geosinklin sampai tektonik lempeng
TRANSCRIPT
Mochamad Iqbal12010029Tugas Tektonika
Teori Geosinklin
Teori ini dicetuskan oleh Hall tahun 1859 lalu dipublikasikan oleh Dana pada tahun
1873. Teori geosinklin menyatakan bahwa suatu daerah sempit pada kerak bumi mengalami
depresi selama beberapa waktu sehingga terendapkan secara ekstrim sedimen yang tebal.
Proses pengendapan ini menyebabkan subsidence (penurunan) pada dasar cekungan. Endapan
sedimen yang tebal dianggap berasal dari sedimen akibat proses orogenesa yang membentuk
pengunungan lipatan dan selama proses ini endapan sedimen yang telah terbentuk akan
mengalami metamorfosa.
Batuan yang terdeformasi didalamnya dijelaskan sebagai akibat menyempitnya
cekungan karena terus menurunnya cekungan, sehingga batuan terlipat dan tersesarkan.
Pergerakan yang terjadi adalah pergerakan vertikal akibat gaya isostasi.
Teori ini mempunyai kelemahan tidak mampu menjelaskan asal-usul aktivitas vulkanik
dengan baik dan logis. Keteraturan aktivitas vulkanik sangatlah tidak bisa dijelaskan dengan
teori geosinklin.
Pada intinya, golongan ilmuwan menganggap bahwa gaya yang bekerja pada bumi
merupakan gaya vertikal. Artinya, semua deformasi yang terjadi diakibatkan oleh gaya utama
yang berarah tegak lurus dengan bidang yang terdeformasi.
Teori Pengapungan Benua (Continental Drift)
Tahun 1912, Alfred Wegener seorang ahli meteorologi Jerman mengemukakan konsep
Pengapungan Benua (Continental drift) dalam bukunya “The Origin of Continents and
Oceans”. Hipotesa utamanya adalah satu super continent yang disebut Pangaea (artinya
semua daratan) yang dikelilingi oleh Panthalassa (semua lautan). Selanjutnya, hipotesa ini
mengatakan 200 juta tahun yang lalu Pangaea pecah menjadi benua-benua yang lebih kecil.
Dan kemudian bergerak menuju ke tempatnya seperti yang dijumpai saat ini.
Beberapa ilmuwan dapat menerima konsep ini namun sebagian besar lainnya tidak
dapat membayangkan bagaimana satu massa benua yang besar dapat mengapung di atas bumi
yang padat dan mengapa harus terjadi serta, pemahaman para ilmuwan bahwa gaya yang
bekerja pada bumi adalah gaya vertikal. Bagaimana mungkin gaya vertikal ini bisa
menyebabkan benua yang besar tersebut pecah. Pada masa itu belum dijumpai bukti-bukti
yang meyakinkan. Wegener mengumpulkan bukti lainnya berupa kesamaan garis pantai,
persamaaan fosil, struktur dan batuan. Namun, tetap saja usaha Wegener sia-sia. Karena
Wagener tidak mampu menjelaskan dan meyakinkan para ahli bahwa gaya utama yang
bekerja adalah gaya lateral bukan gaya vertikal.
Teori Pemekaran Lantai Samudra (Sea Floor Spreading)
Hipotesa pemekaran lantai samudra dikemukakan pertama kalinya oleh Harry Hess
(1960) dalam tulisannya yang berjudul “Essay in geopoetry describing evidence for sea-floor
spreading”. Dalam tulisannya diuraikan mengenai bukti-bukti adanya pemekaran lantai
samudra yang terjadi di pematang tengah samudra (mid oceanic ridges), Guyots, serta umur
kerak samudra yang lebih muda dari 180 juta tahun.
Hipotesa pemekaran lantai samudra pada dasarnya adalah suatu hipotesa yang
menganggap bahwa bagian kulit bumi yang ada didasar samudra Atlantik tepatnya di
Pematang Tengah Samudra mengalami pemekaran yang diakibatkan oleh gaya tarikan
(tensional force) yang digerakan oleh arus konveksi yang berada di bagian mantel bumi
(astenosfir). Akibat dari pemekaran yang terjadi disepanjang sumbu Pematang Tengah
Samudra, maka magma yang berasal dari astenosfir kemudian naik dan membeku.
Arus konveksi yang menggerakan lantai samudra (litosfir), pembentukan material baru
di Pematang Tengah Samudra (Midoceanic ridge) dan penyusupan lantai samudra kedalam
interior bumi (astenosfir) pada zona subduksi.
Bagian lempeng masuk ke zona subduksi, memiliki kemiringan sudut sekira 459.
Lempeng ini terus tenggelam ke dalam astenosfer, yang karena proses waktu yang berjuta-
juta tahun, disertai pemanasan yang kuat dari dalam, bagian yang menekuk ini lama
kelamaan akan pecah, hancur-lebur, dan menjadi bagian dalam bumi kembali. Bagian-bagian
litosfer yang bergerak, retak, runtuh inilah yang merupakan wilayah paling labil, yang
menjadi salah satu penyebab terjadinya gempa, dan jalan yang lebih memungkinkan bagi
magma untuk naik mencapai permukaan bumi, membangun tubuhnya menjadi gunung api.
Teori Hess tentang pemekaran dasar samudra mendapat dukungan bukti dari
mahasiswa tingkat sarjana di Inggris, Frederick J. Vine dan D. H. Matthews. Pendapat
keduanya sebenarnya bukan hal yang baru. Vine dan Matthews berpendapat bahwa saat lava
meluap dan memadat di retakan tengah samudra, lava basal mendapatkan perkutuban magnet
sesuai dengan keadaan pada saat lava ini memadat. Penelitian tentang kemagnetan
mendukung teori pemekaran dasar samudra.
Teori Tektonik Lempeng (Plate Tektonik)
Teori tektonik lempeng bisa dibilang merupakan gabungan dari teori sebelumnya yang
kemudian disatukan. Teori ini mengatakan bahwa lithosfir mengapung di atas astenosfer.
Gaya yang menyebabkan lempeng ini bergerak yaitu arus konveksi yang sebelumnya tidak
bisa dijelaskan oleh Alfred Wegener. Teori tektonik lempeng baru dikembangkan dan dapat
diterima pada tahun 1960-an. Lithosfir kemudian terpecah-pecah dan disebut dengan
lempeng. Karena adanya arus konveksi yang menggerakkan lempeng tadi, maka antara
lempeng juga memiliki interaksi.
Lempeng-lempeng tektonik utama yaitu:
Lempeng Afrika, meliputi Afrika – Lempeng benua
Lempeng Antarktika, meliputi Antarktika – Lempeng benua
Lempeng Australia, meliputi Australia (tergabung dengan Lempeng India antara 50
sampai 55 juta tahun yang lalu)- Lempeng benua
Lempeng Eurasia, meliputi Asia dan Eropa – Lempeng benua
Lempeng Amerika Utara, meliputi Amerika Utara dan Siberia timur laut – Lempeng
benua
Lempeng Amerika Selatan, meliputi Amerika Selatan – Lempeng benua
Lempeng Pasifik, meliputi Samudera Pasifik – Lempeng samudera
Lempeng-lempeng penting lain yang lebih kecil mencakup Lempeng India, Lempeng
Arabia, Lempeng Karibia, Lempeng Juan de Fuca, Lempeng Cocos, Lempeng Nazca,
Lempeng Filipina, dan Lempeng Scotia.
Karena tiap lempeng bergerak sebagai unit tersendiri dipermukaan bumi yang bulat,
maka interaksi antar lempeng terjadi pada batas – batas lempeng. Berdasarkan arah
pergerakannya, perbatasan antara lempeng tektonik yang satu dengan lainnya (plate
boundaries) terbagi dalam 3 jenis, yaitu batas divergen, konvergen, dan transform.
Batas transform (transform boundaries) terjadi jika lempeng bergerak dan mengalami
gesekan satu sama lain secara menyamping di sepanjang sesar transform (transform fault).
Gerakan relatif kedua lempeng bisa sinistral (ke kiri di sisi yang berlawanan dengan
pengamat) ataupun dekstral (ke kanan di sisi yang berlawanan dengan pengamat). Contoh
sesar jenis ini adalah Sesar San Andreas di California.
Batas divergen/konstruktif (divergent/constructive boundaries) terjadi ketika dua
lempeng bergerak menjauh satu sama lain. Mid-oceanic ridge dan zona retakan (rifting) yang
aktif adalah contoh batas divergen
Batas konvergen/destruktif (convergent/destructive boundaries) terjadi jika dua
lempeng bergesekan mendekati satu sama lain sehingga membentuk zona subduksi jika salah
satu lempeng bergerak di bawah yang lain, atau tabrakan benua (continental collision) jika
kedua lempeng mengandung kerak benua. Palung laut yang dalam biasanya berada di zona
subduksi, di mana potongan lempeng yang terhunjam mengandung banyak bersifat hidrat
(mengandung air), sehingga kandungan air ini dilepaskan saat pemanasan terjadi bercampur
dengan mantel dan menyebabkan pencairan sehingga menyebabkan aktivitas vulkanik.
Contoh kasus ini dapat kita lihat di Pegunungan Andes di Amerika Selatan dan busur pulau
Jepang (Japanese island arc).
Sumber :
http://id.wikipedia.org/wiki/Tektonika_lempeng
http://syaifulmangantjo.wordpress.com/2011/11/04/teosri-geosinklin-continental-drift-
sea-floor-spreading-dan-tektonik-lempeng/
http://balitbangda.kutaikartanegarakab.go.id/?p=190