gravitas i
TRANSCRIPT
2. Gravitasi Bumi
Suatu fenomena alam yang tidak dapat dipungkiri adanya suatu kekuatan (gaya) yang
senantiasa ke bawah (tegak lurus bumi). Mobil dapat berjalan kecepatan tinggi di jalan
raya, manusia dapat berjalan di permukaan bumi dan tanaman dapat tumbuh dengan
akar menuju ke dalam bumi dapat dipastikan kesemuanya itu berkaitan dengan adanya
gaya gravitasi bumi. Di bulan gaya semacam itu tidak ada, sehingga para astronot tidak
dapat lari kecang dan tidak dapat berdiri tegak di bulan. Pergerakan para astronot
seperti pergerakan orang mabuk dan melayang layang di atmosfer bulan.
Bumi yang mempunyai gaya tarik ke arah intinya yang lebih dikenal sebagai suatu gaya
gravitasi. Dengan adanya gaya tersebut maka kita dan semua benda benda di
permukaan bumi ini tidak sampai melayang ke ruang angkasa. Sebenarnya gaya
gravitasi telah ada semenjak bumi dan jagad raya ini tercipta. Manusia belum berpikir jeli
terhadap fenomena gaya ini. Secara empiris belum ada manusia yang peduli dengan
gaya Gravitasi. Dikenalnya gaya gravitasi baik secara empiris mulai diramaikan orang
pada saat Isaac Newton mengungkapkan teori gravitasinya. Konon menurut sejarah teori
itu diperoleh, karena ketajaman kepedulian pemikirannya terhadap fenomena alam yang
pada saat itu diilhami oleh jatuhnya buah apel dari pohon ke tanah. Konsepsi dasar teori
gaya gravitasi adalah gaya tarik menarik antara 2 massa, secara konsepsi teori tersebut
diformulasikan oleh Isaac Newton.
Gaya gravitasi di setiap tempat permukaan bumi tidak sama, hal ini disebabkan adanya
perbadaan: jari jari ke kutub dan kekatulistiwa (pengaruhnya kecil sekali), Ketinggian
tempat (pengaruhnya juga sangat kecil), Kerapatan batuan yang menyusun kerak bumi
justru sangat menentukan.
Dengan mengetahui besarnya gaya gravitasi di permukaan bumi para pakar dapat
menganalisa keadaan bagian dalam dari bumi. Dengan asumsi bahwa bahwa volume
(massa) bumi besarnya tetap, maka dengan adanya bagian bumi yang rendah seperti
halnya lautan atau lembah akan dikompensasikan oleh adanya benua atau pegunungan
agar volume bumi tetap. Illustrasi tentang konsepsi keseimbangan atau kompensasi
disajikan dalam Gambar 2.2. Konsepsi seperti ini dapat dikatakan sebagai daya lenting
dari bumi. Pada saat kita mengamati globe, jelas terlihat bahwa belahan bumi utara yang
kebanyakan berupa daratan diimbangi oleh lautan di belahan bumi selatan.
Hal yang sama juga terjadi pada barisan pegunungan, bahwa pada jalur pegunungan
tinggi nampak adanya imbangan dari jalur palung laut yang dalam di dekatnya.
Fenomena semacam ini oleh para pakar disebut kedudukan seimbang atau Isostasi.
Selama belum tercapai keseimbangan atau kedudukan isostasi itu, maka kerak bumi
akan bergerak terus mencari keseimbangannya, dan ini merupakan salah satu penyebab
dari gaya tektonik atau labilnya permukaan bumi. Berdasarkan konsepsi tentang isostasi
ini, menimbulkan dua hipotesa yang paling dikenal oleh kalangan para pakar geologi,
yaitu PRATT dan AIRY.
a. Teori Pratt's
Konsepsi awal tentang isostasi yang dikemukaan oleh Pratt's sebenarnya tidak
menggunakan istilah Isostasi, melainkan kompensasi pada saat mengemukakan teori
pertama kalinya pada tahun 1859. Pratt's mengemukakan bahwa adanya kelebihan
massa di atas daratan dikompensasikan oleh adanya kekurangan massa di dasar laut.
Akan tetapi densitas batuan yang menyusun daratan lebih kecil daripada densitas
batuan yang menyusun dasar lautan. Dengan kata lain, adanya perbedaan ketinggian
antara daratan dan lautan adalah karena perbedaan kepadatan batuan yang menyusun
kerak bumi di kedua bagian bumi tersebut.
Gambar 2.2. Illustrasi Konsep Keseimbangan/Kompensasi
Untuk memberikan gambaran empiris Pratt's membuktikan dengan menggunakan
berbagai logam yang tidak sama berat jenisnya (Gambar 2.3).
Gambar 2.3. Teori Pratt’s Tentang Adanya Isostasi
Pada penampang dan beratnya dibuat sama, kemudian diapungkan dalam air raksa. Dari
percobaan tersebut ternyata logam yang bobot jenisnya lebih besar hanya sedikit
tersembul di atas permukaan air raksa, sedang logam yang lebih ringan tidak banyak
tenggelam di bawah permukaan air raksa. Analogi yang dapat diambil dari percobaan
tersebut dapat dikatakan bahwa gunung Himalaya itu merupakan hasil isostasi dari
lautan atlantik.
b. Teori Airy's
Konsepsi tentang isostasi dilanjutkan oleh Airy, ia mengemukakan teorinya ini pada
tahun 1865 dengan jalan pikiran yang agak berbeda dengan Pratt. Airy membenarkan
bahwa batuan yang menyusun kerak bumi tidak sama densitasnya, namun perbedaan
itu tidaklah terlalu besar yang dapat menghasilkan perbedaan ketinggian permukaan
bumi sedemikian besarnya.
Keraguan raguan dari Airy berasal dari ketidak puasannya dengan fakta/kenyataan yang
ada bagaimana Gunung Himalaya yang begitu tinggi dapat terbentuk hanya dengan
menurunnya palung palung laut yang sangat dalam. Airy memberikan gambaran yang
serupa dengan Pratt's, tetapi dengan menggunakan logam yang sejenis (dengan kata
lain densitas batuan penyusun kerak bumi dianggap sama), namun ketebalannya tidak
sama. Setelah diamati, ternyata logam yang lebih tebal tersembul lebih tinggi di atas
permukaan air raksa dibanding logam yang tipis (Gambar 2.4). Dengan demikian Airy
mengambil kesimpulan bahwa perbedaan ketinggian permukaan bumi bukan karena
perbedaan densitas batuan tetapi akibat dari perbedaan ketebalan lapisan kerak bumi.
Airy menganalogikan pada konsepsi terbentuknya pegunungan yang tinggi akarnya akan
jauh masuk ke dalam bumi dibandingkan dengan dasar laut yang belum sebanding.
Berdasarkan teori tersebut, maka teori Airy ini lebih dikenal dengan konsepsi akar
pengunungan (The Roots of Mountain hypothesis of isostasy). Sesuai dengan kemajuan
zaman, pendapat Airy lebih banyak dianut dan dipergunakan oleh para ahli geologi pada
saat itu, namun tidak berarti bahwa pendapat Pratt salah, sebab ternyata batuan
penyusun kerak bumi tidak sama densitasnya. Dengan demikian, kedua teori tersebut
pada prinsipnya saling melengkapi dimana dasar kerak bumi tidak rata sebagaimana
diduga oleh Pratt (akar pegunungan menjorok lebih dalam dibandingkaan dasar laut),
dan dipihak lain densitas batuan penyusun kerak bumi juga tidak sama sebagaimana
digunakan Airy dalam mengemukakan teorinya.
Gambar 2.4. Teori Airy tentang adanya Isostasi
Penyimpangan Gravitasi
Berdasarkan hasil pengukuran gravitasi setiap tempat di permukaan bumi dibandingkan
dengan gravitasi teoritis yang seharusnya dimiliki oleh tempat tersebut tidak sesuai dan
cenderung timbul adanya penyimpangan. Atas fenomena ini para pakar sepakat bahwa
di permukaan bumi ini akan dijumpai gaya gravitasi yang agak menyimpang. Para ahli
menyepakati adanya anomali gravitasi/anomali isostasi. Anomali gravitasi adalah
penyimpangan gravitasi di suatu tempat di permukaan bumi dari gravitasi teoritis yang
seharusnya dimiliki. Dengan kata lain selisih antara gravitasi sebenarnya dengan
gravitasi secara teoritis. Berdasarkan perbedaan nilai tersebut, maka penyimpangan
gravitasi dikenal ada dua macam Anomali Gravitasi, yaitu: anomali positif dan negatif.
Anomali Gravitasi positif terjadi bila gravitasinya lebih besar dari gravi¬tasi teoritis.
Daerah yang mengalami Anomali Gravitasi positif cenderung akan mengalami penurunan
untuk mencapai kedudukan seimbang, sebab kelebihan berat dibanding daerah yang
mengalami Anomali Gravitasi negatif. Anornali Gravitasi negatif terjadi bila gravitasinya
lebih kecil darl gravi¬tasi teoritis. Daerah yang mengalami Anomali Gravitasi negatif
cenderung mengalami pengangkatan agar tercapai kedudukan isostasi.
Gravitasi teoritis yang dimaksudkan dalam teori ini adalah besamya gaya gravitasi pada
Spheroid, yaitu permukaan bumi rata rata yang berbentuk elipsoidal (suatu permukaan
bumi khayal, hanya dibayangkan saja/dilukiskan di atas kertas guna keperluan
perhitungan). Pada semua titik di Spheroid ini nilai gravitasinya sama asal terletak pada
lintang yang sama (jarak ke pusat bumi sama & gaya sentrifugal akibat rotasi bumi juga
sama). Dengan pengukuran gravitasi di permukaan bumi kemudian dianalisa, para pakar
dapat meramalkan peristiwa geologi yang akan terjadi di suatu daerah misalnya
pembentukan pegunungan, penurunan permukaan daratan, dan sebagainya.
Pengukuran gravitasi di Indonesia telah banyak dilakukan sejak zaman penjajahan
Belanda. Salah seorang pakar yang tercatat Vening Meinesz banyak melakukan
penelitian gravitasi di Indonesia. Dari beberapa hasil penelitiannya berkesimpulan bahwa
di daerah Maluku dan sekitarnya merupakan daerah labil, sehingga setiap saat akan
terjadi proses pembentukan pegunungan tinggi dan akan terjadi pula penurunan
permukaan tanah. Terjadinya gempa bumi yang dahsyat yang menelan beberapa korban
pada tahun 1994 di Flores merupakan salah satu peristiwa yang berkaitan dengan
kelabilan daerah tersebut.
Munculnya gunung baru di Negara Tonga pada tanggal 18 Juni 1995 dengan ketinggian
15 menjadi 50 meter dalam kurun waktu 10 hari juga merupakan fenomena
pengangkatan kerak bumi akibat gaya di dalam bumi. Tampaknya aktivitas inti bumi
menjadi lebih nyata peranannya dengan adanya bukti bukti kongkrit ini.
3. Gelombang Seismik.
Gelombang seismik adalah getaran kerak bumi yang diakibatkan adanya gangguan pada
salah satu lapisan bumi, sehingga menyebabkan adanya getaran. Getaran yang sampai
kepermukaan bumi pada umumnya menyebabkan pergerakan keberbagai arah, gerakan
ini sering disebut dengan gempa bumi. Jika terjadi peristiwa gempa baik yang terjadi
secara alamiah maupun yang terjadi karena buatan yang disengaja oleh manusia, maka
tekanan akan diteruskan melalui materi di sekelilingnya berupa rambatan getaran dalam
bentuk gelombang. Secara garis besar, gelombang seismik/gempa dapat dibedakan atas
2 macam yaitu gelombang dalam (Body Wave) dan gelombang permukaan (Surface
Wave).
Gelombang Dalam
Gelombang dalam atau body wave adalah gelombang yang meram¬bat didalam bumi,
dari pusat gempa menuju ke segala arah. Berdasarkan caranya merambat melalui
batuan penyusun bumi, dikenal ada dua tipe, yaitu: (1) gelombang longitudinal dan (2)
gelombang transversal.
Gelombang Longitudinal atau Gelombang Primer, nama yang diberikan sesuai dengan
kecepatannya dimana tipe gelombang inilah yang pertama kali tercatat oleh seismograf.
Arah getarannya ke depan dan yang ke belakang sehingga materi yang dilaluinya
mengalami tekanan dan perenggangan (seperti spiral). Oleh karena itu sering pula
disebut "Push pull Wave" ataupun "Com¬pressional Wave". Gelombang ini dikenal pula
sebagai Gelombang Suara karena cara perambatannya seperti cara perambatan suara di
udara. Sifat dari gelom¬bang ini adalah dapat melalui materi dalam wujud padat, cair,
maupun gas. Dan karena arahnya yang kedepan maka tergolong cepat. Bila menembus
materi bumi, kecepatannya berkisar antara 8,5 km/detik di lapisan dalam sampai sekitar
6 km/detik di kerak bumi.
Gelombang Transversal atau Gelombang Sekunder berbeda dengan gelombang
longitudinal. Arah getaran gelombang ini tegak lurus pada garis arah ke mana ia
bergerak. Karena itu maka kecepatannya lebih rendah dibandingkan dengan gelombang
Primer tadi. Akibat lain dari arah gerakannya adalah bahwa tipe gelombang ini hanya
dapat melalui benda yang berwujud padat. Bila melewati materi berwujud cair atau gas,
gelombang ini hilang/tidak tercatat oleh alat Seismograf. Adapun kecepatannya hanya
sekitar 2/3 kecepatan Gelombang Primer atau sekitar 4 6 km/detik.
Gelombang Permukaan
Gelombang permukaan atau Surface Wave, yaitu getaran yang merambat ke permukaan
bumi kemudian melanjutkan perjalannya di permukaan bumi. Jadi jalan yang dilalui lebih
panjang, sehingga gelombang ini tercatat paling akhir oleh seismograf. Kecepatan
perambatannya sekitar 3 4 km/detik. Bentuknya seperti gelombang air, ada yang berupa
gelombang primer dan sekunder. Secara skematik gelombang gelombang yang terjadi di
dalam dan dipermukaan bumi disajikan dalam Gambar 2.5.
Gambar 2.5. Illustrasi Gelombang Primer dan Sekunder
Perbedaan prinsip antara Gelombang Primer dan Gelombang Sekunder tersebut dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk memperkirakan wujud bagian dalam dari bumi, maupun pencarian bahan galian, khususnya minyak bumi. Disamping itu dapat digunakan untuk menghitung jarak pusat gempa ke stasion pengamat gempa. Ulasan lebih komprehensif tentang gempa bumi akan diuraikan dalam bab tersendiri.
4. Struktur Bumi/Lapisan Bumi
Sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya bahwa bagian bumi bagian dalam sulit
sekali diketahui secara langsung, sehingga orang berusaha menganalisanya lewat hasil
pengukuran secara tidak langsung.
Wujud bagian dalam dari bumi, menimbulkan beberapa pendapat/dugaan. Ada yang
mengatakan bahwa makin jauh ke dalam bumi temperatur makin tinggi, dimana
kenaikan suhu rata rata 2oC/ 100 meter (gradien geotermis) dan makin dalam makin
kecil gradien geotermis tersebut. Setelah dihitung, para ahli memperkirakan temperatur
inti bumi sekitar 2.000 oC – 3.000 oC. Berdasarkan hasil pengukuran empiris tersebut,
menimbulkan suatu pendapat bahwa inti bumi pasti berwujud gas karena pada
temperatur sedemikian tingginya itu materi padat akan mencair kemudian berubah
menjadi gas.
Sebagian pakar lain tidak sependapat dengan alasan bahwa makin ke dalam tekanan
juga akan makin tinggi karena tekanan lapisan dari atas semakin besar. Oleh karena itu
di bawah tekanan yang begitu besar (sekitar 3 juta atmosfir) maka inti bumi tentunya
berwujud padat. Timbul pendapat lain yang menggabungkan kedua pendapat di atas
mengatakan bahwa inti bumi wujudnya kental sebab sekalipun temperatur tinggi namun
tekanan yang begitu tinggi akan menghalangi perubahan zat menjadi gas
Dalam perkembangan selanjutnya atas bantuan pengetahuan gelombang gempa, para
ahli mengemukakan keterangan keterangan yang diperoleh tidak saja dari analisa
tentang gelombang gempa, melain¬kan juga dengan hasil analisis parameter yang
lainnya. Perkiraan perkiraan merupakan metode pendekatan yang tidak dapat dihindari.
Karena itu para pakar bersepakat bahwa kemungkinan materi yang menyusun masing
masing lapisan bumi tersebut harus di identifikasikan.
Berdasarkan penelitian dengan bantuan berbagai ilmu pengetahuan dan teknologi yang
telah disebutkan sebelumnya, para pakar menyusun suatu teori tentang kerangka bumi.
Berdasarkan teori tersebut mereka membagi bumi kedalam 3 bagian besar yaitu:
• Kerak bumi (Crush),
• Selimut (Mantle)
• Inti (Core).
Secara skematik ketiga susunan utama bumi tersebut disajikan dalam Gambar 2.6.
1. Kerak Bumi (Crush)
Lapisan ini menempati bagian paling atas/permukaan bumi dengan tebal rata rata antara
10 50 km. Tebal lapisan ini tidak sama di semua tempat. Secara garis besar, di atas
benua tebalnya berkisar antara 20 50 km, namun di bawah dasar laut ketebalannya
hanya mencapai sekitar 10 12 km saja. Jika dihubungkan dengan teori isostasi
tampaknya teori ini masih relevan sekali untuk menjelaskan tentang susunan lapisan
bumi. Wujud lapisan ini pada umumnya berupa materi materi yang padat. Dalam kerak
bumi ini masih terbagi lagi kedalam sublapisan, yaitu: lapisan yang bersifat granitis dan
yang bersifat basaltika.
Lapisan Granitis : density rendah, cerah, menempati posisi di bagian benua
Lapisan granitis merupakan lapisan paling luar dari kerak bumi. Nama yang diberikan
menunjukkan bahwa susunan materi yang menyusunnya kebanyakan berupa batuan
granit. Lapisan ini menempati lapisan paling atas dengan ketebalan sekitar 10 15 km,
dengan kecepatan gelombang primer mencapai 6,5 km/ detik. Akan tetapi lapisan ini
tidak diketemukaan di semua tempat dan pada umumnya di dasar laut tidak dijumpai
lapisan ini.
Gambar 2.6. Susunan Lapisan Utama Bumi
Lapisan Basaltis
Lapisan basaltis merupakan lapisan setelah lapisan granitis. Nama yang diberikan
menunjukkan bahwa susunan materi kebanyakan tersusun dari materi basalt yang
bersifat basa dengan densitas yang lebih besar. Letaknya di bawah lapisan granitis
dengan kedalaman sekitar 30¬ - 50 km. Kecepatan gelombang primer berkisar antara
6,5 km/detik di bagian atas, sedangkan di bagian bawah mencapai 8 km/detik.
2. Selimut (Mantle).
Lapisan bagian dalam setelah kerak bumi adalah mantel, sesuai dengan namanya
lapisan ini bersifat melindungi bagian dalam bumi. Lapisan ini menempati bagian sebelah
bawah dari kerak bumi, pada umumnya dibagi atas 3 bagian lagi yaitu: litosfer,
astenosfer dan mesosfer.
Litosfer
Lapisan paling luar dari selimut disebut dengan litosfer, kata litosfer berasal dari kata
lithos yang berarti batu dan fera berarti sekeliling. Berdasarkan pengertian itu, maka
litosfer berati lapisan pal¬ing luar dari selimut yang didominasi oleh batuan. Letaknya
paling atas dari selimut bumi, terdiri dari materi materi yang berwujud padat dengan
tebal sekitar 50 100 km. Bersama sama dengan kerak bumi sering pula disebut lempeng
lithosfir yang mengapung di atas materi yang agak kental yaitu astenosfir¬. Pada
kedalaman sekitar 60 200 km dari puncak litosfir terdapat lapisan yang agak lain
sifatnya dimana kecepatan gelombang lebih lambat, disebut "Low velocity layer".
Astenosfer
Lapisan setelah litosfer adalah astenosfer, lapisan ini berada di bawah litosfir dengan
wujud agak kental dengan tebal sekitar 100 400 km. Karena itu kecepatan gelombang
pada waktu melewati lapisan ini agak menurun. Diduga batuan disini lebih panas dari
batuan biasa di sekitarnya sehingga 1 10 % lebur.Para pakar menduga mungkin lapisan
ini sebagai tempat formasi magma (magma induk). Dan pada lapisan ini pula sintesa
batuan dan mineral dibentuk. Karena wujudnya tidak padat, maka massa yang ada di
atasnya dapat bergerak. Mungkin kondisi semacam ini yang dipikirkan oleh Pratt dan
Airy pada saat mereka berteori tentang isostasi.
Mesosfir
Wujudnya padat dengan tebal sekitar 2.400 2.750 km terletak di bawah Astenosfir.
Kecepatan gelombang primer bertambah dari sekitar 8 km/detik, di Lithosfir sampai
sekitar 13 km/detik. Karena itu diduga bahwa materi penyusun lapisan ini jauh lebih
berat, kemungkinan berupa mineral Periodotit dan Pallasit (campuran mineral batuan
basa dan besi) dengan densitas sekitar 3,0 di bagian atas sampai 8,0 di bagian bawah.
Pada perbatasan ke inti bumi, terdapat lapisan transisi di mana kecepatan gelombang
primer menurun dengan tajam dari 13 km/detik menjadi 8 km/detik. Lapisan transisi ini
disebut "Gutenberg Wiechert discontinuety layer" yang biasanya dijumpai pada
kedalaman 2.898 km.
3. Inti (Core)
Lapisan paling dalam dari bumi disebut dengan inti bumi (core), lapisan ini dapat pula
dibedakan atas 2 bagian: inti luar (outer core) dan inti dalam (inner core).
Inti Luar
Inti luar adalah inti bumi yang ada dibagian luar (Outer Core), diduga berwujud cair
sebab lapisan ini tidak dapat dilalui oleh gelombang sekunder. Tebal lapisan ini sekitar
2.160 km.
Inti Dalam
Inti dalam adalah inti bumi yang ada di lapisan dalam (inner Core), diduga berwujud
padat, tersusun dari materi berupa besi atau besi dan nikel (Nife) dengan densitas
sekitar 10 gram/cm3 lebih. Pada kedalaman sekitar 5.145 km seismograf menunjukkan
peru¬bahan kecepatan gelombang Primer (naik), sebagai petunjuk batas antara inti
bagian luar dan inti bagian dalam. Tebalnya sekitar 1.320 km.
Sampai sekarang orang masih berkeyakinan bahwa inti bagian dalam dari bumi ini
berupa padatan, akan tetapi secara termodinamika kondisi tidak menunjang,
masalahnya pada suhu yang sangat tinggi yaitu ribuan derajad celcius, maka besi, nikel
dan beberapa logam lainnya tidak akan berwujud padatan, tetapi berupa senyawa gas.
Dalam kejadian sehari hari tukang las besi dapat melelehkan besi pada suhu ribuan
derajad, bagaimana jika suhunya dinaikkan lagi? belum dapat dibayangkaan oleh
manusia. Mungkin inti bagian dalam bumi berupa sisa sisa reaksi inti nuklir yang tersisa
pada saat bumi terlepas dari pusaran dan ledakan dahsyat (Big Bang).
Jika asumsi itu benar, maka bulan merupakan salah satu planet yang serupa bumi
namun pada saat sekarang intinya telah padam, sehingga dinamika bulan tidak terjadi
lagi dan bentuk bulan menjadi statis. Apakah nasib bumi kita ini akan seperti bulan? atau
planet lainnya yang serupa? belum ada jawaban yang pasti semuanya perkiraan saja.