geolistrik untuk batubara

5
Jurnal Natur Indonesia 6(2): 122-126 (2004) ISSN 1410-9379 Penerapan Metode Geolistrik Konfigurasi Schlumberger untuk Penentuan Tahanan Jenis Batubara Azhar 1 , Gunawan Handayani 2 1 Jurusan Pendidikan MIPA, FKIP, Universitas Riau, Pekanbaru 28293 2 Jurusan Geofisika Terapan, Institut Teknologi Bandung, Bandung 40132 Diterima 16-02-2003 Disetujui 22-04-2004 ABSTRACT Geoelectrical method used to study subsurface geology structure, eventhough it can be applied to explore groundwater, pollution of groundwater, and geothermal exploration. In this study, a physical modeling was built in the laboratory to measure resistivity of coal samples. The measurements employed Schlumberger configuration. The results showed that coal layer can be detected based on resistivity variation. The semi-anthrasite sample showed resistivity higher than bituminous sample. This result was in accordance with the fact that semi anthrasite was drier than bituminous sample. Keywords: coal, geoelectrical method, resistivity PENDAHULUAN Batubara merupakan sumber energi masa depan (Heriawan 2000). Batubara merupakan batuan sedimen (padatan) yang dapat terbakar berasal dari tumbuhan, berwarna coklat sampai hitam, yang sejak pengendapannya terkena proses fisika dan kimia yang mengakibatkan pengkayaan kandungan karbonnya (Wolf 1984 dalam Anggayana 1999). Penyebaran endapan batubara di Indonesia ditinjau dari sudut geologi sangat erat hubungannya dengan penyebaran formasi sedimen yang berumur tersier yang terdapat secara luas di sebagian besar kepulauan di Indonesia. Batubara di Indonesia dapat dibedakan tiga jenis berdasarkan cara terbentuknya. Pertama, batubara paleogen yaitu endapan batubara yang terbentuk pada cekungan intramontain terdapat di Ombilin, Bayah, Kalimantan Tenggara, Sulawesi Selatan, dan sebagainya. Kedua, batubara neogen yakni batubara yang terbentuk pada cekungan foreland terdapat di Tanjung Enim Sumatera Selatan. Ketiga, batubara delta, yaitu endapan batubara di hampir seluruh Kalimantan Timur (Anggayana 1999). Menurut Amri (2000) formasi batubara tersebar di wilayah seluas 298 juta ha di Indonesia, meliputi 40 cekungan di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Irian Jaya dan Jawa. Dari jumlah cekungan tersebut baru 13 cekungan dengan luas sekitar 74 juta ha (sekitar 25%) yang sudah diselidiki. Sementara cekungan yang telah dilakukan penyelidikan terbatas sampai pada tahap penyelidikan umum, eksplorasi, maupun eksploitasi baru 3% atau seluas 2,22 juta ha. Oleh karena itu perlu ditingkatkan penyelidikan tentang keberadaan batubara tersebut. Salah satu metoda gofisika yang dapat digunakan untuk memperkirakan keberadaan batubara adalah metoda geolistrik tahanan jenis. Metoda ini merupakan salah satu metoda geofisika yang dapat memberikan gambaran susunan dan kedalaman lapisan batuan, dengan mengukur sifat kelistrikan batuan (Priyanto 1989 dalam Kalmiawan et al , 2000). Selanjutnya Loke (1999a) mengungkapkan bahwa survey geolistrik metoda resistivitas mapping dan sounding menghasilkan informasi perubahan variasi harga resistivitas baik arah lateral maupun arah vertikal. Dalam penelitian ini dilakukan pemodelan berskala laboratorium untuk mengukur tahanan jenis beberapa sampel batubara dari Tambang Air Laya dengan peringkat yang berbeda seperti Tabel 1 (Heriawan 2000). Dengan dasar pemikiran metoda tahanan jenis telah banyak dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan ekplorasi lapisan dangkal, maka pada penelitian ini dipilih metoda pengukuran 2-D dari tahanan jenis. Adapun model konfigurasi yang digunakan adalah konfigurasi Schlumberger. Berdasar hasil penelitian Heriawan (2000), sifat fisik batubara Tambang Air Laya dengan peringkat yang bervariasi menunjukkan semakin tinggi peringkat batubara, kadar airnya semakin kecil, sehingga konduktivitas listriknya berkurang (Tabel 1).

Upload: fercanza

Post on 28-Dec-2015

73 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

paper geofisika

TRANSCRIPT

Page 1: geolistrik untuk batubara

122 Jurnal Natur Indonesia 6(2): 122-126 (2004) Azhar & Handayani..Jurnal Natur Indonesia 6(2): 122-126 (2004)ISSN 1410-9379

Penerapan Metode Geolistrik Konfigurasi Schlumbergeruntuk Penentuan Tahanan Jenis Batubara

Azhar1, Gunawan Handayani2

1Jurusan Pendidikan MIPA, FKIP, Universitas Riau, Pekanbaru 282932Jurusan Geofisika Terapan, Institut Teknologi Bandung, Bandung 40132

Diterima 16-02-2003 Disetujui 22-04-2004

ABSTRACTGeoelectrical method used to study subsurface geology structure, eventhough it can be applied to exploregroundwater, pollution of groundwater, and geothermal exploration. In this study, a physical modeling was builtin the laboratory to measure resistivity of coal samples. The measurements employed Schlumberger configuration.The results showed that coal layer can be detected based on resistivity variation. The semi-anthrasite sampleshowed resistivity higher than bituminous sample. This result was in accordance with the fact that semi anthrasitewas drier than bituminous sample.

Keywords: coal, geoelectrical method, resistivity

PENDAHULUANBatubara merupakan sumber energi masa

depan (Heriawan 2000). Batubara merupakan batuansedimen (padatan) yang dapat terbakar berasal daritumbuhan, berwarna coklat sampai hitam, yang sejakpengendapannya terkena proses fisika dan kimiayang mengakibatkan pengkayaan kandungankarbonnya (Wolf 1984 dalam Anggayana 1999).

Penyebaran endapan batubara di Indonesiaditinjau dari sudut geologi sangat erat hubungannyadengan penyebaran formasi sedimen yang berumurtersier yang terdapat secara luas di sebagian besarkepulauan di Indonesia. Batubara di Indonesia dapatdibedakan tiga jenis berdasarkan cara terbentuknya.Pertama, batubara paleogen yaitu endapan batubarayang terbentuk pada cekungan intramontain terdapatdi Ombilin, Bayah, Kalimantan Tenggara, SulawesiSelatan, dan sebagainya. Kedua, batubara neogenyakni batubara yang terbentuk pada cekunganforeland terdapat di Tanjung Enim Sumatera Selatan.Ketiga, batubara delta, yaitu endapan batubara dihampir seluruh Kalimantan Timur (Anggayana 1999).Menurut Amri (2000) formasi batubara tersebar diwilayah seluas 298 juta ha di Indonesia, meliputi 40cekungan di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, IrianJaya dan Jawa. Dari jumlah cekungan tersebut baru13 cekungan dengan luas sekitar 74 juta ha (sekitar25%) yang sudah diselidiki. Sementara cekunganyang telah dilakukan penyelidikan terbatas sampaipada tahap penyelidikan umum, eksplorasi, maupun

eksploitasi baru 3% atau seluas 2,22 juta ha. Olehkarena itu perlu ditingkatkan penyelidikan tentangkeberadaan batubara tersebut.

Salah satu metoda gofisika yang dapatdigunakan untuk memperkirakan keberadaanbatubara adalah metoda geolistrik tahanan jenis.Metoda ini merupakan salah satu metoda geofisikayang dapat memberikan gambaran susunan dankedalaman lapisan batuan, dengan mengukur sifatkelistrikan batuan (Priyanto 1989 dalam Kalmiawanet al, 2000). Selanjutnya Loke (1999a)mengungkapkan bahwa survey geolistrik metodaresistivitas mapping dan sounding menghasilkaninformasi perubahan variasi harga resistivitas baikarah lateral maupun arah vertikal.

Dalam penelitian ini dilakukan pemodelanberskala laboratorium untuk mengukur tahanan jenisbeberapa sampel batubara dari Tambang Air Layadengan peringkat yang berbeda seperti Tabel 1(Heriawan 2000). Dengan dasar pemikiran metodatahanan jenis telah banyak dimanfaatkan untukberbagai kepentingan ekplorasi lapisan dangkal, makapada penelitian ini dipilih metoda pengukuran 2-D daritahanan jenis. Adapun model konfigurasi yangdigunakan adalah konfigurasi Schlumberger.

Berdasar hasil penelitian Heriawan (2000),sifat fisik batubara Tambang Air Laya denganperingkat yang bervariasi menunjukkan semakin tinggiperingkat batubara, kadar airnya semakin kecil,sehingga konduktivitas listriknya berkurang (Tabel 1).

Page 2: geolistrik untuk batubara

Metode geolistrik Schlumberger untuk tahanan batubara 123

Di sini terlihat bahwa konduktivitas batuan sangatditentukan oleh tahanan jenisnya (Speight 1994).

dengan harga:MN = a (spasi elektroda potensial)AM = NB = n.aMB = AN = (n + 1).a

Metoda tahanan jenis merupakan metodegeofisika yang dipakai untuk pengukuran tahananjenis semu suatu medium. Pengukuran dengankonfigurasi Schlumberger ini menggunakan 4elektroda, masing-masing 2 elektroda arus dan 2elektroda potensial (Gambar 1).

Tahanan jenis semu medium yang terukur dihitungberdasarkan persamaan (van Norstand et al, 1966;Reynolds 1997; Telford et al, 1990)

dengan:IV∆Kρ =

1

NB1

AN1

MB1

AM12πK

−−

−=

Untuk konfigurasi Schlumberger, harga K dapatdihitung menggunakan persamaan:K = n.(n + 1) π a;n = 1, 2, 3,4,5,……dengan:ρ : tahanan terukur (apparent resistivity)∆V: potensial yang terukur antara elektroda P1 danP2

I : arus listrik yang mengalir ke tanah melaluielektroda C1 dan C2

K : faktor geometri konfigurasi elektroda.

BAHAN DAN METODEPenelitian ini dilakukan di Laboratorium Fisika

Bumi Jurusan Fisika ITB , dengan metodologipenelitian sebagai berikut: 1) membuat model fisikpengukuran menggunakan bak kaca berukuran (2 x1,2 x 0,6 m) yang diisi lempung setinggi 50 cm sebagaimedium pengukuran; 2) mengukur tahanan jenislempung sebelum pengukuran tahanan jenisbatubara; 3) melakukan pengukuran denganseperangkat alat resistivity meter model SS35X1; 4)batubara yang digunakan adalah jenis bituminousberukuran 14 x 8 x 7,5 cm dan semi-antrasiteberukuran 12 x 10 x 5 cm yang diukur secara terpisahdengan variasi pengukuran pada kedalaman 10 cmposisi tegak, miring, dan sejajar bidang perlapisan;5) pengukuran dilakukan dengan menggunakankonfigurasi Schlumberger dengan spasi (a) elektrodapotensial tetap minimum 5 cm dan panjang bentangan165 cm (Gambar 2) dan 6) hasil pengukuran diprosesdengan menggunakan software Res2dinv (Loke1999b). Sampel batubara yang digunakan padapenelitian ini berasal dari tambang Air Laya SumateraSelatan dan lempung sebagai medium pengukurandiambil dari daerah Ciembulueit Kota Bandung.

Peringkat Batubara Porositas (%) Kadar air asli (%)

Lignit (A2) 37,50 34,98 Sub-Bituminus B (A2) 32,72 25,59 Sub-Bituminus B (A1) 33,33 22,59 Sub-Bituminus A (C) 7,45 1,59 Bituminus (C) 5,48 1.36 Semi-Antrasite (C) 7,89 1,27

Tabel 1. Data hasil uji sifat fisik batubara Tambang AirLaya Sumatera Selatan.

I

M B N A

P2 V P1

C2 C1

Gambar 1. Konfigurasi Schlumberger (Reynolds 1997).

a a

P2

a

C1

n = 1

n = 3

n = 6

P1 C1 P2 C2

a 3a 3a

n = 2

C1 P1 P2 C2 a 2a 2a

Gambar 2. Susunan elektroda untuk konfigurasi Schlumberger (Loke 1999b).

Page 3: geolistrik untuk batubara

124 Jurnal Natur Indonesia 6(2): 122-126 (2004) Azhar & Handayani..

HASIL DAN PEMBAHASANUntuk menentukan adanya anomali tahanan

jenis di bawah permukaan lempung, maka sebelumditanam batubara terlebih dahulu diukur tahanan jenismedium lempung tersebut. Dari hasil inversi denganprogram Res2dinv diperoleh penampang tahananjenis lempung seperti pada Gambar 3.

Gambar 3 memperlihatkan penampangtahanan jenis lempung hasil inversi denganpengukuran menggunakan konfigurasi Schlumbergerberharga antara 20,7–403 Ωm yang terdiri dari 4lapisan dengan kesalahan iterasi 8,1%. Lapisanpertama tahanan jenisnya 20,7–48,4 Ωm, lapisankedua antara 74,0–113 Ωm, lapisan ketiga 173 Ωmdan lapisan keempat yang paling dasar 403 Ωmdiakibatkan lapisan paling bawah lebih kering sertaadanya efek pantulan kaca.

Gambar 4 adalah penampang tahanan jenisbituminous posisi sejajar bidang perlapisan, 10 cmdari bawah permukaan dengan tahanan jenis berkisarantara 138–200 Ωm dengan kesalahan iterasi 8,8%.Sedangkan pada kedalaman yang sama denganposisi miring 600 di bawah permukaan diindikasikanoleh anomali tahanan jenis antara 207–345 Ωm

dengan kesalahan iterasi 19,8% (Gambar 5).Selanjutnya dengan posisi tegak bidang perlapisanpada kedalaman 10 cm, bituminous mempunyaitahanan jenis antara 281–465 Ωm dengan kesalahaniterasi 13,0% (Gambar 6).

Untuk batubara jenis semi antrasite yangditempatkan pada kedalaman 10 cm dari bawahpermukaan lempung pada posisi tegak bidangperlapisan memiliki tahanan jenis antara 331-485 Ωmdengan kesalahan iterasi 8,4% (Gambar 7) dan padaposisi sejajar tahanan jenisnya berkisar 463-754 Ωmdengan kesalahan iterasi 11,5% (Gambar 8).Sedangkan posisi miring 60O terhadap bidangperlapisan mempunyai tahanan jenis antara 234–355Ωm dengan kesalahan iterasi 13,7% (Gambar 9).

Dari hasil pengolahan data dengan softwareRes2dinv untuk pengukuran berbagai posisi, baikmiring, sejajar, maupun tegak bidang perlapisan,ternyata tahanan jenis batubara yang berbeda

peringkat mempunyai tahanan jenis listrik yangberbeda (Tabel 2). Selanjutnya penetrasi kedalamanpengukuran berdasarkan software Res2dinv (Loke1999b) ditentukan dengan persamaan n x ½ a (spasi

Gambar 3. Penampang tahanan jenis lempung, pengukuran dengan konfigurasi Schlumberger.

Gambar 4. Penampang tahanan jenis bituminous posisi sejajar bi- dang perlapisan, 10 cm dibawah permukaan lempung.

Gambar 5. Penampang tahanan jenis bituminous posisi miring 60o, berada 10 cm dibawah permukaan lempung.

Gambar 6. Penampang tahanan jenis bituminous posisi tegak bi- dang, perlapisan berada 10 cm dibawah permukaan lempung.

Page 4: geolistrik untuk batubara

Metode geolistrik Schlumberger untuk tahanan batubara 125

minimum). Pengukuran pada penelitian ini dengan n= 6 dan spasi elektroda potensial 5 cm sehinggakedalamannya 6 x ½ (5 cm) = 15 cm. Jika kitaperhatikan penampang yang dicitrakan berada padakisaran 1,3–12,4 cm. Hal ini mungkin disebabkanterjadinya pergeseran letak elektroda yang kurang dari5 cm pada pengukuran. Dari Tabel 2 terlihat perbedaan tahanan jenisantara peringkat batubara yang berbeda, dimana

tahanan jenis semi-antrasite ternyata lebih besardibanding bituminous. Ini sesuai dengan kenyataanbahwa semi antrasite lebih kering banding bituminousseperti yang tertera pada Tabel 1. Dari hasil inversi penampang tahanan jenis hasilpengukuran seperti pada Gambar 5 sampai 10 terlihatbahwa pada bagian bawah penampangnyamemperlihatkan tahanan jenis besar, hal ini mungkindisebabkan oleh lapisan bagian bawah lebih keringdan pengaruh efek kaca bagian bawah pengukuranterdapat noise dalam pengukuran. Untuk mengetahui struktur yang lebih dalam,maka spasi elektroda arus dan potensial harusditambah secara bertahap, semakin besar spasielektroda maka efek penembusan arus kebawahsemakin dalam. Dari hasil inversi Software Res2dinvpada data pengukuran resistivitas denganmenggunakan konfigurasi Schlumberger lebih kontrasanomali tahanan jenisnya. Hal ini disebabkan olehfaktor geometri arus dan potensial. Elektroda potensialpada konfigurasi Schlumberger relatif jarang dirubah,sehingga dapat menyebabkan perbedaan data relatifkecil antara titik yang satu dengan titik yang lainnya.

Tabel 2. Hasil pengukuran tahanan jenis batubara di dalamlempung dengan konfigurasi Schlumberger.

Jenis batubara / posisi Tahanan Jenis Rho (Ohm-m)

Bituminus -Sejajar bid.perlapisan 138 -200 -Tegak bid.perlapisan 281 - 461 -miring 60o 207 - 345 Semi – antrasite -Sejajar bid.perlapisan 453 – 754 -Tegak bid.perlapisan 331 – 485 -miring 60o 234 - 355

batubara ditanam pada kedalaman 10 cm di bawah permukaan lempung (Azhar 2001)

Gambar 7. Penampang tahanan jenis semi-antrasite posisi tegak, berada pada posisi 10 cm dibawah permukaan lem- pung.

Gambar 8. Penampang tahanan jenis semi-antrasite posisi sejajar bidang perlapisan, berada 10 cm dibawah permukaan lempung.

Gambar 9. Penampang tahanan jenis semi-antrasite posisi miring 60o bidang perlapisan, berada 10 cm dibawah permu- kaan.

KESIMPULANDari hasil penelitian yang telah dilakukan

dapat disimpulkan bahwa salah satu metoda gofisikayang dapat digunakan untuk memperkirakankeberadaan dan ketebalan batubara di bawahpermukaan adalah metoda geolistrik tahanan jenis.Metoda geolistrik dapat mendeteksi lapisan batubarapada posisi miring, tegak dan sejajar bidangperlapisan di bawah permukaan. Dari pengolahandata dengan Software Res2dinv di dapatkan tahananjenis resistivitas batubara bersifat anisotropi yaitu

Page 5: geolistrik untuk batubara

126 Jurnal Natur Indonesia 6(2): 122-126 (2004) Azhar & Handayani..

tergantung pada arah pengukurannya. Selanjutnyatahanan jenis semi-antrasite lebih besar dibandingkandengan tahanan jenis bituminous. Hal ini sesuaidengan kenyataan bahwa semi-antrasite lebih keringdibanding bituminous.

UCAPAN TERIMA KASIHPenulis mengucapkan terima kasih kepada

sekretaris Jurusan Geofisika Terapan ITB BapakGunawan Handayani MSCE PhD sekaligus sebagaipembimbing yang telah memberikan izin pemakaianfasilitas Laboratorium Fisika Bumi ITB serta arahandan bimbingannya sehingga penelitian ini dapatberjalan dengan lancar. Selanjutnya penulis jugamengucapkan terima kasih kepada PT Tambang BukitAsam dan Bapak Ir Edy Ibrahim MT yang telahmengizinkan penulis memanfaatkan contohbatubaranya dalam penelitian ini. Berikutnya ucapanterima kasih buat Te On-On, Mas Dadang, dan MasLutfi yang selalu bersedia membantu memperbaikidan menanggulangi kerusakan alat-alat dalampenelitian ini.

DAFTAR PUSTAKAAmri, N.A. 2000. Rescheduling pemanfaatan energi batubara

Indonesia. Thesis. Bandung: ITB.Anggayana, K. 1999. Genesa Batubara. Bandung: Jurusan Teknik

Pertambangan Fakultas Teknologi Mineral ITB.Azhar. 2001. Pemodelan fisis metoda resistivity untuk eksplorasi

batubara. Thesis. Bandung: ITB.Heriawan, M.N. 2000. Aplikasi metode georadar untuk menentukan

sifat dielektrik batubara tambang Air Laya dengan peringkatyang bervariasi. Thesis. Bandung: ITB.

Kalmiawan, P., Sismanto, A. & Suparwoto. 2000. Survey ofresistivity method to investigate the Krakal Hot Spring inDesa Krakal, Kec. Alian, Kab. Kabumen, Prop. JawaTengah. Bandung: Prosiding PIT HAGI ke-25.

Loke, M.H. 1999a. Electrical Imaging Surveys for Environmentaland Engineering Studies: A practical quide to 2-D and 3-Dsurveys. Malaysia: Penang.

Loke, M.H. 1999b. RES2DINV Rapid 2D Resistivity & IP Inversion(Wenner, dipole-dipole, pole-pole, pole-dipole,Schlumberger, rectangular arrays) on Land, Underwaterand Cross-borehole Surveys; Software Manual Ver.3.3 forwindows 3.1, 95 and NT. Malaysia: Penang.

van Nostrand, Robert, G. & Kenneth, L Cook. 1966. Interpretationof Resistivity Data. Washington: Geological Survey.

Reynolds, J.M. 1998. An Introduction to Applied andEnvironmental Geophysics. New York: John Willey andSons.

Speight, J.M. 1994. The Chemistry and Technology of Coal. NewYork: Marcel Dekker.

Telford, W.M., Gedaart, L.P. & Sheriff, R.E. 1990. AppliedGeophysics. New York: Cambridge.