hak dan kewajiban dalam bidang kesehatan

Upload: juliana-sari-harahap

Post on 09-Jul-2015

784 views

Category:

Documents


29 download

TRANSCRIPT

HAK DAN KEWAJIBAN DALAM BIDANG KESEHATAN

KELOMPOK 2Nama Anggota: Joey Gheavita Chandra Dewi Juliana Sari Harahap Effi Rohani N. Rizka Amelia Sari Muhammad Fariz Saleh Shiela Vioriesca P. Derizkalia Syahputri Rima Christa Ulin Siti Fathiya (100100041) (100100045) (100100049) (100100053) (100100057) (100100061) (100100065) (100100069) (100100073) (100100077)

Kelas: A2

Latar Belakang Adanya isu malpraktek dalam dunia kedokteran dan kedokteran gigi saat ini menuntut peningkatan profesionalisme dan kompetensi bagi para dokter maupun dokter gigi di Indonesia. Malpraktek yang terjadi dapat disebabkan karena kesalahan prosedural maupun human error.

Dokter yang melakukan malpraktek bisa dikenai tuntutan profesi, pidana bahkan dicabut ijin prakteknya. Dokter-dokter yang melakukan malpraktek bisa jadi karena terbatasnya pengetahuan, sedang tidak sehat atau sedang capek. Bahkan ada anjuran jika seorang dokter sedang tidak sehat atau capek disarankan untuk tidak melakukan praktek. Karena hal tersebut bisa saja menyebabkan dokter tersebut lalai, salah diangnosa, bahkan bisa salah injeksi.

Untuk mencegah terjadinya tindakan malpraktek, seorang dokter harus selalu menambah pengetahuannya, karena ilmu pengetahuan selalu berkembang. Dokter juga harus mengetahui Standar Operasional Procedure atau SOP, mengetahui kode etik kedokteran, serta ijin tidak melakukan praktek jika sedang tidak sehat atau capek untuk menghindari kelalaian maupun kesalahan diagnosa

Landasan Teori Setiap tindakan dalam kedokteran itu diatur dalam beberapa peraturan, yaitu: Undang-undang No. 29 Tahun 2004 PP No.26(1960) tentang Lafal Sumpah Dokter. Permenkes: No. 554 (1982) tentang Panitia Pertimbangan dan Pembinaan Etik Kedokteran. PP No. 434/MenKes/SK/X/1983: KODEKI Permenkes: No.585(1989) tentang Persetujuan Tindakan Medik Permenkes: No. 749a(1989) tentang Rekam Medis PP RI No. 32 (1996) tentang Tenaga Kesehatan

CONTOH KASUS

Contoh Kasus Kasus yang menimpa Shanti ini bermula ketika ia memeriksakan kesehatan ke Dokter Maas di Rumah Sakit Cinere pada Maret 2003. Saat itu ia merasa tubuhnya panas dan kepalanya kerap pusing. Maas kemudian meminta Shanti berkonsultasi ke Wardhani. Dari hasil pemeriksaan, Wardhani menyimpulkan amandel Shanti bengkak dan perlu dioperasi. Lalu, pada 31 Maret 2003, operasi yang hanya memakan waktu sekitar satu setengah jam itu dilakukan.

Semula semua terlihat beres. Apalagi operasi amandel tergolong ringan. Tapi, sehari setelah operasi, Shanti risau karena menyadari suaranya terdengar aneh. Dokter Wardhani, yang menerima keluhan Shanti, kemudian menghibur bahwa suara aneh terjadi karena luka operasi belum sembuh.

Namun, berminggu-minggu kemudian, suara Shanti tak kunjung membaik. Ia kemudian datang ke dokter ahli THT, Prof. Hendarto Hendarmin. Seusai pemeriksaan, Dokter Hendarmin memastikan bahwa ada kelainan dalam tulang tenggorokan Shanti. Shanti yakin, perubahan ini lantaran operasi amandel.

Setelah beberapa kali menemui kembali Dokter Wardhani dan pihak Rumah Sakit Cinere namun tak mendapat penyelesaian, pada September 2003 Shanti mengajukan gugatan. Gugatan inilah yang dikabulkan hakim pada pertengahan Juli lalu.

Analisis masalah

Penjabaran Masalah1. Shanti didiagnosis menderita amandel dan harus menjalani operasi. 2. Namun, berminggu-minggu kemudian, suara Shanti tak kunjung membaik. Ia kemudian datang ke dokter ahli THT, Prof. Hendarto Hendarmin. Dipastikan bahwa ada kelainan dalam tulang tenggorokan Shanti. Shanti yakin, perubahan ini lantaran operasi amandel.

Kaitannya dengan Undang-Undang1. Dokter melanggar UU no.29 Tahun 2004 paragraf 2 Pasal 45 Ayat (2) Pasien mendapat pembelaan sesuai dengan UU no.29 Tahun 2004 Paragraf 7 Pasal 52 Ayat (a), (c) 2. Melanggar UU no.29 Tahun 2004 Paragraf Pasal 45 Ayat (3)

Pasal 45 (1) Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien harus mendapat persetujuan. (2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah pasien mendapat penjelasan secara lengkap. (3) Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurangkurangnya mencakup : a. diagnosis dan tata cara tindakan medis; b. tujuan tindakan medis yang dilakukan; c. alternatif tindakan lain dan risikonya; d. risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi; dan e. prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.

Paragraf 7 Hak dan Kewajiban Pasien Pasal 52 Pasien, dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran, mempunyai hak: a. mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (3); b. meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain; c. mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis; d. menolak tindakan medis; dan e. mendapatkan isi rekam medis.

Solusi1. Dokter : a. Dokter tidak boleh gegabah dalam mengambil tindakan terhadap pasien, sehingga pasien tidak dirugikan. b. Dokter seharusnya mengambil tindakan medis sesuai dengan Evidence Based Medicine (EBM). c. Sebaiknya dokter memiliki asuransi, yang dapat menjaminnya ketika ia dituntut oleh pasien. d. Dokter sebaiknya mengikuti ujian kompetensi dan seminar untuk meningkatkan profesionalisme dan kompetensi bagi para dokter.

2. Pasien: a. Pasien seharusnya meminta hasil pemeriksaan pada dokternya. b. Pasien sebaiknya mendiskusikan tindakan yang akan dilakukan dokter selanjutnya dengan dokter tersebut. c. Jika tindakan yang diambil adalah operasi, pasien sebaiknya meminta second opinion kepada dokter lain. d. Pasien mengasuransikan dirinya.