green architecture
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Dengan semakin sadarnya manusia akan pentingnya pelestarian lingkungan hidup,
saat ini arsitektur hijau menjadi semakin populer dan diakui signifikansinya. Manusia mulai
menyadari bahwa bangunan menjadi salah satu penyebab polusi yang cukup dominan, mulai
dari proses pembuatannya sampai pemeliharaannya yang mengkonsumsi cukup banyak
energi. Jika hal ini tidak dihentikan, lingkungan hidup secara keseluruhan akan terkena
dampak negatifnya dan berakibat pada ketidaknyamanan manusia itu sendiri. Oleh karena itu,
para arsitek mencoba untuk memberikan solusinya dengan menerapkan prinsip-prinsip
arsitektur hijau pada bangunan supaya bangunan yang meraka bangun menghasilkan dampak
negatif seminimal mungkin pada alam sekitarnya dan justru dapat meningkatkan kualitas
hidup manusia penggunanya.
Prinsip-prinsip bangunan hijau tersebut akan penulis jabarkan dalam bab II makalah
ini yang berjudul kriteria, standar, teori. Dari kriteria / standar / teori tersebut, penulis akan
bertolakbelakang untuk meninjau beberapa jenis bangunan yang telah ada. Tujuannya adalah
mencoba melihat bagaimana prinsip-prinsip arsitektur hijau itu diterapkan pada sebuah
bangunan dan apa manfaat / dampaknya yang bisa dirasakan, baik secara langsung maupun
tidak langsung.
Adapun, bangunan yang ditinjau adalah bangunan-bangunan yang penulis kunjungi
saat studi lapangan di Jogjakarta pada tanggal 21-24 Oktober 2012. Bangunan-bangunan itu
adalah Museum Affandi dan Hotel Royal Ambarrukmo Jogjakarta, ditambah satu bangunan
lagi yang penulis pelajari dari studi literatur dan internet, yaitu Panel House di Venice Beach,
USA, karya arsitek David Randall Hertz.
Selain tinjauan secara umum, penulis juga memfokuskan salah satu aspek arsitektur
hijau secara khusus yaitu bukaan. Aspek ini akan dianalisis pada Museum Affandi dan Hotel
Royal Ambarrukmo Jogjakarta. Selain bukaan, penulis juga akan memfokuskan pada aspek
passive / active cooling. Aspek ini akan disoroti pada bahasan Panel House.
1
BAB II
KRITERIA / STANDAR / TEORI
2.1 ARSITEKTUR HIJAU
2.1.1 Definisi Arsitektur Hijau
Jackie Craven menjelaskan definisi green architecture dalam about.com demikian:
Green architecture, atau bisa disebut juga green design, adalah sebuah
pendekatan terhadap bangunan yang meminimalisasi dampak negatif terhadap
kesehatan manusia dan lingkungan hidup. Arsitek “hijau” berusaha menjaga
ketersediaan udara, air, dan bumi dengan cara memilih material bangunan dan
praktik konstruksi yang ramah lingkungan.1
Ensiclopedia Britannica menjelaskan definisi green architecture demikian:
Green architecture adalah sebuah filosofi arsitektur yang memperjuangkan
sumber energi berkelanjutan, konservasi energi, pemakaian kembali dan
keamanan material bangunan, dan penempatan bangunan yang
mempertimbangkan dampaknya terhadap lingkungan hidup.2
Tri Harso Karyono dalam bukunya “Arsitektur Hijau” mengatakan:
Green architecture adalah arsitektur yang minim mengonsumsi sumber daya
alam, ternasuk energi, air, dan material, serta minim menimbulkan dampak
negatif bagi lingkungan.3
Dengan demikian, jelas sekali bahwa pada intinya green architecture adalah kegiatan/proses
berarsitektur yang ramah lingkungan.
2.1.2 Ciri-ciri Green Architecture
1 http://architecture.about.com/od/greenconcepts/g/green.htm2 http://www.britannica.com/EBchecked/topic/1008921/green-architecture3 http://ndyteen.blogspot.com/2012/07/green-architecture-arsitektur-hijau.html
2
Bangunan yang dikategorikan dalam green architecture mempunyai beberapa atau banyak
karakteristik yang demikian:
Sistem ventilasi yang didesain untuk menyejukkan atau menghangatkan ruangan
secara efektif.
Sistem pencahayaan yang hemat energi.
Sistem pipa air (pumbling) yang hemat air.
Landscape yang didesain untuk memaksimalkan penggunaan energi matahari (passive
solar energy).
Perusakan minimal terhadap habitat alami.
Sumber energi alternatif seperti energi matahari atau energi angin.
Material yang non-sintetik dan/atau non-toxic.
Batu dan kayu yang didapatkan secara lokal.
Kayu yang ditebang secara bertanggung jawab (bukan penebangan liar).
Pemakaian kembali secara adaptif dari bangunan lama.
Pendaur ulangan material bangunan.
Pemakaian ruang yang efektif4
2.2 BUKAAN / VENTILASI
Pada bagian ini, penulis mengambil referensi dari presentasi kuliah Sains Lingkungan
I oleh Dr. Ir Finarya Legoh, M.Sc dan Ir. Ida Zureidar, M.Sc.5
Bukaan / ventilasi pada intinya mempunyai 3 fungsi utama:
1. Health Ventilation – yaitu menunjang kualitas udara dalam ruangan dengan
mengganti udara dalam ruang yang mengandung CO2 dengan udara bersih dari
luar yang mengandung O2
2. Comfort Ventilation – yaitu menunjang tercapainya thermal comfort dengan
meningkatkan heat loss dan mencegah terjadinya kelembaban pada kulit yang
disebabkan oleh menunpuknya keringat
4 http://architecture.about.com/od/greenconcepts/g/green.htm5 Dr. Ir Finarya Legoh, M.Sc, & Ir. Ida Zureidar, M.Sc. “Sains dan Lingkungan I B 2012”, Jurusan Arsitektur, Fakultas Desain dan Teknik Perencanaan, Universitas Pelita Harapan.
3
3. Structural cooling ventilation – yaitu mendinginkan dinding dan struktur
bangunan.
Penggunaan dan efektivitas ketiga fungsi tersebut bergantung pada kondisi iklim di
daerah tersebut.
2.2.1 Ventilasi untuk kenyamanan thermal
Ventilasi ini menunjang tercapainya kenyamanan termal dengan meningkatkan heat
loss dan mencegah terjadinya kelembaban pada kulit yang disebabkan oleh menumpuknya
keringat. Bila suhu ruang dalam agak panas, pergerakan angin dari luar gedung menuju ke
dalam ruang dengan kecepatan tertentu akan mempunyai efek pendinginan langsung pada
permukaan kulit, yang akan meningkatkan kenyamanan / comfort. Dalam proses ventilasi ini,
walaupun suhu udara dalam ruang meningkat, tetapi efek pada kulit tetap lebih terasa.
Kondisi ini berlaku pada daerah panas dan lembab.
Ventilasi untuk kenyamanan termal membutuhkan faktor disain yang dapat memaksimumkan
kecepatan udara dalam ruang, yaitu :
Ukuran bukaan : jumlah / ukuran bukaan minimal 20% dari luas lantai
Lokasi bukaan : semua bukaan harus terhindar atau dilindungi dari radiasi matahari
Detail dari bukaan : material dinding dan atap bangunan harus berupa low mass /
lightweight, agar pendinginan dapat segera terjadi pada sore dan malam hari.
2.2.2 Ventilasi untuk pendinginan massa bangunan (Convective Cooling)
Cara pendinginan bangunan yang termudah adalah dengan cara mendinginkan massa
bangunan dengan udara sejuk pada malam hari. Di daerah panas dan kering, suhu udara pada
malam hari cukup rendah untuk mendinginkan massa bangunan, yang kemudian disimpan
untuk mendinginkan udara dalam ruang keesokan harinya. Supaya sistem ini dapat berhasil,
gedung harus tertutup pada siang hari supaya tidak terjadi penambahan panas. Oleh karena
itu, ventilasi untuk kenyamanan termal (comfort ventilation) dan ventilasi untuk pendinginan
massa bangunan (convective cooling) tidak dapat digunakan secara bersamaan.
4
Beberapa acuan agar structural cooling ventilation efektif adalah sebagai berikut:
Iklim di mana perbedaan suhu siang dan malam > 10° C, suhu siang > 30° C.
Material bangunan yang dipakai : high insulation value, high heat capacity, bidang
besar lebih kurang 4 x luas lantai.
Warna dinding dan atap putih dengan daya absorpsi 0,25.
Bukaan dengan ukuran 10 - 15% dari luas lantai.
Bukaan dilindungi dari radiasi solar.
2.2.3 Faktor desain yang berpengaruh pada ventilasi
1. Orientasi bukaan terhadap angin :
Anggapan bahwa untuk memaksimalkan ventilasi maka orientasi bukaan harus
menghadap arah angin secara tegak lurus adalah tidak selalu benar, karena ternyata
bukaan pada dinding yang miring terhadap arah angin akan mengakibatkan terjadinya
pergerakan angin yang merata dalam ruangan secara lebih baik.
Sebuah riset memperlihatkan bila jendela diletakkan pada dinding yang berlawanan /
berhadapan, maka sirkulasi angin dalam ruangan akan minimal bila dinding bukaan
menghadap tegalk lurus terhadap arah angin. Tetapi bila dinding bukaan 45° terhadap
arah angin, pergerakan angin di dalam ruang akan berupa turbelensi yang menyebar
ke seluruh ruangan sehingga pergerakan angin lebih merata. Bila jendela diletakkan
pada dua dinding yang bersebelahan, ventilasi akan lebih baik bila dibandingkan
dengan dinding bukaan menghadap arah angin.
Hasil ini menyimpulkan bahwa ventilasi dalam ruang akan lebih baik bila pergerakan
angin dalam perjalanannya menuju ke dalam ruang harus berubah arah.
2. Ukuran bukaan :
Pengaruh ukuran bukaan pada ventilasi tergantung pada dapat tersedianya cross
ventilation.
5
Di dalam ruang yang hanya mempunyai bukaan pada pada satu sisi dinding saja,
maka ukuran bukaan tersebut hanya sedikit pengaruhnya terhadap internal air
velocity.
Bila bukaan miring terhadap arah angin, maka ukuran bukaan akan lebih berpengaruh,
karena adanya kemungkinan angin masuk pada bagian depan dan keluar pada bagian
yang jauh, sehingga seperti terjadi cross ventilation.
Bila ruangan dapat menjamin cross ventilation, maka besarnya ukuran bukaan akan
sangat berpengaruh internal air velocity, terutama pada bukaan angin masuk dan
keluar.
Bila ukuran bukaan angin keluar lebih besar dari pada ukuran bukaan masuk, maka
maximum velocity akan tinggi dan kecepatan rata-rata akan sedikit meningkat.
3. Cross ventilation :
artinya tersedianya bukaan pada bidang "pressure" dan bidang "suction" sehingga
angin dapat mengalir masuk dan keluar ruangan dengan mudah. Sebuah riset
membuktikan bahwa perbedaan kecepatan pergerakan angin dalam ruang yang
mempunyai dan tidak mempunyai cross ventilation adalah 2 x lipat.
4. External wall :
penggunaan external wall untuk mengubah kondisi tekanan angin, agar angin dapat
terarah masuk ke dalam ruang melalui bukaan. Pada ruang yang mempunyai bukaan
pada satu sisi saja, dengan menambahkan sirip pada jendelanya, akan memungkinkan
untuk ruang tersebut mendapatkan ventilasi yang mencukupi, dengan catatan bahwa
dinding tersebut miring terhadap arah angin. Sudut kemiringan dapat 20° sampai 70°.
5. Lokasi bukaan secara vertikal :
6
posisi bukaan terhadap lantai dan tingginya bukaan, akan berpengaruh pada distribusi
pergerakan angin secara vertikal dalam ruangan. Posisi vertikal bukaan harus
disesuaikan dengan aktivitas di dalam ruangan. Bila dipakai untuk ruang keluarga,
maka posisi bukaan vertikal harus menjamin agar distribusi angin akan terjadi pada
level orang duduk.
6. Bentuk dan cara pembukaan jendela / bukaan.
7. Pembagian / partisi ruangan.
8. Kawat kasa.
2.3 PASSIVE / ACTIVE COOLING
2.3.1 Passive Cooling
Passive Cooling adalah strategi untuk menghemat energi bangunan secara desain atau
pasif
Pada pemukiman, penggunaan energi untuk kenyamanan thermal sekitar 40-80% total
pemakaian energi, untuk kenyamanan visual sekitar 5%. Kualitas thermal bangunan dan
faktor cuaca menjadi faktor penentu yang dominan dalam penggunaan energi. Strategi utama
desain hemat energi pada pemukiman: pendinginan, penurunan kelembaban, dan optimasi
penerangan alami.
Strategi kontrol pasif dapat dilakukan dengan cara meminimalkan aliran panas
konduksi dan radiasi sinar matahari langsung, mengoptimalkan ventilasi / bukaan alam,
pendinginan radian, pendingin evaporative, dan pencahayaan alami (siang hingga sore hari).
Penerapan strategi yang berkaitan antara lain:
Mengoptimalkan arah angin pada tapak. Panjang tapak diusahakan ke arah Utara –
Selatan, orientasi bangunan didomniasi ke arah Selatan dan Timur, bentuk
bamngunan memanjang ke sisi Timur-Barat dengan rasio 1:1,7-1,3.
7
Fasade bangunan mengoptimalkan letak bukaan (pintu dan jendela) untuk
mendapatkan penerangan dan penghawaan alami.
Elemen-elemen desain pasif digunakan kalau perlu, seperti kanopi dan pergola untuk
menangkal sinar matahari langsung.
Perlu diperhatikan pula skala dimensi bangunan terhadap volume bangunan.
2.3.2 Active Cooling
Active Cooling adalah Strategi untuk menghemat energi dalam bangunan secara aktif.
Perancangan desain aktif bertujuan utnuk memproduksi sendiri energi yang berasal dari
sumber terbarukan untuk memenuhi kebutuhan energi dalam bangunan. Dalam aplikasinya,
sumberdaya terbarukan yang dipakai antara lain radiasi matahari, kecepatan angin, panas
bumi dan arus air. Sumber darya terbarukan yang paling memungkinkan digunakan di Jakarta
adalah radiasi sinar matahari dan turbin angin, karena arus air hanya dapat digunakan bila
memiliki arus dan debit air yang cukup kuat, sedangkan panas bumi sama sekali belum dapay
digunakan.
Energi matahari adalah energi yang berasal langsung dari radiasi matahari – bila
dimanfaatkan scara aktif akan menghasilkan energi pana dan energi listrik. Energi panas
untuk keperluan penyediaan air pana, sedangkan energi listrik yang dihasilkan memakai
teknologi untuk mengkonversikan energi matahari ke energi listrik – dikenal dengan
photovoltaic (PV). Metode PV merupakan rangkaian modul sel-sel surya yang dikaitkan satu
dengan lainnya, konversi energi matahari ke energi listrik melalui lempengan silikon yang
berjumlah dua lapisan. Lempengan silikon yang terkena energi matahari akan menghasilkan
ion positif, lapisan kedua (lapisan di baliknya) akan menghasilkan ion negatif – kedua ion ini
bertemu, makan akan diperoleh energi listrik.
Pengoperasian PV tergantung pada:
Ambient air temperature
Radiasi matahari
Kecepatan angin bertiup
Keadaan atmosfir bumi
Orientasi panel dan posisi letak PV terhadap matahari.
8
Lokasi pemasangan modul-modul PV antara lain:
Atap (miring atau pelana, perisai, datar)
Fasade (dinding bangunan)
Kanopi (listplank, pergola, overhang)
Jenis-jenis PV yang digunakan antara lain:
Photovoltaic roofs
Photovoltaic facades
Solar Shading
Kelebihan PV:
9
PV merupakan energi bersih karena berasal dari alam, menggunakan sumber
energi matahari yang terbarukan tanpa batas,
PV merupakan teknologi bersih, artinya dalam tahap konversi dan operasional
tidak menimbukan polusi lebih ekonomis dan efisien untuk masa penggunaan
yang lama, perawatannya mudah serta memberi peluang untuk
mengembangkan tampilan bangunan.
PV tidak memerlukan lahan yang spesifik, hanya memakan jumlah ruang yang
relatif sedikit, dibandingkan penempatan generator.
Kekurangan PV:
Durasi pemakaian energi yang terbatas oleh beredarnya sinar matahari, yaitu
dari pukul 06.00 sampai pukul 18.00.
Keadaan awan mempengaruhi kinerja teknologi PV, jika awan terlalu
menutupi matahari maka energi yang diserap tidak terlalu signifikan.
Tinggi biaya untuk mengkonversikan energi surya menjadi energi listrik yang
disebabkan oleh rendahnya efisiensi konverter, karena radiasi yang diserap
hanya 21% dari total sinar matahari pada siang hari.
AkibatL harga listrik persatuan unit (watt – jam) relatif tinggi dibanding harga
PV yang terpasang.
Sampai saat ini penggunaan PV sulit bersaing dengan energi listrik yang
bersumber dari sumberdaya konvensional (minyak bumi, batu bara, dan gas).
Strategi active cooling lainnya adalah pemanfaatan energi angin dengan turbin angin.
Turbin angin merupakan media yang mengkonversikan gerak angin menjadi energi kinetik,
kemudian energi kinetik tersebut dikonversikan menjadi energi listrik. Prinsip dasar turbin
angin: tenaga angin yang datang melewati kipas akan diubah menjadi tenaga mekanik.
Tenaga mekanik ini akan diteruskan ke transmisi untuk diubah menjadi tenaga listrik.
Transmisi ini bergunan untuk menjaga efektivitas kerja dari turbin angin dalam keadaan
kecepatan angin yang berbeda-beda. Tenaga listrik yang dihasilkan akan dapat langsung
digunakan untuk keperluan sehari-hari maupun disimpan untuk keperluan selanjutnya.
Secara teori, efisiensi maksimum setiap desain turbin angin adalah 59%, artinya
energi angin yang dapat diserap hanyalah 59%. Jika faktor-faktor seperti kekuatan dan
durabilitas diperhitungkan, maka efisiensi sebenarnya hanya sekitar 35 – 45%. Bila
10
ditambahkan inefisiensi sistem turbin angin yang lengkap, termasuk generator, bearing,
transmisi daya dan sebagainya, maka tinggal sekitar 10-30% energi angin yang bisa
dikonversikan menjadi tenaga listrik. Kecepatan angin rata-rata minimal yang dapat diterima
oleh sebuah turbin angin dapat mencapai 5m/s pada ketinggian 10 m – ketinggian ini berguna
dalam mengeksploitasi kecepatan angin untuk diubah menjadi tenaga listrik.
Faktor utama dalam penempatan turbin angin adalah letak turbin angin dan ketinggian
di mana baling-baling turbin bergerak. Satuan yang digunakan untuk menghitung energi
listrik yang dihasilkan oleh turbin angin disebut Wind Power Density (WPD). Perhitungan
WPD berdasarkan banyaknya energi angin yang dapat dihasilkan per meter persegi dari
tempat kincir angin diletakkan – energi yang dihasilkan berkisar antara 200 watt/m2 sampai
800 – 2000 watt/m2, tergantung berapa banyak turbin angin yang bergerak di tempat tersebut.
Tiga hal yang harus diperhatika secara khusus ketika menggunakan turbin angin sebagai
energi alternatif: distribusi angin, intensitas turbulensi dan kondisi lingkungan eksisting.
Pemanfataan energi aktif tenaga angin dapat dilakukan dengan mengintegrasikan
desain arsitektur dengan turbin angin Terdapat dua tipe turbin angin dilihat dari rotasi baling-
baling dan bentuk arah kipasnya, yaitu turbin angin horizontal dan turbin angin vertikal.
Meskipun keduanya terlihat berbeda, namun mekanika dasar dari kedua sistem ini sama.
BAB III
TINJAUAN BANGUNAN
11
3.1 MUSEUM AFFANDI
3.1.1 Tinjauan Umum
Museum Affandi adalah bangunan yang didirikan oleh sang seniman kenamaan,
Affandi, pada tahun 1973. Museum ini dibangun di atas tanah tempat tinggalnya di
Yogyakarta. Bangunan ini menjadi tempat bagi Affandi untuk tinggal, berkarya, dan
memamerkan karya-karyanya. Karya dan koleksi pribadi milik Affandi dan keluarganya
dimuat semuanya dalam gedung ini.
Kompleks museum ini terdiri dari 5 bangunan yang terpisah. Tiga di antaranya
merupakan bangunan yang memamerkan karya dan koleksi Affandi. Satu bangunan menjadi
studio kerja Affandi yang saat ini banyak digunakan oleh cucunya untuk melukis. Satu
bangunan lagi merupakan rumah Affandi.
Suatu hal yang menarik saat kita mengunjungi museum Affandi adalah desain bentuk
bangunannya yang menyerupai daun. Kita hanya bisa menduga-duga mengapa Affandi
mengambil bentuk daun sebagai inspirasi bentuk atap bangunannya. Namun, saat kita
memasuki kompleks museum tersebut, kita dapat menduga bahwa Affandi adalah seorang
12
pecinta alam yang menyukai suasana alam yang hijau. Kesan ini bisa kita tangkap tatkala kita
melihat kompleks museum yang sangat asri ini. Pepohonan yang besar dan kecil menghiasi
keseluruhan kompleks bangunan ini. Dari situ kita dapat merasakan intensi sang seniman
yang ingin mendesain suatu bangunan yang selaras dengan alam.
Museum ini terletak di tengah jalan utama kota Yogyakarta yang sangat padat, yaitu
jalan Adisucipto (dahulu dikenal sebagai jalan Solo). Akan tetapi, dengan taman yang begitu
asri, saat kita masuk ke dalamnya, suasana kota Yogyakarta yang padat, berdebu, dan bising
langsung seolah-olah berubah menjadi suasana yang asri, tenang, dan menyegarkan. Desain
taman yang luas, hijau dan indah membuat suasana betul-betul nyaman bagi para pengunjung
di sana.
Kami menyimpulkan bahwa sang seniman, baik sadar maupun tidak, telah
menerapkan prinsip arsitektur hijau di sini, yaitu menciptakan bangunan yang selaras dengan
alam. Dengan memberi taman yang luas dan ditumbuhi tanaman yang subur, kompleks
bangunan secara keseluruhan menjadi lebih sejuk dan segar. Tanaman-tanaman tersebut
menyaring udara kotor dari jalanan dan menjadi sumber oksigen yang segar bagi para
penghuni dan pengunjung museum. Selain itu, tanaman-tanaman tersebut juga menjadi
sebuah insulasi kebisingan alami dari suara mesin dan knalpot kendaraan bermotor dari
jalanan yang ramai, sehingga pengunjung museum dapat menikmati keindahan lukisan
Affandi dalam suasana yang tenang.
13
3.1.2 Tinjauan Bukaan / Opening
Berikut ini kami akan membahas secara khusus mengenai aspek bukaan dalam
bangunan Affandi. Bukaan merupakan salah satu prinsip bangunan hijau yang sangat penting.
Bukaan dapat memberi ventilasi udara yang berfungsi mengurangi kelembaban dan
menyejukkan ruangan. Selain itu bukaan juga dapat memberikan penetrasi cahaya matahari
ke dalam bangunan. Penetrasi cahaya matahari sangatlah penting bagi suatu bangunan karena
pertama, cahaya matahari dapat membunuh kuman-kuman dan bakteri sehingga bangunan
dapat terhindar dari terkenanya SBS (sick building syndrome), dan kedua, cahaya matahari
berfungsi sebagai pencahayaan alami di siang hari sehingga menghemat penggunaan energi
listrik.
Pada bangunan galeri yang pertama, kita tidak mendapati adanya bukaan yang
berfungsi sebagai ventilasi karena ruangan tersebut menggunakan AC. Penggunaan AC
dalam ruangan tersebut diperlukan, selain untuk kenyamanan pengunjung, juga untuk
memelihara lukisan-lukisan bersejarah karya Affandi yang telah berumur puluhan tahun.
Sebagaimana yang telah kami sebutkan tadi, museum ini terletak di tepi jalan raya utama kota
Yogyakarta yang padat sekali dengan kendaraan bermotor. Sekalipun sebagian telah tersaring
oleh taman yang asri di sekeliling bangunan, udara yang mengalir di situ masih tetap cukup
banyak mengandung debu dan kotoran lainnya, yang apabila masuk terus-menerus melalui
ventilasi, bisa jadi akan mengotori dan merusak lukisan-lukisan bernilai milyaran rupiah
tersebut. Jadi, bukaan pintu dan jendela pada gedung ini semuanya ditutup menggunakan
akrilik dan polikarbonat.
14
Jadi, pada galeri yang pertama ini, bukaan hanya berfungsi untuk memasukkan
cahaya matahari ke dalam ruangan sebagai pencayahaan alami dan juga untuk mencegah
kelembaban yang dapat merusak lukisan-lukisan bersejarah yang ada di dalamnya.
Bukaan untuk memasukkan cahaya matahari ini dioptimalkan dengan membuat
bukaan pada langit-langit bangunan / skylight. Namun, cahaya matahari yang masuk melalui
skylight ini juga tidak sepenuhnya langsung dibiarkan masuk begitu saja ke dalam ruangan
karena jumlah cahaya yang berlebihan juga tidak baik untuk lukisan. Sinar ultraviolet dari
matahari yang terkena secara langsung juga dapat memudarkan warna sehingga merusak
kualitas dari karya-karya yang ada. Untuk menghindari hal tersebut, dipakailah kain putih
untuk menyaring cahaya yang masuk ke dalam ruangan. Kain putih tersebut diletakkan
sedemikan rupa sehingga menjadi sebagai suatu elemen arsitektural yang memberikan
ekspresi kelembutan dan warnanya yang putih memberikan juga kesan ketenangan.
15
16
Galeri kedua kurang lebih sama dengan galeri yang pertama. Di galeri tersebut juga
digunakan AC sehingga tidak ada ventilasi silang untuk mengalirkan udara ke dalamnya.
Bukaan yang ada hanya berfungsi untuk memasukkan cahaya matahari ke dalam ruangan
yang berfungsi sebagai pencahayaan alami dan mencegah kelembaban. Akan tetapi, di galeri
kedua ini skylight-nya tidak sebesar di galeri pertama. Hanya ada beberapa skylight kecil-
kecil di atap sehingga tidak diberi penghalang tambahan dari kain putih.
17
Pada galeri ketiga mulai ada perbedaan. Bukaan yang ada berfungsi juga sebagai
ventilasi silang karena bangunan ini tidak menggunakan AC. Bukaan paling besar dan efektif
sekali menjadi ventilasi silang adalah bukaan pintunya yang berhadapan antara depan dan
belakang. Karena letaknya yang berseberangan dan bukaannya yang cukup lebar, angin yang
masuk cukup kencang dan benar-benar terasa menyejukkan ruangan.
Pintu Depan
Pintu Belakang
18
Galeri ketiga ini menggunakan ventilasi silang mungkin disebabkan karena letaknya
yang di belakang, sehingga udara kotor dari jalanan telah banyak tersaring oleh taman di
depannya, dan juga karya-karya yang diletakkan di sini adalah karya-karya dari anak-anak
dan istri Affandi yang usianya relatif lebih baru.
Selain sebagai ventilasi silang, bukaan di galeri ketiga ini juga befungsi memasukkan
cahaya matahari, yaitu juga dengan menggunakan skylight.
19
Kami tidak diijinkan melihat bangunan rumah tinggal keluarga Affandi karena
memang itu tidak dibuka untuk umum, sehingga bagian terakhir yang kami amati adalah
studio lukis yang saat ini dipergunakan oleh cucu Affandi dalam menuangkan karya-karya
lukisannya. Pada prinsipnya bangunan ini juga menggunakan bukaan yang sama seperti pada
galeri tiga, yaitu bukaan untuk ventilasi silang dan juga skylight untuk memasukkan cahaya
matahari. Akan tetapi ventilasi silang studio lukis ini tidak sebesar pada galeri tiga sehingga
angin yang masuk kurang banyak sehingga terasa agak panas . Untuk mengurangi rasa panas
dipergunakan bantuan kipas angin.
20
3.2 HOTEL ROYAL AMBARRUKMO
3.2.1 Tinjauan Umum
Hotel Royal Ambarukkmo merupakan hotel berbintang 5 yang terletak di jalan raya
utama kota Yogyakarta. Hotel ini adalah versi baru dari Ambarrukmo Palace Hotel yang
sempat tutup selama 7 tahun akibat pailit pada tahun 2004. Ini adalah salah satu bangunan
bersejarah di Yogyakarta dan juga di Indonesia karena merupakan salah satu dari empat hotel
mewah pertama di Indonesia yang dibangun oleh presiden pertama RI, Ir Sukarno, pada
tahun 1960-an.
Hotel ini hadir dengan suatu keunikan khusus yang membuat hotel ini beda dengan
yang lainnya. Hotel ini masih memiliki bangunan peninggalan bersejarah kesultanan
Yogyakarta yang bernama Pesanggrahan Arjapurna dan digunakan untuk acara-acara khusus
yang bertemakan kultural tradisional Yogyakarta. Hotel ini hadir dengan konsep
mempertahankan tradisi Yogyakarta dengan cara membuat event-event tradisional
Yogyakarta seperti pemanahan, prosesi perkawinan dan makan malam ala kesultanan
Yogyakrta, serta menu-menu makanan yang juga berupa makanan tradisional Yogyakarta.
21
Prinsip arsitektur hijau yang pertama yang dapat kami lihat dalam kompleks
bangunan hotel ini adalah adanya taman hijau yang sangat luas dan asri. Bahkan taman hotel
ini bisa dikatakan seperti hutan kecil di tengah-tengah padatnya kota Yogyakarta. Banyaknya
pohon-pohon tinggi di situ dapat mengurangi polusi secara cukup signifikan dan juga
berfungsi sebagi insulasi suara. Di lingkungan hotel tersebut, kita dapat merasakan suasana
yang sejuk dan tenang. Tentu hal ini sangatlah penting bagi para pengunjung hotel yang ingin
menikmati suasana menginap yang nyaman di hotel bintang lima. Kenyamanan ini
diwujudkan oleh Hotel Royal Ambarrukmo dengan menggunakan tumbuh-tumbuhan alami
yang banyak sekali di sekeliling hotel. Dengan demikian bisa dikatakan bahwa arsitektur
Hotel Royal Ambarrukmo ini pun turut melestarikan alam.
Prinsip arsitektur hijau lainnya yang digunakan dalam bangunan ini adalah banyaknya
bukaan yang menjadi pencahayaan alami pada siang hari. Saat kami berkeliling ke berbagai
bagian bangunan ini, baik dari kamar-kamar, restoran, dapur, sampai ruang-ruang mesin,
semuanya, kecuali basement, memiliki pencahayaan alami yang sangat baik sekali sehingga
hampir tidak diperlukan lampu listrik sama sekali pada siang hari. Hal ini tentu menghemat
energi yang cukup banyak untuk bangunan sebesar itu. Ini akan dibahas lebih mendetail pada
tinjauan khusus berikut ini.
22
3.2.2 Tinjauan Bukaan / Opening
Bukaan pada bangunan hotel ini tidak berfungsi sebagai ventilasi silang karena
keseluruhan bangunan hotel ini menggunakan AC, kecuali bangunan pendopo peninggalan
sejarah kesultanan Yogyakarta. Jadi bukaan pada bangunan gedung hotel yang berlantai 11
ini semuanya hanya berfungsi sebagai pencahayaan alami.
Posisi hotel yang menghadap utara-selatan memberikan nilai tambah hotel untuk
memanfaatkan pemandangan Gunung Merapi dan kota Yogyakarta sendiri. Hal itu tidak akan
terjadi jika bangunan ini ditutup dengan dinding tebal. Bukaan yang terdapat di hotel ini tidak
hanya berupa jendela dan pintu masuk yang besar. Setiap kamar, baik yang menghadap kota
atau Gunung Merapi memiliki sebuah balkon sendiri yang cukup besar untuk bersantai.
Bukaan pada balkon ini merupakan salah satu yang terbesar dimiliki oleh hotel, bukan karena
ukurannya, tapi karena jumlahnya yang mencakup semua kamar hotel.
23
Di groundfloor hotel ini, saat memasuki lobi memang suasana langsung berubah
dibandingkan sisi luar hotel yang normalnya panas di siang hari. Lobi hotel ditutup dengan
dinding kaca yang tebal dan kanopi di sisi luar yang membuat suasana dalam ruangan dingin
dan teduh, namun cukup mendapatkan pencahayaan alami.
24
Bicara mengenai bukaan, tentu
tidak sekedar pintu dan jendela.
Taman dan fasilitas pendukung lainnya
yang terbuka tentu termasuk di dalamnya.
Bukaan yang terjadi juga merupakan
jalan sirkulasi udara, memberi peluang
pertukaran udara dalam dan luar gedung.
Sebagaimana yang telah sempat kami
singgung tadi, taman terbuka merupakan
bagian yang esensial bagi hotel ini. Di
taman ini para tamu hotel bisa bersantai,
berenang, menikmati makanan dan
minuman di gazebo, bahkan juga bisa
menyelenggarakan pesta perkawinan
yang secara khusus dirancang oleh
pengelola hotel sebagai garden party.
Jadi, ruang terbuka hijau dan semi-
terbuka di sini benar-benar menjadi pusat
kegiatan hotel yang penting.
25
Berikut ini adalah beberapa foto dari restoran dan area servis yang semuanya
memiliki bukaan yang cukup baik untuk memberikan pencahayaan alami pada siang hari.
restoran
26
dapur
ruang mesin
27
3.3 PANEL HOUSE
Lokasi: Venice Beach, California, USA
Arsitek: David Randall Hertz -
Studio of Environtmental Architecture
Konstruksi: 2004
28
Prinsip-prinsip arsitektur hijau yang dapat kami amati dari bangunan ini antara lain:6
SOLAR
Solar Hydronic radiant heating
Sistem PV yang menyediakan listrik
Solar system terdiri dari 14 panel PV yang menghadap Selatan dan sebuah inverter,
yang memproduksi 2.3 kilowatt energi perhari
Pemanas air menggunakan tenaga matahari.
Louvers digunakan sebagai shading dan penutup jendela untuk mengarahkan
pemandangan dan meminimalisasi masuknya panas matahari.
VENTILASI / BUKAAN
Skylights otomatis untuk natural ventilation control – terprogram pada suhu dan
kelembaban tertentu.
Pivot windows yang dikendalikan secara manual untuk mengatur aliran angin dari
laut, memberikan ventilasi silang alami.
Tangga yang berfungsi sebagai solar chimney, udara panas naik ke ruang terbuka dan
keluar ke atas melalui skylight
Jendela yang beroperasi secara elektris.
MATERIALS
High performance pre-fabricated manufactured refrigeration panels digunakan untuk
membangun dinding eksteriornya
Panel-panel yang berukuran 30x30 inch dari basement sampai atap yang bisa
dipasang selama beberapa hari saja oleh 2 orang dengan hampir tanpa limbah
konstruksi
Dinding residensial tipikal dengan R-value: R-11 (insulation rating), dan R-48, yang
memberi efek insulasi yang lebih besar dan mengurangi kebutuhan energi
Panel-panelnya dilapisi oleh lembaran alumunium
Tinted glass
6 http://www.studioea.com/projects/residential/panel_house/
29
Tidak ada struktur kayu di rumah ini
Baja yang highly recycled
Perabot yang memiliki sertifikasi FSC di seluruh dapur dan kamar mandi
Lantai beton
30
BAB IV
KESIMPULAN & SARAN
31
DAFTAR REFERENSI
http://architecture.about.com/od/greenconcepts/g/green.htm
http://www.britannica.com/EBchecked/topic/1008921/green-architecture
http://ndyteen.blogspot.com/2012/07/green-architecture-arsitektur-hijau.htmlhttp://
architecture.about.com/od/greenconcepts/g/green.htm
http://www.studioea.com/projects/residential/panel_house/
Dr. Ir Finarya Legoh, M.Sc, & Ir. Ida Zureidar, M.Sc. “Sains dan Lingkungan I B 2012”,
Jurusan Arsitektur, Fakultas Desain dan Teknik Perencanaan, Universitas Pelita
Harapan.
32