu soal kematian perempuan (ibu).

Pemikiran ini harus menjadi dasar bagi pertimbangan keputusan hukum untuk dilakukannya tindakan aborsi atau tidak.

Hak menyusui

"Para ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuannya. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf. Seseorang tidak dibebani kecuali sesuai dengan kadar kemampuannya. Janganlah seorang ibu (menjadi) menderita sengsara karena anaknya dan seorang ayah (jangan menjadi menderita) karena anaknya, dan ahli warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kalian ingin anak kalian disusui oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagi kalian apabila kalian memberikan pembayaran sepatutnya. Bertakwalah kalian kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kalian kerjakan." (Al-baqoroh (2): 233)

HUKUM MENYUSUI

Imam Malik ra: Wajib bagi seorang ibu menyusui anaknya jika – a) dia masih berstatus sebagai isteri; atau

– b) si anak tidak mau menyusu kepada selain ibunya; atau

– c) tidak ada ayahnya.

– Adapun bagi wanita yang telah dicerai ba`in maka tidak ada kewajiban menyusui, kalau pun terpaksa dia menyusui, maka dia berhak mendapatkan upah atas apa yang telah dia kerjakan.

Mayoritas Ulama: Sunnah bagi seorang ibu menyusui anaknya, kecuali dalam kondisi tertentu seperti jika anak tersebut tidak mau menyusu kepada selain ibunya atau suaminya tidak mampu untuk membayar biaya penyusuan anaknya, atau dia mampu namun tidak ada orang yang mau menyusui anaknya.

Dalam kondisi pengecualian tersebut maka hukum menyusui anak adalah wajib.

Terlepas dari perbedaan ulama, seorang anak adalah amanah dari Allah yang harus mendapatkan perawatan terbaik dan menyusui merupakan salah satu cara perawatan yang terbaik. Satu hal yang perlu dicatat adalah bahwa Islam amat menekankan pemberian air susu ibu (ASI) kepada bayi, meskipun tidak harus melalui ibunya sendiri

Khitan pada perempuan

Pandangan mainstream kaum muslimin menunjukkan bahwa khitan perempuan adalah perlu.

Mazhab Hanafi, Maliki dan Hanbali menyatakan khitan perempuan adalah kemuliaan atau penghormatan.

mazhab Syafi’I menyatakan khitan prempuan adalah wajib seperti laki-laki. Khitan adalah kewajiban, ibadah dan syiar agama (Wahbah Al Zuhaili, al Fiqh al Islami wa Adillatuhu,III/642).

Pendirian tersebut didasarkan atas hadits nabi: “potonglah ujungnya dan jangan berlebihan karena itu akan membuat wajah dia (perempuan) berseri-seri dan menyenangkan laki-laki” (Abu Daud, al Sunan, IV/ 368).

Secara kwalitatif hadits yang menjadi dasar perlunya khitan perempuan menurut sejumlah ulama, seperti Abu Daud, Ibnu Munzir, al Syaukani dan Sayid Sabiq adalah lemah. Dengan kritik sangat tajam Sayid Sabiq mengatakan: “Semua hadits yang berkaitan dengan khitan perempuan adalah dhaif (lemah), tidak ada satupun yang sahih (valid).

Secara logika pemotongan bagian tubuh perempuan yang paling sensitive ini (klitoris) sulit dimengerti, apa guna (maslahat) nya?. Ini tentu berbeda dengan khitan lakilaki. Pemotongan klitoris boleh jadi justeru menghilangkan kenikmatan seksual perempuan.

simpulan

Islam sangat memperhatikan hak hak perempuan, menjunjung tinggi perempuan dalam persoalan reproduksi

Dalam Islam tidak dibenarkan untuk memaksakan hak yang menyakiti atau merendahkan derajat perempuan termasuk dalam urusan reproduksi

Waallahu a’lam bi showwab.

sumber

La Ode Angga, 2011. Hak reproduksi perempuan dalam perspektif syariat Islam, MUWÂZÂH, Vol. 3, No. 2, Desember 2011

Sanusi, SR; Arma AJA. 2005, Hak kesehatan reproduksi, definisi, tujuan dan permasalahannya, 191-196, USU.