aplikasi metode geolistrik resistivitas untuk
TRANSCRIPT
APLIKASI METODE GEOLISTRIK RESISTIVITAS
UNTUK MENGIDENTIFIKASI LAPISAN AKUIFER
DI BUMI PERKEMAHAN RAGUNAN JAKARTA
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sains (S.Si)
Disusun Oleh:
AGESTI KUSUMANDARI
1111097000035
PROGRAM STUDI FISIKA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2015 M/1436 H
APLIKASI METODE GEOLISTRIK RESISTIVITAS
UNTUK MENGIDENTIFIKASI LAPISAN AKUIFER DI
BUMI PERKEMAHAN RAGUNAN JAKARTA
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sains (S.Si)
Oleh:
AGESTI KUSUMANDARI
1111097000035
PROGRAM STUDI FISIKA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2015 M/ 1436 H
ii
PENGESAHAN PEMBIMBING
APLIKASI METODE GEOLISTRIK RESISTIVITAS UNTUK
MENGIDENTIFIKASI LAPISAN AKUIFER DI BUMI
PERKEMAHAN RAGUNAN JAKARTA
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sains (S.Si)
Pada Program Studi Fisika Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Oleh:
AGESTI KUSUMANDARI
1111097000035
Menyetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Eng. Nur Aida, M.Si Tati Zera, M. Si
NIP. 197806162005012009 NIP. 196906082005012002
Mengetahui,
Ketua Program Studi Fisika
Dr. Eng. Nur Aida, M.Si NIP. 197806162005012009
iii
PENGESAHAN UJIAN
Skripsi berjudul “APLIKASI METODE GEOLISTRIK RESISTIVITAS
UNTUK MENGIDENTIFIKASI LAPISAN AKUIFER DI BUMI
PERKEMAHAN RAGUNAN JAKARTA” yang ditulis oleh Agesti
Kusumandari, dengan NIM 1111097000035 telah diuji dan dinyatakan LULUS
dalam sidang Munaqosyah Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta pada Jum’at, 2 Oktober 2015. Skripsi ini telah
diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu
(S1) Program Studi Fisika.
Menyetujui,
Penguji I Penguji II
Dr. Sutrisno, M.Si Ir. Asrul Aziz, DEA
NIP.195902021982031005 NIP.195106171985031001
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Eng. Nur Aida, M.Si Tati Zera, M.Si
NIP. 197806162005012009 NIP. 196906082005012002
Mengetahui,
Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Ketua Program Studi Fisika
Dr. Agus Salim, M.Si Dr. Eng. Nur Aida, M.Si
NIP. 197208161999031003 NIP. 197806162005012009
iv
LEMBAR PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH
BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN
SEBAGAI SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN
TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Jakarta, 2 Oktober 2015
Agesti Kusumandari
1111097000035
v
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian tentang keberadaan lapisan akuifer di Bumi
Perkemahan Ragunan Jakarta menggunakan metode geolistrik tahanan jenis
konfigurasi Schlumberger. Geolistrik merupakan metode geofisika yang
digunakan untuk mengetahui kondisi geologi bawah permukaan berdasarkan
variasi nilai resistivitas jenis batuannya. Metode geolistrik tahanan jenis memiliki
keunggulan untuk mengadakan eksprolasi dangkal dengan biaya survey relatif
murah dan waktu pengerjaan relatif singkat. Identifikasi lapisan akuifer dilakukan
terhadap 5 lintasan: lintasan 1 dengan panjang 160 meter dan 4 lintasan lainnya
sepanjang 200 meter. Berdasarkan hasil pengolahan data, interpretasi
menggunakan software progress dan Ip2Win serta data geologi daerah sekitar
diketahui kondisi bawah lapisan dan keberadaan akuifer daerah penelitian.
Berdasarkan model struktur lapisan tanah di bawah permukaan diperoleh lapisan
akuifer airtanah dangkal dengan nilai resistivitas 28.89 – 153.07 Ωm. Lapisan
akuifer airtanah dangkal ditemukan pada lapisan permukaan di tiap lintasan.
Sedangkan lapisan akuifer airtanah dalam dengan nilai resistivitas 9.60 – 86.55
Ωm. Lapisan akuifer airtanah dalam dengan kedalaman 11 meter pada lintasan 1,
10 meter pada lintasan 2, kedalaman 18 meter pada lintasan 3, dan kedalaman 10
meter pada lintasan 5. Dengan demikian, 4 diantara 5 lintasan memperlihatkan
adanya dua lapisan akuifer, dimana akuifer pertama sangat dipengaruhi oleh
musim dan akuifer kedua sangat potensial dengan ketebalan yang cukup besar.
Sehingga dapat dikatakan bahwa daerah ini memiliki sumber air yang bagus.
Kata kunci: lapisan akuifer, geolistrik, dan metode tahanan jenis
vi
ABSTRACT
The research had been finished about the existence of aquifer layer in Bumi
Perkemahan Ragunan Jakarta using geoelectric resistivity method with
schlumberger configuration. Geoelectric is one of geophysic method to knowing
geological condition subsurface according to the variation from the resistivity
value of rock types. This method have eminency to make a simple exploration
with low cost and short processing time. Identification aquifer layer conducted on
five track: first line with length 160 meters, and another four line with length 200
meters. According to data processing and interpretation with software progress
and Ip2Win, also geological data surrounding area, we know the condition of sub
layer and the existence of aquifer in the research area. From the structure of the
soil layer in subsurface, we identified the aquifer layer of shallow ground water
with the resistivity value 28.89 – 153.07 ohmmeter at the surface layer in each
line. The aquifer layer of deep ground water with the resistivity value 9.60 – 86.55 ohmmeters are identified in the depth 11 meters at line 1, and at line 2, 3 and 5
consecutively in the depth 10 meters, 18 meters, and 10 meters. We can say that
four of five lines showing there are two layers of aquifer, first aquifer affected by
season and the other aquifer was potential with a good thickness. We have a
conclusion that this area has a great water sources.
Keywords: aquifer layer, geoelectric, and resistivity method
vii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmannirrahim
Dengan memanjatkan syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT, berkat
nikmat dan petunjuk-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan dan punyusunan
laporan tugas akhir ini. Shalawat serta salam selalu tercurah kepada Nabi
Muhammad SAW.
Laporan tugas akhir ini dibuat untuk memenuhi salah satu persyaratan
untuk menyelesaikan program pendidikan Strata Satu (S1) di Jurusan Fisika
Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dalam proses penyusunan hingga terselesaikannya tugas akhir ini tidak
lapas dari bantuan banyak pihak secara langsung maupun tidak langsung. Untuk
itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Keluarga penulis tercinta terutama Ayah (Sukamto) dan Ibu (Nurwidayati)
yang selalu memberikan dukungan dan doa.
2. Dr. Agus Salim, M.Si selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatulah Jakarta.
3. Dr. Eng. Nur Aida, M.Si selaku Ketua Program Studi Fisika dan Pembimbing
I yang selalu memberikan kesempatan dan arahan kepada penulis.
4. Ibu Tati Zera, M.Si selaku Sekertaris Program Studi Fisika dan pembimbing
II yang selalu memberikan kesempatan dan arahan kepada penulis.
5. Dr. Sutrisno, M.Si selaku penguji I dan Ir. Asrul Aziz, DEA selaku penguji II
yang telah memberikan nasehat dan ilmu selama sidang munaqosyah.
viii
6. Ibu Nunung Isnaini Dwi Ningsih, S.Si., M.Kom selaku dosen geofisika yang
selalu memberikan arahan serta saran pengerjaan lapangan kepada penulis.
7. Seluruh dosen Prodi Fisika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah
banyak memberikan ilmu yang bermanfaat.
8. Sahabat tercinta Ari Suryawan, Rizki Nurhidayah, Santy Rukmana, Luciana
Arinda Amri, Jeddy Pranata, Hendrianto Agung, Devis Sika Homisia dan
Ersania Aulyani yang telah banyak memberi dukungan serta semangat.
9. Seluruh teman-teman seperjuangan di Geofisika yang luar biasa, kakak dan
adik kelas khususnya yang banyak membantu dalam proses penelitian.
10. Seluruh teman-teman tercinta Fisika angkatan 2011 yang memberikan
motivasi, dukungan, doa, semangat dan kenangan dari awal perkuliahan
sampai penyelesaian tugas akhir ini.
11. Dan semua pihak yang belum disebutkan diatas, yang telah membantu
terlaksananya pembuatan tugas akhir ini.
Penulis menyadari bahwa pada penulisan tugas akhir ini masih banyak
kekurangan dalam materi maupun teknik penyajiannya, oleh karena itu penulis
mengharapkan masukan yang baik berupa saran maupun kritik yang membangun
dari berbagai pihak. Terima kasih atas segala bantuan serta dukungan terhadap
penulis, semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat di masa yang akan datang dan
dapat dijadikan acuan untuk pengembangan selanjutnya.
Jakarta, 2 Oktober 2015
Agesti Kusumandari
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................. i
PENGESAHAN PEMBIMBING ............................................................... ii
PENGESAHAN UJIAN .............................................................................. iii
LEMBAR PERNYATAAN ........................................................................ iv
ABSTRAK.................................................................................................... v
KATA PENGANTAR ................................................................................. vii
DAFTAR ISI ................................................................................................ ix
DAFTAR TABEL ........................................................................................ x
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ........................................................................... 1
1.2. Perumusan Masalah.................................................................... 3
1.3. Tujuan Penelitian........................................................................ 3
1.4. Batasan Masalah ......................................................................... 3
1.5. Manfaat Penelitian...................................................................... 4
1.6. Sistematika Penulisan ................................................................. 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Air Bersih ................................................................................... 6
2.2. Akuifer ....................................................................................... 8
2.3. Metode Geofisika ....................................................................... 13
2.4. Metode Geolistrik ....................................................................... 15
2.5. Sifat Kelistrikan Batuan ............................................................. 16
2.6. Metode Golistrik Tahanan Jenis ................................................. 20
2.7. Konfigurasi Elektroda ................................................................ 24
2.8. Geologi Regional........................................................................ 28
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian .................................................... 30
3.2. Alat dan Bahan Penelitian .......................................................... 31
3.3. Tahapan Proses Penelitian .......................................................... 33
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Pengolahan Data ............................................................... 37
4.1.1. Hasil Pengolahan Data Lintasan 1 dan 2 ......................... 37
4.1.2. Hasil Pengolahan Data Lintasan 2, 3 dan 4 ..................... 42
4.2. Pembahasan ................................................................................ 48
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan................................................................................. 50
5.2. Saran ........................................................................................... 51
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 52
LAMPIRAN ................................................................................................. 54
x
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Perkiraan Jumlah Sumber Daya Air di Dunia. ............................. 8
Tabel 2.2. Jenis-Jenis Metode Geolistrik ...................................................... 14
Tabel 2.3. Nilai Resistivitas Batuan. ............................................................. 20
Tabel 2.4. Keunggulan Geolistrik. ................................................................ 23
Tabel 4.1. Interpretasi Pada Lintasan 1 ......................................................... 38
Tabel 4.2. Interpretasi Pada Lintasan 2 ......................................................... 40
Tabel 4.3. Interpretasi Pada Lintasan 3 ......................................................... 43
Tabel 4.4. Interpretasi Pada Lintasan 4 ......................................................... 45
Tabel 4.5. Interpretasi Pada Lintasan 5 ......................................................... 46
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Akuifer. .................................................................................... 10
Gambar 2.2. Silinder Konduktor . ................................................................. 18
Gambar 2.3. Pengukuran Tahanan Jenis Secara VES. .................................. 22
Gambar 2.4. Konfigurasi Geolistrik .............................................................. 24
Gambar 2.5. Konfigurasi Schlumberger ....................................................... 27
Gambar 2.6. Peta Geologi Wilayah DKI Jakarta .......................................... 28
Gambar 3.1. Peta Lintasan Lokasi Penelitian ............................................... 30
Gambar 3.2. Peralatan Akuisisi Geolistrik .................................................... 31
Gambar 3.3. Proses Pengambilan Data Lapangan ........................................ 32
Gambar 3.4. Diagram Alir Penelitian ........................................................... 33
Gambar 4.1. Hasil Pengolahan Progress Pada Lintasan 1 ............................ 38
Gambar 4.2. Hasil Pengolahan Progress Pada Lintasan 2 ............................ 39
Gambar 4.3. Hasil Pengolahan Ip2Win Pada Lintasan 1 dan 2 ..................... 41
Gambar 4.4. Hasil Pengolahan Progress Pada Lintasan 3 ............................ 43
Gambar 4.5. Hasil Pengolahan Progress Pada Lintasan 4 ............................ 44
Gambar 4.6. Hasil Pengolahan Progress Pada Lintasan 5 ............................ 45
Gambar 4.7. Hasil Pengolahan Ip2Win pada Lintasan 3, 4 dan 5 ................. 47
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Data Resistivitas Lintasan 1 ..................................................... 54
Lampiran 2. Data Resistivitas Lintasan 2 ..................................................... 55
Lampiran 3. Data Resistivitas Lintasan 3 ..................................................... 56
Lampiran 4. Data Resistivitas Lintasan 4 ..................................................... 57
Lampiran 5. Data Resistivitas Lintasan 5 ..................................................... 58
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Air merupakan kebutuhan pokok bagi seluruh makhluk hidup termasuk hewan
dan tumbuhan terutama manusia, yaitu untuk melangsungkan kehidupan dan
meningkatkan kesejahteraan. Air juga berperan dalam keseimbangan ekosistem di
bumi. Manusia mungkin dapat hidup beberapa hari tanpa makan akan tetapi manusia
tidak dapat bertahan hidup jika tidak minum karena sudah mutlak bahwa tiga
perempat zat penyusun tubuh manusia terdiri dari air.
Pembangunan di daerah perkotaan saat ini sudah semakin modern dan laju
pertumbuhan penduduknya juga semakin meningkat. Salah satu daerah yang padat
penduduk yaitu DKI Jakarta sehingga kebutuhan air bersih akan semakin meningkat
seiring dengan pertambahan aktivitas masyarakat. Hal ini berbanding terbalik dengan
kualitas air permukaan yang menyebabkan masyarakat lebih memilih menggunakan
air tanah.
Berdasarkan pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 23 Tahun 2006
menyatakan bahwa, standar kelayakan penggunaan sumber air bersih adalah 49,5
liter/kapita/hari. Badan dunia UNESCO sendiri pada tahun 2002 telah menetapkan
hak dasar manusia atas air yaitu sebesar 60 liter/org/hari. Sementara kebutuhan air
pada kota metropolitan yaitu 150 liter/kapita/hari. Untuk kebutuhan air minum
2
nasional data dari Departemen Pekerj aan Umum menunjukkan, bahwa kebutuhan air
nasional sebanyak 272.107 liter/detik, sedangkan kapasitas air minum eksistingnya
sebanyak 105.000 liter/detik [1].
Peningkatan penggunaan air terkadang tidak diiringi dengan pengelolaan
sumber air yang baru dikarenakan kurangnya informasi mengenai potensi sumber air
tanah. Potensi sumber air tanah di tiap daerah berbeda-beda sesuai dengan kondisi
geologi disekitar daerah tersebut. Air tanah yang terdapat pada lapisan akuifer
memiliki kedalaman tertentu, karenanya diperlukan kajian untuk mengetahui
karakteristik air tanah. Salah satu metode geofisika yang dapat digunakan yaitu
metode geolistrik tahanan jenis. Metode geolistrik dapat digunakan untuk mengetahui
kondisi batuan bawah permukaan melalui analisis resistivitas atau kemampuan
menghantarkan aliran listrik dari material dalam bumi. Melalui cara ini lapisan
pembawa air dapat diketahui kedalaman, ketebalan, serta penyebarannya.
Survey metode geolistrik akan memberikan nilai beda potensial, kuat arus dan
nilai tahanan jenis batuan. Nilai tahanan jenis batuan ini yang kemudian dengan
pengolahan data lebih lanjut maka akan mendapatkan nilai tahanan jenis tiap lapisan
batuan. Berdasarkan hal tersebut maka lapisan bawah permukaan tanah dapat
digambarkan dengan perbedaan nilai tahanan jenis dari masing-masing lapisan
tersebut. Sehingga dari hasil ini dapat menjadi gambaran yang baik untuk keberadaan
potensi sumber air tanah sesuai dengan jenis lapisan batuan [2].
Penelitian ini dilakukan di Bumi Perkemahan Ragunan yang bertempat di
Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Daerah penelitian ini merupakan daerah yang
3
dimanfaatkan untuk melakukan berbagai kegiatan bagi banyak pihak, karenanya
kebutuhan akan air bersih menjadi hal penting. Penelitian ini ditujukan untuk mencari
sumber air yang baik dan letak akuifer yang terdapat pada daerah tersebut. Selain itu
juga dapat memprediksi potensi air tanah dalam dan dangkal pada daerah penelitian.
Pemilihan lokasi ini juga didasari karena luas lahan yang cukup untuk melakukan
penelitian.
1.2 Perumusan Masalah
Permasalahan dalam penelitian ini adalah pada kedalaman berapakah dan
lapisan akuifer ditemukan?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah:
1. Mengetahui dan menyelidiki kondisi bawah permukaan melalui metode
geolistrik tahanan jenis.
2. Mengetahui posisi kedalaman dan ketebalan akuifer air tanah pada daerah
penelitian.
3. Mengetahui kecocokan hasil penelitian dengan data geologi daerah penelitian
1.4 Batasan Masalah
Adapun batasan masalah yang dikerjakan dalam penelitian ini adalah
mempelajari dan mengaplikasikan tahapan metode geolistrik tahanan jenis dengan
konfigurasi Shlumberger (sounding) untuk mendapatkan nilai tahanan jenis dari
4
masing-masing lapisan bawah permukaan. Penelitian ini dilakukan di kawasan Bumi
Perkemahan Ragunan, dengan total 5 lintasan. Akuisisi data pada penelitian ini
menggunakan bantuan alat resistivitymeter MC Ohm-el OYO. Pengolahan data
menggunakan software PROGRESS ver3.0 dan software IP2WIN untuk memperoleh
gambaran lapisan penampang 2D.
1.5 Manfaat Penelitian
Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan informasi tentang letak dan
kedalaman akuifer yang potensial sebagai sumber air tambahan disekitar daerah
penelitian, penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi referensi untuk penelitian
kedepannya.
1.6 Sistematika Penulisan
BAB I : PENDAHULUAN
Pada bab pertama ini penulis menerangkan tentang latar belakang, perumusan
masalah, batasan masalah serta tujuan penelitian beserta dengan sistematika penulisan
penelitian ini.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab kedua ini penulis menjelaskan mengenai tinjauan pustaka penelitian yang
meliputi teori dasar air bersih, akuifer, metode geofisika dan geolistrik, serta data
geologi daerah penelitian.
5
BAB III : METODE PENELITIAN
Pada bab ketiga ini penulis menguraikan tentang waktu dan tempat penelitian,
peralatan dan bahan, diagram alir tahapan proses penelitian, serta difinisi dari setiap
tahapan tersebut.
BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bab keempat ini penulis menguraikan tentang hasil dan pembahasan dari
pengolahan data penelitian yang berupa gambaran model perlapisan yang didapat
melalui pengolahan software PROGRESS dan software IP2WIN serta kecocokan data
penelitian dengan data geologi yang didapat.
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab kelima ini penulis memaparkan point-point singkat yang mengulas
kesimpulan hasil penelitian yang telah dilakukan dan diikuti dengan saran yang
bermanfaat untuk penelitian-penelitian berikutnya.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Air Bersih
Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara.
Sekitar tiga per empat bagian dari tubuh manusia terdiri dari air dan tidak seorangpun
dapat bertahan hidup lebih dari 4-5 hari tanpa minum air. Berdasarkan Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1405/menkes/sk/xi/2002 tentang
Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan industri terdapat
pengertian mengenai Air Bersih yaitu air yang dipergunakan untuk keperluan sehari-
hari dan kualitasnya memenuhi persyaratan kesehatan air bersih sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dapat diminum apabila dimasak [2].
Dalam memilih sumber air baku dan air bersih maka perlu diperhatikan
persyaratan utamanya yang meliputi kualitas, kuantitas, kontinuitas dan biaya yang
murah dalam proses pengambilan sampai proses pengolahannya. Beberapa sumber air
baku yang dapat digunakan sebagai penyediaan sumber air bersih dikelompokkan
sebagai berikut [3]:
1. Air hujan
Air hujan disebut juga air angkasa. Kualitas air hujan pada umumnya
bersifat lebih bersih dan bersifat lunak karena tidak mengandung larutan garam
dan zat-zat mineral, serta dapat bersifat korosif karena mengandung zat-zat di
udara seperti NH3, CO2 agresif, ataupun SO2. Sedangkan dari segi kuantitas,
7
air hujan tergantung pada besar kecilnya curah hujan. Sehingga air hujan tidak
dapat mencukupi untuk persediaan air minum karena jumlahnya berkluktuasi.
Begitu pula bila dilihat dari segi kontinuitasnya, air hujan tidak dapat diambil
secara terus menerus karena tergantung pada musim.
2. Air permukaan
Air permukaan yang biasanya dimanfaatkan sebagai sumber atau bahan
baku air bersih adalah air waduk (berasal dari air hujan), air sungai (berasal
dari air hujan dan mata air), dan air danau (berasal dari air hujan, air sungai,
atau mata air). Pada umumnya air permukaan telah terkonsentrasi dengan
berbagai zat yang berbahaya bagi kesehatan, sehingga memerlukan pengolahan
terlebih dahulu sebelum dikonsumsi. Kontinuitas dan kualitas dari air
permukan dianggap tidak menimbulkan masalah besar untuk penyediaan air
bersih yang memakai bahan baku air permukaan.
3. Air tanah
Air tanah banyak mengandung garam dan mineral yang terlarut pada waktu
air melalui lapisan-lapisan tanah. Secara praktis air tanah adalah bebas dari
polutan karena berada di bawah permukaan tanah. Tetapi tidak menutup
kemungkinan bahwa air tanah dapat tercemar oleh zat-zat yang mengganggu
kesehatan. Bila ditinjau dari kedalaman air maka air tanah dibedakan menjadi
air tanah dangkal dan air tanah dalam. Dari segi kuantitas, apabila air tanah
dipakai sebagai air baku air bersih adalah relatif cukup. Tetapi bila dilihat dari
8
segi kontinuitas maka pengambilan air tanah harus dibatasi, karena
dikhawatirkan dapat menyebabkan penurunan muka air tanah.
4. Mata air
Dari segi kualitas, mata air adalah sangat baik bila dipakai sebagai air baku,
karena berasal dari tanah yang muncul ke permukaan tanah akibat tekanan,
sehingga belum terkontaminasi oleh zat-zat pencemar. Dari segi kuantitasnya,
jumlah dan kapasitas air sangat terbatas sehingga hanya mampu memenuhi
kebutuhan sejumlah penduduk tertentu. Begitu pula bila mata air tersebut
terus-menerus kita ambil semakin lama akan semakin habis dan terpaksa
penduduk mencari sumber mata air baru.
Tabel 2.1 Perkiraan jumlah sumber daya air di dunia
Lokasi Volume Air (km3) %
Air di daratan 37850.00 2.8
Danau air tawar
Danau air asin dan laut daratan
Sungai
Kelembaban tanah dan air vadose
Air tanah samapai kedalaman 4000 m
Es dan glaciers
Air di atmosfir
Air di lautan
125.00
1004.00
1.25
67.00
8350.00
29200.00
13.00
1320000.00
0.009
0.008
0.0001
0.005
0.61
2.14
0.001
97.2
Total Air di Dunia 1360000.00 100
2.2 Akuifer
Akuifer adalah salah satu lapisan, formasi, atau kelompok formasi satuan
geologi yang permeabel baik yang terkonsolidasi (misalnya lempung) maupun yang
tidak terkonsolidasi (pasir) dengan kondisi jenuh air dan mempunyai suatu besaran
9
konduktivitas hidrolik (K) yang berfungsi menyimpan air tanah dalam jumlah besar
sehingga dapat membawa air (atau air dapat diambil) dalam jumlah ekonomis.
Dengan demikian, akuifer pada dasarnya adalah kantong air yang berada di dalam
tanah [4].
Menurut Todd, air tanah adalah air yang bergerak di dalam tanah yang terdapat
di dalam ruang antar butir-butir tanah yang meresap ke dalam tanah dan bergabung
membentuk lapisan tanah yang disebut akuifer [5]. Lapisan yang mudah dilalui oleh
air tanah disebut lapisan permeable, seperti lapisan yang terdapat pada pasir dan
kerikil, sedangkan lapisan yang sulit dilalui air tanah disebut lapisan impermeable,
seperti lapisan lempung atau geluh. Lapisan impermeable terdiri dari dua jenis yakni
lapisan kedap air dan lapisan kebal air (aquifuge), sedangkan lapisan yang sulit dilalui
air tanah seperti lapisan lempung disebut lapisan kedap air (aquiclude) [4].
Berdasarkan kemampuan batuan menyimpan dan meloloskan air, batuan dapat
dibedakan menjadi [6]:
1. Akuifer (aquifer)
Akuifer adalah lapisan pembawa air, lapisan batuan ini mempunyai susunan
sedemikian rupa, sehingga dapat menyimpan dan mengalirkan air dalam jumlah
yang cukup berarti di bawah kondisi lapang. Batuan dari akuifer ini bersifat
permeable, contoh batuan permeable adalah pasir, kerikil, batupasir yang retak-
retak dan batu gamping yang berlubang-lubang.
10
2. Akuiklud (aquiclude)
Akuiklud adalah lapisan batuan yang dapat menyimpan air, tetapi tidak dapat
meloloskan air dalam jumlah yang berarti. Contoh: lempung, shale, tuf halus, silt.
3. Akuitar (aquitard)
Akuitar adalah lapisan atau formasi batuan yang dapat menyimpan air tetapi
hanya dapat meloloskan air dalam jumlah terbatas.
4. Akuifug (aquifuge)
Akuifug adalah lapisan atau formasi batuan yang tidak dapat menyimpan dan
meloloskan air. Contoh: granit dan batuan yang kompak dan padat.
Gambar 2.1 Akuifer
Menurut Krusseman dan Ridder, 1970 bahwa macam-macam akifer sebagai
berikut [7]:
1. Akuifer Bebas (Unconfined Aquifer), yaitu lapisan lolos air yang hanya
sebagian terisi oleh air dan berada di atas lapisan kedap air. Permukaan tanah
11
pada akuifer ini disebut dengan water table (preatik level), yaitu permukaan
air yang mempunyai tekanan hidrostatik sama dengan atmosfer.
2. Akuifer Tertekan (Confined Aquifer), yaitu akuifer yang seluruh jumlahnya
air yang dibatasi oleh lapisan kedap air, baik yang di atas maupun di bawah,
serta mempunyai tekanan jenuh lebih besar dari pada tekanan atmosfer.
3. Akuifer Semi tertekan (Semi Confined Aquifer), yaitu akuifer yang seluruhnya
jenuh air, dimana bagian atasnya dibatasi oleh lapisan semi lolos air dibagian
bawahnya merupakan lapisan kedap air.
4. Akuifer Semi Bebas (Semi Unconfined Aquifer), yaitu akuifer yang bagian
bawahnya yang merupakan lapisan kedap air, sedangkan bagian atasnya
merupakan material berbutir halus, sehingga pada lapisan penutupnya masih
memungkinkan adanya gerakan air. Dengan demikian akuifer ini merupakan
peralihan antara akuifer bebas dengan akuifer semi tertekan.
Semua akuifer mempunyai dua sifat yang mendasar: (i) kapasitas menyimpan
air tanah dan (ii) kapasitas mengalirkan air tanah. Namun demikian sebagai hasil dari
keragaman geologinya, akuifer sangat beragam dalam sifat-sifat hidroliknya
(kelulusan dan simpanan) dan volume tandoannya (ketebalan dan sebaran
geografinya). Berdasarkan sifat-sifat tersebut akuifer dapat mengandung air tanah
dalam jumlah yang sangat besar dengan sebaran yang luas hingga ribuan km2 atau
sebaliknya.
Akuifer sering disebut sebagai danau bawah tanah, hal ini disebabkan karena
air yang tersimpan antara batuan bawah tanah. Air meresap ke dalam tanah melalui
12
pori-pori, retakan dan celah lainnya. Resapan air tersebut mengalir hingga mencapai
zona akuifer dimana semua ruang terisi oleh air bukan udara. Akuifer yang tertekan
lapisan permeable bagian atasnya dan air tanah tersebut berada pada tekanan yang
lebih tinggi dibandingkan tekanan atmosfer, akuifer ini disebut akuifer tertekan [8].
Beberapa zona akuifer terjadi karena infiltrasi air tanah mencapai lapisan batuan
kedap air sehingga tidak dapat menembus lebih jauh ke dalam lapisan bumi.
Untuk usaha-usaha pengisian kembali air tanah melalui peningkatan proses
infiltrasi tanah serta usaha-usaha reklamasi air tanah, maka kedudukan akuifer dapat
dipandang dari dua sisi yang berbeda, yakni zona akuifer tidak jenuh dan zona akuifer
jenuh.
Zona akuifer tidak jenuh adalah suatu zona penampung air di dalam tanah
yang terletak di atas permukaan air tanah (water table) baik dalam keadaan alamiah
(permanen) atau sesaat setelah berlangsungnya periode pengambilan air tanah. Zona
akuifer jenuh adalah suatu zona penampung air tanah yang terletak di bawah
permukaan air tanah kecuali zona penampung air tanah yang sementara jenuh dan
berada di bawah daerah yang sedang mengalami pengisian air tanah [4].
Zona akuifer tidak jenuh merupakan zona penyimpanan air tanah yang paling
berperan dalam mengurangi kadar pencemaran air tanah dan oleh karenanya zona ini
sangat penting untuk usaha-usaha reklamasi dan sekaligus pengisian kembali air
tanah, sedang zona akuifer jenuh seperti telah diuraikan di muka lebih berfungsi
sebagai pemasok air tanah yang memiliki keunggulan dibandingkan dengan zona
13
akuifer tidak jenuh dalam hal akuifer yang pertama tersebut mampu memasok air
tanah dalam jumlah yang lebih besar serta mempunyai kualitas air yang lebih baik.
2.3 Metode Geofisika
Metode geofisika merupakan ilmu yang mempelajari tentang bumi dengan
penggunaan pengukuran fisik pada atau di atas permukaan. Dari sisi lain geofisika
mempelajari semua isi bumi baik yang terlihat maupun tidak terlihat langsung oleh
pengukuran sifat fisik dengan penyesuaian yang umum pada permukaan.
Permukaan tanah memliki lapisan batuan yang berbeda antara lapisan yang
satu dengan yang lainnya karena memiliki sifat karakteristik fisika tertentu. Dengan
metode geofisika dapat diduga jenis litologi, kedalaman dan struktur lapisan batuan di
bawah permukaan tanah. Menurut Damtoro, metode geofisika secara garis besar
terbagi dua yaitu yang bersifat statis dan dinamis. Pada metode geofisika statis yang
diukur adalah besaran fisika yang sudah ada dalam batuan tanpa pengaruh dari luar,
misalnya metode graviti, magnetik dan paleomagnetik. Pada metode geofisika
dinamis dilakukan perlakuan khusus terhadap perlapisan batuan, sehingga dapat
diduga jenis litologinya dari respon yang terjadi [4]. Jenis-jenis metode geofisik dapat
dilihat pada Tabel 2.2.
14
Tabel 2.2 Jenis-jenis metode geofisik.
Metode Sifat Dasar Penelitian Hasil
Graviti Statis Berat jenis batuan Gambaran secara umum kontras
berat jenis batuan di bawah
permukaan, untuk daerah yang
sangat luas.
Magnetik Statis Besaran intensitas
magnetik dalam
batuan
Sifat litologi secara umum tentang
kemagnetan batuan di bawah
permukaan. Dilakukan pada
daerah yang relatif luas.
Paleo
magnetik
Statis Arah kutub magnetik
yang terekam pada
batuan beku
Dengan batuan metode
radioactive dating, maka laju
pergerakan lempeng tektonik
dapat dihitung. Dilakukan untuk
mengetahui arah dan kecepatan
pergerakan benua.
Seismologi Dinamis Gelombang magnetik
sewaktu terjadi
gempa bumi
Secara global sifat umum dan
ketebalan kulit bumi, magma
sampai ke inti bumi.
Seismik Dinamis Penggunaan
gelombang magnetik
buatan
Perkiraan ketebalan dan jenis
batuan, serta struktur
perlapisannya. Dilakukan untuk
daerah dari ukuran lokal sampai
menengah.
Elektro
magnetik
Dinamis Penggunaan frekuensi
gelombang elektro
magnetik
Jenis dan kedalaman litologi.
Dilakukan untuk daerah yang
relatif sempit sampai luas, seperti
pada pencarian kemungkinan
adanya panas bumi. Pada survey
georadar struktur batuan dapat
terlihat jelas pada kedalaman
terbatas.
Geolistrik Dinamis Penggunaan arus
listrik batuan
Perkiraan ketebalan dan jenis
litologi di bawah permukaan,
untuk daerah dengan ukuran lokal
sampai menengah.
(Damtoro, 2007)
15
2.4 Metode Geolistrik
Metode geolistrik adalah salah satu metode geofisika yang digunakan untuk
pendugaan keadaan bawah permukaan serta untuk mengetahui jenis bahan penyusun
batuan berdasarkan pengukuran sifat-sifat kelistrikan batuan (Telford, 1990). Dalam
operasionalnya, metode ini digunakan untuk mengetahui dan mengerti hubungan
antara besaran yang terukur dengan parameter-parameter yang mendefinisikan
stratifikasi tahanan jenis di bawah permukaan, sehingga tujuan dari pendugaan
tahanan jenis adalah untuk menyelidiki perubahan tahanan jenis batuan terhadap
kedalaman [10].
Metode geolistrik yang terkenal antara lain metode potensial diri (SP), arus
telluric, magnetotelluric, elektromagnetik, IP (induced polarization), dan resistivitas
(tahanan jenis).
Mengetahui karakteristik lapisan batuan bawah permukaan sampai kedalaman
sekitar 300 m sangat berguna untuk mengetahui kemungkinan adanya lapisan akuifer
yaitu lapisan batuan yang merupakan lapisan pembawa air. Umumnya yang dicari
adalah Confined aquifer yaitu lapisan akuifer yang diapit oleh lapisan batuan kedap
air (misalnya lapisan lempung) pada bagian bawah dan bagian atas. Confined aquifer
ini mempunyai recharge yang relatif jauh, sehingga ketersediaan air tanah di bawah
titik bor tidak terpengaruh oleh perubahan cuaca setempat [4].
Geolistrik ini dapat untuk mendeteksi adanya lapisan tambang yang
mempunyai kontras resistivitas dengan lapisan batuan pada bagian atas dan
16
bawahnya. Dapat juga untuk mengetahui perkiraan kedalaman bedrock untuk fondasi
bangunan. Metode geolistrik juga dapat digunakan untuk menduga adanya panas
bumi (geotermal) di bawah permukaan. Hanya saja metode ini merupakan salah satu
metode bantu dari metode geofisika yang lain untuk mengetahui secara pasti
keberadaan sumber panas bumi di bawah permukaan.
Umumnya lapisan batuan tidak mempunyai sifat homogen sempurna, seperti
yang dipersyaratkan pada pengukuran geolistrik. Untuk posisi lapisan batuan yang
terletak dekat dengan permukaan tanah akan sangat berpengaruh terhadap hasil
pengukuran tegangan dan ini akan membuat data geolistrik menjadi menyimpang dari
nilai sebenarnya. Hal yang dapat mempengaruhi homogenitas lapisan batuan adalah
fragmen batuan lain yang menyisip pada lapisan, faktor ketidakseragaman dari
pelapukan batuan induk, material yang terkandung pada jalan, genangan air setempat,
perpisahan dari bahan logam yang dapat menghantar arus listrik, pagar kawat yang
terhubung ke tanah dan sebagainya.
2.5 Sifat Kelistrikan Batuan
Batuan adalah material yang mempunyai daya hantar listrik dan harga tahanan
jenis tertentu. Batuan yang sama belum tentu mempunyai tahanan jenis yang sama.
Sebaliknya harga tahanan jenis yang sama bisa dimiliki oleh batuan batuan berbeda,
hal ini terjadi karena nilai resistivitas atau tahanan jenis batuan memiliki rentang nilai
yang bisa saling tumpang tindih.
Sifat kelistrikan batuan adalah karakteristik dari batuan bila dialirkan arus
listrik ke dalamnya. Arus listrik ini dapat berasal dari alam itu sendiri akibat
17
terjadinya ketidakseimbangan ataupun arus listrik yang sengaja dimasukkan ke
dalamnya.
Menurut Telford, aliran arus listrik di dalam batuan dan mineral dapat di
golongkan menjadi tiga macam, yaitu konduksi secara elektronik, konduksi secara
elektrolitik, dan konduksi secara dielektrik [11].
1. Konduksi secara elektronik
Konduksi ini terjadi jika batuan atau mineral mempunyai banyak elektron
bebas sehingga arus listrik dialirkan dalam batuan atau mineral oleh elektron-
elektron bebas tersebut. Aliran listrik ini juga di pengaruhi oleh sifat atau
karakteristik masing-masing batuan yang di lewatinya. Salah satu sifat atau
karakteristik batuan tersebut adalah resistivitas (tahanan jenis) yang
menunjukkan kemampuan bahan tersebut untuk menghantarkan arus listrik.
Semakin besar nilai resistivitas suatu bahan maka semakin sulit bahan tersebut
menghantarkan arus listrik, begitu pula sebaliknya. Resistivitas memiliki
pengertian yang berbeda dengan resistansi (hambatan), dimana resistansi tidak
hanya bergantung pada bahan tetapi juga bergantung pada faktor geometri atau
bentuk bahan tersebut, sedangkan resistivitas tidak bergantung pada faktor
geometri.
18
Gambar 2.2 Silinder konduktor
Jika di tinjau suatu silinder dengan panjang L, luas penampang A, dan
resistansi R, maka dapat di rumuskan:
𝑅 = 𝜌𝐿
𝐴 (2.1)
Di mana secara fisis rumus tersebut dapat diartikan jika panjang silinder
konduktor (L) dinaikkan, maka resistansi akan meningkat, dan apabila diameter
silinder konduktor diturunkan yang berarti luas penampang (A) berkurang maka
resistansi juga meningkat. Di mana ρ adalah resistivitas (tahanan jenis) dalam
Ωm. Sedangkan menurut hukum Ohm, resistivitas R dirumuskan:
𝑅 =𝑉
𝐼 (2.2)
Sehingga didapatkan nilai resistivitas (ρ),
𝜌 =𝑉𝐴
𝐼𝐿 (2.3)
namun banyak orang lebih sering menggunakan sifat konduktivitas (σ) batuan
yang merupakan kebalikan dari resistivitas (ρ) dengan satuan mhos/m.
𝜎 = 1𝜌⁄ =
𝐼𝐿
𝑉𝐴= (
𝐼
𝐴) (
𝐿
𝑉) =
𝐽
𝐸 (2.4)
Di mana, J adalah rapat arus (ampere/m2) dan E adalah medan listrik (volt/m).
19
2. Konduksi secara elektrolitik
Sebagian besar batuan merupakan konduktor yang buruk dan memiliki
resistivitas yang sangat tinggi. Namun pada kenyataannya batuan biasanya
bersifat porus dan memiliki pori-pori yang terisi oleh fluida, terutama air.
Akibatnya batuan-batuan tersebut menjadi konduktor elektrolitik, di mana
konduksi arus listrik dibawa oleh ion-ion elektrolitik dalam air. Konduktivitas
dan resistivitas batuan porus bergantung pada volume dan susunan pori-
porinya. Konduktivitas akan semakin besar jika kandungan air dalam batuan
bertambah banyak, dan sebaliknya resistivitas akan semakin besar jika
kandungan air dalam batuan berkurang. Menurut rumus Archie:
𝜌𝑒 = a∅−𝑚𝑠−𝑛𝜌𝑤 (2.5)
dimana ρe adalah resistivitas batuan, φ adalah porositas, S adalah fraksi pori-
pori yang berisi air, dan ρ w adalah resistivitas air. Sedangkan a, m, dan n
adalah konstanta. m disebut juga faktor sementasi. Untuk nilai n yang sama,
schlumberger menyarankan n = 2.
3. Konduksi secara dielektrik
Konduksi ini terjadi jika batuan atau mineral bersifat dielektrik terhadap
aliran arus listrik, artinya batuanatau mineral tersebut mempunyai elektron
bebas sedikit, bahkan tidak sama sekali. Elektron dalam batuan berpindah dan
berkumpul terpisah dalam inti karena adanya pengaruh medan listrik di luar,
20
sehingga terjadi poliarisasi. Peristiwa ini tergantung pada konduksi dielektrik
batuan yang bersangkutan.
2.6 Metode Geolistrik Tahanan Jenis
Metode geolistrik resistivitas atau tahanan jenis adalah salah satu dari
kelompok metode geolistrik yang digunakan untuk mempelajari keadaan bawah
permukaan dengan cara mempelajari sifat aliran listrik di dalam batuan di bawah
permukaan bumi. Metode resistivitas umumnya digunakan untuk eksplorasi dangkal,
sekitar 300 – 500 m. Prinsip dalam metode ini yaitu arus listrik diinjeksikan ke alam
bumi melalui dua elektrode arus, sedangkan beda potensial yang terjadi diukur
melalui dua elektrode potensial. Dari hasil pengukuran arus dan beda potensial listrik
dapat diperoleh variasi harga resistivitas listrik pada lapisan di bawah titik ukur.
Tabel 2.3 berikut ini menunjukkan daftar harga resistivitas batuan yang dibuat oleh
Roy, E. H [12].
Tabel 2.3 Nilai resistivitas batuan
No. Jenis Batuan Resistivitas (Ωm)
1 Tanah lempung, basah lembek 1.5 – 3.0
2 Tanah lanau & tanah lanau basah lembek 3 – 15
3 Tanah lanau, pasiran 15 – 150
4 Batuan dasar berkekar terisi tanah lembab 150 – 300
5 Pasir kerikil terdapat lapisan lanau ±300
6 Batuan dasar terisi tanah kering 300 – 2400
7 Batuan dasar tak lapuk >2400
(Setiyawan, 2009)
21
Metode kelistrikan resistivitas dilakukan dengan cara menginjeksikan arus
listrik dengan frekuensi rendah ke permukaan bumi yang kemudian diukur beda
potensial diantara dua buah elektrode potensial. Pada keadaan tertentu, pengukuran
bawah permukaan dengan arus yang tetap akan diperoleh suatu variasi beda tegangan
yang berakibat akan terdapat variasi resistansi yang akan membawa suatu informasi
tentang struktur dan material yang dilewatinya. Prinsip ini sama halnya dengan
menganggap bahwa material bumi memiliki sifat resistif atau seperti perilaku resistor,
dimana material-materialnya memiliki derajat yang berbeda dalam menghantarkan
arus listrik.
Faktor-faktor yang mempengaruhi daya hantar arus listrik pada batuan adalah
kandungan mineral logam, kandungan mineral nonlogam, kandungan elektrolit padat,
kandungan air, perbedaan tekstur, perbedaan porositas, perbedaan permeabilitas dan
perbedaan temperatur [10].
Pengukuran nilai tahanan jenis batuan di lapangan didasarkan atas beberapa
hal sebagai berikut:
1. Bawah permukaan terdiri atas sejumlah tertentu perlapisan yang dibatasi
oleh bidang batas horisontal, lapisan terdalam memiliki ketebalan tidak
tertentu sedangkan lapisan lainnya memiliki ketebalan tertentu.
2. Tiap-tiap lapisan secara kelistrikan homogen dan isotropik.
3. Medan listrik dihasilkan dari sumber arus yang diletakkan pada
permukaan tanah.
4. Arus yang dipancarkan oleh sumber adalah arus searah.
22
Pengukuran nilai tahanan jenis batuan bawah permukaan secara garis besar
dibagi menjadi dua cara, yaitu [9]:
1. Vertical Electric Sounding (VES) atau disebut juga Electrical Coring.
Cara ini bertujuan untuk mengetahui variasi (susunan) lapisan batuan
bawah permukaan secara vertikal. Caranya adalah spasi dari susunan
elektrodanya secara berangsur-angsur ditingkatkan sesuai dengan kebutuhan
dan mengingat cara penempatan elektroda, sedangkan stasiun pengamatannya
tetap seperti yang dijelaskan pada gambar 2.3. Aturan yang sering digunakan
dalam metode ini merupakan aturan konfigurasi Schlumberger.
Gambar 2.3 Pengukuran tahanan jenis secara VES
2. Horizontal Profiling atau disebut juga Electrical Trenching.
Cara ini bertujuan untuk mengetahui variasi tahanan jenis batuan secara
lateral, dimana pada spasi tertentu seluruh susunan elektroda dipindah secara
lateral ke tempat stasiun berikutnya. Cara ini biasanya dijalankan terutama
pada daerah yang berasosiasi dengan patahan dan dike. Aturan penyusunan
elektroda yang sering digunakan seperti dipole dan Mise Ala Masse.
Metode geolistrik tahanan jenis terdiri dari beberapa konfigurasi, setiap
konfigurasi mempunyai metode perhitungan tersendiri untuk mengetahui nilai
23
ketebalan dan tahanan jenis batuan di bawah permukaan. Metode geolistrik
konfigurasi Schlumberger merupakan metode favorit yang banyak digunakan untuk
mengetahui nilai ketebalan dan tahanan jenis batuan di bawah permukaan. Metode ini
menjadi favorit dan banyak digunakan untuk mengetahui karakteristik lapisan batuan
bawah permukaan karena biaya survey yang relatif murah.
Penentuan besaran akuifer dan pola aliran tanah dengan metode tahanan jenis
memiliki beberapa keunggulan dibandingkan metode yang lain. Keunggulan
pengukuran tahanan jenis dengan alat geolistrik memiliki keunggulan baik di bidang
teknik pengukuran, pengolahan data maupun secara ekonomi yang dapat dilihat pada
Tabel 2.4 dibawah ini.
Tabel 2.4 Keunggulan geolistrik
Item Keunggulan
Harga peralatan Relatif murah
Biaya Survei Relatif murah
Waktu yang dibutuhkan Relatif sangat cepat, dapat mencapai 4 titik
pengukuran atau lebih perhari.
Beban pekerjaan Peralatan yang kecil dan ringan sehingga
mudah untuk mobilisasi.
Kebutuhan personal Sekitar 5 orang, terutama dibutuhkan untuk
konfigurasi Schlumberger.
Analisis data Secara global dapat langsung diprediksi saat
dilapangan dan kesalahan pengukuran dapat
segera diketahui.
(Asra, 2012)
24
2.7 Konfigurasi Elektroda
Pengukuran nilai tahanan jenis batuan di lapangan secara umum dengan cara
memasukkan arus listrik buatan ke bumi dengan kontak galvanis. Umumnya
mempergunakan empat elektroda terminal, dimana arus dimasukkan lewat sepasang
elektroda arus, sedangkan dua buah elektroda yang lain untuk mengukur beda
potensial.
Gambar 2.4 Konfigurasi geolistrik
(Halik, 2008)
Dalam melakukan penelitian tahanan jenis terdapat beberapa aturan dalam
menyusun elektroda. Susunan elektroda tersebut akan menentukan besarnya faktor
geometri (K) sehingga setiap aturan akan mempunyai faktor geometri yang berbeda
terhadap aturan yang lain. Suatu besaran yang berfungsi sebagai faktor untuk
mengkoreksi berbagai konfigurasi elektroda disebut sebagai faktor geometri. Faktor
geometri (K) merupakan besaran penting dalam pendugaan tahanan jenis vertikal
maupun horizontal. Besaran ini akan berubah-ubah sesuai dengan konfigurasi
elektroda yang dipergunakan.
25
Berbagai konfigurasi elektroda yang dipergunakan untuk pengukuran
geolistrik, yaitu aturan wenner, schlumberger, dipole-dipole, pole-dipole, azimut
dipole.
Persamaan umum dari seluruh jenis konfigurasi elektroda adalah:
𝜌𝑎 = 𝑘∆𝑉
𝐼 (2.6)
dengan: ρa = apparent resistivity (Ωm)
k = faktor geometri
ΔV = beda potensial terukur (mV)
I = besarnya arus yang diberikan (mA)
Pada konfigurasi Schlumberger idealnya jarak MN dibuat sekecil-kecilnya,
sehingga jarak MN secara teoritis tidak berubah. Tetapi karena keterbatasan kepekaan
alat ukur, maka ketika jarak AB sudah relatif besar maka jarak MN hendaknya
dirubah. Perubahan jarak MN hendaknya tidak lebih besar dari 1/5 jarak AB [4].
Kelemahan dari konfigurasi Schlumberger ini adalah pembacaan tegangan
pada elektroda MN adalah lebih kecil terutama jika jarak AB yang relatif jauh,
sehingga diperlukan alat ukur multimeter yang mempunyai karakteristik high
impedence dengan akurasi tinggi yaitu yang dapat menampilkan tegangan minimal 4
digit atau 2 digit di belakang koma. Atau dengan cara lain diperlukan peralatan
pengiriman arus yang mempunyai tegangan listrik DC yang sangat tinggi.
Sedangkan keunggulan konfigurasi Schlumberger ini adalah kemampuan
untuk mendeteksi adanya non-homogenitas lapisan batuan pada permukaan, yaitu
26
dengan membandingkan nilai resistivitas semu ketika terjadi perubahan jarak
elektroda MN/2.
Agar pembacaan tegangan pada elektroda MN dapat dipercaya, maka ketika
jarak AB relatif besar hendaknya jarak elektroda MN juga diperbesar. Pertimbangan
perubahan jarak elektroda MN terhadap jarak elektroda AB yaitu ketika pembacaan
tegangan listrik pada multimeter sudah demikian kecil, misalnya 1.0 miliVolt.
Umumnya perubahan jarak MN dapat dilakukan bila telah tercapai
perbandingan antara jarak MN berbanding jarak AB = 1:20. Perbandingan yang lebih
kecil misalnya 1:50 dapat dilakukan bila mempunyai alat utama pengirim arus yang
mempunyai keluaran tegangan listrik DC sangat besar, katakanlah 1000 Volt atau
lebih, sehingga beda tegangan yang terukur pada elektroda MN tidak lebih kecil dari
1.0 miliVolt.
Contoh penggunaan jarak MN/2 terhadap jarak AB/2
Untuk jarak AB/2 dari 1.5 m sampai 6 m, gunakan jarak MN/2 = 0.3 m
Untuk jarak AB/2 dari 6 m sampai 15 m, gunakan jarak MN/2 = 1.2 m
Untuk jarak AB/2 dari 15 m sampai 60 m, gunakan jarak MN/2 = 3.0 m
Untuk jarak AB/2 dari 60 m sampai 150 m, gunakan jarak MN/2 = 12 m
Contoh di atas tidak mengikat dan dapat juga digunakan pasangan harga yang
lain apabila dirasa perlu.
27
Gambar 2.5 Konfigurasi Schlumberger
Untuk menghitung nilai resistivitas semu, diperlukan suatu bilangan faktor
geometri (K) yang tergantung pada jenis konfigurasi, jarak AB/2 dan MN/2. Pada
konfigurasi ini besarnya faktor geometri k adalah :
𝑘 =2𝜋
1
𝑟1−1
𝑟2−1
𝑟3+1
𝑟4
(2.7)
=2𝜋
(1
𝐴𝐵 2⁄−
1
𝑀𝑁 2⁄)−(
1
𝐴𝐵 2⁄+
1
𝑀𝑁 2⁄)−(
1
𝐴𝐵 2⁄+
1
𝑀𝑁 2⁄)+(
1
𝐴𝐵 2⁄−
1
𝑀𝑁 2⁄) (2.8)
=2𝜋
2(1
𝐴𝐵 2⁄−
1
𝑀𝑁 2⁄)−2(
1
𝐴𝐵 2⁄+
1
𝑀𝑁 2⁄) (2.9)
=𝜋
(1
𝐴𝐵 2⁄−
1
𝑀𝑁 2⁄)−(
1
𝐴𝐵 2⁄+
1
𝑀𝑁 2⁄) (2.10)
= 𝜋(𝐴𝐵
2−𝑀𝑁
2)(
𝐴𝐵
2+𝑀𝑁
2)
2(𝑀𝑁
2)
(2.11)
= 𝜋[(𝐴𝐵
2)2−(
𝑀𝑁
2)2]
2(𝑀𝑁
2)
(2.12)
Keterangan rumus:
k = Faktor geometri (meter)
AB = Jarak antara elektroda arus (meter)
MN = Jarak antara elektroda potensial (meter)
π = 3.141592654
28
2.8 Geologi Regional
Lokasi penelitian terletak di wilayah bagian utara pulau Jawa, yaitu di DKI
Jakarta. Wilayah DKI Jakarta dikenal sebagai Cekungan Airtanah Jakarta. Sistem
akuifer Jakarta bersifat ”multi layers” yang dibentuk oleh endapan Kuarter dengan
ketebalan mencapai sekitar 250 m. Ketebalan akuifer tunggal (single aquifer layer)
antara 1 – 5 m terutama berupa lanau sampai pasir halus. Susunan satuan batuan di
wilayah DKI Jakarta berdasarkan peta geologi pada gambar dibawah ini terdiri 4
satuan batuan yaitu [14]:
Gambar 2.6 Peta Geologi Wilayah DKI Jakarta
(Dadan dan Sudaryanto, 2009)
29
1. Satuan Aluvium
Satuan batuan ini dari campuran lempung, lumpur, pasir, kerikil, kerakal dan
bongkahan yang belum terkonsolidasikan. Endapan aluvium ini meliputi endapan
pantai sekarang, endapan sungai dan endapan rawa. Sebaran dari satuan ini
terlampar di sepanjang pantai utara (Teluk Jakarta) dan sepanjang lembah
sungai-sungai besar.
2. Satuan Endapan Pematang Pantai
Satuan batuan ini terdiri dari pasir halus hingga kasar dan berdasarkan
kenampakan morfologi dan batuan penyusunnya, satuan batuan ini diduga
terbentuk karena endapan angin yang membentuk onggokan-onggokan pasir
(sand dunes). Sebaran dari satuan batuan ini umumnya berarah barat-timur,
searah dengan bentuk pantai sekarang.
3. Satuan Batupasir Tufaan dan Konglomerat/Kipas alluvium.
Satuan batuan ini terdiri dari tufa halus, tufa konglomeratan, tufa pasiran dan
tufa batuapung yang pembentukannya berasal dari batuan gunung api muda di
dataran tinggi Bogor yang diendapkan pada lingkungan darat dan membentuk
morfologi kipas (menyebar). Tebal dari satuan ini diperkirakan ± 300 meter dan
berumur Plistosen Akhir atau lebih muda.
4. Satuan Tuf Banten
Satuan batuan berumur Pliosen. Disusun oleh tufa, tufa batuapung, batupasir
tufaan.
30
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Pusat Laboraturium Terpadu (PLT) UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta dengan akuisisi data berlokasi di Bumi Perkemahan Ragunan,
Jakarta Selatan pada tanggal 3 Mei 2015. Penelitian ini berlangsung selama 3 bulan
terhitung dari Mei 2015 – Agustus 2015. Penelitian ini menghasilkan 5 lintasan, yaitu
2 lintasan membentang ke arah barat-timur dan 3 lintasan membentang ke arah utara-
selatan, seperti pada gambar 8 berikut.
Gambar 3.1 Peta lintasan lokasi penelitian
(id.foursquare.com)
31
3.2 Alat dan Bahan Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode geolistrik tahanan jenis dengan
melakukan pengambilan data lapangan, Oleh karena itu diperlukan tanah lapang yang
luas dan juga peralatan praktik lapangan. Adapun peralatan yang digunakan pada
tahap akuisisi data lapangan adalah sebagai berikut:
Gambar 3.2 Peralatan akuisisi geolistrik
1. Resistivitymeter Mc Ohm-el model 2119 D
2. 1 buah accu sebagai sumber arus
3. 4 buah elekroda/paku
4. 4 buah palu
5. 4 buah kabel
6. 2 buah meteran, masing-masing 100 meter
32
Selain alat dan bahan yang telah disebutkan, diperlukan juga perangkat lunak
untuk proses pengolahan data selanjutnya. Adapun perangkat lunak tersebut terdiri
dari:
1. Microsoft excel yang digunakan untuk perhitungan matematisnya, dan
2. Software progress ver3.0 serta software Ip2Win guna memperoleh
gambaran model penampang 2D.
Gambar 3.3 Proses pegambilan data lapangan
33
3.3 Tahapan Proses Penelitian
Adapun tahapan proses penelitian ini dijelaskan secara singkat seperti pada
gambar 3.4 berikut.
Gambar 3.4 Diagram alir penelitian
Pengolahan Data
Data Resistivity Bumi
Perkemahan Ragunan
Interpretasi Struktur Tahanan Jenis
Tebal Lapisan h dan Tahanan
Jenis ρ
Kedalaman Lapisan
Kesimpulan
Akuisisi Geolistrik
Bumi Perkemahan Ragunan
Software
Microsoft excel
Progress ver3.0
Ip2Win
Data Penunjang
Data Geologi daerah
Jakarta Selatan
Tabel resistivitas
Studi Referensi
Survey Lapangan
34
Pada gambar 3.4 diatas merupakan diagram alir penelitian, secara keseluruhan
tahapan dari kegiatan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Studi Referensi
Merupakan proses pengumpulan refensi yang akan dijadikan sebagai acuan
penelitian, referensi yang didapat berupa jurnal penelitian, sumber dari internet,
textbook, dan tugas akhir peneliti lainnya.
2. Survei Lapangan
Tahap ini merupakan tahap awal, yaitu pemilihan lokasi penelitian serta teknis
kerja lapangan. Pada tahap ini juga ditentukan arah dan panjang lintasan serta
lebar spasi untuk lintasan pada masing-masing lokasi pengambilan data, sehingga
ditetapkan 5 titik lokasi yang dijadikan lintasan.
3. Akuisisi Geolistrik
Setelah ditentukan lokasi penelitian kemudian dilakukan proses tahapan
selanjutnya yaitu akuisisi geolistrik yang melibatkan beberapa orang kru yang
bertugas di lapangan. Umumnya diperlukan minimal 5 orang kru, 1 orang
bertugas sebagai pengamat dan 4 orang lainnya bertugas untuk memindahkan
elektroda selama proses akuisisi.
Tahap-tahap pengambilan data lapangan adalah sebagai berikut :
1. Membentangkan meteran sesuai panjang lintasan dan lebar spasi yang
telah ditentukan.
2. Menancapkan elektroda pada permukaan tanah secara teratur sesuai
dengan konfigurasi Schlumberger
35
3. Memasang kabel yang digunakan sebagai penghantar arus dan
potensial yang menghubungkan antar elektroda dengan alat
resistivitymeter.
4. Melakukan pengambilan data dengan cara menginjeksikan arus listrik
ke dalam bumi melalui elektroda arus.
5. Mencatat besar arus listrik (I) dan respon beda potensial (V) serta
hambatan (R) yang terbaca pada resistivitymeter.
6. Pengambilan data setiap titik pengukuran.
7. Dengan langkah-langkah yang sama dari 1 – 6 diambil data untuk
semua lintasan pengukuran.
4. Pengolahan Data
Proses pengolahan data dari hasil akuisisi geolistrik secara singkat dijelaskan
dalam tiga tahap, yaitu :
1. Menghitung faktor geometri untuk konfigurasi elektroda
Schlumberger dengan bantuan Miscrosoft Excel.
2. Menghitung nilai tahanan jenis semu ρa yang juga dilakukan dengan
bantuan Microsoft Excel.
3. Setelah dilakukan perhitungan nilai tahanan jenis semu (Apparent
Resistivity) yang selanjutnya diolah dengan menggunakan software
progress dan Ip2Win sehingga diperoleh struktur keadaan bawah
permukaan daerah yang ditunjukkan oleh perbedaan nilai tahanan
jenis dan divisualisasikan dengan perbedaan warna, dari hasil inversi
36
menunjukkan nilai tahanan jenis sebenarnya, terhadap kedalaman.
Dengan langkah-langkah yang sama 1–3, data pada semua lintasan
diolah.
Data geologi dan tabel resistivitas yang sudah dicantumkan pada studi
referensi menjadi acuan untuk hasil pengolahan data penelitian yang kemudian
akan diinterpretasikan pada tahap selanjutnya.
5. Interpretasi Struktur Tahanan Jenis
Pada tahap ini akan menerangkan struktur-struktur lapisan bawah permukaan
yang didapat dari hasil pengolahan data, hasil tersebut berupa gambar lapisan
penampang 2D. Point penting yang menjadi bahasan pada tahapan ini yaitu nilai
resistivitas, kedalaman dan ketebalan lapisan.
6. Kesimpulan
Tahapan akhir dari penelitian ini yaitu dibuatnya kesimpulan dari keseluruhan
hasil penelitian, dan dilengkapi dengan saran yang bermanfaat untuk penelitian
selanjutnya.
37
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengolahan Data
Pengolahan data telah dilakukan pada masing-masing lintasan menggunakan
software progress ver3.0 dan menggabungkan antara lintasan 1 dan 2, serta antara
lintasan 3, 4, dan 5 dengan menggunakan software Ip2Win. Lintasan 1 memiliki
panjang 160 meter dan berjarak 6.5 meter dengan lintasan 2 yang memiliki panjang
200 meter. Sedangkan, lintasan 3, 4 dan 5 memiliki panjang lintasan masing-masing
200 meter, dan berjarak 10 meter dari masing-masing lintasan. Lintasan 1 dan 2
letaknya berpotongan dengan lintasan 3, 4 dan 5. Berdasarkan data geologi yang
didapat, daerah penelitian yang terletak di Jakarta Selatan didominasi dengan satuan
aluvium dan satuan kipas aluvium. Berikut ini merupakan hasil penampang serta
interpretasi lapisan batuan dari masing-masing lintasan:
4.1.1 Pengolahan Data Lintasan 1 dan 2
Pada lintasan 1 yang membentang ke barat-timur dan memiliki panjang total
160 meter ini memiliki lapisan yang didominasi lanau basah lembek dan lanau
pasiran. Pada gambar 4.1 merupakan hasil pengolahan lintasan 1 menggunakan
software progress. Pada lintasan ini, lapisan yang berpotensi sebagai lapisan akuifer
pertama berada pada daerah yang dangkal dan cenderung dekat dengan permukaan,
terletak hingga kedalaman 3 meter dengan nilai resistivitas sekitar 83.34 – 123.57
Ωm.
38
Gambar 4.1 Hasil pengolahan progress pada lintasan 1
Secara umum, pada lintasan 1 terdapat 7 lapisan batuan seperti pada tabel 4.1
berikut.
Tabel 4.1 Interpretasi pada lintasan 1
No Jenis batuan kedalaman
(m)
nilai tahanan
jenis (Ωm)
tebal
lapisan (m) ket
1 Tanah lanau, pasiran 0 – 3 83.34 – 123.57 3 akuifer
2 Tanah lanau & tanah
lanau basah lembek 3 – 3.5 3.45 0.5
3 Batuan dasar berkekar
terisi tanah lembek 3.5 – 6 239.08 2.5
4 Batuan dasar tak lapuk 6 – 11 331.01 – 771.5 5
5 Tanah lanau, pasiran 11 – 18 41.4 7
akuifer 6 Tanah lanau & tanah
lanau basah lembek 18 – 32 8.37 14
7 Tanah lanau, pasiran 32 – 65 20.83 – 33.71 33
39
Pada tabel 4.1 menjelaskan secara ringkas lapisan batuan yang terdapat pada
lintasan ini, dapat dilihat pada kedalaman 3.5 – 6 m merupakan lapisan batuan dasar
berkekar dengan nilai resistivitas 239.08 Ωm. Kemudian, pada kedalaman 6 m hingga
kedalaman 11 m memiliki resistivitas yang cukup tinggi yaitu sekitar 331.01 – 771.50
Ωm yang diduga sebagai batuan dasar tak lapuk dengan ketebalan sekitar 5 m.
Sedangkan lapisan akuifer kedua dijumpai pada kedalaman 11 m hingga 65 meter
yang merupakan lapisan lanau, pasiran.
Sedangkan, pada gambar 4.2 merupakan hasil penampang lintasan 2 yang
letaknya masih sejajar dengan lintasan 1 dan berjarak 6.5 m, lintasan ini memiliki
total panjang lintasan 200 m.
Gambar 4.2 Hasil pengolahan progress pada lintasan 2
40
Pada lintasan ini lapisan yang diduga akuifer merupakan lapisan lanau pasiran
yang memiliki ketebalan 5 m dan nilai tahanan jenis berkisar antara 43.49 – 153.07
Ωm, kemudian pada kedalaman 5 – 10 m memiliki resistivitas yang cukup tinggi
yang diduga lapisan tersebut merupakan batuan dasar berkekar terisi tanah lembab
dengan nilai resistivitas sekitar 212.74 – 252.08 Ωm. Sedangkan lapisan akuifer
kedua ditemukan pada kedalaman 10 – 43 m dengan nilai resistivitas sekitar 11.32 –
51.95 Ωm, ketebalan lapisan ini yaitu sekitar 33 m.
Secara umum, pada lintasan 2 terdapat 4 lapisan batuan seperti pada tabel 4.2
berikut.
Tabel 4.2 Interpretasi pada lintasan 2
Hasil tersebut sesuai bila dikorelasikan dengan hasil yang didapat dari
pengolahan software Ip2Win. Gambar 4.3 menyatakan bahwa pada lintasan 1 daerah
yang diduga sebagai lapisan akuifer dengan nilai resistivitas 12.6 – 88.7 Ωm
ditemukan pada kedalaman dangkal yaitu sekitar 0 – 3 m yang ditandai dengan citra
warna biru dan hijau. Lapisan selanjutnya yaitu batuan dasar berkekar, lapisan ini
memiliki nilai resistivitas sekitar 210 Ωm.
No Jenis batuan Kedalaman
(m)
Nilai tahanan
jenis (Ωm)
Tebal
lapisan (m) ket
1 Tanah lanau pasiran 0 – 5 43.49 – 153.07 5 akuifer
2 Batuan dasar berkekar
terisi tanah lembab 5 – 10 212.74 – 252.08 5
3 Tanah lanau, pasiran 10 – 43 11. 32 – 51.95 33 akuifer
4 Tanah lanau & tanah
lanau basah lembek 43 – 80 0.74 – 6.37 37
41
(a)
(b) (c)
Gambar 4.3 Hasil pengolahan Ip2Win pada lintasan 1 dan 2.
(a) Penggabungan lintasan 1 dan 2 berdasarkan citra warna, (b) harga resistivitas
pada lintasan 1, (c) harga resistivias pada lintasan 2
Sedangkan citra hijau hingga merah muda diduga sebagai lapisan akuifer air
tanah dalam dengan nilai resistivitas 2.44 – 75.3 Ωm dengan dugaan jumlah air cukup
besar yang dilihat dari ketebalannya, lapisan ini ditemukan mulai dari kedalaman 25
m. Dengan ditemukannya dua lapisan yang diduga sebagai akuifer ini, menandakan
bahwa lintasan 1 merupakan daerah yang berpotensi memiliki sumber air tanah yang
baik.
42
Sementara pada lintasan 2 memiliki resistivitas sedang hingga cenderung
tinggi yang ditandai dengan citra merah. Lapisan ini diduga sebagai lapisan lanau
pasiran yang merupakan lapisan akuifer dan ditemukan mulai dari permukaan hingga
kedalaman 5 m. Sedangkan lapisan akuifer selanjutnya berada pada kedalaman 12 –
50 m dengan kisaran harga resistivitas sekitar 26.6 – 35.5 Ωm. Akuifer ini termasuk
akuifer dalam yang memiliki cadangan air yang besar dan masih merupakan satu
sumber akuifer dari lintasan 1. Hal ini pun serupa dengan hasil interpretasi
menggunakan software progress sebelumnya, bahwa ditemukan dua lapisan akuifer
pada lintasan 2.
4.1.2 Pengolahan Data Lintasan 3, 4 dan 5
Lintasan 3, 4 dan 5 masing-masing memiliki total panjang lintasan 200 m dan
letak ketiga lintasan ini memotong lintasan 1 dan 2 dengan posisi tegak lurus
membentang ke arah utara-selatan. Jarak spasi antar lintasannya yaitu masing-masing
10 m.
Pada lintasan 3 lapisan akuifer yang berupa tanah lanau pasiran dijumpai pada
permukaan dangkal hingga kedalaman 6 m dengan nilai resistivitas 63.67 – 147.20
Ωm, kemudian dijumpai batuan dasar berkekar hingga kedalaman sekitar 6 – 18 m
dengan nilai resistivitas 156.79 – 182.02 Ωm. Lapisan akuifer selanjutnya berada
pada kedalaman 18 – 90 m dengan kisaran nilai resistivitas 9.60 – 71.97 Ωm,
ketebalan lapisan ini cukup besar yaitu sekitar 72 m. Kemudian pada kedalaman 90 m
merupakan tanah lanau basah lembek dengan nilai resistivitas 7.33 – 12.95 Ωm,
seperti yang digambarkan pada gambar 4.4 berikut ini.
43
Gambar 4.4 Hasil pengolahan progress pada lintasan 3
Secara umum, pada lintasan 3 terdapat 4 lapisan batuan seperti pada tabel 4.3
berikut.
Tabel 4.3 Interpretasi pada lintasan 3
No. Jenis Batuan Kedalaman
(m)
Nilai Tahanan
Jenis (Ωm)
Tebal
Lapisan (m) ket
1 Tanah lanau, pasiran 0 – 6 63.76 – 147.20 6 akuifer
2
Batuan dasar
berkekar terisi tanah
lembab
6 – 18 156.79 – 182.02 12
3 Tanah lanau, pasiran 18 – 90 9.60 – 71.97 72 akuifer
4 Tanah lanau & tanah
lanau basah lembek 90 – 160 7.33 – 12.95 70
44
Gambar 4.5 Hasil pengolahan progress pada lintasan 4
Sementara, pada lintasan 4 hanya ditemukan satu lapisan akuifer yaitu pada
kedalaman 0 – 30 m dengan nilai resistivitas 28.89 – 146.16 Ωm. Lapisan berikutnya
yaitu terdiri dari batuan lanau basah lembek dengan nilai resistivitas 5.94 – 10.63 Ωm
di kedalaman 30 – 90 m, berdasarkan interpretasi kedalamannya lapisan ini memiliki
ketebalan yang cukup besar. Lapisan terakhir yaitu lempung basah lembek terdapat
pada kedalaman lebih dari 90 m dengan nilai resistivitas 2.14 Ωm dan memiliki tebal
lapisan sekitar 40 m.
45
Secara umum, pada lintasan 4 terdapat 3 lapisan batuan seperti pada tabel 4.4
berikut.
Tabel 4.4 Interpretasi pada lintasan 4
Pada gambar 4.6 berikut merupakan hasil model lapisan permukaan yang
terdapat pada lintasan terakhir yaitu lintasan 5.
Gambar 4.6 Hasil pengolahan progress lintasan 5
No Jenis batuan Kedalaman
(m)
Nilai tahanan
jenis (Ωm)
Tebal
lapisan (m) ket
1 Tanah lanau, pasiran 0 – 30 28.89 – 146.16 30 akuifer
2 Tanah lanau & tanah
lanau basah lembek 30 – 90 5.94 – 10.63 60
3 Tanah lempung, basah
lembek 90 – 130 2.14 40
46
Pada lintasan 5 lapisan yang diduga akuifer berada pada permukaan hingga
kedalaman 2 m yaitu dengan nilai resistivitas 44.71 Ωm. Lapisan berikutnya
merupakan lapisan lempung basah lembek dengan nilai resistivitas sekitar 1.80 Ωm.
Lapisan selanjutnya diduga merupakan batuan dasar yang memiliki resistivitas yang
cukup tinggi yaitu 185.50 – 777.83 Ωm dan merupakan lapisan penutup atau boleh
dikatakan lapisan kedap air.
Secara umum, pada lintasan 5 terdapat 5 lapisan batuan seperti pada tabel 4.5
berikut
Tabel 4.5 Interpretasi lintasan 5
Lapisan akuifer yang kedua diduga terdapat pada kedalaman 10 – 83 m
dengan nilai resistivitas sebesar 19.36 – 86.55 Ωm. Bila dilihat dari ketebalannya
yaitu 73 m, lapisan ini menjadi potensi sumber cadangan air tanah yang baik karena
pada kedalaman yang cukup dalam dan ditutup dengan batuan dasar pada bagian
atasnya, sehingga kualitas airnya masih terjaga dan masih berupa satu sumber dari
lintasan sebelumnya.
No Jenis batuan Kedalaman
(m)
Nilai tahanan
jenis (Ωm)
Tebal
lapisan (m) ket
1 Tanah lanau, pasiran 0 – 2 44.71 2 akuifer
2 Tanah lempung,
basah lembek 2 – 4 1.80 2
3 Batuan dasar terisi
tanah kering 4 – 10 185.50 – 777.83 6
4 Tanah lanau, pasiran 10 – 83 19.36 – 86.55 73 akuifer
5 Tanah lanau & tanah
lanau basah lembek 83 – 140 3.23 – 8.79 57
47
Hasil interpretasi pada lintasan 3, 4 dan 5 menggunakan software progress
sesuai bila dikorelasikan dengan hasil penggabungan lintasan yang dilakukan
menggunakan software Ip2Win. Gambar 4.7 menyatakan bahwa pada lintasan 3
ditemukan lapisan akuifer pada kedalaman dangkal yang ditandai dengan citra warna
orange hingga merah muda, kemudian lapisan yang diduga sebagai akuifer
selanjutnya ditemukan pada kedalaman lebih dari 12 m dengan nilai resistivitas 51.1
– 135 Ωm yang ditandai dengan citra warna merah muda.
(a)
(b) (c) (d)
Gambar 4.7 Hasil pengolahan Ip2Win pada lintasan 3, 4 dan 5.
(a) Penggabungan lintasan 3, 4 dan 5 berdasarkan citra warna, (b) harga resistivitas pada
lintasan 3, (c) harga resistivias pada lintasan 4, (d) harga resistivitas pada lintasan 5
48
Hal serupa juga terjadi pada lintasan 4, lapisan akuifer diduga berada pada
permukaan hingga kedalaman 30 m dengan harga resistivitas berkisar antara 42 – 141
Ωm. Lapisan selanjutnya terdiri dari lanau basah lembek dan lempung basah lembek,
seperti yang sudah dibahas pada interpretasi software progress sebelumnya.
Sementara pada lintasan 5 ditemukan dua lapisan akuifer yang merupakan tanah
lanau pasiran. Tanah lanau pasiran ini ditemukan pada lapisan permukaan dengan
nilai resistivitas sekitar 22.6 Ωm, dan selanjutnya pada kedalaman lebih dari 25 m
yang ditandai dengan citra warna orange.
4.2 Pembahasan
Hasil interpretasi yang sudah dilakukan sebelumnya menyatakan bahwa jenis
lapisan yang terdapat di lokasi penelitian sesuai dengan data geologi yang didapat.
Pada data geologi menjelaskan bahwa daerah Jakarta Selatan di dominasi dengan
satuan aluvium dan kipas aluvium. Sedangkan lapisan akuifer diinterpretasikan
terdapat pada lapisan lanau pasiran. Tanah lanau pasiran berpotensi sebagai akuifer
karena bersifat porous yang dapat menyimpan dan mengalirkan air dengan baik.
Daerah lokasi penelitian diperkirakan memiliki cadangan sumber air tanah
yang cukup besar dan baik, dilihat dari ditemukannya akuifer permukaan pada setiap
lintasan dan akuifer dalam pada 4 lintasan diantara 5 lintasan yang ada dan memiliki
ketebalan lapisan yang cukup baik. Daerah penelitian memiliki potensi sumber air
tanah yang baik dikarenakan pada lokasi tersebut terdapat banyak pepohonan yang
berfungsi sebagai resapan air tanah. Sedangkan, lapisan akuifer dalam dapat dijadikan
49
cadangan air pada musim-musim kering dan kedalaman lapisannya yang membuatnya
tidak mudah terkontaminasi oleh zat-zat tercemar. Meskipun demikian,
keberadaannya tetap harus dimanfaatkan seefisien mungkin agar tidak merusak dan
mengurangi sumber daya air.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan 2 software ditujukan agar lebih
memperjelas hasil interpretasinya. Prinsip dari kedua software ini cenderung sama,
yaitu melihat lapisan bawah permukaan melalui gambar 2D. Namun, kelebihan pada
software Ip2Win adalah gambar dapat diinterpretasikan dalam citra warna yang
mempermudah diketahuinya struktur-struktur lapisan batuannya. Kelebihan lain dari
software Ip2Win ini juga dapat menggabungkan lebih dari dua lintasan yang
posisinya masih sejajar.
50
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian ini adalah
sebagai berikut.
1. Lapisan permukaan pada tiap-tiap lintasan daerah penelitian umumnya
didominasi dengan lapisan tanah lanau pasiran, tanah lanau basah lembek,
batuan dasar berkekar, batuan dasar tak lapuk, dan tanah lempung basah
lembek. Hal ini menandakan bahwa lokasi penelitian tersebut memiliki
lapisan yang dapat menyimpan dan dilalui air tanah dengan cukup baik.
2. Lokasi penelitian memiliki potensi akuifer yang baik yang ditandai dengan
ditemukannya lapisan akuifer pada kedalaman dangkal mulai permukaan
hingga kedalaman 6 meter, dan juga akuifer dalam yang ditemukan mulai
dari 10 meter hingga yang terdalam ditemukan pada kedalaman 32 meter.
Ketebalan lapisan akuifer pada lokasi penelitian ini beragam yaitu mulai
dari 2 – 73 meter. Akuifer air tanah dalam dapat menjadi sumber cadangan
air yang baik karena keberadaannya yang tidak terpengaruh musim dan
belum terkontaminasi oleh zat-zat tercemar.
3. Hasil interpretasi yang didapat pada penelitian serupa dengan data
penunjang, yaitu data geologi daerah Jakarta Selatan dengan satuan
aluvium dan satuan batupasir, tufaan dan konglomerat/kipas aluvium.
51
5.2 Saran
Untuk penelitian selanjutnya guna mendapatkan hasil yang lebih baik,
saran yang dapat diberikan oleh penulisan adalah sebagai berikut
1. Agar hasil penelitian dapat diinterpretasi dengan lebih jelas dan akurat
diperlukan data geologi yang lebih lengkap sebagai data penunjang seperti
data lithologi, dan GPS.
2. Hasil interpretasi akan lebih baik bila dibuat dengan gambar penampang
3D dan diperlukan software tambahan dalam pengolahannya. Sementara,
konfigurasi geolistrik yang akurat untuk jenis penelitian lapisan akuifer
adalah konfigurasi penggabungan Wenner-Schlumberger.
52
Daftar Pustaka
[1]. ATB, 2013. Standar Kebutuhan Air Bersih Setiap Orang.
http://www.atbbatam.com, 29 Mei 2015, pk. 20.56 WIB
[2]. Astyarini, A. 2012. Makalah Air Bersih. http://athaagatha.wordpress.com,
29 Mei 2015, pk. 21.00 WIB
[3]. Anonim. 2010. Modul Rekayasa Lingkungan: Sistem Penyediaan Air
Bersih. http://elearning.gunadarma.ac.id, 7 Juli 2015, pk. 17.45 WIB
[4]. Asra, Arland. 2012. Penentuan Sebaran Akuifer dengan Metode Tahanan
Jenis (Resistivity Method) di Kota Tangerang Selatan, Provinsi Banten.
Skripsi. Institut Pertanian Bogor
[5]. Todd, D.K. 1959. Groundwater Hydrology. New York : Associate Professor
of Civil Engineering California University, John Wiley & Sons.
[6]. Nasution, Enda Mora. 2013. Penyelidikan Zona Akuifer Dengan Survei
Pendugaan Geolistrik Metode Schlumberger Studi Kasus Daerah
Kecamatan Kaliwungu Dan Sekitarnya, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah.
Universitas Diponegoro
[7]. Kira, 2012. Aquifer. http://kiradminner.blogspot.com, 9 Juli 2015, pk 05.15
WIB
[8]. Ashari, Bugar. 2013. Pemetaan Penyebaran Pola Akuifer Dengan Metode
Resistivitas Sounding Konfigurasi Schlumberger di Daerah Dayu
Gondangrejo Karanganyar. Skripsi. Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
[9]. Telford, W.M., L.P. Geldart, R.E. Sheriff. 1990. Applied Geophysics,
Second Edition. Cambridge University Press. New York.
[10]. Firdaus, Muhamad., M, Burhannudinnur & Hutasiot, Lambok M. 2006.
Analisis Perbedaan Tahanan Jenis Lempung Di Daerah Plumpang, Jakarta
Utara. Jurnal Mindagi Vol.10 (1) hal 11-26
53
[11]. Muhammad, A E. 2014. Geolistrik Makalah.
http://aefnurmuhammad.blogspot.com, 30 Juli 2015, pk. 16.13 WIB
[12]. Setiyawan, Teguh & Utama, Widya. 2009. Interpretasi Bawah Permukaan
Daerah Porong Sidoarjo Dengan Metode Geolistrik Tahanan Jenis Untuk
Mendapatkan Bidang Patahan. ITS Surabaya
[13]. Halik, Gusfan & S, Jojok Widodo. 2008. Pendugaan Potensi Air Tanah
Dengan Metode Geolistrik Schlumberger di Kampus Tegal Boto Universitas
Jember. Jurnal Media Teknik Sipil. Hal 109-114
[14]. Suherman, Dadan & Sudaryanto. 2009. Tipe Air Untuk Penentuan Aliran
Air Tanah Vertikal di Cekungan Jakarta Utara. Jurnal Riset dan
Petambangan Jilid 19 (2), hal 99-108
[15]. Sarari, Amanda Gissa. 2014. Penentuan Akuifer Bawah Permukaan
Menggunakan Metode Geolistrik Resistivitas Studi Kasus Pondok Pesantren
Tahfidzul Qur’an Kecamatan Dau-Malang. Universitas Brawijaya, Malang
[16]. Kurniawan Alva. 2009. Tutorial IP2WIN. Yogyakarta. Jurnal
[17]. Pujimiarto, Dwi Wahyu. 2013. Aplikasi Metode Geolistrik Resistivitas
Konfigurasi Schlumberger Untuk Mengidentifikasi Lapisan Akuifer di Desa
Slamparejo Kecamatan Jabung Kabupaten Malang. Uneversitas Negeri
Malang, Malang
[18]. Sulu, S S, et al. Pemetaan Akuifer Airtanah di Wilayah Kampus UNSRAT
Manado dengan Menggunakan Metode Geolistrik Tahanan Jenis.
Universitas Sam Ratulangi, Manado
[19]. Winarni, Eka Ayu Tyas. 2014. Aplikasi Metode Geolistrik Resistivitas
Konfigurasi Schlumberger Untuk Mengidentifikasi Akuifer Sebagai Sumber
Air Tambahan Sawah Tadah Hujan di Kecamatan Plupuh Kabupaten
Sragen. Universitas Sebelas Maret, Surakarta
54
LAMPIRAN
Lampiran 1. Data Resistivitas Lintasan 1
No. a ( C ) b (P) I (mA) V (mV) R (ohm) K (m) rho (ohm-m)
1 1 0.2 2 33.171 16.086 7.5360 121.224096
2 1.5 0.3 2 19.370 9.393 11.3040 106.178472
3 2 0.3 2 10.229 4.960 20.4623 101.493008
4 2.5 0.3 2 6.375 3.091 32.2373 99.6454943
5 3 0.3 2 4.394 2.130 46.6290 99.31977
6 4 0.3 2 2.381 1.154 83.2623 96.0846942
7 5 0.3 2 1.435 0.695 130.3623 90.6017985
8 6 0.3 2 0.978 0.747 187.9290 140.382963
9 6 1.2 2 4.263 2.067 45.2160 93.461472
10 7 1.2 2 2.780 1.348 62.2243 83.8783564
11 8 1.2 2 1.973 0.956 81.8493 78.2479308
12 10 1.2 2 0.966 0.468 128.9493 60.3482724
13 11 1.2 2 0.787 0.381 186.5160 71.062596
14 15 1.2 2 1.217 0.590 292.4190 172.52721
15 15 3 2 1.556 0.754 113.0400 85.23216
16 20 3 2 0.698 0.338 204.6233 69.1626754
17 25 3 2 0.373 0.180 322.3733 58.027194
18 30 3 2 0.224 0.108 466.2900 50.35932
19 40 3 20 0.968 0.047 832.6233 39.1332951
20 50 3 20 0.434 0.021 1303.6233 27.3760893
21 60 3 20 0.256 0.012 1879.2900 22.55148
22 60 11 20 1.141 0.055 452.1600 24.8688
23 70 11 20 0.557 0.027 622.2433 16.8005691
24 80 11 20 1.334 0.021 818.4933 17.1883593
55
Lampiran 2. Data Resistivitas Lintasan 2
No. a ( C ) b (P) I (mA) V (mV) R (ohm) K (m) rho (ohm-m)
1 1 0.2 2 23.947 11.613 7.5360 87.515568
2 1.5 0.3 2 18.004 8.731 11.3040 98.695224
3 2 0.3 2 9.605 4.658 20.4623 95.3133934
4 2.5 0.3 2 5.913 2.867 32.2373 92.4243391
5 3 0.3 2 4.017 1.948 46.6290 90.833292
6 4 0.3 2 2.169 1.051 83.2623 87.5086773
7 5 0.3 2 1.381 0.669 130.3623 87.2123787
8 6 0.3 2 0.961 0.466 187.9290 87.574914
9 6 1.2 2 3.901 1.891 45.2160 85.503456
10 7 1.2 2 2.829 1.371 62.2243 85.3095153
11 8 1.2 2 2.224 1.078 81.8493 88.2335454
12 9 1.2 2 1.729 0.838 104.0910 87.228258
13 10 1.2 2 1.415 0.686 128.9493 88.4592198
14 12 1.2 2 1.006 0.487 186.5160 90.833292
15 15 1.2 2 0.649 0.314 292.4190 91.819566
16 15 3 2 1.674 0.812 113.0400 91.78848
17 20 3 2 0.892 0.432 204.6233 88.3972656
18 25 3 2 0.515 0.249 322.3733 80.2709517
19 30 3 2 0.289 0.144 466.2900 67.14576
20 50 3 20 0.549 0.026 1303.6233 33.8942058
21 60 3 20 0.292 0.014 1879.2900 26.31006
22 60 12 20 1.250 0.060 452.1600 27.1296
23 70 12 20 0.735 0.035 622.2433 21.7785155
24 80 12 60 1.353 0.021 818.4933 17.1883593
25 90 12 60 0.932 0.015 1040.9100 15.61365
26 100 12 60 0.566 0.009 1289.4933 11.6054397
56
Lampiran 3. Data Resistivitas Lintasan 3
No. a ( C ) b (P) I (mA) V (mV) R (ohm) K (m) rho (ohm-m)
1 1 0.2 2 37.342 18.118 7.5360 136.537248
2 1.5 0.3 2 19.472 9.447 11.3040 106.788888
3 2 0.3 2 10.499 5.094 20.4623 104.2349562
4 2.5 0.3 2 5.949 2.886 32.2373 93.0368478
5 3 0.3 2 3.844 1.865 46.6290 86.963085
6 4 0.3 2 2.045 0.992 83.2623 82.5962016
7 5 0.3 2 1.291 0.626 130.3623 81.6067998
8 6 0.3 2 0.992 0.481 187.9290 90.393849
9 6 1.2 2 3.977 1.930 45.2160 87.26688
10 7 1.2 2 3.032 1.471 62.2243 91.5319453
11 8 1.2 2 2.295 1.114 81.8493 91.1801202
12 9 1.2 2 1.840 0.893 104.0910 92.953263
13 10 1.2 2 1.549 0.751 128.9493 96.8409243
14 12 1.2 2 1.149 0.557 186.5160 103.889412
15 15 1.2 2 0.734 0.356 292.4190 104.101164
16 15 3 2 1.861 0.903 113.0400 102.07512
17 20 3 2 0.971 0.471 204.6233 96.3775743
18 25 3 2 0.599 0.290 322.3733 93.488257
19 30 3 2 0.384 0.186 466.2900 86.72994
20 40 3 20 1.546 0.075 832.6233 62.4467475
21 50 3 20 0.754 0.036 1303.6233 46.9304388
22 60 3 20 0.375 0.018 1879.2900 33.82722
23 60 12 20 1.387 0.067 452.1600 30.29472
24 70 12 20 0.813 0.039 622.2433 24.2674887
25 80 12 60 1.455 0.023 818.4933 18.8253459
26 90 12 60 0.973 0.015 1040.9100 15.61365
27 100 12 60 0.784 0.012 1289.4933 15.4739196
57
Lampiran 4. Data Resistivitas Lintasan 4
No. a ( C ) b (P) I (mA) V (mV) R (ohm) K (m) rho (ohm-m)
1 1 0.2 2 17.111 8.298 7.5360 62.533728
2 1.5 0.3 2 12.236 5.934 11.3040 67.077936
3 2 0.3 2 6.601 3.201 20.4623 65.4998223
4 2.5 0.3 2 4.236 2.055 32.2373 66.2476515
5 3 0.3 2 3.047 1.478 46.6290 68.917662
6 4 0.3 2 1.672 0.811 83.2623 67.5257253
7 5 0.3 2 1.075 0.521 130.3623 67.9187583
8 6 0.3 2 0.751 0.364 187.9290 68.406156
9 6 1.2 2 3.350 1.625 45.2160 73.476
10 7 1.2 2 2.407 1.167 62.2243 72.6157581
11 8 1.2 2 1.809 0.877 81.8493 71.7818361
12 9 1.2 2 1.466 0.711 104.0910 74.008701
13 10 1.2 2 1.184 0.574 128.9493 74.0168982
14 12 1.2 2 0.853 0.413 186.5160 77.031108
15 15 1.2 2 0.536 0.260 292.4190 76.02894
16 15 3 2 1.387 0.672 113.0400 75.96288
17 20 3 2 0.714 0.346 204.6233 70.7996618
18 25 3 2 0.418 0.202 322.3733 65.1194066
19 30 3 2 0.220 0.106 466.2900 49.42674
20 40 3 20 1.140 0.055 832.6233 45.7942815
21 50 3 20 0.544 0.026 1303.6233 33.8942058
22 60 3 20 0.310 0.015 1879.2900 28.18935
23 60 12 20 1.494 0.072 452.1600 32.55552
24 70 12 20 0.793 0.038 622.2433 23.6452454
25 80 12 60 1.566 0.025 818.4933 20.4623325
26 90 12 60 0.926 0.015 1040.9100 15.61365
27 100 12 60 0.680 0.011 1289.4933 14.1844263
58
Lampiran 5. Data Resistivitas Lintasan 5
No. a ( C ) b (P) I (mA) V (mV) R (ohm) K (m) rho (ohm-m)
1 1 0.2 2 14.845 7.202 7.5360 54.274272
2 1.5 0.3 2 7.681 3.726 11.3040 42.118704
3 2 0.3 2 4.679 2.270 20.4623 46.449421
4 2.5 0.3 2 3.246 1.574 32.2373 50.7415102
5 3 0.3 2 1.758 0.853 46.6290 39.774537
6 4 0.3 2 1.081 0.524 83.2623 43.6294452
7 5 0.3 2 2.280 1.213 130.3623 158.1294699
8 6 0.3 2 2.964 1.438 187.9290 270.241902
9 6 1.2 2 2.583 1.689 45.2160 76.369824
10 7 1.2 2 2.233 1.083 62.2243 67.3889169
11 8 1.2 2 1.786 0.886 81.8493 72.5184798
12 9 1.2 2 1.431 0.694 104.0910 72.239154
13 10 1.2 2 1.189 0.557 128.9493 71.8247601
14 12 1.2 2 0.819 0.397 186.5160 74.046852
15 15 1.2 2 0.515 0.250 292.4190 73.10475
16 15 3 2 1.248 0.605 113.0400 68.3892
17 20 3 2 0.661 0.320 204.6233 65.479456
18 25 3 2 0.375 0.182 322.3733 58.6719406
19 30 3 2 0.231 0.112 466.2900 52.22448
20 40 3 20 1.013 0.049 832.6233 40.7985417
21 50 3 20 0.455 0.022 1303.6233 28.6797126
22 60 3 20 0.263 0.012 1879.2900 22.55148
23 60 12 20 1.208 0.058 452.1600 26.22528
24 70 12 20 0.755 0.036 622.2433 22.4007588
25 80 12 60 0.486 0.030 818.4933 24.554799
26 90 12 60 0.868 0.014 1040.9100 14.57274
27 100 12 60 0.722 0.011 1289.4933 14.1844263