gigantisme

32
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN GIGANTISME Di susun untuk melengkapi tugas mata kuliah sistem Endokrin Dosen Pengampu : Ns. Nurul H. Listyaningrum, S.Kep Oleh : Akhmad Zubaidi 0520015311 Ahlam Fitriani Dewi Trisnaningtyas Erma Juliati 0520019012 Nefri Ayu Herliana S 0520018912 Riska Maharani Slamet Anita 0520018612 Teguh Prasetya Tria Indah Amalia 0520018812 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN

Upload: akhmad-zubaidi

Post on 11-Dec-2015

41 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN GIGANTISME

Di susun untuk melengkapi tugas mata kuliah sistem Endokrin

Dosen Pengampu : Ns. Nurul H. Listyaningrum, S.Kep

Oleh :

Akhmad Zubaidi 0520015311

Ahlam Fitriani

Dewi Trisnaningtyas

Erma Juliati 0520019012

Nefri Ayu Herliana S 0520018912

Riska Maharani

Slamet Anita 0520018612

Teguh Prasetya

Tria Indah Amalia 0520018812

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS PEKALONGAN

2015

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Gigantisme adalah pertumbuhan abnormal, terutama dalam tinggi badan

(melebihi 2,14 m), akibat kelebihan growth hormone pada anak sebelum

fusi epififis. (Brooker, 2009). Frekuensi gigantisme di Amerika Serikat

sangat jarang, diperkirakan ada 100 kasus yang dilaporkan hingga saat ini.

Tidak ada predileksi ras pada gigantisme. Insiden kejadian gigantisme tidak

jelas. (Eugster & Pescovitz, 2002). Gigantisme biasa terjadi di Negara barat

karena di Negara barat gigantisme bisa terdiagnosis secara dini, sedangkan

di Afrika, amerika selatan dan asia jarang terdiagnosis secara dini. (Herder,

2008). Hubungan antara gigantisme dan GH telah diketahui pertama kali

sejak tahun 1886 oleh seorang neurolist perancis, Pierre Marie yang

mengatakan sebagai penyakit kronis endokrin. (Eugster & Pescuvitz, 1998)

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Setelah perkuliahan diharapkan mahasiswa mengetahui

mengenai konsep asuhan keperawatan pada pasien yang mengalami

Gigantisme.

2. Tujuan Khusus

1. Mahasiswa mengetahui anatomi hipofisis.

2. Mahasiswa mengetahui mekanisme gigantisme.

3. Mahasiswa mengetahui pengkajian pada kasus gigantisme.

4. Mahasiswa mengetahui tentang asuhan keperawatan pada pasien

dengan gigantisme.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan fisiologi kelenjar hipofisis

Hipofisis merupakan sebuah kelenjar sebesar kelereng yang melekat

pada permukaan bawah otak melalui infundibulum. Lokasinya sangat

terlindungi baik yaitu terletak pada sella turcica ossis sphenoidalis. Disebut

master endocrine gland karena hormon yang dihasilkan kelenjar ini banyak

mempengaruhi kelenjar endokrin lainnya. Jika hipofisis membesar, akan

cenderung mendorong ke atas seringkali menekan daerah otak yang

membawa sinyal dari mata dan mungkin akan menyebabkan sakit kepala

atau gangguan penglihatan.

Kelenjar hipofisis manusia dewasa terdiri dari lobus posterior atau

neurohipofisis sebagai lanjutan dari hipotalamus, dan lobus anterior atau

adenohipofisis yang berhubungan dengan hipotalamus melalui tangkai

hipofisis. Berikut dibahas dua bagian kelenjar hipofisis tersebut.

1. Hipofisis Anterior (Adenohipofisis)

Hipofisis anterior terdiri dari pars anterior (pars distalis) dan pars

intermedia dipisahkan oleh suatu celah, sisa kantong embrional. Juluran

dari pars anterior yaitu pars tuberalis meluas keatas sepanjang

permukaan anterioar dan lateral tangkai hypofisis. Pada manusia pars

Intermedia menyatu dengan pars anterior. Berikut ini adalah hormone

yang dihasilkan di kelanjar hipofisis anterior:

a. Hormon Pertumbuhan

Meningkatkan pertumbuhan seluruh tubuh dengan cara

mempengaruhi pembentukan protein, pembelahan sel, dan

deferensiasi sel.

b. Adrenokortikotropin (Kortikotropin)

Mengatur sekresi beberapa hormon adrenokortikal, yang selanjutnya

akan mempengaruhi metabolism glukosa, protein dan lemak.

c. Hormon perangsang Tiroid (Tirotropin)

Mengatur kecepatan sekresi tiroksin dan triiodotironin oleh kelenjar

tiroid, dan selanjutnya mengatur kecepatan sebagian besar reaksi

kimia diseluruh tubuh.

d. Prolaktin

Meningkatkan pertunbuhan kelenjar payudara dan produksi air susu.

e. Hormon Perangsang Folikel dan Hormon Lutein

Mengatur pertumbuhan gonad sesuai dengan aktivitas reproduksinya.

2. Hipofisis Posterior (Neurohipofisis)

Hipofisis posterior divaskularisasi oleh Arteri carotis interna bercabang

arteri Hypophysialis superior dan inferior. Vena bermuara kedalam

sinus intercavernosus. Hipofisis posterior terdiri dari 2 macam struktur

yaitu Pars nervosa : infundibular processus dan Infundibulum : neural

stalk(merupakan tangkai yang menghubungkan neurohypophyse dengan

hypotalamus). Hormon yang dihasilkan oleh hipofisis posterior adalah

sebagai berikut:

a) Hormon Antideuretik (vasopresin)

Mengatur kecepatan ekskresi air ke dalam urin dan dengan cara ini

akan membantu mengatur konsentrasi air dalam cairan tubuh

b) Oksitosis.

Membantu menyalurkan air susu dari kelenjar payudara ke putting

susu selama pengisapan dan mungkin membantu melahirkan bayi

pada saat akhir masa kehamilan.

3. Pars Intermedia

Pars intermedia daerah kecil diantara hipofisis anterior dan

posterior yang relative avaskular, yang pada manusia hampir tidak ada

sedangkan pada bebrapa jenis binatang rendah ukurannya jauh lebih

besar dan lebih berfungsi.

Pembuluh darah yang menghubungkan hipotalamus dengan sel- sel kelenjar

hipofisis anterior. Pembuluh darah ini berkhir sebagai kapiler pada kedua

ujungnya dan disebut system portal hipotalamus – hipofisis.

System portal merupakan saluran vascular yang penting karena

memungkinkan pergerakan hormone pelepasan dari hypothalamus ke kelenjar

hipofisis sehingga memungkinkan hypothalamus mengatur fungsi hipofisis.

Rangsangan yang berasal dari neuron dalam nucleus hypothalamus yang

menyintesis dan menyekresi protein densgan berat molekul yang rendah.

Protein atau neuro hormone ini dikenal sebagai hormone pelepas dan

penghambat. Hormon –hormon ini dilepaskan kedalam pembuluh darah system

portal dan akhirnya mencapai sel – sel dalam kelenjar hipofisis. Dalam

rangkaian kejadian tersebut hormon- hormon yang dilepaskan oleh kelenjar

hipofisis diangkt bersama darah dan merangsang kelenjar-kelenjar lain

menyebabkan pelepasan hormon – hormon kelenjar sasaran. Akhirnya hormon

– hormon kelenjar sasaran bekerja pada hipothalamus dan sel – sel hipofisis

yang memodifikasi sekresi hormone.

B. Growth Hormon

Growth hormone adalah suatu hormone yang diproduksi oleh hipofisis

anterior yang berfungsi meningkatkan pertumbuhan dan metabolism pada sel

target. Target sel hormone ini berada di hampir seluruh bagian tubuh. Growth

hormone juga berperan dalam mensintesis somatomedin pada liver untuk

menstimulasi pertumbuhan lempeng epifiseal. Dampak metabolic dari GH yaitu

mobilisasi asam lemak bebas pada jaringan adiposa dan hambatan metabolisme

glukosa di otot dan di jaringan adipose.

Growth hormone merupakan polipeptida dengan 191-asam amino (BM

21.500) yang disintesis dan disekresi oleh somatotrof hipofisis anterior. Seperti

namanya hormone pertumbuhan berfungsi untuk meningkatkan pertumbuhan

linier yang diperantarai oleh insulin liked growth factor-1 (IGF-1) yang juga

dikenal somatomedin. (Greenspan & Baxter, 2000).

Hormone pertumbuhan meningkatkan sintesis protein dengan

peningkatan masukan asam amino dan langsung mempercepat transkripsi dan

translasi mRNA. Selain itu, dapat menurunkan katabolisme protein dengan

mobilisassi lemak sebagai sumber bahan bakar yang berguna. Secara langsung

GH membebaskan asam lemak dari jaringan lemak dan mempercepat

perubahan menjadi asetil-KO yang merupakan asal energi. Pengaruh

penghematan terhadap protein adalah mekanisne yang paling penting dimana

GH meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan. GH juga mempengaruhi

metabolism karbohidrat. Pada keadaan berlebihan, akan meningkatkan

penggunaan karbohidrat dan mengganggu ambilan glukosa kedalam sel.

Resistensi terhadap insulin karena GH tampak berhubungan dengan kegagalan

postreseptor pada kerja insulin. Kejadian ini nebtakibatkan intoleransi glukosa

dan hiperinsulinisme sekunder.

GH beredar terutama tidak terikat dalam plasma dan mempunyai waktu

paruh 20-50 menit. Pada orang dewasa, normal sekresinya kurang lebih 400

µg/hari (18,6 nmol/hari), sebaliknya orang dewasa mudah mengsekresikan 700

µg/d (32,5 nmol/hari). Pada orang dewasa konsetrasi GH pada pagi hari dalam

keadaan puasa kurang dari 2 ng/ml (93 pmol/L). tidak terdapat perbedaan nyata

antara kedua jenis kelamin. Kadar IGF-1 ditentukan dengan cara radio receptor

assay maupun dengan cara radio immunoassay. Penentuan kadar mediator kerja

GH ini menghasilkan penilaian aktifitas biologis GH lebih akurat. (Greenspan

& Baxter, 2000).

Sekresi GH diperantarai oleh 2 hormon hipotalamus : growt hormone –

releasing hormone (GHRH) dan somatostatin (Growt hormone-inhibiting

hormone). Pengaruh hipotalamus ini diatur dengan ketat melalui integrasi

sistem saraf, metabolism dan factor hormonal. Karena baik GRH maupun

somatostatin tidak dapat diperiksa secara langsung, hasil akhir setiap factor

terhadap sekresi GH harus dianggap merupakan jumlah efeknya pada hormone

hipotalamus ini.

1. Definisi

Gigantisme adalah kondisi seseorang yang kelebihan pertumbuhan,

dengan tinggi dan besar diatas normal yang disebabkan oleh  sekresi Growth

Hormone (GH) berlebihan dan terjadi sebelum dewasa atau sebelum proses

penutupan epifisis. (Corwin, 2007)

2. Etiologi

Gigantisme disebabkan oleh sekresi GH yang berlebihan. Keadaan ini

dapat diakibatkan tumor hipofisis yang menyekresi GH atau karena kelainan

hipotalamus yang mengarah pada pelepasan GH secara berlebihan. Gigantisme

dapat terjadi bila keadaan kelebihan hormone pertumbuhan terjadi sebelum

lempeng epifisis tulang menutup atau masih dalam masa pertumbuhan.

Penyebab kelebihan produksi hormone pertumbuhan terutama adalah tumor

pada sel-sel somatrotop yang menghasilkan hormone pertumbuhan.

Adenoma hipofisis merupakan penyebab yang paling sering. Tumor

pada umumnya dijumpai di sayap lateral sella tursica, tetapi gigantisme telah

diamati pada anak laki-laki berusia 2,5 tahun dengan tumor hipotalamus yang

mungkin mensekresi GHRH.(Arvin, 2000).

Gigantisme terbanyak disebabkan oleh adenoma hipofisis yang

mensekresi GH. Insiden hipersekresi GH dibagi menjadi 2 kategori yaitu primer

pada hipofisis dan peningkatan Growth hormone- Realasing Hormon (GHRH)

atau disregulasi. Kebanyakan insiden gigantisme karena adenoma hipofisis

yang mensekresi GH atau karena hyperplasia. Gigantisme tampak juga pada

keadaan lain seperti: multiple endokrin neoplasma (MEN) tipe satu, MC Cune-

albright syndrome (MAS), Neurofibromatosis, sklerosis tuberrosistas atau

kompleks carney. (Eugster & Pescuvitz, 1998)

3. Pathway

4. Patofisiologi

Pada orang muda dengan epifisis terbuka. Produksi GH

yang berlebihan mengakibatkan gigantisme.Gigantisme

adalah suatu kelainan yang disebabkan karena sekresi

yang berlebih dari GH, bila kelebihan GH terjadi selama

masa anak-anak dan remaja, maka pertumbuhan

longitudinal pasien sangat cepat, dan pasien sangat cepat

akan menjadi seorang raksasa. Setelah pertumbuhan

somatic selesai, hipersekresi GH tidak akan menimbulkan

gigantisme, tetapi menyebabkan penebalan tulang-tulang

dan jaringan lunak. kelebihan hormone pertumbuhan ini

terjadi setelah masa pertumbuhan lewat atau lempeng

epifisis menutup. Hal ini akan menimbulkan penebalan

tulang terutama pada tulang akral

5. Manifestasi Klinis

Beberapa penderita memiliki masalah penglihatan dan perilaku. Pada

kebanyakkan kasus yang terekam Pertumbuhan abnormal menjadi nyata

pada masa pubertas, tetapi keadaan ini telah ditegakkan seawal masa bayi

baru lahir pada seorang anak dan pada usia 1 bulan. Pada gigantisme,

jaringan lunak seperti otot dan lainnya tetap tumbuh. Gigantisme dapat

disertai gangguan penglihatan bila tumor membesar hingga menekan

khiasma optikum yang merupakan jalur saraf mata.

Berikut ini adalah gejala gigantisme yang disebabkan oleh kelebihan

sekresi GH:

1. Tanda-tanda intoleransi glukosa.

2. Hidung lebar, lidah membesar dan wajah kasar

3. Mandibula tumbuh berlebihan

4. Gigi menjadi terpisah-pisah

5. Jari dan ibu jari tumbuh menebal

6. Kelelehan dan kelemahan

7. Kehilangan penglihatan pada pemeriksaan lapang pandang secara

seksama karena khiasma optikum saraf mata tertekan.

6. Pemeriksaan Diagnostik

Diagnosis gigantisme ditegakkan berdasarkan atas temuan klinis,

laboratorium, dan pencitraan. Secara klinis akan ditemukan gejala dan

tanda gigantisme . Berdasarkan pemeriksaan  laboratorium ditemukan

peningkatan kadar hormon pertumbuhan. Selain itu, dari penilaian terhadap

efek perifer hipersekresi hormon perfumbuhan didapatkan peningkatan

kadar insulin like growth factor-I (IGF-I). Oleh karena sekresinya yang

bervariasi sepanjang hari, pemeriksaan hormon pertumbuhan dilaknkan 2

jam setelah pembebanan  glukonTi gram. Pemeriksaan magnetic resonance

imaging (MRI) dengan kontras diperlukan untuk mengonfirmasi sumber

sekresi hormon pertumbuhan. Pemeriksaan MRI dapat memperlihatkan

tumor kecil yang berukuran 2 mm.

1. Pemeriksaan fisik Tinggi tubuh abnormal

2. CT Scan dan MRI kelenjar hipofisis

Setelah gigantisme telah didiagnosis dengan mengukur kadar GH atau IGF-

I, Magnetic Resonance Imaging (MRI) scan dari hipofisis digunakan untuk

mencari dan mendeteksi ukuran tumor yang menyebabkan kelebihan

produksi GH. MRI adalah teknik pencitraan yang paling sensitif, namun

computerized tomography (CT) scan dapat digunakan jika pasien tidak

dapat menjalani MRI. Misalnya, pada pasien yang memakai alat pacu

jantung atau jenis implan yang mengandung logam tidak harus memiliki

scan MRI karena mesin MRI mengandung magnet kuat.

1. Pemeriksaan kadar GH

Jika pasien diduga gigantisme, kadar GH pasien harus diperiksa untuk

menentukan apakah terjadi perubahan. Namun, pengukuran tunggal dari

tingkat darah GH tidak cukup untuk mendiagnosis gigantisme: Karena

GH disekresikan oleh pituitari dalam impuls, atau dalam jumlah banyak,

sehingga konsentrasi GH dalam darah dapat berubah-ubah dari menit ke

menit. Pada saat tertentu, seseorang dengan gigantisme mungkin

memiliki kadar GH normal, sedangkan kadar  GH pada orang yang

sehat bahkan mungkin lima kali lebih tinggi.

1. Pemeriksaan kadar IGF-1

Dokter juga dapat mengukur kadar  IGF-I yang meningkat sebagai

akibat kenaikan kadar GH pada orang dengan gigantisme. Karena kadar

IGF-I jauh lebih stabil daripada kadar GH, IGF-1 lebih sering digunakan

untuk memastikan diagnosis pada gigantisme.  Peningkatan kadar IGF-I

hampir selalu menunjukkan gigantisme

7. Penatalaksanaan

a) Operasi

Operasi adalah pilihan utama yang dianjurkan pada kebanyakan

pasien gigantisme, karena termasuk dalam pengobatan yang cepat dan

efektif. Operasi dilakukan dengan melakukan insisi melalui hidung atau

melalui bibir bagian atas. dengan alat khusus dokter bedah

menghilangkan  jaringan  tumor. Operasi ini biasanya disebut operasi

transsphenoidal. Prosedur  ini  mengurangi tekanan pada daerah otak

sekitarnya dan dengan cepat menurunkan kadar GH. Jika operasi ini

berhasil penampilan wajah dan pembengkakan jaringan akan kembali

membaik pada beberapa hari. Pembedahan berhasil baik pada

kebanyakan pasien dengan kadar GH dalam darah dibawah 45 ng/mg

sebelum operasi dan jika diameter  tumor hipofisis belum mencapai

10mm.

Komplikasi yang mungkin terjadi saat pembedahan adalah

kerusakan jaringan di sekitar hipofisis yang normal sehingga pasien

memerlukan menggunaan hormon hipofisis dalam waktu yang lama.

Bagian dari hipofisis menyimpan antidiuretik hormon yang penting

dalam balance cairan yang mungkin secara sementara maupun

permanen membahayakan kesehatan pasien sehingga pasien

membutuhkan terapi medis. Komplikasi yang lain yaitu meningitis.

b) Terapi medikasi

Terapi medis sering digunakan jika pembedahan tidak berhasil

dengan baik Tiga kelompok obat yang digunakan untuk pengobatan

akromegali gigantisme:

1. Somatostatin analogs (SSAs) berefek pada penurunan produksi GH

dan efektif menurunkan kadar GH dan IGF-I pada 50-70% pasien.

SSAs juga mengurangi ukuran tumor sekitar 0-50% pasien tp hanya

pada tingkat yang kecil. Beberapa penelitian menunjukkan SSAs

aman dan efektif digunakan dalam jangka panjang dalam

pengobatan pasien dengan akromegali gigantisme yang tidak

disebabkan tumor hipofisis.

2. GH reseptor antagonist (GHRAs)

Kelompok obat yang kedua adalah antagonis reseptor GH

(GHRAs), yang mengganggu kerja GH dan menormalkan kadar

IGF-I di lebih dari 90 persen pasien. Diinjeksikan sehari sekali,

GHRAs biasanya ditoleransi dengan baik oleh pasien. Efek jangka

panjang pada pertumbuhan tumor masih diteliti. Efek sampingny

antara lain sakit kepala, fatig dan gangguan fungsi hati.

3. Agonis dopamin membentuk kelompok obat ketiga.

Obat ini tidak seefektif obat lain dalam menurunkan GH atau

IGF-I tingkat, dan menormalkan kadar IGF-I pada sebagian kecil

pasien. Agonis dopamin kadang-kadang efektif pada pasien yang

memiliki derajat ringan GH berlebih dan pasien yang mengalami

gigantisme dan hiperprolaktinemia. Agonis dopamin dapat

digunakan dengan kombinasi SSAs. Efek samping obat termasuk

mual, sakit kepala.

c) Radioterapi

Terapi radiasi biasanya diperuntukkan bagi pasien yang

mempunyai sisa-sisa tumor paska pembedahan. Karena radiasi

menyebabkan hanya sedikit penurunan kadar GH dan IGF-I pasien yang

menjalani terapi radiasi juga menerima medikasi untuk menurunkan

kadar hormon.

Tujuan dari penatalaksanaan gigantisme ini adalah:

1. Mengurangi peroduksi hormon berlebih menjadi normal

2. Mengurangi tekanan karena pertambahan masa tumor hipofisis yang

dapat menekan area otak di sekitar tumor.

3. Mengembalikan funsi normal hipofisis dan menangani terjadinya

kekurangan hormon.

4. Menangani gejala gigantisme

 

BAB 3

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1. Anamnesa

a) Identitas

Identitas pasien meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama,

pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, alamat, jenis kelamin, status

perkawinan, dan penanggung biaya.

b) Keluhan Utama

Keluhan utama pasien dengan gigantisme adalah pertumbuhan

organ tubuh yang berlebih serta postur tubuh yang tinggi.

c) Riwayat penyakit sekarang

Berisi tentang kapan terjadinya gigantisme, apa yang dirasakan

klien dan apa saja yang sudah dilakukan untuk mengatasi sakitnya.

d) Riwayat penyakit dahulu

Adanya riwayat tumor hipofisis atau penyakit lain yang berkaitan

dengan gigantisme.

e) Riwayat Kesehatan Keluarga

Ada anggota keluarga pasien yang mengalami gigantisme.

f) Riwayat Psikososial

Berhubungan dengan perasaan dan emosi yang di alami pasien

mengena.i sakitnya dan tanggapan keluarga tentang penyakitnya

2. Pemeriksaan Fisik

a) B1 ( Sistem pernafasan)

b) B2 ( sistem kardiovaskuler)

Nadi menurun ( N=60-100x/menit), hipertensi, hipertrofi jantung,

c) B3 ( sistem persyarafan)

Sakit kepala, gangguan penglihatan

d) B4 ( Sistem perkemihan)

e) B5 ( Sistem Pencernaan)

Anorexia, disfagia

f) B6 ( Sistem Muskuloskeletal)

Lemah, lipatan kulit kasar, kulit tebal, turgor jelek

B. Pemeriksaan Diagnostik

1. Pemeriksaan fisik Tinggi tubuh abnormal

2. CT Scan dan MRI kelenjar hipofisis

3. Pemeriksaan kadar GH

C. Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan penampilan

sekunder pertumbuhan organ yang berlebihan.

2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan sekunder

peningkatan laju metabolisme tubuh.

3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

lidah membesar, mandibula tumbuh berlebih, gigi menjadi terpisah-

pisah.

4. Resiko cedera berhungan dengan deformita tulang sekunder akibat

tulang tidak padat.

D. Intervensi

1. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan penampilan

sekunder pertumbuhan organ yang berlebihan.

Tujuan  :  pasien mampu beradaptasi dengan perubahan penampilan

dirinya

Kriteria hasil : Mengungkapkan peningkatan rasa percaya diri dalam 

kemampuan untuk menghadapi penyakit, perubahan hidup dan

kemungkinan     keterbatasan.

No. Intervensi Rasional

1. Dorong individu

mengekspresikan perasaan,

khususnya mengenai

bagaimana individu

merasakan, memikirkan,

atau memandng dirinya

Memberikan kesempatan untuk

mengidentifikasi rasa takut dan

pandangannya terhadap perubahan

penampilan.

2. Ikut sertakan pasien dalam

merencanakan perawatan

dan membuat jadwal

aktivitas.

Meningkatkan

perasaan                                   

kompetensi/ harga diri dan mendorong

kemandirian.

3. Bantu dengan kebutuhan

perawatan yang diperlukan.

Mempertahankan penampilan yang

dapat meningkatkan citra diri.

4. Beri informasi yang dapat

dipercya dan perkuat

informasi yang sudah

diberikan

Pasien mengetahui mengenai masalah,

penanganan, perkembangan, dan

prognosis penyakit.

5. Diskusikan dengan orang

tua bagaimana citra diri

berkembang: ajarkan nama-

nama dan fungsi bagian

tubuh, perubahan tinggi

badan.

Membantu pasien untuk mengenal

perubahan dirinya dan beradaptasi.

6. Kolaborasikan untuk

melakukan pembedahan

pada tumor atau terapi

penyinaran.

Untuk mengurangi atau menghentikan

produksi hormone pertumbuhan yang

berlebihan maka tumor di angkat.

Terapi penyinaran tidak mempengaruhi

pembentukkan hormone hipofisa

lainnya.

7. Kolaborasikan untuk

pemberian okreotid atau

bromokriptin.

Untuk menghalangi pembentukan

hormon pertumbuhan

2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan sekunder

peningkatan laju metabolisme tubuh

Tujuan: pasien mampu meningkatkan aktivitasnya

Kriteria hasil:

Mengidentifikasi faktor-faktor yang menurunkan intoleran aktivitas

Mengidentifikasi metode untuk menurunkan intoleran aktivitas

No. Intervensi Rasional

1. Kaji kemampuan pasien

dalam beraktivitas (makan,

minum)

Untuk mengetahui sejauh mana kelemahan

yang terjadi.

2. Dekatkan keperluan pasien

dalam jangkauannya

Untuk mempermudah pasien dalam

melakukan aktivitas

3. Ajarkan klien metode

penghematan energy untuk

aktivitas

Membantu pasien mengurangi kelelahan

saat beraktivitas dan memaksimalkan

kemandirian

4. Rencanakan bersama untuk

membuat jadual aktivitas

sehari-hari

Mempermudah dan meningkatka aktivitas

secara bertahap

 

3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

lidah membesar, mandibula tumbuh berlebih, gigi menjadi terpisah-

pisah.

Tujuan : Menunjukkan peningkatan masukan makanan,

mempertahankan/ meningkatkan berat badan.

Kriteria Hasil : Nafsu makan pasien meningkat, BB naik, Pasien

tidak lemas

No. Intervensi Rasional

1. Tentukan kebutuhan kalori

harian pasien

Untuk menentukan kebutuhan kalori yang

tepat dan adekuat pasien

2. Jelaskan pentingnya nutrisi

yang adekuat

Pasien mengetahui informasi tentang

kebutuhan nutrisi per harinya

3. Anjurkan istirahat sebelum

makan

Menenangkan peristaltik dan meningkatkan

energi untuk makan.

4. Ajarkan perawatan oral

hygiene.

Rasa tak enak, bau dan penampilan dapat

menurunkan nafsu makan dan merangsang

mual dan muntah.

5. Anjurkan pasien untuk

konsumsi makanan lunak

Membantu pasien mempermudah untuk

menelan makanan.

6. Motivasi pasien untuk makan

dalam porsi kecil tapi sering

Membiasakan pasien agar nafsu makan

bertambah dan melatih organ yang tumbuh

abnormal

4. Resiko cidera berhubungan dengan deformitas tulang sekunder akibat

tulang tidak padat.

Tujuan : pasien terhindar dari cidera

Kriteria Hasil   :

Pasien tidur dengan tempat tidur yang terpasang pengaman

Mengidentifikasi/ memperbaiki potensial bahaya dalam lingkungan.

No. Intervensi Rasional

1. Orientasikan pasien

terhadap lingkungan, staf,

orang lain di areanya.

 

memberikan peningkatan, kenyamanan, dan

kekeluargaan, serta mampu menurunkan cemas.

 

2 Tempatkan pasien pada

tempat tidur yang

menggunakan pengaman.

Menurunkan kemungkinan adanya trauma jika

pasien bergerak.

3 Letakkan barang yang

dibutuhkan atau posisi bell

pemanggil dalam

jangkauan

memungkinkan pasien melihat objek lebih

muda dan memudahkan panggilan untuk

pertolongan bila dibutuhkan.

4 Lakukan tindakan untuk

membantu pasien

menangani keterbatasan

penglihatan, contoh: atur

perabot/ permainan,

terutama perbaiki sinar

suram dan masalah

penglihatan malam.

menurunkan bahaya, keamanan, berhubungan

dengan perubahan lapang pandang atau

kehilangan penglihatan dan akomodasi pupil

terhadap sinar lingkungan.